Professional Documents
Culture Documents
ANALISA KASUS
1. Pasien Ny. J A usia 42 tahun didiagnosa Stroke Non Hemoragik dan terdapat
hemiparese duplex, dan kejang berulang. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis.
2. Metastasis otak biasanya ditemukan pada penyakit sistemik. Namun, pada beberapa
pasien, tanda dan gejala penyakit intrakranial muncul sebelum kanker sistemik
ditemukan. Evaluasi gejala neurologis menunjukkan metastase sistem saraf pusat, dan
setelah evaluasi sistemik, penyakit keganasan yang mendasarinya ditemukan. Pada
beberapa pasien, sumber keganasan sistemik tidak pernah ditemukan. Sekitar
setengah dari total pasien dengan metastase otak memiliki lesi tunggal dan tambahan
20% memiliki 2 lesi. Sehingga 70% pasien memiliki potensi untuk terapi fokal.
Hampir setiap keganasan pernah dilaporkan metastasis ke otak, namun tumor yang
jarang metastasis ke otak adalah tumor prostat, pankreas dan uterus.
3. Definisi stroke yaitu manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal
maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluh lemah kedua lengan dan tungkai mendadak
sesaat setelah kejang. Hal ini merupakan manifestasi klinis dari serangan stroke. Dari
anamnesa dapat ditentukan apakah serangan yang terjadi stroke hemmoragic atau
stroke non hemmoragic (infark), berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, Siriraj
Stroke score, Djoenaidi stroke score.
Algoritma Stroke Gajah Mada
Penurunan Kesadaran (+)
Nyeri Kepala (-)
Refleks Babinsky (-)
Kesan : Stroke hemoragik
Siriraj Stroke Score
Kesadaran (0 x 2,5)
Muntah
(1x2 )
Nyeri kepala (0x 2)
Tekana Darah (80x 10%)
Ateroma ( 0 x-3)
=0
=2
=0
=8
=0
17
Konstanta
= -12
Jumlah
= -2
Kesan : stroke non hemoragik
Djoenaidi Stroke score
Permulaan serangan
: mendadak
= 6.5
Waktu serangan
: tidur
=1
Sakit kepala waktu serangan : tidak ada
=0
Muntah
: beberapa menit
= 7,5
Kesadaran
: tidak ada gangguan
=1
Tekanan darah sistolik:Waktu MRS tinggi ( >140/100 mmHg) = 1
Tanda rangsangan meningeal : tidak ada kaku kuduk
=0
Pupil
: isokor
=5
Fundus okuli
: tidak dilakukan
=Jumlah
= 22
Kesan : stroke hemoragik
4. Lengan dan tungkai kiri lemah mendadak. Pada pemeriksaan kekuatan motorik didapat
nilai 3 untuk lengan kiri dan 3 untuk tungkai kiri, dimana anggota gerak 3 menandakan
dapat mengadakan gerakan melawan gaya gravitasi. Pada keadaan ini didapatkan adanya
hemiparese duplex.
5. Gangguan Kesadaran akibat Peningkatan Tekanan Intrakranial. Proses desak ruang tidak
saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan ruang yang tertutup, tetapi proses
neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan perdarahan setempat. Selain itu jaringan otak
juga bereaksi menimbulkan edema yang berkembang karena penimbunan katabolit di
sekitar jaringan neoplasmatik, atau karena penekanan pada vena yang harus
mengembalikan darah vena, terjadilah stasis yang cepat disusul oleh edema. Dapat juga
aliran likuor tersumbat oleh tumor sehingga tekanan intrakranial cepat melonjak karena
penimbunan likuor proksimal daripada tempat penyumbatan. Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa tumor di fosa kranii posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala
yang mencerminkan peningkatan tekanan intrakranial.
6. Peningkatan tekanan intrakranial secara progresif menimbulkan gangguan kesadaran dan
manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan (a) sindrom unkus atau sindrom
kompresi deinsefalon ke lateral, (b) sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap
batang otak dan (c) herniasi serebelum di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau
koma tercapai, tekanan intrakranial yang meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala
umum.
18
7. Muntah seringkali pada pagi hari setelah bangun tidur karena mekanisme serupa dengan
sakit kepala. Sifat muntah proyektil dan tidak didahului oleh mual
8. Kejang fokal seringkali merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15%
penderita.
9. Hasil CT Scan.
Kesan :
amiloid
di
otak,
membentuk
acetylcholine,
meningkatkan
pengendalian
bangkitan
tonik-klonik;
Fenitoin
berefek
stabilisasi
membran
sel
oleh
fenitoin
juga
terlihat
pada
saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacumisalnya
sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin juga mempengaruhi perpindah
anion melintasi membran sel; dalam hal ini, khususnya dengan
menggiatkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa
bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna. Gejala aura sensorik
dan gejala prodromal lainnya tidak dapat dihilangkan secara sempurna
oleh fenitoin
Diazepam (N-demethylated)
merupakan
golongan
benzodiazepin
Desmethyldiazepam
dimetabolisme
lebih
lambat
mengakibatkan
terjadinya
efek
sedasi
yang
berulang.
fisioterapi
berguna
untuk
c.
Kemoterapi
21
22