Professional Documents
Culture Documents
Salak
Salak
Jurnal Bioteknologi
Vol. 9, genetik
No. 2, 2004,
49-55...
Regenerasi
tanaman Pertanian,
dan transformasi
salak pp.
pondoh
ABSTRACT
Salac cv. pondoh is one of the famous cultivar in Indonesia.
It has a sweet taste fruit even still in young stage, but it also
has disadvantage with a big seed and a thin mesocarp. The
development of parthenocarpic fruits on salac through
genetic engineering is one of the best alternatives to improve
fruit production. Research on plant regeneration and genetic
transformation of salac for parthenocarpic fruit engineering
has been conducted in Indonesian Center for Agricultural
Biotechnology and Genetics Resources Research and Development, Bogor in 2002. The research objectives were to
obtain best protocols of plant regeneration and genetic
transformation of salac through Agrobacterium tumefaciens.
Young and mature zygotic embryos isolated from salac seeds
were used as explants. The results showed that the best
protocol for callus induction was using mature zygotic
embryos as explants cultured on solid woody plant medium
(WPM) supplemented with 2.4-D 5-30 mg/l and picloram 5
mg/l, while the best medium for shoot induction was using solid
WPM added with benzyl adenine (BA) 0.1 mg/l and zeatin 0.1
mg/l or Anderson medium supplemented with zeatin 0.5 mg/
l. Culture using the mature zygotic embryo explants with
small part of endosperm produced more vigorous shoot
growth. Transformation using A. tumefaciens containing gus
gene indicated that the best protocol was obtained using the
bottom side of mature zygotic embryo explants inoculated
with A. tumefaciens 1 x 10 8 cells/ml for 60 minutes shakering
(50 rpm) and 14-21 days cocultivation time. The best
protocols on plant regeneration and genetic transformation
will be used to develop parthenocarpic fruits of salac through
genetic engineering.
[Keywords: Salacca edulis, genetic transformation, in vitro
regeneration]
ABSTRAK
Salak pondoh merupakan salah satu kultivar salak yang paling
populer di Indonesia karena memiliki buah dengan rasa manis
meskipun masih muda. Namun, salak ini memiliki daging buah
yang tipis dengan biji besar. Pengembangan buah salak partenokarpi melalui rekayasa genetik merupakan alternatif
terbaik dalam peningkatan produksi buah. Penelitian regenerasi dan transformasi tanaman salak untuk pembentukan buah
PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat berbagai kultivar salak dengan
mutu buah yang beragam (Sudaryono et al. 1993).
Salah satu kultivar tersebut adalah salak pondoh yang
berasal dari Sleman, Yogyakarta. Salak ini mempunyai
buah bercita rasa manis tanpa asam meskipun masih
muda (Purnomo dan Sudaryono 1994). Dengan rasa
khas ini, salak pondoh sangat digemari konsumen,
sehingga harganya lebih mahal dibanding buah salak
dari kultivar lainnya. Namun, daging buah salak pondoh relatif tipis, sehingga hal ini banyak dikeluhkan
oleh konsumen.
Penanaman salak biasanya dilakukan dengan mencampur tanaman betina dan jantan. Salak jantan ditanam menyebar di antara salak betina atau sebagai
pagar kebun salak. Penyerbukan dapat terjadi sendiri
50
atau melalui bantuan serangga polinator. Pembentukan buah secara alami ini biasanya kurang optimal, sehingga sangat dianjurkan untuk melakukan perkawinan buatan dengan bantuan manusia (Nuswamarhaeni
et al. 1989).
Partenokarpi alami hanya dapat terjadi pada beberapa jenis tanaman. Cara yang paling umum untuk
mendapatkan buah partenokarpi adalah melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT) pada kuncup bunga.
Namun, cara ini kurang praktis dan memerlukan
banyak tenaga kerja apabila diterapkan pada areal
tanam yang luas (Donzella et al. 2000). Selain itu,
penggunaan senyawa kimia sintetis ini juga berbahaya
bagi manusia, lingkungan, dan produk yang dihasikan
(Rotino et al. 1997).
Pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa
genetik, selain dapat menghemat tenaga untuk perkawinan buatan, juga dapat mengurangi bahaya penggunaan senyawa kimia sintetis. Pembentukan buah
partenokarpi melalui rakayasa genetik telah berhasil
dilakukan pada beberapa tanaman. Penyisipan gen
kimera defH9-iaaM yang mengekspresikan senyawa
prekursor pembentukan auksin IAA spesifik pada
bagian plasenta dan bakal biji (ovule) tanaman transgenik, ternyata dapat merangsang pembentukan buah
partenokarpi pada tembakau, terung, dan tomat transgenik (Rotino et al. 1997). Gen defH9-iaaM mengkodekan senyawa indolacetamide monoxigenase yang
dapat dikonversi oleh triptofan menjadi indolacetamide
(prekursor pembentukan auksin IAA) (Yamada et al.
1985). Produksi auksin sintetis pada bagian plasenta
dan bakal biji pada fase awal pembungaan dapat merangsang pembentukan dan pertumbuhan buah tanpa
melalui penyerbukan (Ficcadenti et al. 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan regenerasi
tanaman dan transformasi genetik salak melalui vektor
Agrobacterium tumefaciens yang mengandung gen
gus. Dua tahapan ini sangat penting dalam perakitan
buah salak partenokarpi melalui rekayasa genetik.
BAHAN DAN METODE
Bahan tanaman
Penelitian ini merupakan kegiatan tahun pertama dari
Riset Unggulan Terpadu (RUT) IX. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dan
Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor pada tahun 2002. Biji salak pondoh
muda (berwarna putih) dan tua (berwarna cokelat)
diperoleh dari Desa Salam, Muntilan, Yogyakarta.
Metode
Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu regenerasi
tanaman salak pondoh secara in vitro dan optimasi
transformasi genetik melalui A. tumefaciens.
Regenerasi tanaman secara in vitro
Eksplan berupa embrio zigotik tua dan muda diisolasi
dari biji salak. Eksplan dicuci dengan air, disterilisasi
dengan larutan clorox (Bayclin) 30% selama 15-20
menit, lalu dibilas dengan air suling steril 3-4 kali.
Selanjutnya, eksplan dikulturkan dalam media induksi
kalus embriogenik dengan perlakuan 2,4-D 5, 10, dan
30 mg/l dan BA 0 dan 0,5 mg/l, atau glutamin 100 mg/
l dan picloram 5 mg/l dengan 10 eksplan per perlakuan.
Untuk regenerasi tunas digunakan media dasar woody
plant medium (WPM) dengan perlakuan thidiazuron
0,1 dan 0,3 mg/l atau zeatin 0,5 dan 1,0 mg/l, serta BA
1,0 dan 2,0 mg/l, yang dikombinasikan dengan kinetin
1,0 dan 2,0 g/l dan media dasar Anderson. Biakan
kemudian diinkubasi dalam ruangan yang mempunyai
intensitas cahaya 800-1.000 lux selama 16 jam dalam
sehari.
Optimasi transformasi genetik melalui A. tumefaciens
Eksplan embrio tua dan muda yang telah steril selanjutnya dipotong menjadi dua, lalu dimasukkan ke
dalam tabung corning 50 ml yang telah diisi suspensi
A. tumefaciens strain EHA 105. Strain ini berisi plasmid pCambia 1301 yang mengandung gen gus (gen
penanda) dan hph (gen ketahanan higromisin) pada
bagian T-DNA. Perlakuan transformasi meliputi kerapatan bakteri (OD600) 0,5; 1,0; 1,5, lama inokulasi 60
menit shaker (kecepatan 50 rpm), dan lama kokul-tivasi
7, 14, 21, dan 28 hari setelah inokulasi.
Uji transient ekspresi gen gus (GUS assay) dilakukan pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 kokultivasi menggunakan prosedur Jefferson (1987). Hasil uji gus
diamati dengan mikroskop binokuler untuk melihat ada
tidaknya bintik biru pada eksplan. Uji gus dinyatakan
positif bila terdapat bintik biru pada jaringan eksplan.
Makin banyak bintik biru yang teramati, makin efektif
proses transformasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Regenerasi tanaman secara in vitro
Hasil percobaan induksi kalus menunjukkan bahwa
semua kombinasi media yang digunakan tidak mampu
menghasilkan pertumbuhan kalus pada eksplan embrio
51
muda (data tidak ditunjukkan), bahkan eksplan akhirnya cokelat dan mati. Pada eksplan embrio tua, kalus
dapat tumbuh dengan persentase 40-100% (Tabel 1).
Penggunaan eksplan embrio zigotik yang masih
muda, di mana biji masih berwarna putih, kurang baik
untuk induksi kalus. Eksplan embrio muda tidak dapat
tumbuh dan tidak mampu berdiferensiasi membentuk
kalus pada media induksi kalus (Tabel 1). Kondisi ini
kemungkinan karena cadangan makanan dan ZPT
yang tersedia pada jaringan tanaman masih sangat
minim walaupun ke dalam media telah ditambahkan
komponen organik maupun anorganik, atau embrio
zigotik masih berupa pra-embrio yang masih mengalami masa dormansi yang kuat. Walaupun dalam media
ditambahkan ZPT 2,4-D dan BA yang daya aktivitasnya kuat dengan konsentrasi tinggi, embrio zigotik
tetap tidak dapat melakukan pembelahan sel membentuk kalus, bahkan menjadi cokelat dan mati. Kematian sel-sel eksplan embrio muda ini kemungkinan
akibat pengaruh ZPT 2,4-D dan BA pada media induksi. Sel-sel embrio muda masih sangat peka terhadap
ZPT, sehingga sel-sel mengalami kerusakan dan kematian. Dengan demikian, untuk penelitian selanjutnya
digunakan embrio zigotik tua dari biji salak yang telah
berwarna cokelat.
Penggunaan embrio zigotik tua yang diisolasi dari
biji yang berwarna cokelat memberikan hasil lebih baik
pada semua perlakuan formulasi media. Makin tinggi
konsentrasi 2,4-D, eksplan makin mudah membentuk
kalus terutama yang dikombinasikan dengan BA.
Tabel 1. Pengaruh 2,4-D dan BA dalam media WPM terhadap pembentukan kalus embrio
zigotik tua salak pondoh setelah 40 hari kultur, BB Biogen, 2002.
Table 1. Effect of 2.4-D and BA on callus formation of mature zygotic embryo explants of salac after
40 days culture, BB Biogen, 2002.
Kadar ZPT
Concentration of growth regulator
(mg/l)
Kalus 1
Callus 1
(%)
Keterangan
Notes
2,4-D 5
15
30
40
100
60
2 , 4 - D 5 + BA 0,5
1 5 + BA 0,5
3 0 + BA 0,5
83
80
100
75
100
100
Eksplan membengkak
Eksplan membengkak
Eksplan membengkak + remah
2 , 4 - D 5 + picloram 5
1 5 + picloram 5
3 0 + picloram 5
100
100
100
Kalus remah
Kalus remah
Kalus remah
52
Jumlah tunas
Shoot number
(%)
WPM
33
16
25
75
50
Keterangan
Notes
Sebagian biakan
membengkak dan
membentuk kalus
Sebagian biakan
membengkak dan
membentuk kalus
Sebagian biakan
membengkak dan
membentuk kalus
Sebagian biakan
membengkak
Sebagian biakan
membengkak
Umumnya biakan
tidak tumbuh
Umumnya biakan
tidak tumbuh
53
0,55
0,74
0,35
0,30
Tinggi tunas
Shoot height
(cm)
Jumlah tunas
dan akar
Total of shoots
and roots
0,95
4
2,33
3,5
4
3,67
OD 600
7 h
0,5
1,0
1,5
0
0
0
Embrio bawah
Bottom embryo
14 h 21 h 28 h
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7 h
0
0
0
14 h 21 h 28 h
20
40
0
0
80
0
0
0
0
54
KESIMPULAN
Kalus embriogenik salak telah berhasil didapatkan
dari eksplan embrio zigotik tua pada media WPM + 2,4
D 5-30 mg/l + picloram 5 mg/l. Tunas salak telah berhasil pula diperoleh dari kalus salak pada medium
WPM + BA 0,1 mg/l dan zeatin 0,1 mg/l atau Anderson
+ zeatin 0,5 mg/l. Sistem transformasi salak melalui A.
tumefaciens telah diperoleh menggunakan eksplan
embrio zigotik tua bagian bawah dengan kerapatan
bakteri 1 x 108 sel/ml, lama inokulasi 60 menit di atas
shaker, dan lama kokultivasi 14-21 hari setelah
inokulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Donzella, G., A. Spena, and G.L. Rotino. 2000. Transgenic
parthenocarpic eggplants: superior germplasm for increased
winter production. Mol. Breed. 6: 79-86.
Ficcadenti, N., S. Sestili, T. Pandolfini, C. Cirillo, G.L. Rotino,
and A. Spena. 1999. Genetic engineering of parthenocarpic
fruit development in tomato. Mol. Breed. 5: 463-470.
George, E.F., D.J.M. Puttock, and H.J. George. 1988. Plant
Culture Media. Vol 1. Formulation and Uses. Exegetics
Limited, Edington, Westburg, England.
Handayani, T.T. 1991. Pengaruh Kombinasi Auksin dan
Sitokinin terhadap Organogenesis Eksplan Melinjo. Tesis
S2, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Jefferson, R.A. 1987. Assaying chimeric genes in plants: The
GUS gene fusion system. Plant Mol. Biol. Rep. 5: 387-405.
Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin, A. Husni, W.H. Adil, dan
Y. Supriyati. 1999. Embriogenesis somatik beberapa varietas
kedelai. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
55
Rotino, G.L., E. Perri, M. Zottini, H. Sommer, and A. Spena.
1997. Genetic engineering of parthenocarpic plants.
Nature Biotechnol. (15): 1398-1401.
Sudaryono, T., S. Purnomo, dan M. Soleh. 1993. Distribusi
kultivar dan prakiraan wilayah pengembangan salak. Penelitian Hortikultura 5(2): 1-14.
Yamada, T., C.J. Palm, B. Brooks, and T. Kosuge. 1995.
Nucleotide sequence of the Pseudomonas savastanoi
indoleacetic acid genes show homology with Agrobacterium
tumefaciens T-DNA. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 82: 65226526.