Professional Documents
Culture Documents
Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam PDF
Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam PDF
DAFTAR ISI
1.
2.
HIPOGLIKEMIA RINGAN.....................................................................
3.
DEFISIENSI VITAMIN...........................................................................
4.
DISLIPIDEMIA.......................................................................................
14
5.
OBESITAS.............................................................................................
20
6.
LIMFADENITIS TUBERKULOSIS........................................................
24
7.
MALARIA..............................................................................................
27
8.
REAKSI ANAFILAKSIS........................................................................
31
9.
TUBERKULOSIS PARU.......................................................................
35
10. GASTROENTERITIS.............................................................................
45
48
56
60
14. ASKARIASIS.........................................................................................
62
15. TAENIASIS............................................................................................
64
67
17. PIELONEFRITIS....................................................................................
68
69
73
20. HIPERTENSI.........................................................................................
81
92
96
98
24. GASTRITIS............................................................................................
99
ii
Polifagi
Polidipsi
Poliuri
Kronis:
-
Lemah badan
Semutan
Kaku otot
LANGKAH DIAGNOSTIK
Keluhan Klinis Diabetes
126
200
ata
u
GDS
<
126
<
200
ata
u
GDS
126
200
110-125
< 100
140-199
< 140
126
200
TTGO
GD 2 Jam
<
126
<
200
>200
DIABETES MELLITUS
140199
TGT
< 140
GDP
T
Normal
Nasihat Umum
Perencanaan Makan
3
Latihan Jasmani
Berat idaman
Belum Perlu Obat Penurun Glukosa
normal atau regulasi baik (ADA 2005) bila glukosa darah sebelum makan: 90130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dl.
Urine
Pada orang normal, reduksi urine: negatif. Pemantauan reduksi urine
biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Atau
4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan yang 3x dilakukan setiap 2 jam
sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lebih
hemat.
Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI 2002)
Dinyatakan DM apabila terdapat:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl, plus gejala
klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau
beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologi pada penduduk
dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah puasa. Untuk
DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnosis yang sama.
TATALAKSANA
I.
INSULIN
Macam-macam insulin:
1. Insulin Konvensional, mengandung komponen a, b, dan c, misalnya: IR =
Insulin Reguler (Novo dan Organon), NPH (Novo), PZI (Novo dan
Organon) dan ada juga campuran IR:PZI = 30:70. Bentuk ini lebih
imunogenik dan alergik, sebetulnya yang mempunyai efek biologis
adalah komponen c saja.
2. Insulin Monokomponen = Insulin MC (Insulin Mono-Component = Highly
Purified Insulin) = hanya mengandung komponen c (insulin murni),
2. Berikan Insulin Reguler Intravena 4 (empat) unit tiap jam sampai kadar
glukosa darah sekitar 200 mg/dl atau reduksi urin positif lemah.
3. Cara RCI: dengan dosis insulin reguler 4 unit/jam intravena, dapat
menurunkan glukosa darah sekitar 50-75 mg/dl setiap jamnya.
Contoh: Pada glukosa darah 450 mg/dl, berikan insulin reguler intravena
4 unit/jam sampai 3 kali (Rumus Minus-Satu), maka akan memperoleh
glukosa darah sekitar 200 mg/dl. Angka 3 kali diperoleh dari: 4 dikurangi
satu (Rumus Minus-Satu). Angka 4 berasal dari 450 mg/dl.
4. Apabila kadar glukosa tersebut sudah tercapai, maka insulin reguler
dapat diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam dengan dosis
3x8 U (Rumus Kali-Dua). Angka 8 berasal dari 4x2 (Rumus Kali-Dua).
Sedangkan angka 4 berasal dari 450 mg/dl.
5. Glukosa 450 mg/dl juga dapat mengikuti rumus 1, 2, 3, 4, 5 untuk
Regulasinya, dan dapat menggunakan Rumus 4, 6, 8, 10, 12 untuk
maintenance subkutannya.
Regulasi Cepat Subkutan (RCS)
Apakah cara RCI atau RCS yang dipilih, sesuaikanlah dengan kondisi,
situasi, dan fasilitas setempat. Tergantung kadar glukosa acak awal yang
diperoleh, maka berikan insulin subkutan dengan dosis awal ekstra, kemudian
maintenance insulin 3x sehari dengan pedoman dosis.
Indikasi RCI dan RCS pada umumnya adalah untuk kasus-kasus yang
memerlukan kadar glukosa darah harus segera diturunkan, bahkan pada DM
kasus biasa (non darurat) yang dirawat inap, misalnya penderita dengan DMsepsis pro operasai (gangren, kolesistitis, batu ginjal, dan lain-lain), DM dengan
GPDO (Stroke-CVA), DM pro amputasi, DM dan Infark Miokard Akut, semua
DM rawat inap dengan glukosa darah > 250 mg/dl (agar NPE dapat dimulai),
dan lain-lain.
2. HIPOGLIKEMIA RINGAN
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinik: riwayat DM sebelumnya, timbul gangguan saraf berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang.
Laboratorium: kadar gula darah < 50 mg/dl
Trias Whipple, yaitu adanya kadar gula darah yang rendah, timbul gejala-gejala,
hilangnya gejala dengan peningkatan kadar glukosa ke level normal.
GEJALA
Parasimpatis
: lapar, mual
Simpatis
TERAPI
Koma Glukosa 40% IV sebanyak 20-50 cc, setiap 10-20 menit sampai
pasien sadar, disertai infus dextrose 10% 6 jam/kolf
3. DEFISIENSI VITAMIN
DEFISIENSI VITAMIN A
Satuan Yang Digunakan
1,0 g Retinol Ekivalen (RE)
= 1,0 g retinol
= 6,0 g beta-karoten
= 12,0 g karotenoid lain
= 3,3 SI(Satuan Internasional) retinol
= 9,9 SI beta-karoten
KEBUTUHAN VITAMIN A
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan
kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk
orang Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional
pangan dan Gizi (2007) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari
kesehatan tubuh orang Indonesia.
Daftar Kecukupan Vitamin A
Golongan Umur
Bayi
0 6 bulan
7 12 bulan
Kebutuhan Vitamin A
(RE)
350
350
Balita
1 3 tahun
4 6 tahun
7 9 tahun
350
460
400
Pria
10 12 tahun
13 15 tahun
16 19 tahun
20 45 tahun
46 59 tahun
>60 tahun
500
600
700
700
700
600
Wanita
10 12 tahun
13 15 tahun
16 19 tahun
500
500
500
10
20 45 tahun
46 59 tahun
>60 tahun
Hamil
500
500
500
+ 200
Menyusui
0 6 bulan
7 12 bulan
+ 350
+ 300
11
VKDB klasik
VKDB lambat
Secondary PC
(APCD)
Umur
< 24 jam
deficien
cy
Segala usia
(terutama 2-8
minggu)
- Pemberian makanan - Intake Vit K
- obstruksi bilier
Faktor
inadekuat
-penyakit hati
resiko
kehamilan
- Intake Vit K
inadekuat
pada ASI
-intake kurang
- Tidak dapat
(nutrisi
pada ASI
profilaksis vit K
parenteral)
- Tidak dapat
12
Frekuensi
< 5% pada
profilaksis vit K
0,01-1%
kelahiran (terutama di
Lokasi
tinggi
Sefalhematom,
makan bayi)
GIT, umbilikus,
Asia Tenggara)
Intrakranial (30-60%),
perdarahan
umbilikus,
hidung, tempat
intrakranial,
suntikan, bekas
tempat suntikan,
penyebab
adekuat
kali atau 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2
tahun
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis
13
4. DISLIPIDEMIA
Klasifikasi kadar lipid plasma menurut National Cholesterol Education Program
(NCEP) Adult Treatment Panel (ATP) III
Kolesterol Total
< 200
Yang diinginkan
200-239
Batas tinggi
240
Kolesterol LDL
Tinggi
< 100
Optimal
100-129
Di atas optimal
130-159
Batas tinggi
160-189
Tinggi
Sangat tinggi
190
Kolesterol HDL
< 40
Rendah
> 60
Trigliserida
Tinggi
< 150
Normal
150-199
Batas tinggi
200-499
Tinggi
Sangat tinggi
500
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
laboratorium
berperan
penting
untuk
menegakkan
14
puasa.
Mengingat
sebagian
besar
laboratorium
masih
15
PENGELOLAAN DISLIPIDEMIA
Upaya Non-Farmakologis
Perubahan gaya hidup
a. Merokok sigaret: harus segera dihentikan
b. Menurunkan berat-badan: dengan latihan jasmani dan pengaturan
makan
c. Pembatasan
asupan
alkohol:
terutama
pada
penderita
hipertrigliseridemia.
Pengaturan makan
a. Kurangi asupan lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol
b. Tingkatkan proporsi lemak MUFA dan PUFA (Mono dan Poly
Unsaturated Fatty Acid)
Untuk menurunkan kadar trigliserid perlu ditambahkan pengurangan total
kalori, asupan karbohidrat dan alkohol. Evaluasi hasil perubahan gaya hidup
dilakukan setiap 3 bulan untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Derajat penurunan kadar kol-LDL yang dicapai dengan diet bergantung
pada pola makan sebelum dimulainya diet, tingkat kepatuhan, dan respons
biologis secara umum, pasien dengan kadar kolesterol yang tinggi mengalami
penurunan kadar kol-LDL yang besar dibanding yang kadar awalnya rendah.
16
Perlu diingatkan bahwa tempe adalah sumber protein nabati yang baik dan
murah serta dapat menurunkan kadar kol-total, TG, dan juga menaikkan kadar
kol-HDL.
Latihan jasmani
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran, yaitu 70-85% dari denyut
jantung maksimal (220-umur), selama 20-30 menit
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan-lahan,
selama 5-10 menit.
Frekuensi latihan direkomendasikan 3-4 kali seminggu selama 30-40
menit setiap kalinya. Jenis latihan yang dipilih sebaiknya berkesinambungan
(continuous),
berirama
(rhytmical),
interval,
progresif,
dan
bersifat
Kol-LDL
18-55%
15-30%
5-25%
5-25%
Kol-HDL
5-15%
3-5%
10-20%
15-35%
TG
7-30%
-/
20-50%
20-50%
Obat terpilih
Statin atau Resin atau kombinasi
Statin atau kombinasi dengan fibrat
Fibrat
Fibrat
Dosis
Efek Samping
Kolestiramin
4-16 gram/hari
Konstipasi,
gangguan
17
Kolestipol
5-20 gram/hari
hiperurikemia,
release
g/hari
Sustained
hiperglikemia,
saluran cerna
release
1-2
g/hari
Golongan Statin
Fluvastatin
Miopati,
peningkatan
Lovastatin
SGOT/SGPT
Pravastatin
Simvastatin
Atorvastatin
10-80 mg 1 x/hari
Rosuvastatin
10-40 mg 1 x/hari
miopati
Fenofibrat
Kontraindikasi:
Gemfibrozil
gangguan
10 mg, 1x/hari
Dispepsia,
Cholesterol
fungsi
Absorption
Inhibitor
Ezotimibe
sakit
kepala/punggung
18
5. OBESITAS
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi
obesitas sendiri.
Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
< 90 cm (Laki-laki)
90 cm (Laki-laki)
<
Berat
Kurang
80
cm
80
(Perempuan)
(Perempuan)
Rendah
(risiko Sedang
meningkat
pada
Meningkat
23,0-24,9
Meningkat
Moderat
Berisiko
25,0-29,9
Moderat
Berat
Obes I
30,0
Berat
Sangat berat
Kisaran Normal
18,5-22,9
Berat
Badan 23,0
Lebih
cm
Obes II
TATALAKSANA
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu
diet randah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah.
Tujuan Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan harus SMART: Spesific, Measurable, Achieable,
Realistic, and Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan
adalah untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10% dari berat awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar
10% adalah 6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI
sebesar 27 sampai 35, penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kkal/hari akan
menyebabkan penurunan berat badan sebesar sampai 1 kg/minggu dan
penurunan sebesar 10 persen dalam 6 bulan.
19
20
21
22
6. LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
GAMBARAN KLINIS
Pembesaran kelenjar getah bening yang lambat
-
Tidak nyeri
Demam
Fatigue
Keringat malam
23
b. Tes Tuberkulin
Positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila
indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm.
c. Pemeriksaan Sitologi
Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma
epiteloid, nekrosis kaseosa.
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru
pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada
anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus.
USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular
atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pada
pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai
dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes.
Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi
sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta
nodularitas di dalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya
manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan
24
pada limfadenitis TB. Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret,
konglumerasi,
terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersamasama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar
metastatik (Bayazit & Namiduru, 2004).
PENATALAKSANAAN
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
a. Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
b. Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
c. Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
d. Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
e. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri
f. Operasi mungkin diperlukan untuk mengeringkan abses.
Hindari pemberian aspirin pada anak karena dapat meningkatkan risiko
sindrom Reye pada anak. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat
menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy
dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada
keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar dengan
pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan. Secara umum
pengobatan Limfadenitis yaitu :
a. Pengobatan dilakukan dengan tuberkulositik bila terjadi abses, perlu
dilakukan aspirasi dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta
pengangkatan
dinding
abses
dan
kelenjar
getah
bening
yang
bersangkutan.
b. Virus sembuh sendiri.
c. Bakteri flucloxacillin dosis : 25 mg/kgBB 4 kali sehari.
Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat
diberikan cephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB (dosis maksimal 500
25
Anamnesis:
o Penderita baru bepergian ke daerah endemis malaria.
o Di Jawa Timur pun yang beberapa masa lalu dinyatakan bebas
malaria muncul kembali sebagai reemerging disease.
o Adanya rangkaian gejala: menggigil, demam tinggi, berkeringat
banyak, disusul stasium sembuh, gejala tersebut bersifat serangan
berulang (paroksismal). Air seni berwarna merah seperti teh, nyeri
kepala dan otot (terutama otot punggung), nafsu makan menurun.
26
- Fisik:
pucat,
anemia,
ikterus,
hipotensi
postural,
hepatomegali,
splenomegali.
- Dengan pengobatan anti malaria penderita sembuh (pengobatan
eksjuvan-tibus).
2. Diagnosis laboratorik
-
Air seni berwarna merah seperti air teh karena mengandung urobilin;
anemia hemolitik; pada sediaan darah tipis dan tebal nampak adanya
parasit malaria dalam eritrosit (pengecatan Giemsa atau Wright).
P. vivax: pada hapusan darah tipis maupun tebal dapat dilihat eritrosit
yang mengandung parasit membesar, terdapat titik Schoeffner dan
sitoplasmanya berbentuk ameboid.
Pada sediaan tetes tebal, nampak banyak sekali bentuk cincin kecilkecil tanpa bentuk dewasa yang lain (stars in the sky); terdapat
bentukan balon merah di sisi luar gametosit.
DIAGNOSIS BANDING
Influenza, gastroenteritis, salmonellosis, dan leptospirosis.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan serangan malaria akut (pengobatan radikal).
27
dosis
tunggal
tablet,
ditambah
IV. Malaria
dengan
penyulit
(malaria
pernisiosa),
misalnya
malaria
serebralis:
a. Kina dihidroklorida 600 mg dalam 500 ml dextrose 5% diberikan
secara infus intravena selama 4 jam, dapat diulang tiap 8 jam. Atau
kina hidroklorida 20 mg/kgBB dalam 500 ml dextrose 5% diberikan
selama 4 jam diikuti 10 mg/kgBB diberikan dalam 2-4 jam dan dapat
diulang setiap 8 jam (dosis maksimum 1800 mg/hari).
b. Chloroquine sulfat 300 mg dalam 200 ml garam faali diberikan
secara infus intravena selama 30 menit, dapat diulang tiap 8 jam.
Bila penderita sudah sadar, secepatnya sisa obat diberikan peroral
sesuai dengan pengobatan radikal.
Pengelolaan malaria falsiparum berat:
1. Chloroquine atau kina, parenteral dengan dosis adekuat, seperti tersebut
di atas.
2. Turunkan suhu badan apabila terjadi hiperpireksia dengan antipiretik dan
kompres.
3. Rehidrasi (hati-hati terjadi over-hydration yang merupakan risiko edema
paru)
28
29
8. REAKSI ANAFILAKSIS
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap anafilaksis seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip
resusitasi gawat darurat seperti tabel di bawah ini.
50
mg
intramuskuler
atau
intravena
(secara
perlahan)
Ranitidin 50 mg atau Cimetidine 300 mg intravena (bila diperlukan)
Methylprednisolone 125 mg intravena atau Hydrocortisone 100-200 mg
intravena
tindakan
Norepinefrin
30
Syok
Tujuan penatalaksanaan syokadalah untuk mempertahankan sirkulasi
darah dan pertukaran udara yang adekuat penderita dibaringkan dalam
31
Obstruksi bronkus
Epinefrin sangat efektif dan bekerja cepat untuk mengatasi bronkospasme.
Bila gejala tidak teratasi dapat diberikan nebulisasi bronkodilator
adrenergik (Salbutamol atau Terbutalin sulfat). Methylprednisolone 125 mg
dapat diberikan tiap 4-6 jam pada penderita dengan gejala yang berat atau
yang tidak responsif terhadap Epinefrin. Oksigen dapat diberikan melalui
kanula hidung atau masker bila PaCO2 < 55 mmHg. Bila PaCO2 > 65 mmHg
penderita mengalami gagal nafas dan memerlukan intubasi serta bantuan
nafas mekanis.
Edema laring
Penderita dengan obstruksi laring menunjukkan gejala stridor. Pemasangan
pipa endotrakeal mungkin mengalami kesulitan akibat edema laring. Pada
kondisi demikian perlu segera dilakukan pungsi membrana krikotirois
menggunakan jarum pendek no. 14G atau 16G. Bila prosedur trakeostomi
dilakukan di luar rumah sakit, maka metode krikotirotomi lebih disukai. Bila
dilakukan di rumah sakit maka metode bedah trakeostomi lebih disukai.
32
33
9. TUBERKULOSIS PARU
DEFINISI KASUS
Kasus baru (new case):
Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
Kambuh (relaps):
Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap. Kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (hapusan atau kultur).
Gagal pengobatan (treatment after failure):
Penderita yang memulai pengobatan kategori 2 setelah gagal dengan
pengobatan yang sebelumnya.
Yaitu penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih. Atau penderita dengan BTA megatif
menjadi positif pada akhir bulan ke-2.
Pengobatan setelah default (treatment after default/drop out):
Penderita yang kembali berobat, dengan hasil bakteriologi positif, setelah
berhenti minum obat 2 bulan atau lebih.
Pindahan (transfer in):
Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus membawa surat
rujukan/pindah (form TB 09).
Kasus kronik:
Penderita dengan hasil BTA tetap positif setelah selesai pengobatan ulang
dengan kategori 2.
DIAGNOSIS
Diagnosis
tuberkulosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
34
Gejala
Respiratorik : batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada, sesak
napas.
Sistemik
badan turun.
Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga TB dan harus
diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu-pagisewaktu/SPS) dengan cara pengecatan.
Pemeriksaan fisik
Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk
membedakan TB dengan penyakit paru lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi
kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tanda-tanda
antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas bronkial, amforik, ronki
basah, pada efusi pleura didapatkan gerak napas tertinggal, keredupan dan
suara mapas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat limfadenitis
tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar linfe, sering di daerah leher,
kadang disertai adanya skrofuloderma.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
bakteriologis
sangat
berperan
untuk
menegakkan
lambung,
bronchoalveolar
lavage,
urin,
dan
jaringan
biopsi.
35
Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu pemerikaan foto thoraks atau
SPS ulang. Bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru
BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan
penderita TB. Bila SPS-positif, berarti penderita TB BTA (+). Bila foto toraks
mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnosis adalah TB
paru BTA negatif rontgen positif.
Foto toraks
Pada kasus di mana pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan
foto toraks bila:
berdasarkan
gambaran
radiologis
tersebut.
Perlu
dilakukan
36
Luas proses yang ampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dinyatakan sbb:
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari datu atau dua paru
dengan luas lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus vertebra
torakalis IV, atau korpus vertebra torakalis V (sela iga ke-2) dan tidak
dijumpai kaviti.
2. Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik. LED penting sebagai indikator
kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi penyembuhan.
Pemeriksaan serologi dilakukan denagn metode Elisa, Mycodot, PAP
(Peroksidase Anti Peroksidase). Teknik lain untuk mengidentifikasi M.
tuberculosis dengan PCR (polymerase chain reaction), RALF (Restrictive
Fragment Length Polumorphisms), LPM (Light Producing Maycobacterophage).
Pemeriksaan histopatologi jaringan, diperoleh melalui transbronchial lung
biopsy, transthoracal biopsy, biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar
dan organ lain di luar paru. Diagnosis TB ditegakkan bila jaringan menunjukkan
adanya granuona dengan perkejuan.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain
dan mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT
yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk
pengobatan TB didasarkan pada rekomendasi WHO.
Terdapat 4 populasi kuman TB yaitu:
1. Metabolically active, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kaviti
2. Basili inside cell, misal dalam makrofag
3. Semi dorman bacili (persisten)
4. Dorman bacili
37
Sifat
Potensi
Isoniazidn(H)
Rifampicin (R)
Pirazinamid (Z)
Streptomycin (S)
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Dosis mg/kg
Intermiten
Harian
3x/wk
2x/wk
5
10
15
10
10
10
25
35
50
15
15
15
15
30
45
38
Fase lanjutan adalah 4 (HR)3, lama pengobatan 4 bulan, dengan INH dan
rifampisin, diminum 3 kali seminggu.
39
TB
DIAGNOSTI
C
CATEGORY
I
II
III
IV
a
Penderita
yang
terbukti
MDR-TB
direkomendasikan
40
Ringan
Kelenjar limfe
Milier
Perikarditis
Peritonitis
Sendi kecil
Kelenjar adrenal
Spinal
Intestinal
Genitourinaria
41
42
43
10. GASTROENTERITIS
TATALAKSANA
Rehidrasi dapat per oral pada dehidrasi ringan dan parenteral pada
dehidrasi sedang serta berat
Untuk diare tipe sekretori dapat diberikan racecadotril 3x1 tablet selama
3 hari
Shigellosis
Amebiasis
KOMPLIKASI
Asidosis metabolik
KOLERA
Pengobatan
44
45
46
47
b. Metode slide
48
Deteksi antigen
1. Tes koagulasi (koag)
a. Digunakan antisera Vi Vi-koag
b. Lebih cepat dari biakan kuman
2. Tes ELISA
a. Digunakan ELISA indirek dari bahan air seni dan darah penderita
b. Digunakan antibodi monoklonal yang ditempelkan pada kertas
nitroselulose
Deteksi DNA
Dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe)
Kurang sensitif apabila jumlah S. typhi dalam darah penderita rendah
2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
a. Dapat mendeteksi strain S. typhi dan untuk pembuatan vaksin
b. Waktu pemeriksaan cepat ( 6 jam) tapi akurat
Sumsum tulang
a. Biakan sumsum tulang
b. Sangat sensitif (95%)
49
tiamphenicol,
Cotrimoxazol,
Ampicilin,
Amoxicyllin,
Cephalosporin generasi-III (misalnya: Ceftriaxon), dan Quinolone golongan 4Fluoroquinolone (misalnya: Ciprofloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Pefloxacin),
dan Azithromycine.
50
Carrier kronis
Carrier kronis adalah indivisu yang mengeluarkan S. typhi baik dari tinja
(faecal carrier) atau air seninya (urinary carrier) selama 1 tahun atau lebih.
Pada demam tifoid sumber infeksi dari carrier kronis adalah kandung empedu
dan ginjal (infeksi kronis, batu, atau kelainan anatomi). Oleh akrena itu apabila
terapi medika-mentosa dengan obat antitifoid gagal harus dilakukan operasi
untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.
Obat pilihan saat ini:
1. Amoxicillin 3x1000-2000 mg/hari selama 6 minggu
2. Golongan quinolone yaitu Ciprofloxacin 2x500 mg/hari atau Norfloxacin
2x400 mg/hari selama 4 minggu
3. Cotrimoxazole 2x2 tablet (160/800) selama 6 minggu
4. Apabila urinary carrier disebabkan karena infeksi dengan cacing
schistosoma, maka perlu ditambah terapi dengan praziquantel
5. Kadang-kadang setelah cholesystectomy, penderita masih tetap menjadi
carrier. Untuk ini perlu diberikan pengobatan jangka lama sampai
terbukti tidak mengeluarkan Salmonella typhi lagi.
Demam Tifoid pada Penderita AIDS
1. Terapi demam tifoid pada penderita AIDS sulit, karena sering terjadi
relaps
2. Quinolone merupakan obat pilihan karena mempunyai efek sinergik
dengan antiretroviral Zidovudine. Pemberian Ciprofloxacin 2x500 mg oral
selama 6 minggu, umumnya dapat mengatasi demam tifoid pada
penderita AIDS. Kadang-kadang diberikan sampai 1-8 bulan.
3. Cotrimoxazole merupakan obat pilihan kedua karena obat ini juga dapat
mengobati pneumocystic-carinii pneumonia yang terjadi pada penderita
AIDS.
Sampai saat ini obat pilihan utama untuk demam tifoid di Indonesia adalah
Chloramphenicol. Hal ini disebabkan karena sensitifitasnya masih tinggi, cukup
aman (jarang terjadi efek samping obat) dan murah harganya.
Dosis
51
4-Fluoroquinolone,
misalnya
Ciprofloxacin
dan
d. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak dan usia remaja, ibu hamil
atau menyusui, alergi terhadap Fluoroquinolone
e. Efek samping:
Gangguan pencernaan
Obat Alternatif
1. Cotrimoxazole (160/800 mg), 2x2 tablet atau 2x1 tablet (forte) per hari
selama 14 hari
2. Tiamphenicol 4x500 mg/hari selama 14 hari
3. Ampicilin 4x500 mg/hari selama 14 hari
4. Ceftriaxone 1x1000 mg/hari i.v. selama 14 hari
5. Azithromycine 1x1000 mg/hari i.v. selama 14 hari
52
Efektivitas 51-88%
53
54
Gejala membaik
Gejala alergi
makanan
dan/atau
Uji tusuk kulit (+)
Diet eliminasi
Selesai
Gejala menetap
Masalah selesai
Gejala membaik
(-) Hindari
Anamnesis
55
Diet eliminasi
Diet eliminasi adalah pemberian diet selama 7 hingga 14 hari, yaitu bahan
makanan yang dicurigai sebagai penyebab reaksi alergi dihindari. Bila ada
lebih dari satu jenis makanan yang dicurigai perlu dilakukan diet eliminasi
berulang dengan mengeliminasi berturut-turut satu jenis makanan. Bila
56
gejala tetap tidak membaik dengan eliminasi suatu bahan makanan, maka
bahan makanan tersebut bukanlah penyebabnya.
PENATALAKSANAAN
Upaya menghindari alergen makanan
Menghindari
alergen
merupakan
satu-satunya
pengobatan
alergi
57
Terapi simtomatik
Beberapa jenis obat telah dicoba untuk mengatasi gejala alergi
makanan, antara lain antihistamin H1 dan H2, kromolin oral, ketotifen, dan
antiprostaglandin. Pada umumnya efektivitas obat tersebut rendak atau
memiliki efek samping yang dapat ditolerir. Tidak satupun yang terbukti dapat
mencegah anafilaksis. Imunoterapi pernah dicoba, namun efek sampingya
cukup berat dan kini tidak lagi dianjurkan.
Pencegahan
Mengingat manfiestasi reaksi alergi makanan dapat bervaiasi mulai dari
gejala ringan hingga anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa,
sebaiknya diberikan bekal suntikan Epinefrin pada penderita atopik. Penderita
dilatih untuk dapat menyuntikkan sendiri Epinefrin intramuskular di daerah paha
lateral bila sewaktu-waktu timbul gejala alergi akibat paparan yang tidak
disengaja
terhadap
alergen
makanan
tertentu.
Selanjutnya
penderita
disarankan untuk sesegera mungkin menuju ke Unit Gawat Darurat rumah sakit
untuk evaluasi lebih lanjut.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa upaya menghindari alergen
makanan oleh ibu dan bayi atopik ternyata dapat menurunkan prevalensi
dermatitis atopik, urtikaria, penyakit gastrointestinal. Ibu atopik sebaiknya
menghindari kacang tanah selama kehamilan trimester terakhir. Bayi atopik
sebaiknya menghindari susu sapi, telur, dan kacang tanah pada usia 1 tahun
pertama. Khusus pada kelompok penderita atopik yang memiliki risiko tinggi
untuk mengalami reaksi alergi, konsensus yang berlaku saat ini adalah anjuran
untuk menghindari susu sapi selama 12 bulan, dan menghindari kacang tanah
selama 3 tahun.
58
59
60
14. ASKARIASIS
PENGOBATAN
Beberapa obat antihelmintik sekarang ini lebih efektif dengan efek toksik
yang relatif rendah daripada obat-obat dulu yang sudah populer misalnya
santonin, oleum shenopodium serta hexylresorcinol.
Antihelmintik untuk pengobatan ascariasis dapat dipilih beberapa obat di bawah
ini:
1. Pirantel pamoat, diberikan sebagai dosis tunggal 10 mg/kgBB dengan
maksimum pemberian 1 g.
2. Levamisole hydrochloride diberikan sebagai dosis tunggal 2,5-5
mg/kgBB.
3. Garam piperazine, 75 mg/kgBB, maskimum 3,5 g, diberikan 2 hari
sebagai dosis harian tunggal. Merupakan obat pilihan pada obstruksi
intestinal oleh Ascaris lumbricoides, karena obat ini mengakibatkan
paralisis yang flasid pada cacing.
4. Albendazole, untuk orang dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun yang
diebrikan dengan dosis tunggal 400 mg.
5. Mebendazole, diberikan dengan dosis 100 mg dua kali per hari selama 3
hari berturut-turut.
6. Cyclobendazole
adalah
derivat
benzimidazole
baru
yang
dapat
membunuh A. lumbricoides.
Obat-obat di atas tidak dieprlukan pencahar ataupun puasa sebelum atau
sesudah pengobatan.
Di samping pengobatan perorangan, perlu dipikirkan pengobatan masal,
karena banyaknya penderita askariasis atau bahkan soil transmitted helminths
yang masih merupakan problem kesehatan masyarakat Indonesia. Pada
pengobatan masal ini harus diperhatikan beberapa hal, antara lain frekuensi
pengobatan, waktu pelaksanaannya, serta lamanya periode pengobatan. Di
Indonesia frekuensi pengobatan masal pada soil transmitted helminths
terutama askariasis berpatokan kepada prevalensi infeksi oleh cacing ini pada
61
suatu daerah, yaitu jika prevalensi lebih dari 30%, pengobatan 3 kali per tahun;
jika prevalensi 20-30%, pengobatan 2 kali per tahun; jika prevalensi 10-20%,
pengobatan 1 kali per tahun, sedangkan jika prevalensi kurang dari 10%,
pengobatan hanya untuk kasus positif (individual).
PENCEGAHAN
Pencegahan askariasis ditujukan untuk memutuskan salah satu mata
rantai dari siklus hidup Ascaris lumbricoides, antara lain dengan melakukan
pengobatan penderita askariasis, dimaksudkan untuk menghilangkan sumber
infeksi; pendidikan kesehatan terutama mengenai kebersihan makanan dan
pembuangan tinja manusia; dianjurkan agar buang air besar tidak di
sembarangan tempat serta mencuci tangan sebelum makan, memasak
makanan, sayuran, dan air dengan baik. Air minum jarang merupakan sumber
infeksi ascariasis.
62
15. TAENIASIS
TAENIASIS SAGINATA
TATALAKSANA
Niklosamid (Yomesan) sangat efektif untuk membunuh skoleks dan
segmen imatur T. saginata. Empat tablet 0,5 gram ditelan dengan bantuan
sedikit air. Pemeriksaan feses perlu dilakukan 3-6 bulan kemudian untuk
evaluasi. Obat terpilih adalah prazikuantel 10 mg/kgBB.
PENCEGAHAN
1. Bila mengonsumsi daging sapi sebaiknya dimasak secara sempurna
dengan
pemanasan
pada
suhu
56oC
selama
menit
dapat
feses
pasien
perlu
diperhatikan
karena
potensial
63
sangat
kompleks
dan
penuh
kontroversi.
Apabila
untuk
memberantas
sistiserki
misalnya
dengan
pemberian
usaha
untuk
higiene
dan
sanitasi
pribadi,
menghindari
64
penting yang perlu dilakukan adalah memasak daging babi dan produknya
secara sempurna. Sistiserki dapat terbunuh melalui pemanasan pada suhu
65oC, minimal selama 5 menit. Pengawetan daging dengan garam atau cuka
sering tidak efektif. Perlunya pengawasan daging untuk konsumsi masyarakat.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik bila sistiserki dapat diambil dengan tindakan
bedak, prognosis kurang baik bila parasit dalam bentuk rasemosa terutama
dalam otak.
65
simtomatis
untuk
demam
(antipiretik),
nyeri
perut
66
17. PIELONEFRITIS
TATALAKSANA
Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih
parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi suportif dan
pemberian antibiotika. Antibiotika yang dipergunakan pada keadaan ini adalah
yang bersifat bakterisidal, dan berspektrum luas, yang secara farmakologis
mampu mengadakan penetrasi ke jaringan ginjal dan kadarnya di dalam urin
cukup
tinggi.
Golongan
dikombinasikan
dengan
aminopenisilin
dikombinasi
obat-obatan
itu
aminopenisilin
dengan
adalah;
aminoglikosida
(ampisilin
asam
atau
klavulanat
atau
yang
amoksisilin),
sulbaktam,
48-72
jam
setelah
pemberian
antibiotika
keadaan
klinis tidak
67
Defisiensi Alpha1-Antitrypsin
Asma
Bronkiektasis
Bronkiolitis
Brinkhitis kronis
PPOK
GERD
Influenza
Faringitis bakterial
Faringitis virus
Sinusitis akut
68
Sinusitis kronis
PENATALAKSANAAN
Terapi Umum Perawatan
Tindakan perawatan yang paling penting adalah mengontrol batuk dan
mengeluarkan lendir. Berjemur di pagi hari, sering mengubah posisi, banyak
minum, inhalasi, nebulizer serta diberikan minum susu untuk mempertahankan
daya tubuh anak jika muntah.
Terapi Medis
69
PENCEGAHAN
Lokasi yang dingin, lembab - khususnya dikombinasikan dengan polusi
udara atau asap rokok - dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap
bronkitis akut. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan
risiko terjadinya bronkhitis adalah sebagai berikut:
-
Menghindari orang-orang yang telah pilek atau flu. Semakin sedikit Anda
terkena virus yang menyebabkan bronkhitis, semakin rendah risiko Anda
mendapatkannya. Hindari kerumunan orang selama musim flu.
Hindari keluar malam karena saat malam kondisi udara dingin dan sangat
lembab
sehingga
membuat
bronkus
mengalami
vasokontriksi
dan
Dapatkan vaksin flu tahunan. Banyak kasus bronkitis akut hasil dari
influenza, virus. Mendapatkan vaksin flu tahunan dapat membantu
melindungi seseorang dari flu, yang pada gilirannya, dapat mengurangi
risiko bronkitis.
PROGNOSIS
Bronkhitis akut dianggap sebagai penyakit ringan akan tetapi hanya ada
sedikit data tentang prognosis dan tingkat komplikasi seperti batuk kronis atau
progresi terhadap bronkhitis kronis atau pneumonia. Berdasarkan sejumlah
penelitian yang telah dilakukan, terjadi ketidakjelasan apakah bronkhitis akut
70
71
72
sewaktu follow-up/kontrol).
GDA
73
sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lebih
hemat.
Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI, 2002)
Dinyatakan DM apabila terdapat:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dL, plus gejala
klasik: poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dL, atau
3. Kadar Glukosa Plasma 200 mg/dL pada 2 jam sesudah makan atau
beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi
dengan dekompensasi metabolic akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang
menurun cepat.
Kriteria glukosa darah dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Kondisi
Kadar Glukosa
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Plasma Vena
< 100
100-199
200
Darah Kapiler
< 50
90-199
200
Plasma vena
< 100
100-125
126
Darah kapiler
< 90
90-109
110
Darah Sewaktu
Kadar Glukosa
Darah Puasa
74
1. DM
2. Retinopati Diabetik
3. Proteinuria yang positif tanpa penyebab lain, atau selama 2 kali
pemeriksaan dengan interval 2 minggu apabila penyebab lain
(misalnya infeksi) sudah diatasi.
Diagnosis Banding
1. Untuk kasus-kasus dengan hiperglikemia sesudah makan ( 2 jam PP);
a. Penyakit Hepar (sirosis, hepatitis kronis)
b. Gagal ginjal kronis (GGK)
c. Hipertiroid
2. Untuk kasus-kasus dengan reduksi urine positif:
a. Glukosuria renal (karena nilai ambang ginjal rendah)
b. Galaktosuria pada kehamilan
c. Obat-obatan: vitamin C dosis tinggi, dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM:
Terapi Primer:
1. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) tentang DM
2. Latihan fisik (LF): primer dan sekunder
3. Diet
Terapi Sekunder:
1. Obat hipoglikemia (OHO dan insulin)
2. Cangkok pancreas
I.
1. Perorangan (antara dokter dengan penderita); bila tidak ada waktu, ber
PKM lah waktu memeriksa atau menulis resep;
75
Semua penderita DM dianjurkan latihan ringan teratur setiap hari pada saat
1 atau 1,5 jam sesudah makan, termasuk penderita yang dirawat di rumah sakit
(Bed Exercise). Misalnya, makan pagi jam 07.3, makan siang jam 12.30, makan
malam jam 18.30, maka latihan fisik harus dilakukan berturut-turut jam 08.00,
13.30, dan 19.30. Latihan Fisik (LF) ini disebut LF Primer.
LF Sekunder untuk penderita DM, terutama dengan obesitas. Selain LF
primer sesudah makan, juga dianjurkan LF sekunder agak berat setiap hari,
pagi, dan sore (dengan tujuan menurunkan berat badan) sebelum mandi pagi
dan sore agar penderita tidak lupa.
III.
DIET DM
76
77
terus terang
kepada
dokter
yang
merawat).
4. Kalori yang diberikan kepada penderita harus cukup untuk bekerja
sehari-hari sesuai dengan jenis pekerjaan dan sesuai untuk menuju
ke berat badan normal.
Penentuan Gizi Penderita dan Jumlah Kalori Per Hari:
IMT = Indeks Mada Tubuh = BB
x 100%
(TB)2
Keterangan BBdalam kg, TB dalam m
Normal : Pria 20-24,9
BBR = Berat Badan Relatif =
wanita: 18,5-23,9
BB
x 100%
TB 100
Keterangan: BB dalam kg, TB dalam cm
Gizi Buruk
Normal
: < 90%
: 90-100%
Gizi Lebih
: 100-120%
78
20. HIPERTENSI
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang
dewasa umur 18 tahun. Menurut JNC 7, definisi hipertensi adalah jika
didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau Tekanan Darah
Diastolik (TDD) 90 mmHg. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-rata 2
kali pengukuran tekanan darah pada posisi duduk.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC 7)
Klasifikasi
Tekanan TDS
TDD
Darah
(mmHg)
(mmHg)
Normal
< 120
Dan
< 80
PreHypertension
120-139
Ata
80-89
Stage 1 Hypertension
140-159
u
Ata
90-99
Stage 2 Hypertension
160
u
Ata
100
u
Dasar pemikiran adanya kategori prehypertension dalam klasifikasi tersebut
oleh karena pasien dengan hypertension berisiko untuk mengalami progresi
menjadi hipertensi, dan mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg
berisiko dua kali lebih besar untuk menjadi hipertensi disbanding dengan yang
tekanan darahnya lebih rendah.
Beberapa istilah khusus:
White coat hypertension
Adalah istilah dimana tekanan darah (TD) selama menjalankan aktivitas
harian yang biasa dilakukan berada dalam batas normal, tetapi bila diperiksa di
klinik termasuk hipertensi. Walaupun bisa terjadi pada semua umur, tetapi lebih
sering pada wanita muda kurus.
Persistent hypertension (sustained hypertension)
79
World
Health
Organization-International
Society
of
Hypertension (WHO-ISH) dan JNC 6, adalah bila TDS 140 mmHg dan TDD <
90 mmHg. Prevalensinya meningkat berdasarkan usia dan mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami serangan jantung dan stroke dibandingkan
mereka dengan TDD yang meningkat.
Accelerated Malignant Hypertension (AMH)
Adalah istilah untuk hipertensi diastolic berat (biasanya TDD > 120
mmHg) dimana dengan pemeriksaan funduskopi menunjukkan adanya
retinopati hipertensif Keith-Wagener (K-W) derajat 3. Dulu dikenal istilah
Malignant Hypertension untuk hipertensi diastolic berat disertai retinopati
hipertensif derajat 4, tetapi karena hipertensi berat dengan retinopati K-W
derajat 3 maupun 4 mempunyai prognosis yang sama buruknya, maka 2 istilah
tersebut kadang tidak dibedakan. AMH merupakan bagian dari Hypertension
urgency, yaitu membutuhkan terapi dan penurunan TD dalam jam, sedangkan
hypertension emergency adalah kondisi klinik dimana hipertensi berat harus
segera diturunkan dalam menit oleh karena adanyan beberapa keadaan
darurat seperti Acute dissection of the aorta, gagal ventrikel kiri akut,
perdarahan intraserebral, serta krisis oleh karena
pheochromocytoma,
80
81
EVALUASI PENDERITA
Tujuan evaluasi penderita hipertensi adalah:
1. Untuk mengetahui kebiasaan hidup (lifestyle) serta menemukan factorfaktor
risiko
kardiovasculer
lainnya
atau
kelainan-kelainan
yang
keluarga
dengan
penyakit
jantung
kardiovascular
yang
82
penderita
hipertensi
meliputi
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
83
infeksi
saluran
kemih
berulang
bisa
dikaitkan
dengan
pielonefritis kronis.
4. Nokturia dan polidipsi mengesankan gangguan ginjal atau endokrin
5. Adanya beberapa gejala, seperti angina pektoris, gejala insufisiensi
serebral, gagal jantung kongestif, menggambarkan adanya kelainan
vaskuler yang progresif kea rah kondisi yang membahayakan.
6. Adanya factor risiko seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia,
riwayat keluarga yang meninggal dalam usia relative muda karena
penyakit kardiovasculer.
7. Gaya hidup seperti diet, aktivitas fisik, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan
lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
-
sindroma Cushing.
-
Pemeriksaan
mata
yang
teliti
terutama
funduskopi
untuk
84
Pemeriksaan dada:
1) jantung : LVH, gagal jantung
2) Paru : rales
3) Bising ekstrakardiak dan kolateral (Coarctation aorta)
Pemeriksaan Abdomen:
1. Bising pada sisi kanan/kiri garis tengah, di atas umbilicus kemungkinan
penyempitan a.renalis (Renal artery stenosis)
2. Pembesaran ginjal karena polikistik ginjal, massa pada ginjal
3. Palpasi
denyut
a.femoralis:
bila
menurun
dan
atau
terlambat
85
adalah
menurunkan
morbiditas
dan
mortalitas
penyakit
kardiovaskular dan ginjal. Target TD secara umum adalah < 140/90 mmHg oleh
karena dihubungkan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovascular,
dan < 130/80 mmHg jika didapatkan diabetes dan penyakit ginjal.
Tujuan Terapi JNC 7:
Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskular
dan ginjal
Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah
<130/80 mmHg pada penderita dengan diabetes atau penyakit ginjal
kronis
Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia
50 tahun.
Modifikasi Gaya Hidup
Disamping pengobatan farmakologis, modifikasi gaya hidup selalu harus
dilakukan pada penatalaksanaan penderita hipertansi. Modifikasi kebiasan
hidup dilakukan pada setiap penderita sebagai cara tunggal untuk setiap derajat
hipertensi, akan tetapi bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah,
memperbaiki efikasi obat antihipertensi dan cukup potensial dalam menurunkan
factor risiko kardiovaskuler, disamping murah dan efek samping minimal.
Modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi
adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan
berat
badan
(IMT
18,5-24,9
kg/m 2)
diperkirakan
86
pada
penderita
hipertensi,
meningkatkan
efikasi
obat
87
88
89
90
91
92
Susu,
telur,
margarine,
awetan,
ikan/hewan
sarden,
kepiting,
laut,
kerang,
udang.
Ragi, bir, minuman alkohol
Kedelai,
jumlah sedikit)
Kubis, sayur hijau
bayam,
asparagus,
Minuman beralkohol
PENCEGAHAN
Diet rendah purin, turunkan berat badan, hindari alcohol, olah raga
ringan dan teratur, hindari stress, colchisin dosis rendah efektif untuk
menghindari eksaserbasi akut. Colchisin dapat diberikan sampai 6 bulan-1
tahun setelah serangan gout akut. Jika kadar serum asam urat bisa
dipertahankan 5 mg/dL dan tidak ada serangan akut maka pemberian colchicin
untuk maintenance dapat dihentikan. Obat ini cukup toksik, terutama terhadap
ginjal dan hepar, sehingga perlu hati-hati dalam penggunaannya.
93
94
95
PENGOBATAN
1. Memberikan diet yang kaya kalori, protein, dan zat besi.
2. Memberikan preparat besi:
a. Preparat Besi Oral:
Sulfas ferrous: 4 x 1 tab.
Ferrous fumarat: 4 x 1 tab dan Ferrous glukonat: 3 x 1 tab.
Pemberian preparat besi ini dilanjutkan 4-6 bulan sesudah Hb
normal. Obat ini aman digunakan, hanya kadang-kadang dapat
memberikan efek samping berupa nyeri epigastrium, konstipasi, dan
diare.
b. Pemberian Preparat Besi Parenteral:
Hanya dianjurkan pada penderita yang mengalami intoleransi
gastrointestinal berupa mual dan muntah. Preparat besi parenteral
yang lazim digunakan adalah inferno, Jectofer, dan Venofer.
3. Mengatasi Penyebabnya.
PENCEGAHAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
1. Penyuluhan intensif hygiene dan sanitasi lingkungan
2. Program pendidikan gozo untuk masyarakat dan petugas kesehatan
3. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat dan penyediaan bahan
makanan yang bernilai gizi tinggi.
4. Menanamkan pengertian yang mendalam akan arti dan akibat dari
anemia gizi terhadap masyarakat dan petugas kesehatan.
5. Ion fortification (makanan kaya besi).
96
97
24. GASTRITIS
PENGOBATAN
Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter pylori bertujuan
untuk melakuka eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang telah
disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi kuman
Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan tukak peptic dan yang
berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang
menderita dyspepsia non tukak, walaupun berhubungan dengan infeksi kuman
Helicobacter pylori eradikasi terhadap kuman tersebut masih menjadi
perdebatan. Mereka yang setuju berpendapat bahwa eradikasi kuman tersebut
ditinjau dari epidemiologi diharapkan dapat menekan kejadian atropi dan
metaplasia pada pasien-pasien yang terinfeksi. Selanjutnya dapat mencegah
tukak peptic, kanker lambung, dan limfoma. Mereka yang tidak setuju
menganggap bahwa belum cukup bukti eradikasi dapat berimplikasi sedemikian
luas. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotic dan
proton pump inhibitor
Obat 3
Amoksisilin
Obat 4
(2 x 500 mg)
PPI dosis ganda Klarithomisin
(2 x 1000 mg)
Metronidazol
(2 x 500 mg)
PPI dosis ganda Tetrasiklin
(2 x 500 mg )
Metronidazol
Subsalisilat/subsitral
(4 x 500 mg)
( 2 x 500 mg)
98
99
25. LEPTOSPIROSIS
MANIFESTASI KLINIS
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi,
baik secara langsung/tak langsung. Mungkin mereka bekerja sebagai pekerja
abbatoir, pengepakan, veterinarian (dokter hewan).
Penderita jatuh sakit : 90% bentuk ringan, 5-10% bentuk berat. Masa
inkubasi berlangsung 7-12 hari, disusul fase leptospiremia 4-7 hari. Dijumpai
gejala mirip flu (flu like), bebas 2 hari. Fase imun berlangsung 4-30 hari.
Leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, aquaeou humour.
Dijumpai meningitis, uveitis, gangguan hati, dan ginjal.
Bentuk umum penyakit leptospirosis adalah panas mendadak tinggi,
sakit kepala, nyeri otot, malaise, nyeri perut, vascular collaps.
Fase kedua, demam ringan/negative 1-3 hari. Nyeri kepala tak hilang dengan
analgetika. Nyeri kepala di daerah frontal, bitemporal,retro-orbital, harus
diwaspadai adanya meningitis. Terdapat gejala mialgia, conjungtiva suffusion,
adenopati, hepatosplenomegali, rash, conjunctivitis, ocular pain.
Weil Syndrome
Wei syndrome dilaporkan pertama kali pada tahun 1886, dengan
mortalitas yang tinggi. Gejalanya adalah gejala leptospirosis ditambah ikterus,
perdarahan, gangguan jantung, paru, neurologic.
Penyebab: Severe icterohemorragica, copenhagoni.
Pada permulaan penyakit berjalan seperti biasa: 4-9 hari timbul ikterus,
disfungsi hati, ginjal, ikterus yag kemerahan, (rubinic jaundice), kencing warna
gelap, hepatomegali, bilirubin, dan alkali fosfatase meningkat, peningkatan
ringan SGOT dan SGPT.
Gangguan faal ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua.
DIAGNOSIS
Diagnosis definitive berdasarkan:
100
perlu
diobati
sedini
mungkin.
Untuk
pengobatan
101
Leptospirosis sedang-berat
Chemoprophylaxis
sekali
seminggu
PROGNOSIS
Mortalitas 5-20, dipengaruhi oleh terminology leptospirosis, derajat
penyakit, serovar berlainan, usia lanjut, oliguria, renal failure, dyspnue,
respiratory insuficienty, kadar bilirubin tinggi, leukositosis, ECG abnormal,
perubahan status mental, sumber daya, fasilitas.
102
103
etiologinya.
Secara
klasik,
hepatitis
virus
akut
simptomatis
104
selama beberapa hari. Pada fase ini gejala prodromal pada umumnya
menghilang. Bila kolestasis menonjol akan terjadi rasa gatal, seperti obstruksi
bilier. Penurunan berat badan yang terjadi selama fase ini dapat disebabkan
oleh adanya anoreksia dan kurangnya asupan makanan.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya hepatomegali ringan,
kadang-kadang nyeri, dan pada 10-20% pasien bisa didapatkan pembesaran
limpa (splenomegali). Walaupun jarang bisa didapatkan adanya pembesaran
kelenjar limfe leher. Sedikir spider nevi dan eritema palmaris yang ringan yang
bisa tampak bila fungsi liver sangat terganggu, dan akan menghilang bila fungsi
liver membaik. Perhatian khusus harus diperhatikan untuk menyingkirkan buktibukti secara fisik adanya penyakit hati kronis (hepatomegali, splenomegali
massive, kolateral vena pada perut, tanda-tanda hiper-estrogenism pada pria).
Karena reaktivasi dari dasar penyakit hati kronis dapat tampak dengan suatu
pola laboratorium yang menyerupai hepatitis virus akut.
Selama fase ini, penting untuk mencari tanda-tanda awal adanya
kegagalan hati berat (yang secara klinis ditandai dengan koagulopati,
somnolen, iritabilitas, dan perubahan tingkah laku karena ensefalopati hepatic).
Bila hal tersebut terjadi menunjukkan perkembangan ke arah hepatitis fulminan
dan harus segera dirujuk ke pusat-pusat dengan akses yang siap untuk
transplantasi hati darurat (emergency liver transplantation).
Setelah beberapa minggu, umumnya berkisar 1-4 minggu, gambaran
klinis dan laboratories hepatitis virus akut akan membaik secara nyata, dan
pasien masuk dalam fase pemulihan dalam beberapa minggu. Bila infeksi
disebabkan oleh virus hepatitis A dan virus hepatitis E maka penyembuhannya
adalah sempurna, namun bila penyebabnya adalah virus hepatitis B,D, atau C
dapat terjadi evolusi kea rah kronis.
Fase pemulihan umumnya berakhir dalam 3-6 minggu dan jarang
sampai 12 minggu, dengan penurunan dan hilangnya gejala umum secara
progresif
dengan
normalisasi
hasil
laboratorium.
Abnormalitas
kadar
aminotransferase yang persisten dan replikasi virus pada saat ini menunjukkan
105
infeksi oleh virus hepatitis B, virus hepatitis C, yang menyertai evolusi kronis
dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk biopsy hati perkutan.
LABORATORIUM
Hepatitis virus akut ditandai dengan meningkatnya kadar
alanin
aminotransferase
adalah
cepat
dan
diikuti
106
pada fase awal infeksi, kemudian akan diikuti dengan relative limfositosis
atipikal seperti yang terlihat pada infeksi mononucleosis.
Lebih dari separuh pasien dengan hepatitis virus akut dapat mengalami
hipoglikemia selama fase simtomatis yang disebabkan oleh berkurangnya
simpanan glikogen hati dan sering diperberat oleh asupan makanan yang
kurang akibat mual dan diet yang tidak cukup.
Pemeriksaan
virology
memainkan
peranan
yang
penting
dalam
menegakkan diagnosis etiologis hepatitis virus akut. Identifikasi yang benar dari
penyebab tidak saja penting untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis
pasien, tetapi juga untuk mengotrol penularan infeksi pada lingkungan.
DIAGNOSIS
Diagnosis hepatitis akut berdasarkan keluhan/gejala dan gambaran
laboratorium seperti diuraikan di atas. Diagnosis virologist (sebagai penyebab)
dengan petanda serologi virus hepatitis:
Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
Hepatitis E
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis yang disebabkan oleh virus nonhepatotropik dapat menyerupai
bentuk ringan dari hepatitis virus akut. Sejumlah obat-obatan yang berkaitan
dengan kerusakan sel hati juga dapat menyerupai hepatitis virus akut. Obatobatan yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut antara lain adalah
antihipertensi, antiinflamasi nonsteroid, dan obat antituberculosis. Penghentian
obat-obatan ini akan menurunkan gejala. Asetaminofen dapat menyebabkan
gagal hati fulminan bila diminum dalam dosis yang berlebihan. Obat ini akan
menimbulkan masalah khususnya pada alkoholik, dimana akan terjadi
107
kerusakan hati yang berat bila dengan mengkonsumsi secara teratur sedikitnya
5 gram per hari.
Kerusakan hati akibat alcohol sendiri juga harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding. Pada hepatitis alkoholik, tidak seperti hepatitis virus akut,
aminotransferase umumnya meningkat kurang dari 10 kali harga atas normal,
dengan peningkatan AST yang tidak proporsional dengan ALT.
Gagal jantung, baik kanan maupun kiri, dapat menyebabkan kerusakan
hati akut sekunder terhadap stasis. Pemeriksaan fisik dapat menolong kita
untuk membedakan penyebab kardiak.
Kolesistitis akut atau obstruksi billier, kadang-kadang dapat dikacaukan
dengan hepatitis virus akut, tetapi adanya nyeri bilier dengan temuan
ultrasonografi dapat untuk membedakan keduanya.
KOMPLIKASI
Hepatitis virus akut dapat memberikan komplikasi berupa: (1) kolesistitis
(2) gagal hati fulminan atau gagal hati subakut, dan (3) hepatitis aplastic
anemia syndrome.
PENATALAKSANAAN
Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur
dimulai jika keluhan/gejala berkurang, bilirubin dan transaminase serum
menurun.
Pada umumnya, tidak ada terapi khusus untuk hepatitis virus akut tanpa
komplikasi. Sebagian kecil pasien umumnya sangat muda atau sangat tua
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk masalah nutrisi atau dehidrasi,
untuk penyakit yang berat dengan perburukan status koagulasi atau
ensefalopati, atau adanya penyakit penyerta lain yang serius.
Diet tidak perlu dibatasi, kecuali pada keadaan kesadaran mulai
menurun diperhatikan jumlah protein yang diberikan. Diet tinggi kalori harus
dipertahankan, meskipun hal ini sulit pada pasien anoreksia dan tidak tahan
terhadap makanan yang mengandung lemak. Bila mual dan muntah lebih
108
: 20 g (1 ml ) i.m bulan 0, 1, 6,
109
Anak
Pasca paparan:
Imunisasi pasif dengan Hepatitis B Hyperimmune Globuline (HBIG)
Dewasa/Anak: 0,06 ml/kg i.m diberikan kurang dari 24 jam.
Neonatus: 0,5 ml i.m waktu lahir, kemudian diikuti dengan protocol
vaksinasi (imunisasi aktif) selambatnya 7 hari pasca paparan,
sedangkan untuk dewasa/anak 7-14 hari pasca paparan.
PROGNOSIS
Sebagian
besar
sembuh
sempurna,
manifestasi
klinik/perjalanan
penyakit bervariasi tergantung umur, virus, gizi, dan penyakit lain yang
menyertai.
Hepatitis B: 90% sembuh sempurna, 5-10% menjadi kronis, jangka panjang
menjadi sirosis atau kanker hati primer.
Hepatitis C: 80-90% menjadi kronis, 60-90% kasus hepatitis pascatransfusi
adalah C.
110
111
Lama Pengobatan
3 hari
sulfametoksazole
100 mg q 12 jam
3 hari
Trimetoprim
100-250 mg q 12 jam
3 hari
Siprofloksasin
250 mg q 12 jam
3 hari
Levofloksasin
400 mg q 24 jam
3 hari
Sefiksim
100 mg q 12 jam
3 hari
Sefpodoksim proksetil
50 mg q 6 jam
3 hari
Nitrofurantoin-makrokristal
100 mg q 12 jam
3 hari
500 mg q 12 jam
3 hari
Nitrofurantoin
monohidrat
makrokristal
Amoksisilin klavulanat
Interval
q 12 jam
Siprofloksasin, 500 mg
q 12 jam
Levofloksasin, 500 mg
q 24 jam
Ofloksasin, 400 mg
q 12 jam
q 24 jam
q 8 jam
q 6 jam
q 8 jam
q 2-8 jam
Imipenen-silastatin, 250-500 mg
q 6-8 jam
Cefotaksim, 1 gram
q 8 jam
112
113
beta
(salbutamol,
terbutalin,
fenoterol,
prokaterol)
114
(ipatropium
bromide)
terutama
dipakai
sebagai
yang
berat
menunjukkan
inflamasi
saluran
napas.
Secara
kerjasama
antara
pasien,
keluarganya
serta
tenaga
115
serangan
fungsi
asma,
paru,
mengurangi
menurunkan
gejala
reaktivitas
asma
kronik,
bronkus
dan
116
golongan
obat
pencegah
adalah
kortikosteroid
hirup,
117
Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20%.
Obat yang dipakai agonis beta 2 hirup, obat lain tergantung intensitas
serangan, bila berat dapat ditambahkan kortikosteroid oral.
2. Asma persisten ringan
Gambaran klinis sebelum pengobatan:
-
Nilai APE atau VEP1 >80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.
Obat yang digunakan: setiap hari obat pencegah, agonis beta 2 bila
perlu
3. Asma persisten sedang
Gambaran klinis sebelum pengobatan:
-
30%.
118
Nilai APE atau VEP1 kurang dari 60% nilai prediksi, variabilitas >
30%.
119
b) Mengatasi hipoksemia;
c) Mengembalikan fungsi paru kea rah normal secepat mungkin;
d) Mencegah terjadinya serangan berikutnya;
e) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai
cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma.
Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu
derajat beratnya serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas,
tanda-tanda fisis, nilai APE. Hal lain yang juga perlu diketahui apakah
pasien termasuk pasien asma yang berisiko tinggi untuk kematian karena
asma, yaitu pasien yang:
-
120
121
30. PNEUMONIA
PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotic
pada
penderita
pneumonia
sebaiknya
berdasarkan
data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa alasan:
1. Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa
2. Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia
3. Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada penderita
pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris
Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan bakteri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut:
Penisilin sensitive Streptococcus pneumonia (PSSP)
-
Golongan Penisilin
TMT-SMZ
Makrolid
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
-
Aminoglikosida
Tiraksilin, Piperasilin
Siprofloksasin, levofloksasin
Vancomisin
Teikoplanin
122
Linezolid
Haemophilus influenza
-
TMT-SMZ
Azitromisin
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
-
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumonia
-
Doksisilin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumonia
-
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi:
-
Efusi pleura
Empiema
Abses paru
Pneumotoraks
Gagal napas
Sepsis
PNEUMONIA KOMUNITI
123
K. pneumonia 45,18%
S.pneumoniae 14,04%
S.viridans 9,21%
S.aureus 9%
hemolitik 7,89%
Enterobacter 5,26%
2. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan
fisik,foto
toraks
dan
laboratorium.
Diagnosis
pasti
124
Usia: laki-laki
Perempuan
- Perawatan di rumah
-
Jumlah poin
Umur (tahun)
Umur (tahun)-10
+10
Penyakit penyerta
Keganasan
+30
Penyakit Hati
+20
+10
Penyakit
+10
Cerebrovascular
+10
Penyakit Ginjal
Pemeriksaan Fisik
-
+20
Pernapasan 30 kali/menit
+20
+20
mmHg
-
+15
+10
125
Hasil laboratorium/Radiologik
-
+30
pH 7,35
-
+20
+20
+10
Hematokrit <30%
+10
PO2 60 mmHg
+10
Efusi pleura
+10
Kriteria Mayor:
-
riwayat
penyakit
ginjal
atau
gagal
ginjal
yang
membutuhkan dialysis.
Berdasarkan kesepakatan perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2003,
kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap
bila dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini:
126
127
Legionella spp,
pernapasan.
2. Diagnsosis
Menganut kriteria dari the CDC
c)
d)
e)
128
129
Ringan-sedang
Berat
2. Faktor risiko
3. Onset dari penyakit pneumonia:
-
Kelompok II
Kelompok III : Pneumonia berat onset setiap waktu dengan factor risiko
spesifik dan atau pneumonia berat dengan onset lambat dan
tidak ada factor risiko.
Kriteria Pneumonia Berat:
1. Dirawat di ruang rawat intensif karena pneumonia atau gagal napas.
130
Pengobatan:
Pengobatan didasarkan atas klasifikasi pneumonia nosokomial menurut ATS
sebagaimana tersebut di atas:
Kelompok I:
-
Jika
alergi
penisilin
dapat
diberikan
fluorokuinolon
atau
klindamisin+aztreonam.
Kelompok II:
-
Jika
alergi
penisilin
dapat
diberikan
fluorokuinolon
atau
klindamisin+aztreonam
131
Kelompok III:
-
132
toraks yang multilobar, kaviti, penyakit berat, dan adanya nekroting kuman
gram negative pneumonia, maka respons pengobatan akan lambat dan
penyembuhan tidak sempurna. Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa angka
kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan metisilin resisten
Staphylococcus aureus (MRSA) atau H.influenza, untuk kuman-kuman tersebut
dibutuhkan pengobatan antibiotic 7-10 hari.
Prognosis
Angka kematian pada pneumonia nosokomial lebih tinggi disbanding
dengan pneumonia komuniti yaitu sebesar 20-50%. Angka kematian ini akan
meningkat apabila pathogen penyebabnya P.aeruginosa atau Acinetobacter
species. Pada penderita pneumonia yang dirawat di Ruang rawat intensif angka
kematian
meningkat
3-10
kali
dibandingkan
dengan
penderita
tanpa
pneumonia.
Pencegahan
Prinsip pencegahan terutama ditujukan pada pengendalian factor-faktor risiko,
yaitu:
-
Vaksinasi
133
134
Derajat III
Derajat IV
DIAGNOSA BANDING
1. Chikungunya haemoragic Fever (CHF)
2. Idiopatic Trombositopenia
KOMPLIKASI
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Encephalopati
3. DIC
4. Efusi pleura
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan.
Penatalaksaan DBD terdiri dari
1. Penggantian cairan
2. Pemberian obat-obatan : - obat obat simptomatik (antipriratik)
-
3. Perawatan
135
Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
TD stabil
Diuresi cukup
Ht turun (2 x periksa)
gelisah
Distres pernapasan
Frekwensi nadi rendah
Ht tetap tinggi / naik
TD menurun / tidak teratur
Diuresis kurang
tetesan dinaikkan
perburukan
menjadi
5 ml / kg BB / jam
menjadi
10 ml / kg BB / jam
Perbaikan
Tidak adaPerbaikan
Tetesan diturunkan
15 ml / kg BB / jam
Ht turun
Tranfusi darah
Koloid 20 30 cc / kg BB
segar 10 ml / kg BB
32. PERTUSSIS
PENATALAKSANAAN
Penderita akan dirawat di rumah sakit jika termasuk dalam kategori
penyakit berat. Penderita sebaiknya ditempatkan di kamar yang tenang karena
keributan dapat merangsang serangan batuk. Dapat dilakukan pula pengisapan
lendir dari tenggorokan dan pada kasus yang berat, oksigen dapat diberikan
136
semacam
Azithromycin,
Erythromycin
atau
Trimethroprim-
hari.
Erythromycin
akan
menurunkan
periode
infeksi
dan
juga
137