Professional Documents
Culture Documents
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi?
2. Bagaimana kedudukan kohesi dan koherensi dalam wacana?
dirumuskan
C. Tujuan
Adapaun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan perkuliahan pada
Mata Kuliah Analisis Wacana di Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi
Linguistik Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
2. Sebagai bahan diskusi untuk mendalami lebih komprehensif bidang ilmu
linguistik khususnya kajian Analisis Wacana.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Bahasa
Sebelum membahas tentang fungsi-fungsi bahasa dalam komunikasi,
ada baiknya kita mengetahui dahulu pengertian bahasa itu sendiri. Di dalam
masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan
pelbagai macam makna, seperti bahasa bunga, bahasa diplomasi, bahasa
militer, dan sebagainya. Lalu apakah bahasa itu?
Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini, bahasa
dapat digunakan untuk memengaruhi orang lain. Baik dari segi emosi,
perasaan, maupun tingkah laku. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan
untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan,
mengingatkan, mengancam, dan lainnya.
Contoh: - Ayo, berangkat!
-Silahkan makan
-Bantu saya mendorong meja ini.
Fungsi direktif pada contoh di atas terlihat pada kata kerja yang
memiliki makna perintah.
3. Fungsi Informasional
Fungsi ini berfokus pada makna dan dapat dipergunakan untuk
menginformasikan sesuatu. Misalnya, melaporkan, mendeskripsikan,
menjelaskan, dan menginformasikan sesuatu. Contoh:
Saat ini, kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia.
Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucingtrah atau
galur mumi (pure breed), seperti persiam, siam, manx, sphinx. Kucing seperti
ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan hewan resmi.
4. Fungsi Metalingual
Fungsi ini berfokus pada kode dan digunakan untuk menyatakan sesuatu
tentang bahasa. Contoh:
Bahan bakar fosil di antaranya adalah minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
Bila dibakar, maka akan menghasilkan SO2 dan NOx sebagai penyebab utama
keasaman dalam air hujan. Penghasil SO2 dan NOx terbesar adalah
pembangkit tenaga listrik dan industri yang menggunakan batu bara sebagai
bahan bakar.
Pada contoh di atas, unsur lambang bahasanya yaitu SO2 dan NOx. SO2
untuk melambangkan sulfur oksida, dan NOx untuk menyebut nitrogen
oksida. Kedua lambang itu mengacu pada zat yang banyak dihasilkan dalam
pembakaran. Artinya, kode bahasa ini digunakan untuk melambangkan kode
yang lain.
5. Fungsi Interaksional
Fungsi interaksional, yakni penggunaan bahasa yang memiliki hubungan
timbal balik atau interaksi antara penyapa dan yang disapa atau pesapa.
Fungsi bahasa ini biasa ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Contohnya
secara lisan adalah debat, wawancara, diskusi, dan lain-lain. Sementara,
dalam wacana tulis ada surat menyurat, chatting, dan lain-lain. Contoh:
Buruh 1: Kami di sini sudah memberikan yang terbaik dan semaksimal
mungkin pada perusahaan ini. Jadi, sudah sewajarnya kamu melakukan hal
seperti ini, Pak. Bukannya ada dalam undang-undang tenaga kerja bahwa
pekerja berhak mengajukan beberapa permintaan ke tempat dia bekerja jika
dia sudah melakukan sesuatu yang sangat maksimal.
Buruh 2: Betul sekalian, bukan tanpa dasar hukum yang tidak jelas dan
alasan yang tidak masuk akal kami berada di sini. Kami juga membawa datadata bahwa perusahaan ini, dari bulan ke bulan income-nya semakin
meningkat 15% dari bulan sebelumnya.
Perwakilan perusahaan: Tunggu, tapi sadarkah kalian melakukan hal ini
pada jam kerja? Bukannya melakukan konfirmasi melalui jalur birokrasi pada
perusahaan saja, itu, khan, lebih dewasa dan elegan. Tidak membuat suasana
menjadi kacau dan perusahaan merugi. Saya juga selaku direktur perusahaan
ini telah membuat beberapa kebijakan dengan membuat tunjangan anak dan
istri kepada kalian semua, dan mendaftarkan semua serikat pekerja kepada
Jamsostek. Pihak manajemen perusahaan cenderung tidak pernah
memangkas upah kalian yang menurut kami sudah sesuai UMR (Upah
Minimum Regional) di kota ini.
6. Fungsi Kontekstual
Fungsi kontekstual bahasa berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Fungsi
tersebut berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan
mempertimbangkan konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu ujaran yang
sama akan berbeda maknanya apabila berada dalam konteks yang berbeda
pula. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan berdasarkan konteks adalah
dengan
mempertimbangkan
penanda-penanda
kohesi
dan
acuan (reference) yang digunakan dalam situasi komunikasi.
Contoh: - Ini apa?
-Letakkan di situ.
Acuan kata ini bisa bergantung pada konteks. Dan kita bisa mengetahui
acuannya jika mendengarkan tuturan secara utuh. Begitupun dengan acuan
kata di situ, Ini atau di situ bisa jadi sebuah objek, sebuah tempat atau
lainnya.
7. Fungsi Puitik
Fungsi bahasa berorientasi pada kode dan makna secara simultan. Artinya,
kode kebahasaan dipilih secara khusus agar dapat mewakili makna yang
hendak disampaikan si penutur. Biasanya, tuturan akan menimbulkan nilai
rasa seni yang unik, menggelitik, berbau metapora, dan lain-lain.
Contoh: - Tua-tua Keladi, makin tua makin jadi.
Bentuk ujaran ini lebih menekankan kode kebahasaan dan makna
sekaligus. Mengingat setiap penutur bahasa Indonesia yang mempunyai
kemampuan yang memadai akan memahami arti ujaran itu meski makna
ujaran tidak berhubungan dengan bentuk ujaran. Kata-kata yang dipilih
tersebut hanya mempertimbangkan rima atau persamaan bunyi semata, dan
bukan kepada makna dari kata-katanya.
C. Konsep Kohesi dan Koherensi
Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur
pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi
adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain
dalam wacana, sehingga tercipta pengertian yang baik (Djajasudarma, 1994:
47).
Kohesi adalah pertautan makna, sedangkan koherensi adalah
keruntutan makna. Kohesi harus dibedakan pada tingkat wacana (proposisi)
dan teks (bentuk). Koherensi hanya pada tingkat wacana. Koherensi
ditentukan oleh kerangka acuan wacana.
1. Konsep Kohesi dalam Wacana
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga
merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang
disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987:
96). Pengetahuan strata dan penguasaan kohesi yang baik memudahkan
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdahulu, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi yang
beragam, seperti fungsi ekspresi, direktif, informasional, metalingual,
interaksional, kontekstual, dan puitik. Namun secara umum, bahasa dapat
digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta,
memengaruhi orang lain, bercerita, mengobrol, dan sejenisnya.
2. Bahwa hakekat bahasa itu adalah pemahaman terhadap bahasa itu sendiri
sebagai alat komunikasi yang terbaik dimiliki seseorang sebagai pembeda
antara manusia dengan makhluk lainnya.
3. Bahwa wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang
digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu
dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan
atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa
komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara
tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa.
4. Bahwa istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks
yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi
merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam
sebuah teks koherensi lebih penting. Koherensi adalah kepaduan gagasan
antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk
membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang
mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis).
Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan
atau gagasan yang sejajar(coordinative) dan subordinatif. Penataan
koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun
B. Saran
Dari uraian di atas, beberapa hal dapat menjadi saran berikut:
1. Bahwa analisis wacana terus berkembang, dan makin diminati terutama
karena mengkaji data bahasa secara utuh yang digunakan dalam komunikasi,
baik komunikasi lisan maupun tulis. Karenanya, wawasan penganalisis
wacana atas bidang linguistik yang lain, seperti sintaksis, semantik, pragmatik,
dan sosiolinguistik amat diperlukan.
2. Bahwa perkembangan analisis wacana menunjukkan babakan baru pada
analisis wacana kritis (critical discourse analaysis), yang dapat dijadikan
penyampaian kritik terhadap penguasa negara sebagai pengguna bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Cetakan Ke2). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Brown dan Yule. 1986. Discourse Analaysis. Cambrigde: Cambrigde University
Press.
Kushartanti,
dkk.
2005. Pesona
Bahasa;
Langkah
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Awal
Memahami
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Ende: Nusa Indah.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.
http://www.bimbie.com/2013/21/2.
Share|
Site Search :
Search
Bulan ini : 22
Total : 6034
Share|
Site Search :
Search
afternoon
Desember
Karakter
7,
Tapalang!!
2016
bahasa
puisi
Bahasa puisi berbeda dengan bahasa keilmuan. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui sifatnya,
bahasa puisi bersifat ekspressif, sugestif, asosiatif dan magis.
Bahasa puisi bersifat ekspresif maksudnya setiap bunyi yang dipilih, setiap kata yang
dipilih dan setiap metafora yang dipergunakan harus berfungsi bagi kepentingan ekspresi,
mampu memperjelas gambaran dan mampu menimbulkan kesan yang kuat. Setiap unsur bahasa
yang dipilih atau dipergunakan harus membawakan nada, rasa, dan pengalaman penyairnya.
Sugestif, maksudnya bahasa puisi bersifat menyarankan dan mempengaruhi pembaca
atau pendengarnyasecara menyenangkan dan tidak terasa memaksa. Karena sifat inilah puisi
dapat terkesan sangat kuat dalam diri penikmatnya.
Asosiatif maksudnya bahasa puisi mampu membangkitkan fikiran dan perasaan yang
merembet, tetapi masih berkisar di seputar makna konvensionalnya atau makna konotatifnya
yang sudah lazim. Dengan demikian bahasa puisi memiliki kegandaan tafsir,
bahasa puisi bersifat magis maksudnya bahwa bahasa puisi seolah olah mempunyai suatu
kekuatan didalamnya, sehingga tampak magis dan bercahaya.
Puisi memiliki kegandaan tafsir disebabkan oleh bahasa puisi yang penuh symbol atau
perlambangan pribadi. Dalam puisi masalah makna kata yang bersifat konvensional sering
terdesak dan penyair memilih kata kata yang paling dengan rasa dan intuisi yang dialaminya,
penyair mempergunakan lambang lambang khusus sesuai dengan suasana pada saat timbul
dorongan untuk menvipta saat itu.
Penyimpangan bahasa dalam puisi
Penyimpangan bahasa pada puisi merupakan hal yang biasa, seringkali penyimpangan itu justru
menjadi ciri suatu angkatan atau periode dalam sastra. Penyimpangan itu antara lain meliputi :
penyimpangan leksikal, pengyimpangan semantic, penyimpangan fonologis, penyimpangan
morfologis, penyimpangan sintaksis, penyimpangan dialek,penyimpangan register,
fikiran saja karena kita terbiasa menghadapi wacana yang dibangun dalam kesatuan sintaksis.
Pola sintaksis puisi juga mempunyai fungsi semantic seperti dalam bahasa sehari hari.
Kesatuan sintaksis dalam puisi dapat dibicarakan melalui baris dan bait. Sebuah baris mewakili
kesatuan gagasan penyair dan jika dibangun bersama sama baris baris lain membangun kesatuan
yang lebih besar. Bait puisi pada hakikatnya identik dengan sebuah paragraph dalam prosa.
Pada sebuah puisi terdapat satu baris yang merupakan kunci gagasan, pada sebuah puisi terdapat
satu atau beberapa bait yang merupakan klimaks gagasan penyair itu.
- Teknik penulisan baris baris dalam puisi
Puisi terdiri dari baris baris puisi, baris baris tersebut bersama sama membangun sebuah bait bait
puisi. Bait bait puisi itu membangun kesatuan makna.
Baris baris puisi debedakan dengan baris baris prosa karena setiap baris puisi menunjukkan
adanya enjambemen, yakni kesenyapan yang menunjukkan bahwa setiap baris puisi
mengungkapkan kesatuan makan yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan makna
baris berikutnya.
Waluyo mengatakan bahwa enjambemen memberikan corak puisi berbeda dari bentuk karya
sastra lainnya. Kesenyapan dalam baris baris menunjukkan adanya sebuah baris yang nampaknya
seperti bagian dari kalimat atau bagian dari suatu kesatuan sintaksis itu mungkin merupakan
bentuk kesatuan makna yang lebih luas dari satu kalimat utuh. Oleh karena itu, sebuah bait
berbicara yang lebih luas dari kesatuan kesatuan sintaksis yang bisasanya dimiliki oleh sebuah
prosa.
- Sturktur batin puisi
Struktur batin puisi oleh Richards disebut sebagai hakikat puisi. Menurut waluyo struktur batin
mencakup tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat.
Keempat unsur itu menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.
Tema adalah suatu yang menjadi fikiran pengarang. Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar
bagi puisi yang dicipta bermacam macam, meliputi berbagai macam permasalahan hidup.
Permasalahan itu oleh penyair disusun dengan baik dan ditambah dengan ide, gagasan, cita cita,
atau pendirian penyair. Dengan demikian, didalam tema selain sesuatu yang difikirkan penyair
juga terbayang pandangan hidup penyair atau bagaimana penyair melihat permasalahan yang
difikirkannya.
Penyair tidak pernah menyebut apa tema puisi yang ditulisnya. Untuk mengetahui tema sebuah
puisi, kita harus membaca keseluruhan puisi tersebut dengan cermat. Kita harus menyadari
bahwa tema puisi berhubungan dengan penyairnya dengan konsep konsepnya yang
terimajinasikan.
Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itu, sebuah tema yang sama akan
menghasilkan puisi yang berbeda jika suasana perasaan penyair yang mencipta puisi itu berbeda.
Contoh : dalam puisi puisi WS Rendra dan Toto Sudarto Bachtiar yang sama sama menampilkan
kehidupan pengemis atau gelandangan. Toto sudarto menghadapi gadis kecil berkaleng kecil
adapun WS rendra bersikap sebaliknya, ia berperasaan benci dan bersikap memandang rendah
para pengemis karena dalam pandangannya pengemis tidak berusaha keras untuk menopang
kehidupannya. Sikap yang sama dengan sikap Rendra tampak pula pada puisi Khairil Anwar
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca dalam menulis puisi, penyair bisa jadi bersikap
menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi pula ia bersikap lugas, hanya
menceritakan sesuatu kepada pembaca. Bahkan, ada pula penyair yang hanya bersikap main
Created by:
[Ray_Arken] Copyright 2011 - 2016
Rantedoda Community Forum