You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mukosa pucat, dan
pada test laboratorium didapatkan Hitung Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Hm), dan eritrosit
kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi kemampuan darah
menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal.
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, yang
dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel
darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah
yang berlebihan (Elizabeth Corwin, 2002).
Dimana insidennya 30% pada setiap individu di seluruh dunia. Prevalensi terutama tinggi di
negara berkembang karena faktor defisiensi diet dan atau kehilangan darah akibat infeksi parasit
gastrointestinal.
Umumnya anemia asemtomatid pada kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl, tetapi sudah dapat
menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya anemia yang sangat parah bisa
mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ tubuh lain, bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga
darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi
laboratorium (Baldy, 2006).
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia,
disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang, yang
mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik
(Bakta, 2006).
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi, karena itu
prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi, terutama anemia defisiensi
nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B12. Setelah menentukan diagnosis terjadinya
anemia, maka selanjutnya perlu disimpulkan tipe anemia itu sendiri. Penatalaksanaan anemia

yang tepat sesuai dengan etiologi dan klasifikasinya dapat mempercepat pemulihan kondisi
pasien.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan
karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb.Anemia terjadi karena kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat kurang. Di Indonesia sebagian besar anemia ini
disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau
Anemia Gizi Besi.

B. Penyebab Anemia
Penyebab Umum dari Anemia:
Kehilangan darah atau Perdarahan hebat seperti:
Perdarahan Akut (mendadak), Kecelakaan, Pembedahan, Persalinan, Pecah pembuluh darah,
perdarahan Kronik (menahun), Perdarahan menstruasi yang sangat banyak, serta hemofilia.
Berkurangnya pembentukan sel darah merah seperti:
Defesiensi zat besi,defesiensi vitamin B12, defesiensi asam folat,dan Penyakit kronik.
Gangguan produksi sel darah merah seperti:
Ketidaksanggupan sumsum tulang belakang membentuk sel-sel darah.

C. Klasifikasi Anemia
Ada 2 penggolongan Anemia yaitu:
1. Berdasarkan Morfologinya:
a). Anemia Mikrositik Hipokrom
- Anemia Defisiensi Zat besi: Adalah Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya persediaan besi untk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
sehngga pembentukan hemoglobin berkurang.

- Anemia Penyakit Kronik: Adalah anemia pada penyakit ini merupakan jenis anemia terbanyak
kedua setelah anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat.
b). Anemia Makrositik
- Defisiensi vitamin B12: Adalah Anemia yang diakibatkan oleh karena kekurangan vitamin B12
dikenal dengan nama anemia pernisiosa.
- Defisiensi Asam folat: Adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat
dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari
hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum bagian
atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa adanya asupan
folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.
c). Normositik Normokron
- Anemia karena perdarahan: Adalah Perdarahan yang banyak saat trauma baik di dalam maupun
di luar tubuh akan menyebabkan anemia dalam waktu yang relatif singkat. Perdarahan dalam
jumlah banyak biasanya terjadi pada maag khronis yang menyebabkan perlukaan pada dinding
lambung. Serta pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dan post partus.
2. Berdasarkan beratnya:
a). Anemia aplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh ketidaksanggupan sumsum tulang belakang membentuk
sel darah merah.
b). Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya.

D. Tanda dan Akibat Anemia

Tanda tanda dari penyakit anemia yakni:


a. Lesu, lemah , letih, lelah, lalai (5L).
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, dan konjungtiva pucat.
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
d. Nyeri tulang, pada kasus yang lebih parah, anemia menyebabkan tachikardi, dan pingsan.
1. Akibat dari penyakit anemia yakni:
a. Anak-anak:

-Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.


-Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
-Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena system imun menurun.
b. Wanita:
-Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
-Menurunkan produktivitas kerja.
-Menurunkan kebugaran.
c. Remaja putri:
-Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
-Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
-Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
-Mengakibatkan muka pucat.
d. Ibu hamil:
-Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
-Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR (<2,5 kg).
-Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.

E. Kriteria Anemia
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit
yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,jenis
kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
Batasan yang umum dipengaruhi adalah kriteria WHO pada tahun 1968.Dinyatakan sebagai
anemia bila tedapat nilai dengan criteria sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5

Jenis kelamin/ usia


laki-laki
perempuan dewasa tidak hamil
Perempuan
Anak usia 6-14 tahun
Anak usia 6 bulan-6 tahun

Kadar hemoglobin
Hb <13gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan
anemia bila terdapat nilai sebagai berikut.
1. Hb < 10gr/dl
2. Hematokrit < 30%

3. Eritrosit < 2,8 juta


F. Kasus Anemia
Dari berbagai banyak klasifikasi atau golongan dari anemia maka sesuai dengan bahan ini,
saya mengangkut kasus mengenai anemia defisiensi besi (Fe).
An. Samson, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan pucat.
Menurut anamnesis dari ibu, anaknya terlihat pucat sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang
menyertai adalah demam yang tidak terlalu tinggi, perut mual, dan susah makan. Sejak kecil
Samson memang tidak suka makan daging. Kata guru TK-nya, saat mengikuti pelajaran Samson
sering tertidur di kelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, bising jantung,
tidak didapatkan hepatomegali ataupun splenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 8,0 g/dL. Dokter memberikan tablet tambah darah untuk Samson.
Pasien dalam kasus menderita anemia akibat defisiensi besi, padahal tingkat kebutuhan besi
(Fe) meningkat dalam masa pertumbuhan. Akibat kurangnya asupan zat gizi berupa besi yang
penting dalam proses hemopoiesis ini menimbulkan konsekuensi berbagai gejala klinis yang
dialami oleh pasien tersebut. Dalam laporan ini, penulis membahas perbandingan berbagai jenis
anemia, namun lebih fokus difokuskan kepada anemia defisiensi besi.
a. Defisiensi Zat Besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan besi untk eritropoiesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) sehingga pembentukan hemoglobin berkurang.
b. Etiologi
Anemia defisiensi besi secara umum dapat disebabkan oleh kekurangan asupan besi,
gangguan penyerapan besi, serta kehilangan besi akibat penyakit tertentu.

Penyebab spesifik yang terkait dengan 3 proses diatas adalah:


Perdarahan menahun misalnya tukak peptik, menoragi, hematuria, hemoptisis, infeksi cacing
tambang.

Kurangnya jumlah besi dalam makanan.

Peningkatan kebutuhan besi yang tidak sesuai dengan asupan.

Gangguan absorbsi besi.

c. Gejala Klini
- Keadaan lemah, lesu, mual, dan muntah.

Muka pucat, demam, dan aneroksia.


Mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.

Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia lain yaitu:
1. Koilorikia: kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan cekung sehingga menjadi sendok.
2. Atrofi papilla lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis: adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak pada bercak
berwarna pucat keputihan.
Pada kasus diatas, pasien mengalami anemia, namun hasil pemeriksaan lebih lanjut belum
didapatkan, sehingga tipe anemia yang lebih spesifik belum diketahui.
Namun berdasarkan pemeriksaan hemoglobin, Hb 8 gr/dL menunjukkan bahwa pasien
memang mengalami anemia, karena pada anak-anak, Hb dibawah 11 g/dL dikategorikan sebagai
anemia. Untuk menentukan jenis anemia yang spesifik agar penatalaksanaannya berjalan efektif
perlu dilakukan serangkaian tes lain,seperti tes laboratorium.
Hemoglobinisasi yang tidak adekuat menyebabkan central pallor di tengah eritrosit berwarna
pucat berlebihan yang lebih dari sepertiga diameternya, sehingga menimbulkan keadaan pucat
pada pasien. Sementara itu, besi dibutuhkan oleh enzim untuk sintesis DNA dan enzim
mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas seluler. Akan tetapi, defisiensi besi
juga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi pada bakteri sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri yang berakibat pada ketahanan terhadap infeksi. Maka dari itu, timbul
demam yang tidak terlalu tinggi.
Defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan enzim aldehid oksidase sehingga terjadi
penumpukan serotonin yang merupakan pengontrol nafsu makan.
Hal ini mengakibatkan reseptor 5 HT meningkat, di usus halus menyebabkan mual dan
muntah. Selain itu, defisiensi besi juga dapat menyebabkan gangguan enzim monoamino
oksidase sehingga terjadi penumpukan katekolamin dalam otak. Hal inilah yang menjadi sebab
terjadinya keadaan mual dan sulit makan.
Selanjutnya, pasien sering tidur di kelas karena oksigen yang tersedia dalam darah tidak
cukup untuk menyuplai kebutuhan sel-sel otak, sehingga pasien mengantuk dan sering tertidur.
Sedangkan bising jantung disebabkan akibat kerja jantung yang lebih kuat karena adanya
gangguan oksigenasi jaringan.

Mekanisme peningkatkan kecepatan aliran darah inilah yang menimbulkan bising jantung.
Hepatomegali terjadi pada anemia hemolitik, akibat dari kerja hati yang lebih keras dalam
merombak eritrosit karena hemolisis yang tidak wajar. Sedangkan splenomegali juga terjadi pada
anemia hemolitik, dimana eritrosit yang rapuh melewati kapiler yang sempit dalam limpa,
sehingga pecah dan menyumbat kapiler limpa sehingga terjadi pembesaran limpa. Tidak adanya
hepatomegali dan splenomegali menunjukkan bahwa pasien dalam kasus tidak mengalami
anemia jenis hemolitik.
Seperti yang telah dikemukakan dalam kasus, pasien tidak suka makan daging. Padahal,
daging merupakan sumber zat besi sebagai pembentuk heme yang absorpsinya tidak dihambat
oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. Selain besi, daging juga
mengandung zat gizi lain, misalnya asam folat.
Protein daging lebih mudah diserap karena heme dalam hemoglobin dan mioglobin tidak
berubah sebagai hemin (bentuk feri dari heme). Kompleksnya nutrisi yang terkandung dalam
daging inilah yang menyebabkan pasien mengalami anemia, walaupun yang paling dominan
adalah akibat dari defisiensi besi.
Tablet tambah darah yang diberikan berisi besi dan asam folat, jadi sesuai terapi anemia
defisiensi besi yang dianjurkan. Selain itu, apabila pasien karena hal-hal tertentu tidak dapat
menggunakan terapi besi oral, maka terapi dapat diganti dengan terapi besi parenteral. Terapi
penunjang seperti diet juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi.
Sehubungan dengan kasus tersebut maka tata laksana atau pengobatan yang kita lakukan
khusus anemia defisiensi zat gizi yaitu:
Tatalaksana dari anemia defisiensi besi meliputi tatalaksana kausa penyebab anemia dan
pemberian preparat pengganti besi (Iron replacement therapy).
Tatalaksana kausa
Merupakan terapi terhadap kondisi yang menyebabkan anemia misalnya memberikan obat
cacing pada pasien dengan infeksi cacing atau pembedahan pada pasien hemmoroid.
Iron replacement therapy
Tujuan dari terapi ini adalah mengkoreksi nilai hemoglobin dan juga mengisi cadangan besi
tubuh secara permanen. Besi yang diberikan dapat melalui pemerian oral atau pemberian
parenteral.
Suplemen besi oral

Suplemen besi oral merupakan salah satu pilihan yang baik untuk mengganti defisiensi besi
karena harganya yang relatif murah dan mudah didapat. Terdapar berbagai sediaan preparat besi
oral seperti ferrous sulfas, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan lainnya namun demikian ferrous
sulfat merupakan pilihan utama karena murah dan cukup efektif.
Suplemen besi oral ini diberikan dengan dosis 300 mg/hari yang dapat dibagikan menjadi
beberapa kali makan. Dengan dosis suplementasi tersebut diharapkan terserap 50 mg/hari karena
besi memang diserap dalam jumlah yang tidak banyak oleh sistem pencernaan manusia. Besi
yang diserap akan digunakan langsung untuk eritropoiesis, hasilnya di hari ke 4-7 biasanya
eritropoesis telah jauh meningkat dan memuncak pada hari 8-12 setelah terapi dimulai.
Setelah terjadi penyerapan besi dalam jumlah besar di awal terapi tubuh akan merespon
dengan penurunan eritropoetin sehingga penyerapan di besi di usus dikurangi, akibatnya kadar
penyerapan tidak lagi sebesar sebelumnya. Tujuan yang juga akan dicapai dari terapi ini adalah
mengisi cadangan besi tubuh sebanyak 0,5-1 g besi karena itu suplementasi ini diberikan selama
6-12 bulan untuk mengatasi asorbsi usus yang telah menurun.
Edukasi kepada pasien tentang suplementasi besi merupakan salah satu kewajiban dokter.
Pasien diberikan informasi bahwa sebaiknya suplemen tersebut dikonsumsi sebelum pasien
makan karena akan meningkatkan absorbsinya.
Efek samping obat ini yaitu gangguan gastrointestinal juga perlu diberitahukan kepada pasien.
Penyebab kegagalan terapi besi oral antara lain gangguan absorbsi dan kepatuhan minum obat
pasien yang rendah. Jika defisiensi besi masih belum juga tertangani dengan langkah-langkah
tersebut dipikirkan untuk memberikan terapi besi parenteral.
Terapi besi parenteral
Alur terapi ini sangat efektif karena tidak melalui sistem pencernaan dan menghadapi masalah
absorbsi, namun demikian risikonya lebih besar dan harganya lebih mahal oleh karena itu hanya
diindikasikan untuk kondisi tertentu saja misalnya kepatuhan pasien yang sangat rendah.
Preparat yang tersedia untuk terapi ini misalnya Iron dextran complex (50 mg/mL). Pemberian
terapi parenteral adalah melalui IV atau IM.
G. Pencegahan Anemia
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu menghindari anemia
kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat, variasi makanan,
termasuk:

1. Besi: Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain yang
kaya zat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun
hijau tua, buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
2. Folat. Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan buahbuahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti, sereal dan
pasta.
3. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
4. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang yang
memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak , besi yang diperlukan selama ledakan
pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi.

H. Penanggulangan Anemia
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara lain:
1. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup secara rutin
pada usia remaja.
2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan laut
disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
3. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan prevalensi
tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
4. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama susu, kopi,
teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung phosphate dan
kalsium.
5. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan untuk
skrining anemia defisiensi besi.

I.

Pengobatan Anemia
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya:

1.

Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat besi, yang
mungkin Anda harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan zat
besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber perdarahan harus diketahui dan dihentikan. Hal
ini mungkin melibatkan operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan yang seringkali
suntikan seumur hidup, vitamin B-12. Anemia karena kekurangan asam folat diobati
dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini. Suplemen
zat besi dan vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini . Namun, jika gejala
menjadi parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon yang biasanya
dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi sel darah merah dan
mengurangi kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah untuk
meningkatkan kadar sel darah merah. Anda mungkin memerlukan transplantasi sumsum
tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan tidak dapat membuat sel-sel darah
sehat. Anda mungkin perlu obat penekan kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem
kekebalan tubuh Anda dan memberikan kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan
berespon untuk mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai penyakit dapat
berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk transplantasi sumsum tulang.
6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan
tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan
steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian oksigen,
obat menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk mengurangi rasa sakit

dan mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan transfusi darah, suplemen
asam folat dan antibiotik. Sebuah obat kanker yang disebut hidroksiurea (Droxia,
Hydrea) juga digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada orang dewasa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal
Penyebab Umum dari Anemia Yaitu: Kehilangan darah atau Perdarahan hebat, Berkurangnya
pembentukan sel darah merah, dan Gangguan produksi sel darah merah .
Tanda tanda dari penyakit anemia yakni: Lesu, lemah , letih, lelah, lalai (5L), Sering
mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, dan konjungtiva pucat, Gejala lebih lanjut adalah
kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat, serta Nyeri tulang, pada
kasus yang lebih parah, anemia menyebabkan tachikardi, dan pingsan.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit yang
dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,jenis kelamin,dan
ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan
anemia bila terdapat nilai sebagai berikut:

Hb <10gr/dl, Hematokrit <30% , dan Eritrosit

<2,8juta
Kasus yang kami angkat dari materi ini ialah anem,ia akibat defesiensi zat besi.

B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun mengenai anemia, yang meliputi berbagai
macam klasifikasinya.demi kesempurnaan makalah ini kami harapkan kritikan serta saran yang
membangun. Saran dari penulis kami harapkan agar pembaca dapat memaknai makalah ini.
Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

You might also like