You are on page 1of 9

SINTESIS KATALIS MgO/SiO2 AMPAS TEBU DAN APLIKASINYA

PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK NYAMPLUNG


Catur Supriyanto
Sekaran Gunungpati Semarang 50229
*surel : catursupriyanto44@gmail.com

ABSTRACT
MgO/SiO2 catalyst has been synthesized and tested catalytic activity in transesterification
reaction. MgO/SiO2 was synthesized by impregnation method using Mg(CH3COO)2 as
precursor. The catalyst was characterized by X-Ray Diffraction (XRD) and Fourrier
Transform Infra Red (FT-IR). The results of transesterification reaction were characterized by
Gas Chromatography (GC) and Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). XRD
results have showed MgOs peaks at 2 =37.68o, 42.04o, 61.50o, 77.91o and SiO2 at 2 =
22.22, 36.52, 40.14, 55.05 which are in good agreement with the standard JCPDS card no
78-0430. The XRD results have showed that the dopping of MgO in MgO/SiO 2 decreasing
crystallinity of SiO2. FT-IR analysis results have showed that stretching and bending
vibration of Si-O-Si appears at wave number 1112 cm-1 and 471 cm-1. Catalysts MgO/SiO2
then applied to transesterification reaction to test its catalytic activity. The optimum
conditions of transesterification reaction Calophyllum Inophyllum L. oil was observed by
catalyst 6% MgO/SiO2, 8% best amount of catalyst and reaction time 60 minutes. The results
of GC-MS were showed that Calophyllum Inophyllum L obtained methyl ester methyl
palmitate, methyl oleate and methyl stearate.
Keywords: Magnesium Oxide/SiO2, Transesterification, Calophyllum Inophyllum L.

Pendahuluan
Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin meningkat. Apabila
penggunaan bahan bakar ini dilakukan secara terus menerus akan memperbesar kemungkinan
timbulnya krisis energi pada masa yang akan datang (Qoniah, 2011). Biodiesel merupakan
mono alkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati
atau lemak hewan untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat
diperoleh melalui transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas
tergantung dari kualitas minyak yang digunakan (Hikmah & Zuliyana, 2011).
Sintesis biodiesel melalui reaksi transesterifikasi membutuhkan katalis. Terdapat dua
jenis katalis basa yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel melalui transesterifikasi,
yaitu katalis basa homogen dan katalis basa heterogen. Penggunaan katalis basa heterogen
mempunyai beberapa kelebihan dibanding katalis basa homogen, diantaranya mempunyai
aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, biaya katalis yang rendah, tidak korosif, dan

dapat dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali (Indah, et al.,
2011).
Katalis basa heterogen digunakan untuk minyak dengan kandungan FFA dibawah 2%.
Beberapa penelitian mengenai katalis basa heterogen yang digunakan untuk sintesis biodiesel
melalui reaksi transesterifikasi memberikan yield metil ester yang cukup tinggi, seperti yang
telah dilakukan oleh Jitputti, et al., (2006) bahwa katalis SO42-/SnO2 dam SO42-/ZrO2 untuk
minyak sawit dapat menghasilkan yield metil ester 86,3%, katalis SrO/ZnO pada minyak
kedelai menghasilkan yield 94,7% (Yang & Xie, 2006), CaO.SrO pada minyak jelantah yang
menghasilkan yield 96,6% (Widiarti & Rahayu, 2016), dan CaO/Abu layang pada minyak
nyamplung menghasilkan yield 89% (Riza & Ediarti, 2013). Dalam penelitian ini akan
digunakan MgO yang didoping pada SiO2 sebagai katalis.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini memanfaatkan limbah
ampas tebu sebagai bahan baku silika yang akan dikombinasikan dengan oksida alkali (MgO)
untuk meningkatkan aktivitas katalis dengan mengurangi sifat homogenitas MgO agar
mendapatkan biodiesel dengan konversi yang tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik katalis MgO/SiO2
hasil sintesis dari abu ampas tebu dan mengetahui waktu serta jumlah katalis optimum pada
transesterifikasi minyak nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) dengan menggunakan
katalis MgO/SiO2.
Metode Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah hotplate magnetic stirrer, oven,
neraca analitik, XRD Shimadzu 6000, FT-IR type IR Prestige 21 Shimadzu, GC type Agilent
6820, GC-MS type QP2010S Shimadzu, seperangkat alat refluks. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah ampas tebu (bagasse) dari Semarang, KOH, NaOH, HCl, Mg(CH 3COO)2,
metanol dengan pro analyst grade (Merck), dan minyak nyamplung (Calophyllum
Inophyllum) diperoleh dari Bantul.
Silika pada abu ampas tebu diekstrak menggunakan metode Nazriati, et.al., (2014).
Sebanyak 10 g abu ampas tebu yang didispersikan dalam 60 mL NaOH 2 M dalam labu
erlenmeyer 250 mL. Campuran dididihkan selama 1 jam dengan pengadukan konstan.
Suspensi dibiarkan dingin sampai suhu kamar dan disaring melalui kertas filter Whatman no.
41. Filtrat diasamkan dengan HCl 2 M dengan pengaturan pH sampai mencapai pH netral (78) sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Endapan gel yang terbentuk disaring dengan
kertas saring, dicuci berulang-ulang dan dikeringkan pada suhu 200C. Kemudian silika gel
digerus untuk digunakan pada preparasi katalis.

Penyiapan katalis dengan variasi loading MgO 2, 4, 6, dan 8% dilakukan dengan


memasukkan padatan silika ke dalam larutan Mg(CH3COO)2 dalam air deionisasi. Kemudian
mengaduk campuran larutan sambil dipanaskan sampai campuran berbentuk seperti bubur,
kemudian campuran dikeringkan dalam oven hingga massanya konstan. Padatan putih yang
diperoleh selanjutnya dikalsinasi dalam furnace pada temperatur 850C selama 4 jam.
Uji aktivitas katalis. Digunakan untuk mengevaluasi unjuk kerja dari katalis yang
telah disintesis, katalis MgO/SiO2 diuji cobakan pada reaksi transesterifikasi dengan fokus
kajian pengaruh jumlah katalis dan waktu reaksi transesterifikasi.
Hasil Dan Pembahasan
Ekstraksi silika dilakukan dengan melarutkan abu ampas tebu kedalam larutan NaOH
yang bertujuan agar silika dapat bereaksi membentuk Na 2SiO3. Pelarut NaOH dipilih dengan
alasan bahwa silika dalam abu dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat
sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Retnosari (2013) yang menghasilkan rendemen
silika lebih banyak dibandingkan menggunakan pelarut KOH. Secara komersial, silika dibuat
dengan mencampur larutan natrium silikat dengan suatu asam mineral (Svehla,1985).
Pada langkah ini dilakukan pemanasan larutan disertai pengadukan secara konstan
hingga mendidih. Pemanasan dan pengadukan bertujuan untuk mempercepat laju reaksi,
karena kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah silika yang larut dan pengadukan akan
mempercepat terjadinya reaksi antara ekstraktan dengan zat terlarut (Ubay, 2011).
Filtrat yang diperoleh dari proses sebelumnya ditambahkan HCl sampai terbentuk
endapan (gel) dengan tujuan agar terbentuk monomer asam silikat (Sriyanti, et.al., 2005).
Penambahan HCl ke dalam larutan natrium silikat menyebabkan terjadinya pertukaran ion
Na+ dari natrium silikat dengan H+ dari HCl menghasilkan padatan H2SiO3 berbentuk gel.
Padatan silikat yang masih bersifat asam dicuci dengan menggunakan aquades secara
berulang hingga mencapai pH netral. Padatan yang telah diperoleh dikeringkan dalam oven
pada suhu 200oC. Padatan putih yang diperoleh dari proses pengeringan ini merupakan SiO 2.
Kadar silika yang didapatkan pada uji XRF adalah sebesar 71,81%.
Katalis disintesis dengan memvariasikan proses loading MgO terhadap SiO2, hal ini
untuk mengetahui pengaruh presentase loading katalis terhadap aktivitas katalis. MgO/SiO2
disintesis dengan menggunakan metode impregnasi, yaitu penempelan inti aktif ke dalam
penyangga. Larutan dopan MgO disiapkan dengan cara melarutkan Mg(CH 3COO)2.6H2O
dalam akuades. Sintesis dilakukan dengan variasi loading MgO sebanyak 2, 4, 6, dan 8% dan
dikalsinasi pada temperatur 850oC. Kalsinasi dilakukan pada temperatur 850oC dikarenakan
pada temperatur 600-800oC SiO2 masih bersifat amorf (Yusmaniar & Soegijono, 2007),

diharapkan dengan temperatur yang lebih tinggi akan meningkatkan kristalinitas katalis.
Kalsinasi pada temperatur tinggi akan meningkatkan kekristalan katalis sehingga
meningkatkan proses katalitik dalam reaksi (Zhu, et.al., 2006).
Analisis menggunakan spektrofotometer FT-IR pada katalis untuk mengetahui adanya
gugus fungsi dalam katalis tersebut. Analisis kualitatif ini dilakukan pada bilangan
gelombang 2000-400 cm-1 dimana sumbu-x merupakan bilangan gelombang (cm-1) dan
sumbu-y merupakan transmitansi (T). Spektrum yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Hasil spektra inframerah katalis
Gambar 1 menunjukkan spektrum dari katalis MgO, SiO 2, dan MgO/SiO2. Puncak
yang mengindikasikan adanya MgO pada penelitian ini tidak terindentifikasi, hal ini dapat
disebabkan karena vibrasi MgO jauh lebih rendah dibanding vibrasi dari SiO 2. Hal ini juga
dapat disebabkan karena ikatan pada Mg-O merupakan ikatan ionik. Material ionik tidak
dapat diadsorbsi oleh cahaya infra merah karena ikatan ion tidak dapat melalui energi getaran
transisi (Kenkel, 2013). Puncak yang menunjukkan adanya SiO 2 yaitu pada bilangan
gelombang

1100-800 cm-1. Hal ini didukung oleh penelitian Lubis (2009) yang menyatakan

bahwa pada bilangan gelombang 1099 cm-1 dan 964 cm-1 merupakan vibrasi Si-O. Pada
penelitian ini, puncak yang menunjukkan gugus fungsi silika adalah pada bilangan
gelombang 1112 cm-1, puncak ini menunjukkan vibrasi ulur asimetris Si-O dari siloksan Si-OSi. Puncak lain yang berkaitan adalah pada bilangan gelombang 809 cm-1 dan 471 cm-1 yang
merupakan vibrasi tekuk Si-O dan vibrasi tekuk Si-O-Si. Puncak-puncak pada penelitian ini
mendekati hasil penelitian yang dilakukan oleh Corro, et.al., (2013) yang menyatakan pada
bilangan gelombang 1070 cm-1 mengindikasikan vibrasi ulur Si-O-Si dan pada 804 cm-1
mengindikasikan vibrasi tekuk Si-O-Si. Puncak 1629 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi
tekuk OH dari Si-OH, sebagaimana penelitian Yusril (2014) yang menyatakan pada bilangan
gelombang 1635 cm-1 merupakan vibrasi tekuk OH dari Si-OH. Spektrum katalis secara
lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Intrepretasi spektra inframerah SiO2 dan MgO/SiO2 hasil sintesis
Analisis menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui kristalinitas katalis
MgO/SiO2. Analisis menggunakan XRD Shimadzu 6000 dengan panjang gelombang 1,54 .
Kondisi operasi melibatkan radiasi Cu pada daya 40,0 kV dengan arus 30,0 mA. Pengukuran
dilakukan pada kisaran sudut (2) antara 3,0-80,0 derajat. Difraktogram dari katalis MgO,
SiO2, dan MgO/SiO2 disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Difaktogram katalis MgO/SiO2


Gambar 2 menunjukkan pola difaktogram dari MgO, SiO 2, dan MgO/SiO2. Pola
difaktrogam MgO pada penelitian ini ditunjukkan dengan kemunculan peak pada 2 = 37,68,
42,04, 61,50, 77,91. Pola ini mendekati pola difraktogram MgO yang dilaporkan oleh
Mohadesi, et al., (2014) pada 2 = 37,24, 43,16, 62,61, 79,15. Bagheri dan Mirjani (2015)
juga melaporkan kemunculan peak MgO pada 2 = 42,60, 61,75 dan 78,15. Data penelitian
yang telah diperoleh juga memiliki kesesuaian dengan data standar JCPDS no 78-0430
(2 = 42,94, 62,09 dan 78,44).
Gambar 2 juga menunjukkan pola difraksi SiO2 yang muncul pada peak 2 = 22,22,
36,52, 40,14, dan 55,05 . Puncak-puncak ini sesuai dengan data standar JCPDS
no 7631-86-9 (2 = 36,54, 39,46, 55,33). Hasil ini juga didukung penelitian yang dilakukan
oleh Mohadesi, et.al., (2014) bahwa SiO2 muncul pada peak 2 = 36,53. Pola difraksi
menunjukkan puncak melebar pada 2 = 19-22, menurut laporan Kalaphaty, et.al., (2000)
puncak melebar pada 2 = 21-22 merupakan silika yang bersifat amorf.
Pola difraksi MgO, SiO2, dan MgO/SiO2 mempunyai pola difraksi yang serupa.
Banyaknya loading MgO pada MgO/SiO2 tidak memperlihatkan perbedaan pola difraksi yang
signifikan, hal ini dapat disebabkan karena secara keseluruhan MgO terdispersi merata pada
permukaan SiO2. Gambar 2 menunjukkan adanya MgO terimpregnasi pada SiO 2 dapat
menurunkan kritalinitas dari SiO2, hal ini diperlihatkan adanya penurunan intensitas pada
peak 2 = 24,73. Penurunan intensitas ini dapat disebabkan karena dopan telah terdispersi
pada permukaan dan menutupi seluruh permukaan penyangga (Widiarti, 2011). Dispersi
oksida logam pada padatan pendukung sangat mempengaruhi performa katalis (Habuta,
2003).
Katalis hasil sintesis digunakan dalam reaksi transesterifikasi untuk
menguji aktivitasnya. Sebelum dilakukan reaksi transesterifikasi, minyak
nyamplung yang diperoleh dilakukan pemurnian terlebih dahulu, hal ini karena kandungan
getah yang terdapat dalam minyak nabati cukup tinggi (Rachimoellah, et.al., 2010). Salah
satu proses pemurnian yang dilakukan adalah degumming.
Proses degumming dilakukan dengan menggunakan H3PO4, dan setelah itu dilakukan
pencucian dengan menggunakan aquades hingga mencapai pH netral. Pengukuran kadar FFA
pada minyak hasil proses degumming menunjukkan bahwa kadar FFA yang terdapat dalam
minyak nyamplung cukup tinggi, yaitu 14,62%. Sedangkan kadar maksimum yang

diperbolehkan untuk proses transesterifikasi adalah sebesar 2%. Langkah untuk menurunkan
FFA pada minyak nyamplung dapat dilakukan proses esterifikasi, sebagaimana yang telah
dilaporkan Riza & Ediarti (2013) bahwa esterifikasi dapat menurunkan kadar FFA minyak
dengan penurunan sebesar 95,36%. Pernyataan ini didukung oleh Yuliani, et.al., (2010) yang
menyatakan bahwa esterifikasi pada suhu 60oC dapat menurunkan asam lemak yang cukup
besar. Setelah reaksi esterifikasi, kadar FFA dalam minyak berkurang dari 14,62% menjadi
0,22%. Kadar FFA yang diperoleh dari hasil esterifikasi sudah <2%, sehingga dapat
dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu reaksi transesterifikasi.
Penambahan katalis MgO/SiO2 dalam reaksi transesterifikasi akan menyebabkan
terbentuknya jalur baru dalam reaksi yang akan mempercepat laju reaksi pembentukan
produk. Mekanisme reaksi transesterifikasi menggunakan katalis MgO/SiO 2 disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis
Transesterifikasi dengan variasi waktu reaksi dilakukan untuk mengetahui waktu
reaksi yang optimal pada reaksi transesterifikasi. Variasi waktu yang dilakukan adalah 30, 60,
90, dan 120 menit. Hasil reaksi transesterifikasi kemudian dikarakterisasi menggunakan GC.
Waktu reaksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar konversi metil
ester yang dihasilkan. Utami, et.al., (2012) melaporkan bahwa semakin lama waktu reaksi
transesterifikasi maka konversi metil ester semakin besar. Namun, dengan waktu reaksi yang
terlalu lama, reaksi transesterifikasi menjadi tidak efektif karena setelah mencapai waktu
reaksi optimum jumlah produk yang dihasilkan cenderung konstan.
Reaksi Transesterifikasi dengan variasi waktu reaksi ini menggunakan perbandingan
volume minyak dan metanol 1:4 dengan massa katalis 2%. Hubungan waktu reaksi dengan
persentase produk disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan waktu reaksi dengan persentase produk
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 30 menit sampai 60 menit konversi
semakin meningkat, tetapi pada waktu 90 menit hasil konversi reaksi semakin menurun. Hal
ini dapat disebabkan karena kesetimbangan reaksi sudah tercapai pada waktu reaksi selama
60 menit. Sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Devitria, et.al., (2013) bahwa reaksi yang
terjadi dalam proses transesterifikasi adalah kesetimbangan, maka apabila sudah terjadi
kesetimbangan, reaksi akan bergeser ke kiri, dan akan memperkecil produk yang diperoleh.
Waktu reaksi 60 menit menghasilkan persen area produk sebesar 67,46%, dan persen
area produk mengalami penurunan pada waktu reaksi 90 menit yang menghasilkan 67,27%.

Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kondisi optimum pada waktu reaksi selama 60
menit. Menurut Faizal, et.al., (2013) waktu reaksi yang berlebih dapat menyebabkan
penurunan metil ester yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan adanya reaksi balik (reversible)
dari transesterifikasi yang menyebabkan terbentuknya sabun sehingga waktu reaksi yang
semakin lama tidak menjamin akan menghasilkan produk yang lebih banyak.
Transesterifikasi dengan variasi jumlah katalis dilakukan untuk mengetahui jumlah
katalis yang optimal pada reaksi transesterifikasi. Variasi penggunaan katalis yang dilakukan
adalah 2, 4, 6, dan 8%.. Reaksi transesterifikasi dengan variasi jumlah katalis ini
menggunakan perbandingan volume minyak dan metanol 1:4 dengan waktu reaksi 60 menit
(waktu optimal pada penelitian ini). Hasil reaksi transesterifikasi kemudian dikarakterisasi
menggunakan GC yang menghasilkan data seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan jumlah katalis dengan persentase produk
Gambar 5 menunjukkan persentase produk mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan jumlah katalis yang digunakan. Hal ini karena katalis berfungsi untuk
menurunkan energi aktivasi (Atkins, 1999). Semakin besar jumlah katalis yang digunakan,
maka energi aktivasi suatu reaksi semakin kecil sehingga produk akan semakin banyak
terbentuk hingga mencapai kondisi optimum. Penambahan jumlah katalis yang berlebihan,
akan mendorong reaksi terbentuknya sabun (Wang, et.al., 2012).
Pada penelitian ini variasi jumlah katalis yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8%.
Gambar 5 menunjukkan kondisi terbaik didapat pada penggunaan jumlah katalis 8% yang
menghasilkan persentase produk 64,94%.
Uji aktivitas katalitik dengan variasi jenis katalis MgO/SiO 2 dilakukan untuk
menentukan katalis MgO/SiO2 dengan komposisi yang optimal untuk reaksi transesterifikasi.
Variasi jenis katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi ini yaitu MgO/SiO 2 dengan
persentase loading 2, 4, 6, dan 8%. Reaksi transesterifikasi dengan variasi jenis katalis ini
menggunakan perbandingan volume minyak dan metanol 1:4 dengan waktu reaksi 60 menit
(waktu optimal dalam penelitian ini) dan jumlah katalis 8% (jumlah katalis terbaik dalam
penelitian ini). Hasil reaksi transesterifikasi kemudian dikarakterisasi menggunakan GC yang
menghasilkan data seperti yang disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan jenis katalis dengan persentase produk
Gambar 6 menunjukkan persentase area produk mengalami penurunan dan kenaikan
seiring dengan jenis katalis yang digunakan. Pada jenis katalis MgO/SiO 2 2% menghasilkan
area produk sebesar 62,75%. Aktivias katalis mengalami penurunan diperlihatkan pada
persentrase area produk jenis katalis MgO/SiO2 4% menjadi 55,81% dan mengalami

kenaikan menjadi 66,01% pada jenis katalis MgO/SiO 2 6%. Persen area produk mengalami
penurunan lagi pada jenis katalis MgO/SiO 2 8% menjadi 53,3%. Katalis MgO/SiO2 4% dan
8% memiliki aktivitas pembentukan produk yang tidak lebih baik daripada katalis MgO/SiO 2
lainnya. Hal ini dikarenakan MgO yang teremban pada katalis MgO/SiO2 diduga terdistribusi
kurang merata dan menumpuk pada permukaan pori katalis SiO 2 sehingga akan mengurangi
sisi aktif katalis, akibatnya aktivitas katalis menurun. Sebagaimana yang telah dilaporkan
oleh Ferdian (2012) bahwa semakin besar kadar logam yang diembankan dapat
mengakibatkan distribusi yang kurang merata dan hanya terakumulasi pada titik tertentu yang
dapat menutupi permukaan katalis sehingga berakibat aktivitas dari katalis tidak semakin
baik.
Hasil transesterifikasi pada kondisi optimum yang telah dilakukan analisis dengan
instrumen GC kemudian dianalisis mengganakan GC-MS type QP2010S SHIMADZU untuk
mengetahui komponen-komponen metil ester asam lemaknya. Pada penelitian ini hasil
konversi optimum didapat pada 6% MgO/SiO2, dengan jumlah katalis 8%, dan waktu reaksi
selama 60 menit. Kromatogram hasil reaksi transesterifikasi disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kromatogram metil ester hasil reaksi transesterifikasi
Gambar 7 menunjukkan terbentuknya 3 puncak utama senyawa metil ester. Puncak
pertama dengan waktu retensi 39,60 menit dengan persen area sebesar 38,30% merupakan
metil palmitat. Puncak kedua dengan waktu retensi 43,61 menit dengan persen area sebesar
48,39% merupakan metil oleat. Puncak ketiga dengan waktu retensi 44,34 menit dengan
persen area sebesar 1,40% merupakan metil stearat. Hasil ini didukung oleh Zuhra, et.al.,
(2015) yang menyatakan bahwa metil palmitat, metil oleat, dan metil stearat merupakan
komposisi asam lemak minyak nyamplung. Hadi (2009) menyatakan bahwa komponen yang
terdapat pada minyak biji nyamplung yaitu asam palmitat, asam stearat, asam palmitoleat,
asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
karakter MgO/SiO2 hasil sintesis dengan menggunakan metode impregnasi diperoleh data
pada XRD bahwa penambahan MgO dapat menurunkan kristalinitas SiO 2 yang dapat dilihat
pada peak 2 = 55,05. Katalis MgO/SiO2 hanya memperlihatkan gugus fungsi SiO2 pada
instrumen FT-IR, sedangkan MgO tidak terlihat karena merupakan senyawa ion. Hasil
analisis FT-IR menunjukkan vibrasi ulur dan vibrasi tekuk Si-O-Si muncul pada bilangan
gelombang 1112 cm-1 dan 471 cm-1. Kondisi optimum reaksi transesterifikasi pada penelitian

ini menggunakan katalis MgO/SiO2 loading 6%, jumlah katalis 8% (b/v) dan waktu reaksi 60
menit dengan komponen metil ester : metil palmitat, metil oleat, dan metil stearat.
Daftar Pustaka
Faizal, M., U. Maftuchah, & W.A. Auriyani. 2013. Pengaruh Kadar Metanol, Jumlah Katalis,
dan Waktu Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari Lemak Sapi Melalui Proses
Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia, 19(4) : 29-37.
Habuta, Y., N. Narishige, K. Okumura, N.Katada, & M. Niwa. 2003. Catalytic Activity and
Solid Acidity of Vanadium Oxide Thin Layer Loaded on TiO 2, ZrO2, and SnO2.
Catalysis Today, 78 : 131138.
Indah, T., M. Said, A. Summa, & A. K. Sari. 2011. Katalis Basa Heterogen Campuran CaO &
SrO pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit. Prosiding Seminar
Nasional AvoER. FT Unsri.
Kalapathy, U., A. Proctor, J. Schultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica
from Rice Hull Ash. Bioresource Technology, 73 : 257262.
Kenkel, J. 2013. Analytical Chemistry for Technicians (4th Edition). London : CRC Press.
Qoniah, I. 2011. Penggunaan Cangkang Bekicot sebagai Katalis untuk Reaksi
Transesterifikasi Refined Palm Oil. Skripsi. Surabaya. ITS.
Riza, E. & R. Ediati. 2013. Pemanfaatan Kulit Telur Ayam dan Abu Layang Batubara sebagai
Katalis Heterogen untuk Reaksi Transesterifikasi Minyak Nyamplung (Calophyllum
Inophyllum Linn). Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2 (1): 1-6.
Wang, R., W.W. Zhou, M.A. Hanna, Y.P. Zhang, P.S. Bhadury, Y. Wanga, B.A. Song, and
Yang, S. 2012. Preparation, Optimization, and Fuel Properties from Non-Edible
Feedstock, Datura Stramonium L. Fuel, 91: 182-186.
Widiarti, N. 2011. Preparation, Characterization and Catalytic Activity of CuO/TS-1 on
Benzene Hydroxylation Reaction. MAKARA, 15 (2): 135-147.
Widiarti, N. & E.F. Rahayu. 2016. Sintesis CaO.SrO dan Aplikasinya pada Reaksi
Transesterifikasi Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel. Indonesian Journal of
Chemistry Science, 5 (1): 19-27.
Yang, Z. & W. Xie. 2007. Soybean Oil Transesterification Over Zinc Oxide Modified With
Alkali Earth Metals. Fuel Processing Technology, 88 (6): 631-638.
Zhu, H., Z. Wu, Y. Chen, P. Zhang, S. Duan, X. Liu, & Z. Mao. 2006. Preparation of
Biodiesel Catalyzed by Solid Super Base of Calcium Oxide and Its Refining
Process. Chinese J. Catal, 27 (5): 391-396.

You might also like