You are on page 1of 15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEHAMILAN RESIKO

TINGGI DI PUSKESMAS NANGGALO PADANG


Yani Maidelwita *

ABSTRAK
Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu
maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. Lebih dari 96% kematian ibu disebabkan
oleh kehamilan resiko tinggi. Dari data Dinas Kesehatan Kota Padang terdeteksi bahwa
puskesmas Nanggalo merupakan puskesmas tertinggi yang mempunyai ibu hamil resiko
tinggi yaitu 21,4 %. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kehamilan resiko tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional Penelitian
ini dilaksanakan di Puskesmas Nanggalo Padang selama 3 bulan. Populasi penelitian ini adalah
ibu-ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas, sedangkan sampel diambil secara accidental
sampling. Pengolahan data dilakukan melalui tahap editing, coding, processing, cleaning.
Analisa data dilakukan secara univariat dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisa bivariat
dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square tingkat kemaknaan p < 0,05.
Dari hasil penelitian di Puskesmas Nanggalo Padang didapatkan tingkat pendidikan
tinggi ibu hamil 46 %, ibu yang bekerja 40,2 %, tingkat pengetahuan tinggi 50,6%, sikap ibu
hamil yang positif terhadap kehamilan resiko tinggi 55,2%, serta jumlah kejadian resiko tinggi
44,8 %. Dari uji statistik terdapat hubungan antara pendidikan dengan kehamilannya resiko
tinggi, terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kehamilannya resiko tinggi, terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan kehamilannya resiko tinggi dan terdapat hubungan
antara sikap dengan kehamilan resiko tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang.
Untuk itu menurunkan angka kejadian resiko tinggi diharapkan ibu hamil dapat
mengaplikasikan kehamilan yang sehat dan tidak beresiko, bagi tenaga kesehatan
diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan kehamilan resiko tinggi, penelitian ini
hendaknya dapat menjadi tindak lanjut bagi penelitian selanjutnya.

Kata Kunci : Pekerjaan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Kehamilan Resiko Tinggi


______________________________________
Alamat Korespondensi
Yani Maidelwita, SKM, M.Biomed
Dosen Kopertis Wilayah X Dpk pada STIKES MERCUBAKTIJAYA Padang
STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang
Telp. 0751 - 442295

PENDAHULUAN
Angka kematian ibu di Indonesia
berdasarkan profil kesehatan 2000 pada
tahun 1995 adalah sebesar 373 orang per
100.000 kelahiran yang salah satu
penyebabnya adalah komplikasi pada
kehamilan yang dapat menyebabkan
kehamilan resiko tinggi dan dari survey
pakar mengatakan dari 96 % kehamilan
yang beresiko 15 % diantaranya adalah
kehamilan resiko tinggi (Saifuddin, 2001).
Kehamilan resiko tinggi adalah :
Ibu hamil yang memerlukan perhatian
khusus, sehingga perlu dibawa ketempat
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
penanganan sesegera mungkin. Nadesul
(2002)
Kehamilan dengan resiko tinggi
akan
memberikan ancaman pada
kesehatan, keselamatan dan jiwa ibu
maupun janin yang dikandungnya,
dimana
salah
satu
penyebabnya
terjadinya kehamilan resiko tinggi adalah
faktor ketidak berdayaan dan ketidak
tahuan wanita. Selain itu intervensi
dalam Safe Matherhood melakukan
pendekatan dengan menganggap semua
kahamilan beresiko dan setiap ibu hamil
agar mempunyai akses pertolongan
persalinan yang aman. Diperkirakan
15% kehamilan akan mengalami resiko
tinggi dan komplikasi obstetri yang
dapat membahayakana kehidupan itu
maupun janinnya bila tidak ditangani
dengan memadai (Saifuddin, 2000).
Sementara itu berdasarkan laporan
tahunan kesehatan kota padang tahun
2006 menunjukan bahwa dari 18.514
orang ibu hamil sebanyak 2.335 orang
atau 12,6 % terdeteksi dengan kasus
resiko tinggi oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan laporan tahunan program
kesehatan ibu dan anak (KIA) Dinas
Kesehatan Kota tentang deteksi kehamilan
resiko tinggi oleh tenaga kesehatan
didapatkan data bahwa dari 19 Puskesmas
yang ada di Kota Padang dapat dilihat

bahwa Puskesmas Nanggalo merupakan


Puskesmas tertinggi yang terdeteksi
mempunyai ibu hamil resiko tinggi yaitu
dari 805 ibu hamil sebanyak 172 orang
(21,4 %) ibu hamil yang mengalami resiko
tinggi. (Dinas Kesehatan Kota Padang,
2006)
Dari hasil wawancara dengan
petugas puskesmas terkait didapatkan
informasi bahwa ibu hamil beresiko tinggi
yang ada di puskesmas Nanggalo Padang
masih rendah dalam hal memeriksakan
kehamilan secara rutin kepada petugas
kesehatan, karena ibu yang memeriksakan
kehamilan rata-rata hanya ibu yang tidak
bekerja atau ibu rumah tangga.
Selain itu Rendahnya kesadaran
ibu hamil yang memeriksakan kehamilan
adalah karena sebagian besar ibu hamil
yang
memeriksakan
kehamilannya
dipuskesmas hanya memiliki pendidikan
yang rendah atau dibawah SMA sehingga
ibu itu sendiri tidak tahu tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan dan
kuranganya kesadaran dan respon dari ibu
hamil untuk memeriksakan kehamilan
secara rutin dikarenakan kurangnya
kemauan ibu hamil untuk mencari
informasi baik dari media atau penyuluhan
yang diberikan tenaga kesehatan.
Menurut
Gastelazo
Ayala
mengatakan bahwa Kehamilan resiko
tinggi dipengaruhi oleh faktor antenatal,
intrapartum, faktor obstetri dan neonatal
dan juga disebabkan oleh faktor umum
serta pendidikan
(Manuaba, 1998)
Kehamilan resiko tinggi dipengaruhi oleh
faktor menjelang kehamilan yang
meliputi genetika (keturunan) dan
lingkungan (pendidikan dan sosial
ekonomi) dan faktor resiko tinggi bagi
yang bekerja, baik selama hamil,
persalinan dan neonatus (J.S Lesinski
dalam Manuaba, 1998).
Menurut Lawrence Green dalam
Notoadmodjo (2003) bahwa perilaku
masyarakat tentang kesehatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu : faktor

predisposisi (predisposing factor), yang


terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya, kemudian faktor pendukung
(enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya, terakhir faktor pendorong
(renforcing factor), yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau
petugas yang lain yang merupakan
kelompok
referensi
dari
perilaku
masyarakat.
Berdasarkan fenomena dan data
diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan
kehamilan resiko tinggi di Puskesmas
Nanggalo Padang.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi
deskriptif Analitik dengan mengunakan
pendekatan Cross sectional (potong
lintang) dimana data yang berhubungan
dengan variabel independen dan variabel
dependent akan dikumpulkan dalam
waktu yang sama.Penelitian ini dilakukan
di Puskesmas Nanggalo Padang dan
waktu penelitian dilaksanakan selama 3
bulan yaitu pada bulan April sampai
dengan bulan Juli 2010.
Yang menjadi populasi pada
penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu
hamil yang melakukan kunjungan atau
pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas
Nanggalo Padang. Teknik pengambilan
sampel
adalah
teknik
accidental
sampling, dengan Kriteria pengambilan
sampel sebagai berikut : ibu hamil
bersedia diwawancarai, Ibu hamil yang

datang memeriksakan kehamilannya ke


Puskesmas Nanggalo Padang pada saat
penelitian dan setiap ibu diberi
kesempatan satu kali menjadi responden
dalam penelitian ini
Jenis dan cara Pengumpulan
data diperoleh dalam penelitian ini antara
lain melalui: data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan
melalui wawancara langsung dengan
responden
(ibu
hamil)
dengan
berpedoman kepada kuisioner yang yang
telah
disusun.
Data
swekunder
merupakan data yang diperoleh selain
dari Puskesmas Nanggalo Padang dan
data dari Dinas Kesehatan Kota Padang
yang meliputi data jumlah ibu hamil yang
berada di puskesmas nanggalo padang
dan data mengenai deteksi kehamilan
resiko tinggi.
Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai
berikut : editing, koding,
processing, cleaning. Analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan metode kombinasi antara teknik
analisis univariat dan bivariat. Analisa
univariat digunakan untuk mengetahui
gambaran: tingkat pendidikan, status
pekerjaan, tingkat pengetahuan, sikap dan
kejadian kehamilan resiko, kemudian di
tabulasikan kedalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Sedangkan, analisa
bivariat untuk melihat hubungan antara
variabel bebas (tingkat tingkat pendidikan,
pekerjaan, pengetahuan dan sikap) dan
variabel terikat (kehamilan resiko tinggi)
dengan uji statistik chi-square. Tingkat
kepercayaan yang digunakan 95 % dengan
= 5 % Tingkat kemaknaan = P < 0,05

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan pengumpulan
data tentang faktor-faktor
yang
berhubungan dengan kehamilan resiko

tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang,


maka disajikan data secara univariat dan
bivariat.

1. Karakteristik ibu hamil di Puskesmas Nanggalo Padang


Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan
Status Pekerjaan, Tingkat Pengetahuan, dan Sikap di Puskesmas
Nanggalo Padang
Variabel
Pendidikan
a. Tinggi
b. Rendah
Status Pekerjaan
a. Bekerja
b. Tidak bekerja
Tingkat Pengetahuan
a. Tinggi
b. Rendah
Sikap
Positif
Negatif
Karakteristik responden yang
diteliti dalam penelitian ini meliputi
pendidikan, status pekerjaan, tingkat
pengetahuan dan sikap ibu hamil.
Pendidikan ibu hamil adalah jenjang
pendidikan formal tertinggi yang pernah
diselesaikan ibu hamil dan memperoleh
ijazah. Dari analisis secara univariat
didapatkan hasil bahwa sebagian besar
ibu hamil memiliki tingkat pendidikan
rendah yaitu 54 %.
Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata pendidikan ibu hamil di
Puskesmas Nanggalo Padang memiliki
kualifikasi
pendidikannya
dibawah
Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 19 orang
(21,8 %), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebanyak 28 orang (32,2%).
Walaupun pendidikan seorang ibu hamil
rendah namun bukan merupakan suatu
indikator pemicu dalam ia berprilaku
kesehatan yang buruk terutama terhadap

Frekuensi
(f)

Persentase
(%)

40
47

46 %
54 %

35
52

40,2 %
59,8 %

44
43

50,6 %
49,4 %

48
39

55,2 %
44,8 %

kehamilan
mereka.
Tinggi
atau
rendahnya pendidikan seseorang ibu
hamil akan berpengaruh terhadap
kemamupannya menyerap informasi baru
yang pada akhirnya akan dapat mencerna
dan menganalisa kehamilannya pada saat
ini apakah beresiko atau tidak bagi
dirinya
ataupun
janin
yang
dikandungnya. Dapat diartikan bahwa
pendidikan tidak hanya dapat diperoleh
dari sekolah dan mendapatkan ijazah
semata, tetapi pendidikan juga dapat
diperoleh
secara
informal
dari
pengalaman-pengalaman orang lain,
keluarga dan masyarakat. (Notoadmodjo,
2003). Disamping itu di Puskesmas
Nanggalo Padang juga ditemukan 46 %
ibu hamil yang memiliki pendidikan
tinggi yaitu Sekolah Menengah Atas
(SMA) sebanyak 27 orang (31,0%) dan
Akademi atau Perguruan tinggi sebanyak
13 orang (14,9%). Pendidikan seorang
ibu hamil yang lebih baik maka tentunya

akan meningkatkan kemampuan dan


keterampilannya dalam mengadopsi
sesuatu yang baru terutama tentang
kehamilannya baik itu beresiko atau
tidak.
Pekerjaan adalah Status kegiatan
atau pekerjaan yang ibu hamil sehari-hari
yang
menghasilkan
pendapatan..
berdasarkan data status pekerjaan
disimpulkan bahwa dari 87 orang ibu
hamil di puskesmas nanggalo padang,
sebanyak 35 orang (40,2 %) ibu hamil
yang bekerjadan tidak bekerja yaitu
sebanyak 59,8 %.
Tingginya angka ibu yang tidak
bekerja di Puskesmas Nanggalo Padang
ini dikarenakan sebagian besar ibu hamil
merupakan ibu rumah tangga dimana
yang umumnya suami merekalah yang
bekerja.
Faktor lain yang menyebabkan ibu
hamil tidak bekerja adalah karena ibu
hamil tersebut ingin memfokuskan waktu
dan tenaga mereka untuk menjaga
kehamilannya dan untuk keluarga
mereka, sehingga mereka memilih untuk
menjadi ibu rumah tangga saja.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga serta mencari nafkah
adalah suami mereka.
Sesuai dengan pendapat Roesli
(2001) mengatakan bahwa ayah (kepala
keluarga) merupakan bagian vital
dilingkungan keluarga dalam hal
memberikan
dukungan
ekonomi
emosional dan bantuan-bantuan praktis
lainnya.
Selain itu di Puskesmas Nanggalo
Padang terdapat ibu yang bekerja
sebanyak 40,2 %. Banyak alasan-alasan
tertentu mengapa seorang ibu hamil
melakukan aktivitas atau bekerja. Jika
dikaitkan dengan pendidikan mereka
umumnya ibu yang berpendidikan
tinggilah yang banyak bekerja. Adapun
jenis pekerjaan ibu hamil tersebut adalah
Pegawai Negeri sebanyak 16 orang
(18,4%) dan swasta (petani, dagang dan
buruh) sebanyak 19 orang (21,8%).

Selain itu alasan ibu hamil memilih


bekerja dikarenakan ibu tersebut ingin
mengisi waktu luang dan ingin menambah
pendapatan
yang kurang mencukupi
kebutuhan hidup keluarga mereka serta ada
ibu yang berpendapat dapat menghindari
rasa jenuh dari suasana lingkungan seharihari. Sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Utami Munandar bahwa motivasi ibu
bekerja
adalah
untuk
menambah
penghasilan keluarga, menghindari rasa
bosan, mengisi waktu luang dan ingin
mengembangkan diri.
Selama kehamilan tidak ada
larangan bagi seorang ibu hamil untuk
bekerja diluar rumah. Namun dalam
melakukan aktivitas atau pekerjaan ibu
harus memperhatikan jenis dan beban
pekerjaan yang mereka lakukan. Seorang
ibu yang bekerja dari pagi sampai sore
tanpa
ada
istirahat
akan
dapat
menyebabkan ketidaknyamanan pada
tubuh yang akan memicu terjadinya
kehamilan yang beresiko.
Sesuai dengan pendapat Murkoff
(2006) yang menyatakan terus bekerja
tidak pernah bermain adalah sikap yang
tidak sehat bagi kehamilan karena dapat
menyebabkan beberapa rasa yang tidak
nyaman pada tubuh seperti kejang pada
leher, mata, pergelangan tangan, lengan,
punggung dan rasa sakit kepala serta
pusing, yang semuanya menambah rasa
tidak nyaman yang sudah terjadi akibat
kehamilan.
Pada tabel 1 terlihat bahwa
sebagian besar ibu hamil telah
mempunyai tingkat pengetahuan tinggi
tentang kehamilan resiko tinggi yaitu
sebanyak 50,6 %. Tingginya tingkat
pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Nanggalo Padang dilihat dari hasil tahu
yang tinggi yang dimiliki seorang ibu
hamil dalam memahami kehamilan resiko
tinggi. Adapun pengetahuan itu meliputi
tentang pengertian kehamilan resiko
tinggi, faktor-faktor penyebab kehamilan
resiko tinggi, kriteria kehamilan resiko

tinggi, dan akibat serta dampak dari


kehamilan resiko tinggi.
Selain
itu
tingginya
tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan
resiko tinggi ini menurut analisa penulis
dikarenakan aktifnya petugas kesehatan
memberikan informasi melalui penyuluhan
tentang kehamilan resiko tinggi yang
diberikan
saat
ibu
memeriksakan
kehamilannya ke puskesmas. Dengan
aktifnya seorang petugas memberikan
penyuluhan
tentunya
akan
dapat
mempengaruhi perbuatan dan tindakan ibu
hamil untuk lebih menjaga kehamilannya
dengan baik dan sehat.
Hal ini sesuai dengan teori
Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan
adalah pengindraan terhadap suatu objek.
Dan hal ini terjadi melalui panca indra
manusia yang mungkin bisa diaplikasikan
dalam perbuatan atau tindakan seseorang
pada situasi dan kondisi yang nyata.
Promosi kesehatan yang dilakukan dalam
bentuk penyuluhan yang berisikan pesan
pesan kesehatan termasuk kehamilan
resiko tinggi yang disampaikan melalui
berbagai media masa seperti iklan, poster
atau media masa lainnya merupakan
program pemerintah untuk pencegahan
dan pengawasan kehamilan resiko tinggi
yang
bertujuan
meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
khususnya
resiko tinggi dalam kehamilan.
Pengetahuan yang tinggi dari
seseorang juga dapat dikaitkan dengan
pendidikan yang pernah mereka peroleh
baik secara formal maupun informal
karena dengan pendidikan yang mereka
peroleh maka akan dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang dalam melakukan
sesuatu dan dalam bersikap terutama
terhadap kehamilannya.
Sesuai
dengan
teori
yang
dikemukakan oleh Kurt Lewin dalam
Notoatmodjo (2003) yang menyatakan
pendidikan formal yang diterima akan
mempengaruhi
pengetahuan
dan
pemahaman
seseorang
dalam
melaksanakan
sesuatu
dan
juga

mempengaruhi sikap dan tindakan dalam


melaksanakan suatu kegiatan.
Sedangkan 49,4 % ibu hamil yang
mempunyai tingkat pengetahuan rendah
tentang kehamilan resiko tinggi. Menurut
analisa penulis rendahnya tingkat
pengetahuan ibu hamil disebabkan karena
kurangnya informasi yang diterima ibu
hamil tentang kehamilan resiko tinggi,
kurangnya kemauan ibu hamil untuk
mencari informasi baik dari media (media
massa dan
elektronik) atau petugas
kesehatan seperti penyuluhan yang
disampaikan oleh petugas kesehatan.
Dengan demikian pengetahuan ibu
hamil juga harus didasari oleh keinginan
ibu hamil untuk memproses pengetahuan
khususnya tentang kehamilan resiko
tinggi dengan memanfaatkan media
informasi yang ada baik yang disediakan
oleh pelayanan kesehatan maupun dari
media cetak dan elektronik lainnya yang
ada informasi kesehatannya. Sesuai
denggan teori Notoatmodjo (2003 ) yang
menyatakan : bahwa untuk mendukung
pengetahuan seseorang perlu adanya
sikap kehendak dan motivasi dalam
memahami
sesuatu
untuk
dapat
mengaplikasikan nya dalam bentuk
tindakan yang nyata sehingga upaya
pencegahan
dan
penangulangan
kehamilan resiko tinggi dapat berhasil
dengan baik serta mencapai hasil yang
optimal.
Sikap adalah pandangan yang di
ungkapkan ibu hamil terhadap kehamilan
resiko tinggi, yang meliputi pencegahan,
penyebab, faktor-faktor, dampak dari
kehamilan resiko tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian pada tabel 4 terlihat
bahwa 55,2 % ibu hamil diantaranya
telah mepunyai sikap positif terhadap
kehamilan resiko tinggi di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
Menurut analisa penulis hal ini
menunjukan bahwa sudah sebagian besar
ibu hamil yang memiliki sikap positif
dikarenakan ibu hamil mempunyai
keyakinan tentang resiko kematian ibu

dan janin dan dapat menerima bahwa


kehamilan resiko tinggi merupakan
keadaan yang memerlukan perhatian dan
merupakan sesuatu yang dapat merugikan
ibu hamil itu sendiri maupun janin yang
dikandungnya.
Menurut
Allport
dalam
Notoatmodjo (2003) bahwa sikap yang
utuh dipengaruhi oleh pengetahuan,
berpikir, dan kenyakinan serta emosi dan
memegang peranan yang penting dalam
pembentukan sikap.
Selain itu sikap positif yang sudah
sebagian besar dimiliki oleh ibu hamil di
Puskesmas
Nanggalo
Padang
dikarenakan
tingginya
tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan
resiko tinggi dan adanya informasi
kesehatan yang diberikan petugas
kesehatan
dalam
berbagai
media
informasi yang berisikan tentang
kehamilan resiko tinggi seperti yang
terdapat dalam buku Kesehatan Ibu dan
Anak, meskipun tidak menjelaskan secara
rinci tentang kehamilan resiko tinggi
namun dapat dijelaskan kepada mereka
tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kehamilan resiko tinggi sehingga ibu-ibu
hamil yang mau mengetahui hal tersebut
dengan sendirinya akan mampu bersikap
sesuai dengan apa yang diketahuinya .
Disamping sikap yang tinggi juga
disebabkan karenaadanya kenyakinan
terhadap kehamilan resiko tinggi yang
dapat ia peroleh dari pengalamannya
mendengarkan informasi-informasi yang
diberikan langsung petugas kesehatan
yang ada, khususnya kehamilan resiko

tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang


dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003)
yang menyatakan bahwa sikap adalah
penilaian atau bisa meru pakan pendapat
seseorang terhadap stimulus atau objek
setelah seseorang mengetahui objek atau
stimulus proses selanjutnya akan menilai
atau bersikap terhadap stimulus atau
objek tersebut.
Namun di Puskesmas Nanggalo
Padang juga ditemukan sebanyak 44,8%
ibu hamil yang memiliki sikap negatif
terhadap kehamilannya. Adanya sikap
yang negatif dari seorang ibu hamil
terhadap kehamilannya dikarenakan
kurangnya respon seorang ibu terhadap
kehamilan yang dihadapinya karena
secara fisik dan emosional terkadang ibu
belum siap terhadap kehamilan yang
mereka hadapi. Selain itu sikap yang
negatif juga dapat disebabkan karena
kurangnya dukungan dari suami atau
anggota keluarga lainnya atau kelompok
sosial di masyarakatnya sehingga hal ini
memicu seorang ibu hamil bersikap acuh
tak acuh terhadap kehamilannya sekarang
ini.
Menurut Notoatmodjo (2003),
bahwa Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek, yang secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap
stimulus
sosial.

2. Kehamilan Resiko Tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang


Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kehamilan Resiko Tinggi di Puskesmas
Nanggalo Padang
Kehamilan Resiko
Frekuensi
Persentase
Tinggi
(%)
Beresiko
39
44,8 %
Tidak beresiko

48

55,2 %

Jumlah

87

100 %

Berdasarkan tabel 2 didapatkan


bahwa ibu hamil di puskesmas Nanggalo
Padang sebanyak 55,2% tidak mengalami
resiko tinggi dalam kehamilannya.
Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
didapatkan bahwa lebih dari setengah
yang tidak mengalami kehamilan
beresiko, ini disebabkan pada umumnya
ibu-ibu hamil dalam usia reproduksi
sehat, paritas ibu kurang dari 4, ibu
tersebut memiliki riwayat kehamilan dan
persalinan yang baik, serta kondisi ibu
baik berat badan, tinggi badan, dan
tekanan darah serta kadar hb ibu berada
dalam keadaan normal serta ibu tidak
memiliki riwayat penyakit dalam dirinya
dan keluarganya.
Tingginya angka ibu yang tidak
beresiko tinggi dalam kehamilannya
dikarenakan ibu hamil tersebut memiliki
pengetahuan dan sikap yang baik
terhadap kehamilannya sehingga ibu
selalu menjaga kehamilannya dengan
memeriksakan secara rutin kehamilannya
ketenaga
kesehatan.
Dengan
memeriksakan kehamilannya secara rutin
maka ibu dapat menjaga kesehatan
dirinya dan janin yang dikandungnya
secara baik pula.
Selain itu di Puskesmas Nanggalo
Padang juga ditemukan bahwa sebanyak
44,8 % ibu hamil beresiko dalam
kehamilannya. Dari data yang penulis
dapatkan dalam penelitian diketahui data
bahwa ibu hamil yang beresiko
kehamilannya 32,05 % diperoleh dari 22
orang ibu hamil beresiko kehamilannya
dari faktor umur, 21 orang ibu hamil
beresiko kehamilannya dari faktor
paritas, 10 orang dari faktor riwayat
keguguran yang pernah dideritanya, 27
orang ibu hamil beresiko kehamilannya

dari faktor jarak kehamilan, 9 orang


beresiko dari faktor melahirkan bayi yang
kurang bulan, 10 orang beresiko dari
faktor melahirkan bayi dengan cacat
bawaan, 9 orang beresiko dari faktor
melahirkan
bayi
dalam
keadaan
sungsang, 11 melahirkan bayi mati dalam
kandungan, 6 orang beresiko dari faktor
melahirkan bayi dengan jalan operasi, 10
orang beresiko dari faktor melahirkan
bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram atau lebih dari 4000 gram, 13 orang
beresiko dari faktor berat badan, 6 orang
beresiko dari faktor tinggi badan, 4 orang
beresiko dari faktor tekanan darah selama
kehamilan, 4 orang beresiko dari faktor
kadar hb, 12 orang beresiko dari faktor
riwayat penyakit dalam keluarga.
Hal ini sesuai dengan teori nadesul
(2002) , dimana umur 19-35 tahun tidak
beresiko kehamilannya dan umur kurang
dari 19 tahun atau diatas 35 tahun
kehamilannya beresiko .kemudian paritas
0-4 tidak beresiko dan paritas lebih dari 3
kehamilannya beresiko dan riwayat
kehamilan, persalinan yang buruk jika
lebih dari satu kali beresiko dan tidak
beresiko jika tidak ada riwayat kehamilan
dan persalinan yang buruk. Seseorang ibu
hamil yang memiliki resiko tinggi dalam
kehamilannya sebaiknya memeriksakan
secara rutin kehamilannya kepada tenaga
kesehatan seperti bidan, dokter, dokter
spesialis untuk mencegah kondisi yang
buruk dari kehamilannya.
Sesuai dengan pendapat Murkoff
(2006) menyatakan bahwa jika kehamilan
anda beresiko tinggi maka dibutuh kan
seorang tenaga kesehatan seperti dokter,
bidan dan dokter spesialis yang handal
dalam menangani kehamilan tersebut.

3.

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil dengan Kehamilan Resiko Tinggi di


Puskesmas Nanggalo Padang
Tabel 3 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Kehamilan Resiko
Tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang

Tinggi

Kehamilan Resiko Tinggi


Beresiko
Tidak beresiko
F
%
F
%
9
22,5
31
77,5

F
40

%
100

Rendah

30

63,8

17

36,2

47

100

Jumlah

39

44,8

48

55,2

87

100

Tingkat Pendidikan

X = 13,30
Pada tabel 3 didapatkan bahwa
dari 40 orang ibu hamil yang
berpendidikan tinggi di Puskesmas
Nanggalo Padang sebanyak 22,5 %
beresiko dalam kehamilannya. Dari hasil
uji statistik dinyatakan bahwa ada
hubungan
yang
bermakna
antara
pendididkan ibu hamil dengan kehamilan
resiko tinggi.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Gastelazo Ayala mengatakan
bahwa
Kehamilan
resiko
tinggi
dipengaruhi oleh faktor antenatal,
intrapartum, faktor obstetri dan neonatal
dan juga disebabkan oleh faktor umum
serta pendidikan (Manuaba, 1998)
Dari data dapat disimpulkan
semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin kecil kemungkinan ibu
hamil tersebut mengalami kejadian
kehamilan resiko tinggi. Dari analisa
penulis bahwa ibu hamil yang
berpendidikan tinggi umumnya tidak
beresiko
kehamilannya,
hal
ini
dikarenakan jenjang pendidikan formal
yang diperoleh ibu tersebut maka
otomatis pengetahuannya akan lebih baik
sehingga kemampuan ibu tersebut dalam
menerapakan kehamilannya yang aman
dan sehat juga akan lebih baik, sehingga
hal ini dapat menghindarkan seorang ibu
yang memiliki pengetahuan lebih dari
resiko kehamilan yang buruk.
Sesuai dengan teori Ihsan (2005)
Pendidikan formal adalah pendidikan

Total

pvalue = 0,000
yang diperoleh dari sekolah dimana
dengan pendidikan dapat meningkatkan
kepribadian dengan jalan membina
potensi-potensi pribadi, yaitu rohani
(pikir, karsa rasa, cipta, budi nurani) dan
jasmani (panca indra serta keterampilanketerampilan.
Namun , ibu hamil yang
berpendidikan tinggi di Puskesmas
Nanggalo Padang ada juga yang beresiko
dalam kehamilannyayaitu sebanyak 77,5
% ibu hamil. Menurut analisa penulis hal
ini dikarenakan ibu hamil yang
berpendidikan tinggi tersebut kebanyakan
adalah ibu yang bekerja sehingga ia
kurang mengerti dan kurang sadar akan
kehamilannya yang beresiko kareana ibu
tersebut selalu disibukan oleh rutinitas
pekerjaan yang mereka jalani. Dengan
kata lain walaupun seorang memiliki
tingkat pendidikan lebih baik namun
tidak menjamin bahwa dirinya benarbenar memahami sesuatu tanpa didukung
adanya kemauan dan kesadaran sari
dalam dirinya sendiri. Hal ini sesuai
dengan
teori
yang
dikemukakan
Notoadmodjo (2003) yang menyatakan
tinggi rendahnya pendidikan seseorang
erat kaiatannya dengan pemahaman
terhadap
pemeriksaan
kehamilan,
persalinan dan pasca melahirkan.
Selain itu di Puskesmas Nanggalo
Padang terdapat sebanyak 63,8% ibu
hamil yang berpendidikan rendah
mengalami resiko dalam kehamilannya.

Pendidikan yang rendah dapat menjadi


pemicu terjadinya kehamilan resiko
tinggi hal ini disebabkan karena
pendidikan seseorang yang rendah maka
akan
menyebabkan
rendah
juga
pengetahuannya
sehingga
kemampuannya untuk mengadopsi sesutu
terutama
yang
berkaitan
dengan
kehamilan resiko tinggi akan kurang pula.
Hal ini tentunya akan menyebabkan
kurangnya pemahaman mereka tentang
kehamilan resiko tinggi itu sendiri serta
faktor-faktor penyebab kehamilan resiko
tinggi.
Namun dipuskesmas Nanggalo
Padang juga terdapat sebanyak 36,2% ibu
hamil yang berpendidikan rendah yang
tidak
memiliki
resiko
dalam

kehamilannya. Ini disebabkan karena ibu


hamil memiliki perhatian lebih tentang
kehamilannya yang dipereleh bukan dari
pendidikan
formal
tetapi
mereka
memperolehnnya
dari
pengalamanpengalaman yang ada disekitar mereka.
Selain itu faktor lain yang
menyebabkan ibu tidak beresiko dalam
kehamilannya dikarenakan ibu selalu
memeriksakan diri mereka secara rutin
ketenaga kesehatan sehingga mereka
terpapar dengan informasi-informasi
tentang kehamilan yang beresiko. Dengan
seringnya seorang ibu hamil terpapar
dengan informasi-informasi maka resiko
kehamilan tentunya dapat dicegah dan
dihindari.

4. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Hamil dengan Kehamilan Resiko Tinggi di


Puskesmas Nanggalo Padang
Tabel 4 Hubungan Status pekerjaan Ibu Hamil Dengan Kehamilan
Resiko Tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang

Bekerja

Kehamilan Resiko Tinggi


Beresiko
Tidak beresiko
F
%
F
%
22
62.9
13
37,1

F
35

%
100

Tidak bekerja

17

Status pekerjaan

Jumlah

39

X2 = 6,525
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di Puskesmas Nanggalo
Padang sebanyak 62,9% ibu hamil yang
bekerja memiliki resiko tinggi dalam
kehamilannya. Dari hasil uji statistik
ternyata terdapat hubungan yan bermakna
antara pekerjan dengan kehamilan resiko
tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang.
Menurut Roesli (2001) menyatakan
jenis status pekerjaan dibedakan menjadi
dua jenis, antara lain, bekerja, yaitu
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan imbalan, dan tidak bekerja,

32,7
44,8

Total

35

67,3

52

100

48

55,2

87

100

pvalue = 0,011
yaitu kegiatan yang dilakukan tanpa
mendapatkan imbalan.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di Puskesmas Nanggalo
Padang diperoleh hasil bahwa sebagian
besar ibu hamil yang bekerja beresiko
kehamilannya. Hal ini disebabkan karena
kesibukan oleh pekerjaan sehingga ibu
tersebut tidak memiliki waktu luang
untuk
memeriksakan
kehamilannya
ketenaga kesehatan.
Sedangkan di Puskesmas Nanggalo
Padang ada ibu hamil yang bekerja

namun tidak memiliki resiko dalam


kehamilannya sebanyak 37,1 %. Ibu
hamil yang bekerja tidak bersiko
kehamilannya.karena di dukung oleh
faktor ekonomi dan pengetahuan tinggi,
dimana
dengan
bekerja
otomatis
penghasilannya akan lebih baik sehingga
mereka
lebih banyak memperoleh
informasi dari media-media masa atau
elektronik.
Selain itu ibu yang bekerja
biasanya memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang tinggi yang diperoleh
dari lingkungan pekerjaannya dan mediamedia serta fasilitas pendukung yang ada
ditempat kerja mereka. Dengan seringnya
ibu mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman-pengalaman baru khususnya
tentang kehamilan yang beresiko maka
akan memicu untuk ibu tersebut untuk
menjaga kehamilannya.
Menurut Lawrence Green (1980)
dalam Notoadmodjo (2003) bahwa
perilaku masyarakat tentang kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
faktor predisposisi (predisposing factor),
yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya, kemudian faktor pendukung
(enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak

tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas,


obat-obatan,
alat-alat
kontrasepsi,
jamban, dan sebagainya, terakhir faktor
pendorong (renforcing factor), yang
terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan, atau petugas yang lain
yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
Dipuskesmas Nanggalo Padang
juga terdapat sebanyak 22,5 % ibu hamil
yang tidak bekerja beresiko dalam
kehamilanya. Hal ini dikarenakan ibu
hamil tersebut memiliki ekonomi
keluarga yang rendah sehingga untuk
memeriksakan kehamilannya mereka
tidak mempunyai cukup uang.
Disisi lain sebanyak 67,3 % ibu
yang tidak bekerja tidak mengalami
resiko tinggi dalam dirinya. Hal ini
dikarenakan ibu hamil tersebut hanya
memiliki profesi sebagai ibu rumah
tangga sehingga waktu mereka terhadap
keluarga dan kehamilannya akan lebih
banyak. Dan ibu yang tidak bekerja akan
mempunyai waktu cukup untuk dapat
memeriksakan kehamilannya secara rutin
ketenaga kesehatan. Sesuai dengan teori
murkoff (2006), ibu yang tidak bekerja
akan memiliki waktu luang dalam
mengurus keluarga dan anak

5. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil dengan Kehamilan Resiko Tinggi di


Puskesmas Nanggalo Padang
Tabel 5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kehamilan
Resiko Tinggi di Puskesmas Nanggalo Padang
Tingkat
Pengetahuan
Tinggi

Kehamilan Resiko Tinggi


Beresiko
Tidak beresiko
F
%
F
%
14
31.8
30
68.2

F
44

%
100

Rendah

25

100

Jumlah

39
X = 5.074

58.1
44.8

Total

18

41.9

43

48

55.2

87

Berdasarkan hasil penelitian pada


tabel 5 didapatkan hasil ibu-ibu hamil di
puskesmas Nanggalo Padang yang

100
pvalue = 0,024

berpengetahuan tinggi yang tidak


beresiko sebesar 68,2 % dari 44 orang
ibu hamil. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu


hamil tentang kehamilan resiko tinggi
maka semakin kecil kemungkinan
kehamilannya beresiko. Begitu juga
sebaliknya semakin rendah tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan
resiko tinggi maka semakin besar
kemungkinan kehamilanya beresiko.
Setelah dilakukan uji statistik
dengan
menggunakan
chi-square
didapatkan
hasil
bahwa
terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan kehamilan resiko tinggi. Menurut
Muchtar (1998) faktor-faktor yang dapat
menyebabkan
terjadinya
kehamilan
resiko tinggi pada seseorang ibu selama
kehamilannya
yaitu
kemiskinan,
ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan,
status gizi buruk, sosial ekonomi yang
rendah, kehamilan secara teratur, fasilitas
dan sarana kesehatan yang serba
kekurangan.
Selain itu di Puskesmas Nanggalo
Padang sebanyak 31,8 % ibu yang
berpengatahuan
tinggi
beresiko
kehamilannya. Dari analisa penulis, hal
ini disebabkan karena ada faktor lain
yaitu keadaan ekonomi ibu yang rendah
yang akan mempengaruhi ibu-ibu hamil
melakukan kunjungan ke Puskesmas
secara
teratur
untuk
menambah
pengetahuan tentang kehamilan resiko
tinggi sehingga ini menjadi ganguan yang
dapat
mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa ibu maupun janin yang
di kandungnya.
Menurut Mochtar (1998) faktorfaktor
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya kehamilan resiko tinggi pada
seseorang ibu selama kehamilannya
yaitu: faktor non-medis yaitu kemiskinan,
ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan,

status gizi buruk, sosial ekonomi yang


rendah, kehamilan secara teratur, fasilitas
dan sarana kesehatan yang serba
kekurangan.
Dipuskesmas Nanggalo padang
juga ditemukan data bahwa 41,9 % ibu
hamil yang berpengetahuan rendah tidak
mengalami resiko dalam kehamilannya.
Hal ini dikarenakan ibu tersebut memiliki
suatu kondisi yang sangat mendukungn
kesehatan mereka dimana didalam diri
mereka tidak ada ditemukan faktor resiko
tinggi apapun.
Selain itu di Puskesmas Nanggalo
Padang juga ditemukan sebanyak 58,1 %
ibu berpendidikan rendah mengalami
resiko tinggi dalam kehamilannya.
Resiko tinggi dalam kehamilan terjadi
karena seseorang kurang memperhatikan
kondisi
kehamilannya
yang
membutuhkan perhatian dan penanganan
secara khusus. Dengan tidak ada nya
pemahahaman serta pengetahuan yang
baik tentang kehamilan yang beresiko
tentunya akan dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan yang beresiko
tinggi.
Untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan adanya program pemerintah
dibidang kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan ibu hamil khususnya dalam
pencegahan dan pengawasan kehamilan
resiko tinggi bisa saja mempengaruhi
langsung terhadap kejadian kehamilan
resiko tinggi, karena untuk dapat
mengaplikasikan pengetahuan kedalam
sebuah
tindakan
terutama
upaya
pencegahan dan pengawasan terhadap
kehamilan resiko tinggi diperlukan
adanya berbagai faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan untuk
terbentuknya sebuah tindakan.

6. Hubungan Sikap Ibu Hamil Dengan Kehamilan Resiko Tinggi di Puskesmas


Nanggalo Padang
Tabel 6 Hubungan Sikap Ibu Hamil dengan Kehamilan Resiko Tinggi
di Puskesmas Nanggalo Padang
Kehamilan Resiko Tinggi
Total
Sikap
Beresiko
Tidak beresiko
F
%
F
%
F
%
Positif
16
33.3
32
66.7
48
100
Negatif
23
59.0
16
41.0
39
100
39
44.8
48
55.2
87
100
Jumlah
2
X = 4.730
pvalue = 0,030
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa
ibu hamil di Puskesmas Nanggalo Padang
yang mempunyai sikap positif tidak
beresiko kehamilannya sebanyak 66,7 %
dari 48 orang. Hal ini menunjukan bahwa
sikap positif pada ibu hamil tentang
kehamilan resiko tinggi semakin besar
kemungkinan
kehamilannya
tidak
beresiko begitu juga sebaliknya, sikap
negatif pada ibu hamil semakin besar
kehamilannya beresiko.
Setelah dilakukan uji statistik
dengan
menggunakan
chi-square
didapatkan
hasil
bahwa
terdapat
hubungan antara sikap ibu dengan
kehamilan resiko tinggi. Sesuai dengan
teori J.S Lesinski yang mengatakan
Kehamilan resiko tinggi dipengaruhi oleh
faktor menjelang kehamilan yang
meliputi genetika (keturunan) dan
lingkungan (pendidikan dan sosial
ekonomi) dan faktor resiko tinggi bagi
yang bekerja, baik selama hamil,
persalinan dan neonatus (Manuaba,
1998).
Dari analisa penulis, karena
sebagian besar dari ibu ibu hamil
tersebut sudah mempunyai tingkat
pengetahuan tinggi dan telah mempunya
pemahaman lebih tentang kehamilan
resiko tinggi itu maka dengan sendiri nya
mereka akan mempunyai sikap yang
positif terhadap kehamilan resiko tinggi.
Akan tetapi sikap nya belum merupakan
suatu tindakan yang nyata tidak hanya
ditentukan oleh sikap semata tetapi juga

dipengaruhi faktor eksternal seperti


paparan media masa, keluarga dan
masyarakat
Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003)
yang menyatakan suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan sikap ibu yang positif
terhadap kehamilan resiko tinggi harus
mendapat konfirmasi dari suami, orang
tua dan mertua. Sikap belum merupakn
suatu tindakan yang nyata dalam upaya
pencegahan dan pengawasan kehamilan
resiko tinggi sebab sikap dan tindakan
nyata seringkali jauh berbeda karena
tindakan nyata tidak hanya ditentukan
oleh sikap semata, tetapi juga dipengaruhi
oleh berbagai faktor eksternal seperti
paparan media masa.
Pemantauan
perlu
dilakukan
terhadap masalah pontensial seperti
kurangnya dukungan dari pihak lain
untuk mencegah kehamilan resiko tinggi
maupun terhadap penyebab ataupun
faktor lain yang dapat mempengaruhi
kehamilan resiko tinggi merupakan suatu
upaya untuk mengatasi kegagalan serius
terhadap kejadian kehamilan resiko tinggi
yang dapat diantisipasi sedini mungkin
begitu
juga
dengan
usaha-usaha
pencegahan
serta
perbaikan
dan
dilakukan dalam waktu yang tepat serta
sesuai dengan faktor penyebabnya.

Selain itu di Puskesmas Nanggalo


Padang Padang ditemukan sebanyak
33,3 % ibu hamil yang memiliki sikap
possitif tidak mengalami resiko dalam
kehamilannya. Hal ini disebabkan ibu
yang memiliki sikap yang positif tersebut
tidak dapat mengaplikasikan kehamilan
mereka secara aman dan sehat sehingga
faktor pendukungn kehamilan resiko
tinggi dalam diri mereka tidak dapat
dikontrol dengan baik.
Sikap yang baik yang dimiliki
seorang ibu juga bukan faktor utama
untuk terjadinya kehamilan yang
beresiko, tetapi kehamilan resiko tinggi
juga dapat disebabkan oleh faktor fisik
meliputi umur dan status perkawinan
seseorang ibu hamil. Sesuai dengan teori
Mochtar
(1998)
penggolongan
kehamilan resiko tinggi, menurut
anamnesa fisik yaitu berdasarkan umur
penderita yaitu kurang dari 19 tahun,
umur diatas 35 tahun dan perkawinan
diatas 5 tahun.
Di Puskesmas Nanggalo Padang
Padang juga ditemukan sebanyak 41,0 %
ibu hamil yang memiliki sikap negatif
tidak
mengalami
resiko
dalam
kehamilannya. Hal ini karenakan sikap
bukan faktor utama terjadinya kehamilan
yang beresiko tetapi dapat disebabkan

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka penulis dapat menarik
menyimpulkan bahwa lebih dari setengah
Ibu-ibu
hamil
memiliki
tingkat
pendidikan rendah, lebih dari setengah
Ibu-ibu hamil tidak bekerja, lebih dari
setengah Ibu-ibu hamil memiliki tingkat
pengetahuannya tinggi, lebih dari
setengah sikap ibu-ibu hamil bersikap
positif, namun hanya sebagian kecil ibuibu hamil yang beresiko tinggi
kehamilannya .
Dari uji statistik Terdapat
hubungan antara pendidikan ibu hamil
dengan kehamilannya resiko tinggi,

karena faktor lain yang ada dalam diri ibu


hamil tesebut. Faktor tesebut dapat
berupa faktor umur riwayat kehamilan
dan persalinan dan lain sebagainya
Sesuai dengan teori Mochtar
(1998)
kehamilan
resiko
tinggi
disebabkan oleh faktor Umur penderita,
Riwayat operasi, riwayat persalinan,
riwayat kehamilan dan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik.
Di Puskesmas Nanggalo Padang
Padang ditemukan sebanyak 59,0 % ibu
hamil yang memiliki sikap negatif
mengalami resiko dalam kehamilannya.
Faktor kurangnya respon dari
seorang ibu hamil terhadap kehamilannya
dikarenakan kurangnya pemahaman dan
konsep
seorang
ibu
terhadap
kehamilannya sehingga tidak dapat
bertindak atau melakukan sesuatu yang
terbaik untuk kehamilannya. Dukungan
dari anggota keluarga terutama suami
sangat berperan erat dalam hal ini karena
seorang suami berperan tidak hanya
dalam memenuhi kebutuhan keluarganya
tetapi juga dalam memenuhi kebutuhankebutuhan lainnya seperti bantuan moril
terutama bagi ibu hamil.

terdapat hubungan antara pekerjaan ibu


hamil dengan kehamilannya resiko tinggi,
terdapat hubungan antara pengetahuan
ibu hamil dengan kehamilannya resiko
tinggi, terdapat hubungan antara sikap ibu
hamil dengan kehamilan resiko tinggi di
Puskesmas Nanggalo Padang.
Saran yang dapat di sampaikan penulis
adalah :
1. Bagi Ibu hamil
Ibu hamil yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah agar terus
meningkatkan pengetahuan tentang
kehamilan resiko tinggi dan berusaha
mendapatkan informasi sebanyak
mungkin tentang kehamilan resiko
tinggi melalui aktif dalam penyuluhan
dan media masa , cetak dan elektronik

2.
a.

b.

3.

dan
mampu
mengaplikasikan
kehamilan yang sehat dan tidak
beresiko
Bagi Tenaga Kesehatan
Kepada tenaga kesehatan yang terkait
mempertahankan dan meningkatkan
upaya dalam pemberian penyuluhan
atau informasi mengenai kehamilan
resiko tinggi, umumnya kepada
masyarakat dan khusus pada ibu hamil
sehingga diharapkan nantinya angka
kehamilan resiko tinggi di Puskesmas
Nanggalo Padang menurun
Perlu ditingkatkan kerja sama tim
kesehatan
yang
terkait
dalam
pengelolaan kehamilan resiko tinggi
sehingga ibu hamil yang tergolong
dalam kehamilan resiko tinggi
mendapatkan
pengawasan
yang
intensif
dari tim kesehatan dan
diharapkan nantinya ibu hamil resiko
tinggi dapat melahirkan bayinya
dengan
resiko
seminimalkan/melahirkan
tanpa
resiko.
Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan lebih meneliti lagi
hubungan antara sikap dengan
kehamilan resiko tinggi dan faktor lain
berupa pendidikan, sosial ekonomi dan
dukungan
keluarga
yang
mempengaruhi
kehamilan
resiko
tinggi

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1996 Manajemen Penelitian,
Jakarta. Rineka Cipta
Dinas kesehatan, 2006. Laporan Tahunan
Program Ibu Dan Anak. Dinas
Kesehatan Kota Padang.
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar
Kependididkan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana, Jakarta, EGC.
Mochtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri
Sosial, Jakarta, EGC.
Murkoff, Heidi, Dkk, 2006. Kehamilan
Apa yang Anda Hadapi Bulan
Perbulan. Jakarta : Arcan
Nadesul, H, 2002. Cara Sehat Selama
Hamil, Jakarta, Rineka cipta.
Notoadmodjo, Soedkijo, 2003.
Pendidikan Dan Perilaku
Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Roesli Utami. 2001. Mengenal ASI
Ekslusif. Jakarta : Trubus
Agriwidya
Saifuddin, A.B, 2000. Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal, Jakarta, Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Saifuddin, A.B, 2001. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal, Jakarta, Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo

You might also like