You are on page 1of 7

TUGAS

MATA PELAJARAN FIQIH

P U A S A SUNNAH
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
SEPTIAN ZR
KELAS IX-7

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI II

BANDA ACEH

PUASA SUNNAH
Ada banyak model puasa sunah yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Banyaknya ragam puasa sunah ini, memberikan kemudahan bagi kita untuk memilih setiap
kebiasaan baik dan model ibadah beliau yang sesuai dengan kita. Berikut keterangan
selengkapnya,
Pertama, memilih puasa sunah di musim dingin
Berdasarkan hadis, dari Amir bin Masud Al-Jumhi, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Puasa di musim dingin adalah ghanimah yang segar (HR. Ahmad 18959 , Turmudzi 797,
Ibnu Khuzaimah 2145, dan Ibn Abi Syaibah 9741).
Keshahihan hadis ini diperselisihkan ulama. Sebagian menilai sebagai hadis lemah, karena
perawi hadis ini, Amir bin Masud Al-Jumhi adalah seorang tabiin bukan sahabat. sehingga
hadis ini statusnya mursal yang lemah. Ini adalah keterangan Syuaib Al-Arnauth.
Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa hadis ini statusnya hasan. Karena
terdapat banyak riwayat lain yang saling menguatkan. Sebagaimana keterangan dalam
Silsilah As-Shahihah no. 1922.
Dalam Tuhfatul Ahwadzi syarh sunan Turmudzi dinyatakan,
( )

Ghanimah segar berupa puasa di musim dingin karena akan mendapatkan pahala tanpa
capek dan usaha yang banyak. Artinya, orang yang puasa di musim dingin, memborong
banyak pahala, tanpa mengalami panasnya rasa haus, atau terasa sakit karena lapar
disebabkan siang yang panjang. (Tuhfatul Ahwadzi, 3/427)
Hadis ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa ketika seorang mukmin ingin
memperbanyak puasa sunah, dia bisa memilih musim dingin, yang waktu siangnya lebih
pendek dibandingkan waktu malamnya, sehingga tidak memberatkan dirinya.
Kedua, Puasa ketika di medan jihad

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,


Siapa yang berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan jauhkan dirinya dari neraka
sejauh 70 tahun (perjalanan). (HR. Bukhari 2840, Muslim 1153, Nasai 2244 dan yang
lainnya).
Dalam riwayat lain, dari Abu Umamah Al-Bahili, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,



Siapa yang berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan jadikan sebuah parit yang
memisahkan antara dia dan neraka, sebagaimana jarak antara langit dan bumi. (HR.
Turmudzi 1624, dan dishahihkan Al-Albani).
Makna fi sabilillah
Ada dua pendapat ulama tentang makna kata fi sabilillah,
1. Makna fi sabilillah adalah ikhlas karena Allah, sehingga orang yang puasa ikhlas karena
Allah, bisa disebut puasa fi sabilillah.
2. Makna fi sabilillah adalah jihad di jalan Allah. Sehingga pahala puasa yang besar dalam
hadis di atas, hanya diberikan untuk orang yang puasa di saat melakukan perjalanan jihad
atau ketika berjaga di daerah perbatasan.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua. Karena hadis ini bertujuan menjelaskan
nilai istimewa puasa di jalan Allah. Sementara ikhlas adalah syarat diterimanya semua bentuk
ibadah di semua keadaan. Sehingga tidak ada hal yang istimewa ketika fi sabilillah di
artikan ikhlas karena Allah. Demikian keterangan Imam Ibnu Utsaimin dalam Syarh Muntaqa
Al-Akhbar.
Ketiga, puasa di sembarang hari setiap bulannya
Abdullah bin Syaqiq seorang tabiin pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha,
Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh?
Jawab Aisyah,





Saya belum pernah melihat beliau berpuasa selama sebulan penuh kecuali di bulan
ramadhan, dan tidak pula meninggalkan puasa sunah sebulan, karena beliau berpuasa
beberapa hari di setiap bulan. Hingga beliau shallallahu alaihi wa sallam meninggal. (HR.
Ahmad 24334, Muslim 1156, dan Nasai 2184).
Yang dimaksud setiap bulan di sini adalah bulan dalam kalender hijriyah. Menurut
keterangan Aisyah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan setiap bulanbulan hijriyah berlaku, tanpa melakukan puasa sunah di dalamnya. Tidak ada ketentuan
tanggal untuk puasa bulanan ini. Demikian pula tidak ada penentuan jumlah hari. Anda bisa
puasa 3 hari, 4 hari, di tanggal berapapun.

Setiap kewajiban memiliki nafilah (sunnah) yang dapat mempertahankan keberadaan


kewajiban tersebut serta menyempurnakan kekurangannya. Shalat lima waktu misalnya,
memiliki shalat-shalat sunnah baik sebelum atau sesudahnya. Demikian juga dengan zakat,
yang memiliki shadaqah sunnah. Haji dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan sekali
seumur
hidup,
sedangkan
selebihnya
adalah
sunnah.
Puasa pun demikian, puasa wajib dikerjakan pada bulan Ramadhan sedangkan puasa yang
sunnah banyak sekali, di antaranya: Puasa sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang
yang belum mampu menikah. Ada pula puasa sunnah yang ditentukan misalnya puasa enam
hari di bulan Syawwal. Keutamaan puasa ini adalah bahwa siapa yang mengerjakan nya
setelah puasa Ramadhan, maka seakan-akan dia telah berpuasa sepanjang tahun.
Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang bersumber dari Abu
Ayyub al-Anshari radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda,
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan
Syawwal maka ia seperti berpuasa ad-dahar (sepanjang tahun)." (HR. Muslim).
Selain puasa enam hari bulan Syawwal, masih ada puasa-puasa sunnah yang lainnya, di
antaranya adalah:
Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
"Tiga hari dalam setiap bulan (hijriyah), serta dari Ramadhan ke Ramadhan, semua itu
seolah-olah menjadikan pelakunya berpuasa setahun penuh." (HR. Ahmad dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan bahwa kekasihnya (Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam) telah mewasiatkan tiga perkara kepadanya, di antaranya adalah puasa
selama tiga hari dalam setiap bulan.

Yang paling utama, puasa tiga hari tersebut dilakukan pada ayyamul bidh (hari-hari
putih/terang, yakni malam-malam purnama) pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya.
Dasarnya adalah hadits Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam
bersabda,
"Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka berpuasalah pada
tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas." (HR. Ahmad dan an-Nasa'i di dalam asSunan)
Puasa 'Arafah
Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang
puasa Arafah, beliau menjawab, "Dia (puasa Arafah) menghapuskan dosa tahun yang lalu dan
tahun yang akan datang."
Demikian pula disunnahkan berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Puasa Asyura'
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa Asyura' (puasa
tangggal 10 Muharram), maka beliau menjawab, "Dia menghapuskan dosa tahun yang lalu."
Demikian pula secara umum puasa di bulan Muharrram, sebagaimana terdapat di dalam
shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, maka beliau
menjawab,
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah alMuharram."
Puasa Bulan Sya'ban
Mengenai puasa bulan Sya'ban ini, telah disebutkan di dalam ash-Shahihain dari Aisyah
xberkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam berpuasa selama
sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau
memperbanyak puasa seperti yang dilakukannya pada bulan Sya'ban."
Disebutkan dalam riwayat yang lain, "Beliau banyak berpuasa pada bulan itu, kecuali hanya
sedikit hari-hari (beliau berbuka) di dalamnya.
Puasa Senin Kamis
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Senin maka
beliau
bersabda,
"Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai Nabi, atau hari diturunkannya alQur'an kepadaku."
Di dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu anha dia berkata, "Nabi
shallallahu alaihi wasallam senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis. (HR. Lima Imam
ahli hadits, kecuali Abu Dawud).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam
bersabda,
"Amal-amal itu diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang jika amalku
ditampakkan
pada
saat
aku
sedang
berpuasa."
(HR
at-Tirmidzi)
Puasa Nabi Dawud
Tentang puasa Nabi Dawud ini terdapat dalam riwayat al-Bukhari bahwa Abdullah Ibnu Amr
radhiyallahu anhu pernah berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Demi Allah
aku akan berpuasa pada siang hari dan bangun pada malam hari terus menerus selama
hidupku."
Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka beliau
bersabda,
"Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal tersebut, karena itu berpuasa dan
berbukalah, bangun dan tidurlah, berpuasalah engkau tiga hari dalam setiap bulannya, karena
satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat, dan itu seperti puasa ad-Dahr (sepanjang
tahun).
Tatkala mendengar jawaban dari Nabi shallallahu alaihi wasallam ini Abdullah Ibnu Amr
radhiyallahu anhu berkata, "Sesungguhnya aka mampu melakukan yang lebih baik daripada
itu. Maka beliau bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah (tidak berpuasa) dua hari."
Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu anhu menjawab, "Sesungguhnya aku mampu melakukan
yang lebih baik daripada itu." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu bersabda,
"Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu adalah puasa Dawud,
puasa tersebut adalah puasa yang paling baik."
Lalu Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu berkata, "Sesungguhnya aku mampu melakukan
yang lebih baik daripada itu." Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada
yang lebih baik daripada puasa tersebut."
PENGARUH PUASA SUNNAH
1. Puasa sunnah dapat dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada RabbNya, karena membiasakan diri berpuasa di luar puasa Ramadhan merupakan tanda
diterimanya amal perbuatan, insya Allah. Hal ini karena Allah subhanahu wataala jika
menerima amal seorang muslim maka dia akan memberikan petunjuk kepadanya untuk
mengerjakan amal shalih setelahnya.
2. Puasa Ramadhan yang dikerjakan seorang muslim untuk Rabbnya dengan penuh keimanan
dan pengharapan pahala, akan menyebabkan seorang muslim mendapatkan ampunan atas
dosa-dosa sebelumnya. Orang yang yang berpuasa akan mendapatkan pahala pada hari
Idul Fithri, karena hari itu merupakan hari penerimaan pahala. Maka puasa setelah
berlalunya Ramadhan merupakan bentuk rasa syukur terhadap nikmat ini, bagi hubungan
seorang muslim dengan Rabbnya.
3. Puasa sunnah merupakan janji seorang muslim untuk Rabbnya bahwa ketaatan itu akan
terus berlangsung dan tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, bahwa kehidupan ini secara

keseluruhannya adalah ibadah. Dengan demikian puasa itu tidak berakhir dengan
berakhirnya bulan Ramadhan, tetapi puasa itu terus disyari'atkan sepanjang tahun. Maha
benar
Allah
subhanahu
wataala
yang
telah
berfirman,
Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Rabb semesta alam. (QS. 6:162)
4. Puasa sunnah menjadi sebab timbulnya kecintaan Allah subhanahu wataala kepada
hamba-Nya serta sebab terkabulnya doa, terhapusnya kesalahan-kesalahan,
berlipatgandanya kebaikan kebaikan, tingginya derajat serta sebab keberuntungan
mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan

Puasa Makruh

Di antara puasa-puasa yang dimakruhkan adalah:

Puasa Arafah bagi orang yang menunaikan ibadah haji.

Puasa hari Jumat saja.

Puasa hari Sabtu saja.

Puasa hari terakhir dari bulan Syaban, kecuali jika bertepatan dengan puasa yang
telah bisa dilakukan seperti puasa Senin Kamis.

Puasa ad-Dahr, jika berbuka pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Jika tetap
berpuassa maka hukumnya adalah haram.

You might also like