You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era pembangunan pada masa ini, tanah menjadi hal yang sangat
fundamental dan vital. Tanah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik
untuk kegiatan investasi ataupun diperuntukkan kegiatan bisnis lainnya. Bagi
orang-orang yang mempunyai hamparan hektar tanah di kota-kota besar yang
diperoleh dari warisan pasti sangat diuntungkan karena kemanfaatannya yang
juga besar atau pun harga jualnya yang tinggi. Namun, harga tanah di daerahdaerah pun tidak sepenuhnya rendah, karena semakin hari harga tanah tentu
akan meningkat. Pada saat ini banyak masyarakat yang sudah paham
mengenai pentingnya berinvestasi kemudian menjadikan tanah sebagai
incaran atau ladang untuk berinvestasi.
Alasan orang-orang berbondong-bondong menjadikan tanah sebagai lahan
investasi diantaranya; Pertama, (mengapa kalimat berbahasa Indonesia di
miringkan ?) tanah merupakan aset yang tidak terpengaruh oleh penurunan
nilai dan faktor waktu. Kedua, tanah merupakan aset yang secara fisik tidak
bertambah. Dan ketiga, tanah merupakan investasi jangka panjang selain
sebagai salah satu faktor produksi sehingga dalam hal spekulasi tanah adalah
tempat untuk menyimpan kekayaan (land hoarding)1. Namun, akibat
1 Budi Santoso, Profit Berlipat Dengan Investasi Tanah & Rumah, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2008) h. 8.

pertimbangan-pertimbangan akan kerugian yang akan di derita akibat menjual


tanah. Maka banyak pemilik tanah yang cenderung memilih untuk tidak
menjual tanahnya tersebut dan lebih memilih untuk melakukan kredit atau
perjanjian utang piutang atas desakan kebutuhan dengan pihak terkait seperti
bank dan menjaminkan tanahnya. Cara ini dianggap jalan aman untuk
memecahkan solusi ditengah masalah yang menghimpit daripada menjualnya
dan menimbulkan penyesalan dikemudian hari.
Dalam penyelenggaraan kredit inilah akan selalu berkaitan dengan
masalah jaminan. Telah diketahui jaminan mempunyai arti yang sangat
penting dalam pelaksanaan kredit. Dalam pemberian kredit kepada
nasabahnya bank dan lembaga pembiayaan (kreditur) akan selalu mengadakan
upaya pengikatan jaminan sebagai upaya pecegahan atau penanggulangan
apabila terjadinya wanprestasi seperti Non Performing Loan (NPL) (bahasa
inggris dimiringkan ) atau biasa disebut dengan kredit macet, yang
mengakibatkan kerugian pada kreditur. Selain itu juga memberikan
kepercayaan yang lebih bagi kreditur untuk memberikan pinjaman dana
kepada calon debiturnya.
Jaminan itu sendiri adalah pemberian keyakinan kepada pihak kreditor
atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya kepada debitor, dimana
hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu perjanjian yang bersifat

assessoir terhadap perjanjian pokoknya, berupa perjanjian yang menerbitkan


utang-piutang.2
Jaminan kebendaan yang berlaku saat ini, antara lain:
1.
2.
3.
4.

Hipotek;
Hak Tanggungan;
Gadai;
Fidusia.

Tentunya pihak bank tidak serta-merta menerima penjaminan tanah yang


diajukan oleh calon debitur, melainkan terdapat syarat-syarat dan kualifikasi
tertentu untuk tanah itu sendiri seperti, tanah tersebut terbukti milik dan
kepunyaan debitur yang bersangkutan yang dibuktikan dengan akta otentik
maupun sertifikat tanah. sesuai dengan ketentuan BAB II Pasal 4 ayat (1) dan
(2) UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa Hak
atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
Kemudian dalam Pasal (2) mengatakan Selain hak-hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat

2 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013) h. 8

dipindahtangankan dapat juga di bebani Hak Tanggungan.3 (Perhatikan


penggunaan huruf kapital apakah secara tata bahasa atau nomenklatur
mewajibkan menggunakan kapital., ex : hak pakai, negara, hak tanggungan)
Sebelum berlakunya UU No. 4 Tahun 1996, terdapat dua macam aturan
mengenai penjaminan tanah itu sendiri. Yaitu Hipotek dan credietverband
yang diatur dalam UUPA, terdapat perbedaan antara keduanya. Hipotek dapat
dibebani hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan yang berasal dari
konversi hak-hak barat yaitu konversi dari hak eigendom, hak erfpacht, dan
hak postal. Sedangkan credietverband dapat dibebankan hak milik, hak guna
usaha, dan hak guna bangunan yang berasal dari konversi hak atas tanah adat.
Kemudian setelah berlakunya Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 15
Tahun 1961 tentang Pembebanan dan Hipotek, maka credietverband dapat
dibebankan hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan baik yang
berasal dari konversi hak-hak adat ataupun konversi hak-hak barat. 4 (jarak
antara batas bawah halaman dengan paragraf akhir jangan terlampau jauh)
Namun setelah berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 maka aturan mengenai
hipotek dan creditverband yang sebelumnya diatur dalam KUH Perdata

3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta
Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
4 Thomas Suyatno, dkk. Dasar-dasar Perkreditan, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama,
2007) h. 95

dinyatakan tidak berlaku lagi. Terhadap masalah ini, diatur dalam Pasal 29
UU No. 4 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa5 :
Dengan berlakunya undang-undang tentang hak tanggungan ini, ketentuan
mengenai creditverband sebagaimana tersebut dalam staatsblad 1908-542
juncto staatsblad 1909-586 dan staatsblad 1909-584, sebagaimana yang
telah diubah dengan staatsblad 1937-190 juncto staatsblad 1937-191, dan
ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam buku II Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan
Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, dinyatakan tidak berlaku.
Awal mulanya, objek hipotek adalah tanah dan kapal laut. Kemudian,
dengan deikeluarkannya Undang-Undang Hak Tanggungan (jika di ikuti
dengan nomenklatur asli seperti UUU No.xxx Tentang xxxx bisa
menggunakan huruf kapital) tersebut, maka terhadap jaminan atas tanah
berlaku hak tanggungan, sehingga hipotek hanya tinggal untuk kapal laut
saja.6
Tanah Girik adalah tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar dan
belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna
5 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013) h. 68-69
6 Ibid, h. 165

bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau
disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Atas dasar inilah maka tidak
semua bank mau menerima Girik sebagai jaminan, karena tidak adanya hak
preferensi atas tanah tersebut.7 Girik sendiri bukanlah merupakan sebuah
tanda kepemilikan tanah atas hak tertentu (hak milik, hak guna usaha, atau
hak guna bangunan) namun hanya sebagai dokumen pembayaran pajak. Girik
berfungsi sebagai surat pengenaan dan tanda pembayaran pajak, di kalangan
rakyat dianggap dan diperlakukan sebagai tanda bukti kepemilikan tanah yang
bersangkutan. Adapun sebenarnya kegunaan girik adalah sebagai pegangan
wajib pajak dalam rangka mengoreksi ketetapan pajak yang dikenakan
terhadap nama yang tecantum dalam girik tersebut.8
Kemudian hal yang menjadi kendala lainnya kenapa tanah girik tidak
didaftarkan untuk mendapatkan Sertifikat Hak Milik pertama kalinya
kemudian baru dijadikan jaminan pada bank adalah karena kurangnya buktibukti kepemilikan hak atas tanah adat sebelumnya.mengingat pentingnya
pendaftaran hak milik atas tanah adat sebagai bukti kepemilikan atas tanah
secara sah sesuai dengan Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA, maka
diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan hak atas tanah adat . Dengan
7 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1360/jual-beli-tanah-girik diakses pada
tanggal 8 Januari 2017 pada pukul 13.30 WIB
8 B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, (Jakarta :
gunung Agung, 2004), h. 68

adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan


Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang kemudian diubah dengan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa tidak
mungkin lagi untuk diterbitkan Hak-hak yang tunduk kepada Kitab UndangUndang Hukum Perdata ataupun yang akan tunduk pada hukum adat setempat
kecuali menerangkan bahwa hak-hak tersebut merupakan hak adat.9
Dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
untuk

mengakomodir

ketentuan-ketentuan

sebelumnya

UUHT

ini

diberlakukan maka untuk mewadahi tanah yang belum memiliki sertifikat


termuat dalam Pasal 10 Ayat (3) yang menyatakan
Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi
pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan
bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang
bersangkutan.10
Dengan demikian, Apabila belum mempunyai sertifikat, maka akta
pembebanan hak tanggungan bisa dibuat, namun hak tanggungan tersebut
9 Anita D A Kolopaking, Penyelundupan Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah di Indonesia,
(Bandung: PT Alumni, 2013), h.119
10 Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.

baru akan didaftarkan, bersama-sama dengan keluarya sertifikat tersebut. Jadi


hak tanggungan baru ada, apabila atas tanah tersebut telah didaftarkan. Hal ini
tidak memberikan kepastian hukum bagi kreditur, karena Hak Atas Tanah
harus didaftarkan terlebih dahulu baru Hak Tanggungan dapat didaftarkan.
Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang pelaksanaan pemberian Hak
Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat, pertimbangan Bank dan
PPAT dalam menerima jaminan atas tanah yang belum bersertipikat dan akibat
hukum yang timbul apabila pemberian Hak Tanggungan tersebut tidak dapat
didaftarkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada tersebut maka penulis
merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai Kepastian
Hukum Tanah Girik Sebagai Jaminan Utang Setelah Diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
B. Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana status tanah girik sebagai jaminan utang sebelum dan setelah
berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah?
b. Bagaimana syarat dan kondisi yang menyebabkan tanah girik dapat
dijadikan sebagai jaminan utang?
c. Bagaimana upaya perlindungan terhadap kreditur yang menerima jaminan
tanah girik tersebut?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait masalah hukum jaminan
ataupun pertanahan. Penelitian ini difokuskan mengkaji status hukum
tanah girik atau tanah yang belum memiliki sertifikat yang dijadikan
sebgai jaminan sesuai dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan
Tanah.
2. Perumusan Masalah
Rumusan tersebut penulis rinci dalam pertanyaan sebagai berikut :
a. Bagaimana syarat dan kondisi yang menyebabkan tanah girik dapat
dijadikan sebagai jaminan utang sebelum dan sesudah uu xxx?
(rumusan dan tujuan masalah berada di bab iv merupakan hasil dari
analisis antara objek penelitian dengan teori-teori di bab ii. Melihat
dari

judul

skripsi

abang

melihat

bahwa

topan

berusaha

mengkomparasikan kepastian dan perlindungan hukum tanah girik


sebagai jaminan sebelum dan sesudah uu xxx. Oleh karena itu lebih
lanjut setiap rumusan dan tujuan harus mengandung unsur komparasi.
Sebagai bahan referensi topan bisa melihat skripsi bang Arif Hanany
yang merupakan komparasi sebelum dan sesudah adanya UU OJK).
b. Bagaimana kepastian hukum tanah girik sebagai jaminan utang
sebelum dan sesudah uu xxx ?
c. Bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap kreditur yang
menerima jaminan tanah girik tersebut sebelum dan sesudah uu xxx?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penulisan

10

Penelitian ini sesuai perumusan masalah bertujuan untuk mendalami


mengenai kepastian hukum tanah girik dijadikan sebagai jaminan utang
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui syarat dan kondisi yang menyebabkan tanah girik
dapat dijadikan sebagai jaminan utang.
b. Untuk mengetahui kepastian hukum tanah girik sebagai jaminan utang
sebelum dan sesudah uu xxx ?
c. Untuk mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap kreditur yang
menerima jaminan tanah girik tersebut.
b. Manfaat Penulisan
Secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
tanah yang belum bersertifikat dalam hal ini girik yang dapat dijadikan
sebagai jaminan utang.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dalam upaya perlindungan terhadap pihak kreditur menerima jaminan
berupa tanah yang belum bersertifikat.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Penelitian mengenai tanah girik pernah ada diantaranya:
No.

Nama

Substansi

Perbedaan

Penulis/Judul

dengan

Skripsi,

penulis

11

Jurnal/Tahun
1. Dennys Andreas

Skripsi ini membahas Penelitian

penulis

Sutoppo / Kekuatan

tentang tentang hukum membahas tentang

Hukum Sertifikat Hak

tanah yang di dalamnya kepastian

Atas Tanah Dikaitkan

membahas

Dengan Kepastian

Sertifikat hak atas tanah berstatus girik atau

Hukum Dalam

sebagai alat

Pendaftaran Tanah /

pembuktian yang kuat sertifikat

Skripsi Fakultas

dan

Hukum Universitas

kepada

Lampung / 2016.

hukum dalam

Tahun

pendaftaran tanah.

Tentang

belum

juga dengan

memiliki
sesuai
pasal

10

kepastian ayat (3) UU No. 4

ini

Sebagai Objek Jaminan tentang


Utang

tentang tanah yang masih

dikaitkan

2. Resty Ronalisco / Girik Tesis

hukum

1996
Hak

Tanggungan.
membahas Penelitian penulis
penerapan membahas tentang

dan Peraturan

Bank kepastian

hukum

Perlindungan Terhadap Indonesia

No. tanah yang masih

Kreditur

(Tinjauan 13/26/PBI/2011

dan berstatus girik atau

Yuridis

Terhadap juga

Penerapan

Peraturan penjelasan

Bank

Indonesia

13/26/PBI/2011

memberikan belum
beserta sertifikat

No. solusi terkait apabila dengan


terjadi

memiliki
sesuai
pasal

10

penjaminan ayat (3) UU No. 4

12

Tanggal 28 Desember tanah

yang

masih Tahun

2011 / Tesis Fakultas berstatus girik.

Tentang

Hukum

Tanggungan.

Magister

1996
Hak

Kenotariatan
Universitas Indonesia /
2012.
Oleh karena itu penelitian yang dilakukan penulis, belum ada yang melakukan
penelitian mengenai Kepastian Hukum Tanah Girik sebagai Jaminan
Utang setelah Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang
berkaitan dengan Tanah belum pernah diangkat sebelumnya sebagai judul
skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang diketahui penulis)
belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya.
F. Kerangka Teoritis
Penelitian ini berdasarkan pada teori kepastian hukum (legal
certainty), yang mana kepastian hukum dianggap sebagai salah satu tujuan
hukum disamping kemanfaatan (utilitis) dan keadilan keadilan (justice). Van
Kan sebagai penganut pertama kali teori ini berpendapat bahwa hukum
bertujuan menjaga kepentingan-kepentingan tiap-tiap manusia supaya
kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Disini jelaslah bahwa
hukum bertugas untuk menjamin kepastian hukum di masyarakat dan juga
menjaga serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri

13

(eigenrichting is verboden). Tetapi tiap perkara harus diselesaikan melalui


proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.11
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama, adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua,
berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja
yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.12
Teori kepastian hukum penulis gunakan sebagai pisau analisis dalam
penelitian ini untuk mengetahui status tanah girik atau tanah yang tidak
bersertifikat dijadikan sebagai jaminan utang.
G. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dimaknai sebagai
suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya
dari masalah yang ingin diteliti. Dalam ilmu sosial konsep diambil dari teori.13

11 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet.Ke-XII, 2011), h.59
12 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
h.23
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UII-Press, 2008) h. 127

14

berkenaan dengan uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam


penelitian ini yakni, pertama, yang dimaksud dengan Perjanjian Kredit adalah
perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit, setiap
kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima
kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Kedua, Istilah hukum
jaminan berasal dari terjemahan zakerheidsstelling atau security of law adalah
setiap yang diberikan oleh debitur kepada kreditur guna menjamin
dipenuhinya utang. Ketiga, mengenai tanah yang belum bersertifikat. Yaitu
sebidang tanah yang tidak memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan yang
sah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas
nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut
kemudian beralih, bukti hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak
pada waktu dilakukan pembukuan hak. dan Keempat, Kreditor adalah orang
yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.14
H. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif. Data Kepustakaan adalah sumber data yang utama dalam
penelitian hukum normatif. Di dalam kepustakaan hukum, maka sumber
datanya disebut bahan hukum. Bahan hukum adalah segala sesuatu yang
14 Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

15

dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan menganalisis hukum yang


berlaku. Dengan demikian penelitian ini berpijak pada data kepustakaan.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan Perundang-undangan adalah, Pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 15

Pendekatan ini

diperlukan guna menganalisis ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan


dengan perjanjian kredit dan penjaminan atas tanah yang belum
bersertifikat.
b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual adalah Pendekatan yang beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu
hukum, pemahaman akan pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun argumentasi hukum
dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.16

Pendapat-pendapat

hukum atau doktrin-doktrin ilmu hukum yang disampaikan para ahli


hukum, peneliti dapatkan dari literatur-literatur hukum kredit, hukum
perjanjian dan hukum jaminan.
c. Bahan Hukum
15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005 (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), h. 93.
16 Ibid.,h. 95.

16

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan Hukum Primer meliputi peraturan perundangundangan, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku
hukum mengenai kenotariatan, jurnal-jurnal, tesis-tesis, disertasi-disertasi
di bidang hukum perjanjian, hukum kredit dan hukum jaminan.
d. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum
Setelah bahan hukum dikumpulkan, selanjutnya dipilah-pilah antara
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan peralihan tanah, dan bukubuku hukum yang berkaitan dengan isu yang dikaji, selanjutnya dilakukan
pengolahan bahan hukum dengan cara melakukan klasifikasi terhadap
bahan hukum primer yang terkumpul dan mengkaitkan kesesuaiankesesuaian pasal-pasal perundang-undangan yang ada dalam bahan hukum
primer dengan bahan hukum sekunder, setelah itu dicari untuk ditemukan
prinsip-prinsipnya atau asas-asas hukumnya dalam doktrin-doktrin hukum
yang terdapat dalam buku-buku hukum atau bahan hukum sekunder
kemudian dilakukan analisis dan dapat disimpulkan.
e. Analisis Bahan Hukum
Dalam menganalisis bahan hukum, peneliti terlebih dahulu menelaah
bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan, dengan

17

menghubungkannya dengan bahan hukum sekunder yakni doktrin-doktrin


para ahli hukum yang kemudian dikaitkan dengan isu hukum yang hendak
dicarikan jawabannya, selanjutnya peneliti melakukan klasifikasi,
interpretasi, dandirumuskan dalam sebuah kesimpulan yang menjawab isu
hukum yang diteliti.
I. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012
dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri
atas sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya
sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar
belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan
masalah atas rumusan dari teori penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini, kerangka konseptual memuat definisi dari aturan terkiat,
metode penelitian dalam penelitian, dan sistematika penulisan sebagai
rancangan penelitian.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI TANAH SEBAGAI
JAMINAN UTANG DAN URGENSI BUKTI KEPEMILIKAN
TANAH pada bab ini berisi tentang kajian kepustakaan
mengenai pengertian dan aturan dan syarat tanah

18

sebagai jaminan utang. Dan mengenai sertifikat sebagai


bukti kepemilikan tanah yang sah.
BAB III MEKANISME PEMBEBANAN

HAK

TANGGUNGAN

ATAS TANAH GIRIK SESUAI DENGAN ATURAN YANG


BERLAKU pada bab ini penulis memaparkan hasil pengumpulan
data terkatit aturan mengenai diperbolehkannya tanah berstatus girik
untuk dijadikan sebagai jaminan baik dari UUHT, UU Perbankan dan
aturan-aturan lainnya.
BAB IV KEPASTIAN HUKUM

TANAH

GIRIK

SEBAGAI

JAMINAN UTANG pada bab ini mejelaskan secara rinci mengenai


Analisa penulis mengenai kepastian hukum atas tanah yang belum
bersertifikat (girik) dan dapat dijadikan jaminan utang, kemuadian
perlindungannya terhadap kreditor yang menerima jaminan tanah
tersebut.
BAB V PENUTUP berisikan tentang kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis
menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian untuk menjawab
rumusan masalah, serta memberikan saran-saran yang dianggap
perlu.

19

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA


Santoso, Budi. Profit Berlipat dengan Investasi Tanah dan Rumah. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2008.
Fuady, Munir. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013.
Suyatno, Thomas, dkk. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka
Utama, 2007.
B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia.
Jakarta : gunung Agung, 2004.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005.
Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, Cet.Ke-XII, 2011.
Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999.
D A Kolopaking, Anita, Penyelundupan Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah di
Indonesia. Bandung: PT Alumni, 2013.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UII-Press, 2008.
Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Ha katas Tanah. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2010.

20

Wahid, Muchtar, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah. Jakarta:
Penerbit Republika, 2008.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
PERUNDANG-UNDANGAN
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang
berkaitan dengan Tanah
INTERNET
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1360/jual-beli-tanah-girik

You might also like