You are on page 1of 10

1.

Assesment:
Dari hasil anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien masuk RS dengan keluhan utama
demam yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS. Demam dirasakan terus menerus,
sakit kepala (+), mual (+), muntah (-). Riwayat mimisan (-). Riwayat perdarahn gusi /
hidung (-), riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-), riwayat bepergian ke daerah
endemis malaria (-).
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah, pernapasan dalam batas normal,
suhu 39oC.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan WBC dan penurunan trombosit.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka dapat
disimpulkan diagnosa pasien adalah Demam Berdarah Dengue Derajat I.
Pendekatan Diagnosis
DEMAM BERDARAH DENGUE
A. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B arthropod borne virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.
B. Vektor dan Cara Penularan Virus dengue
Virus denguemenularkan penyakit DBD secara normal dan transovarial. Penularan secara
normal adalah penularan virus setelah nyamuk menghisap darah penderita yang sedang viremia,
yaitu keadaan dimana didalam darah penderita sedang terkandung virus dengueyang cukup
banyak. Pada transovarial, dapat ditularkan oleh nyamuk betina kepada keturunannya melalui
telur nyamuk maupun oleh nyamuk jantan melalui proses perkawinan, yang kemudian akan
ditularkan pada betina maupun telur yang dihasilkannya.
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty betina yang sebelumnya
telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita DBD lain. Nyamuk ini menghisap dan
menggigit darah pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 09.00-11.00 dan pada sore hari 16.0017.00. Orang yang berisiko tinggi terkena DBD adalah anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun
dan penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah atau lingkungan lembab.
C. Epidemiologi
Dengue adalah penyakit virus nyamuk yang telah dengan cepat menyebar di seluruh
wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina
terutama dari spesies Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit ini

tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh curah
hujan, suhu dan tidak terencana urbanisasi yang cepat.
Demam berdarah dengue(DBD) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia dan angka kematian DBD selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian luar biasa
atau KLB DBD terjadi setiap 5 tahun, tetapi kini semakin sering, bahkan ada beberapa kota
terjadi KLB setiap tahun. Tahun 2004, DBD menimbulkan KLB di 12 propinsi dengan jumlah
79.462 penderita dan 957 menyebabkan kematian awal tahun 2007, kembali lagi terjadi KLB di
11 propinsi. Jumlah kasus DBD 2007 sampai Juli adalah 102.175 kasus dengan jumlah kematian
1.098 jiwa.sejak Januari sampai awal Februari 2016 tercatat sudah ada sekitar 875 kasus DBD di
Sulawesi Selatan
D. Patogenesis
Transmisi DENV Manusia-Aedes-Manusia
Infeksi dengue disebabkan oleh 1 dari 4 serotipe DENV, dengan nyamuk Aedes sebagai
vektornya. Pola transmisi DENV adalah manusia-Aedes-manusia. Transmisi terjadi apabila
nyamuk Aedes betina yang belum terinfeksi DENV menggigit manusia yang telah terinfeksi
DENV. DENV akan ikut melalui darah yang dihisap oleh nyamuk Aedes. DENV kemudian
akan bereplikasi pada sel epitel saluran cerna nyamuk Aedes, dan setelah bereplikasi, DENV
akan keluar dari saluran pencernaan dan menginfeksi kelenjar saliva. Nyamuk Aedes ini akan
terinfeksi DENV untuk seumur hidupnya. Transmisi selanjutnya akan terjadi jika nyamuk
Aedes yang telah terinfeksi menggigit manusia yang belum terinfeksi. Ini adalah infeksi
primer dengue. Jika manusia yang telah terinfeksi oleh 1 serotipe, lalu terinfeksi lagi oleh
serotipe lainnya, maka itu adalah infeksi sekunder dengue
Infeksi primer DENV pembentukan antibodi spesifik
Infeksi oleh salah satu serotipe akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap
serotipe yang sama, dan kekebalan sementara (kurang lebih sekitar 6 bulan) terhadap serotipe
lainnya. Setelah DENV masuk ke tubuh manusia sehat melalui gigitan nyamuk Aedes di kulit,
DENV akan ditangkap secara pinositosis oleh sel dendritik imatur. Sel dendritik kemudian akan
mengalami proses maturasi dan berubah menjadi bentuk matur yang memiliki fungsi sebagai
antigen-presenting cell (APC). Sel dendritik matur kemudian akan membawa DENV yang
ditangkap ke limfonodus terdekat untuk dikenali oleh Sel T yang akan menginduksi Sel B untuk
memproduksi antibodi spesifik DENV. Antibodi ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
terhadap serotipe DENV yang menginfeksi, dan kekebalan sementara terhadap serotipe yang
lain. DENV yang berada didalam sel dendritik akan memulai replikasinya.1,4,3
Masa inkubasi berdurasi selama 3-14 hari (rata-rata sekitar 2-7 hari). Selama masa
inkubasi, DENV akan terus bereplikasi di dalam sel dendritik. Replikasi virus ini akan
menginduksi produksi sitokin-sitokin yang akan berperan dalam proses imun, baik imunitas
selular maupun humoral. Replikasi virus juga diketahui dapat menginduksi apoptosis sel tempat
replikasinya. Mekanisme pasti bagaimana DENV menginduksi apoptosis sel masih belum
diketahui dengan pasti. Setelah proses replikasi selesai, DENV akan menginduksi apoptosis sel

inangnya dan DENV akan keluar kembali menuju aliran darah dan menyebabkan viremia selama
2-7 hari. Ini adalah infeksi primer dengue. Infeksi primer dengue lebih sering bermanifestasi
sebagai demam dengue (DF) daripada demam berdarah dengue (DHF).1,3,4,6
Pada masa viremia DENV akan bereplikasi di sel-sel reticuloendothelial system (RES),
seperti sel dendritik, hepatosit, monosit dan sel endotel. Selain itu, DENV juga diketahui dapat
bereplikasi pada megakariosit dan leukosit. Replikasi DENV selanjutnya akan menginduksi
apoptosis inangnya, sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel tempat DENV bereplikasi seperti sel
dendritik, hepatosit, leukosit, monosit, megakariosit dan sel endotel. Pada masa inilah pasien DF
mulai menunjukkan manifestasi klinis seperti demam, sefalgia, myalgia, artralgia, leukopeni dan
trombositopeni ringan.
Pada DF, demam yang muncul susah dibedakan dari demam yang disebabkan oleh virus
lain. Demam biasanya berdurasi 2-7 hari. Demam bisa bersifat bifasik, tapi jarang. Demam
biasanya berhenti ketika viremia juga berhenti. Demam biasanya disertai myalgia atau arthralgia
yang hebat, maka dari itu DF disebut juga Break Bone Fever. Hasil pemeriksaan laboratorium
pada DF biasanya menunjukkan, leukopenia, trombositopenia ringan (100,000 - 150,000 /uL)
dan peningkatan haematokrit ringan (5-10 %).
Infeki primer dengue jarang sekali bermanifestasi sebagai bentuk yang berat. Infeksi primer
dengue sering bermanifestasi sebagai undiffrentiated fever atau sebagai DF. Infeksi primer
dengue jarang bermanifestasi sebagai DHF, meskipun ada data yang menunjukkan bahwa
DENV-1 dan DENV-3 dapat menyebabkan DHF pada infeksi primer pada bayi. Sebaliknya,
infeksi sekunder dengue sering sekali bermanifestasi sebagai DHF bahkan DSS, pada pasien
yang sebelumnya telah memiliki kekebalan terhadap dengue, baik secara aktif maupun pasif
(maternal), terhadap serotipe yang berbeda.
Infeksi sekunder DENV Teori Antibody-Dependent Enhancement
Banyak hipotesis mengenai hubungan antara infeksi sekunder dengue dengan tingkat
keparahan penyakit. Namun ada 1 teori yang paling sering disebutkan, yaitu teori AntibodyDependent Enhancement (ADE). ADE terjadi jika antibodi yang seharunya menetralisir antigen,
justru memfasilitasi antigen untuk menginfeksi sel-sel yang mungkin seharusnya tidak dapat di
infeksi oleh antigen, sehingga hal ini akan meningkatkan kemampuan infeksi antigen. Antibodi
bersifat tidak menetralisir antigen dapat disebabkan oleh beberapa hal, pada kasus infeksi
dengue, hal ini disebabkan oleh perbedaan diantara 4 serotipe DENV. Antibodi memfasilitasi
infeksi sel melalui porsi Fc terhadap sel yang memiliki reseptor FcR.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keempat serotipe DENV, meskipun memiliki
bentuk antigen yang sama namun memiliki genome yang berbeda. Hal ini mengakibatkan
sensitifitas antibodi yang terbentuk pada saat infeksi primer juga berbeda, tergantung dari
serotipe yang menginfeksi. Pada infeksi sekunder, serotipe DENV lain yang menginfeksi tubuh
akan ditangkap oleh sel dendritik. Sama seperti pada infeksi primer, sel dendritik akan membawa
DENV ke limfonodus terdekat untuk dikenali oleh limfosit T dan akan memicu reaksi imun.
Antigen dari serotipe lain akan dikenali oleh sel T spesifik dengue dan akan memicu sel B
memori untuk memproduksi antibodi spesifik untuk menetralisir antigen yang telah dikenali.

Namun, karena antigen pada infeksi sekunder memiliki genome yang berbeda dari antigen pada
infeksi primer, maka antibodi tidak dapat menetralisir antigen yang dikenali. Virus yang tidak
dinetralisir oleh antibodi akan tetap aktif dan tetap berikatan dengan antibodi. Sel yang memiliki
FcR dapat berikatan dengan porsi Fc dari antibodi. Melalui ikatan inilah DENV menginfeksi selsel yang mungkin seharusnya tidak dapat diinfeksi oleh DENV. Hal ini jelas akan meningkatkan
tingkat infeksi DENV terhadap sel. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kenapa DHF lebih
sering terjadi pada infeksi sekunder DENV.4,10
Peningkatan permeabilitas vaskular salah satu penyebab kebocoran plasma
Salah satu ciri khas dari DHF adalah meningkatnya permeabilitas vaskular yang akan
menyebabkan terjadinya kebocoran plasma, dan akhirnya akan menyebabkan terjadinya syok
hipovolemi pada beberapa kasus. Beberapa sitokin yang dapat menginduksi meningkatnya
permeabilitas vaskuler pada DHF telah diketahui dari penelitian-penelitian selama ini. Sitokinsitokin ini diduga berasal dari dengue-specific T-cell yang mengenali virus dengue dan nantinya
sel ini akan menginduksi produksi TNF-a, IFN-g, dan chemokin-chemokin lainnya.
Peningkatan permeabilitas juga diduga akibat meningkatnya jumlah komplemen,
khususnya komplemen C3a dan C5a. Komplemen C3a dan C5a diduga memiliki efek untuk
meningkatkan permeabilitas vaskuler. Pada beberapa penelitian terakhir, diketahui bahwa NS1
memiliki peran dalam mengatur aktivasi komplemen.Pada DHF, jumlah virus dan protein NS1
juga lebih tinggi dibandingkan pada DF. Ini berarti, jumlah virus dan protein NS1 juga
berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit.
E. Kriteria Klinis Dan Derajat DBD
Diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi terbaru yang
dikeluarkan oleh WHO. Kriteria klasifikasi WHO pada Guidelines 2011
Diagnosis DHFdapat ditegakkan bila memenuhi 2 kriteria berikut:
Ditemukan 2 manifestasi klinis berikut:
Demam tinggi dengan onset kurang dari 7 hari. Bisa terus menerus atau bifasik,
Salah satu tanda-tanda perdarahan baik provokasi (tes Rumple Leede positif) maupun
spontan (pteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
injeksio konjungtiva, injeksio faring, atau tanda perdarahan lainnya),
Hepatomegali,
Tanda-tanda syok hipovolemi seperti gelisah, akral dingin, takikardi, nadi lemah,
CRT menurun, hipotensi (sistol < 80 mmHg) dan tekanan nadi menyempit ( < 20
mmHg).1
Detemukan 2 hasil laboratorium berikut:
Trombositopenia dengan trombosit < 100,000 /uL,Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit > 20 %.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. DBD diklasifikasikan menjadi
empat tingkatan keparahan, dimana derajat III dan IV dianggap DSS (WHO,2011) :
1. Derajat I :Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi
perdarahan spontan satu-satunya adalah uji torniquet positif.

2. Derajat II :Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan spontan atau


manifestasi perdarahan yang lebih berat.
3. Derajat III :Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (<20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab
serta gelisah.
4. Derajat IV :Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.
F. Gambaran Klinis
Infeksi dengueadalah penyakitsistemikdan dinamis. Ia memilikispektrum klinis yang luas
yang meliputi : Manifestasi klinis yang severe dan non-severe. Setelahperiode inkubasi,
penyakitdimulaisecara tiba-tibadan diikutiolehtiga faseyaitu : Fase febris, fase kritis dan fase
recovery.
Fase Febris
Fase febris ditandai dengan munculnya demam tinggi secara tiba-tiba dan biasanya
berlangsung 2-3 hari Pada fase ini gejala-gejala seperti, rash, myalgia, arthralgia biasanya
mengikuti timbulnya demam. Beberapa pasien mungkin merasakan nyeri menelan disertai
dengan anoreksia. Demam yang diikuti gejala-gejala konstitusi seperti ini membuat infeksi
dengue susah dibedakan dari infeksi-infeksi lainnya. Adanya manifestasi perdarahan, baik
provokasi maupun spontan dapat meningkatkan kecurigaan terhadap adanya infeksi dengue.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fase ini adalah dehidrasi. Pada pemeriksaan
laboratorium Leukositpada awal fase febris biasanya normal. Menjelang masa akhir fase
febris, leukosit biasanya menurun (leukosit < 5,000 /uL), Trombositbiasanya normal pada
awal fase febris, Trombositopenia dengan trombosit < 100,000 /uL biasanya terjadi pada
akhir fase febris
Fase Kritis
Setelah fase febris, akan terjadi fase kritis pada hari 3 sampai ke 7 sakit dan ditandai
dengan penurunan suhu tubuh (37,5C-38C atau kurang) disertai kenaikan permeabilitas
kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam.
Kebocoran plasma dapat terlihat dari adanya efusi pleura, asites, dan sering didahului oleh
lekopeni progresif disertai penurunan jumlah trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok
yang memiliki beberapa tanda peringatan seperti penurunan temperatur suhu tubuh.
Fase Recovery
Bila fase kritis terlewati maka terjadi fase pemulihan yang berupa pengembalian cairan
dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan
umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik.
Demam berdarahyang parah ditentukanoleh satu ataulebih hal berikut:
plasmakebocoranyangmungkin menimbulkan syok(shockdengue) dan/atauakumulasi cairan,
dengan atau tanpa masalah pernafasan, danataupendarahan parah, dan ataugangguanorgan
parah.

Dengue berat harus dicurigai bila pada pasien berasal dari daerah resiko tinggi penyakit
dengue dengan demam yang berlangsung 2 sampai 7 hari disertai dengan ditemuan berikut:
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara progresif,
adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas yang
dingin, waktu pengisian kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak
terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan
darah).
2. Adanya perdarahan yang signifikan.
3. Gangguan kesadaran.
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang hebat atau
bertambah, ikterik).
5. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati/ensefalitis,
kardiomiopati dan manifestasi lainnya yang tak lazim.
G. Diagnosis
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaanterjadinya gangguan koagulasi,
dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP) PT, APTT
memanjang pada 1/3 kasus DHF. Hipoproteinemia (hipoalbuminemia), hiponatremia, merupakan
temuan laboratorium yang disebabkan oleh adanya kebocoran plasma pada DHF.Peningkatan
enzim transaminase sering ditemukan pada DHF. Hal ini desebabkan karena DENV yang dapat
menyerang hepatosit.LED yang rendah (< 10 mm/jam) pada fase syok dapat membedakan DSS
dengan sepsis.Kalsium ditemukan menurun pada hampir semua penderita DHF. Hipokalsemia
yang lebih berat ditemukan pada DHF grade III dan IV
Pemeriksaan NS1-Dengue dapat diperiksa pada hari pertama dan kedua demam. Pada masa
viremia (1-2 hari setelah demam mulai timbul) asam nukleat dan antigen DENV dapat terdeteksi
di dalam darah pasien. NS1 dapat terdeteksi pada infeksi primer dan infeksi sekunder.
IgG & IgM Anti Dengue dapat diperiksa pada hari ke 3-5 demam. Pada infeksi primer dengue,
kadar IgM dalam tubuh pasien mulai meningkat pada hari ke 3. IgM meningkat dengan cepat
selama dua minggu, lalu mulai menurun secara bertahap sehingga tidak terdeteksi lagi setelah 23 bulan. Sedangkan IgG meningkat secara perlahan pada akhir minggu pertama, dan bertahan
hingga bertahun-tahun.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
H. Penatalaksanaan
Dalam menangani infeksi dengue, penilaian mengenai tingkat keparahan penyakit
sangatlah penting. Namun perlu diingat bahwa tidak ada terapi spesifik untuk infeksi dengue.
Prinsip utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan hal
terpenting dalam penatalaksanaan infeksi dengue. Penatalaksanaan pasien infeksi dengue dibagi

sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Pasien dengan gejala-gejala infeksi dengue harus
ditentukan apakah dapat dirawat jalan atau harus dirawat inap.
1. Pasien Rawat Jalan
A. Kriteria pasien rawat jalan
Menurut Guidelines WHO 2009-2011, pasien infeksi dengue yang dapat dirawat jalan
adalah pasien yang memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:
Tidak memiliki warning sign sebgai berikut:
Nyeri abdominal,
Muntah persisten,
Tanda-tanda ascites atau efusi pleura,
Perdarahan mukosa,
Letargi,
Hepatomegali (> 2 cm bawah arcus costa),
Peningkatan hematokrit desertai dengan penurunan trombosit dibawah nilai
normal.
Intake cairan oral pasien terjaga
Tidak memiliki 1 pun kondisi berikut:
Hamil,
Diabetes mellitus,
Gagal ginjal,
Bayi,
Lansia,
Hidup sendiri,
Tinggal jauh dari rumah sakit.
Produksi urin lancar per 6 jam.1,2

Dari kriteria rawat jalan di atas, terlihat bahwa infeksi dengue yang boleh dirawat jalan
hanyalah DF dengan kondisi stabil. Jika seseorang sudah terdiagnosis DHF, maka harus
di rawat inap di rumah sakit.1,2
B. Penanganan pasien rawat jalan
Penanganan untuk pasien rawat jalan terdiri atas 2 hal; edukasi dan follow up.
Edukasi untuk pasien yang diperbolehkan rawat jalan antara lain:
Pasien harus istirahat/ bed rest
Intake cairan oral harus adekuat, minum dalam bentuk apapun diperbolehkan.
Jaga suhu tubuh di bawah 39 0C, jika demam boleh diberikan paracetamol dengan
dosis maksimal 4 gr per hari.
Minta keluarga pasien untuk mengawasi warning sign infeksi dengue. Jika
ditemukan salah satu saja warning sign, sebaiknya pasien segera dibawa ke rumah
sakit.
Minta keluarga pasien untuk mengawasi pasien pada fase kritis yaitu pada saat

demam mulai turun. Karena pada waktu itulah kebocoran plasma biasanya terjadi.
Awasi produksi urin per 6 jam. Jika tidak lancar, segera bawa ke rumah sakit.
Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan dari pasien, maka sebaiknya dibawa ke

rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.1


Follow up untuk pasien yang diperbolehkan rawat jalan dilakukan per 24 jam.
Follow up per hari berupa anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan darah lengkap
dan hematokrit. Pada follow up, harus diwaspadai munculnya warning sign,
termasuk leukopenia, trombositopenia, dan meningkatnya angka hematokrit. Harus
juga diwaspadai tanda-tanda syok ketika memasuki fase kritis, yaitu ketika demam

mulai turun (hari ke 3-7).1,2


2. Pasien Rawat Inap
A. Kriteria pasien rawat inap
Semua pasien yang tidak memenuhi kriteria untuk rawat jalan, harus menjalani rawat
inap di rumah sakit.2
B. Penanganan pasien rawat inap
Intake oral harus dijaga agar tetap adekuat,
Terapi simptomatis diberi sesuai dengan gejala yang menyertai,
Follow up secara ketat harus dilakukan,
Penggunaan cairan IV diindikasikan untuk keadaan berikut:
Intake cairan oral pasien tidak terjamin
Jika terjadi peningkatan hematokrit 10 - 20 %
Jika dicurigai akan memasuki fase syok.
Terapi cairan IV berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan penyakit.1
Protokol terapi cairan DHF grade I & II
Berdasarkan Guidelines WHO 2011:
Pemeriksaan hematokrit harus dilakukan sebelum memulai terapi cairan IV,
Pasien harus di follow up secara ketat. Hal-hal yang harus di follow up adalah
tanda vital, produksi urin, dan hematokrit,
Terapi cairan IV dimulai dengan cairan kristaloid 5-7 ml/kgBB/jam untuk 1-2 jam
(1),
Kemudian turunkan menjadi 3-5 ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam,
Kemudian turunkan menjadi 2-3 ml/kgBB/jam
Setelah itu follow up tanda vital dan hematokrit,
Jika tanda vital stabil dan hematokrit tidak meningkat atau hanya meningkat
sedikit, maka lanjutkan 2-3 ml/kgBB/jam untuk 2-4 jam berikutnya (2)
Jika tanda vital memburuk, dan hematokrit meningkat, naikkan cairan menjadi
5-10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam (3)
Jika (2) menunjukkan perbaikan, maka lanjutkan 2-3 ml/kgBB/jam 24-48 jam

berikutnya dengan folow up tanda vital, hematokrit dan darah lengkap per 6 jam
(4)
Jika (3) menunjukkan perbaikan, maka kembali ke (1),
Jika (3) memburuk, maka masuk ke protokol terapi cairan DSS,
Jika (4) menunjukkan perbaikan, maka pemberian terapi cairan dapat dihentikan,
dengan syarat connecta harus tetap terpasang, dengan followup tanda vital, darah
rutin, dan hematokrit per 6 jam,
Jika (4) memburuk maka kembalikan ke (1).
Protokol terapi cairan DSS (DHF grade III & IV)
Terapi dimulai dengan pemasangan oxigen via nasal kanul atau masker,
Terapi cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam untuk DHF grade III (5)
dan 20 ml/kgBB/jam selama 10-15 menit untuk DHF grade IV (6),
Jika (5) menunjukkan perbaikan, maka turunkan secara berkala menjadi 5-7
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, lalu 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam, lalu 2-3
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam jika keadaan umum pasien mengalami perbaikan
(7),
Jika pada (7) keadaan pasien mulai stabil, maka terapi cairan 2-3 ml/kgBB/jam
dapat dilanjutkan hingga 24-48 ml/kgBB/jam (8),
Jika (8) menunjukkan perbaikan, maka pemberian terapi cairan dapat dihentikan,
dengan syarat connecta harus tetap terpasang, dengan followup tanda vital, darah
rutin, dan hematokrit per 6 jam,
Jika (6) menunjukkan perbaikan, yaitu pada DHF grade IV, tekanan darah mulai
terdeteksi dan nadi mulai kuat angkat, maka turunkan secara berkala menjadi 10
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, lalu 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, lalu 3-5
ml/KgBB/jam selama 2-4 jam, lalu 2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam jika keadaan
umum pasien mengalami perbaikan (9),
Jika pada (9) keadaan pasien mulai stabil, maka kembali ke (8),
Jika (5) dan (6) tidak menunjukkan perbaikan, maka cek ABCS dan koreksi jika
ada gangguan,
Follow up hematokrit pasien. Jika meningkat maka ganti dengan cairan koloid
(Dextran 40%) 10-20 ml/kgBB/jam selama 30 menit sampai 1 jam (10). Jika
hematokrit menurun dibawah ambang batas, ini menandakan adanya bleeding dan
harus transfusi whole blood atau PRC sesegera mungkin (11),
Jika (10) dan (11) menunjukkan perbaikan, maka turunkan cairan koloid menjadi
7-10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, lalu kembali ke cairan kristaloid dan turunkan

secara berkala seperti pada (7) dan (9) di atas jika keadaan pasien membaik.1
C. Penanganan Komplikasi
Overload cairan atau hipervolemia merupakan komplikasi paling sering dari DHF. Hal
ini ditandai dengan adanya takipnu, dyspnu, edema palpebra, ascites, dan edema
pretibial. Untuk menangani ini harus dilakukan beberapa hal berikut:
Pemasangan keteter urin untuk memantau balance cairan
Hentikan pemakaian cairan hipotonik
Ganti cairan kristaloid dengan cairan koloid
Furosemid dapat diberikan jika keadaan pasien stabil dengan tanda-tanda edema

paru yang jelas


Setelah pemberian furosemid, pasien harus di follow up per 15 menit
Jika pemberian furosemid tidak berhasil (anuri atau oligouri), maka forosemid
dengan dosis sama atau dengan dosis double dapat diberikan. Jika masih tidak

memberikan hasil, maka curigai ada gangguan di ginjal.


D. Kriteria memulangkan pasien
Pasien DHF dapat dipulangkan jika memenuhi seluruh kriteria berikut:
Bebas demam selama paling tidak 24 jam tanpa penggunaan antipiretik,
Nafsu makan baik,
Keadaan klinis membaik,
Produksi urin lancar,
Tidak ada distress pernafasan,
Trombosit di atas 50,000 /uL,
3 hari setelah melalui fase syok.
2. Rencana Penatalaksanaan
IVFD RL 28 makro drips
Inj. Ondansetron amp/8j/iv
Inj. Ranitidine amp/8j/iv
Paracetamol tab 500 mg 3x1
Psidi caps 3x1

PESERTA,

PENDAMPING,

You might also like