Professional Documents
Culture Documents
EMPIEMA SUBDURAL
Oleh :
Emma Ayu Lirani
G99152102
Hafika
Reinita Vany
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A ANATOMI
Otak adalah organ terpenting dalam tubuh yang berfungsi mengatur dan mengkoordinir
berbagai kerja tubuh seperti pusat motorik, perilaku, dan fungsi-fungsi tubuh homeostasis
lainnya. Otak dilindungi oleh kranium, meninges dan LCS (Liquor Cerebro Spinal).
Meningens terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
1) Durameter
Lapisan durameter disebut juga selaput otak keras, terdiri dari dua lapisan dan
diantaranya terdapat rongga yang berisi sistem vena, disebut dural sinus dan mempunyai
hubungan dengan sistem vena-vena di otak dan kulit kepala. Durameter terdapat dibawah
tulang tengkorak dan diantaranya tedapat ruangan yang disebut epidural. Pada ruangan ini
berjalan pembuluh arteri meninges media yang mempunyai peran penting untuk
terjadinya epidural harmorrhargi.3
2) Arachnoid
Arachnoid disebut juga selaput otak lunak, lapisan ini terdapat di bawah durameter dan
mengelilingi otak serta melanjutkan diri sampai ke sumsum tulang belakang. Ruangan
diantara durameter dan arachnoid disebut subdural space. Pada ruangan ini berjalan
pembuluh-pembuluh Bridging Vein yang menghubungkan sistem vena otak dan
meningen. Vena-vena ini sangat halus dan mudah trauma bila ada gerakan kepala
mendadak (sliding) dan meninmbulkan subdural haemorrhagi.3
3) Piameter
Lapisan ini merekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti girus dari otak. Ruangan
diatara arachnoid dan piameter disebut subarachnoid. Disini berjalan cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.3
B DEFINISI
Empiema subdural adalah infeksi purulen rongga subdural yang seringkali dapat
menjadi progresif dan berakibat fatal bila tidak diobati. Empiema subdural adalah koleksi
suatu penimbunan nanah diantara otak dan jaringan disekitarnya (meningen). Infeksi darah
yang berasal dari infeksi paru-paru. Bakteri penyebab abses dan otak bisa menyebabkan
empiema subdural.1,2,3
C EPIDEMIOLOGI
Empiema subdural adalah kasus yang lebih jarang terjadi dibandingkan dengan abses
serebri dengan perbadingan abses empyema 5:1. Sedangkan perbandingan antara pria dan
wanita adalah 3:1. Lokasi yang sering terjadi empiema subdural adalah pada konveks (7080%) dan parafalcine (10-20%).1,2
D ETIOLOGI
Empyema subdural sering disebabkan oleh monomicrobial, tetapi infeksi polymicrobial
juga sering ditemukan. Mikroorganisme yang ditemukan pada kultur sinus paranasalis sering
tidak sama dengan kultur pada subdural. Streptococcus aerobik dan anaerobik merupakan
patogen yang paling sering terisolasi. Staphylococcus lebih jarang didapatkan, diikuti
dengan bacilli gram negatif aerobik dan nonstreptococcal anaerob. Contohnya
Propionibacterium acnes dilaporkan didapatkan pada trauma kepala yang berpenetrasi ke
dalam dan setelah tindakan bedah yang menggunakan dural allograft.4
Tabel 1. Patogen pada Empyema Subdural
Patogen
Aerobic streptococci
Anaerobic streptococci
Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli
Anaerobes
No organism isolated
E PATOFISIOLOGI
Frekuensi
32%
16%
11%
5%
8%
5%
34%
Empiema subdural adalah infeksi terutama pada intrakranial yang terletak antara
duramater dan arachnoidmater. Ini memiliki kecenderungan untuk menyebar cepat di ruang
subdural sampai suatu lokasi yang dibatasi oleh batas-batas tertentu (misalnya, falx cerebri,
cerebelli tentorium, dasar otak, foramen magnum). Ruang subdural tidak memiliki sekat
kecuali di daerah-daerah dimana arachnoid granulations melekat pada dura mater. Subdural
empiema biasanya hanya terjadi pada satu lokasi atau unilateral. 1,5
Dengan kemajuan, subdural empiema memiliki kecenderungan untuk bereaksi seperti
lesi massa yang berkembang disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial dan penetrasi
intraparenkim serebral. Edema serebral dan hidrosefalus juga mungkin ada karena adanya
gangguan aliran darah atau aliran cairan serebrospinal (CSF) yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial. Infark serebri mungkin didapatkan dari trombosis vena
kortikal atau sinus cavernous atau dari sepsis vena trombosis vena yang berdekatan di
daerah empiema subdural.6
Pada bayi dan anak-anak, subdural empiema paling sering terjadi akibat komplikasi dari
meningitis. Dalam kasus tersebut, subdural empiema harus dibedakan dari efusi subdural
reaktif (yaitu, penumpukan cairan steril karena
intravaskuler dari dinding kapiler ke ruang subdural). Pada anak-anak dan orang dewasa, hal
itu terjadi sebagai komplikasi dari sinusitis paranasal, otitis media atau mastoiditis.1,6
Infeksi biasanya masuk melalui sinus frontal atau ethmoid; jarang terjadi yaitu jika
masuk melalui telinga tengah, sel-sel mastoid atau sinus sphenoidalis. Hal ini sering terjadi
dalam waktu 2 minggu episode sinusitis, dengan infeksi menyebar intrakranial melalui
tromboflebitis di sinus vena. Infeksi juga dapat meluas secara langsung melalui tempurung
kepala dan duramater dari erosi pada dinding posterior sinus frontalis atau tulang mastoid.
Perluasan langsung juga bisa dari abses intraserebral. Jarang terjadi, infeksi menyebar secara
hematogen dari fokus infeksi yang jauh, paling sering dari paru atau sebagai komplikasi dari
trauma, pembedahan atau septikemia. Sinus sphenoidalis juga bisa menjadi sumber
infeksi.1,6
F DIAGNOSIS
Diagnose pasti ditegakkan berdasarkan gambaran CT Scan otak berupa area hipodensitas
berbentuk bulan sabit yang menunjukkan efek massa serta pada pemberian zat kontras akan
menampakkan adanya suatu pita pembatas yang hiperdens dekat parenkim otak.1,5
Dalam hal ini selain dapat menunjukkan keberadaan dan lokasi koleksi ekstraserebral, ia
juga dapat menampilkan derajat dan ekstensi edema serebri yang terjadi. Pemeriksaan
angiografi yang invasive hanya dipakai sebagai pemeriksaan penunjang diagnostic tambahan
yang menampilkan gambaran avaskular di daerah ekstraserebral.1,5
Pemeriksaan MRI adalah adalah salah satu pemeriksaan penunjang pilihan untuk
memperlihatkan lesi pada empyema subdural abses epidural kepala. Pada MRI empiema
tampak sebagai akumulai cairan ekstra-aksial dengan T1 dan T2 namun tampilan ini tidak
spesifik mengingat gambaran empiema subdural dan epidural kadang-kadang identik.5,7
Pasien dengan empiema subdural bisa hadir dengan salah satu gejala berikut:
-
G GEJALA KLINIS
Empiema subdural menyebabkan penderitanya terlihat tampak sakit berat dan
menunjukkan gejala sepsis dan toksik. Gejala khas lainnya adalah nyeri kepala hebat,
penurunan kesadaran, perubahan mental status dari kebingungan, kantuk, pingsan dan koma,
meningismus atau tanda-tanda meningeal, hemiparesis atau hemisensory deficits, aphasia
atau dysarthria, sinus nyeri, bengkak, atau infeksi, papil edema dan peningkatan tekanan
intrakranial, mual/muntah, perubahan mental status dan gangguan cara berjalan,
homonymous hemianopsia, fixed, dilatasi pupil Murid di sisi ipsilateral karena kompresi
saraf kranial III.5,6,7
H PEMERIKSAAN PENUNJANG
1
Prabedah tes harus mencakup electrolytes, BUN, liver function tests, dan hitung darah
lengkap jika intervensi bedah diperlukan .
Gambaran radiologis
menguraikan
luasnya
empiema
resolusi
tinggi,
kontras
meskipun
kadang-kadang
CT
scan,
subdural
empiema
Tes lainnya
Tatalaksana
Empyema subdural merupakan penyakit infeksi yang membutuhkan operasi segera.
Prinsip tata laksana untuk empyema subdural adalah:
1
Drainase pus, baik dengan burr-hole maupun dengan kraniotomi atau kraniektomi jika
dibutuhkan
Tata laksana antibiotik adekuat yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi.
Sebagian besar kasus empyema subdural ditata laksana dengan drainase. Hanya sedikit
sekali kasus yang dilaporkan dapat diselesaikan hanya dengan pemberian obat-obatan yang
adekuat. Pada empyema yang belum lama terjadi, pus yang ada biasanya lebih cair, sehingga
drainase pus bisa dilakukan dengan burr-hole dan, bila diperlukan, dilakukan pengulangan
tindakan. Sedamgkan pada empyema subdural yang sudah lanjut, maupun pada kasus
dengan posisi pus tidak terlokalisasi dan tidak berada di perifer, pilihan teknik yang
dilakukan adalah kraniotomi maupun kraniektomi untuk melakukan debridemen dan
drainase.8
Pada saat operasi berlangsung, rongga subdural harus diirigasi dengan cairan antibiotik,
lalu diletakkan kateter pada rongga subdural agar drainase dapat terus berlangsung setelah
operasi selesai dilakukan. Kateter ini dapat pula digunakan untuk irigasi antibiotik pasca
operasi. Terapi antibiotik yang adekuat harus tetap diberikan meskipun tata laksana operasi
drainase sudah dilakukan. Jika bakteri penyebab belum diketahui, pada pasien dapat
diberikan penisilin dan generasi ketiga sefalosporin. Pemberian metronidazole dilakukan
bila dicurigai adanya infeksi bakteri anaerob. Modifikasi pemberian antibiotik dilakukan bila
hasil kultur sudah selesai, sehingga antibiotik yang diberikan dapat disesuaikan dengan
bakteri penyebab infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi biasanya berlangsung selama
4-6 minggu. Obat-obatan lain yang diberikan adalah anti konvulsan bila pada pasien
ditemukan kejang.8
10
KOMPLIKASI
1
Seizure (kejang)
Thrombosis sinus kavernosus dari thrombosis septik pembuluh darah otak yang
berdekatan.
Edema serebri dari dekompresi cerebrum sehingga terjadi gangguan aliran darah otak.
Infark serebri
K PROGNOSIS
Prognosis empyema subdural tergantung kepada seberapa cepat tatalaksana emergensi
dilakukan dan seberapa berat empyema subdural yang terjadi. Pada 55% pasien yang
dipulangkan setelah perawatan dari rumah sakit didapatkan defisit neurologis. Sekitar 34%
pasien ditemukan kejang yang menetap. Diikuti dengan hemiparese yang menetap pada 17%
pasien. Sedangkan angka kematian mencapai 10% yang didapatkan pada pasien yang telah
terjadi infark.8
11
DAFTAR PUSTAKA
Bruner DI, Littlejohn L, Pritchard A (2012). Subdural empyema presenting with seizure,
confusion, and focal weakness. West J Emerg Med, 13(6): 509-511.
Greenlee JE (2003). Subdural empyema. Curr Treat Options Neurol, 5(1): 13-22.
Dawodu
ST
(2015).
Subdural
empyema.
Diakses
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1168415-overview#a5 pada 13 Desember 2015.
Schlossberg D (2015). Clinical infectious disease second edition. United Kingdom: Cambridge
University Press. http://emedicine.medscape.com/article/1168415-overview.
Jeffrey AM (2008). Subdural Empyema. Neurology and general medicine. 4 th ed.
Philadelphia : Churcill Livingstone Elsevier, p : 782.
Hendaus MA (2013). Subdural Empyema in Children. Global journal of health science. 5(6): 5459.
Erdevicki L, Belic B, Arsenijevic S, Milojevic I, Stojanovic J (2012). Subdural empyema,
retropharyngeal and parapharyngeal space abscess : unusual complications of chronic otitis
media. Vojnosanit pregl. 69(5): 449 -552.
Nica DA, Constantinescu RM, Copaciu R, Nica M (2011). Multidisciplinary management and
outcome in subdural empyema a case report. Chirurgia, 106(5): 673 676.
12