You are on page 1of 10
BABII TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Lie, 1985), Sedangkan menurut Suhardjo (1989), pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial. Pola makan suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu 1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah, yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah. 2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio ekonomi dan adat istiadat setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi makan penduduk. Jumlah penduduk merupakan kunci utama yang menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah. Demikian juga dalam keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi akan menjadi berkurang Kesukaan makan pada anak sering merupakan akibat perpanjangan pola makan pada masa bayi. Setelah terbiasa dengan makanan lain, cukup sulit bagi bayi untuk menyesuaikan dengan makanan yang agak keras. Hal ini menambah ketidaksukaan terhadap makanan walaupun anak tersebut menyukai rasanya, karena itu pola makan anak hendaknya disesuaikan dengan usia dan kemampuan organ tubuhnya (Hurlock, 1991), 2.1.1. Pola Makan Anak Balita Bagi bayi dan anak balita tidak ada makanan yang lebih sempurna daripada ASI. Pemberian ASI ini sekurang-kurangnya sampai usia 18 bulan yang salah satu fungsinya dapat mencegah penyakit diare, karena kebersihannya yang terjaga. Namun banyak sebab bayi dan anak balita tidak dapat memperoleh ASI dari ibunya. Salah satunya adalah dikarenakan ibunya bekerja dan bayi ditinggal di rumah atau tempat penitipan anak. Dalam keadaan demikian, bayi harus mendapat bahan pangan pengganti yaitu susu sapi (susu formula). Biasanya’ ini dilakukan dengan pengenceran terlebih dahulu. Akibat dari pengenceran inilah akan timbul kekurangan zat tenaga yang dapat menurunkan kondisi kesehatan bayi ataupun balita. Kekurangan zat tenaga ini ‘diakibatkan karena jika dalam pengenceran tersebut mempergunakan air yang kurang masak atau tempat susu (botol susu) tidak steril, maka susu tersebut akan tercemar karena kuman-kuman yang ada. Akibatnya akan terjadi diare yang akan menurunkan kondisi kesehatan bayi. Begitu juga dalam pembuatan susu, ada ibu yang membuat susu terlalu encer sehingga akan mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang ada pada susu. Oleh arena itu anak juga akan mengalami kekurangan gizi. Ada pula ibu yang membuat susu terlalu kental sehingga zat gizi yang dikonsumsi oleh anak akan berlebih dan akan menyebabkan kegemukan. Untuk itu, diperlukan pedoman takaran yang benar dalam pembuatan susu anak sehingga tidak menyebabkan hal yang tidak diinginkan. Takaran susu tersebut harus disesuaikan pula dengan umur anak (seperti dalam tabel 2.1) Tabel 2.1. Takaran Susu Bayi Sesuai Umur Umar Bayi Dosis Sekali Minum 2 mgg 2 bin 100 ~ 120 ml 2-3bin 120 ~ 140 mi 3-4bIn 140 160 ml |4—Sbin 160-200 ml | 5-6bin 200-210 mi | 6 bin ke atas 210-250 ml ‘Sumber : Makanan Sehat untuk Bayi (Nadesul,2002) Ibu pekerja harus menyusui sesering mungkin untuk bayinya saat ibu berada di rumah. Kemudian ASI yang berlebih dapat disimpan dan dapat diberikan selama ibu bekerja. Penyimpanan ASI dilakukan dengan cara menyimpannya di dalam botol yang sebelumnya sudah dibersihkan. Biasanya scbelum ibu pergi bekerja, ASI ‘angsung dimasukkan ke botol yang siap diminum oleh bayi setelah ibu pergi bekerja. Botol yang berisi ASI direndam dengan air yang hangat agar tetap segar. Penyimpanan ini biasanya hanya tahan untuk setengah hari, setelah lewat tengah hari meskipun masih tersisa, jangan diberikan lagi pada bayi karena mungkin saja sudah tercemar. Untuk bayi yang sudah berumur lebih dari 4 bulan dan telah mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), berikan MP-ASI selama ibu sedang bekerja dan jangan perkenalkan bayi dengan dot atau kompeng (Keluarga. Org, 2000) Untuk para ibu atau pengasuh lain yang bertanggung jawab atas pemberian makanan pada bayi dan anak balita harus memperhatikan lima pedoman, yaitu : 1. Berilah bayi ASI sampai sekurang-kurangnya umur 18 bulan 2. Mulailah memberi makanan bubur encer pada bayi pada umur 4 bulan, nasi tim saring pada umur 6 bulan dan nasi tim tanpa saring pada umur 9 bulan. 3. Tambahkan pada bubur atau nasi tim, seperti ikan, telur, kacang merah, tempe, tahu, dsb. 4. Seorang bayi atau anak balita memerlukan setiap hari zat pelindung dalam makanan, seperti beragam sayuran dan buah-buahan 5. Seorang anak balita memerlukan empat kali makan dalam sehari Usaha dalam menganekaragamkan makanan pada bayi, anak balita sudah harus dimulai sejak usia 4 bulan (Sajogyo dkk, 1994). 2.1.2, Pengaturan Makanan Pada Balita Makanan yang terbaik seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah ASI, Kalau ASI kurang atau tidak ada, dapat diberikan susu botol. Selain ASI atau susu botol, bayi memerlukan pula makanan tambahan. Walaupun ASI cukup memenuhi seluruh kebutuhan bayi sampai berumur 4 atau 6 bulan, tetapi mulai berumur 2 bulan dapat diperkenalkan buah-buahan, misalnya air tomat, air jeruk, pisang ambon atau pisang raja yang dihaluskan, Bayi yang berumur 4 bulan sudah dapat diberikan bubur susu dan telur ayam. Pada umur 6 sampai 8 bulan, bayi diberi nasi tim saring. Pada umur 9 bulan yaitu ketika giginya sudah mulai tumbuh, dapat diberikan nasi tim yang dihaluskan. Pada umur 10 bulan (tergantung kemampuan bayi), dapat diberikan nasi tim tanpa disaring atau dihaluskan terlebih dahulu. Setelah umur 12 bulan dapat diperkenalkan makanan keluarga, tetapi harus lembek dan tidak merangsang. Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan jam pengaturan pemberian dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Daftar Pemberian Makanan Balita No. | Umur Macam Makanan Pemberian | Jam Pemberian Balita dalam sehari | (bulan) (kali) 1 0-2 [AST 6atau7 | Diberikan setiap +3 jam, masing- masing pada pukul 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24 2, 2-4 [AST Satau6 | 6, 9, 12, 15, 18, Buah (diperkenalkan) 2 21 10, 16 3 4-6 | ASI Fatau5 | 6, 10, 14, 18,21 Buah | 2 12, 16 Bubur susu 1 8 4. 6-8 | ASI 4atauS | 6, 10, 14, 18, 21 Buah 1 | 16 Bubur susu 1 /8 Nasi tim saring 1 | 5. 8-10 | ASI* Batau4d 6, 10,14,21— | i} Buah 1 16 | | Bubur susu. | 1 8 Nasi tim _saring | _ dihaluskan 2 1218 6 10-12 | ASI* Satau4 | 6, 10, 14,21 Buah 1 = Nasi tim _ 3 7. | I2keatas | ASI* atau 3 Buah 1 Nasi tim atau makanan | keluarga** 3 8, 12, 18 Makanan kecil*** 1 10 __| (Sumber : Husaini, Yayah, 1999) Keterangan : * Kalau ASI sudah berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang menjadi 200 ml, dan dapat ditambahkan 1 sendok tch gula. ** Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna dan tidak pedas ** * Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau, dan lain-lain, Sebaiknya Jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dil) atau yang terlalu gurih atau yang berlemak. 2.1.3, Ibu Pekerja dan Pola Makan Anak Tou pekerja adalah ibu yang memiliki kegiatan di luar rumah tangganya dan yang tidak terlepas dari kodratnya sebagai ibu rumah tangga yang juga harus ‘mengurus suami dan anak-anaknya. Sebaiknya, wanita yang mempunyai anak, urusan utamanya adalah anak. Dalam hal ini ibu harus lebih bertanggung jawab terhadap anak dibanding bapak. Ini menunjukkan bahwa peranan ibu sangat penting dalam membina keluarganya Khususnya dalam memelihara anak, sehingga seorang ibu kemungkinan berhasil berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja (Eckholm dkk, 1984), Sclama bekerja, ibu pekerja cenderung mempercayakan bayinya kepada pembantu atau anak yang lebih besar, terutama dalam hal memberi makan. Begitu juga dalam memberi ASI, ibu pekerja tidak dapat memberi ASI kepada bayinya sesering mungkin karena waktu yang terbatas. Ini dapat mengakibatkan penyapihan yang terlalu cepat bagi bayinya. Pemberian ASI diganti dengan memberikan sus formula (Aritonang, 1996). Makanan sapihan yang tidak sesuai, serta pemberian susu botol merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi pada bayi 0-12 bulan dan pada umur selanjutnya ( Abunain dkk, 1978) Makanan anak balita sangat tergantung dari apa yang diberikan oleh ibunya atau orang lain yang mengasuhnya. Maka dalam rangka peningkatan status gizi anak balita, pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dan harus dimiliki oleh ibu sebagai orang yang mempunyai peranan besar dalam menentukan konsumsi makanan anaknya (Aritonang, 1996). 2.2, Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Status gizi merupakan indikator keadaan Kesehatan masyarakat suatu negara. Di Indonesia masalah gi2i masih ditemukan meluas, walaupun penanggulangannya sudah dilakukan sejak beberapa Pelita yang alu. Tingginya masalah gizi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai masalah yang saling terkait seperti keadaan penyakit yang khususnya infeksi saluran encernaan dan pernafasan, tingkat persediaan dan konsumsi pangan, keadaan lingkungan serta pendidikan, tingkat penghasilan serta aspek-aspek kependudukan (Tarwojo, 1979). Selanjutnya, Me Laren menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil Keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh dan penggunaannya. Sedangkan menurut Soekirman, status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia, dan lingkungan hidup manusia, Rivai yang mengutip dari Perrise (1979), menyatakan bahwa status gizi individu dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu kebutuhan, persediaan, dan permintaan, Sedangkan menurut Call dan Levinson, status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh 2 hal yaitu, makanan yang dimakan seorang anak banyak tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut dan ada tidaknya pemberian makanan lain di luar keluarga, daya beli keluarga dan kepercayaan ibu tentang makanan dan keschatan, keadaan lingkungan serta sosial anak (Suhardjo, 1989). Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan pangan untuk dikonsumsi setiap hari, guna memenuhi kebutuhan gizinya. Zat gizi yang diperlukan oleh tubuh adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral, Berbeda dengan kebutuhan hidup yang Jain, kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya. Baik kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan terutama apabila dialami dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk pada kesehatan tubuh dan disebut gizi salah (malnutrisi). Apabila tubuh kekurangan zat gizi dapat menyebabkan status gizi di bawah normal disebut gizi kurang atau gizi buruk, Hal ini sering terjadi pada anak balita (Muhilal, 1993). 2.2.1. Cara Pengukuran Status Gizi Status gizi dapat ditentukan dengan cara penilaian langsung atau tidak langsung, meliputi : antropometri, Klinik, biokemik dan laboratorium, Pemeriksaan dengan antropometri mervpakan cara yang lebih praktis karena mudah dilaksanakan. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan indikator berat badan menurut umur (BB/U). Berat Badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh, karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara masukan dan kebutuhan gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat kini Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U adalah : 1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. 2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek 3. Dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan dari indeks BB/U adalah : 1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi_ yang keliru bila terdapat oedema, 2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama umtuk kelompok anak di bawah usia lima tahun (balita), 3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan. 4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya ‘setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Abas& Djumaidias, 1988). 2.3. Kerangka Konsep Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : POLA MAKAN BALITA IBU PEKERJA Jenis Makanan : STATUS GIZI - ASI/ PASI [> BALITA - Makanan Lain Frekuensi Makan . Waktu Pemberian Makan }. Pemberi Makan vr S

You might also like