You are on page 1of 11

1

PEMBAHASAN
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut
harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia
belaka. Dalam sunan Abu Daud dari Abi Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa seorang
laki-laki berkata, "Ya Rasulullah seorang laki-laki ingin berjihad, tetapi tujuannya ingin
mendapatkan kekayaan dunia." Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam menjawab, "Dia tidak
mendapatkan pahala." (Ditakhrij oleh Abu Dawud, kitab Jihad, bab "Fiman Yaghyu wa
Yaltamisu Ad-Dunya", (2516) dan An-Nasai, kitab Al-Jihad bab, "Man Ghaza Yaltamisu Al-Ajra
wa Adz-Dzikr", (3140)). Dia mengulangkan hingga tiga kali dan Nabi Shallallahu Alahi wa
Sallam tetap menjawab, "Dia tidak mendapatkan pahala." Dalam kitab shahihaini diriwayatkan,
"Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasululullah Shallallahu
Alahi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat.
Sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu berdasarkan niatnya. Barang siapa
yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia dia akan mendapatkannya atau karena
seorang perempuan yang ingin dikawininya maka hijrahnya itu mengikuti apa yang
diniatkannya." (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim). (Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitab
Bad'u Al-Wahyi, bab "Kaifa Bad'u Al-Wahyi Ila Rasulillah", dan Muslim kitab Al-Imarah, bab
"Innama Al-A'maal bin An-Niyyah". (1907).
Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, Engkau beribadah kepada
Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
melihatmu. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali
dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang
berbunyi, Liyabluwakum ayyukum ahsanu amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang
paling benar). Katanya, Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar,
maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga,
amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika
dilakukan sesuai sunnah. Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat AlKahfi ayat 110.
Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, Amal tanpa
keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi
tidak bermanfaat. Dalam kesempatan lain beliau berkata, Jika ilmu bermanfaat tanpa amal,
maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa
keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.
Makna Ikhlas

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak
kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk
Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya
dalam beramal. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam
beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang
merusak.1
Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya
hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut. Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan,
Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi,
amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang
dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang
dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.
Abul Qosim juga mengatakan, Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar
manusia.Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin
mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan
seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Hudzaifah Al Marasiy mengatakan, Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara
zhohir (lahiriyah) dan batin. Berkebalikan dengan riya. Riya adalah amalan zhohir (yang
tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya
adalah sama antara lahiriyah dan batin. Al Fudhail bin Iyadh mengatakan, Meninggalkan
amalan karena manusia adalah riya. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan
ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.
Lawan dari Ikhlas2
Lawan dari ikhlas adalah nifak dan riya. Makna riya adalah seorang muslim
memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan
segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik.
Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda,
Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, Apa
itu syirik kecil, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. menjawab, Riya. Allah berkata di hari
kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia
dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya? (HR Ahmad).
Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah
melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak,
semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw.,
1

Mochamad Bugi, Tazkiyatun Nufus, dakwatuna.com/2008/tiga-ciri-orang-ikhlas.

Mochamad Bugi, Tazkiyatun Nufus, dakwatuna.com/2008/tiga-ciri-orang-ikhlas.

Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia,
maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir. (HR Abu Dawud)
Delapan Tanda Keikhlasan3
Ada delapan tanda-tanda keikhlasan yang bisa kita gunakan untuk mengecek apakah rasa
ikhlas telah mengisi relung-relung hati kita. Kedelapan tanda itu adalah:
1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas.
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai
kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun
ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan
merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan. Karena itu tak heran jika para ulama
salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.
Fudhail bin Iyadh berkata, Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka
laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi
sekiranya Anda tidak disanjung ornag lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi
orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari
khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita
tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan
orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita
dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa
meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka
bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
2. Ikhlas ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan.
Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum
maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak
pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa
yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.
Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah: Dan orangornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut
bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Apakah mereka itu orang-orang yang
mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut
akan siksa dan murka Allah Azza wa jalla? Rasulullah saw. menjawab, Bukan, wahai Putri Abu
Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah,

Mochamad Bugi, Tazkiyatun Nufus, dakwatuna.com/2009/delapan-tanda-orang-ikhlas.

sementera mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan
kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba. (Ahmad).
3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan.
Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat
pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan
pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan
bangunan.
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Muadz sedang menangis
di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya, Mengapa kau menangis? Muadz
menjawab, Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, Riya
sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah
maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan
sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi
petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita. (Ibnu Majah dan Baihaqi)
4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit.
Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, Beruntunglah seorang
hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya
berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika
ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab
memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab,
ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid
berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
5. Keikhlasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia.
Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada
keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai
kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji.
Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita
seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Firaun. Ia lebih memilih keridhaan
Allah daripada harus menyembah Firaun.
6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah.
Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah
kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela
agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang
berbuat kebalikan dari itu. Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian)

zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak
diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (At-Taubah: 58)
7. Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan.
Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda
untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara
hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang
yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh
a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang
berkata, Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada
seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid
berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang,
itulah aku!
8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan.
Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi
orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya
orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang
mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang
dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil
menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti
ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.
Ciri Orang Yang Ikhlas4
Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau
bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, Orang
yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang.
Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.
Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal.
Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang
akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Quran telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang
munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam
cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, Orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut)
berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang
dalam keragu-raguannya.
4

Mochamad Bugi, Tazkiyatun Nufus, dakwatuna.com/2008/tiga-ciri-orang-ikhlas.

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh
dari mereka. Disebutkan dalam hadits, Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku
datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah
menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu,
dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka
adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah. (HR Ibnu Majah)
Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia.
Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri
atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah
Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan
terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika
terlaksana oleh tangannya. Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jamai dalam
dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem
dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas
dan membesarkan diri atau lembaganya semata.
Buah Keikhlasan5
Sesungguhnya pohon keikhlasan akan menghasilkan buah keikhlasan: manis, indah, dan
menyenangkan. Karena berasal dari pohon yang baik, akarnya kuat dan kokoh sedangkan
cabangnya menjulang ke langit, menghasilkan buahnya setiap saat (Lihat surat Ibrahim: 24-25)
1. Sampai pada hakekat Islam, yaitu penyerahan total pada Allah. Berkata Ibnul Qoyyim,
Meninggalkan syahwat karena Allah adalah jalan paling selamat dari adzab Allah dan paling
sukses meraih rahmat Allah. Perbendaharaan Allah, perhiasan kebaikan, lezatnya ketenangan,
dan rindu pada Allah, senang dan damai dengan Allah tidak akan diraih oleh hati yang di
dalamnya ada sekutu selain Allah, walaupun dia ahli ibadah, zuhud, dan ilmu. Karena Allah
menolak menjadikan perbendaharaannya bagi hati yang bersekutu dan cita-cita yang
berserikat. Allah memberikan perbendaharaan itu pada hati yang melihat kefakiran, kekayaan
bersama Allah; kekayaan, kefakiran tanpa Allah; kemuliaan, kelemahan tanpa Allah, kehinaan,
kemuliaan bersama Allah, kenikmatan, adzab tanpa Allah dan adzab adalah kenikmatan
bersama Allah.
2. Selamat dari cinta harta, kedudukan, dan popularitas. Dari Kaab bin Malik r.a., Rasulullah
saw. bersabda, Tidaklah dua serigala lapar dikirim ke kambing lebih merusak melebihi
ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan. (HR At-Tirmidzi). Kaab bin Malik adalah
seorang sahabat yang tidak ikut Perang Tabuk karena bersantai-santai. Akibatnya dia
mendapat hukuman yang berat, diboikot Rasulullah saw. dan para sahabat selama 50 hari.
Tapi dia jujur dan mengatakan apa adanya pada Rasulullah saw., tidak seperti yang dilakukan
oleh kaum munafik. Pada saat kondisi sulit dan dunia terasa sempit, muncul tawaran suaka
politik dari Raja Ghasan. Kaab ikhlas menerima ujian itu dan menolak segala tawaran politik

Iman Santoso, Lc, Aqidah, dakwatuna.com/2008/buah-keikhlasan.

Raja Ghasan dengan segala kemewahan dan popularitasnya. Dan dia selamat, lebih dari itu
peristiwa ini diabadikan dalam Al-Quran.
3. Bebas dari perbuatan buruk dan keji. Nabi Yusuf a.s. adalah salah satu contoh yang
diselamatkan Allah swt. dari perbuatan keji dan mesum berkat keikhlasan beliau (lihat surat
Yusuf: 24).
4. Ikhlas menjadikan amal dunia secara umum sebagai ibadah yang berpahala. Sesungguhnya
banyak sekali amal umum yang jika kita niatkan karena Allah maka akan berpahala. Memberi
makan, nafkah, dan menyalurkan hasrat seks pada istri, bersenda gurau dengan anak istri,
berolah raga, rekreasi yang sehat, makan dan minum secara umum. Dari Abu Dzar r.a.,
sejumlah sahabat Rasulullah saw. berkata pada beliau, Wahai Rasulullah saw., para hartawan
itu pergi dengan banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat,
mengerjakan puasa sebagaimana kami puasa, dan bersedekah dengan kelebihan harta yang
mereka miliki (sedang kami tidak mampu). Beliau bersabda, Bukankah Allah telah
menjadikan sesuatu untuk kalian yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih
(Subhanallah) adalah sedekah bagi kalian, setiap takbir (Allahu Akbar) sedekah bagi kalian,
setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah bagi kalian, setiap tahlil (laa ilaaha illallah)
adalah sedekah bagi kalian. Amar maruf adalah sedekah, nahi mungkar sedekah, dan
bersetubuh adalah sedekah pula. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, apakah di antara kami
apabila menyalurkan syahwatnya (kepada istri) juga mendapat pahala? Jawab beliau,
Tahukah kalian, jika dia menyalurkannya pada yang haram (berzina), bukankah baginya ada
dosa? Demikian pula jika ia menyalurkannya pada yang halal, maka baginya berpahala. (HR
Bukhari dan Muslim)
5. Keluar dari setiap kesempitan. Kisah tiga orang yang terjebak dalam gua bukanlah sekedar
kisah pelipur lara atau kisah pengantar tidur yang tanpa makna. Tiga orang yang
mempersembahkan amalan unggulannya: pertama, birrul walidain; kedua, wafa terhadap
pegawainya; dan ketiga, pengendalian syahwat yang luar biasa. Keajaiban itu terjadi karena
buah keikhlasan dan keajaiban itu dapat berulang setiap saat, jika syaratnya terpenuhi: ikhlas.
Ada banyak sekali daftar kesempitan pada umat Islam. Kesempitan kemiskinan, kekurangan
pangan, lapangan kerja, fitnah teroris, korupsi, pejabat yang culas, perzinahan dan
pemerkosaan, mafia peradilan, premanisme dan banyak lagi pernik-pernik kesempitan.
Sehingga untuk keluar dari semua kesempitan itu, dibutuhkan bukan hanya tiga orang yang
ikhlas, tetapi sepuluh, seratus, seribu, sejuta, sepuluh juta, seratus juta, dan bahkan lebih dari
itu.
6. Kemenangan dari tipu daya syetan. Diriwayatkan dari Al-Hasan berkata, Ada sebuah pohon
yang disembah manusia selain Allah. Maka seseorang mendatangi pohon tersebut dan berkata,
Saya akan tebang pohon itu. Maka ia mendekati pohon tersebut untuk menebangnya sebagai
bentuk marahnya karena Allah. Maka syetan menemuinya dalam bentuk manusia dan berkata,
Engkau mau apa? Orang itu berkata, Saya hendak menebang pohon ini karena disembah
selain Allah. Syetan berkata, Jika engkau tidak menyembahnya, maka bukankah orang lain
yang menyembahnya tidak membahayakanmu? Berkata lelaki itu, Saya tetap akan
menebangnya.
Berkata syetan, Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagimu? Engkau tidak
menebangnya dan engkau akan mendapatkan dua dinar setiap hari. Jika engkau bangun pagi,

engkau akan dapatkan di bawah bantalmu. Berkata si lelaki itu, Mungkinkah itu terjadi?
Berkata syetan, Saya yang menjaminnya.
Maka kembalilah lelaki itu, dan setiap pagi mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya. Pada
suatu pagi ia tidak mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya, sehingga marah dan akan
kembali menebang pohon. Syetan menghadangnya dalam wujud aslinya dan berkata, Engkau
mau apa?
Berkata lelaki itu, Saya akan menebang pohon ini karena disembah selain Allah. Berkata
syetan, Engkau berdusta, engkau akan melakukan ini karena diputus jalan rezekimu. Tetapi
lelaki itu memaksa akan menebangnya, syetan memukulnya, mencekik dan hampir mati,
kemudian berkata, Tahukah kau siapa saya? Maka ia memberitahukan bahwa dirinya adalah
syetan.
Syetan berkata, Engkau datang pada saat pertama, marah karena Allah. Sehingga saya tidak
mampu melawanmu. Oleh karena itu saya menipumu dengan dua dinar. Dan engkau tertipu
dan meninggalkannya. Dan pada saat engkau tidak mendapatkan dua dinar, engkau datang dan
marah karena dua dinar tersebut, sehingga saya mampu mengalahkanmu.
7. Meraih kecintaan Allah. Ketika orang beriman beribadah, baik ibadah yang wajib maupun
sunnah, dan dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah, pasti mereka meraih kecintaan
Allah. Merekalah kekasih-kekasih Allah. Disebutkan dalam hadits Al-Qudsyi, Jika hambaKu senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. (HR
Al-Bukhari)
8. Meraih kecintaan manusia. Ketika Allah sudah mencintai hamba-Nya, maka seluruh makhluk
dapat digerakkan untuk mencintai hamba tersebut. Rasulullah saw. bersabda, Jika Allah
Taala mencintai seorang hamba, Allah memanggil Jibril, Sesungguhnya Allah mencintai
Fulan, maka cintailah dia. Jibril pun mencintai Fulan. Kemudian Jibril memanggil penduduk
langit, Sesungguhnya Allah mencintai Fulan. Oleh karena itu cintailah Fulan. Maka
penduduk langit mencintai Fulan. Kemudian ditetapkan baginya penerimaan di bumi.
(Muttafaqun alaihi).
9. Meraih kemenangan di dunia dan pahala yang besar di akhirat (lihat surat Ash-Shaff: 10-13).
Orang beriman tentulah orang yang ikhlas dan berhak mendapat kemenangan dunia dan
pahala besar di akhirat kelak.
Jaminan Bagi Mukhlisin6
Imam Al-Ghazali menuturkan, Setiap manusia binasa kecuali orang yang berilmu.
Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal (dengan ilmunya). Orang yang
beramal juga binasa kecuali orang yang ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga
tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal. Dalam hal ini, hanya orang-orang yang
ikhlas beramal yang akan mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar, seperti yang
dijamin Allah dalam firmanNya, Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (bekerja dengan
ikhlas). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah
6

Dr. Attabiq Luthfi, MA, Khutbah Jum'at, dakwatuna.com/2008/membangun-keikhlasandalam-beramal.

orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan. (Ash-Shaaffat:


40-43).
Ayat tentang keutamaan dan jaminan bagi orang yang bekerja dengan ini ini seharusnya menjadi
motifasi utama kita dalam menjalankan tugas dan pekerjaan kita sehari-hari dalam apapun
dimensi dan bentuknya, baik dalam konteks hablum minaLlah atau Hablum minannas..karena
hanya orang yang mukhlis nantinya yang akan meraih keberuntungan yang besar di hari kiamat,
yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, meskipun dia harus banyak bersabar terlebih
dahulu ketika di dunia. Ayat ini juga merupakan salah satu diantara jaminan yang disediakan oleh
Allah bagi orang-orang yang mukhlis.
Jaminan lain yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal bisa ditemukan dalam
kisah perjalanan Yusuf as ketika beliau berhadapan dengan seorang wanita yang mengajaknya
melakukan kemaksiatan. Bahwa Allah akan senantiasa memelihara hambaNya yang mukhlis dari
perbuatan keji dan maksiat, Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan
itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia
tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
mukhlis. (yusuf: 24). Dalam ayat lain, orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan
terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui ketidakberdayaan dan
kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang beramal dengan ikhlas, Iblis berkata: Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan masiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. (Al-Hijr: 3940). Dengan redaksi yang sama, ayat ini berulang dalam surah Shaad, Iblis menjawab: Demi
kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis di antara mereka. (Shad: 82-83). Sungguh benteng keikhlasan merupakan benteng yang
paling kokoh yang tak tergoyahkan oleh apapun bentuk rayuan dan fitnah iblis dan sekutunya.

KESIMPULAN
1. Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut
harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
2. Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak
kotor. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam
beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.
3. Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan
harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya.

10

4. Delapan tanda keikhlasan diantaranya: Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas,
Ikhlas ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan, Keikhlasan
hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan, Ikhlas ada
saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit, Keikhlasan ada
ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia, Ikhlas ada saat
Anda cinta dan marah karena Allah, Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap
panjangnya jalan, Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki
kelebihan.
5. Ciri orang yang ikhlas yaitu: 1). Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam
beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun
celaan, 2). Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama
manusia atau jauh dari mereka, 3). Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang
ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai,
sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
6. Buah dari keikhlasan yaitu: Sampai pada hakekat Islam, yaitu penyerahan total pada
Allah, Selamat dari cinta harta, kedudukan, dan popularitas, Bebas dari perbuatan buruk
dan keji, Ikhlas menjadikan amal dunia secara umum sebagai ibadah yang berpahala,
Keluar dari setiap kesempitan, Kemenangan dari tipu daya syetan, Meraih kecintaan
Allah, Meraih kecintaan manusia, Meraih kemenangan di dunia dan pahala yang besar di
akhirat.
7. Jaminan bagi orang yang ikhlas yaitu berupa: 1). Meraih keberuntungan yang besar di
hari kiamat, yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, 2). Allah akan senantiasa
memelihara hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan maksiat.

REFERENSI

1. Al-Quran Digital versi 2.1, 2004. alquran-digital.com.


2. dakwatuna.com/2008/buah-keikhlasan.
3. dakwatuna.com/2009/delapan-tanda-orang-ikhlas.
4. dakwatuna.com/2008/membangun-keikhlasan-dalam-beramal.
5. dakwatuna.com/2008/tiga-ciri-orang-ikhlas.
6. Dr.Umar Sulaiman al-Asyqar, 2001. Al-Ikhlash. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

11

7. Jalaluddin Asy-Syuyuthi, 2010. Tafsir Jalalain. myface-online.blogspot.com.


8. Tafsir al-Azhar, groups.yahoo.com/group/rezaervani.

You might also like