Professional Documents
Culture Documents
KEMERDEKAAN INDONESIA
A. Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945
Berita Kekalahan Jepang Terhadap Sekutu Dan Perbedaan Pendapat
Antara Golongan Tua Dan Muda Yang Melahirkan Peristiwa Rengasdengklok,
Setelah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah terhadap sekutu, maka
golongan pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di
Jln.Pegangsaan Timur 56 Jakarta.Dengan juru bicara Sutan Syahrir, para pemuda
meminta agar Bung Karno dan Bung Hatta segera memperoklamasikan
kemerdekaan saat itu juga, lepas dari campur tangan Jepang.Bung Karno tidak
menyetujui usul para pemuda karena Proklamasi Kemerdekaan itu perlu
dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI, sebab badan inilah yang ditugasi
untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda menolak pendapat Bung Karno sebab PPKI itu buatan
Jepang, menyatakan kemerdekaan lewat PPKI tentu Akan dicap oleh Sekutu
bahwa kemerdekaan itu hanyalah pemberian Jepang,para pemuda tidak ingin
kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Jepang.Bung Karno
berpendapat lain, bahwa soal kemerdekasan Indonesia datangnya dari pemerintah
Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri,tidaklah menjadi soal,
karena Jepang toh sudah kalah.
Masalah yang lebih penting adalah menghadapi sekutu yang berusaha
mengambalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu memperoklamasikan
kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi, atas dasar
itulah Bung Karno menolak usul para pemuda.
Bom Atom Jepang
Serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah serangan nuklir
selama Perang Dunia II terhadap kekaisaran Jepang oleh Amerika Serikat atas
perintah Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman. Setelah enam bulan
pengeboman 67 kota di Jepang lainnya, senjata nuklir "Little Boy" dijatuhkan di
kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9
Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir "Fat Man" di atas Nagasaki. Kedua tanggal
tersebut adalah satu-satunya serangan nuklir yang pernah terjadi.
Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan
80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945.[1] Sejak itu, ribuan telah tewas akibat
luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom.
Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk.
Enam hari setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki, pada 15 Agustus,
Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu,
menandatangani instrumen menyerah pada tanggal 2 September, yang secara
resmi mengakhiri Perang Pasifik dan Perang Dunia II. (Jerman sudah
menandatangani menyerah pada tanggal 7 Mei 1945, mengakhiri teater Eropa.)
Pengeboman ini membuat Jepang sesudah perang mengadopsi Three Non-Nuclear
Principles, melarang negara itu memiliki senjata nuklir.
B. Jepang Menyerah Tanpa Syarat
Disaksikan Jenderal Richard K. Sutherland, Menteri Luar Negeri Jepang
Mamoru Shigemitsu menandatangani Dokumen Kapitulasi Jepang di atas kapal
USS Missouri, 2 September 1945.
Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai akhir Perang
Dunia II. Angkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak ada sejak
Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun
keinginan untuk melawan hingga titik penghabisan dinyatakan secara terbuka,
pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon
Uni Soviet untuk berperan sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan
syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga
bersiap-siap untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada
Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.
Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan
mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan
Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak
mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka
menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5]
D. Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1. Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal
Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang
menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda
tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan
memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen
Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan
rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari
tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang
harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh
Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali
keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira
yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.
Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja
PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang
panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena
diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia
mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah
Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
2. Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana
Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan
rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta
yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri
menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh
Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M.
Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk
di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian
ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri
penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan
itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno
menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti transfer of power.
Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada
yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih didengungkan.
3. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah
tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL
Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan
proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan
keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56
(sekarang Jl. Proklamasi no. 1)
E. Terbentuknya Negara Dan Pemerintahan Indonesia
Terbentuknya Negara Kesatuan dan pemerintahan republik Indonesia serta
kelengkapanya.
Negara republik Indonesia di lahirkan belum sempurna pada tanggal 17
agustus 19945 pada kenyataanya belum sempurna sebagai suatu negara. Oleh
karena itu langkang yang di ambil oleh para pemimpin negara melalui PPKI
adalah menyusun konstitusi negara dan pembentukan alat kelengkapan negara.
Untuk itu PPKI mengadakan siding sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal
18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945 dan 22 Agusrus 1945.
Sebelum rapat dimulai muncul permasalahan yang disampaikan oleh
wakil dari luar jawa, diantaranya :
Memilih Ir. Soekarno sebagi presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai
wakil Presiden. Pemilihan preiden dan wakil presiden di lakukan secara
Departemen Kehakiman
Departemen Keuangan
: Mr.A.A. Marimis
Departemen Kemakmuran
: Surahman Cokrodisurjo
Departemen Kesejahteraan
Departemen Pengajaran
Departemen Sosial
Departemen Pertahanan
: Supriyadi
Departemen Perhubungan
Departemen Panerangan
: Wachid Hasyim
Mentri Negara
: M. Amir
Mentri Negara
Mentri Negara
: Rm. Sartono
Jaksa Agung
Sekretaris Negara
Juru Bicara
: Kaprawi
: Dra. Moestopo
: Soediman
: Arudji Kartawinata