Professional Documents
Culture Documents
MINIMAL AREA
DISUSUN OLEH :
Sri Hayati
F1071141059
Kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya
(species richness), jumlah spesies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda
dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative abundance) spesies.
Beberapa komunutas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa
spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang
sama dengan jumlah spesies yang semuanya umum ditemukan egetasi sebagai
salah satu komponen dari ekosistem yang dapat
menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan
yang mudah di ukur dan nyata.
Dalam mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik pandang
bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan daru suatu tumbuhan yang
hidup disuatu habitat tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies
sebagai komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifatsifatnya yang mengkarakterisasi gambaranvegetasi secara umum. Analisa
vegetasi adalah cara mempelajari susunan "komponen jenis dan bentuk ataupun
struktur vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.suatu ekosistem alamiah
maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu yang kita
kenal dengan komponen biotik dan abiotik.
struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengarui oleh kompone
n ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh
secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai antara faktor lingkungan biotik dan
abiotic. Ada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas
tertentu,dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi
secara keseluruhan.yang disebut luas minimum area.
Fungsi dari minimum area ini dianalisis untuk melihat luas minimum yang
mewakili suatu komunitas. Dengan melihat minimal area, kita dapat melihat
keanekaragaman dari suatu area. semakin banyak spesies pada minimal area
tersebut, maka tingkat keanekaragaman semakin tinggi. semakin tinggi tingkat
keanekaragamannya maka semakin kompleks pula suatu ekosistem
B. Masalah
Berapa ukuran plot yang representative dari suatu areal.
C. Tujuan
Untuk mengetahui ukuran plot yang representative dari suatu areal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983).
Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat
kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak
contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang
perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan
teknik analisa vegetasi yang digunakan. Prinsip penentuan ukuran petak adalah
petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat
mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat
dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik
berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa
menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas
tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak
yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur
agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika
menggunakan metode jalur ( Marpaung andre, 2009).
Luas daerah dalam satuan kecil yaitu komunitas atau vegetasi yang sangat
bervariasi keadaannya. Keberadaannya merupakan himpunan dan spesies
populasi yang sangat berinteraksi dengan banyak faktor lingkungan yang khas
untuk setiap vegetasi, cara mengamati komunitas atau vegetasi tersebut dan
berapa banyak sampel yang harus di amati sehingga dikatakan representatif bila
di dalamnya terdapat semua atau sebaagian besar jenis tumbuhan yang
membentuk komunitas atau vegetasi tersebut. Daerah minimal yang
mencerminkan kekayaan. Komunitas atau vegetasi disebut luas jumlah kuadrat
minimum (Syafei,1990).
Variasi adalah bila dalam suatu asosiasi terdapat banyak spesies yang
dominan tetapi jumlah tersebut kurang dari jumlah total dalam asosiasi yang
bersangkutan. Komunitas terbentuk secara alamiah. Vegetasi adalah gabungan
dari tumbuh-tumbuhan dalam kondisi lingkungan tertentu. Vegetasi ini terus
berkembang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, sehingga bentuk
vegetasi tersebut dapat dicirikan pleh spesies-spesies yang membentuknya
(Ashby, 1971). Area adalah bagian permukaan bumi, daerah, wilayah geografis
yg digunakan untuk keperluan khusus: hutan ini akan dibuka untuk pertanian;
Ling wilayah geografis yg memiliki ciri-ciri tipologi bahasa yg bersamaan, spt
ciri-ciri lafal, leksikal, atau gramatikal (Michael, 1984).
Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang
dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili
vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi
dengan metode kuadrat. Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan
(komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuhtumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi
erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa
petak contoh untuk mewakili habitat tersebut (Ashby, 1971).
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak
contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar,
empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh
minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan
dalam analisis vegetasi dengan metode kuadrat. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu daerah adalah iklim, keragaman
habitat, ukuran. Fluktuasi iklim yang musiman merupakan faktor penting dalam
membagi keragaman spesies. Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air,
dan sebagainya yang menimbulkan kemacetan ekologis (bottleck) yang
membatasi jumlah spesies yang dapat hidup secara tetap di suatu daerah.
Habitat dengan daerah yang beragam dapat menampung spesies yang
keragamannya lebih besar di bandingkan habitat yang lebih seragam.Daerah
yang luas dapat menampung lebih besar spesies di bandingkan dengan daerah
yang sempit. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hubungan antara
luas dan keragaman spesies secara kasaradalah kuantitatif. Rumus umumnya
adalah jika luas daerah 10 x lebih besar dari daerah lain maka daerah itu akan
mempunyai spesies yang dua kali lebih besar (Harun, 1993). Dari tabel tersebut
dapat diketahui bahwa dari tingkat semak petak pengamatan 2 memiliki jumlah
spesies terkecil, yaitu sebanyak 25 spesies. Sedangkan jumlah spesies terbesar
terdapat pada petak pengamatan 1, sebanyak 118 spesies.Pada tingkat
pancang, jumlah spesies terkecil ditempati oleh petak pengamatan 2, yaitu
sebanyak 10 spesies dan jumlah spesies terbanyak terdapat pada pada petak
pengamatan 1, yaitu sebanyak 24 spesies.Pada tingkat tiang, jumlah spesies
terkecil ditempati oleh petak pengamatan 1 dan 2, yaitu sebanyak 0 spesies dan
jumlah spesies terbanyak terdapat pada pada petak pengamatan 3, yaitu
sebanyak 6 spesies.Pada tingkat pohon, jumlah spesies terkecil ditempati oleh
petak pengamatan 2, yaitu sebanyak 13 spesies dan jumlah spesies terbanyak
terdapat pada pada petak pengamatan 3, yaitu sebanyak 38 spesies. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di kawasan hutan lindung Gunung Prau pada
seluruh petak pengamatan seluas kira-kira 3,6 hektar ditemukan sebanyak 118
jenis tumbuhan yang seluruhnya tergolong ke dalam 34 suku. Untuk tingkat
semai ditemukan sebanyak 47 jenis, untuk tingkat pancang sebanyak 61 jenis,
untuk tingkat tiang sebanyak 53 jenis dan tingkat pohon sebanyak 50 jenis.
Vegetasi tingkat semai didominasi oleh jenis Mranak Quercus sundaica BI (INP =
43, 74 %), vegetasi tingkat pancang dan tiang didominasi oleh jenis Acemena
acuminatissima M. et. P (INP = 42,98 % untuk pancang dan 57,54 % untuk tiang)
dan vegetasi tingkat pohon didominasi oleh jenis Schima walichii Korth (INP =
63,43 %). Jenis mempunyai INP sebesar 1,67% untuk semai, 4,78 % untuk
pancang, 7,47 % untuk tiang dan 20,56 % untuk pohon. Pola dominansi jenis di
kawasan hutan lindung Gunung Prau ini lebih dipusatkan pada banyak jenis,
dibuktikan dengan tingginya tingkat keanekaragaman jenis disana. Demikian
pula dengan tingkat kemerataan dan kekayaan jenis yang cukup besar.
Stratifikasi tajuk terdiri atas tiga strata, yaitu strata A (tinggi pohon 30 meter
keatas), strata B (tinggi pohon 20 30 meter) dan strata C (tinggi pohon 4 20
meter). Secara keseluruhan jumlah individu pohon pada strata B paling banyak
apabila dibandingkan dengan strata C dan strata A. Pola penyebaran jenis
Walikadep/Tetrastigma glabratum di hutan lindung Gunung Prau adalah
mengelompok, dimana jenis ini cocok tumbuh pada kelembaban 80% dengan
ketinggian tempat antara 1000 1600 m dpl dengan kelerengan sebesar 4 100
%. Berdasarkan hasil analisis keragaman diperoleh bahwa hubungan antara
faktor lingkungan fisik (ketinggian tempat) dengan kerapatan jenis walikadep
Gunung Prau adalah sangat nyata. Hal ini berarti terdapat hubungan yang erat
antara faktor lingkungan fisik (ketinggian dengan kerapatan jenis
walikadep/Tetrastigma glabratum di hutan lindung Gunung Prau (Lianah ,
Sutrisno Anggoro , Henna Rya S. , Munifatul Izzati , 2013)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Hari,tanggal : senin ,10 oktober 2016
Waktu
: 15:30 sd selesai
Tempat: Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNTAN Pontianak.
B. Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Meteran
Parang
Tali rapiah
Pancang
Alat tulis
Buku identifikasi
C. Cara Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
BAB IV
ANALISI DATA
A. Hasil Pengamatan
N
O
JENIS
PETAK CONTOH
KETERANGAN
1 ()
2 ()
3 ()
4 ()
5 ()
SPECIES 1
V (10)
V (11)
V (49)
V (110)
V (110)
SPECIES 2
V (10)
V (13)
V (21)
V (36)
V (84)
SPECIES 3
V (28)
V (37)
V (56)
V (63)
V (63)
SPECIES 4
V (1)
V (5)
V (12)
V (12)
V (12)
SPECIES 5
V (10)
V (10)
V (10)
V (16)
SPECIES 6
V (2)
V (6)
V (15)
V (15)
SPECIES 7
V (1)
V (1)
V (1)
SPECIES 8
Jumlah
155
V (1)
248
V (1)
302
49
78
B. Pembahasan
Minimum Area erat kaitannya dengan analisa vegetasi yang ada didalam
suatu kawasan. Menurut Agustia, E. W, dkk, (2011), Analisa vegetasi adalah cara
mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi . Untuk suatu
kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan.
Minimal area merupakan suatu metode dasar dalam penyelidikan ekologi
tumbuhan yang menggunakan plot. Ukuran plot dibuat sedemikian rupa agar plot
benar-benar dapat menjadi representative untuk mengambil data. Dengan metode
ini dapat ditentukan apakah daerah ini dapat dijadikan daerah peternakan atau
tidak (Odum, 1992)
Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling
area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat
tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, maka makin luas petak
contoh yang digunakan (Michael, 1984).
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Minimal area merupakan luas atau ukuran minimal plot yang representatif untuk
suatu areal. Minimal area ini dapat ditentukan dengan sistem nested plot yang
dilanjutkan dengan membuat kurva minimal area,
2. Pada pengamatan minimal area, total ukuran plot yang didapat yaitu 100 x 100
cm, karena pada plot ini sudah tidak ada lagi penambahan jenis/ spesies.
3. Terdapat perbedaan jumlah jenis pada plot pertama dan kedua.,ketiga, keempat
dan kelima. Plot pertama , jenis tumbuhan dan jumlah setiap individu yang
didapat lebih banyak dibandingkan dengan berikutnya Makin tinggi suatu
keanekragaman pada suatu areal, maka semakin luas pula petak contoh yang
digunakan dalam penentuan luas minimum. Artinya pada luas habitat yang
sebenarnya maka spesies yang ditemukan pada tempat tersebut semakin
banyak.
4. Spesies tanaman yang terdapat pada plot yang dibuat dapat mewakili
keanekaragaman spesies yang ada di habitat tersebut
B. Saran
Sebaiknya pengarahan nya diberikan sebelum terjun ke lapangan dan didiskusikan
dengan sesama asisten sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi ,dan di tuliskan terlebih dahulu tabel yang berisi apa yang akan di data di
lapangan
DAFTAR PUSTAKA
Agustia E.W Dkk. 2011. Analisis Vegetasi. 4shared.com/doc/kFdoYk/preview.html
diakses tanggal 20 oktober 2016
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9.
Oxford: Blackwell Scientific Publications
Michael P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratarium. UI Press.
Jakarta.
Purwaningsih, dan R. Yusuf. 2005. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan di Kawasan
Pakuli, Taman Nasional Lore Lindu. Sulawesi Tengah. Biodiversitas 6 (2): 123-128.
Rahardjanto,A.K.2001. Ekologi Tumbuhan.Biologi FKIP UMM : Malang