You are on page 1of 26

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS
Nama

: Ny. W

Umur

: 28 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jerambah Bolong

No RM

: 05.42.54

Tanggal pemeriksaan

: 29 Desember 2016

ANAMNESIS
(Allo-anamnesis dan Auto anamnesa 29 Desember 2016
a. Keluhan Utama :
Nyeri kepala
b. Keluhan Tambahan :
Luka terbuka di kepala
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh suaminya dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri
kepala terus menerus, tidak berputar. Awalnya os terjatuh dari motor. Os
terjatuh dengan posisi kepala belakang membentur tanah. Kemudian os tidak
sadarkan diri selama 1 jam. Setelah sadar os muntah yang berisi makanan
dan mengeluhkan nyeri kepala. Pasien mengeluhkan pandangan yang buram
dan tampak kebingungan serta menanyakan apa yang terjadi kepada
suaminya. Akibat dari benturan pada bagian kepala belakang tersebut, pasien
mengalami luka terbuka. Tidak ada cairan keluar dari telinga pasien.
Kelemahan anggota badan disangkal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat (-), Riwayat hipertensi (-), Riwayat gangguan jiwa/stress
(-)
Riwayat diabetes melitus (-), Riwayat asma (-), Riwayat maag (-), Riwayat
sakit jantung (-), Riwayat sakit ginjal atau hati (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat stroke (-),
Riwayat trauma (-), Riwayat epilepsi (-), Riwayat gangguan jiwa (-)
f.

Riwayat Pola Hidup dan Kebiasaan


Rokok (-)
Minum alkohol (-)
Penggunaan narkoba (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS= E4M6V5=15

Kooperasi

: Kooperatif

Sikap

: Berbaring aktif

Keadaan gizi

: Cukup

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 78 x / menit, isi cukup, irama reguler, equal

Suhu Badan

: 36,60 C

Pernafasan

: 18 x / menit, irama reguler

Keadaan lokal
Kulit

: Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-) Eksoriasi

pada palpebra kanan, patella kanan


Kepala

: Normosefali, Vulnus laceratum pada regio parietal dextra uk 5

cm dasar tulang, kontaminasi minimal, nyeri tekan (-).


Columna vertebralis: Lurus di tengah
Mata

:Racoon Eyes (-/-), konjungtiva anemis -/-,


sklera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil
bulat isokor,

refleks cahaya langsung +/+,

refleks cahaya tidak langsung +/+ .


T/H/M

: Dalam Batas Normal

Leher

: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, kelenjar


getah

bening tidak teraba membesar, tiroid di

tengah, JVP 5-2 cm H2O


Pemeriksaan jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial dari linea
Perkusi

midklavikularis sinistra
: Batas jantung atas
: ICS III garis sternalis kiri
Batas jantung kanan
: ICS IV, 1 cm lateral linea sternalis
kanan.
Batas jantung kiri

ICS

VI,

cm

lateral

linea

midclavikularis kiri
Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksan paru
Inspeksi
: Gerakan nafas simetris statis dan dinamis
Palpasi
: Vocal fremitus simetris, krepitasi (-)
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstemitas atas
: akral hangat + / +, edema - / -, krepitasi -/-, deformitas
-/-, CRT < 2 detik
Ekstemitas bawah : Ekskoriasi di patella kanan, akral hangat + / +, edema
- / -,
krepitasi -/-, deformitas -/-, clubbing finger (-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal (-)
b. Tanda Peningkatan tekanan intrakranial (-)
o Penurunan kesadaran (-)
o Papil oedem -tidak dilakukan pemeriksaan
o Pupil anisokor (-)
o Trias cushing (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA
CKR + VL o/t regio parietalis dextra
PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa
Observasi
Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300

Perawatan luka + Hecting


Medikamentosa

Paracetamol 3 x 500 mg

Amoxilin 3 x 500 mg
RENCANA PEMERIKSAAN
Head Rontgen
Head Ct-scan
PROGNOSA
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam.

BAB III
PEMBAHASAN
CEDERA KEPALA
Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Cedera kepala yang mengenai kepala dan otak, dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi
meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak
bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk
hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa
terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan,
pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang
ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat
bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan
otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke
bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak
dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di
dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat
fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang
hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah
pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak
(hematoma subdural).

Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tampa perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan
dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan
galea terdapat lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulupembuluh darah besar yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang
subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat
membawa infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang
berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula
interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media, dan
posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.

Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid,
dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat
erat dengan permukaan dalam tengkorak.

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk
periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media
yang bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran
fibrosa halus dan elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara
kedua membran disebut ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya
mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek
pada trauma kepala. Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang
melebar dan mendalam pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan
serebrospinal. Pia mater adalah membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh
darah halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua
sulkus dan membungkus semua girus.

Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi
primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan
otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada
tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur
impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau
menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar
tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi
perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform
dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan
serebro spinal lewat hidung atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung
menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat
penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada
daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering
kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan
trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena
adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis
spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga
mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat
trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat
meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di
dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan
yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita
tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat
trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anakanak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari
saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di
dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau
sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya
negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya

pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi
hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala,
atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih
kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan
seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf
VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan.
Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan
XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma
sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada
pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau
tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang
menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

10

Klasifikasi Cedera Kepala

11

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.


Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atau
terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang,
namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak
depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan
parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala
tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan
cedera kepala penetrans lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
12

1. Trauma kepala terbuka


Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur
longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru
dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak
tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto
rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu
mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.


2. Trauma kepala tertutup
Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada
komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada
kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri

13

berarti kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan
cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya.
Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan
cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini
mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam
tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi
(pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat
tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila
ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak
karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu
bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersamasama atau berturutan. Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan
(coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup
terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam
jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi
tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan
robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap
trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturanbenturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar
jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah
daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.
A. Komosio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10
menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung.
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya
cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural
yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung
kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa
menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian
besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini
bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari

14

beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca
konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini
biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat,
apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obatobatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih
perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih
serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah
terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah
parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak
terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang
yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi
otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri
diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4
hari pertama.
B. Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh
darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik
pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio
dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal
sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai
kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah
vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler
mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar
dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan
mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema
jaringan

menyebabkan

penekanan

pada

pembuluh-pembuluh

darah

yang

mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia.


Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan
hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena
sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka
bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat

15

hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan
dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan
kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa
minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI
menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan
kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
C. Perdarahan intrakranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang
tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan
karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma
subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak
(hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT
scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan
gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering
terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala
setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak,
menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.
Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran
sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan
atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan
hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens
dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek
arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru
muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis
dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Pada
pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak gambaran massa hiperdens dengan bentuk
bikonveks (double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya sebagai gambaran

16

football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak. Hematoma
epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan
sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan
bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian
setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang
bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya
rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama
beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI
bisa menunjukkan adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens
berbentuk konkaf atau menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan
CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

17

Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga
drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif
maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan
kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah
sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status
vegetatif persisten.

Berdasarkan morfologi
1. Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri
pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar
sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar
tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak
dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.
2. Cedera/fraktur Tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak
pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak
terdepresi.
3. Cedera aksonal difusa
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada
otak sewaktu terjadinya trauma kepala.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS

18

2. Kekuatan fungsi motorik


3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan
sampai berat terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan terdapat tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk
melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya
perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau
terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA


I.

Cedera kepala ringan


Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 15.
Terdiri atas :
a. Simple head injury
Tidak ada penurunan kesadaran
Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen
1. Primary Survei (Airway-Breathing-Circulation)

19

2. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan


kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
robek, bersihkan lalu di jahit.
3. Foto rontgen tengkorak.
4. CTscan kepala bila perlu.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
5. Observasi
Kriteria rawat :
a.

Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b.

Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c.

Penurunan tingkat kesadaran

d.

Nyeri kepala sedang hingga berat

e.

CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f.

Otorrhea, rhinorrhea

g.

Semua cedera tembus

h.

Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit
bila timbul gejala-gejala tambahan ( observasi 1 x 24 jam ). Terapi simtomatik dan
antibiotic bila perlu.

II.

Cedera kepala sedang


Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah
sederhana ( GCS 9 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat
memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien
cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya
sama seperti pada cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila
kondisi membaik,pasien boleh pulang dan kontrol di poli. Pemeriksaan CT scan
perlu diulang apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien
harus dirawat untuk di observasi.

III.

Cedera kepala berat


20

Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena
adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 8).
Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup :

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera


kepala ringan/sedang.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau


gangguan di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,


respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Dolls eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Prognosis

21

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami


penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area,
sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area
lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka
kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan
pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan
hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan
yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan
tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini
biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa
diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang
mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama,
maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian
Rakyat. Jakarta : 2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU,
Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on :
22 Juny 2013
4. Neural

System

Development

Cerebrospinal

Fluid.

Available

at:

http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 22 Juni


2013
5.

Anatomy

&

Causes:

Cranial

Anatomy.

Available

at:

http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013


6. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis).
Available at : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatancedera-kepala-trauma-capitis/. Accessed on : 22 Juni 2013
7. Hati-hati

Jika

Cedera

Kepala.

Available

at

http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala.
Accessed on : 22 Juni 2013

23

Pertanyaan :
Apa itu cedera aksonal difusa ?
Pasien CKR kan boleh pulang, tapi harus diobservasi dirumah jika ada
gejala tambahan. Apa gejala2nya ?
Apa Indikasi Operasi pada CK ?
Apa yang ditakutkan bila fraktur tengkorak ?
Pada kodisi darurat, tanpa menghitung GCS terlebih dahulu, apakah kita
dapat menentukan itu CKB ? klo bisa bagaimana ?
CKB tadi termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Apa itu
status vegetatif persisten ?

24

CKB tadi termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Apa itu status
vegetatif persisten ?
Persisten Vegetative Statue : kondisi dimana terjadi kerusakan pada korteks serebri
namun batang otak pengatur tanda vital masih berfungsi. Tak mampu melakukan gerak
volunter.
Pada kodisi darurat, tanpa menghitung GCS terlebih dahulu, apakah kita dapat
menentukan itu CKB ? klo bisa bagaimana ?
pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil anisokor
2. Pemeriksaan motorik tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang
terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
Apa yang ditakutkan bila fraktur tengkorak ?
Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar
sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak.
Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau
telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau
muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang
memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan
infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak
tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau
posisinya bergeser.
Apa Indikasi Operasi nya ?
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai
berikut :

25

Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

Tanda fokal neurologis semakin berat

Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat,
muntah proyektil)

Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari
3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang

Pasien CKR kan boleh pulang, tapi harus diobservasi dirumah jika ada gejala
tambahan. Apa gejala2nya ?
seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
Apa itu cedera aksonal difusa ?
Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya. Pada saat terjadinya trauma,
lapisan lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda beda.
Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu
pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit.
Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang
nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal
akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal

26

You might also like