You are on page 1of 8

PRETEST SUB BAGIAN ENDOKRIN

Nama : dr. Rama Fadila


TOPIK : DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN INSUFISIENSI ADRENAL PRIMER
DAN SEKUNDER
Insufisiensi adrenal bisa merupakan penyakit adrenal primer (hipoadrenalisme primer) atau
penurunan rangsangan adrenal akibat defisiensi ACTH. Hipoadrenalsime sekunder dapat
dietmukan pada semua penyakit yang berkaitan dengan hipopituitarisme, sedangkan
hipoadrnalisme primer disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada adrenal.
a. Insufisiensi adrenal primer (penyakit addison)
Definisi
Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormone dalam jumlah yang adekuat
sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam menekan dan meregulasi tekanan darah serta
mengatur keseimbangan air dan garam.
Penyakit Addison sudah dikenal sejak 150 tahun lalu, yang pertama kali dikemukakan
oleh Thomas Addison pada tahun 1855.Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki
prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga pasien adalah perempuan.
Epidemiologi
Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat
tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut
Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur,
tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 50 tahun . Diagnosis ditegakkan antara usia 20
sampai 50 tahun.
Etiologi
Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab dari penyakit Addison,
diantaranya :
Adrenalitis autoimun membentuk 75 % hingga 90 % kasus penyakit Addison di
Negara berkembang. Penyakit ini dapat bersifat sporadic atau familial. Pada
separuh pasien, penyakit autoimun tampaknya terbatas di kelenjar adrenal; pada
pasien lainnya, juga terdapat penyakit autoimun lain, seperti penyakit Hashimoto,
anemia pernisiosa, diabetes mellitus tipe 1, dan hipoparatiroidisme idiopatik.
Istilah sindrom poliglandular tipe 1 atau II pernah digunakan untuk menamai
berbagai kombinasi keterlibatan organ yang mingkin ditemukan. Sindrom
poliglandular tipe I adalah suatu penyakit resesif autosomal yang berkaitan
dengan mutasi gen regulator autoimun di kromosom 21q. sebaliknya, sindrom
poliglandular tipe II dan adrenalitis autoimun saja adalah penyakit multifactor,
dengan keterkaitan kuat ke antigen histokompatibilitas tertentu., terutama HLAB8, HLA-DR3, dan HLA-DQ5. Pada pasien dengan semua varian adrenalitis

autoimun, ditemukan antibody terhadap enzim steroid, seperti 21-hidroksilase dan


17-hidroksilase.
Infeksi, terutama tuberkulosis dan yang disebabkan oleh jamur, juga dapat
menyebabkan adenokorteks kronis primer. Adrenalitis tuberkulosis, yang pernah
membentuk hingga 90 % kasus penyakit Addison, kini semakin jarang ditemukan
berkat ditemukannya terapi antituberkulosis. Pasien dengan sindrom
immunodefisieinsi (AIDS) dapat beresiko mengalami insufisiensi adrenal akibat
beberapa penyulit infeksi (sitomegalovirus, Mycrobacterium aviumintracellulare) dan noninfeksi (sarcoma Kaposi) dari penyakit mereka.
Neoplasma metastatic yang mengenai adrenal adalah penyebab potensial lain
insufisiensi adrenal. Adrenal merupakan tempat yang cukup sering mengalami
metastasis pada pasien dengan karsinoma diseminata. Meskipun fungsi adrenal
dipertahankan pada sebagian besar pasien ini, pertumbuhan metastatic kadangkadang merusak cukup banyak korteks adrenal sehingga terjadi insufisiensi
adrenal.

Patofisiologi
hipotalam
us

CRH

hipofisis

ACTH

Etiologi

destruksi

adrenal

kortisol

aldostero
n

androgen

Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan


glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Kombinasi
dari berbagai perubahan dalam metabolisme karbohidrat ini dapar menyebabkan
tubuh tidak mampu mempertahankan kadar glukosa darah yang normal sehingga
terjadi hipoglikemia pada saat puasa. Karena rendahnya kandungan glikogen di hati,

maka pasien insufiensi adrenal tidak tahan dengan kekurangan makanan yang lama.
Peningkatan kepekaan terhadap insulin akibat defisiensi kortisol mungkin menjadi
masalah dengan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2 yang memerlukan
insulin yang juga mengalami insufisiensi korteks adrenal. Para pasien ini mungkin
mengetahui bahwa dosis insulin yang dahulu sudah dapat mengontrol kadar gula
darah sekarang menyebabkan hipoglikemia.
Konsekuensi lain dari defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik
negative dalam sekresi peptide yang berasal dari propiomelanokortin (POMC),
termasuk ACTH dan melanocyte-stimulating hormone - dan . Konsekuensi klinis
adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi dibagian distal ekstremitas didaerah
yang terpajan matahari walaupun dapat juga mengenai daerah yang dalam keadaan
normal tidak terpajan matahari. Daerah- daerah ini mencakup puting payudara,
permukaan ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi, lidah, lipatan ditelapak
tangan, dan buku jari.
Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal terhadap
stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stress bedah,
anastesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada keadaan ini pasien
mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang mengancam nyawa.2
Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran natrium dan
reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan volume
plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan
penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi
mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit.
Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik
turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi tegak. Takikardia postural
terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih dari 20 denyut permenit (bpm) pada
keadaan seperti diatas. Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi
biasanya menetap lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian,
pasien penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat
berbaring, tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien
berdiri. Demikian juga kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi 140 bpm
dengan perubahan posisi tersebut.
Berkurangnya volume intravascular dan tekanan arteroil aferen ginjal
merangsang pelepasan rennin dan meningkatkan pembentukan angiotensin II. Namun,
Karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat merangsang produksi
aldosteron dan memulihkan kadarnya ke kadar basal. Kadar rennin yang tinggi dan
aldosteron yang rendah merupakan ciri defisiensi aldosteron primer.
Defisiensi Androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis. Efek
ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek
metabolic androgenic. Pada perempuan insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya
rambut ketiak dan pubis serta berkurangnya rambut di ekstremitas.2

b. Insufisiensi adenokortisol sekunder

Insufisiensi adrenokortikal sekunder disebabkan oleh defisiensi ACTH.


Etiologi
Terapi glukokortikoid eksogen, tumor hipotalamus atau hipofisis
Gejala Klinis
1. Hiperpigmentasi
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan
mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid
jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya hormon
adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyaiMSH-like effect. Pada
penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik.
2. Sistem Kardiovaskuler
a) Hipotensi
Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah sistolik
biasanya antara 80100 mmHg, sedang tekanan diastolik 5060 mmHg. Mekanisme
penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai
efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah
terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi
posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan
keluhan pusing, lemah, penglihatan kabur, berdebar-debar .
Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan medula yang
intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan darah
akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan
tonus vasomotor.
b) Jantung
Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini
mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air. Bertambah
besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan
elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali
didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan
degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah
kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop.
3. Kelemahan Badan
Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta
gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis
oto bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutam pada sel-sel otot

menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang
setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.
4. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 1015 kg dalam waktu 612 bulan.
Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi,
serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot.
Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan.
5. Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya
merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah, nyeri
epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung
biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi
klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung
menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah
diperbaiki.
6. Gangguan elektrolit dan air
Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta
retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi, hemokonsentrasi
dan asidosis.
7. Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang
meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi
puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi
glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan
kurve yang datar.
8. Darah Tepi
Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel
darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat
Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran
hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.
9. Gangguan Neurologi dan psikiatri
Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin
berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah
tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa
lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta.

Diagnosis
Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 620 mg%, dan kurang dari 8 mg
% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00
pagi kurang dari 5 mg% .

Pemeriksaan kadar hormon adrenokortikotropik plasma dapat digunakan untuk


membedakan antara insufisiensi korteks adrenal primer dan sekunder. Harga normal hormon
adreno- kortikotropik plasma 0,1 0.4 m Unit per 100 ml plasma. Pada insufisiensi korteks
adrenal primer kadar hormon adreno kortikotropik plasma lebih besar dari 8,2 m Unit per 100
ml plasma. Dengan pemberian 10 mg hidrokortison, kadar hormon adreno kortikotropik akan
menurun dan meningkat lagi setelah injeksi dihentikan.
Rasio natrium serum dibanding kalium
Pada penyakit Addison, didapatkan pengeluaran natrium dan retensi kalium karena
menurunnya hormon mineralokortikoid, di mana kadar natrium serum kurang dari 142
mEq/1, dan kadar kalium serum lebih besar dari 4,5 mEq/1. Rasio natrium serum
dibanding kalium normal 30 35, bila rasio kurang dari 30 berarti terdapat insufisiensi
korteks adrenal.
Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid dalam urin dengan Porter Silber Chromogen.
Kadar normal 17 hidroksikortikoid urin = 4 - 10 mg/24 jam. Pada insufisiensi korteks
adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid urin kurang dari 4 mg/24 jam. Dengan pemberian
ACTH/kosintropin pada insufisiensi korteks adrenal primer tak ada kenaikan dari 17
hidroksikortikoid, sedang pada insufisiensi korteks adrenal sekunder kadar 17
hidroksikortikoid urin meningkat
Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid plasma denganPorter Silber Chromogen

Kadar normal 820 Ug/100 ml (pagi) dan akan turun 50% waktu sore. Pada insufisiensi
korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid plasma kurang dari 8 Ug/100 ml.
Tes ACTH/Kortrosin
1) Plasma ACTH Tes
Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid dengan
cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin
intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi korteks adrenal
primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml.
2) Tes ACTH Urin
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500 1.000 ml larutan salin kemudian
diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid urin per 24jam
sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan 17 hidroksikortikoid
urin setelah pemberian ACTH.
Repeated 8 Hour ACTH Test
25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 5001.000 ml larutan salin di infus selama 8
jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17 hidroksi
kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat kenaikan ekskresi
17 hidroksikortikoid urin/24 jam.
Water Load Test (Robinson Kepler Power Test)
Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan
hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg berat
badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal ekskresi air
kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal apabila diberi 100
mg hidrokortison sebelum tes.
Pemeriksaan Penunjang
Perlu diperhatikan prosedur berikut untuk memastikan diagnosis dan
penanganannya.Sampel darah harus diambil untuk pemeriksaan kortisol darah. Kemudian
diberikan NaCl 0,9 % intravena 1 liter / jam dan pada setiap liter ditambahkan deksametason
sodium fosfat 4 mg dan aqueos tetrosuctin 200 mg. Setelah 1 jam, ulangi pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan kortisol darah.Cara ini efektif dan pemeriksaan kortisol
darah dapat memastikan diagnosis klinis dan pemeriksaan respon adrenal.
Pemeriksaan penunjang dan penegakan diagnosis pada Penyakit Addison
Tes hormone
kortisol plasma basal

Metode
diukur kadar kortisol pk
08.00 -09.00 serta pk
17.00

Hasil
normal : 6-24 microg/dl
insufisiensi adrenal : 3
mcg/dl
bukan insufisiensi adrenal :

tes stimulasi ACTH


pendek (tes synacten)

tes stimulasi ACTH


panjang
tes autoantibodi

kortisol darah/urin
diukur sebelum dan
sesudah pemberian
injeksi ACTH sintetik.
tes pendek : ukur kadar
kortisol sebelum dan
30-60 menit sesudah
injeksi
pemberian injeksi
ACTH sintetik selama
48-72 jam
imunoflouresensi
indirek

19 mcg/dl
kadar kortisol rendah atau
tidak naik sama sekali
sesudah injeksi

tidak ada peningkatan kadar


kortisol pada insufisiensi
primer (Addison)
ditemukan antibodi
menunjukan adanya
insufisiensi adrenal primer
autoimun.

Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai
30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila
dosis steroid-steroid ini sudah di sesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien
kembali ke normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfafluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit
demam, pembedahan, trauma), karena apabila tidak, maka pasien dapat mengalami
insufisiensi adrenal akut.Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan
penggantian dengan kortisol terapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi
aldosteronnya normal.

You might also like