You are on page 1of 11
63 ASMA BRONKIAL Heru Sundaru, Sukamto PENDAHULUAN Meskipun asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang Jalu, para ahli masih belum sepakat mengenai definis| penyakit tersebut. Dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para abli berpendapat: asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1). obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) balk secara spontan maupun dengan pengobatan; 2). inflamasi saluran napas; 3). peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). ‘Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan ‘saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi dipengaruhi oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga balk obstruksi maupun peningkatan respon terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas. PREVALENS! Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, ‘serta faktorlingkungan, Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 15:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut Jebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-Iaki, Umumanya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama, Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 -7%, KLASIFIKASI ‘sangat sukar membedakan satu jenis asma dengan asma yang lain, Dahulu dibedakan asma alergik (ekstrinsik) dan rnon-alergik (intrinsik). Asma alergik terutama munculnya pada waktu kanak-kanak, mekanisme serangannya ‘melalui reaksi alergi tipe | terhadap alergen. Sedangkan asma dikatakan asma intrinsik bila tidak ditemukan tanda-tanda reaksi hipersensitivitas terhadap alergen Namun klasifikasi tersebut pada prakteknya tidak mudah dan sering pasien mempunyai kedua sifat alergik dan rnon-alergik, sehingga Mc Connel dan Holgate membagi ‘asma dalam 3 kategori,yaitu: 1). asma ekstrinsik, 2). asma intrinsik, 3). asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik. Selanjutaya Global Initiative for Asthma (GINA) mengajukan klasifikasi asma intermiten dan persisten ringan, sedang dan berat. Baru-baru ini, GINA ‘melakukan klasifiasi asa menjadi 1), asma terkontrol, 2. ‘asma terkontrol sebagian, dan 3). asma tidak terkontrol; berdasarkan gejala siang/ malam, aktivitas, pemakaian obat pelega, serta eksaserbasi PATOGENESIS Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi ddan respons saluran napas yang berlebihan. - 478 [ASMA BROKIAL 479 ‘Asma sebagai Penyakit inflamasi ‘Asia saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor (kemerahan karena vasodilatas), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (asa sakit Karena rangsangan sensoris), dan functio laesa (Gungsi yang terganggu). Akhit-akir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaitu infltrasi sel- sel radang, Ternyata keenam syarat tadi dijumpei pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non-alergik Seperti telah dikemukakan di atas balk asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya infiamasi dan hipereaktivtas saluran napas. Oleh karena ity paling tidak cikenal 2 jalur untuk mencapei kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yeng terutama didominasi oleh Igf dan jalur saraf autonom, Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells = sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasi lahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Se! T penolong inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk Ig, sertasel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (L1),platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksan (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infra sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas (HSN).Jalur non-alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasi akhir berupa inflamasi dan HSN. Hipereaktivitas Saluran Napas (HSN) Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran napas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti irtan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani) Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahit, tetapi sebagian lagi didapat. Berbagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas seseorang vit: Inflamasi saluran napa. Sel-selinflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti-inflamasi dapat rmenurunkan derajat HSN dan gejala asma, Kerusakan epitel. Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini ‘akan meningkatkan penetrasialergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi yjung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi Mekanisme neurologis. Pada pasien asma terdapat peningkatan respons saraf parasimpatis. Gangguan intrinsik. Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan pada HSN. ‘Obstruksi saluran napas. Meskipun bukan faktor utama, ‘obstruksi saluran napas diduga ikut berperan pada HSN. PATOFISIOLOGI CObstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi ‘spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat sselama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan dara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kepasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bbernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang bbesat, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ‘ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding meng Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia, Penurunan PaO, mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis, Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi 480 ALERGI DAN IMUNOLOG! KLINIK. akibatnya pengeluaran CO, menjadi berlebihan sehingga PaCO, menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus ssehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran «gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO,. Peningkatan produksi CO, yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO, (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik ‘atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang bik, yang berakibat perburukan hiperkapnia. Dengan cdemikian penyempitan saluran napas pada asma aken menimbulkan hal-hal sebagai berikut: 1). Gangguen ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat alveoli Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, serta asicosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik bbatuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gelals tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertaipilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen ‘Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigei, periu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin, Pada asma alergik, ering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas, Terlebih lagi pasien ‘asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik ‘menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan rmembaik bila pasien dijauhkan dari ingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya, Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uj provokasi dengan bahan tersangke yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis. DIAGNOSIS Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani ‘Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi, atau dermatitis atopik membantu diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat pula muncul sembarang waktu, Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada ‘musim tertentu. Yang perlu diketahul adalah faktor-faktor ppencetus serangan, Dengan mengetahui faktor pencetus kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Fakdor-faktor pencetus pada asma yaitu: + Infeksi virus saluran napas: influenza + Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang + Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi + Kegiatan jasmani: lari + Ekspresi emosional takut, marah, frustasi + Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti-inflamasi non- steroid + Lingkungan kerja: uap zat kimia + Polusi udara: asap rokok Pengawet makanan: sulfit + Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan ‘atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ‘ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien ‘asma dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga ssangat bervariasi dari satu individu ke individu lain, dan bahkan bervariasi pada individu sendii misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul dibanding siang hari PEMERIKSAAN FISIS Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. ASMA BROKIAL Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpal pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Spirometri Cara yang paling cepat dan sedethana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkadilator. Pemeriksaan spirometridilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 sebanyak ® 12% atau (2 200mL) rmenunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 12% atau 200ml, tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Demikian pula respons tethadep bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, oleh kerena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Untuk rmelinat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas ‘mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofiin dan bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri pada asma dapat disemakan dengan tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes melitus. Banyak pasien ‘asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya ‘menunjukkan obstruksi, Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit paru obstruktif kronik Uji Provokasi Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bbronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan ujiprovokast bronkus seperti ui provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmeni, udara dingin,larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan 481 kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 1095. Akan halnya uji provokasi dengan alergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap_ alergen yang dij. Pemeriksaan Sputum Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkhitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofi, kristal Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann; pemeriksaan ini juga penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigatus. Pemeriksaan Eosinofil Total Jumiah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari brontkitis kronik Pemeriksaan ini juga dapat dipakei sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma. Uji Kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena yji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya. Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik Dalam Sputum Kegunaan pemeriksaan Ig total hanya untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna cilakukan bila uj kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya Foto Rontgen Dada Pemeriksaan ini clilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan tethadap proses patologis di paru atau komplikasi asmma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, an lain-lain Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO, < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO, justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO, > 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik 482 AALERG! DAN IMUNOLOG! KLINIK. DIAGNOSIS BANDING DAN KOMPLIKAS! ASMA Diagnosis Banding Bronkitis kronik. Bronkitiskronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti ‘tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat 2x/ mag) 23 faa Gambaran asma terkontrol ‘Ada sebagian ada dalam setiap minggu > 2emgg -< 80% prediksi nila terbaik 2 1 tahun 21 tahun 1 xymeg ASMA BROKIAL dikstakan terkontrol bila tekanan darah < 140/90 mmHg, diabetes melitus terkontrol bila kadar HbAtc < 6.5% atau dislipidemia dianggap terkontrol bila kadar LDL kolesterol +s 100 mg/dl. Namun asma sebagai penyakit multidimensi persepsi tentang kontrol asma belum ada kesepakatan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar asma tidak terkontrol. Oleh karena itu para ahli berupaya mencari alat ukur yang diperkirakan dapat mewakili kontrol asma secara keseluruhan mulai dari pengukuran salah satu variabel sampai kepada gabungan beberapa variabel, Sejauh ini paling tidak terdapat Salat ukur berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru, tetapi yang lazim dipakai adalah tes kontrol asma seperti terlihat pada gambar 2. Asthma Control Test (Tes Kontrol Asma). Diperkenalkan, oleh Nathan dkk yang berisi 5 pertanyaan dan masing- ‘masing pertanyaan mempunyai skor 1 sampal 5, sehingga nilai terendah ACT adalah § dan tertinagi 25. Interpretasi dari skor tersebut adalah : + bila kurang atau sama dengan 19 berarti asma Terkontol sebagian Tidak terkoniro! 485 tidak terkontrol, sedangkan di bawah 15 dikatakan terkontrol buruk + 20-24 dikatakan terkontrol balk + 25 dikatakan terkontrol total atau sempurna ACT ini juga telah di uji coba oleh Susilaweti di Poliklinik Alergi Imunologi Klinik Departemen tImu Penyakit Dalam, FKUI RSCM. Pengobatan dimulai sesuai dengan tahap atau tingkat beratnya asma. Bila gejala asme tidak terkendali,lanjutkan pengobatan ke tingkat berikutnya. Tetapi sebelumnya pethatikan lebih dahulu apakah teknik pengobatan, ketaatan berobat serta pengendalian lingkungan (penghindaran alergen atau faktor pencetus) telah cllaksanakan dengan bak Setelah asma terkendal paling tidak untuk jangka waktu 3 bulan, dapat dicoba menurunkan obat-obat anti asma secara bertahap, sampai mencapsi dosis minimum yang dapat mengendalikan gejala ‘Akhirakhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang berat. Penelitian menunjukkan batwa Pariahanken dan upayakan tahap terendah Tingkarkan untuk meneapal konto Tiagkatkan sampal terkontro) Eksaserbash ‘Oba sesual eksaserbasi Eo 1eS*Dosis rendah fi ICS dosis rendah § tahun, remaja dan dewasa 486 Pertanyaan 1 ontor, di sokolah, atau ol rumah? silahkan ph ealah satu jawaban yang sosual dengan Kondlsiasma Anda. Berkan tanda slang (9). Dalam 4 minggu tera seborapa sering penyakt aema mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan sehar-har di ALERG! DAN IMUNOLOGI KLINIK seit Sering Kase | em Taek @ @| | Senge @ @| | Fermen © Pertonyaan2 Dalam 4 mingou teak seberapa serng ane england ses nepas? Seal Sal 12 ha Tak Setar | | Semirwaw © | ESrinaou ® | | porn © Pevtaryaan3 Onn 4 ming era sera srg gaa asa (ergok,babsalu,ssak nape oye dada la aa terokan rey merge Anda tfoangon raat tac awa Cat sasanya Vatemian Gy) [22108 seminaau Gp) [zea Task Steere | | Foo se @] |ftin @ | | pomen © | pertanyaan 4 Onan &ringou teri seberepa Anda mengpunekan ob eemet slau obat minum (abeUsrap) untuk meegnkan| | porepooat | sratawu Cy] [t2nan 23 al Tan Trask tei that! QI [Zemtngou ©] |semiosse® | | seman | pertanyaan 8 Bossa Ande send mento ngktKontrolKendal ssa and dala 4 ming era? ise le eSae cue, @] [ems Teron wees Stes @] | Eitahear QD] [Etoaneln@ | | Spine TOTAL SKOR >| Gambar 2. Tes kontrol asma anti IgE dapat menurunkan berat asma, pemakaian obat anti asma, kunjungan ke gawat darurat karena serangan ‘asma akut, dan kebutuhan rawat inap. Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien. Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma, dan dapat bertindak segera mengatasi kondisitersebut. Dengan menggunakan peak flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari dan membandingkan rilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal. 4, Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma) Serengan asia ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhati-hari, Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut menunjukkan rencana pengobaten jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus. ‘Tujuan pengobatan serangan asma yaitu + Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera + Mengatasi hipoksemia + Mengembalikan fungs! paru ke arah normal secepat mungkin + Mencegah terjadinya serangan berikutnya + Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma [ASMA BROKIAL Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu derajat beratnya serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktvitas, tanda-tanda fsis, nilai APE, dan bila mungkin analisis gas darah seperti terlihat pada tabel 2. Hal lain yang juga perlu diketahui ‘apakah pasien termasuk pasien asma yang berisiko tinggi untuk kematian karena asma, yaitu pasien yang + sedang memakai atau baru sajalepas darikortikosteroid sistemik + riwayat rawat inap atau kunjungan ke unit gawat darurat karena asma dalam setahun terakhir + gangguen keliwaan atau psikososial + pasien yang tidak taat mengikuti rencana pengobatan Pengobatan Asma Akut Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (Sa O, 2 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik Pemberian oksigen 1-3 liter/menit, diusahakan mencapai Sa 0, 2 $2%, sehingga bila penderita telah mempunyai 5.0, » 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen, Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup (kerja pendek) merupakan obat anti-asma pada serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang, pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Obat-obat anti-asma yang lain seperti antikolinergik hirup, teoflin, dan agonis beta 2 oral merupakan obat- bat alternatif karena mula kerja yang lama serta efek abel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma Ringan Aktivites Dapat berjalan Dapat berbaring Bicara Beberapa kalimat Kesadaran Mungkin terganggu Frekuensi napas Meningkat Retraksi otot-otot bantu napas —_ Umumniya tidak ada Mengi Lemah sampai sedang Frekuensi nadi -<100 Pulsus paradoksus Tidak ada (< kemmHg) APE sesudah bronkodilator (> 80% preditsi) Paco, < 45 mmHg 520, > 95% 487 sampingnya yang lebih besar. Pada serangan asma yang lebih berat, dosis agonis beta 2 hirup dapat ditingkatkan. Sebagian peneliti menganjurkan pemberian kombinasi Ipratropium bromida dengan salbutamol, karena dapat mengurangi perawatan rumah sakit dan mengurangi biaya pengobatan. Kortikosteroid sistemik diberikan bila respons tethadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan. Dosis prednisolon yang diberikan berkisar anatara 0,5-1 mg/ gBB atau ekuivalennya, Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap, oleh karena itu pengobatan diteruskan untuk beberapa hari Tetapi bila tidak ada perbaikan atau minimal, pasien segera diryjuk ke fasitas pengobatan yang lebih bai. Pasien harus segera dirujuk bila + Pasien dengan risiko tinggi untuk kematian karena sma, + Serangan asma berat APE < 60% nilai prediksi. + Respons bronkodilator tidak segera, dan bila ada respons hanya bertahan kurang dari 3 jam. + Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah mendapat pengobatan kortikosteroid. + Gejala asma makin memburuk. 5. Penatalaksanaan asma pada kondisi khusus Beberapa keadaan pada asma yang perlu mendapat pethatian khusus apabila pasien asma juga mengalami kehamilan, pembedahan, rinitis, sinusitis, refluks ‘gastroesofagal, dan anafilaksis. Kehamilan ‘Asma yang tidak terkontrol akan berdampak pada janin, menyebabkan kematian perinatal, prematuitas dan berat lahirrendah. Secara umum dapat cikatakan wanita hari Sedang Berat Jalan terbatas Sukar berjalan Lebih suka duduk Duduk membungkuk ke depan Kalimat terbatas Kata demi kata Blasanya terganggu _Biasanya terganggu Meningkat Sering > I> kali/menit Kadang kala ada Ada Keras Keras 100-120 >120 Mungkin ada (10- 25 Sering ada mmHg) (> 25 mmHg) 60-80% < 60% < 45 mmHg < 45 mmHg 91-95% <20% Keterangan: Dalam menentukan klasiikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi 488 ALERG! DAN IMUNOLOG! KLINIK dengan asma yang terkontrol prognosisnya sama dengan wanita hamil yang tidak asma. Oleh karena itu pemakaian obat-obat antiasma untuk memperoleh kontrol asma dapat diterima, meskipun keamanannya pada kehamilan bbelum terbukti. Dengan demikian penatalaksanaan asma pada kehamilan di tujukan untuk memperoleh kontrol Pembedahan Komplikasi pembedahan juga ditentukan oleh beratnya asma sewaktu operasi. Lokasi operasi dimana daerah torak dan abdomen atas mempunyai risiko yang paling besar serta jenis anestesi dengan intubasi mempunyai Tisiko yang lebih tinggi. Penilaian sebaiknya dilakukan beberapa hari sebelum operasi, agar bila terjadi kelainan dapat diatasi sebelum operasi. Kortikosteroid sistemilc ‘oral dapat diberikan bila pada fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi. Demikian pula pasien asma yang 6 bulan terakhir mendapat kortikosteroid sistemik, perl ‘mendapat perlindungan dengan 100mg hidrokertison sebelum operasi, Steroid mulai dikurangi 24 jam setelah operasi. Rinitis dan Sinusit Pada pasien asma periu dipikirkan adanya rinits, sinusitis dan polip hidung, dan sebagainya karena mempunyai hubungan yang erat. Sekitar 70-80% pasien asma mempunyai gejala rintis, sebaliknya sekitar 30% pasien Finitis mempunyai asma. Untuk kepastian diagnosis sinusitis dianjurkan pemeriksaan CT Scan sinus paranasal. Perlu diwaspadai adanya asma,rinitis dan polip hidung yang sering disertai alergi terhadap asam asetilsaliksilat. infeksi saluran napas atas yang disebabkan virus sering memicu terjadinya serangan asma. Pengobatan tidak berbeda dengen serangan asma yang disebabkan oleh faktor pencetus lainnya. Refluks Gastroesofageal Refluks gastroesofagal perlu dipikirkan terutama pada pasien asma yang sult di kontrol. Penanganan keadaan ini diharapkan mengurangi gejala asma. Pengobatan yang dianjurkan yaitu porsi makanan yang sedikit tetapi sering, hindari makan atau minum sebelum tidur, hindari makanan yang berlemak, alkohol, teofilin dan agonis beta, oral. Serikan “Proton Pump inhibitor’ atau antagonis H,, serta tidur dengan tempat tidur bagian kepala yang ditinggikan. Anafilaksis Kejadian anafilaksis bisa terjadi pada pesien asma, sehingga pada serangan asma yang resisten terhadap pengobatan perlu dicari gejala-gejala lain dari anafilaksis. Sekali diagnosis anafilaksis ditegakkan, pengobatan utamanya adalah epinefrin atau adrenalin 0.3 ml IM yang dapat diulangi beberapa kali. REFERENSI ousquet J, Cabrera P, Berkman N, Bul R, Holgate S, Wenzel, ‘tal The effec of treatment with omalizumab an antilge ‘antibody on asthma exacerbations and emergency medical visits in patients with severe persistent asthma. Allergy. 2005; 60:302-8. Fieal SB. Pulmonary diseases. Tr: Myers AR, editor. Medicine. 2 edition, Philadelphia: Harvard Publishing; 1994, p. 61-95. GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, (Cited 2007 October 12), Available from: www. sinaasthma.ory Holgate, Casale T, WenzelS, Bousquet, Denis Y, Reisner C. The ‘antsinflammatory effect of omilizamab confirm the central role of IgE in allergic inflammation. J Allergy Clin Immunol 2005; 115459465 Jarivwala G, Hartly JPR, Rees PJ, Me Donald JB, Waiters EH. Tpidemiology of asthma and asthma death. In: Jariwalla G, editor. Asthma, Lancaster MTP Press Limited; 1988. p. 1158. Me Connel WD, Holgate ST. The definition of asthma: its Telationship to other chronic obstructive lung diseases. In: Clark TJH, Godfrey §, Lee TH, Thomson NC, editors. Asthma, 4h edition, London: Amol; 2000. P31, [National Heart Lungand Blood Institute US Department of Health ‘and Human Services/WHO. Global initiative for asthma, Publication No, 3859; 1995. p. 1-176 NHLBI/WHO Workshop report. Global strategy for asthma ‘management and prevention 1995, NIH Publication No. (2- 3559, Revised 2004, p. 1-182 Rodrigo], Rodrigo C, HallJB. Acuteasthma inadults. A review. ‘Chest. 2004; 125:1081-102 Rodrigo GJ, Rodrigo C. First line therapy for adult's patients with acute asthma receiving a multiple-dose protocol of ipratropium bromide plus albuterol in the emergency department. Am J Resp Crit Care Md. 2000; 161:1862-. ‘Sundar H, Sukmana N. Epidemiolog} asma di Indonesia. Majolah Kesehatan Masyarakat Indonesia. 1990; 19177481 ‘Sundar H, Kontrol asma sebagai tujuan pengobatan asma ‘masa kin. Pidato pada upacara pengukuhan sebagai gura ‘besa telap dalam bidang ilme penyakit dalam, Fakultas ‘Kedokteran Universitas Indonesia: 2007. Susilowat J. Uji Keandalan dan kesahihan koesioner tes kontrol ‘sma pada pasien asma dewasa [tess] Jakarta: Program ‘Shuai imu Penyakit Dalam, Faksltas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007,

You might also like