You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti
tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi.(1) Osteoartritis
merupakan penyakit sendi degeneratif yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya, ditandai dengan kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral
secara bertingkat dan menyebabkan nyeri pada sendi.(1)(2)
Osteoarthritis terutama melibatkan sendi yang menahan beban, termasuk
lutut, pinggul, tulang belakang leher dan lumbosakral, dan kaki. Sendi lainnya
sering terkena termasuk interphalangeal distal (DIP), interphalangeal proksimal
(PIP), dan carpometacarpal (CMC) sendi.(3) Pasien OA biasanya mengeluh nyeri
pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus - menerus
sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien.(1)
Prevalensi OA di dunia diperkirakan akan terus meningkat, Analisis dari
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2050,
diperkirakan terdapat lebih dari 20% penduduk dunia berusia lebih dari 60 tahun,
15% dari penduduk usia diatas 60 tahun tersebut akan menderita simptomatis OA
yakni sebesar 130 juta penderita dan sepertiga dari penderita tersebut akan
menderita kecacatan karena OA.(4) Di Indonesia, OA merupakan penyakit
reumatik yang paling banyak ditemui dibandingkan kasus penyakit reumatik
lainnya. Berdasarkan WHO, penduduk yang mengalami gangguan OA di

Indonesia tercatat mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,
dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup
tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.(5) Di Indonesia, diperkirakan
1 sampai 2 juta orang lanjut usia akan menderita cacat yang disebabkan akibat
OA. Karena prevalensi OA yang cukup tinggi dan sifatnya kronik progresif, OA
mempunyai dampak sosio-ekonomi yang cukup besar, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. OA pada sendi meningkat secara progresif dengan
meningkatnya usia yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA.
(6)

Osteoartritis dapat menyebabkan disfungsi dan disabilitas yang dapat


menghambat atau menganggu aktifitas sehari-hari bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik bagi penderitanya. Untuk itu diperlukan tindakan penanggulangan
yang berupa tindakan rehabilitasi terapi dengan intervensi fisioterapi dari
rehabilitasi medik. Rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang
normal setelah terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau
cedera pada tingkat fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan
dengan aktivitas fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Fisioterapi adalah suatu
bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak peralatan (fisik elektroterapeutis dan mekanis).(1) Sedangkan
rehabilitasi medis adalah cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada

pemulihan fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan


rekreasinya bisa kembali normal.(2)
Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita
Osteoartritis genu yang di rawat di bagian Rehabilitasi Medik RSUD Prof. W. Z.
Johannes Kupang.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama

: Tn. Hasan Bathik

Umur

: 74 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Alamat

: Airmata

Agama

: Islam

No. RM

: 00 35 59

2.2.Keluhan Utama
Rasa kaku dan nyeri pada sendi lutut kaki kiri sejak 1 tahun yang lalu
2.3.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rawat jalan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Prof. Dr. W.Z.
Johannes Kupang datang untuk melanjutkan terapi. Saat ini, pasien mengeluhkan
masih merasa kaku dan nyeri pada sendi lutut kaki kiri terutama pada pagi hari.
Keluhan ini dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu dan mulai memberat sejak
6 bulan terakhir saat pasien sedang sholat dan hendak merubah posisi dari
duduk/bersimpuh ke posisi berdiri. Nyeri yang dirasakan saat pertama kali seperti
tertusuk. Pasien mengatakan sulit menggerakan sendi lutut kaki kiri dan terasa
nyeri, bengkak (-). Saat ini keluhan mulai berkurang setelah pasien mendapat
terapi.

2.4.Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan rutin kontrol di poli
penyakit dalam.
2.5.Riwayat Pengobatan
Pasien saat ini mengkonsumsi obat anti hipertensi.
2.6.Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
2.7.Pemeriksaan Fisik
I. Keadaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran

: Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Berat badan

: 74 kg

Tinggi Badan

: 153 cm

IMT

: 31,67 (Obesitas)

II. Tanda vital


Tekanan Darah

: 150/90 mmHg

Nadi

: 76x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36,7 C

III. Pemeriksaan umum


a. Kepala :

Mata

: conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Pupil bulat,


isokor,

2mm, refleks cahaya +/+

Hidung

: rhinorhea (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)

Mulut

: mukosa bibir lembab, sianosis (-)

Telinga

: dalam batas normal

b. Leher

: Kelenjar getah bening tidak membesar

c. Thoraks:
Inspeksi : pengembangan dada simetris,
Palpasi : pergerakan dada simetris, taktil fremitus kiri = kanan
Perkusi :
Pulmo : Sonor kanan = kiri
Auskultasi
:
Pulmo : vesikuler +/+, ronchi-/- ,wheezing -/Cor

: bunyi jantung murni, reguler, murmur

d. Abdomen

Inspeksi : datar, supel


Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: tympani, liverdullness (-) , nyeri perkusi (+) regio regio


Hypogastrikum (+)

Palpasi

: defence muskular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, nyeri ketok ginjal (-), nyeri tekan regio
hypogastrikum (+)

e. Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik

2.8.Status Lokalis
2.8.1. Tangan

Tidak tampak adanya kelainan dan tanda-tanda inflamasi pada sendi-sendi


kedua tangan
2.8.2. Lutut
Krepitasi (-/-)
McMurney Tes (-/-)
Apley Test (-/-)
Hipermobilitas Valgus (-/-)

Hipermobilitas Varus (-/-)


ROM
MMT Quadrisep (+/+)
MMT Harmstring (+/+)

2.8.3. Tulang Belakang


Laseque test (-/-)
Patrick test (-/-)
Kontrapatrick (-/-)

Bragard (-/-)
Sicard (-/-)

2.9.Pemeriksaan Penunjang
Radiologi

Kesimpulan : Gambaran OA pada kedua sendi lutut


2.10.

Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa dengan


Osteoarthritis, dengan diagnosis fisioterapi sebagai berikut
a. Impairment

: nyeri dan kaku pada sendi lutut kaki kiri

b. Disability

: pasien sulit menjalankan sholat

c. Handicap

:-

2.11.
Prognosis
a. Ad Vitam
b. Ad Fungsionam
c. Ad Sanationam

: Dubia at bonam
: Dubia at malam
: Dubia at bonam

2.12.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik


SWD genu sinistra
TENS genu sinistra
Quadriceps streaching exercise
Streching genu exercise
Okupasi terapi
Home exercise

2.13.

Edukasi

a. Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik turun
tangga, berjalan lama, serta berdiri dalam waktu yang lama.
b. Posisi kaki lebih banyak diluruskan saat duduk (jangan ditekuk).
c. Mengganti toilet jongkok dengan toilet duduk atau memodifikasi toilet
jongkok dengan kursi yang dilubangi.
d. Kompres dengan es pada lutut.
e. Kontrol ke poli rehabilitasi medic secara rutin
f. Kontrol ke poli gizi untuk perencanaan diet

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

Anatomi sendi lutut(7)


Struktur anatomi dari sendi lutut terdiri dari: os. femur, os. tibia, os. fibula

dan os. patella. Os femur merupakan tulang yang terkuat dan terpanjang dalam
tubuh manusia. Bagian ujung distal dari femur lebih besar dan membentuk double
kondilus yang membentuk persendian dengan os tibia dan os patella. Tibia
membentuk persendian dengan femur pada kondilus distal dan medial, sedangkan
patella membentuk persendihan dengan femur pada fossa interkondilus (trochlear
groove). Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh

10

lapisan kartilago hyalin yang tipis yang disebut kartilago artikular, yang menjadi
bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang
dikelilingi oleh kapsul sendi.

Gambar 3.1. Anatomi Genu


3.1.1. Kapsul
Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan:
1. Lapisan luar
Disebut juga fibrous kapsul, terdiri dari jaringan connective yang kuat yang
tidak teratur dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang
menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk
ligamentum.
2. Lapisan dalam
Disebut juga synovial membran. Membran ini menghasilkan cairan synovial
yang berasal dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan
synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein,
lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida mengandung hyaluronic acid yang

11

merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai


pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakan.
3.1.2. Ligamen
Ligament pada sendi lutut terbagi menjadi ligament ekstrakapsular dan
ligament intrakapsular. Ligament ekstrakapsular atau eksternal terdiri dari
ligament patella, ligament kolateral medial, ligament kolateral lateral, ligament
oblique poplitea, ligament dan ligament arcuate poplitea. Ligament intrakapsular
terdiri dari ligament crusiata anterior, ligament crusiata posteriot dan ligament
meniskofemoral posterior.
Ligament patellar adalah ligament yang berada di anterior sendi lutut, dan
merupakan bagian distal dari tendon qudricep yang melekat pada tuberositas tibia.
Vastus medial dan lateral turut membentuk ligament patellar melalui retinacula
sehingga turut membentuk kapsula pada sisi patella. Ligament kolateral lateral
memanjang dari epikondilus lateral oss femur hingga sisi lateral caput fibula.
Ligament kolateral medial memanjang dari epikondilus medial os femur hingga
ke kondilus medial os tibia. Ligament kolateral medial melekat pada meniscus
medial. Ligament poplitea oblique dan ligament poplitea arcuata memperkuat
kapsul sendi dari sisi posterior. Ligament poplitea oblique merupakan perluasan
tendon semimembranous dan memanjang dari kondilus medial os tibia ke
kondilus lateral os femur dan menyatu dengan kapsul sendi. Ligament poplitea
arcuate berasal dari capus posterior femur dan melewati tendon poplitea hinggake
bagian posterior permukaan sendi.
Ligament kolateral anterior menempel dengan meniscus medial pada area
interkondilus anterior oss tibia dan menghubungkan dengan oss femur pada sisi

12

medial kondilus lateral. Ligament kolateral posterior menghubungkan area


interkondilus posterior dengan permukaan lateral kondilus medial oss femur.
Meniscus medial berbentuk huruf C dan melekat dengan permukaan ligamen
kolateral medial, ligament kolateral anterior dan ligament kolateral posterior
sehingga meniscus medial lebih sulit digerakan.

Gambar 3.2. Ligamentum Genu


3.1.3. Vaskularisasi
Banyak pembuluh darah membentuk anastomosis mengelilingi sendi lutut.
Anastomosis ini dibentuk oleh A. genikulatum superior, media dan inferior yang
merupakan cabang dari A. poplitea, A. genikulatum descenden yang merupakan
cabang dari A. femoral, cabang descenden dari A. femoris circumflex lateral, A.
circumflex fibular dan A. tibialis recurens anterior dan posterior. Anastomis ini
memperdarahi patella, fibula, kondilus tibia, sum- sum tulang, kapsula artikularis
dan membran synovial.
3.1.4. Persyarafan

13

Cabang dari N. Obturator, femoral, tibia dan N. fibular menginervasi sendi


lutut. Cabang N. saphenous infrepatela menghantarkan impuls kutaneus ke daerah
anteromedial pada sendi lutut.
3.1.5. Cairan Synovial
Semua sendi synovial memiliki cairan sendi yang berasal dari plasma yang
difiltrasi melalui jaring kapiler dan berdifusi kedalam sendi bersama asam
hyaluronat. Cairan synovial berfungsi sebagai transport nutrient, perlindungan
sendi dan sebagai lubrikan.
3.2.Fisiologis(8)
Sendi lutut merupakan sendi engsel yang bergerak secara monoaxial
sehingga gerakan yang dihasilkan berupa fleksi dan ekstensi. Karena merupakan
sendi diartrosis maka gerakan yang dihasilkan saat ekstensi dan fleksi cukup luas.
Dalam keadaan normal tanpa ada kelainan, luas gerak sendi lutut menurut usia
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Luas Gerak Sendi Lutut Menurut Usia
Usia
2-8 tahun
9-19 tahun
20-44 tahun
45-69 tahun
3.3.

Wanita
Fleksi
Ekstensi
151,2-154,0
3,9-6,9
140,8- 143,8
1,5-3,3
140,9-142,9
1.1-2,1
136,5-139,1
0,7-1,7

Laki- laki
Fleksi
Ekstensi
146,6-149,0
0,9-2,3
140,4-144,0
0,9-2,7
136,5-138,9
0,6-1,4
131,6-134,2
01-0,9

Definisi(9)
Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang,

arthro yaitu sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah
suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan

14

disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan
tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif
pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Setiap sendi memiliki
resiko untuk terserang OA. Daerah yang paling sering terserang OA adalah lutut,
panggul, vertebra dan pergelangan kaki.

3.4.

Epidemiologi
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2050,

diperkirakan terdapat lebih dari 20% penduduk dunia berusia lebih dari 60 tahun,
15% dari penduduk usia diatas 60 tahun tersebut akan menderita simptomatis OA
yakni sebesar 130 juta penderita dan sepertiga dari penderita tersebut akan
menderita kecacatan karena OA.(4) Di Indonesia, OA merupakan penyakit
reumatik yang paling banyak ditemui dibandingkan kasus penyakit reumatik
lainnya. Berdasarkan WHO, penduduk yang mengalami gangguan OA di
Indonesia tercatat mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,
dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup
tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.(5)
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Litbag Kementerian Kesehatan
RI pada tahun 2013, prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan (nakes) atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%). (10)

3.5.Etiologi(7)

15

Tekanan harian yang diterapkan pada sendi, terutama berat bantalan sendi
(misalnya, pergelangan kaki, lutut, dan pinggul), memainkan peran penting dalam
pengembangan osteoarthritis. Kebanyakan peneliti percaya bahwa perubahan
degeneratif di osteoarthritis terutama dimulai di tulang rawan artikular, sebagai
akibat dari beban berlebihan terhadap sendi. kekuatan eksternal mempercepat efek
katabolik dari kondrosit dan selanjutnya mengganggu matriks tulang rawan.
Etiopatogenesis dari penyakit osteoarthritis terbagi menjadi 3 tingkatan antara
lain:
1. Pemecahan proteolitik dari matriks kartilago
2. Fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago yang menyebabkan pelepasan
proteoglikan dan pecahan kolagen ke dalam cairan synovial
3. Terjadi inflamasi kronik karena pelepasan fragmen kolagen ke dalam cairan
synovial.
3.6.
3.6.1. Usia

Faktor Risiko(11)

Dengan bertambahnya usia datang penurunan volume tulang rawan,


konten proteoglikan, vaskularisasi tulang rawan, dan perfusi tulang rawan.
Perubahan ini dapat mengakibatkan fitur radiologis karakteristik tertentu,
termasuk ruang sendi menyempit dan osteofit marginal. OA hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60
tahun. Namun, temuan biokimia dan patofisiologis mendukung gagasan bahwa
usia saja tidak cukup menyebabkan osteoarthritis.(4)
3.6.2. Jenis Kelamin(4)
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan laki-laki
lebih sering terkena OA paha dan pergelangan tangan dan leher. Secara

16

keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan
wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopouse) fekuensi OA lebih banya pada
wanita daripada pria. Hal ini menenjukan adanya peran hormonal pada
patogenesis OA.
3.6.3. Obesitas
Obesitas meningkatkan stres mekanik menahan beban pada sendi. Ini telah
sangat terkait dengan osteoarthritis lutut dan, pada tingkat lebih rendah, dari
pinggul. Sebuah studi yang mengevaluasi hubungan antara indeks massa tubuh
(BMI) lebih dari 14 tahun dan sakit lutut di tahun 15 pada 594 perempuan
menemukan bahwa BMI yang lebih tinggi di tahun 1 dan peningkatan yang
signifikan dalam BMI lebih dari 15 tahun adalah prediktor dari nyeri lutut
bilateral di tahun 15. Hubungan antara BMI meningkat dan lutut nyeri adalah
independen dari perubahan radiografi.
Selain efek mekanik, obesitas mungkin merupakan faktor risiko inflamasi
untuk osteoarthritis. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan tingkat (baik sistemik
dan intra-artikular) dari adipokines (sitokin yang berasal dari jaringan adiposa),
yang dapat mempromosikan kronis, peradangan ringan pada sendi.
3.6.4. Genetika (riwayat keluarga yang signifikan)
Sebuah komponen turun-temurun, khususnya di presentasi osteoarthritis
melibatkan beberapa sendi, telah lama dikenal. Beberapa gen telah dikaitkan
langsung dengan osteoarthritis, dan banyak lagi telah ditentukan untuk
dihubungkan dengan faktor yang berkontribusi, seperti peradangan yang
berlebihan dan obesitas.

17

Gen yang rentan terkait osteoarthritis (misalnya, ADAM12, CLIP,


COL11A2, IL10, metaloproteinase matriks-3) juga telah ditemukan memiliki
metilasi diferensial. Jefferies et al melaporkan bahwa hypomethylation dari Furin,
yang mengkode konvertase proprotein, proses beberapa molekul ADAMTS
terlibat dalam degradasi kolagen osteoarthritic. metilasi diferensial antara gen
kerentanan osteoarthritis telah diusulkan sebagai metode alternatif untuk
gangguan aktivitas gen yang normal.
Selain itu Jefferies et al menemukan bukti untuk hypermethylation dan
mengurangi ekspresi tipe XI COL11A2 gen kolagen. Mutasi yang melibatkan
COL11A2 telah dikaitkan dengan osteoarthritis yang parah dan awal-awal.
Analisis oleh goup ini telah mengidentifikasi jalur diperkaya dengan "gen
berbeda-beda termetilasi" yang efektor dan regulator hulu terlihat pada
osteoarthritis terkait dengan TGFB1 dan ERG.
Gen dalam BMP (bone morphogenetic protein) dan NTB (bersayap-jenis)
kaskade sinyal telah terlibat dalam osteoarthritis. Dua gen khususnya, GDF5
(pertumbuhan dan diferensiasi faktor 5) dan FRZB (frizzled protein terkait), telah
diidentifikasi dalam tulang rawan artikular pada hewan dan berbagi korelasi yang
kuat dengan osteoarthritis.
Studi asosiasi genome (GWAS) telah mengidentifikasi hubungan antara
osteoarthritis sendi besar dan gen MCF2L. Gen ini adalah kunci dalam regulasi
neurotrophin-dimediasi perifer motilitas sel sistem saraf.

18

3.6.5. Penyebab lainnya


Trauma atau operasi (termasuk bedah perbaikan luka trauma) yang
melibatkan tulang rawan artikular, ligamen, atau menisci dapat menyebabkan
biomekanik abnormal pada sendi dan mempercepat osteoarthritis. Meskipun
perbaikan ligamen dan meniscal cedera biasanya mengembalikan fungsi sendi,
osteoarthritis telah diamati 5-15 tahun sesudahnya pada 50-60% pasien.
Kerusakan pada sendi dapat terjadi bahkan tanpa adanya trauma yang
jelas. Microtrauma juga dapat menyebabkan kerusakan, terutama pada individu
yang pekerjaan atau gaya hidup melibatkan sering jongkok, menaiki tangga, atau
berlutut.
Selain itu dapat pula disebabkan menurunnya tingkat hormon seks,
kelemahan otot, penggunaan berulang (yaitu, pekerjaan yang membutuhkan
tenaga kerja berat dan lentur) , infeksi, deposisi kristal, akromegali, penyebab
metabolik diwariskan (misalnya, alkaptonuria, hemochromatosis, dan penyakit
Wilson), hemoglobinopati (misalnya, penyakit sel sabit dan talasemia), gangguan
neuropatik mengarah ke sendi Charcot (misalnya, syringomyelia, tabes dorsalis,
dan diabetes), faktor risiko morfologi yang mendasari (misalnya, kongenital
dislokasi panggul), gangguan tulang (misalnya, penyakit Paget dan nekrosis
avaskular), prosedur bedah sebelumnya (misalnya, meniscectomy) dan diabetes
mellitus.

3.7.Patogenesis(12)

19

Seperti telah disebutkan, tulang rawan sendi merupakan sasaran utama


perubahan degenratif pada osteoarhritis. Secara strategis, tulang rawan sendi yang
terletak diujung-ujung tulang melakukan dua fungsi, yaitu (1) menjamin gerakan
bebas-gesekan didalam sendi karena terendam dalam cairan sinovium dan (2) di
sendi penahan beban, tulang rawan menyebarkan beban ke seluruh permukaan
sendi untuk meredam getaran dengan cara yang memungkinkan tulang
dibawahnya meyerap getaran dan beban tanpa mengalami kerusakan. Kedua
fungsi ini mengharuskan tulang rawan bersifat elastik (memperoleh kembali
arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki kekuatan regangan yang luar
biasa. Sifat-sifat ini diberikan oleh dua komponen utama tulang rawan: kolagenn
tipe khusus (tipe II) dan proteoglikan, yang keduaya disekresi oleh kondrosit.
Seperti kasus tulang dewasa, tulang rawan sendi tidak elastis; tuang rawan ini
mengalami pertukaran sehingga komponen-komponen matriks yang aus diuraikan
dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankn oleh kondrosit, yang tidak hanya
mensintesis matris tetapi juga mengeluarkan enzim-enzim pengurai matriks. Oleh
sebab itu, kesehatan kondrosit dan dan kemampuannya mempertahankan sifat
esensial matrks tulang rawan menentukan integritas sendi. Pada osteo arthritis
proses ini terganggu oleh berbagai pengaruh.
Pengaruh yang paling penting mungkin adalah penuaan dan efek mekanis.
Meskipun osteoarthritis bukanlah semata-mata suatu proses wear-and-tear (aus
akibat pemakaian), tidak diragukan lagi bahwa stress mekanis sendi berperan
penting dalam pembentukannya. Bukti untuk ini mencakup meningkatnya
frekuensi osteoarthritis seiring dengan pertambahan usia; terjadinya osteoarthritis

20

pada sendi panahan beban; dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi
yang memepermudah sendi yang mengalami stress mekanis abnormal, misalnya
obesitas dan riwayat cacat sendi.
Faktor genetik tampaknya juga berperan dalam kerentanan terhadap
osteoarthritis terutama pada kasusu yang melibatkan tangan dan panggul. Gen
atau gen-gen spesifik yang berperan belum teridentifikasi meskipun keterkaitan
kromosom 2 dan 11 diperkirakan berperan pada beberapa kasus. Resiko
osteoarthritis meningkat sebanding dengan densitas tulang, dan kadar esterogen
yang tinggi juga meningkatkan resiko penyakit. Namun, peran keseluruhan yang
dimainkan oleh hormon dalam patogenesis oeteoarthritis masih belum jelas.
Osteoarthritis ditandai oleh perubahan signifikan, baik pada komposisi
maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan
yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan
penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan tulang rawan yang sehat. Selain
itu, tampak jaringan kolagen menjadi lebih lemah, mungkin akibat berkurangnya
sintesis lokal kolagen tipe II, dan meningkatnya penguraian kolagen yang sudah
ada. Kadar molekul perantara termasuk IL-1 dan TNF dan nitrat oksida,
meningkat pada tulang rawan osteoartritik dan tampaknya bertanggung jawab
dalam beberapa perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis juga meningkat
sehingga dapat menyebabkan berkurangnya jumlah kondrosit fungsional. Secara
keseluruhan, perubahan-perubahan ini cenderung mengurangi kekuatan regangan
dan kekenyalan tulang rawan sendi. Sebagai tanggapan terhadap perubahan
agresif ini cenderung mengurangi kekuatan reganan dan kekenyalan tulang rawan

21

sendi. Sebagai tanggapan terhadap perubahan regresif ini, kondrosit dilapisan


lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya untuk memperbaiki
kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan yang baru. Meskipun
perbaikan-perbaikan ini pada awalnya mampu mengimbangi kerusakan tulang
rawan, sinyal-sinyal molekular yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks
ekstrasel berubah, akhirnya mendominasi seperti yang telah diuraikan diatas.
Faktor-faktor yang berperan menyebabkan pergeseran gambarang yang semula
reparatif ,emjadi degeneratif ini masih belum diketahui.

3.8.Klasifikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer
dan OA sekunder. Osteoarthritis primer disebut idiopatik, OA jenis ini biasanya
dapat dijumpai paling banyak pada usia lebih dari 50 tahun, serta menyerang lebih
dari 1 sendi. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang berhubungan dengan
kelainan anatomik, gangguan metabolik atau radang sendi lainnya.(13)
Tabel 3.2 Tabel Klasifikasi Osteoarthritis(14)(15)
Klasifikasi Osteoarthritis
Primer (idiopatik) OA
Lokalisasi OA
1. Mempengaruhi satu atau dua sendi
Erosif OA
2. Menggambarkan adanya erosi dan tanda proliferasi di
proksimal dan distal sendi interfarangeal tangan
Sekunder OA
Penyebab diketahui 1. Metabolik
2. Kelainan Anatomi/Struktur Sendi
3. Trauma
4. Inflamasi

22

3.9.Gambaran Klinis(16)
Gejala Klinis yang sering muncul pada pasien Osteoarthritis
1. Rasa nyeri
a. Dalam dan ngilu
b. Sakit kalau digerakkan.
2. Kaku pada sendi yang terkena
a. Sembuh bila digerakkan, kambuh dengan diistirahatkan (fenomena
gelling)
b. Biasanya < 30 menit lamanya dan dipagi hari
c. Sering dipengaruhi oleh cuaca
d. Gerakan sendi yang terbatas
e. Dapat mengakibatkan keterbatasan aktivitas sehari-hari.
3. Ketidakstabilan pada sendi penyangga beban.(13)

3.10. Penegakan diagnosis


3.10.1. Anamnesis(17)
Gejala klinis yang sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi dan
diperburuk oleh aktifitas dan gejala meredah jika beristirahat. Nyeri sendi dari OA
berhubungan dengan aktifitas sendi tersebut. Nyeri dapat terjadi selama atau
setelah beraktifitas dan kemudian secara bertahap menghilang. Gejala kaku sendi
pada pagi hari cukup umum dijumpai, durasinya berkaitan dengan keparahan
penyakit, kekakuan sendi biasanya terjadi setelah tidak melakukan aktifitas
selama beberapa jam. Terkadang dirasakan gemeretak pada sendi yang sakit
(krepitasi), pembesaran sendi dan gaya berjalan.
3.10.2. Pemeriksaan Fisik(16)(17)
1. Tangan
a. Sendi distal interphalangeal
Heberdens nodes (osteofit atau pembesaran tulang). Muncul knopknopkecil di ujung atau di tengah sendi jari tangan, atau di ujungsendi

23

ibu jari (Heberdens nodes). Jari tangan dapat membesar, sakit, kaku
dan kebal.
b. Sendi proksimal interphalangeal
Bouchards nodes (osteofit)
Kadang knop ini berwarna merah, hangat, bengkak, dan
nyeri,biasanya akibat dari trauma.
c. Sendi pertama carpometacarpal
Osteofit memberikan kesan kelihatannya tangan berbentuk persegi.
2. Lutut
Nyeri tekan pada lutut terjadi akibat adanya keterbatasan dalam bergerak mungkin
terjadi karena adanya atropi dari otot quadriceps, kehilangan sekitar 30% massa
otot dalam 1 minggu dan lebih dari 5 % penurunan kekuatan otot per hari dimana
ketiga hal ini dapat menyebabkan kelemahan otot, keterbatasan bergerak dan
penurunan kemampuan untuk menjaga diri sendiri.
3. Panggul
a. Yang terasa sakit adalah daerah lipat paha, panggul, dan bokong;
sakitpada saat aktivitas menyangga beban
b. Gerakan sendi terbatas
4. Tulang belakang
a. Yang paling sering terkena adalah tulang belakang L3 dan L4
b. Kaku dan nyeri di leher atau tulang belakang bagian bawahdapat
disebabkan karena OA di tulang belakang
c. Lemas atau kebal di lengan dan kaki
d. Beberapa orang merasa lebih nyaman bila tidur di kasur yangkeras
atau duduk dengan memakai bantal penyangga
e. Disamping nyeri, keterbatasan gerak, dan kompresi akar saraf
berpotensi untuk timbulnya komplikasi.
5. Hambatan gerak
Perubahan ini sering kali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini
(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit., sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.

24

Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris


(salah satu arah gerakan saja).
6. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh
pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit,
krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul
karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakan
atau secara pasif di manipulasi.
7. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang
biasanya tak banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit,
yang mengubah permukaan sendi.
8. Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada
OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan
timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan
sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
9. Deformitas Sendi yang Permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada
tulang dan permukaan sendi.
10. Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan
OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti

25

sendi tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoarthritis juga


menimbulkan gangguan fungsi.
Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut: (18)(19)
1. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi meniskus.
Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan pemeriksa
memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut. Tungkai
kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/ endorotasi dan
secara perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi klek atau teraba
sewaktu lutut diluruskan, maka meniskus medial atau bagian posteriornya yang
mungkin terobek.

Gambar 3.3. Pemeriksaan McMurray


2. Anterior Drawer Test
Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum lutut.
Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45.Lutut fleksi dan
kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka akan
terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor. Posisi
pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal, artinya tes
drawer positif.

26

Gambar 3.4. Pemeriksaan Anterior Drawer Test


3. Posterior Drawer Test
Posterior Drawer Testsama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya saja
menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.

Gambar 3.5. Pemeriksaan Posterior Drawer Test


4. Lachman Test
Test Lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira dalam
sudut 300, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari pemeriksaan
menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau ujung distal
dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang
tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.

Gambar 3.6. Pemeriksaan Lachman


5. Apley Compresion Test

27

Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh robeknya
meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai bawah
ditekukkan pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit pasien.
Penekanan dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan
luar (eksorotasi). Apabila pasien merasakan nyeri di samping medial atau lateral
garis persendian lutut maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat mungkin
ada.

Gambar 3.7. Pemeriksaan Apley Compresion Test


6. Apley Distraction Test
Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental pada
persendian lutut.Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Appley
Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai
bawah keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi eksorotasi
dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh lesi di
ligamen.

28

Gambar 3.8. Pemeriksaan Apley Distraction Test


3.11. Pemeriksaan Penunjang
3.11.1. Laboratorium(16)
Osteoarthritis adalah gangguan

artritis lokal, sehingga tidak ada

pemeriksaan darah khusus untuk menegakan diagnosis. Uji laboratorium


adakalanya dipakai untuk menyingkirkan bentuk-bentuk artriris lainnya. Faktor
rematoid bisa ditemukan dalam serum, karena faktor ini meningkat secara normal
pada peningkatan usia. Laju endap darah eritrosit mungkin akan sedikit meningkat
apabila ada sinovitis yang luas.
Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid dan komplemen) juga
normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan
viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein.(18)Pemeriksaan cairan sinovial sering lebih
membantu diagnosis daripada foto sinar-x. Jika jumlah cairan sinovial putih
adalah> 1000 per L, inflamasi arthritis atau gout atau pseudogout mungkin terjadi,
dimana gout dan pseudogout juga dapat diidentifikasi dengan adanya kristal.
3.11.2. Radiologi(16)(18)

29

Ciri khas yang sering terlihat pada gambar radiologi OA adalah


penyempitan sendi. Keadaan ini terjadi karena rawan sendi menyusut. Pada sendi
lutut penyempitan ruang sendi dapat terjadi pada salah satu kompartemen saja.
Selain ditemukannya penyempitan sendi juga bisa tejadi peningkatan densitas
tulang disekitar sendi. Osteofit (spur) bisa terlihat pada aspek marginal dari sendi.
Kadang kala terlihat perubahan-perubahan kistik dalam berbagai ukuran.
Beratnya perubahan pada sendi yang terlihat secara radiografis dapat tidak
berhubungan dengan gelaja-gejala yang ada. Bukti radiologis OA dapat ditemukan
pada lebih daro 85% pasien usia diatas 75 tahun, sedangkan pasien yang
mengeluh nyeri dan kaku sendi presentasenya lebih rendah.
Radiologi khusus dapat membantu untuk mengevaluasi osteoarthritis. OA
bukan suatu penyakit simetris, sehingga foto rongten kontralateral dapat
membantu. Pada sebagian besar kasus, rontgen pada sendi yang terkena OA sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi
yang menyokong diagnosa OA ialah:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
yang menanggung beban),
b. Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral,
c. Kista tulang,
d. Osteofit pada pinggir sendi,
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren
& Lawrence :

30

1.
2.
3.
4.

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 3.9. Kriteri Kellgren and Lawrence


(A) Derajat . (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D )Derajat 4
Derajat 0 : radiologi normal.
Derajat 1 : penyempitan celah sendi meragukan.
Derajat 2 : osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.
Derajat 3 : osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,

sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.


5. Derajat 4 : osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,
sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

3.12.

Kriteria Diagnosis Osteoarthritis Lutut(16)(18)


Kriteria diagnosis klinis untuk OA lutut dapat menggunakan kriteria

diagnosis yang telah dikeluarkan oleh ACR (American College of Rheumatology).


Terdapat 3 kriteria diagnosis klinis untuk mendiagnosis OA lutut ;
Tabel 3.3. Kriteria Diagnosis Osteoarthritis lutut

31

Klasifikasi diagnosis OA lutut ICD-10 kode: M17(14,16)


Berdasarkan kriteria klinis:
1. Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
a. krepitus saat gerakan aktif
b. kaku sendi < 30 menit
c. umur > 50 tahun
d. pembesaran tulang sendi lutut
e. nyeri tekan tepi tulang
f. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:
1. Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di
bawah ini:
a. kaku sendi <30 menit
b. umur > 50 tahun
c. krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
1. Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:
a. Usia >50 tahun
b. kaku sendi <30 menit
c. Krepitus pada gerakan aktif
d. Nyeri tekan tepi tulang
e. Pembesaran tulang
f. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
g. LED<40 mm/jam
h. RF <1:40
i. Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
3.13.

Penatalaksanaan(18)(20)(21)
Tujuan penatalaksanaan osteoartritis adalah memberikan edukasi pada

pasien dalam mengontrol nyeri, memperbaiki fungsi, mengubah proses penyakit,


dan meningkatkan kualitas hidup. Intervensi yang dilakukan adalah melalui terapi
non-farmakologi dan farmakologi. Terapi non-farmakologi meliputi edukasi,
latihan fisik, mengurangi berat badan, dan fisioterapi. Terapi farmakologi yaitu
terapi menggunakan obat-obatan.

32

Pembedahan dilakukan apabila kombinasi kedua macam terapi di atas


tidak dapat mengatasi permasalahan pada penderita. Manajemen yang diterapkan
bersifat individual dan sangat bergantung pada kondisi pasien.
3.13.1. Terapi Non Farmakologis
1. Edukasi
Tujuan dari konseling agar pasien mengetahui tentang penyakitnya,
bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta
persendiaannya tetap bisa terpakai Self Management Education Programs
(SMEPs) merupakan intervensi yang didesain untuk memberi pengetahuan
kepada pasien OA tentang aktifitas fisik yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesehatannya dan untuk mengendalikan penyakit kronis
seperti OA. Self Management Education Programs berfungsi untuk
memberikan edukasi kepada pasien dengan pengetahuan tentang
penyakitnya dan memberikan motivasi dan keahlian untuk mengurangi
rasa nyeri dan mengurangi.
2. Fisioterapi
Fisioterapi menggunakan modalitas, seperti panas, dingin, ultrasound, dan
listrik dapat dipakai sebagai terapi tambahan, digunakan bersama latihan fisik,
dan obat-obatan. Efek fisiologis yang diharapkan adalah relaksasi otot dan
berkurangnya nyeri.
a. Terapi panas superfisial
Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan
sub kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath)
Sedangkan terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke
jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi (Diatermi

33

gelombang mikro (MWD), Diatermi gelombang pendek (SWD), Diatermi


gelombang suara ultra (USD). Pada kasus OA digunakan SWD (short
wave diathermi) dan USD (ultra sound diathermi).
b. Terapi dingin
Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah,mengurangi
peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendisehingga dapat
mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yang dikompreskan pada
sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa cryotherapy, kompres es dan
masase es.
c. Terapi listrik
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). TENS merupakan
modalitas yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.
3. Latihan Fisik
Manfaat latihan fisik dapat secara langsung dan tidak langsung
(memperbaiki kesehatan pasien secara menyeluruh). Manfaat langsung
adalah meningkatnya mobilitas sendi dan memperkuat otot yang
menyokong dan melindungi sendi, mengurangi nyeri dan kaku sendi.
Latihan fisik teratur juga dapat mengurangi pembengkakan. Tulang rawan
(kartilago) tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf, sehingga suplai
nutrisi berasal dari cairan sendi secara difusi melalui matriks kartilago.
Pergerakan sendi diperlukan untuk memastikan suplai nutrisi terjamin dan
mempertahankan integritas kartilago. Beban tekanan dalam rentang
fisiologis akan meningkatkan laju pembentukan proteoglikan oleh sel
kartilago dewasa, sedangkan inaktivitas sebaliknya, akan mengurangi

34

aktivitas

sel

kartilago.

Secara

klinis,

mobilitas

diketahui

dapat

mempercepat penyembuhan sendi sesudah trauma atau pembedahan.


Perbaikan Mobilitas Sendi
Hilangnya mobilitas sendi pada osteoartritis akan memaksa sendi
untuk

bekerja

menguntungkan,

pada

keadaan

yang

yang

selanjutnya

secara

biomekanis

menimbulkan

fatigue

tidak
dan

meningkatkan stres mekanis. Latihan peregangan dan latihan untuk


meningkatkan rangeofmotion (ROM) baik aktif maupun pasif
mempunyai banyak manfaat dalam memperbaiki dan mempertahankan
mobilitas sendi.
Perlindungan Sendi
Latihan ketahanan (resistance training) untuk memperkuat otot sekitar
sendi

yang

sakit

akan

melindungi

dan

menstabilkan

sendi,

memperbaiki kemampuan sendi dalam meredam getaran atau benturan,


dan mengurangi tekanan yang dapat mempercepat degenerasi
kartilago.

Pengaturan Berat Badan


Latihan fisik dapat melindungi sendi secara tidak langsung dengan
mengontrol berat badan. Lutut adalah subjek yang mendapat beban 3
kali berat badan selama berjalan dan 5 kali selama menuruni tangga

35

atau berlari. Osteoartritis berkembang lebih cepat pada individu yang


kelebihan berat badan. Satu penelitian menemukan bahwa mengurangi
berat badan pada wanita usia pertengahan secara bermakna dapat
mengurangi insidensi osteoartritis simptomatik pada lutut.
Kontraindikasi latihan fisik pada penderita osteoartritis, dapat dibagi
menjadi kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut yaitu
pada penderita yang mempunyai aritmia tidak terkontrol, blok jantung
derajat 3, angina tidak stabil, infark miokard akut, dan gagal jantung
kongestif akut. Kontraindikasi relatif yaitu kardiomiopati, penyakit
gangguan katup jantung, hipertensi tak terkontrol, dan penyakitmetabolik
yang tak terkontrol.
Hal yang harus diperhatikan dalam mendesain program latihan fisik
untuk osteoartritis adalah memahami masalah fungsional yang paling
mengganggu pasien. Keterlibatan pasien dalam menentukan program
latihan fisik dapat menunjang keberhasilan terapi. Pada tahap awal,
program diarahkan pada latihan untuk mengatasi keluhan yang
menimbulkan masalah fungsional seperti nyeri, keterbatasan ruang gerak
sendi, atau kelemahan otot. Segera setelah keluhan mulai membaik,
program kebugaran untuk memperbaiki kesehatan dan kapasitas
fungsional dapat segera dimulai.
Tujuan latihan fisik, yaitu memperbaiki fungsi sendi, proteksi sendi
dari kerusakan dengan mengurangi stres pada sendi, meningkatkan

36

kekuatan sendi, mencegah disabilitas, dan meningkatkan kebugaran


jasmani.
Jenis Latihan Fisik;
Terapi Manual
Terapi manual adalah gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis
dengan tujuan meningkatkan gerakan sendi dan mengurangi kekakuan
sendi. Teknik yang dipakai adalah melatih ROM secara pasif, melatih
jaringan-jaringan sekitar sendi secara pasif, meregangkan otot atau
mobilisasi jaringan lunak, dan massage (Fitzgerald, 2004:143).
Latihan Fleksibilitas (ROM)
Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak
sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera, dan
memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang dilakukan
pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan panjang dan
elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis,
latihan

fleksibilitas

ditujukan

untuk

mengurangi

kekakuan,

meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan


lunak. Latihan fleksibilitas sering dilakukan selama periode pemanasan
atau tergabung dalam latihan ketahanan atau aktivitas aerobik. Teknik
peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan
peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-sendi,
dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau

37

ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri. Aplikasi terapi
panas sebelum peregangan dapat mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan gerakan. Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan
peregangan tiap kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila
sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot
secara bertahap. Latihan harus melibatkan kelompok otot dan tendon
utama pada ekstremitas atas dan bawah (American societygeriatrics,
2001: 815 ).

Gambar 3.10. Streching otot Hamstrings dan Quadriseps

Gambar 3.11. Latihan ROM lutut


Latihan Kekuatan

38

Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan aerobik


dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan kekuatan
ada 3 macam, yaitu: latihan isometrik, latihan isotonik, dan isokinetik
Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun isokinetik
dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan
berjalan pada pasien osteoartritis.

Latihan isotonik memberikan perbaikan lebih besar dalam


menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan
kekuatan awal pada pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat
latihan.

Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan


paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat
evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki
stabilitas sendi atau ketahanan berjalan

Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami


peradangan akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik
memberikan tekanan ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh
penderita osteoartritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.
Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis
(static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan
yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.
Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan

39

pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.


Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih.
Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan
secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonik).
Latihan kekuatan isometrik harus memperhatikan tipe latihan,
intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan
kelompok otot utama. Kontraksi isometrik dimulai pada intensitas
rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada
pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target
penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30 % usaha
maksimal (maximaleffort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien,
intensitas ditingkatkan secara bertahap sampai 75 % kontraksi
maksimal. Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik.
Pada awalnya satu kontraksi untuk tiap kelompok otot, kemudian
jumlah pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi
pasien. Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masingmasing kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik.
Latihan dilakukan dua kali sehari pada periode peradangan akut.
Selanjutnya jumlah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi
5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang
harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan
darah bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik. Kontraksi
isotonik digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan kekuatan

40

isotonik memperlihatkan efek positif pada metabolisme energi,


kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang
sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas
sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoartritis (

Gambar 3.12. Latihan kekuatan otot-otot penyokong sendi


lutut

Latihan Aerobik
Latihan aerobik (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan
latihan aerobik di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas
aerobik, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat
badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoartritis.
Pemilihan aktivitas aerobik tergantung pada beberapa faktor, yaitu
status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien. Latihan
aerobik di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot dan sendi,
mengurangi

beban

sendi,

meningkatkan

gerakan

yang

tidak

41

menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di sekitar sendi yang


sakit.

3.13.2. Farmakologi
American College of Rheumatology mengeluarkan pedoman farmakologis
berikut untuk pengobatan osteoarthritis dari pinggul dan lutut:
1. Arthrocentesis dengan injeksi kortikosteroid dapat digunakan hanya untuk
OA lutut jika terdapat efusi. Acetaminophen dapat diberikan hingga 4
g/hari; ini adalah pengobatan awal yang lebih disukai untuk pasien dengan
OA
2. obat anti-inflamasi topikal atau capsaicin dapat diberikan hanya untuk OA
lutut
3. Dosis rendah obat anti-inflammatory drugs (NSAID) (yaitu, dosis
analgesik) atau salisilat nonacetylated dapat diindikasikan mengelola
NSAIDs dosis penuh dengan misoprostol jika faktor risiko perdarahan
saluran cerna atas yang hadir penggunaan analgesik narkotik dapat
diindikasikan pada kasus nyeri parah
4. Obat lain telah diteliti di OA (misalnya, tramadol, cyclooxygenase (COX)
-2 inhibitor, suplemen makanan). Banyak obat telah dicoba dan digunakan,
tetapi penelitian tentang efektivitas mereka kurang.
5. Glukosamin dan kondroitin sulfat, saat ini sedang dipelajari oleh National
Institutes of Health (NIH) dalam uji coba double-blind, telah digunakan di

42

Eropa selama bertahun-tahun. S-adenosylmethionine adalah suplemen


Eropa menerima perhatian yang cukup besar di Amerika Serikat.
6. Obat kondroprotektif (yaitu, matriks metaloproteinase [MMP] inhibitor,
faktor

pertumbuhan) yang sedang diuji

sebagai obat

penyakit-

memodifikasi dalam pengelolaan OA. Meskipun sejumlah agen saat ini


sedang dipelajari tidak ada agen telah terbukti memiliki efek penyakitmemodifikasi pada manusia.
3.13.3. Pembedahan(22)
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan
operatif bila deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi, dan nyeri yang tidak
dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitative. Terdapat 2
jenis pembedahan yakni :
1. Realignment osteotomy
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan
dengan ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density

polyethylene.

Macam-macam

operasi

sendi

lutut

untuk

osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing

43

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan


sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability.
f. Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.
Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya
neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical
fusion.

44

BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didapat diagnosis medik berupa osteoarthritis yang
disimpulkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala-gejala yang dialami
oleh pasien dapat dibandingkan dan dibahas melalui teori sebagai berikut. Dari
anamnesis didapatkan pasien berusia 74 sedangkan usia rentan terkena OA adalah
65 tahun, pasien juga memiliki perawakan gemuk yang bisa memperparah gejala,
orang dengan perawakan gemuk dapat membuat beban yang diterima lutut akan
semakin besar. Pasien mengeluhkan nyeri pada lutut kiri sejak 1 tahun yang lalu,
hal ini seusai dengan teori yakni nyeri dapat timbul akibat adanya kongesti
vaskular dari tulang subchondral yang menyebabkan peningkatan intraosseus,
synoviti dengan aktivasi membran nosiseptor dari sinovial, efusi sendi dan
peregangan dari kapsula sendi, inflamasi pada periartiular bursae maupun elevasi
dari osteophytic periosteal. Pasien juga mengeluhkan kaku pada sendi yang
terutama dirasakan pada pagi hari, hal ini disebabkan karena saat tidur tubuh tidak
melakukan aktivitas sehingga sendi menjadi kaku.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan pasien yaitu 74 kg dan
tinggi badan 153 cm, dilakukan pengukuran indeks massa tubuh dan didapatkan
pasien masuk dalam golongan obesitas. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang
dilakukan sebelum menjalani terapi pada regio genu sinistra didapatkan nyeri
tekan, krepitasi, kelemahan dan ROM yang terbatas setelah itu pasien menjalani
rehabilitasi medik dan pada saat pemeriksaan fisik tanggal 13 desember tidak
ditemukan nyeri tekan ataupun krepitasi dan ROM dalam keadaan normal. Saat

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

ini gejala yang dirasakan sudah semakin berkurang sehingga pasien sudah bisa
melakukan aktifitas seperti biasa terutama shalat.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan osteofit dan celah sendi
menyempit pada genu sinistra. Pembagian menurut kriteri Kellgren and Lawrence
berdasarkan gambaran radiologi masuk dalam klasifikasi derajat 2.
Tujuan penatalaksanaan osteoartritis adalah memberikan edukasi pada
pasien dalam mengontrol nyeri, memperbaiki fungsi, mengubah proses penyakit,
dan meningkatkan kualitas hidup. Intervensi yang dilakukan adalah melalui terapi
non-farmakologi dan farmakologi. Terapi non-farmakologi meliputi edukasi,
latihan fisik, mengurangi berat badan, dan fisioterapi. Terapi farmakologi yaitu
terapi menggunakan obat-obatan.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk pasien berupa SWD genu sinistra,
TENS genu sinistra, quadriceps stretching exercise, dan stretching genu exercise.
SWD genu sinistra berfungsi untuk melancarkan pembuluh darah, mengurangi
nyeri sehingga kekakuan dan keram otot berkurang, membantu mempercepat
penyembuhan akibat infeksi, dan memperbaiki kelunturan jaringan yang
mengalami fibrosis seperti pada tendon dan kapsul sendi. TENS digunakan untuk
mengurangi nyeri dengan kerjanya menaikan ambang rasa nyeri. Quadriceps
stretching exercise bertujuan untuk menguatkan otot quadriceps yang mungkin
terjadi akibat nyeri yang terjadi pada pasien osteoartritis. Stretching genu
bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas pada sendi lutut.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

Pembedahan dilakukan apabila kombinasi kedua macam terapi di atas


tidak dapat mengatasi permasalahan pada penderita. Manajemen yang diterapkan
bersifat individual dan sangat bergantung pada kondisi pasien.
Prognosis

pada

pasien

ini

baik

dapat

dilihat

dari

perkembangan terapi yang telah dilakukan sebanyak 5 kali dan


pasien sudah dapat melakukan aktifitas sehari-harinya.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

BAB 5
KESIMPULAN

1. Osteoartritis (OA) adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana
terjadi proses pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang
disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi.
2. Pada hasil anamnesis didapatkan kaku dan nyeri pada lutut kiri, terutama
bila beraktivitas seperti saat akan berdiri setelah sholat sedangkan pada
pemeriksaan fisik pada awal pasien datang berobat ditemukan adanya nyeri
tekan, krepitasi, kelemahan, dan ROM yang terbatas pada lutut kiri. Setelah
menjalani perawatan rehabilitasi medik, nyeri tekan, krepitasi, kelemahan
sudah tidak ada, ROM juga dalam keadaan normal.
3. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa
pasien mengidap osteoarthritis genu sinistra.
4. Pengobatan fisioterapi yang dapat dilakukan adalah dengan aktivitas fisik,
serta dengan menggunakan Electromagnetic field stimulation dan
transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS).

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

DAFTAR PUSTAKA
1. Sunarti S, Ridwan M, Firdaus M M. Komorbiditas Pasien Geriatri Dengan
Osteoartritis Genu Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Malang :
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; 2011
2. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam: Standar
Operasional Prosedur. DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
3. Lozada CJ. Osteoarthritis. Medscape. 2016;
4. WHO. Osteoarthritis, Priority disease and reason for inclusion. World Heal
Organ

[Internet].

2010;12:68.

Available

from:

http://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/Ch6_12Osteo.pdf
5. Vogelgesang S. Osteoartritis. In: West SG, editor. Rheumatology secrets,2nd
edition. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc, 2002;365-74.
6. Purnamasari D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Jakarta: InternaPublishing;
2009. 1880-1883 p.
7. Kishner S. Knee Joint Anatomi [Internet]. Medscape. 2014 [cited 2016 Nov
9]. Available from: www.emedicine.medscape.com
8. Centers for disease control and prevention. Normal joint range of motion
study

[Internet].

2010

[cited

2016

Nov

9].

Available

from:

www.cdc.gov/ncbddd/jointroom
9. Garison SJ. Osteoartritis. Dalam: Wijaya AC, alih bahasa. Dasar-Dasar Terapi
dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta : Hipokrates, 1996;70-2.
10. Badan Penelitian dan Pengembangn Kesehatan. RISET KESEHATAN
DASAR. 2013;
11. Lozada CJ. Osteoarthritis. Medscape. 2016;
12. Kumar V, Abbas A, Fausto N MR. Robbin Basic pathology. 8th ed. elsevier,
Inc; 2007.
13. dr. Cynthia Yaputri. Hubungan Waktu Tempuh GUG Test Dengan Indeks
Lequesne Pada Penderita Osteoarthritis Lutut. Universitas Sam Ratulangi;
2005.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

14. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Bina D, Dan K, Kesehatan A, et al.


Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta:
DEPARTEMEN KESEHATAN; 2006.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam.

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan Osteoarthritis. Jakarta; 13 p.


16. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Bina D, Dan K, Kesehatan A, et al.
Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta:
DEPARTEMEN KESEHATAN; 2006.
17. Purnamasari D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Jakarta: InternaPublishing;
2009. 1880-1883 p.
18. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrisons
manual of medicine 15 thed. Boston: McGraw-Hill: 2002;748-49.
19. Lumbantoruan SM. Hubungan intensitas nyeri dengan stres pada pasien
osteoartritis di RSUP H. Adam Malik [skripsi]. Medan : 2014;37-8.
20. Pain
exercises.
Knee
Pain
Exercise.
(online).
Available
from:http//Painexercise.net.

21.Dinubile, N.A (1997). Osteoarthritis. How to Make Excercise


Part of Your Treatment Plan. The Physician and Sportmedicine,
Vol 25. No 7;1-10
22. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and
Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon
9:320-327.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUD W.Z Yohannes- Kupang | Laporan Kasus Osteoarthritis Genu

You might also like