You are on page 1of 12

A.

Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas

normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan
darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin
memilki batasan masing masing :
1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi (Dewi dan Familia,
2010 : 18).
Krisis hipertensi (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah mendadak
(sistolik 180 mmHg dan / atau diastolik 120 mmHg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi
darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan
>220/140.
B.

Jenis Hipertensi
1. Krisis hipertensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak,
jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.

2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada
gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam
hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.
C.

Klasifikasi Hipertensi
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Normal

Dibawah 130 mmHg

Dibawah 85 mmHg

Normal tinggi

130-139 mmHg

85-89 mmHg

Stadium 1

140-159 mmHg

90-99 mmHg

160-179 mmHg

100-109 mmHg

180-209 mmHg

110-119 mmHg

(Hipertensi ringan)
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
(Hipertensi berat)
Stadium 4

210 mmHg atau lebih

120 Hg atau lebih

(Hipertensi maligna)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi
Krisis Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang
dari 1 %.
D.

Etiologi
Krisis hipertensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi

peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada krisis hipertensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,

perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat


mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
E.

Faktor Resiko Krisis Hipertensi


1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)

F.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu

diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur
dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri
tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi.
Tabel 2. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Parameter

Hipertensi Mendesak
Biasa

Mendesak

Hipertensi Darurat

Tekanan

> 180/110

> 180/110

> 220/140

Sakit kepala,

Sakit kepala hebat,

Sesak napas, nyeri dada,

kecemasan;

sesak napas

nokturia, dysarthria,

darah
(mmHg)
Gejala

Pemeriksaan

sering kali tanpa

kelemahan, kesadaran

gejala

menurun

Tidak ada

Kerusakan organ

Ensefalopati, edema paru,

kerusakan organ

target; muncul klinis

insufisiensi ginjal, iskemia

target, tidak ada

penyakit

jantung

penyakit

kardiovaskuler, stabil

kardiovaskular
Terapi

Awasi 1-3 jam;

Awasi 3-6 jam; obat

Pasang jalur IV, periksa

memulai/teruskan

oral berjangka kerja

laboratorium standar, terapi

obat oral, naikkan

pendek

obat IV

Periksa ulang

Periksa ulang dalam

Rawat ruangan/ICU

dalam 3 hari

24 jam

dosis
Rencana

G.

Patofisiologi
Hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak

mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130
mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama
dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan
patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul
perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului
penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi
maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan


tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan
kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini
akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan
krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung

berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.
H.

Penatalaksanaan Krisis Hipertensi


Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah

secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh
dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (infus drip). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan
dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk
penderita ke rumah sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi:
Tabel 3. Obat hipertensi oral

Obat
Captopril
Clonidine
Propanolo
l
Nifedipin
e

Dosis
12,5 - 25 mg PO;
ulangiper 30 min ;
SL, 25 mg
PO 75 - 150 ug,
ulangiper jam
10 - 40 mg PO;
ulangi setiap 30 min

Efek / Lama Kerja


15-30 min/6-8
jam;
SL 10-20
min/2-6 jam
30-60 min/8-16 jam

5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15
menit

5 -15 min/4-6 jam

15-30 min/3-6 jam

Perhatian khusus
Hipotensi, gagal ginjal,
stenosis arteri renalis
Hipotensi, mengantuk,
mulut kering
Bronkokonstriksi, blok
jantung, hipotensi
ortostatik
Takikardi, hipotensi,
gangguan koroner

Sedangkan untuk krisis hipertensi (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian


parenteral, daftar obat hipertensi parenteral meliputi:
Tabel 4. Obat hipertensi parenteral

Obat
Sodium
nitroprusside

Nitrogliserin

Nicardipine

Klonidin

Diltiazem

Dosis

Efek /Lama
Perhatian khusus
Kerja
0,25-10 mg/kg/
langsung/2-3
Mual, muntah, penggunaan jangka
menit
sebagai menit setelah panjang dapat menyebabkan
infus IV
infus
keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
500-100
mg 2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia, muntah,
sebagai infus IV 10 min
methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit
sebagai infus IV min
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
150 ug, 6 amp 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan
per
250
cc jam
koroner
Glukosa
5%
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit
sebagi infus IV
30 min
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan krisis hipertensi atau urgensi. Jika krisis hipertensi dan
disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care
unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena (IV).
1. Sodium Nitroprusside
Merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara IV mempunyai
onset of action yang cepat yaitu: 12 dosis 16 ug/ kg/ menit. Efek samping: mual, muntah,
keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini

Merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai
vasodilator arteri dan vena. Onset of action 25 menit, duration of action 35 menit. Dosis: 5
100 ug/menit, secara infus IV. Efek samping: sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide
Merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV bolus. Onset of
action 12 menit, efek puncak pada 35 menit, duration of action 412 jam. Dosis
permulaan: 50 mg bolus, dapat diulang dengan 2575 mg setiap 5 menit sampai TD yang
diinginkan.

Efek samping: hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,

hiperuricemia, aritmia, dll.


4. Hydralazine
Merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action: oral 0,51 jam, IV: 1020 menit
duration of action: 612 jam. Dosis: 1020 mg IV bolus: 1040 mg IM. Pemberiannya
bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks
takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efek samping: refleks
takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut
dll.
5. Enalapriat
Merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onset on action 1560 menit. Dosis
0,6251,25 mg tiap 6 jam IV.
6. Phentolamine ( regitine )
Termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan
akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 520 mg secara IV bolus atau IM. Onset of action 11
2 menit, duration of action 310 menit.
7. Trimethaphan camsylate
Termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan
parasimpatis. Dosis: 14 mg / menit secara infus IV. Onset of action: 15 menit. Duration
of action: 10 menit. Efek samping: opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest,
glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol
Termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis: 2080 mg secara IV. bolus
setiap 10 menit; 2 mg/menit secara infus IV. Onset of action 510 menit. Efek samping:
hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam
bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping
hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa
Termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis. Dosis:
250500 mg secara infus IV/6 jam. Onset of action: 3060 menit, duration of action kira-kira
12 jam. Efek samping: Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal
sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat
ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine
Termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis: 0,15 mg IV pelan-pelan dalam 10 cc
dekstrose 5% atau IM 150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 510 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping: rasa
ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tibatiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.
I.

Pemeriksaan penunjang
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
2. Pemeriksaan retina,
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung,
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri,
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa,
6. Pemeriksaan: renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin,

7. Foto dada dan CT scan.


J.

Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal

jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi
adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi
akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit
kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi
juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti
merokok, dislipidemiadan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg
pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang
penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al,
2009).

DAFTAR PUSTAKA
Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari sampai Juni 2008.
Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler.
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension.
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat: Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta.
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2009.

You might also like