You are on page 1of 12

ABSTRACT

Realita Waruwu., Nim: 032013054


The influence of relaxation techniques Breathing In Pain Level Changes in patients
Post Operation in the Abdomen in RSUP. H ADAM MALIK MEDAN 2016
Nurse Department 2016

Background: Any kind of action the surgical operation of the major is surgical the
abdomen that could be done in surgical digestive and obstetric gynecology. Surgery
is always associated with incisions that cause a variety of complaints. Complaints
often expressed is pain. Breathing relaxation techniques is an effective method for
reducing pain clients.
Goal: The purpose of this research is to determine the effect of breathing relaxation
technique to changes the level of pain in postoperative patients at the inpatient unit
of in RSUP. H Adam Malik Medan 2016. Design research with the experimental,
method one-group pra-post test design, the sample collection is done with purposive
sampling.
Methods: The research sample of 30 respondents. Measuring devices are pain level
observation sheet.
Result :Data analysis was performed with the Wilcoxon Sign Rank Test, with p =
0.001 (p< 0.05). The figure indicates that there is significant influence between
variables techniques of relaxation a deep breath to changes in the rate of pain
patients post surgical operation on the abdomen.
Conclusion: The nurses and the family should know and do techniques of relaxation
a deep breath in being able to lower the level of pain in patients post surgical
operation.

Key words: Level of Pain, Relaxation Techniques Breath In, Post Surgery Patients

PENDAHULUAN
Asosiasi Internasional untuk
penelitian
nyeri
International
Association for the Study of Pain
(IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan. Nyeri dapat
menjadi
faktor
utama
yang
menghambat
kemampuan
dan
keinginan individu untuk pulih dari
suatu penyakit (Newfield, et.,all, 2007;
Potter dan Perry, 2005). Meskipun
merupakan pengalaman sensori dan
emosional yang menyadarkan kita
akan adanya bahaya dan mengawali
respon untuk menghindari atau
meminimalkan bahaya, nyeri pada
klien bedah memiliki sedikit nilai
protektif (Kozier, et., all, 2010).
Salah satu ketakutan terbesar
klien bedah adalah nyeri. Nyeri setelah
pembedahan adalah hal yang normal.
Nyeri yang dirasakan klien bedah
meningkat
seiring
dengan
berkurangnya pengaruh anastesi. Klien
lebih menyadari lingkungannya dan
lebih sensitif terhadap rasa nyaman.
Area insisi menjadi satu-satunya
sumber nyeri. Secara signifikan, nyeri
dapat memperlambat pemulihan. Klien
akan ragu-ragu untuk melakukan
batuk, napas dalam, mengganti posisi.
Perawat

mengkaji rasa nyeri klien secara


menyeluruh. Rasa nyeri tidak boleh
dianggap hanya disebabkan oleh
tindakan insisi. Apabila klien merasa
dapat mengontrol nyeri, biasanya
mereka
mempunyai
masalah
pascaoperatif yang lebih sedikit (Potter
dan Perry, 2005).
Nyeri merupakan salah satu
keluhan tersering pada klien setelah
mengalami
suatu
tindakan
pembedahan. Pembedahan merupakan
suatu peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap
tubuh
manusia
yang
berimplikasi pada pengelolaan nyeri.
Pembedahan adalah cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau
tidak mungkin disembuhkan hanya
dengan obat-obat yang sederhana.
Pembedahan dapat menimbulkan nyeri
pascaoperatif pada klien. Lama waktu
pemulihan pasien post operasi
normalnya terjadi hanya dalam satu
sampai dua jam (Potter dan Perry,
2005). Setelah
operasi,
pasien
merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman
yang kurang menyenangkan akibat
pengelolaan nyeri yang tidak adekuat.
Pasca pembedahan merupakan stressor
bagi pasien dan akan menambah
kecemasan serta keteganggan yang
berarti pula menambah rasa nyeri
karena rasa nyeri menjadi pusat
perhatiannya. Bila pasien mengeluh
nyeri maka hanya satu yang mereka

inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri.


Hal itu wajar, karena nyeri dapat
menjadi pengalaman yang kurang
menyenangkan akibat pengelolaan
nyeri yang tidak adekuat (Pinandita,
Purwanti dan Utoyo, 2012).
Berdasarkan tabel 1.1. tentang
survei pendahuluan pada tanggal 27
Desember 2013 kepada 17 pasien post
operasi. Secara keseluruhan dari 17
pasien
(100%)
post
operasi
mengatakan merasa nyeri post operasi.
Ada 16 pasien (94%) yang merasakan
nyeri post operasi memberitahukan
kepada perawat dan meminta perawat
untuk memberi obat analgesik. Satu
orang (6%) tidak memberitahukan
kepada perawat karena rasa nyeri yang
dirasakan dapat ditahan oleh pasien.
Sebelas pasien (65%) yang diajarkan
perawat di ruangan tentang terapi
teknik
relaksasi
napas
dalam
mengatakan rasa nyeri berkurang dan
enam orang pasien (35%) mengatakan
tidak pernah diajarkan perawat di
ruangan tentang teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi nyeri.
Ketika seseorang merasakan nyeri dari
jaringan yang cedera, ambang nyeri
tercapai. Ambang nyeri individu
adalah jumlah stimulasi nyeri yang
dibutuhkan
seseorang
untuk
merasakan nyeri. Sensasi nyeri dapat
dianggap sama dengan ambang nyeri.
Respon sistem saraf otonom adalah
reaksi otomatis tubuh yang sering kali
melindungi individu dari bahaya lebih
lanjut. Respon perilaku adalah respon
yang dipelajari yang digunakan
sebagai metode koping terhadap nyeri.
Beberapa klien bahkan tidak mampu
menoleransi untuk sedikit nyeri,
sementara
orang
lain
bersedia

menahan nyeri hebat dari pada


mengobatinya. Hal ini dinamakan
toleransi nyeri. Jadi, toleransi nyeri
sangat bervariasi antara individu dan
sangat dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan sosiokultural (Kozier
dan Erb, 2009).
Rasa nyeri timbul hampir
setelah tiap jenis operasi, karena
terjadi torehan, tarikan, manipulasi
jaringan dan organ. Dapat juga terjadi
akibat stimulasi ujung saraf oleh bahan
kimia yang dilepas pada saat operasi
atau karena iskemia jaringan akibat
gangguan suplai darah ke salah satu
bagian, seperti karena tekanan,
spasmus otot. Rasa nyeri setelah bedah
biasanya berlangsung 24 sampai 48
jam, namun dapat berlangsung lebih
lama tergantung kepada lamanya
operasi dan respon terhadap nyeri
(Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Bandung, 1996).
Nyeri merupakan campuran
reaksi fisik, emosi dan perilaku. Untuk
memahami pengalaman nyeri, perlu
diketahui komponen fisiologis berikut,
yaitu resepsi, persepsi dan reaksi.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medula spinalis dan
akhirnya sampai di dalam massa
berwarna abu-abu di medula spinalis.
Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan
sel-sel saraf inhibitor, mencegah
stimulasi
nyeri
sehingga
tidak
mencapai otak atau ditransmisikan
tanpa hambatan ke korteks serebral.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks
serebral, maka otak menginterpretasi
kualitas
nyeri
dan
memproses
informasi tentang pengalaman dan
pengetahuan yang lalu serta asosiasi

kebudayaan
dalam
upaya
mempersepsikan nyeri (Potter dan
Perry, 2005).
Persepsi
merupakan
titik
kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke
medula spinalis, talamus dan otak
tengah.
Dari
talamus,
serabut
mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak, termasuk korteks
sensori dan korteks asosiasi (kedua
lobus parietalis), lobus frontalis dan
sistem limbik. Terdapat sel-sel di
dalam sistem limbik yang diyakini
mengontrol emosi, khususnya ansietas.
Sistem limbik berperan aktif dalam
memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. Ketika transmisi saraf berakhir
di dalam pusat otak yang lebih tinggi,
maka individu akan mempersepsikan
sensasi nyeri. Saat individu menjadi
sadar akan nyeri, akan terjadi reaksi
yang kompleks. Persepsi menyadarkan
individu dan mengartikan nyeri itu
sehingga individu dapat bereaksi.
Reaksi terhadap nyeri merupakan
respon fisiologis (Potter dan Perry,
2005).
Respon tubuh terhadap nyeri
adalah sebuah kompleks dan bukan
suatu kerja spesifik. Respon tubuh
terhadap nyeri memiliki aspek
fisiologis dan aspek perilaku. Pada
awalnya sistem perilaku simpatik
berespon, menyebabkan merespon
melawan atau menghindar. Apabila
nyeri berlanjut, tubuh beradaptasi
ketika sistem saraf parasimpatik
mengambil alih, membalik banyak
respon fisiologis awal. Adaptasi
terhadap nyeri ini terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari
mengalami nyeri. Seseorang dapat

belajar menghadapi nyeri melalui


aktivitas kognitif dan perilaku, seperti
pengalihan, imajinasi dan tidur.
Individu dapat berespon terhadap nyeri
dengan mencari intervensi fisik untuk
mengatasi nyeri, seperti analgesik,
pijat dan olahraga (Kozier, et., all,
2010).
Kenyamanan memengaruhi fungsi
mental dan fisik individu, maka
pendekatan kesehatan holistik menjadi
intervensi
penting
untuk
mempertahankan
kesejahteraan
individu. Kesehatan holistik menjadi
intervensi
yang
penting
untuk
mempertahankan
kesejahteraan
individu. Dalam lingkup keperawatan
dikembangkan terapi nonfarmakologis
sebagai tindakan mandiri perawat
dengan pendekatan kesehatan holistik.
Untuk
mengatasi
nyeri
dapat
menggunakan sentuhan terapeutik,
akupresur, relaksasi dan teknik
imajinasi.
Teknik
relaksasi
memberikan individu kontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri.
Teknik
relaksasi
dapat
digunakan pada saat seseorang dalam
kondisi sehat atau pun sakit (Potter dan
Perry, 2005).
Teknik relaksasi merupakan
intervensi keperawatan secara mandiri
untuk menurunkan intensitas nyeri,
meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan
oksigenasi
darah.
Teknik relaksasi memberikan pasien
dapat mengontrol diri ketika terjadi
rasa tidak nyaman atau nyeri, stres
fisik (Potter dan Perry, 2005). Teknik
relaksasi yang sederhana adalah napas
abdomen dengan frekuensi lambat dan
berirama. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan

dan nyaman. Irama yang konstan dapat


dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi dan ekshalasi. Pada saat
perawat mengajarkan teknik ini, akan
sangat membantu bila menghitung
dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Teknik relaksasi tidak
mungkin dipraktikkan bila hanya
diajarkan sekali. Pasien yang sudah
mengetahui tentang teknik relaksasi
mungkin hanya perlu diingatkan untuk
menggunakan teknik tersebut untuk
menurunkan
atau
mencegah
meningkatnya nyeri (Smeltzer dan
Bare, 2001).
Penelitian
yang
telah
membuktikan
tentang
keberhasilan teknik relaksasi napas
dalam menurunkan tingkat nyeri
diantaranya adalah penelitan Zees
yang menyimpulkan bahwa ada
pengaruh teknik relaksasi terhadap
respon adaptasi nyeri pada pasien
apendiktomi di ruangan G2 lantai II
kelas III Blud RSU Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo (Zees, 2012)
dan
penelitian
Yusrizal
yang
menyimpulkan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi napas dalam dan
masase terhadap penurunan skala nyeri
pada pasien pasca apendiktomi di
ruangan bedah RSUD dr. M. Zein
Painan tahun 2012 (Yusrizal tahun,
2012).
Pelaksanaan
manajemen
nyeri
nonfarmakologis di lapangan belum
sepenuhnya dilakukan oleh perawat
dalam mengatasi nyeri pada pasien
post operasi di bagian abdomen. Tetapi
teknik ini tidak mungkin dipraktikkan
bila hanya diajarkan sekali. Pasien
yang sudah mengetahui tentang teknik

relaksasi hanya perlu diingatkan


kembali untuk menggunakan teknik
tersebut untuk menurunkan atau
mencegah meningkatnya rasa nyeri
(Brunner dan Suddarths, 2000). Jika
dengan
manajemen
nyeri
nonfarmakologis nyeri belum juga
berkurang atau hilang, maka perawat
memberikan analgesik yang sesuai
dengan resep dokter.
Banyak pasien dan anggota tim
kesehatan cenderung memandang obat
sebagai satu-satunya metode untuk
menghilangkan nyeri. Namun, begitu
banyak
aktivitas
keperawatan
nonfarmakologis
yang
dapat
membantu dalam menghilangkan
nyeri.
Metode
pereda
nyeri
nonfarmakologis biasanya mempunyai
risiko yang sangat rendah. Meskipun
tindakan tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat-obatan, tindakan
tersebut
diperlukan
untuk
mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau
menit. Dalam hal ini, terutama saat
nyeri hebat yang berlangsung selama
berjam-jam
atau
berhari-hari,
mengkombinasikan
teknik
nonfarmakologis dengan obat-obatan
cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri (Brunner dan
Suddarths, 2000).
fenomena di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Pengaruh Teknik Relaksasi
Napas Dalam Terhadap Perubahan
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Di Ruang Rawat Inap RSUP.
H Adam Malik Medan.
1. METODE PENELITIAN

Jenis
penelitian
yang
digunakan oleh peneliti adalah
ekperimental. Penelitian eksperimental
adalah salah satu rancangan penelitian
yang dipergunakan untuk mencari
hubungan sebab-akibat (cause-effect
relationship)
(Nursalam,
2013).
Peneliti akan memberikan perlakuan
teknik relaksasi napas dalam kepada
responden untuk mengurangi rasa
nyeri
post
operasi.
Peneliti
menggunakan desain penelitian onegroup pra-post test design. Ciri tipe
penelitian ini adalah mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek.
Kelompok subjek diobservasi sebelum
dilakukan
intervensi,
kemudian
diobservasi lagi setelah intervensi
(Nursalam, 2013).
pada
kelompok
(teknik
relaksasi napas dalam)Suatu kelompok
sebelum diberikan perlakuan tertentu
dioservasi saat pra-test, kemudian
setelah
perlakuan,
dilakukan
pengukuran lagi untuk mengetahui
akibat dari perlakuan. Pengujian sebab
akibat
dilakukan
dengan
cara
membandingkan hasil pra test dan post
test (Nursalam, 2013).
Populasi pada penelitian ini
adalah pasien post operasi Di RSUP. H
Adam Malik Medan 2016. Estimasi
jumlah pasien post operasi di RSUP. H
Adam malik Medan pada bulan
Desember 15 adalah sebanyak 30
orang.
Penelitian ini dilakukan di
RSUP. H adam Malik Medan. Adapun
yang menjadi dasar peneliti untuk
memilih rumah sakit ini karena sudah
lebih mengenal Rumah Sakit tersebut

sebagai lahan praktek klinik selama


masa pendidikan di STIKes Santa
Elisabeth Medan.
Penelitian teknik relaksasi
napas dalam ini dilaksanakan pada
bulan
Februari-April
2016.
Pengambilan data responden pasien
post operasi kemudian dilakukan
pengolahan data.
Jenis pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis data primer. Data primer yaitu
data yang diperoleh secara langsung
oleh peneliti terhadap sasarannya.
Kemudian diadakan observasi pra test
pada pasien post operasi di bagian
abdomen dan mengajarkan pasien
teknik relaksasi napas dalam. Setelah
pasien telah mampu melakukan teknik
relaksasi napas dalam dengan benar
kemudian
diobservasi
perubahan
tingkat nyeri pada pasien post operasi.
Data sekunder diperoleh dari rekam
medis RSUP. H Adam malik Medan
2016.
2. HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang didapat
dari 30 responden diperoleh hasil
bahwa ada perubahan tingkat nyeri
pasien sebelum dan setelah intervensi.
Terdapat 15 orang
(50%) yang
memiliki tingkat nyeri lebih kecil
setelah teknik relaksasi napas dalam
dan ada 15 orang (50%) sama tingkat
nyerinya setelah teknik relaksasi napas
dalam.
Dari hasil penelitian terdapat
15 orang yang memiliki tingkat nyeri
yang sama setelah pemberian teknik
relaksasi napas dalam. Secara manual
dari hasil penelitian, semua responden

mengalami perubahan tingkat nyeri


setelah pemberian teknik relaksasi
napas dalam. Adanya pengelompokkan
tingkatan nyeri yaitu skor untuk tidak
nyeri (0)= 1, nyeri ringan (1-3)= 2,
nyeri sedang (4-6)= 3, nyeri berat (79)= 4 dan nyeri sangat berat (10)= 5
sehingga secara statistik, pada tabel
5.18. tingkat nyeri pasien sama
sebelum dan setelah intervensi.
Contoh, responden dengan inisial ZB
menyatakan bahwa tingkat nyeri
sebelum intervensi= 3 dan tingkat
nyeri setelah intervensi=1. Bila
dimasukkan ke dalam skor, tingkat
nyeri responden sebelum dan setelah
intervensi berada pada angka 2 yaitu
nyeri ringan (1-3).
Berdasarkan hasil uji statistik,
diperoleh p = 0,001 dimana p< 0,05.
Hasil tersebut menunjukkan nilai
signifikan 0,001 (p <0,05), yang
artinya ada pengaruh yang bermakna
antara teknik relaksasi napas dalam
terhadap perubahan tingkat nyeri pada
pasien post operasi di RSUP. H Adam
Malik Medan 2016.
Setelah teknik relaksasi napas
dalam dilakukan, tampak ada pengaruh
terhadap perubahan tigkat nyeri pasien
post operasi di bagian abdomen karena
teknik relaksasi napas dalam dapat
mengurangi ketidaknyamanan atau
nyeri sehingga ada dampak yang baik
yang berpengaruh pada tingkat nyeri
responden.
Teknik
relaksasi
menawarkan cara bagi seseorang untuk
mengurangi nyeri dan kembali ke
keadaan fisiologis normal setelah
terjadinya gangguan atau kerusakan.
Teknik relaksasi napas dalam dapat
membuat
seseorang
beradaptasi
dengan nyeri yang dirasakannya.

Teknik relaksasi napas dalam


dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui mekanisme merelaksasikan
otot-otot yang mengalami spasme
sehingga terjadi vasodilatasi atau
pelebaran pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah
yang mengalami spasme dan iskemia
akibat post operasi. Teknik relaksasi
napas dalam dipercayai mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen (zat anti nyeri alami
tubuh) yaitu endorphin dan enkefalin
yang meningkatkan aliran darah ke
daerah yang mengalami trauma
sehingga dapat menurunkan sensasi
nyeri post operasi.
Selain dengan teknik relaksasi
napas dalam, perubahan tingkat nyeri
pasien post operasi juga dipengaruhi
oleh pemberian analgesik. Mayoritas
responden post operasi mendapat
terapi farmakologi berupa analgesik.
Analgesik
adalah
obat
yang
mempunyai efek menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri. Pasien
mendapat terapi yang diberikan secara
berkesinambungan. Hal ini dapat
menjadi faktor yang memengaruhi
terjadinya perubahan tingkat nyeri
pada pasien post operasi.
Hal ini dapat dilihat bahwa
setelah teknik relaksasi napas dalam
jumlah responden dengan nyeri ringan
sebanyak 20 orang dan nyeri sedang
sebanyak 10 orang dari 30 orang
responden.
Responden
pun
mengatakan merasa ada kenyamanan
atau rasa nyerinya berkurang.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dengan jumlah sampel 30 responden

mengenai Pengaruh Teknik Relaksasi


Napas Dalam Terhadap Perubahan
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post
Operasi di RSUP. H Adam Malik
MedanTahun 2016 maka dapat
disimpulkan:
1.
Secara umum tingkat nyeri
pasien post operasi di bagian abdomen
sebelum dilakukan intervensi adalah
nyeri ringan dan nyeri sangat berat
masing-masing sebanyak 10 orang
(33,3%).
2.
Tingkat nyeri pasien post
operasi di bagian abdomen setelah
dilakukan intervensi didapatkan nyeri
ringan sebanyak 20 orang (66,7%) dan
nyeri sedang sebanyak 10 orang
(33,3%).
3.
Ada pengaruh teknik relaksasi
napas dalam terhadap perubahan
tingkat nyeri pada pasien post operasi
di bagian abdomen dengan nilai p=
0,001.
4. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
dengan jumlah sampel 30 responden
mengenai Pengaruh Teknik Relaksasi
Napas Dalam Terhadap Perubahan
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Di RSUP H Adam Malik
Medan 2016.
1.
Rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan rumah
sakit dapat memotivasi perawat agar
memberi informasi kepada pasien
mengenai teknik relaksasi napas dalam
pada pasien post operasi di bagian
abdomen untuk mengurangi nyeri
dalam tindakan mandiri keperawatan
pada saat pre operasi.
2.
Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan pasien


dapat mengaplikasikan teknik relaksasi
napas dalam dalam mengurangi nyeri
yang dirasakan baik pada pasien post
operasi di bagian abdomen maupun
pasien lainnya.
3.
Peneliti selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat
meneliti
faktor-faktor
yang
memengaruhi nyeri seperti variabel
usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan
dan faktor lainnya yang dapat
mengurangi nyeri seperti pemberian
terapi farmakologis (analgesik) serta
sebagai referensi untuk peneliti
selanjutnya dan sebagai sumber
pustaka.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alexander
dan
Hill.
(1987).
Postoperative Pain Control.
Oxford London Edinburgh dan
Boston Palo Alto Melbourne:
Blackwell
Scientific
Publications.
Aziz, Purkayastha dan Paraskeva.
(2009).
Hospital
Surgery
Foundations
in
Surgical
Practice. United States of
America:
Cambridge
University Press.
Bangun dan Nuraeni. (2013).
Pengaruh
Aromaterapi
Lavander Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Pasien Pasca
Operasi Di Rumah Sakit
Dustira Cimahi, (Online).
(http://keperawatan.unsoed.ac.
id, diakses tanggal 19 Februari
2016).
Biomed. (2000). Effect of Controlled
Breathing on Pain Tolerance
Arinola O. Sanya and Ademola

M.
Adebiyi,
(Online).
(http://www.caps.utoronto.ca,
diakses tanggal 19 Februari
2016).
Brunner dan Suddarths. (2000).
Textbook of Medical Surgical
Nursing Edisi 9 Volume 1.
United States of America:
Lippincott Williams & Wilkins.
Brunner, et., all. (1978). The Lippincot
Manual of Nursing Practice
Second Edition. PhiladelphiaToronto: J. B. Lippincott
Company.
Brunner, et., all. (1988).
Texbook Of Medical-Surgical
Nursing Sixth Edition Voleme I.
United States of America: J. B
Lippincott Company.
Colmer, Malcolm. (1986). Moroneys
Surgery For Nurses Sixteenth
Edition. Edinburgh London
Melbourne and New York:
Churchill Livingstone.
Delaune
dan
Ladner.
(2006).
Fundamentals of Nursing
Standards and Practice Third
Edition. Singapore: Thomson
Delmar Learning.
DiGiulio, Jackson dan Keogh. (2007).
Medical Surgical Nursing
Demystified A Self-Teaching
Guide.
United States of
America: The McGraw-Hill
Companies.
Eliason, Furguson dan Farrand.
(1947).
Surgical
Nursing
Eighth Edition. United States
of America: J. B. Lippincott
Company.
Firdayanti. (2009). Jurnal Kesehatan
Terapi Nyeri Persalinan Non
Farmakologis,
(Online).

(http://www.uin-alauddin.ac.id,
diakses tanggal 19 Februari
2014).
Gruendemann dan Fernsebner. (2005).
Buku
Ajar
Keperawatan
Perioperatif Volume 2 Praktik.
Jakarta: EGC.
Herdman, Heather. (2012). NANDA
International
Nursing
Diagnosis Defenitions and
Classification
2012-2014.
Oxford: Wiley Blackwell.
Hidayat, Aziz. (2011). Metode
Penelitian Kebidanan Teknik
Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Hilton, Penelpoe Ann. (2004).
Fundamental Nursing Skills.
Philadelpia: Whurr Publishers
Ltd.
Hoskins, et., all. (2005). Principles
and Practice of Gynecologic
Oncology Fourth Edition.
United States of America:
Lippincott
Williams
and
Wilkins.
Ignatavicius dan Workman. (2009).
Medical Surgical Nursing
Patient-Centered
Collaborative
Care
Sixth
Edition. United States of
America: Saunders Elsevier.
Indriarti. (2009). Teknik Relaksasi,
(Online),
(http://www.library.upnvj.ac.id,
diakses tanggal 4 Desember
2015).
Kozier dan Erb. (1979). Fundamental
of Nursing Conceptual and
Procedure Second Edition.
California
Menlo
Park:
Addison-Wesley
Publishing
Company.

Kozier dan Erb. (1983). Fundamental


of Nursing Conceptual and
Procedure Second Edition.
California
Menlo
Park:
Addison-Wesley
Publishing
Company.
Kozier dan Erb. (2009). Buku Ajar
Praktik Keperawatan Klinis
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Kozier, et., all. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawataan
Konsep, Proses dan Praktik
(Fundamentals of Nursing:
Concepts,
Process
and
Practice). Jakarta: EGC.
Kristiarini, Latifa dan Hidayati.
(2013).
Pengaruh
Teknik
Relaksasi Autogenik Terhadap
Skala Nyeri Pada Ibu Post
Operasi Sectio Caeseria (SC)
di RSUD Banyumas, (Online).
(http://keperawatan.unsoed.ac.
id, diakses tanggal 19 Februari
2016).
Kusyati. (2006). Keterampilan dan
Prosedur
Laboratorium
Keperawatan Dasar. Jakarta:
EGC.
Larson dan Rose. (2011). Effects of
Deep Breathing and Muscle
Relaxation on ACT Scores,
(Online). (http://old.fk.ub.ac.id,
diakses tanggal 19 Februari
2016).
Lestari, Sri. (2008). Perawatan Post
Operasi,
(Online),
(http://repository.unand.ac.id,
diakses tanggal 3 Desember
2016).
Lewis, et., all. (2011). Medical
Surgical Nursing Assessment
and Management of Clinical
Problems Volume 1 Eight

Edition.
United States of
America: Elsevier Mosby.
Lyrawati. (2009). Penilaian Nyeri,
(Online),
(http://lyrawati.files.com,
diakses tanggal 1 Februari
2016).
Long dan Phipps. (1989). Medical
Surgical Nursing A Nursing
Process Approach Second
Edition With 740 Illustrations.
St. Loius-Baltimore-Toronto:
The C. V. Mosby Company.
Miltenberger. (2004). Teknik Relaksasi
Napas
Dalam,
(Online),
(http://www.library.upnvj.ac.id,
diakses tanggal 6 Dessember
2015).
Morison, Moya. (2003). Manajemen
Luka. Jakarta: EGC.
Muninjaya.
(2004).
Manajemen
Kesehatan.
Jakarta: EGC.
Muttaqin dan Sari. (2009). Asuhan
Keperawatan
Perioperatif
Konsep, Proses dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
Newfield, et., all. (2007). Coxs
Clinical
Applications
Of
Nursing Diagnosis
Adult,
Child,
Womwns,
Mental
Health, Gerontic and Home
Health Considerations Fifth
Edition. United States Of
America: F. A. Davis Company.
Notoatmodjo,
Soekidjo.
(2010).
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurdin, Kiling dan Rottie. (2012).
Pengaruh Teknik Relaksasi
Terhadap Intensitas Nyeri
Pada Pasien Post Operasi di

Ruang Irina A Blu RSUP Prof


Dr. R. D Kandou Manado,
(Online).
(http://ejoernal.unsrat.ac.id,
diakses tanggal 19 Februari
2016).
Nursalam. (2008). Konsep dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Thesis dan
Instrumen
Penelitian
Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam.
(2013).
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan
Pendekatan Praktis Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika.
Padila.
(2012).
Buku
Ajar
Keperawatan
Keluarga
Dilengkapi Aplikasi Kasus
Askep Keluarga, Terapi Herbal
dan
Terapi
Modalitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinandita, Purwanti dan Utoyo.
(2012).
Pengaruh
Teknik
Relaksasi
Genggam
Jari
Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Laparatomi, (Online),
(http://digilib.stikesmuhgombo
ng.ac.id, diakses tanggal 9
Oktober 2015).
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar
Fundamental
Keperawatan:
Konsep, Proses Dan Praktik
Edisi 4. Volume 2. Jakarta:
EGC.
Pratiwi. (2012). Penurunan Intensitas
Nyeri Akibat Luka Post Sectio
Caesarea Setelah Dilakukan
Teknik Relaksasi Pernapasan
Menggunakan
Aromaterapi
Lavender Di Rumah Sakit Al

Islam
Bandung,
(Online).
(http://jurnal.unpad.ac.id,
diakses tanggal 19 Februari).
Priharjo, Robert. (1996). Perawatan
Nyeri Pemenuhan Aktivitas
Istirahat Pasien. Jakarta: EGC.
Rhamadani dan Putra. (2009). Studi
Pendahuluan
Multimedia
Interaktif Pelatihan Relaksasi,
(Online), (http://lib.ugm.ac.id,
diakses tanggal 6 Desember
2015).
Sacide dan Ummu. (2012). Relaxation
Exercises for Postoperative
Pain,
(Online).
(http://www.medscape.com,
diakses tanggal 19 Februari
2016).
Santoso, Singgih. (2010). Statistik
Nonparametrik Konsep Dan
Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan
Riset
Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shengai, et., all. (2013). Modification
of Electrical Pain Threshold by
Voluntary
BreathingControlled
Electrical
Stimulation
in
Healthhy
Subjects,
(Online).
(http://media.proquest.com,
diakses tanggal 19 Februari
2014).
Sjamsuhidajat dan Jong. (2004). Buku
Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. (2001).
Buku
Ajar
Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8 volume
1. Jakarta: EGC.
Sudarwanti. (2013). Pengaruh Teknik
Relaksaisi
Napas
Dalam

Terhadap Respon Adaptasi


Nyeri Pada Pasien Inpartu
Kala I di Klinik Bersalin
Kelurahan Jati Murni Bekasi,
(Online).
(http://digilib.esaunggul.ac.id,
diakses tanggal 19 Februari
2014).
Syaifuddin. (2011). Fisiologi Tubuh
Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Thelan, et., all. (1994). Critical Care
Nursing
Diagnosis
And
Mangement Second Edition
With 476 Illustrations. St.
Loius-Baltimore-Toronto: The
C. V. Mosby Company.
Timby
dan
Smith.
(2010).
Introductory Medical Surgical
Nursing
Edition
10.
Philadelphia:
Lippincott
Williams and Wilkins.
Topcu dan Findik. (2012). Effect of
Relaxation
Exercises
on
Controlling
Postoperative
Pain,
(Online),
(http://www.medscape.com,
diakses tanggal 19 Februari
2014).
Wahyuni dan Rahman. (2012).
Pengaruh Penambahan Teknik

Relaksasi
Progresif
Pada
Terapi
Latihan
Terhadap
Penurunan Nyeri Post Sectio
Caesarea di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi,
(Online).
(http://publikasiilmiah.ums.ac.i
d, diakses tanggal 19 Februari
2014).
Widyastuti, Palupi. (2003). Stress
Management. Jakarta: EGC.
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Bandung. (1996).
Perawatan Medikal Bedah
(Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung: Bandung.
Yusrizal. (2012). Pengaruh Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Dan
Masase Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Pasien
Pasca
Apendiktomi
Di
Ruangan Bedah Rsud Dr.M.
Zein Painan Tahun 2012,
(Online),
(http://repository.unand.ac.id,
diakses tanggal 8 Oktober
2013).
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis
Untuk
Profesi
Perawat.
Jakarta: EGC.

You might also like