You are on page 1of 30

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
..............................................................................................................................
2
BAB II LAPORAN KASUS
..............................................................................................................................
3
II.1. Identitas Pasien ........................................................................................... 3
II.2. Anamnesis ................................................................................................... 3
II.3. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 5
II.4. Diagnosis Banding ...................................................................................... 9
II.5. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 9
II.6. Diagnosis .................................................................................................... 9
II.7. Penatalaksanaan .......................................................................................... 9
II.8. Laporan Operasi.......................................................................................... 9
II.9. Diagnosis Pasca-bedah ............................................................................... 9
II.10. Instruksi Pasca-bedah ............................................................................... 9
II.11. Resume ..................................................................................................... 10
II.12. Prognosis .................................................................................................. 12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
..............................................................................................................................
13
III.1. Labiogenatopalatoschisis........................................................................... 13
III.1.1 Definisi .................................................................................................... 13
III.1.2. Etiologi ................................................................................................... 14
III.1.3. Klasifikasi............................................................................................... 15
III.1.4. Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah................................................. 16
1

III.1.5. Manifestasi Klinis .................................................................................. 17


III.1.6. Penatalaksanaan ..................................................................................... 19
III.1.7 Prognosis.................................................................................................. 23
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

BAB I
PENDAHULUAN
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status
sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah
dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir
sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama
juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk
daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.1,2
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan kawan
di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987
melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi,
anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.3 Etiologi bibir sumbing dan celah
langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik
atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing
dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita
bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.1,3,4
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu
pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta
perkembangan bicara. Penatalaksanaan labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing
dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi
berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian

umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan. 1,5 Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak
penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5- 15 tahun) untuk dioperasi adalah
keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih
kurang.1.5

BAB II
STATUS PASIEN
II.1. Identitas Pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nama
Umur/ Tanggal lahir
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status perkawinan
Tanggal masuk RS
No. Rekam Medis

: An. H.I.B
: 9 bulan / 16 Maret 2016
: Laki-laki
: Perumpung Sawah, Jatinegara
:: Islam
: Belum menikah
: 29 November 2016
: 832040

II.2. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 29 November 2016
1. Keluhan Utama
Bibir sumbing sejak lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bibir sumbing pada bagian kiri sejak lahir.
Sembilan bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang
berumur 31 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir pasien
sedikit mengganggu asupan ASI yang diberikan. Makan dan minum menjadi
sedikit terhambat. Keluhan demam (-), batuk (-) sesak napas (-), susah makan
(-). BAB (+), konsistensi kenyal, warna kekuningan, darah(-), 3-4 kali per
hari. BAK (+), konsistensi cair, berwarna jernih kekuningan, 5-6 kali per hari.
Pasien diberikan ASI eksklusif. Mulai usia 7 bulan pasien sudah diberi makan
3

bubur susu dan susu formula hingga sekarang. Ibu pasien tidak pernah
memberikan variasi makanan utama lain selain bubur susu, sesekali ibu
pasien memberikan buah kepada pasien seperti pisang dan pepaya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat alergi
: tidak ada
b. Riwayat asthma
: tidak ada
c. Riwayat kejang demam : tidak ada
d. Riwayat diabetes mellitus: tidak ada
e. Riwayat hipertensi
: tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat bibir sumbing di keluarga
: nenek dan anak dari bibi pihak
ibu pasien
Riwayat penyakit Hipertensi
: disangkal
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus
: disangkal
Riwayat stroke
: disangkal
Riwayat operasi
: disangkal
5. Riwayat ANC:
a. Ibu pasien mengaku pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara dan
b.
c.
d.
e.

sebelumnya tidak pernah keguguran.


b. Selama masa kehamilan ibu pasien mengaku riwayat konsumsi minuman
beralkohol (-), merokok (-), narkotika (-), konsumsi obat dalam jangka
waktu lama (-), jamu-jamuan (-), rontgen (-).
c. Riwayat menderita penyakit sistemik yang berat selama masa kehamilan
(-), kencing manis (-), tekanan darah tinggi (-), riwayat penyakit kelamin
(-), riwayat pemakaian KB hormonal (-).
d. Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien rutin di puskesmas. Selama
kontrol kehamilannya ibu pasien mengaku tidak pernah ditemukan adanya
kelainan (kelainan letak janin (-), gemeli (-), perdarahan pervaginam (-),
hiperemesis gravidarum (-), anemia dalam kehamilan (-), panggul sempit
(-)) dan

biasa mendapatkan vitamin (vitamin penambah darah) dari

puskesmas. Namun ibu pasien mengaku jarang mengkonsumsi vitaminvitamin tersebut dengan alasan mual. Kebiasaan ini tetap dilakukan ibu
pasien sampai pasien lahir.
e. Pola makan ibu pasien selama kehamilan: makan 2-3x/hari, 1x makan
kadang tidak habis 1 piring nasi beserta lauk pauk dan sayuran. Ibu pasien
kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan.

f. Riwayat kehamilan sebelumnya : tidak ada riwayat keguguran, infeksi


dalam kehamilan, IUFD, maupun penyakit sistemik dalam kehamilan.
6. Riwayat persalinan:
Ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan ditolong oleh dokter di
Rumah Sakit. Pasien lahir per vaginam dengan dirangsang dengan obat
(induksi oxytosin). Pasien lahir dengan berat 2,9 kilo gram, lebih bulan
dengan kelainan bawaan bibir sumbing (+), kelainan lain (-), langsung
menangis, tidak sianosis, tidak kejang. Riwayat persalinan sebelumnya
adalah persalinan normal tanpa penyulit, persalinan ditolong oleh bidan.
Anak pertama pasien lahir dalam keadaan normal (tanpa ada kecacatan organ
tubuh).
7. Riwayat tumbuh kembang:
Tengkurap umur 3 bulan, duduk usia 6 bulan, dan usia 9 bulan ini pasien
sudah dapat berdiri.
8. Riwayat sosial:
Ibu pasien berumur 31 tahun dan ayah pasien berumur 35 tahun. Pekerjan
ibu pasien adalah ibu rumah tangga dan ayah pasien adalah karyawan swasta.
9. Riwayat Pengobatan:
Pada saat pasien dilahirkan orang tua pasien dianjurkan oleh dokter untuk
mengoperasi bibir sumbing pasien setelah pasien berumur lebih dari 3 bulan.
Namun, karena kendala biaya untuk operasi, maka orangtua pasien baru bisa
melaksanakannya pada saat kegiatan bakti social di di RSPAD Gatot
Soebroto tanggal 29 November 2016.
II.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: Baik
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda vital :
- Nadi
: 120 x/menit
- Pernafasan
: 24 x/menit
- Suhu axilla
: 37 C
- Berat badan
: 6,3 kg
- Tinggi badan : 65 cm
- Z Score BB/TB : - 2 SD
Status gizi normal (rentang normal <-2 SD sampai +2 SD)
4. Kepala Leher
5

a. Kepala
b. Mata

: Normochepali, deformitas (-)


: Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterus -/-, pupil

isokor
diameter 2 mm/2mm, refleks pupil (+/+)
c. THT :
Telinga
Hidung

: bentuk telinga kanan/kiri normal, infeksi telinga -/: deviasi (+) sedikit kearah kanan, deformitas os nasal
(-), sadle nose (-).
Mulut
: labium superior sinistra tampak celah sepanjang 2 cm
kearah nares nasi sinistra, celah palatum durum (+).
Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB
5. Thoraks Kardiovaskuler
a. Inspeksi : tampak pergerakan dinding thoraks simetris, retraksi (-), iktus
kordis tidak tampak.
b. Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris,
c. Perkusi :
Paru
: sonor pada daerah dinding thorak sinistra dan dekstra
Jantung
: redup dengan batas kanan atas ICS II parasternalis
dekstra, batas kiri atas pada ICS II parasternalis
sinistra, batas kiri bawah pada ICS V midclavicular
line.
d. Auskultasi :
Jantung

: suara jantung S1 > S2 reguler tunggal, murmur -/-,

gallop

Paru

-/-.
: Suara napas terdengar vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-.

6. Abdomen
a. Inspeksi

: kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi,


tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa.
b. Auskultasi : terdengar bising usus pada semua lapang abdomen jumlah
normal,
c. Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen
d. Palpasi
: dinding perut supel, nyeri tekan (-) pada seluruh area
abdomen,

turgor cukup baik


7. Urogenital
a. Suprapubis
: massa (-), nyeri tekan (-)
b. Genitalia
: vagina (+), kelainan bawaan (-)
8. Anal perianal
: anus (+)
9. Ekstremitas atas Axilla
6

a. Inspeksi
b. Palpasi

: Edema -/-, deformitas -/: nyeri tekan (-) motorik dan sensibilitas baik,
pembesaran KGB -/c. Ekstrimitas bawah
Inspeksi
: Edema -/-, deformitas -/ Palpasi
: nyeri tekan (-) motorik baik

Status lokalis :

Deviasi ke arah
dextra

Celah di labium
superior sinistra 2
cm. terdapat belahan
pada gusi dan hard
palatum

Gambar II.1 dan II.2. Labiogenatopalatoschisis Complete Bilateral

II.4. Diagnosis Banding


1. Labiogenatoscisis sinistra unilateral
II.5. Pemeriksaan Penunjang
Pre operasi
1. X-Foto Thorax AP : infiltrat suprahilar dextra, perihilar bilateral, dan
parakardial dextra, DD/ pneumonia.
2. Lab : DL, MCV, MCH, MCHC, RDW, koagulasi, kimia klinik (GDS, SGOT,
SGPT, albumin, ureum, kreatinin, Na)
Hasil lab yang dipertimbangkan :
a. Hitung jenis :
Neutrofil segmen : 18 % (50 70 %)
Limfosit : 72% (20 40 %)
b. SGOT : 50 U/L (< 35 U/L)
c. Ureum : 17 mg/dL (20 50 mg/dL)
d. Creatinin : 0.4 mg/dL (0.5 1.5 mg/dL)
II.6. Diagnosis
Labiogenatopalatoschisis sinistra unilateral
II.7. Penatalaksanaan
Pro Labioplasty
11.8. Laporan Operasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasien posisi supine dalam general anestesi


Kemudian lakukan asepsis dan antisepsis lapang operasi dan sekitarnya
Insisi sesuai dengan Millard
Dilakukan hecting dengan benang absorbadh 6-0
Perdarahan dikendalikan
Operasi selesai

II.9. Diagnosis Pasca-bedah


Labiogenatopalatoschisis sinistra unilateral
II.10. Instruksi Pasca-bedah
1. Monitor vital sign dan rembesan darah
2. Diet bebas tetapi tidak boleh ngedot
3. Terapi :
a. Antibiotik : amoxicillin syrup 3 x 1/2 cth
b. Paracetamol drop 3 x 70 mg ( 3 x 7 cc)
c. Olesi salep mata chloramphenicol dengan cutton bud 2 kali/hari

II.11. Resume
Pasien datang dengan keluhan bibir sumbing pada bagian kiri sejak lahir.
Sembilan bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang
berumur 31 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir pasien
sedikit mengganggu asupan ASI yang diberikan. Makan dan minum menjadi
sedikit terhambat. Keluhan demam (-), batuk (-) sesak napas (-), susah makan
(-). BAB (+), konsistensi kenyal, warna kekuningan, darah(-), 3-4 kali per hari.
BAK (+), konsistensi cair, berwarna jernih kekuningan, 5-6 kali per hari.
Pasien diberikan ASI eksklusif. Mulai usia 7 bulan pasien sudah diberi makan
bubur susu dan susu formula hingga sekarang. Ibu pasien tidak pernah
memberikan variasi makanan utama lain selain bubur susu, sesekali ibu pasien
memberikan buah kepada pasien seperti pisang dan pepaya.
Riwayat penyakit dahulu tidak terdapat riwayat penyakit sistemik maupun
alergi. Riwayat penyakit keluarga didapatkan bahwa nenek dan bibi pasien dari
pihak ibu memiliki riwayat bibir sumbing.
Riwayat ANC : ibu pasien mengaku pasien adalah anak kedua dari dua
bersaudara dan sebelumnya tidak pernah keguguran. Selama masa kehamilan
ibu pasien mengaku riwayat konsumsi minuman beralkohol (-), merokok (-),
narkotika (-), konsumsi obat dalam jangka waktu lama (-), jamu-jamuan (-),
rontgen (-). Riwayat menderita penyakit sistemik yang berat selama masa
kehamilan (-), riwayat pemakaian KB hormonal (-). Kontrol kehamilan
dilakukan ibu pasien rutin di puskesmas. Selama kontrol kehamilannya ibu
pasien mengaku tidak pernah ditemukan adanya kelainan dan

biasa

mendapatkan vitamin (vitamin penambah darah) dari puskesmas. Namun ibu


pasien mengaku jarang mengkonsumsi vitamin-vitamin tersebut dengan alasan
mual. Kebiasaan ini tetap dilakukan ibu pasien sampai pasien lahir. Pola makan
ibu pasien selama kehamilan: makan 2-3x/hari, 1x makan kadang tidak habis 1
piring nasi beserta lauk pauk dan sayuran. Ibu pasien kadang-kadang
mengkonsumsi buah-buahan. Pada riwayat kehamilan sebelumnya tidak
didapatkan adanya riwayat keguguran, infeksi dalam kehamilan, IUFD,
maupun penyakit sistemik dalam kehamilan.
10

Riwayat persalinan : ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan


ditolong oleh dokter di Rumah Sakit. Pasien lahir

per vaginam dengan

dirangsang dengan obat (induksi oxytosin). Pasien lahir dengan berat 2,9 kilo
gram, lebih bulan dengan kelainan bawaan bibir sumbing (+), kelainan lain (-),
langsung menangis, tidak sianosis, tidak kejang. Riwayat persalinan
sebelumnya adalah persalinan normal tanpa penyulit, persalinan ditolong oleh
bidan. Anak pertama pasien lahir dalam keadaan normal (tanpa ada kecacatan
organ tubuh).
Riwayat tumbuh kembang pasien : tengkurap umur 3 bulan, duduk usia 6
bulan, dan usia 9 bulan ini pasien sudah dapat berdiri.
Riwayat Sosial keluarga pasien : ibu pasien berumur 31 tahun dan ayah
pasien berumur 35 tahun. Pekerjan ibu pasien adalah ibu rumah tangga dan
ayah pasien adalah karyawan swasta.
Riwayat pengobatan : pada saat pasien dilahirkan orang tua pasien
dianjurkan oleh dokter untuk mengoperasi bibir sumbing pasien setelah pasien
berumur lebih dari 3 bulan. Namun, karena kendala biaya untuk operasi, maka
orangtua pasien baru bisa melaksanakannya pada saat kegiatan bakti social di
di RSPAD Gatot Soebroto tanggal 29 November 2016.
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda vital :
- Nadi
: 120 x/menit
- Pernafasan
: 24 x/menit
- Suhu axilla : 37 C
- Berat badan : 6,3 kg
- Tinggi badan : 65 cm
- Z Score BB/TB
: - 2 SD
Status gizi normal (rentang normal <-2 SD sampai +2 SD)
d. Status Lokalis :
Pada regio labium superior sinistra tampak celah sepanjang 2 cm kearah
nares nasi sinistra, celah palatum durum (+).
II.12. Prognosis
Dubia ad bonam

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Labiogenatopalatoschisis
III.1.1. Definisi
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi
dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung.
Kelainan ini terjadi akibat tonjolan nasal media gagal menyatu dengan
tonjolan maksila (keduanya merupakan pembentuk bibir atas, baik pada satu
12

sisi disebut labioschisis unilateral, maupun celah pada kedua sisi yang
disebut juga labioschisis bilateral. Keduanya menyebabkan otot bibir
(Orbicularis oris) tidak dalam satu kesatuan otot sehingga menimbulkan
gangguan fungsional dan estetik.4,5
Palatoschisis adalah suatu kondisi dimana adanya celah pada palatum.
Kelainan ini terjadi akibat tonjolan palatial gagal menyatu. Secara normal,
palatum dapat dibagi menjadi hard palate dan soft palate. Hard palate
bagian anterior (alveolar) menjadi tempat tumbuhnya gigi, sedangkan bagian
posterior menjadi dasar kavum nasi. Soft palate berguna dalam bicara normal
dan juga berkaitan dengan fungsi tuba eustachius. Gnatoschisis adalah suatu
kondisi dimana adanya celah pada gusi.4,5
Labiognatopalatoschisis merupakan gabungan dari kelainan labioskisis
dan palatoskisis yaitu kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi dan
palatum. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada trimester pertama
kehamilan.4,5

Gambar III.1. Bayi dengan A. Labioschisis; B. Labiognatoschisis; C.

13

Labiognatopalatoschisis, D. Palatoschisis.6
III.1.2. Etiologi
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti.
Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat
dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika
Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang
yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila
keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan
vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau
menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan
labioschisis.6
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara
lain:7
-

Faktor genetik : karena adanya mutase gen ataupun kelainan kromosom;


terjadi trisomy 13 atau sindroma patau, trisomy 18, atau trisomy 21.
Faktor lingkungan : stress, zat kimia, radiasi, alcohol
Penyebab lain :
Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa
embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto

maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)


Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu, kontrasepsi hormonal,
ataupun penggunaan fenobarbital maupun difenilhidantoin yang

digunakan saat kehamilan trimester pertama


Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena


tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang
telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.7

14

III.1.3. Klasifikasi
Labioschisis/labipalatoschisis/labiognatopalatoschisis/palatoschisis
diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :6,7
-

Komplit
Inkomplit

Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :6


-

Unilateral
Bilateral

Gambar III.2. Klasifikasi Labioschisis.6


III.I.4. Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

15

Gambar III.3. Aspek frontal dari wajah. A) Embrio 5 minggu; B) Embrio 6 minggu.
Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maksila dengan
alur yang dalam; C) Embrio 7 bulan; D) Embrio 10 bulan. Tonjol
maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur
terisi dengan mesenkim

16

Gambar III.4. Gambaran frontal kepala embrio usia 6 minggu-10 minggu;


A) Gambaran frontal embrio usia 6 minggu. Palatine shelves
berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah; B) Gambaran
ventral embrio usia 6 minggu; C) Gambaran frontal kepala
embrio usia 7 minggu. Lidah sudah bergerak turun dan
palatine shelves mencapai posisi horizontal; D) Gambaran
ventral kepala embrio usia 7 minggu; E) Gambaran frontal
kepala embrio usia 10 minggu. Kedua palatine shelves sudah
bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum.
III.1.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kelainan labiognatopalatoschisis antara lain :4,5
1. Masalah asupan makanan dan minuman
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi
bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan
hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan

17

reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal,
dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu
proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga
daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi
dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus.
Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan
masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
2. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi
dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.
3. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otototot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. Selain
itu, bisa mengakibatka gangguan pendengaran.
4. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole.
Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/
kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.
III.1.6. Penatalaksanaan

18

Idealnya,

anak

dengan

labioschisis

ditatalaksana

oleh

team

labiopalatoschisis yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis


bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis.
Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi
tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.6,7
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10
minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang
harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi
tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot
khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi
tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi
cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati
langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan
dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar
celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang
yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre
maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi
tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara
kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik
tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
19

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang


diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia
optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia
ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan
huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi
pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Teknik Operasi
Terdapat beberapa metode labioplasty diantaranya : teknik RoseThompson, teknik flap quadrangularis, teknik flap triangularis, teknik
Millard dan takenik modifikasi Mohler. Namun yang paling umum
digunakan adalah teknik Millard yang caranya didasari oleh gerakan
memutar dan memajukan (rotation and advancement).
Teknik operasinya yaitu pertama dari sisi lateral, mukosa dikupas
dari otot orbikularis oris. Kemudian otot orbikularis oris bagian merah
bibir dipisahkan dari sisanya. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot
orbikularis oris secara tajam, sampai kira-kira sulkus nasoabialis.
Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya,
secukupnya. Kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3
lapis flap : mukosa, otot dan kulit. Lalu pada sisi medial, mukosa
dilepaskan dari otot. Dibuat flap C. Kemudian dibuat insisi 2 mm dari
pinggir atap lubang hidung, bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan
alae, menggunakan gunting halus melengkung. Letak tulang rawan alae
diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit. Setelah jahitan
terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih simetris.
Kolumela dengan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan
ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring. Luka di pinggir
dalam atap nares dijahit. Kemudian mukosa oral mulai dari kranial,
menghubungkan sulkus ginggivo labialis. Jahitan diteruskan ke kaudal
20

sampai ke dekat merah bibir. Setelah itu otot dijahit lapis demi lapis.
Jahitan kulit dimulai dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur
Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan kulit atau
mukosa yang berlebihan dapat dibuang. Sebaiknya luka operasi ditutup
dengan tule yang mengandung bahan pencegah perlenngketan dan kasa
lembab selama 1 hari, untuk menyerap rembesan darah/serum yang masih
akan keluar. 1 hari sesudahnya baru luka dirawat terbuka dengan
pemberian salep antibiotik.

Gambar III.5. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan


sudut celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan
dengan sutura. (D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang
sampai kebawah untuk menutup celah secara keseluruhan.
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20
bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk
sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan
tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau
pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara
yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada
posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya
menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat
usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
21

3. Tahap setelah operasi


Komplikasi Operasi
Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang

berlebih dari tempat operasi


Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap
akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan
jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang

terpisah.
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi
karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat
terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja
dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul

yang terbenam.
Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat

terjadi setelah operasi.


Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin
berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini
dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot

orbikularis.
Abnormalitas atau asimetri tebal bibir Hal ini dapat dihindari dengan
pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting
lengkung

Perawatan Pasca bedah

Pemberian makanan per-oral : Untuk anak-anak yang mengkonsumsi


ASI, dapat terus disusui setelah operasi. Bagi anak-anak yang
menggunakan botol, disarankan untuk menggunakan ujung kateter
22

yang lunak selama 10 hari, baru dilanjutkan dengan penggunaan ujung

dot yang biasa.


Aktivitas : Tidak ada batasan aktivitas tertentu yang perlu dilakukan,
namun hendaknya aktivitas perlu diperhatikan untuk meminimalisasi

risiko trauma pada luka operasi.


Perawatan bibir : Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan
bibir dapat dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hidrogen
peroksida dan salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari.
Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5 -7.

Follow up
Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik
terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan
berbicara, dan juga keadaan psikososial.

Gambar III.6. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.


III.1.7. Prognosis
Kelainan labioschisis

merupakan kelainan

bawaan yang dapat

dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini


melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang
makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah
berbicara pada anak labioschisis.

23

Tabel III.1. Intervensi Berdasarkan Umur Pasien Labiogenatopalatoschisis


Intervensi berdasarkan umur*
Umur
Intervensi

Prenatal

lahir-1 bulan

1-4 bulan

5-15 bulan

16-24 bulan

2.5 tahun

6-11 tahun
12.21

tahun

Referred to cleft lip and palate team


Diagnosis dan konseling genetik
Mengatasi masalah psikososial
Memberikan petunjuk pemberian makan
Membuat perencanan pemberian makan
Referred to cleft lip and palate team
Diagnosis dan konseling genetik
Mengatasi masalah psikososial
Menyediakan instruksi pemberian makan dan memeriksa
pertumbuhan tidur telentang dan pemberian nutrisi dengan
kepala miring
Periksa pemberian makan dan pertumbuhan
Operasi bibir sumbing (labioplasty) dengan memenuhi rule
of ten
Pemeriksaan telinga dan pendengaran
Periksa pemberian makan dan tumbuh kembang
Pemeriksaan telinga dan pendengaran
Operasi celah palatum (palatoplasty) karena bayi mulai
bicara
Menyediakan instruksi menjangga hygiene mulut
Menilai telinga dan pendengaran
Menilai pecakapan dan bahasa
Memeriksa perkembangan
Speech therapy
Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty
Pemeriksaan telinga dan pendengaran
Pertimbangkan revisi bibir/hidung sebelum masuk sekolah
Menilai pengembangan dan penyesuaian psikososial
Untuk bicara konsonan latihan dengan meniup
Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty
Intervensi orthodontic (pengaturan lengkung gigi)
Cangkok tulang alveolar
Menilai sekolah / penyesuaian psikososial
Orthodonsi ulang
Operasi rahang dan Rhinoplasty kalau diperlukan
Cek simetrisasi mandibular dan maxila

24

Intervensi berdasarkan umur*


Umur

Intervensi

Konseling genetik
Menilai sekolah / penyesuaian psikososial

BAB IV
PEMBAHASAN
S:
Pada anamnesis didaptkan :

25

1. Pasien datang dengan keluhan bibir sumbing pada bagian kiri sejak lahir.
Sembilan bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang
berumur 31 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir pasien
sedikit mengganggu asupan ASI yang diberikan. Makan dan minum menjadi
sedikit terhambat. Keluhan demam (-), batuk (-) sesak napas (-), susah makan (-).
BAB (+), konsistensi kenyal, warna kekuningan, darah(-), 3-4 kali per hari. BAK
(+), konsistensi cair, berwarna jernih kekuningan, 5-6 kali per hari. Pasien
diberikan ASI eksklusif. Mulai usia 7 bulan pasien sudah diberi makan bubur susu
dan susu formula hingga sekarang. Ibu pasien tidak pernah memberikan variasi
makanan utama lain selain bubur susu, sesekali ibu pasien memberikan buah
kepada pasien seperti pisang dan pepaya.
Keluhan yang dialami pasien merupakan kelainan bawaan sejak lahir, namun
kelainan tersebut tidak terlalu mengganggu kebiasaan makan dan minum serta
kesehatan pasien. Pasien masih dapat makan dan minum walaupun sedikit sulit.
2. Riwayat penyakit dahulu tidak terdapat riwayat penyakit sistemik maupun alergi.
Riwayat penyakit keluarga didapatkan bahwa nenek dan bibi pasien dari pihak ibu
memiliki riwayat bibir sumbing.
Pada riwayat penyakit keluarga didapatkan bahwa terdapat riwayat genetik dari
keluarga pihak ibu yang mengalami bibir sumbing yaitu nenek dan bibi pasien.
3. Riwayat ANC : ibu pasien mengaku pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara
dan sebelumnya tidak pernah keguguran. Selama masa kehamilan ibu pasien
mengaku riwayat konsumsi minuman beralkohol (-), merokok (-), narkotika (-),
konsumsi obat dalam jangka waktu lama (-), jamu-jamuan (-), rontgen (-).
Riwayat menderita penyakit sistemik yang berat selama masa kehamilan (-),
riwayat pemakaian KB hormonal (-). Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien
rutin di puskesmas. Selama kontrol kehamilannya ibu pasien mengaku tidak
pernah ditemukan adanya kelainan dan

biasa mendapatkan vitamin (vitamin

penambah darah) dari puskesmas. Namun ibu pasien mengaku jarang


mengkonsumsi vitamin-vitamin tersebut dengan alasan mual. Kebiasaan ini tetap
dilakukan ibu pasien sampai pasien lahir. Pola makan ibu pasien selama
kehamilan: makan 2-3x/hari, 1x makan kadang tidak habis 1 piring nasi beserta

26

lauk pauk dan sayuran. Ibu pasien kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan.


Pada riwayat kehamilan sebelumnya tidak didapatkan adanya riwayat keguguran,
infeksi dalam kehamilan, IUFD, maupun penyakit sistemik dalam kehamilan.
Keluhan yang dialami pasien merupakan kelainan kongenital yang penyebabnya
bervariasi seperti :
-

Faktor genetik : karena adanya mutase gen ataupun kelainan kromosom;

terjadi trisomy 13 atau sindroma patau, trisomy 18, atau trisomy 21.
Faktor lingkungan : stress, zat kimia, radiasi, alcohol
Penyebab lain :
Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa
embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto

maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)


Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu, kontrasepsi hormonal,
ataupun penggunaan fenobarbital maupun difenilhidantoin yang

digunakan saat kehamilan trimester pertama


Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

Dari riwayat kehamilan didapatkan bahwa selama kehamilan, ibu pasien jarang
mengkonsumsi vitamin dan suplemen yang rutin diberikan dari puskesmas
maupun rumah sakit selama ANC, hal ini bisa menjadi salah satu penyebab
terjadinya kelainan bibir sumbing pada pasien selain adanya faktor genetik.
4. Riwayat persalinan : ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan ditolong
oleh dokter di Rumah Sakit. Pasien lahir per vaginam dengan dirangsang dengan
obat (induksi oxytosin). Pasien lahir dengan berat 2,9 kilo gram, lebih bulan
dengan kelainan bawaan bibir sumbing (+), kelainan lain (-), langsung menangis,
tidak sianosis, tidak kejang. Riwayat persalinan sebelumnya adalah persalinan
normal tanpa penyulit, persalinan ditolong oleh bidan. Anak pertama pasien lahir
dalam keadaan normal (tanpa ada kecacatan organ tubuh).
Menandakan bahwa tidak adanya faktor penyulit dalam persalinan pasien
maupun pada anak sebelumnya.
5. Riwayat tumbuh kembang pasien : tengkurap umur 3 bulan, duduk usia 6 bulan,
dan usia 9 bulan ini pasien sudah dapat berdiri dan mengoceh.
Menandakan bahwa tidak ada gangguan dalam tumbuh kembang pasien.

27

6. Riwayat Sosial keluarga pasien : ibu pasien berumur 31 tahun dan ayah pasien
berumur 35 tahun. Pekerjan ibu pasien adalah ibu rumah tangga dan ayah pasien
adalah karyawan swasta. Riwayat pengobatan : pada saat pasien dilahirkan orang
tua pasien dianjurkan oleh dokter untuk mengoperasi bibir sumbing pasien setelah
pasien berumur lebih dari 3 bulan. Namun, karena kendala biaya untuk operasi,
maka orangtua pasien baru bisa melaksanakannya pada saat kegiatan bakti social
di di RSPAD Gatot Soebroto tanggal 29 November 2016.
Menandakan bahwa adanya kendala biaya dari keluarga pasien sehingga pasien
baru dapat di operasi pada usia 9 bulan.
O:
Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda vital :
- Nadi
: 120 x/menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu axilla : 37 C
- Berat badan : 6,3 kg
- Tinggi badan : 65 cm
- Z Score BB/TB
: - 2 SD
Status gizi normal (rentang normal <-2 SD sampai +2 SD)
4. Status Lokalis :
Pada regio labium superior sinistra tampak celah sepanjang 2 cm kearah nares
nasi sinistra, celah palatum durum (+).
A : Labiogenatopalatoschisis sinistra unilateral
P : Pro labioplasty
Patokan yang biasa dipakai untuk melakukan operasi pada anak adalah rule of
ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr
% dan usia lebih dari 10 minggu. Sesuai dengan kondisi pasien yang pada saat ini
memiliki berat badan 4 kg, dan berusia lebih dari 10 minggu.
Terdapat beberapa metode labioplasty diantaranya : teknik Rose-Thompson,
teknik flap quadrangularis, teknik flap triangularis, teknik Millard dan takenik

28

modifikasi Mohler. Namun yang paling umum digunakan adalah teknik Millard yang
caranya didasari oleh gerakan memutar dan memajukan (rotation and advancement).
Operasi pada labiogenatopalatoschisis dilakukan dalam 3 tahap. Untuk langitlangit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia
2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2
tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi
suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan
suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi
yang

salah.

Bila

gusi

juga

terbelah

(gnatoschizis)

kelainannya

menjadi

labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun


bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama
status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga
keadaan psikososial.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok,
Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M
Jamil.1997.
2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction.
Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB
Saunders.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi Sumbing
Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
(Laporan

Pendahuluan).

Disitasi

dari

/files/cdk/files/18.html. Pada tanggal 26 Oktober 2016.


29

http://www.kalbe.co.id

4. Webmaster.

Bibir

sumbing.

Disitasi

dari

http://www.klikdokter.com/

illness/detail/104.htm. Pada tanggal 26 Oktober 2016.


5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta : EGC.2005.
6. Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild
ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id]
=4.htm. Pada tanggal : 26 Oktober 2016.
7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :
Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 2005.
8. Seattle Childrens Hospital, Research and Foundation. Cleft Lip and Palate.
Disitasi dari http://www.seattlechildrens.org/. pada tanggal 26 Oktober 2016.

30

You might also like