You are on page 1of 9

Survey dari seluruh dunia tentang batuk kronis: manifestasi dari rspon

somatosensori yang ditingkatkan


Alyn H. Morice1 , Adam D. Jakes1 , Shoaib Faruqi1 , Surinder S. Birring2 , Lorcan
McGarvey3 , Brendan Canning4 , Jaclyn A. Smith5 , Sean M. Parker6 , Kian
Fan Chung7 , Kefang Lai8 , Ian D. Pavord9 , Jan van den Berg10, Woo-Jung
Song11, Eva Millqvist12, Michael J. Farrell13, Stuart B. Mazzone14, Peter
Dicpinigaitis15 and The Chronic Cough Registry.
Afiliasi: 1 Respiratory Medicine, Castle Hill Hospital, Centre for Cardiovascular
and Metabolic Research, Hull York Medical School, Cottingham, UK. 2
Division of Asthma, Allergy and Lung Biology, Kings College London,
London, UK. 3Dept of Medicine, Institute of Clinical Science, The
Queens University of Belfast, Belfast, UK. 4Dept of Medicine, Johns
Hopkins Asthma and Allergy Center, Baltimore, MD, USA. 5 Centre for
Respiratory and Allergy, University of Manchester, University Hospital of
South Manchester, Manchester, UK. 6Dept of Respiratory Medicine, North
Tyneside General Hospital, Northumbria Healthcare NHSFT, North
Shields, UK. 7 Royal Brompton and Harefield NHS Trust and National
Heart and Lung Institute, Imperial College, London, UK. 8Dept of Clinical
Research, State Key Laboratory of Respiratory Disease, Guangzhou
Institute of Respiratory Disease, First Affiliated Hospital of Guangzhou
Medical College, Guangzhou, China. 9 Nuffield Dept of Medicine
Research Building, University of Oxford, Oxford, UK. 10Isala klinieken,
Zwolle, The Netherlands. 11Dept of Internal Medicine, Seoul National
University College of Medicine, Seoul, South Korea. 12Dept of Internal
Medicine/Respiratory Medicine and Allergology, University of
Gothenburg, Sahlgrenska University Hospital, Gothenburg, Sweden.
13

Florey Institute of Neuroscience and Mental Health, Parkville, Australia.

14

School of Biomedical Sciences, University of Queensland, Brisbane,

Australia. 15Albert Einstein College of Medicine and Montefiore Medical


Center, Bronx, NY, USA.
Korespondensi: Alyn H. Morice, Head of Cardiorespiratory Studies, Hull
York Medical School, Castle Hill Hospital, Cottingham, HU16 5JQ, UK.
E-mail: A.H.Morice@hull.ac.uk

Abstrak : laporan dari beberapa pusat individual menyampaikan bahwa


batuk kronis lebih banyak diderita oleh wanita.Wanita juga memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi terhadap batuk. Pada jurnal ini kami
menampilkan beberapa review tentang usia dan jenis kelamin rujukan
yang tidak dipilih dari 11 klinis batuk. Untuk menginvestigasi penyebab
dari setiap dimorfisme jenis kelamin yang diamati, MRI dari yang diduga
pusat batuk pada relawan normal.
Profil demografi dari pasien yang berurutan, yang memperlihatkan batuk
kronis dievaluasi. Tantangan batuk dengan capcaisin telah dilakukan oleh
relawan normal untuk membangun sebuah kurva respon konsentrasi.
Berikut MRI fungsional selama pengulangan inhalasi konsentrasi sub
tussive capcaisin diobservasi area aktivasinya dalam otak dan perbedaan
antara jenis kelamin yang teridentifikasi.
Dari 10.032 pasien yang memperlihatkan batuk kronis, dua pertiganya
(6591) adalah wanita (rata-rata usia 55 tahun). Profil pasien yang sangat
seragam antar senter. Usia yang paling umum pada presentasi adalah 60-69
tahun. Dosis toleransi maksimum dari capcaisin inhalasi lebih rendah pada
wanita: walaupun begitu, aktivasi yang lebih significant dari korteks
somatosensoris telah diteliti.
Pasien yang memperlihatkan batuk kronis dari ras yang beragam dan latar
belakang geografi memiliki profil demografik yang mencolok dengan
keseragamannya, menunjukan entitas klinis yang berbeda. Dominasi pada
wanita dapat menjelaskan hubungan perbedaan jenis kelamin pada pusat
pengaturan sensasi batuk.
Pendahuluan
Batuk adalah keluhan paling sering yang disampaikan pasien. Sementara
mayoritas dari konsultasi ini mencerminkan penyakit virus akut, derajat
substansial dari morbiditas yang berhubungan dengan batuk kronis; secara
sekilas di definiskan oleh guideline ACPP (American College of Chest
Physicians) bahwa batuk adalah gejala utama atau gejala dominan yang
berlangsung minimal 8 minggu, dengan atau tanpa bukti radiologis dari
penyakit paru. Batuk kronis dapat terjadi pada kondisi seperti asma,
fibrosis paru, kanker paru atau PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis).

Walaupun begitu mayoritas pasien yang memperlihatkan batuk kronis


tidak selalu sesuai dengan diagnosis dan memang sering tidak ada
indicator yang jelas sebagai diagnosis dasar. Walaupun begitu pasien yang
mengalami penurunan kualitas hidup dibandingkan dengan pasien yang
menderita kanker paru atau PPOK stadium akhir. Efek samping pada
kualitas hidup telah diketahui oleh klinisi, sesuai dengan survey yang
dilakukan oleh ERS (European Respiratory Society).
he British Thoracic Society Cough Guideline Group direkomendasikan
rujukan pasien yang mengalami kesulitan untuk berobat di klinik spesialis
dan pembentukan langsung pusat spesialis. Laporan dari klinik khusus
batuk swasta telah mengungkapkan bahwa pasien didominasi oleh
perempuan setengah baya, meskipun tidak ada penelitian multicenter
internasional yang membahas tentang profil demografi pasien dengan
batuk kronik. Jika pengamatan demografi ini konsisten pada sebagian
besar populasi dan pada populasi yang beragam, maka hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin penting dalam
neurofisiologi refleks pelindung vital ini. Wanita yang dikenal memiliki
respon tinggi untuk berbagai rangsangan batuk dan hal ini mungkin
tercermin dalam perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin di
pusat pengolahan sensasi aferen.
Dalam penelitian ini kami telah menganalisis data pada umur dan jenis
kelamin secara acak pada 11 klinik spesialis batuk dari Eropa, Amerika
Utara, dan Asia. Untuk menilai apakah ada perbedaan terkait jenis kelamin
yang disebabkan oleh perbedaan neuro anatomi pada sistem saraf pusat
yang mengatur pusat batuk yang dicerminkan oleh pencitraan dengan
fMRI (functionalmagnetic resonance imaging)
Metode
Pada tahun 2013, anggotadari International Cough Registry melakukan
review retrospectif dari pasien yang mengunjungi klinik khusus batuk.
Pasien dengan batuk persisten, didefinisikan sebelumnya dan tanpa
abnormalitas radiologis yang signifikan, telah dipilih. Penelitian tersebut
dilakukan dengan pemeriksaan database klinis individual, pencarian data
untuk umur dan jenis kelamin dari pasien. Data yang telah dirangkum
memperlihatkan profil keseluruhan dan klinik individual dibandingkan.

Data acak dari pasien telah dikumpulkan untuk menilai profil demografi
dari pasien yang memperlihatkan klinis batuk.
Untuk menguji keterkaitan jenis kelamin dan usia dengan perbedaan neuro
anatomi, digunakan relawan yang sehat baik pria maupun wanita yang
akan diminta untuk batuk dengan inhalasi capsaicin, dan kurva respon
konsentrasi diamati. Dosis maksimum capsaicin yang bisa dihirup tanpa
batuk kemudian diberikan untuk menilai aktivasi otak yang berhubungan
dengan dorongan untuk batuk seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Singkatnya, percobaan diulangi dengan interval 60 detik dan maksimal 8
kali. Data Blood oxygen level dependent (BOLD) fMRI dikumpulkan
menggunakan scanner Siemens Trio 3 T (Siemens Medical
Systems, Erlangen, Germany) untuk mengukur aktivitas saraf selama
batuk. Analisis data dari imaging otak dilakukan dengan menggunakan
protokol yang telah divalidasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Parameter perkiraan menunjukkan besarnya hemodinamik bergntung pada
perubahan intensitas sinyal BOLD terkait dengan bangkitan yang
diaktivasi oleh capsaicin diekstraksi dan dibandingkan untuk menilai
perbedaan pola respon regional anatara responden pria maupun wanita.
Data diperoleh dari eksperimen Fmri dibawah etika persetujuan yang
diberikan oleh Melbourne Health Human Research Ethics Committee,
Australia (HREC2007.012 and HREC2010.085). T-test digunakan untuk
perbandingan stastistik dari respon yang ditimbulkan. Penelitian ini
menganut pernyataan STROBE (memperkuat pelaporan studi
observasional dalam epidemiologi).
Hasil
Jumlah total ada 10.032 pasien yang datang ke klinik dari November 2003
sampai maret 2013. Database terdiri dari n=2219 Hull (UK), n=1841
belanda, n= 1518 seoul (korea selatan), n=1000 New York (NY, USA),
n=766 Manchester (UK), n=741 Brompton (UK), n= 689 Belfast (UK),
n=492 Guangzhou (China), n= 389 Sweden, n=290 Leicester/Kings
College Hospital (UK), and n=87 Northumbria (UK). Gambar 1
mengilustrasikan usia dan jenis kelamin pasien dari semua klinik pada
diagram lingkaran yang menampilkan rasio jenis kelamin dari pasien. Dua
pertiga dari pasien (n=6591, 66%) yang datang ke klinik adalah
perempuan. Perempuan memperlihatkan jumlah yg lebih besar dan

konsisten pada setiap klinik batuk individual Walaupun tidak beberapa


menonjol pada beberapa klinik yang lebih kecil. Hull (n=51373, 62%),
Holland (n=51233, 67%), Seoul (n=51043, 69%), New York (n=5698,
70%), Manchester (n=5549, 72%), Brompton (n=5508, 69%), Belfast
(n=5448, 65%), Guangzhou (n=5251, 51%), Sweden (n=5262, 67%)
Leicester/Kings College Hospital (n=5177, 61%), dan Northumbria
(n=549, 56%) (Tabel 1). Gambar 1 memperlihatkan profil pasien dari
setiap klinik individu di UK.
Rata-rata SD umur adalah 55 14,97 tahun,Hull 57 tahun, Seoul 52
tahun, New York 58 tahun, Manchester 57 tahun, Brompton 55 tahun,
Belfast 56 tahun, Guangzhou 42 tahun, Sweden 54 tahun, Rumahsakit
Leicester/Kings college 56 tahun dan Northumbria 58 tahun. Umur paling
umum yang terlihat adalah 60-69 tahun. Ini juga terbukti diantara klinis
individual, denganekspetasipada Guangzhou dimana 30-39
tahunsebagaioresentasi yang paling umum. Batuk kronis adalah klinis
yang paling sering muncul pada pasien dengan usia tua, dengan 6821
(68%) dari pasien berusia >50 tahun, 4441 (44%) usia > 60 tahun dan
1783 (18%) usia >70 tahun.

Pasien

Kelompokusiadalamtahu
Gambar 1. Distribusiusiadanjeniskelamindarisemuapasien yang
memperlihatkanklinis.

Tabel 1. Distribusiusiadanjeniskelaminpasien yang


memperlihatkanklinisbatukpadasetiapnegara

10 pria dengan usia rerata 28,7 (19-47) tahun dan 10 wanita berusia 27,3
(21-33) tahun menjalani tes capsaicin. Dosis toleransi maksimal dari
capsaicin inhalasi mendapatkan hasil signifikansi yang rendah pada wanita
dibanding pada pria . capsaicin inhalasi berhubungan dengan aktifasi
jaringan pusat saraf batuk yang dideteksi oleh fMRI, termasuk respon
sensori, motorik dan limbik. Besarnya respon pada korteks primer
somtosensoris wanita didapatkan hasil signifikansi besar dibandingkan
pada pria, meskipun dengan rerata yang digunakan rendah dalam tes dosis
capsaicin pada wanita.
Diskusi
Distribusi umur dan jenis kelamin pada kelompok besar pasien di tiga
benua hampir seragam. representasi keeluruhan pada wanita dalam
presentasi populasi pasien dengan keluhan utama batuk kronik butuh
waktu lama untuk mengenalinya. Dan mungkin contoh yang paling
mencolok pada perbedaan jenis kelamin ialah patofisiologi pernapasan.
Sementara itu sering dijelaskan pada makalah yang terkait dengn batuk,
sering diabaikan tentang struktur dan fungsi pernapasan pada pria dan
wanita. Survei epidemiologi mengungkapkan wanita mendominasi dari
keluhan batuk kronik diluar populasi umum. Dua kali lebih banyak wanta
dbandingkan dengan pria tentang kemajuan dari batuk dengan terapi
inhibitor angiotensin coverting enzyme. Wanita memiliki respon yang

semsitif terhadap reflek batuk dari tes inhalasi asam sitrat, asam tartarat
dan capsaicin. Peningkatan sensitifitas pada reflek batuk juga dibuktikan
pad pasien batuk yang datag ke klinik dimana data objektif tercatat batuk
pada wanita dua kali lipat dari pria. Penelitian ini akan mengungkapkan
bahwa perempuan memiliki sensitivitas yang meningkat pada reflek batuk
dibandingkan dengan pria. Dengan demikian, untuk membantu dalam
populasi, frekuensi wanita diharapkan lebih banyak dari pada pria.
Oleh karena itu, kami membahas tentang aktivitas otak secara fungsional
pada respon capsaicin inhalasi pada pria sehat dna wanita untuk menilai
perbedaan dalam respon saraf batuk. Kami sebelumnya telah menunjukkan
bahwa capsaicin inhalasi akan mengaktifkan jaringan saraf yang
didistribusikan ke otak manusia dalam merespon dari batuk. Wanita sangat
sensitif pada tes capsaicin dan meskipun stimulus yang lebih rendah
besarnya aktivasi di korteks somtosensoris adalah sektar dua kali lipat dari
pada pria. Daerah korteks somatostatis menmilkan perbedaan yang
berhubungan dengan jenis kelamin diketahui untuk menerima input
sensorik saluran napas dan diaktikan pada korelasi erat dengan presepsi
intensitas dorongan individu untuk batuk. Berkaitan dengan jenis kelami,
pada penelitian lain ditemukan efek yang berbahaya. Pada wanita biasanya
akan muncul nyeri kulit dan viseral lebih rendah dibandingkan pada pria
dan lebih mungkin timbul kondisi klinis dengan nyeri kronis. Bukti dari
studi pencitraan fungsional otak menunjukkan bahwa mungkin disebabkan
oleh perbedeaan respon pada wanita dan pria.
Ada perbedaan mencolok dalam distribusi usia pasien yang datang ke
klinik dengan subyek dominan berusia menengah atau lebih tua. Lebih
dari dua-pertiga dari pasien berusia 50 tahun dan lima diantaranya
berusia 70 tahun. Hal ini mirip dengan prevalensi penyakit kronis
lainnya termasuk gastrooesophageal refluks ; suatu kondisi yang umumnya
terkait dengan batuk kronik. Namun, hal ini berbeda dengan demografi
asma atopik, yang menyimpulkan bahwa ini mungkin tidak menjadi faktor
penting dalam patogenesis penyakit batuk kronis.
Meskipun jumlah subyek yang berusia lebih muda di klinik kami terbatas,
tampaknya ada yang jauh lebih bahkan distribusi jenis kelamin. CHANG
et al [26] telah mempelajari sensitivitas refleks batuk pada laki-laki dan
perempuan dan menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang terkait

dengan jenis kelamin. Oleh karena itu, kemungkinan bahwa sensitivitas


yang lebih besar dari refleks batuk
mulai terlihat pada wanita setelah pubertas. VARECHOVA et al
menemukan bahwa berbeda dengan anak-anak yang berusia lebih muda,
pada wanita pada akhir masa pubertas memiliki sensitivitas batuk yang
lebih tinggi, yang mungin akan sesuai dengan hipotesis di atas. Kami
beranggapan tingginya sensitifitas batuk pada wanita usia subur mungkin
memiliki keuntungan dengan membantu untuk mencegah aspirasi pada
kehamilan. Sederhananya, efek langsung sirkulasi hormon tidak mungkin
bertanggung jawab karena kami jelas membuktikan bahwa kebanyakan
perempuan akan terus membaik setelah menopause. Memang, kebanyakan
pasien yang datang ke klinik batuk adalah perempuan perimenopause.
Perubahan anatomis yang diinduksi oleh hormon pada otak wanita telah
dijelaskan pada hewan percobaan.
Studi kami memiliki sejumlah keterbatasan. Sebagai survei kontemporer
retrospektif, verifikasi dalam hal diagnosis dan penyelidikan tidak
ditampilkan. Meskipun begitu, kepatuhan masing-masing klinik terhadap
pedoman internasional tentang pengelolaan batuk kronik sangat
diharapkan. Kurangnya pengumpulan data yang seragam juga
menghalangi estimasi akurat variabel penting lainnya seperti riwayat
merokok, variabel fisiologis dan komorbiditas. Unsur-unsur ini perlu
dibahas dengan jelas dalam penelitian di masa mendatang. Dalam survei
kami, pola rujukan ke klinik khusus batuk mungkin tidak mencerminkan
epidemiologi batuk kronis dalam populasi yang sesungguhnya. Jadi ,
kesimpulan kami bahwa ada sindrom klinis yang seragam yang didasarkan
pada pasien yang memiliki batuk refrakter terhadap pengobatan lini
pertama oleh dokter layanan primer dan mungkin tidak representatif pada
populasi umum. Pasien tersebut mungkin memiliki kesulitan dalam akses
ke klinik dan demikian juga untuk berkonsultasi. Pada usia yang ekstrim,
pasien yang lebih tua mungkin mengalami kesulitan dalam memperoleh
akses ke klinik spesialis yang jauh. Sebuah survei dari pasien yang
menanggapi BBC Radio 4 program pada batuk kronis ditampilkan data
pasien yang berusia lebih tua dan mungkin menyarankan data demografi
dari audiens yang lainnya tetapi juga mungkin menandakan morbiditas
yang belum diakui.

Faktor faktor yang sama mungkin dapat menjelaskan hasil terpencil dari
beberapa klinik batuk kecil yang lebih kecil, khususnya Guangzhou. Hal
ini menunjukkan bahwa lebih banyak distribusi jenis kelamin yang sama
dan presentasi di usia yang lebih muda pada populasi di Cina. Sementara
itu, kemungkinan adanya perbedaan etnis asli pada sensitivitas refleks
batuk menunjukkan tidak adanya perbedaan yang terlihat dalam studi
relawan Cina-Amerika [30]. Faktor lingkungan, seperti polusi udara,
mungkin juga berperan. Tingginya tingkat polusi udara secara positif
berhubungan dengan batuk persisten di Cina.
tingkat polusi udara luar ruangan berhubungan positif dengan batuk terusmenerus di Cina

Hasil yang sesungguhnya pada hubungan antara jenis kelamin, penuaan


dan batuk kronik dengan analisis cross-sectional pada pasien yang tidak
terpilih, tetapi memicu untuk berpendapat bahwa karakteristik demografi
mengidentifikasi batuk kronis sebgai suatu proses penyakit yang berbeda.
Dalam beberapa tahun terakhir diagnosis bagi pasien dengan idiopatik
batuk kronik semakin diterima. Sindrom batuk hipersensitivitas ditandai
dengan respon yang meningkat dari nosiseptor aferen dalam saluran napas
atas dan dengan riwayat pencetus kliniis yang khas, gejala saluran napas
atas yang terkait, dan gejala tidak khas pada gastro-esophageal reflux.
Konsep sindrom batuk hipersensitivitas didukung oleh para ahli dibidang
ini, seperti yang disarankan oleh satgas ERS. Hal ini dapat diikuti dengan
keadaan paru lain atau diluar paru, seperti yang didukung oleh laporan
ERS force. pertanyaan spesifik asosiasi ini mengungkapkan 90% spesifitas
untuk diagnosis pasien batuk pada klinik spesialis. Temuan kami bahwa
pada dasarnya tidak ada perbedaan antara latar belakang pasien di tiga
benua dan 11 klinik yang memberikan keyakinan untuk hipotesa bahwa
pasien sendiri, umum dan kesatuan klinik. kami menyarankan bahwa
sindrom batuk hipersensitivitas menjelaskan distribusi yang diteliti dalam
populasi pasien ini.

You might also like