You are on page 1of 26

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah


SWT, karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat saya
selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Saya juga bersyukur
atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga
saya dapat menyusun makalah ini.
Laporan ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu
tugas mata kuliah Sejarah Indonesia 1 dengan judul Zaman
Megalitikum. Kami mengakui bahwa dalam menyusun makalah
ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak.
Kami menyadari masih banyak kekurangan yang
terdapat dalam laporan hasil observasi ini. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga laporan ini memberikan informasi bagi pembaca dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.

Jember, 24 September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................. 1
1.1.....................................................................................Lata
r Belakang ................................................................... 1
1.2.....................................................................................Rum
usan Masalah ............................................................... 2
1.3.....................................................................................Tuju
an ................................................................................ 2
BAB 2. PEMBAHASAN ................................................ 3
2.1 Pengertian Zaman Megalitikum.................................... 3
2.2 Penyebaran Kebudayaan Megalitikum.......................... 3
2.3 Kepercayaan yang dianut pada Zaman Megalitikum.... 4
2.4 Kehidupan Sosial pada Zaman Megalitikum................. 7
2.5
Peninggalan
Megalitikum.......................................................... 8

Zaman

2.6 Budaya Megalitikum di Indonesia................................. 11


2.7
Ilmu
Pengetahuan
Teknologi.......................................................... 18

dan

BAB 3. PENUTUP .................................................... 19


3.1 Kesimpulan .................................................................. 19
2

3.2 Saran ............................................................................ 19


DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................
........... 20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar,

dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa


disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini
manusia

sudah

dapat

membuat

dan

meningkatkan

kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan


ini

berkembang

Perunggu.

Pada

dari

zaman

zaman

ini

Neolitikum
manusia

sampai

sudah

zaman

mengenal

kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam


tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum
ialah di wilayah jawa tengah yang tepatnya adalah di daerah
purbalingga,

dimana

purbalingga

adalah

adalah

suatu

kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di


sebelah

barat

kota

yogyakarta.

Daerah

ini

ternyata

mempunyai potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan,


terbukti banyaknya peninggalan prasejarah.
Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu
kabupaten yang memiliki benda peninggalan pada masa
megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu
pada uraian diatas, maka kelompok kami akan membahas
tentang sejarah dan peninggalan-peninggalan sejarah pada
zaman megalitikum, khususnya yang berada di daerah
purbalingga.

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian sejarah kehidupan megalitikum
yang ada di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana penyebaran kebudayaan megalitikum di
Indonesia ?
1.2.3 Bagaimana kepercayaan yang dianut pada zaman
megalitikum ?
1.2.4 Bagaimana kehidupan sosial pada zaman megalitikum ?
1.2.5 Apa saja peninggalan zaman megalitikum ?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.3.1 Memperkenalkan

sejarah

kehidupan

manusia

pada

zaman megalitikum.
1.3.2 Membantu untuk menjelaskan penyebaran kehidupan di
zaman megalitikum.

1.3.3 Untuk menjelaskan kepercayaan apa saja yang di anut


pada zaman megalithikum.
1.3.4 Menjelaskan kehidupan sosial zaman megalithikum.
1.3.5 Untuk memberikan contoh-contoh peninggalan zaman
megalithikum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zaman Megalithikum


Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan
yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar
yang muncul sejak zaman Neolithikum Megalitikum berasal
dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti
batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman
batu besar,karena pada zaman ini manusia sudah dapat
membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan
batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman
Neolitikum

sampai

zamanPerunggu.

Pada

zaman

ini

manusia

sudah

mengenal

kepercayaan.

Walaupun

kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu


kepercayaan terhadap roh nenek moyang.Kepercayaan ini
muncul

karena

pengetahuanmanusia

sudah

mulai

meningkat dan berkembang pesat pada zaman logam.

2.2 Penyebaran Kebudayaan Megalithikum


Menurut

Von

Heine

Geldern,

kebudayaan

Megalithikum menyebar ke indonesia melalui 2 gelombang,


yaitu :
1. Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman
Neolithikum

(2500-1500

Kebudayaan

Kapak

SM)

Persegi

dibawa
(Proto

oleh pendukung
Melayu).

Contoh

bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundakundak,Arca-arca,Statis.


2. Megalithikum Muda menyebar ke Indonesia pada
zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung
Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan
megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga
Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa

yang

dinyatakan

dalam

uraian

di

atas,

dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar


seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak
ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil
kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara
halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama
hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.

2.3 Kepercayaan Yang Dianut Pada Zaman Megalithikum


Kehidupan

Keagamaan

Kuno.Penemuan-penemuan

Masyarakat

sejumlah

Sunda

bangunan

era

Megalitikum mengindikasikan bahwa rakyat Sunda kuno


cukup religius. Sebelum pengaruh Hindu dan Buddha tiba
di Pulau Jawa, masyarakat Sunda telah mengenal sejumlah
kepercayaan,

seperti

terhadap

leluhur,

benda-benda

angkasa dan alam seperti matahari, bulan, pepohonan,


sungai, dan lain-lain. Pengenalan terhadap teknik bercocok
tanam

(ladang)

dan

beternak,

membuat

masyarakat

percaya terhadap kekuatan alam. Untuk mengungkapkan


rasa bersyukur atas karunia yang diberikan oleh alam,
mereka

lalu

melakukan

upacara

ritual

yang

dipersembahkan bagi alam. Karena itu, mereka percaya


bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa
dijangkau oleh akal dan pikiran mereka.
Dalam
keagamaan,
komplek

melaksanakan
masyarakat

batu-batu

ritual

prasejarah

besar

(megalit)

atau
itu

upacara

berkumpul

seperti

di

punden-

berundak (bangunan bertingkat-tingkat untuk pemujaan),


menhir (tugu batu sebagai tempat pemujaan), sarkofagus
(bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati),
dolmen (meja batu untuk menaruh sesaji), atau kuburan
batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat).
Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di
sepanjang

wilayah

Jawa

bagian

barat.

Dibandingkan

dengan wilayah Jawa Tengah dan Timur, Jawa Barat paling


banyak

meninggalkan

bangunan-bangunan

tersebut.

megalitik

Kehidupan yang serba tergantung kepada alam


membuat pola hidup yang bergotong royong. Dalam
melakukan

persembahan/penyembahan

terhadap

roh

leluhur maupun kekuatan alam, masyarakat prasejarah ini


melakukannya secara bersama-sama. Yang memimpin
upacara itu adalah mereka yang berusia paling tua atau
dituakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin
inilah yang berhak menentukan kapan acara sedekah
bumi dan upacara-upacara religius lainnya dilakukan.
Dialah

juga

mengusir

yang

roh

dipercayai

jahat,

masyarakat

mengobati

orang

dalam
sakit,

hal
dan

menghukum warganya yang melanggar nilai atau hukum


yang diberlakukan.
Pada zaman megalitikum (zaman batu besar) di
indonesia,

manusia

purba

telah

mengenal

suatu

kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar


kekuatan manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang
menakutkan

atau

serba

hebat.

Selain

itu

mereka

menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat


pohon besar, tinggi dan rimbun, manusia merasa ngeri.
Manusia

purba

ini

kemudian

berkesimpulan

bahwa

kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang


menghuninya.

Begitupun

terhadap

batu

besar

serta

binatang besar yang menakutkan.


Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir
dan

gunung

meletus

dianggap

menakutkan

dan

mengerikan sehingga mereka memujanya. Selain memuja


benda-benda

dan

binatang

yang

menakutkan

dan

dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah


leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang

mereka

tinggal

di

tempat

tertentu

atau

berada

di

ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak


pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek
moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada
umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, kemudian diberi
bentuk

atau

dipahat.

Bangunan

megalitik

hampir

semuanya berukuran besar.


Penemuan-penemuan

sejumlah

bangunan

era

megalitikum mengindikasikan bahwa rakyat kuno cukup


religius. Sebelum pengaruh hindu dan budha tiba di pulau
jawa,

masyarakat

kepercayaan,

sunda

seperti

telah

terhadap

mengenal
leluhur,

sejumlah

benda-benda

angkasa dan alam seperti matahari, bulan, pepohonan,


sungai, dan lain sebagainya. Pengenalan terhadap teknik
bercocok

tanam

masyarakat

(ladang)

percaya

dan

terhadap

beternak,

kekuatan

membuat

alam.

Untuk

mengungkapkan rasa syukur atas karunia yang diberikan


oleh alam, mereka lalu melakukan upacara ritual yang
dipersembahkan bagi alam. Karena itu, mereka percaya
bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa
dijangkau oleh akal dan pikiran mereka.
Dalam
keagamaan,
komplek

melaksanakan
masyarakat

batu-batu

ritual

prasejarah

besar

(megalit)

atau
itu

upacara

berkumpul

seperti

di

punden-

berundak (bangunan bertingkat-tingkat untuk pemujaan),


menhir (tugu batu sebagai tempat pemujaan), sarkofagus
(bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati),
dolmen (meja batu untuk menaruh sesaji), atau kuburan
batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat).
Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di

sepanjang

wilayah

jawa

bagian

barat.

Dibandingkan

dengan wilayah jawa tengah dan timur, jawa barat paling


banyak

meninggalkan

bangunan-bangunan

megalitik

tersebut.
Kehidupan yang serba tergantung kepada alam
membuat

pola

hidup

yang

bergotong-royong.

Dalam

melakukan penyembahan terhadap roh leluhur maupun


kekuatan alam, masyarakat prasejarah ini melakukannya
secara bersama-sama. Yang memimpin upacara itu adalah
mereka yang berusia paling tua atau dituakan oleh
masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang
berhak menentukan kapan acara sedekah bumi dan
upacara-upacara religius lainnya dilakukan. Dialah juga
yang dipercayai masyarakat dalam hal mengusir roh jahat,
mengobati orang sakit, dan menghukum warganya yang
melanggar

nilai

atau

hukum

yangdiberlakukan.

Setelah kedatangan orang-orang India, masyarakat


sunda kuno mulai terpengaruh ajaran-ajaran hindu dan
buddha. Penemuan sejumlah arca dan batu bercorak hindu
dan buddha (meski dibuat sangat sederhana) menandakan
bahwa mereka, terutama kaum bangsawan mempercayai
dan mempraktikkan ajaran-ajaran agama hindu budha.
Meski jarang sekali ditemukan candi yang bercorak HinduBuddha, tak dipungkiri bahwa masyarakat sunda kuno
terutama keluarga raja menganut agama-agama dari india
itu, yang kemudian dipadukan dengan kepercayaan nenekmoyang mereka, yaitu sunda wiwitan.

2.4 Kehidupan Sosial Pada Zaman Megalitikum

10

Pada zaman ini manusia melakukan banyak kegiatan


yang menyangkut kehidupannya. Mereka sudah mepunyai
aktifitas
bercocok

seperti

berburu

dan

mengumpulkan

makanan,

tanam.Kebudayaan

megalithikum

adalah

kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari


batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum. Kehidupan
dalam masyarakat masa perundagian memperlihatkan rasa
solidaritas yang kuat. Peranan solidaritas ini tertanam dalam
hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak
nenek moyang.
Manusia pendukung dari zaman megalithikum sudah
didominasi oleh Homo Sapiens. Manusia Homo Sapiens ini
antara lain berasal dari bangsa Proto Melayu, yaitu sekitar
2000 tahun sebelum masehi, yang juga didominasi oleh Suku
Nias, Dayak, Sasak, Toraja.
Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat
yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan
individu agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang
apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada
masa ini sudah ada kepemimpinan dan pemujaan kepada
sesuatu yang suci diluar diri manusia yang tidak mungkin
disaingi serta berada diluar batas kemampuan manusia.
Ciri-cirinya adalah:
1. Manusia sudah dapat membuat dan meninggalkan
kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar.
2. Berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman
perunggu.
3. Manusia sudah

mengenal

kepercayaan

animisme.

2.5 Peninggalan Zaman Megalitikum


11

utamanya

1.Menhir
Menhir adalah tugu atau batu yang tegak, yang
sengaja di tempatkan di suatu tempat untuk memperingati
orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini berupa media
penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang
yang sudah meninggal tersebut.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen,
merupakan batuan dari periode neolitikum yang umum
ditemukan di perancis, inggris, irlandia, spanyol dan italia.
Batu-batu ini dinamakan juga megalitik (batu besar)
dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya
besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai
bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan
memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan
arwah nenek moyang.
2. Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan yang di
susun secara bertingkat-tingkat yang di maksudkan untuk
melakukan

pemujaan

terhadap

roh

nenek

moyang,

bangunan ini kemudian menjadi konsep dasar bangunan


candi pada masa hindu budha. Struktur dasar punden
berundak

ditemukan

pada

situs-situs

purbakala

dari

periode kebudayaan megalit-neolitikum pra hindu budha


masyarakat
sebagai

austronesia.

bangunan

Bangunan

yang

suci,

tersebut

dan

lokasi

dianggap
tempat

penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan


Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

12

3. Kubur batu
Bentuknya mirip seperti bangunan kuburan seperti
yang dapat kita lihat saat ini, umumnya tersusun dari batu
yang terdiri dari dua sisi panjang dan dua sisi lebar.
Sebagian besar kubur batu yang di temukan terletak
membujur dari arah timur ke barat. Pada masa pra sejarah
ketika kebudayaan megalitikum berkembang bahwa kubur
batu merupakan salah satu dari jenis peninggalan batubatu besar (megalit). Sedangkan sesuai dengan namanya
fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat penguburan
bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat
yang hidup pada masa megalit. Kubur batu ini sudah
dilakukan pengamanan dengan cara diberi pagar keliling
yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50 meter
dan lebar 5 meter. Sedang bagian atas di beri cungkup
seng dengan tiang penyangga dari kayu dan pondasi
semen.
4. Sarkofagus
Sejenis kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya,
biasanya antara wadah dan tutup berukuran sama. Pada
dinding muka sarkofagus biasanya diberi ukiran manusia
atau binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis.
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah. Oleh karena itu
sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti.
Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai
bagian

dari

sementara

sebuah
beberapa

makam
yang

atau
lain

beberapa

dimaksudkan

makam
untuk

disimpan di ruang bawah tanah. Di mesir kuno, sarkofagus

13

merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga


kerajaan.
5. Dolmen
Dolmen

merupakan

bangunan

megalitik

yang

memiliki banyak bentuk dan fungsi, sebagai pelinggih roh


atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya di
letakan di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di
tempat pelaksanaan upacara yang ada hubungannya
dengan pemujaan kepada roh leluhur. Dolmen adalah
sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi
sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan.
Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan
mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh
binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau
masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah
hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang
masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi
hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan
keselarasan bagi kedua belah pihak.
6. Arca batu
Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di
wilayah indonesia, diantaranya pasemah, sumatra selatan
dan sulawesi tenggara. Bentuknya dapat menyerupai
binatang atau manusia dengan ciri negrito. Di pasemah
ditemukan

arca

yang

dinamakan

batu

gajah,

yaitu

sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya terdapat


pahatan

wajah

manusia

14

yang

mungkin

merupakan

perwujudan dari nenek moyang yang menjadi objek


pemujaan.
7. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup,
waruga banyak ditemukan di situs Gilimanuk, Bali. Waruga
adalah kubur atau makam leluhur orang minahasa yang
terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas
berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian
bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.

2.6

BUDAYA MEGALITHIKUM DI INDONESIA

1. Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera


Selatan. Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam
bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat
dengan

begitu

dinamis

dan

monumental,

yang

mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat.

15

Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi


budaya megalitik di daerah Pasemah (Sumatera
Selatan).

Megalitik

di

wilayah

Pasemah

muncul

dengan bentuk yang unik, langka, dan mengandung


unsur kemegahan serta keagungan yang terwujud
dalam

bentuk-bentuk

yang

sangat

monumental.

Simbol-simbol yang ingin disampaikan oleh pemahat


erat kaitannya dengan pesan-pesan religius.
Budaya

megalitik

Pasemah

mulai

diteliti

pertama kali dan ditulis oleh L. Ullmann dalam


artikelnya

Hindoe-belden

in

binnenlanden

van

Palembang yang dimuat oleh Indich Archief (1850).


Dalam

tulisan

Ullmann

tersebut

H.

Loffs

menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan


peninggalan dari masa Hindu. namun pendapat ini

16

ditentang oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia


menyatakan bahwa peninggalan tersebut dari masa
yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop,
penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan
oleh peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono,
Teguh

Asmar,

Haris

Sukendar,

Bagyo

Prasetyo,

peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan


peneliti

dari

Balai

Arkeologi

Palembang

secara

intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah


sampai saat ini. Penampilan peninggalan budaya
megalitik Pasemah sangat "sophiscated" dengan
tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan
digambarkan alat-alat yang dibuat dari perunggu
memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah
berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran)
budaya yang pesat. Alat-alat perunggu yang dipahat
adalah

nekara

yang

merupakan

kebudayaan

Dongson, Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di


pasemah begitu banyak variasinya, berdasarkan
survei

yang

dilakukan

peneliti

Balai

Arkeologi

Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs


megalitik baik yang tersebar secara mengelompok
maupun

sendiri

(1996).

Daerah Pasemah yang pernah diteliti oleh Van


der Hoop, Tombrink, Westenek, Ullman, dan peneliti
lainnya, daerah ini mudah dicapai dari kota-kota
besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau,
Palembang, dan lain-lain, karena tersedia jalan besar
yang menghubungkan Pasemah dengan kota-kota
besar di sekitarnya. Situs-situs megalitik dataran

17

tinggi Pasemah meliputi daerah yang sangat luas


mencapai 80 km. Situs-situs megalitik tersebar di
dataran tinggi, puncak gunung, lereng, dan lembah.
Situs Tinggihari, Situs Tanjungsirih, Situs Gunungkaya
merupakan

situs

yang

terletak

di

atas

bukit,

sementara Situs Belumai, Situs Tanjungarau dan


Situs Tegurwangi merupakan situs-situs yang terletak
di lembah. Dari hasil penelitian Fadlan S. Intan
diketahui bahwa daerah Lahat dibagi atas tiga satuan
morfologi (bentang alam),.yaitu:
1. Satuan morfologi pegunungan
2. Satuan morfologi bergelombang
3. Satuan morfologi daratan
Satuan morfologi pegunungan dengan puncakpuncaknya antara lain Gunung Dempo (3159 mdpl)
dan

pegunungan

morfologi

Dumai

bergelombang

(1700

mdpl).

ketinggian

Satuan

puncaknya

mencapai 250 mdpl, lereng umumnya landai, dengan


sungai

berlembah

morfologi

dataran

dan

berkelok-kelok.

dimanfaatkan

sebagai

Satuan
lahan

pertanian. Satuan morfologi pegunungan merupakan


tempat tersedianya bahan hasil letusan Gunung
Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta
batuan-batuan

vulkanis.

Daerah

Lahat

dengan

batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih menjadi


tempat

pemukiman.

Pemilihan

ini

tampaknya

mempunyai pertimbangan-pertimbangan geografis


dan tersedianya batuan untuk megalitik. Keadaan
lingkungan di Pasemah merupakan daerah yang
sangat subur yang memungkinkan penduduk di sana
dapat membudidayakan tanaman.

18

Tidak seberapa jauh dari batas kabupaten, memasuki


kota Lahat, di Kecamatan Merapi Barat, terdapat suatu arca
peninggalan

megalitik,

beserta

dolmen

dan

menhir.

Tinggalan megalitik ini berada di pelataran SMPN 2 Merapi


Barat. Arca tersebut dikenal sebagai Batu Putri atau secara
resmi seperti tertulis di plank: Arca Manusia Tanjungtelang.
Arah hadap arca yang berbahan batupasir volkanik ini
berada dalam satu garis lurus dengan diagonal dolmen
dalam arah barat daya. Dolmen yang juga terbuat dari
lapisan

batupasir

berwarna

kuning

keputih-putihan,

berbentuk seperti meja berukuran 1,5 x 1,5 m. Dolmen ini


tergeletak berjarak 20 m dari tempat arca berdiri. Agak
terpisah jauh, sebuah menhir dari batu andesit dengan
tinggi 80 cm berdiri tegak di halaman depan SMP itu.
Kompleks

peninggalan

megalitik

ini

berada

di

sebelah utara dari sebuah sungai yang menjadi sungai


utama di Lahat, yaitu Aek Lematang. Sungai ini di dataran

19

Lahat mulai menunjukkan pola aliran berkelok-kelok atau


bermeander, dengan teras-teras sungai di bantaran kanan
dan kirinya. Ada dugaan, teras sungai ini sebagaimana
teras-teras sungai besar di peradaban-peradaban kuno
merupakan tempat yang paling layak menjadi lantai
kehidupan masyarakat purbakala. Di Kabupaten Lahat,
tinggalan

arca

megalitik

yang

tersebar

sangat

luas,

cenderungan berada di sekitar Aek Lematang, walapun


beberapa di antaranya terpisah sangat jauh di perbukitan
yang

mungkin

mempunyai

makna

lain

tersendiri.

Arca-arca megalitik ini umumnya menggambarkan


raksasa bersama hewan-hewan seperti gajah, harimau,
atau ular. Arca Batu Putri atau Manusia Tanjungtelang
misalnya menggambarkan seorang raksasa dengan kepala
yang tidak jelas, bahkan hampir seperti menggunakan
helmet. Posisi kepalanya lurus, dengan tangan sedang
memangku seekor gajah. Kesan masyarakat awam akan
melihat seolah-olah arca ini belum selesai dipahat dan
ditinggalkan begitu saja sebelum detailnya selesai. Ada
kesan kemesraan yang tertangkap antara raksasa dan
gajak di pangkuannya. Seolah-olah gajah itu adalah anak
yang diasuhnya.

20

Batu Macan
Arca yang lain di antaranya apa yang disebut sebagai
Batu Macan di Desa Pagaralam, Pagergunung. Arca ini
menunjukkan seekor macan yang memeluk mesra dari
belakang suatu figur yang kurang begitu jelas, apakah
seekor macan yang lain, seekor kera besar, atau seorang
raksasa. Adapun di Desa Muaradanau, di antara
perkebunan karet, dijumpai arca batu seorang raksasa
yang sedang duduk bersila dengan satu kaki tertekuk
dipeluk lengannya yang memegang sesuatu yang mirip
pisang. Raksasa ini menindih mahluk mirip manusia yang
lebih kecil yang seperti ditikam di punggung dengan pisau
yang dipegang tangan kirinya. Arca ini disebut sebagai
Batu Buto.
Di Desa Gunungmegang, Kecamatan Jarai, masih di
Kabupaten Lahat, berbatasan dengan Kota Pagaralam,
beberapa tinggalan magalitiknya lebih bervariasi. Selain
arca, dijumpai juga ruang-ruangan yang dindingnya
tersusun dari batu, sehingga dikenal sebagai kubur batu
atau bilik batu. Ahmad Rivai, warga Desa.

21

Kubur batu Tanjung Aro


Gunungmegang yang diangkat sebagai juru pelihara
oleh Balai Pelestarian Peninggalan Prasejarah (BP3) Jambi
mengatakan

bahwa

kubur-kubur

batu

dan

arca-arca

tersebar luas dan sangat banyak di kaki Gunung Dempo. Di


Gunung Megang saja sedikitnya terdapat tiga situs yang
menjadi

tanggunungjawabnya,

yaitu

Kubur

Batu

Gunungmegang, Batu Putri, dan Batu Orang.

Kubur Batu Pagaralam


Semua arca umumnya dipahat pada batupasir atau
breksi

volkanik,

sedimentasi

dari

yaitu

batu

yang

hasil

letusan

terbentuk

gunung

api.

secara
Batunya

memang keras dan kompak. Tetapi dengan peralatan


22

logam, bahkan batu lain yang dipipihkan atau dibuat


runcing, jenis batu arca dapat mudah dikerjakan. Begitulah
mengapa arca-arca ini dipilih dari bahan batu itu karena
kemudahannya untuk dipahat dan diukir. Adapun kubur
dan bilik batu, umumnya menggunakan batu-batu yang
lebih keras seperti andesit. Pada umumnya, batu-batu
untuk bangunan ini sedikit sekali mengalami rekayasa,
keculai

lubang

kecil

atau

goresan-goresan

dangkal.

Dempo sebagai kiblat.


Menariknya, arah kubur batu dengan sangat tepat
mengarah ke puncak Gunung Dempo. Hal yang sama
terukur dari wajah Batu Orang yang seolah-olah tengadah
mengamati

puncak

Gunung

Dempo,

sementara

ia

menindih seekor gajah yang belalainya ia cengkeram


dengan kuat. Keganjilan ada di arca Batu Putri yang posisi
kepalanya berada pada permukaan tanah, sehingga hampir
seluruh badannya berada di bawah tanah. Arca Batu Putri
seperti dalam posisi meringkuk dengan badan tertekuk
membelakangi Gunung Dempo di arah barat daya, dan
kepalanya berpaling ke arah utara.

2. Nias. Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen


megalitik dalam kehidupannya. Contohnya Rangkaian
kegiatan

mendirikan

batu

besar

(dolmen)

untuk

memperingati kematian seorang penting di Nias.


Upacara lompat batu Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen)
untuk memperingati kematian seorang penting di Nias
(awal

abad

ke-20).

Etnik

23

Nias

masih

menerapkan

beberapa

elemen

megalitik

dalam

kehidupannya.

Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan


elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu
besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.
2. Sumba. Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga
masih kental menerapkan beberapa elemen megalitik
dalam

kegiatan

sehari-hari.

Kubur

batu

masih

ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu juga


dipakai sebagai tempat pertemuan adat.

2.7 ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Pada

bidang

teknologi,

di

samping

berusaha

menciptakan perkakas untuk keperluan sehari-hari, kemudian


mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya bendabenda yangbernilai estitika dan ekonomis. Pada teknologi
pembuatan gerabah misalnya, ternyata di samping membuat
untuk keperluan sehari-hari, mulai dilakukan juga pembuatan
gerabah yang bernilai seni dan ekonomis. Keragaman bentuk
dan motif hias gerabah Indonesia ini kemudian memunculkan
beberapa

kompleks

pembuatan

gerabah

yang

sangat

menonjol, antara lain kompleks gerabah Buni, (Bekasi),


komplek gerabah Gilimanuk (Bali), dan kompleks gerabah
Kalumpang (Sulawesi Selatan).

BAB III
PENUTUP

24

3.1 Kesimpulan
Pada zaman megalitikum di indonesia, manusia
purba

telah

mengenal

suatu

kepercayaan

terhadap

kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia.


Selain

memuja

benda-benda

dan

binatang

yang

menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga


menyembah arwah leluhurnya.
Manusia pendukung dari zaman megalithikum sudah
didominasi oleh Homo Sapiens. Kebudayaan Megalithikum
menyebar ke indonesia melalui 2 gelombang, yaitu :
1. Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman
Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung
Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh:
menhir, punden berundak-undak, Arca, Statis.
2. Megalithikum Muda menyebar ke Indonesia pada zaman
perunggu

(1000-100

SM)

dibawa

oleh

pendukung

Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh: peti


kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca
dinamis.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak
sekali kekurangan yang ada. Untuk itu dibutuhkan sekali
saran

dan

kritik,

agar

dalam

pembuatan

makalah

berikutnya dapat diperbaiki dan lebih baik lagi.


Bagi para pembaca makalah ini, harusnya kita semua
dapat mengambil pelajaran dari sejarah masa lampau.
Karena dengan demikian kita semua dapat memperbaiki
keadaan dan peradaban masa kini.

25

DAFTAR PUSTAKA

Soekmono, R. (1973). Pengantar sejarah kebudayaan

indonesia 1. Yogyakarta. Kanisus.


Notosusanto, N. (1990). Sejarah

Nasional

Indonesia.

Jakarta. Balai Pustaka.


http://epri-wismark.blogspot.com/
www.sridianti.com/peninggalan-zaman-megalitikum.html

26

You might also like