You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN JIWA

HALUSINASI
A. Kasus (Masalah Utama)
Halusinasi
1. Pengertian

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi)


panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart &
Larsia, 2009).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori
persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien
merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
2. Tanda dan Gejala
Data objektif dapat perwat kaji dengan

cara

mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat


perawat kaji dengan melakukan wawancara dengan pasien.
Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
a. Data Objektif
Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab,
Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar
sesuatu,

Menutup

telinga,

Menunjuk-nunjuk

ke

arah

tertentu, Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas, Mencium


sesuatu seperti sedang membaui bauan-bauan tertentu,
Menutup hidung, Sering meludah, Muntah, Menggarukgaruk permukaan kulit.
b. Data Subjektif

Pasien mengatakan :
Mendengar suara-suara atau kegaduhan, Mendengar suara
yang

mengajak

bercakap-cakap,

Mendengar

suara

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya, Melihat


bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster, Mencium bau-bauan seperti darah,
urine, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan,
Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses, Merasa
takut atau senang dengan halusinasinya, Mengatakan
sering mendengarkan sesuatu pada waktu tertentu saat
sedang sendirian, Mengatakan sering mengikuti isi perintah
halusinasi.
3. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalamai halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,

gambar kartun

baingan

yang

rumit

atau

kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan


seperti melihat monster.
c. Halusinasi penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, dan
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau demensia.
d. Halusinasi pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau


feses.
e. Halusinasi perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,
f.

benda mati atau orang lain.


Halusinasi kanesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau

arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.


g. Halusinasi klinesthetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Etiologi
a.

Faktor Prediposisi

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi


adalah:
1)

Biologis
Abnormalitas

perkembangan

sistem

saraf

yang

berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif


baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
yang berikut:
-

Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak


yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.

Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter


yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

Pembesaran

ventrikel

dan

penurunan

massa

kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak


manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2)

Psikologis
Keluarga,

pengasuh

dan

lingkungan

klien

sangat

mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu


sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3)

Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.

b.

Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan


setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu

terhadap

stressor

dan

masalah

koping

dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).


Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,


yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)

Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.

3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
2. Patofisiologi
a.

Fase Pertama / comforting / menyenangkan


Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan
gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan
pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat,
respon

verbal

yang

lambat

jika

sedang

halusinasinya dan suka menyendiri.


b.

Fase Kedua / comdemming

asyik

dengan

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman


internal dan eksternal, klien berada pada tingkat listening pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran
suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak
jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa
tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi
datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
dengan realitas.
c.

Fase Ketiga / controlling


Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk
dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik
berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.

d.

Fase Keempat / conquering/ panic


Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari
kontrol

halusinasinya.

Halusinasi

yang

sebelumnya

menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan

memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain


karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam
dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam
atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
3. Pohon Masalah

4. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori : halusinasi
Data subjektif

Klien

mengatakan

melihat

atau

mendengar sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat,


waktu orang.

Data objektif

: Tampak bicara dan tertawa sendiri. Mulut

seperti bicara tapi tidak keluar suara. Berhenti bicara seolah


mendengar atau melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
C. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan : pasien mampu :
1. Mengenali halusinasi yang dialaminya : isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi pencetus, perasaan, dan respon.
2. Mengontrol halusinasi dengan cara mnghardik.
3. Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat.
4. Mengontrol halusinasi dengan cara becakap-cakap.
5. Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas.
Tindakan keperawatan :
1. Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan, respon terhadap halusinasi.
2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi :
a. Menghardik halusinasi
Menjelaskan

cara

menghardik

halusinasi,

memperagakan cara menghardik, meminta pasien


memperagakan ulang, memantau penerapan cara
ini, dan menguatkan perilaku pasien.
b. Menggunakan obat secara teratur

Menjlaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan


bila obat tidak digunakan sesuai program, jelaskan
akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat
obat/berobat, jelaskan

cara menggunakan

obat

dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna, frekuensi,


cara kontinuitas minum obat).
c. Bercakap-cakap dengan orang lain
d. Melakukan aktivitas terjadwal
Menjelaskan

pentingnya

aktivitas

yang

teratur,

mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh


pasien,

melatih

pasien

melakukan

aktivitas,

menyusun jadwal yang telah dilatih, memantau


jadwal

pelaksanaan

kegiatan,

memberikan

reinforcement.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP) Pasien
SP I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien.


Mengidentifikasi isi halusinasi pasien.
Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien.
Mengidentifikasi frekuensii halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi.
Melatih pasien menghardik halusinasi.
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.

SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien (evaluasi
kemampuan menghardik).

2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan minum


obat.
3. Menganjurkan

pasien

memasukkan

dalam

jadwal

kegiatan harian.
SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien (evaluasi
kemampuan menghardik dan minum obat).
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
bercakap-cakap.
3. Menganjurkan pasien

memasukkan

dalam

dengan
jadwal

kegiatan harian.
SP IV
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien (evaluasi
kemampuan menghardik, minum obat dan bercakapcakap).
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian.
3. Mengajurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
Contoh Latihan :
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara
kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi.
ORIENTASI
Assalamualaikum Mas, Saya perawat yang akan merawat mas.
Perkenalkan nama saya Totok Supriadi, biasa di panggil Totok,
Betul ini mas Adi? Kalau boleh tahu nama lengkapnya siapa?
Senang dipanggil apa? Bagaimana perasaan mas hari ini?

Ada keluhan yang mas rasakan hari ini? Baiklah, saya dengar
mas sering mendengar suara-suara yang tak tampak wujudnya,
benar begitu? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
suara tersebut. Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit.
Baiklah Mas, bagaimana kalau sekarang kita berbincangbincang mengenai jenis halusinasi, respon terhadap halusinasi,
dan kita akan belajar menghardik halusinasi, dan kita masukkan
ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari pasien. Dimana kita bisa
bercakap-cakap? Disini, di depan?
KERJA
Apakah mas Adi mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa
yang dikatakan suara tersebut? Apakah terus terdengar atau
sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering mas Adi dengar?
Berapa kali sehari? Biasanya pada keadaan apa suara itu
muncul? Mas Adi, saya punya beberapa cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan aktivitas yang sudah terjadwal, dan yang
keempat dengan minum obat yang teratur. Iya.. Bagaimana
kalau kita belajar cara yang pertama dulu, yaitu dengan
menghardik. Mau tidak mas?? Caranya begini : saat suara itu
muncul, langsung Mas Adi bilang ,Saya tidak mau dengar.
Pergi..!! Kamu suara palsu. Begitu di ulang-ulang terus sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Mengerti mas? Coba mas Adi
peragakan. Nah begitu, bagus. Coba lagi. Ya bagus, Mas Adi
sudah bisa.
TERMINASI

Bagaimana perasaan mas Adi setelah latihan tadi? Kalau


suara itu muncul lagi, coba latihan yang tadi di terapkan. Coba
Mas

jelaskan

jenis

halusinasi,

isi

halusinasi,

waktu

berhalusinasi, frekwensi, situasi yang menimbulkan halusinasi,


respon dengan cara menghardik halusinasi, Apakah Mas masih
ingat? Jika hal tersebut (mendengar, melihat, mencium,
merasa, mengecap) itu muncul? Tolong Mas praktekkan cara
yang sudah saya ajarkan, dan masukkan dalam jadwal harian
Mas. Baikalah Mas nanti kita akan bercakap-cakap lagi, kita
akan diskusikan dan latihan mengendalikan dengan bercakapcakap dengan orang lain. Mau jam berapa Mas? Ya baiklah
jam 10.00 saja. Tempatnya disini saja lagi ya Mas. Sampai
ketemu nanti Mas. Assalamualaikum.

You might also like