You are on page 1of 5

MATERI KULIAH (2)

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


A. Konsep Ketuhanan Menurut Filsafat (Pemikiran)
Sebelum berbicara lebih jauh, terlebih dahulu dijelaskan makna filsafat.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia, terambil dari kata philein yang
berarti cinta dan shopos yang berarti hikmah atau ilmu. Dengan demikian
philosophia berarti cinta pada ilmu pengetahuan. Secara etimologi, filsafat berarti
pengetahuan tentang hikmah, pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar,
mencari dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dalam sejarahnya, manusia telah berpikir atau berfilsafat tentang tuhan,
yaitu sesuatu kekuatan gaib yang ada di luar diri manusia, yang kemudian
melahirkan konsep-konsep tuhan menurut akal pikiran manusia (filsafat).
Perkembangan konsep ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah sebagai
berikut.
1. Dinamisme (dynamis= kekuatan), yaitu pemikiran bahwa tiap-tiap benda
yang berada di sekelilingnya mempunyai kekuatan batin yang rahasianya tidak
diketahui. Kekuatan tersebut antara lain diberi nama mana, yang memiliki
sifat: (a) mempunyai kekuatan, (b) tidak dapat dilihat, (c) tidak mempunyai
tempat yang tetap, (d) tidak mesti baik dan tidak mesti buruk, (e) terkadang
dapat dikontrol dan terkadang tidak dapat dikontrol. Tujuan beragama dalam
paham dinamisme ini adalah mendapatkan mana sebanyak-banyaknya, dengan
cara memakan benda-benda yang mempunyai mana atau dengan memakai
fetish yang telah dipenuhi dukun atau ahli sihir dengan berbagai mana.
2. Aminisme (anima= jiwa), yaitu semua benda baik bernyawa atau tidak
bernyawa memiliki roh. Roh tersebut perlu makan dan minum, mempunyai
kekuatan dan kehendak, dan kalau marah ia dapat membahayakan bagi
kehidupan manusia. Agar roh tersebut tidak marah maka harus diberi makan,
hadiah korban, atau mengadakan pesta untuknya.
3. Politeisme (poly= banyak; theism= tuhan), yaitu kepercayaan kepada tuhan
yang berjumlah banyak. Pada awalnya tuhan-tuhan atau dewa-dewa yang
banyak itu kedudukannya sama, namun pemikiran manusia berkembang
bahwa ada di antara dewa tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
yang lain.
4. Monoteisme, yaitu kepercayaan kepada satu tuhan, satu tuhan yang
menciptakan dan memelihara alam semesta. Pada abad ke-8 sM, masyarakat
Yahudi telah menganut paham monotheisme, yaitu percaya kepada Yahwe.
Firaun Amenhotep IV (Achnaton) yang hidup pada abad ke-14 sM juga
menjadikan Aton, tuhan matahari menjadi satu-satunya tuhan bagi seluruh
Mesir.
5. Deisme (deus= tuhan). Monotheisme dapat berbentuk deisme atau theisme.
Deisme adalah paham bahwa Tuhan berada jauh di luar alam (transcendent),
tidak berada di alam (immanent). Setelah tuhan menciptakan alam semesta,
maka alam berjalan sesuai dengan hukumnya, tidak diatur lagi oleh tuhan.
1

6.
7.
8.
9.

Paham ini berasal dari filsafat Newton (1642-1727) yang menyatakan bahwa
tuhan hanya pencipta alam dan jika terjadi kerusakan, baru alam memerlukan
tuhan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Panteisme (pan= seluruh), yaitu paham yang menyatakan bahwa semua yang
ada di alam ini adalah tuhan. Tuhan immanent, berada di alam ini. Bendabenda yang dapat ditangkap dengan pancaindera adalah bagian dari tuhan.
Teisme. Paham ini hampir sama dengan deisme, yang berpendapat bahwa
tuhan adalah transcendent, berada di luar manusia, namun ia dekat dengan
alam. Alam tetap membutuhkan tuhan.
Naturalisme. Paham ini adalah lanjutan dari deisme, yang menyatakan
bahwa alam ini setelah diciptakan tuhan, tidak berhajat lagi kepada tuhan,
kerena alam berjalan menurut hukumnya sendiri yang sifatnya tetap.
Dalam perkembangan modern muncul pemikiran baru yaitu atheis, yaitu
kepercayaan bahwa tuhan tidak ada, tuhan telah mati, atau tuhan tidak
dibutuhkan lagi oleh manusia karena manusia telah mencapai puncak
kemajuannya.

B. Siapa Tuhan?
Penggunaan kata tanya siapa yang dikaitkan dengan Tuhan sebenarnya
tdak tepat, demikian juga dengan kata tanya lain seperti apa. Karena kedua kata
tanya tersebut mengandung makna bahwa Tuhan adalah makhluk. Padahal Tuhan
adalah khaliq. Namun untuk mempermudah pemahaman, kata tersebut digunakan.
Dalam bahasa Al-Quran, Tuhan disebut dengan ilah (). Jika dilihat
dalam kamus bahasa Arab, ilah dapat diartikan sebagai berikut:
1. Merasa tenang (Q.S. Yunus/10: 7)
2. Rasa terlindungi; aman (Q.S. Al-Jin/72: 6)
3. Rasa rindu (Q.S. Al-Araf/7: 138)
4. Rasa cinta (Q.S. Al-Baqarah/ 2: 165)
5. Keempat rasa tersebut akan mengakibatkan terjadinya penghambaan. Artinya,
seseorang akan selalu diperhamba tergantung kepada siapa ia menyerahkan
keempat rasa tersebut. Contohnya, seseorang yang memberikan keempat
perasaan tersebut kepada uang, maka akan diperhamba oleh uang.
Dengan demikian maka yang dimaksud tuhan atau ilah adalah sesuatu
yang kepadanya manusia merasakan tenang merasa terlindungi saat berada di
dekatnya, selalu rindu saat jauh dari sisinya, senantiasa cinta kepadanya dan
melahirkan sikap penghambaan yang total kepadanya. Ibnu Taimiyah mengartikan
ilah sebagai: sesuatu yang digandrungi oleh hati dengan segala rasa ketakutan,
harapan, dll.

C. Dalil Keberadaan Tuhan


2

1.

2.
3.
4.
5.
6.

Beberapa dalil berikut ini dapat menjelaskan bahwa tuhan itu ada:
Dalil fitrah; bahwa fitrah manusia, siapa pun dia selalu mengakui eksistensi
sesuatu yang berkuasa yang sangat dibutuhkannya terutama pada saat
menghadapi kondisi-kondisi yang genting. Lihat Q.S. Al-Araf/7: 172; AlAnkabut/29: 61.
Dalil inderawi; bahwa keberadaan pancaindera manusia, dan apa yang
diinderai oleh kelima indera tersebut menjadi dalil bagi keberadaan dan
kebesaran penciptaannya. Lihat Q.S. Al-Qomar/54: 1; Al-Israa/17: 1.
Dalil akal; keberadaan sesuatu menunjukkan ada yang menciptakannya. Lihat
Q.S. Fushshilat/ 41: 53; An-Naml/27: 88.
Dalil ayat-ayat Al-Quran (Q.S. An-Nisa/4: 82; Al-Israa/17: 88). Al-Quran
dengan berbagai mukjizat di dalamnya.
Dalil sejarah; Kisah-kisah yang ada di dalam Al-Quran dibenarkan oleh para
ahli sejarah. Salah satunya adalah kisah Firaun (Lihat Q.S. Yunus/10: 92).
Dalil logika. Dengan menggunakan teori probabilistic dalam statistika dapat
dibuktikan eksistensi Tuhan.

D. Konsep Tuhan dalam Islam (Tauhid)


Dalam Islam Tuhan disebut dengan Allah (). Islam mengajarkan
bahwa Tuhan adalah Zat Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Dia Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, sebagaimana dikemukakan dalam Q.S. AlBaqarah/2: 163:

Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Allah adalah Pencipta alam semesta:

(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak
ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia; dan dia
adalah pemelihara segala sesuatu.

Paham utama ketuhanan dalam Islam adalah paham tentang ke-Esa-an Allah atau
lebih dikenal dengan tauhid, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Quran:

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan; Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Kebalikan dari tauhid adalah syirik yaitu menyatakan bahwa Tuhan itu banyak,
atau mengakui bahwa di samping Allah ada tuhan-tuhan lain sebagai tandinganNya. Di dalam Al-Quran perbuatan syirik dinilai Allah sebagai:
1. Dosa yang paling besar (Q.S. An-Nisa/4: 48)
2. Kesesatan yang paling fatal (Q.S. An-Nisa/4: 116)
3. Penyebab diharamkannya masuk syurga (Q.S. Al-Maidah/5: 72).
1. Dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah (Q.S. An-Nisa/ 48).
Dalam memahami ide tauhid, ada baiknya bila kita memahami apa-apa yang
oleh al-Qur'an dianggap sebagai syirik atau kemusyrikan. Al-Qur'an
mengemukakan dua ciri utama dari kemusyrikan, yakni, pertama, menganggap
Tuhan mempunyai syarik atau sekutu, dan kedua, menganggap Tuhan mempunyai
andad atau saingan. Kedua ciri utama itu wujud dalam berbagai bentuk
manifestasi.
Kalau kita mendengar perkataan syirik atau kemusyrikan yang segera terbayang
dalam angan-angan kita biasanya penyembahan berhala, seperti dilakukan para
penganut agama-agama "pagan." Dan memang al-Qur'an sendiri menyinggung
bahkan mengecam orang-orang yang menjadikan berhala sebagai ilah atau
sesembahan
(QS. 6:74; 7:138; 21:52). Selain berhala al-Qur'an juga
mengemukakan hal-hal lain yang bisa dijadikan obyek sesembahan selain
Tuhan, misalnya penyembahan benda-benda langit seperti matahari, bulan dan
bintang (QS. 41:37) atau benda-benda mati lainnya (QS. 4:117). Juga
disinggung adanya penyembahan makhluk halus seperti jin (QS. 6:101) atau
tokoh-tokoh
yang dipertuhan atau dianggap mempunyai unsur-unsur
ketuhanan (QS. 4:171; 5:116; 6:102; 19:82-92; 16:57; 17:40 dan 37:49).
Berkenaan dengan penyembahan berhala, benda-benda langit atau benda-benda
mati lainnya, atau penyembahan makhluk halus atau manusia yang dipertuhan,
kiranya dari segi keberagamaan kita sebagai muslim, bukanlah persoalan yang
masih memerlukan perhatian lebih banyak. Masalahnya sangat jelas dan karena
itu menghindarinya pun sangat mudah. Akan tetapi masalah kemusyrikan
tidak berhenti sampai di situ saja. Al-Qur'an masih mengemukakan hal-hal lain
yang berkaitan dengan masalah kemusyrikan, yang lebih halus sifatnya,
terutama berkaitan dengan ciri kemusyrikan yang menempatkan adanya andad
atau saingan terhadap Tuhan, bukan dalam bentuk penyembahan melainkan
dalam bentuk kecintaan (QS. 2:165). Dalam kategori ini bisa dimasukkan juga
sikap ketaatan yang sama sekali tanpa reserve terhadap ulama (QS. 9:31) atau
sikap fanatisme golongan, aliran atau juga organisasi yang berlebih-lebihan
(QS. 23:52-53; 30:31-32).
Hal-hal lain yang oleh al-Qur'an dijadikan contoh sebagai saingan Tuhan
dalam kaitannya dengan kecintaan kita adalah keluarga dan kerabat dekat kita,
kekayaan, usaha atau bussiness kita, dan rumah-rumah mewah kita (QS. 9:24).
Selain itu masih ada satu hal lagi yang oleh al-Qur'an disebutkan sebagai

"sesuatu yang bisa menjadi ilah atau sesembahan kita," yaitu hawa nafsu kita
sendiri (QS.25:43).
Berbagai bentuk manifestasi kemusyrikan tersebut, sebagaimana dikemakakan
al-Qur'an, menunjukkan bahwa masalah kemusyrikan bukanlah sesuatu yang
sederhana, karena itu usaha kita menjadi orang yang benar-benar bertauhid
bukanlah masalah yang mudah.

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?


2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya,
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

You might also like