Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Bedah sesar atau sectio cesarea sudah
menjadi pembedahan yang lazim di Indonesia. Sekarang ini, bedah sesar sudah
berkembang pesat. Biasanya teknik operasi ini lebih diperuntukkan bagi wanita
dengan bedah sesar pada persalinan sebelumnya dan wanita dengan kehamilan
yang memiliki resiko besar saat persalinan seperti distosia, posisi janin sungsang,
dan fetal distress.1
Jumlah pasien pembedahan sesar pun meningkat karena saat ini bedah
sesar tidak hanya dilakukan berdasarkan indikasi klinis atau sebagai tindakan
kegawat-daruratan namun juga atas permintaan pasien sendiri atau lebih dikenal
dengan sebutan bedah sesar elektif. Karena bedah sesar termasuk salah satu jenis
pembedahan, tentu saja tindakan ini juga memerlukan anestesi untuk mengurangi
rasa sakit pasien. Anestesi adalah keadaan dimana tubuh kehilangan kemampuan
untuk merasakan nyeri. Hal ini terjadi akibat dari pemberian obat atau intervensi
medik lainnya. Keadaan ini, secara umum, menguntungkan bagi pasien dan dokter
saat melakukan pembedahan.1
Teknik anestesi yang biasa digunakan pada pasien bedah sesar ada dua
macam, yaitu teknik anestesi umum dan teknik anestesi regional (anestesi spinal
atau anestesi epidural). Menurut beberapa literatur dan penelitian-penelitian
sebelumnya, anestesi umum memiliki tingkat keamanan yang lebih rendah dan
komplikasi yang lebih banyak daripada teknik anestesi regional. Di negara-negara
maju, teknik anestesi regional lebih disukai untuk pasien-pasien bedah sesar. Di
Amerika sendiri, 80-90% prosedur bedah sesar dilakukan di bawah anestesi
regional.2
Pemilihan teknik anestesi pada pasien bedah sesar mempengaruhi
prognosa dan komplikasi pasien pasca operasi. Beberapa hal seperti keadaan
kehamilan, keadaan umum pasien pra-pembedahan, dan tingkat kemampuan ahli
anestesi yang ada berpengaruh terhadap jenis anestesi yang akan dilakukan.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FISIOLOGI KEHAMILAN
Perubahan Sistem Kardiovaskular
Curah jantung (cardiac output) meningkat secara dramatis selama
kehamilan. Peningkatan cardiac output dari 4.5 l/menit menjadi 6.0 l/menit.
Peningkatan terbesar terjadi pada trimester I dan kenaikan cardiac output lebih
lanjut terjadi pada kehamilan 24 minggu. Peningkatan cardiac output
menyebabkan meningkatnya frekuensi nadi dan stroke volume.2
Dalam kehamilan, cairan intraseluler tidak berubah namun terjadi
peningkatan volume darah dan cairan interstisial. Peningkatan volume plasma
lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah merah sehingga terjadi anemia
dan peningkatan kadar protein sehingga kekentalan (viskositas) darah
menurun.3
Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh uterus terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah dalam
sirkulasi berada dalam tungkai bawah maka peningkatan tekanan terhadap
vena akan menyebabkan varises dan edema vulva dan tungkai. Keadaan ini
lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan ini
cenderung untuk reversibel saat malam dimana pasien berada dalam keadaan
berbaring : edema akan di reabsorbsi tekanan vena meningkat dan output
ginjal meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis.3
Bila pasien dalam keadaan telentang, tekanan uterus terhadap vena akan
juga meningkat sehingga aliran balik ke jantung menurun dan terjadi
penurunan cardiac output. Suatu contoh ekstrim terjadi saat uterus menekan
vena cava dan menurunkan cardiac output sehingga pasien terengah-engah dan
dapat menjadi tidak sadarkan diri. Dapat terjadi sensasi nause dan gejala
muntah. Gejala ini disebut Supine Hypotensive Syndrome harus senantiasa
diingat saat melakukan pemeriksaan kehamilan pada pasien hamil lanjut.4
Sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak serta asam lambung
menurun. Pembesaran uterus akan menekan diafragma, lambung dan
intestinal.3
lama.
Motilitas usus besar menurun sehingga absorbsi lebih lama namun
menyebabkan obstipasi.
Pertumbuhan janin dan uterus meningkatkan rasa haus dan selera makan.
diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran
vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan
ruang epidural menjadi lebih sempit. Faktor yang menentukan yaitu
peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi
zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced diffusion).4
Perubahan Sistem Hematologi
Perubahan nilai hasil pemeriksaan darah seperti nilai haemoglobin
merupakan akibat dari kebutuhan kehamilan yang dipengaruhi oleh
peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma menyebabkan
penurunan kadar haemoglobin. Dengan semakin bertambahnya usia kehamilan,
volume plasma semakin menurun dan hitung eritrosit menjadi sedikit
meningkat sehingga kadar hematokrit selama kehamilan menurun namun
sedikit meningkat menjelang aterm.3
Kehamilan disebut sebagai hipercoagulable state. Terjadi peningkatan
kadar fibrinogen dan faktor VII sampai X secara progresif. Kadar fibrinogen
dari 1.5 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan sampai akhir kehamilan
mencapai 4 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen terus meningkat akibat meningkatnya
penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau sebagai akibat tingginya kadar
estrogen.3
Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta
Juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya
merupakan depresan, dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus
dianggap bahwa semua obat dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi
janin.3
Anestesi berasal kata dari Greek yang bermaksud tidak ada sensasi
hilangnya sensasi dan hilangnya keasadaran secara parsial atau lengkap.5
Prinsip teknik anestesi harus memenuhi kriteria:5
1) Sifat anelgetik yang cukup kuat
2) Tidak menyebabkan trauma psikis terhadap ibu
3) Toksisitas rendah aman terhadap ibu dan bayi
4) Tidak mendepresi janin
5) Relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi Rahim
Resiko yang mungkin timbul pada saat penatalaksanaan anestesi:6
1) Adanya gangguan pengosongan lambung
2) Terkadang sulit dilakukan intubasi
3) Kebutuhan oksigen meningkat
4) Pada sebagian ibu hamil, posisi terletang (supine) dapat menyebabkan
hipotensi (supine aortocaval syndrome) sehingga janin akan mengalami
hipoksia/asfiksia.
Anestesi pada kasus obstetrik terbagi menjadi 2 yaitu anestesi regional dan
anestesi umum.7
1
Anestesi regional
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi
disekitar saraf sehingga area yang dipersarafi teranestesi. Anestesi regional
dibagi menjadi epidural, spinal dan kombinasi spinal epidural. Spinal anestesi
adalah suntikan obat anestesi kedalam ruang subarahnoid sedangkan epidural
di lakukan suntikan ke ruang ekstradural.7
a) Anestesi Spinal
Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu
teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan analgesi
setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Untuk dapat
memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok sensoris
dan blok motoris maka perlu diketahui neurofisiologi saraf, mekanisme
kerja obat anestesi lokal pada SAB dan komplikasi yang dapat
ditimbulkannya.8
Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi
penyuntikan, sehingga untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas,
obat harus berdifusi ke atas. Hal ini tergantung banyak faktor antara lain
posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis
obat. Berat jenis obat lokal anestesi dapat diubahubah dengan mengganti
komposisinya, hiperbarik diartikan bahwa obat lokal anestesi mempunyai
berat jenis yang lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal, yaitu
dengan menambahkan larutan glukosa, namun apabila ditambahkan NaCl
atau aqua destilata akan menjadi hipobarik.8
Dengan menggunakan teknik median, jarum melewati ketiga dorsal
ligamen dan melalui ruang oval antara tulang lamina dan proses spinosus
vertebra yang berdekatan. Untuk mencapai cairan cerebrospinal, maka
jarum suntik akan menembus: kulit, subkutis, ligament supraspinosum,
ligament interspinosum, ligament flavum, ruang epidural, durameter,
ruang subarachnoid.8
Indikasi anestesi spinal:7,8
a
dan tulang.
Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya
c
d
e
Absolut
a Pasien menolak
b Infeksi tempat suntikan
c Hipovolemik berat, syok
d Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan
e Tekanan intracranial yang meninggi
f Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi
g Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai
2 Relatif
a Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia)
b
c
d
e
f
g
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Pembedahan dengan waktu lama
Penyakit jantung
Nyeri punggung
Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal
tulang
punggung
atau pasien
gemuk
tulang punggung
Pemeriksaan Laboratorium anjuran HB, HT, PT (Protombin Time) dan
10
lebih dalam menunjukkan bahwa jarum pada posisi garis tengah dan
menyentuh processus spinosus atas atau berada di posisi lateral dari
garis tengah dan mengenai lamina. Dalam kasus seperti ini jarum
harus diarahkan kembali. Saat jarum menembus ligamentum flavum,
akan terasa tahanan yang meningkat. Pada titik inilah prosedur
anestesi spinal dan epidural dibedakan. Pada anestesi epidural,
hilangnya
tahanan
tiba-tiba
menandakan
jarum
menembus
11
12
subarachnoid), segera cabut jarum epidural dan lakukan insersi pada tingkat
yang lebih tinggi untuk mencegah migrasi kateter epidural ke rongga
subarachnoid.9
Keuntungan dari epidural anestesi adalah kejadian post-dural puncture
headache pada teknik ini jauh lebih rendah. Selain itu, karena teknik ini
menggunakan kateter epidural, ahli anestesi dapat mentitrasi berapa banyak zat
yang digunakan. Semakin tepat dosis yang digunakan, artinya semakin dosis
yang digunakan sesuai dengan yang pasien perlukan, maka semakin sedikit
komplikasi yang mungkin akan terjadi.7
Penggunaan kateter juga memungkinkan ahli anestesi untuk melakukan
re-dose agen anestesi sekiranya operasi berlangsung lebih lama. Pemberian
opioid epidural juga membantu menangani nyeri pasca operasi.8
Kekurangan dari anestesi epidural adalah onset obat yang lebih lambat
dari spinal, kemungkinan untuk terjadinya blok inkomplit, dan dosis yang lebih
besar berbanding obat spinal dapat meningkatkan resiko toksisitas obat anestesi
lokal.8
Gawat janin.
13
Halotan
Bau dan rasa tidak menyengat, khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi
khasiat analgetiknya dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat
pada anestesi dalam. Halotan digunakan dalam dosis rendah dan
dikombinasi
dengan
suatu
relaksans
otot,
seperti
galamin
atau
abortus.10
Isofluran
Salah satu kelemahan dari isofluran adalah memiliki bau yang tidak enak.
Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetik dan relaksasi otot
baik. Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP adalah sama dengan
enfluran.
14
Efek
samping:
hipotensi,
aritmi,
menggigil,
konstriksi
bronkhi,
0,5%-3%.
Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). Potensinya rendah,
bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek
depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas,
b. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan
obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).10,11
Barbiturat
Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis, menghambat pernapasan
di medula oblongata, menghambat kontraksi otot jantung, tidak
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dalam 60 detik; maintenance = dosis
induksi
Ketamin
15
umum lain.
Fentanil: masa kerja pendek, mula keja cepat
Droperidol : masa kerja lama, mula kerja lambat
Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Suntikan intravena sering
menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
16
disertai nistagmus, bicara lambat. Efek analgetik tidak ada. Sedasi basal
pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia pd
pasien kardiovaskuler.
Kontraindikasi: hipersensitif
terhadap
benzodiazepine,
pemberian
50%-50%
diberikan
melalui
inhalasi,
dan
suksinilkolin
17
18
19
BAB III
KESIMPULAN
Perubahan fisiologis kehamilan akan mempengaruhi teknik anestesi yang
akan digunakan. Risiko yang mungkin timbul pada saat penatalaksanaan anestesi
adalah seperti adanya gangguan pengosongan lambung, terkadang sulit dilakukan
intubasi, kebutuhan oksigen meningkat, dan pada sebagian ibu hamil posisi
terletang (supine) dapat menyebabkan hipotensi (supine aortocaval syndrome)
sehingga janin akan mengalami hipoksia/asfiksia.
Teknik anestesi lokal (infiltrasi) jarang dilakukan, terkadang setelah bayi
lahir dilanjutkan dengan pemberian pentotal dan N2O/O2 namun analgesi sering
tidak memadai serta pengaruh toksik obat lebih besar. Anestesi regional (spinal
atau epidural) dengan teknik yang sederhana, cepat, ibu tetap sadar, bahaya
aspirasi minimal, namun sering menimbulkan mual muntah sewaktu pembedahan,
bahaya hipotensi lebih besar, serta timbul sakit kepala pasca bedah. Anestesi
umum dengan teknik yang cepat, baik bagi ibu yang takut, serba terkendali dan
bahaya hipotensi tidak ada, namun kerugian yang ditimbulkan kemungkinan
aspirasi lebih besar, pengaturan jalan napas sering mengalami kesulitan, serta
kemungkinan depresi pada janin lebih besar.
20
DAFTAR PUSTAKA
2006.
Wargahadibrata AH. Anestesiologi. Bandung: SAGA; 2008.
Rolf AS, Valerie AA. Analgesia and anesthesia in pregnancy. In: Berghella
V et al. Obstetric Evidence Based Guidelines. United Kingdom: Informa;
2007.
7 Morgan GE, Jr., Mikhail, Maged S., Murray, Michael J. Clinical
anesthesiology. 4th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; Lange
Medical Book ; 2007.
8 Primatika AD, Marwoto, Sutiyono D. Teknik Anestesi Spinal dan Epidural.
In: Anestesiologi. Semarang: IDSAI; 2010; 19: 325 330.
9 Soenarto, Ratna. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta : Departemen
Anestesiologi dan Intensive Care, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo : 2012.
10 Evers AS, Crowder, C. Michael., Balser, Jeffrey R. General Anesthetics.
In: Brunton LL, Lazo, John S., Parker, Keith L. Goodman & Gilman's The
Pharmacological Basis of Theurapeutics. 11 ed. New York: The McGrawHill; 2006.
11 Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. 10 ed. New York: Lange;
2007.
21