You are on page 1of 19
PENGARUH PENETAPAN HARGA TRANSFER TERHADAP LABA ANTAR DIVISI Imam Abu Hanifah"" Hamdan ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat berapa besar pengaruh penetapan harga transfer teradap laba antar divisi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Harga Transfer, dan (2) Laba antar divisi. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang bergerak di industri manufaktur selama tahun 2003 - 2007. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, sedangkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi product moment. Hasil yang Giperoleh dari penelitian ini adalah adanya pengaruh penetapan harga transfer tethadap taba antar divisi sebesar 99,8 %. Tingkat pengaruh yang sangat besar ini dikarenakan produk yang ditransfer merupakan produk unik yang dibutuhkan oleh divisi pembeli untuk proses produksinya. Kata kunci : Harga Transfer, dan Laba antar divisi. LATAR BELAKANG PENELITIAN Perluasan pasar mendorong berkembangnya perusahaan. Semakin berkembang suatu perusahaan, semakin kompleks lingkungan bisnis yang dihadapi oleh manajemen. Dengan semakin kompleksnya lingkungan industri, manajemen menghadapi banyak ketidakpastian sehingga resiko bisnis menjadi meningkat. Bersamaan dengan itu, aktivitas operasi perusahaan semakin beraneka ragam, di mana kegiatan produksi biasanya sudah merupakan suatu lini produk, maksudnya adalah suatu kegiatan produksi yang berkesinambungan mulai dari bahan mentah sampai barang jadi. Manajemen umumnya berusaha mengurangi resiko bisnis yang dihadapinya dengan cara membagi kegiatannya menjadi divisi-divisi atau divisionatisasi, di mana masing-masing divisi._- merupakan _pusat pertanggungjawaban. Dengan semakin banyaknya divisi masalah yang timbul akan semakin kompleks. Mengingat waktu maupun keahlian manajer puncak yang terbatas, maka divisionalisasi ini ditkuti dengan adanya desentralisasi, yaitu pendelegasian wewenang manajer puncak kepada manajer divisi. Tiap-tiap divist yang merupakan pusat pertanggung jawaban menghasilkan produk sejenis atau berlainan dan ada kalanya saling berkaitan. Masing-masing divisi tersebut melaksanakan kegiatan proses produksi tertentu saja dan bukan keseluruhan. Pusat pertanggung jawaban adalah bagian perusahaan yang berdiri sendiri, tetapi dari sisi lain pusat pertanggungjawaban juga adalah bagian dari seluruh perusahaan yang dalam kegiatannya harus berhubungan dengan pusat pertanggung jawaban lain dalam perusahaan tersebut. Sering terjadi suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu divisi akan ditransfer kedivisi berikutnya Prospek, Vol 2 No? Januari 2009 * 63 (iain) didalam perusahaan yang sama atau dapat dijual secara langsung kepada pihak war jika ada kondisi yang memungkinkan demikian. Sedangkan divisi berikutnya memerlukan produk dari sebelumnya atau membeli dari pihak luar perusahaan. Oleh karena masing-masing divisi adalah unit yang berdiri sendiri, maka atas produk atau jasa yang ditransfer dilakukan pembebanan biaya. Pengertian jumlah biaya yang dibebankan dari suatu divisi kepada divisi lain dalam perusahaan yang sama dinamakan penentuan harga transfer. Dalam pemindahan atau transfer produk dari divisi satu ke divisi lain diperlukan suatu kebijakan perusahaan mengenai besarnya harga yang harus dibebankan oleh divisi pembuat atas produk yang diprosesnya. Untuk menetapkan harga transfer tersebut ada beberapa alternatif atau metode yang tersedia. Metode apa yanz dipakai oleh perusahaan merupakan kebijakan perusahaan itu sendiri, dimana telah dipertimbangkan kebaikan atau kelebihan serta kekurangan atau kelemahan pemanfatan metode yang dipakai. Permasalahan yang timbul yaitu berkaitan dengan penentuan harga transfer yang tepat dan adil untuk dibebankan kepada divisi yang membeli produk. Agar divisi baik yang mentransfer produk maupun divisi yang menerima produk dapat menetapkan suatu harga yang mewakili, hal itu tergantung peda ketepatan dalam mengalokasi biaya dalam divisi tersebut. Hal yang juga harus dipikirkan perusahaan dalam menentukan harga transfer adalah tercapainya tujuan perusahaan secara keseluruhan dan juga tercapainya target yang telat ditetapkan oleh masing-masing divisi yang sudah tentu akan berusaha untuk mendapatkan prestasi yang sebaik-baiknya. Jadi untuk penetapan harga transfer ini sebenarnya tidaklah mudah, karena perusahaan harus memperhatikan bukan saja tujuan secara keseluruhan, tetapi kehendak atau keinginan dari divisi-divisi yang ada diperusahaan tersebut, agar divisi-divisi yang ada bekerja dengan efektif dan efisien. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan pentingnya harga transfer dan laba antar divisi, pada penelitian ini penulis mengidentifikasi permnasalahan yaitu : Sejauhmana pengaruh penetapan harga transfer terhadap laba antar di KERANGKA PEMIKIRAN Pertumbuhan industri-industri yang semakin pesat menyebabkan persaingan antar industri semakin tajam. Persaingan ini mendorong perusahaan untuk melakukan perluasan pasar guna merebut pangsa pasar. Perluasan pasar mendorong berkembangnya perusahaan. Dalam perusahaan yang telah berkembang usahanya akan terdapat banyak bagian atau divisi (divisionalisasi), karena dengan adanya divisionalisasi maka tiap-tiap divisi. akan memiliki suatu komitmen yang harus dicapai_ dan dipertanggungjawabkan oleh divisi-divisi tersebut. Selain itu antara divist yang satu dengan divisi yang lain akan saling berhubungan satu sama lainnya, menyebabkan masalah yang harus ditetapkan oleh manajemen semakin komplek karena keputusan yang dibuat tidak hanya menyangkut kepentingan satu divisi akan tetapi divisi lain serta kepentingan perusahaan secara keseluruhan.Tiap-tiap divisi akan melakukan proses produksi yang berlainan dan tertentu saja, hasil 64 Prospek, Vol 2.No.} Januari 2009 produksi suatu divisi akan ditransfer kepada divisi lain, Hendaknya divisi penjual tidak membebankan semua ketidakefisienan yang terjadi pada divisinya (jika ada) pada divisi pembeli. Untuk itulah, perlu adanya penentuan harga transfer yang memadai sehingga tidak akan memberatkan salah satu divisi yang ada, karena pilihan atas suatu metode harga transfer yang tidak memuaskan salah satu divisi dapat menyebabkan sasaran perusahaan tidak tercapai secara optimal. Definisi harga transfer menurut Mulyadi (2001 : 381 ) adalah sebagai berikut : “ Dalam arti luas harga transfer meliputi harga produk atau jasa yang ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan, Pengertian harga transfer ini meliputi semua bentuk alokasi biaya dari departemen pembantu dan departemen produksi dan harga jual produk ataujasa yang ditransfer antar pusat laba. Dalam arti sempit, harga transfer merupakan harga barang dan jasa yang ditransfer antar pusat laba dalam perusahaan yang sama.Karena’ manajer pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan laba ‘yang diperolehnya, maka setiap transfer barang atau jasa antar pusat laba, sselalu diperhitungkan didalamnya unsur laba, Dalam penetapan harga transfer, manajer divisi diberikan otonomi atau kebebasan dalam mengambil keputusan mengenai metode harga transfer yang akan diterapkan oleh perusahaan sehingga mempunyai pengaruh yang baik dalam pengukuran kinerja pusat laba. ” Jika divisi suatu perusahaan saling membeli dan menjual, terdapat dua keputusan yang harus dibuat secara periodik didalam setiap kali akan terjadi transfer barang dan jasa, Keputusan pertama adalah mengenai produk mana yang harus diproduksi. sendiri dan produk mana yang harus dibeli dari sumber luar. Keputusan ini merupakan keputusan pemilihan sumber. Keputusan kedua adalah keputusan penentuan besarnya harga transfer, keputusan yang kedua ini berhubungan dengan keputusan pertama. Jika produk diproduksi sendiri maka harus ditentukan harga transfer dari pusat laba yang memproduksi kepusat laba yang lainnya. Pengukuran kinerja pusat laba diukur berdasarkan aba, yang merupakan pengurang antara pendapatan dan biaya. Laba sekaligus merupakan alat penilaian efisiensi dan efektifitas pusat laba, Oleh karena itu penetapan harga transfer yang memadai harus dilakukan secermat mungkin dengan memperhatikan kriteria-kriteria penetapan harga transfer serta mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan usaha (eksternal) dan kondisi perusahaan itu sendiri (internal), yang tidak akan memberatkan salah satu dari divisi-divisi pusat laba yang ada. Di mana perusahaan dapat menggunakan salah satu metode harga transfer yang paling sesuai. HIPOTESIS PENELITIAN Sebagai indikator keberhasilan perusahaan dalam mempertahankan eksistensinya, penentuan harga transfer mempunyai hubungan yang positif dengan distribusi laba yang diperoleh antar divisi. Dengan demikian hipotesis dari penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh yang signifikan antara penetapan harga transfer terhadap laba antar divisi “. Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 65 METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan svatu cara atau prosedur yang akan digunakan dalam pelaksanaan penclitian Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis Korelasi produk moment untuk membuktikan hipotesis asosiatif antara variabel penetapan harga transfer dengan variabe! laba antar divisi, untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian. Data tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari sehingga dari data tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan, Hasil penelitian yang dilakukan merupakan hasil pengujian dari teori dan hipotesis melalui perhitungan statistik dengan pengukuran secara cermat menjelaskan hubungan kausal antar variabel, dengan hasil yang keluar berupa diterima atau ditolaknya hipotesis. Dengan metode penelitian ini penulis akan mengumputkan biaya-biaya produksi dan mark up untuk menentukan harga transfer yang diterapkan perusahaan selama ini dan kemungkinan harga transfer tersebut akan dibandingkan dengan harga transfer berdasarkan teori yang ada. 1. Instrumen Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam, Sehingga dalam melakukan penelitian diperlukan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa dinamakan instrumen penelitian. Sebagai instramen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen untuk menentukan harga transfer yaitu laporan biaya produksi, laporan volume produksi, dan laporan penjualan produk yang ditransfer di dua divisi pusat laba dalam periode lima tahun terakhir Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Variabel | Konsep Variabel Indikator Ukuran | Skala Harga | Harga yang | Harga pokok | Rupiah | R Transfer | ditetapkan oleh suatu | produksi, —_biaya A bagian dalam | administrasi — & s perusahaan untuk | umum, dan Mark I produk atau jasa yang | up dalam ° ditransfer kepada | perusahaan bagian lain dalam perusahaan yang sama : Taba Hasil yang diperolch | Hasil dari operasi | Rupiah Divisi dari kegiatan | perusahaan sebelum produksi dengan | bunga dan pajak biaya-biaya yang terlibat didalamnya Ona>raA 66 Prospek, Vol 2No.1 Januari 2009 2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah harga transfer dan laba yang diperoleh pada dua divisi pusat laba PT. X Penarikan sampel perlu dilakukan mengingat tidak keseluruhan yang terdapat dalam populasi dijadikan sampe! dalam penelitian. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah harga transfer dan laba yang diperoleh divisi jamu tradisional dan divisi jamu jagaraga pada PT. X selama lima tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. 3. Metode Analisa Data. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan model Korelasi yaitu metode yang dilakukan untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel-variabel penelitian Dalam penelitian ini pencliti melakukan analisa data dengan menggunakan metode korelasi product moment untuk mengetahui ada atau tidak nya hubungan antar variabel, dan koefisien determinan untuk mengetahui kuat atau tidaknya pengaruh antar variabel, serta pengujian hipotesis. 1. Korelasi product moment ‘Analisis data yang pertama adalah dengan menggunakan rumus dari korelasi product moment. Metode korelasi product moment ini berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan seberapa kuat suatu variable mempengaruhi variabel lain. Simbol dari besaran korelasi adalah r yang disebut koefisien korelasi. Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi terdapat dalam tabel berikut ini : TABEL 2 INTERPRETASI KOEFISIEN KORELASI INTERVAL KOEFISIEN | TINGKAT HUBUNGAN 0.00 — 0.199 Sangat Rendah | 0.20 - 399) Rendah 0.40 = 0,599 Sedang 0.60 — 0.799 Kuat 0.80 — 1.000 Sangat Kuat 2. Koefisien Determinan Kemudian untuk mengetahui seberapa besarnya pengaruhnya antara penetapan harga transfer dan laba antar divisi digunakan perhitungan koefisien determinan (kd). 4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan di lakukan sebagai berikut : 1. Merumuskan hipotesis nol (HO) dan hipotesis alternatif (H1) : HO: p=0.—» Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penetapan harga transfer terhadap laba antar divisi H1:p#0—> Terdapat pengaruh yang signifikan antara penetapan harga transfer terhadap laba antar divisi Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 67 2. Uji signifikansi Uji signifikansi dilakukan untuk menguji pengaruh terjadi ‘antara variabel harga transfer dengan variabel laba antar d Berdasarkan perhitungan nilai t akan didapatkan nilai t hitung yang kemudian akan dibandingkan dengan nilai t tabel dengan tingkat signifikansi yang dipilih. Untuk penelitian ini di gunakan a sebesar 0.05 uji dua pihak. HO akan di tolak apabila hasil perhitungen dari rumus statistik t lebih besar dari harga t dari tabel, HO akan diterima apabila perhitungan dari rumus statistik t lebih kecil dari harga t dari tabel . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Penerapan Pusat Laba Pada PT X Perusahaan-perusahaan yang mengalami perkembangan pesat dalam bisnisnya seringkali menempuh diversifikasi usaha untuk memasuki berbagai pasar. Semakin luas proses diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak, semakin diperlukan alat untuk mengintegrasiken unit-unit yang telah dibentuk. Dalam organisasi yang besar, biasanya kegiatan-kegiatan fungsional utamanya seperti pemasaran ataupun unit manufaktur dilaksanakan oleh unit organisasi tersendiri yang terpisah. Apabila kegiatan-kegiatan fungsional _tersebut dilaksanakan oleh unit-unit kerja dalam lingkup satu organisasi tersendiri, maka proses tersebut disebut sebagai divisionalisasi. Divisionalisasi adalah pembentukan divisi-divisi (pusat laba) yang manajernya diberi tanggung jawab terhadap fungsi produksi dan fungsi pemasaran sekaligus, sehingga manajer tersebut bertanggung jawab terhadap laba divisinya. Oleh Karena itu manajer divisi perlu diberi wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan laba, meliputi keputusan biaya dan pendapatan. PT X terdiri dari tiga divisi utama, yaitu: 1) Divisi Kosmetika 2) Divisi Jamu Tradisional 3) Divisi Jamu Jagaraga Divisi Kosmetika merupakan pusat laba yang manajernya bertugas dalam menyusun rencana proses produksi kosmetik dan membuat kebijakan serta strategi divisi dalam meningkatkan kualitas produk. Manajer divisi tersebut juga berwenang dalam membuat laporan keuangan divisinya untuk diserahkan kepada Production Manager. Divisi Jamu Tradisional sebagai pusat laba manajer divisinya memiliki tugas dalam menggariskan tujuan, strategi, dan kebijakan umum divisi dalam proses produksi jamu tradisional seria’ membuat laporan keuangan divisinya dan melaporkannya kepada production manager. Manajer pusat laba ini diberikan ao dalam pengambilan keputusan yang meliputi keputusan pendapatan dan jaya, 68 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 Proses produksi diawali dati pemilihan sumber yang akan digunakan untuk bahan baku, manajer Divisi Jamu Tradisional berwenang dalam menentukan sumber yang akan digunakan untuk proses produksi, apakah sumber tersebut dibeli dari pihak luar atau dibeli dari internal. Pada Divisi Jamu Tradisional terdapat dua tahapan proses produksi, tahap pertama mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi yang berupa bubuk jamu, tahap kedua mengolah bubuk jamu menjadi barang jadi. Manajer pusat laba tersebut tidak sepenuhnya berwenang dalam: menjalankan divisinya, karena masih ada campur tangan dari manajer kantor pusat dalam hal : a) Mengendalikan proses produksi b) Penetapan besarnya biaya yang dikeluarkan c) Pendapatan yang akan diperoleh d) Laba yang akan dicapai oleh divisi tersebut e) Metode harga transfer yang akan diterapkan. Manajer Divisi Jamu Tradisional ini hanya memiliki wewenang dan tanggung Jawab sebatas pada tingkat controllable yang ditentukan oleh manajer pusat, ‘Adapun biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi bubuk jamu adalah sebagai berikut : A) Biaya Produksi antara lain : a) Biaya bahan baku b) Biaya tenaga kerja langsung ©) Biaya overhead pabrik terdiri atas : © Biaya listrik dan energi © Biaya bahan pembantu © Biaya pemeliharaan + Biaya penyusutan B) Biaya Non Produksi antara lain : a) Biaya Administrasi dan Umum Setelah bubuk jamu yang berupa empon-empon diproses menjadi barang setengah jadi berupa bubuk jamu, selanjutnya manajer divisi menentukan besarnya pendapatan yang akan diterima dan berapa harga yang akan di tetapkan. Adapun pendapatan yang diperoleh oleh Divisi Jamu Tradisional berasal dari : a) Transfer produk setengah jadi ke Divisi Jamu jogaraga b) Penjualan produk jadi ke pasar Setelah proses produksi tahap pertama selesai dan menghasilkan barang setengah jadi berupa bubuk jamu, kemudian sebagian ditransfer ke Divisi Jamu Jagaraga dan sebagian lagi dilanjutkan ketahap proses produksi kedua yaitu mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi. Dalam proses produksi lanjutan yang dilakukan Divisi Jamu Tradisional diperlukan biaya antara lain : A) Biaya Produksi antara lain : a) Biaya tenaga kerja langsung b) Biaya overhead pabrik terdiri atas : Biaya listrik dan energi- Biaya bahan pembantu © Biaya pemeliharaan Biaya penyusutan Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 69 B) Biaya Non Produksi antara lain : a) Biaya Administrasi dan umum b) Biaya pemasaran Setelah proses produksi tahap kedua selesai yaitu mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi, manajer Divisi Jamu Tradisional menetapkan harga dan menjual produk tersebut ke pasar. Divisi jamu Jagaraga sebagai pusat laba manajer divisinya bertugas dalam membuat kebijakan dan strategi divisi dalam proses produksi jamu Jagaraga. Manajer divisi ini berwenang dalam menyusun laporan keuangan divisi untuk dilaporkan kepda Production Manager. Manajer pusat laba tersebut tidak sepenuhnya berwenang dalam menjalankan divisinya, karena masih ada campur tangan dari manajer kantor pusat dalam hal a) Mengendalikan proses produksi ) Penetapan besarnya biaya yang dikeluarkan c) Pendapatan yang akan diperoleh d) Laba yang akan dicapai oleh divisi tersebut €) Metode harga transfer yang akan diterapkan. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Divisi Jamu Jagaraga dalam proses produksinya berupa : A) Biaya Produksi antara lain a) Biaya bahan baku hasil transfer dari Divisi Jamu Tradisional b) Biaya tenaga kerja langsung c) Biaya overhead pabrik terdiri atas : « Biaya listrik dan energi « Biaya bahan pembantu ¢ Biaya pemeliharaan ¢ Biaya penyusutan B) Biaya Non Produksi antara lain : a) Biaya Administrasi dan umum b) Biaya pemasaran Setelah proses produksi selesai, manajer menentukan besarnya harga yang akan ditawarkan untuk menjuai produknya ke pasar, kadang manajer kantor pusat sering ikut campur dalam pengambilan keputusan tersebut sehingga tidak mencerminkan suatu pusat laba yang benar-benar independen atau berdiri sendiri. 2. Pelaksanaan Harga Transfer Apabila suatu perusahaan memiliki pusat-pusat laba, harga pasar merupakan dasar utama dalam menentukan harga-harga transfer. Dengan cara ini pihak pembeli maupun pihak penjual secara sistematis dapat mengikuti kesempatan-kesempatan. intern ataupun ekstern mereka, dan persoalan-persoalan mengenai kecocokan usaha, dan otonomi dapat ditekan serendah mungkin. Penetapan suatu kebijakan harga transfer pada suatu perusahaan akan mempunyai dampak terhadap keselarasan tujuan antara divisi-divisi dengan induk perusahaan dan kewajaran penilaian kinerja divisi tersebut. Penetapan harga transfer merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap profitabilitas suatu pusat laba, olch karena itu penentuannya harus dilakukan dengan metode yang tepat. 1 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 Metode yang diterapkan haruslah tepat, dalam arti memberikan keadilan bagi divisi yang menjual maupun divisi yang membeli. Jadi harga transfer tidak boleh terlalu tinggi agar pihak penjual mendapatkan laba yang besar, atau harga transfer tidak boleh terlalu rendah agar biaya yang dikeluarkan oleh pihak pembeli tidak terlalu besar. Penetapan harga transfer harus dinegosiasikan oleh masing-maisng manajer divisi.. Negosiasi tersebut ditetapkan dalam suatu cara yang formal dimana setiap perwakilan dari divisi-divisi yang terlibat dapat bertemu secara periodik dan merundingkan besarnya harga transfer secara bersama-sama. Jadi harga transfer hasil perundingan merupakan hasil yang kompromistis. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak pada industri manufaktur yang memproduksi jamu dan kosmetika. Penetapan harga transfer pada PT. X terjadi pada proses produksi jamur yang terdiri atas dua divisi besar yaitu Divisi Jamu Tradisional dan Divisi Jamu Jagaraga, Harga transfer terjadi karena adanya transfer produk setengah jadi dari Divisi Jamu Tradisional ke Divisi Jamu Jagaraga. Dan harga transfer juga terjadi Karena produk yang ditransfer merupakan produk yang belum selesai sehingga tidak diperjualbelikan dipasar dan produk yang ditransfer mengandung formula khusus sehingga tidak untuk diungkapkan kepada pihak lain. Divisi Jamu Tradisional merupakan pusat faba yang mengolah bahan baku berupa empon-empon (reramuan alami) menjadi bubuk jamu yang masih standar yang kemudian ditransfer ke Divisi Jamu Jagaraga sesuai permintaan manajer divisi tersebut. Bubuk jamu yang masih standar, oleh Divisi Jamu Jageraga merupakan bahan baku utama yang kemudian diolah menjadi kemasan jamu Jagaraga yang terdiri atas jamu seduh dan pil yang ekonomis. Dalam penetapan harga transfer, sebelumnya Divisi jamu Tradisional dan Divisi jamu Jagaraga sudah menyepakati unsur-unsur apa saja yang membentuk harga transfer ini. Masing-masing bahan baku memiliki harga transfer dan_ ini merupakan kesepakatan antara Divisi jamu Tradisional dan Divisi jamu Jagaraga yang telah dirundingkan terlebih dahulu, Harga transfer tersebut sudah termtasuk laba sebesar 18% dari biaya penuh yang digunakan dalam proses harga transfer. 3. Metode Perhitungan Harga Transfer Divisi jamu Tradisional pihak penjual dan Divisi jamu Jagaraga sebagai pihak pembeli menyepakati bahwa dalam penghitungan harge transfer yang dilakukan menggunakan metode harga pokok dan harga pokok yang digunakan adalah pendekatan harga pokok penuh (full costing). Adapun alasan digunakan metode ini adalah : 1) Metode ini memiliki kelebihan mendekati biaya riil 2) Penghitungan dengan metode ini lebih simpel dan mudah, karena tidak ada pemisahan biaya tetap dan biaya variabel Adapun Divisi Jamu Tradisional mempunyai taksiran biaya untuk proses harga transfer sebagai berikut: 1) Biaya Produksi terdiri dari : a) Biaya bahan baku b) Biaya tenaga kerja langsung c) Biaya overhead pabrik Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 1 2) Biaya non produksi a) Biaya administrasi dan umum Dalam pendekatan full costing, taksiran biaya penuh Divisi jamu Tradisional yang digunakan dalam proses harga transfer pada tahun 2007 terdiri dari unsur-unsur : Biaya bahan baku Rp. 8.940.734.350 Biaya tenaga kerja langsung Rp. 830.575.850 Biaya overhead pabrik : (a) Biaya variabel: Biaya listrik dan energi Rp. 49.757.572 Biaya bahan pembantu 16,595,325 Total biaya variable 6.352.897 (b) Biaya tetap: Biaya pemeliharaan Rp. 89.821.615 Biaya penyusutan 128.521.195 Total Biaya tetap 218.342.810 Total biaya overhead pabrik Rp. 284.695.707 Total biaya produksi Rp. 10.076.005.907 Biaya non produksi : Biaya administrasi dan umum Rp. 350,702.40 Total Biaya Penuh Rp. 10,426.708.307 Dalam mentransfer produk bubuk jamu ini, Divisi jamu Tradisional memasukkan perolehati labanya, yaitu sebesar 18% dari biaya penuh, adapun perhitungannya sebagai berikut : Perhitungan Harga Transfer Berdasarkan Pendekatan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Full Costing : Taksiran biaya penuh sebagai berikut : Biaya produksi Rp, 10.076.005,907 Biaya administrasi dan umum 35 Total biaya penuh Perhitungan Mark up : Biaya administrasi dan umum Rp. 350.702.400 Laba yang diharapkan (18% x 10.426.708,307) 1.876.807.494 Jumiah Rp. 2.227.509.894 Biaya produksi 10.076,005.907 Mark up 22% Keterangan : Karena transfer yang dilakukan secara intern, maka Divisi jamu Tradisional tidak memasukkan biaya pemasaran baik yang bersifat tetap maupun variabel, laba yang diharapkan sebesar 18 % merupakan kebijakan perusahaan. 72 Prospek, Vol 2 No. Januari 2009 Penghitungan harga transfer : Biaya produksi Mark up (22% x 10.076.005.907) Jumlah Volume produk yang ditransfer Harga transfer per ton Dibulatkan Rp. 10.076.005.907 2.216.721.298 Rp. 12.292.727.205 20.000 ton Rp. 614.636,36 Ri 614.600 Dari perhitungan tersebut diatas terlihat bahwa harga transfer terhadap bahan baku bubuk jamu yang dilakukan oleh Divisi jamu Tradisional kepada Divisi jamu Jagaraga adalah sebesar Rp. 614.600,00 per ton, dengan mark up sebesar 22 % 4, Perbandingan Metode Harga Transfer Metode harga transfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : metode harga transfer atas dasar biaya dengan menggunakan pendekatan full costing dan menggunakan pendekatan variabel costing. Penetapan Harga Transfer Dengan Menggunakan Metode Berdasarkan Pendekatan Variabel Costing Biaya Produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik : (a) Biaya variabel: Biaya listrik dan energi Biaya bahan pembantu Total biaya variable (b) Biaya tetap: Biaya pemeliharaan Biaya penyusutan Total biaya tetap Total biaya overhead pabrik Total biaya produksi Biaya non produksi : (a) Biaya variabel Biaya administrasi dan umum () Biaya tetap : Biaya administrasi dan umum Total biaya komersial Total biaya penuh Penghitungan : Taksiran biaya penuh : Total biaya variabel Rp. 8.940.734.350 850.575.850 Rp. 49.757.572 16,595,325 66,352.897 Rp. 89.821.615 128.521.195 218.342.810 Rp. _284,695.707 Rp. 005.907 Rp. 140.076.600 210.625.800 Rp. __350.702.400 Rp. 10.426.708.307 Rp. 9.997.739.697 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 73 Total biaya tetap Rp. __428.968.610 Total biaya penuh ‘Rp. 10,426.708.307 Penghitungan transfer pricing : Scorer eee Penghitungan Mark up : Biaya tetap Rp. 428.968.6190 Laba yang diharapkan (18% x 10.426,708.307 ) 1,876.807.494 Jumlah Rp. 2.305.776.104 Biaya variabel 9.997.739.697 Mark up 23% Keterangan : Karena transfer yang dilakukan secara intern, maka Divisi jamu Tradisional tidak memasukkan biaya pemasaran baik yang bersifat tetap maupun variabel, laba yang diharapakan sebesar 18% merupakan kebijakan perusahaan, Penghitungan Harga transfer : Biaya variabel Rp. 9.997.739.697 Mark up : (23% x 9.997,739.697 ) 2.299.480.130 Jumlah Rp. 12.297.219.827 Volume produk yang ditransfer Harga transfer per ton Rp. 614.860,99 Dibulatkan Rp. 614,900 Dengan penetapan harga transfer menggunakan pendekatan variabel costing, maka diperoleh harga transfer per ton sebesar Rp. 614.900,00 dan memperoleh mark up sebesar 23 %, Dengan pendekatan ini, Divisi jamu Tradisional dapat mentransfer produknya ke Divisi jamu Jagaraga dengan harga Rp. 614.900,00 per ton. Dari perbandingan metode harga transfer yang digunakan perusahaan yaitu metode harga transfer berdasarkan pendekatan full costing dengan metode harga transfer berdasarkan pendekatan variabel costing ternyata menghasilkan harga yang berbeda untuk produk bubuk jamu yang ditransfer per ton. Dimana dengan menggunakan metode harga transfer berdasarkan full costing harga transfer yang dihasilkan sebesar Rp. 614.600,00 per ton, sedangkan dengan menggunakan metode harga transfer berdasarkan pendekatan variabel costing harga transfer yang dihasilkan sebesar Rp. 614.900,00 per ton dengan kapasitas produk yang ditransfer sama yaitu sebanyak 20,000 ton. Dengan adanya pemisahan biaya tetap dan biaya variabel dalam penghitungan harga transfer berdasarkan variabel costing, sebenarnya pihak perusahaan dapat memperolch informasi yang lebih baik dalam hal perencanaan operasi. Hal ini dikarenakan biaya variabel mencerminkan keefisienan atau tidaknya terhadap hasil produksi. 5, Laba yang Diperoleh Antar Dua Divisi Pusat Laba Pada PT.X Harga transfer merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pihak manajemen dengan ‘ujuan memotivasi para manajer pusat laba untuk mengelola divisinye dengan baik. Hal ini ditegaskan oleh pihak mangjemen karena harga transfer 4 Prospek, Vol 2 No. Januari 2009 timbul dari adanya pengukuran laba suatu pusat laba, dimana transfer barang dan jasa yang terjadi antar pusat laba-pusat laba tersebut diukur dalam satuan uang. Dengan penetapen harga transfer diharapkan akan memberi keadilan dalam pengukuran kinerja masing-masing pusat laba, Penetapan harga transfer yang tidak tepat_menimbulkan kesalahan pengukuran yang pada akhirnya mengakibatkan pengambilan pengukuran yang merugikan manajer divisi yang bersangkutan. Berdasarkan harga transfer yang diterapkan oleh perusahaan, maka pengukuran kinerja pusat laba masing-masing divisi pada PT. X dilakukan berdasarkan perolehan laba bersih sebelum pajak yang dihasilkan oleh masing- masing divisi tersebut. Laba bersih divisi sebelum pajak mencerminkan prestasi ekonomi divisi, sebagai suatu kesatuan ekonomi. Untuk mengetahui berapa besarnya laba bersih sebelum pajak Divisi jamu Tradisional. taksiran harga pokok penjualan yang terjadi pada Divisi jamu Tradisional yang digunakan dalam proses harga transfer terdiri dari unsur-unsur : Biaya bahan baku Rp. 8.940.734.350 Biaya tenaga kerja langsung Rp. 850.575.850 Biaya overhead pabrik : (@) Biaya variabel : Biaya listrik dan energi Rp. 49.757.572 Biaya bahan pembantu 16,595,325 Total biaya variable 6.352.897 (b) Biaya tetap : Biaya pemeliharaan Rp. 89,821,615 Biaya penyusutan 128,521,195 Total Biaya tetap 218,342.810 Total biaya overhead pabrik Rp. _284,695.707 Total biaya produksi Rp. 10.076.005.907 Persediaan awal barang dalam proses 536.442.021 Persediaan akhir barang dalam proses ( 402.331,583) Harga pokok produksi 10.210.116.345 Persediaan barang jadi awal tahun 2.225.038.6537 Persediaan barang jadi akhir tahun (3.452. 723.766) Harga pokok penjualan Rp. 8.982.431.231 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 5 TABEL 3 LAPORAN LABA RUGI DIVISI JAMU TRADISIONAL UNTUK PRODUK YANG DITRANSFER KE DIVISI JAMU JAGARAGA TAHUN 2007 Penjualan 20.000 ton x Rp. 614.600 Rp.12.292.000.000 Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal barang jadi Rp. 2.225,038,657 Biaya pokok produksi 10,210,116,345, Barang tersedia untuk dijual 12.435.155.002 Persediaan barang jadi ( 3.452.723,766.) Harga pokok penjualan ( 8,982.431,236) Laba kotor 3,309.568.764 Biaya operasional : Biaya administrasi dan umum (350,702,400 ) Laba Bersih Sebelum Pajak Rp 2.958,866.364 Sumber Data : PT. X Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa laba bersih sebelum pajak yang diperoieh untuk Divisi jamu Tradisional pada akhir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 2.958.866.364, 00 Sedangkan untuk mengetahui berapa besarnya laba bersih sebelum pajak pada Divisi jamu Jagaraga, taksiran harga pokok penjualan yang terjadi pada Divisi Jamu Jagaraga yang digunakan dalam proses harga transfer terdiri dari unsur- uunsur : Biaya bahan baku yang ditransfer Rp. 12.292.000.000 Biaya tenaga kerja langsung 9$4.234.800 Biaya overhead pabrik : (a) Biaya variabel : Biaya listrik dan energi Rp. _ 102,858,698 Biaya bahan pembantu 3,481,464.365 Total biaya variable Rp. 3.584,323.063 (b) Biaya tetap produksi : Biaya pemeliharaan Rp. 142.147.321 Biaya penyusutan 180. 3 Total biaya tetap Rp. 322,239,234 Total biaya overhead pabrik 3.906,562.297 Total biaya produksi Rp.17.152.797.097 Persediaan awal barang dalam proses 3.524.368.976 Persediaan akhir barang dalam proses (1.137.069.3664 ) Harga pokok produksi 19.540.096.709 Persediaan barang jadi awal tahun 6.820.751.873 Persediaan barang jadi akhir tahun (10,391.994.277) Harga pokok penjualan Rp. 15.968.854.305 76 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 TABEL 4 LAPORAN LABA RUGI DIVISI JAMU JAGARAGA UNTUK PRODUK HASIL TRANSFER DARI DIVISI JAMU TRADISIONAL TAHUN 2007 Penjualan 16,500.00 unit x@ Rp. 1.250,00 Rp. 20.625.000.000 Harga pokok penjualan : Persediaan awal barang jadi Rp. 6.820.751.873 Biaya pokok produksi 19.540.096.709 Barang tersedia untuk dijual 26.360.848.582 Persediaan akhir barang jadi (10.391.994.277) Harga pokok penjualan (15.968.854,305 Laba kotor Rp. 4.656.145.695 Biaya operasional : Biaya pemasaran Rp. 38.948.875 Biaya administrasi dan umum. 1.136,043.600 Total biaya operasional 1.174.992.475. Laba Bersih Sebelum Pajak Rp. 3.481.153.220 Sumber Data : PT. X Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa laba bersih sebelum pajak yang diperoleh untuk Divisi jamu Sagaraga pada akhir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 3.481.153.220,00. 6. Pengaruh Penetapan Harga Transfer Terhadap Laba Antar Divisi Pada PT.X Perusahaan yang mengalami perkembangan pesat dalam bisnisnya, seringkali menempuh diversifikasi usahanya untuk memasuki berbagai pasar. Semakin luas proses diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak, semakin diperlukan berbagai alat untuk mengintegrasikan unit-unit organisasi yang telah dibentuk. Harga transfer merupakan salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi dalam perusahaan. Dalam penetapan harga transfer antar pihak penjual dan pihak pembeli, harus terdapat kesepakatan agar tidak ada yang dirugikan dalam penetapan harga transfer tersebut. Dalam penentuan harga transfer memerlukan proses negosiasi antar manajer pusat laba yang terlibat, dan perlu aturan negosiasi sehingga masing-masing manajer menggunakan dasar yang sama untuk membahas berbagai unsur yang akan diperhitungkan dalam harga transfer. Penetapan harga transfer yang dilakukan oleh divisi jamu Tradisional dan divisi jamu Jagaraga memberikan pengaruh terhadap laba antar divisi pada PT. X, Dalam penentuan harga transfer ada dua keputusan yang harus dipertimbangkan jika antar pusat laba terjadi pembelian dan penjualan barang yaitu : Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 or a) Keputusan pemitihan sumber b) Keputusan penentuan harga transfer. Manajer pusat laba pada PT. X tidak sepenuhnya berwenang dalam mengendalikan proses produksi yang meliputi pemilihan sumber, penetapan besamya biaya yang dikeluarkan, pendapatan yang akan diperoleh, dan laba yang akan dicapai oleh divisi tersebut masih ada campur tangan dari manajer kantor pusat, manajer divisi ini hanya memiliki wewenang dan tanggung jawab sebatas pada tingkat controllable yang telah ditentukan oleh manajer pusat. Masing-masing manajer divisi yang terlibat dalam penetapan harga transfer harus selalu merundingkan masalah-masalah berikut : a) Dasar penentuan harga transfer b) Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer Dalam penentuan harga transfer dan besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer pada PT. X, tidak sepenuhnya wewenang dari masing-masing manajer divisi tersebut sebesar tingkat controllable yang ditetapkan oleh kantor pusat, Harga transfer dapat digunakan untuk mengukur kinerja masing-masing pusat laba pada Divisi Jamu Tradisional dan Divisi Jamu Jagaraga pada PT. X jika sistem penetapan harga transfer dilakukan dengan tepat. Dengan penetapan harga transfer diharapkan akan memberi keadilan dalam pengukuran kinerja masing-masing pusat laba. Penetapan harga transfer yang tidak tepat menimbulkan kesalahan pengukuran yang pada akhimya mengakibatkan pengambilan keputusan yang merugikan manajer divisi yang bersangkutan. Berdasarkan pelaksanaan harga transfer yang diterapkan oleh perusahaan, maka pengukuran kinerja pusat laba masing-masing divist pada PT. X dilakukan berdasarkan perolehan laba bersih divisi scbelum pajak yang dihasilkan oleh masing-masing divisi tersebut. Laba bersih divisi sebelum pajak penghasilan mencerminkan prestasi ekonomi divisi, sebagai suatu kesatuan ekonomi. Berdasarkan informasi dan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bagaimana hubungan dan pengaruh antara variabel penetapan harga transfer dengan variabel faba antar divisi melalui analisa data dengan menggunakan metode: 1). Korelasi produet moment Metode ini berguna untuk mengetahui ada hubungan atau tidak antara penetapan harga transfer dengan laba antar divisi. Berikut adalah tabel penolong untuk mengetahui korelasi tersebut : 8 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 TABEL 5 KORELASI ANTARA HARGA TRANSFER DAN LABA Tahun | Harga | Laba x XiY Y" Transfer | (Y) (x (in (in 000) | 000.000) 2003 108 907| 11664 |___97956 | 822649 2004 275 1602 | 75625 | 440550 | 2566404 2005 498. 2441 | 248004] 1215618] 5958481 2006 353 2663 | 305809 | 1473639 | 7091569 2007 615 2959 | 378225) 1819785 | 8755681 Total 2049| 10572 | 1019327 | 5046548 | 25194784 Sumber Data : PT. X nDXY~(OX NEY) ey? (Sv) r= 0,999 Karena nilai r > 9 maka terjadi hubungan linier positif (sangat kuat) antara variabel penetapan harga transfer dengan variabel laba antar divisi, semakin besar harga transfer maka makin besar pula perolehan laba antar divisi. Hal itu tercermin pada tahun 2003 dengan harga transfer sebesar Rp.108.000,00 menghasilkan laba sebesar Rp. 907.000.000,00 dan pada tahun 2007 dengan harga transfer sebesar Rp. 615.000 laba yang diperoleh pada tahun yang sama semakin besar yaitu Rp.2.959.000.000,00. 2). Koefisien Determinan Kemudian untuk mengetahui seberapa besarnya pengaruhnya antara penetapan harga transfer dan laba antar divisi digunakan perhitungan Koefisien determinan (kd) diperoleh : kd=r x 100% kd = 99,80% Jadi_pengaruh penetapan harga transfer terhadap laba antar divisi adalah sebesar 99,80%. 3). Uji Hipotesis Selanjutnya untuk mengetahui kebenaran perumusan hipotesis apakah Penetapan harga transfer berpengaruh secara signifikan terhadap laba antar divisi maka perlu dilakukan penguian signifikansi rV¥n-2 0,999 V5 -2 t=-——_ _ - =§ ———__=387 T=? V1- (9997 Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 79 Karena t hitung > t tabel, atau 38,7 > 3,182, maka Hipotesis nol (HO) ditolak dan Hipotesis alternatif (H1) diterima, hal tersebut berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Penetapan Harga Transfer terhadap Laba antar Divisi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Penetapan harga transfer pada PT. X terjadi pada proses produksi jamu yang terdiri atas dua divisi besar yaitu Divisi Jamu Tradisional dan Divisi Jamu Jagaraga, Transaksi harga transfer terjadi karena adanya transfer produk setengah jadi dari divisi jamu Tradisional ke divisi jamu Jagaraga, Dalam penetapan harga transfer Divisi jamu Tradisional dan Divisi jamu Jagaraga sudah menyepakati unsur-unsur yang membentuk harga transfer ini, Harga transfer tersebut sudah termasuk laba sebesar 18% dari biaya penuh, Divisi jamu Tradisional sebagai pihak penjual dan Divisi jamu Jagaraga sebagai pihak pembeli menyepakati bahwa dalam penghitungan harga transfer yang dilakukan menggunakan metode harga pokok dan harga pokok yang digunakan adalah pendekatan harga pokok penuh (full costing). Pengukuran kinerja antar divisi pusat laba yang terlibat proses transfer produk, Divisi Jamu Tradisional dan Divisi Jamu Jagaraga menggunakan laba bersih sebelum pajak yang dihasilkan masing-masing divisi tersebut. Pada tahun 2007 laba bersih Divisi Jamu Tradisional dari proses harga transfer sebesar Rp. 2.958.866.364,00 sedangkan Divisi Jamu Jagaraga memperoleh laba bersih sebelum pajak sebesar 3.481.153.220,00, Laba antar divisi pada PT.X dapat dipengaruhi oleh transaksi harga transfer yang terjadi. Berdasarkan hasil uji kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan metode korelasi product moment (r) dapat diketahui bahwa terjadi korelasi atau hubungan antara penetapan harga transfer terhadap laba antar divi sebesar 0,999. Dengan menggunakan koefisien determinasi (kd) diketahui bahwa pengaruh antara penetapan harga transfer terhadap laba antar divisi adalah sebesar 99,80%. Selanjutnya untuk mengetahui kebenaran perumusan hipotesis, dilakukan dengan pengujian signifikensi yang menghasilkan t hitung sebesar 38,7 artinya Hipotesis nol (HO) ditolak, hal tersebut berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Penetapan Varga Transfer terhacap Laba antar Divisi 2 4 Bordasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan, yaitu : 80 1) Dalam pencrapan pusat laba, hendaknya perusahaan benar-benar menjadikan pusat laba yang independent terlepas dari campur tangan Kantor pusat, baik dalam hal pembuatan keputusan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab manajer divisi, sehingga mencerminkan suatu pusat laba yang sesungguhnya. Prospek, Vol 2 No.} Januar 2009 2) Dalam penetapan harga transfer, sebaiknya perusahaan menggunakan metode harga transfer berdasarkan negosiasi (Negotiated transfer price). Metode ini akan memberikan keadilan bagi masing-masing divisi sehingga tidak ada yang dirugikan dan dapat mendorong kinerja yang baik antara divisi pembeli dan divisi penjual. DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Anthony A, Rajiv D. Banker, Robert § Kaplan, dan Young S Mark, 1997, Management Accounting, 2" ed., Englewood cliffs, New Jersey : Prentice Hall, Inc. Blocher J Edward, Chen H Kung, Lin W Thomas. 2001. Manajemen Biaya. Edisi keempat. Jakarta : Salemba. Dilworth, James B, 1992, Operations Management Design, Planning, and Control for Manufacturing and Services, Singapore : Me Graw Hill International Edition. Garrison, Ray H., dan Bric W Noreen, 1994, Managerial Accounting, 7" ed., Chicago : Richard D Irwin, Inc. Hansen, Don R. dan Maryanne M Mowen, 2000, Management Accounting, Cincinnati, Ohio : South Western College Publishing International Thomson Publishing. 1997, Cost Management Accounting and Control, 2" ed., Ci nati, Ohio : South Western College Publishing International Thomson Publishing. Horngren, Charlies T., George Foster, dan Srikant Datar, 2004, Cost Accounting : A Managerial Emphasis, \1"" ed., Englewood Cliffs-NJ : Prentice-Hall Ine. Kaplan, Robert S, dan Anthony Atkinson, 1989, Advanced Management Accounting, 2" ed., New Jersey : Prentice Hall, Inc. Mulyadi, 1991. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi kedua. Yogyakarta : STIE YKPN. Supriono RA. 1983. Akuntansi Biaya: Pengumpulan biaya dan Penentuan Harga Pokok. Edisi keenam. Yogyakarta : BPFE. Prospek, Vol 2 No.1 Januari 2009 81

You might also like