You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversibel (Arif Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet
Suyono, 2006).

B. Etiologi
Menurut Guyton (2008) penyebab GGK adalah :
a. Gangguan Imunologi
- Glomerulonefritis
- Poliarteritis Nodusa.
- Lupus Eritematosus.
b. Gangguan Metabolik
- Diabetes mellitus.
- Amiloidosis.
c. Gangguan Pembuluh Darah Ginjal.
- Arterosklerosis.
- Nefrosklerosis.
d. Infeksi.
- Pielonefritis.
- Tuberkulosis.
e. Obstruksi traktur Urinarius.
- Batu Ginjal
- Hipertropi Prostat.
- Konstriksi Uretra.
f. Kelainan Kongenital
- Penyakit polikistik.
- Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital ( hipoksia renalis ).

C. Patofisiologi
Menurut Price S Anderson (2006), Elizabeth Crowin (2009) dan Guyton (2008)
patofisiologi gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh hipertensi adalah sebagai berikut :
Hipertensi menyebabkan penurunan perfusi renal yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan parenkim ginjal. Hal ini menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan
angiotensin II, selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu : peningkatan
aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron, akan
meningkatkan reabsorpsi natrium, natrium akan meningkat di cairan ekstraseluler
sehingga menyebabkan retensi air dan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Pada
vasokonstriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan glomerulus, hal ini akan
menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Sebagai
kompensasi dari penurunan laju filtrasi menurun, maka kerja nefron yang masih normal
akan meningkat sampai akhirnya mengalami hipertrofi.
Pada kondisi hipertrofi akan meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorbsi cairan
tubulus menurun, protein di tubulus di ekskresikan ke urine (proteinuria) yang
menyebabkan penurunan protein plasma (hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan
penurunan tekanan onkotik kapiler. Penurunan tekanan onkotik kapiler menyebabkan
edema anasarka. Pada edema anasarka akan menekan kapiler-kapiler kecil dan syaraf
yang akhirnya terjadi hipoksia jaringan. Penurunan GFR lebih lanjut akan menyebabkan
tubuh tidak mampu membuang air, garam dan sisa metabolisme, sehingga terjadisindrom
uremia. Sindrome uremia akan meningkatkan zat-zat sisa nitrogen, akhirnya terjadi : rasa
lelah, anoreksia, mual dan muntah.

D. Stadium Gagal Ginjal Kronik


Stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat penurunan GFR (Glomerular
Filtration Rate) Crowin (2009) meliputi :
a. Penurunan cadangan ginjal : terjadi apabila GFR turun 50 % dari normal.
b. Insufisiensi ginjal : terjadi apabila GFR turun menjadi 20 50 % dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima.
c. Gagal ginjal : terjadi apabila GFR kurang dari 20 % dari normal, semakin banyak
nefron yang mati.
d. Penyakit ginjal stadium akhir : terjadi apabila GFR menjadi <>

E. Tanda Dan Gejala


Menurut Suyono (2006) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
- Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein dalam usus dan terbentuknya zat zat toksik.
- Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah
menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.
- Cegukan, belum diketahui penyebabnya.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
- Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
- Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.
- Gatal-gatal akibat toksin uremik.
- Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
- Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem Syaraf dan otak.
- Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
- Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler.
- Hipertensi.
- Nyeri dada, sesak nafas.
- Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
- Edema.
e. Sistem endokrin.
- Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki, pada
wanita muncul gangguan menstruasi.
- Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
- Tulang : osteodistrofi renal.
- Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.

F. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Smeltzer (2009), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

G. Pemeriksaan Penunjang Pada Klien Gagal Ginjal KroniS


Menurut Doenges (2002) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah :
a. Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam
(24 jam 48) jam setelah ginjal rusak.
b. Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
c. Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan :
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
d. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio
urine/ serum saring (1 : 1).
e. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
f. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
g. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
h. Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 +4 ) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada.
Protein derajat rendah (+1 +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis
intertisial.
i. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna
merah diduga nefritis glomerulus.

j. Darah :
- Hemoglobin : Menurun pada anemia.
- Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan /
penurunan hidup.
- pH : Asidosis metabolik (<>)
- Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
- Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine .
- Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
- Natrium : Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
- pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
- Klorida fosfat & Magnesium : Meningkat.
- Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan penurunan
sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
k. Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa / kista (obstruksi pada
saluran kemih bagian atas).
l. Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
m. Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu,
hematuria).
n. E K G : Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan asam / basa.

H. Penatalaksanaan
Menurut Arief Mansjoer (2007) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan
gagal ginjal kronik :
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hr) atau diuretik loop
(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium
bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan.

b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.


Diet rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea (mual) dan uremia , menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan
gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
c. Kontrol Hipertensi.
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada
pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur
tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik hemat
kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, obat
anti-inflamasi nonsteroid).
e. Mencegah penyakit tulang.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium
hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000 mg) pada setiap
makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik
yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan alupurinol.
h. Deteksi terapi komplikasi.
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
i. Persiapan dialisis dan program transplantasi.
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Pada hemodialis, darah
dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter, masuk kedalam sebuah alat besar.
Didalam mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran
semipermiabel. Darah dimasukkan ke salah satu ruang. Sedangkan ruang yang lain
di isi oleh cairan dialilsis dan diantara ke duanya akan terjadi difusi.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
Menurut Doenges (2002), pengkajian keperawatan pada klien GGK meliputi :
a. Riwayat keperawatan.
- Usia.
- Jenis kelamin.
- Berat Badan, Tinggi Badan.
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat gagal ginjal kronik
b. Pemeriksaan fisik.
1) Aktifitas :
Subjektif : Keletihan, kelemahan, malaise.
Objektif : Kelemahan otot, kehilangan tonus
2) Sirkulasi :
S : - Hipotensi / hipertensi (termasuk hipertensi maligna)
- Eklamsi / hipertensi akibat kehamilan
- Disritmia jantung
O : Nadi lemah / halus, hipertensi : ortostatik (hipovolemia), nadi kuat
hipervolemia, edema jaringan umum, termasuk area priorbital, mata kaki,
sacrum, pucat, kecenderungan perdarahan.
3) Eliminasi
S : Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi : poliuria
(kegagalan dini) atau penurunan frekwensi / oliguria (fase akhir), disuria,
ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi / obstruksi, infeksi).
O : - Abdomen kembung, diare, konstipasi
- Riwayat batu / kalkuli
4) Makanan / cairan
S : - Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi)
- Mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati
- Penggunaan diuretik
O : Perubahan turgor kulit / kelembaban edema (umum, bagian bawah)
5) Neurosensori
S : Sakit kepala, penglihatan kabur
O : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang pandang,
ketidakmampuan berkonsentrasi, hilangnya memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (ozotemia) ketidakseimbangan elektrolit (asam / basa).
6) Nyeri / kenyamanan
S : Nyeri tubuh, sakit kepala.
O : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
7) Pernafasan
S : Nafas pendek.
O : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru).
8) Keamanan
S : Adanya reaksi transfusi.
O : - Demam (sepsis, dehidrasi).
- Petekie, area kulit ekimosis.
- Pruritus, kulit kering.
- Fraktur tulang, deposit kalsium, jaringan lunak sendi.
- Keterbatasan gerak sendi.
9) Seksualitas
O : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Interaksi sosial
O : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
11) Penyuluhan pembelajaran
O : - Riwayat DM keluarga, nefritis herediter kalkus urinarius.
- Riwayat terpajan toksin : obat, racun lingkungan.
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
c. Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diindentifikasi untuk mendukung
menegakkan diagnosa keperawatan, meliputi hasil pemeriksaan laboratorium
urine dan darah serta radiologi, untuk lebih jelas dapat di baca pada konsep
dasar GGK (hal 13-15).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum ditemukan pada klien GGK menurut Doenges
(2002) dan Smeltzer (2009).
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine, diet
berlebihan, retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
c. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi kerja
miokardial.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produksi
sampah dan prosedur dialisis.
e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh & disfungsi seksual.
f. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas /
mobilisasi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
kurang informasi.

3. Prinsip Perencanaan Keperawatan


Menurut Marilyn E Doenges : (2002), Brunner & Suddarth : (2002).
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara :
- Mengukur intake out put cairan / 24 jam, mengkaji turgor kulit, mengkaji
edema, TTV.
- Membatasi asupan cairan 500 cc / 24 jam.
- Memantau hasil pemeriksaan laboratorium: Kreatinin natrium, kalium,
ureum, klorida, pH.
b. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dengan cara :
- Mencatat asupan nutrisi, mengkaji pola diet nutrisi klien, anjurkan cemilan
tinggi kalori rendah protein, rendah natrium.
- Meningkatkan partisipasi klien dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
dengan cara :Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan, anjurkan
istirahat setelah dialisis, tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan
diri yang dapat di toleransi, bantu jika keletihan terjadi
c. Memperbaiki konsep diri dengan cara :
- Mengkaji respon reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan, mengkaji koping pasien dan keluarga, ciptakan diskusi terbuka
d. Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganannya dengan cara :
- Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik
- Jelaskan fungsi ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman.
- Diskusikan masalah nutrisi lain :
Contoh pemasukan masukan protein sesuai dengan fungsi ginjal
- Anjurkan masukan kalori tinggi khususnya karbohidrat.
- Kolaborasi
Terapi obat : kalsium (ikatan Fosfat : contoh : antisida Aluminium
hidroksida)
e. Mempertahankan curah jantung dengan cara :
- Memantau TD dan frekuensi jantung, nadi perifer, pengisian kapiler.
- Kaji aktifitas, respon terhadap aktifitas
- Kaji adanya hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan postural : duduk,
berdiri, berbaring.
- Kolaborasi :
Awasi elektorit (kalium, natrium, kalsium, magnesium) foto dada, berikan
obat anti hipertensi : Kaptopril, klondin.
f. Mempertahankan kulit tubuh dengan cara :
- Inspeksi kulit, memantau cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa,
ubah posisi dengan sering, berikan lotion untuk perawatan kulit, selidiki
keluhan gatal
- Inpeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, pruritus.
- Pantau masukan cairan, membarqan mukosa dan hidrasi kulit
- Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim
(misal : lanolin, aquaphor)
-
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat
dan disesuaikan dengan kondisi klien.
5. Evaluasi.
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut Smeltzer :
2002, dan Doenges : 2002 adalah :
- Intake out put seimbang.
- Status nutrisi adekuat.
- Curah jantung adekuat.
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Tidak terjadi perubahan / gangguan konsep diri.
- Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
- Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta. EGC.
Corwin, Elizabeth. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
Doengoes, E. Marylinn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. FKUI. Media
Aesculapius.
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta. EGC.
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta. EGC.
Smeltzer dan Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 3 Volume 8. Jakarta. EGC.
Suyono, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
PATHWAY

You might also like