You are on page 1of 35

TUGAS UJIAN AKHIR

ILMU PENYAKIT MATA

Disusun Oleh:
Nita Andriani 12100114099
Preseptor:
Djonny Djuarsa, dr, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RS TNI AU DR. M. SALAMUN
2015
TUGAS UJIAN AKHIR ILMU PENYAKIT MATA

1. ANATOMI GLANDULA LAKRIMAL


2. KATARAK KOMPLIKATA

1. ANATOMI GLANDULA LAKRIMAL


Glandula lakrimal terletak di tempero antero superior rongga orbita.
Glandula lakrimal pada tiap mata terdiri atas dua macam yaitu glandula
lakrimal mayor dan glandula lakrimal asesoris. Glandula lakrimalis pada tiap
mata terdiri atas 57 glandula lakrimalis mayor (pars orbital dan pars
palpebra), 55 glandula asesoris (50 glandula Krauss dan 5 glandula Wolfring)
dan 1 karunkula.
Glandula lakrimal mayor terdiri atas pars orbital pada bagian superior dan
pars palpebral pada bagian inferior yang keduanya saling bersambungan.
Glandula lakrimalis mayor berbentuk seperti buah almond yang terletak di
bagian superior dan lateral mata pada ruang orbita pada cekungan tulang
frontal. Glandula lakrimal ini mensekresi air mata melalui duktus ke forniks
superior. Lobulus pada pars orbital glandula lakrimal dekat dengan septum
orbital namun terletak dibawah muskulus levator palpebra.

Gambar Anatomi Sistem Lakrimalis

Glandula Krause terletak berbatasan dengan forniks dari palpebra suerior.


Glandula Krause merupakan glandula asesoris yang mempunyai struktur yang
sama dengan glandula mayor. Glandula ini terletak di bagian dalam dari
substansia propria dari forniks superior antara tarsus dan glandula lakrimalis
inferior yang bentuknya bercabang. Terdapat 42 glandula pada forniks superior
dan 6 hingga 8 pada forniks inferior. Glandula Krause sebagian besar terdapat
pada sisi lateral dari orbita. Duktusnya kemudian bersatu pada bagian duktus yang
lebih panjang atau sinus yang akan menuju ke forniks.

Glandula Wolfring juga merupakan glandula lakrimal asesoris namun lebih


besar dari glandula Krause. Terdapat 2 hingga 5 pada palpebra superior dan 1
hingga 3 pada palpebra inferior yang terletak di tepi atas tarsus bagian tengah.
Selain itu kadang juga ditemukan kelenjar lakrimal pada karunkula lakrimalis.

Suplai arteri pada glandula lakrimal berasal dari arteri oftalmika melalui arteri
lakrimal. Arteri lakrimal berasal dari arteri oftalmika bagian lateral dari nervus
optik dan berjalan sepanjang tepi atas dari muskulus rektus lateral. Aliran balik
vena akan bergabung dengan vena oftalmika.

Persarafan dari glandula lakrimalis merupakan persarafan sensoris. Nervus


cranialis V merupakan jalur aferen dari serat sensoris pada hidung dan permukaan
kornea. Serabut pada kornea akan menuju ke nervus siliaris posterior longus pada
sklera dan menuju ke posterior dan bergabung dengan nervus nasosiliar yang
kemudian keluar dari rongga orbita melalui fissura orbitalis superior dan masuk
ke sinus kavernosus lateral lalu ke arteri karotisinterna. Nervus kemudian
melewati ganglion trigeminal ( ganglion semilunar/Gasserian) lalu masuk ke pons
dan turun ke traktus trigeminus spinalis ipsilateral yang bersinaps dengan bagian
vebtral. Output dari nuleus sensoris kemudian menuju ke nukleus lakrimal dan
salivatory. Dari ini kemudian menuju ke nervus VII lalu ke ganglion genikulatum
terbesar atau nervus petrosal superficial lalu masuk ke kanalis pterygoid lalu ke
fossa pterygoplatina dan bersinaps dengan ganglion pterygopalatina. Serat
parasimpatis post ganglion yang tidak bermielin masuk ke fissura orbitalis dan
membentuk pleksus retrobulbar yang juga terdapat serat simpatis dari ppleksus
carotis. Nervus ini mensuplai glandula lakrimalis melalui ramus okular. Sekresi
air mata dimediasi oleh parasimpatis dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP)
Gambar. Inervasi Glandula Lakrimal

Daftar Pustaka
1. Moore, K.L., Dalley, A.F., Agur, A.M.R. 2014. Clinical Oriented Anatomy.
8th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
2. MissionforVission. Anatomy of The Human Eye. [Online].; 2006 [cited
2015 November 8. Available from:
http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2006/02/lacrimal-
gland-human.html.
2. KATARAK KOMPLIKATA
2.1.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior
10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun.
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.
Gambar. Anatomi Lensa

2.1.2. Embriologi Lensa


Pada bulan pertama kehamilan permukaan ektoderm berinvaginasi ke
vesikel optik primitif yang terdiri atas neuroektoderm. Struktur ektoderm murni
ini akan berdiferensiasi menjadi tiga struktur, yakni serat geometrik sentral lensa,
permukaan anterior sel epithel, dan kapsul hyalin aselular. Arah pertumbuhan
struktur epithel yang normal adalah sentrifugal. Sel yang telah berkembang
sempurna akan bermigrasi ke permukaan dan mengelupas. Pertumbuhan serat
lensa primer membentuk nukleus embrionik. Di bagian ekuator, sel epithel akan
berdiferensiasi menjadi serat lensa dan membentuk nukleus fetus. Serat sekunder
yang baru ini akan menggantikan serat primer ke arah pertengahan lensa.
Pembentukan nukleus fetus yang mendekati nukleus embrionik akan sempurna
saat lahir. Laju pertumbuhan lensa fetus adalah 180 mg/tahun. Lensa fetus
berbentuk bulat sempurna.
2.1.3. Pertumbuhan Lensa
Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak
ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa.
Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup,
membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta
membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang
telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang
termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat
lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun.

2.1.4. Histologi Lensa


Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 m), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
m) dan paling tipis pada kutub posterior (3 m). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.
Gambar. Histologi Lensa

Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial


yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan
yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan.

2.1.5. Fungsi Lensa


Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi
memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki
kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.
2.1.6. Komposisi Lensa
Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat. Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
kelarutannya dalam air, yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein
tidak larut air (protein sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari
seluruh protein lensa yang terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein
intraselular yang terdapat pada epithelium dan membran plasma dari sel serat
lensa. Kristalin terbagi atas kristalin alpha (), beta (), dan gamma (). Akan
tetapi, kristalin beta dan gamma adalah bagian dari famili yang sama sehingga
sering disebut sebagai kristalin betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha
adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000
kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin
alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4
subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat
molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat
lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di
serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan
struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein.
Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.
Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein
yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam
urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma
membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa
mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa.
MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan
diferensiasi sel menjadi serat lensa.
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya.
Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak
larut urea.

2.2. Katarak Komplikata


2.2.1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya.
Katarak komplikata merupakan katarak akibat adanya penyakit mata yang
terjadi akibat adanya gangguan nutrisi lensa, proses inflamasi atau degenerasi.
Adapun penyakit mata yang mendasarinya adalah iridosiklitis, koroiditis, retinitis
pigmentasi, ablasio retina, glaucoma, uveitis, iskemia ocular, nekrosis anterior
segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.

Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik


endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia,dan miotonia distrofi)
dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid local lama, steroid sistemik, oral
kontraseptik dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan
tanda khusus dimana mulai katarak selamanya didaerah bawah kapsul atau pada
lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan
biasanya terlihat vakuol.

2.2.2. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun
2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak, atau
1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak.

Gambar. Distribusi Penyebab Kebutaan Estimasi Global Tahun 2010


Di Indonesia Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak. Perkiraan
insidensi katarak di Indonesia adalah 0,1 %/tahun atau 1:1000, sementara
prevalensi katarak di Indonesia mencapai 1,8% jumlah penduduk.. Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk daerah subtropics.
Gambar. Prevalensi Katarak menurut Provinsi Tahun 2013
2.2.3. Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan morfologis dan berdasarkan
permulaan terjadinya katarak.
1. Klasifikasi berdasarkan kepada pertumbuhan kataraknya sendiri
a. Katarak developmental
i. Katarak Polaris Anterior
ii. Katarak Polaris Posterior
iii. Katarak Zonular atau Lamelar
iv. Katarak Sentral (Katarak Nuklear, Katarak Pulverulenta
sentralis)
v. Katarak Purulenta
vi. Katarak Kongenital atau Juvenil totalis
b. Katarak degenerative
i. Katarak Senilis
ii. Katarak Komplikata
iii. Katarak karena penyakit sistemik (DM)
iv. Katarak karena Radiasi
v. Katarak karena Traumatika
2. Klasifikasi berdasarkan anatomi
a. Katarak Subkapsular anterior
b. Katarak Subkapsular posterior
c. Katarak Nuklear
d. Katarak Kortikal
3. Klasifikasi berdasarkan konsistensinya
a. Keras (Hard)
b. Lunak (Soft)
c. Cair (Fluid)
4. Klasifikasi berdasarkan perjalanannya
a. Katarak Progresif
b. Katarak Stasioner

2.2.4. Etiologi dan Faktor Resiko Katarak


1. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa
dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua
berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di
bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah
berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut
dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein
lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut
air menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk protein dengan berat
molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga
lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa
menjadi tidak tembus cahaya.
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dapat merusak protein, lipid,
karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil
metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi
saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal
seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida
(O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid
peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen
oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh
membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta
membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan membentuk lipid
peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA ini dapat
menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi dan ikatan
silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim- enzim yang
berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase.
Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi
foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk
triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen
reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok
dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk
aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan
lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya bahwa kadmium juga
dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan pada enzim superoksida
dismutase. Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007)
menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO
bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit
sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu
peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek
inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase
sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk
katarak.
5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi
menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat mencegah
terjadinya katarak.
6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada
lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa.
7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.
8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.
9. Obat-obatan seperti kortikosteroid
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak
subkapsular.
10. Penyakit sistemik seperti diabetes
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya
kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat
terhidrasi dan timbul katarak.
11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.
12. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa.
Penyebabnya Katarak Komplikata

a. Glaukoma

Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa


perubahan atau gejala patologis yang di tandai dengan peningkatan tekanan
intraocular ( TIO) dengan segala akibatnya. Glaukoma memberikan gambaran
klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik
dengan defek lapang pandangan mata.

Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya


pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul
secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Jika peningkatan
TIO lebih besar dari pada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion
retina, merusak diskus optikus sehingga menyebabkan atrofi saraf optic dan
hilangnya pandangan perifer.

Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan


keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-
titik yang tersebar sehingga dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata
anterior atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt , bisa juga
kekeruhan seperti porselen / susu tumpah di meja pada subkpasul anterior.
Katarak ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah
terkontrol.

b. Uveitis

Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya


dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini
akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses
keradangan akut.

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam Bilik Mata Depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam bilik mata depan, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang
berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada
endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Jika tidak mendapatkan
terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan terus dan menimbulkan
berbagai komplikasi.

Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat gangguan


metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris
melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang mengenai
seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus, total, atau hanya
terbatas pada tempat sinekia posterior.

c. Miopia Maligna

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang
memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia
umum disebut sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness).

Katarak miopia di karenakan karena terjadi degenerasi badan kaca, yang


merupakan proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena
lensa pada miopia kehilangan transparansi sehingga menyebabkan katarak.
Dilaporkan bahwa pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat.

2.2.5. Patofisiologi
Metabolisme Lensa Yang Berhubungan Dengan Katarak Komplikata
Proses metabolisme dalam lensa merupakan tingkat metabolisme yang
paling rendah. Nutrisi lensa berasal dari humor akuos. Pemberian makanan organ
avaskular dan tidak mengandung saraf ini terjadi secara difusi dari humor akuos.
Dalam hal ini kapsul lensa bertindak sepenuhnya sebagai membran semi
permiabel yang mengalirkan zat nutrisi tertentu . Kerusakan kapsul akan merubah
permeabilitas yang mengakibatkan kekeruhan korteks lensa.
Biokimia lensa berperanan dalam metabolisme sehingga berpengaruh juga
pada katarak. Struktur biokimia lensa yang memiliki peranan utama dalam
katarak komplikata adalah protein.
Lensa mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu 30 % dari berat lensa.
Kristalin merupakan protein spesifik yang terdapat di lensa. Pembentukannya
dimulai pada saat awal diferensiasi lensa dan pada saat berikutnya
pembentukannya terbatas. Dengan demikian protein lensa adalah protein tertua
yang masih berada di dalam tubuh.
Ada 2 bentuk protein lensa yaitu water soluble dan water insoluble. Protein
water soluble terdiri dari kristalin ,, yang dibedakan berdasarkan titik
isoelektrik dan berat molekulnya. Fungsinya antara lain sebagai penentu tingginya
index refraksi lensa, penentu faktor genetik (DNA) dan sebagai antioksidan.
Sedangkan protein water insoluble terdiri dari albuminoid, protein membran, yang
berfungsi sebagai media transport melalui membran dan cytoskletal protein yang
merupakan elemen protein yang terdapat pada kapsul lensa berfungsi pada saat
akomodasi.
Oksigen yang dikonsumsi lensa hanyalah sebagian kecil sehingga aktifitas
respiratory chain terbatas. Penggunaan oksigen sampai menghasilkan energi
terutama terjadi di dalam epitel lensa.
Asam askorbat ditemukan di dalam humor akuos dengan konsentrasi tinggi
dan berfungsi menjaga agar kadar glutation tetap. Pada lensa dengan katarak dan
afakia akan konsentrasinya akan menurun atau hilang sama sekali.
Inorganik utama dalam lensa adalah kalium. Selama perkembangan katarak
potasium menghilang dari lensa, sedangkan sodium dan kalsium meningkat.
Adanya kombinasi antara transport aktif dan permeabilitas membran lensa
melahirkan teori pump leak. Sodium serta potasium mempunyai peranan regulasi
cairan dan sintesa protein di dalam lensa, secara aktif ditransport ke dalam bagian
anterior lensa melalui epitel serta bertukar dengan natrium melalui epitel. Proses
ini dibantu oleh aktifitas Na+-K+-ATPase. Sebaliknya natrium mengalir melalui
bagian belakang lensa karena adanya gradien konsentrasi. Kalium terkonsentrasi
di bagian anterior lensa sedangkan natrium terkonsentrasi di bagian posterior
lensa. Natrium dipompa melewati bagian permukaan anterior lensa ke dalam
humor akuos, dan kalium berpindah dari akuos ke dalam lensa. Mekanisme
transport aktif ini terganggu bila permeabilitas kapsul serta sturktur epitel yang
melekat padanya terganggu. Pada permukaan posterior lensa, yang berhadapan
dengan vitreous, sebagian besar perpindahan cairan terjadi secara difusi pasif.
Konsentrasi kalsium intraseluler di dalam lensa sekitar 30 mM sedangkan
konsentrasi di ekstraseluler mendekati 2 mM. Kalsium berfungsi menstabilkan
permeabilitas kapsul dan membran sel lensa. Mempertahankan kadar kalsium
intraseluler tetap rendah adalah penting karena enzim proteolitik akan aktif oleh
kalsium intraseluler.
Mekanisme Dan Histopatologi Katarak Komplikata Sehubungan Dengan
Etiologinya
Etiologi katarak komplikata adalah intra ocular diseases yaitu uveitis,
glaukoma, myopia tinggi dan hereditary vitreo retinal disorder. Kekeruhan lensa
pada katarak komplikata sering terdapat di kapsul posterior, tetapi bisa juga di
anterior.
Mekanisme Pembentukan Katarak pada Uveitis
Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis dipengaruhi oleh banyak faktor
termasuk adanya mediator inflamasi, dengan berbagai akibatnya seperti terjadinya
peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan non fisiologi pada akuos
atau vitreous, menurunnya anti oksidan lensa dan sinekia.
Secara umum inflamasi segmen anterior dapat menyebabkan katarak
anterior maupun posterior. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang juga memacu
timbulnya katarak terutama posterior subcapsular cataract (PSC).
Sinekia posterior yang umumnya terjadi pada uveitis anterior berhubungan
dengan katarak subcapsular anterior (fibrous), kekeruhan yang terjadi karena
penebalan kapsul anterior lensa di tempat sinekia.
Pada inflamasi terjadi reaksi berupa lepasnya radikal bebas. Respons sel
epitel terhadap lepasnya radikal bebas pada proses inflamasi intraokuler dimulai
dari lepasnya sel fagositik (netrofil dan makrofag). Sel-sel ini menghasilkan
superoxide, hidrogen peroxide dan hipochlorit. Primernya produk-produk ini
merupakan salah satu dari mekanisme anti bacterial killing tetapi dalam jumlah
banyak ternyata berpotensi merusak jeringan lokal, termasuk epitel lensa,
sehingga terjadi kekeruhan di epitel dan subkapsuler.
Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sehingga keseimbangan kation didalam dan diluar lensa terganggu
dengan akibat kandungan air di dalam lensa bertambah dan kadar protein total
menurun. Semua hal tersebut diatas mengganggu transparansi lensa.
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan nekrosis epitel disertai reaksi
proliferasi dan metaplasia sel epitel di anterior dari bentuk kuboid menjadi bentuk
sel gepeng (spindle cell). Cellular debris ditemukan di pusat-pusat kekeruhan.
Metaplasia ini dapat menyusup masuk ke daerah nekrotik kemudian membentuk
multilayered hyperseluler plaque, yang nantinya terisi oleh jeringan kolagen yang
kemudian berkonvensi menjadi jaringan fibrous.
Antioxidan yang terdapat pada lensa seperti vitamin C, vitamin E, yang
berfungsi melindungi lensa dari proses oksidasi, jumlahnya ikut berkurang karena
banyak terpakai dalam reaksi lepasnya radikal bebas tersebut sehingga kerusakan
jaringanpun bertambah hebat.
Sel-sel epitel di germinative zone akan bermigrasi ke posterior subkapsular
dan bentuknya menjadi lebih besar yang disebut wedl / bladder cell . Pada
keadaan seperti ini kekeruhan yang terjadi adalah di daerah subkapsular posterior.
Semua keadaan ini berperan mengganggu transparansi lensa. Perubahan
yang terjadi bervariasi tergantung berat ringan, luas dan lamanya proses inflamasi.
Secara klinis penderita katarak komplikata karena uveitis adalah katarak sub
capsular posterior dengan keluhan silau, dan kabur terutama pada saat cahaya
terang karena mengecilnya pupil. Penglihatan dekat terasa lebih terganggu
daripada pengalihatan jauh. Beberapa penderita mengeluh adanya monokular
diplopia. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai kapsul posterior harus
dengan pupil lebar.
Mekanisme Pembentukan Katarak Karena Glaukoma
Mekanisme kekeruhan lensa pada glaukoma adalah karena adanya
peningkatan tekanan intraokuler yang merusak central lentikuler epithelial cell
serta degenerasi epitel korteks di anterior. Pada glaukoma akut, kapsul berubah
bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh yang disebut fibrous metaplasia
dan hyperplasia.
Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng, multilayered, rapuh,
mudah rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan di
bagian anterior, kortekspun mengalami degenerasi sitoplasma dan menjadi encer.
Degenerasi sitoplasma ini berupa vacuolated dan edema. Kekeruhan yang terjadi
pada awalnya tidak merata, terutama di area aksial tampak sebagai warna
keputihan seperti milky , kadang-kadang star shape. Tanda-tanda diatas adalah
patognomonik dengan peningkatan tekanan intraokuler yang akut dan berat.
Pembentukan katarak pada glaukoma terjadi secara bertahap.
Secara klinis, setelah serangan akut glaukoma akibat tekanan intraokuler
yang sangat tinggi terlihat bercak-bercak ireguler di kapsul anterior, berwarna
keputihan di area pupil. Kekeruhan di area aksial korteks menyebabkan penderita
kesulitan membaca pada cahaya terang. Keluhan penderita berupa penglihatan
terganggu dan sangat silau.
Mekanisme Pembentukan Katarak Pada Myopia Tinggi dan Hereditary
Vitreo Retinal Disorder
Pada myopia tinggi, lebih dari minus 6 dioptri sering terjadi komplikasi
katarak sub kapsular posterior. Mekanisme terjadinya disebabkan oleh penyakit di
bagian posterior sel-sel lensa seperti inflamasi vitritis, myopia degenerasi,
degenerasi di retina termasuk rinitis pigmentosa yang mengakibatkan migrasi dan
degenerasi sel-sel ekuator ke posterior pole.
Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu stimulus. Pada
cataractogenesis yang berperan adalah proses degenerasi, seperti pada retinitis
pigmentosa katarak terjadi karena faktor degenerasi retina.

2.2.6. Gejala Klinik


Gejala Klinik Katarak
1. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa rasa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan
pin-hole. Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat
lebih sering menurun jika dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal
ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang kuat.
Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari
sekitar 6/9-1/60; pada katarak matur hanya 1/300-1/~.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya lansung pada
keluhan aktivitasnya yang terganggu. Dalam keadaan lain, pasien hanya
menyadari adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan.
Setiap jenis katarak biasanya mempunyai gejala gangguan penglihatan yang
berbeda, tergantung pada cahaya, ukuram pupil dan derajat myopia. Setelah
diketahui riwayat penyakit, pasien dilakukan pemeriksaan mata lengkap, dimulai
dengan kelainan refraksi. Perkembangan katarak nuklear sklerotik dapat
meningkatkan dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang
2. Peningkatan derajat myopia/ Myopic Shift
Perkembangan katarak dapat meningkatkan dioptri kekuatan lensa, yang
menyebabkan myopia ringan atau sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas
lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.
Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan
refraktif lensa nuklear sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak
diperlukan lagi. Perubahan ini disebut second sight. Namun, seiring dengan
perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan tersebut akhirnya hilang juga.
3. Silau
Pasien katarak sering mengeluh sialu, keparahannya bervariasi mulai dari
penurunan sensitivitas kontras dalam tempat yang terang hinggan silau pada saat
siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau keadaan serupa pada malam
hari. Peningkatan sensitivitas terutama timbul pada katarak posterior subkapsular.
Pemerikasaan silau (test glare) dilakukan untuk mengetahui tingkat gangguan
penglihatan yang disebabkan oleh submber cahaya yang diletakkan di dalam
lapang pandangan pasien.
4. Halo (melihat lingkaran disekitar lampu)
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma. Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena
terpecahnya sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya
kandungan air dalam lensa.
5. Diplopia monokuler (pada katarak nuklear) atau Polypia
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari
lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan
diplopia binocular dengan cover test dan pin hole. Kadang-kadang, perubahan
nuklear terletak pada lapisan bagian dalam nukleus lensa menimbulkan daerah
pembiasan multiple pada bagian tengah lensa. Daerah ini tampak irreguler pada
red reflek dengan retinoskopi atau ophthalmoskop indirek. Tipe katarak ini akan
menimbulkan diplopia monokular atau poliopia.
6. Perubahan/Penurunan sensitivitas terhadap kontras
Sensitivitas kontras dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien
mendeteksi berbagai bentuk gambar dalam kontras yang bervariasi, luminansi,
dan frekwensi spasial sehingga mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari
gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih
menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada
menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan;
namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan
oleh adanya katarak.
7. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang, sering
dijumpai pada stadium awal katarak. Katarak dapat menimbulkan keluhan benda
bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang.
8. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan
persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau
kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
9. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak
pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan
vitreous yang sering bergerak-gerak.
10. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan
menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari,
sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan
pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.

Gejala Klinis Katarak Komplikata


Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai
katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan
dapat difus, pungtata ataupun linear, rosete, retikulum dan biasanya terlihat
vakuol.
Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus
posterior mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola mata.
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan
kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial dan tidak berjalan cepat
didalam nukleus, sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak
akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya diakibatkan oleh
kelainan kornea berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada
iridoksiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak
akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior
(katarak Vogt).

Katarak komplikata akibat hipokalsemia berkaitan dengan tetani infantile,


hipoparatiroidisma. Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular yang sewaktu
waktu menjadi katarak lamellar. Pada pemeriksaan darah, terlihat adanya kadar
kalsium yang turun.

2.2.7. Penatalaksanaan Katarak


Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan
kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika
katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Indikasi operasi :
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan
dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-
hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik :
Katarak hipermatur
Glaukoma sekunder
Uveitis sekunder
Dislokasi/Subluksasio lensa
Benda asing intra-lentikuler
Retinopati diabetika
Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya
pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat
pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.
Teknik Operasi Katarak :
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsuler yaitu pengeluaran lensa bersama
dengan kapsul lensa atau ekstrakapsuler yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan
nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan
meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap lebih
baik karena mengurangi beberapa penyulit.
1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak
ekstraksi intrascapular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan
dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit
tidak banyak seperti sebelumnya. Akan tetapi pada tehnik ini tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedaha ini yaitu astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan,
sekarang jarang dilakukan.
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
a. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tesebut, , kemudian dikeluarkan
melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul posterior.
Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak imatur, pasien dengan kelainan endotel,
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, implantasi lensa intra okular posterior,
implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glaucoma, mata dengan predisposisi untuk tejadinya prolaps badan kaca
(vitreous), sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macula
edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder
a. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan
di Negara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus
dan sangat berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini
dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus),
kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan CCC,
hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan manual, korteks
dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag.
b. Phacoemulsification.
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya diperlukan
irisan yang sangat kecil saja 2,5-3 mm. Dengan menggunakan getaran ultrasonic
yang dapat menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam,
kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa,
sekaligus menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar dan kemudian
dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Cara ini dapat dilakukan
sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa
cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin
sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat
pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan
pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif
pada katarak yang padat.
Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan
visus lebih cepat, induksi astigmatisma akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan
katarak ekstrakapsular, dapat terjadi katarak sekunder yang dapat
dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser.
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Uveitis
Tiga bulan sebelum dilakukan tindakan operasi, tanda-tanda inflamasi
tidak ditemukan. Bila inflamasinya kronis dan gejalanya terus menerus ada tetapi
ringan, dapat diberikan kortikosteroid topikal dan nonsteroid anti inflamasi secara
bersama-sama sebelum dan sesudah operasi. Beberapa kepustakaan mengatakan
adanya synekia posterior atau membran inflamatoir / exudat, serta kemungkinan
terjadinya uveitis yang reaktifasi merupakan penyebab kesulitan operasi. Oleh
karena itu sebelum dan sesudah operasi sebaiknya diberikan steroid selama
beberapa minggu. Waktu untuk operasi katarak harus tepat. Sebaiknya dilakukan
pada saat visus masih 6/60.
Katarak oleh karena uveitis yang bersamaan dengan glaukoma sebaiknya
dilakukan operasi glaukoma terlebih dahulu setelah itu baru dilanjutkan dengan
operasi katarak. Penggunaan steroid golongan dexametason tetes mata untuk
jangka panjang pada kasus-kasus uveitis kronis dapat meningkatkan tekanan
intraokuler.
Pasca operasi terjadi rehabilitasi visus yang cepat dan stabil dalam waktu
6 minggu. Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan
koreksi. Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi.
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Glaukoma
Terapi medikamentosa seperti miotikum dapat menambah penurunan visus
dan dapat mempercepat proses kekeruhan lensa. Operasi katarak tanpa disertai
dengan operasi anti glaukoma dilakukan pada penderita glaukoma yang masih
dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tekanan intraokuler terkontrol dengan
obat-obatan dan pada penderita glaucomatous optic nerve tidak berat.
Katarak ekstraksi yang diikuti dengan pemasangan IOL menghasilkan
perbaikan visus, asalkan kontrol terhadap glaukomanya baik. Pada beberapa
kasus, hanya dengan operasi katarak dapat menyebabkan status glaukoma stabil.
Operasi kombinasi filtrasi dengan operasi katarak dilakukan pada open
angle glaucoma dengan katarak yang saat itu dibutuhkan operasi katarak
walaupun glaukomanya masih terkontrol dengan obat-obatan, penderita glaukoma
disertai katarak yang tidak dapat lagi dikontrol dengan medikamentosa, terdapat
drug intolerance, penderita dengan mata lainnya aphakia atau pseudophakia dan
hasil visus baik.
Indikasi lain untuk operasi kombinasi katarak dengan filtrasi adalah severe
glaucomatous nerve damage yang tidak mampu bertahan pada kenaikan TIO
setelah operasi, kontrol glaukoma yang buruk dengan obat-obatan, serta drug
intolerance.
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Myopia Tinggi dan Hereditary
Vitreo Retinal Disorder
Penderita myopia tinggi mempunyai resiko terjadinya ablasio retina yang
sering terjadi 6 bulan pasca operasi katarak. Insiden terjadinya ablasio retina 2
3 % serta lebih tinggi lagi bila terjadi prolaps vitreus pada proses operasi. Oleh
karena itu sangat penting menilai segmen posterior sebelum dan sesudah operasi
Hereditary vitreo retinal disorder merupakan kelainan nonpermeabel,
sehingga memudahkan timbulnya cystoid macular edema (CME). Insiden
terjadinya CME 60 - 70 % pada operasi yang berjalan tanpa kesulitan.
Pemasangan IOL tidak meningkatkan terjadinya CME. Dilaporkan 75 % CME
dapat membaik spontan dalam waktu 6 bulan.
Terapi sesuai dengan terapi edema pada umumnya, tetapi efek terapi sulit
dievaluasi mengingat CME sebagian besar dapat sembuh spontan. Terapi
umumnya menggunakan topikal, periokuler, dan sistemik kortikosteroid untuk
menghambat sintesa prostaglandin ditambah carbonic anhidrase inhibitor.
Kortikosteroid mungkin bermanfaat, tetapi dapat menyebabkan kekambuhan.
Pemakaian steroid lebih efektif bila disertai dengan tanda-tanda inflamasi
intraokuler. Beberapa penelitian pemakaian topikal dan sistemik indomethacin
ternyata efektif menurunkan insiden CME.
Salah satu penyakit vitreo retinal disorder yaitu retinitis pigmentosa.
Operasi katarak pada penderita ini ternyata dapat memperbaiki visus, dan tidak
menyebabkan bertambah buruknya lapang pandang.

Penatalaksanaan pasca operasi


Evaluasi pasca operasi meliputi rehabilitasi visus, deteksi terhadap
komplikasi, pemeriksaan fisik lain selain mata, rekurensi uveitis, dan monitoring
penggunaan kortikosteroid pasca operasi.
Visus akan stabil dalam waktu 6 minggu setelah operasi. Bila terjadi
kekeruhan kapsul posterior sebaiknya dilakukan kapsulotomi YAG laser, dimana
pada saat melakukan kapsulotomi sebaiknya pupil tidak dilebarkan untuk
menghindari kesalahan letak dan untuk menentukan pusat atau titik lokasi
(pinpoint) pada aksis visual. Pemberian obat topikal apraclonidin hydrochloride
dianjurkan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Pada
penderita dengan riwayat glaukoma sebaiknya terapi medikamentosa diteruskan
beberapa bulan setelah laser. Myopia tinggi merupakan faktor resiko untuk
terjadinya ablasio retina post laser capsulotomy, tetapi kejadiannya sangat minim.
Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan koreksi
atau meminimalkannya. Penderita dengan adanya inflamasi dan peningkatan
tekanan intraokuler sebaiknya diminta untuk kontrol dalam waktu dekat, dan
harus dilakukan pemeriksaan mata serta bagian fisik lainnya.
Bila pasca operasi terjadi rekuren uveitis dengan tanda adanya membran
di permukaan IOL, dapat dilakukan laser segera untuk melepaskan membran. Bila
hal ini tidak berhasil IOL segera dilepas dilanjutkan pemberian kortikosteroid
untuk menyelamatkan visus.
Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi. Tetes non steroid anti
inflamasi juga sama efektifnya dengan steroid dan dapat digunakan pada penderita
yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. Lama pemberian
tergantung respon penderita dan keadaan sebelum operasi. Subkonjungtiva
antibiotika injeksi yang biasanya dilakukan setelah operasi katarak sebelum mata
dibebat juga efektif, tetapi mempunyai komplikasi memperlama dan memperhebat
khemosis konjungtiva.

2.2.8. Komplikasi
Operation
a. Intraoperation :
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin akan menjadi
dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan solution garam
kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar
bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.
b. Postoperation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post
Operation dan Late Complication Post Operation.
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan resiko
terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel
(vitrektomi).
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang
terjadi. Pasien datang dengan : - Mata merah yang terasa nyeri. - Penurunan tajam
penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan. - Pengumpulan
sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea
untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran
kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila
terdapat kehilangan vitreous.
6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama
bila disertai hilangnya vitreous.Dapat sembuh seiring waktu namun dapat
menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul
posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel
residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau.
Pada waktu operasi
hematom
iris terpotong/tersayat
iris prolapse
kapsul pecah
prolapse vitreous
dislokasi lensa
perdarahan intraokuler
1-5 hari setelah operasi (early/selama masih dalam perawatan)
iris prolapse
kekeruhan pada kornea yang sifatnya sementara
glaukoma
iridosiklitis
perdarahan intraokuler
panoftalmitis
Lebih dari 5 hari setelah operasi (Late/setelah penderita pulang ke rumah)
glaukoma
ablasio retina
iridosiklitis/uveitis
epithelial in growth
distrofi kornea
vitrea endothelial acute
Non Operation
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang
berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
2.2.9. Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat dilakukannya
operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti degenerasi makula
atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik dengan operasi standar
yang sering dilakukan yaitu ECCE dan Phacoemulsifikasi. Dengan tehnik bedah
yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil
pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil
dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan
ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat
meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

2.2.10. Pencegahan
Pencegahan Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan
mengontrol penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-
faktor yang mempercepat pertumbuhan katarak. Cara pencegahan yang dapat
dilakukan diantaranya adalah :
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan
radikal bebas dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan bertambah.
2. Atur makanan sehat, makan yang banyak buah dan sayur, seperti
wortel.
3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar ultraviolet
mengakibatkan katarak pada mata.
4. Jaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya

Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2015.
2. Ilyas, Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Edisi Pertama cetakan kedua.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014.
3. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000.p.170-
89
4. Galloway NR. Common Eye Diseases and Their Management. Third edition.
Verlag London limited 2006. p.81-90
5. Bobrow JC. Lens and Cataract. American Academy of Opthalmology. Section
11. Edition 2005-2006. San Francisco, USA. p. 19-23, 5-10, 91-105, 199
204.
6. Shock JP, Harper RA. Lensa In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P.
Oftalmologi Umum Edisi XIV. Jakarta: Widya Medika, 2000. P.175-83
7. James B. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga;2006.p.76- 84
8. Vaughan & Asburys. General Ophthalmology. In: United States Of America:
McGraw-Hill; 18th ed. 2011.
9. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th ed.
Saunders.2012
10. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers
2007.
11. American Academy of ophthalmology Staff. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. Section 2. Basic Clinical Science Course. San Francisco ;
2005-2006 : p. 323-31.
12. American Academy of ophthalmology Staff. Lens and Cataract. Section 11.
Basic Clinical Science Course. San Francisco ; 2005-2006 : p. 5-9.

You might also like