You are on page 1of 13
BABL PENDAHULUAN A. Modernisasi Sejak Perang Dunia Il, Amerika Serikat menjadi negara yang memiliki pengaruh besar di dunia, Amerika yang berpaham kapitalisme, berusaha agar seluruh dunia berada di bawah kekuasaannya dan salah satu cara Amerika dan negara-negara Barat untuk melancarkan itu ialah dengan memodernisasikan Negara Dunia Ketiga. Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu. sedang populer. Bersamaan ‘a merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika dengan itu, lahirnya negara-neg: Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini, Negara adikuasa melihat hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas ekonomi dan politik. Pengaruh ideologi developmentalis yang mencoba mengkaji hagaimana Negara Dunia Ketiga dapat membangun seperti Negara Dunia Pertama tanpa mengacu pada komunis ne juga mendasari teori ini. Paradigma modernisasi mengacu kepada asumsi bahwa kemiskinan dan keterbelakangan, yang. didefinisikan berdasarkan perbedaan kondisi ekonomi, politik, sosial dan budaya yang ada di antara bangsa kaya dan bangsa miskin, disebabkan oleh ciri-ciri kultural dan struktural masyarakat. Oleh Karena itu, untuk memecahkan masalah itu diperlukan perubahan pada kultur dan struktur, dan ciri masyarakat tradisional ke ciri masyarakat modem, melalui suatu proses imitaif bertahap yang terencana. Oleh Karena kondisi negara barat sebagai representatif masyarakat modem dijadikan sebaga acuan pembangunan, dalam arti negara terbelakang harus menimi pranata tertentu yang menjadi ciri negara kay 5 identik dengan proses Westemisasi (Amien,2005:141) ju negara-negara Barat, maka dalam praktiknya proses modern Di sisi ekonomi, teori moderisasi di dukung oleh Walt Rostow (1990). Dia menulis buku yang berjudul The Stages of Economic Growth yang sampai sekarang sagat berpengaruh di Dunia Ketiga. Rostow mengaitkan pada teori modal, tetapi- menempatkannya ke dalam rangka suatu teori tahap-tahap perkembangan ekonomi negara Industri, yang sekaligus merupakan suatu model umum untuk perkembangan masyarakat. Rostow membedakan lima tahap tipe ideal dengan faktor-faktor dan ciri-ciri khas masing-masing tahap: Masyarakat tradisional, Masyarakat dalam peralihan, Tahap take-off, Perkem!| ngan ke kematangan, dan Zaman konsumsi massa (yang kemudian dilengkapi dengan awe melampaui konsumsi massa) Tahap yang menentukan dan paling sulit adalah take-off jika ekonomi (serupa dengan pesawat yang lepas landas) mencapai cukup banyak dinamika bagi “pertumbuhan mandiri” (selfsustained growth). Persyaratanya adalah jatah investasi yang tinggi dalam sektor-scktorproduktif, kerangka tatanan politik yang ‘menunjang, serta peralihan ke masyarakat modern (Muller, 2006:91).. Di sisi ilmu sosiologi, Smelser mengemukakan teori modemisasinya yaitu teori diferensiasi strukturalnya, Baginya modemisasi akan selalu melibatkan diferensiasi struktural. Ini terjadi karena dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih Khusus. Bangunan baru ini sebagai satu kesatuan keseluruhan fungsi yang dilakukan oleh bangunan struktur lama, Perbedaanya, setelah adanya diferensiasi struktural, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara efisien, Lalu ia juga berpendapat bahwa sekalipun diferensiasi struktural telah meningkatkan kapasitas fungsional kelembagaan, namun juga menimbulkan masalah baru, yakni masalah integrasi yang berupa pengkoordinasian aktivitas berbagai lembaga baru tersebut. Menurut Smelser kurangnya koordinasi dari berbagai struktur ini akan mengakibatkan pai pada kerusuhan dengan kekerasan, atau bahkan terjadi perang geriliya dan kerusuhan sosial. Kekacauan ini akan menyebabkan agitasi politik damai revolusi sosial. Ini terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam proses diferensiasi struktural. Secara singkat Smelsermenguraikan penjelasannya untuk menguji pembangunan negara Dunia Ketiga dengan menggunakan konsep diferensiasi struktural. Dengan mengkaitkan akibat diferensiasi struktural, permasalahan integrasi sosial, dan kemungkinan timbulnya kerusuhan sosial, Smelser menunjuk bahwa modernisasi tidak harus merupakan satu proses yang lancar dan harmonis. Dengan kata lain, kerangka teori yang dibangun Smelser selain menunjukan proses modernisasi juga memberikan alat bantu analisa untuk menguji akibat samping modernisasi itu sendiri, khususnya dinegara Dunia Ketiga. Di sisi ilmu politik, Modernisasi menurut Coleman menunjuk pada proses diferensias ruktur politik dan sekularisme bud: fa politik yang mengarah pada etos keadilan, dengan bertujuan akhir pada penguatan kapasitas sisttem pol 1. Coleman berpendapat bahwa diferensiasi politik dapat dikatakan_ sebagai salah satu kecenderungan dominan sejarah perkembangan sistem. polti modem. Coleman membatasi pengertian diferensiasi sebagai proses progresif pemisahan dan upaya spesialisasi atas peran dan kelembagaan didalam sistem politi. 2. Coleman berpendapat bahwa prinsip kesamaan dan keadilan merupakan tos masyarakat modern, 3. Coleman menyerukan bahwa usaha pembangunan politik yang berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik. 4, Coleman juga mengingatkan bahwa diferensisasi politik dan tuntutan keadlian —memilikiakibat_samping —berupa—_ketegangan dan keterpecahbelahan sistem politi. Dengan demikian modemisasi bagi Coleman dapat diukur dengan seberapa jauh kapasistas sistem politik berkembang untuk mampu menghadapi dan mngatasi krisis-krisis yang diciptakan sendiri dalam proses perkembangannya, B. Kritik Modernisasi Dalam perjalanan sejarahnya, paradigma modemisasi secara bertahap kehilangan kekuatannya, disebubkan terutama oleh ketidakmampuannya menjelaskan proses pembangunan yang sesungguhnya terjadi di Dunia Ketiga. Ini terbukti dengan adanya berbagai premis yang ternyata keliru, serta adanya berbagai dampak negatif modernisasi. Reputasinya juga semakin memburuk setelah para ilmuan Amerika Selatan mengembangkan Teori Dependen (Amien,2005:142). Teori modemisasi ini adalah teori yang berasal dari daratan Bropa , tentu saja banyak mengandung nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh Eropa sedangka teori ini dipaksakan oleh Barat untuk diterapkan di banyak negara Dunia Ketiga yang memiliki kultur masyarakat yang sangat berbeda dengan Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa Eropa mengagap budayanyalah yang paling baik dan har s banyak diterapkan di negara Dunia Ketiga atau se a sosiologis mungkin gejala ini bisa disebut sebagai etnosentrisme. Setiap pemikir modernisasi Barat menganggap bahwa Barat adalah negara tingkatan tertinggi dan merupakan pusat transformasi dari negara berkembang menjdai negara maju dengan tinggat industrialisasi yang tinggi serta menempatka negara Dunia Ketiga sebagai kelas yang paling rendah dan memberi cap mereka sebagai negara primitit atau tradisional. Padahal setiap negara atau setiap daerah negara Dunia Ketiga itu mempunyai Kultur tersendiri dan cara tersendiri pula untuk memecahkan masalahnya. Sagat sulit untuk bisa_menerima sebuah teori_yang- “dipaksakan” yaitu modernisasi (Fakih, 2002). Dari aspek teori, kajian Andre Gunder Frank (1969) tentang. sosiologi pembangunan dan keterbelakangan sosiologi mengungkapkan bahwa perspektif moderisasi yang dikembangkan oleh ilmuwan yang tergabung dalam Research Center on Economic Development and Cultura Change, kubu utama modemisasi, tidak dapat dipertahankan secara empiris dan tidak memadai secara teoretis. Pengalaman juga menunjukkan bahwa implementasi paradigma itu terbukti tidak mampu merangsnag proses pembangunan di dunia ketiga, Frank menolak premis paradigma moden siya i melihat Keterbelakangan seba wai kondisi orisit melainkan lebih menyj an kondisi yang dicipt misalnya deindustril India oleh Inggris, akibat destruktif dari perdagangan budak bagi msyarakat Afrika serta penghancuran peradaban Indian di Amerika Tengah dan Selatan. Kritik terhadap modernisasi tidak hanya tertuju kepada teori yang mendukung tetapi juga diarahkan kepada tradisi evolusionalisme dan fungsionalisme yang Smith (1973 dalam Hettne, 1990) membagi kritiknya dalam empat aspek. Secara metodologis, neo-evolusionalisme, menjadi sumber inspirasi teori_ modemi sebagaimana yang dianut teori Rostow, didasarkan kepada komparasi statik, yaitu hanya memperhatikan titik awal dan akhir dari proses serta mengabaikan proses perubahan. Pendekatan ini mengabaikan aspek dinamika, schingga perspektif’ menyeluruh menjadi hilang. Dari sisi logika, terdapat kekeliruan yang menyamaan serialisme dengan penjelasan kausal mengenai transisi. Secara empiris, mudah ditunjukkan bahwa semua upaya untuk mengklasifikasikan masyarakat dengan menggunakan indikator tradisi dan modemitas akan gagal terbelakang Frank (1969) menunjukkan bahwa pola Parson tentang masyara (tradisional) dan masyarakat_ modem tidak sepenuhnya benar. Banyak negara maju masyarakatnya masih dipenubi dengan partikularisme, status tempelan dan struktur peran secara fungsional tidak sekhusus yang diinginkan, Sebaliknya, ciri- ciri universalisme, prestasi dan kekhususan mungkin ditemukan dalam struktur sosial negara berkembang. Secara moral, keberatan paling utama adalah etnosentrisme yang terkandung dalam pendekatan modernisasi. Ini merupakan salah satu alasan utama bagi Amerika Latin untuk menerma aliran ketergantungan (Amien,2005:143). Fakta lain adalah munculnya kritik dari kaum revolusioner. Kaum kiri radikal ini meragukan bahwa rakyat miskin negara dunia ketiga akan mendapat ‘manfaat ekonomi yang baik dari lahirnya teori modernisasi. Menurut mereka teori modernisasi itu penting tetapi belum cukup. Sebagian besar masalah ternyata lahir dari negara itu sendiri. Semua usaha pembangunan tidak akan banyak terasa pada masyarakat golongan bawah dan secara struktural menguntungkan kaum elite dari negara tersebut. Ada lagi kritik tajam dari kaum revolusioner ini yaitu mereka sinis terhadap lembaga lembaga dunia yang mendukung teori “ basic needs” seperti PBB , Bank Dunia dan lembaga internasional lain untuk menumbubkan pembangunan di negara negara Dunia Ketiga. Mereka itu hanya berbicara masalah isu mengurangi angka kemiskinan dan berusaha memecahkan masalahnya. Namun buktinya isu kemiskinan itu sudah ada sejak lebih dari tiga dekade alu dan belum bisa terasa bagaimana pengurangan angka kemiskinan itu (Fakih, 2002). Jadi sebenarnya teori modernisasi Barat dan Amerika ini hanya berniat untun memperluas kekuasaannya saja di negara negara dunia ketiga Saja. Mereka menancapkan budaya baru yang mereka bawa dari tanah mereka dan mencobanya untuk diterapkan di tanah lain yang belum jelas struktur negara, rakyat serta kondisi sosial yang ada, Yang mungkin terjadi bukanlah peningkatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan, malah akan meningkatkat tingkat kemiskinan bagi rakyat golongan atas dan akan memberikan tumpukan kekayaan bagi kaum elit yang ada di negara negara tersebut. C. Munculnya Neo-modernisme atau Postmodernisme Kegagalan ataseori-teori__modernisasi,_ menyebabkan banyak bermunculan kritik-kritik dan koreksi-koreksi atas perjalanan modernisasi selama i. Ini akhienya membuka suatu jalan menoju suatu gerakan yang bertujuan untuk mengoreksi dan memperbaiki segala kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh modemisasi dan akhrinya munculah neomodernisasi atau postmodernisme. Menurut Mora (2006:93), postmodenisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali paradigma modern, Penyebab munculnya postmodernisme adalah karena adanya keraguan dan ketidakyakinan terhadap sains modern, dalam konteks sistem pengetahuan. Munculnya kt iguan dan ketidakyakinan tersebut dalam istilah Thomas Kuhn dalam bukunya * Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains” disebut dengan krisis. Dalam krisis tersebut tidak menutup kemungkinan ada klaim tethadap penggunaan teori-teori baru, Postmodernisme yang muncul pada abad ke 20 M sebagai sebuah reaksi kritis dan reflektif terhadap paradigma modemisme yang dipandang gagal meneapai tujuan dan menyebabkan muncul sebagai patologi modemitas, sasaran dari munculnya postmodernisme dapat dikatakan untuk jonalistik dan menggugat watak modernisme yang monoton, postivistik, ra teknosentris, BABIL PEMBAHASAN A. Pengertian Neomodernisasi atau Postmodernisasi Secara sedethana Postmodemisme atau Neo-Modernisme dapat diartikan dengan “pemahaman modemisme baru”. Mora (2006 postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali paradigma modern, Sedangkan neomodemisasi adalah modernisme yang berakar kuat dalam tradisi dan dimaksudkan untuk mengoreksi modemisme yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya (Ghazali dan Effendi, 2009:161). Postmodemisme merupakan kzitik tas masyarakat_ modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Karena peristiwa yang mengerikan selama abad ke-20, Postmodernisme menanyakan bagaimana seorang dapat percaya baby modernitas dapat membawa kemajuan dan harapan bagi masa depan yang lebih cemerlang. Karenanya postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas B. Teori-teori Postmodernisasi atau Neomodernisasi Menurut Turner (1998), teori sosiologi tentang postmodernisme dapat dipilah menjadi dua, yakni yang lebih melihat dari akibat perubahan berbagai aspek ekonomi dan satu lagi dari sisi kultural, Berbeda dengan ini, Ritzer melabeli dengan yang moderat dan radikal. Frederic Jameson yang melihat dari perubahan struktur ekonomi digolongkan sebagai moderat, sedangkan yang radikal adalah Jean Baudrillard yang dalam Turner digolongkan sebagai teoritis kultural. Fredric, Jameson melihat masih ada kontinyui as antara moder nodemni \s dengan pos Ada persambungan antara keduanya. Dunia kapitalisme saat ini memasuki masa akhimya, meskipun memang telah menumbuhkan logika kultural baru, yakni postmodernisme. Meskipun kulturalnya berubah namun struktur ekonomi yang terjadi masih dengan basis pola yang lama, la melihat sekaligus sisi positif dan negatif dari postmodermitas. Ia menemukan ada tiga tahapan dalam kapitalisme yang dimulai dengan kapitalisme pasar, diikuti dengan lahirnya jaringan kapitalis global, dan akhirnya kapitalisme akhir dengan semakin bebasnya pergerakan modal di seluruh dunia. Perubahan dalam struktur ekonomi ini memperngaruhi pula pada bentuk-bentuk kultural. Satu ciri kultural baru adalah elemen yang lebih heterogen. Tidak terjadi dominansi satu kultur tertentu, namun ada banyak kekuatan yang saling hadir secara bersamaan Jameson menunjukkan suatu upaya besar untuk merevitalisasi Marxisme dengan cara membangun sintesis antara wacana posmodernisme dan Marxisme. Ia melihat posmodemisme sebagai totalitas sosial, budaya, ekonomi, politik dan sejarah yang menandai gejala-gejala sosial mutakhir sejak 1950-an seiring dengan munculnya struktur masyarakat baru dengan nama beragam. Sebaliknya, Jean Baudrillard berpandangan lebih ekstrem, 1a mengusulkan pertukaran_simbolis sebagai pengganti pertukaran ekonomi. Dalam pertukaran simbolis, kedua pihak berperan sama kuat, Setiap orang melakukan dua proses timbal balik sckaligus. Gagasan pertukaran simbolis ini berbeda sekali dengan pertukaran dalam kapitalisme. Masyarakat tidak lagi hanya didon iasi oleh produksi, namun oleh berbagai Kekuatan lain yakni media, informasi, hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Baudrillard meyakini telah terjadi_peralihan dari masyarakat yang didominasi oleh “mode produksi” ke "kode produksi Satu teoritisi lain adalah Zygmunt Bauman (dalam Seidman, 2008), yang, ‘mempelajari dampak deinstitusionalisme makna tentang diri_ yang klvas, random, dan terdiferensiasi. [a menyusun sosiologi postmodernisme dari poststruktural Perancis dan teori kritis Jerman, Ia mengkritik pandangan orang tentang “pencerahan”. Baginya pencerahan telah memunculkan alasan legislatif, yakni peningkatan individualitas, pluralisme dan menolak keraguan dan ketidaktentuan Jak lagi dibutubkan (uncertainty). Dalam masyarakat postmodernisme, katanya, ti legitimasi intelektual dan juga negara. Masyarakat menjadi semakin tergantung kepada pasar. Basis gaya kehidupan telah beralih ke konsumsi. Negara juga tak lagi terlalu membutuhkan intelektual. Namun, postmodemisme — masih melanjutkan beberapa sisi modernisme yakni nilai-nilai pilihan, diversitas, kritis dan refleksif. Dalam postmodernisme, dianut paham pluralisme pengetahuan. Dalam masyarakat postmodem, sosiologi tidak lagi dibutubkan untuk legislasi sosial order dan norma kultural. Sosiologi baru harus mampu_ memfasilitasi pemahaman bersama dan harus pula lebih interpretatif C. Ciri-ciri Pemikiran Postmodernisme Dalam upaya pemetaan wilayah Postmoderisme, menurut Amin Abdullah ada tiga fenomena dasar yang menjadi tulamg pungung arus pemikiran postmodemsme yang ia istilahkan dengan citi-ciri _strukur fundamental pemikiran Postmodernisme, yaitu: 1. Dekonstruktifisme Hampir semua bangunan atau Konstruksi dasar keilmuan yang telah mapan dalam era moder, baik dalam bidang sosiologi, psikolo; antropologi, sejarah, bahkan juga dalam ilmu-ilmu kealaman yang selama ini dianggap baku yang biasa disebut dengan grand theory temyata dipertanyakan ulang oleh alur pemikiran Postmodernisme. Hal itu terjadi karena grand theory tersebut dianggap terlalu skematis dan terlalu menyederhanakan persoalan yang sesungguhnya serta dianggap menutup munculnya teori-teori lain yang barangkali jauh lebih dapat membantu memahami realitas dan pemecahan masalah. Jadi klaim adanya teori- teori yang baku, standar, yang tidak dapat diganggu gugat, itulah yang ditentang oleh para pemikir Postmodernisme. Para protagonis pemikiran Postmodemisme tidak meyakini_ validitas “konstruksi"bangunan keilmuan yang “baku”, yang “standar” yang telah disusun oleh genarasi modernis. Standar itu dilihatnya terlalu kaku dan terlalu skematis sehingga tidak cocok untuk melihat realitas yang jauh lebih rumit Dalam teori sosiologi modern, pura ilmuan cenderung untuk melihat gejala keagamaan sebagai wilayah pengalaman yang amat sangat bersifat individu. Pengalaman keagamaan itu tidak terkait dan harus dipisahkan dari kenyataan yang hidup dalam realitas social yang ada. Era Postmodernisme ingin melihat suatu fenomena sosial, fenomena keberagamaan, realitas fisika apa adanya, tanpa harus terkurung oleh anggapan dasar atau teori baku dan standar yang diciptakan_ pada masa modernisme. Maka konstruksi bangunan atau bangunan keilmuan yang telah dibangun susah payah oleh generasi modernisme ingin diubah, diperbaiki, dan disempurnakan oleh para pemikir postmodernis. Dalam istilan Amin Abdullah dikenal dengan “deconstructionism” yakni upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah dibangun oleh pola pikir modernise, untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih relevan dalam memahami kenyataan masyarakat, realitas keberagamaan, dan realitas alam yang berkembang saat ini (Abdullah, 2004:96) 2. Relativisme Thomas $. Kuhn adalah salah seorang pemikir yang mendobrak keyakinan para ilmuan yang bersifat_positivistik. Pemikiran g lebih menggarisbawahi validitas hukum-hukum alam dan social yang bersifat univers || yang dibangun oleh rasio. Manivestasi pemikiran Postmodemisme dalam hal realitas budaya (nilai- nilai, Kepercayaan agama, tradisi, budaya dan lainnya) tergambar dalam teori-teori yang dikembangkan oleh disiplin antropologi. Dalam pandangan antropolog, tidak ada budaya yang sama dan sebangun antara satu dengan yang lain, Seperti budaya Amerika jelas berbeda dengan budaya Indonesia. Maka nilai-nilai budaya jelas sangat beraneka ragam sesuai dengan latarbelakang sejarah, geografis, demografis dan lain sebagainya, Dari sinilah nampak, bahwa nilai-nilai budaya bersifat relatif, dalam arti antara satu budaya dengan budaya yang lain tidak dapat disamakan seperti. hitungan matematis. Dan hal ini sesuai dengan alur pemikiran postmdernisme yaitu bahwa wilayah budaya, bahasa, ci sangat ditentukan oleh tata nilai dan adat kebiasaan masing-masing, Dari sinilah nampak jelas, bahwa para pemikir Postmodernisme menganggap bahwa segala sesuatu itu sifatnya relative dan tidak boleh absolut, karena harus mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada. Namun konsepsi relativisme ini ditentang oleh Seyyed Hoessein Nasr, seorang pemikir kontempor. Baginya tidak ada relativisme yang absolut lantaran hal itu akan menghilangkan normativitas ajaran agama, Tetapi juga tidak ada pengertian absolut yang benar- benar absolut, selagi_nila keanusiaan itu sendiri (Ibid, hlm. 103-104), nilai yang absolute itu dikurung oleh historisitas 10 3. Pluralisme Akumulasi dari ciri pemikiran Postmodernisme yaitu pluralisme. Era pluralisme sebenamya sudah diketahui oleh banyak bangsa sejak dahulu kala, namun gambaran era pluralisme saat itu belum dipahami sepeti era sekarang. Hasil teknologi modern dalam bidang transportasi dan komunikasi menjadikan era pluralisme budaya dan agama telah semakin dihayati dan dipahami oleh banyak orang dimanapun mereka berada. Adanya pluralitas budaya, agama, keluarga, ras, ekonomi, social, suku, pendidikan, ilmu pengetahuan, militer, bangsa, negara, dan politik merupakan sebuah realitas. Dan berkaitan dengan paradigma tunggal seperti yang dikedepankan olch pendekatan kebudayaan barat modernis, develop, mentalis, baik dalam segi keilmuan, maupun lainnya telah dipertanyakan keabsahannya oleh pemangku budaya-budaya di luar budaya modem. Maka dalam konteks keindonesiaan Khususnya, dari ketiga ciri_ pemikiran Postmodemisme, nampaknya fenomena pluralisme lebih dapat diresapi_ oleh sebagian besar masyarakat (Ibid, lm, 104-105). Bry BAB IIL PENUTUP A. Ulasan Neomodernisasi atau postmodernisme merupakan reaksi kritis dan reflektif terhadap paradigma modernisme yang dipandang gagal mencapai tujuan sehingga menyebabkan munculnya patologi_ modemitas dan _akhirnya menimbulkan kritik-kritik dan koreksi-koreksi dari para ahli, Teori-teori tentang postmodernisme-pun banyak bermunculan, di antaranya Turner yang mengatakan bahwa postmodernisme dapat dipilah menjadi dua yaitu lebih melihat dari akibat perubahan berbagai aspek ekonomi dan aspek kultural, Fredric Jameson menyatakan bahwa ia melihat masih ada kontinyuitas antara modernitas dengan postmodernitas, dl. Ciri-ciri pemikir postmodernisme ialah bersifat 1, Dekonstruktifisme (upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah dibangun oleh pola pikir modemisme, untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih relevan dalam memahami kenyataan masyarakat, realitas keberagamaan, dan realitas alam yang berkembang saat ini (Abdullah, 2004:96));, 2. Relativisme (mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada); 3. Pluralisme (mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya). 2 DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Amit Pustaka Pelajar. 2004. Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme. Jogjakarta: Amien, Mappadjantji, 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fakih, Mansoer. 2002, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. ‘Yogyakarta: Insist Press. Ghazali, Abd. Mogsith dan Djohan Effendi. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Muller, Johannes, 2006. Perkembangan Masyarakat Lintas-Itmu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wora, Emanuel. 2006. Perenialisme:Kritik atas Modernisme & Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius. Andi, Pratoro. 2012. (http:/Mellotoroandi.blogspot. conv/20 12/06/normal-0-false- false-false-in-x-none-x.html). Diakses pada 9 April 2014, EbSyarif, Hefa. 2009. (http://hefael- syatif.blogspot.com/2009/1 I/postmodernisme-rekontruksi-dan.htm)). Diakses pada 9 April 2014. Syahyuti 2011 (hitp://kuliahsosiologi.blogspot.com/20 1 1/03/teori-teori- postmodern. html). Diakses pada 9 April 2014. 2013. (http://gatotkacamuda.wordpress.com/201 3/03/ 10/kritik-teori- modern si/). Diakses pada 9 April 2014. 13

You might also like