You are on page 1of 6

Learning objective

1. DD dan prognosis thalassemia


2. Pemantauan terapi untuk diagnosis pada scenario, dosis untuk terapi
kelating dan berapa jangka waktu pemberian terapi kelating
3. Sistem rujukan untuk pasien thalassemia
4. Komplikasi thalassemia
5. Gambar hukum mendel pada thalassemia
6. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya !

Jawaban !

1. Differential diagnosis
a. thalassemia alfa
b. anemia defisiensi besi
c. anemia sideroblastik
d. anemia penyakit kronik

prognosis
seseorang dengan thalassemia trait dapat hidup normal. Namun, seseorang
dengan thalassemia beta major hidup rata-rata usia 17 tahun dan biasanya
meninggal pada usia 30 tahun. Kematian kebanyakan dikarenakan oleh
komplikasi kardio karena iron overload.

Sumber : Advani, P. 2015. Beta Thalassemia. Department of


Hematology/oncology. Mayo Clinic. From http://emedicine.medscape.com

2. Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien talasemia


memerlukan pemantauan rutin:
a. Sebelum transfusi: darah perifer lengkap, fungsi hati
b. Setiap 3 bulan: pertumbuhan (berat badan, tinggi badan)
c. Setiap 6 bulan: ferritin
d. Setiap tahun: pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi
jantung, fungsi endokrin, visual, pendengaran, serologis virus

Kelasi besi
Dimulai bila :
a. Feritin 1000 ng/mL
b. Bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat digantikan dengan
pemeriksaan saturasi transferin 55%
c. Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium,
maka digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali
transfusi.

Kelasi besi pertama kali dimulai dengan Deferioksamin/DFO:


a. Dewasa dan anak 3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7 x seminggu
subkutan (sk) selama 8-12 jam dengan syringe pump.
b. Anak usia <3 tahun: 15-25 mg/kg BB/hari dengan monitoring ketat
(efek samping: gangguan pertumbuhan panjang dan tulang
belakang/vertebra).
c. Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100 mg/kg BB/hari IV
kontinu selama 24 jam.
d. Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-pasien yang sedang
hamil, kecuali pasien menderita gangguan jantung yang berat dan
diberikan kembali pada trimester akhir deferioksamin 20-30 mg/kg
BB/hari.
e. Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini.
f. Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500
ml melalui infus (selama 8-12 jam).
g. Jika kesediaan deferoksamin terbatas: dosis dapat diturunkan tanpa
mengubah frekuensi pemberian.
h. Pemberian kelasi besi dapat berupa dalam bentuk parenteral
(desferioksamin) atau oral (deferiprone/ deferasirox) ataupun
kombinasi.

Terapi kombinasi (Desferioksamin dan deferiprone) hanya diberikan pada


keadaan:
- Feritin 3000 ng/ mL yang bertahan minimal selama 3 bulan
- Adanya gangguan fungsi jantung/kardiomiopati akibat kelebihan
besi
- Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar
feritin dan fungsi jantung saat evaluasi

Monitoring efek samping kelasi besi


Desferioksamin (DFO) Deferiprone/L1 Defarasirox/ICL 670

Audiometri & mata, Darah tepi & hitung Kreatinin, setiap


setiap tahun Feritin, jenis, setiap minggu bulan SGOT dan
setiap 3 bulan SGOT & SGPT setiap bulan
Foto tulang panjang dan SGPT/bulan selama Feritin, setiap bulan
tulang belakang, serta 3-6 bulan,
bone age per tahun, selanjutnya setiap 6
terutama pada anak usia bulan
< 3 tahun. Feritin, setiap 3
bulan
Sumber : IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. Jakarta

3. sistem rujukan
Bila terdiagnosis thalasemia maka dilakukan penilaian komplikasi
thalasemia, misalnya pemeriksaan kadar feritin serum. Bila pemeriksaan
tersebut tidak tersedia di rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan, maka pasien di rujuk ke rumah sakit pelayanan tersier. Bila kadar
feritin serum sangat tinggi, dan perlu dilakukan pemeriksaan MRI T2*
maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan pemeriksaan MRI
T2*. Sementara itu bila di rumah sakit pelayanan sekunder tidak
terdiagnosis thalasemia dengan cara HPLC, maka pasien dirujuk ke pusat
pelayanan tersier, di mana tersedia sarana mendiagnosis thalasemia dengan
cara analisis DNA. Sebaliknya, setelah pasien terdiagnosis thalasemia dan
telah ditentukan komplikasinya, maka pasien dirujuk balik ke rumah sakit
pelayanan sekunder, atau ke pelayanan primer, sesuai dengan kondisi
pasien, dan dikaitkan dengan kompetensi dan kewenangan klinik dokter di
tingkat pelayanan sekunder dan primer.
Sumber : KEMENKES. 2016. Petunjuk Teknis Deteksi Talasemia di
Sekolah. KEMENKES RI. Jakarta.

4. Penderita thalassemia beta mayor dan sebagian penderita thalassemia beta


intermedia bisa mengalami komplikasi. Hal ini bisa didiagnosis dengan
melakukan pemeriksaan rutin. Berikut ini adalah beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritimia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan
jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalassemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali
untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan
menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang
yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
o Nyeri persendian dan tulang
o Osteoporosis
o Kelainan bentuk tulang
Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
Hal ini bahkan bisa menimpa orang-orang yang mendapatkan transfusi
darah secara teratur.
c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat
akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi
terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat.
Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya
cara untuk mengatasi masalah ini
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis
hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal
menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun
telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.
Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk
mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
o Kelenjar tiroid hipertiroidisme atau hipotiroidisme
o Pankreas - diabetes
Sumber : Takeshita, K. Thalassemia Beta. 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview

5. Hukum Mendel :
Sumber : KEMENKES. 2016.
Petunjuk Teknis Deteksi Talasemia di Sekolah. KEMENKES RI. Jakarta.

6. Klasifikasi Anemia
a. anemia normositik normokromik
- Hb rendah
- Normal MCV / MCH/ MCHC
- penyakit : Acute hemorrhage, Hemolytic anemia
b. anemia mikrositik hipokromik
- Inadequat pembentukan Hb: pembesaran area sentral pucat (>
1/3)
- RBC count relative tinggi dibandingkan dengan Hb
- MCV & MCH, MCHC rendah
- RBC size <6 um & increased pallor areal :
- Penyakit :
- Anemia Defisiensi Besi
- Hereditary defect of Hb synthesis : Thalassemia & Hb pathi
- ACD & Renal Failure
- Anemia Sideroblastik
c. Anemia makrositik normokromik
- ukuran RBC > 8 m
- Kandungan Hb normal
- Jumlah RBC relatif lebih rendah daripada Hb
- count relatively low compared to Hb
- hMCV & MCH, normal MCHC.
- Penyakit :
Anemia Megaloblastik (def. vitamin B12, asam folat)
Anemia non-megaloblastik (penyakit hati, myelodisplasia)

sumber : Lecture Dr.dr. Tri Ratnaningsih, M.Kes, Sp.PK(K). Strategi


Diagnosis Laboratorium pada penyakit Anemia.

You might also like