Prosiding APTA 2011 PDF

You might also like

You are on page 1of 384

PROCEEDING

PROCEEDING
ISBN 978-979-18918-1-3

and Recent Progress in Agroindustry


Indonesian Institute of Life Cycle Assessment on Food Products
Seminar Nasional
Seminar Nasional
Indonesian Institute
of Life Cycle
Assessment
on Food Products
and Recent Progress
Jurusan Teknologi Industri Pertanian

in Agroindustry
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Life Cycle Assessment, Packaging


JUSTUS-LIEBIG-

Design and Packaging Recycling


GIESSEN
UNIVERSITAT

978- 979- 18918- 1- 3


JUSTUS-LIEBIG-
UNIVERSITAT
GIESSEN
Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Seminar Nasional
Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
Indonesian Institute of Life Cycle Assessment
on Food Products and Recent Progress in Agroindustry

Penyunting:
Dr. Ir. WahyuSupartono
Dr. Atris Suyantohadi, STP, MT
Dr. Jumeri, STP, MSi

Desain Sampul:
Galih Kusuma Aji, STP

Penata Letak:
Galih Kusuma Aji, STP

Pemasaran:
Novita Erma Kristanti, STP, MP
Ir. Guntarti Tatik Mulyati, MT
Sri Kurniati, SE

Penerbit:
Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Desember, 2012

ISBN : 978-979-18918-1-3

i
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

KATA PENGANTAR

Menghaturkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Asosiasi
Profesi Teknologi Agroindustri (APTA) dengan tema Indonesian Institute of Life Cycle
Assessment on Food Products and Recent Progress in Agroindustry dapat kami selesaikan.
Seminar ini diselenggarakan pada tanggal 23 November 2011 bertempat di Auditorium
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Kami mengucapkan terima kasih atas sumbangsih pemikiran dari kalangan akademisi,
praktisi industri dan perwakilan pemerintah. Hal tersebut membuat semakin berartinya APTA
sebagai sarana komunikasi ilmiah dan penciptaan jaringan berbasis kepedulian terhadap
Agroindustri.

Prosiding ini kami susun sesuai dengan urutan penyampaian makalah. Makalah
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar terdiri Processing Technology and Quality
Control, Supply Chain Management, Simulation and Modeling System, Social Economic and
Business.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunnya Proceeding ini. Kami menyadari, bahwa penyajian Prosiding ini masih belum
sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
Prosiding ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Januari 2012

Penyunting

ii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

SUB TOPIK I : PROCESSING TECHNOLOGY AND QUALITY CONTROL

PENGEMBANGAN NATA DE CASSAVA SIAP SAJI DALAM KEMASAN


MENGGUNAKAN PENDEKATAN KANSEI ENGINEERING(Development of
Packaged Nata De Cassava using Kansei Engineering Approach)
Oleh : Mirwan Ushada, Novi Purnama Sari, Wahyu Supartono ................................. 1

IDENTIFIKASI POTENSI NIPAH (Nipa frauticans) SEBAGAI SUMBER GULA


ALTERNATIF DI JAWA TIMUR
Oleh : Hendrix Yulis Setyawan dan Susinggih Wijana................................................ 8

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIK PENGOLAHAN SIRUP GULA KELAPA


DARI GULA CETAK (KAJIAN KONSENTRASI ARANG AKTIF DAN LAMA
ADSORBSI)
Oleh : Susinggih Wijana, Dodyk Pranowo, dan Laely Okviati ................................... 14

APLIKASI EMULSIFIER DARI ALGINAT JENIS TURBINARIA CONOIDESDAN


TURBINARIA DECURRENS DALAM PEMBUATAN CAKE
Oleh : Wahyu Mushollaeni ........................................................................................... 20

PENGARUH SUHU DAN WAKTU TERHADAP HIDROLISIS TANDAN


KOSONG KELAPA SAWIT DAN BIODEGRADASINYA SECARA ENZIMATIS
UNTUK PRODUKSI XILOSA
Oleh : Wisnu Adi Yulianto dan Dewa Made Krismanto Panji .................................... 26

TELAAH: PENENTUAN KUALITAS DAN PEMALSUAN DAGING DAN


OLAHAN DAGING DENGAN SENSOR IMPEDANSI BIOELEKTRIK
Oleh : Sucipto, Taufik Djatna, Irzaman, Tun Tedja Irawadi, Anas Miftah Fauzi ...... 34

PENERAPAN HEAT MOISTURE TREATMENT PATI UBI JALAR VAR. PAPUA


SALOSA UNTUK PEMBUATAN SOHUN
Oleh : Yudi Pranoto dan Haryadi ................................................................................. 43

KAJIAN KONSTANTA LAJU PERUBAHAN KADAR AIR DAN UMUR SIMPAN


GULA SEMUT DALAM KEMASAN METALIZED PLASTIC, POLIETILEN DAN
KOMPOSIT KERTAS
Oleh : Devi Yuni Susanti , Sri Rahayoe, dan Haret Bima Dwiputra ........................ 54

iii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI DAN REKOMENDASI PENERAPAN GOOD HANDLING


PRACTICES PADA IKAN DI PASAR IKAN TRADISIONAL PANTAI DEPOK,
BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh : Titisari Juwitaningtyas dan Wahyu Supartono .................................................. 64

ANALISIS KEMUNDURAN KUALITAS IKAN CAKALANG (Katsuwonus


pelamis) DITINJAU DARI PARAMETER KIMIAWI DAN BIAYA SELAMA
PENYIMPANAN DALAM KOTAK PENDINGIN
Oleh: Nensi Nevridawati, Ag. Suryandono, dan M. Prasetya Kurniawan ................... 73

PENGARUH RASIO BIJI KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) DAN AIR
TERHADAP KARAKTERISTIK YOGURT DAN PERUBAHAN SIFAT SELAMA
PENYIMPANAN
Oleh : Muhammad Nur Cahyanto, Sri Kanoni, dan Restu Nugraheni ......................... 81

KAJIAN PENGGUNAAN BASIDIOMYCETES(White rot fungi) PADA TANDAN


KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERCEPAT PENGURAIAN
LIGNOSELULOSA
Oleh : Islamiyah, Raden Faridz, dan Sri Hastuti .......................................................... 89

PENINGKATAN MUTU GILING BERAS DENGAN METODE CURINGGABAH


BASAH(Improving The Quality Of Milled Rice By Curing Of Wet Rough Rice)
Oleh : Tanwirul Millati ................................................................................................. 99

PENGARUH MEDIA PADA BIOFILTER HORISONTAL TERHADAP KUALITAS


LIMBAH CAIR TAPIOKA YANG DIHASILKAN
Oleh : Nur Hidayat, Sri Suhartini, dan Dian Indriana .................................................. 107

EVALUASI ISOTERM SORPSI LEMBAB BERAS CEPAT TANAK YANG


DILAPISI EDIBLE FILM GUM ARAB YANG DIPERKAYA EKSTRAK
REMPAH-REMPAH
Oleh : Ch. Lilis Suryani, Agus Slamet, dan Komarudin Siukon .................................. 113

INOVASI PRODUK PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) GUDEG


WIJILAN MELALUI PENGEMASAN PRODUK DALAM KALENG
Oleh : Tommy Hendrix dan Asep Nurhikmat .............................................................. 122

PENGARUH PROSES PENGALENGAN TERHADAP KUALITAS GUDEG


WIJILAN
Oleh : Asep Nurhikmat, Bandul Suratmo, Nursigit Bintoro, dan Suharwadji ............. 131

PENENTUAN NILAI Fo PADA PENGALENGAN RENDANG DAGING


Oleh : Mukhammad Angwar dan Asep Nurhikmat ...................................................... 137

PENGARUH LETAK KALENG UKURAN 301 X 205 TERHADAPNILAI Fo


GULAI TUNA KALENG
Oleh : Agus Susanto dan Asep Nurhikmat ................................................................... 142

iv
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI POSTUR KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PERAWATAN TAMAN


DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA (RAPID ENTIRE BODY
ASSESSMENT) (STUDI KASUS PADA PT DEWIJAYA AGRIGEMILANG
JAKARTA)
Oleh : Adisty Savitri, Guntarti Tatik Mulyati, dan Ibnu Wahid Fakhrudin Aziz.... 148

PENGARUH SUHU PENYANGRAIAN BIJI TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL


PROTEIN ISOLAT BUNGKIL WIJEN (SESANUM INDICUM L)
(Effect of roasting temperature on the functional properties of protein isolated from
sesame cake)
Oleh : Pudji Hastuti dan Masagus Muhammad Prima Putra ........................................ 158

POST-HARVEST QUALITY EVOLUTION OF JONAGORED APPLES (MALLUS


DOMESTICA CV. BORKH) DURING 14 DAYS OF SHELF LIFE
Oleh : Fahrizal Yusuf Affandi and Bert Verlinden ...................................................... 166

OPTIMASI KELARUTAN, RENDEMEN DAN HIGROSKOPISITAS SERBUK


PERISA ALAMI RAJUNGAN (Portunus Pelagicus) (KAJIAN FAKTOR SUHU
PENGERINGAN DAN LAMA PENGERINGAN).
Oleh : Arie Febrianto M, Jaya Mahar Maligan, dan Ika Atsari Dewi .......................... 177

PERBAIKAN PENGOLAHAN LIMBAH PERUSAHAAN MELALUI


PERHITUNGAN ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDICATOR DENGAN
PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK MENINGKATKAN NILAI
PRODUKTIVITAS ( Study Kasus : PT. Varia Niaga Nusantara )
Oleh : Rakhmawati, Muhammad Fakhry, dan Agung Hariyanto ................................. 185

ISOLASI BAKTERI POTENSIAL PENGHASIL 1,3 PROPANDIOL DARI


LIMBAH BIODIESEL
Oleh : Juwita Ratna Dewi dan Mahyudin Abdul Rahman ........................................... 194

PRODUK OLAH KUKUS (BOLU KUKUS) DAN GORENG (KEMBANG


GOYANG)YANG DIOLAH BERDASAR SIFAT KARAKTERISTIK TEPUNG
GADUNG (Dioscorea hispida Dennst)
Oleh : Agnes Murdiati, Suparmo, dan Rini Citaningsih .............................................. 201

PERBAIKAN KUALITAS NATA KULIT PISANG KEPOK KUNING MELALUI


PENERAPAN KEBUTUHAN TEKNIS DALAM QUALITY FUNCTION
DEPLOYMENT
Oleh : Giantika Prihasti, Nafis Khuriyati, dan M. Affan Fajar Fallah ......................... 210

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN TUNA (Thunnus atlanticus) YANG DIBUAT


DENGAN FILLER TEPUNG GANYONG, TEPUNG GARUT DAN MOCAF
Oleh : Sri Kanoni, Sri Naruki, dan Afni Fitriyana ....................................................... 216

ANALISIS PEMANFAATAN BY-PRODUCT IKAN BAKAR/GORENG DENGAN


PENDEKATAN LIFE CYCLE ASSESSMENT(Studi Kasus pada Rumah Makan Putra
Bahari di Pantai Kuwaru, Srandakan, Kabupaten Bantul)
Oleh : Saeful Iman Nurrizki, Mirwan Ushada, dan Makhmudun Ainuri ..................... 224

v
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT SARI BUAH MARKISA KUNING


(Passiflora Edulis.var.Flarcarpa)
Oleh : Supriyanto, Agnes Murdiyati, dan Asih-Duwita ............................................... 234

SUB TOPIK II :SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

ANALISIS RANTAI NILAI PADA MANAJEMEN LOGISTIK SEBAGAI DASAR


PERUMUSAN STRATEGI GUNA PENINGKATAN KEPUASAN KONSUMEN
(STUDI KASUS DI PT.COCA-COLA AMATIL INDONESIA PLANT JAWA
TIMUR)
Oleh : Dian R. Setyawati, Imam Santoso, dan Masud Effendi ................................... 245

SIMULASI MODEL RANTAI PASOKAN DALAM AGROINDUSTRI MINYAK


KELAPA
Oleh : Banun Diyah Probowati, Yandra Arkeman, dan Djumali Mangunwidjaja ....... 254

APLIKASI LEAST COST METHOD DALAM OPTIMASI JARINGAN DISTRIBUSI


RASKIN (STUDI KASUS PADA PERUM BULOG SUB DIVISI REGIONAL
MALANG JAWA TIMUR)
Oleh : Wike Agustin P Dania, Isti Purwaningsih, dan Deandra Kusmadewi P. .......... 264

TINJAUAN TERHADAP POWER OF TWO POLICIES DALAM MANAJEMEN


PERSEDIAAN
Oleh : Henry Yuliando ................................................................................................. 271

PENERAPAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DALAM PERENCANAAN


PENGADAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN PRODUK BIHUN KERING, STUDI
KASUS PADA PT. TUNAS MELATI PERKASA, SURABAYA
Oleh : Usman Effendi, Sakunda Anggarini, dan Didik Supriono ................................ 278

SUB TOPIK III :SOCIAL ECONOMIC AND BUSINESS

TINJAUAN PROFIL PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA


ANGGUR DI KABUPATEN BULELENG
Oleh : Sri Mulyani, Bambang Admadi, Ketut Satriawan, dan M.H. Mardiana ........... 287

KLASTERISASI USAHA/INDUSTRI KECIL BERBASIS KHARAKTERISTIK


DAERAH UNTUK MEWUJUDKAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS
PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KABUPATEN MAGELANG
Oleh : Pujo Saroyo........................................................................................................ 297

PENYUSUNAN STRATEGI PEMASARAN OBYEK WISATA PANTAI


MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT (Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Kecamatan
Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakrta)
Oleh : Afifah, Endy Suwondo, dan Novita Erma Kristanti .......................................... 308

vi
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI ASUPAN DAN KEBUTUHAN ENERGI PADA PENGUNGSI


MERAPI 2010 UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN EKONOMI (Studi Kasus di
Hunian Sementara (Huntara) Gondang I, Wukirsari, Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta)
Oleh : Ratih Hardiyanti dan Nafis Khuriyati ................................................................ 316

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP SARANA


WISATA PANTAI KUWARU KABUPATEN BANTUL UNTUK PERANCANGAN
STRATEGI PEMASARAN OBYEK WISATA (STUDI KASUS DI OBYEK
WISATA PANTAI KUWARU KABUPATEN BANTUL)
Oleh : Tian Nur Marifat, Endy Suwondo, dan Novita Erma Kristanti ....................... 328

PENGEMBANGAN PRODUK STEVI-COFFEE CELUP UNTUK PENGUATAN


SISTEM PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI SLEMAN PASCA ERUPSI MERAPI
(PRODUCT DEVELOPMENT OF STEVI-COFFEE BAG FOR STRENGHTENING
SLEMAN SMALL COFFEE INDUSTRIAL SYSTEM PASCA MERAPI ERUPTION)
Oleh : Didik Purwadi, Suharno, dan Anggita Kurniasari ............................................. 335

SUB TOPIKIV :SIMULATION AND MODELING SYSTEM

RANCANG BANGUN PROTOTYPE SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK


PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PROTEN (Studi Kasus di PT. Otsuka
Indonesia Malang)
Oleh : M. Zainul Arifin, Siti Asmaul, dan Arif Hidayat .............................................. 344

PENGEMBANGAN VISUALISASI GRAFIS PEMODELAN MATEMATIS


PADA APLIKASI MORPHOLOGI TANAMAN BERBASIS PROGRAM GUI
MATLAB
Oleh : Atris Suyantohadi .............................................................................................. 353

RANCANG BANGUN SISTEM PAKAR UNTUK ANALISIS KELAYAKAN


SERTIFIKASI EKOLABEL PADA INDUSTRI KERTAS CETAK TANPA SALUT
Oleh : Ika Atsari Dewi .................................................................................................. 361

TINJAUAN METODE DYNAMIC LOT SIZING DAN APLIKASINYA


Oleh : Endy Suwondo dan Henry Yuliando ................................................................. 371

vii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGEMBANGAN NATA DE CASSAVA SIAP SAJI DALAM KEMASAN


MENGGUNAKAN PENDEKATAN KANSEI ENGINEERING
(Development of Packaged Nata De Cassava using Kansei Engineering
Approach)

Mirwan Ushada1) , Novi Purnama Sari2) , Wahyu Supartono1)


1)
Lecturer, Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Gadjah Mada University
2)
Undergraduate Student, Department of Agroindustrial Technology, Faculty of
Agricultural Technology, Gadjah Mada University
Jl. Flora No.1 Bulaksumur Yogyakarta, Indonesia, ZIP 55281 Telp/Fax: +62-274-551219
Email: mirwan@tip-ugm.org

Abstrak

Cassava is a local agricultural commodity in Bantul, Yogyakarta Special Region. It


can provide stabile supply to the market due to easy cultivation and non-seasonal
commodity. Liquid by product resulted from tapioca processing have been used as
materials for producing a fermented product named as Nata De Cassava. Up to date, Nata
De Cassava is produced as a mixture to Nata De Coco due to the lower price. We identified
2 (two) main problems of Nata De Cassava as following: 1) A ready-to-be-served product
of Nata De cassava is not yet available in the market; 2) Consumer can not make different
between characteristics of Nata De Cassava and Nata De Coco. Therefore in this research,
we developed a packaged Nata De Cassava. Kansei Engineering approach was used to
identify the consumer preference of Nata De Cassava as a new product. The consumer
preferences were converted into product parameters using Value Engineering.
The research methodology consists of five phases as following; 1) Information
phase to identify Kansei words from consumer as a zero-th concept to acquire quality
attributes, 2) Creativity phase to search for alternatives of product concept, 3) Analysis
phase to determine the best concept, 4) Development phase by analyzing the strengths and
weaknesses of the selected concept, 5) Recommendation phase.
The results generated six alternatives product concepts as lychee, pandanus, melon,
chocolate, milk and ginger flavored. Three packaging concepts were generated as plastic
cups with lid, glass cup, and pouch packaging. The best concept specification were
concluded as: 1) Chewy and firm texture; 2) Uniformly cut in box-shape with the
dimension of (1x1x1 cm); 3) The flavor of lychee; 4) Plastic cups packaging with lid and
were labeled with dominant green color; 5) The net weight of 200 gram of product in each
package.

Keywords:Kansei words, nata de cassava, packaging, product development, value


engineering

1. PENDAHULUAN kapasitas produksi 2-4 kuintal


Di Pundong, Bantul Yogyakarta singkong/perajin. Menurut Pramiyati
terdapat 52 perajin pati tapioka, dengan (2006), limbah cair tapioka dihasilkan

1
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dari proses pengendapan pati dan sebagai output (Nagamachi, 1995).


pencucian bahan baku. Limbah cair yang Menurut Ushada (2010), nilai Kansei
dihasilkan dari proses pengolahan tapioka yaitu berupaimage atau kesan calon
ini dapat mencemari lingkungan karena konsumen terhadap suatu produk baru
menimbulkan bau yang tidak sedap yang dipengaruhi oleh kearifan lokal
akibat degradasi bahan organik yang setempat. Kansei Words merupakan salah
tidak sempurna. Berdasarkan penelitian satu bagian dari Nilai Kansei berupa
Mayasti (2009), dalam upaya kata-kata yang dapat digunakan untuk
pemanfaatan limbah saat ini onggok dan menentukan atribut mutu. Metode ini
limbah cair yang dihasilkan dari akan menentukan hubungan kuantitatif
pengolahan tapioka dapat dimanfaatkan yang tepat antara emosi serta perasaan
menjadi bahan baku dalam pembuatan konsumen dan elemen produk yang akan
nata de cassava. digunakan sebagai spesifikasi produk,
Nata de cassava merupakan produk sehingga dengan menggunakan metode
olahan berserat yang berasal dari limbah ini akan diketahui spesifikasi produk nata
cair hasil pengendapan tapioka yang telah de cassava yang diinginkan konsumen.
di fermentasi oleh bakteri Acetobacter Kemudian dapat dilakukan
xylinum. Industri nata de cassava sangat pengembangan produk nata de cassava
prospektif untuk kedepannya, yang memiliki performansitinggi dengan
dikarenakan biaya produksi rendah akibat biaya produksi yang minimal.
dari bahan baku yang murah dan Diharapkan dengan berkembangnya
melimpah. Limbah tapioka biasanya produk nata de cassava siap saji dalam
dihargai Rp 1.000,- per 100 liter yang kemasan di pasaran dapat meningkatkan
dapat menghasilkan 100 lembar nata de permintaan produk yang akan berdampak
cassava mentah. Selama ini nata de pada perkembangan Usaha Mikro Kecil
cassava digunakan sebagai subtitusi nata Menengah (UMKM) nata de cassava
de coco yang dicampurkan ke dalam menjadi semakin lebih luas, sehingga
produk nata de coco terkemas, sedangkan dapat meningkatkan pendapatan
produk nata de cassava yang siap saji masyarakat dan mengurangi tingkat
dalam kemasan belum ada di pasaran, pencemaran lingkungan dengan
sehingga pemasaran nata de cassava peningkatan pendayagunaan limbah cair
masih sangat terbatas hanya ke industri- tapioka.
industri nata de coco tidak langsung ke Oleh karena itu diperlukan penelitian
konsumen di pasaran dan menyebabkan mengenai pengembangan produk nata de
produk nata de cassava belum dikenal cassava dalam kemasan agar dapat
oleh masyarakat khususnya di kota menjadi suatu produk baru yang
Yogyakarta. mempunyai keunggulan kompetitif.
Pengembangan produk nata de Tujuan penelitian adalah:1)
cassava siap saji dalam Menggunakan Kansei Words dalam
kemasandilakukan dengan menggunakan metode Value Engineering untuk
metode Value Engineering berdasarkan mengembangkan produk Nata De
Kansei Words (Sari, 2011). Kansei Words Cassava siap saji dalam kemasan; 2)
merupakan salah satu metode untuk Mengidentifikasi atribut pembeda antara
mengidentifikasi imajinasi konsumen nata de cassava dengan nata de coco.
terhadap produk baru dalam Kansei Penelitian ini bermanfaat untuk
Engineering. Kansei Engineeringadalah memperkenalkan produk nata de cassava
metode untuk mengolah Nilai Kansei sebagai produk baru yang memiliki
sebagai input menjadi Atribut Produk potensi untuk dikembangkan di Indonesia

2
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dan dapat meningkatkan peluang Usaha yang ditawarkan terdiri dari 1 set atribut
Mikro Kecil Menengah (UMKM) nata de produk awal seperti sampel produk nata
cassava, sehingga jumlah UMKM nata de de cassava dan sampel produk nata de
cassava lebih berkembang keseluruh coco guna uji organoleptik, bebe beberapa
daerah hingga diluar kota Yogyakarta. pertanyaan, dan foto-foto foto kemasan
produk yang telah beredar di pasaran.
2. METODE PENELITIAN Kansei words ini akan menghasilkan
atribut mutu produk dan kemasan yang
Adapun diagram alir penelitian akan digunakan sebagai parameter
dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: produk dalam kemasan. Setelah itu
dilakukan penyusunan dan penyebaran
kuesioner
ioner I, Uji Validitas dan Reliabilitas
serta penyusunan dan penyebaran
kuesioner II.
Tahap informasi ini digunakan dalam
pengambilan keputusan dalam tahap
kreativitas untuk melakukan identifikasi
fungs-fungsi
fungsi produk dan pemunculan
alternatif-alternatif
alternatif ppengembangan.
Tahap informasi menggunakan metode
Kansei Words ini diharapkan
memberikan efektivitas dalam tahap
selanjutnya dalam Value Engineering
seperti tahap analisa, tahap
pengembangan dan tahap rekomendasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengidentifikasian atribut mutu
dilakukan dengan wawancara atau
penyebaran kuesioner pendahuluan.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Konsep kuesioner pendahulu dalam
penelitian ini diadaptasi dari mentality
constraint, dimana sampel referensi dari
Dalam tahap informasi, atribut mutu sebuah produk diperlukan untuk
diidentifikasidengan Kansei Words
Words. menstimulun timbulnya nilai Kansei dari
Kansei merupakan perasaan psikologis konsumen. Sampel ini dapat berupa
calon konsumen terhadap suatu produk gambar 2 dan 3 dimensi, foto dan
baru dan dipengaruhi oleh kearifan lokal prototipe produk (Ushada dan Murase,
setempat(Ushada, 2010). 2009).
Pengidentifikasian atribut mutu Atribut produk adalah ungkapan
produk dan kemasan dilakukan dengan calon konsumen baik dalam bentuk kata
mengumpulkan 30-40 kata Kansei atau atau kalimat sebagai pernyataan puas
Kansei words,, berupa kata sifat atau terhadap produk baru (Ushada dan
kalimat yang berhubungan dengan felling Murase, 2010). Menurut Chen and Chang
di bidang produk melalui kuesioner (2008), motivasi konsumen saat membeli
pendahuluan. Konsep kuesioner suatu produk tidak hanya dipengaruhi
pendahulu dalam penelitian ini diadaptasi oleh aspek fungsional tetapi juga oleh
dari mentality constraint (Ushada dan aspek emosional yang ditimbulkan oleh
Murase, 2009). Kuesioner pendahulu

3
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

penampilan fisik. Dalam metodologi berbeda-beda, dua diantaranya adalah


Value Engineering berdasarkan Kansei produk nata de cassava dan dua
words langkah yang dilakukan untuk diantaranya lagi adalah produk nata de
mengidentifikasi atribut mutu dengan coco sebagai pembanding. Namun setiap
Kansei words. Berdasarkan hasil responden tidak diberitahu sebelumnya
penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa sampel tersebut berbeda. Asumsi
beberapa tahapan dalam responden semua produk adalah sama
pengidentifikasian Kansei words pada yaitu produk nata de coco. Hal ini
gambar 2 sebagai berikut: dilakukan untuk mengetahui pendapat
konsumen terhadap perbedaan
karakteristik antara nata de cassava dan
nata de coco. Adapun spesifikasi sampel
sebagai berikut:
1. Sampel A = merupakan sampel nata
de cassava murni tanpa tambahan
perasa/flavor dan gula produk UMKM
Inti Cassava
2. Sampel B = merupakan sampel nata
de coco murni tanpa tambahan perasa
dan gula produk UMKM di
Yogyakarta
3. Sampel C = sampel nata de coco
dengan tambahan perasa cocopandan
berwarna putih produk industri pabrik.
4. Sampel D = sampel nata de cassava
dengan tambahan perasa cocopandan
berwarna merah produk UMKM Inti
Cassava
Adapun gambar sampel produk
dan gambar-gambar kemasan yang
ditawarkan ke responden awal guna
memperoleh Kansei words dapat dilihat
pada gambar 3 berikut ini:

Gambar 2. Diagram alir pengidentifikasi-


an kebutuhan konsumen berdasarkan
Kansei Words
Kuesioner pendahulu yang
ditawarkan terdiri dari 1 set atribut
produk awal seperti sampel produk nata
de cassava dan sampel produk nata de
coco guna uji organoleptik, beberapa
pertanyaan, dan gambar-gambar kemasan
produk nata yang telah beredar di
pasaran. Sampel produk yang ditawarkan (a) (b)
terdiri dari empat macam produk yang

4
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Gambar 3 (a) Sampel produk nata de


cassavadan nata de coco; (b) Gambar-
gambar model kemasan di pasaran.
Adapun hasil dari kuesioner
pendahuluan berupa pohon Kansei dapat
dilihat pada gambar 4 dan gambar 5
sebagai berikut:

Gambar 5. Penjabaran atribut mutu


primer menjadi atribut mutu sekunder
dengan pohon Kansei Words

Untuk mengubah atribut menjadi


parameter produk digunakan Diagram
Gambar 4. Pohon Kansei Words Function Analysis and System Technique
(FAST). FAST untuk produk nata de
cassava dalam kemasan dapat dilihat
pada gambar 6 berikut ini:

5
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

kemasan pouch. Tekstur nata de cassava


yang menurut konsumen lebih kenyal
dibandingkan dengan produk nata de
coco. Tingkat kekenyalan nata de cassava
ini dipengaruhi oleh kandungan serat
nata de cassava yang lebih tinggi
dibandingkan nata de coco (Mayasti,
2009). Atribut ini dapat dikonfirmasi
dengan Pengetahuan awal konsumen
bahwa Produk nata merupakan salah satu
produk berserat yang dapat
memperlancar pencernaan (60% Setuju
dan 13 % Sangat Setuju).

4. KESIMPULAN
1. Dalam pengembangan produk Nata
De Cassava dalam kemasan,
penerapan metode Kansei Words
dalam Value Engineering konsep
produk nata de cassava dalam
kemasan yang lebih spesifik dan
sesuai dengan kebutuhan konsumen
2. Penerapan Kansei Words dapat
memunculkan atribut mutu Tekstur
yang membedakan nata de cassava
dengan nata de coco
3. Penggunaan sample produk
diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan awal (Pre knowledge)
dalam mengungkapkan kebutuhannya
terhadap produk baru

5. DAFTAR PUSTAKA
Chen, H-Y., Y-M. Chang. 2008.
Extraction of Product Form Features
Critical to Determining Consumers
Perception of Product Image using A
Numerical Definition-based
Gambar 6. Diagram FAST produk Nata Systematic Approach. International
De Cassava siap saji dalam kemasan Journal of Indiustrial Ergonomics.
39(1): 133-145.
Konsep yang dihasilkan terdiri Mayasti, Nur. K. I. 2009. Analisis
dari enam konsep produk dengan rasa Kelayakan Pasar, Teknis dan
leci, pandan, melon, cokelat, susu, jahe Financial Produksi Nata De Cassava
dan tiga konsep kemasan yaitu kemasan Dari Hasil Samping Industry Pati
cup plastik bertutup, cup gelas, dan Tapioka, Pundong Bantul. Skripsi.

6
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Program Studi Teknologi Industri


Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Nagamachi, M. 1995.Kansei
Engineering: A new ergonomic
consumer-oriented technology for
product development. International
Journal of Industrial Ergonomics 15
(1995) 3-11.
Pramiyati, 2006. Aplikasi Teknologi
Pemanfaatan Limbah Tapioka dan
Tahu. Politeknik Kesehatan
Yogyakarta. Yogyakarta.
Sari, Novi P. 2011. Pengembangan
Produk Nata De Cassava Dalam
Kemasan Menggunakan Metode
Value Engineering Berdasarkan
Kansei Word. SkripsiProgram Studi
Teknologi Industri Pertanian.
Universitas Gadjah Mada.
Ushada, M. 2010.Pendekatan Kansei
Engineering untuk Pengembangan
Produk Baru Agroindustri Berbasis
Kearifan Lokal.Seminar Nasional
APTA Fakultas Teknologi Pertanian
UGM. Yogyakarta 16 Desember
2010.
Ushada, M., H. Murase. 2009. Desain of
Customisable Greening Material
using Swarm Modelling. Biosystems
Engineering. 104 (2): 169-183.

7
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

IDENTIFIKASI POTENSI NIPAH (Nipa frauticans)SEBAGAI SUMBER GULA


ALTERNATIF DI JAWA TIMUR

Hendrix Yulis Setyawan1 dan Susinggih Wijana2


1,2
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Jalan Veteran Malang Jawa Timur Indonesia

Abstrak

Kebutuhan gula sebagai pemanis sangat tinggi dan pemenuhannya sebagian masih
mengandalkan impor. Upaya yang dapat dilakukan adalah merangsang pertumbuhan
industri gula alternatif skala kecil dengan memproduksi gula non-tebu seperti kelapa,
nipah, aren dan siwalan. Dalam studi ini telah dilakukan identifikasi tanaman nipah yang
ada di Jawa Timur, dan analisis kualitas nira yang dihasilkan sebagai bahan dasar produk
olahan (gula sirup, gula cetak dan gula semut).
Hasil kajian menunjukkan bahwa nipah di Provinsi Jawa Timur banyak tumbuh di
Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Gresik. Lokasi potensial untuk dikembangkan
sebagai basis agro-industri gula nipah adalah Kecamatan Sangkapura dan Tambak,
keduanya terletak di Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Hasil analisis organoleptik nira
nipah menunjukkan kesamaan profil nira nipah dengan nira palma lainnya. Rerata kadar
gula nipah lebih tinggi dibanding nira palma lainnya sebesar 17-21o brix. Kualitas
organoleptik produk olahan dari nira nipah memiliki cita rasa khas yang disukai oleh
panelis/konsumen.

Kata kunci: tanaman nipah, gula, Jawa Timur

1. PENDAHULUAN relatif masih tinggi, pabrik yang sudah


Indonesia pada mulanya tua, dan sistem penentuan rendemen yang
merupakan salah satu negara eksportir masih bermasalah, di samping inefisiensi
gula terbesar pada era tahun 1930-an. pada aspek manajemen. Indonesia dahulu
Dengan rendemen berkisar antara 11%- memiliki 179 PG, dibandingkan dengan
13%, produksi gula Indonesia mencapai sekarang yang hanya tinggal kurang dari
tiga juta ton dan volume ekspor sekitar 60 PG (Susila, 2002).
2.4 juta ton per tahun, akan tetapi pada Salah satu upaya yang dapat
saat ini Indonesia justru mengimpor gula dilakukan untuk mengatasi masalah ini
dengan volume berkisar antara 1.2 1.5 adalah meningkatkan pertumbuhan
juta ton per tahun (Khudori, 2011)(Susila industri gula tebu, dan merangsang
& Sinaga, 2005). Hal itu disebabkan oleh pertumbuhan gula non-tebu (gula palma)
beberapa hal, antara lain: pada tingkat sebagai pendukung. Pengolahan gula
usaha tani, inefisiensi bersumber antara palma merupakan penopang dalam
lain dari porsi tanaman keprasan yang pemenuhan kebutuhan gula setelah gula
tinggi (70%), penggunaan input yang pasir dari tebu, baik dalam bentuk sirup,
belum optimal, dan inefisiensi pada cetak maupun kristal. Agroindustri gula
sistem panen dan transportasi. Pada palma lebih memungkinkan
tingkat pabrik sumber masalah antara lain dikembangkan di berbagai bagian
idle capacity pabrik gula (PG) yang pedesaan Indonesia, karena tidak

8
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

memerlukan investasi alat dan mesin sumber gula, bahan pembuat atap sampai
yang mahal. bahan penyerap logam berat (Wankasi,
Hingga kini di wilayah Provinsi Horsfall, & Harcourt, 2005).
Jawa Timur baru memanfaatkan gula Hasil pemetaan tanaman nipah
palma dari tanaman kelapa, aren dan secara umum diharapkan sebagai dasar
siwalan, sedangkan dari nira nipah belum pengembangan agroindustri gula palma
ada, oleh karena itu perlu dilaksanakan berbasis nipah. Beberapa tujuan spesifik
pemetaan potensi dan penelitian yang ingin dicapai dari kegiatan
pengolahan nira nipah menjadi aneka penelitian ini antara lain adalah
produk gula (gula cetak, gula semut dan mengetahui potensi tanaman nipah yang
sirup) untuk mendukung penyediaan gula ada diwilayah sampel dan mengetahui
di Indonesia terutama di wilayah Jawa kualitas olahan nira nipah menjadi aneka
Timur. Adanya informasi peta produk olahan gula (gula sirup, gula
pengembangan agroindustri gula palma cetak dan gula semut/kristal).
nipah diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan agroindustri di wilayah 2. METODE PENELITIAN
sekitar pantai, sehingga dapat berperan Bahan yang diperlukan dalam
dalam meningkakan pendapatan petani di penelitian ini adalah peta, nira nipah dan
Jawa Timur. bahan-bahan untuk analisis kualitas nira
Gula nipah dihasilkan dari dan produk gula. Alat-alat yang
tanaman nipah, sejenis palem (palma) diperlukan adalah GPS, computer dan
yang tumbuh di lingkungan hutan bakau alat analisis laboratorium.
atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Metode pemetaan potensi
Nipah tumbuh di bagian belakang hutan tanaman nipah di daerah pesisir Jawa
bakau, terutama di dekat aliran sungai Timur dilakukan dengan menetukan
yang memasok lumpur ke pesisir. Palma lokasi wilayah sampling, yang pada
ini dapat tumbuh di wilayah yang berair penelitian ini didasarkan hasil Citra
agak tawar, sepanjang masih terpengaruh satelit LANDSAT ETM+4, Satelit Terra
pasang-surut air laut yang mengantarkan dan Aqua pada instrumen MODIS, serta
buah-buahnya yang mengapung. Di USGS Map Earth Explorer (peta bumi
tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah dengan georeference). Daerah sampel
membentuk jalur lebar tak terputus di terpilih adalah daerah yang memiliki ciri-
belakang lapisan hutan bakau, kurang ciri spesifik sebagai tempat tumbuh
lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah tanaman nipah yaitu adanya vegetasi
mampu bertahan hidup di atas lahan yang mangrove, tanaman nipah dapat tumbuh
agak kering atau yang kering sementara di lahan yang berjarak lebih dari 100 m
air surut. Kemampuan penyebaran yang dari garis pantai, dan jenis tanah yang
baik ini sangat potensial untuk cocok sebagai media tumbuh tanaman
dikembangkan sebagai perkebunan, nipah adalah jenis tanah dengan
karena nipah dapat mendominasi kerapatan partikel yang kurang dari 2 nm,
ekosistem mangrove (Udoidiong & memiliki kadar humus yang tinggi,
Ekwu, 2011). berlumpur dan tercampur dengan air
Kegunaan tanaman nipah sangat payau. Berdasarkan hasil pemetaan awal,
beragam. Seperti pada tanaman lainnya kemudian dilakukan verifikasi lapang
struktur bagian tanaman nipah terdiri dari untuk mengetahui keberadaan tanaman
akar, batang atau cabang, daun, bunga, nipah. Metode dasar yang digunakan
dan buah. Hampir seluruh bagian untuk mendukung data pemetaan adalah
tanaman dapat dimanfaatkan oleh metode survey.
masyarakat di sekitar hutan nipah mulai

9
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

Untuk mendukung pemetaan


lokasi, dilakukan juga identifikasi
kualitas produk / gula yang diproduksi.
Pada tahap ini dilakukan penyadapan nira
kemudian diubah menjadi produk gula
palma berbentuk cetak, sirup dan
bubuk/gula semut. Data yang dihasilkan
dari penelitian meliputi : rendemen,
kualitas khemis (kadar gula total, gula
reduksi, kadar air dan kadar abu, serta Gambar 2. Koordinat lokasi sampel A di
total padatan terlarut (TPT) khusus untuk Kabupaten Sumenep.
sirup) sedangkan uji sensoris meliputi
aroma, rasa, warna dan kenampakan) Identifikasi pada peta di
Kabupaten Gresik menunjukkan bahwa
terdapat 5 lokasi sasaran terpilih hasil
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
citra satelit, yaitu: Ujung Pangkah,
3.1. Daerah potensial ditumbuhi
Pangkah Wetan, Randu Boto, Manyarejo,
tanaman nipah
Dari hasil pemantauan citra satelit dan Pulau Bawean.
yang telah dilakukan, terdapat beberapa
daerah yang diduga berpotensi menjadi 3.2. Verifikasi potensi tanaman nipah
tempat tumbuh berbagai populasi Zona UTM Kabupaten Sumenep
mangrove khususnya nipah, berdasarkan terbagi menjadi 2, yaitu :
kesesuaian lahan dan vegetasi 1. UTM 49, Merupakan Bagian Daratan
diantaranya adalah Kabupaten Sumenep dengan luas : 1.146,93 Km2 (54,79
dan kabupaten Gresik. Beberapa lokasi di %) yang terbagi atas Tujuh Belas
Kabupaten Sumenep yang berpotensi Kecamatan dan satu pulau di
ditumbuhi tanaman nipah berdasarkan Kecamatan Dungkek
gambar Citra Satelit Terra 2007 (Modus 2. UTM 50, Merupakan Bagian
Analisis EVI) seperti pada Gambar 1 Kepulauan dengan luas : 946,53
adalah Dungkek, Lapalok, Saronggi, Km2 (45,21 %) yang meliputi 126
Romben Guna, Romben Barat, Lombang buah pulau, 48 pulau berpenghuni
dan Pulai Giligenting. dan 78 pulau tidak berpenghuni.
Berdasarkan hasil survey dan
wawancara dengan pihak dinas
kehutanan dan perkebunan Sumenep,
divisi hutan mangrove berhasil diperoleh
informasi sebagai berikut :
1. Pada UTM 50 tanaman mangrove
didominasi oleh Rizhophora spp,
Bruguiera spp, Avicenia spp,
Sonneratia spp, Xylocarpus spp.
2. Pada UTM 49, di Desa Saronggi
Gambar 1. Citra satelit terra 2007
ditemukan tanaman nipah dengan total
(Modus Analisis EVI)
luas 9.52 Ha, seperti pada Gambar
Lokasi-lokasi pemetaan secara 3.
spesifik dicontohkan menurut lokasi
seperti pada Gambar 2.

10
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

termasuk di 2 wilayah kecamatan, yaitu


Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan
Tambak.
Berdasarkan analisis lokasi dan
luas lahan yang ditumbuhi tanaman
Nipah tersebut, potensi yang paling besar
untuk dikembangkan menjadi sentra
agroindustri gula nipah di wilayah
Provinsi Jawa Timur adalah P. Bawean.
Pengembangan agroindustri gula palma
Gambar 3. Polygon populasi tanaman Nipah di wilayah P. Bawean memiliki
nipah di Desa Saronggi beberapa keungulan strategis, antara lain
: 1). Jumlah tanaman nipah di pantai
Vegetasi Mangrove memiliki sangat luas hampir tersebar di berbagai
banyak vegetasi. Tanaman nipah hanya desa pantai Bawean; 2). Pertambahan
merupakan salah satu dari puluhan populasi dan kepadatan penduduk di
vegetasi mangrove (Hinrichs, Nordhaus, Bawean relatif kecil dibandingkan
& Geist, 2008). Hasil survey lapang di 5 Kabupaten Sumenep, sehingga
lokasi di Kabupaten menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya degradasi lahan
daerah Kabupaten Gresik daratan tidak hutan Nipah kecil; 3). Agroindusti gula
terdapat vegetasi nipah. Vegetasi Nipah sangat cocok dikembangkan
mangrove yang terpetakan adalah dengan berbasis pada aktivitas gender,
vegetasi cemara udang, kelapa dan bakau. karena bunga nipah dapat disadap oleh
Lokasi ditemukannya vegetasi nipah di perempuan dan sejalan dengan potensi
Kabupaten Gresik terkonsentrasi pada jumlah penduduk di Bawean yang
Pulau Bawean. didominasi oleh kaum perempuan.

3.3. Analisis gula palma berbasis nira


nipah
Pemanfaatan vegetasi mangrove
sudah banyak dilakukan. Penyadapan nira
dari nipah hanya salah satu contohnya
(Atheull, Din, Longonje, Koedam, &
Dahdouh-Guebas, 2009). Nira nipah
merupakan hasil dari proses penyadapaan
pada tanaman nipah. Berdasarkan hasil
pengamatan visual, nira nipah tidak jauh
berbeda dari nira palma lainnya seperti
kelapa dan aren. Nira yang baik adalah
Gambar 4. Pulau Bawean nira yang jernih, berbau harum, rasanya
manis dan mempunyai pH di atas 5.
P. Bawean memiliki banyak desa Nipah memiliki tiga tahun periode
yang memiliki luasan hutan Nipah pertumbuhan sampai menjadi nipah
dipingir pantainya, diantaranya adalah dewasa yang mampu mengeluarkan malai
desa-desa : Bululanjang, Dekat Agung, dan buah, setelah dewasa nipah dapat
Diponggo, Gelam, Kepuh Teluk, Daun, disadap setelah diberi perlakuan
Kepuh Legundi, Lebak, Sidogedung prasadap, dan nira dapat dipanen selama
Batu, Sungai Teluk, Tambak, Tanjung 3 bulan. Dalam dua tahun pohon nipah
Ori dan Teluk Jati. Desa tersebut dewasa dapat dipanen secara optimal

11
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

sebanyak empat kali, setelah berumur


lima tahun, pemanenan tidak dilakukan
pada pohon yang sama, tapi dapat
dilakukan terhadap pohon lain yang telah
dewasa yaitu pohon nipah yang berumur
tiga tahun atau lebih (Tamunaidu & Saka,
2011). Hasil penelitian dilapangan
didapatkan rata-rata produksi nira nipah
dalam 1 fase pemanenan adalah 0,1-0,5
liter nira per buah yang disadap.
Berdasarkan rerata hasil
pengujian didapatkan profil nira segar
nipah secara keseluruhan tidak berbeda
nyata dari nira kelapa. Parameter dengan
nilai tertinggi adalah rasa nira nipah yang
lebih disukai karena mengandung sedikit
rasa asin, dan ketika bercampur dengan
rasa manis gula menjadikan nira nipah
lebih gurih. Rasa asin ini diduga terserap
dari air laut yang masuk ke batang nipah,
sehingga pada nira rasa asin tersebut Gambar 5. Gula Cetak, Gula Sirup dan
masih ikut terasa. Nira nipah Gula Semut dari Nira Nipah
mengandung sukrosa yang cukup tinggi
(13-15%) serta berpotensi untuk Hasil konversi nira nipah menjadi
dimanfaatkan (Tamunaidu & Saka, produk gula sirup, cetak dan siwalan
2011). Parameter kadar gula dapat menunjukkan profil yang baik. Kualitas
dinyatakan dalam bentuk brix. Hasil organoleptik produk gula nipah memiliki
pengujian nira nipah segar bervariasi karakteristik citarasa yang khas dan
mulai dari 17,5 brix-21o brix. Rerapa disukai oleh panelis/konsumen, dan
nilai pH nira pada kondisi segar berkisar kualitas fisiko-khemis ketiga jenis gula
antara 5-7. nipah yang dihasilkan telah memenuhi
SNI.

4. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat yang
dihasilkan dari penelitan ini adalah:
1. Potensi tanaman nipah di Kabupaten
Sumenep terletak di Desa Saronggi,
sedangkan di Kabupaten Gresik
berada di Kecamatan Sangkapura
dan Tambak, yang keduanya berada
di Pulau Bawean. Diantara kedua
kabupaten yang paling potensial
dikembangkan untuk agroindustri
gula Nipah yaitu di Pulau Bawean
(Kabupaten Gresik).

12
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

2. Hasil analisis nira nipah vegetation in the Segara Anakan


menunjukkan kesamaan profil nira lagoon, Java, Indonesia. Regional
nipah dengan nira gula palma lainnya Environmental Change, 9(4), 275-
dari sisi organoleptik, akan tetapi 289. doi:10.1007/s10113-008-0074-4
dari parameter kimia menunjukkan Khudori. (2011). Kemelut Gula Rafinasi.
rata-rata kadar gula nira nipah lebih Forum American Bar Association, 4-
tinggi dibanding nira dari tanaman 7.
palma lainnya, yaitu sebesar 17-21o Susila, W. (2002). DINAMIKA IMPOR
brix. GULA INDONESIA: SEBUAH
3. Kualitas produk gula nipah memiliki ANALISIS KEBIJAKAN Ringkasan.
karakteristik cita rasa khas yang Lembaga Riset Perkebunan
disukai oleh panelis/konsumen, dan Indonesia, 1-23.
kualitas fisiko-khemis memenuhi Susila, W., & Sinaga, B. (2005). Analisis
standar SNI. kebijakan industri gula indonesia.
Jurnal Agro Ekonomi, 23(Mei), 29-
5. UCAPAN TERIMA KASIH 53.
Penulis ingin mengucapkan Tamunaidu, P., & Saka, S. (2011).
terimakasih kepada Badan Penelitian dan Chemical Characterization of various
Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa parts of nipa palm (Nypa fruticans).
Timur atas pendanaan penelitian Industrial Crops and Products,
sehingga penelitian ini dapat November 2(34 (3)), 1423-1428.
dilaksanakan dengan baik. Retrieved from
http://resolver.scholarsportal.info/res
6. DAFTAR PUSTAKA olve/09266690/v34i0003/1423_ccov
Atheull, A. N., Din, N., Longonje, S. N., ponpf
Koedam, N., & Dahdouh-Guebas, F. Udoidiong, O. M., & Ekwu, A. O. (2011).
(2009). Commercial activities and Nipa Palm ( Nypa fruticans Wurmb )
subsistence utilization of mangrove and the Intertidal Epibenthic
forests around the Wouri estuary and Macrofauna East of the Imo River
the Douala-Edea reserve (Cameroon). Estuary , Nigeria. Applied Sciences,
Journal of Ethnobiology and 14(9), 1320-1330.
Ethnomedicine, 5, 35. BioMed Wankasi, D., Horsfall, M. J., & Harcourt,
Central. Retrieved from P. (2005). Desorption of Pb 2 + and
http://www.pubmedcentral.nih.gov/a Cu 2 + from Nipa palm ( Nypa
rticlerender.fcgi?artid=2785752&too fruticans Wurmb ) biomass. Journal
l=pmcentrez&rendertype=abstract of Biotechnology, 4(September),
Hinrichs, S., Nordhaus, I., & Geist, S. J. 923-927.
(2008). Status, diversity and
distribution patterns of mangrove

13
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIK PENGOLAHAN SIRUP GULA KELAPA


DARI GULA CETAK (KAJIAN KONSENTRASI ARANG AKTIF DAN LAMA
ADSORBSI).

Susinggih Wijana *) , Dodyk Pranowo *) dan Laely Okviati*)


*)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang, e-mail : susinggihwijana@gmail.com

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan air : gula cetak, serta
pengaruh kadar adsorben (arang aktif) dengan lama waktu adsorbsi terhadap kualitas sirup
gula kelapa yang dihasilkan. Selain itu, penggandaan skala perlu dilakukan untuk
mengetahui jumlah bahan baku, bahan pembantu, utilitas dan tenaga kerja serta biaya yang
digunakan pada proses pembuatan sirup.
Metode yang digunakan pada penelitian skala laboratorium adalah RAK dengan 2
faktor yang terdiri dari pemakaian arang aktif (5% b/v, 10% b/v, 15% b/v) dan waktu
adsorbsi (30, 60, 90 menit), selanjutnya dilakukan pengujian (fisik, kimia dan
organoleptik). Hasil data di analisa untuk penentuan perlakuan terbaik, kemudian
dilanjutkan penggandaan skala cuntuk mengetahui prakiraan biaya pengolahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah perbandingan air:
gula cetaksebesar 1:2 (b/v), serta pemakaian arang aktif 10% b/v dan waktu adsorbsi 30
menit. Produk sirup gula kelapa yang dihasilkan mempunyai karakteristik: nilai TPT
74,5% dan total gula 62,75%, sedangkan hasil organoleptik memiliki skor warna 5
(suka);aroma sebesar 3,85 (netral hingga agak suka)dan rasa sebesar 3,9 (netral hingga
agak suka). Prakiraan biaya pengolahan 1 batch proses (9 kg gula cetak) sebesarRp
123.372,52atau Rp 8.225,00/botol dengan volume 650 ml.

Kata kunci : sirup gula kelapa, arang aktif, reprosesing

minuman (dawet, es cendol, kacang


1. PENDAHULUAN
hijau, dan sebagainya).
Pengembangan gula palma
Menurut Issoesetiyo (2001), rata-rata
merupakan alternatif terbaik untuk
konsumsi gula kelapa diperkirakan 5
mendukung pemenuhan kebutuhan gula
kg/kapita/tahun. Bila penduduk Indo-
di Indonesia. Beberapa tanam-an palma
nesia saat ini berjumlah 203 juta jiwa
penghasil gula di Indonesia antara lain
lebih, maka akan diperkirakan produksi
kelapa, aren, siwalan dan nipah.
gula kelapa sebanyak 1 juta ton per
Permintaan gula kelapa di dalam negeri
tahun.
terbagi dalam dua sektor, yaitu
Salah satu bentuk olahan gula palma
permintaan dari sektor industri kecap,
yang potensial dikembangkan adalah gula
dodol, wajit, isi roti dan minuman, dan
palma sirup, gula tersebut mempunyai
kebutuhan rumah tangga yaitu sebagai
keunggulan biaya pemasak-an rendah
campuran bumbu masakan, penyedap
dibandingkan gula cetak dan gula semut,
masakan, kue, pemanis, dan berbagai
lebih siap saji mudah
dilarutkan/diaplikasikan dalam pangan,

14
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

serta tidak memerlukan nira yang dipanaskan diatas panci dengan nyala api
berkualitas tinggi, bahkan dapat diolah kecil sampai mendidih kemudian disaring
dari gula cetak kualitas rendah (Daniati, dengan menggunakan saringan 40 mesh.
2004 dan Wijana et al., 2010). Proses embuatan sirup gula kelapa secara
Penelitian ini bertujuan untuk lebih ringkas dapat dilihat pada Lampiran
mengkaji kualitas sirup gula kelapa yang 1.
diolah dari gula kelapa cetak kualitas
sub-grade yang ada di pasaran dengan b. Adsorbsi dengan karbon aktif
metode reprosesing. Sirup gula hasil perlakuan terbaik
pada suhu 50-60C dengan meng-
2. METODE PENELITIAN gunakan hot plate dan diaduk dengan
2.1.Alat dan bahan kecepatan rendah ( 2-3 rpm). Setelah
Bahan baku yang digunakan sirup gula mencapai suhu tersebut, arang
dalam percobaan adalah gula kelapa aktif (5, 10, 15% b/v) dimasukkan dan
cetak asal Donomulyo, Kabupaten diaduk dengan kecepatan rendah selama
Malang, sedang-kan karbon aktif granular (30, 60, 90 menit). Setelah itu, arang aktif
dan bahan kimia analisis dari Lab. diambil dari sirup gula lalu didinginkan.
Rekayasa Teknologi Produksi. Proses adsorbsi dengan arang aktif pada
sirup dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.2. Metode penelitian
Penelitian menggunakan metode 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
eksperimental dengan rancangan 3.1. Jumlah penambahan air
percobaan yang digunakan adalah Pada hasil penelitian pendahuluan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) diperoleh nilai TPT sebesar 57,17%
dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah 70,3% dengan penambahan air sebesar
konsentrasi karbon aktif (5; 10 dan 15% 100 ml, 125 ml, 150 ml, 175 ml dan 200
b/v) dan faktor kedua lama adsorbsi (30; ml pada gula kelapa cetak 200 gram.
60 dan 90 menit). Semakin banyak air yang ditambahkan
Data yang diperoleh meliputi total pada gula kelapa cetak, maka nilai TPT
padatan terlarut (TPT), kadar gula total sirup akan semakin rendah karena
dan uji organoleptik (warna, aroma dan kandungan air pada campuran tersebut
rasa). Analisis data menggunakan Anova mempengaruhi kekentalan sirup yang
dan uji BNT dan uji Friedman. Penentu- dihasilkan. Dari hasil tersebut dapat
an perlakuan terbaik dengan metode ditetapkan bahwa penambahan air pada
indeks efektivitas (De Garmo et al., gula kelapa cetak 200 gram yang sesuai
1984). untuk sirup adalah 100 ml dengan nilai
TPT 70,3%, yang telah memenuhi syarat
2.3. Pelaksanaan penelitian komersial untuk produk sirup, dan
Tahapan penelitian dibagi menjadi 2, digunakan sebagai acuan dalam penelitian
proses pembuatan sirup dari gula kelapa selanjutnya. Pengaruh konsen-trasi air
cetak, dan proses adsorbsi dengan terhadap TPT sirup gula kelapa dapat
menggunakan karbon aktif. dilihat pada Gambar 1.

a. Pembuatan sirup gula kelapa


Pembuatan sirup gula kelapa
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
gula kelapa cetak sebanyak 200 gram
diserut, kemudian dilarutkan dalam air
(100; 125; 150; 175; 200 ml), sambil

15
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

pengotor semakin banyak. Menurut


TPT y = -0.129x + 81.95
R = 0.949
Benrachedi (2007), karbon aktif dapat
75
70.30
meng-hilangkan bahan pengotor organik
70
64.47
dan warna terlarut. Adsorben tersebut
TPT (%)

65 62.30 memiliki kemampuan yang sama dan


60 58.33 tidak bergantung pada senyawa alami
57.17 TPT
55 yang dihilangkan dari larutan.
50
Linear Selain itu Subadra (2005)
75 100 125 150 175 200 225 (TPT) menyatakan bahwa faktor utama yang
Air (ml) sangat berpengaruh terhadap daya
adsorbsi adalah luas permukaan karbon
Gambar 1. Grafik pengaruh penambahan aktif karena mekanisme adsorbsi berkaitan
air terhadap TPT sirup gula kelapa dengan jumlah pori-porinya. Semakin luas
permukaan karbon aktif maka aktivitas
3.2. Total padatan terlarut daya serapnya tinggi. Sirup yang
Pada perlakuan pemakaian arang mengental disebabkan karamelisasi gula
aktif, total padatan terlarut dengan nilai dan adsorbsi yang dilakukan oleh arang
59,2-90,2%. Untuk pemakaian arang aktif aktif sehingga menaikkan kandungan yang
15 % (b/v) dengan waktu adsorbsi 90 ada pada cairan.
menit diperoleh nilai TPT tertinggi yaitu
90,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa 3.3. Gula total
semakin lama waktu adsorbsi, semakin Kisaran kadar gula total pada
tinggi nilai TPT yang diperoleh. Waktu perlakuan pemakaian arang aktif dan waktu
adsorbsi yang semakin lama adsorbsi adalah 60,26 - 68,25%. Kadar
menghasilkan sirup yang kental karena gula total terkecil diperoleh pada perlakuan
terjadi penyerapan oleh arang aktif, pemakaian arang aktif 5% dengan lama
penguapan dan karamelisasi. Rerata nilai adsorbsi 60 menit, sedangkan tertinggi
total padatan terlarut tiap perlakuan dapat pada penggunaan arang aktif 15% b/v dan
dilihat pada Tabel 2. lama adsorbsi 90 menit. Hal ini disebabkan
semakin banyak arang aktif dan semakin
Tabel 1. Nilai rerata TPT sirup gula lama adsorbsi kotoran yang terikat granular
kelapa arang aktif dan tersaring semakin besar,
Penambahan
Waktu adsorbsi berdampak pada kemurnian dan kandungan
Arang aktif (% Nilai TPT (%)
(menit)
b/v) gula total semakin tinggi. Rerata nilai gula
59,2 a
30 total tiap perlakuan dapat dilihat pada
5 60 71,4 b Tabel 2.
90 74,2 f

30 74,5 g Tabel 2. Rerata gula total pada sirup gula


10 60 72,8 e kelapa
Penambahan
90 72,3 d Waktu adsorbsi
Arang aktif Gula Total (%)
(menit)
30 79,3 h (% b/v)
30 60,94 b
15% 60 71,7 c
5 60 60,26 a
90 90,2 i 90 63,35 d
30 62,75 c
10 60 64,63 f
Konsentrasi arang aktif yang 90 66,37 h
semakin banyak mempengaruhi nilai TPT 30 64,56 e
karena luas permukaan arang aktif yang 15 60 65,99 g
90 68,25 i
semakin besar, sehingga menyerap zat

16
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Menurut Basuki (2007), fenomena


adsorbsi terjadi bila kapasitas adsorpsi Tabel 4. Karakteristik sirup gula kelapa
masih sangat besar, sebagian besar molekul terbaik
adsorbat akan teradsorpsi dan terikat di No Parameter K2P1 SII
permukaan. Tetapi bila permukaan pori 01 TPT (%) 74,5* 67,6-75%
adsorben sudah jenuh dengan adsorbat 02 Total Gula (%) 62,75* 55-65%
03 Rasa 3.9 Normal
maka akan terjadi dua kemungkinan, yaitu 04 Aroma 3.85 Normal
: terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga 05 Warna 5 Normal
dan seterusnya atau tidak terbentuk lapisan
adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya Dilihat dari parameter warna
sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi dengan skor 5 (suka), aroma dan rasa skor
akan terus berdifusi keluar pori. mendekati nilai 4 (antara netral hingga
agak suka) serta memenuhi syarat untuk
3.4. Organoleptik total gula dan total padatan terlarut sirup.
Hasil uji organoleptik pemakaian Kondisi tersebut yang digunakan pada
arang aktif dalam sirup gula kelapa peng-gandaan skala. Karakteristik sirup
menunjukkan bahwa arang aktif tidak yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.
mempengaruhi aroma dan rasa yang
dihasilkan, namun mempengaruhi warna 3.6. Kualitas sirup pada skala ganda
dengan menghasilkan warna sirup gula Total padatan terlarut pada
kelapa yang lebih muda atau pucat dari penelitian scale up adalah 69,43% yang
pada sebelum pemakaian arang aktif. masih berada dalam kisaran nilai total
Menurut Qureshi (2008), karbon aktif padatan terlarut sirup yang beredar
digunakan pada industri gula untuk dipasaran. Begitupula dengan hasil uji
menghilangkan warna dari cairan gula total gula yaitu 61,30%, sehingga sirup
dan untuk perawatan air minum serta gula kelapa yang dihasilkan dalam
limbah industri. Skor penilaian panelis penggandaan skala tersebut telah
terhadap warna sirup gula kelapa terdapat memenuhi acuan pembuatan sirup yaitu
pada Tabel 3. SII untuk total gula dan sirup komersiil
untuk nilai TPT.
Tabel 3. Rerata nilai warna pada sirup
gula kelapa 4. KESIMPULAN DAN SARAN
Penambahan Waktu
Arang aktif adsorbsi Skor Warna 4.1. Kesimpulan
(% b/v) (menit) a. Perbandingan gula kelapa cetak
30 4.35 d dan air berdasarkan nilai parameter
5 60 4.25 cd
perlakuan terbaik pada skala
90 3.10 a
30 5,00 d laboratorium sebesar 2:1 (b/v).
10 60 2.10 a b. Perlakuan terbaik untuk
90 2.50 a pemakaian arang aktif dan waktu
30 3.95 bc
15 60 3.25 ab
adsorbsi adalah konsentrasi arang aktif
90 3.05 a 10% (b/v) dengan waktu adsorbsi 30
menit. Sirup yang dihasilkan mempunyai
3.5. Perlakuan terbaik TPT 74,5% dan total gula 62,75%,
Perlakuan yang menghasilkan sirup dengan rerata skor organoleptik terhadap
gula kelapadengan kualitas yang lebih baik rasa 3,9 (netral hingga agak suka), aroma
diantara perlakuan lain adalah sirup dengan 3,85 (netral hingga agak suka), dan warna
perlakuan K2P1(arang aktif 10% (b/v) dan 5 (suka).
waktu adsorbsi 30 menit).

17
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

c. Untuk pembuatan sirup skala ganda Economy. MacMillan Publishing


per-batch proses (bahan baku gula 9 kg) Company. New York.
adalah biaya utilitas dan tenaga kerja Hadiwidodo, M., Junaidi. 2007. Pengaruh
sebesarRp 123.372,52, dengan hasil 15 Waktu Reaksi dan Waktu Tinggal
botol (@ 650 ml)sehingga biaya per botol Stabilisasi pada Sequencing Batch
sebesar Rp 8.225,00. Reactor Aerob dengan Penambahan
Karbon Aktif terhadap Penurunan
4.2. Saran Chemical Oxygen Demand. Jurnal
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai PRESIPITASI. Vol. 3 No.2
cara regenerasi arang yang tepat dalam September 2007, ISSN 1907-187X.
penggunaannya sebagai adsorben pada Qureshi, K., I. Bhatti, R. Kazi, A.K.
penjernihan sirup gula kelapa, sehingga Ansari. 2008. Physical and Chemical
biaya produksi dapat ditekan. Analysis of Activated Carbon
Prepared from Sugarcane Bagasse
5. DAFTAR PUSTAKA and Use for Sugar Decolorisation.
Basuki, K.T. 2007. Penurunan Konsen- Inter-national Journal of Nature
trasi CO dan NO2 pada Emisi Gas Sciences and Engineering 1:3 2008.
Buang dengan Menggunakan Media Wijana, S., D. Pranowo and Sucipto,
Penyisipan TiO2 Lokal pada Karbon 2010. The Effect of Solid Coconut
Aktif.ISSN 1978-8738. JFN, Vol.1 Sugar from Different Regions and
No.1, Mei 2007. Concentration of Fine Crystal
Benrachedi, K., A. Mekarzia, M.Z. Sucrose Additive on the Quality of
Boureghda. 2007. Adsorption Study Granular Coconut Sugar through a
of Phenol on Activated Carbon Made Reprocessing Method. Proceeding of
from Coffe Ground, Determination 11th ASEAN Food Conference,
of Adsorption Capacity. European October 2009 : 110.
Journal of Scientific Research. ISSN Wijana, S., D. Pranowo dan Rohma-
1450-216X Vol. 18 No.3 (2007), ningtyas, 2010. Efisiensi Peng-
pp.360-368. gunaan Utilitas dan Jenis Bahan
Daniati, I., 2005. Analisis Ekonomi Baku Pada Pengolahan Sirup Gula
Pemanfaatan Bahan Bakar pada Kelapa Pada Skala Ganda.
Proses Pembuatan Gula Kelapa. Proceeding APTA, tahun 2010 : 157-
Skripsi Jurusan Teknik Pertanian, 162.
Universitas Negeri Jember.
DeGarmo, E.P., W.G. Sullivan dan J.R.
Canada. 1984. Engineering

18
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan sirup gula kelapa

Gula kelapa cetak

Ditimbang (200 g)

Diserut/dihancurkan
Air
(100; 125; 150;
175; 200) ml Dilarutkan dan Dipanaskan
(sampai mendidih)

Disaring dengan kain saring


Kotoran

Sirup gula kelapa Analisa:


Total Padatan Terlarut (TPT)
Total Gula (%)

Lampiran 2. Diagram alir proses adsorbsi karbon aktif pada sirup gula kelapa (skala ganda)

Gula kelapa cetak

Ditimbang (9 Kg)

Diserut/dihancurkan
Air
2:1 (b/v) = 4,5 L
Dimasak (sampai mendidih)

Disaring dengan kain saring Kotoran

Dipanaskan 60C
(tangki reaktor)
Arang aktif
10% (b/v)
Diaduk dan dipanaskan (30 menit)
(tangki reaktor berpengaduk)

Disaring dengan kainsaring Kotoran

Dikemas dalam Botol kaca


Analisa:
Sirup gula kelapa Total Padatan Terlarut (TPT)
Total Gula (%)

19
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

APLIKASI EMULSIFIER DARI ALGINAT JENIS TURBINARIA CONOIDES


DAN TURBINARIA DECURRENS DALAM PEMBUATAN CAKE

Wahyu Mushollaeni
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Abstrak

Penggunaan alginat dalam industri pangan, berkaitan dengan sifat biofisiknya.


Pembentukan gel alginat dipengaruhi oleh konsentrasi Ca2+ atau H+. Alginat dapat
mengontrol viskositas serta gel alginat membangun permiabilitas bahan terhadap air dan
oksigen, sehingga meningkatkan lama simpan, mengurangi browning dan menjaga
crispness (Gaze and Brown, 2007). Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan alginat
dari T. conoides dan T. decurrens Yogyakarta sebagai emulsifier alami, yang
menghasilkan cake dengan kualitas terbaik secara fisik dan kimia.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan faktor
jenis alginat (T. conoides dan T. decurrens) dan taraf alginat (0,5%, 0,75%, 1%). Analisa
data yang menggunakan ANOVA, dan uji lanjut dilakukan dengan uji beda BNT 5%
(Sastrosupadi, 2000). Analisa perlakuan terbaik menggunakan metode indeks efektivitas
(Susrini, 2003). Rerata kadar abu cake dengan penambahan alginat dari T. decurrens, lebih
besar dibandingkan dengan alginat dari T. conoides. Kadar abu alginat dari T. conoides
dan T. decurrens yaitu 20,10% dan 20,28% (Penulis, 2010), sehingga dimungkinkan
dengan penambahan alginat T. decurrens, menghasilkan kadar abu cake yang lebih tinggi.
Rerata kadar air cake dengan penambahan alginat T. decurrens lebih besar dibandingkan
dengan T. conoides, hal ini disebabkan oleh kadar air alginat pada T. decurrens lebih besar
dari T. conoides (Penulis, 2010). Menurut Shue et al. (1999), kadar karbohidrat pada T.
decurrens adalah 5,4%, sehingga dimungkinkan dengan penambahan alginat dari T.
decurrens, menghasilkan kadar air cake yang lebih rendah. Kadar gula reduksi terendah
cake, terdapat pada perlakuan T. conoides 0,75% dan kadar gula reduksi tertinggi
diperoleh pada perlakuan T. conoides 0,5%. Sedangkan jenis alginat T. decurrens, kadar
gula reduksi terendah cake terdapat pada perlakuan T. decurrens 1% dan kadar gula
reduksi tertinggi diperoleh pada perlakuan T. decurrens 0,5%. Perbedaan kadar gula
reduksi pada cake mungkin disebabkan oleh tingkat kemurnian alginat dari T. decurrens
dan T. conoides yang berbeda. Kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan T. decurrens
1% dan kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan T. decurrens 0,5%.
Cake dengan kualitas fisik kimia terbaik didapatkan dengan penggunaan alginat T.
decurrens sebanyak 1%, dengan kadar air 26,99%, kadar abu 1,47%, kadar gula reduksi
0,27%, dan kadar lemak 19,69%. Kadar protein, kadar mineral sodium, dan kadar kalium,
masing-masing adalah 6,25%, 405,11 ppm, 41,94 ppm.

Kata kunci: alginat, cake, emulsifier

1. PENDAHULUAN asam manuronat dan -L-guluronat


Alginat merupakan kandungan (Draget et al. 2005; Donati et al. 2009;
utama dari dinding sel rumput laut coklat, Ertesvag et al. 2009). Kandungan alginat
yang tersusun atas asam guluronat dan dari rumput laut coklat bervariasi (Draget
asam manuronat, dengan ikatan 1,4 -D- et al. 2000; Mirshafiey et al. 2009),

20
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

tergantung dari jenis, kondisi pemanfaatannya, walaupun telah berhasil


lingkungan, musim saat panen dan diekstraksi dan diketahui komposisi
metode ekstraksi yang digunakan. Selain kimianya oleh Penulis (2007-2010), maka
itu, kadar alginat juga dipengaruhi oleh penelitian ini akan mengungkapkan
bagian tanaman dari rumput laut coklat aplikasinya dalam pangan sebagai
yang diekstraksi (Anonymous, 2002). emulsifier, secara khusus pada cake.
Menurut Atmadja (1996), ada tiga jenis
Turbinaria yang dapat ditemukan 2. METODE PENELITIAN
diperairan Indonesia yaitu T. ornata, T. Rancangan percobaan yang
decurrens, dan T. conoides. Ketiga jenis digunakan adalah Rancangan Acak
alga ini menghasilkan alginat, sehingga Kelompok faktorial dengan faktor I yaitu
disebut alginofit. Ekstrak alginat berperan jenis alginat (T. conoidesdan T.
dalam industri makanan, tekstil, decurrens) dan faktor II yaitu taraf
kesehatan dan kosmetik. Dalam industri alginat (0,5%; 0,75%; 1%). Ulangan
makanan, alginat sering digunakan untuk dilakukan sebanyak 4 kali. Alginat
menstabilkan es krim dan melembutkan didapatkan dari ekstraksi alginofit jenis
tekstur cake (McCormick and Ali, 2001). T. conoides dan T. decurrens. Cake yang
Penggunaan alginat dalam industri dihasilkan dari tiap perlakuan, dianalisa
pangan, berkaitan dengan sifat secara fisik dan kimia. Parameter analisa
biofisiknya, yaitu struktur 1,4 -L yang diamati dalam penelitian ini
guluronat (G) dan -D manuronat (M) meliputi kadar abu, air, lemak, protein,
yang mempunyai residu piranosa pada natrium dan kalsium (AOAC, 1990).
bagian yang tidak bercabangnya. Residu Analisa data menggunakan ANOVA dan
ini dapat bergabung menjadi G blok, jika antar perlakuan terdapat beda nyata,
yang sangat berpengaruh pada sifat gel maka akan dilakukan uji BNT 5%
alginat (Brownlee et al. 2005; Mancini et (Sastrosupadi, 2000). Analisa perlakuan
al. 2002; Gujral et al. 2001). terbaik menggunakan metode indeks
Alginat berfungsi sebagai efektivitas (Susrini, 2003). Bahan-bahan
penstabil dan pelembut adonan cake. yang digunakan untuk pembuatan cake
Cake dalam pengertian umum merupakan yaitu kuning telur 20,5%; putih telur
adonan panggang dengan bahan dasar 15,38%; gula 22,43%; terigu 12,82%;
tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake coklat bubuk 6,4%; maizena 3,2%, dan
merupakan pangan yang sangat potensial margarin 19,23%.
untuk dikembangkan berkaitan dengan
kesukaan dan konsumsi masyarakat. Di 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pasaran, emulsifier yang digunakan 3.1. Kadar abu
dalam cake, dikenal dengan nama-nama Rerata kadar abu cake berkisar
dagang seperti Ovalet, SP, Spontan 88, antara 1,10%-1,72%. Pengukuran kadar
TBM (istilah jenis cake emulsifier dalam abu pada cake bertujuan untuk
bahasa Jerman), dan alginat. Bahan ini mengetahui besarnya kandungan mineral
akan menyatukan adonan, sehingga dapat (seperti kalsium, selenium, zat besi,
meningkatkan pengembangan kue, magnesium dan natrium ) yang terdapat
mengontrol busa, melembutkan tekstur dalam cake tersebut. Menurut Sudarmadji
dan mengurangi penggunaan telur et al. (1989), abu adalah zat anorganik
(Brandt, 2010; Carlos, 2006; Painter, sisa hasil pembakaran suatu bahan
1991). Oleh karena jenis Turbinaria organik. Sehingga semakin tinggi kadar
dijumpai dan berhabitat pada pantai abu dalam bakery maka kandungan
berkarang di Indonesia, yang belum mineralnya juga tinggi. Penggunaan
diketahui secara luas tentang alginat dari T. conoides menghasilkan

21
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

cake dengan kadar abu yang lebih rendah kadar karbohidrat pada T. decurrens
daripada menggunakan alginat sebagai adalah 5,4%, sehingga dimungkinkan
emulsifier dari T. decurrens (Gambar 1). dengan penambahan alginat dari T.
Hal ini mengindikasikan adanya decurrens, menghasilkan kadar air yang
kandungan abu atau mineral-mineral lebih tinggi. Menurut Winarno (1997),
yang lebih banyak pada alginat dari T. jumlah gugus hidroksil dalam molekul
decurrens, sehingga berpengaruh pada pati sangat besar sehingga menyebabkan
peningkatan kadar mineral dan kemampuannya menyerap air lebih besar,
komponen an organik lainnya pada cake sehingga dengan tingginya kadar
yang dihasilkan. Menurut penelitian dari karbohidrat ini akan berdampak pada
Penulis (Mushollaeni, 2010), kadar abu daya absorbsi yang kuat terhadap air dan
alginat dari T. conoides adalah 20,10% dapat meningkatkan kadar air produk.
dan T. decurrens adalah 20,28 %, Menurut Suzuki et al. (1996), dari 12
sehingga bedasarkan nilai kadar abu spesies alga termasuk didalamnya alga
tersebut, dimungkinkan dengan coklat yang diteliti, menunjukkan bahwa
penambahan alginat T. decurrens, rumput laut coklat memiliki daya ikat air
menghasilkan kadar abu cake yang lebih yang tinggi. Dalam keadaan kering,
tinggi. Berdasarkan standar SNI pada rumput laut coklat dapat mengikat air
roti, kadar abu yang ada pada cake yang hingga terjadi penggelembungan
dihasilkan masih memenuhi persyaratan (swelling) sebesar 20 x dari keadaan
dari SNI 0138401995 yaitu kurang dari biasa. Pada alga coklat memiliki daya
3%. ikat air sebesar 38,6 g/g berat kering
(Goni, 2001). Sehingga kondisi ini, dapat
3.2. Kadar Air berpengaruh pada kadar air alginat yang
Penggunaan alginat dari T. dihasilkan. Rerata kadar air cake berkisar
conoides, menghasilkan cake dengan antara 26,98% - 30,18% (Gambar 1),
kadar air terendah terdapat pada sehingga berdasarkan standar SNI kadar
perlakuan T. conoides 0,5% dan kadar air air yang ada pada cake yang dihasilkan
tertinggi diperoleh pada perlakuan T. masih memenuhi persyaratan dari SNI
conoides 0,75%. Rerata menunjukkan 0138401995 yaitu kurang dari 40%.
peningkatan kadar air cake pada
penambahan alginat dari T. conoides. 35.00

Sedangkan pada penambahan alginat T. 30.00


28.68
30.18
27.34 27.93
decurrens, kadar air terendah terdapat 25.00
26.98 26.99

pada perlakuan T. decurrens 0,75% dan 22.28 22.13 21.81 21.75 20.97
20.00 19.69
kadar air tertinggi diperoleh pada
15.00
perlakuan T. decurrens 0,5%. Rerata Rerata kadar abu
Rerata kadar air
kadar air cake yang dihasilkan dari jenis 10.00
Rerata kadar lemak
dan taraf alginat T. decurrens lebih besar 5.00 Kadar Gula Reduksi

dibandingkan dengan T. conoides, hal ini 0.00


1.10
0.32
1.48
0.29
1.72
0.32
1.47
0.31
1.59
0.29
1.47
0.27
disebabkan oleh kadar air pada alginat A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
yang berasal T. decurrens adalah 13,43%
dan T. conoides adalah 13,40%
(Mushollaeni, 2010). Perbedaan kadar air Gambar 1. Rerata kadar abu, kadar air,
cake pada T. decurrens ini diduga juga kadar gula reduksi, kadar lemak cake
disebabkan oleh tingginya kandungan dengan penambahan jenis dan taraf
karbohidrat (termasuk didalamnya alginat yang berbeda
kandungan pati yang tinggi) pada alginat
T. decurrens. Menurut Shue et al. (1999),

22
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

3.3. Kadar gula reduksi kontribusi terhadap kadar lemak dalam


Kadar gula reduksi pada cake cake diantaranya adalah telur dan coklat
dengan penambahan alginat dari T. bubuk. Dalam satu butir telur
conoides, lebih tinggi dibandingkan mengandung kadar lemak 5% dan coklat
dengan alginat dari T. decurrens, dan bubuk 2% dalam 100%, sehingga
mengakibatkan semakin coklatnya warna memberikan kontribusi lemak yang
cake yang dihasilkan. Rerata kadar gula cukup tinggi dalam cake. Namun
reduksi pada cake berkisar antara 0,27%- demikian, kandungan lemak yang cukup
0,32% (Gambar 1). Kadar gula reduksi tinggi ini, telah menghasilkan tekstur
terendah terdapat pada cake yang cake yang lembut. Tekstur yang lembut
ditambahkan alginat dari T. decurrens ini juga didukung oleh keberadaan alginat
dengan konsentrasi 1% dan terendah pada sebagai emulsifier, karena alginat dapat
cake yang ditambahkan alginat dari T. menghasilkan tekstur roti yang lunak dan
conoides dengan konsentrasi 0,5%. Kadar lembut (Putra, 2006; Suhardi, 2006).
gula reduksi pada suatu bahan pangan, Semakin tinggi konsentrasi alginat yang
berkaitan erat dengan reaksi Millard. ditambahkan, semakin lembut cake yang
Hasil reaksi Millard menimbulkan warna dihasilkan. Adonan yang ditambah
coklat pada makanan. Reaksi browning emulsifier alginat akan lebih stabil,
terjadi bila gula pereduksi bereaksi mudah mengembang, tercampur dengan
dengan senyawa-senyawa yang rata, sehingga dapat melembutkan tekstur
mempunyai gugus NH2 (protein, asam pada cake (Dreher et al. 1997).
amino, peptida, dan amonium) (Eriksson,
1981; Winarno, 1997). 3.5. Perlakuan terbaik
Berdasarkan hasil analisa
3.4. Kadar lemak perlakuan terbaik, didapatkan hasil Nilai
Berdasarkan Gambar 1, perlakuan Hasil (NH) tertinggi adalah perlakuan
penambahan alginat sebagai emulsifier A2B3 (penambahan alginat dari jenis T.
yang berasal dari T. conoides 0,5%, decurrens dengan taraf penambahan 1%).
menghasilkan cake dengan kadar lemak Analisa kimia lanjutan dilakukan
tertinggi, dan perlakuan T. decurrens terhadap kadar protein, kadar mineral
dengan konsentrasi penambahan 1%, sodium, kadar kalsium cake yang
memberikan kadar lemak cake yang dihasilkan dari perlakuan terbaik tersebut.
terendah. Berdasarkan standar SNI roti, Hasil analisa kimia terhadap kadar
kadar lemak yang ada pada cake yang protein, mineral sodium dan kalsium,
dihasilkan tidak memenuhi persyaratan masing-masing yaitu 6,25%, 405,11 ppm,
dari SNI 0138401995 yaitu lebih dari 3 dan 41,94 ppm.
%. Hal ini disebabkan oleh komposisi
bahan dalam pembuatan cake terdapat 4. KESIMPULAN
perbedaan dengan pembuatan roti manis Berdasarkan hasil penelitian
pada umumnya, sehingga kadar lemak diketahui bahwa penggunaan alginat dari
pada penelitian cake ini lebih besar. jenis alginofit T. decurrens dapat
Alginofit sendiri tidak mengandung menghasilkan cake dengan kualitas
lemak yang dapat meningkatkan kadar terbaik secara fisik dan kimia, daripada
lemak cake. Tingginya kadar lemak jika digunakan alginat dari T. conoides,
disebabkan karena bahan yang digunakan dengan konsentrasi penggunaannya
dalam pembuatan cake mengandung sebesar 1%. Kadar air, abu, gula reduksi,
kadar lemak yang cukup tinggi seperti lemak, protein, mineral sodium dan
margarin dengan kadar lemak 20% dalam kalsium, masing-masing yaitu 26,99 %;
250 gr. Bahan lain yang memberikan

23
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

1,47%; 0,27%; 19,69%; 6,25%; 405,11 Production, and Patents. Wiley.


ppm; dan 41,94 ppm. Winheim, pp 1-30.
Dreher TM, Glass J, Connor AJO, Steven
5. DAFTAR PUSTAKA GW. 1997. Effect of Rheology on
Anonymous. 2002. Alginates. Coalescence Rates and Emulsion
http://www.genialab.de/inventory/alg Stability. AIChE Journal 45 (6).
inate.htm Eriksson, C. 1981. Maillard Reaction in
AOAC. 1990. Official Methods of Food: Chemical, Physiological and
Analysis of the Association of Technological Aspects. Pergamon
Official Analytical Chemists. 15th Press, Oxford.
Edition. AOAC. Washington D.C. Ertesvag H, Valla S, Skjak-Braek G.
Atmadja, W.S., 1996. Pengenalan Jenis 2009. Enzimatic Alginate
Algae Coklat (Phaeophyta). Dalam: Modification. In: Rehm BHA (ed)
Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Alginates: Biology and Applications.
Indonesia. Atmadja, W. S., A. Kadi, Springer-Verlag, Berlin, pp 95-115.
Sulistijo dan R. Satari (Eds.). Gaze JE, Brown GD. 2007. Application
Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. of alginate particle techniques for the
Brandt, L. 2010. Emulsifiers in Baked assessment of lethality in UHT
Goods. processes. Int J of Dairy Tech. Vol
http://www.foodproductdesign.com/a 42, 2:49-52.
rticles/1996 /02/emulsifiers-in- Goni I, L Valdivieso, M Gudiel-Urbano.
baked-goods.aspx. 2001. Capacity of edible seaweeds to
Brownlee IA , Allen A , Pearson JP , modify in vitro starch digestibility of
Dettmar PW , Havler ME , Atherton wheat bread. Food 46 (1): 18-20.
MR , Onsoyen E. 2005. Alginate as a Gujral HS , Sharma P , Singh N , Sogi
source of dietary fiber . Crit Rev DS. 2001. Effect of Hydrocolloids on
Food Sci Nutr 45 : 497 510. the Rheology of Tamarind Sauce . J
Carlos, H. 2006. Dry Powders for Moist Food Sci Technol 38 : 314 318.
Treats: Emulsifiers for Industrial Mancini F , Montanari L , Peressini D ,
Cakes. http://www. Fantozzi P. 2002. Influence of
foodbeverageasia.com/FBA_archive/ Alginate Concentration and
FebMar06/Emulsifiers%20for%20ca Molecular Weight on Functional
kes.pdf. Properties of Mayonnaise . LWT
Donati I, Paoletti S. 2009. Materials Food Sci Technol 35 : 517 525.
Properties of Alginates. In: Rehm McCormick E, Ali. 2001. Alginate-
BHA (ed) Alginates: Biology and LifecastersGold. Art Casting
Applications. Springer-Verlag, Journal-September 2001.
Berlin, pp 1-54. http://www.artmolds.com/ali/pdf/Ali
Draget KI, Strand B, Hartmann M, Valla ginate_lifecaster_ gold1.pdf
S, Smidsrod O, Skjak-Braek G. Mirshafiey A, Rehm BHA. 2009.
2000. Ionic and Acid Gel Formation Alginate and Its Comonomer
of Epimerised Alginates; the Effect Mannuronic Acid: Medical
of AlgE4. Int J Biol Macromol 27: Relevance as Drug. In: Rehm BHA
117-122. (ed) Alginates: Biology and
Draget KI, Smidsrod O, Skjak-Braek G. Applications. Springer-Verlag,
2005. Alginates from Algae. In: Berlin, pp 229-260.
Steinbuchel A, Rhee SK (eds) Mushollaeni W. 2007. Ekstraksi Alginat
Polysaccharides and Polyamides in dari Rumput Laut Coklat Jenis
the Food Industry: Properties, Sargassum, spp. dan Turbinaria spp.

24
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Laporan Penelitian Dosen Muda. Ternak. Fakultas Peternakan.


2007. Universitas Brawijaya, Malang.
_________ . 2010. Karakterisasi Alginat Suzuki T, Ohsugi Y, Yoshie Y, Shiroi T,
dari Sargassum sp., Turbinaria sp. Hirano T. 1996. Dietary fibre
dan Padina sp. sebagai Potensi content, water holding capacity and
Penghasil Alginat dan Aplikasi pada binding capacity of seaweeds. Fish
Produk Pangan. Laporan Penelitian Sci 62: 454-461.
Hibah Bersaing. 2010. SNI. 1995. Standar Nasional Indonesia
Painter KA. 1991. Functions and Untuk Roti (SNI 01-3840-1995).
Requirements of Fats and Dewan Standarisasi Nasional.
Emulsifiers in Prepared Cake Mixes. Jakarta. Hal 7.
Journal of The American Oil Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan
Chemist Society 58: 92-95. Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Putra, Sinly E. 2006. Alga Laut sebagai Jakarta.
Biotarget
Industri. http://www.energi.lipi.go.id/
utama.cgi?cetakartikel&1158681917
. 26 Maret 2010.
Sastrosupadi A. 2000. Rancangan
Percobaan Praktisi Bidang Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta.
Shue JH, Wang GH, Sung PJ, Duh CY.
1999. New Cytotoxic Oxygenated
Fucosterols from the Brown Alga
Turbinaria conoides. J. Nat. Prod.,
62 (2): 224-227.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1984.
Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Edisi
Ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Suhardi. 2006. Manfaat alginat ekstrak
Makroalga Coklat Dalam Industri
Pangan. WartaOseanografi-LIPI
Susrini, 2003. Indeks Efektifitas. Suatu
Pemikiran Tentang: Alternatif Untuk
Memilih Perlakuan Terbaik Pada
Penelitian Pangan. Edisi kedua,
Program Studi Teknologi Hasil

25
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH SUHU DAN WAKTU TERHADAP HIDROLISIS TANDAN KOSONG


KELAPA SAWIT DAN BIODEGRADASINYA SECARA ENZIMATIS
UNTUK PRODUKSI XILOSA

Wisnu Adi Yulianto*) dan Dewa Made Krismanto Panji *)


*)
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta, Indonesia

Abstrak

Hidrolisis secara asam dan pemanasan pada bahan berlignoselulosa menimbulkan


masalah pencemaran lingkungan dan terbentuknya senyawa inhibitor pada hidrolisat,
sehingga tidak cocok untuk media fermentasi. Pada penelitian ini dicoba hidrolisis yang
ramah lingkungan dengan pemanasan pada suhu tinggi dan dilanjutkan dengan hidrolisis
enzimatis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu dan waktu hidrolisis yang
optimal untuk menghasilkan xilosa sebanyak-banyaknya.
Pada penelitian ini dilakukan hidrolisis pada suhu 128 oC dan 200 oC selama 30, 45,
60 menit. Hidrolisat (hasil terbaik) berdasarkan uji statistik diambil kemudian dihidrolisis
secara enzimatis. Analisa yang dilakukan yaitu hemiselulosa, selulosa, lignin, kadar air
(bahan dasar), residu hemiselulosa, gula reduksi, kadar air (hidrolisat) dan xilosa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama hidrolisisnya
gula reduksi yang dihasilkan semakin tinggi pula, serta residu hemiselulosa pada padatan
yang dibuang semakin sedikit. Hidrolisis pada suhu 200 oC selama 45 menit menghasilkan
gula reduksi sebesar 17,71% (db). Biodegradasi enzimatis pada hidrolisat menghasilkan
peningkatan xilosa sebesar 113,79% pada jam ke-24 atau mencapai 1,24 g xilosa /100 ml.

Kata kunci : enzimatik, hemiselulosa, tandan kosong kelapa sawit, xilosa

1. PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu hemiselulosa dan lignin dalam jumlah
komoditas non migas andalan Indonesia. yang relatif kecil. Komposisi kimia
Hasil olahan kelapa sawit yang utama TKKS terdiri dari selulosa 35,81-40%,
adalah minyak sawit murni (Proccesed hemiselulosa 24-27,01%, lignin 17,7-
Palm Oil/PPO). Selain itu juga diperoleh 21%, dan kadar abu 6,04-15% (Pratiwi
hasil samping berupa tandan kosong dkk, 1998; Azemi dkk, 1994 dalam
kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya Gumbira-Said, 1996).Pemanfaatan
cukup besar sekitar 24% - 35% dari TKKS sampai sekarang lebih tertuju pada
tandan buah segar (TBS). Pada tahun pemanfaatan glukosa yang terdapat pada
2002 dihasilkan minyak sawit sebesar selulosanya bukan xilosa yang banyak
5.028.800 ton dari 25 juta ton TBS (BPS, ditemukan dalam hemiselulosanya.
2003). Dari jumlah itu diperkirakan Xilosa dapat dikonversi menjadi produk
tersedia 6 8 juta ton TKKS dan belum yang bernilai tinggi seperti xilitol (kira-
dimanfaatkan secara optimal. kira 10 kali harga sukrosa) akan
TKKS memiliki komponen memberikan sumbangan yang tak kalah
terbesar berupa selulosa disamping dengan glukosanya (Dwivedi dalam
Nabors dan Gelardi, 1992).

26
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Hemiselulosa dalam TKKS dapat 2. METODE PENELITIAN


dihidrolisis menjadi xilosa, yang 2.1. Bahan
kebanyakan dilakukan hidrolisis asam Bahan baku yang digunakan
dan disertai suhu tinggi. Cara ini selain dalam penelitian ini dalah tandan kosong
dapat mencemari lingkungan, ternyata kelapa sawit (TKKS) diperoleh dari PT.
hidrolisatnya juga mengandung senyawa Perkebunan nusantara VII, Gunung Sugih
inhibitor seperti asam asetat, furfural, dan Lampung Tengah.
vanilin sehingga tidak cocok jika Bahan kimia yang digunakan
hidrolisat tersebut dimanfaatkan sebagai dalam penelitian ini adalah pepton (PA),
media fermentasi, misalnya untuk KH2PO4 (PA), MgS04 (PA), (NH4)2SO4
produksi xilitol. Oleh sebab itu perlu (PA), asam asetat (PA), Na asetat (PA),
dicari hidrolisis yang ramah lingkungan reagn Nelson A, reagn Nelson B,
dan dapat meminimalkan terbentuknya arsenomolybdat (PA), xilan (PA),
senyawa inhibitor tersebut. aquades. Bahan-bahan tersebut diperoleh
Autohidrolisis (tanpa asam ) dari Laboratorium Analisa Hasil
disertai suhu tinggi telah dilakukan oleh Pertanian Universitas Wangsa Manggala
Rivas dkk (2002), hidrolisis tongkol Yogyakarta kecuali xilan diperoleh dari
jagung pada suhu 202 oC dengan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Antar
perbandingan 1g bahan:8 g air Universitas (PAU) Pangan dan Gizi
menghasilkan xilosa sebesar 3,05 g/l dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
xilooligosakarida yang cukup tinggi Biakan murni Aspergillus niger
sebesar 25,4 g/l. Menurut Nunes dan diperoleh dari laboratorium Bioteknologi
Pourquie (1995), hidrolisis ennzimatis Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
hidrolisat kayu Eucalyptus pada rotary Gadjah Mada.
shaker dengan suhu 50 oC selama 24 jam
menghasilkan glukosa sebesar 11,67 g/l 2.2. Alat
dan xilosa sebesar 11,87 g/l yang tak Alat-alat yang digunakan dalam
kalah banyak dibanding hidrolisis secara penelitian ini adalah terdiri dari
kimiawi (dengan asam) yang seperangkat alat gelas ( pyrex) untuk
menghasilkan xilosa sebesar 13,71 g/l. analisa, spektrofotometer UV (Milton
Oleh karena itu dalam penelitian Roy Spectronic, 20D), Waterbath
dilakukan variasi suhu dan waktu (Kottermann) buatan Jerman, pH Meter
hidrolisis untuk menentukan kondisi (Methrom 620 pH meter ) buatan Swiss,
optimalnya, kemudian dilanjutkan Neraca digital merk Sartorius
hidrolisis enzimatis untuk menghasilkan (BL 210S), reaktor (Stainless Steel,
xilosa. dengan bahan bakar nikelin), sentrifuse
Tujuan umum penelitian inia ialah (Hettich EBA 8 S), autoklaf (All
dapat memproduksi xilosa dari limbah American Pressure Sterilizer Model No.
tandan kosong kelapa sawit (TKKS), dan 1941 X), pemanas (merk Rinai), cabinet
tujuan khususnya mengevaluasi pengaruh dryer (merk Wangdi), blender (merk
suhu dan waktu hidrolisis TKKS, National), HPLC (detektor refraksi
menentukan suhu dan waktu hidrolisis indeks, kolom Bio_Rad HPX-87 H, eluen
hemiselulosa TKKS yang optimal 0,01 NH2SO4, kecepatan alir 0,5
untuk menghasilkan xilosa, serta ml/menit, dan suhu kolom 50 oC).
mengetahui biodegradasi enzimatis fraksi
hemiselulosa yang terlarut menjadi 2.3. Tempat
xilosa. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
Universitas Wangsa Manggala

27
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Yogyakarta dan di Laboratorium Kimia, dengan cara disentrifuse pada kecepatan


Pusat antar Universitas (PAU) Pangan 5000 x g. Supernatan dari media cair
dan Gizi Univesitas Gadjah Mada tersebut digunakan sebagai enzim kasar
Yogyakarta. (crude enzim). Gaftar alir produksi enzim
xilanase (crude enzim) tersebut dapat
2.4. Cara Penelitian dilihat pada Gambar 2.
2.4.1. Penyiapan serbuk TKKS
TKKS (berat awal 1,2 kg) 2.4.4. Biodegradasi hemiselulosa
dipotong menjadi 2-3 cm, dicuci dan TKKS secara enzimatik
dikeringkan pada suhu 70 oC dalam Hidrolisat yang diperoleh dari
cabinet dryer sampai kadar air mencapai proses hidrolisis bubuk TKKS (hasil
10%. Bahan kering tersebut kemudian terbaik) diatur pHnya dengan
digiling dengan menggunakan blender menggunakan buffer asetat (200 mM)
(merk National ) pada kecepatan Nomer kemudian dicampur dengan supernatan
3 selama 10 menit dan diayak dengan (dengan perbandingan 1:1) dan
saringan 35 mesh sehingga dihasilkan didegradasi pada suhu 50 oC sambil
bubuk dengan berat 1,08 kg. Serbuk digoyang selama 24 jam. Setiap 6 jam
TKKS yang lolos saringan digunakan diambil (sampling dengan volume 3 ml)
sebagai bahan penyiapan hidrolisat. kemudian disentrifuse dengan kecepatan
5000 U/min sehingga terpisah antara
2.4.2. Penyiapan hidrolisat TKKS cairan dan padatan. Supernatannya
Sebanyak 25 gram bubuk TKKS kemudian dianalisa dengan menggunakan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml HPLC dan parameter yang diamati adalah
yang telah diisi 125 ml aquades (1 gram perubahan xilosa. Gaftar alir biodegradasi
bahan : 5 ml aquades) dibuat sebanyak 2 enzimatik tersebut dapat dilihat pada
ulangan. Kemudian dipanaskan dengan Gambar 3.
Variasi suhu 128 oC (autoklaf) dan 200
o
C (reaktor) selama 30, 45, 60 menit. 2.4.5. Analisis penelitian
Setelah proses hidrolisis tersebut Analisis penelitian yang
campuran disaring dan hidrolisat serta dilakukan meliputi analisis bahan dasar
residu (padatan) dianalisa. Gaftar alir (bubuk TKKS), yaitu kadar air (AOAC,
penyiapan hidrolisat TKKS dapat dilihat 1995), selulosa, hemiselulosa, dan lignin
pada Gambar 1. (Datta, 1981), sedangkan analisis
hidrolisat mencakup penentuan kadar air
2.4.3. Produksi enzim xilanase (crude (AOAC, 1995), dan gula reduksi dengan
enzim) metode Nelson-Somogy (AOAC, 1995),
Produksi enzim xilanase Residu hemiselulosa (Datta, 1981), serta
dilakukan menggunakan media cair penentuan kadar xilosa dengan HPLC,
menurut Zhao, dkk (2002) dengan menggunakan detektor refraksi indeks,
komposisi sebagai berikut : 0,05% xilan, kolom Bio-Rad HPX-87 H, eluen 0,01 N
0,1% pepton, 0,3% KH2PO4, 0,05% H2SO4, kecepatan alir 0,5 ml/menit dan
MgSO4, 1% (NH4)2SO4. Kemudian suhu 50 oC.
dimasukkan dalam 50 ml hidrolisat
(hidrolisat terpilih) yang sudah disiapkan.
Jamur tersebut ditumbuhkan pada media
produksi xilanase pada suhu 30 oC selam
72 jam sambil digoyang dengan
kecepatan 150 rpm kemudian dipisahkan
antara cairan dan padatan (biomassa)

28
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

TKKS Aspergillus niger


Berat : 1,2 kg 3 - 5 ose

Pencucian Hidrolisat TKKS (terpilih)


50 ml
Pemotongan dengan
pisau 2 3 cm Nutrien : 0,05% xilan, 0,1% pepton, 0,3%
KHPO4 0,05% MgSO4, 1% (NH4)2SO4
Pengeringan dalam cabinet
dryer, suhu 70 oC, kadar air 10% Produksi
xilanase
Penggilingan dengan blender
merk National pada kecepatan
No.3 selama 10 menit Ditumbuhkan dalam
waterbath pada suhu
Pengayakan dengan inkubasi 30 oC selama 72
jam sambil digoyang
saringan 35 mesh
dengan kecepatan 150 rpm
Bubuk TKKS
Berat :1,08 kg
Sentrifuse
Analisa: kadar air , selulosa, Kecepatan
Hemiselulosa, lignin 5000 x g

Biomassa/
25 g bahan + 125 g Aquades padatan
Supernatan
(sebagai crude enzim)
Hidrolisis
Suhu : 128 oC dan 200 C Gambar 2. Produksi enzim xilanase
Waktu: 30, 45, 60 menit (crude enzim)

2.4.5. Analisis penelitian


Filtrasi
Analisis penelitian yang
Padatan
Analisa
dilakukan meliputi analisis bahan dasar
residu (bubuk TKKS), yaitu kadar air (AOAC,
hemiselulosa 1995), selulosa, hemiselulosa, dan lignin
Hidrolisat (Datta, 1981), sedangkan analisis
hidrolisat mencakup penentuan kadar air
Analisa kadar air, gula (AOAC, 1995), dan gula reduksi dengan
reduksi metode Nelson-Somogy (AOAC, 1995),
Residu hemiselulosa (Datta, 1981), serta
penentuan kadar xilosa dengan HPLC,
Gambar 1. Penyiapan Hidrolisat TKKS menggunakan detektor refraksi indeks,
kolom Bio-Rad HPX-87 H, eluen 0,01 N
H2SO4, kecepatan alir 0,5 ml/menit dan
suhu 50 oC.

29
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Hidrolisat + supernatan (Crude enzim) 2.4.6. Rancangan percobaan


dengan perbadingan 1:1, pH diatur 5,5 Rancangan percobaan yang
dengan buffer asetat 200 mM dilakukan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap yang disusun
secara faktorial dengan terdiri dari 2
Biodegradasi dalam shaker faktor perlakuan yaitu : suhu (T) : 128 oC
waterbath pada suhu 50 dan 200 oC dan waktu hidrolisis (t) : 30,
o
C,kecepatan 150 rpm, selama 24 45, 60 menit. Dari hasil pengamatan
jam dianalisis dengan sidik ragam (uji F) pada
jenjang nyata 0,05 dan uji beda nyata
dilanjutkan dengan DMRT (Duncan
Sampling Multiple Range Test).
Volume 3 ml, secara aseptis
Pada jam ke-0, 6, 12, 18, 24
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Bahan Dasar
Sentrifuse
Kecepatan 5000 x g
Hasil analisa bubuk tandan
kosong kelapa sawit dapat dilihat dan
Padatan tersaji seperti pada Tabel 1.
Supernatan
Tabel 1. Komposisi kimia TKKS
Komponen Kadar (%)
Penambahan Pb-Asetat 10% sampai jernih Hemiselulosa 22,11 (db)
Selulosa 42,86 (db)
Lignin 17,58 (db)
Filtrasi dengan kertas saring Air 10,35 (wb)
Whatman No 40
Dari hasil penelitian komponen
lignoselulosa TKKS diketahui kadar
Cairan Padatan hemiselulosa, selulosa dan lignin sebesar
22,11%, 42,86%, dan 17, 58%. Hal
Penambahan Na-Oksalat tersebut sesuai dengan penelitian yang
10% sampai jernih dilakukan sebelumnya oleh Darnoko, dkk
(1991) melaporkan bahwa kandungan
hemiselulosa, selulosa dan lignin dari
Filtrasi dengan kertas saring
Whatman No 40
TKKS sebesar 22,84%, 45,95%, dan
16,49%. Adanya sedikit perbedaan
Cairan tersebut kemungkinan karena varietas
Padatan kelapa sawit dan kondisi lingkungannya
yang berbeda. Menurut Chandrakant dan
Bisaria (1998) kandungan hemiselulosa
Filtrasi vacum
pada tanaman tahunan sekitar 15-30 %.
Kalau dibandingkan bahan yang berbeda
tersebut kadar hemiselulosanya tidak jauh
HPLC
berbeda, tetapi di Indonesia TKKS
Analisa xilosa
merupakan limbah yang sangat poternsial
dimanfaatkan karena sangat melimpah
Gambar 3. Biodegradasi secara enzimatik
jumlahnya yaitu diperkirakan mencapai
6-8 juta ton (BPS, 2003).

30
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Struktur hemiselulosa yang bertambahnya waktu, kadar residu


tersusun heteropolimer , terutama oleh hemiselulosanya cenderung semakin
xilosa, dan tidak kristalin lebih mudah turun. Pada perlakuan suhu 200 oC
dihidrolisis dibanding selulosa yang selama 45 menit dan 60 menit
berbentuk kristalin dan lignin. menunjukkan hasil yang tidak beda nyata
Berdasarkan tabel tersebut diatas yang berarti waktu sudah tidak
kandungan hemiselulosanya lebih tinggi berpengaruh nyata lagi. Perlakuan suhu
daripada lignin, sehingga dapat hidrolisis 200 oC selama 45 menit
diperkirakan perlakuan yang keras merupakan kondisi yang optimal.
(dengan suhu tinggi) akan lebih efektif Dengan melihat secara
untuk menghilangkan hemiselulosanya keseluruhan, suhu hidrolisis lebih besar
dibandingkan dengan tujuan untuk pengaruhnya dibanding dengan waktu
menghilangkan ligninnya. Hal ini juga hidrolisisnya, hal ini pernah diteliti
menunjukkan bahwa limbah ini sebelumnya oleh Darnoko dkk (1991)
mempunyai potensi yang besar untuk dengan menggunakan 3 faktor yaitu
dimanfaatkan hemiselulosanya sebagai konsentrasi asam, suhu, dan waktu
bahan baku yang kemudian dipreparasi hidrolisis hemiselulosa tandan kosong
menjadi media dalam produksi xilosa kelapa sawit. Dari ketiga faktor yang
dibanding pemanfaatan glukosa dalam dipelajari tersebut ternyata konsentrasi
selulosanya yang telah banyak dilakukan. asam yang paling besar pengaruhnya
Lignin dapat menghalangi efektivitas disusul oleh suhu hidrolisis dan waktu
hidrolisis hemiselulosa maupun selulosa. hidrolisis terhadap residu
Kadar air yang dihasilkan pada penelitian hemiselulosanya. Dari data tesebut
ini adalah 10,35%(wb). Kadar air diatur semakin sedikitnya residu hemiselulosa
sekitar 10% dengan tujuan untuk dimungkinkan fraksi hemiselulosa yang
memudahkan preparasi media untuk terlarut semakin banyak.
produksi xilitol. Apabila kadar air lebih Fraksi hemiselulosa yang terlarut
dari 10% maka massa bahan padat akan semakin banyak juga ditunjukkan dengan
semakin sedikit sehingga hasilnya juga meningkatnya kadar gula reduksi.
sedikit Semakin tinggi suhu dan semakin lama
waktu hidrolisis gula reduksinya
3.2. Hasil hidrolisis TKKS meningkat, sama halnya dengan residu
Hasil hidrolisis tandan kosong hemiselulosanya faktor suhu dan waktu
kelapa sawit (TKKS) dapat dilihat seperti sudah tidak berpengaruh nyata lagi
tersaji pada Tabel 2. terhadap gula reduksinya pada perlakuan
Tabel 2. Komponen hasil hidrolisis 200 oC selama 45 menit. Sebagai bahan
Perlakuan Suhu(oC)/Waktu(menit) pembanding Rivas dkk (2002)
Kompone 128 oC 200 oC
n 30 45 60 30 45 60 melaporkan bahwa hidrolisis pada
Residu 16,38e 15,90d 15,43c 13,19b 9,95a 9,87a tongkol jagung dengan perbandingan 1 g
hemiselul bahan:8 g air menghasilkan
osa
(%db)* xilooligosakarida sebesar 25,4 g/l , xilosa
Gula 12,34a 14,79b 15,53c 16,17d 17,71e 17,76e 3,05 g/l, arabinosa 1,75 g/l, glukosa, 0,75
reduksi
(%db)** g/l, furfural 0,55 g/l dan asam asetat 1,75
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda g/l. Peningkatan suhu dapat membantu
menunjukkan beda nyata
* Pada ampas TKKS meningkatkan fraksi tersebut.
** Pada hidrolisat TKKS

Dari hasil penelitian pada Tabel 2


dapat diketahui semakin tinggi suhu dan

31
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

3.3. Biodegradasi secara enzimatik sehingga dipilih hidrolisat hasil hidrolisis


Hasil hidrolisis tanpa asam pada perlakuan yang waktunya lebih
(autohidrolisis) yang dilakukan pada singkat yaitu pada perlakuan suhu 200 oC
proses sebelumnya dengan parameter selama 45 menit. Kemudian dilanjutkan
keberhasilan semakin meningkatnya suhu dengan proses bidegradasi enzimatis
dan bertambahnya waktu residu dengan menggunakan xilanase untuk
hemiselulosanya semakin sedikit dan memecah xilooligosakarida (yang terlarut
gula reduksinya semakin tinggi. Pada dalam gula reduksi) menjadi xilosa.
perlakuan suhu 200 oC selama 45 menit Perubahan xilosa yang dihasilkan dapat
dan 60 menit menunjukkan hasil yang dilihat dan tersaji pada Tabel 3.
tidak beda nyata, yang berarti suhu dan
waktu sudah tidak berpengaruh nyata

Tabel 3. Produksi xilosa oleh Aspergillus niger


Media Produk Waktu biodegradasi (jam)

0 6 12 18 24

Hidrolisat TKKS Xilosa (g/100 ml) 0,58 0,78 1,01 1,08 1,24

Dari hasil penelitian pada Tabel 3 ternyata dengan hidrolisis enzimatis


di atas dapat diketahui bahwa xilosa yang hasilnya lebih besar.
dihasilkan pada jam ke-6 meningkat dari Berdasarkan hal tersebut, maka
0,58% menjadi 0,78%. Hal ini terbuka kesempatan untuk meneliti lebih
menunjukkan bahwa enzim aktif dan lanjut tentang waktu biodegradasi
dapat memotong xilooligosakarida enzimatis yang optimal untuk
menjadi xilosa. Pada jam ke-12 xilosa menghasilkan xilosa sebanyak-
bertambah menjadi 1,01%, demikian pula banyaknya.
pada jam ke-18 dan jam ke-24 menjadi
1,08% dan 1,23%. Selama 24 jam terjadi 4. KESIMPULAN
peningkatan xilosa cukup besar Suhu dan waktu berpengaruh
mencapai 113,79%. Hal tersebut terhadap hidrolisis tandan kosong kelapa
menunjukkan semakin lama waktu sawit. Semakin tinggi suhu dan semakin
biodegradasinya maka xilooligosakarida lama waktu hidrolisisnya, gula reduksi
yang terpotong dan xilosa yang yang dihasilkan meningkat sampai batas
dihasilkan terbukti semakin banyak. tertentu. Hidrolisis pada suhu 200 oC
Namun demikian, hasil biodegradasi pada selama 45 menit menghasilkan gula
jam ke-24 belum maksimal sebab reduksi sebesar 17,71% (db).
biodegradasi masih berlangsung setelah Biodegradasi enzimatis pada hidrolisat
24 jam dan kemungkinan akan dihasilkan menghasilkan peningkatan xilosa sebesar
xilosa yang lebih banyak. Penelitian 113,79% pada jam ke-24 atau mencapai
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh 1,24 g xilosa /100 ml.
Yulianto dkk (2002), hidolisis TKKS
dengan menggunakan asam sulfat 2,5%
pada suhu 95 oC selama 10 jam (refluks)
menghasilkan xilosa sebesar 0,24%,

32
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

5. DAFTAR PUSTAKA Rivas. B, Dominguez. J. M., Domingues


AOAC, 1995. Official Standard of H., dan Parajo J. C., 2002.
Analysis of OAC International, 16th Bioconversion of Posthydrolysed
edition AOAC International, Authohydrolysis Liquors : An
Arlington, Virginia. Alternative for Xylitol Production
BPS, 2003. Statistik Indonesia 2002, Biro from Corn Cobs, Enzyme and
Pusat Statistik, Jakarta. Micobial Technology 31: 431-438.
Candrakant, P., dan Bisaria, V.S. 1998. Yulianto, W.A., Wesniati, N., dan Indrati,
Simultaneous Bioconversion of R., 2002. Preparasi Hidrolisat
Cellulose and Hemicellulose to Tandan Kosong Kelapa Sawit
Etanol. Crit. Rev. Biotechnol., 18 (4) Sebagai Media Fermentasi untuk
: 295 231. Produksi Xilitol oleh Candida
Datta, R. 1981. Acidogenic Fermentation shehatae WAY 08, Seminar Nasional
of Lignocellulose Acid Yield and PATPI, Malang, D : 47-52.
Conversion of Components. Zhao J., Li Xuezhi, Qu Yinbo, dan
Biotechnol. Bioeng, 23 : 2167 Gao,P., 2002. Xylanase
2170. Pretreatment Leads to Enhanced
Darnoko, Sari, M., dan Mangunwijaya, Soda Pulping of Wheat Straw,
D. 1991. Pengaruh Konsntrasi Asam, Enzyme and Mikrobial Technology
Suhu dan Waktu Terhadap Hidrolisis 30:734-740.
Hemiselulosa Tandan Kosong
Kelapa Sawit, Menara Perkebunan
58 (4), 115-121.
Dwivedi, B.K. 1992 Sorbitol and
Mannitol. Dalam L.O. Nabors dan
R.C. Gelardi (eds) :Alternative
Sweeterness, pp. 333-348. Marcel.
Dekker, New York.
Gumbira-Said, E.1996. Penanganan dan
Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit,
Trubus Agriwidya, Ungaran.
Nunes A. P., dan Pourquie J., 1995.
Steam Explosion and Enzyimatic
Hydrolysis of Eucalyptus Wood,
Bioresource Technology 57:107-110.
Pratiwi, W., Atmawinata, O, dan
Pujusunaryo, R. 1988. Pembuatan
Pulp Kertas dari Tandan Kosong
Kelapa Sawit dengan Proses Soda
Antrakinon. Menara Perkebunan, 52
(2) : 48-52.

33
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

TELAAH: PENENTUAN KUALITAS DAN PEMALSUAN DAGING DAN


OLAHAN DAGING DENGAN SENSOR IMPEDANSI BIOELEKTRIK

Sucipto1*, Taufik Djatna2 , Irzaman3, Tun Tedja Irawadi4, dan Anas Miftah Fauzi2
1
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, 65145; email: ciptoub@yahoo.com
2
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Gedung Fateta IPB Dramaga PO Box 220 Bogor, 16002;
email: taufikdjatna@ipb.ac.id dan fauzianas@yahoo.com
3
Department Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680; email: irzaman@ipb.ac.id.com
4
Department Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680; email: tun_tedja@yahoo.com
* Penulis Koresponden

Abstrak

Meningkatnya kesadaran konsumen menuntut penyediaan pangan berkualitas dan


bebas dari pemalsuan. Diantaranya produk daging dan olahan daging. Perbedaan harga
daging mendorong industri pengolahan mencampurkan daging dengan kualitas dan jenis
berbeda untuk mengurangi biaya produksi. Karena itu, diperlukan penilaian kualitas dan
pemalsuan daging secara cepat, akurat, dan efisien. Perkembangan teknologi sensor
menjawab keperluan ini. Teknologi sensor secara bertahap menggeser metode
konvensional non sensor yang perlu waktu persiapan sampel, bahan kimia, dan relatif
mahal. Tulisan ini menelaah perkembangan pengukuran impedansi bioelektrik daging dan
olahan daging sebagai penentu kualitas dan pemalsuan daging. Selanjutnya dikemukakan
hasil riset awal kami terkait nilai impedansi beberapa lemak pangan pada frekuensi 3,8 - 5
MHz yang bernilai 0,023886 - 0,031608 Mega Ohm (M). Hal ini dapat dijadikan dasar
penilaian pemalsuan lemak pangan. Kombinasi impedansi bioelektrik dan teknik klustering
membantu penilaian kualitas dan pemalsuan daging dan olahan daging menjadi lebih cepat,
sederhana, mengarah in-situ, dan relatif murah. Pengembangan teknik deteksi kualitas dan
pemalsuan berbasis sensor impedansi bioelektrik akan menunjang green manufacturing
dalam agroindustri.

Kata kunci: Impedansi, bioelektrik, kualitas, pemalsuan, daging

1. PENDAHULUAN tuntutan konsumen. Berbagai teknik


Konsumsi daging dan olahan deteksi kualitas dan pemalsuan daging
daging untuk memenuhi nutrisi semakin dan olahan daging penting
meningkat di banyak negara. Komposisi dikembangkan.
kimia daging menyebabkan produk ini Saat ini, berbagai teknik deteksi
mudah rusak. Perbedaan kualitas dan kualitas dan pemalsuan daging dan
harga mendorong industri pengolahan produk daging, non sensor telah
mencampurkan kualitas dan jenis daging. digunakan. Diantaranya teknik ini gas
Karena itu, kualitas dan kemurnian chromatography (GC), gas liquid
daging dan olahan daging sepanjang chromatography (GLC), high performent
supply chain mutlak dijamin sesuai liquid chromatography (HPLC),

34
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

differential scanning calorimetry (DSC); adiposa secara nyata kurang bersifat


dan sebagainya. Adanya tuntutan konduksi daripada jaringan otot atau
kecepatan, keakuratan, dan efisiensi telah tulang (Scharfetter, et. al., 2001).
menggeser teknik deteksi kualitas dan Jaringan biologis terdiri dari sel-sel
pemalsuan bahan dari paradigma lead yang dikelilingi cairan ekstraselular.
time, just in time, menuju real time. Membran sel bertindak sebagai insulator
Perkembangan teknologi sensor pada frekuensi rendah, berperilaku seperti
diharapkan menjawab keperluan ini. sebuah kapasitor. Gambar 1
Pengukuran sifat elektrik daging menunjukkan model sederhana, suatu
dan olahan daging telah dikembangkan kapasitor dan resistor pada membran sel.
untuk menilai kualitas kemurniannya Jaringan biologis, terutama daging,
secara cepat dan non destruktif, memiliki impedansi anisotropik, yaitu
mengarah in-situ berdasar energi impedansi yang bervariasi berdasar
elektromagnetik, teknik ultrasonik, dan apakah arus berjalan sejajar atau tegak
resonansi (Castro-Giraldez, Fito, Toldra, lurus terhadap serat otot (Damez, Clerjon,
and Fito, 2010). Salah satunya, deteksi Abouelkaram, & Lepetit, 2007).
berbasis sensor impedansi bioelektrik Impedansi bioelektrik berhubungan
untuk deteksi kerusakan daging sapi dengan konsentrasi ion dan konduktivitas
(Damez et. al., 2008) dan uji listrik serta resistensi pada bahan hidup.
pencampuran lemak (Lizhi, Toyoda, Impedansi daging menurun cepat saat
Ihara, 2008). Teknik ini mengukur sifat rigor dan selama penyimpanan terus
listrik bahan sebagai penduga kualitas menurun meski jauh lebih lambat
dan pencampuran bahan. (Pliquett, Pliquett, Schoberlein, &
Telaah ini memaparkan Freywald, 1995). Karena setiap bahan
perkembangan penggunaan impedansi hidup memiliki komposisi tertentu maka
bioelektrik dikombinasikan dengan juga memiliki impedansi biolektrik
teknik klustering untuk menentukan tertentu.
kualitas dan pemalsuan daging dan Sifat ini digunakan mengenali
olahan daging. Hal ini diharapkan perubahan komposisi bahan akibat
menunjang pengembangan sensor penurunan kualitas dan atau terjadinya
kualitas dan pemalsuan daging dan pemalsuan bahan satu dengan bahan lain.
olahan daging secara lebih cepat, akurat,
dan relatif murah, serta ramah
lingkungan.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Prinsip teknik analisis impedansi
bioelektrik
Analisis impedansi bioelektrik
didasarkan pada prinsip bahwa kecepatan
aliran arus berbeda melalui tubuh (bahan
hidup) tergantung pada komposisinya.
Tubuh paling banyak tersusun dari air Gambar 1. Model sederhana kapasitor
dengan ion, dimana arus listrik dapat dan resistor untuk mebram sel
melaluinya (Mahshid and Anwar, 2008). Keterangan:
Di sisi lain, tubuh tersusun dari bahan Cm model membran kapasitansi
non konduksi (seperti lemak) yang Ri resistensi intraseluler
menghambat aliran arus listrik. Jaringan Re resistensi ekstraseluler

35
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai matematika yang menurunkan


dasar sensor untuk deteksi kualitas atau transformasi dari suatu set variabel
pemalsuan daging dan olahan daging. penduga (yang berkorelasi) menjadi set
Gambar 2 menunjukkan model (yang lebih kecil) variabel baru yang
pengukuran impedansi bioelektrik. tidak berkorelasi dinamakan principal
component. PCA digunakan
membedakan minyak zaitun dengan
minyak nabati menggunakan
spektroskopi dielektrik (Lizhi, Toyoda,
Ihara, 2010).
Partial least squares (PLS) adalah
suatu metode kalibrasi faktorial
multivariabel yang memisahkan spektra
data ke dalam pemuatan dan penilaian,
Gambar 2. Model pengukuran membangun model hubungan kalibrasi
impedansi bioelektrik dari variabel baru (Martens & Naes,
Keterangan: 1989).
M Alat mengukur impedansi PLS dipasangkan FTIR
C Kapasitansi spectroscopy untuk membedakan kualitas
R Resistansi minyak pangan. Teknik ini dapat
mengevaluasi komposisi asam lemak dan
2.2. Teknik klustering untuk sensor kualitas virgin olive oil (Maggio et.al.,
Berbagai teknik klustering data 2009).
sebagai pendukung sensor kualitas dan Prosedur validasi silang
pemalsuan bahan telah dikembangkan. digunakan untuk verifikasi model
Data hasil pengukuran parameter kalibrasi. Nilai root mean standard error
kualitas dan pemalsuan bahan dapat of calibration (RMSEC) dan coefficient
dibedakan dengan teknik statistik. Teknik of determination (R2) digunakan sebagai
yang sering digunakan dalam kriteria validasi untuk kalibrasi. Validasi
chemometric method seperti principal berikutnya menggunakan mean difference
component analysis (PCA), linear (MD) dan standard deviation of
discriminant analysis (LDA), support difference (SDD) untuk akurasi dan
vector machine (SVM) and K-nearest keberulangannya (Rohman, Sismindari,
neighbor (KNN) (Di, Shuijuan, Xiaojing, Erwanto, & Che Man, 2010).
Haiqing, & Yong, 2008; Pravdova,
Boucon, de Jong, Walczak, & Massart, 2.3. Aplikasi impedansi bioelektrik
2002; Sikorska, Gorecki, Khmelinskii, untuk kualitas daging dan olahan
Sikorski, & De Keukeleire, 2006). daging
Teknik ini digunakan menurunkan Kualitas daging sangat heterogen
spektrum pengukuran pada suatu kategori terkait komposisi, teknologi dan atribut
di dalam training set. Perhitungan sensoris yang berpengaruh pra
chemometrics sesuai untuk analisis penyembelihan (bibit, kelamin, umur,
campuran kompleks dan dapat berat, dan lingkungan) dan faktor post-
mengurangi secara cepat dan simultan mortem (waktu simpan dan suhu)
untuk tiap komponen campuran tanpa (Andres, et. al., 2007). Beragamnya
banyak waktu. karakteristik kualitas daging menjadi
Principal component analysis perhatian konsumen (Warriss, 2004).
(PCA) suatu teknik exploratori Beberapa publikasi memanfaatkan
multivariabel dan meliputi suatu operasi

36
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

impedansi biolektrik untuk deteksi 2.3.3. Kandungan lemak


beberapa kualitas daging. Penelitian sifat listrik untuk
perkiraan kandungan lemak karkas
2.3.1. Deteksi daging beku hewan atau daging telah dilakukan.
Awalnya diketahui sampel daging Lemak merupakan isolator listrik
beku memiliki impedansi sangat lemah. sehingga mempengaruhi impedansi
Selanjutnya, diketahui impedansi yang jaringan. Pengukuran konduktivitas
rendah bukan hanya bagi daging beku, listrik sederhana pada karkas segera
tetapi juga pada daging yang sangat lama pasca penyembelihan dikaitkan data
disimpan (Damez, Clerjon, Abouelkaram, anatomis memberikan akurasi tinggi pada
& Lepetit, 2008). penentuan kandungan lemak (R2=0,95).
Hal ini terjadi karena belum terjadi
2.3.2. pH perubahan membran dan kompartemen
Penelitian impedansi yang mengarah ekstraseluler sesaat pasca penyembelihan
pada penurunan pH atau evaluasi pH dan pengukuran dilakukan pada suhu
akhir, telah dilakukan pada daging babi yang stabil.
(Swatland, 1985) dan daging sapi (Byrne, Sebuah paten sistem pengukuran
Troy, & Buckely, 2000). Pada daging kandungan lemak dalam otot telah
babi, satu masalah yang dievaluasi water dikembangkan (Madsen, Rasmussen,
holding capacity (WHC) (Schafer, Boggaard, & Nielsen, 1999). Peralatan
Rosenvold, Purslow, Andersen, & portabel menggunakan elektroda
Henckel, 2002) dan deteksi daging pale dimasukkan dalam otot dan kandungan
soft exudative (PSE), yang memiliki pH lemak diperkirakan melalui pengukuran
rendah dan sangat eksudatif. Dalam kasus pada beberapa frekuensi. Pengukuran
daging sapi, masalahnya adalah daging kandungan lemak pasca rigor tidak
dark firm dry (DFD) yang ber-pH tinggi. konsisten, karena impedansi dalam kasus
Kedua cacat ini berhubungan dengan ini juga dipengaruhi kondisi membran.
modifikasi membran dan cairan
ekstraseluler, yang mempengaruhi sifat 2.3.4. Tenderness
listrik daging. Byrne et. al. (2000) meneliti
Pengukuran sifat listrik daging kaitan sifat listrik otot setelah memasak
terkait pH fokus pada deteksi cacat awal untuk tenderness dan berusaha
daging, selama kurun waktu 45 menit menghubungkan sifat listrik dan
sampai 1 jam pasca penyembelihan. resistensi mekanis daging. Hasil
Hasilnya menunjukkan pengukuran listrik penelitian menunjukkan tidak ada
kurang sesuai untuk deteksi dini DFD hubungan langsung antara tenderness
(Forrest et.al., 2000; Guerrero et.al., daging dan pengukuran listrik langsung.
2004). Kesulitan mendeteksi daging PSE Ini disebabkan jaringan penghubung yang
selama rigor karena pH dan suhu daging berperan penting terhadap tenderness,
berubah cepat selama periode ini. Hal ini memiliki impedansi sama dengan serat
terkait perubahan metabolik yang otot. Akibatnya tenderness tidak dapat
mempengaruhi struktur dan sifat dideteksi dengan pengukuran sifat listrik.
listriknya kemudian. Namun,
konduktivitas lebih mampu mendeteksi 2.3.5. Ageing
daging PSE sekaligus capaian pH akhir Ageing terkait proses fisika dan
(Guerrero et. al., 2004). biokimia. Proses ini melibatkan protease
endogen pada struktur serat otot,
peningkatan progresif permeabilitas air
membran, dan melemahnya jaringan ikat.

37
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Lepetit, Sale, Favier, dan Dalle (2002) bernilai lebih rendah (Fajardo et.al.,
menunjukkan bahwa variasi hewan dari 2008), adanya ketidakjelasan spesies
rasio impedansi frekuensi rendah sampai (Aida, Che Man, Wong, Raha, & Son,
impedansi frekuensi tinggi berasal dari 2005). Selanjutnya, Ballin (2008)
variasi ion atau lemak. Rasio impedansi mengkategorikan metode authentication
tidak dipercaya menunjukkan daging dan produk daging. (1) Meat
pematangan atau kerusakan daging. origin- kelamin, potongan daging,
Otot bersifat elektrik anisotropik, pemeliharaan, pakan ternak, umur saat
artinya otot dan daging menunjukkan penyembelihan, wild meat dibanding
perubahan sifat listrik sesuai bidang farmed meat, daging organik dibanding
listrik dalam sampel. Pasca rigor mortis, konvensional, dan asal daerah; (2)
impedansi listrik daging berkurang linear. substitusi daging- spesies dan jaringan
Kekuatan serat otot dapat diprediksi daging, lemak tumbuhan atau hewan, dan
secara lebih baik menggunakan resistensi protein nabati, hewani, atau komponen
mekanik serat otot dan anisotropik listrik organik; (3) perlakuan prosesing daging-
daripada impedansi secara mandiri iradiasi, segar dibanding daging yang
(Lepetit et.al., 2002). telah di-thawing, perlakuan daging; (4)
Tingkat penuaan daging sapi bahan tambahan non daging- bahan
bervariasi antar individu hewan. tambahan dan air.
Kekuatan serat otot mencapai nilai Ducan et.al. (2008) memprediksi
minimum dalam beberapa hari, sedang komposisi tubuh ikan cobia
untuk serat otot yang sama pada hewan Rachycentron canadum diberi pakan
lain dapat lebih dari 2 minggu. Lepetit & tertentu dengan impedansi bioelektrik
Hamel (1998) menyatakan mungkin dan metode kimia. Hasilnya
untuk memilih daging yang mengalami menunjukkan hubungan nyata antara
penuaan cepat jika kondisi penuaan analisis impedansi dan analisis kimia
diketahui pada 48-jam postmortem. Ini proksimat. Ini menunjukkan metode
akan menghindarkan penyimpanan impedansi bioelektrik dapat digunakan,
daging yang mengalami penuaaan pada tidak mahal, tidak mematikan, dan dapat
periode lama. Keuntungan yang menentukan komposisi proksimat di
diharapkan akan mengurangi 50% biaya tempat bahan uji.
penyimpanan. Studi ini mengukur Lizhi, Toyoda, and Ihara (2010)
penuaan menggunakan metode mekanis mengaplikasikan dielektrik spektroskopi
destruktif. Penentuan penuaan dapat untuk mengidentifikasi pemalsuan
diperoleh dari sensor non-distruktif. minyak zaitun pada frekuensi 101 Hz1
Salah satunya sensor yang dibuat Damez MHz. Dengan model partial least
et. al. (2008) menggunakan anisotropik squares (PLS) dikembangkan dan
impedansi listrik, dan telah dipatenkan digunakan untuk verifikasi konsentrasi
(Lepetit et. al., 2007). pencampuran. Lebih jauh principal
component analysis (PCA) digunakan
2.4. Aplikasi impedansi bioelektrik untuk mengklasifikasi sampel minyak
untuk pemalsuaan daging dan olahan zaitun dibedakan dari pencampurnya
daging berbasis spektra dielektrik. Klasifikasi
Pencampuran spesies daging dan PCA semua sampel mampu membedakan
olahan daging menjadi problem meluas di konsentrasi dan pencampuran hingga 5%.
pasar retail (Asensio, et.al., 2008). Sucipto, Irzaman, Tun Tedja, dan
Evaluasi kualitas dan pemalsuan produk- Fauzi (2011) mengemukakan salah satu
produk ini meliputi beberapa isu, seperti sifat dielektrik, khususnya konduktansi
substitusi daging bernilai tinggi dengan

38
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

berpotensi untuk mendeteksi lemak babi pengukuran. Hasil serupa didapat oleh
pada frekuensi pengukuran 3,8-5 MHz. Gabriel, Lau, and Gabriel (1996).
Di laboratorium kami telah Perbedaan impedansi antar lemak diduga
dilakukan riset awal pengukuran dipengaruhi komposisi asam lemak
impedansi lemak pangan yang penyusun. Lizhi, Toyoda, Ihara (2008)
diharapkan menjadi dasar sensor berhasil membedakan beberapa asam
pemalsuan lemak berbasis impedansi lemak dengan sifat listrik. Scharfetter, et.
bioelektrik. al. (2001) menyatakan lemak bahan non
Pengukuran impedansi bioelektrik konduksi penghambat aliran listrik yang
lemak menggunakan LCR HiTESTER berpengaruh pada impedansi. Pengaruh
(Hioki) tipe 3532-50 yang memiliki asam lemak terhadap sifat listrik lain,
rentang frekuensi 42 Hz - 5 MHz. Lemak khususnya konduktansi telah
sapi, lemak babi, dan minyak sawit didiskusikan Sucipto, Irzaman, Tun
diukur impedansinya pada suhu ruang Tedja, dan Fauzi (2011).
(26-27oC) dan frekuensi 3,8; 4,0; 4,2; Hasil riset awal akan dilanjutkan
4,4; 4,6; 4,8; 5,0 MHz. Impedansi proses klustering untuk membedakan
dinyatakan dalam satuan Mega Ohm antar lemak. Ini akan mendukung
(M). Setiap sampel lemak dimasukkan pengembangan sensor impedansi
lempeng paralel dari tembaga, 20 mm x bioelektrik deteksi pemalsuan lemak.
10 mm berjarak 5 mm. Kombinasi impedansi dan teknik
Hasil riset menunjukkan impedansi klustering membantu penilaian
bernilai 0,023886 - 0,031608 M Ohm pemalsuan dan kualitas bahan menjadi
pada Gambar 3. lebih cepat, sederhana, mengarah in-situ,
dan relatif murah. Hal ini menunjang
green manufacturing dalam agroindustri.

3. KESIMPULAN
Dari telaah pustaka dan riset awal
kami, disimpulkan:
Penggunaan impedansi bioelektrik
dikombinasikan teknik klustering
mampu menyederhanakan penentuan
0.035000 kualitas dan pemalsuan daging dan
Impedansi (MOhm)

0.030000 olahan daging.


0.025000 Riset awal kami menguatkan bahwa
0.020000 impedansi dipengaruhi frekuensi.
0.015000
Minyak sawit Impedansi pada frekuensi 4,4 - 5,0
0.010000 Lemak babi MHz dan suhu ruang (26-27oC)
0.005000
berpotensi digunakan untuk
Lemak sapi
membedakan lemak pangan.
0.000000
3.8 4 4.2 4.4 4.6 4.8 5
Terbuka peluang pengembangan
sensor impedansi bioelektrik untuk
Frekuensi (MHz) menentukan kualitas dan pemalsuan
daging dan olahan daging secara
Gambar 3. Hubungan frekuensi dan cepat, sederhana, mengarah in situ,
impedansi beberapa lemak pangan dan relatif murah. Hal ini mendukung
green manufacturing dalam
Hasil tersebut menunjukkan nilai agroindustri.
impedansi sangat dipengaruhi frekuensi

39
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

4. DAFTAR PUSTAKA Di, W., Shuijuan, F., Xiaojing, C.,


Aida, A. A., Che Man, Y. B., Wong, C. Haiqing, Y., Yong, H. 2008.
M. V. L., Raha, A. R., & Son, R. Independent component analysis and
2005. Analysis of raw meats and fats support vector machine combined for
of pigs using polymerase chain brands identification of milk powder
reaction for halal authentication. based on visible and short-wave
Meat Science, 69, 4752. near-infrared spectroscopy. Image
Andres, S., Murray, I., Navajas, E. A., and Signal Processing. Congress on
Fisher, A. V., Lambe, N. R., & 5. 456459.
Bunger, L. 2007. Prediction of
Duncan, M., Craig, S.R., Lunger, A.N.,
sensory characteristics of lamb meat
Kuhn, D.D., Salze, G., McLean, E.
samples by near infrared reflectance
2008. Bioimpedance assessment of
spectroscopy. Meat Science, 76,
body composition in cobia
509516.
Rachycentron canadum (L. 1766).
Asensio, L., Gonzalez, I., Garcia, T., &
Aquaculture, 271, 432438.
Martn, R. 2008. Determination of
Fajardo, V., Gonzalez, I., Martin, I.,
food authenticity by enzyme-linked
Rojas, M., Hernandez, P. E., Garca,
immunosorbent assay (ELISA). Food
T. 2008. Real-time PCR for detection
Control, 19, 18.
and quantification of red deer
Ballin, N. Z. 2010. Review
(Cervus elaphus), fallow deer (Dama
Authentication of meat and meat
dama), and roe deer (Capreolus
product. Meat Science, 86, 577587.
capreolus) in meat mixtures. Meat
Byrne, C. E., Troy, D. J., & Buckely, D.
Science, 79, 289298.
J. 2000. Postmortem changes in
Forrest, J. C., Morgan, M. T., Borggaard,
muscle electrical properties of
C., Rasmussen, A. J., Jespersen, B.
bovine M-longissimus dorsi and their
L., & Anderson, J. R. 2000.
relationship to meat quality attributes
Development of technology for the
and pH fall. Meat Science, 54(1),
early post mortem prediction of
2334.
water holding capacity and drip loss
Castro-Giraldez, M., Chenoll, C., Fito,
in fresh pork. Meat Science, 55(1),
P. J., Toldra, F., Fito, P. Physical
115122.
sensors for quality control during
Gabriel S, Lau R.W., Gabriel C. 1996.
processing. In Toldra. F. 2010.
The dielectric properties of
Handbook of meat processing.
biological tissues: III parametric
Wiley-Blackell. A John Wiley &
models for the dielectric spectrum of
Sons, Inc.
tissues. Phys Med Biol, 41, 2271
Damez, J. L., Clerjon, S., Abouelkaram,
2293.
S., & Lepetit, J. 2007. Dielectric
Guerrero, L., Gobantes, I., Oliver, M. A.,
behavior of beef meat in the 11500
Arnau, J., Guardia, M. D., Elvira, J.
kHz range: Simulation with the
2004. Green hams electrical
Fricke/ColeCole model. Meat
impedance spectroscopy (EIS)
Science, 77(4), 512519.
measures and pastiness prediction of
Damez, J. L., Clerjon, S., Abouelkaram,
dry cured hams. Meat Science, 66(2),
S., & Lepetit, J. 2008. Beef meat
289294.
electrical impedance spectroscopy
Lepetit, J., & Hamel, C. 1998.
and anisotropy sensing for non-
Correlations between successive
invasive early assessment of meat
measurements of myofibrillar
ageing. Journal of Food Engineering,
resistance of raw Longissimus dorsi
85 (1), 116122.

40
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

muscle during ageing. Meat Science, Martens, H. and Naes, T. 1989.


49(2), 249254. Multivariate calibration. Chichester:
Lepetit, J., Sale, P., Favier, R., & Dalle, Wiley.
R. 2002. Electrical impedance and Pliquett, F., Pliquett, U., Schoberlein, L.,
tenderisation in bovine meat. Meat & Freywald, K. 1995. Impedance
Science, 60(1), 5162. measurements to characterize meat
Lepetit, J., Damez, J. L., Clerjon, S., quality. Fleischwirtschaft, 75(4),
Favier, R., Abouelkaram, S., & 496498.
Dominguez, B. 2007. Multielectrode Pravdova, V., Boucon, C., de Jong, S.,
sensor for measurement of electrical Walczak, B., Massart, D. L. 2002.
anisotropy of a biological material Three-way principal component
[e.g. meat] and utilization of the analysis applied to food analysis: An
sensor. French Patent Application example.Analytica Chimica Acta,
(FR2880124-B1). 462, 133148.
Lizhi, H., Toyoda , K., Ihara, I. 2008. Rohman, A., Sismindari, Erwanto, Y.,
Dielectric properties of edible oils Che Man, Y.B. 2011. Analysis of
and fatty acids as a function of pork adulteration in beef meatball
frequency, temperature, moisture and using Fourier transform infrared
composition. Journal of Food (FTIR) spectroscopy. Meat Science,
Engineering, 88, 151158. 88, 9195.
Lizhi, H., Toyoda, K. Ihara, I. 2010. Schafer, A., Rosenvold, K., Purslow, P.
Discrimination of olive oil P., Andersen, H. J., & Henckel, P.
adulterated with vegetable oils using 2002. Physiological and structural
dielectric spectroscopy. Journal of events post mortem of importance
Food Engineering, 96, 167171. for drip loss in pork. Meat Science,
Madsen, N.T., Rasmussen, A.J., 61, 355366.
Boggaard, C., & Nielsen, T. 1999. Scharfetter H, Schlager T, Stollberger R,
Apparatus and method for measuring Felsberger R, Hutten H, Hinghofer-
the content of intramuscular fat in Szalkay H. 2001. Assessing
carcasses or parts thereof. PCT abdominal fatness with local
International Patent Application DK bioimpedance analysis: basics and
97-0779 (19970701) [Slagteriernes experimental findings. Int J Obes
Forskningsinst., DK-400 Roskilde, Relat Metab Disord, 25, 502-511.
Denmark]. Sikorska, E., Gorecki, T., Khmelinskii, I.
Maggio, R. M., Kaufman, T. S., Del V., Sikorski, M., De Keukeleire, D.
Carlo, M., Cerretani, L., Bendini, 2006. Monitoring beer during storage
A., Cichelli, A. 2009. Monitoring of by fluorescence spectroscopy.Food
fatty acid composition in virgin olive Chemistry, 96, 632639.
oil by Fourier transformed infrared Sucipto, Irzaman, Tun Tedja I., and Fauzi
spectroscopy coupled with partial A. M. 2011. Potential of conductance
least squares. Food Chemistry, 114, measurement for lard detection.
15491554. International Journal of Basic &
Mahshid D. and Anwar T. M. 2008. Applied Sciences IJBAS-IJENS,
Review Is bioelectrical impedance 11(05), 26-30.
accurate for use in large Swatland, H. J. 1985. Optical and
epidemiological studies?. Nutrition electronic methods of measuring pH
Journal, 7, 26. and other predictors of meat quality
http://www.nutritionj.com/content/71 in pork carcasses. Journal of Animal
/26 Science, 61(4), 887891.

41
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Warriss, P. D. 2004. Meat Science. An


introductory text. Wallingford,
Oxon, UK: CABI Publishing.

42
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENERAPAN HEAT MOISTURE TREATMENT PATI UBI JALAR VAR. PAPUA


SALOSA UNTUK PEMBUATAN SOHUN

Yudi Pranoto *) dan Haryadi *)


*) Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Jl. Flora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia 55281
E-mail: pranoto@ugm.ac.id

Abstrak

Diversifikasi pangan berbasis karbohidrat non beras perlu dikembangkan untuk


mendukung ketahanan pangan Indonesia. Salah satu komoditas lokal yang potensial adalah
ubi jalar. Hingga saat ini, pemanfaatan ubi jalar sebagai pangan pokok masih terbatas.
Salah satu varietas unggulan ubi jalar yang telah dikembangkan adalah Papua Salosa.
Varietas ini produktivitasnya tinggi dan tahan terhadap serangan penyakit. Pemanfaatan
pati ubi jalar sebagai sohun (starch noodle) adalah cara yang tepat untuk diversifikasi
pangan. Namun demikian pati alaminya umumnya memiliki kualitas yang rendah,
memiliki sifat mengembang bebas dan tidak mudah memadat. Sehingga modifikasi sifat
pati ubi jalar diperlukan untuk membuatnya lebih cocok untuk pembuatan sohun.
Modifikasi pati secara fisik seperti heat moisture treatment (HMT) telah dikenal lebih
alami dan dapat memodifikasi sifat fungsional pati menjadi lebih cocok untuk pembuatan
sohun. Penelitian bertujuan menerapkan HMT pada pati ubi jalar varietas Papua Salosa
untuk dibuat menjadi sohun.
Pati ubi jalar dari varietas Papua Salosa diatur kadar airnya bervariasi 20, 25 dan
30%, dan selanjutnya dipaparkan dengan pemanasan pada suhu 80, 90 , 100 dan 100oC
selama 3 jam. Pati alami dan yang telah mengalami perlakuan HMT dievaluasi sifat-sifat
kekuatan pengembangan, kelarutan, kekerasan gel dan sifat pastingnya. Pati yang
mengalami perubahan sifat terbaik dibuat menjadi sohun dengan pembanding dari pati
alaminya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa HMT menurunkan kekuatan pengembangan
dan kelarutan pati. Penurunan kelarutan ditunjukkan secara nyata dengan suhu dan kadar
air lebih tinggi. HMT memodifikasi kekerasan gel, dan kenaikan kekerasan gel
ditunjukkan dengan suhu 80oC; kekerasan gel tertinggi dicapai dengan kadar air 25%.
Dalam hal sifat pastingnya, HMT sedikit memodifikasi suhu dan viskositas puncaknya,
serta menaikkan viskositas akhirnya. Sohun yang dibuat dari pati dengan perlakuan HMT
menghasilkan kekerasan, kekuatan tarik, dan perpanjangan putus lebih tinggi, dengan
cooking loss lebih rendah dibandingkan dengan sohun dari pati ubi jalar alaminya.

Kata kunci: pati ubi jalar, heat moisture treatment, sohun, pasting, ketahanan pangan

1. PENDAHULUAN yang cukup memprihatinkan. Tingginya


Ketahanan pangan sangat konsumsi beras nasional telah
diperlukan dalam pembangunan nasional mengakibatkan melemahnya ketahanan
karena berkaitan dengan kualitas sumber pangan di Indonesia. Keadaan ini
daya manusia. Ketahanan pangan di diakibatkan kian meningkatnya
Indonesia saat ini berada dalam kondisi permintaan terhadap beras dan

43
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

menurunnya permintaan dan konsumsi dalam pembuatan mie berbasis pati atau
bahan pangan karbohidrat alternatif sohun, pati ubi jalar memiliki sifat
seperti jagung, sagu, ketela, kentang, ubi inferior. Pati ubi jalar menunjukkan
jalar, dan lainnya. Sementara itu Brabender amylograf Tipe A, lebih
peningkatan jumlah konsumsi beras tidak mengembang bebas dan tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi mengental/memadat (non-concealing)
beras nasional (Tarigan, 2003). (Tian et al., 1991). Oleh karena itu
Untuk mendukung ketahanan diperlukan suatu modifikasi pada pati ubi
pangan nasional, maka diversifikasi jalar untuk meningkatkan sifat inferior
pangan berbasis karbohidrat non beras tersebut. Modifikasi dapat dilakukan baik
perlu dikembangkan. Salah satu secara kimiawi dan biokimiawi maupun
komoditas lokal yang potensial untuk secara fisikawi (Murphy, 2000). Contoh
dikembangkan dalam diversifikasi modifikasi secara kimiawi antara lain
pangan adalah ubi jalar. Ubi jalar konversi (depolimerisasi),
potensial sebagai sumber karbohidrat, transilglikosidasi (dekstrinisasi), cross-
dengan kandungan kalori per 100 g linking, stabilisasi/substitusi, kationisasi,
cukup tinggi yaitu 123 kal. Ubi jalar dan graft kopolimerisasi. Sedangkan
mengandung vitamin dan mineral yang contoh modifikasi secara fisikawi antara
cukup tinggi sehingga layak dinilai lain pregelatinisasi, granular cold water
sebagai golongan bahan pangan sehat, soluble starch (GCWS), ball milling,
dapat berfungsi dengan baik sebagai annealing, heat-moisture treatment
substitusi dan suplementasi makanan (HMT), dan dry heating. Modifikasi akan
sumber karbohidrat tradisonal nasi beras. membuat pati lebih cocok untuk produk-
Ubi jalar memiliki keunggulan yaitu produk yang biasanya menggunakan tipe-
mudah diproduksi pada berbagai lahan tipe pati lainnya (Singh et al., 2005).
dengan produktivitas tinggi. HMT merupakan hydrothermal
Ubi jalar varietas Papua Salosa treatment dengan mengkondisikan pati
merupakan ubi jalar hasil dari persilangan pada kombinasi kadar air dan suhu
terkendali antara varietas Muara Takus tertentu yang mampu mengubah sifat pati
dan Siate (varietas lokal Papua). tanpa mengubah kenampakan ganula
Keunggulan dari ubi jalar ini adalah (Collado dan Corke, 1999). Modifikasi
produktivitasnya yang tinggi, yaitu 24,2- ini dapat menyebabkan terjadinya
30 t/ha. Selain itu ubi jalar ini dapat pegaturan kembali dan peningkatan
ditanam pada lahan sawah dan tegalan derajat asosiasi rantai molekul penyusun
daerah pegunungan, sehingga cocok pati. Metode HMT telah dilaporkan dapat
untuk ditanam di daerah Papua. meningkatkan kualitas pati ubi jalar
Ketahanan ubi jalar ini terhadap penyakit karena mampu mengubah pola amilograf
juga cukup baik. Diharapkan ubi jalar pati. Modifikasi pati secara fisikawi ini
varietas Papua Salosa ini dapat tidak menyebabkan kerusakan pada
mendukung ketahanan pangan nasional granula. Metode HMT lebih mudah dan
utamanya di wilayah Papua. lebih aman digunakan daripada
Dalam pemanfaatan pati ubi jalar modifikasi secara kimiawi karena
dalam industri pangan, perlu diketahui menggunakan bahan alami. Pada
karakterisasi patinya terlebih dahulu, penggunaan patinya, perlakuan HMT
terutama pada sifat-sifat fungsional dan dapat meningkatkan kualitas tekstur pada
fisiokimiawinya (Zaidul et al., 2007). sohun dari pati ubi jalar (Collado et al.,
Sifat fungsional pati yang paling penting 2001). Penelitian penerapan HMT pada
adalah sifat termal dan pastingnya. pati ubi jalar terutama valietas Papua
Dalam industri pengolahan, terutama Salosa belum pernah dilakukan, untuk itu

44
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

perlu dikaji tingkat efektifitasnya HMT dengan aquades hingga diperoleh kadar
dalam memodifikasi sifat patinya. air yang diinginkan sesuai perhitungan
Penelitian ini bertujuan untuk yang telah dilakukan sebelumnya.
menentukan kombinasi kadar air dan Kemudian pati disimpan selama satu
suhu HMT yang sesuai, yang dapat malam pada suhu 5oC agar kadar airnya
memberikan karakteristik pati ubi jalar setimbang. Tempering dilakukan pada
yang cocok untuk digunakan sebagai suhu dingin agar pati tidak mengalami
bahan dasar pembuatan sohun. kerusakan mikrobiologis. Setelah
dikeluarkan dari pendingin, pati diaduk
kembali agar kadar airnya lebih merata.
2. METODE PENELITIAN Lalu dilakukan pemanasan pada suhu 80
2.1. Bahan dan alat penelitian o
C, 90 oC, 100 oC da 110 oC selama 3 jam.
Bahan utama yang digunakan Pati didinginkan untuk mencegah
dalam penelitian ini adalah ubi jalar dari gelatinisasi lebih lanjut dan dikeringkan
varietas Papua Salosa yang diperoleh dari pada suhu 50 oC hingga kering,
Balai Penelitian Kacang-kacangan dan disetimbangkan pada suhu kamar selama
Umbi-umbian (Balitkabi) di Malang, 4 jam, dan dikemas hingga siap
Jawa Timur. dianalisis. Analisis yang dilakukan pada
Alat yang digunakan untuk pati hasil modifikasi HMT sama dengan
penelitian ini adalah timbangan, ember, analisis pada pati alami, meliputi
pisau, mesin penggiling, saringan, kain kekuatan pengembangan (Tester dan
saring, ayakan 200 mesh, spatula dan Morrison, 1990), kelarutan pati (Tester
loyang yang digunakan selama proses dan Morrison, 1990), kekerasan gel
ekstraksi. Alat yang digunakan pada (Sanabria dan Filho, 2008), dan sifat
proses pembuatan starch noodle/sohun pasting dengan membaca amilografinya
adalah timbangan, hand mixer, loyang, (Shingh et al.,2005).
kukusan, kompor, perajang mekanis, Pati ubi jalar hasil perlakuan
cabinet dryer, dan lain-lain. Sedangkan (HMT) yang menunjukkan peningkatan
alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik terbaik diteliti potensinya
antara lain timbangan analit, desikator, dalam pembuatan sohun. Pembuatan
waterbath, blender, oven, stirrer, sohun dilakukan berdasarkan metode
termokopel, vortex, Lloyds Universal yang dilakukan oleh Hormdok dan
Testing Machine (tensile strength, Noomhorm (2006). Pati alami dan pati
elongasi, tekstur), kompor listrik HMT ditimbang, masing-masing seberat
(cooking loss, cooking time), 40 g, kemudian dibuat suspensi dengan
spektrofotometer (kadar amilosa), rasio pati dan air 1:2. Suspensi itu
Viscometer merk Brookfield (sifat dituangkan ke dalam loyang dan
amilografi) dan alat-alat lain. diratakan hingga membentuk lapisan
tipis, selanjutnya dikukus pada suhu
2.2. Prosedur penelitian 100oC selama 20 menit. Setelah dikukus,
Penelitian diawali dengan proses lembaran gel diretrogradasi selama 2 jam
ekstraksi pati ubi jalar varietas Papua pada suhu 5oC, lalu lembaran gel dirajang
Salosa menggunakan metode Collado dan dengan perajang mekanis. Setelah itu,
Corke (1997). Selanjutnya pati dilakukan dikeringkan pada suhu 50oC dalam
modifikasi secara HMT berdasarkan cabinet dryer hingga kering. Sohun
metode Collado et al. (2001). Pertama kering kemudian didiamkan sejenak pada
kali pati diatur kadar airnya menjadi suhu kamar untuk kemudian dikemas
20%, 25% da 30%. Pengaturan ini dalam plastik polyethylene (PE) hingga
dilakukan dengan cara pati kering ditetesi sohun siap untuk evaluasi atau pengujian.

45
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Evaluasi dan pengujian yang dilakukan Kekuatan pengembangan pati ubi jalar
terhadap sohun antara lain; kekerasan alami adalah sebesar 14,23 g/g (db),
(Galvez et al., 1994), kekuatan tarik sedangkan kekuatan pengembangan pati
(Galvez et al., 1994), perpanjangan putus HMT lebih rendah dari pati ubi jalar
(Galvez et al., 1994) dan cooking loss alami, walaupun pada pati dengan
(Hormdok dan Noomhorm, 2007). perlakuan suhu 80 dan 90oC dengan
kadar air 20% penurunannya tidak terlalu
2.3. Rancangan percobaan dan analisis signifikan. Pati HMT dengan kekuatan
statistik pengembangan terkecil adalah suhu
Penelitian dilakukan berdasarkan 110oC dengan kadar air 20%, dengan
Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang kekuatan pengembangan sebesar 9,41 g/g
pertama adalah pengaturan kadar air (db).
sebelum HMT, yaitu dengan kadar air
sebesar 20%, 25% dan 30%. Faktor Tabel 1. Kekuatan pengembangan dan
kedua yaitu suhu HMT yaitu 80, 90, 100, kelarutan pati
dan 110C. Setiap perlakuan dilakukan Perlakuan Kekuatan
Kelaru
tiga kali ulangan analisis. Data yang Sam tan
Pengembang
pel Suhu Kadar (%)
diperoleh diolah secara tatistic dengan (C) air (%)
an (g/g) db
db
menggunakan ANOVA. Apabila Pati 7,56
pengaruhnya signifikan (P<0,05) maka 14,230,43f
alami 0,55e
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple 6,11
Range Test (DMRT). 20 14,120,58f 0,24a
6,52
80
25 13,420,11e 0,56d
2,91
30 10,450,20c 0,21bc
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 5,84
3.1. Kekuatan pengembangan dan 20 14,350,04f 0,28d
kelarutan pati 2,74
90 9,570,28ab
Ketika dipanaskan dalam air 25 0,27abc
berlebih, struktur kristalin pati akan 10,170,73ab 3,04
c
Pati 30 0,34c
terganggu (karena putusnya ikatan HMT 2,61
hidrogen) dan molekul air akan terikat 20 9,860,10abc 0,32abc
dengan grup hidroksil dari amilosa dan 2,17
100
amilopektin melalui ikatan hidrogen. Hal 25 9,750,27abc 0,42ab
ini menyebabkan peningkatan 2,72
pengembangan granula dan peningkatan 30 11,321,04d 0,57abc
2,14
kelarutan. Kekuatan pengembangan dan 20 9,410,47a 0,54a
kelarutan memberikan bukti besarnya 10,220,30ab 2,47
interaksi antar rantai pati dalam area 110 c
25 0,26abc
amorf dan kristalin. Besarnya interaksi 2,89
ini dipengaruhi oleh rasio 30 11,400,25d 0,12bc
amilosa/amilopektin, dan sifat amilosa Keterangan: huruf yang sama
dan amilopektin dalam hal berat menunjukkan tidak berbeda nyata untuk
molekul/distribusi, derajat dan panjang tingkat kepercayaan 95%
cabangnya (Singh dan Kaur, 2009).
Kekuatan pengembangan pada
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
pati dipengaruhi oleh kandungan amilosa
terdapat penurunan kekuatan
dan amilopektin yang ada pada granula
pengembangan dari pati HMT jika
pati. Ketika dipanaskan dalam air,
dibandingkan dengan pati ubi jalar alami.
granula pati akan mengembang terus-

46
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

menerus dan amilosa merupakan salah penelitian menyebutkan bahwa


satu faktor penentu tingginya tingkat perubahan struktural pada granula pati
pengembangan tersebut (Tester dan setelah HMT, mungkin menyebabkan
Morrison, 1990). penurunan kekuatan pengembangan dan
Selama HMT berlangsung, terjadi kelarutan pati (Leach et al., 1959).
peningkatan interaksi ikatan molekul pati Penurunan kekuatan pengembangan dan
namun hal ini juga menyebabkan kelarutan pada pati HMT dibandingkan
hilangnya beberapa ikatan double helix dengan pati ubi jalar alami karena
molekul pati sehingga membatasi penurunan stabilitas granula, yang
kemampuan pengembangan granula pati. berakibat pada pembukaan ikatan double
Penurunan kekuatan pengembangan pati helix yang mungkin ada pada susunan
setelah HMT disebabkan karena kristalin dalam granula pati alami.
hilangnya integritas granula pati setelah Penurunan kelarutan menunjukkan
mencapai pengembangan (Srichuwong et adanya interaksi lain yang terjadi antara
al., 2005). Adebowale (2005) rantai amilosa-amilosa dan rantai
berpendapat bahwa rendahnya kekuatan amilopektin-amilopektin selama HMT.
pengembangan pati setelah HMT
berhubungan dengan pembatasan Tabel 2. Kekerasan gel pati
penetrasi air dengan air yang merupakan
hasil dari meningkatnya kristalinitas pati Sampe Perlakuan Kekerasan
setelah mengalami HMT. Tingkat l Suhu Kadar air gel (N)
pengembangan pati berhubungan dengan (C) (%)
Pati
suhu gelatinisasi untuk melihat tingkat 0,370,02a
alami
peregangan ikatan granula pati. Ini
menunjukkan perbedaan dari kekuatan 20 0,520,00f
ikatan di dalam granula pati dan suhu 80 25 0,530,03f
yang dibutuhkan untuk menyebabkan
peregangan (Leach et al., 1959). 30 0,430,03e
Dari Tabel 1 juga dapat dilihat 20 0,490,05f
adanya penurunan nilai kelarutan pati 90 0,280,01bc
25
modifikasi dibandingkan pati ubi jalar
alami. Pati ubi jalar alami memiliki nilai Pati 30 0,270,01bc
kelarutan sebesar 7,56 % (db). Penurunan HMT
20 0,310,01c
kelarutan pada pati HMT cukup
100 25 0,280,01bc
signifikan, walaupun pada pati dengan
perlakuan suhu 90oC kadar air 20% 30 0,190,02a
terjadi kenaikan kelarutan, nilainya tetap
20 0,240,04b
di bawah nilai kelarutan pati alami, yaitu
5,84 % (db). Kelarutan tertinggi untuk 110 25 0,180,01a
pati HMT terukur pada perlakuan suhu 30 0,160,01a
80oC kadar air 25%, yaitu sebesar 6,52 % Keterangan: huruf yang sama menunjukkan
(db). Sedangkan nilai kelarutan pati HMT tidak berbeda nyata untuk tingkat
terkecil adalah sebesar 2,14 % (db) pada kepercayaan 95%
perlakuan suhu 110oC dengan kadar air
20%. 3.2 Kekerasan gel pati
Leach et al. (1959) mengatakan Dari Tabel 2 dapat dilihat
bahwa semakin rendah kekuatan perubahan kekerasan gel yang diberikan
pengembangan pati maka kelarutan pati lewat modifikasi pati secara HMT. Hal
akan semakin berkurang. Beberapa ini menunjukkan bahwa modifikasi pati

47
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

secara HMT dapat memberikan pengaruh amilosa bebas lainnya tapi juga dengan
nyata pada kekerasan gel pati. Kekerasan cabang-cabang amilopektin yang
gel pati ubi jalar varietas Papua Salosa membentang dari granula yang
alami adalah sebesar 0,37 N. Sedangkan membengkak, jadi granula merupakan
untuk pati modifikasi, nilainya berkisar bagian dari jaringan kontinyu yang padat.
antara 0,16 N sampai dengan 0,52
N.Nilai ini lebih tinggi dibandingkan 3.3. Sifat amilografi
yang dilaporkan oleh Rahmayuni (2009) Sifat amilografi menunjukkan
pada varietas yang sama, yaitu 0,13 N perilaku viskositas pati yang diamati
untuk pati alami dan 0,16 N untuk pati sebelum, di saat, dan sesudah proses
yang mengalami HMT selama 3 jam. gelatinisasi pati. Data sifat amilografi pati
Pola yang teramati adalah kekuatan gel ubi jalar Papua Salosa ditunjukkan pada
meningkat hingga tingkat tertentu lalu Tabel 3 dengan kurva pada Gambar 1.
perlahan menurun dengan semakin Waktu dan suhu gelatinisasi pati ubi jalar
meningkatnya suhu dan waktu perlakuan. varietas Papua Salosa alami
Hal ini mungkin dikarenakan gelatinisasi menunjukkan nilai 13 menit dan 76,2C,
sebagian pada suhu tinggi dan waktu sedangkan waktu dan suhu gelatinisasi
HMT yang lama sehingga membuat pati setelah HMT tidak terlalu jauh
struktur pati rusak dan mengakibatkan gel berbeda, yaitu 13 menit dan 75,9C untuk
pati yang kurang kokoh (Hormdok dan perlakuan suhu 80oC kadar air 25%, serta
Noomhorm, 2007). 13 menit dan 76,1C untuk perlakuan
Selain itu, menurunnya kekuatan suhu 110oC kadar air 20%. Nilai suhu
gel pati mungkin juga disebabkan karena gelatinisasi pati alami sedikit lebih
terjadinya penambahan ikatan rendah dari yang telah dilaporkan oleh
intermolekul amilosa granula pati. HMT Rahmayuni (2009) untuk varietas yang
menyebabkan ikatan amilosa yang saling sama. Menurut Noda et al. (1997), kadar
berdekatan pada granula pati melemah amilosa berpengaruh terhadap perbedaan
karena meningkatnya daya larut dari suhu gelatinisasi. Schoch (1969) dalam
granula pati sehingga kelarutan pati yang Afdi (1991) menyatakan bahwa molekul
besar menyebabkan turunnya kekuatan amilosa memiliki kecenderungan untuk
gel pati. Gel pati adalah suatu sistem saling berikatan dengan sesamanya
padatan-cairan dengan jaringan kontinyu dengan membentuk ikatan hidrogen,
dimana fase cairan terperangkap. sehingga menghalangi pati dalam
Molekul amilosa bebas membentuk membentuk gel.
ikatan hydrogen, tidak hanya dengan

Tabel 3. Sifat amilograf pati ubi jalar

Gelatinisasi Viskositas Puncak Viskositas (cP)


Sampel Waktu Suhu Waktu Suhu Viskositas Dingin
Balik
(menit) (C) (menit) (C) (cP) 50C
Pati Alami 13 76,2 19 93,4 2880,0 3737,6 857,6
HMT 80oC, 25% 13 75,9 20 94,1 3347,2 4679,4 1132,2
HMT 110oC,
13 76,1 - - - 4460,8 -
20%

Suhu gelatinisasi merupakan salah melibatkan energi yang dikeluarkan dan


satu dari sifat gelatinisasi yang stabilitas komponen lain (Shimelis et al.,
menunjukkan suhu minimum yang 2006). Dibutuhkan suhu yang tinggi
dibutuhkan untuk memasak pati yang untuk mencapai kondisi granula dalam

48
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

keadaan tingkat penggelembungan Viskositas puncak yang dicapai


maksimal dan pada akhirnya pecah oleh pati ubi jalar alami adalah sebesar
karena struktur molekul di dalam granula 2880,0 cP, 6 menit setelah pati
mempunyai tingkat kekompakan yang mengalami gelatinisasi. Sedangkan untuk
tinggi serta dimungkinkan panas tinggi pati HMT memiliki viskositas puncak
dengan kandungan air tertentu selama sebesar 3347,2 cP untuk perlakuan suhu
proses gelatinisasi,
latinisasi, sehingga 80oC kadar air 25%. Sementara untuk
membutuhkan suhu lebih tinggi untuk pati dengan perlakuan 110oC kadar air
memutuskan ikatan hidrogen pada 20% tidak menunjukkan viskositas
molekul-molekul
molekul yang terikat kuat puncak yang jelas, seperti yang nampak
supaya larut dalam air dan granula pati pada kurva amilograf.
mengalami tingkat penggelembungan Nilai viskositas dingin untuk pati
tertentu sampai terdisosiasi. Keadaan ini Papua Salosa
alosa alami adalah sebesar
menggambarkan bahwa wa pati HMT 3737,6 cP; dengan nilai viskositas balik
mempunyai kestabilan yang lebih tinggi sebesar 857,6 cP. Setelah HMT terjadi
terhadap panas dibandingkan pati peningkatan nilai viskositas dingin, yaitu
alaminya (Lii et al., 1995). 4679,4 cP untuk perlakuan suhu 80oC
Pada gelatinisasi pati terjadi kadar air 25% dan 4460,8 cP untuk
penyerapan air dalam jumlah besar dan perlakuan suhu 110oC kadar air 20%.
pembengkakan granula pati yang diikuti Nilai
ilai viskositas balik untuk perlakuan
oleh peningkatan viskositas dan 80oC kadar air 25% adalah sebesar
perubahan
ubahan warna dari putih menjadi 1132,2 cP, sedangkan untuk perlakuan
jernih. Bila pemanasan dilanjutkan, 110oC kadar air 20% tidak terdeteksi
pembengkakan granula pati terus adanya viskositas balik. Hal ini
berlangsung dan akhirnya pecah karena menunjukkan bahwa perlakuan terakhir
tidak mampu lagi menahan keluar tersebut tidak mudah terretrogradasi.
masuknya air dan molekul-molekulmolekul pati Berdasarkan
erdasarkan pola amilografi
dan diikuti dengan penurunan viskositas (Gambar 1) yang ditunjukkan pati ubi
(Winarno,, 1992). Viskositas puncak yang jalar varietas Papua Salosa dapat
diukur pada saat granula pati pecah dikatakan bahwa pati alaminya memiliki
merupakan indikator kemudahan pati saat pola amilografi tipe A. Sementara pati
dimasak, sedangkan viskositas balik HMT menunjukkan pola amilografi tipe
menunjukkan kemampuan molekul pati B (Chen., 2003). Perubahan ini mungkin
berikatan kembali (retrogradasi) pada dikarenakan
renakan adanya perubahan dalam
saat pendinginan setelah mengalami granula pati seperti yang dilaporkan oleh
gelatinisasi
tinisasi (Munarso dan Jumali, 1998). Stute (1992), yaitu adanya perubahan
dalam granula pati kentang setelah
perlakuan HMT yang nampak melalui
pola difraksi sinar X. HMT dapat
meningkatkan nilai viskositas balik pati,
yang
ng menunjukkan bahwa pati menjadi
lebih mudah untuk terretrogradasi.

3.4. Karakteristik sohun dari pati ubi


jalar
Berdasarkan sifat pengujian pada
pati ubi jalar sebelumnya, sehingga
dinyatakan bahwa pati dengan perlakuan
ati ubi jalar
Gambar 1. Kurva amilograf pati HMT suhu 80oC kadar air 25% dian
dianggap

49
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

paling cocok untuk digunakan sebagai tidak mudah hancur, terutama saat
bahan dasar dalam pembuatan sohun. pemasakan.
Kenampakan sohun kering dari pati ubi Kekuatan tarik adalah salah satu
jalar alami dan setelah perlakuan HMT sifat fisik sohun yang menunjukkan gaya
sebagimana terlihat pada Gambar 2. maksimal yang dibutuhkan untuk
Sedangkan hasil pengujian kualitas sohun memutuskan sohun. Nilai kekuatan tarik
ditampilkan dalam Tabel 4. untuk sohun dari pati alami sebesar
0,02N, sementara nilai untuk sohun pati
A B HMT adalah 0,04N. Nilai kekuatan tarik
yang lebih tinggi menunjukkan besarnya
gaya yang dibutuhkan untuk menarik
sohun dari pati HMT bila dibandingkan
dengan sohun dari pati ubi jalar alami.
Dengan perlakuan HMT akan terjadi
peningkatan ikatan hidrogen dalam
granula pati sehingga mengakibatkan
tingginya nilai kekuatan tarik pada sohun
dari pati HMT (Xu dan Seib, 1993).
Menurut Leach et al., (1959), granula pati
terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
dihubungkan dengan ikatan hidrogen
dalam bentuk kristalin yang teratur, yang
disebut misel. Ketika granula pati
Gambar 2. Sohun dari pati ubi jalar papua dipanaskan dalam air, maka ikatan
salosa alami (A) dan perlakuan HMT hidrogen yang mempertahankan struktus
suhu 80oC kadar air 25% (B) pati akan melemah sehingga granula akan
menyerap air dan terjadi pengembangan.
Menurut Hormdok dan Penurunan suhu terhadap gel sampai
Noomhorm (2007) tekstur dari sohun kurang dari 65oC mengakibatkan molekul
masak merupakan sifat kritis yang tunggal maupun fragmen yang terdispersi
menentukan penerimaan konsumen. dalam air melakukan pengikatan kembali
Dalam penelitian ini aspek tekstur yang dengan hidrogen, yang disebut dengan
diuji adalah kekerasan sohun masak, retrogradasi (Whistler dan BeMiller,
kekuatan tarik dan perpanjangan putus. 1999). Retrogradasi yang terjadi pada
Dari hasil pengujian didapat nilai tekstur pati HMT mampu membentuk jaringan
tersebut didapat bahwa sohun dari pati tiga dimensi yang kuat, sehingga
HMT lebih tinggi dibandingkan dengan mengakibatkan sohun dari pati HMT
sohun dari pati ubi jalar alami. Pada yang telah masak/diseduh membutuhkan
Tabel 4 diketahui nilai kekerasan sohun gaya yang besar untuk ditarik.
dari pati ubi jalar alami yang sudah Perpanjangan putus menunjukkan
masak sebesar 0,35N, sedangkan tekstur perubahan panjang sohun secara
sohun dari pati HMT masak sebesar maksimal saat mendapatkan gaya tarik
0,61N. Kekerasan sohun erat kaitannya sampai putus yang dibandingkan dengan
dengan kekerasan gel pati. Sifat ini panjang awal. Nilai perpanjangan putus
berhubungan dengan konsistensi gel yang menunjukkan kemampuan sohun
terbentuk setelah diseduh dengan air memanjang. Pada sohun dari pati HMT
panas. Peningkatan kekerasan sohun dari nilai perpanjangan putus sebesar
pati HMT mengindikasikan bahwa sohun 135,38%, lebih tinggi daripada sohun dari
pati ubi jalar alami yaitu sebesar

50
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

102,60%. Nilai perpanjgan putus yang dan BeMiller, 1999). Dengan demikian
lebih tinggi pada sohun dari pati HMT sohun dari pati HMT mengalami
disebabkan karena terbentuknya jaringan pemanjangan yang cukup besar saat
tiga dimensi pada pati yang telah dikenai gaya hingga akhirnya putus.
mengalami modifikasi, sehingga
memiliki ikatan yang lebih kuat (Whistler

Tabel 4. Sifat sohun pati ubi jalar

Kekerasan Kekuatan tarik Perpanjangan putus Cooking Loss


Bahan sohun
(N) (N) (%) (%)
Pati alami 0,35 0,02 102,60 4,79
HMT 80oC,
0,61 0,04 135,38 4,60
25%

Kualitas pemasakan dari sohun tarik dan perpanjangan putus dengan


ubi jalar dapat diketahui dari nilai penurunan nilai cooking loss nya.
cookinglossnya. Pada penelitian ini,
didapat cookingloss sohun dari pati HMT
lebih rendah dibandingkan sohun dari 5. DAFTAR PUSTAKA
pati ubi jalar alami, yaitu sebesar 4,60% Adebowale, K.O., Owolabi, B.I.O.,
untuk sohun dari pati HMT dan 4,79% Olawumi, E.K., and Lawal, O.S, 2005.
untuk sohun dari pati ubi jalar alami. Functional properties of native
Cooking loss dapat juga dipertimbangkan physically and chemically modified
sebagai ukuran perlawanan sohun breadfruit (Artocarpus artilis) starch.
terhadap kehancuran dengan perebusan J. Industrial Crops and Products, 21,
yang diperpanjang. Diharapkan nilai 343-351.
cooking loss serendah mungkin. Hasil Afdi, E. 1991. Karakteristik pasta pati
penelitian ini serupa dengan yang telah jagung sebelum dan sesudah
dilaporkan oleh Hormdok dan modifikasi. Pemberitaan Penelitian
Noomhorm (2007), yang menunjukkan Sukarami, 19, 28-32.
adanya penurunan nilai cookingloss Chen, Z., 2003. Physicochemical
setelah perlakuan HMT. Properties of Sweet Potato Starches
and their Application in Noodle
4. KESIMPULAN Products. Dissertation of Wageningen
Berdasarkan hasil penelitian dan University, Netherland.
pembahasan, maka dapat diambil Collado, L.S. and Corke, H., 1997.
kesimpulan bahwa perlakuan HMT Properties of starch noodles as
terbaik yang cocok untuk diaplikasikan effected by sweet potato genotype.
dalam pembuatan sohun adalah dengan Cereal Chemistry, 74 (2), 182-187.
pengaturan kadar air 25% dan perlakuan Collado, L.S., and Corke, H., 1999. Heat
suhu 80C, karena memiliki kekuatan gel moisture treatment effect on Sweet
paling tinggi, dengan kekuatan Potato starches differing in amylose
pengembangan terbatas dan kelarutan content. Food Chemistry, 65, 339-346.
pati lebih rendah dari ontrol. Perlakuan Collado, L.S., Mabesa, L.B., Oates C.G.,
HMT dapat memperbaiki karakteristik and Corke, H., 2001. Bihon-type
sohun dari pati ubi jalar, ditunjukkan noodles from heat moisture treated
dengan peningkatan kekerasan, kekuatan Sweet Potato starch. J. Food Science
Vol 66, No.4, 604-609.

51
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Galvez, R.C.F., Resurreccion, A.V.A., vulgaris L.) varieties grown in East


and Ware, G.O., 1994. Process Africa. Agricultural Engineering
variables gelatinized starch and International: the CIGR Journal, 8, 1-
moisture effect on physical properties 19.
of mungbean noodle. Jornal of Food Singh, S., Raina, C.S., Bawa, A.S., and
Science, 59 (2), 378-386. Saxena, D.C., 2005. Effect of heat
Hoormdok, R., and Noomhorm, A., 2007. moisture treatment and acid
Hydrothermal treatment of rice starch modification on rheological, textural
for improvement of rice noodle and differential scanning calorimetry
quality. LWT-Food Science and characteristics of sweet potato starch.
Technology, 40, 1723-1731. Journal of Food Science, Vol. 70,
Leach, W., McCowen, D., and Schoch, Nr.6, E373-E378.
T.J., 1959. Structure of the starch Singh, J. And Kaur, L., 2009. Advances
granule I. swelling and solubility in Potato Chemistry and Technology.
patterns of various starches. Cereal Elsevier Inc. Oxford, United
Chemistry, 36, 534-544. Kingdom.
Lii, C.Y., Tsai, M.L., and Tsang, K.H. Srichuwong, S., Sunarti, T.C., Mishima,
1995. Effect of amylose content of T., Isono, N., and Hisamatsu, M.,
rheological of rice starch. Cereal 2005. Starches from different
Chemistry, 73, 415-420. botanical sourches II : Contribution of
Munarso, S.J. dan Jumali. 1998. starch structure to swelling and
Pengaruh perbedaan kadar amilosa pasting properties. Carbohydrate
tepung beras (Oryza Sativa) terhadap Polymers, 62, 25-34.
mutu kwe tiau yang dihasilkan. Dalam Stute, R., 1992. Hydrothermal
S. Raharjo, D.W. Marseno dan W. modificationof starches: The
Supartono (Eds) Prosiding Seminar difference between annealing and heat
Teknologi Pangan dan Gizi. moisture treatment. Starch 44:205-
Yogyakarta, 15 Desember 1998. 214.
PATPI. p. 528-535. Tarigan, H. 2003. Dilema pangan beras
Murphy, P. 2000. Starch. In G. O. Indonesia. Tabloid Sinar Tani, 23
Phillips & P. A. Williams (Eds.), April 2003.
Handbook of hydrocolloids (pp. 41 Tester, R.F., and Morrison, W.R., 1990.
65). Boca Raton, FL: CRC Press. Swelling gelatinization of cereal
Rahmayuni, 2009. Perbaikan starches I. Effect of amylopectin,
Karakteristik Pati Ubi Jalar dengan amylase and lipids. Cereal Chemistry,
Heat Moisture Treatment untuk 67, 551-557.
Pembuatan Starch Noodle. Tesis Tian, S.J., Rickard, J.E. and Blanshard,
Universitas Gadjah Mada. J.M.V., 1991. Physicochemical
Yogyakarta. properties of sweet potato starch.
Sanabria, G.G.R., and Filho, F.F., 2008. Journal Food Science and
Physical-chemical and functional Agriculture, 57, 459-491.
properties of Maca root starch Whistler, R. and BeMiller, J.N., 1999.
(Lepdium meyenii Walpers). Food Carbohydrate Chemistry for Food
Chemistry, 1-7. Scientiest. 2nd Edition. Eagen Press,
Shimelis, E.A., Rakhsit, S.K., and Meaza, St. Paul, Minnesota, USA.
M. 2006. Physicochemical properties, Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan
pasting behavior and functional Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka
characteristics of flours and starches Utama. Jakarta.
from improved bean (Phaseolus

52
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Xu, Y.X. and Seib, P.A., 1993. Structure


tapioka pearls compared to starch
noodles from mungbeans. Cereal
Chemistry, 70 (4), 463-470.
Zaidul, I.S.M., Norulaini, N.A.N., Omar,
A.K.M., Yamauchi, H. and Noda, T.,
2007. RVA analysis of mixture of
wheat flour and potato, sweet potato,
yam and cassava starches.
Carbohydrate Polymer, 69, 784-791.

53
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

KAJIAN KONSTANTA LAJU PERUBAHAN KADAR AIR DAN UMUR SIMPAN


GULA SEMUT DALAM KEMASAN METALIZED PLASTIC, POLIETILEN DAN
KOMPOSIT KERTAS

Devi Yuni Susanti 1), Sri Rahayoe 1), Haret Bima Dwiputra 1)
1)
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, +Mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Gula semut merupakan kristal hasil olahan nira kelapa melalui proses pemanasan.
Kristal gula semut mampu disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dalam kadar air
rendah. Sebagai produk yang higroskopis, perlindungan gula semut melalui kemasan
diperlukan untuk mencegah penurunan mutu gula semut selama penyimpanan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji nilai peremeabilitas, konstanta laju perubahan kadar air dan
penentuan umur simpan gula semut dalam kemasan metalized plastic, polietilen, dan
komposit kertas.
Nilai permeabilitas kemasan diuji dengan menggunakan metode ASTM E-96.
Penentuan umur simpan dilakukan menggunakan model pendekatan kadar air kristis yang
berbasis pada kurva isoterm sorbsi lembab pada tiga variasi kemasan (metalized plastic,
polietilen dan komposit kertas) pada RH 75 % dan 92 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai permeabilitas metalized plastic, polietilen
dan komposit kertas berturut-turut sebesar 0,0011; 0,03; dan 0,0679 g H2O/hari.m2.
mmHg. Nilai konstanta laju perubahan kadar air gula semut dalam kemasan metalized
plastic, polietilen dan komposit kertas berturut-turut sebesar 1,014 - 1,052 x 10-5 /hari ; 3,5
- 4,16 x 10-2 /hari ; dan 9,03 x 10-2 /hari . Umur simpan gula semut mecapai 627 hari dalam
kemasan metalized plastic, 226 hari dalam kemasan polietilen dan 104 hari dalam
kemasan komposit kertas.

Kata kunci : laju, kadar air, umur simpan, gula semut, kemasan

1. PENDAHULUAN lama (dengan kadar air 2-3% dengan


Gula semut atau yang dikenal pengemasan yang tertutup rapat).
dengan brown sugar merupakan bentuk Upaya diversifikasi gula jawa
diversifikasi dan produk lanjutan gula menjadi gula semut akan, mempermudah
Jawa dan gula aren. Sebagai produk penanganan dan pemanfaatan lebih lanjut
alternatif pemanis pengganti gula pasir, menjadi bahan pemanis kue, minuman, es
gula semut memiliki aroma yang khas, krim, dan produk olahan lain serta
aman dan manfaat kesehatan. Gula semut mempanjang umur simpan sehingga
memiliki beberapa keunggulan dibanding meningkatkan nilai jual nira kelapa. Gula
dengan gula cetak yaitu bentuknya semut dibuat melalui rangkaian proses
kristal dan mudah terlarut, dapat meliputi evaporasi, pengkristalan,
ditambahkan berbagai macam flavoring pengeringan dan pengecilan ukuran (size
agent alami, nilai ekonomisnya lebih reduction). Pengembangan produk gula
tinggi dan memiliki aroma yang khas semut melalui penambahan flavour
serta memiliki umur simpan yang lebih empon-empon saat ini mampu membuka
peluang berkembangnya industri

54
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

minuman khas tradisional. Tingginya penempatan makanan dalam wadah


komoditas pohon kelapa dan pohon aren kemasan.
serta meningkatnya kebutuhan gula 4. Harus mempunyai kemudahan dalam
semut di dalam dan luar negeri membuka dan menutup dan juga
memberikan potensi pengembangan gula memudahkan dalam tahap-tahap
semut menjadi produk ekspor. penanganan dalam gudang dan
Pada prinsipnya proses produksi pengangkutan selama distribusi.
gula kelapa kristal meliputi : proses 5. Ukuran, bentuk, dan bobot dari unit
pengaturan pH dan penyaringan nira atau wadah harus tertentu.
pemilihan gula cetak, 6. Harus menampakkan identitas,
pemanasan/pemasakan nira atau larutan formasi, dan penampilan yang penting
gula, proses solidifikasi, proses untuk penjualan.
granulasi/kristalisasi, pengayakan, Sebagai produk kristal, gula semut
pengeringan dan pengemasan (Mustaufik memiliki sifat higroskopis sehingga
dan Haryanti, 2006). End point sudah mudah rusak oleh kelembaban udara
tercapai apabila masakan tidak larut sekitar sehingga berpengaruh pada umur
dalam air (mengendap). Selanjutnya nira simpannya. Penentuan bahan kemasan,
kental dalam wajan segera diangkat dan kajian perubahan kualitas produk dalam
didinginkan untuk proses solidifikasi kemasan serta penentuan umur simpan
(pemadatan). Langkah selanjutnya adalah produk dalam kemasan tersebut
granulasi/kristalisasi, lalu dilakukan merupakan suatu rangkaian tahapan yang
pengayakan untuk mendapatkan butiran- harus ditempuh sebelum mengedarkan
butiran gula yang ukurannya homogen, produk gula semut berkemasan di
baru kemudian dilakukan pengemasan. pasaran.
(Pragita, 2010). Dalam penelitian ini dilakukan
Dalam UU tahun 1996 serta PP kajian permeabilitas kemasan, perubahan
nomor 69 tahun 1999 tentang label dan kadar air serta penentuan umur simpan
iklan Pangan, setiap industri diwajibkan gula semut dalam kemasan metalized
mencantumkan tanggal kadaluarsa pada plastic, polietilen dan komposit kertas.
setiap kemasan produk pangan. Informasi Kemasan tersebut telah dipilih sebagai
ini digunakan sebagai acuan produsen, kemasan dalam pengangkatan potensi
konsumen dan distributor dalam gula semut Program Desa Sejahtera
penentuan kesegaran, keamanan, cita Hargotirto, Kokap, Kulonprogo, DIY
rasa, serta kualitas produk yang dikemas. Kemitraan SIKIB-UGM.
Suatu pengemas bahan pangan harus Pendugaan umur simpan bisa
memiliki enam fungsi utama yang dapat dilakukan dengan metode konvensional
mengontrol kemungkinan terjadinya dan akselerasi (Labuza, 1984). Penelitian
kerusakan selama produk dalam dilakukan dengan menggunakan metode
pengangkutan dan penyimpanan Winarno akselerasi agar dapat dilakukan dengan
(1987). waktu yang lebih singkat yaitu dengan
Keenam fungsi tersebut adalah: menempatkan pada kondisi percobaan
1. Menjaga produk tetap bersih dan yang ekstrim (suhu atau kelembaban di
merupakan pelindung terhadap atas atau di bawah kondisi ruang)
kotoran dan kontaminasi lain. sehingga mempercepat proses penurunan
2. Melindungi makanan terhadap mutu produk. Penentuan umur simpan
kerusakan fisik, kadar air, dan cahaya. produk dilakukan dengan
3. Harus berfungsi dengan baik, efisien, menghubungkan pada persamaan
dan ekonomis selama proses matematis kecepatan penurunan mutu
produk. Metode ini singkat namun tetap

55
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

memiliki ketepatan dan akurasi yang


tepat (Arpah, 2001). Model kadar air
kritis Labuza dan pendekatan perubahan
massa air produk digunakan dalam
penentuan mutu produk yang rentan oleh
kelembaban.
Perubahan massa karena masuknya
air melewati kemasan dijadikan acuan
untuk memperkirakan umur simpan atau
batas waktu kadaluarsa gula semut. Hasil Gambar 1. Kemasan polietilen/PE (a),
pengukuran permeabilitas kemasan dan metalized plastic/MP (b), dan komposit
kelembaban udara serta variasi kondisi kertas (c)
vakum dan non vakum diperlukan
sebagai pelengkap kajian penyimpanan
Tutup
dan penentuan umur simpan gula semut dilapisi
dalam 3 macam kemasan tersebut. plastisin
Kotak
2. TUJUAN plastik
Penelitian bertujuan untuk produk gula semut
menentukan nilai permeabilitas kemasan, dalam 5 macam
kemasan
konstanta laju perubahan kadar air, dan Kawat
penentuan umur simpan gula semut kassa
dalam kemasan polietilen, metalized Kotak
plastic dan komposit kertas. kaca
Penyimpanan dilakukan dalam kondisi Larutan garam jenuh
RH 75 % dan 92 %. pengkondisi RH 75 dan
92 %
Keterangan :
3. METODE PENELITIAN Kemasan 1 : metalized plastic vakum
3.1. Alat dan bahan Kemasan 2 : metalized plastic non vakum
Bahan yang digunakan sebagai Kemasan 3 : polietilen vakum
obyek pengamatan adalah gula semut Kemasan 4 : polietilen non vakum
yang langsung diperoleh produsen gula Kemasan 5 : komposit kertas
semut Desa Hargotirto, Kokap,
Kulonprogo, DIY. Bahan kimia penstabil Gambar 2. Tata letak penyimpanan gula
kelembaban lingkungan berupa NaCL semut dalam kemasan pada ruang
dan KNO3 dari toko Alfa Kimia, Jalan inkubasi
Kaliurang no 54 Jogjakarta.
Bahan kemasan yang digunakan 3.2. Lokasi penelitian
adalah polietilen, metalized plastic dan Penelitian dilakukan di
komposit kertas. Laboratorium Teknik Pangan dan
Alat yang digunakan meliputi Pascapanen Jurusan teknik Pertanian,
desikator berisi larutan garam jenuh, FTP, UGM.
termohygrometer, oven dan timbangan
anallitik, pengemas vakum serta ruang
inkubasi seperti tercantum dalam Gambar
2 yang disetting pada kondisi Kondisi RH
75 % dan 92 %

56
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

3.3. Prosedur Penelitian

Gambar 2. Diagram alir prosedur penelitian

3.4. Analisis Data 3.4.3. Permeabilitas Kemasan


3.4.1. Penentuan permeabilitas ditentukan dengan menggunakan metode
kemasan ASTM E-96 (1995) yang diacu dalam
Permeabilitas sebagai ukuran Fitria (2007).
kerentanan bahan untuk terjadinya
penetrasi air merupakan laju kecepatan 3.4.4. Penentuan Umur Simpan
atau transisi uap air melalui suatu unit
(Me M(t)) A.Pm.Po .(1)
luasan bahan yang permukaannya rata Ln = t
dengan ketebalan tertentu sebagai akibat (Me Mi) b.Ws
perbedaan tekanan uap diantara dua t = umur simpan
permukaan pada kondisi suhu dan A = luas permukaan kemasan (m2)
kelebaban tertentu. Permeabilitas Pm = permeabilitas kemasan (gr
kemasan dipengaruhi oleh beberapa hal, H2O/hari.m2.mmHg)
antara lain: suhu, ketebalan lapisan, Po = tekanan uap air murni (mmHg)
orientasi dan komposisi,serta RH b = slope kurva ISL
lingkungan (Buckle dkk., 1978). Me = kadar air setimbang (gr H2O/gr
padatan)
3.4.2. Penentuan Kadar air (db) Mi = kadar air awal (gr H2O/gr padatan)
dilakukan dengan metode AOAC Mt = kadar air kritis (gr H2O/gr
920.175 padatan)

57
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

5. HASIL DAN PEMBAHASAN plastik polietilen dan metalized plastic


5.1. Permeabilitas kemasan dibuat dua variasi yaitu vakum dan
Permeabilitas uap air kemasan nonvakum. Perubahan massa silika gel
merupakan kecepatan atau laju transmisi dalam kemasan disajikan dalam gambar 3
uap air melalui suatu unit luasan bahan berikut:
yang permukaannnya rata dengan
ketebalan tertentu sebagai akibat 0.5
komposit
perbedaan unit tekanan uap air antara 0.4 kertas
permukaan produk pada kondisi suhu dan 0.3 polietilen
kelembaban tertentu. Permeabilitas massa nonvakum
kemasan ditentukan pada kondisi RH dan silika0.2 metalik
suhu konstan. Hal ini deisebabkan karena gel (gr)
0.1 nonvakum
polietilen
semakin tinggi suhu, maka pori-pori 0
vakum
plastik akan semakin membesar sehingga 0 lama penyimpanan
5 10(hari)
permeabilitas plastik meningkat (Syarief
dkk., 1989).
Penentuan permeabilitas kemasan Gambar 3. Penambahan massa air pada
dilakukan dengan menggunakan suatu silica gel.
desikan yang dikemas dan dikondisikan
dalam suatu lingkungan penyimpanan Massa air pada silica gel terus
dengan suhu stabil. Perubahan massa bertambah seiring dengan lama waktu
desikan mengindikasikan adanya uap air penyimpanan. Bertambahnya massa ini
yang lolos melewati kemasan. Persamaan menunjukkan bahwa ada uap air yang
yang digunakan untuk mencari masuk melewati kemasan. Pertambahan
permeabilitas kemasan mengacu pada tertinggi terjadi pada penyimpanan silica
hukum Ficks pertama (Raharjo, 1993). gel dalam kemasan kaleng yang
yaitu: mencapai 0,4222 gram selama tujuh hari.
Sedangkan ada plastik polietilen vakum
dm dan nonvakum masing-masing 0,1854
dt
= Pm . A (Pout-Pin) ..(2) gram dan 0,1818 gram dan pada
metalized plastic pertambahanya paling
Pada metode ASTM E-96 digunakan sedikit bahkan grafiknya cenderung datar
desikan berupa silika gel yang sangat yaitu 0,0049 gram pada variasi vakum
mudah menyerap air, nilai tekanan dalam dan 0,0046 gram pada nonvakum.
kemasan (Pin) dapat diabaikan. Semakin besar massa silica gel yang
Tekanan udara luar (Pout) bertambah menunjukkan bahwa kemasan
ditentukan dengan mengalikan tekanan tersebut kurang mempunyai penahan
uap air pada suhu penyimpanan dengan (barrier) yang baik untuk menahan
RH. Dari tabel uap yang terdapat dalam lolosnya uap air dari luar menuju dalam
Labuza (1984), tekanan uap pada suhu kemasan. Hasil penentuan peremabilitas
29C adalah sebesar 30,043mmHg. Jadi kemasan disajikan dalam Tabel 1.
harga Pout untuk penelitian ini adalah
sebesar 30,043 mmHg x 0,9286 = Tabel 1. Nilai permeabilitas pada tiap
27,8078 mmHg. variasi kemasan
Penentuan permeabilitas kemasan Permeabilitas
dilakukan terhadap kemasan plastik Jenis Kemasan (gH2O/hari.m2.mmHg)
polietilen (PE), metalized plastic (MP) Komposit kertas 0,0679
PE vakum 0,0389
dan komposit kertas yang diberi lapisan PE nonvakum 0,0356
plastik bening di luar dan lapisan MP vakum 0,0011
alumunium foil di dalamnya. Untuk MP nonvakum 0,0011

58
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

palma yang berbentuk butiran 3% (basis


Komposit kertas memiliki nilai basah) seperti tercantum dalam Tabel 2.
permeabilitas 0,0679 gH2O/hari.m2 Dengan diketahuinya kadar air awal
mmHg, tertinggi daripada Polyetilen dan produk, dan perubahan massa produk
metalized plastic. Kemasan plastik maka perubahan kadar air selama
polietilen nonvakum dan plastik penyimpanan dan massa padatannya
polietilen vakum memiliki nilai dapat diketahui.
permeabilitas hampir sama yaitu 0,0356
gH2O/hari.m2.mmHg dan 0,0389 Tabel 2 Persyaratan mutu gula semut
2
gH2O/hari. m .mmHg. Pada kemasan menurut SNI
metalized plastic baik vakum maupun No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
nonvakum nilai permeabilitasnya sama a. Bentuk Normal
yaitu 0,0011 gH2O/hari.m2.mmHg. b. Rasa dan aroma Normal, khas
c. Warna Kuning
Kemasan metalized plastic kecoklatan
memiliki permeabilitas terendah daripada sampai coklat
2. Bagian tak larut % b/b Maksimal 0,2
kedua kemasan lainya sehingga paling dalam air
baik digunakan sebagai kemasan. 3. Air % b/b Maksimal 3,0
4. Abu % b/b Maksimal 2,0
Rendahnya nilai permeabilitas ini 5. Gula pereduksi % b/b Minimal 6,0
dikarenakan metalized plastic adalah 6. Jumlah gula sebagai % b/b Minimal 90,0
sakarosa
kemasan yang tidak hanya dikombinasi 7. Cemaran logam
berbagai macam plastik saja tetapi a. Seng (Zn) mg/kg Maksimal 40,0
b. Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 2,0
kombinasi antara plastik dengan c. Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 10,0
alumunium sehingga mampu menjadi d. Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,03
e. Timah (Sn) mg/kg Maksimal 40,0
penahan masuknya uap air ke dalam 8. Arsen mg/kg Maksimal 1,0
kemasan. Selain itu menurut Brown
(1992) metallized plastic memiliki 3.4.6. Perubahan kadar air
ketahanan terhadap uap air dan gas yang Slope perubahan kadar air pada
lebih baik dari plastik tunggal, tidak gula semut dalam kemasan komposit
meneruskan cahaya, dan menghambat kertas yang disimpan pada kelembaban
masuknya oksigen dari luar kemasan. 92% nilainya lebih besar daripada yang
Nilai permeabilitas tertinggi disimpan pada kelembabban 75%. Hal ini
didapat pada kemasan komposit kertas disebabkan karena perbedaan tekanan
yaitu sebesar 0,0679 uap pada dua kondisi lingkungan tersebut
gH2O/hari.m2.mmHg. Hal ini dapat berbeda. Dengan nilai tekanan uap jenuh
dimaklumi mengingat kertas dibuat dari sebesar 30,043 mmHg (suhu
serat-serat yang mempunyai pori-pori penyimpanan 29 C) dan kondisi RH
yang lebih besar dari plastik maupun 75%, tekanan di luar kemasan adalah
alumunium foil. sebesar 22,5323 mmHg sedangkan pada
kondisi RH 92% tekanan di luar kemasan
3.4.5. Kadar air awal sebesar 27,7703 mmHg. Padahal tekanan
Gula semut disimpan dari kadar di dalam kemasan sendiri hanya sebesar
air awal 2,8119% (basis basah) atau 0,8692 mmHg. Perbedaan tekanan di
2,8933% (basis kering). Penentuan kadar dalam dan tekanan udara di luar kemasan
air awal bahan dilakukan dengan akan menyebabkan adanya perpindahan
menggunakan metode pemanasan massa air melalui membran. Tekanan uap
(AOAC, 1970) dalam 3 ulangan. Kadar air di luar kemasan yang lebih besar akan
air ini masih memenuhi parameter menyebabkan terjadinya migrasi air dari
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang luar menuju ke dalam kemasan sehingga
mensyaratkan kadar air maksimal gula kadar air produk semakin lama semakin

59
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

meningkat dan apabila sudah mencapai yang terbesar berturut-turut dimiliki


kadar air kritisnya, maka produk komposit kertas, kemasan polietilen dan
dinyatakan sudah mencapai umur metalized plastic. Nilai konstanta ini juga
simpannya. Semakin besar perbedaan menunjukkan seberapa mudah kadar air
tekanan luar dan dalam kemasan, maka produk mengalami peningkatan selama
uap air semakin mudah bermigrasi penyimpanan. Semakin besar nilai
(Kusnandar, 2006) sehingga semakin konstantanya maka perubahan kadar
singkat umur simpan produk. Pada suhu airnya juga semakin cepat.
yang sama perbedaan tekanan luar dan
dalam kemasan akan sebanding dengan Tabel 3. Konstanta laju perubahan kadar
nilai RH lingkungan penyimpanan. air gula semut
Slope perubahan kadar air pada Jenis Kemasan Konstanta Laju Perubahan Kadar Air
Pada RH 75% Pada RH 92%
kemasan polietilen vakum nilainya lebih 9,03 x 10-2 hari-1 9,033 x 10-2 hari-
1
rendah daripada nilai slope pada kemasan Komposit kertas
PE vakum 3,53 x 10-2 hari-1 3,51 x 10-2 hari-1
nonvakum. Dalam kemasan vakum, PE nonvakum 3,74 x 10-2 hari-1 4,16 x 10-2 hari-1
kontak langsung gula semut yang MP vakum 1,014 x 10-5 hari-1 1,015 x 10-5 hari-1
MP nonvakum 1,050 x 10-5 hari-1 1,052 x 10-5 hari-1
bersentuhan dengan udara dalam
kemasan sangat diminimalkan sehingga Nilai konstanta laju perubahan
massa air yang bertambah juga semakin kadar air pada gula semut selama
sedikit. Selain itu, kemasan vakum penyimpanan kemudian digunakan untuk
memiliki luasan kemasan yang lebih kecil memprediksi kadar air berdasarkan
daripada kemasan nonvakum karena gula persamaan 3.
semut dimampatkan dan tidak ada rongga
. .

udara di dalam kemasan. Mt = Mi Me. e . + Me.. (3)
Kenaikan kadar air gula semut
selama penyimpanan pada kemasan Prediksi kadar air berdasarkan persamaan
Metalized Plastic terjadi sangat perlahan, tersebut cukup tepat menggambarkan
bahkan perbedaan kemiringan garis perubahan kadar air yang terjadi selama
sangat kecil pada penyimpanan pada observasi.
kondisi RH 75% dan RH 92%. Namun Aplikasi model perubahan kadar air
demikian, dapat diamati bahwa gula gula semut selama penyimpanan dapat
semut yang disimpan pada kondisi RH dilakukan pada dua hal, yang pertama
92% penyerapan airnya terjadi lebih adalah untuk mengetahui perubahan
cepat daripada produk yang disimpan kadar air selama penyimpanan dan yang
pada RH75%. Hal ini dikarenakan pada kedua adalah untuk menentukan umur
RH tinggi perbedaan tekanan di dalam simpan gula semut dengan menentukan
dan di luar kemasan lebih besar sehingga terlebih dahulu kadar air kritisnya.
daya dorong terjadinya pelolosan uap air Perubahan kadar air produk selama
melalui kemasan juga tinggi. Perbedaaan penyimpanan juga dapat diketahui
tekanan yang lebih tinggi di dalam dan dengan menggunakan persamaan 3.
diluar kemasan yang menjadi driving Misalkan diketahui bahwa umur simpan
force laju pelolosan uap air. gula semut adalah selama 1 tahun, maka
kadar airnya setelah satu tahun
3.4.7. Konstanta perubahan laju kadar penyimpanan akan berubah seperti
air gula semut selama penyimpanan disajikan dalam Tabel 4.

Hasil perhitungan konstanta


tersebut ditampilkan pada Tabel 3.
Konstanta laju perubahan kadar air dari

60
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 4. Prediksi kadar air setelah satu penampakan/visual, perubahn rasa serta
tahun penyimpanan aroma.
Jenis RH 75% RH 92% Apabila kadar air kritis gula semut
Kemasan (%) (%)
Komposit kertas 10,8118 15,5152 sudah ditentukan maka umur simpannya
PE vakum 8,5237 11,0847 dapat diketahui dengan menggunakan
PE nonvakum 10,2647 14,2192
MP vakum 3,2176 3,3692 persamaan 3.
MP nonvakum 3,1739 3,3944 Dengan menggunakan kadar air
kritis gula semut sebesar 6% maka umur
Setelah satu tahun penyimpanan, simpan gula semut disajikan pada Tabel 5
kadar air gula semut yang disimpan pada
kemasan komposit kertas mengalami Tabel 5. Umur simpan gula semut pada
kenaikan yang paling tinggi. Hal ini tiap variasi kemasan
sesuai dengan nilai permeabilitas Umur Simpan (hari)
Jenis Kemasan Pada RH 75% Pada RH
kemasan komposit kertas yang paling 92%
besar diantara kedua kemasan lainya. Komposit kertas 104 30
PE vakum 266 77
Rendahnya kenaikan pada PE nonvakum 251 65
kemasan vakum selain dipengaruhi oleh MP vakum 627 241
luasan kemasan yang lebih kecil juga MP nonvakum 605 233

disebabkan karena uap air yang ada di


dalam kemasan dikeluarkan sehingga Umur simpan gula semut dalam
tidak ada penambahan massa air dari kemasan komposit kertas merupakan
lingkungan dalam kemasan. yang terpendek bila dibandingkan dengan
Gula semut yang disimpan pada umur simpan pada jenis kemasan lain.
kemasan metalized plastic kenaikan Pendeknya umur simpan ini ditandai oleh
kadar airnya yang paling rendah, bahkan cepatnya massa air yang bertambah yang
pada variasi vakum dan nonvakum disebabkan oleh barrier kemasan yang
selisihnya tidak mencapai 0,5%. kurang baik dalam menahan masuknya
Permeabilitas metalized plastic yang uap air sehingga kadar air gula semut
sangat kecil ditengarai sebagai faktor terus bertambah hingga mencapai kadar
utama penyebab laju kenaikan kadar air air kritisnya. Perhitungan menggunakan
gula semut berjalan lambat. kedua variasi RH memberikan hasil yang
berbeda. Pada RH 75% umur simpan gula
3.4.8. Penentuan umur simpan semut mencapai 104 hari sedangkan
Umur simpan gula semut pada pada RH 92% umur simpanya hanya
tiap variasi kemasan ditentukan dengan mencapai 30 hari.
menggunakan metode pendekatan kadar Umur simpan pada kemasan
air kritis berdasarkan konstanta laju polietilen vakum dan nonvakum
perubahan kadar air. Secara umum umur menghasilkan nilai yang hampir sama.
simpan gula semut ditentukan Hal ini dikarenakan selisih nilai
berdasarkan tercapainya kadar air kritis permeabilitasnya sangat kecil yaitu
gula yang disebabkan oleh lolosnya uap 0,0355 gH2O/hari.m2.mmHg (polietilen
air melewati kemasan. Oleh karena itu, nonvakum) berbanding 0,0389
penentuan umur simpan dengan kedua gH2O/hari.m2.mmHg (polietilen vakum).
cara ini sangat bergantung pada kadar air Umur simpan tertinggi dicapai pada
awal produk, permeabilitas kemasan dan kemasan Metallized Plastic vakum pada
kadar air kritis yang telah ditentukan. RH 75% umur simpannya mencapai 627
Kadar air kritis ditentukan menggunakan hari sedangkan pada RH 92% umur
bermacam parameter seperti perubahan simpannya sampai 241 hari. Panjangnya
tekstur, perubahan warna, umur simpan ini bisa dimaklumi karena
nilai permeabilitas metalized plastic

61
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

yang sangat kecil (0,0011 Brown, E. W. 1992. Plastic in Food


2
gH2O/hari.m .mmHg) sehingga sangat Packaging, Properties, Design, and
sulit bagi uap air menembus ke dalam Fabrication. Marcell Dekker Inc.,
kemasan. New York.
Besarnya selisih umur simpan pada Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G.H.,
kedua kondisi RH disebabkan oleh oleh and Wooton, M. 1978. Food Science.
tingginya kadar air kesetimbangan gula Australian Vice Cohancellors
semut pada RH 92% . Gula semut pada Committee, Press Etching Pty.Ltd.,
RH ini terus menyerap air karena sifat Brisbane
kelarutanya dan kandungan sukrosanya Fitria, Mona. 2007. Pendugaan Umur
yang sangat tinggi. Simpan Produk Biskuit dengan
Metode Akselerasi Berdasarkan
4. KESIMPULAN Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi.
Nilai permeabilitas kemasan dari Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
yang terkecil sampai yang terbesar Bogor.
berturut-turut dimiliki metalized plastic, Kusnandar, F. 2006. Disain Percobaan
polietilen dan komposit kertas. Nilai dalam Penetapan Umur Simpan
konstanta laju perubahan kadar air pada Produk Pangan dengan Metode
gula semut selama penyimpanan pada ASLT (Model Arrhenius dan Kadar
tiga variasi kemasan dari yang terkecil Air Kritis). Modul Pelatihan:
sampai yang terbesar berturut-turut Pendugaan dan Pengendalian Umur
dimiliki metalized plastic (berkisar antara Simpan Bahan dan Produk Pangan.
1,014 - 1,052 x 10-5 hari-1), polietilen 7-8 Agustus 2006, Bogor.
(berkisar 3,5 - 4,16 x 10-2 hari-1) dan Labuza, T. P. 1984. Moisture Sorption:
komposit kertas (di kisaran 9,03 x x 10-2 Practical Aspects of Isotherm
hari-1) Measurement and Use. American
Umur simpan gula semut 627 hari association of Cereal Chemist, St.
dalam kemasan metalized plastic vakum, Paul, Minnesota.
226 hari dalam kemasan polietilen vakum Mustaufik dan P. Haryanti. 2006.
dan 104 hari dalam kemasan komposit Evaluasi Mutu Gula Kelapa Kristal
kertas pada penyimpanan RH 75 %. Gula yang Dibuat dari Bahan Baku Nira
semut yang disimpan pada kondisi dan Gula Kelapa Cetak. Laporan
lingkungan yang lembab (RH 92%), Penelitian.Peneliti Muda Dikti
umur simpannya lebih pendek daripada Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian
gula semut yang disimpan pada kondisi Unsoed. Purwokerto.
kering (RH 75%). Kemasan vakum Peleg. K. 1985. Produce Handling
meningkatkan kemampuan kemasan Packaging and Distribution. The AVI
dalam memperpanjang umur simpan Publishing. Co. Inc. Westport.
karena mampu mememinimalkan kontak Connecticut.
langsung gula semut yang bersentuhan Pragita, Tegar Eka. 2010. Evaluasi
dengan udara dalam kemasan dan Keragaman dan Penyimpangan Mutu
meminimalkan luasan permukaan Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) di
kemasan. Kawasan Home Industri Gula Kelapa
Kabupaten Banyumas. Skripsi.
5. DAFTAR PUSTAKA Fakultas Pertanian Universitas
Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Penentuan Kadaluwarsa Produk Syarief.R., S. Santausa dan Isyana. 1989.
Pangan. IPN Pasca Sarjana IPB, Teknologi Pengemasan Pangan,
Bogor. PAU Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.

62
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Winarno, F.G. 1987. Mutu, Daya


Simpan, Transportasi dan
Penanganan Buah-buahan dan
Sayuran. Konferensi Pengolahan
Bahan Pangan dalam Swasemba da
Eksport. Departemen Pertanian.
Jakarta.

63
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI DAN REKOMENDASI PENERAPAN GOOD HANDLING PRACTICES


PADA IKAN DI PASAR IKAN TRADISIONAL PANTAI DEPOK, BANTUL,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Titisari Juwitaningtyas1, Wahyu Supartono2


1
Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada
2
Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Gadjah Mada

Abstrak

Kualitas dan keamanan pangan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam
kualitas kehidupan manusia. Terlebih pada produk perikanan yang bersifat mudah busuk
(perishable). Kerusakan pada produk perikanan sering terjadi akibat adanya kesalahan
dalam penanganan, atau pada praktik yang biasa disebut dengan Good Handling Practices.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi penerapan Good Handling
Practices pada usaha perikanan tradisional di Pasar Ikan Pantai Depok.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pengujian mikrobiologis dan
sensoris pada ikan segar yang dijual, evaluasi menggunakan checklist GHP, serta observasi
persepsi konsumen untuk rekomendasi perbaikan menggunakan Importance-Performance
Analysis. Hasil menunjukkan bahwa nilai organoleptik pada sampel ikan segar bernilai 5,0-
7,0 dari batas standar 7,0 (SNI 01-2346-2006); nilai keberadaan Esherichia coli berkisar
3,6-15 MPN/ gram lebih tinggi dibanding standar yaitu < 3 MPN/gram (SNI 01-2332.1-
2006), serta nilai TPC berkisar antara 14.000-33.000 TPC/ gram lebih rendah dari batas
standar 500.000 TPC/gram (SNI 01-2332.3-2006). Dari evaluasi berdasarkan penerapan
GHP, semua persyaratan belum dapat dipenuhi oleh pasar ikan yaitu tidak adanya
penerapan sistem rantai dingin yang memadai, jumlah penggunaan es untuk menjaga
kesegaran ikan yang kurang dari yang dibutuhkan, penataan display ikan yang belum
benar, peralatan yang kontak langsung dengan ikan terlihat kotor, serta hygiene personal
pedagang ikan yang belum baik. Kemudian, dari analisis menggunakan metode IPA,
konsumen menghendaki adanya prioritas perbaikan pada kebersihan meja display
penjualan ikan, pengelolaan sampah di sekitar area pasar, serta perbaikan sistem drainase.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa praktik penerapan GHP pada usaha perikanan
tradisional di Pantai Depok masih belum memenuhi standar. Prioritas perbaikan yang
dilakukan sebaiknya berdasar pada penilaian konsumen di atas agar efektif dan sesuai
sasaran.

Kata Kunci : kualitas, keamanan pangan, Good Handling Practices, pasar ikan, sistem
rantai dingin

1. PENDAHULUAN kepedulian mereka terhadap keamanan


Isu keamanan pangan menjadi hal pangan yang dikonsumsi. Begitu pula
yang banyak diperbincangkan masyarakat untuk komoditas perikanan. Kualitas
saat ini. Semakin maju pengetahuan keamanan pangan pada ikan harus sangat
masyarakat, maka semakin baik pula diperhatikan mengingat adanya sifat

64
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

produk perikanan yang perishable atau Penelitian ini diarahkan dengan


mudah busuk. mengambil sampel salah satu pasar ikan
Penanganan produk perikanan lokal atau tradisional di Pantai Depok,
yang salah atau kurang tepat merupakan Bantul, Yogyakarta. Pasar ikan ini
faktor utama terjadinya kerusakan pada merupakan kekuatan utama daya tarik
produk perikanan segar sehingga Pantai Depok sehingga menjadi salah
mengakibatkan turunnya kualitas produk satu tujuan wisata utama pesisir selatan
yang seringkali berada di bawah Daerah Istimewa Yogyakarta.
persyaratan yang ditetapkan. Hal ini
didukung dengan adanya sifat produk 2. METODE PENELITIAN
perikanan yang mudah busuk Penelitian ini dilakukan dengan
dikarenakan adanya aktivitas menggunakan metode pengujian
mikroorganisme yang merusak bahan mikrobiologis dan organoleptis pada ikan
pangan segera setelah ikan mati. segar yang dijual, evaluasi menggunakan
Mikrobia cepat berkembang biak di checklist GHP, serta observasi persepsi
daerah tropis seperti Indonesia sehingga konsumen untuk rekomendasi perbaikan
mempercepat laju kerusakan produk menggunakan Importance-Performance
perikanan. Selain itu aktivitas enzim dan Analysis.
kimiawi juga mendorong cepatnya
tingkat kerusakan pada ikan. 2.1. Pengujian mikrobiologis dan
Kondisi tempat dimana ikan sensoris
mengalami penanganan merupakan hal Analisis yang dilakukan berupa
yang sangat potensial mempengaruhi analisis mikrobiologis, dan organoleptis.
mutu produk. Rendahnya kualitas Pengambilan sampel ikan didasarkan atas
pemenuhan persyaratan tempat penelitian yang telah dilakukan
penanganan ikan serta kecilnya sebelumnya yaitu Riset Pengembangan
penggunaan es untuk penyimpanan ikan, Pusat Pendaratan Ikan dan Pelelangan
merupakan faktor pendorong terjadinya Ikan Higienis. Dengan mengacu pada
penurunan kualitas produk perikanan. riset tersebut, maka sampel ikan diambil
Salah satu tempat yang banyak dijumpai sejumlah 3 jenis ikan paling dominan
adanya kesalahan pada penanganan ikan yang ditemukan pada saat pengambilan
adalah pasar ikan khususnya pasar ikan sampel. Pengujian mikrobiologis meliputi
tradisional. Pasar ikan tradisional uji TPC dan uji kandungan E.coli. Kedua
memainkan peran yang penting dalam jenis pengujian ini secara berurutan
rantai pasok dalam distribusi ikan yang menggunakan metode pengujian
efektif dari titik penangkapan ikan berdasarkan SNI 01-2332.3-2006 serta
sampai dengan pedagang berikutnya atau SNI 01-2332.1-2006. Sedangkan
konsumen (Sato, 2010 : hal 1-2). Praktik pengujian sensoris berupa uji
sanitasi dan higiene yang baik merupakan organoleptis yang dilakukan
cara untuk mengurangi tingkat menggunakan metode pengujian
kontaminasi pada ikan. Maka dari itu, berdasarkan SNI 01-2346-2006.
penerapan Cara Penanganan Ikan yang
Baik (CPIB) perlu diterapkan guna 2.2. Evaluasi Good Handling Practices
meningkatkan kualitas produk perikanan Evaluasi penerapan GHP atau
serta membangun citra mutu perikanan Good Handling Practices ini dilakukan
Indonesia untuk bersaing di dunia global, dengan menggunakan checklist. Checklist
khususnya dengan negara-negara Asia adalah berupa susunan pertanyaan yang
seperti Thailand, Cina, dan Vietnam. digunakan sebagai acuan dalam
melakukan evaluasi. Jawaban atas

65
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

checklist ini didapatkan dengan cara setiap item pertanyaan yang diajukan
observasi langsung dan wawancara menggunakan skala Likerts.
dengan pedagang ikan.
2.4. Importance-Performance Analysis
2.3. Kuesioner Importance-Performance Analysis
Kuesioner digunakan untuk merupakan suatu metode penerapan
mengetahui persepsi konsumen mengenai untuk mengukur atribut menurut tingkat
praktik penanganan ikan di pasar ikan kepentingan dan kinerja atau tingkat
Pantai Depok. Sampel responden diambil kepuasan, berguna untuk pengembangan
berdasarkan purposive sampling yaitu strategi pemasaran yang efektif bagi
sampel yang dibatasi pada responden perusahaan (Supranto, 2001). Dengan
yang benar-benar membeli ikan di pasar menggunakan analisis IPA ini, kita dapat
ikan Pantai Depok. Kuesioner awal mengetahui prioritas perbaikan yang akan
dibagikan kepada 30 responden, dilakukan menurut pendapat konsumen.
kemudian diukur validitas dan reliabilitas Analisis IPA disebut juga dengan analisis
dari masing-masing butir pertanyaan kuadran, dikarenakan adanya plotting
pada kuesioner. Untuk mengukur titik kesesuaian antara nilai kepentingan
validitas kuesioner ini digunakan dan kepuasan di sebuah kuadran.
software SPSS 17.0, dengan alat Langkah dalam melakukan analisis ini
Reliability Analysis. Untuk melihat angka adalah sebagai berikut :
validitasnya, maka dapat dibaca dari 1. Menghitung nilai rata-rata dari
Corrected Item-Total Correlations. masing-masing atribut pada penilaian
Untuk menyatakan validitas item kepentingan dan kepuasan. Untuk
pertanyaan tersebut yaitu jika koefisien menghitungnya menggunakan rumus :
korelasi product moment> r-tabel (;n-2) k

n = jumlah sampel (Suliyanto, 2006). Xi


t =1
Setelah itu pengujian reliabilitas Xi =
a. n untuk tingkat kepuasan
dilakukan guna menyatakan bahwa k
kuesioner dapat dipercaya
mengukur suatu instrument dalam waktu
untuk
Yi
t =1
Yi =
yang berbeda dan dengan objek yang b. n untuk tingkat kepentingan
sama. Penghitungan uji reliabilitas ini
dilakukan dengan bantuan software SPSS dimana :
17.0. Untuk melihat koefisien reliabilitas,
maka dilihat pada hasil perhitungan Xi : Bobot rata-rata tingkat penilaian
Cronbachs alpha. Suatu uji dikatakan kinerja atribut ke-i
reliabel jika nilai Cronbachs alpha lebih Yi : Bobot rata-rata tingkat penilaian
besar dari r-tabel. kepentingan atribut ke-i
Jumlah responden yang diambil n : Jumlah responden
adalah sebanyak 101 orang, berdasarkan k : Jumlah atribut
ketentuan jumlah sampel minimum yang
harus diambil. Rumus penentuan sampel 2. Menghitung nilai rata-rata tingkat
tersebut menggunakan rumus  = kepentingan dan tingkat kepuasan
 
1     sehingga diperoleh hasil
/
pada keseluruhan atribut. Perhitungan
96,04 dibulatkan menjadi 97 sampel. dilakukan dengan rumus :
Masing-masing responden menilai
tingkat kepentingan dan kepuasan dari

66
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dipertahankan kualitasnya. Konsumen


k k menilai tingkat kepentingannya sudah
Xi
t =1
Yi
t =1
sesuai dengan kepuasan yang
Xi = Yi = dirasakan.
n dan n c. Kuadran III (Medium-Low Priority)
Atribut yang berada pada kuadran ini
dimana : merupakan atribut yang dinilai tidak
Xi : bobot rata-rata atribut-atribut begitu penting oleh responden dan
kepuasan pada kenyataannya kinerja atribut
tersebut juga biasa saja. Sehingga
Yi : bobot rata-rata atribut-atribut tidak begitu memberikan manfaat jika
kepentingan dilakukan perbaikan.
n : jumlah atribut d. Kuadran IV (Reduce Emphasis)
Titik atribut yang berada pada kuadran
Nilai Xi , Yi merupakan titik potong ini dianggap tidak terlalu penting oleh
yang mencerminkan sumbu responden namun pada kenyataannya
kepentingan dan kepuasan. Garis yang dianggap berlebihan. Sehingga atribut
tersebut dapat dipertimbangkan untuk
ditarik lurus dengan Xi memotong dikurangi untuk menghemat biaya.
sumbu Y dan merupakan garis batas
kuadran I dan kuadran II. Sedangkan
garis yang ditarik lurus dengan Yi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
akan memotong sumbu X dan 3.1. Uji laboratorium
merupakan batas kuadran III dan Pengujian ini dilakukan untuk
kuadran IV. Sehingga garis yang mengetahui kondisi produk perikanan,
yaitu ikan, yang dijual di pasar ikan.
ditarik tegak lurus dari titik ( Xi , Yi ) Sampel ikan yang diambil adalah 3 jenis
ini akan membagi diagram Kartesius ikan yang jumlahnya paling banyak
menjadi 4 kuadran. ditemui saat dilakukan penelitian. Jenis
3. Memetakan bobot kinerja/ kepuasan ikan yang digunakan adalah ikan
dan bobot kepentingan dalam diagram cakalang, kakap merah, dan kakap putih.
Kartesius. Titik-titik (Xi ,Yi) dari Pengujian sampel ikan segar ini
masing-masing atribut tersebut dilakukan oleh Laboratorium Pembinaan
kemudian diplotkan ke dalam diagram dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
Kartesian. (LPPMHP), Dinas Perikanan,
4. Melakukan interpretasi masing-masing Yogyakarta. Hasil pengujian terhadap 3
titik pada digram tersebut. Interpretasi jenis ikan tersebut disajikan pada Tabel 1,
pada masing-masing kuadran adalah Tabel 2, dan Tabel 3.
sebagai berikut : Pada tabel sajian hasil pengujian
a. Kuadran I (Focus Improvement) organoleptik ini, hanya ikan cakalang
Titik atribut yang berada pada diagram yang tidak memenuhi batas standar mutu.
1 menjadi fokus utama dalam Nilai uji organoleptik pada ikan cakalang
memperoleh perbaikan. Karena yaitu 5,0 dengan batas standar mutu 7,0.
responden menilai atribut tersebut Sedangkan pada 2 jenis ikan yang lain,
sebenarnya penting namun belum masing-masing bernilai sama yaitu 7,0.
memuaskan. Ikan cakalang merupakan ikan yang
b. Kuadran II (Maintain Performance) jumlahnya paling banyak di pasar ikan.
Titik atribut yang berada pada kuadran Penanganan yang salah yang paling
ini sudah baik dan diharapkan dapat dominan pada ikan ini adalah terlalu

67
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

sedikitnya jumlah es yang digunakan


untuk menyimpan ikan.

Tabel 1. Hasil Uji Ikan Cakalang


No. Karakteristik Uji Hasil Batas Standar Metode Pengujian
Pengujian Mutu
1. Uji Sensori
- Organoleptik 5,0 7,0 SNI 01-2346-2006
2. Mikrobiologi
- TPC per gram max 19.000 500.000 SNI 01-2332.3-2006
- E.coli MPN per 15 <3 SNI 01-2332.1-2006
gram max

Tabel 2. Hasil Uji Ikan Kakap Merah


No. Karakteristik Uji Hasil Batas Standar Metode Pengujian
Pengujian Mutu
1. Uji Sensori
- Organoleptik 7,0 7,0 SNI 01-2346-2006
2. Mikrobiologi
- TPC per gram max 14.000 500.000 SNI 01-2332.3-2006
- E.coli MPN per 11 <3 SNI 01-2332.1-2006
gram max

Tabel 3. Hasil Uji Ikan Kakap Putih


No. Karakteristik Uji Hasil Batas Standar Metode Pengujian
Pengujian Mutu
1. Uji Sensori
- Organoleptik 7,0 7,0 SNI 01-2346-2006
2. Mikrobiologi
- TPC per gram max 33.000 500.000 SNI 01-2332.3-2006
- E.coli MPN per 3,6 <3 SNI 01-2332.1-2006
gram max

memenuhi standar. Sedangkan nilai


Dari tabel tersebut, dapat diketahui E.coli menunjukkan tingkat sanitasi
bahwa Angka Lempeng Total pada ketiga bahan pangan karena bakteri E.coli
jenis ikan masih memenuhi standar batas merupakan indikatorr sanitasi. Dari
mutu, yaitu tidak melebihi 500.000 TPC/ ketiga sampel tersebut diketahui bahwa
gram. Nilai ALT per gram maksimum mutu bahan pangan masih buruk yang
pada cakalang yaitu 19.000 TPC/ gram, mengindikasikan pula bahwa sanitasi
ikan kakap merah 14.000 TPC/ gram, dan lingkungan produksi di sekitar bahan
ikan kakap putih 19.000 TPC/ gram. masih buruk pula.
Ketiga ikan ini mempunyai nilai TPC
yang baik yaitu masih di bawah batas 3.2. Checklist GHP
maksimum TPC/ gram. Nilai TPC ini Untuk mendapatkan hasil
mengindikasikan bahwa jumlah bakteri perikanan dengan mutu yang baik, maka
hidup yang terdapat di bahan masih diperlukan bahan baku yang baik,

68
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

penanganan yang baik, dan ditempatkan menggunakan kesesuaian dengan praktik


di lingkungan yang baik. Dari hasil GHP yang seharusnya ada di pasar ikan
wawancara dan observasi di lapangan, higienis (PIH). Berikut adalah hasil
ditemukan bahwa praktik GHP belum evaluasi yang dilakukan (Tabel 4) :
berjalan baik. Evaluasi yang dilakukan

Tabel 4. Evaluasi GHP di Pasar Ikan


Poin Evaluasi Hasil
Terdapat penerapan cold chain yang memadai Tidak
Penggunaan es yang sesuai dengan jumlah ikan Tidak
Penataan display ikan yang benar Belum sepenuhnya
Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan ikan, Tidak
bersih dan mudah dibersihkan
Hygiene personal pedagang yang baik Belum sepenuhnya

Pada evaluasi ini penanganan ikan ikan yang benar, Hal ini didorong pula
yang paling buruk terjadi yaitu mengenai oleh konsumen pasar ikan yang tidak
penerapan sistem rantai dingin atau cold menghendaki adanya tampilan display
chain system. Mahalnya harga es menjadi ikan yang benar seperti di supermarket
keluhan utama pedagang yang karena terkesan mahal. Sanitasi personal
mengakibatkan jumlah es lebih sedikit dan sanitasi peralatan juga menjadi faktor
dari yang dibutuhkan. Pada Tabel 5 kurangnya kualitas produk perikanan di
ditunjukkan perbandingan penggunaan es pasar ikan. Ditemukan adanya peralatan
dan jumlah ikan yang disimpan pada 1 yang sudah seharusnya diganti karena
coolbox. berkarat ataupun mengerak karena kotor.
Selain itu, pada saat menangani ikan
Tabel 5. Perbandingan es dan jumlah ikan pedagang masih menggunakan perhiasan
Responde 1 2 3 4 5 seperti cincin dan tidak menggunakan
n sarung tangan. Penerapan sanitasi yang
Es : Ikan 12, 2 50 12, 2 kurang baik mengakibatkan produk
(kg/ box) 5 : 5 : 5: 5 perikanan mudah sekali terkontaminasi.
30 : 10 30 : Dari hasil evaluasi tersebut, dapat
3 0 2 diketahui bahwa pada kenyataannya
0 5 pedagang mengetahui konsep umum
penanganan ikan yang baik. Namun hal
Selain itu, sarana penunjang yang menjadi hambatan dalam
pelaksanaan sistem rantai dingin juga pelaksanaan GHP ini adalah mengenai
masih sangat kurang seperti coolbox atau masalah ekonomi serta dorongan dari
kotak berinsulasi. Mahalnya sarana konsumen yang menghendaki harga yang
penunjang ini yang mengakibatkan murah serta tidak mempermasalahkan
pedagang tidak mampu untuk penanganan ikan yang berlangsung saat
menerapkan sistem rantai dingin. ini.
Penataan display ikan menjadi
penting pula karena disamping untuk 3.3. Kuesioner
menarik minat konsumen, display ikan 3.3.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas
yang benar juga dapat mencegah adanya Uji validitas dilakukan terhadap
kontaminasi silang (cross contamination) setiap jawaban penilaian kepentingan dan
antar ikan. Namun sayangnya, pedagang penilaian kinerja pada setiap butir
di pasar ikan belum mepraktikkan display pertanyaan yang ada pada kuesioner dan

69
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

pada setiap responden yang dipakai. perbandingan nilai Cronbachs Alpha


Pengujian ini dilakukan dengan yang lebih besar dari rtabel dengan derajat
menghitung nilai korelasi antara skor kebebasan n-2 dan signifikansi 5%
masing-masing pertanyaan dengan skor (tingkat kepercayaan 95%). Nilai rtabel
total, dengan menggunakan teknik adalah 0,344. Setelah didapatkan bahwa
korelasi Product Moment Pearson. nilai keseluruhan item pertanyaan telah
Penghitungan ini dilakukan dengan valid dan reliabel, maka disebarkan
bantuan program SPSS 17.0. Kriteria kuesioner utama sebanyak 101 buah
penafsiran validitas masing-masing butir dengan butir pertanyaan sebanyak 13
pertanyaan setelah didapatkan hasil buah. Butir pertanyaan yang diajukan
hitung adalah jika rhitung> rtabel. Nilai rtabel mengenai kondisi bahan pangan (ikan),
didapatkan dari Tabel Harga Kritik dari r penggunaan es sebagai bahan penyimpan
Product-Moment dengan derajat ikan, kondisi sanitasi di sekitar
kebebasan (dk) = n-2 dan signifikansi lingkungan pasar ikan, kondisi higiene
(taraf kesalahan) 5% atau df = (, n-2). personal pedagang ikan, serta kondisi
Dengan n adalah jumlah responden yang sanitasi peralatan penanganan ikan.
digunakan maka rtabel didapatkan senilai
0,344. 3.3.2. Importance-performance
Uji reliabilitas juga dilakukan analysis
terhadap setiap butir pertanyaan dengan Analisis ini digunakan untuk
bantuan program SPSS 17.0. Pengujian mengetahui penilaian konsumen yang
ini dilakukan untuk mengukur sejauh berupa tingkat kepuasan dan tingkat
mana hasil pengukuran tersebut dapat kepentingan mengenai pelaksanaan GHP
dipercaya. Penafsiran reliabilitas masing- di pasar ikan. Kuesioner yang telah diisi
masing butir pertanyaan setelah oleh responden menggunakan skala
didapatkan hasil hitung adalah jika nilai Likerts kemudian diolah menggunakan
Cronbachs Alpha > rtabel atau nilai rumus-rumus di atas. Setelah dilakukan
Cronbachs Alpha > 0,7. Nilai rtabel menggunakan rumus-rumus IPA di atas,
didapatkan dari Tabel Harga Kritik dari r maka didapatkan hasil sebagai berikut
Product-Moment, df = (, n-2). Dalam (Tabel 6)
hal ini, perhitungan menggunakan

Tabel 6. Hasil Perhitungan IPA


Rerata Rerata
Kode Atribut
Kepuasan Kepentingan
Q1 Mata ikan berwarna jernih segar 1,800 2,136
Q2 Insang ikan berwarna merah segar 1,827 2,164
Q3 Tidak berbau busuk 1,982 2,500
Q4 Daging ikan tidak berlendir 1,936 2,291
Perbandingan penggunaan es adalah 1 Kg es untuk 1 Kg ikan
Q5 1,464 2,136
(untuk menjaga kesegaran ikan)
Q6 Tempat penjualan (meja display) ikan bersih 1,555 2,327
Q7 Lantai pasar tidak terlihat kumuh 1,436 2,218
Q8 Tidak ada air kotor yang menggenang 1,618 2,264
Q9 Tidak ada penumpukan sampah di dekat area penjualan 1,618 2,382
Q10 Tersedia suplai air bersih yang cukup 1,755 2,355
Q11 Pedagang menggunakan pakaian yang bersih 1,600 2,064
Q12 Pedagang menggunakan sarung tangan saat melayani pembelian 1,200 2,045
Q13 Wadah penyimpanan ikan bersih 1,691 2,418

70
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Kemudian setelah itu, dengan yaitu tentang keberadaan sampah di dekat


menggunakan dicari nilai rerata dari area pasar, kebersihan meja display, dan
rerata kepentingan dan rerata kepuasan keberadaan genangan air kotor. Ketiga
untuk mencari pembagi 4 daerah kuadran atribut ini masuk dalam golongan
pada diagram Kartesian. Dari hasil penilaian pada lingkungan pasar. Dalam
perhitungan rerata tersebut, didapatkan hal ini berarti konsumen menganggap
penting faktor lingkungan
ungan namun pada
hasil untuk Xi dan Yi secara berturut-
berturut
kenyataannya belum seperti yang
turut adalah sebesar 1,652 dan 2,254.
diharapkan. Maka dari itu, usulan
Selanjutnya, masing-masing
masing pasangan
perbaikan pada 3 atribut ini yaitu :
atribut menjadi koordinat (Xi,Yi) dan
1. Perbaikan terhadap keberadaan
kemudian diplotkan ke dalam diagram
sampah yang masih terlihat tidak
Kartesius (Diagram1).
tertata di sekitar area pasar ikan
menjadi prioritas perbaikan yang
pertama.
- Untuk pengelolaan sampah yang
efektif, maka sebaiknya terdapat
tempat pengumpulan sampah utama
dan terpisah dari jenis sampah yang
lain
- Tempat sampah seharusnya
ditempatkan jauh dari kemungkinan
terjadinya kontaminasi ke ikan.
- Adanya penambahan frekuensi
pembersihan sampah pada hari libur
(hari-hari puncak).
2. Prioritas yang ke-22 yang perlu
Diagram 1. Diagram Importance
Importance- diperbaiki adalah mengenai
Performance Analysis kebersihan meja display penjualan
ikan. Masalah utama yang dihadapi
Keterangan warna :
Tidak ada penumpukan sampah di dekat area penjual ikan adalah sempitnya meja
penjualan penjualan ikan. Rekomendasi
Tempat penjualan (meja display) ikan bersih perbaikan
rbaikan yang dapat diusulkan adalah
Tidak ada air kotor yang menggenang
Tidak berbau busuk adanya penempatan ikan pada wadah
Tersedia suplai air bersih yang cukup yang ditata dan dipisahkan
Wadah penyimpan ikan bersih berdasarkan jenis ikan. Hal itu
Daging ikan tidak berlendir
Insang berwarna merah segar diharapkan dapat mengurangi resiko
Mata ikan berwarna jernih segar dan menonjol kontaminasi dari meja penjualan ke
Lantai pasar tidak terlihat kumuh ikan serta meja terlihat ringkas dan
Perbandingan penggunaan es adalah 1 Kg es
untuk 1 Kg ikan resik. Karena proses sanitasi peralatan
Pedagang menggunakan sarung tangan saat lebih mudah dibandingkan sanitasi
melayani pembelian meja display.
Pedagang menggunakan pakaian yang bersih
3. Prioritas perbaikan yang ke ke-3 adalah
menghilangkan genangan air kotor di
Dari hasil plotting tersebut, diketahui
sekitar area pasar ikan. Hal ini juga
bahwa terdapat 3 atribut yang masuk
dikeluhkan pula oleh pedagang bahwa
dalam Kuadran 1 yang artinya merupakan
air kotor sering meluap. Rekomendasi
pengambilan keputusan untuk prioritas
yangg diusulkan adalah adanya
perbaikan. Kuadran ini memuat 3 atribut

60
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

perbaikan saluran air pada area pasar di area pasar, kebersihan meja
ikan dan menambah derajat display/ penjualan ikan, dan
kemiringan lantai pasar. genangan air kotor di sekitar area
4. Memberikan edukasi kepada pasar.
konsumen mengenai kriteria ikan yang 3. Rekomendasi perbaikan yang
baik. Sehingga konsumen akan diusulkan antara lain :
memilih ikan yang benar-benar baik a. Adanya tempat pengumpulan
kualitasnya, dengan begitu akan sampah utama yang jauh dari
mendorong penjual (nelayan maupun pasar dan terpisah dari sampah
pedagang ikan) untuk meningkatkan jenis yang lain.
kualitas barang dagangannya. Kualitas b. Penambahan frekuensi
ikan yang lebih baik hanya akan pembersihan sampah khususnya
tercapai jika pedagang menerapkan pada waktu-waktu puncak (seperti
cara penanganan ikan yang baik. hari libur atau akhir pekan).
c. Penempatan ikan pada wadah-
4. KESIMPULAN wadah terpisah sesuai jenisnya
Dari hasil penelitian yang saat di meja penjualan.
didapatkan, maka didapatkan kesimpulan d. Adanya perbaikan saluran
atas evaluasi penerapan Good Handling drainase serta menambah sedikit
Practices di pasar ikan Pantai Depok kemiringan lantai pasar.
adalah sebagai berikut :
1. Penerapan praktik GHP di lokasi 5. DAFTAR PUSTAKA
masih di bawah standar kualitas, Sato, Akito, dkk. 2010. General Hygiene
terlihat dengan adanya kandungan Measures in Local Fish Markets and
E.coli yang tinggi pada ikan, belum Good Handling Practices in
baiknya sarana dan prasarana (es) Myanmar. Southeast Asian Fisheries
penerapan sistem rantai dingin, serta Development Center.
kualitas sanitasi pasar yang masih Suliyanto, 2006. Metode Riset Bisnis.
minimal. Yogyakarta : Penerbit Andi.
2. Konsumen menghendaki adanya Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat
perbaikan pada kebersihan Kepuasan Pelanggan untuk
lingkungan pasar yaitu mengenai Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta:
sampah yang masih banyak dijumpai PT. Rineka Cipta.

72
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

ANALISIS KEMUNDURAN KUALITAS IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)


DITINJAU DARI PARAMETER KIMIAWI DAN BIAYA SELAMA
PENYIMPANAN DALAM KOTAK PENDINGIN

Nensi Nevridawati1), Ag. Suryandono2), M. Prasetya Kurniawan2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP UGM
2)
Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP UGM

Abstrak

Ikan cakalang merupakan komoditas ekspor dengan kuantitas meningkat dari tahun
ke tahun. Ikan cakalang termasuk bahan pangan yang mudah rusak sehingga memerlukan
penanganan khusus selama penyimpanan. Penanganan yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran ikan cakalang dengan disimpan di dalam kotak pendinginyang
diberi es halus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemunduran kualitas kimia
ikan cakalang yang disimpan menggunakan es halus pada kotak pendingindan mengetahui
biaya penggunaan es berdasarkan parameter kimiawi.
Perlakuan yang dilakukan terhadap penyimpanan ikan cakalang tanpa es (kotak
pendingin A), perbandingan ikan : es = 1:1 (kotak pendingin B) dan 1:2 (kotak pendingin
C) mengacu Bataringaya (2007). Parameter kimiawi yang diukur adalah kadar air, kadar
protein, dan aktivitas air. Pengujian kadar air menggunakan metode thermogravimetri,
kadar protein dengan metode semi mikrokjeldahl, dan aktivitas air menggunakan alat Aw
meter.
Pengujian kadar air selama penyimpanan 4 hari dalam kotak pendingin
menunjukkan ikan cakalang dalam kotak pendingin A, kotak pendingin B, dan kotak
pendingin C mengalami peningkatan.Kadar protein ikan cakalang dalam kotak pendingin
A mengalami peningkatan, sedangkan kotak pendingin B dan kotak pendingin C
mengalami fluktuasi. Aktivitas air ikan cakalang dalam kotak pendingin A mengalami
penurunan, kotak pendingin B mengalami fluktuasi, kotak pendingin C mengalami
fluktuasi dan cenderung menurun. Penyimpanan terbaik ikan cakalang dalam kotak
pendingindengan penggantian es dua kali pagi dan sore berdasarkan parameter kimiawi
ditunjukkan oleh kotak pendingin B (perbandingan ikan : es = 1:1) dengan biaya
penggunaan es total berdasarkan parameter kimiawi sebesar Rp 3.264,52/kg ikan.

Kata Kunci : Biaya, ikan cakalang, kotak pendingin, parameter kimiawi, penyimpanan
ikan

1. PENDAHULUAN memenuhi kebutuhan pangan.


Indonesia merupakan negara Berdasarkan data Balai Pusat Statistik
kepulauan yang dikelilingi oleh dua (2009) konsumsi protein per kapita
samudera yakni Samudera Pasifik dan masyarakat Indonesia terutama
Samudera Hindia sehingga kaya akan komoditas ikan mencapai 7,77 tahun
jenis ikan. Ikan mengandung protein, 2007, 7,94 tahun 2008, dan 7,28 tahun
lemak, dan nutrisi lainnya yang 2009.
bermanfaat untuk kesehatan sehingga Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
ikan banyak digunakan masyarakat untuk merupakan jenis ikan pelagis besar yang

73
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

termasuk dalam famili Scombriadae. Ikan penyimpanan. Pedagang rata-rata


cakalang memiliki hubungan keluarga menyimpan ikan cakalang ini 1 4 hari.
yang dekat dengan tuna, tetapi memiliki Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
ukuran tubuh lebih kecil sehingga sering penurunan kualitas dan penanganan yang
disebut tuna-like-fish, small tunas atau tepat ikan cakalang yang disimpan di
baby tuna. Ikan cakalang dengan tuna kotak pendingin dalam kurun waktu 1 4
yang lain (bluefin, yellowfin dan hari dilihat dari kadar air, kadar protein,
albacore) merupakan komoditas andalan dan aktivitas airnya.
perikanan Indonesia. Dilaporkan dari Penelitian ini dilakukan untuk
tahun ke tahun, volume ekspor tuna dan mengetahui kemunduran (deterioration)
cakalang Indonesia ke pasar internasional kualitas ikan cakalang dengan perlakuan
dari tahun 2004 sampai tahun 2008 terus tanpa es dan perbandingan ikan : es = 1:1
mengalami peningkatan. Jumlah ekspor dan 1:2 ditinjau kadar air, kadar protein,
tuna dan cakalang tahun 2004 berjumlah dan aktivitas air dan mengetahui
94.221 ton, tahun 2005 90.589 ton, tahun penentuan terbaik penyimpanan ikan
2006 91.882 ton, tahun 2007 121.316 ton, cakalang dengan perbandingan ikan : es
dan tahun 2008 berjumlah 130.050 ton 1:1 dan 1:2 penggantian es selama 2 kali
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehari pagi dan sore dan biaya
2010). Selain itu, ikan cakalang penggunaan es terendah berdasarkan
merupakan komoditas yang paling kadar air, kadar protein, aktivitas air.
banyak diminati oleh warga sekitar
Bantul Yogyakarta. Ikan cakalang yang 2. METODE PENELITIAN
dikonsumsi masyarakat merupakan ikan 2.1. Bahan :
yang dipasok dari Pantai Utara Pulau
Ikan cakalang segar.
Jawa (Semarang) dan di pantai Selatan
(Cilacap). Hal ini dikarenakan ikan laut
yang ditangkap di laut selatan Daerah 2.2. Teknik pengerjaan sampel
Istimewa Yogyakarta tidak cukup untuk Sampel (100 - 200 g) ditimbang
mencukupi kebutuhan masyarakat yang kemudian diberi label. Penyimpanan
berjumlah 1.939 ton tahun 2008 dilakukan menggunakan cool box
sedangkan pantai utara Jawa Tengah stryrofoam selama 4 hari dengan
mencapai 174.831 ton. perlakuan A (sebagai kontrol), B (ikan :
Ikan merupakan salah satu hasil es = 1 : 1), dan C (ikan : es = 1 : 2)
perikanan yang tergolong cepat rusak, penggantian es pagi dan sore. Penelitian
tingginya nilai protein menyebabkan ikan dilakukan 3 kali ulangan. Kandungan
dapat menimbulkan bau busuk yang kadar air, kadar protein, dan aktivitas air
menyengat jika rusak. Seorang konsumen dianalisis setiap hari sekali selama 4 hari.
menginginkan produk ikan cakalang yang
mereka konsumsi memiliki kualitas 2.3. Variabel penelitian
optimal. Ikan dengan mata hingga ekor Variabel yang diteliti adalah
memiliki tingkat kesegaran tinggi dengan kemunduran mutu ikan cakalang
ciri mata menonjol dan cembung, insang berdasarkan parameter fisik yaitu kadar
berwarna merah, warna kulit terang dan air (%), kadar protein (%), dan aktivitas
cerah, sirip kuat, tidak berbau busuk serta air (aw).
daging ikan bila ditekan keras.
Pada umumnya pedagang ikan 2.3.1. Kadar air
cakalang menyimpan ikan di dalam kotak Pengukuran kadar air dilakukan
pendingin yang diberi tambahan es tanpa dengan metode pengeringan
memperhatikan kebutuhan ikan selama menggunakan oven (termogravimetri).

74
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Persentase kadar air dihitung 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


menggunakan rumus : 3.1. HASIL

=
( B + S ) (B + S )
'
x100%
3.1.1. Kadar air

% KA (B + S ) B
dengan :
B = berat botol kosong
(B+S) = berat botol timbang + sampel
(B+S) = berat botol timbang + sampel
setelah dikeringkan

2.3.2. Kadar protein


Pengukuran kadar protein dilakukan
Gambar 1. Grafik rata-rata
rata perubahan
dengan metode semi mikro-kjeldahl.
mikro
kadar air ikan cakalang
Persentase kadar protein dihitung
menggunakan rumus : Gambar 1 menunjukkan bahwa
Kadar protein % =
kadar air pada perlakuan cool box A
(kontrol)mengalami kenaikan pada hari
)*
+,- ./01234.55627.8
92355
x 100% ke-00 sebesar 74,56 % naik menjadi 75,65
% pada hari ke-1. 1. Begitu pula kadar air
dengan : baik dari penyimpanan cool box B dan
cool box C dari hari ke-00 sampai hari ke
ke-
VA :ml HCl untuk titrasi sampel 4 menunjukkan adanya kenaikan. Kadar
VB : ml HCL untuk titrasi blangko air awal (hari ke-0) 0) pada cool box B
N : Normalitas HCL standar yang sebesar 74,96 %, hari ke-11 sebesar 75,91
digunakan. %, hari ke-22 sebesar 75,95 %, hari ke ke-3
14,007 : berat atom nitrogen sebesar 77,50 %, dan hari ke ke-4 sebesar
6,25 : faktor konversi protein untuk 77,08 %. Sedangkan pada cool box C
ikan kadar air pada hari ke-00 sebesar 74,38 %,
W : berat sampel (g) 75,58 % pada hari ke-1, 1, 77,19 % pada
hari ke-2,
2, 78,27 % pada hari ke ke-3, dan
2.3.3. Aktivitas Air 79,09 % pada hari ke-4.
Pengujian aktivitas air ini Pada kotak pendingin B kadar air
berfluktuasi karena faktor lingkungan
menggunakan alat Aqualab.
tempat penyimpanan (kotak pendingin)
2.4. Analisis Data terutama perubahan kelembaban udara
Data hasil percobaan dianalisis yang terjadi di dalam kotak
menggunakan uji t-berpasangan
berpasangan yang pendinginsiang dan malam. lam. Besar kadar
menunjukkan perbedaan nyata dengan air kotak pendingin C lebih tinggi
taraf kepercayaan 5 %. dibanding kadar air kotak pendingin B
karena pada kotak pendingin C berisi es
yang lebih banyak dari kotak pendingin B
yang memungkinkan es yang mencair
masuk ke dalam tubuh ikan dan dapat
mempengaruhi kadar dar air ikan cakalang.
Penurunan kadar air tersebut
disebabkan karena adanya peristiwa
desikasi, yaitu penguapan air pada suhu

75
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

rendah, dan adanya peristiwa penetesan pendingin B dan kotak pendingin C


(drip)) cairan sel selama pelelehan. Pada cenderung menurun. Kadar protein
ikan yang dilapisi es pengurangan mengalami kenaikan dan penurunan
kandungan airnya ya sedikit disebabkan selama penyimpanan pada masing
karena peristiwa desikasi dari jaringan masing perlakuan.
ikan tidak dapat berlangsung sebelum
lapisan es yang ada pada permukaan 3.1.3. Aktivitas air
tubuh ikan menguap atau mencair semua.
Besarnya penguapan air selama
pendinginan tergantung pada beberapa
hal, antara lain besar kecilnya ikan, tipe
pengepakan, macam bahan pengepak,
kelembabban nisbi ruang penyimpan, dan
suhu bahan pendingin (Hadiwiyoto,
1993).

3.1.2. Kadar protein


Gambar 3. Grafik rata-rata
rata aktivitas air
ikan cakalang

Gambar 3 menunjukkan
perubahan aktivitas air baik kotak
pendingin B maupun un kotak pendingin C
mengalami fluktuasi dan cenderung
menurun. Aktivitas air kotak pendingin A
mengalami penurunan. Besar aktivitas air
rata-rata
rata kotak pendingin A hari ke
ke-0 dan
Gambar 2. Grafik rata-rataata perubahan hari ke-11 adalah 0,95 dan 0,8. Hasil
kadar protein ikan cakalang pengujian aktivitas air pada penyimpanan
kotak pendingin B dan kotak pendingin C
Gambar 2 diperoleh kadar protein selama 4 hari adalah :
rata-rata
rata ikan cakalang pada kotak Kotak pendingin B : 0,95, 0,88, 0,79,
pendingin B dan kotak pendingin C 0,81, 0,84
berfluktuasi sedangkan kotak pendingin Kotak pendingin C : 0,97, 0,87, 0,82,
A mengalami peningkatan. Besar kadar 0,87, 0,86.
protein kotak pendingin A dari hari ke-0
ke
sampai hari ke-1 1 adalah 19,11% dan 3.2. PEMBAHASAN
19,39%. Hasil pengujian protein rata 3.2.1. Kadar air
rata pada penyimpanan kotak pendingin Parameter kualitas yang diukur
B selama 4 hari dan kotak pendingin C yaitu kadar air. Kadar air ddiukur dengan
adalah: metode termogravimetri. Setelah data
Kotak pendingin B : 19,11 %, 19,39 %, kadar air diperoleh,dilakukan pengujian
19,49 %, 19,34 %, dan 19, 54 % statistik kadar air dengan software SPSS.
Kotak pendingin C : 20,19 %, 19,31 %, Uji ini dilakukan terhadap dua sampel
20,43 %, 19,97 %, dan 20,19% yang berpasangan (paired). Sampel yang
Besar kadar protein pada kotak pendingin berpasangan diartikan sebagai sebuah
C cenderung lebih besar dari kotak sampel dengangan subjek yang sama, tetapi
pendingin B. Dalam kurun waktu 4 hari mengalami dua perlakuan atau
kondisi kadar protein ikan cakalang kotak pengukuran yang berbeda, seperti untuk

76
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

mengetahui beda nyata antara kadar air jaringan. Menurut Cepeda et al. (1990)
dari masing-masing perlakuan. Apabila dalam Hultmann dan Rustad (2002),
nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel penurunan kemampuan otot ini diawali
maka variabel terikat berbeda nyata untuk dengan terjadinya proses hidrolisis
masing-masing variabel bebasnya. Nilai t berbagai macam protein dalam jaringan
tabel diperoleh dengan melihat pada tabel oleh enzim protease yang pada akhirnya
t0,05. Dan apabila nilai signifikansi (Sig.) menyebabkan tekstur ikan pada akhir
lebih kecil dari 0,05 (<0,05), maka penyimpanan menjadi lebih lembek /
variabel terikat berbeda nyata untuk tidak elastis.
masing-masing variabel bebasnya.
Pengujian dilakukan dengan tingkat 3.2.2. Kadar protein
kepercayaan 95%. Variabel bebas dalam Protein merupakan gabungan dari
pengujian ini adalah ikan cakalang asam amino-asam amino yang
perlakuan kotak pendingin B dan ikan dihubungkan dengan ikatan peptida.
cakalang perlakuan kotak pendingin C. Selain itu, protein merupakan senyawa
Hasil analisis statistik kadar air ikan makromolekul yang tersusun oleh asam-
cakalang pada berbagai perlakuan dapat asam amino yang mengandung unsur C,
dilihat H, O, N, S, P dan sedikit garam yang
Berdasarkan hasil uji t pada mengandung logam seperti besi dan
output paired sample test menunjukkan t tembaga. Perubahan sifat biokimia pada
hitung dan t tabel, dengan df = 9 diperoleh ikan pasca tangkap yakni pada waktu
angka : 2,26 untuk taraf signifikan 5%. kandungan ATP dan pH daging ikan
Dengan t hitung = 159,898 berarti lebih menurun, protein aktin dan miosin yang
besar dari t tabel yang berarti hipotesis kedua-duanya merupakan protein
nihil ditolak. Selain itu, dapat diketahui miofibrilar akan berinteraksi membentuk
bahwa antara kadar air dengan perlakuan protein aktomiosin. Terbentuknya
di kotak pendingin B dan kotak aktomiosin menyebabkan daging menjadi
pendingin C signifikan. Hal ini kaku. Selanjutnya aktomiosin akan tetap
ditunjukkan dengan besar kepercayaan berada pada daging ikan mati dan tidak
95% (=0,05) lebih kecil dari hitung = kembali lagi menjadi komponen-
0,000, Misal : komponennya semula meskipun fase
Ho : B = C rigormortis telah lewat (Sahubawa,
H1 : B C 2006).
Apabila t hitung> t tabel, maka Ho Pengukuran kadar protein
ditolak. Berdasarkan uji t yang telah dilakukan menggunakan metode semi
dilakukan dengan software SPPS 16 mikro-Kjeldahl. Setelah data kadar
diperoleh t hitung = 159,898, sedangkan t protein diperoleh, selanjutnya dilakukan
tabel = 2,262. Hal ini berarti t hitung > t tabel, pengujian statistik dengan uji t-
maka Ho ditolak. Dengan kata lain, kadar berpasangan. Uji ini dilakukan terhadap
air dengan perlakuan di kotak pendingin dua sampel yang berpasangan (paired).
B dan kotak pendingin C berbeda nyata Berdasarkan uji t yang telah dilakukan
untuk masing masing variabel dengan software SPPS 16 diperoleh t
bebasnya. hitung = 82,155, sedangkan t tabel = 2,262.
Kenaikan kadar air pada ikan Hal ini berarti t hitung> t tabel, maka Ho
berjalan seiring dengan terjadinya proses ditolak. Dengan kata lain, kadar protein
deteurisasi. Pada ikan yang disimpan dengan perlakuan di kotak pendingin B
pada suhu dingin, kemampuan otot dalam dan kotak pendingin C berbeda nyata
menahan air dalam jaringan akan untuk masing masing variabel
menurun sehingga air mudah terlepas dari bebasnya.

77
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Kadar protein mengalami kenaikan dan = 2,262. Hal ini berarti t hitung > t tabel,
penurunan selama penyimpanan pada maka Ho ditolak. Dengan kata lain,
masing masing perlakuan. Penurunan aktivitas air perlakuan di kotak pendingin
kadar protein ini disebabkan karena B dan kotak pendingin C berbeda nyata
adanya degradasi protein yaitu untuk masing masing variabelnya.
pemecahan molekulmolekul kompleks Aktivitas air ikan cakalang
menjadi sederhana seperti asam amino, dengan penyimpanan dalam kotak
amoniak, dan unsur N oleh pengaruh pendingin selama 4 hari menunjukkan
asam, basa, atau enzim. Di samping itu kecenderungan menurun dan
dihasilkan juga komponen komponen menunjukkan angka 0.8 Aw. Hal ini
yang mengakibatkan bau busuk misalnya berarti ikan cakalang pada kedua kotak
merkaptan, skatol, dan asam sulfide pendingin memungkinkan khamir untuk
(Sahubawa, 2006). Berdasarkan hasil tumbuh karena mikroorganisme akan
pengujian kadar protein ini dapat tumbuh dengan baik pada keadaan
disimpulkan bahwa kotak pendingin C aktivitas air tertentu, di mana secara
memiliki kadar protein yang tinggi umum mikroorganisme akan tumbuh
sehingga penyimpanan ikan dengan dalam bahan beraktivitas air tinggi (0,7
perbandingan ikan : es = 1:2 mampu 1) dan tidak akan tumbuh dalam bahan
mempertahankan protein dari proses beraktivitas rendah (0,1 - 0,6). Contoh
denaturasi pada ikan cakalang selama mikroorganisme yang membutuhkan nilai
masa penyimpanan 4 hari. aktivitas air tertentu untuk tumbuh
dengan baik adalah (Luthfian, 2007) :
3.2.3. Aktivitas air a. bakteri; aktivitas air minimum 0,9
Parameter kualitas yang ketiga adalah b. khamir; aktivitas air minimum 0,8
aktivitas air. Aktivitas air merupakan 0,9
jumlah air didalam bahan yang tersedia c. kapang; aktivitas air minimum 0,6
untuk pertumbuhan mikroba. Aktivitas 0,7
air yang tinggi berdampak pada semakin
meningkatnya jumlah mikroorganisme Berdasarkan hasil tersebut maka
yang tumbuh pada bahan selama penyimpanan ikan cakalang
penyimpanan. Aktivitas air diatas 0,8, menggunakan kotak pendingin B lebih
laju kerusakan mikrobiologis kimiawi direkomendasikan karena nilai aktivitas
dan enzimatik berjalan dengan cepat airnya lebih rendah. Semakin rendah
(Winarno, 1991). aktivitas airnya maka mikroorganisme
Aktivitas air diukur menggunakan tidak akan tumbuh.
alat Aqualab. Setelah data aktivitas air
diperoleh, selanjutnya dilakukan 3.2.4. Biaya penggunaan es
pengujian statistik dengan uji t- Harga 1 plastik es batu ukuran 10 kg =
berpasangan. Uji ini dilakukan terhadap Rp 7.500,00
dua sampel yang berpasangan (paired). a. Kotak pendingin B
Berdasarkan uji t yang dilakukan dapat Total berat ikan 2,325 kg.
diketahui bahwa antara aktivitas air Penggunaan es batu halus :
dengan perlakuan di kotak pendingin B Hari ke-1 : pagi + sore = (2,325 kg +
dan kotak pendingin C signifikan. Hal ini
1,92 kg) = 4,245 kg
ditunjukkan dengan besar kepercayaan
95% (=0,05) lebih kecil dari hitung = Hari ke-2 : pagi + sore = (1,425 kg +
0,000. Berdasarkan uji t yang telah 1,445 kg) = 2,87 kg
dilakukan dengan software SPPS 16 Hari ke-3 : pagi + sore = (1,01 kg +
diperoleh t hitung = 4,004, sedangkan t tabel 0,975 kg) = 1,985 kg

78
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Hari ke-4 : pagi + sore = (0,545 kg + rendah karena pada penelitian ini
0,475 kg) = 1,02 kg dilakukan penelitian dalam skala kecil.

Total penggunaan es = 4,245 kg + 4. KESIMPULAN


2,87 kg + 1,985 kg + 1,02 kg = 10,12 1. Penurunan kualitas masing masing
kg kotak pendingin ditunjukkan oleh :
Biaya a. Kadar air dari hari ke-0 sampai
10,12 hari ke-4 pada kotak pendingin A,
= x Rp 7.500,00 = Rp 7.590,00 kotak pendingin B, dan kotak
10 Jadi,
pendingin C mengalami
besar rupiah yang dikeluarkan untuk
kenaikan.
penggunaan es batu halus pada 1 kg ikan
b. Kadar protein dari hari ke-0
Rp 7.590,00 sampai hari ke-4 pada kotak
= = Rp 3.264,52/kg
2,325 kg pendingin A mengalami
b. Kotak pendingin C peningkatan, sedangkan baik
Total berat ikan = 2,565 kg. kotak pendingin A maupun kotak
Penggunaan es batu halus : pendingin B mengalami fluktuasi.
Hari ke-1 = pagi + sore = (5,13 kg + c. Aktivitas air dari hari ke-0 sampai
hari ke-4 pada kotak pendingin A
4,04 kg) = 13,13 kg
mengalami penurunan, kotak
Hari ke-2 = pagi + sore = (3,03 kg + pendingin B mengalami fluktuasi,
2,90 kg) = 5,93 kg dan kotak pendingin C mengalami
Hari ke-3 = pagi + sore = (2 kg + 1,95 fluktuasi dan cenderung menurun.
kg) = 3,95 kg 2. Penyimpanan terbaik ikan cakalang
Hari ke-4 = pagi + sore = (1,09 kg + 1 menggunakan es halus (slush ice) di
kg) = 2,09 kg kotak pendingin
styrofoampenggantian es dua kali
Total penggunaan es = 13,13 kg +
pagi dan sore ditunjukkan kotak
5,93 kg + 3,95 kg + 2,09 kg pendingin B (perbandingan ikan : es
= 21,14 kg = 1:1) dengan biaya penggunaanes
Total rupiah yang dikeluarkan total berdasarkan parameter kimiawi
21,14 sebesar Rp 3.264,52/1 kg ikan.
= x Rp 7.500,00 = Rp 15.855,00
10
Jadi, besar rupiah yang dikeluarkan 5. DAFTAR PUSTAKA
Balai Pusat Statistik. 2009. Konsumsi
untuk penggunaan es batu halus pada
Protein Ikan Masyarakat Indonesia
1 kg ikan per Kapita.2009.Balai Pusat
Rp15.855,00 Statistik. Jakarta.
= = Rp 6.181,29/kg
2,565 kg Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1.
Rupiah yang dikeluarkan untuk Liberty. Yogyakarta.
membeli es batu pada kotak pendingin C Hultmann, L. & Rustad, T. 2002.
lebih mahal dari kotak pendingin B. Hal Textural Changes during Iced
ini dikarenakan perbandingan es yang Storage of Salmon (Salmo salar) and
digunakan kotak pendingin C lebih Cod (Gadus morhua). Journal of
banyak daripada kotak pendingin B. Hal Aquatic Food Product Technology.
ini berarti kotak pendingin B lebih dipilih The Haworth Press Inc, 105 pp.
karena biaya yang dikeluarkan tergolong

79
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Kementerian Perikanan dan Kelautan.


2010. Statistik Hasil Perikanan dan
Kelautan, Jakarta.
Luthfian. 2007. Aw Meter. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Yogyakarta.
Sahubawa, Latif. 2006. Bahan Ajar :
Biokimia Hasil Perikanan.
Yogyakarta : Jurusan Perikanan dan
Kelautan Fakultas Pertanian UGM.
Winarno, F.G., 1991. Kimia Pangan
dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta.

80
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH RASIO BIJI KEDELAI HITAM (Glycine max (L.)Merr.) DAN AIR
TERHADAP KARAKTERISTIK YOGURT DAN PERUBAHAN SIFAT SELAMA
PENYIMPANAN

Muhammad Nur Cahyanto1, Sri Kanoni1, Restu Nugraheni2


1
Staf Pengajar TPHP-FTP-UGM; 2Alumni TPHP-FTP-UGM

Abstrak

Kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) telah digunakan secara luas sebagai pangan
yang kaya akan zat gizi, akan tetapi pemanfaatan kedelai hitam tersebut kurang optimal.
Kebanyakan masyarakat tidak menyukai kedelai ataupun hasil olahan kedelai yang
dikarenakan kedelai mempunyai citarasa langu (beany flavor) yang khas. Untuk
meningkatkan penerimaan masyarakat, kedelai hitam perlu diolah menjadi produk
makanan yang lebih inovatif dan bergizi, sebagai contoh adalah yogurt. Yogurt, merupakan
produk pangan berasal dari susu yang difermentasi dengan bantuan bakteri asam laktat.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan kedelai hitam dan air dalam
pembuatan susu kedelai untuk keperluan pembuatan yogurt kedelai hitam, serta untuk
mengetahui karakteristik fisik, sensoris, kimiawi, dan perubahan yogurt selama
penyimpanan.
Pada penelitian ini, yogurt dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu kedelai
hitam. Susu kedelai hitam dibuat dengan mengekstrak kedelai hitam kering, yang sudah
direndam dalam air selama 6 jam dan dipanasakan dalam air mendidih selama 5 menit,
dengan variasi rasio kedelai hitam dan air 1:6, 1:8, 1:10, 1:12, 1:14, dan 1:16. Susu kedelai
hitam yang dihasilkan ditambahkan sukrosa sebanyak 4% (b/v), lalu dipanaskan (100C
selama 10 menit). Kemudian dilakukan pendinginan dan diinokulasi dengan bakteri
starter yogurt sebanyak 5%. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 10 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi rasio kedelai hitam dan air yang tepat
dalam pembuatan yogurt kedelai hitam adalah 1:6. Variasi rasio tersebut mempengaruhi
sifat fisik, sensoris, dan kimiawi yogurt kedelai hitam. Semakin besar rasio kedelai hitam
dan air, viskositas yogurt semakin kecil, yogurt semakin encer, kandungan protein dan
kadar abu yogurt semakin rendah, tetapi kadar air yogurt semakin tinggi. Semakin lama
waktu penyimpanan yogurt, pH semakin rendah, titrasi asam yang ditunjukan sebagai
kandungan asam laktat semakin tinggi, sineresis pada yogurt semakin banyak, dan
viabilitas bakteri asam laktat semakin menurun.

Kata kunci :Yogurt, kedelai hitam, fermentasi, penyimpanan

1. PENDAHULUAN menurunkan resiko terjadinya


Kedelai hitam (Glycine max (L.) osteoporosis, penyakit cardiovascular dan
Merr.) telah digunakan secara luas resiko kanker seperti kanker payudara,
sebagai pangan yang kaya akan zat gizi kanker kolon, dan prostate. Selain itu,
dan telah digunakan sebagai obat kedelai hitam banyak mengandung
tradisional selama bertahun-tahun. antioksidan yang mampu menghambat
Keunggulan kedelai hitam dapat terbentuknya gumpalan di pembuluh

81
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

darah, sehingga mengurangi resiko yogurtyang dibuat dari susu kedelai hitam
penyempitan pembuluh darah. Akan yang diekstrak dengan air pada berbagai
tetapi, pemanfaatan kedelai hitam rasio.
tersebut masih kurang optimal. Di
Indonesia, kedelai hitam banyak 2. TUJUAN PENELITIAN
dimanfatkan sebagai bahan dasar Menentukan rasio kedelai hitam :
pembuatan kecap. air dalam pembuatan susu kedelai hitam
Selain memiliki beberapa untuk dasar pembuatan yogurt.
keuntungan, kedelai hitam juga memiliki Mengetahui karakteristik fisik
beberapa kekurangan yang menyebabkan (viskositas), sensoris (bau, rasa, dan
tidak disukai oleh masyarakat, yaitu warna), dan kimiawi (pH, protein, kadar
adanya citarasa langu (beany flavor). air, dan kadar abu) yogurt kedelai
Citarasa langu pada kedelai berupa hitam.Mengetahui perubahan
senyawa aldehid, keton dan alkohol yang karakteristik yogurt kedelai hitam selama
bersifat mudah menguap dan juga penyimpanan suhu 4C.
disebabkan oleh adanya senyawa-
senyawa hasil aktivitas enzim 3. METODE PENELITIAN
lipoksigenase. Untuk meningkatkan daya 3.1. Bahan dan alat
terima masyarakat, kedelai hitam perlu Bahan yang digunakan dalam
diolah menjadi produk makanan yang penelitian ini kedelai hitam (varietas
lebih inovatif dan banyak mengandung Mallika), air (AQUA), gula pasir
zat gizi, sebagai contoh adalah yogurt (sukrosa), bakteri starter yogurt
kedelai hitam.Yogurt merupakan produk (Lactococcus lactis ssp.cremoris dan
pangan yang dibuat dari susu yang Acetobacter orientalis). Bahan kimia
difermentasi dengan bantuan bakteri yang digunakan adalah , H2SO4,
asam laktat. Yogurt secara umum dibuat katalisator (NaSO4 : CuSO4 : Se = 250 : 5
dengan menggunakan bahan dasar susu : 0,7), larutan NaOH-Na2S2O3, asam
sapi. Susu sapi memiliki kandungan gizi borat, indikator BCG-MR, HCl, NaCl
yang cukup, terutama kandungan 0,85%; MRS; agar 1,5%; CaCO3 0,5%
proteinnya. Pada proses fermentasi, aquades; indikator phenolftalein; dan
adanya akumulasi asam yang dihasilkan NaOH 0,1N .
oleh bakteri asam laktat menyebabkan Alat yang digunakan dalam penelitian
protein menjadi tidak seimbang, sehingga ini adalah: kain saring, baskom, toples,
protein akan terkoagulasi dan akan pengaduk, timer, blender (Philips), ,
menciptakan tekstur yogurt yang kental. viskostester / stormer viscosimeter,
Susu yang digunakan sebagai bahan dasar stopwatch, gelas sloki, cawan, nampan,
pembuatan yogurt adalah susu yang borang penilaian, , pH meter, distilator,
memiliki kandungan protein sebanyak labu kjeldahl, baker glass, pipet ukur,
3,2%. pipet tetes, labu takar, buret,
Protein pada susu kedelai hitam cawan,waterbath, timbangan analitik,
memiliki jumlah kandungan yang eksikator, oven, Cold storage bersuhu
menyerupai jumlah kandungan protein 4C, pH meter, petridish, buret
pada susu sapi yang digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan yogurt, yaitu 3.2. Jalannya Penelitian
sebanyak 3,5%. Ditinjau dari besarnya 3.2.1. Pembuatan susu kedelai hitam
kandungan protein, susu kedelai hitam Biji kedelai hitam yang sudah
memiliki potensi sebagai bahan dasar disortasi ditimbang sebanyak 50 gram
pembuatan yogurt. Oleh karena itu, direndam selama 6 jam., dipanaskan
dilakukan penelitian karakteristik dalam air mendidih selama 5 menit.,

82
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dan ditiriskan Selanjutnya digiling


dicampur dengan air ,variasi rasio kedelai Hasil Tabel 1 menunjukkan
dan air adalah (1:6), (1:8), (1:10), (1:12), bahwa, kandungan protein, yogurt
(1:14),dan (1:16), dan disaring. Susu 40,90%. Berarti kedelai hitam memiliki
kedelai hitam dipanaskan pada suhu potensi untuk dijadikan bahan dasar
100C selama 5 menit. pembuatan susu nabati yang digunakan
sebagai bahan pembuatan yogurt.
3.2.2. Fermentasi susu kedelai hitam
Pemanasan susu kedelai hitam 4.2. Karakteristik kimia susu kedelai
pada suhu 100C selama 5 menit. hitam
Selanjutnya ditambahkan gula pasir
(sukrosa) sebanyak 4% dari volume susu Tabel 2. Komposisi kimia susu kedelai
kedelai hitam. Setelah itu dilakukan hitam
penuruan suhu susu kedelai hitam hingga Kadar Total Kadar
mencapai 30C dan dimasukkan ke Variasi* air padatan protein
(%wb) (%wb) (%wb)
dalam toples (food grade) yang
1:6 88,99b 11,01e 4,94e
sebelumnya telah disterilisasi dengan air 1:8 91,68b 8,32d 3,78d
panas (100C). Dilakukan penambahan 1:10 92,74bc 7,26c 3,32c
starter yogurt sebanyak 5 % dari volume 1:12 94,55cd 5,45b 2,60b
susu kedelai hitam., kemudian diinkubasi 1:14 94,91d 5,09b 2,07a
selama 10 jam pada suhu ruang dan 1:16 95,78d 4,22a 1,76a
disimpan dalam cool room pada suhu Susu sapi 88,00a 12,00f -
suhu 4C. Keterangan:
* variasi pada penelitian ini adalah rasio biji
3.2.3. Analisis yogurt kedelai hitam kering-air yang ditambahkan
pada saat penggilingan.
Viskositas dengan stormer Notasi yang berbeda dalam satu kolom
viskosimeter,) pH, kadar air metode menunjukkan perbedaan yang nyata ( = 0,05)
thermogravimetri (AOAC,1990), kadar
protein metode mikro kjeldahl Hasil Tabel 2 menunjukkan
(AOAC,1990) , kadar abu metode bahwa variasi rasio kedelai hitam :air
pangabuan langsung (AOAC, 1990), , berpengaruh terhadap komposisi kimia
titrasi asam,sinerisis dan viabilitas BAL susu kedelai. Semakin besar rasionya
(Shah et al ,2006),titrasi asam semakin tinggi kadar airnya.,namun
(Fardiaz,1989) serta uji sensoris kandungan total padatan dan protein
(Mailgard, 1980) semakin rendah. Rasio (1:6), (1:8), dan
(1:10)., kadar proteinberturut-turut:
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4,94%, 3,78% dan 3,32% mendekati
4.1. Karakteristik kimia biji kedelai kadar protein susu sapi (3,2%) sebagai
hitam bahan dasar yogurt(Anonim,2008).Pada
proses fermentasi, protein tidak stabil dan
Tabel 1. Karakteristik kimia biji kedelai akan terkoagulasi karena adanya
hitam akumulasi asam yang dihasilkan oleh
Karakteristik kimia % wb bakteri starter yogurt, sehingga akan
Kadar air 13,25
terbentuk gel dan tekstur yogurt menjadi
Nitrogen total 7,11 kental.Total padatan yang terkandung
Kadar protein 40,90 dalam susu juga akan mempengaruhi
Kadar lemak 13.50 tekstur yogurt yang dihasilkan. Jika
Kadar abu 3,81 kandungan total padatan susu tidak cukup
akan menyebabkan sineresis pada yogurt

83
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

yang dihasilkan. Menurut Tamime dan viskositas yogurt yang dihasilkan. Rasio
Robinson (1985), standar kandungan (1:6) memiliki viskositas 2,56 poise
padatan bukan lemak yang dianjurkan merupakan viskositas yang paling besar,
adalah 8,2 hingga 8,6 g/100 g. walaupun masih jauh bila dari viskositas
yogurt susu sapi( 20,33 poise.).Viskositas
4.3. Karakteristik fisik yogurt kedelai yogurt kedelai hitam disebabkan karena
hitam (viskositas) kenaikan keasaman oleh akumulasi asam
laktat yang menyebabkan protein tidak
Tabel 3.. Viskositas yogurt kedelai hitam stabil dan terkoagulasi membentuk gel
Variasi yogurt Viskositas (poise) yogurt yang menyebabkan tekstur yogurt
Kontrol 20,33c menjadi semi padat (Endang et.al.,
1:6 2,56b 1993)..
1:8 0,48a Berdasarkan Tabel 4
1:10 0,26a menunjukkan variai rasio kegdelai hitam
1:12 0,24a : air berpengaruh terhadap nilai kesukaan
1:14 0,24a
pada rasa, warna,bau , tekstur dan
1:16 0,22a
kesukaan keseluruhan.Variasi kedelai
Keterangan: hitam:air ( 1:6 )berbeda nyata dengan
Notasi yang berbeda dalam satu kolom yogurt kedelai hitam lainnya. Tetapi
menunjukkan perbedaan yang nyata ( =
yogurt kedelai hitam 1:6 tidak berbeda
0,05)
Kontrol merupakan yogurt yang terbuat
nyata dengan yogurt kontrol yang terbuat
dari susu sapi. dari susu sapi. Variasi (1:6) memiliki
nilai kesukaan rasa (3,55), bau (3,15);
4.4. Sifat sensoris yogurt kedelai hitam Warna (3,65), tekstur (4,05) dan
keseluruhan (3,80) dalam kisaran agak
Tabel 4. Hasil uji sensoris yogurt kedelai suka ke suka. Semakin besar rasio
hitam kedelai hitam dan air, panelis semakin
Yo Ra Bau War Tekst Keseluru tidak menyukainya
gurt sa na ur han
Kontr 3,10 3,75d 4,05d 4,40d 3,85c 4.5. Karakteristik kimia yogurt kedelai
bc
ol
1:6 3,55 3,15 c
3,65 c
4,05 d
3,80 c hitam
c d
4.5.1. pH yogurt kedelai hitam
1:8 2,80 3,05c 3,25b 3,45c 2,95b Tabel 5. pH yogurt kedelai hitam.
ab c

1:10 2,85 2,90b 3,10b 2,65b 3,00b Variasi yogurt pH


ab c Kontrol 3,89d
1:12 2,30 2,60a 2,05a 2,00a 2,30a 1:6 3,91d
a bc
1:8 3,68ab
1:14 2,30 2,25a 1,95a 1,85a 2,35a 1:10 3,65a
a
1:12 3,71bc
1:16 2,25 2,35a 2,45a 1,95a 2,30a
a bc 1:14 3,74c
1:16 3,70abc
Keterangan:
Keterangan:
Notasi yang berbeda dalam satu kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata ( = Notasi yang berbeda dalam satu kolom
0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata ( = 0,05)
Kontrol merupakan yogurt yang terbuat dari Kontrol merupakan yogurt yang terbuat dari
susu sapi. susu sapi.

1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak


Pada Tabel 5. menunjukkan
suka, 4: suka, 5: sangat suka.
bahwa variasi rasio kedelai hitam : air
Tabel 3 menunjukkan bahwa variasi rasio berpengaruh terhadap pH yogurt
kedelai hitam :air berpengaruh terhadap walaupun kisarannya tidak terlalu

84
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

besar.Pelepasan gugus amina pada asam 5


amino, yang bersifat basa sehingga akan
menaikkan pH.. Yogurt kedelai hitam 4.29e 4.25de 4.21cd4.24cd
4.18c
(1:6) memiliki pH yang tidak berbeda 4.07b

pH
4 3.94a
nyata dengan pH yogurt susu sapi. Semua
yogurt kedelai hitam dan juga yogurt
susu sapi memiliki pH <4,0. sesuai 3
dengan karakteristik yogurt yang
0 5 10 15
memiliki rasa asam. Keasaman tersebut
hari ke-
diakibatkan karena adanya asam-asam
organik, yang kebanyakan asam laktat, Gambar 1. Grafik perubahan pH yogurt
yang dihasilkan oleh kultur starter yogurt. kedelai hitam (1:6) selama penyimpanan
(Hutkins,2006).
Selama penyimpanan 14 hari,
4.5.2. Protein, kadar air, dan kadar yogurt kedelai hitam mengalami
abu. perubahan pH .. Pada penyimpanan hari
ke-0 ,ke 2dan ke 4 pH yogurt kedelai
Tabel 6. Kandungan protein, air, dan abu hitam meningkat adalah 3,94.; 4,18 ,4,29
pada yogurt kedelai hitam dan menurun yang stabil pada kisaran pH
Variasi Kadar Kadar air Kadar 4 Asam laktat yang dihasilkan oleh
yogurt protein abu bakteri starter yogurt, menyebabkan pH
(% (% (% (% (% (% turun. Pada akhir waktu fermentasi
wb) db) wb) db) wb) db)
c
5,42 42,78b
87,34 a
- 0,50 b
3,93 b yogurt memiliki pH sekitar 4,4 4,5,
1:6
1:8 3,76b
32,75 a
88,51b
- 0,40b
3,44ab Lampert (1970) dan Endang S et.al.
1:10 3,16 a
32,77 a
90,35 c
- 0,27 a
2,84a (1993) karena pada pH tersebut
Keterangan: merupakan titik isoelektris protein
Notasi yang berbeda dalam satu kolom sehingga terjadi penggumpalan dan
menunjukkan perbedaan yang nyata ( = terbentuk yogurt yang
0,05)
dikehendaki.Perubahan asam yang terjadi
Dari hasil analisis pada Tabel 6.
pada yogurt kedelai hitam dapat dilihat
menunjukkan bahwa variasi rasio kedelai
pada Gambar 2
hitam : air yang disukai panelis
berpengaruh terhadap kadar air, protein
dan abu.Variasi (1:6) ,memiliki
kandungan protein (5,42%wb) , kadar 1.5
kadar asam laktat (%)

abu 0,5% dengan kadar air 87,34% . 1.32c


1.25c
1 1.03b1.04b 1.08b 1.0b
Menurut Sadikin (1985), jumlah air yang 0.84a 0.84a
digunakan untuk mengekstrak berkorelasi 0.5
negatif dengan kadar protein dalam susu
kedelai . 0
0 5 10 15
4.6. Perubahan sifat yogurt kedelai hari ke-
hitam selama penyimpanan
4.6.1. pH dan perubahan asam Gambar 2. Grafik perubahan asam yogurt
Perubahan pH yogurt kedelai kedelai hitam (1:6) selama penyimpanan
hitam selama penyimpanan 14 hari dapat
dilihat pada Gambar 1 Pada yogurt kedelai hitam yang
disimpan selama 14 hari, perubahan asam
yang dikonversikan sebagai asam laktat,
mengalami kenaikan dari hari ke hari.

85
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Pada awal penyimpanan, yaitu pada hari 1.00E+10

jumlah BAL (log CFU/ml)


ke-0 kadar asam pada yogurt kedelai 1.00E+08 2.08c1.40b1.40b 1.36b
1.00b1.13b
hitam mencapai 0,84 % (b/v). Jumlah
tersebut meningkat hingga hari terakhir 1.00E+06
penyimpanan. Pada hari ke-14, kadar 1.00E+04
asam mencapai 1,32% (b/v). Akumulasi
1.00E+02
asam laktat akan menyebabkan kenaikan
keasaman susu atau penurunan pH. 1.00E+00
0 5 10 15
4.6.2. Sineresis selama penyimpanan hari ke-

Tabel 7. Hasil uji sineresis yogurt kedelai


hitam (1:6) selama penyimpanan Gambar 3.. Grafik jumlah BAL selama
penyimpanan
Hari ke- 0 2 4 6 8 10 12 14
Pada Gambar 3 tersebut terlihat
Volume 19
(ml/100ml)
0 3 7 11 13 15 17 bahwa jumlah BAL mengalami
penurunan pada hari ke-2 penyimpanan.
Dari Tabel 7menunjukkan bahwa Pada awal penyimpanan jumlah BAL
bahwa jumlah air yang keluar dari yogurt mencapai 2,08 x 108 log CFU/ml. Dan
semakin meningkat seiring lamanya pada akhir penyimpanan, jumlah BAL
waktu penyimpanan. Sineresis sebanyak 1,36 x 108 log CFU/ml. Pada
merupakan keadaan dimana keluarnya awal penyimpanan, setelah waktu
atau merembesnya cairan dari suatu gel. inkubasi, bakteri starter tumbuh dengan
Saat cairan terpisah dari protein pada baik dan jumlahnya mencapai 2,08 x 108
yogurt kedelai hitam ini terjadilah log CFU/ml, hal tersebut disebabkan
sineresis. Semakin lama penyimpanan, karena adanya nutrisi yang mencukupi
ikatan-ikatan yang menahan cairan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat
semakin tidak stabil, sehingga cairan yang terdapat pada media fermentasi,
yang terpisah semakin banyak. selain itu pada awal penyimpanan
Menurut Tamime dan Robinson viabilitas bakteri asam laktat masih
(1985), sineresis pada yogurt dapat bagus. Menurut Reinheimer et.al. (2000),
disebabkan karena rendahnya padatan viabilitas sel bakteri asam laktat
non lemak ataupun kandungan lemak, tergantung oleh tipe yogurt dan suhu
kurangnya perlakuan pemanasan atau penyimpanan.Semakin lama
homogenisasi pada susu, suhu inkubasi penyimpanan, viabilitas bakteri asam
yang terlalu tinggi, dan pH akhir yogurt laktat semakin menurun, Viabilitas
yang kurang asam bakteri asam laktat juga dapat
dipengaruhi oleh adanya kandungan
4.6.3. Perubahan mikrobiologis sukrosa yang ditambahkan pada saat
Perubahan mikrobiologis pada proses pembuatan yogurt kedelai hitam.
yogurt kedelai hitam dapat diketahui pada
Gambar 3. 4.6.4. Sifat sensoris selama
penyimpanan
Hasil Tabel 8 menunjukkan
bahwa lama penyimpanan tidak
berpengaruh pada penilaian panelis
terhadap bau yogurt, namun berpengaruh
terhadap rasa dan kesukaan keseluruhan

86
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Penyimpanan sampai hari ke 6 sudah keasaman yang berbeda nyata dengan


timbul rasa asam dengan nilai 2,90 yogurt kedelai hitam yang disimpan pada
(kisaran tidak suka ke agak suka) , hari ke-0 yang memiliki deskripsi tidak
sampai hari ke 14 nilai 1.65 (sangat tidak asam.
suka)
Tabel 8. Perubahan sensoris selama 5. KESIMPULAN
penyimpanan pada yogurt kedelai hitam 1. Variasi rasio kedelai hitam : air
Hari Rasa Bau Keseluruhan berpengaruh pada sifat fisik, kimiawi,
ke- dan sensoris susu dan yogurt kedelai
0 3,30a 3,30a 3,50a
2 3,30 a
3,10 a
3,30ab
hitam yang dihasilkan.Semakin besar
4 3,20 ab
3,20 a
3,20ab rasio kedelai hitam : air, viskositas
6 2,90 abc
3,05 a
2,90abc yogurt semakin kecil, (semakin encer)
dc a
8 2,50 2,85 2,55cd kandungan protein dan kadar abu
d a
10 2,25 2,90 2,40cd yogurt semakin rendah, kadar air
bcd a
12 2,60 3,15 2,75bc
14 1,65 e
2,70 a
2,05d
yogurt semakin tinggi.Rasio kedelai
Keterangan: hitam :air dalam pembuatan susu
Notasi yang berbeda dalam satu kolom kedelai hitam untuk keperluan
menunjukkan perbedaan yang nyata ( = 0,05) pembuatan yogurt kedelai hitam yang
1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak baik adalah rasio (1:6).
suka, 4: suka, 5: sangat suka. 2. Semakin lama waktu penyimpanan
yogurt, pH semakin rendah, titrasi
Panelis mampu membedakan asam yang ditunjukan sebagai
keasaman yogurt selama penyimpanan kandungan asam laktat semakin tinggi,
sampai hari ke 14 dengan nilai 4.55 sineresis pada yogurt semakin banyak,
(asam ke sangat asam) yang dihasilkan dan viabilitas bakteri asam laktat
oleh bakteri starter yogurt seperti pada semakin menurun.
Tabel 9.
6. DAFTAR PUSTAKA
Tabel.9. Deskripsi keasaman yogurt Adisarwanto. 2006. Kedelai: Budi Daya
kedelai hitam selama penyimpanan dengan Pemupukan yang Efektif dan
Waktu penyimpanan Keasaman Pengoptimalan Peran Bintil Akar.
0 2,05a
2 3,35b Penebar Swadaya, Jakarta.
4 3,90c Almeida, A.M.R. 1994. Tropical Soybean
6 4,05cd Improvement and Production.
8 3,65bc Brazilian Agricultural Research
10 4,10cd Enterprise.
12 3,75bc
14 4,55d Anonim. 2008. Tabel Komposisi Bahan
Keterangan: Makanan. Persatuan Ahli Gizi
Notasi yang berbeda dalam satu kolom Indonesia. Gramedia. Jakarta.
menunjukkan perbedaan yang nyata ( = 0,05) Anonim. 1995. Standar Nasional
1: sangat tidak asam, 2: tidak asam, 3: sedikit Indonesia: Susu Kedelai. Dewan
asam, 4: asam, 5: sangat asam.
Standardisasi Nasional-DSN
Anonim. 2009. Standar Nasional
Pada suhu penyimpanan yang Indonesia: Yogurt. Dewan
tepat dan zat gizi yang mencukupi, Standardisasi Nasional-DSN
bakteri starter yogurt memiliki AOAC, 1990. Official Methods of
kemampuan yang baik untuk Analysis, 14th Edition. Association of
memproduksi asam laktat. Pada yogurt Official Analytical Chemists,
kedelai hitam dengan waktu Washington, DC.
penyimpanan 14 hari memiliki tingkat

87
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Ariyama, H. 1963. Process for the Kawamura, S. dan Tada, M. 1967. Proc.
Manufacture of a Synthetic Yoghurt Int. Conf. on Soybean Protein Foods.
from Soybean. Di dalam A.K. Smith Di dalam Almeida, A.M.R. 1994.
dan S.J. Circle. 1972. Soybean: Tropical Soybean Improvement and
Chemistry and Technology. The Avi Production. Brazilian Agricultural
Publishing Comp. Inc., Connecticut. Research Enterprise.
Botazzi, V. 1985. Other Fermented Dairy Lampert, L. M. 1970. Modern Dairy
Products. Dalam Rehm, H. J. dan Products. Chemical Publishing
Reed, G. Biotechnology Vol. 5. Comp. Inc., New York.
Verlag Chemic. Weinheim. Deerfield
Beach, Florida.
Cartter, J. L. and Hopper, T. H. 1942.
Influence of Variety, Environment,
and Fertility Level on the Chemical
Composition of Soybean Seed. Di
dalam A.K. Smith dan S.J. Circle.
1972. Soybean: Chemistry and
Technology. The Avi Publishing
Comp. Inc., Connecticut.
Endang, S.R., Retno, I., Tyas, U., Eni, H.,
Cahyanto. 1993. Bahan Pangan
Hasil Fermentasi. PAU UGM,
Yogyakarta.
Fennema, O.R. 1976. Principles of Food
Science (1). Food Chemistry. Marcel
Dekker Inc. New York.
Hutkins, R. W. 2006. Microbiology and
Technology of Fermented Foods.
Blackwell Publishing, USA.
International Dairy Federation (IDF).
1988. Fermented Milks: Science and
Technology. Bulletin of the IDF no.
227, Brussels.

88
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

KAJIAN PENGGUNAAN BASIDIOMYCETES (White rot fungi) PADA TANDAN


KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERCEPAT PENGURAIAN
LIGNOSELULOSA

Islamiyah *), Raden Faridz *), Sri Hastuti *)


*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo
Korenpondensi : srihastuti@trunojoyo.ac.id

Abstract

The growth of oil palm industry in Indonesia has experienced a rapid growth rate.
In the process of palm oil production, part of the waste of fresh fruit bunches are empty
fruit bunches of oil palm (TKKS) about 23% which is considered as waste. Decomposition
of white (White rot fungi) describes lignin and cellulose, leaving the white fibers. This
white decay degrade lignin more rapidly and extensively than other microorganisms. The
purpose of this study was to determine the optimum value of the white rot fungus growth,
pH, and levels of lignocellulose. The design in this research used randomized block design
(RAK) with 2 factors thick pile and inoculum concentration to 2 times the repetition.
Growth of white rot fungi are experiencing growth that is on the stack 2.5 cm (T2) until the
stack of 5.5 cm (T4) and inoculum 3%, 6% and 9%. Optimum growth occurred at the 4.5
cm treatment stack: 9% inoculum (T3I4) and 5.5 cm stack: 9% inoculum (T4I4) on day 15.
Phase of the white rot fungus lives for 10 days. pH for growth of white rot fungi are the
most optimum is 4.5 to 5.5 but the white-rot fungi in general can grow a pH less than 7.
Stacks of 3.5 cm (T2), stack 4.5 cm (T3), and stack 5.5 cm (T4) has a pH range of 4.5 to 5.5
so that optimum fungal growth. Lignocellulose content for 3 weeks to reach 14, 1%, where
the levels of initial lignocellulose empty bunch is 20.12 %.

Key words: Empty fruit bunches, lignocellulose, white rot fungi

1. PENDAHULUAN Tabel 1. Data statistik perkembangan luas


Pertumbuhan industri di Indonesia lahan perkebunan kelapa sawit
mengalami laju pertumbuhan yang pesat,
TAHUN RAKYAT NEGARA SWASTA TOTAL
salah satunya adalah industri kelapa
2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817
sawit. Hal ini ditunjukkan oleh luas lahan
2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914
perkebunan sawit sampai pada tahun 2007 2.565.135 687.847 3.358.632 6.611.614
2006 diperkirakan mencapai lebih dari 6 2008* 2.565.172 687.847 3.358.792 6.811.811
juta ha. Luas lahan perkebunan kelapa 2009* 3.300.481 760.010 3.064.840 7.125.331
sawit mengalami perkembangan sesuai Sumber : Ditjenbun (2008)
dengan data statistik penelitian kelapa Keterangan : * estimasi

sawit seperti yang tercantum pada Tabel


1. Indonesia dikenal sebagai
penghasil minyak kelapa sawit terbesar
kedua dunia setelah Malaysia
(Witjaksana, 2006). Semakin luas
perkebunan kelapa sawit ini secara
langsung selain akan diikuti dengan
peningkatan produksi juga jumlah limbah

89
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

yang dihasilkannya. Dalam proses merupakan komponen limbah tandan


produksi minyak sawit, bagian yang kosong kelapa sawit yang relatif sulit
terbuang dari tandan buah segar adalah didegradasi. Senyawa ini merupakan
tandan kosong, dalam istilah perkebunan polimer struktural yang berasosiasi
dikenal dengan tandan kosong kelapa dengan selulosa dan hemiselulosa.
sawit (TKKS) dan bagian ini dianggap Mengingat begitu besarnya
sebagai limbah. Tandan kosong ini jumlah limbah tandan kosong yang ada
jumlahnya relatif cukup besar karena dan sulitnya komponen lignoselulosa
mencapai 23 % dari tandan buah terdegradasi, perlu dicari cara untuk
segarnya. Jumlah limbah padat tandan meningkatkan dan mempercepat proses
kosong ini jumlahnya pada tahun 2004 degradasi limbah tersebut. Salah satu
dapat mencapai 6 juta ton. Tahun 2010 caranya adalah dengan memanfaatkan
tandan buah segar mencapai 64.000 juta mikroorganisme perombak yang sesuai
ton dan limbah tandan kosong mencapai dan cocok untuk wilayah dan limbah
14.720 juta ton (Sarwono, 2008). yang ada. Berdasarkan hasil temuan di
Limbah tandan kosong ini belum lapang terdapat jamur yang diduga efektif
dimanfaatkan secara optimal. Saat ini bertindak sebagai perombak yaitu
limbah tersebut baru dimanfaatkan Basidiomycetes (white rot fungi).
sebagai mulsa dengan cara Basidiomycetes (white rot fungi)
menebarkannya ke lahan atau dibakar merupakan ribuan spesies saprofit,
untuk mengurangi volume limbah yang banyak terdapat di tanah berkayu, juga
berlebihan. Menurut Lubis dan Tobing ada di padang rumput. Basidiomycetes
(1989) limbah ini memiliki potensi dibagi dua kategori yaitu white rot fungi
sebagai pupuk, karena dari setiap ton dan brown rot fungi. White rot fungi
tandan kosong mengandung unsur hara menguraikan lignin dan selulosa,
N, P, K, dan Mg berturut-turut setara meninggalkan serabut berwarna putih.
dengan 3 Kg Urea; 0,6 Kg CIRP (pupuk White rot fungi ini mendegradasi lignin
fosfat alam P. Christmas); 12 Kg MOP lebih cepat dan ekstensif dibanding
(Muriate of Potash); dan 2 Kg Kieserit. mikroorganisme lain (Suparjo, 2008).
Dengan demikian dari satu unit Pabrik Basidiomycetes merupakan kelas
Kelapa Sawit (PKS) kapasitas olah 30 ton paling besar kedua yang mempunyai
TBS/jam atau 600 ton TBS/hari akan 13.000 spesies lebih dan mudah terdapat
menghasilkan pupuk N, P, K, dan Mg di lapangan atau pada kayu kayuan
berturut-turut setara dengan 360 Kg Urea, seperti jamur payung, brecket-fungi, puff-
72 Kg CIRP (pupuk fosfat alam P. ball dan stinkhorn. Ciri dari
Christmas); 1.440 Kg MOP (Muriate of Basidiomycetes yang merupakan
Potash); dan 240Kg Kiserit. keistimewaannya adalah adanya
Kurang optimalnya penanganan basidium, terdapat askus yang merupakan
limbah tandan kosong kelapa sawit ini tipe khusus dari sporangium yang dapat
karena komponen utama pada limbah menghasilkan spora, biasanya
kelapa sawit selain selulosa adalah lignin, menghasilkan empat buah secara
sehingga limbah yang dikenal dengan eksternal. Askus dan basidium yang
istilah lignoselulosa ini sulit didegradasi berkembang menutup secara paralel di
(Darnoko, 1993). Lebih jauh atasnya. Basidium yang masih muda
dikemukakan oleh Darnoko (1993) mempunyai dua nuclea haploid, menyatu,
bahwa sesungguhnya selulosa dapat di melebur kemudian dilanjutkan dengan
dekomposisi relatif lebih mudah oleh meosis. Menghasilkan nuclei haploid
berbagai organisme selulolitik menjadi yang masuk dari luar ke dalam berasal
senyawa C sederhana, namun lignin dari puncak basidium (Sastrahidayat,

90
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

2006). Jamur tersebut sebagai


mikroorganisme asli yang tumbuh di
lingkungan limbah tandan kosong baik
langsung maupun tidak langsung yang
telah lama dimanfaatkan sebagai
mikroorganisme pelapuk namun karena
Gambar 1. (a) Jamur yang terdapat pada
volume limbah dan teksturnya yang
TKKS, (b) Jamur yang sudah dicacah dan
terlalu besar maka efektifitasnya relatif
dikeringkan, (c) Jamur yang dipowderkan
kurang. Keberadaan jamur
basidiomycetes (white rot fungi) melalui
6. Pengamatan dilakukan selama 3
pengaturan kondisi lingkungannya maka
minggu setelah tandan kosong diberi
lignoselulosa pada tandan kosong kelapa
perlakuan yaitu pemberian inokulum
sawit diharapkan dapat dipercepat proses
basidiomycetes (White Rot fungi)1%,
degradasinya. Oleh karena itu penelitian
3%, 6% dan 9%. Tandan kosong
ini diharapkan dapat mengetahui peran
yang telah mengalami perlakuan
Basidiomycetes (whiterot fungi) untuk
diletakkan pada oven dengan suhu 37
mempercepat penguraian lignoselulosa
C.
pada tandan kosong kelapa sawit.
7. Pengamatan pertumbuhan jamur
dilakukan 2 kali dalam seminggu
2. METODE PENELITIAN
selama 3 minggu. Pengamatan
Tahapan penelitian ini dibagi
pertumbuhan jamur dilakukan
dalam beberapa tahapan (Gambar 1),
dengan cara:
meliputi :
1. Pengamatan awal terhadap kadar Area yang ditumbuhi oleh jamur
lignin tandan kosong dari Perhitungan kuantitas biomassa
Kalimantan, yang diambil dari kasar berdasarkan jumlah batang,
industri kelapa sawit PT. Bumitama besar dan panjangnya.
Gunajaya Agro (BGA) 8. Penyiraman pada media tandan
2. Tandan kosong kemudian dicacah, kosong yang telah diberi jamur
bertujuan untuk memperkecil ukuran Basidiomycetes (white rot fungi)
tandan kosong kelapa sawit dan dengan perlakuan yang berbeda yaitu
memperluas permukaannya. 1 kali penyiraman setiaphari
3. Tandan kosong yang sudah dicacah dilakukan pagi pukul 08.00 WIB
diberi perlakuan tebal tumpukan selama 3 minggu.
yaitu 2,5cm, 3,5 cm, 4,5 dan 5,5 cm 9. Tandan kosong yang telah diberi
dan direndam pada beaker glass perlakuan sesuai taraf masing-
yang ditutup plastik. masing selama 3 minggu selanjutnya
4. Perendaman tandan kosong dilakukan pengamatan kadar alkohol
dilakukan pada suhu 37C selama 3 dan kadar dengan menggunakan
hari kemudian ditiriskan. metode klakson yaitu :
5. Tahapan berikutnya adalah Menimbang (2,0 g 0,1 g) pulp
menginokulasi Basidiomycetes (tandan kosong) kering oven
(White Rot fungi) yaitu dengan cara Mengekstraksi pulp dengan
menjadikan serbuk/ powder jamur- alkohol benzena 1 : 2, menurut
jamur tersebut seperti terlihat pada SNI 032, Cara uji kadar sari
Gambar 1. (ekstrak alkohol benzena) dalam
pulp
Memindahkan contoh uji bebas
ekstraktif ke dalam gelas 100 mL

91
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

untuk pulp dan kemudian Pengujian kadar lignin dilakukan


tambahkan asam sulfat 72 % pada minggu ke 3 setelah pengamatan
sebanyak 40,0 mL untuk pulp. selesai. Pengujian kadar lignin dilakukan
Penambahan dilakukan perlahan- pada akhir pengamatan pertumbuhan
lahan dalam bak perendam pada jamur dikarenakan pengujian ini bukan
temperatur (20 C 1 C) sambil secara destruktif. Pengamatan dilakukan
dilakukan pengadukan dan pada (T2I4)1, (T2I4)2, dan Campuran
maserasi dengan batang pengaduk (T2I4)1, (T2I4)2.
selama 2 sampai 3 menit.
Setelah terdispersi sempurna,
gelas piala ditutup dengan kaca
arloji dan dibiarkan pada bak
perendam selama dua jam dan
dilakukan pengadukan sekali-kali
selama proses berlangsung.
Penambahan air suling 400 mL
untuk pulp ke dalam labu
Erlenmeyer 2000 mL dan
memindahkan contoh dari gelas
piala secara kuantitatif.
Menambahkan lagi air sampai
volume 1540 mL untuk pulp,
sehingga konsentrasi asam sulfat
menjadi 3 %.
Gambar 2. Tahapan Penelitian
Memanaskan larutan dalam
erlenmeyer sampai mendidih dan
Rancangan percobaan yang
dibiarkan di atas penangas air
digunakan dalam penelitian ini adalah
selama empat jam dengan api
rancangan acak kelompok (RAK) yang
kecil. Jaga supaya volume larutan
disusun secara faktorial. Perlakuan
tetap, dapat pula menggunakan
meliputi 2 faktor yaitu:
pendingin balik.
1. Faktor I merupakan persentase
Didinginkan dan didiamkan sampai
inokulum terdiri dari 4 level yaitu :
endapan lignin mengendap
a. Inokulum Basidiomycetes
sempurna. Didekantasikan larutan
(white rot fungi) 1% : I1
dan pindahkan endapan secara
b. Inokulum Basidiomycetes
kuantitatif ke dalam cawan masir
(white rot fungi) 3% : I2
atau corong gelas dengan dilapisi
c. Inokulum Basidiomycetes
kertas yang telah diketahui beratnya.
(white rot fungi) 6% : I3
Mencuci endapan lignin sampai d. Inokulum Basidiomycetes
bebas asam dengan air panas (uji (white rot fungi) 9% : I4
dengan lakmus). 2. Faktor II adalah ketebalan tumpukan
Kemudian mengeringkan cawan tandan kosong terdiri dari 4 level, yaitu :
masir atau kertas saring berisi a. Tebal tumpukan 2,5 cm : T1
endapan lignin pada oven (105 C b. Tebal tumpukan 3,5 cm : T2
3 C), dinginkan dalam desikator dan c. Tebal tumpukan 4,5 cm : T3
timbang sampai berat konstan. d. Tebal tumpukan 5,5 cm : T4
Melakukan pengerjaan dua kali Sehingga secara keseluruhan kombinasi
penetapan (duplo). dari kedua faktor tersebut adalah 4 x 4 =

92
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

16 kombinasi dengan diulang sebanyak 2 adanya oksigen tidak ada jamur yang bisa
kali. hidup.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.2. Pertumbuhan Basidiomycetes


3.1. Pertumbuhan Basidiomycetes (white rot fungi) hari ke-3 dan hari
(white rot fungi) ke-6
Pertumbuhan Basidiomycetes Pertumbuhan Basidiomycetes
(white rot fungi) pada tandan kosong (white rot fungi) pada hari ke-3 dan hari
yang sudah diberi perlakuan tumpukan ke-6 hanya muncul hifa-hifa. Hifa hari
2,5 cm, 3,5 cm, 4,5 cm, 5,5 cm dan ke-3 tidak berbeda nyata atau tidak
persentasi inokulum sebanyak 1 %, 3%, berpengaruh disebabkan hari ke-3 tidak
6%, dan 9 % mengalami pertumbuhan semua perlakuan di tumbuhi benang-
pada hari ke 3 suhu 37C yaitu dengan benang hifa. Hari ke-6 berbeda nyata atau
munculnya hifa-hifa putih. Jamur yang berpengaruh di tumpukan yaitu semua
digunakan bentuknya mirip dengan jamur permukaan tumpukan muncul benang-
merang (Volvariella volvaceae) berwarna benang hifa. Hari ke-6 benang-benang
coklat abu-abu. Diameter tudungnya 25- hifa volumenya bertambah dan muncul
30 cm dan memiliki fase kehidupan bintik-bintik putih. Pertumbuhan bintik-
selama 7 hari. bintik putih menunjukkan banyaknya
Pada penelitian ini pengaplikasian miselium jamur yang tumbuh membentuk
Basidiomycetes (white rot fungi) selama 3 tubuh buah (primodia) yang muncul di
minggu dengan pengamatan pertumbuhan atas permukaan media tumbuh
jamur 1 minggu 2 kali pengamatan. Suhu (Anonimous, 2009).
yang digunakan pada penelitian ini Perlakuan tumpukan 2,5 cm (T1),
adalah suhu 37C dimana menurut tumpukan 3,5 cm (T2), dan tumpukan 5,5
Tambunan dan Nandika (1989) dalam cm (T4) berbeda dengan tumpukan 4,5
Iswanto (2009) bahwa jamur perusak cm (T3) terhadap pertumbuhan benang-
kayu dapat berkembang pada interval benang hifa. Menurut Purnomo (2005)
suhu yang cukup lebar, tetapi pada bahwa pada prinsipnya hifa jamur
kondisi-kondisi alami perkembangan dibedakan menjadi hifa senositis
yang paling cepat terjadi selama periode- (coenocytis) atau hifa tidak bersekat dan
periode yang lebih panas dan lebih hifa seluler (cellular) atau hifa bersekat.
lembab setiap tahun. Suhu optimum Hifa tidak bersekat terdapat pada jamur-
berbeda-beda setiap jenis, tetapi pada jamur kelas Phicomycetes dan hifa
umumnya berkisar antara 22 C sampai bersekat terdapat pada jamur-jamur kelas
35 C. Suhu maksimumnya berkisar Ascomycetes, Basidiomycetes, dan
antara 27 C sampai 39 C, dengan suhu Deutromycetes (Imperfecty). Hifa- hifa
minimum kurang lebih 5 C. Faktor lain yang tumbuh pada permukaan tandan
yang mempengaruhi pertumbuhan dan kosong termasuk hifa yang bersekat
perkembangan jamur perusak kayu white karena jamur white rot (pelapukputih)
rot fungi yaitu oksigen, dimana setiap termasuk kelas Basidiomycetes.
perlakuan yang ditutup oleh plastik diberi
lubang dengan tujuan agar terdapat 3.3. Pertumbuhan Basidiomycetes
sirkulasi oksigen. Menurut Tambunan (white rot fungi) hari ke-9 dan hari ke-
dan Nandika dalam Iswanto (2009) 12
bahwa oksigen sangat dibutuhkan oleh Pada hari ke-9 pertumbuhan hifa
jamur untuk melakukan proses respirasi tumpukan 2,5 cm : inokulum 1% (T1I1)
yang menghasilkan CO2 dan H2O, tanpa tidak berbeda nyata dengan tumpukan 2,5
cm : inokulum 3% (T1I2) tetapi

93
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

tumpukan 2,5 cm : inokulum 3% (T1I2) Tabel 2 menunjukkan bahwa tumpukan


berbeda nyata atau berpengaruh pada 2,5 cm : inokulum 1% (T1I1) tidak
tumpukan 2,5 cm: inokulum 6% (T1I3), berbeda nyata dengan tumpukan 2,5 cm :
tumpukan 2,5 cm:inokulum 9% (T1I4), inokulum 3% (T1I2) sampai tumpukan
tumpukan 3,5 cm : inokululm 1% (T2I1) 4,5 cm : inokulum 1% (T3I1), tumpukan
sampai tumpukan 5,5 cm : inokulum 9% 4,5 cm : inokulum 9% (T3I4), tumpukan
(T4I4). Tumpukan 2,5 cm : inokulum 6% 5,5 cm : inokulum 1% (T4I1), dan
(T1I3) berbeda nyata dengan tumpukan tumpukan 5,5 cm : inokulum 6% (T4I3).
2,5 cm : inokulum 9% (T1I4) dan Tumpukan 2,5 cm : inokulum 1 % (T1I1)
tumpukan 3,5 cm : inokulum 1%(T2I1) sampai tumpukan 4,5 cm : inokulum 1%
sampai perlakuan tumpukan 5,5 cm : (T3I1), tumpukan 4,5 cm : inokulum 9%
inokulum 9% (T4I4). Tumpukan 2,5 cm : (T3I4), tumpukan 5,5 cm : inokulum 6%
inoukulm 9% (T1I4) tidak berbeda nyata (T4I3) berbeda nyata atau berpengaruh
dengan tumpukan 3,5 cm : inokulum 1 % pada (T3I2), tumpukan 4,5 cm :
(T2I1) sampai (T4I4). Hal ini inokulum 6% (T3I3), tumpukan 5,5 cm :
menunjukkan bahwa tumpukan 2,5 cm: inokulum 3% (T4I2), dan tumpukan 5,5
inokulum 6% (T1I3) sampai tumpukan cm : inokulum 9% (T4I4). Hal ini
5,5 cm : inokulum 9% (T4I4) muncul menunjukkan bahwa perlakuan tumpukan
bintik-bintik putih di permukaan 4,5 cm : inokulum 3% (T3I2), tumpukan
tumpukan dan volume hifanya bertambah 4,5 cm : inokulum 6% (T3I3), tumpukan
dari pada tumpukan 2,5 cm: inokulum 5,5 cm: inokulum 3% (T4I2), dan
1% (T1I1) dan tumpukan 2,5 cm: tumpukan 5,5 cm : inokulum 9% (T4I4)
inokulum 3% (T1I2). jumlah batang yang tumbuh lebih banyak
dari pada perlakuan kombinasi lainnya.
Tabel 2. Rata-rata kombinasi perlakuan Gambar batang jamur yang
yang mempengaruhi pertumbuhan hifa tumbuh dipermukaan tumpukan dan di
dalam tumpukan terlihat pada Gambar 3.
PERLAKUAN BATANG DI HIFA
PERMUKAAN HARI
HARI KE 9 KE 9
T1I1 2.90 A 18.44 A
T1I2 2.90 A 18.44 A
T1I3 2.90 A 25.82 B
T1I4 2.90 A 71.56 C
T2I1 2.90 A 71.56 C
T2I2 2.90 A 71.56 C a b
T2I3 2.90 A 71.56 C
T2I4 2.90 A 71.56 C
T3I1 12.01 B 71.56 C Gambar 3. a. Basidiomycetes (white rot
T3I2 12.9 B 71.56 C fungi) yang tumbuh di permukaan; b.
T3I3 7.86 A 71.56 C Basidiomycetes (white rot fungi) tumbuh
T3I4 4.32 A 71.56 C dalam tumpukan
T4I1 13.44 B 71.56 C
T4I2 11.08 A 71.56 C
T4I3 15.55 B 71.56 C Pertumbuhan Basidiomycetes
T4I4 71.56 C (white rot fungi) pada hari ke-12
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf pertumbuhan batang jamur di permukaan
yang sama pada hari pengamatan yang sama tidak dan bintik-bintik putih bertambah. Rata-
berbeda nyata pada Uji Duncan 5%
rata kombinasi perlakuan Tumpukan 2,5
cm : inokulum 1% (T1I1) dan tumpukan
Pertumbuhan Basidiomycetes
2,5 cm : inokulum 3% (T1I2) berbeda
(white rot fungi) hari ke-9 tumbuh
nyata dengan tumpukan 2,5 cm :
batang-batang dipermukaan tumpukan.

94
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

inokulum 6% (T1I3), tumpukan 2,5 cm : Tabel 3. Pengaruh tumpukan terhadap


inokulm 9% (T1I4), tumpukan 3,5 cm : pertumbuhan hifa pada hari ke-15
inokulum 1% (T2I1) sampai tumpukan PERLAKUAN BATANG DI HIFA
5,5 cm : inokulum 9% (T4I4), hal ini PERMUKAAN HARI
HARI KE 15 KE 15
menunjukkan bahwa menunjukkan
T1 4.15 A 55.33 A
tumpukan 2,5 cm : inokulum 6% (T1I3) T2 6.99 A 71.56 A
sampai tumpukan 5,5 cm : inokulum 9% T3 14.63 AB 71.56 A
(T4I4) benang-benang hifa yang tumbuh T4 22.80 B 71.56 A
di permukaan mengalami peningkatan
volume dari pada hari ke 9 mencapai Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf
yang sama pada hari pengamatan yang sama tidak
90%. Rata-rata kombinasi perlakuan berbeda nyata pada Uji Duncan 5%
tumpukan 2,5 cm : inokulum 1% (T1I1)
dan tumpukan 2,5 cm : inokulum 3% Tabel 3 juga menunjukkan bahwa
(T1I2) pertumbuhan hifanya masih pertumbuhan batang T1 (tumpukan 2,5
dibawah 60%. Hal ini menunjukkan cm) tidak berbeda nyata dengan T2
pemberian inokulum berpengaruh pada (tumpukan 3,5 cm) dan T3 (tumpukan 4,5
batang yang tumbuh di permukaan . cm) tetapi berbeda nyata dengan T4
Jumlah batang Basidiomycetes (white rot (tumpukan 5,5 cm). Hal ini menunjukkan
fungi ) dipermukaan pada hari ke-12 pertumbuhan batang di permukaan yang
bertambah. paling banyak pada T4 (tumpukan 5,5
Padapertumbuhan Basidiomycetes cm).
(white rot fungi) hari ke-9 dan hari ke-12 Tabel 4 menunjukan batang di
tumpukan tandan kosong mengeluarkan permukaan pada tumpukan T1 tidak
bau yang tidak sedap. Bau tidak sedap di berbeda nyatadengan T2 (tumpukan 3,5
timbulkan karena pada proses inkubasi cm), T3 (tumpukan 4,5 cm) dan T4
ini menggunakan proses aerob. Menurut (tumpukan 5,5 cm). Hal inimenunjukkan
Isroi, (2008) bahwa proses aerob akan bahwa batang yang tumbuh di permukaan
menghasilkan senyawa-senyawa yang mengalami penurunan jumlah. Hal ini
berbau tidak sedap, seperti asam-asam ditunjukkan pada data pertumbuhan
organik (asam asetat, asam butirat, asam batang jamur white rot fungi hari ke-18.
valerat, putrecine), amonia, dan H2S.
Tabel 4. Pengaruh tumpukan terhadap
3.4. Pertumbuhan Basidiomycetes pertumbuhan batang dipermukaan pada
(white rot fungi) hari ke-15 dan hari hari ke-18
ke-18 PERLAKUAN BATANG DI
Pada pertumbuhan hifa hari ke- PERMUKAAN HARI KE
15, T1 (tumpukan 2,5 cm) tidak berbeda 18
nyata dengan T2 (tumpukan 3,5 cm), T3 T1 3.78 A
T2 3.96 A
(tumpukan 4,5 cm) dan T4 (tumpukan 5,5
T3 6.89 A
cm). Hal ini T4 10.55 A
menunjuk bahwa hifa-hifa yang tumbuh Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf
di permukaan tumpukan rata-rata sama yang sama pada hari pengamatan yang sama tidak
yaitu 90% (Tabel 3). berbeda nyata pada Uji Duncan 5%

Penurunan jumlah batang jamur


karena batang jamur banyak yang
tumpang, berwarna cokelat dan layu.
Basidiomycetes (white rot fungi) memilki
fase 1 minggu lebih 3 hari.

95
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Basidiomycetes (white rot fungi) ini lignoselulosa yang cukup tinggi.


masih satu genus dengan jamur merang Persentase kandungan lignoselulosa pada
(Volvariella Volvaceae) yaitu bentuknya tandan kosong kelapa sawit ditunjukkan
mirip serta warna cokelat abu-abu. Waktu oleh Tabel 8.
muda berwarna abu-abu/cokelat dan
berbentuk bulat-bulat seperti telur, tetapi Tabel 8. Kandungan selulosa,
ukuran bulatan ini lebih lebih besar dari hemiselulosa dan lignin dalam tandan
ukuran jamur merang biasa. Ketika mulai kosong kelapa sawit
besar, akan muncul retakan di ujung
bulatan. Setelah itu muncul tubuh KOMPONEN % BERAT
buahnya, ukuran tubuhnya bisa sangat ALPHA SELULOSA 44,2
HEMISELULOSA 33,5
besar dan diameternya sampai 30 cm.
LIGNIN 20,4
memiliki fase kehidupan selama 7 hari Sumber : (Astima et al., 2002 )
(Isroi, 2008).
Menurut Isroi (2010) bahwa
3.5. Penguraian lignoselulosa Basidiomycetes (white rot fungi)
Peruraian lignin membutuhkan memiliki keistimewaan yang unik, yaitu
enzim ekstraseluler yang tidak spesifik kemampuannya untuk mendegradasi
karena lignin mempunyai struktur acak lignin. Basidiomycetes (white rot fungi)
dengan berat molekul yang tinggi. Lignin sanggup menguraikan lignin secara
biasanya terakumulasi selama proses sempurna menjadi air (H2O) dan
peruraian lignoselulosa. Lignin selain karbondioksida (CO2). Basidiomycetes
dapat diurai oleh sekelompok (white rot fungi) lebih cepat mengurai
mikroorganisme, dalam kondisi lignin daripada selulosa.
lingkungan dapat juga diurai oleh faktor
abiotik seperti senyawa alkali (Blanchette Tabel 9. Kadar lignin tandan kosong awal
et al., 1991) atau radiasi ultra violet dan kadar lignin setelah diberi
(Vahatal et al., 1999), namun hanya Basidiomycetes (white rot)
kapang pelapuk putih yang mampu
mengurai lignin secara efektif PERLAKUAN % KADAR
(Blanchette, 1995). LIGNIN TANDAN
White-rot fungi terdapat pada KOSONG
kelompok Basidiomycetes dan TANDAN KOSONG 20,12
AWAL
Ascomycetes. Kapang ini dapat (T2I4)1 15,53
mendegradasi lignin secara lebih cepat (T2I4)2 12,07
dan ekstensif dibanding mikroorganisme (T2I4)1 DAN (T2I4)2 14,69
lain. Substrat bagi pertumbuhan RATA-RATA 14,1
mikroorganisme ini adalah selulosa dan
hemiselulosa dan degradasi lignin terjadi Penguraian lignoselulosa
pada akhir pertumbuhan primer melalui sebanyak 6% dalam waktu 3 minggu,
metabolisme sekunder dalam kondisi membuktikan bahwa jamur white rot
defisiensi nutrien seperti nitrogen, karbon mampu mengurai lignoselulosa. Menurut
atau sulfur (Hatakka, 2001). Isroi (2010) bahwa secara garis besar
Tandan kosong kelapa sawit (Oil selulosa terdiri dari 3 komponen utama,
Palm Empty Fruit Bunch) merupakan yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
limbah padat yang dihasilkan oleh Selulosa berbentuk serat panjang. Rantai
industri perkebunan kelapa sawit. Limbah selulosa menyatu dengan ikatan hidrogen
tandan kosong kelapa sawit merupakan membentuk serat selulosa. Serat-serat ini
limbah yang memiliki kandungan diikat menjadi satu oleh hemiselulosa

96
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

membentuk benang halus. Beberapa serat kandungan air dalam bahan


diikat dan diselubungi oleh lignin. (kelembaban). Pada umumnya
Hemiselulosa adalah komponen yang Basidiomycetes (white ror fungi) akan
paling mudah didegradasi. Selanjutnya, tumbuh lebih baik apabila kurang dari 7
selulosa agak mudah terdegradasi. (dalam suasana asam sampai netral).
Kebanyakan mikroba suka makan Pertumbuhan yang optimum akan
selulosa dan hemiselulosa ini. Sedangkan mencapai pada pH 4,5 sampai 5,5
lignin adalah komponen yang paling sulit (Iswanto, 2009).
didegradasi.
4. KESIMPULAN
3.6. Konsentrasi hidrogen (pH) Hasil pembahasan dapat
Pengujian pH dimaksudkan untuk disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
mengetahui konsentrasi hidrogen pada :
media dimana bertujuan untuk 1. Dengan penurunan kadar
mengetahui pH yang optimum untuk lignoselulosa sebesar 6 % selama 3
pertumbuhan jamur. Konsentrasi minggu dari 20,12% menjadi 14,1%
hidrogen (pH) sangat berpengaruh pada menunjukkan bahwa adanya
proses pengomposan. Menurut Isroi percepatan peruraian lignoselulosa
(2008) kondisi optimum untuk Basidiomycetes (white rot fungi)
pertumbuhan bakteri pada umumnya 2. Dari hasil kombinasi tebal tumpukan
antara 6 7,5 dan 5,5 8 untuk fungi. tandan kosong kelapa sawit dan
Selama proses pengomposan dan dalam inokulum Basidiomycetes (white rot
tumpukan umumnya kondisi pH fungi) diperoleh pertumbuhan fungi
bervaraiasi dan akan terkontrol dengan kombinasi yang paling optimum
sendirinya. Kondisi yang optimum untuk pada perlakuan tumpukan 4,5 cm
proses pengomposan berkisar antara 6,5 dengan inokulum 9% (T3I4) dan
7.5. Proses pengomposan sendiri akan tumpukan 5,5 cm dengan inokulum
menyebabkan perubahan pada bahan 9% (T4I4). Fase kehidupan
organik dan pH bahan. pH kompos yang Basidiomycetes (white rot) selama 10
sudah matang mendekati netral. hari.
Tumpukan yang menghasilkan pH 3. pH optimum dihasilkan pada
optimum dari ppengamatan keseluruhan tumpukan 3,5, 4,5 dan 5,5 cm yaitu
adalah tumpukan 3,5, 4,5 dan 5,5 cm 4,5 5,9 dengan inokulum 9%.
yaitu 4,5 5,9. Sedangkan pemberian
inokulum yang dapat menghasilkan pH 5. DAFTAR PUSTAKA
optimum untuk pertumbuhan fungi Aninomous. 2009. All About Jamur
adalah 9%. Hal ini disebabkan dengan Merang. Himatansi.
tumpukan tersebut akan menghasilkan http://www.himatansi.org. Diakses
keadaan yang lembab dan hangat yang 21 Oktober 2010
diperlukan oleh Basidiomycetes (white Blanchette, R.A. 1995. Degradation of
ror fungi). Menurut Isroi (2008) bahwa lignocelluloses complex in wood.
salah satu faktor yang penting dalam Can. J. Bot. 73 (Suppl. 1):S999-
pengomposan adalah kelembaban dan S1010.
aerasi, dimana aerasi secara alami akan Blanchette, R.A., K.R. Cease and A.R.
terjadi pada saat peningkatan suhu yang Abad. 1991. An evaluation of
menyebabkan udara yang hangat keluar different forms of deterioration found
dan udara yang dingin masuk dalam in archaeological wood. Int.
tumpukan kompos. Aerasi sendiri Biodeter. 28:3-22.
dipengaruhi oleh porositas dan

97
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Darnoko, Z. P. dan I. Anas (1993). Sastrahidayat, R. H. 2006. Ilmu Jamur


Pembuatan pupuk organik dari Serta Manfaatnya dalam Pertanian.
tandan kosong kelapa sawit. Buletin Pasca Sarjana. Universitas
Penelitian Kelapa Sawit, 2 , 89-99. Brawijaya. Malang.
Hatakka, A. 2001. Biodegradation of Witjaksana, D. (2006). Toward
lignin. In: Steinbuchel A. [ed] sustainable palm oil development in
Biopolymers. Vol 1: Indonesia. In Proc.Inter. Oil Palm
Lignin, Humic Substances and Coal. Conf. Denpasar, 19-23 June 2006. p.
Germany: Wiley VCH. pp. 129-180. 1-12.
Iswanto, H. A. 2009. Identifikasi Jamur
Perusak Kayu. Fakultas Pertanian.
Universitas
Sumatera Utara.
Isroi, 2008. Karakteristik Lignoselulosa,
(online).
(http://isroi.wordpress.com/2008/11/
23/karakteristik-lignoselulosa/).
Diakses 23 Maret 2010.
Isroi, 2008. Keunikan jamur Pelapuk
putih : Selektif mendegradasi Lignin,
(online).
(http://isroi.wordpress.com/tag/jamur-
pelapuk-putih/). Diakses 15 Oktober
2010.
Purnomo. 2005. Bahan Bacaan Kuliah :
Dasar-dasar Mikrobiologi. Ps.
IHPT. Faperta
Universitas Brawijaya.
Suparjo. 2008. Degradasi Komponen
Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk
Putih, (online).
(http://jajo66.wordpress.com/2008/1
0/15/degradasi-
komponenlignoselulosa/). Diakses 14
Desember 2009.
Sarwono. 2008. Pemanfaatan janjang
kosong sebagai substitusi pupuk
tanaman kelapa sawit. Fakultas
Teknik. Universitas Mulawarman.

98
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENINGKATAN MUTU GILING BERAS DENGAN METODE CURING


GABAH BASAH
(Improving The Quality Of Milled Rice By Curing Of Wet Rough Rice)

Tanwirul Millati
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru

Abstract

Milling of dry freshly harvested grain will produce a low quality of milled rice,
because the high number of broken and crushed rice. This study aims to improve the
quality of milled rice by curing of wet rough rice. Curing is used there are two, that is dry
heat and moist heat.
The research method uses a single factor completely block design for each way of
curing. Curing I : dry heatfor 24hours usingan oven, consistingofthreestages
ofcuringtemperature, ie 35oC, 40oC and 45 . Curing II: moist heat by steaming, consists
of three stages of a long steaming, which is 10 minutes, 15 minutes and 20 minutes.
The results showed that the curing of wet rough rice can improve the quality of
milled rice. Method of curing by dry heating can improve the quality of higher milled rice
than the wet heating. Improving the quality of milled rice, especially for the parameters of
the head rice and the decrease in the broken rice. Increased percentage of head rice from
25.31 to 26.44%, and a decrease of 39.44% broken rice to dry curing by heating for 24
hours at 35oC and 40oC. Being in a way that wet heating can improve the quality of the
highest milled rice is steaming for 20 minutes, with an increased percentage of 8,77% head
rice, and decreased 22.41% broken rice.

Key words: quality of milled rice, curing, wet rough rice

1. PENDAHULUAN faktor yang menentukannya (Haryadi,


Beras merupakan makanan pokok 2006).
sebagian besar penduduk Indonesia. Mutu pasar lebih banyak ditentukan
Untuk mengubah padi menjadi beras secara obyektif oleh kenampakan dan
perlu dilakukan serangkaian proses yang sifat-sifat fisiklainnya, meliputi ukuran
diawali dengan pemanenan, perontokan, dan bentuk biji, derajat sosoh, persentase
pengeringan dan dilanjutkan dengan beras pecah, menir, butir kapur, butir
proses penggilingan gabah menjadi beras. bening, benda asing dan sebagainya.
Mutu beras dapat dikelompokkan Standar mutu beras giling di Indonesia
menjadi empat, yaitu 1) mutu giling, 2) ditetapkan oleh Badan Standarisasi
mutu rasa dan mutu tanak, 3) mutu gizi Nasional (BSN) dengan SNI 01-6128-
dan 4) mutu berdasar ketampakan dan 1999 dan dan direvisi dengan SNI
kemurnian biji. Secara umum kriteria dan 6128:2008.
pengertian mutu beras dibagi menjadi Menurut Soemardi dan Ridwan
dua, yaitu 1) mutu pasar, yang mencakup Thahir (1991) mutu giling beras
mutu giling dan kenampakan biji, 2) merupakan factor penting yang
mutu rasa dan mutu tanak serta faktor- menentukan klasifikasi mutu beras. Mutu
giling mencapai mencakup berbagai

99
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

criteria, yaitu rendemen beras giling, domestik juga dilakukan, yaitu setelah
rendemen beras kepala, persentase beras perendaman, padi diuapi selama 10 menit
pecah dan derajat sosoh beras. Mutu kemudian padi dibiarkan tetap panas
beras, rendemen, mutu gabah dan selama satu jam, selanjutnya dikeringkan
kehilangan bobot merupakan factor yang secara perlahan. Beras yang dicuring
saling berkaitan selama proses menjadi opaque (buram) dan mempunyai
pemberasan. Mutu beras ditentukan oleh kenampakan seperti beras mentah tetapi
mutu gabah sewaktu digiling, derajat mempunyai kualitas seperti beras yang
sosoh dan kondisi penggilingan serta sifat disimpan lama (Anon, 1960 dalam Grist,
varietas. Sedangkan mutu gabah kering 1986). Pemanasan padi segar dalam drum
giling ditentukan mutu gabah kering berputar yang tertutup selama 10 menit
panen serta proses pengeringan dan pada suhu 34oC dan dipertahankan
penyimpanan. Rendemen dan mutu beras semalam di inkubator juga memberi hasil
giling akan rendah jika mutu gabah curing yang baik (Bhattarcharya et al.,
rendah. Tinggi rendahnya mutu beras 1964 dalam Grist, 1986). Sedang di
bergantung pada beberapa faktor, yaitu Amerika digunakan perlakuan panas
spesies dan varietas, kondisi lingkungan, dalam kontainer yang tertutup pada suhu
waktu dan cara pemanenan, metode 90-110oC selama 2-6 jam. Dengan cara
pengeringan, dan cara penyimpanan. ini dihasilkan beras yang sama dengan
Selama dalam penyimpanan, gabah beras yang disimpan selama 14 bulan,
akan terjadi proses pengusangan (aging) tetapi perubahan fisik dan kimia yang
yang dalam batas-batas tertentu terjadi disebabkan oleh perlakuan panas
dikehendaki untuk meningkatkan mutu dan perubahan yang terjadi berbeda
giling dan mutu tanak beras. dengan pengusangan alami (Grist, 1986).
Pengusangan merupakan fenomena alami Penelitian bertujuan untuk
dan spontan yang melibatkan perubahan- meningkatkan mutu giling beras dengan
perubahan fisik dan kimia yang akan metode curing terhadap gabah basah
merubah kualitas pemasakan, prosesing, (gabah kering Panen).
rasa dan nilai gizi serta mempengaruhi
nilai komersial beras (Barber, 1972; Mod
dan Ory, 1986). 2. METODE PENELITIAN
Padi/ gabah akan mengalami 2.1. Bahan dan alat
perubahan sifat fisikokimia dan mutu Bahan yang digunakan adalah
pada 4-6 bulan pertama dalam gabah basah (gabah kering panen)
penyimpanan, terutama bila disimpan varietas Siam Saba (varietas lokal
pada suhu diatas 15oC baik dalam bentuk Kalimantan Selatan). Peralatan yang
gabah, beras pecah kulit ataupun beras digunakan adalah kantong plastic, oven,
giling (Arraulo, 1972; Villareal et al., panci pengukus, kompor dan timbangan.
1976). Dengan perlakuan pengusangan
menurut Villareal et al. (1976) akan 2.2. Pelaksanaan penelitian
menghasilkan beras kepala lebih tinggi Penelitian dilaksanakan di
pada penggilingan. Peningkatan mutu Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
giling beras dengan cara penyimpanan dan Laboratorium Analisis Kimia Jurusan
gabah memerlukan waktu yang lama, Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
sehingga perlu dicari cara yang lebih Universitas Lambung Mangkurat
cepat. Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Di India Selatan padi disimpan Gabah kering panen dicuring
dalam timbunan jerami selama beberapa dengan dua cara yaitu pemanasan kering
hari untuk curing. Metode curing

100
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

(menggunakan oven) dan pemanasan


basah (pengukusan).
1. Curing dengan cara pemanasan 2.3. Analisis data
kering : Rancangan yang digunakan Data yang diperoleh ditabulasi dan
adalah RAK faktor tunggal, yaitu ditentukan mutunya berdasarkan
suhu yang terdiri atas 3 taraf, yaitu persyaratan mutu Baras giling SNI No.
35oC, 40oC dan 45oC dengan lama 6128-2008. Selanjutnya data mutu beras
pemanasan 24 jam setiap perlakuan dibandingkan.
2. Curing dengan cara pengukusan :
Rancangan yang digunakan adalah 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
rancangan acak kelompok (RAK) 3.1. Standar mutu beras giling
factor tunggal, yaitu lama Berdasarkan SNI 6128-2008
pengukusan yang terdiri atas 3 taraf, standar mutu beras giling dibagi menjadi
yaitu 10 menit, 15 menit dan 20 dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan
menit. syarat khusus. Syarat umum meliputi
3. Sebagai control perlakuan adalah bebas hama dan penyakit, bebas bau
gabah kering panen yang langsung apek, asam atau bau asing lainnya, bebas
dijemur sampai kering. dari campuran dedak dan bekatul, serta
Setelah perlakuan curing selesai bebas dari bahan kimia yang
gabah dijemur sampai kering dan membahayakan dan mrugikan konsumen.
dilakukan penggilingan gabah. Beras Sedang syarat khususnya dapat dilihat
giling selanjutnya dipilah-pilah sesuai pada Tabel 1.
dengan komponen mutu, kemudian
masing komponen mutu ditimbang dan
dihitung persentasenya.

Tabel 1 - Spesifikasi persyaratan mutu (SNI 6128-2008)


NO KOMPONEN MUTU SATUAN MUTU MUTU MUTU MUTU MUTU
I II III IV V
1 DERAJAT SOSOH (%) 100 100 95 95 85
(MIN)
2 KADAR AIR (MAKS) (%) 14 14 14 14 15
3 BUTIR KEPALA (%) 95 89 78 73 60
(MIN)
4 BUTIR PATAH (%) 5 10 20 25 35
(MAKS)
5 BUTIR MENIR (%) 0 1 2 2 5
(MAKS) (%)
6 BUTIR MERAH (%) 0 1 2 3 3
(MAKS)
7 BUTIR (%) 0 1 2 3 5
KUNING/RUSAK
(MAKS)
8 BUTIR MENGAPUR (%) 0 1 2 3 5
(MAKS)
9 BENDA ASING (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,20
(MAKS) (%)
10 BUTIR GABAH (BUTIR/100G) 0 1 1 2 3
(MAKS)

101
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 2. Mutu giling beras hasil curing gabah basah dengan pemanasan kering

Pemanasan kering (oven)


No Perlakuan
KA BK BP BM BMr BKR BKP BA BG
0
1 Kontrol 14,25 56,29 32,40 10,87 0,05 0,47 0,28 0,00
0
2 350c 14,05 76,48 19,56 2,40 0,09 0,95 0,52 0,00

0
3 400c 13,88 75,36 19,68 8,05 0,26 0,59 0,14 0,00

0
4 450c 14,25 67,84 20,32 7,81 0,50 0,79 0,14 0,09

Tabel 3. Mutu giling beras hasil curing gabah basah dengan pengukusan

Pemanasan basah (pengukusan)


No Perlakuan
KA BK BP BM BMr BKR BKP BA BG

1 Kontrol 14.25 56.29 32.40 10.87 0 0.05 0.47 0.28 0.00

2 10 menit 13.85 60.32 26.35 12.92 0 0.08 1.11 0.87 0.00

3 15 menit 14.26 56.81 29.10 14.72 0 0.48 1.80 0.47 0.04

4 20 menit 13.89 61.70 25.14 11.11 0 0.27 0.78 0.77 0.00

Keterangan :
KA = kadar air BKR = butir kuning/ rusak
BK = butir kepala BKP = butir kapur
BP = butir patah BA = Benda asing
BM = butir menir BG = butir gabah
BMr = butir merah

3.3. Kadar air Menurut Wijaya (2009)


Berdasarkan kadar airnya mutu persentase butir utuh, butir kepala dan
beras giling hasil curing baik dengan butir patah besar secara bersama-sama
pemanasan kering ataupun basah berkisar dipengaruhi oleh perbedaan kadar air
antara 13,85-14,26%. Hal ini gabah saat digiling. Kadar air gabah yang
menunjukkan bahwa mutu gilingnya bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,2%
masuk pada mutu I sampai dengan mutu akan menurunkan hasil beras kepala.
V tergantung pada komponen mutu yang
lainnya. 3.4. Butir kepala, butir patah dan
Mutu gabah saat digiling terutama butir menir
ditentukan oleh kadar air gabah. Pada Butir kepala adalah butir beras
kadar air yang tinggi, gabah relative baik sehat maupun cacat yang
lunak dan akan diperlukan energy yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama
lebih banyak untuk menghasilkan beras dengan 0,75 bagian dari butir beras utuh.
pecah kulit, serta tingginya beras patah Persentase butir kepala merupakan
saat penyosohan. Sebaliknya kadar air penjumlahan persentase butir utuh dan
gabah yang terlalu rendah menyebabkan butir kepala.
banyaknya gabah yang retak sehingga Curing pada gabah basah baik
meningkatkan jumlah beras patah saat dengan cara pemanasan kering maupun
penggilingan (Soemardi dan Ridwan pengukusan dapat meningkatkan
Thahir, 1991 dalam Wijaya, 2009). persentase butir kepala. beras giling bila

102
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dibandingkan dengan control. menjadi mutu IV. Untuk curing dengan


Peningkatan persentase butir kepala pada cara pengukusan seperti terlihat pada
curing dengan pemanasan kering lebih Tabel 3, penurunan butir patah sedikit
besar dari pada pengukusan.. sekali dan tidak terjadi peningkatan mutu
Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui beras giling, yaitu mutu V (sama dengan
bahwa dengan pemanasan kering selama control). Penurunan butir patah dengan
24 jam pada suhu 35oC terjadi curing pemanasan kering berkisar antara
peningkatan butir kepala paling besar 37,28-39,62%, dan dengan cara
yaitu 76,48% , diikuti dengan pemanasan pengukusan berkisar antara 10,18-
kering 40oC sebesar 75,36% dan kedua 22,41%.
perlakuan ini meningkatkan mutu beras Butir menir adalah butir beras baik
giling dari mutu dibawah V menjadi sehat maupun cacat yang mempunyai
mutu III, sedang pemanasan pada suhu ukuran lebih kecil dari 0,25 bagian butir
45oC mampu meningkatkan persentase beras utuh. Persentase butir menir pada
beras kepala sampai 67,84 % dan hanya beras giling mengalami penurunan untuk
mampu meningkatkan beras giling perlakuan curing gabah basah dengan
sampai mutu V. Untuk pemanasan cara pemanasan kering sedang dengan
dengan pengukusan seperti terlihat pada cara pemanasan basah terjadi
Tabel 3 , diketahui dengan pengukusan peningkatan butir menir. Penurunan butir
peningkatan butir kepala tidak terlalu menir paling besar terjadi pada
besar dan dengan cara pengukusan hanya pemanasan kering suhu 35oC, yaitu turun
mampu meningkatkan mutu beras giling 10,87 %(control) menjadi 2,40%, sedang
sampai mutu V. Curing pada gabah suhu 40oC dan 45oC hamper sama,yaitu
kering panen dengan pemanasan kering berturut-turut 8,05% dan 7,81%.
dapat meningkatkan persentase beras Penurunan butir menir dengan
kepala berkisar antara 17,03-26,40%, pemanasan kering berkisar antara 25,94-
sedang dengan pengukusan berkisar 77,92%. Untuk curing dengan
antara 0,92-8,77%. pengukusan, butir menir tidak mengalami
Butir patah adalah butir beras baik penurunan tetapi malah peningkatan.
sehat maupun cacat yang mempunyai Butir menir dengan cara pengukusan
ukuran lebih besar dari 0,25 sampai meningkat antara 2,16-26,15%.
dengan lebih kecil 0,75 dari butir beras Berdasarkan persentase butir menir hanya
utuh. Persentase butir patah mengalami perlakuan curing dengan pemanasan
penurunan dengan perlakuan curing kering pada suhu 35oC yang masuk
gabah baik dengan pemanasan kering dalam standar mutu V, perlakuan yang
maupun pemanasan basah bila lainnya dibawah standar mutu.
dibandingkan dengan kontrol, dan Peningkatan mutu giling beras
penurunan persentase butir patah lebih hasil curing gabah basah diduga sebagai
besar terjadi pada curing dengan akibat aktivitas enzim-enzim dalam
pemanasan kering dari pada pengukusan. gabah yang dipercepat karena kadar air
Dari Tabel 2 diketahui bahwa penurunan gabah masih tinggi (belum mengalami
persentase butir patah yang terbesar pengeringan) dan perlakuan suhu tinggi,
adalah pemanasan kering pada suhu 35oC Menurut Chrastril (1991) enzim
dari 32,40% (kontrol) menjadi 19,56%, merupakan komponen penting dalam
diikuti dengan pemanasan kering suhu padi dan mempunyai peranan dalam
40oC 19,68% dan meningkatkan mutunya menentukan sifat-sifat fisikokimia dan
dari V menjadi mutu III, sedang pada fungsional padi, yang masih tetap aktif
pemanasan 45oC butir patah turun setelah padi dipanen. Menurut Barber
menjadi 20,32% dan mutunya naik (1972) kecepatan dan besarnya

103
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

perubahan yang terutama dipengaruhi mempunyai lebih dari satu bintik yang
oleh suhu penyimpanan dan kadar air. merupakan noktah disebabkan proses
Suhu dan kadar air yang lebih tinggi fisik, kimiawi, dan biologi. Beras yang
akan menghasilkan perubahan yang lebih berbintik kecil tunggal tidak termasuk
besar (Dhaliwal et al., 1991; Villareal et butir rusak. Persentase butir kuning/rusak
al., 1976). semua perlakuan curing menunjukkan
Menurut Sulistyo Prabowo (2006) angka dibawah satu, artinya mutu beras
beras pra-tanak giling mempunyai giling berada pada mutu II. Persentase
kecenderungan mengandung lebih tinggi butir kuning dan rusak ini rendah karena
kadar komponen bukan pati. Hal ini perlakuan curing dengan pemanasan
mungkin disebabkan proses pra-tanak kering atau pengukusan dapat
dapat meningkatkan kekerasan biji. mematikan mikroorganisme dan
Proses pratanak dapat meningkatkan organisme lainnya yang dapat
rendemen giling 2-7%. Dalam proses menimbulkan kerusakan beras. Aktivitas
pratanak terjadi pengerasan lapisan enzim dan mikroorganisme serta
aleuron yang mengurangi kadarsedikitnya perkembangan insekta tergantung pada
bekatul dan nutrisi yang hilang, sehingga suhudan kadar air optimum (Grist, 1986)
derajat sosohnya menurun. Persentase Butir kapur adalah butir beras yang
beras kepala meningkat, sebaliknya, separuh bagian atau lebih berwarna putih
presentasi beras patah dan menir seperti kapur (chalky) dan bertekstur
menurun (Sri Widowati, 2006). Hasil lunak yang disebabkan oleh faktor
penelitian Agus Triyono (1982) fisiologis. Berdasarkan persentase butir
menunjukkan bahwa beras g i l i n g yang kapur semua perlakuan curing
baik dihasilkan dengan perendaman menunjukkan berada pada mutu II
gabah selama 3 jam dan pengukusan keculai untuk perlakuan dengan
selama 30 menlt. Dengan perlakuan pengukusan selama 10 dan 15 menit
tersebut rendemen beras g i l i n g berada pada mutu III karena butir
tersebut sebesar 69,79%, rendemen beras kapurnya lebih dari besar satu.
kepala 84,90 %, rendemen beras patah Benda asing adalah benda-benda
dan menir 14,79% yang tidak tergolong beras, misalnya
jerami, malai, batu kerikil, butir tanah,
3.5. Butir merah, butirkuning/rusak, pasir, logam, potongan kayu, potongan
butir kapur, benda asing dan butir kaca, biji-bijian lain serangga mati, dan
gabah lain .sebagainya. Pada Tabel 2 dan 3
Butir merah adalah butir beras utuh, menunjukkan bahwa semua perlakuan
beras kepala, patah maupun menir yang menghasilkan beras giling tidak masuk
berwarna merah akibat factor genetis. dalam standar mutu, kecuali untuk
Dari Tabel 2 dan 3 diketahui bahwa perlakuan pemanasan kering pada suhu
semua beras giling yang dihasilkan tidak 40oC dan 45oC masuk pada mutu V.
mengandung butir merah. benda asing yang ada pada beras giling
Butir kuning adalah butir beras ini umumnya berasal dari pecahan sekam.
utuh, beras kepala, beras patah dan menir Butir gabah adalah butir padi yang
yang berwarna kuning, kuning kecoklat- sekamnya belum terkelupas atau hanya
coklatan, dan kuning semu akibat proses terkelupas sebagian. Hampir semua
fisik atau aktivitas mikroorganisme, perlakuan masuk pada mutu I karena
sedang butir rusak adalah butir beras memang tidak didapati butir gabah pada
utuh, beras kepala, beras patah dan menir beras giling, kecuali pada perlakuan
berwarna putih/bening, putih mengapur, pemanasan kering pada suhu 45oC dan
kuning dan berwarna merah yang

104
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

pemanasan basah selama 15 menit, tetapi


persentasenya sangat kecil. 5. DAFTAR PUSTAKA
Agus triyono, 1982. Mempelajari
4. KESIMPULAN DAN SARAN Pengaruh Lama Perendaman Pada
4.1. Kesimpulan Proses Pratanak Gabah Dengan
1. Curing gabah basah dengan Radar Air Awal Kering Panen
pemanasan kering maupun basah Terhadap Rendemen Dan Sifat Fi s i
dapat meningkatkan mutu giling k Beras Yang Dihasilkan. Skripsi.
gabah, terutama dengan Institut Pertanian Bogor.
meningkatkan persentase butur kepala Araullo. E.V. . De Padua. D.B. dan
dan menurunkan persentase butir Graham. M. 1976. Rice Postharvest
patah. technology. International
2. Curing dengan cara pemanasan kering Development Research Center.
(oven) menghasilkan mutu giling yang Kanada.
lebih tinggi dari pada dengan Barber. S.. 1972. Milled Rice And
pengukusan Change During Aging dalam Rice :
3. Peningkatan persentase beras kepala Chemistry and Technology Ed.
sebesar 25,31 26,44%, dan Houston. D.F. . American
penurunan butir patah sebesar 39,44% Association Of Cereal Chemist. Inc..
untuk curing dengan pemanasan St Paul Minnesota.
kering selama 24 jam pada suhu 35oC Badan Standarisasi Nasional, 2008. SNI
dan 40oC. Sedang dengan cara 6128:2008 Beras.
pemanasan basah yang mampu websisni.bsn.go.id/index.php?/
meningkatkan mutu giling tertinggi sni_main/sni/detail_sni/7880.
adalah pengukusan selama 20 menit, Diakses tanggal 17 november 2011.
dengan peningkatan persentase beras Chrastil. J.. 1991. Influence of storage on
kepala 8,77%, dan penurunan butir Enzyme in Rice Grains. J.
patah 22,41%. Agriculture Food Chemical : 38.
4. Mutu giling yang tertinggi dihasilkan 1198-1202.
dari curing dengan pemanasan kering Dhaliwal. Y.S.. Sekhon. S.K. dan Nagi.
pada suhu 35oC selama 24 jam, P.S.. 1991. Enzymatic Activities And
dengan butir kepala 76,48%, butir Rheological Properties of Stored
patah 19,56%, dan butir menir 2,40%. Rice. Cereal Chemistry. Vol. 68 : 1.
18-20.
4.2. Saran Grist. H.. 1986. Rice. Longman. London
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan and New York.
dengan menggunakan varietas Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan
unggul nasional dengan cara Beras. Gadjah Mada University
pemanasan kering pada suhu dan Press. Yogyakarta.
lama pemanasan yang lebih Mod. R.R. dan Ory. R.L.. 1986. Minor
bervariasi. Components of Rice : Changes
2. Untuk memudahkan aplikasi perlu During Storage dalam Handbook of
dilakukan penelitian curing dengan Food and Beverage Stability Ed.
pemanasan kering tetapi dengan Charalambous. G. . Academic Press
memanfaatkan panas yang dihasilkan Inc. Ovlando. Florida.
oleh gabah. Soemardi dan Ridwan Thahir, 1991.
Penanganan Pasca Penen padi.
Dalam Edi Soenardjo, Djako S.
Damardjati dan Mahyuddin Syam

105
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

(Editor) Padi Buku 3. Balitbang


Pertanian. Pusat Penelitian dan
pengembanganTanaman Pangan.
Bogor.
Sri Widowati, 2006. Pengolahan Beras
Pratanak. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen
Pertanian
Sulistyo Prabowo, 2006. Pengolahan
Dan Pengaruhnya Terhadap Sifat
Fisik Dan Kimia Serta Kualitas
Beras. Jurnal Teknologi Pertanian
1(2) : 43-49.
Villareal. R.M.. Resurreccion. A.P..
Suzuki. L.B. dan Juliano. B.O.. 1976.
Changes In Physicochemical
Properties Of During Storage. Die
Starke 28 No. 3. 88-94.
Wijaya. 2009.Pengaruh kadar air gabah
terhadap mutu fisik beras giling.
http//faperta-unswagati.com/
diakses 12 November 2009.

106
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH MEDIA PADA BIOFILTER HORISONTAL TERHADAP KUALITAS


LIMBAH CAIR TAPIOKA YANG DIHASILKAN

Nur Hidayat1, Sri Suhartini1 dan Dian Indriana2


1
Jur. Teknologi Industri Pertanian Fak. Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya Malang
2
Alumni Jur. Teknologi Industri Pertanian Fak. Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya
Malang

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui media penyangga apa yang
paling baik untuk diterapkan pada unit biofilter horisontal agar diperoleh efluen limbah
cair tapioka yang memenuhi persyaratan baku. Penelitian dilakukan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap non faktorial. Unit biofilter horisontal diisi dengan media
penyangga (masing-masing diisi dengan tanah, pasir, kerikil, ijuk dan anyaman bambu).
Unit biofilter diisi dengan limbah tapioka yang telah diinokulasi dengan bakteri Bacillus sp
N-09. Laju aliran limbah yang digunakan adalah 6 l/hari. Setelah satu bulan dilakukan
analisis pada efluen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa media penyangga yang paling baik untuk
pengolahan limbah cair tapioca adalah pasir yang diikuti dengan kerikil, ijuk, tanah dan
anyaman bambu. Bahan penyangga pasir mampu menurunkan BOD 98,53 %, COD 98,71
%,TSS 88,96 % dan pH menjadi 8,0.

Kata kunci: media penyangga, biofilter horisontal, limbah tapioca, Bacillus sp N-09.

1. PENDAHULUAN dari 3,62 6,80 dengan beragam mikro-


Limbah cair tapioka berasal dari invertebrata (Arimoro, et al. 2008).
proses pencucian, ekstraksi, dan Mengurangi jumlah polutan
dihasilkan dari proses pengendapan dalam limbah cair dapat dilakukan
(Lutfi, 2000). Menurut Suprapti (2005), dengan menggunakan beberapa cara,
limbah cair tapioka berupa air bekas antara lain mengurangi jumlah air yang
cucian singkong berkulit, air bekas digunakan dalam proses pencucian dan
cucian dan rendaman singkong yang menggunakan ulang air bekas cucian
sudah dikupas, air bekas cucian aci (Fukunaga, 1995); pemisahan secara
basah, air bekas pengendapan aci mekanik untuk meningkatkan konsentrasi
(pengendapan pertama) dan air bekas limbah cair melalui penghematan air
rendaman larutan garam. Besarnya yang digunakan dalam proses produksi
jumlah limbah cair tapioka yang (Mavrov, 2000) dan mengurangi
dihasilkan tergantung dari besarnya air kebocoran air dalam proses pengemasan
yang digunakan untuk proses (Ridgway, 1999).
produksinya. Menurut Suprapti (2005), Beberapa teknologi telah
volume limbah cair tapioka mencapai digunakan untuk mengolah limbah cair
12-15 kali lipat volume singkong yang yang dihasilkan oleh industri makanan.
diolah. Di Nigeria BOD bulanan dari Pengolahan dilakukan dengan cara fisis,
limbah tapioca bervariasi dari 0,93 mg/l khemis dan biologis. Pengolahan secara
sampai 11,8 mg/l dengan pH bervariasi biologis dapat dilakukan secara aerob

107
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

ataupun anaerob. Pengolahan secara anyaman bambu dan ijuk. Media kerikil
aerob yang umum digunakan adalah dan pasir dicuci kemudian dikeringkan
kolam aerasi dan trickling filter. dan dimasukkan dalam bak pengolah
Trickling filter horisontal atau yang limbah. Pada media ijuk dilakukan
dikenal sebagai biofilter horisontal penghilangan kotoran, kemudian
mampu menurunkan BOD dan COD dilanjutkan dengan mengeringkan media,
sebesar lebih dari 80 % dari limbah cair sedangkan untuk media tanah dilakukan
yang mengandung deterjen dengan pengayakan, hal tersebut dilakukan untuk
menggunakan bakteri Bacillus sp N-09 mendapatkan diameter butiran media
(Hidayat, dkk 2010). yang seragam. Tanah yang digunakan
Biofilter pada dasarnya sebagai bahan penyangga pada penelitian
merupakan proses biologis yang ini adalah menggunakan jenis tanah
memanfaatkan aliran limbah melewati entisol. Dalam penelitian ini
materi (bahan penyangga) yang tinggi/ketebalan bahan penyangga yang
mengandung mikroorganisme. Banyak digunakan dalam bak pengolah yaitu
materi biofilter yang dapat digunakan. masing-masing 25 cm.
Beberapa bahan telah digunakan untuk
mengolah limbah cair dari berbagai 2.3.Persiapan bak pengolahan
sumber. Penggunaan saringan pasir pada Penelitian dilakukan dalam bak
limbah cair proses pencelupan mampu pengolahan dengan ukuran (30 x 60 x 30)
menurunkan BOD dibawah baku mutu cm3. Gambaran model bak yang
namun tidak untuk COD setelah 20 hari digunakan dalam penelitian terlihat pada
(Suyasa dan Dwijani 2008). Gambar 1. di bawah ini :
Tanah merupakan suatu sistem yang
tangguh karena mampu mengurai bahan
pencemar sehingga menjadi kurang
berbahaya. Kemampuan menetralkan
bahan-bahan ini membuat tanah sebagai
tempat penampungan limbah (organik
dan anorganik). Ijuk tersedia secara alami
dan melimpah memiliki sifat yang mirip
dengan pasir, yaitu dapat menyerap,
menyimpan dan mengalirkan air apabila
ada tekanan yang bekerja terhadapnya Gambar 1. Model Bak Penelitian
(Abadi, 2004).
2.4. Tahapan perlakuan limbah cair
2. METODE PENELITIAN Setelah bak fermentasi dipastikan dalam
2.1. Sampel untuk medium perlakuan keadaan bersih, baik dan tidak
Sampel untuk medium perlakuan mengalami kebocoran maka sampel
merupakan limbah cair yang diambil dari dimasukkan ke dalam bak fermentasi
kolam pengolahan limbah cair industri dengan ketinggian yang telah ditentukan.
tapioka. Sampel yang diambil adalah Media dirancang dengan ketinggian 25
limbah cair yang belum diolah dan hanya cm. Sistem pengolahan limbah cair
ditampung di tempat penampungan tapioka ini dijalankan secara kontinyu
sementara. dengan laju aliran 6 liter/hari dan
pengamatan dilakukan setelah 1 bulan.
2.2. Media penyangga Analisis dilakukan terhadap pH,
Media penyangga yang digunakan pada penurunan COD, BOD, dan TSS.
penelitian ini adalah kerikil, pasir, tanah,

108
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Bau disebabkan karena zat-zat organik


3.1. Karakteristik limbah cair tapioka yang telah berurai dalam limbah
sebelum pengolahan mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau
Limbah cair tapioka sebelum amoniak yang menimbulkan penciuman
dilakukan pengolahan memiliki tidak enak yang disebabkan adanya
karakteristik yang tidak layak untuk pencampuran dari nitrogen, sulfur dan
dibuang di lingkungan. Karakteristiknya fodfor yang berasal dari pembusukan
antara lain seperti mempunyai protein yang dikandung limbah (Ginting,
kenampakan keruh, berwarna putih 2007).
keruh, berbau menyengat dan sedikit Limbah cair tapioka mempunyai
berbusa pada permukaannya. Kekeruhan pH berkisar antara 5,8 hal ini
pada limbah cair tapioka tersebut menunjukkan bahwa limbah bersifat
disebabkan oleh adanya benda tercampur asam. Dengan kandungan oksigen terlarut
di dalam air yang berasal dari buangan yang rendah, yaitu berkisar 0-1mg/l, hal
organik seperti sisa-sisa produksi tapioka. ini menurut (Radojevic et al, 1999),
Buangan organik yang tercampur dala air memungkinkan tumbuhnya bakteri
limbah cair tapioka ini apabila diukur anaerob yang dalam metabolismenya
berdasarkan total padatan tersuspensi menghasilkan asam, sehingga
(TSS), jumlahnya cukup besar, yaitu menurunkan derajat keasaman (pH)
mencapai 206,6 mg/l. Hal ini limbah menjadi rendah, yang
mengindikasikan tingginya tingkat menyebabkan limbah menjadi asam.
pencemaran, terutama terhadap sungai Banyaknya cemaran organik yang
yang dibuangi langsung oleh limbah terdapat di dalam limbah ini juga dapat
tersebut atanpa adanya pengolahan dilihat dari konsentrasi BOD limbah awal
terlebih dahulu. Tingginya padatan yang diukur, yaitu mencapai 1702,1 mg/l
tersuspensi di dalam air meningkatkan dan COD yang mencapai 6370,4 mg/l,
densitas dari air tersebut. Hal ini dimana nilainya msih berada di atas
mempengaruhi regulasi udara organisme ambang batas yang diperbolehkan untuk
yang hidup di dalam air dan menurunkan dibuang ke lingkungan, yaitu sebesar 150
kelarutan gas, seperti O2 yang mg/l untuk BOD dan 300 mg/l untuk
keberadaannya sangat vital bagi COD. Perbandingan nilai limbah cair
berlangsungnya kehidupan organisme tapioka dengan parameter kualitas limbah
(Radojevic, et al., 1999). Kekeruhan juga cair tapioka ini dengan parameter kualitas
akan mengakibatkan terbatasnya cahaya limbah cair tapioka berdasarkan
yang masuk ke dalam air (Sugiharto, keputusan Gubernur Jawa Timur No. 4a
1987), sehingga dapat menghambat tahun 2002 tentang baku mutu limbah
proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan cair bagi industri tapioka tersaji dalam
terhambatnya metabolisme organisme Tabel 5.1.
autrotof dan menganggu keseimbangan Dengan karakteristik limbah
ekosistem di lingkungan sungai. seperti tersebut diatas limbah cair tapioka
Warna putih keruh pada air limbah mempunyai kualitas rendah dan tidak
cair tapioka berasal dari pembuangan air layak untuk dibuang langsung ke
rendaman singkong yang masih banyak lingkungan akan tetapi pada
mengandung pati, dapat juga berasal dari kenyataannya selama ini masih banyak
air bekas pencucian peralatan proses limbah yang langsung dibuang ke sungai
produksi, peralatan dapur dan peralatan yang akan menyebabkan pencemaran.
lainnya. Bau busuk pada limbah timbul
akibat adanya pembusukan bahan
cemaran organik oleh mikroorganisme.

109
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 1. Perbandingan kualitas limbah untuk pengolahan limbah di Korea.


cair tapioka segar dengan baku mutu Tingginya kemampuan pasir menurunkan
limbah cair industri tapioka. BOD disebabkan penggunaan pasir
memberikan ruang antar partikel yang
Kadar Maksimum cukup luas sehingga biofilm yang
Kadar Limbah Baku Mutu
Parameter Cair Tapioka Limbah Cair dibentuk menjadi cukup banyak dan
(mg/l) Industri Tapioka mampu menggunakan limbah yang
(mg/l)
BOD5 1702,10 150 melewatinya. Pada kerikil, ruang antar
COD 6370,4 300 partikel lebih luas sehingga tidak semua
TSS 206,6 100 limbah dapat kontak dengan biofilm
pH 5,8 6-9 bakteri begitu juga dengan ijuk dan
anyaman bambu. Pada tanah porositas
3.2. Karakteristik limbah cair tapioka lebih kecil dari pasir dan bakteri tidak
setelah pengolahan mampu membentuk biofilm dengan baik
3.2.1. BOD sehingga kemampuan untuk melakukan
Nilai BOD setelah satu bulan perombakan BOD juga tidak setinggi
pengolahan menggunakan Bacillus sp N- pasir.
09 menunjukkan bahwa persentase
penurunan BOD berkisar 89 99 % 3.2.2. COD
(Tabel 2). Penurunan tertinggi diperoleh Pola penurunan COD samadengan
bila biofilter yang digunakan adalah pasir BOD. Persentase penurunan COD paling
yaitu 98,45 % dan terendah adalah tinggi jika digunakan media penyangga
anyaman bambu yaitu sebesar 89,23 %. pasir yaitu sebesar 98,71% dan terendah
Kemampuan Bacillus sp N-09 ini lebih jika menggunakan anyaman bambu yaitu
tinggi dibandingkan dengan sebesar 90,18 % (Tabel 3). Kemampuan
menggunakan Pseudomonas sp yang Bacillus sp N-09 ini lebih tinggi
mencapai 95,9 % (El-Masry et al., 2004) dibandingkan dengan menggunakan
dan khamir Candida utilis yang hanya Pseudomonas sp yang mencapai 96 %
mampu menurunkan BOD dari limbah (El-Masry et al., 2004). Hasil ini juga
tapioca sebesar 70 % (Razif, et al., 2006). lebih tinggi dari yang diteliti oleh Mai
(2006) yang menunjukkan bahwa proses
Tabel 2. Nilai Rerata BOD Limbah Cair persentase penurunan sebesar 92 94 %
Tapioka pada berbagai bahan biofilter. untuk anaerob dan 94 97 % untuk
proses aerob serta penelitian An et al.
Kombinasi Rerata Nilai Persentase
(2008) yang hanya sebesar 91.8 %.
Perlakuan BOD (mg/l) Penurunan
Tabel 3. Nilai rerata COD limbah cair
Pasir 25,0 98,53 tapioka pada kombinasi perlakuan jumlah
Kerikil 26,3 98,45 inokulum dan bahan penyangga
Ijuk 30,3 98,22
Tanah 126,6 92,56 Kombinasi Rerata Nilai Persentase
Perlakuan COD (mg/l) Penurunan (%)
Anyaman Pasir 98.71
Bambu 183,3 89,23 82,2
Kerikil 98.58
90,5
Ijuk 98.48
Penggunaan biofilter pasir 97,1
Tanah 93.80
menunjukkan penurunan BOD yang 394,7
Anyaman 90.18
paling baik (98,53 %) hasil ini mendekati Bambu 625,4
penelitian yang dilakukan oleh An et al.
Media penyangga pasir
(2008) yang menunjukkan penurunan
memberikan ruang antar partikel yang
BOD sebesar 99 % pada media pasir

110
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

makin luas sehingga memungkinkan media pasir. pH efluen ini telah


bakteri membentuk biofilm. Penggunaan memenuhi baku mutu yang telah
media pasir dengan resirkulasi untuk ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 6
limbah sintetik pengolahan susu mampu 9. Hasil juga tidak berbeda nyata dengan
menurunkan COD 99,3 % (Healy et al. yang dilakukan oleh Mai (2006) yaitu
2004). Pada media anyaman bambu sebesar 7,03 7,76.
meskipun terbentuk biofilm namun jga
Tabel 5. Nilai Rerata pH Limbah Cair
terjadi perombakan bahan penyangga.
Tapioka pada Kombinasi Perlakuan
Hal ini ditandai dengan perubahan warna
Jumlah Inokulum dan Bahan Penyangga
limbah menjadi kekuningan. Oleh sebab
itu media anyaman bamboo dirasa kurang Kombinasi Perlakuan Rerata Nilai pH
memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai media penyangga dalam Tanah 6,8
Anyaman Bambu 6,9
pengolahan limbah.
Ijuk 7,2
Kerikil 7,3
3.2.3. TSS Pasir 8,0
Penurunan TSS menunjukkan
hasil yang tidak begitu bagus. Persentase
penurunan paling tinggi adalah pada 4. KESIMPULAN
media penyangga dari tanah yaitu sebesar Media penyangga yang sesuai
91,19 % dan terendah dari anyaman untuk biofilter horisontal adalah pasir,
bambu yang hanya sebesar 52,37% kerikil dan tanah dengan media paling
(Tabel 4). Hasil ini lebih rendah dari baikadalah pasir yang mampu
yang dilaporkan oleh Mai (2006) yaitu menurunkan BOD 98,53 %, COD 98,71
berkisar antara 90,6 95,8 % dan An et %,TSS 88,96 % dan pH menjadi 8,0.
al. (2008) sebesar 97,5 %. Rendahnya
persentase penurunan TSS pada anyaman 5. DAFTAR PUSTAKA
bambu disebabkan adanya bagian bambu Abadi, T.C. 2004. Perbandingan Ijuk
yang terdegradasi dan tersuspensi ke Tanpa Filter Terhadap PasirSebagai
dalam limbah. Bahan Drainase Vertikal. Jurnal
ITENAS Vol.8 No.2,
Tabel 4. Nilai rerata TSS limbah cair An, J., J. Kwon., D. Ahn., H. Shin., S.
tapioka pada kombinasi perlakuan jumlah Won and B. Kim. 2008. Performance
inokulum dan bahan penyangga of a Full-Scale Biofilm System
Retrofitted with an Upflow
Kombinasi Persentase Multilayer Bioreactor as a Preanoxic
Perlakuan Rerata Nilai Penurunan Reactor for Advanced Wastewater
TSS (mg/l) (%) Treatment. Water Environ. Res. 80:
Tanah 18,2 91.19 757 765.
Pasir 22,8 88.96 Arimoro F. O., Ch. M. A. Iwegbue. and
Kerikil 26,3 87.27 B. O. Enemudo. 2008. Effects of
Ijuk 27,5 86.69 Cassava Effluent on Benthic
Anyaman Macroinvertebrate Assemblages In A
Bambu 98,4 52.37 Tropical Stream In Southern Nigeria.
Acta Zoologica Lituanica 18:147
3.2.4. pH 156.
El-Masry, M.H., E. El-Bestawy, and N.I.
pH efluen menunjukkan kisaran El-Adl. 2004. Bioremediation of
6,8 8,0 dengan pH paling tinggi pada Vegetable Oil and Grease from

111
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Polluted Wastewater Using a Sand Ridgway, H. H. 1999. Controlling of


Biofilm System. World Journal of Overfilling in Food Processing. J.
Microbiology & Biotechnology 20: Material Processing Technol. 93:
551 557. 360367.
Fukunaga, I. 1995. Recent advances of Radojevics, Miroslav and Bashkin, N.
the treatment and disposal of Vladimir. 1999. Practical
wastewater and solid waste in food Environmental Analysis. The Royal
industry. Foods and Food Ingredients Society of Chemistry. Chambridge.
Journal. 165: 2130. London
Ginting. 2007. Sistem Pengelolaan Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan
Lingkungan dan Limbah Industri. Air Limbah. Universitas Indonesia
Yrma Widya. Bandung Press. Jakarta.
Healy, M.G., M. Rodger, and J. Suprapti, L. 2005. Tepung Tapioka
Mulqueen. 2004. Recirculating Sand Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Filter for Treatment of Synthetic Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Dairy Parlor Washings. J. Environ Suyasa, I.W.B. and W. Dwijani. 2008.
Quality. 33: 713 718. Kemampuan Sistem Saringan Pasir-
Hidayat, N., S. Kumalaningsih., Tanaman Menurunkan Nilai BOD
Noorhamdani dan S. Wijana. 2010. dan COD Air Tercemar Limbah
Pengaruh Laju Aliran Limbah pada Pencelupan. Ecotrophic. 2: 1 7.
Saringan Kerikil dengan Inokulum
Bacillus coagulans UB-9 terhadap
Kualitas Limbah Cair yang
Dihasilkan. Makalah Seminar
Nasional APTA, 16 Des 2010 di
Jogjakarta.
Luthfi, M. 2000. The Effect of Both Bed
Filterthickeness and Kind Trickling
Filter Media on Various Flowrates
to Decrease. Jurnal Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Mai, H.N.P. 2006. Integrated Treatment
of Tapioca Processing Industrial
Wastewater Based on Environmental
Bio-Technology. PhD-thesis.
Wageningen University.
Wageningen.
Mavrov, B. 2000. Reduction of water
consumption and wastewater
quantities in the food industry by
water recycling using membrane
processes. Desalination. 131: 7586.
Razif, M., V.E. Budiarti and S.
Mangkoedihardjo. 2006. Appripriate
Fermentation Process for Tapiocas
wastewater in Indonesia. J. Applied
Sci. 6: 2846 2848.

112
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI ISOTERM SORPSI LEMBAB BERAS CEPAT TANAK YANG


DILAPISI EDIBLE FILM GUM ARAB YANG DIPERKAYA EKSTRAK
REMPAH-REMPAH

Ch. Lilis Suryani*), Agus Slamet *)dan Komarudin Siukon*)


*)
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,
Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstrak

Beras cepat tanak yang dilapisi dengan edible film dari gum arab yang
diperkaya dengan ekstrak rempah-rempah (BCTER) merupakan produk pangan
yang direkayasa khusus bagi penderita diabetes. Sebagai produk kering
BCTERsangat sensitif terhadap perubahan kadar air karena efek proses pengolahan
dalam pembuatan beras cepat tanak. U n t u k m e n ge m b a n gk a n produk lebih lanjut
perlu diketahui tentang kondisi penyimpanan yang tepat serta stabilitas produk selama
penyimpanan sehingga perlu dilakukan evaluasi perubahan pola penyerapan air akibat
proses pengolahan menjadi beras cepat tanak (BCT) dan proses pelapisan dengan edible
film gum arab yang diperkaya ekstrak rempah-rempah. Bahan baku yang digunakan adalah
beras IR 64. Isoterm sorpsi lembab beras IR 64, BCT dan BCTER ditentukan dengan
menggunakan metode gravimetri statis pada suhu 25oC. Sampel disimpan dalam ruang
dengan RH tertentu yang dikendalikan dengan berbagai jenis garam jenuh dengan aktivitas
air (aw) berkisar 0,07-0,97 sampai mencapai kadar air setimbang. Model penyerapan air
yang digunakan adalah model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva isoterm sorpsi lembab ketiga jenis beras
berbentuk sigmoid. Kadar air monolayer BCT dan BCTER lebih tinggi dibanding beras IR
64. Proses pembuatan beras cepat tanak dan pelapisan dengan edible film gum arab
menurunkan koefisien adsorpsi energi monolayer. Kadar air terikat sekunder beras BCT
paling rendah dibanding beras IR 64, sedangkan beras BCTER mempunyai kadar air
terikat sekunder tertinggi. Proses pelapisan dengan edible film gum arab yang diperkaya
ekstrak rempah-rempah meningkatkan umur simpan beras BCTER dibanding BCT.

Kata kunci: Isoterm sorpsi lembab, beras cepat tanak, beras IR 64, edible film, umur
simpan

1. PENDAHULUAN air rendah, dibuat melalui proses


Beras cepat tanak yang dilapisi pragelatinisasi sebagian untuk
dengan edible film dari gum arab yang meningkatkan kecepatan penanakan,
diperkaya ekstrak rempah-rempah pengeringan dan pelapisan dengan edible
merupakan salah satu jenis makanan film gum arab yang diperkaya ekstrak
fungsional yang direkayasa khusus bagi rempah-rempah untuk meningkatkan sifat
penderita diabetes. BCTER tersebut hipoglisemiknya.
merupakan makanan kering dengan kadar Proses pragelatinisasi akan

113
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

mengakibatkan peningkatan porositas baik pola adsorpsi air pada kisaran aw


bahan sehingga bahan menjadi lebih yang lebih lebar yaitu antara 0,10-0,95
higroskopis, sedangkan proses pelapisan (Siripatrawan dan Jantawat, 2006). Selain
dengan gum arab meningkatkan jumlah itu persamaan GAB mempunyai daya
gugus hidrofilik pada permukaan beras. guna yang cukup baik secara matematis
Menurut teori Polany (1914) pada daerah untuk menguraikan penyerapan airnya
berpori-pori adsopsi molekul air lebih dalam bentuk kurva ISL dan tetapan-
banyak karena interaksi gaya tarik dekat tetapan model tersebut mampu
permukaan berpori (Cortes dkk, 2011). menjelaskan fenomena-fenomena
Oleh karena itu dalam pengembangan tersebut secara teoritis. Peng dkk. (2007)
BCTER lebih lanjut perlu dilakukan menyatakan bahwa persamaan GAB
evaluasi stabilitas produk selama banyak digunakan karena deviasinya
penyimpanan sehingga dapat digunakan rendah (<10%).
untuk menentukan umur simpannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Umur simpan menunjukkan ketahanan mengevaluasi pengaruh pengolahan beras
produk selama proses penyimpanan yang IR 64 menjadi beras cepat tanak dan
merupakan unsur penting dalam pelapisannya dengan edible film gum
pemasaran produk serta berkaitan erat arab yang diperkaya ekstrak rempah-
dengan jenis kemasan yang digunakan. rempah terhadap kemampuan penyerapan
Beras termasuk produk yang air produk serta stabilitas produk selama
memiliki kadar air rendah. Kerusakan penyimpanan.
bahan ini sebagian besar berhubungan
dengan perubahan tekstur ataupun
stabilitas proses oksidasi (Eskin dan 2. METODE PENELITIAN
Robinson, 2001). Perubahan tekstur 2.1. Bahan dan Alat
berhubungan dengan perubahan kadar Bahan yang digunakan
airnya. Protein dapat mengalami oksidasi dalam penelitian ini adalah beras IR 64
membentuk ikatan disulfida antar dari Balai Benih Padi, Nanggulan
molekul protein yang dapat menghambat Kulonprogo, rempah-rempah yaitu
penggelembungan granula pati, bubuk kayu manis kering, bunga cengkeh
sedangkan lipida mengalami hidrolisis kering dan jahe emprit diperoleh dari
membentuk peroksida dan senyawa pasar lokal, gum arab dan sorbitol dari
karbonil yang dapat menimbulkan off Bratako Chemika.
flavor pada beras Zhou dkk (2001).
Kerusakan bahan tersebut terutama 2.2. Pembuatan BCT dan BCTER
berhubungan dengan tingkat aktivitas air Proses pembuatan BCT dan
dan kadar airnya. Oleh karena itu sangat BCTER mengacu pada hasil penelitian
penting untuk mengevaluasi proses sebelumnya (Suryani dan Slamet, 2010).
adsorpsi air selama penyimpanan. Pola Tahap-tahap pembuatan beras cepat tanak
adsorsi air suatu bahan dapat dijelaskan adalah beras putih dicuci. Setelah bersih
dengan kurva isoterm sorpsi lembab. beras direndam dalam air pada suhu
Kurva isoterm soprsi lembab kamar hingga kadar airnya mencapai
(ISL) menunjukkan hubungan antara 30%, kemudian dilakukan pemasakan
aktivitas air dengan kadar air hingga kadar air mencapai 65-70%.
kesetimbangan pada suhu dan tekanan Setelah dingin dan dibilas dengan air
tertentu (Labuza, 1984). Dalam penelitian dingin, kemudian ditebarkan dalam
ini model yang digunakan adalah model loyang dan dikeringkan pada suhu 40-
GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer). 50oC hingga kadar air 8%. Pelapisan
Model GAB mampu menjelaskan dengan menggunakan metode Laohaunyit dan

114
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Kerdchoeckyen (2006) dengan No. ERH aw Garam


modifikasi. Adonan edible film terdiri (%) jenuh
dari gum arab (40% b/v), sorbitol (30% 1 7,60 0,076 NaOH
2 11,20 0,112 LiCl2
b/v), dan ekstrak rempah-rempah (25% 3 27,30 0,273 KF
b/v). Ekstrak rempah-rempah terdiri dari 4 32,70 0,327 MgCl2
campuran ekstrak jahe, cengkeh dan kayu 5 43,80 0,438 K2CO3
6 57,70 0,577 NaBr
manis yang diformulasi sesuai dengan 7 63,70 0,637 NaNO2
metode Suryani dan Setyowati (2008). 8 75,00 0,750 NaCl
9 84,30 0,843 KCl
10 90,30 0,903 BaCl2
2.3. Penentuan ISL 11 97,10 0,971 K2SO4
Penentuan pola isoterm sorpsi lembab Sumber : Ranganna, 1976.
beras dilakukan sesuai metode Ranganna
Model yang digunakan dalam
(1976) pada suhu 25oC. Beras sampel
penelitian ini adalah model GAB
(beras IR 64, Beras cepat tanak, BCTER
(Labuza, 1984). Data kadar air
masing-masing 11 X 2 ulangan)
keketimbangan dalam aw tertentu
ditimbang kurang lebih 2 g kemudian
diplotkan dalama persamaan GAB seperti
dimasukkan dalam botol timbang yang
pada persaman 1. Dalam persamaan
telah diketahui beratnya. Selanjutnya
tersebut M : kadar air kesetimbangan (%
sampel dalam botol timbang dikeringkan
bk); Mm : kadar air monolayer (%); aw :
terlebih dahulu dalam oven dan
aktivitas air; C tetapan energi adsorpsi air
ditimbang sampai beratnya konstan.
monolayer; K: konstanta energi air
Botol timbang dan sampel yang telah
multilayer (diatas air monolayer).
konstan dimasukkan dalam stoples,
masing-masing stoples diisi 2 botol
M CKa w
timbang (2 ulangan). Selanjutnya stoples =
disimpan dalam ruangan bersuhu 25oC. M m [(1 Ka w )(1 Ka w + CKa w )] (1)
Setiap dua hari sekali dilakukan
penimbangan sampel sampai diperoleh aw 1 (CK 2 K ) ( K 2 CK 2 ) 2
= + aW + aw
berat konstan. Pola sorpsi lembabnya M CKM m CKM m CKM m (2)
ditentukan dengan menggunakan 11
larutan garam jenuh (Tabel 1) yang Berdasarkan persamaan 2 maka diperoleh
membentuk kelembaban relatif antara 7,6 nilai koefisien persamaaan kuadratik
hingga 90,3 %, alat pengukur yang dapat digunakan untuk menghitung
kelembaban relatif ruangan (Equilibrium nilai C, K dan Mm. Koefisien persamaan
Relative Humidity, ERH) dengan tersebut adalah :
higrometer (Barigo Hair Hygrometer).
Untuk menentukan pola adsorpsi air oleh 1
= (CK 2K )
beras, maka data ERH dan kadar air =
seimbang diplotkan dalam grafik
CKM m CKM m
hubungan antara Aw dengan kadar air ( K 2 CK 2 )
=
seimbangnya (Labuza, 1984). Analisis CKM m ..(3)
kadar air pada beras sampel
menggunakan metode gravimetri statis Untuk mengetahui ketepatan antara
(AOAC, 1990) . model matematis yang dipilih dengan
data eksperimen dilakukan dengan
menggunakan nilai rata-rata simpangan
relatif (% RMD). Pemodelan mempunyai
Tabel 1. Larutan garam jenuh yang ketepatan yang baik jika nilai RMD lebih
digunakan kecil dari 10% (Mc Laughlin dan Magee,

115
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

1998 dalam Adawiyah dan Soekarto, 3.1. Kurva isoterm sorpsi lembab
2010). Berdasarkan data kadar setimbang
yang diperoleh pada penelitian ini
2.3. Permeabilitas kemasan dan umur kemudian diplotkan dalam grafik
simpan beras hubungan antara aw dengan kadar air
Pengujian permeabilitas kemasan (%bk). Gambar kurva ISL yang diperoleh
terhadap uap air dilakukan pada suhu dari ketiga jenis beras disajikan pada
25oC dan kelembaban relatif 90%. Gambar 1 dan 2. Secara umum terlihat
Desikan sebanyak 25 g yang telah bahwa ketiga jenis beras mempunyai
dipanaskan dikemas dalam kemasan kurva ISL yang mengikuti pola isoterm
plastik polietilen ketebalan 0,04 mm, type II yang cenderung ke kanan dan
pada suhu 25oC dan RH 90%, setiap berbentuk sigmoid. Peningkatan kadar
interval waktu 2 hari diukur air yang sangat besar terjadi diwilayah aw
pertambahan beratnya selama 30 hari. tinggi (>0,75). Namun peningkatan kadar
Pada kondisi tersebut tekanan udara di air yang sangat besar tidak diikuti
atmosfer diluar kemasan (Pout) 21,380 peningkatan aw yang besar pula.
mmHg, sedangkan tekanan udara dalam Sebaliknya pada wilayah aw rendah (<
kemasan berisi desikan diasumsikan 0,75) peningkatan kadar air yang relatif
sama dengan nol. Data perubahan berat kecil mengakibatkan peningkatan aw
yang diperoleh kemudian diplotkan yang sangat besar.
dalam persamaan linier untuk
menghitung permeabilitasnya yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien 25.00
regresinya (b1).
Menurut Anonim (1995), standar 20.00
Kadar air (% bk)

kadar air beras adalah maksimal 15%


(bb). Kondisi ini digunakan sebagai 15.00

kondisi kritis beras selama penyimpanan.


Daya simpan beras ditentukan dengan 10.00
IR 64
cara : beras (25 g) disimpan dalam
5.00 BCT
kemasan plastik polietilen ketebalan 0,04
BCTER
mm dengan ukuran 9 cm x 7 cm, pada
0.00
suhu 25oC dan RH 90%, setiap interval 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
waktu dua hari sekali diukur pertambahan
Aktivitas air (aW)
beratnya sampai pada hari ke 30. Daya
simpan beras (25 g) ditentukan Gambar 1. Kurva isoterm sorpsi lembab
berdasarkan perhitungan permeabilitas hasil percobaan dari beras IR 64, BCT
kemasan terhadap uap air (Suyitno, dan BCTER
1991).

2.4. Analisis data


Data yang diperoleh dianalisis
secara deskriptif dengan bantuan
Microsoft Excell dan SPSS for Window
untuk mengestimasi nilai koefisien-
koefisien persamaan linier maupun
kuadratik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

D 116
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

25.00 pada aW< 0,60 yaitu pada aw rendah


kemampuan adsorpsi air beras BCT lebih
20.00
tinggi dibanding beras BCTER maupun
Kadar air (% bk)

beras IR 64, sedangkan secara matematis


15.00
pada Gambar 2 tidak nampak perbedaan
antara beras BCT dan BCTER. Hal ini
10.00
IR 64 karena proses pragelatinisasi dalam
5.00
BCT pembuatan beras cepat tanak
BCTER mengakibatkan peningkatan porositas
0.00
bahan dan bahan menjadi lebih
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 higroskopis sehingga lebih banyak air
yang teradsorpsi dibanding pada beras IR
Aktivitas air (aW)
64 yang mempunyai tekstur yang lebih
Gambar 2. Kurva isoterm sorpsi lembab kompak. Pada pembuatan beras BCTER,
hasil perhitungan dengan persamaan beras cepat tanak dilapisi dengan larutan
GABdari beras IR 64, BCT dan BCTER edible film gum arab, sorbitol dan ekstrak
rempah-rempah. Proses pelapisan
Berdasarkan pada Gambar 1 dan 2 mengakibatkan porositas bahan
terlihat ada sedikit perbedaan antara ISL berkurang dan lapisan edible film mampu
hasil percobaan dengan ISL hasil menghambat peningkatan adsorpsi air.
perhitungan persamaan GAB terutama

Tabel 2. Konstanta , , dan , kadar air monolayer (Mm), konstanta energi multilayer
(K), tetapan energi adsorpsi air monolayer (C) dari persamaan GAB

Jumlah Mm RMD
Sampel data (%bk) C K R (%)
Beras - 7,96
IR 64 18 0,0024 0,1601 0,1126 6,12 97,84 0,70 0,86
- 9,60
BCT 18 0,0036 0,1498 0,1165 6,44 56,49 0,76 0,96
- 7,69
BCTER 18 0,0050 0,1393 0,1070 6,81 39,24 0,75 0,86

Berdasarkan perhitungan dengan bahwa kadar air monolayer untuk produk


persamaan GAB maka diperoleh nilai berpati secara umum berkisar antara
konstanta , , dan , kadar air 0,032-0,160 g/g bk. Prediksi kadar air
monolayer (Mm), konstanta energi monolayer sangat penting mengingat
multilayer (K), tetapan energi adsorpsi air kerusakan bahan makanan pada kadar air
monolayer (C) seperti yang disajikan dibawah kadar air monolayer sangat
pada Tabel 1. Kadar air monolayer rendah karena pada daerah monolayer air
ketiga jenis beras berkisar antara 6,12- terikat sangat kuat, sehingga untuk
6,81% bk. Nilai tersebut hampir sama menjaga stabilitas beras lebih baik jika
dengan hasil penelitian Siripatrawan dan kadar air produk mendekati atau kurang
Jantawat (2006) yang menyatakan bahwa dari kadar air monolayernya (Ajisegiri
kadar air monolayer cracker beras yang dkk., 2007).
dihasilkan berisar 0,040-0,059 g/g bk. Data pada Tabel 2 menunjukkan
Lomauro dkk. (1985) dalam Siripatrawan bahwa jumlah air yang mampu diikat
dan Jantawat (2006) juga menyatakan pada lapisan monolayer (Mm) pada beras

117
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

BCTER (6,81% bk) paling tinggi diikuti sigmoid jika berada pada daerah k1 dan
dengan beras BCT (6,44% bk) dan yang 5,67C, diluar daerah tersebut bentuk
paling rendah beras IR 64 (6,12% bk). ISL tidak lagi sigmoid. Pollio dkk(1998)
Hal ini akibat pengolahan pragelatinisasi dan Bianco dkk (2005) menyatakan
yang mengakibatkan porositas yang bahwa persamaan GAB juga sesuai untuk
semakin meningkat. Beberapa peneliti menjelaskan pola adsorpsi biji-bijian
menyebutkan bahwa difusitas molekul air Amaranthus.
sangat dipengaruhi oleh struktur fisik Berdasarkan persamaan GAB
produk. Koefisien difusi meningkat yang diperoleh dihitung kadar air
dengan peningkatan porositas produk pati kesetimbangan pada berbagai tingkatan
(Marouis dkk., 1991), pasta (Waananen RH seperti yang disajikan pada Tabel 3.
dan Okos, 1994) dan cake (Baik dan Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
Marcotte, 2002). Sedangkan Roca dkk. semakin besar RH maka kadar air
(2006) menyatakan bahwa peningkatan kesetimbangan juga semakin besar dan
densitas produk yang berarti penurunan pada RH yang sama kadar air
porositas produk dapat meningkatkan kesetimbangan beras BCTER paling
umur simpan produk. tinggi diikuti dengan beras BCT dan yang
Kondisi tersebut juga sesuai terendah adalah beras IR 64. Kadar air
dengan nilai C yang merupakan tetapan terikat sekunder yang menunjukkan batas
energi adsorpsi dan menunjukkan energi lapisan sekunder dan tersier pada beras
pengikatan air yang dibutuhkan pada BCTER paling tinggi yaitu 25,40% bk,
lapisan monolayer. Nilai C beras IR 64 sedangkan BCT paling rendah yaitu
paling tinggi diikuti beras BCT dan yang 23,75% bk dan beras IR64 diantara
terendah beras BCTER. Semakin besar keduanya yaitu 24, 29% bk.
nilai C maka semakin sedikit air yang
mampu diikat dilapisan monolayer pada Tabel 3. Kadar air kesetimbangan, kadar
kondisi yang sama. air terikat sekunder dan tersier
Tetapan K menunjukkan Kadar air kesetimbangan Kadar
(%bk) Kadar air air
konstanta air multilayer (diatas lapisan terikat terikat
monolayer), berdasarkan perhitungan Sampel RH75% RH80% RH85% sekunder tersier
Beras 6,12-
persamaan GAB diketahui bahwa nilai K IR 64 12,77 13,79 15.01 24,29 >24,29
ketiga jenis beras sedikit berbeda. Nilai K 6,44-
BCT 14,78 16,24 18,02 23,75 >23,75
terkecil adalah beras IR 64 (0,70) 6,81-
sedangkan beras BCT (0,76) dan BCTER BCTER 15,26 16.74 18,52 25,40 >25,40
(0,75) hampir sama. Berdasarkan data
pada Tabel 1 juga diketahui bahwa hasil 3.2. Umur simpan
perhitungan nilai simpangan rata-rata Permeabilitas uap air kemasan
mengindikasikan bahwa model GAB adalah kecepatan atau laju transmisi uap
relatif baik digunakan untuk air melalui suatu unit luasan tertentu dari
menerangkan pola adsorpsi air ketiga kemasan yang perlukaannya rata dengan
jenis beras karena nilai RMD ketiga jenis ketebalan tertentu sebagai akibat
beras kurang dari 10% yaitu 7,96% untuk perbedaan tekanan uap air didalam
beras IR 64, 9,60% untuk beras BCT dan kemasan dengan dipermukaannya pada
7,69% untuk beras BCTER. Demikian kondisi suhu dan RH tertentu.
pula jika ditinjau dari nilai koefisien Berdasarkan hasil perhitungan
korelasinya juga relatif baik. Lebih lanjut permeabilitas kemasan seperti pada Tabel
Lewicki (2008) menyatakan bahwa 4 dan konstanta permeabilitasnya
persamaan GAB dapat menjelaskan diketahui bahwa kemasan yang
dengan baik ISL yang membentuk pola digunakan untuk menyimpan beras BCT

118
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

mempunyai permeabilitas yang lebih Tabel 5. Prediksi umur simpan beras


tinggi dibanding kemasan yang beras dalam kemasan plastik PE o,o4 mm
digunakan untk menyimpan beras
BCTER walaupun jenis kemasan yang Umur simpan pada RH 70%
digunakan sama. Hal ini menunjukkan Hari Bulan
bahwa dalam kemasan yang berisi BCT Sampel
lebih mudah dilewati uap air Beras IR 64 188,77 6,29
dibandingkan kemasan yang digunakan BCT 144,80 4,83
untuk mengemas beras BCTER dan IR BCTER 178,60 5,95
64. Pelapisan dengan larutan gum arab
dan sorbitol mampu menghambat
adsorpsi air oleh beras. Hal ini sesuai 4. KESIMPULAN
dengan hasil penelitian Shih dkk. (2011) Pola adsopsi air beras IR 64, BCT
bahwa pelapisan dengan edible film dapat dan BCTER mengikuti pola isoterm
menurunkan kapasitas hidrasi uap air. sorpsi lembab type II dan berbentuk
Roca dkk. (2008) juga menyatakan sigmoid. Dengan pendekatan GAB
bahwa cookies yang dilapisi dengan diperoleh kadar air monolayer BCT
edible film lebih lambat adsorpsi uap (6,44% bk) dan BCTER (6,81% bk) lebih
airnya dibanding cookies yang tidak tinggi dibanding beras IR 64 (6,12% bk).
dilapisi, sedangkan Usawakesmance dkk. Proses pembuatan beras cepat tanak dan
(2008) menyatakan bahwa kentang pelapisan dengan edible film gum arab
goreng yang dilapisi dengan edible film semakin menurunkan koefisien adsorpsi
hydroksipropil metilselulosa dan energi monolayer. Kadar air terikat
metilselulosa lebih rendah daya adsorpsi sekunder BCT paling rendah dibanding
airnya dibanding yang tidak dilapisi. beras IR 64, sedangkan BCTER
mempunyai kadar air terikat sekunder
tertinggi. Prediksi umur simpan beras IR
Tabel 4. Permeabilitas uap air kemasan 64 adalah 6,29 bulan, beras BCT adalah
primer beras (PE 0,04 mm) 4,83 bulan, sedangkan beras BCTER
Konstanta
Jenis sampel Permebilitasa Permeabilitasb 5,95 bulan. Walaupun proses pembuatan
Beras IR 64 0,0150 0,000702
beras cepat tanak menurunkan umur
simpan beras, namun proses pelapisan
BCT 0,0325 0,001520
dengan edible film gum arab yang
BCTER 0,0290 0,001356
a diperkaya ekstrak rempah-rempah dapat
g air/ hari. Kantung . 21,38 mm Hg
b
g uap air/hari. Kantung. mm Hg meningkatkan umur simpan beras
BCTER.
Hasil prediksi umur simpan beras
disajikan pada Tabel 5. Umur simpan 5. UCAPAN TERIMA KASIH
beras ditentukan pada RH 70%. Prediksi Penulis mengucapkan terima
umur simpan beras IR 64 lebih lama kasih kepada Direktur Dikti Kemdiknas
dibanding umur simpan beras BCT dan Koordinator Kopertis Wilayah V
maupun BCTER. Beras BCT mempunyai Yogyakarta yang telah membantu
umur simpan yang paling rendah yaitu mendanai penelitian ini melalui program
4,83 bulan. Hal ini sesuai dengan nilai penelitian hibah bersaing tahun 2010-
permeabilitas kemasannya yang paling 2011.
tinggi jika digunakan untuk menyimpan
beras BCT. 6. DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D, R. dan S.T. Soekarto,
2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi

119
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Air Pada Model Pangan. J. Teknol. Grain. Cereal Chem. 75(3):297-300.


Dan Industri Pangan. Vol. XXI No. Roca, E., D., V. Guillard, S. Guilbert dan
1. N. Gontard, 2006. Moiture migration
AOAC. (1990). Officials Methods of in a cereal composite food at high
Analysis of AOAC International. 16th water activity : effect of initial
Edn. Agricultural Chemicals, porosity and fat cantent. Journal of
Comtaminant, Drug. Washington Cereal Science 43 (2006): 144-151.
D.C. Roca, E., D. Adeline, V. Guilbert, S.
Ajisegiri, E. S.A., O. Chukwu and P.A. Guilbert dan N. Gontard, 2008. Shelf
Sopade, 2007. Moisture-sorption life and moisture predictions in a
study of locally-parboiled rice. AU composite food product: Impact of
J.T. 11(2): 86-90 (Oct. 2007). preservation techniques.
Anonim.1995. International Journal of Food
CodexStandardforRice.CodexStan Engineering. Vol. 4. Issue 4.
1981995.:110. Labuza, T.P. (1984). Moisture Sorption :
Baik, O.D. and M. Marcotte, 2002. Practical Aspect of Isotherm
Modelling the moisture diffusivity in Measurement and Use. American
bsking cake. Journal of Food Association of Cereal Chemists, St.
Engineering 56:27-36. Paul, Minnesota.
Bianco, A.M, G. Boente, M.L. Pollio, Laohakunjit N. dan O. Kerdchoechuen,
and S.L. Resnik, 2005. Sorption 2006. Aroma Enrichment and The
isoterm of two varieties of Amaranth Change During Storage of Non-
at 25oC : Comparison of water Aromatic Milled Rice Coated With
sorption characteristics and Extracted Natual Flavor. Food
mathematical models. Journal of Chem.
Food Technology 3(3):294-299. www.elsevier.com.locate.foodschem.
Cortes, F.B., F. Chejne, and B. Rojano, A Lewicki, P., 1997. The application of the
new model for predicting sorption GAB model to food water sorption
isoterm of water in foods. isoterms. International Journal of
International Journal of Food Food Science & Technology. Vol.
Engineering. Vol 7(2) article 16. 32. (6) : 553-557.
http://www.bepress.com/ijfe/vol7/iss Shih, F.F., K.W. Daigle dan E.T.
2/art16. Champagne, 2011. Effect of rice wax
Eskin, N.A.M and Robinson, D.S., 2001. on vapour permeability and sorption
Shelf life stability : Chemical, properties of edible pullulan film.
biochemical and microbiological Food Chemistry. 127(2011) 118-121.
changes. CRC Press. Florida, USA. Siripatrawan, U dan P. Jantawat, 2006.
Marousis, S.N., Karathanos, V.T. dan Determination of moisture sorption
Saravacos, 1991. Effect of physical isoterms of jasmine rice cracker
structure of strach materials on water using BET and GAB models. Food
activity. Journal of Food Sci Tech Int 12(6):459-465.
Preservation. 15: 183-195. Suryani, Ch. L., dan A. Setyowati, 2008.
Peng, G., Chen, X., Wu, W. and Jiang, X. Ekstrak Rempah-Rempah : Potensi
(2007). Modeling of Water Sorption hipoglisemik dan pengembangannya
Isotherm for Corn Starch.J. Food sebagai minuman fungsional.
Eng. 80 : 562 567. Laporan Hibah Pekerti Tahap I. Dikti
Pollio, M.L, M.P. Tobala, dan C Suarez, Depdiknas.
1998. Measuring and modelling
grain sorption equilibria of Amaranth

120
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Suryani, Ch. L, dan A. Slamet, 2010.


Pengembangan beras cepat tanak
dengan pelapisan edible film yang
diperkaya ekstrak rempah-rempah
sebagai makanan fungsonal bagi
penderita diabetes. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing, Dikti,
Kemdiknas.
Suyitno. 1991. Aplikasi Isothermis Sorpsi
Lembab Pada Aspek Pangan. PAU
Pangandan Gizi,UGM,Yogyakarta
Usawakesmance, W., M. S. Chinan,
dan P. Wuttijumnong, 2008. Effect
of edible coating ingredients
incorporated into predusting mix on
moisture content, fat content,
consumer acceptability of fried
breaded product. Songklanakarin J.
Sci. Technol. 30.(Suppl 1), 25-34.
April.
Whananen, K.M., dan M.R., Okos, 1994.
Effect of porosity on moisture
diffusion during drying pasta. Jounal
of Food engineering 15: 187-208.
Zhou, Z., K. Robards, S. Helliwell and C.
Blanchard. 2001. Ageing of stored
rice: Changes in chemical and
physical attributes. J. Cereal Science
35:65-78.

121
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

INOVASI PRODUK PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) GUDEG


WIJILAN MELALUI PENGEMASAN PRODUK DALAM KALENG

Tommy Hendrix1) dan Asep Nurhikmat2)


1)
Pusat Inovasi LIPI, Gedung A PDII Lt.3 Jl. Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710
2)
UPT BPPT Kimia LIPI, Gading, Playen, Gunungkidul, Jogjakarta
E-mail: asep.nurhikmat@yahoo.com; tommy.hendrix@gmail.com

Abstrak

Inovasi teknologi pengalengan gudeg berkaitan dengan diversifikasi usaha dalam


kerangka menumbuhkembangkan motivasi usaha dalam kerangka memajukan usaha
industri kecil dan menengah (IKM) kreatif terkait dengan pengembangan dunia usaha.
Indonesia adalah negara besar yang sedang berkembang dan memiliki budaya yang
beraneka ragam. Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan tradisional, salah satunya
adalah gudeg yang menjadi makanan tradisional Jogjakarta. Gudeg dipasarkan dalam
bentuk besek atau kendil, hanya saja ketahanannya 4-5 hari saja. Sehingga diperlukan
pengembangan produk agar dapat tahan lama. Salah satu alternative yang dapat dipakai
adalah pengemasannya menggunakan kaleng. Penerapan pengemasan produk pada IKM
tidak semudah yang dibayangkan, terkait paradigma personal IKM.
Telah dilakukan kajian inovasi produk gudeg pada industri kecil dan menengah
(IKM) melalui pengemasan produk dalam kaleng dengan studi kasus pengalengan gudeg
wijilan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain faktor teknologi, faktor internal
dan eksternal IKM. Faktor internal adalah aktifitas dan keterbatasan IKM, sedangkan
faktor eksternal antara lain faktor ekonomi menyangkut tingkat persaingan, akses
permodalan, infrastruktur penunjang, kondisi pasar, daya beli konsumen, perpajakan,
regulasi dan perubahan teknologi. Faktor eksternal sosial politik melaiputi kepastian
hukum, keamanan, budaya masyarakat dan kondisi politik. Tujuan dari kajian ini adalah
memberikan informasi kepada IKM bahwa teknologi pengemasan dapat diterapkan sebagai
inovasi pada IKM dengan mengetahui faktor-faktor tersebut diatas.

Kata kunci: Inovasi, gudeg, kemasan kaleng

1. PENDAHULUAN dalam hal ini adalah pemanfaatan


Fenomena peningkatan peran teknologi proses hasil litbang yang
inovasi teknologi dalam membantu berorientasi pada pengembangan
perekonomian Indonesia pada umumnya ekonomi kreatif sangatlah dibutuhkan.
dan perekonomian daerah pada khusunya Seperti diketahui, Indonesia
hanya dapat tercapai bila ada kerjasama termasuk negara besar yang sedang
lembaga litbang dengan pihak industri berkembang. Hal tersebut dilihat dari
dan pengguna dengan tujuan membangun berbagai aspek, salah satunya adalah
kemandirian dan ketahanan ekonomi ketergantungan terhadap teknologi impor.
nasional. Dapat mengoptimalkan Ketergantungan ini sangat mengganggu
investasi pemerintah di bidang penelitian pada perekonomian bangsa terutama
khususnya alih teknologi agar dampak dapat dirasakan mulai dari masyarakat
positif litbang dapat terlihat secara nyata, tingkat bawah sampai menengah.

122
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Gelombang krisis ekonomi mulai karya). Pada akhir tahun 2006 jumlah
1998 dan sekarang 2008 sangat dirasakan IKM tercatat 3,43 juta dengan menyerap
oleh masyarakat, terutama pelaku bisnis. tenaga kerja 8,85 juta. Mengingat begitu
Tetapi ada beberapa sektor yang cukup besarnya potensi IKM baik dilihat dari
tangguh dalam menghadapi krisis jumlah maupun penyerapan tenaga kerja
tersebut yaitu sektor industri kecil dan serta masih sarat dengan kompleksitas
menengah (IKM) yang bergerak dibidang permasalahan yang dihadapi, agar IKM
pangan atau kuliner. Selain itu arus dapat berkembang menjadi industri
informasi juga sangat cepat, sehingga tangguh diperlukan bantuan dan
produk yang berbasis tradisional akan pembinaan berkelanjutan (Lalkaka,
tertinggal dengan produk yang baru. 1997).
Dalam situasi global saat ini, Departemen perindustrian RI
hampir semua negara mengandalkan (2005), menyatakan bahwa permasalahan
peran dominan industri kecil dan yang dihadapi IKM adalah masih
menengah (IKM) dalam terbatasnya pemanfaatan ilmu
pertimbangannya, selain IKM pengetahuan dan teknologi (iptek) di
membutuhkan kapital rendah, dunia industri. Hal tersebut antara lain
memanfaatkan sumber-sumber lokal, disebabkan karena masih terbatasnya
mampu berkomunikasi dengan baik, akses terhadap sumber informasi,
mempunyai target spesifik, juga responsif teknologi dan pelayanan iptek. Selain itu
terhadap perubahan permintaan (Lalkaka, terdapat permasalahan dari IKM itu
1997). sendiri.
Di negara maju dan negara Menurut Brojonegoro dan Darwin
berkembang, pengembangan IKM (2006) terdapat 2 macam masalah dalam
menjadi titik perhatian, karena IKM usaha pengembangan IKM, yaitu masalah
memiliki peran ekonomi-sosial-politik internal dan eksternal. Masalah internal
berupa kesempatan kerja, pendayagunaan terkait dengan lingkup aktifitas IKM
sumber daya dan peningkatan yang disebabkan oleh keterbatasan
pendapatan. Program pengembangan mereka sendiri yang umumnya berkisar
IKM tersebut dilakukan untuk kepada aspek produksi (bahan
membendung turunnya aktivitas ekonomi baku/pembantu, tenaga kerja, permodalan
(untuk negara industri), meningkatkan dan teknologi), pemasaran dan
pembangunan ekonomi nasional (untuk manajemen. Sedangkan masalah
negara berkembang) dan merupakan eksternal muncul dari luar IKM tetapi
bagian dari industrialisasi dan penyediaan berinteraksi dan ikut menentukan
kesempatan kerja (Neck dan Nelson, kelancaran aktifitas IKM tersebut.
1987). Masalah eksternal pengembangan IKM
Di Indonesia, sektor IKM antara lain iklim ekonomi (seperti
memegang peranan sangat penting, persaingan usaha, akses modal,
terutama apabila dikaitkan dengan jumlah infrastruktur penunjang, kondisi pasar
tenaga kerja yang mampu diserap oleh kerja, daya beli konsumen, perpajakan,
IKM. Menurut Dirjen IKM (Jawa Pos, 25 regulasi dan perubahan teknologi), sosial
Desember 2006), IKM mempunyai dan politik (menyangkut kepastian
kedudukan penting dan strategis dalam hukum/legal aspek, keamanan, budaya
perekonomian nasional. Jumlah unit masyarakat dan kondisi politik. Masalah
usaha IKM saat ini lebih dari 98% dari eksternal ini tidak dapat dikendalikan
total industri nasional, beragam jenis oleh IKM tetapi harus bisa survive dan
produk dan populasi penyebarannya dan dapat menyesuaikan dengan kondisi
banyak menyerap tenaga kerja (padat tersebut.

123
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Indonesia sebagai negara yang 3. seleksi dari kelompok konsumen


besar memiliki banyak kelebihan, 4. lagalitas dan isu terhangat di pasaran
diantaranya adalah jumlah makanan Dalam pengembangan sebuah
tradisional yang bervariasi dan banyak produk Bistrom dan Nordstrom, 2002,
jumlahnya. Kekurangannya adalah tiga hal yang diperhatikan:1. ide dan
makanan tradisional tersebut lebih konsep produk; 2. penelitian dan
banyak dipasarkan dalam bentuk pengembangan produk dan 3. pasar dan
langsung, sehingga nilai tambahnya regulasi kebijakan
sedikit. Untuk itu diperlukan sebuah Pendapat Bistrom dan Nordstrom,
inovasi, dimana makanan tradisional 2002, tentang proses pengembangan
tersebut selain nilai ekonominya produk antara lain pengembangan ide,
meningkat, juga kenampakannya lebih penelitian dasar, pengembangan konsep
menarik. Disinilah artinya, bahwa final produk, hasil uji laboratorium
diperlukan inovasi pengembangan sebuah produk akhir dan aktifitas pasar dan
produk agar menjadi lebih baik (nilai pengenalan produk
ekonomi dan kenampakannya). Menurut Bruun dan Mefford,
Pengembangan inovasi pada 1996, hal yang perlu diperhatikan pada
produk merupakan tahapan untuk menuju diskusi masalah industri di negara
ke arah pengembangan bentuk dan fungsi berkembang dibatasi oleh cakupan
dari produk yang ada. Proses tersebut teknologi dari keputusan operasional
dilakukan mulai dari identifikasi hasil diantaranya rencana produk dan
teknologi terpilih sampai dengan pemasaran, seleksi proses dan disain,
pembuktian kelayakan teknologi dari rencana produksi dan kontroling, kontrol
produk yang dibuat. Dengan demikian kualitas dan impropisasi serta daya
proses inovasi teknologi tidak hanya dukung manajemen.
terbatas pada aktifitas membuat produk, Salah satu tolok ukur yang
tapi juga sampai melakukan uji pasar digunakan oleh pemerintah Indonesia
untuk mendapatkan masukan dari dalam menilai kinerja industri melalui
pengguna. Dengan tahapan proses pada pencapaian nilai tambah, sehingga usaha
produk yang dibuat akan dapat dikaji untuk meningkatkan nilai tambah
lebih tuntas kelayakan teknologinya baik sepanjang rantai kegiatan merupakan
secara teknis maupun uji kemanfaatan salah satu strategi untuk meningkatkan
produk secara langsung kepada keunggulan bersaing. Nilai tambah
pengguna, sehingga secara tidak langsung berkaitan dengan penciptaan nilai
pembiayaan pembuatan produk akan tambahan pada hasil produk suatu proses
menjadi lebih efektif dibandingkan produksi tertentu, yang merupakan hasil
dengan jika membuat produk langsung dari proses transformasi faktor-faktor
pada skala besar. produksi menjadi produk yang lebih
Menurut Bistrom dan Nordstrom, bernilai serta berhubungan dengan
2002, Faktor yang mempengaruhi inovasi pendapatan yang diterima oleh pemilik
atau pengembangan produk adalah studi faktor produksi tersebut.
tentang kategori sebuah produk primer Teknologi pengalengan adalah
potensial di pasar domestik. Kunci hal sebuah teknologi yang sudah cukup lama
tersebut antara lain : ditemukan, yaitu sejak Nicholas Appert
1. spesifik dan mekanisme aksi pertama kali membuka pabrik makanan
keunggulan produk yang sehat dari dalam kaleng yang di sterilkan. Appert
sebuah produk akhir, telah melakukan percobaan-percobaanya
2. batasan produk baru dan alternatif sejak tahun 1795 dan baru membuahkan
proses hasil 9 tahun kemudian yaitu pada tahun

124
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

1804. sehingga kalau dihitung teknologi tingkat IKM dalam hal ini IKM Gudeg
pengalengan ini telah berkembang sejak Wijilan.
200 tahun yang lalu.
Pada masa sekarang dengan 2. TUJUAN
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tujuan dari kajian ini adalah memberikan
pabrik-pabrik pengalengan, teknologi informasi bahwa inovasi produk dapat
pengalengan sudah merupakan teknologi diterapkan di industri kecil menengah
yang canggih dan dapat diterapkan pada dengan mengetahui faktor-faktor internal
makanan yang perlu diawetkan untuk dan eksternal IKM.
jangka waktu yang lama.
Beberapa suplayer atau penyedia 3. METODE PENELITIAN
peralatan pengalengan juga sudah sangat Kajian ini menggunakan
beraneka ragam, dimana tentu saja setiap pendekatan kualitatif dengan sistem
set peralatan pengalengan membawa penyelidikan kausalitas yang berdasarkan
dampak terhadap harga dari alat tersebut. pada pengamatan terhadap bagaimana
Semakin canggih dan berkapasitas besar sebuah produk dalam hal ini gudeg
maka harga alat semakin mahal. sebagai makanan tradisional dapat
Untuk negara-negara industri hal dikemas dalam kaleng, faktor-faktor apa
tersebut tidak menjadi masalah, karena yang berubah ketika proses pengalengan
kondisinya memungkinkan, begitu juga gudeg diterapkan, kendala dilapangan
di Indonesia untuk pengusaha yang terkait dengan penerapan teknologi di
memiliki modal besar satu set alat tingkat IKM. Secara sederhana dijelaskan
pengalengan beserta kelengkapannya bahwa pendekatan kualitatif merupakan
tidak menjadi masalah. Tetapi perlu penelitian yang mengandalkan penilaian
diingat Indonesia bukan negara Industri subyektif terhadap suatu masalah.
besar tetapi negara berkembang yang Secara umum dalam kajian ini data
memiliki banyak keterbatasan, terutama penelitian diperoleh dari :
untuk IKM yang jumlahnya di Indonesia 1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan
sangat banyak apabila dibandingkan data dengan jalan membaca,
dengan industri besar. mempelajari dan menganalisis bahan
Berkaitan dengan peran penting bacaan dan dokumen yang ada
teknologi dalam peningkatan nilai hubungannya dengan materi yang
tambah produk maka perlu ditetapkan akan dibahas serta informasi dari
kajian inovasi atau pengembangan hasil penelusuran internet.
produk dari IKM gudeg wijilan dengan 2. Studi lapangan, yaitu usaha
menggunakan pengemas kaleng, karena pengumpulan data yang diperlukan
terkait dengan pengembangan produk langsung di lokasi kajian. Studi
tersebut membawa dampak yang lapangan dilakukan dengan cara
menyeluruh terhadap kinerja IKM melakukan wawancara langsung
tersebut. dengan pelaku dan informan.
Inovasi produk dalam hal ini
kasus pengalengan gudeg apabila 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
diterapkan di IKM dengan segala Industri Kecil dan menengah
keterbatasannya banyak mengalami (IKM) yang menjadi objek kajian
kendala. Kendala tersebut saling terkait didasarkan pada kegiatan ekonomi yang
D
satu dengan yang lainnya. Kajian yang dilakukan perorangan/kelompok maupun
dilakukan adalah bagaimana sebuah badan usaha, bertujuan untuk
inovasi teknologi dapat diterapkan di memproduksi barang atau jasa dengan
karakteristik (1) jumlah tenaga kerja 5-19

125
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

orang, (2) nilai usahanya kurang dari Rp. dapat bertahan sampai 1 tahun. Selain itu
600 juta (3) nilai penjualan (omzet) penampilan produk berupa gudeg kaleng
maksimal Rp. 1 miliar/tahun. menjadi lebih menarik dan mempunyai
Pengembangan produk hasil jangkauan pemasaran yang lebih luas.
inovasi teknologi yang siap dibuat akan Dengan kata lain IKM yang
melalui proses perancangan produk yang banyak tumbuh di Indonesia dapat
sesuai kebutuhan pengguna, uji teknis menggunakan teknologi yang cukup
dan uji pasar yang akan dilakukan IKM canggih dengan syarat merubah dahulu
harus memperhatikan beberapa hal, teknologi tersebut menjadi teknologi
antara lain: tepat guna agar dapat dimanfaatkan
secara sepenuhnya. Begitu juga teknologi
Manajemen organisasi tim yang
pengalengan, untuk membuat makanan
terdiri dari sumber daya manusia
tradisional dalam kaleng diperlukan
yang terlibat diperlukan komitmen
perubahan peralatan yang tadinya
yang kuat untuk menghasilkan
canggih atau modern harus distruktur
produk yang dibutuhkan oleh
ulang (baik kapasitas atau dimensi dan
pengguna.
harga) sehingga teknologi tersebut dapat
Melakukan teknologi produk yang digunakan atau disesuaikan dengan
dapat diaplikasikan secara langsung
kondisi lapangan atau kapasitas produksi
kepada pengguna (proses
sebuah IKM, tanpa merubah makna
pengalengan dalam integrasi proses).
proses pengalengan secara keilmuan
Melakukan uji pasar pada segmen Schumacher dalam Sudarmo
pasar yang benar-benar membutuhkan (2005) berpendapat bahwa negara
produk hasil litbang tersebut untuk berkembang yang dapat melaksanakan
mendapatkan masukan dari para pembangunan atau pengembangan
pengguna yang bermanfaat untuk dengan menggunakan teknologi yang
mengoptimalkan produk yang dibuat. khusus dibuat dan dikelola sendiri dengan
Telah disebutkan sebelumnya menggunakan potensi lokal yang
bahwa ketika suatu teknologi akan dimilikinya.
didiseminasikan di tingkat IKM maka ada Untuk itu dalam mentransfer
beberapa hal yang perlu perhatikan: kapasitas know how menjadi suatu hal
baru dalam proses alih teknologi, perlu
a. Teknologi yang akan di diukur tingkat efektivitas dari alih
diseminasikan di tingkat IKM teknologi (Bozeman, 2000;644),
Secara umum teknologi diartikan berdasarkan kriteria berikut ;
sebagai suatu koleksi teknik produksi, 1. Proses transfer teknologi, sebagai
pengetahuan dan keterampilan untuk ukuran untuk perpindahan teknologi
mengubah input menjadi output. effectiveness didasarkan pada
Teknologi juga dapat diartikan sebagai dimensi dimana organisasi yang
proses, teknik atau metodologi yang mengambil bagian di dalam
menyatu dalam suatu disain produk, perpindahan suatu teknologi yang
proses manufaktur atau jasa yang manapun dengan cara gerakan
mentransformasikan input tenaga kerja, otomatis atau karena ada suatu
kapital, informasi, material dan energi arahan untuk melakukannya.
menjadi output yang bernilai lebih tinggi. 2. Dampak pasar, berimplikasi
Dalam kajian ini teknologi menyinggung kepada suatu
pengalengan adalah suatu cara untuk perusahaan atau hanya beberapa
memproduksi gudeg yang dikemas dalam perusahaan, akan tetapi banyak
kaleng, sehingga gudeg yang biasanya perpindahan teknologi, terutama yang
tahan 4-5 hari dengan pengalengan gudeg

126
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dikerjakan oleh universitas dan TRANSFER


AGENT:
DEMAND
ENVIRONMENT:
Permintaan untuk
Ceruk teknologi

pemerintah serta para agen, Misi


Sektor
SDA
transfer objek
Potensi induksi
permintaan
Karakter ekonomi
dirasionalkan oleh ekonomi yang Lokasi geografi
Disain
organisasi
transfer objek
Oppo
Ilmu
dan
Gaya rtunit tekni

lebih luas yang diasumsikan mengalir menajemen


Politik
pembatas
y
cost
k
SDM

dari perpindahan teknologi. Ilmu dan teknik


SDM

TRANSFER

3. Penghargaan politis, perpindahan RECIPIENT:


ILmu dan teknik
SDM
TRANSFER

teknologi dipandang sebagai suatu MEDIA:


Pustaka
Hak paten,
SDA
Pengalaman
pabrik
Effective
Situa
copyright Kapabilitas pasar si

cara untuk meningkatkan dukungan Lisensi


Penyerapan
Informal
Lokasi geografi
Keragaman
Strategi bisnis
ness pilitik

Perubahan

politis dibanding sebagai alat daya personil


Demonstrasi on-
site
Spin off

saing. Out
the

4. Pertimbangan biaya, kesempatan door

Perk

untuk mentransfer tempat mengambil TRANSFER


OBJECT:
Ilmu Dam
emba
ngan
ekon

teknologinya di samping menyokong pengetahuan


Fisik teknologi
Disain
pak
pasar
omi

teknologi

kepada advance dari riset dasar dan Proses

teori ilmiah, menyediakan peralatan Gambar 1. Model efektif tidaknya


dan infrastruktur untuk pertumbuhan transfer teknologi (Bozeman, 2000;644)
dari pengetahuan yang ilmiah sangat
diprioritaskan serta diperhitungkan b. Kesiapan IKM menerima teknologi
dampak dari biaya yang akan tersebut
dikeluarkan. Terkait dengan perubahan dari
5. Modal sumberdaya Iptek, ketika pengemasan tradisional menjadi modern,
memperhatikan membangun akan timbul pertanyaan bagaimana
kapasitas teknis dan ilmiah sebanyak kesiapan IKM akan hal tersebut?
mungkin seperti menghasilkan Kasus yang terjadi pada
dampak-dampak terpisah dari proyek- pengalengan gudeg, ketika IKM akan
proyek yang tertentu. menggunakan teknologi pengalengan
Teori dan evaluasi teknologi maka hal yang harus dilakukan antara
transfer, keuntungan dari kebanyakan lain ;
evaluasi-evaluasi dan teori-teori Pengadaan peralatan,
perpindahan teknologi adalah bahwa IKM harus cukup mempunyai modal
mereka memerlukan beberapa macam untuk membeli peralatan pengalengan
dasar empiris. yang paling murah dari sejumlah alat
Secara teori dapat dijelaskan pengalengan yang ada. Karena
apakah teknologi pengalengan tersebut keterbatasan permodalan maka
efektif atau tidak. Model yang dapat pengadaan peralatan terjadi secara
diadopsi adalah seperti yang bertahap, selain itu masih ada
dikemukakan oleh Bozeman (2000;644) pemikiran tentang pemasaran produk
seperti gambar 1. Selain itu juga ada akhir yang secara pasar masih dapat
beberapa kriteria untuk menyeleksi dikatakan baru. Yang berakibat
penggunaan Teknologi Tepat Guna keputusan memngadakan peralatan
menurut Bowonder (1979) ditampilkan akan ditinjau kembali.
pada tabel 1. Dengan melihat ke 20
kriteria tersebut apakah inovasi produk
melalui teknologi pengalengan dapat
dilakukan ditingkat IKM atau tidak.

127
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 1. Kriteria untuk seleksi teknologi


pengalengan sebagai TTG Pengadaan bahan pengemas (kaleng)
N Kriteria Hal yang paling Kesiap Diindustri pengemasan kaleng ada
o disukai an
IKM istilah minimal order. Biasanya untuk
1 Intensitas Pemakaian lebih V setiap ukuran kaleng akan
penggunaan rendah
energi diberlakukan minimal order antara
2 Intensitas Penyerapan tenaga V 50.000 kaleng sampai 100.000 kaleng,
tenaga kerja kerja tinggi tanpa dimana pada pengadaan pengemas ini
ineffesiensi
3 Potensi bahan Mudah V
juga nilai kapital cukup besar.
dasar didapatkan/ketersediaa Pengurusan aspek legal dari produk
nnya secara lokal akhir,
4 Produktifitas Tinggi V
5 Stabilitas Tersedia cukup dan ?
IKM harus siap merubah paradigma
ekologi seimbang karena terkait dengan segala aspek
6 Intensif biaya Lebih rendah V yang melekat pada label yang harus
7 Substitusi Kurang/tersedia secara X
dilakukan (lebih prosedural). Legal
impor lokal
8 Orientasi Penyerapan tenaga V aspek dari produk akhir gudeg kaleng.
pedesaan yang kurang keahlian Legal aspek tersebut meliputi nomor
9 Reduksi Kemampuan untuk ? MD BPOM dan nomor halal LPPOM
pengeluaran mereduksi pengeluaran
yang kurang yang kurang seimbang MUI. Kedua legal aspek tersebut
seimbang diterapkan pemerintah untuk
10 Daya tahan Orientasi mengurangi V melindungi masyarakat dari produk
pemeliharaan
11 Pembelajaran Lebih mudah untuk V
pangan olahan yang membahayakan
dipelajari kesehatan konsumen. Pemerintah
12 Penggunaan Kemampuan untuk V Indonesia mengeluarkan peraturan UU
kembali menggunakan kembali
sampah sisa produksi/sampah
yang berkaitan dengan keamanan
(zero waste) pangan. Sedangkan untuk menjamin
13 Tanggungan Kemampuan untuk V halal tidaknya suatu produk pangan
skala kecil mengadopsi produksi olahan diberlakukan juga sistem
skala kecil
14 Keefektifan Kemampuan untuk V jaminan halal.
pada semua berkontribusi lebih Persiapan tempat produksi
sektor dari satu sektor
(seperti daya,
IKM harus menyiapkan kelengkapan
pertanian, transportasi, yang berhubungan dengan tempat
kesehatan, produksi (IMB, SIUP, Ho dll). Hal ini
perencanaan keluarga,
pangan, pendidikan,
dilakukan apabila IKM telah memiliki
dan promosi ekspor) tempat untuk produksi, senadainya
16 De-lokasi Kemampuan untuk X belum maka IKM harus berinvestasi di
diterapkan diberbagai lahan untuk pendirian tempat
lokasi
17 Intensitas Harus mampu sebagai V produksi. Yang terjadi dilapangan,
matapencahar komponen pendorong dalam menerbitkan tanda Izin
ian produksi Dinas Perindustrian akan
18 Stabilitas Harus tidak V
kultural sosial mempengaruhi kondisi meninjau lokasi lahan, apakah
kultur sosial dilingkungan industri atau lingkungan
19 Macam Heterogen ? penduduk.
Reduksi
20 Pemilihan Kemampuan untuk ? Persiapan lainnya terkait produk akhir
kepemimpina tidak promosi sendiri IKM harus menyiapkan kelengkapan
n atau gaya partisipasi yang berhubungan dengan produk
akhir (Hasil analisa proksimat,
cemaran mikroba dan cemaran logam)
dan uji kadaluarsa.

128
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Proses komersialisasi pasca produksi relatif mahal, pengadaan bahan pengemas


dalam rangka menembus pangsa pasar (kaleng) dengan minimal order,
(targetting oriented) dari produk itu pengurusan aspek legal dari produk akhir
sendiri dilihat dari animo masyarakat (gudeg kaleng) terkait MD BPOM dan
yang timbul akibat banyaknya terjadi halal LPPOM MUI, persiapan tempat
diversifikasi produk makanan yang produksi termasuk syarat-syaratnya IMB,
ada sebagai akibat dari pengembangan HO, SIUP serta persiapan lainnya terkait
pasar dan kemampuan usaha dari IKM produk akhir terkait analisa proksimat,
yang ada. cemaran mikroba dan cemaran bakteri.

5. KESIMPULAN 6. DAFTAR PUSTAKA


Pengembangan dasar teknologi ATTC Network Technology Transfer
didalam suatu negara berkembang Workgroup, 2011, Research to
tergantung pada adanya berbagai Practice in addiction treatment; key
kapasitas teknologi dan kemampuan terms and a field-driven model of
memperoleh teknologi dari luar negeri technology transfer, Journal of
untuk melengkapi usaha-usaha dan riset Substance Abuse Treatment vol. 41,
nasional serta pertumbuhan teknologi p. 169-178, Elsevier Inc.
yang diciptakan didalam negeri, dalam Bistrom, M and K Nordstrom, 2002,
hal ini terjadi dalam introduksi proses Identification of Key succes factors
teknologi pengalengan Gudeg yang mana of Fungtional dairy foods product
merupakan produk unggulan daerah dan development, Trends in Foods
seiring dengan pengembangan ekonomi Science and Technology 13, p. 372-
kerakyatan yang bersifat kreatif. 379, Elsivier Science Ltd
Inovasi terjadi karena adanya Bowonder, B., 1979, Appropriate
transfer dari Know How yang berkaitan Technology for Developing
dengan pengalihan teknologi antar Countries: some issues,
pengguna, dimana merupakan rantai Technological Forecasting and
pasok dari pengembangan produk Social Change vol. 15, p. 55-67,
berskala IKM dan pengembangan Elsevier North Holland, Inc.
segmentasi pasar yang ada. Bozeman, B, 2000, Technology Transfer
Ada beberapa faktor yang and Public policy: a riview of
berpengaruh, antara lain faktor teknologi, research and theory, Research policy
faktor internal dan eksternal IKM. Faktor vol 29, p. 627-655, Elsevier Science
internal adalah aktifitas dan keterbatasan B.V.
IKM, sedangkan faktor eksternal antara Brojonegoro dan Darwin, 2006,
lain faktor ekonomi menyangkut tingkat Pemberdayaan UKM melalui
persaingan, akses permodalan, program Iptekda, LIPI Press, Jakarta
infrastruktur penunjang, kondisi pasar, Bruun P and R.N. Mefford, 1996, A
daya beli konsumen, perpajakan, regulasi Framework for selecting and
dan perubahan teknologi. Faktor introducing apprpriate production
eksternal sosial politik melaiputi technology in developing contries,
kepastian hukum, keamanan, budaya Int. J. Production Economics 46-47
masyarakat dan kondisi politik. (1996), p. 197-209, Elsevier Science
Beberapa hal yang harus B.V.
dilakukan oleh IKM dalam penerapan Lalkaka, R, 1997, Lesson from
teknologi pengalengan gudeg antara lain international experience for the
kesiapan IKM dalam hal pengadaan promotion of Business Incubation
peralatan pengalengan yang harganya

129
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

System in Emerging Economies,


Small Medium Enterprises, Austria,
Neck, P.A., and R.E. Nelson, 1987, Small
enterproses development, policies
and programmes, 2nd edition,
International labour office, Geneva.
Trak, A and M. Mackenzie, 1980,
Appropriate Technology Assesment:
a note on policy considerations,
Technological Forecasting and
Social Change vol 17, p. 329-338,
Elsivier North Holland Inc.

130
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH PROSES PENGALENGAN TERHADAP KUALITAS GUDEG


WIJILAN

Asep Nurhikmat1), Bandul Suratmo2), Nursigit Bintoro2) dan Suharwadji3)


1)
Mahasiswa Program Doktoral Teknik Pertanian UGM Jogjakarta
2)
Dosen pada Fakultas Teknologi Pertanian UGM Jogjakarta
3)
Peneliti pada UPT BPPTK LIPI Jogjakarta
E-mail : asep.nurhikmat@yahoo.com

Abstrak

Gudeg adalah makanan khas jogjakarta dengan bahan utama nangka muda, tempe,
krecek dan areh. Pada kenyataannya gudeg yang banyak dipasaran hanya dapat disimpan
4-5 hari. Diperlukan suatu alternatif proses agar gudeg dapat disimpan cukup lama. Salah
satu proses yang dapat dipakai untuk memperpanjang umur simpan adalah dengan
teknologi pengalengan.
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh proses pengalengan terhadap kualitas
gudeg wijilan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kaleng ukuran 301x205
bertempat di laboratorium proses pengalengan UPT BPPTK LIPI. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pengalengan terhadap kualitas gudeg
dinataranya pada komposisi gizi, cemaran logam dan cemaran bakteri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gudeg yang dikalengkan memiliki rasa yang tidak berbeda dengan
gudeg yang dikemas biasanya, demikian juga kandungan gizinya. Sedangkan cemaran
logam masih dibawah ambang toleransi dan cemaran bakteri negatif

Kata kunci: pengalengan, kualitas, gudeg wijilan

1. PENDAHULUAN Gudeg (bahasa Jawagudheg)


Bahan Pangan merupakan produk adalah makanan khas Yogyakarta dan
yang mudah sekali rusak. Sebab-sebab Jawa Tengah yang terbuat dari nangka
utama terjadinya kerusakan adalah muda yang dimasak dengan santan dan
adanya pertumbuhan mikrobia, kegiatan dibumbui dengan kluwek. Perlu waktu
enzim, reaksi kimia, degradasi fisis dan berjam-jam untuk membuat masakan ini.
desikasi. Beberapa faktor yang terkait Warna coklat biasanya dihasilkan oleh
dengan mikroba sebagai penyebab daun jati yang dimasak bersamaan.
kerusakan adalah kadar air, suhu, kadar Gudeg dimakan dengan nasi dan
oksigen, zat gizi, derajat kontaminasi, disajikan dengan kuah santan kental
dan adanya zat penghambat pertumbuhan (areh), ayam kampung, telur, tahu dan
(Desrorier, 1988). Menurut Susanto dan sambal goreng krecek.
Saneto (1994), tingkat kerusakan pasca Bahan baku gudeg juga bervariasi.
panen bahan pangan masih cukup tinggi Umumnya gudeg Jogja dibuat dari bahan
yaitu berkisar antara 30 - 40%, sehingga baku nangka muda. Bahan baku lain
banyak usaha dilakukan untuk adalah rebung (bambu muda) dan
mengupayakan agar bahan pangan manggar (bunga pohon kelapa). Namun
tersebut menjadi lebih awet dan tersedia jarang orang membuat gudeg dari dua
setiap saat. bahan baku ini, karena sulit didapat.

131
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Berdasarkan rasa terdapat dua Sebagai makanan tradisional


macam gudeg, yaitu gudeg yang manis gudeg tidak memiliki masa simpan yang
dan gudeg gurih. Tidak banyak lama, sehingga diperlukan suatu
perbedaan mendasar diantara keduanya, teknologi agar selain dapat disimpan
hanya versi pertama lebih manis dan tahan lama juga kenampakan dari
tersaji lebih kering. Untuk memasaknya makanan tradisional menjadi lebih
kita harus memisahkan antara memasak modern. Salah satu teknologi yang
gudeg (nangka muda), memasak ayam dipakai adalah dengan proses
(opor biasanya tapi agak manis), telur dan pengalengan dengan menggunakan
areh (terbuat dari santan kental). ukuran kaleng 301 x 205.
Memasak nangka muda dan ayam Pengalengan didefinisikan
dilakukan secara terpisah, nangka muda sebagai suatu cara pengawetan bahan
dimasak dalam waktu lama dicampur pangan yang dikemas secara hermentis
dengan daun jati sebagai bahan pewarna (kedap terhadap udara, air, mikroba dan
kecoklat-coklatan. Selain daun jati bisa benda asing lainnya) dalam suatu wadah,
juga dipakai daun jambu batu atau daun yang memiliki beberapa tujuan,
pisang. Daun jambu batu agak riskan diantaranya :
karena kadang menghasilkan rasa 'sepet' 1. Untuk menampung dan merapikan
kata orang jawa. Nangka muda dimasak produk sehingga bahan pangan atau
dalam waktu yang lama. Jika nangka produk tersebut dapat disimpan dan
muda dan ayam dicampur untuk dimasak ditransfer lebih mudah
bersamaan, maka ayam akan hancur. (Sukmadji,1988 dalam suharwadji,
Itulah sebabnya telur dan ayam biasanya 2009).
tidak dimasak bersamaan dengan gudeg. 2. Mengawetkan bahan pangan dengan
warna kecoklat-coklatan dari telur mencegah terjadinya kerusakan
disebabkan oleh penggunaan kecap. kimiawi maupun kerusakan
Kalau disimak lebih lanjut, semua gudeg mikrobiologis.
(nangka muda) disajikan dalam bentuk 3. Bahan pangan yang enzimnya telah
yang relatif kering dan terpisah dari ayam. inaktif dapat terisolir dari pengaruh-
Nangka muda dimasak hingga airnya pengaruh yang dapat merusak bahan
habis. Biasanya ayam dimasak opor. pangan selama masa simpan.
Meski seringkali rasa opor bervariasi dari 4. Tidak transparan sehingga jika terkena
yang gurih hingga yang agak manis. cahaya tidak akan mempengaruhi
Sedangkan berdasarkan kondisi produk.
komposisi air, masakan gudeg ada 2 5. Meningkatkan nilai ekonomis produk,
macam, yaitu gudeg basah dan gudeg karena pada saat pemasaran kemasan
kering. Gudeg basah , hanya satu kali ini mudah diatur dan dipanjangkan
dimasak dengan direbus hingga habis sedemikian rupa sehingga dapat
airnya, Sedangkan gudeg kering, minimal memberikan rasa tertarik pada
2 kali memasak hingga benar-benar konsumen.
kering. Gudeg kering mempunyai daya Seiring dengan perkembangan
tahan lebih lama (bisa sampai 4-5 hari) teknologi pangan berbagai teknik
daripada gudeg basah, karena air di pengawetan dan pengemasan bahan
dalamnya benar-benar sudah habis. pangan semakin banyak diminati. Mulai
Gudeg biasanya disajikan dengan sayur dari pengemasan dengan kertas, karton,
daun singkong, ayam , telur, dan krecek plastic, pouch dan kaleng. Teknologi
pedas (dari bahan kulit sapi). Untuk pengalengan meskipun termasuk
gudeg basah biasanya ditambahkan teknologi yang bukan baru ternyata masih
dengan areh. banyak dipergunakan di kalangan industri

132
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

pangan. Menurut Muchtadi (1995) ada dikehendaki dalam produk. Untuk


beberapa keuntungan penggunaan kaleng menghindari hal tersebut maka
sebagai kemasan bahan pangan, yaitu: dikembangkan cara penerapan proses
dalam kemasan yang ditutup secara sterilisasi yang pas dan aman serta dapat
hermetis makanan aman dari kontaminasi menekan seminimal mungkin kerusakan
mikroba, serangga atau bahan asing dan penurunan mutu produk yang
lainnya, dapat menjaga perubahan kadar diakibatkan pemberian panas.
air yang tidak diinginkan, menjaga dari Pemanasan diatas temperatur
penyerapan oksigen, gas-gas lain atau pasteurisasi akan mengubah fisik dan
bau-bauan dan dari partikel radioaktif kimiawi daging proses termasuk
yang terdapat di atmosfir dan kaleng penurunan kelezatan daging. Selama
dapat menjaga makanan yang peka reaksi prosesing panas, protein daging kaleng
fotokimia oleh pengaruh cahaya. akan mengalami denaturasi dan
Masalah utama yang banyak menimbulkan flavour sulfhidril. Protein
terjadi pada produk pengalengan adalah bisa mengalami koagulasi dan presipitasi.
terjadinya kerusakan mutu karena Pemecahan jaringan ikat selama
overcooking akibat penggunaan panas pemanasan akan memodifikasi tekstur
yang berlebih pada saat sterilisasi. daging kaleng dan setelah sterilisasi,
Perubahan zat gizi yang labil seperti tekstur daging kaleng berubah menjadi
vitamin dan protein. Dari beberapa seperti daging masak (Soeparno, 1992)
tahapan proses pengalengan maka Secara lebih rinci kerusakan protein dapat
sterilisasi merupakan tahapan yang disebabkan oleh :
terpenting yang sangat berpengaruh 1. pH yang ekstrem menyebabkan
terhadap tingkat keberhasilan maupun elektrostatic
kegagalan. 2. Penyebab ikatan hidrogen (urea dan
Menurut DB Land dalam Robert garam) atau energi panas (pemanasan)
S. Harris dkk, 2000, pengolahan panas yang menyebabkan terjadinya ikatan
merupakan salah satu cara paling penting hidogen pada molekul protein
yang telah dikembangkan untuk 3. Ikatan dengan air (detergen) akan
memperpanjang umur simpan bahan merubah ikatan polipeptida.
pangan. Karena diperpanjangnya umur Semua proses itu menyebabkan denatuasi
simpan ini, maka bahan pangan yang protein (Price, J.F. et all, 1971)
melimpah hanya selama waktu panen
yang nisbi pendek, dapat tersedia 2. TUJUAN
sepanjang tahun. Walaupun demikian, Tujuan yang ingin dicapai dalam
pengolahan panas juga mempunyai penelitian ini yaitu :
pengaruh yang merugikan pada zat gizi 1. Mengetahui pengaruh proses
karena degradasi panas dapat terjadi pada pengalengan terhadap kandungan gizi
zat gizi. Penurunan kadar gizi akibat sayur lombok ijo, gudeg jogja dan
pengolahan panas ini bergantung pada mangut lele.
beratnya proses. 2. Menentukan nilai Fo sayur lombok
Menurut FG Winarno, 1994, pada ijo, gudeg jogja dan mngutr lele.
dasarnya proses pemanasan yang
diterapkan dalam proses pengalengan 3. METODE PENELITIAN
dirancang khusus hanya cukup untuk 3.1. Alat dan bahan
mencapai sterilisasi komersial. Kondisi Alat yang digunakan pada
tersebut tidak mudah dicapai, malahan penelitian ini adalah autoclave, kaleng
kadang-kadang dapat menghasilkan ukuran 301x 205 (lihat table 1), seamer,
perubahan-perubahan mutu yang tidak alat memasak, timbangan, autoclave, Fo-

133
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

meter, alat gelas. Sedangkan bahan yang memerlukan penanganan pasca panen
digunakan adalah gudeg. Sedangkan yang tepat. Umumnya komoditas ini
proses pengujian kandungan gizi, mineral masih diperjualbelikan dalam keadaan
dan bakteri dilakukan di Laboratorium segar. Untuk meningkatkan nilai
gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, tambahnya, perlu diversifikasi produk
laboratorium kesehatan Depkes. olahan. Salah satunya adalah produk
olahan siap santap dalam kemasan
Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran kecil kaleng. Dengan menggunakan kemasan
Jenis Barang : Kaleng bundar (can) kaleng bahan pangan akan menjadi lebih
Warna : Polos awet dan tersedia setiap saat.
Ukuran : 301 X 205 Secara umum makanan kaleng
Design : GL/AL; GL/AL (2 piece dapat diterima oleh pasar, tetapi ada
can), bottom end type press beberapa hal yang perlu diperhatikan
Body : Luar Gold lacquer, dalam diantaranya adalah pemilihan teknologi
aluminize laquer proses pengalengan yang tepat sehingga
Top : Luar Gold lacquer, dalam bahan pangan yang dikalengkan tidak
aluminize laquer mengalami penurunan kandungan gizi
Bottom : Luar Gold lacquer, dalam secara signifikan. Hal ini perlu dilakukan
aluminize laquer penelitian sehingga komposisi gizi bahan
For : Meat, Fish, cream, pangan dalam kaleng tidak berubah
vegetables banyak dengan bahan segarnya. Selain itu
Capasity : 180 ml setiap komoditi mempunyai karakter
yang berbeda satu dengan lainnya.
3.2. Metode Kesukaan konsumen akan makanan
1. Pembersihan dan sortasi bahan dasar kaleng juga perlu dilakukan pengujian
dan bumbu sehingga benar bahwa bahan pangan
2. Proses pemasakan yang diproses dengan pengalengan
3. Pengisian pada kaleng setelah menjadi makanan kaleng dapat
4. Proses Exhausting disukai dan diterima oleh konsumen.
5. Proses penutupan Setelah gudeg dikalengkan dan
6. Proses sterilisasi melewati masa karantina, produk tersebut
7. Proses pendinginan dianalisa komposisi gizi, logam berat
8. Pengujian sample kalengan dan bakteri. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 1.
3.3. Pengamatan
Dalam penelitian ini dilakukan Tabel 1. Komposisi gizi, logam, bakteri
pengamatan antara lain : Gudeg
1. kadar air kadar air 73.28 %
2. protein kadar abu 1.72 %
3. lemak lemak 5.12 %
4. kadar abu protein 5.33 %
5. mineral serat kasar 2.09 %
6. bakteri Timbal (Pb) <0.0007 ppm
Arsen (As) 0.028 ppm
4. HASIL DAN PEMBAHASAN mercuri (Hg) <0.0003 ppm
Produk hasil pertanian merupakan tembaga (Cu) 0.0617 ppm
seng (Zn) 0.7752 ppm
komoditas unggulan di berbagai daerah
Sn ttd
di Indonesia. Komoditas ini bersifat
E. Coli negatif
mudah rusak (perishable) sehingga
Salmonella negatif

134
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

mengetahui kecepatan penetrasi panas


Pada tabel 1 terlihat bahwa ketika dari retort kedalam makanan. Pada heat
produk memiliki komposisi gizi yang penetrasion test dilakukan pengamatan
cukup. Mineral yang cukup kecil dan yang teliti terhadap suhu produk selama
bakteri yang tidak terdeteksi. Hal ini proses pemanasan. Hasil perhitungan
mengidentifikasikan bahwa makanan persamaan 1-3 untuk masing-masing
tersebut sudah cukup layak untuk dapat produk dapat dilihat pada Gambar 1 dan
dikonsumsi dan mempunyai daya simpan 2.
yang lama.
Tahapan pengalengan lain yang
140 0.16
perlu diperhatikan adalah sterilisasi.
Tahap sterilisasi merupakan tahap 120 0.14

penting dalam proses pengalengan, harus 100


0.12
dilakukan pada suhu dan waktu tertentu 0.1

s u hu (deg C )
yang telah diperhitungkan terlebih 80

L e th a lit y
0.08
dahulu, dengan tujuan untuk 60
memusnahkan semua spora bakteri yang T ref
0.06
40
tahan panas. Pada dasarnya tidak semua T Can 1 0.04
makanan membutuhkan suhu dan waktu 20 L 0.02
yang sama untuk sterilisasinya. Untuk
0 0
menghindari terjadinya perubahan yang
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
156
tidak diinginkan, maka dikembangkan w aktu (menit)
proses sterilisasi yang tepat dan aman
serta dapat menekan penurunan mutu Gambar 2. Fo gudeg adalah 6,42 menit
produk seminimal mungkin. Untuk itu
perlu penentuan suhu dan waktu Jumlah panas yang diperlukan
sterilisasi yang cermat untuk untuk sterilisasi yang memadai
menghasilkan sterilisasi komersial yang tergantung pada beberapa factor,
tepat agar produk tetap awet tanpa harus diantaranya ukuran kaleng dan keadaan
banyak mengorbankan nilai gizi, cita rasa isinya. Untuk memanaskan isi dalam
dan tekstur. Proses tersebut dikenal kaleng memerlukan waktu lebih lama
dengan proses termal atau proses untuk menerobos masuk kedalam kaleng
pemasakan yang prinsip dasarnya diambil yang besar. Demikian juga penetrasi
dari ilmu termobakteriologi dengan panas akan lebih cepat pada medium
memanfaatkan kaidah perambatan dan konveksi, seperti sup, daripada medium
penetrasi panas serta sifat daya tahan konduksi, seperti corned beef.
panas mikroba khususnya berbentuk
spora ( Winarno, 1994). 5. KESIMPULAN
Bila suatu makanan yang dikemas 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam kaleng diletakkan dalam retort, nilai gizi, logam berat dan mikroba
suhu produk tidak akan segera mencapai tersebut tidak banyak mengalami
suhu proses sesuai dengan suhu retort perubahan gizi.
yang dikehendaki, tetapi akan merambat 2. Pengujian laboratorium gudeg kaleng
kedalam kaleng secara perlahan-lahan. menghasilkan kadar air 73,28%, kadar
Sebelum melakukan penetrasi panas ke abu 1,72%, lemak 5,12%, protein
dalam kaleng, kalor yang ada digunakan 5,33%, serat kasar 2,09%, timbal (Pb)
terlebih dahulu untuk proses distribusi <0,0007 ppm, Arsen (As) 0,028 ppm,
panas ruangan retort. Heat Mercury (Hg) ,0,0003 ppm, Tembaga
penetrasiontest diperlukan untuk (Cu) 0,0617 ppm, Seng (Zn) 0,07752

135
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

ppm, Sn tidak terdeteksi, E. Coli Winarno, F.G., 1994, Commercial


negatif dan Salmonella negatif Sterilization of Food Product, PT.
3. Fo untuk gudeg pada ukuran kaleng Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
301x 205 adalah 6,42 menit.

6. DAFTAR PUSTAKA
Desrosier, N.W, 1988, Teknologi
Pengawetan Pangan, terjemahan
Muchji Muljohardjo, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick,
H.B., and Merkel, R.A., 1975,
Principles of Meat Sciences, W.H.
Freeman and Co, San Fransisco.
Goldblith, S.A., Joslyn, M.A., and
Nickersob, J.T.R., 1961, The
Thermal Processing of Food, Avi
Publishing Co, Westport,
Connecticut.
Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest.,
H.B. Hendrick., dan R.A. Merkel.,
1989, Principle of Meat Science. 2nd
ed, Kendall/Hunt Publishing Co,
Dubuque, Iowa.
Lewis, M.J., 1987, Physical Properties of
Foods and Food Processing System,
Ellis Horwoods Ltd, Chichester,
England.
Lawrie, R.A.,1979, Meat Science. 3rd ed.
Pergamon Press.
Richardson, P., 2001, Thermal
Technologies in Food Processing,
Woodhead Publishing Ltd,
Cambridge, England.
Soeparno, 1992, Ilmu dan Teknologi
Ikan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Stumbo, C.R., 1973, Thermobacteriology
in Food Processing, Academic Press,
New York.
Sunarma, Ade. 2004. Peningkatan
Produktifitas Usaha Lele
Sangkuriang (Clarias sp.). Makalah
disampaikan pada Temu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dan Temu
Usaha Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Bandung 04 07 Oktober
2004.

136
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENENTUAN NILAI Fo PADA PENGALENGAN RENDANG DAGING

Mukhammad Angwar *) dan Asep Nurhikmat *)


UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jln Jogjakarta Wonosari Km 30, Gading, Playen, Gunungkidul, Jogjakarta
PO BOX 174 WNO Tel/fax 0274 392570, E-mail : asep.nurhikmat@yahoo.com

Abstrak

Rendang daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai
bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di
semua kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Pada tahun
2011 melalui jajak pendapat internet yang melibatkan 35.000 responden yang digelar CNN
International, menobatkan Rendang sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar
'Worlds 50 Most Delicious Foods' (50 Hidangan Terlezat Dunia).
Telah dilakukan penelitian pengalengan rendang daging dengan focus penentuan
nilai Fo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kaleng ukuran 301x205 dengan dua
perlakuan penentuan nilai Fo yaitu rendang daging dan bumbu rendang. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui nilai Fo pada proses pengalengan rendang daging. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rendang daging yang dikalengkan nilai Fo sebesar 15,81
menit dan nilai Fo untuk bumbu rendang 7,36 menit.

Kata kunci: Nilai Fo, pengalengan, rendang daging

1. PENDAHULUAN plastik, pouch dan kaleng. Teknologi


Produksi bahan pangan untuk pengalengan meskipun termasuk
mencukupi kehidupan manusia didapat teknologi yang bukan baru ternyata masih
dari tumbuhan dan hewan. Kesulitan banyak dipergunakan di kalangan industri
yang sering muncul setelah proses pangan.
produksi adalah kurangnya daya simpan. Menurut FG Winarno (1994),
Menurut Desrosier (1988) bahwa bahan pengalengan merupakan cara pengawetan
pangan berkualitas tinggi merupakan bahan pangan dalam wadah yang tertutup
produk yang mudah sekali rusak. Dengan rapat (hermentis) dan distelirkan dengan
keberhasilan aplikasi teknologi panas. Cara pengawetan ini merupakan
pengawetan pangan secara komersial cara yang paling umum dilakukan karena
penyediaan bahan pangan yang mudah bebas dari kebusukan, serta dapat
rusak dapat diperpanjang, sehingga mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan
memberbahan pangan andil yang penuh daya tarik. Secara umum, proses
bermanfaat bagi kesejahteraan umat pengalengan meliputi tahap-tahap
manusia. persiapan bahan mentah, blansir,
Seiring dengan perkembangan pengisian bahan kedalam kemasan,
teknologi pangan berbagai teknik pengisian larutan media, penghampaan
pengawetan dan pengemasan bahan udara, proses sterilisasi, pendinginan dan
pangan semakin banyak diminati. Mulai pengimpanan.
dari pengemasan dengan kertas, karton,

137
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Pengalengan adalah cara berkecambah dan karenanya tidak


pengawetan bahan pangan dengan dapat menimbulkan kerusakan.
sterilisasi dalam kaleng. Bahan pangan b. Pangan dengan keasaman sedang,
dimasukkan dalam kaleng, kemudian yang memiliki pH antara 3,7 dan
disterilkan dengan panas. Faktor-faktor 4,5 banyak bakteri perusak dapat
utama yang menentukan daya awet bahan tumbuh pada kisaran pH tersebut
pangan kalengan adalah sterilisasi yang dan karenanya diperlukan
mematikan seluruh bakteri dalam isian pemanasan lebih lama
kaleng dan kaleng yang menahan dibandingkan dengan makanan
kontaminasi atau penyebab pembusukan yang memiliki keasaman tinggi.
dari luar. Bahan pangan yang dikaleng Bagaimanapun, pH ini masih
dan disimpan dengan baik dapat bertahan terlalu rendah untuk
selama dua tahun (Murniyati dan memungkinkan pertumbuhan
Sunarman, 2000). Clostridium botulinum
Penggunaan suhu tinggi dengan c. Pangan dengan keasaman rendah,
waktu yang lebih pendek adalah lebih yang memiliki pH diatas 4,5
disukai, karena perlakuan demikian akan termasuk didalam kelompok
berpengaruh lebih kecil terhadap nilai pangan tersebut adalah daging.
nutrisi produk. Jumlah panas yang Dalam upaya untuk menjamin
diperlukan untuk sterilisasi tergantung destruksi bakteri secara sempurna,
pada beberapa faktor sebagai berikut : terutama Clostridium botulinum
1. Ukuran kaleng dan spora-sporanya, produk
Panas yang dipindahkan dari ruangan tersebut perlu dipanaskan kuat-
retort kedalam coldest spot pada kuat. Suhu yang diperlukan
kaleng ukuran besar memerlukan tergantung pada waktu kontaknya
waktu lebih lama dibandingkan dengan panas.
dengan kaleng ukuran kecil. Nilai F adalah jumlah waktu
2. Kedaan isinya (dalam menit) pada suhu tertentu yang
Penetrasi panas akan lebih cepat pada diperlukan untuk menghancurkan semua
medium konveksi (medium berupa mikroba. Nilai F sangat spesifik, artinya,
cair) dibandingkan dengan medium nilai tersebut bergantung pada suhu
konduksi (medium padatan). Begitu proses dan nilai Z dari mikroba. Nilai Fo
juga dengan bahan baku antara daging adalah waktu (dalam menit) pada 250F
bahan pangan dan daging sapi akan yang diperlukan untuk menghancurkan
mempunyai kondukstivitas pindah sejumlah mikroba tertentu yang memiliki
panas yang berbeda, sesuai dengan nilai Z sama dengan 18F.
karakteristik bahan yang berbeda pula. Agar mendapat gambaran lebih
3. pH medium jelas, perlu dibandingkan dengan proses
Bahan makanan diklasifikasikan lain, yaitu pada suhu yang berbeda
menjadi 3 kelompok yaitu : dengan 250F. Contohnya proses yang
a. Pangan dengan keasaman tinggi memerlukan waktu 10 menit pada 232F
yang memiliki pH 3,7. Sangat memiliki efek pembunuhan yang sama
sedikit bakteri yang dapat hidup dengan 1 menit pada suhu 250F, bila
pada kondisi keasaman yang begitu mikroba memiliki nilai Z sama dengan
tinggi. Untuk hampir semua ukuran 18F.
kaleng, pemanasan pada suhu Resistensi atau ketahanan sel dan
100C selama 8-16 menit sudah spora mikroorganisme terhadap panas
cukup. Spora bakteri mungkin berbeda diantara mikroorganisme. Pada
masih hidup, tapi tidak bisa umumnya mikroorganisme lebih tahan

138
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

terhadap pemanasan pada pH netral atau medium penghantar panas. Alat yang
mendekati netral. Peningkatan keasaman digunakan antara lain retort, Fo-meter,
dari pada peningkatan kebasaan dalam canning line, alat memasak, alat gelas.
merusak mikroorganisme oleh panas
(Judge dkk, 1989) resistensi panas Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran
mikroorganisme dinyatakan sebagai 301x205
waktu kematian thermal atau Thermal Jenis Barang : Kaleng bundar (can)
Death Time (TDT) yaitu waktu yang Warna : Polos
dibutuhkan untuk membunuh sejumlah Ukuran : 301 X 205
Design : GL/AL; GL/AL (2 piece can),
sel atau spora tertentu pada kondisi fisik bottom end type press
tertentu (temperatur, jumlah dan tipe Body : Luar Gold lacquer,
mikroorganisme, serta karakteristik dalam aluminize laquer
medium pemanasan). TDT pada Top : Luar Gold lacquer,
temperatur 121C telah digunakan dalam aluminize laquer
Bottom : Luar Gold lacquer,
sebagai referns sterilisasi dan dinyatakan
dalam aluminize laquer
sebagai Fo. Untuk Clostridium botulinum For : Meat, Fish, cream, vegetables
nilai Fo-nya 2,45 2,8 menit (Urbain, Capasity : 180 ml
1971 dalam Soeparno (2005) : Lewis
(1987) : Stumbo (1973) : dan lawrie
(1979). 3.2. Metode
Untuk mengetahui TDT atau Fo Proses pengalengan meliputi :
dipergunakan persamaan yang 1. Preparasi bahan
disampaikan Lewis (1987) dan 2. Pengisian dalam kaleng (rendang
Richardson (2001): daging dan bumbu rendang)
T 121 3. Ekshausting pada suhu 80oC selama
log L = 10 menit
10 (1)
Atau 4. Penutupan kaleng
T 121,1
5. Sterilisasi pada temperatur 121oC

L = 10 10 selama 20 menit.
(2)
6. Pendinginan kaleng
Dimana Fo dapat dihitung dengan
7. Karantina
persamaan :

Fo = Ldt (3) 3.3. Parameter yang di amati


riwayat suhu selama proses
sterilisasi baik titik terdingin kaleng dan
2. TUJUAN suhu ruangan sterilisasi serta Fo
Observasi
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Fo rendang daging dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
bumbu rendang selama proses Hasil perhitungan persamaan 1-3
pengalengan. untuk masing-masing produk (rendang
daging dan bumbu rendang) dapat dilihat
3. METODE PENELITIAN pada Gambar 1 dan 2.
3.1. Bahan dan alat
Bahan utama pada penelitian ini
rendang daging sapi dari restoran Minang
Ria Jl. Kusumanegara, Jogjakarta, kaleng
ukuran 301 x 205 (spesifikasi dapat
dilihat pada tabel 1). Sedangkan bahan
pembantu adalah bumbu rendang sebagai

139
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

160 1.6
yang tinggi) dibandingkan dengan
140 1.4
medium konduksi (daging). Sehingga
120 1.2
Fo yang dihasilkan pada daing lebih
100 1
besar dibandingkan dengan bumbu.
Tcan
Selain itu faktor-faktor lain yang
S u h u (C )

L e th a lity
80 0.8 Tref
Fo PRE
menentukan waktu dan suhu yang
60 0.6
diperlukan untuk sterilisasi makanan
40 0.4
kaleng adalah :
20 0.2
a) Waktu dimana keadaan bahan
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
pangan (sifat, bentuk, letak
penyusunan, isi), ukuran kaleng,
w aktu (menit)
suhu awal bahan pangan, suhu
Gambar 1. Fo area untuk rendang daging pemanasan retort, gerakan kaleng
adalah 15,81 menit. selama sterilisasi, kadar gula atau
160 0.9
garam, akan menentukan lamanya
140 0.8 sterilisasi.
120
0.7 b) Suhu dimana jenis dan populasi
100
0.6 mikroorganisme bahan pangan dan
T Can
L e th a lity

pH bahan pangan akan menentukan


S u h u ( C )

0.5
80 T Ref
0.4
Fo PRE
berapa suhu yang akan digunakan.
60
0.3 Fo prediksi hasil perhitungan
40
0.2 sesuai dengan persamaan 3 dibandingkan
20 0.1
atau divalidasi dengan Fo observasi hasil
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
pengukuran laboratorium, ditampilkan
pada grafik 3.
w aktu (menit)
1.4
Gambar 2. Fo area untuk bumbu rendang
adalah 7,36 menit 1.2

R2 = 0.9877
1
Terlihat pada kedua gambar
Fo Observasi

bahwa antara rendang dengan bumbu 0.8

memiliki Fo area yang berbeda. Hal ini 0.6


disebabkan karena konduktifitas
perpindahan panas antara kedua bahan 0.4

berbeda. Jumlah panas yang diperlukan 0.2


untuk sterilisasi tergantung pada
beberapa hal, terkait dengan kondisi 0
0 0.5 1 1.5
lapangan diantaranya : Fo Prediksi

Ukuran kaleng
Ukuran kaleng yang digunakan adalah Gambar 3. Scater plot Fo prediksi dengan
301x205, penempatan termokople ada Fo observasi untuk rendang daging
dititik tengah kaleng, untuk daging
termokople ditancapkan pada bagian Dengan nilai R2 sebesar 0,9877
tengah daging, sementara untuk berarti Fo prediksi hasil perhitungan tidak
bumbu berada ditengah kaleng. berbeda dengan Fo hasil observasi
Kedaan isinya laboratorium. Sedangkan hasil validasi
Penetrasi panas akan lebih cepat pada untuk bumbu rendang ditampilkan pada
medium konveksi (medium berupa grafik 4.
bumbu rendang memiliki kadar air

140
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

1 Richardson, P. 2001. Thermal


0.9
Technologies in Food Processing,
0.8
Woodhead Publishing Ltd,
0.7
R2 = 0.9856 Cambridge, England.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi
Fo Observasi

0.6
Bahan pangan, Gadjah Mada
0.5
University Press, Yogyakarta.
0.4
Stumbo, C.R. 1973. Thermobacteriology
0.3
in Food Processing, Academic
0.2 Press, New York.
0.1 Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000.
0 Pendinginan Pembekuan Dan
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Fo Frediksi
Pengawetan Bahan pangan.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Gambar 4. Scater plot Fo Prediksi dengan Winarno, F.G., 1994. Sterilisasi
Fo observasi untuk bumbu rendang. Komersial untuk Produk pangan,
Dengan nilai R2 sebesar 0,9857 berarti Fo PT. Gramedia Pustaka Utama,
prediksi hasil perhitungan tidak berbeda Jakarta.
dengan Fo hasil observasi laboratorium.

5. KESIMPULAN
1. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Fo
untuk rendang daging dan bumbu
rendang pada kaleng ukuran 301 x 205
masing-masing adalah 15,81 dan 7,36
menit.
2. Hasil validasi Fo rediksi dan Fo
observasi dihasilkan nilai R2 untuk
rendang daging dan bumbu rendang
masing-masing 0,9877 dan 0,9857
artinya hasil perhitungan tidak berbeda
dengan hasil observasi laboratorium.

6. DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N.W., 1988. Teknologi


Pengawetan Pangan, terjemahan
Muchji Muljohardjo, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick, H.B.
and Merkel, R.A. 1975. Principles
of Meat Sciences, W.H. Freeman
and Co, San Fransisco.
Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest.,
H.B. Hendrick. dan R.A. Merkel.
1989. Principle of Meat Science. 2nd
ed, Kendall/Hunt Publishing Co,
Dubuque, Iowa.

141
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH LETAK KALENG UKURAN 301 X 205 TERHADAP


NILAI Fo GULAI TUNA KALENG

Agus Susanto dan Asep Nurhikmat


UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jln Jogjakarta Wonosari Km 30, Gading, Playen, Gunungkidul, Jogjakarta
PO BOX 174 WNO Tel/fax 0274 392570; E-mail : asep.nurhikmat@yahoo.com

Abstrak

Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai sumber daya laut
yang sangat beragam dan dengan kuantitas yang sangat besar. Hanya saja pemanfaatan
sumber daya laut tersebut masih terasa kurang mendapat perhatian. Dipasaran ikan tuna
dalam bentuk kalengan masih didominasi oleh produk luar negeri. Apalagi produk yang
mempunyai ciri khas indonesia seperti bumbu gulai belum pernah terlihat dipasaran. Untuk
itu perlu dilakukan proses pengalengan berbahan dasar ikan laut dengan menggunakan
bumbu khas indonesia.
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan Fo ikan tuna dalam bumbu gulai
yang dikemas dengan kaleng ukuran 301x205 pada beberapa posisi penempatan kaleng
pada saat sterilisasi, karena posisi kaleng sangat berpengaruh terhadap nilai Fo yang
dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai Fo gulai tuna pada kaleng ukuran
301x205 pada letak yang berbeda secara vertikal untuk optimasi proses sterilisasi. Letak
kaleng dalam autoclave adalah 0, 11 dan 22 cm dari dasar autoclave. Suhu dan waktu yang
digunakan untuk sterilisasi adalah 121oC dan 15 menit. Penelitian menghasilkan nilai Fo
gulai tuna untuk ukuran kaleng 301 x 205 pada posisi 0; 11 dan 22 cm masing-masing
adalah 12,28; 12,04 dan 9,67 menit.

Kata kunci : Letak kaleng, gulai tuna, nilai Fo, ukuran kaleng

1. PENDAHULUAN merupakan hal yang sudah lama dijumpai


Pengalengan adalah metode akan tetapi hanya sebatas pengalengan
pengawetan makanan dengan ikan sarden, tuna atau ikan-ikan lain
memanaskannya dalam suhu yang akan dengan saus tomat, cabai atau larutan
membunuh mikroorganisme, dan garam (brine).
kemudian menutupinya dalam stoples Produk kaleng gulai ikan tuna ini
maupun kaleng (Anonim, 2008b). mempunyai keunggulan pada rasa,
Menurut Murniyati dan Sunarman biasanya produk tuna kaleng hanya
(2000), proses pengalengan ikan meliputi ditambah larutan garam akan tetapi
persiapan bahan mentah, pengisian produk ini mempunyai rasa yang sangat
(filling), penghampaan (exhausting), kuat yaitu rasa gulai. Produk kaleng gulai
sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan. tuna tersebut merupakan produk baru
Pengalengan makanan dewasa ini sudah yang belum banyak diketahui oleh
mulai berkembang dan banyak produsen masayakat. Hal tersebut menjadi dasar
makanan yang menggunakan metode pemikiran untuk mengetahui lebih lanjut
pengawetan makanan dengan mengenai produk kaleng gulai tuna yang
pengalengan. Pengalengan ikan

142
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

diproduksi di Lembaga Ilmu Pengetahuan penetrasion test dilakukan pengamatan


Indonesia (LIPI) Yogyakarta. yang teliti terhadap suhu produk selama
Pengalengan adalah cara proses pemanasan.
pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam Pengukuran dilakukan dengan
kaleng. Ikan dimasukkan dalam kaleng, meletakkan ujung termokopel pada
kemudian disterilkan dengan panas. bagian terdingin (cloudest spot) atau
Faktor-faktor utama yang menentukan daerah yangpaling lambat pemanasannya
daya awet ikan kalengan adalah sterilisasi dalam kaleng. Daerah tersebut sering
yang mematikan seluruh bakteri dalam juga disebut cold spot.
isian kaleng dan kaleng yang menahan Letakcoldest spottergantung pada
pengotoran atau penyebab pembusukan jenis perambatan panasnya, yaitu apakah
dari luar. Ikan yang dikaleng dan secara konduksi, konveksi, atau broken
disimpan dengan baik dapat bertahan heating. Produk yang perambatan
selama dua tahun (Murniyati dan panasnya dengan konduksi, cold spot-nya
Sunarman, 2000). berada dititik tengah geometrik dari
Suhu yang digunakan dalam kaleng. Produk yang mengalami
pengalengan adalah suhu tinggi yaitu perambatan panas secara konduksi,
110 -120 C, untuk mematikan semua misalnya tuna dan cream soup biasanya
mikroorganisme sehingga dicapai tidak mengandung atau hanya sedikit saja
sterilitas komersial yang berarti produk mengandung cairan bebas.
itu tidak 100% steril tetapi dapat tahan Bila kemasan kalengnya terdiri
sampai dua tahun (Peranginangin, 1992). atas bahan pasat, seperti misalnya backed
Sterilisasi komersial adalah proses beans atau meat loaf, dimana panas
sterilisasi dimana masih terdapat dipindahkan secara konduksi, sambungan
beberapa mikrobia yang masih dapat hot junction atau ujung termokopel
hidup setelah pemberian panas. Kondisi berada pada atau sedikit diatas titik
dalam kaleng setelah proses sterilisasi geometris kaleng.
mengakibatkan bakteri tidak mampu Sedangkan pada prouduk yang
tumbuh dan berkembang biak sehingga banyak mengandung cairan atau laruta
tidak dapat membusukkan makanan garam atau gula, perambatan panas
dalam kaleng (Winarno, 1994). terjadi secara konveksi. Segera setelah
Bila suatu makanan yang dikemas cairan mendapat panas, aliran panas akan
dalam kaleng atau botol diletakkan dalam bergerak berputar keseluruh bagian
retort, suhu produk tidak akan segera kaleng. Perambatan panas dalam cairan
mencapai suhu proses sesuai dengan suhu bergerak lebih cepat dan seragam.
retort yang dikehendaki, tetapi akan Coldest spot dengan perambatan panas
merambat kedalam kaleng secara secara konveksi terletak dibagian dekat
perlahan-lahan. Sebelum melakukan tes dasar pada pusat kaleng.
penetrasi panas, harus dilakukan terlebih Jumlah panas yang diperlukan
dahulu proses distribusi panas, untuk untuk sterilisasi yang memadai
mengetahui apakah retort yang akan tergantung pada beberapa factor, antara
digunakan memiliki distribusi panas yang lain ukuran kaleng, posisi kaleng dan
merata, dan bagian retort mana yang keadaan isinya. Panas kaleng
paling lambat kenaikan suhunya. Uji memerlukan waktu lebih lama untuk
tersebut dapat dilakukan dengan menerobos masuk kedalam kaleng yang
menggunakan alat termokopel. Heat besar. Demikian juga penetrasi panas
penetrasiontest berguna untuk akan lebih cepat pada medium konveksi,
mengetahui kecepatan penetrasi panas seperti sup, daripada medium konduksi,
dari retort kedalam makanan. Pada heat seperti corned beef

143
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Proses sterilisasi dirancang untuk T 121


mematikan clostridium botulinum dan log L =
10 (1)
sporanya, sebab mikroorganisme ini Atau
paling berbahaya dan sporanya paling T 121,1

tahan terhadap pemanasan, yang biasanya
L = 10 10
(2)
mengkontaminasi makanan kaleng.
Jumlah waktu (dalam menit) pada
suhu tertentu yang diperlukan untuk Dimana Fo dapat dihitung dengan
menghancurkan semua mikroba biasanya persamaan :
disebut dengan nilai F. Nilai F ini sangat
Fo = Ldt (3)
spesifik, artinya, nilai tersebut
bergantung pada suhu proses dan nilai Z
2. TUJUAN
dari mikroba. Nilai Fo adalah waktu
Tujuan penelitian ini adalah untuk
(dalam menit) pada 250F yang
mengetahui nilai Fo ikan tuna kaleng
diperlukan untuk menghancurkan
ukuran 301x205 dengan posisi yang
sejumlah mikroba tertentu yang memiliki
berbeda-beda
nilai Z sama dengan 18F.
Agar mendapat gambaran lebih
3. METODE PENELITIAN
jelas, perlu dibandingkan dengan proses
3.1. Bahan dan Alat
lain, yaitu pada suhu yang berbeda
Bahan utama pada penelitian ini
dengan 250F. Contohnya proses yang
ikan tuna dan daging sapi, kaleng ukuran
memerlukan waktu 10 menit pada 232F
301 x 405 (spesifikasi dapat dilihat pada
memiliki efek pembunuhan yang sama
tabel 1. Sedangkan bahan pembantu
dengan 1 menit pada suhu 250F, bila
adalah cairan bumbu rasa gulai. Alat
mikroba memiliki nilai Z sama dengan
yang digunakan antara lain retort, Fo-
18F.
meter, canning line, alat memasak, alat
Resistensi atau ketahanan sel dan
gelas.
spora mikroorganisme terhadap panas
berbeda diantara mikroorganisme. Pada
Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran
umumnya mikroorganisme lebih tahan
301x205
terhadap pemanasan pada pH netral atau Jenis Barang : Kaleng bundar (can)
mendekati netral. Peningkatan keasaman Warna : Polos
dari pada peningkatan kebasaan dalam Ukuran : 301 X 205
merusak mikroorganisme oleh panas Design : GL/AL; GL/AL (2 piece can),
(Judge dkk, 1989) resistensi panas bottom end type press
mikroorganisme dinyatakan sebagai Body : Luar Gold lacquer, dalam
aluminize laquer
waktu kematian thermal atau Thermal Top : Luar Gold lacquer, dalam
Death Time (TDT) yaitu waktu yang aluminize laquer
dibutuhkan untuk membunuh sejumlah Bottom : Luar Gold lacquer, dalam
sel atau spora tertentu pada kondisi fisik aluminize laquer
tertentu (temperature, jumlah dan tipe For : Meat, Fish, cream, vegetables
Capasity : 180 ml
mikroorganisme, serta karakteristik
medium pemanasan).
Untuk mengetahui TDT atau Fo 3.2. Metode
dipergunakan persamaan yang Proses pengalengan meliputi :
disampaikan lewis (1987) dan 1. Preparasi bahan
Richardson (2001): a. Bahan utama, sortasi dan pengecilan
ukuran bahan
b. Bahan pembantu berupa cairan
bumbu rasa gulai

144
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

2. Blansing pada suhu 80oC selama 5


140 0.6
menit
120
3. Pengisian dalam kaleng (ikan laut 0.5

dan daging sapi serta cairan bumbu) 100


0.4
T can
4. Ekshausting pada suhu 80oC selama 80

T (C )
0.3 T ref

L
10 menit 60
L
5. Penutupan kaleng 40
0.2

6. Sterilisasi pada temperatur 121oC 20 0.1


selama 20 menit. Letak kaleng diatur
0 0
sesuai ketinggian dari dimensi retort,

0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
seperti pada gambar 1. time (minutes)

7. Pendinginan kaleng
Gambar 1. Fo gulai tuna pada posisi 3
Termo adalah 9.6713 menit
Barom
Term Jumlah panas yang diperlukan
okope untuk sterilisasi yang memadai
Posisi
tergantung pada beberapa factor, antara
lain ukuran kaleng, posisi kaleng dan
Posisi keadaan isinya. Alat yang digunakan
untuk proses sterilisasi adalah retort,
Posisi
yang disebut juga autoclave atau
sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan
Fo A
tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan
oleh uap yang berasal dari sumber diluar
retort. Sumber uap air panas tersebut
Gambar 1. Skema posisi dapat berbentuk bolier atau steam
generator.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
140 1.2
Pada dasarnya, proses pemanasan
yang diterapkan didalam industri 120 1
pengalengan makanan, dirancang khusus 100
0.8
hanya untuk mencapai sterilisasi 80
T can
T (C )

komersial. Kondisi tersebut tidak mudah 0.6 T ref


L

60
dicapai, malahan kadang-kadang dapat 0.4
L
menghasilkan perubahan-perubahan mutu 40

yang tidak diinginkan, maka 20 0.2

dikembangkan cara penerapan proses 0 0


sterilisasi yang pas dan aman serta dapat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10

time (minutes)
menekan kerusakan seminimal mungkin
dan penurunan mutu yang disebabkan/
diakibatkan pemberian panas Gambar 2. Fo gulai tuna pada posisi 2
Hasil perhitungan persamaan 1-3 adalah 12.0379 menit
untuk masing-masing produk dapat
dilihat pada Gambar 1,2 dan 3.

145
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

140 1.2 1.2


120 1 posisi 3
1
100 posisi 2

F o ar e a (m e n e it )
0.8 0.8 posisi 1
80
T ref
T ( C )

0.6 T can

L
0.6
60
L
0.4
40 0.4

20 0.2
0.2
0 0
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10

13
19
25
31
37
43
49
55
61
67
73
79
85
91
97
1
7

103
time (minutes)
waktu (menit)
Gambar 3. Fo gulai tuna pada posisi 3
adalah 12.284 menit Gambar 4. Fo gabungan

Terlihat pada ketiga gambar Pada gambar 4 terlihat bahwa pada posisi
bahwa posisi 1, 2 dan 3 memiliki Fo area 1 dan 2 terlihat berhimpit. Hal ini
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena disebabkan pada posisi 2 panas dari ratort
perpindahan panas antara posisi berbeda. masih cukup untuk memanaskan kaleng
Pada posisi 1 pada 0 cm atau dasar retort pada ketinggian 11 cm dari dasar.
akan lebih cepat menerima panas
dibandingkan posisi 3, sehingga panas 5. KESIMPULAN
uap lebih dahulu diterima oleh kaleng 1. Nilai Fo untuk posisi o cm, 11 cm dan
posisi 1 kemudian pada sisanya baru 22 cm adalah 12.284; 12.0379 dan
dipindahkan kepada posisi 2 dan terakhir 9.6713 menit
posisi 3. 2. semakin dekat posisi kaleng dengan
Bila suatu makanan yang dikemas sumber panas maka akan semakin
dalam kaleng diletakkan dalam retort, cepat panas isi kaleng dan Fo semakin
suhu produk tidak akan segera mencapai besar.
suhu proses sesuai dengan suhu retort 3. panas retort optimal sampai pada
yang dikehendaki, tetapi akan merambat posisi 11 cm.
kedalam kaleng secara perlahan-lahan. 4. Nilai Fo dipengaruhi oleh ukuran
Sebelum melakukan penetrasi panas ke kaleng, posisi kaleng, jenis bumbu,
dalam kaleng, kalor yang ada digunakan dan viskositas cairan.
terlebih dahulu untuk proses distribusi
panas ruangan retort. Heat 6. DAFTAR PUSTAKA
penetrasiontest diperlukan untuk Desrosier, N.W., 1988. Teknologi
mengetahui kecepatan penetrasi panas Pengawetan Pangan, terjemahan
dari retort kedalam makanan. Pada heat Muchji Muljohardjo, Penerbit
penetrasion test dilakukan pengamatan Universitas Indonesia, Jakarta.
yang teliti terhadap suhu produk selama Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick, H.B.
proses pemanasan. and Merkel, R.A. 1975. Principles of
Apabila ketiga grafik Meat Sciences, W.H. Freeman and
digabungkan maka dihasilkan gambar 4. Co, San Fransisco.
Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest.,
H.B. Hendrick. dan R.A. Merkel.
1989. Principle of Meat Science, 2nd
ed, Kendall/Hunt Publishing Co,
Dubuque, Iowa.

146
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Murniyati, A.S. dan Sunarman, 2000.


Pendinginan Pembekuan Dan
Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Peranginangin, R., 1992. Pengalengan
Ikan. Dalam Kumpulan Hasil-Hasil
Penelitian Pasca Panen Perikanan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, Jakarta.
Richardson, P., 2001. Thermal
Technologies in Food Processing,
Woodhead Publishing Ltd,
Cambridge, England.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi
Ikan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Stumbo, C.R., 1973. Thermobacteriology
in Food Processing, Academic Press,
New York.
Winarno, F.G., 1994. Sterilisasi
Komersial untuk Produk pangan, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yusmirasari, P., 2000. Laporan Kerja
Praktek di BBOK LIPI, Jurusan
Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri, Universitas
Pasundan, Bandung.

147
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI POSTUR KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PERAWATAN


TAMAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA
(RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT)
(Studi Kasus Pada PT Dewijaya Agrigemilang Jakarta)

Adisty Savitri1), Guntarti Tatik Mulyati2), Ibnu Wahid Fakhrudin Aziz2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
2)
Staff Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian

Abstrak

Kinerja dan hasil kerja yang baik sangat dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan
pekerja. Ketidaknyamanan dan kelelahan akibat pekerjaan yang terus-menerus dan
berulang dalam jangka waktu yang lama sering terjadi di tempat kerja. Pekerjaan
dengan beban dan fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menciptakan postur kerja
yang tidak alami sehingga mengakibatkan pengerahan tenaga yang berlebih.
Penggunaan Postur kerja yang seperti ini dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dan
keluhan nyeri pada tubuh pekerja. Apabila dibiarkan terus-menerus maka dapat
menimbulkan terjadinya penurunan konsentrasi dan kinerja pekerja.
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui adanya keluhan sakit akibat kerja,
mengetahui tingkat resiko postur kerja, dan memberikan usulan perbaikan metode kerja
kepada elemen kerja yang memiliki tingkat resiko postur kerja tinggi dan sangat tinggi.
Penelitian ini menggunakan kuesioner Nordic Body Map untuk mengetahui keluhan
sakit akibat kerja. Sedangkan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) digunakan
untuk mengetahui tingkat resiko postur kerja. Penyebaran kuesioner Nordic Body Map
dan penilaian postur kerja dilakukan terhadap 7 pekerja perawatan taman pada masing-
masing kategori pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 pekerja mengalami keluhan sakit akibat
kerja yang diketahui berdasarkan analisis kuesioner Nordic Body Map, antara sebelum
dan sesudah bekerja. Penilaian tingkat resiko postur kerja menggunakan metode REBA,
dari 7 kategori pekerjaan yang terbagi lagi menjadi 23 elemen kerja menunjukkan
82.6% beresiko sedang, 10.9% beresiko tinggi, 4.3% beresiko sangat tinggi, dan 2.2%
beresiko rendah. Ada beberapa postur kerja yang memerlukan usulan perbaikan, yaitu
pekerja 3 (penaburan pupuk) memiliki tingkat resiko postur kerja sangat tinggi (left side
& right side), pekerja 5 (pemangkasan tanaman pagar) memiliki tingkat resiko postur
kerja tinggi (left side & right side), dan pekerja 6 (penyemprotan obat hama) memiliki
tingkat resiko postur kerja tinggi (left side). Usulan perbaikan metode kerja yang
ditujukan untuk ketiga pekerja tersebut, membuktikan adanya perbaikan dengan
berkurangnya tingkat resiko postur kerja dan jumlah keluhan sakit akibat kerja.

Kata kunci : Postur Kerja, Metode REBA, Tingkat Resiko, Kuesioner Nordic Body
Map

1.PENDAHULUAN kenyamanan pekerja. Kenyamanan


A. Latar Belakang tersebut akan memacu performansi
Kinerja dan hasil kerja yang baik kerja sehingga aktivitas kerja dapat
sangat dipengaruhi oleh tingkat tercapai. Terkadang hal tersebut tidak

148
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dapat dicapai dikarenakan beberapa terus-menerus (monoton) dan berulang


faktor pengahambat, yang terdiri dari (repeated effort). Penggunaan postur
faktor eksternal dan faktor internal. kerja seperti jongkok disertai dengan
Faktor eksternal berupa lingkungan membungkuk dan berdiri atau berjalan
kerja atau suasana/kondisi kerja yang sambil membawa beban yang cukup
tidak sehat, kurang aman dan nyaman. berat dilakukan pekerja dalam waktu
Sedangkan faktor internal berasal dari yang cukup lama. apabila dibiarkan
dalam diri pekerja tersebut yang terus-menerus akan menimbulkan
berupa keterampilan usaha, konsistensi kelelahan, sehingga dapat
kerja, metode kerja, dan penggunaan menyebabkan konsentrasi dan kinerja
postur kerja dalam melakukan pekerja menurun. Oleh karena itu,
pekerjaan. perlu dilakukan evaluasi postur kerja
Ketidaknyamanan dan kelelahan pada pekerja bagian perawatan taman
akibat pekerjaan yang terus-menerus ini. Metode yang digunakan untuk
dan berulang dalam jangka waktu mengidentifikasi tingkat resiko postur
yang cukup lama sering terjadi di kerja adalah metode REBA (Rapid
tempat kerja. Pekerjaan dengan beban Entire Body Assessment).
dan perancangan alat yang tidak Tujuan yang ingin dicapai dalam
ergonomis dapat mengakibatkan penelitian ini adalah mengetahui
pengerahan tenaga yang berlebih. adanya keluhan sakit akibat kerja yang
Postur kerja yang tidak alami dapat dialami oleh pekerja, mengetahui
menyebabkan terjadinya kelelahan tingkat resiko postur kerja dengan
dini dan keluhan nyeri pada beberapa menggunakan metode REBA (Rapid
bagian anggota tubuh. Apabila hal Entire Body Assessment), dan
tersebut dibiarkan secara terus- memberikan usulan perbaikan metode
menerus di tempat kerja maka dapat kerja terhadap kategori pekerjaan
dimungkinkan terjadinya penurunan bagian perawatan taman di PT
konsentrasi kerja dan kinerja pekerja. Dewijaya Agrigemilang yang
Penelitian evaluasi postur kerja memiliki tingkat resiko tinggi dan
dilakukan di PT Dewijaya sangat tinggi.
Agrigemilang yang bergerak dibidang
pembuatan dan perawatan taman. 2. METODOLOGI PENELITIAN
Objek penelitian yang digunakan Penelitian ini dilaksanakan di PT
adalah pekerja bagian perawatan Dewijaya Agrigemilang dengan lokasi
taman dengan tujuh kategori pekerjaan penelitian pekerja bagian perawatan
diantaranya, pemotongan rumput, taman difokuskan pada area
penyetikan dan pendangiran, pertamanan Residential Real Estate
pemupukan tanaman, penyiraman Mega Kebon Jeruk Puri Botanical,
tanaman, pemangkasan, penyemprotan Jakarta Barat pada bulan Mei-Juli
hama, dan pembersihan. Masing- 2011. Penilaian postur kerja dilakukan
masing kategori pekerjaan dilakukan terhadap pekerja bagian perawatan
oleh pekerja yang sama pada setiap taman dengan 7 kategori pekerjaan
hari, sehingga satu pekerja melakukan yang berbeda dan penyebaran
satu kategori pekerjaan yang sama kuesioner Nordic Body Map dilakukan
secara rutin sesuai dengan sebelum dan sesudah melakukan
keterampilan yang dimiliki. Jadi dapat pekerjaan. Pengukuran waktu postur
disimpulkan bahwa, pekerjaan untuk kerja dilakukan pengamatan selama 10
pekerja bagian perawatan taman ini kali pengulangan, untuk mengetahui
merupakan perkerjaan yang dilakukan waktu rata-rata penggunaan postur

149
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

kerja disetiap elemen kerja. Tahap- 5. Analisis Kuesioner Nordic Body


tahap penelitian yang dilakukan adalah Map dan Postur Kerja dengan
sebagai berikut : Metode REBA
1. Survei Pendahuluan Mengalisis hasil kuesioner Nordic
Melakukan survei awal terhadap Body Map yang disebarkan
objek penelitian untuk kepada 7 pekerja dengan kategori
mengetahui keserasian antara pekerjaan yang berbeda untuk
judul, tujuan, dan metodelogi mengetahui keluhan sakit yang
penelitian. dirasakan pekerja akibat
2. Perumusan Masalah dan penggunaan postur selama bekerja
Penetapan Tujuan dan menilai postur kerja awal
Mengidentifikasi permasalahan dengan menggunakan metode
yang terdapat dalam perusahaan REBA (Rapid Entire Body
kemudian dirumuskan dan juga Assessment). Penilaian terdiri dari
menetapkan tujuan, serta manfaat batang tubuh (trunk), leher (neck),
penelitian. kaki (legs), lengan atas (upper
3. Studi Pustaka arm), lengan bawah (lower arm),
Mempelajari studi pustaka yang dan pergelangan tangan (wrist),
terkait dengan objek penelitian, serta faktor beban/kekuatan dan
metode penelitian, dan pegangan (coupling).
pelaksanaan penelitian. 6. Penentuan Tingkat Resiko Postur
4. Pengumpulan Data yang Terdiri Kerja (Tingkat Resiko Tinggi dan
dari : Sangat Tinggi ?)
a. Data Kuesioner Nordic Body Menentuan tingkat resiko postur
Map kerja dilakukan untuk mengetahui
Data kuesioner Nordic Body tindakan yang harus dilakukan
Map digunakan untuk pada postur kerja yang memiliki
mengetahui bagian anggota tingkat resiko tinggi dan sangat
tubuh pekerja yang terasa tinggi. Apabila terdapat postur
sakit akibat melakukan kerja dengan tingkat resiko seperti
pekerjaan. ini, maka akan dilakukan
b. Data Postur Kerja (Metode perbaikan metode kerja.
REBA) 7. Perbaikan Metode Kerja
Data postur kerja digunakan Memperbaiki metode kerja
untuk menganalisis tingkat elemen kerja yang memiliki
resiko postur kerja selama tingkat resiko postur kerja tinggi
pekerja melakukan dan sangat tinggi sehingga dapat
pekerjaannya, analisis postur menciptakan postur kerja yang
kerja dilakukan dengan lebih ergonomis.
menggunakan metode REBA 8. Aplikasi Penggunaan Fasilitas
(Rapid Entire Body Kerja Baru untuk Perbaikan
Assessment). Metode Kerja
c. Data Waktu Kerja untuk Mengaplikasikan penggunaan
Setiap Postur fasilitas kerja baru merupakan
Data waktu postur kerja suatu usulan untuk memperbaiki
digunakan untuk mengetahui metode kerja sehingga dapat
secara detail waktu menciptakan postur kerja yang
penggunaan postur kerja pada lebih ergonomis.
setiap elemen kerja.

150
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

9. Pengumpulan Data yang Terdiri selama melakukan pekerjaannya.


dari : Penilaian postur kerja dilakukan terhadap
a. Data kuesioner Nordic Body tujuh pekerja dengan kategori pekerjaan
Map berbeda, diantaranya pekerja pemotongan
Data kuesioner Nordic Body rumput, penyetikan dan pendangiran,
Map ini digunakan untuk pemupukan, penyiraman, pemangkasan,
mengetahui adakah penyemprotan hama, dan pembersihan.
perubahan mengenai jumlah Pengolahan data pada penelitian ini
keluhan sakit akibat kerja adalah dengan menggunakan kuesiner
setelah dilakukan perbaikan Nordic Body Map sebagai tools untuk
metode kerja. mengetahui ketidaknyamanan pekerja
b. Data Postur Kerja (Metode terhadap pekerjaannya dengan
REBA) menunjukan rasa sakit yang dialami
Data postur kerja ini pekerja pada beberapa bagian anggota
digunakan untuk mengetahui tubuh. Sedangkan metode REBA
adakah perubahan yang lebih digunakan untuk menilai faktor resiko
baik mengenai tingkat resiko ganguan tubuh secara keseluruhan
postur kerja setelah dilakukan mengenai postur tubuh yang digunakan
perbaikan metode kerja. dalam bekerja (Mc Atamney, 2000),
10. Analisis Kuesioner Nordic Body sehingga perbaikan metode kerja dapat
Map dan Postur Kerja dengan dilakukan untuk elemen kerja dengan
Metode REBA tingkat resiko postur kerja tinggi dan
Menilai kembali keluhan sakit sangat tinggi dengan pertimbangan waktu
akibat kerja setalah dilakukan kerja untuk setiap penggunaan postur,
perbaikan metode kerja terhadap yaitu pengukuran waktu untuk
pekerja yang memiliki tingkat mengetahui secara detail lama
resiko postur kerja tinggi dan penggunaan postur kerja pada setiap
sangat tinggi dan menilai kembali elemen kerja. Pengukuran waktu postur
postur kerja dengan menggunakan kerja dilakukan sebanyak 10 kali
metode REBA. pengulangan dan dilakukan uji
11. Pembahasan keseragaman data serta uji kecukupan
Membahas hasil yang diperoleh data agar dapat dipastikan pengambilan
dari tahapan penelitian dengan data waktu kerja sebanyak 10 kali
bantuan teori atau literatur yang pengulangan dapat mewakili waktu kerja
ada. yang sebenarnya pada setiap elemen
12. Penarikan Kesimpulan dan Saran kerja. Berdasarkan analisis postur kerja
dengan menggunakan metode REBA
3. HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan bahwa :
Penelitian dilakukan dengan tujuan 1. Pekerjaan 1 (Pemotongan Rumput)
untuk mengetahui adanya keluhan sakit pekerja 1 (pemotongan rumput) terbagi
akibat kerja yang dialami oleh pekerja, menjadi 3 elemen kerja, yaitu
menilai postur kerja sehingga dapat pengisian bahan bakar dengan waktu
menentukan tingkat resiko dari pekerjaan rata-rata 16 menit, pemotongan
yang dilakukan oleh pekerja, memberikan rumput dengan waktu rata-rata 388
suatu usulan perbaikan metode kerja menit, dan penyimpanan peralatan
kepada pekerja yang memiliki tingkat dengan waktu rata-rata 3 menit
resiko postur kerja tinggi dan sangat memliki tingkat resiko sedang.
tinggi untuk mengatasi ketidaknyamanan Analisis kuesioner Nordic Body Map
pekerja dalam penggunaan postur kerja menunjukkan, pekerjaan pemotongan

151
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

rumput ini mengakibatkan keluhan karena sudut postur tubuh yang


sakit akibat kerja pada bagian bahu terbentuk dari postur kerja yang
kiri (sangat sakit), pinggang (sangat digunakan pekerja penaburan pupuk
sakit), bawah pinggang (sangat sakit), itu sendiri. Usulan penggunaan
betis kiri, dan betis kanan (sakit). fasilitas kerja baru dengan
2. Pekerjaan 2 (Penyetikan dan menggunakan alat penaburan pupuk
Pendangiran) menunjukkan adanya perbaikan
Pekerja 2 (penyetikan dan tingkat resiko postur kerja dari tinggi
pendangiran) terbagi menjadi 3 menjadi postur kerja dengan tingkat
elemen kerja, yaitu pencabutan resiko sedang dan pekerjaan
tanaman liar dengan waktu rata-rata penaburan pupuk ini sebelumnya
133 menit, penyetikan dengan waktu dilakukan secara manual.
rata-rata 142 menit, dan pendangiran Menurut Wignjosoebroto (1995)
dengan waktu rata-rata 144 menit dalam bukunya Ergonomi, Studi
memiliki tingkat resiko sedang. Gerak dan Waktu, menyatakan bahwa
Kategori pekerjaan penyetikan dan salah satu prinsip ekonomi gerakan
pendangiran ini juga mengakibatkan untuk mendapatkan suatu rangkaian
keluhan sakit akibat kerja pada bagian gerakan serta metode kerja yang
leher atas (sakit), bawah pinggang efektif dan efisien dalam melakukan
(agak sakit), bahu kanan (agak sakit), suatu pekerjaan adalah dengan
lengan atas kanan (agak sakit), lutut mengurangi sebanyak mungkin
kanan (agak sakit), dan lutut kiri (agak pekerjaan tubuh (manual) apabila hal
sakit). tersebut dapat dilaksanakan dengan
3. Pekerjaan 3 (Pemupukan) peralatan kerja.
Pekerja 3 (pemupukan) terbagi
menjadi 4 elemen kerja, yaitu
pembukaan karung dengan waktu rata-
rata 3 menit, pengangkatan karung
pupuk yang merupakan aktivitas
kombinasi dengan elemen kerja
penaburan pupuk dengan waktu rata-
rata tergantung dari kemampuan luas
jangkauan pekerja pemupukan setiap
pengangkatan untuk berpindah lokasi,
berdasarkan pengukuran waktu postur
kerja pengangkatan karung rata-rata
membutuhkan 4 detik untuk berpindah
tempat dari satu tempat ke tempat
yang lain, elemen kerja ini memiliki Gambar 3. Usulan Fasilitas Kerja
tingkat resiko postur kerja sedang. Penaburan Pupuk
Sedangkan elemen kerja penaburan
pupuk dengan waktu rata-rata 408 Berdasarkan perincian pengukuran sudut
menit ini memiliki tingkat resiko postur kerja sebelum dan sesudah
sangat tinggi sehingga diperlukan perbaikan menunjukkan adanya
segera perbaikan metode kerja yang perubahan, seperti bagian pergelangan
dapat menciptakan postur kerja yang tangan pada awalnya membentuk sudut
lebih ergonomis. Faktor terbentuknya <-15o dan menekuk menjadi >15o (right
tingkat resiko sangat tinggi pada side) serta netral dan menekuk (left side),
elemen kerja penaburan pupuk oleh lengan atas pada awalnya membentuk

152
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

sudut >+90 o dan pergerakan yang dilakukannya perbaikan postur kerja,


menyamping menjadi -20o sampai 20o, keluhan sakit akibat kerja mengalami
lengan bawah pada awalnya membentuk penurunan yaitu hanya pada bagian siku
sudut 0o sampai 60o menjadi 60o -100o kiri (agak sakit), lengan bawah kiri
(right side dan left side), leher yang (sakit), dan tangan kiri (sakit).
awalnya membentuk sudut <-20o dan
menekuk menjadi >20o (right side dan 4. Pekerjaan 4 (Penyiraman
left side), batang tubuh yang awalnya tanaman)
membentuk sudut >60o dan menekuk Pekerja 4 (penyiraman tanaman) terbagi
menjadi 0o sampai 20o (right side dan left menjadi 4 elemen kerja, yaitu
side), penilaian aktivitas yang awalnya penyusunan peralatan penyiraman dengan
berulang menjadi statis. Tidak ada waktu rata-rata 6 menit, penyiraman
perbedaan penilaian postur kaki yang dengan waktu rata-rata 381 menit,
stabil, penilaian beban <5kg, dan penggulungan selang dengan waktu rata-
pegangan baik serta mudah digenggam. rata 11 menit, dan pengimpanan peralatan
dengan waktu rata-rata 5 menit memiliki
tingkat resiko sedang. Kategori pekerjaan
penyiraman tanaman ini juga
mengakibatkan keluhan sakit akibat kerja
pada bagian bahu kanan (agak sakit),
lengan atas kanan (agak sakit), siku
kanan (sakit), lengan bawah kanan
(sakit), pergelangan tangan kanan (agak
(a) sakit), betis kiri dan kanan (agak sakit).

5. Pekerjaan 5 (pemangkasan tanaman)


Pekerja 5 (pemangkasan tanaman)
yang terbagi menjadi 3 elemen kerja,
yaitu pemangkasan pohon dengan waktu
rata-rata 318 menit dan pemangkasan
tanaman perdu dengan waktu rata-rata
404 menit memiliki tingkat resiko postur
kerja sedang. Sedangkan elemen kerja
pemangkasan tanaman pagar dengan
waktu rata-rata 408 menit memiliki
(b) tingkat resiko tinggi sehingga diperlukan
Gambar 4. Postur Kerja Penaburan Pupuk perbaikan metode kerja secepatnya yang
(a) Sebelum Perbaikan, (b) Sesudah dapat menciptakan postur kerja yang
Perbaikan lebih ergonomis. Faktor terbentuknya
Kategori pekerjaan pemupukan ini juga tingkat resiko tinggi pada elemen kerja
mengakibatkan keluhan sakit akibat kerja pemangkasan tanaman pagar oleh karena
pada bagian bawah leher (sakit), sudut postur tubuh yang terbentuk dari
punggung (sakit), pinggang (sakit), postur kerja yang digunakan pekerja
bawah pinggang (sangat sakit), lengan pemangkasan tanaman pagar itu sendiri.
bawah kiri (sakit), lengan bawah kanan Usulan penggunaan fasilitas kerja baru
(sakit), pergelangan tangan kanan (sakit), dengan menggunakan alat pemangkasan
dan pergelangan tangan kiri (sakit), lutut tanaman pagar mesin menunjukkan
kiri dan lutut kanan (sakit), betis kiri dan adanya perbaikan tingkat resiko postur
betis kanan (agak sakit). Namun setelah kerja dari tinggi pada postur kanan dan

153
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

kiri menjadi postur kerja dengan tingkat tanaman ini juga mengakibatkan keluhan
resiko sedang pada postur bagian kanan sakit akibat kerja pada bagian leher atas
dan tingkat resiko rendah pada postur dan leher bawah (sangat sakit), lengan
bagian kiri. atas kiri dan lengan atas kanan (sakit),
Menurut Englewood (1994) dalam siku kiri dan siku kanan (sakit), bawah
bukunya Motion and Study Time : pinggang (sakit), pinggang (sakit), lengan
Improving Productivity menyatakan bawah kiri dan lengan bawah kanan
salah satu prinsip ekenomi gerakan (sakit), betis kiri dan betis kanan (sakit),
adalah mengeleminasi penggunaan telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan
tenaga otot untuk melaksanakan kegiatan (agak sakit). Namun setelah dilakukannya
statis. Demikian sebisa mungkin untuk perbaikan postur kerja, keluhan sakit
menggunakan tenaga mesin akibat kerja mengalami penurunan yaitu
(mekanisme). hanya pada bagian bahu kiri dan bahu
kanan (agak sakit), lengan bawah kiri dan
lengan bawah kanan (sakit), lutut kiri dan
lutut kanan (agak sakit).

Gambar 5. Usulan Fasilitas Kerja


Pemangkasan Tanaman Pagar

Berdasarkan perincian pengukuran sudut


postur kerja sebelum dan sesudah
perbaikan menunjukkan adanya
perubahan, seperti bagian pergelangan
tangan pada awalnya membentuk sudut
netral menjadi >15o, lengan atas pada (a)
awalnya membentuk sudut 46o sampai
90o posisi menyamping dan bahu
mengangkat menjadi membentuk sudut
21 sampai 45o gerakan menyamping pada
postur bagian kanan (right side), lengan
bawah pada awalnya membentuk sudut 0o
sampai 60o menjadi 60o sampai 100o pada
postur bagian kiri (left side) dan postur
bagian kanan (right side), leher pada
awalnya membentuk sudut <-20o dan (b)
menekuk menjadi 0o sampai 20o (right Gambar 6. Postur Kerja Pemangkasan
side dan left side), batang tubuh pada Tanaman Pagar
awalnya membentuk sudut 21o sampai (a) Sebelum Perbaikan, (b) Sesudah
60o dan menekuk menjadi netral (right Perbaikan
side dan left side), penilaian beban pada
awalnya <5kg menjadi 5-10kg. Tidak ada 6. Pekerjaan 6 (Penyemprotan Hama)
perbedaan penilaian postur kaki yang Pekerja 6 (penyemprotan hama)
stabil, pegangan baik serta mudah terbagi menjadi 3 elemen kerja, yaitu
digenggam, dan penilaian aktivitas statis. pengisian obat hama dengan waktu rata-
Kategori pekerjaan pemangkasan rata 18 menit memiliki tingkat resiko

154
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

postur kerja sedang. Sedangkan elemen


kerja penyemprotan obat hama dengan
waktu rata-rata 357 menit memiliki
tingkat resiko postur kerja tinggi pada
postur kiri dan sedang pada postur kanan.
Elemen kerja pengecekan alat semprot
dengan waktu rata-rata 4 menit memiliki
tingkat resiko postur kerja tinggi.
Berdasarkan tingkat resiko postur kerja
dengan pertimbangan waktu kerja rata-
rata, yang memerlukan perbaikan metode
kerja secepatnya adalah elemen kerja
penyemprotan obat hama pada postur
bagian kiri. Faktor terbentuknya tingkat
resiko tinggi pada postur kerja bagian
penyemprotan obat hama oleh karena
sudut postur tubuh yang terbentuk dari
postur kerja yang digunakan pekerja
penyemprotan obat hama itu sendiri.
Usulan penggunaan fasilitas kerja baru
dengan menggunakan alat penyemprotan Gambar 7. Usulan Fasilitas Alat Semprot
hama dengan letak gagang pompa berada Hama
disamping batang tubuh pekerja
menunjukkan adanya perbaikan tingkat Berdasarkan perincian pengukuran
resiko postur kerja dari tinggi pada postur sudut postur kerja pada postur bagian kiri
bagian kiri menjadi postur kerja dengan (left side) sebelum dan sesudah perbaikan
tingkat resiko sedang pada postur bagian ditunjukkan adanya perubahan, seperti
kiri. bagian pergelangan tangan pada awalnya
membentuk sudut <-15o menjadi >15o,
Menurut Wignjosoebroto (1995) lengan atas pada awalnya membentuk
dalam bukunya Ergonomi, Studi Gerak sudut 46o sampai 90o dan posisi
dan Waktu, menyatakan bahwa salah menyamping menjadi -20o sampai 20o,
satu cara penyederhanaan kegiatan kerja lengan bawah pada awalnya membentuk
untuk menciptakan suatu rangkaian sudut >100o menjadi 60o sampai 100o,
gerakan serta metode kerja yang efektif leher pada awalnya membentuk 0o
dan efisien dengan cara menyesuaikan sampai 20o dan menekuk menjadi >20o,
letak dari gandles, pedals, levers, untuk penilaian batang tubuh sudut yang
buttons, dan lain-lain dengan dibentuk sama pada saat sebelum
memperhatikan dimensi tubuh manusia perbaikan maupun sesudah perbaikan
dan kekuatan otot yang dibutuhkan. yaitu 0o sampai 20o, hanya saja pada
postur kerja sebelum perbaikan posisi
batang tubuh menekuk. Tidak ada
perbedaan penilaian postur kaki yang
stabil, pegangan baik serta mudah
digenggam, penilaian beban >10kg dan
aktivitas statis. Kategori pekerjaan
penyemprotan hama ini juga
mengakibatkan keluhan sakit akibat kerja
pada bagian bahu kiri dan bahu kanan

155
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

(sakit), lengan atas kiri (sangat sakit), sedang. Sedangkan elemen kerja
punggung (agak sakit), bawah pinggang pemindahan kantung sampah dengan
(agak sakit), lengan bawah kiri (sakit), waktu kerja rata-rata 9 menit memiliki
betis kiri dan betis kanan (agak sakit), tingkat resiko postur kerja rendah pada
pergelangan kaki kiri dan kanan (agak postur kanan dan sedang pada postur kiri.
sakit). Namun setelah dilakukannya Kategori pekerjaan pembersihan ini juga
perbaikan postur kerja, keluhan sakit mengakibatkan keluhan sakit akibat kerja
akibat kerja mengalami penurunan yaitu pada bagian bahu kiri dan bahu kanan
hanya pada bagian bahu kiri (agak sakit), (sakit), pinggang (agak sakit),
bahu kanan (agak sakit), dan pinggang pergelangan tangan kiri dan kanan (agak
(agak sakit). sakit), betis kiri dan betis kanan (agak
sakit).

4. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan kuesioner Nordic Body
Map, seluruh pekerja perawatan taman
mengalami keluhan sakit akibat kerja.
2. Berdasarkan analisis postur kerja
dengan menggunakan metode REBA
(Rapid Entire Body Assessment) dari
23 elemen kerja, 82.6% memiliki
tingkat resiko sedang, 10.9% tingkat
resiko tinggi, 4.3% tingkat resiko
(a) sangat tinggi, dan 2.2% tingkat resiko
rendah.
3. Elemen kerja yang direkomendasikan
untuk dilakukan perbaikan postur
kerja dipertimbangkan berdasarkan
tingkat resiko postur kerja dan waktu
kerja rata-rata adalah penaburan
pupuk, pemangkasan tanaman pagar,
dan penyemprotan obat hama.
4. Perbaikan postur kerja yang dilakukan
memberikan perubahan tingkat resiko
postur kerja dan keluhan sakit akibat
kerja dengan penurunan tingkat resiko
(b) postur kerja dan jumlah keluhan sakit
Gambar 8. Postur Kerja Penyemprotan akibat kerja setelah perbaikan.
Obat Hama
(a) Sebelum Perbaikan, (b) Sesudah B. SARAN
Perbaikan 1. Penilaian postur kerja perlu dilakukan
7. Pekerjaan 7 (Pembersihan) investigasi lebih lanjut dan mendalam
Pekerjaan 7 (pembersihan) terbagi dengan mempertimbangkan faktor-
menjadi 3 elemen kerja, yaitu penyapuan faktor lain, seperti faktor lingkungan,
dengan waktu kerja rata-rata 355 menit psikososial, dan organisasi kerja yang
dan elemen kerja penampungan sampah dikarenakan penilaian postur kerja
dengan waktu kerja rata-rata 38 menit dengan metode REBA ini merupakan
memiliki tingkat resiko postur kerja penilaian ergonomi yang dilakukan

156
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

secara cepat dan hanya


mempertimbangkan faktor fisik
pekerjaan saja.
2. Perusahaan melakukan kebijakan
rolling/pergantian pekerjaan antar
pekerja dengan kategori pekerjaan
yang berbeda sehingga pekerja tidak
hanya bekerja pada satu kategori
pekerjaan saja di setiap harinya dan
pengunaan postur kerja pada masing-
masing pekerja dapat divariasikan
serta memperkecil peluang keluhan
sakit yang dikarenakan pengunaan
postur kerja yang monoton.

DAFTAR PUSTAKA
Englewood Cliffs, N.J. 1994. Motion and
Time Study : Improving Productivity.
Prentice Hall Inc.
Kroemer Karl, Henrike Kroemer, dan
Katrin Kroemer-Elbert. 2001.
Ergonomics: How to Design for Ease
and Efficienc. 2nd ed . Prentice Hall of
International Series.New Jersey.
McAtamney, L. and Hignet, S. 2000.
REBA: Rapid Entire Body Assessment.
Applied Ergonomics, 31: 201-205.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995.
Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu.
Surabaya : Penerbit Guna Widya

157
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGARUH SUHU PENYANGRAIAN BIJI TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL


PROTEIN ISOLAT BUNGKIL WIJEN (SESANUM INDICUM L)
(Effect of roasting temperature on the functional properties of protein
isolated from sesame cake)

Pudji Hastutia, Masagus Muhammad Prima Putrab


a
Department of Food and Agricultural Product Technology, Gadjah Mada University,
Jl Flora Bulaksumur Yogyakarta, Indonesia
b
Alumni from Food Science and Technology Study Program, Department of Food and
Agricultural Product Technology, Gadjah Mada University, Jl Flora Bulaksumur
Yogyakarta, Indonesia

Abstrak

Sesame seed (Sesamum indicum L.) is one of the world's most important and oldest
oilseed crops as source of vegetable oil having high content of antioxidant. Oil pressing
produced sesame cake as by product which contained mainly protein. The aim of this study
was to evaluate the effects of roasting temperature prior to oil pressing on the functional
properties of isolate sesame protein. The functional properties studieded were Water
Absorption Capacity (WAC), Oil Absorption Capacity (OAC), Foaming Capacity (FC),
Foam Stability (FS) and Least Gelation Concentration (LGC). The prior to oil pressing
sesame seed were roasted at 1800C for 30 min (P180) and 2200C for 30 min (P220) and
without roasting was used as the reference (P0). The isolates protein were prepared from
defatted sesame cake flour by alkaline solubilization at pH 11 followed by isoelectric
precipitation at pH 4.
The protein contents in the precipitates from P0, P180, P220 were 90.882.65%,
90.953.9%, and 92.483.63%, while the protein recoveries from P0, P180, P220 were
55.522.84% and 46.92.13% and 38.188.19%, respectively. The WAC,OAC,FC, FS
after 90 min,and LGC of protein from P0 found to be 377,432.66%, 263,98.89%,
196.532.2%, 54.269.27%, and 12% w/v, respectively. The isolate protein from P180
found to have WAC of 352,511.95%, OAC of 271.786.05%, FC of 190.410.92%, FS
after 90 min was 25.455.84%, with LGC at pH 7 was 12% w/v. The isolate protein from
P220 found to have WAC of 360,61.98%, OAC of 254.312.25%, FC of 197.866.33%,
FS after 90 min was 50.363.33% and LGC at pH 7 was 12% w/v.
This study showed that roasting to some extent resulted in lower protein recoveries
but only slightly affected the functional properties of isolate protein from the sesame cake.
The isolate protein Sesame cake, as by product of sesame oil production may regarded as a
potential vegetable protein with good source of essentiel amino acid, with exception of
tryptophan.

Key words: Sesame protein, roasting temperature, functional properties.

1. PENDAHULUAN penghasil minyak nabati yang dapat


Wijen (Sesanum indicum L.) digunakan dalam industri makanan,
merupakan salah satu komoditas kosmetik, maupun farmasi. Kandungan
pertanian yang sangat potensial sebagai minyak pada biji wijen mencapai 55%

158
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

dengan kandungan protein hingga 20% protein yang diisolasi dari bungkil
(Abou-Gharbia, et al., 1997). Minyak tersebut. Penelitian ini bertujuan
dari biji wijen diketahui memiliki penelitian untuk mengetahui pengaruh
kestabilan terhadap reaksi oksidatif yang suhu penyangraian biji wijen terhadap
lebih baik dibandingkan dengan sifat fungsional protein isolat yang
minyaknabati lainnya (Budowski, 1964). dihasilkan dari bungkil wijen sisa
Hal ini disebabkan oleh kandungan pengepresan minyak.
antioksidan seperti sesamin, sesamol,
sesamolin dan tokoferol yang tinggi 2. METODE PENELITIAN
(Fukuda, et al., 1986). Proses ekstraksi 2.1. Bahan dan Alat
minyak dari biji wijen dilakukan melalui Biji wijen (varietas Sumberejo 1)
proses pembersihan, penghilangan kulit yang digunakan dalam penelitian ini
biji, penyangraian, pemasakan dan diperoleh dari petani tradisional,
pengepresan. Proses penyangraian Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang
merupakan salah satu tahapan ekstraksi dipanen pada Mei 2010. Bahan kimia
yang memiliki pengaruh terhadap warna, untuk analisis yang digunakan dalam
komposisi, dan kualitas minyak penelitian ini adalah analytical grade,
wijenyang dihasilkan (Yen dan Shyu, kecuali heksan untuk perlakuan defatting
1989). Penelitian yang dilakukan oleh menggunakan technical grade.
Kim (2000) dan Jannat, et al. (2010)
menunjukkan bahwa minyak wijen yang 2.2. Perlakuan penyangraian
diekstrak dari biji wijen yang telah Biji wijen mentah disangrai
disangrai pada suhu antara 200oC-220oC menggunakan mesin penyangrai kopi
memiliki kandungan antioksidan yang yang telah dimodifikasi pada suhu 180oC
tinggi, sehingga membuat minyak wijen (P180) dan 220oC (P220) selama 30 menit
yang diperoleh lebih stabil dari reaksi dengan biji wijen tanpa penyangraian
oksidasi. Sedangkan penelitian yang digunakan sebagai controlnya (P0). Biji
dilakukan oleh Jeong, et al. (2004) yang telah disangrai maupun yang tidak
menunjukkan bahwa suhu penyangraian disangrai dipress dengan pengempa
biji wijen antara 160oC-200oCsebelum hidraulik dengan tekanan 40 kN selama 5
pengepresan, akan meningkatkan menit untuk mengeluarkan minyaknya.
stabilitas minyak wijen yang dihasilkan.
Proses ekstraksi minyak wijen akan 2.3. Pembuatan tepung bungkil wijen
menghasilkan bungkil yang masih rendah lemak
memiliki potensi pemanfaatan baik Bungkil wijen dihancurkan dan
sebagai sumber antioksidan (Jeong, et al., dihilangkan minyaknya dengan cara
2004) maupun sumber protein (Gandhi ekstraksi menggunakan n-heksan dalam
dan Srivastava, 2007 dan Kanu, et al, kolom ekstraksi selama 72 jam. Bungkil
2007). Dari penelitian sebelumnya, dapat wijen rendah lemak yang diperoleh
diketahui suhu penyangraian pada 180oC memiliki kandungan lemak <1%.
selama 30 menit dan pada 220oC selama Bungkil wijen rendah lemak tersebur
30 menitmenghasilkan minyak wijen kemudian dikeringanginkan pada suhu
dengan karakteristik warna dan aroma ruang dilanjutkan dengan pengecilan
yang baik dan disukai panelis, dan ukuran dan pengayakan hingga lolos
kandungan antioksidan yang tinggil ayakan 60 mesh. Tepung wijen rendah
(Siswanti, 2011). Untuk dapat lemak kemudian dikemas dalam kantong
mengoptimalkan pemanfaatan bungkil polietilen dan disimpan dalam ruang
wijen sebagai sumber protein nabati, dingin pada suhu 4o C sampai dengan
perlu diketahui sifat sifat fungsional digunakan.

159
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

WHC dan OAC ditentukan dengan


2.4. Pembuatan isolat protein dari metode Sosulski, et al. (1976). Satu gram
tepung rendah lemak sampel dicampur dengan 10 ml aquadest
Isolat protein wijen dibuat menurut atau minyak kedelai dalam tabung
metode yang dikembangkan oleh Chavan, centrifuge. Campuran di homogenisasi
et al. (2001), dengan modifikasi. Dispersi selama 30 detik setiap 5 menit dengan
dari tepung wijen rendah lemak dalam vortex dan setelah 30 menit tabung
aquadest (1:25, w/v) diatur pH nya disentrifugasi selama 30 menit
menjadi 11 dengan menggunakan 1N pada2000xg. Air atau minyak yang tidak
NaOH pada 30o C, kemudian terserap pada bahan dibuang dengan cara
dihomogenisasi selama 2 jam, setiap 10 dituang.
menit sekali diperiksa dan diatur pH agar WHC (g air per g sampel) dihitung
tetap pada kondisi pH 11. Suspensi menggunakan persamaan:
tersebut disentrifugasi pada 4000 x g
selama 30 menit untuk mendapatkan WHC = (W2-W1)/W0
supernatan yang mengandung protein
terlarut. Supernatan diatur pH nya sampai dalam hal ini W0 adalah berat sampel
titik isoelektris protein wijen dengan kering (g), W1 adalah berat tabung berisi
menambahkan 1N HCl untuk sampel kering (g) dan W2 adalah berat
mengendapkan proteinnya. Selanjutnya, tabung berisi sampel setelah pengujian,
endapan protein dipisahkan dengan (setelah air atau minyak dituang) (g).
disentrifugasi pada 4000 g selama 30 OAC (gram minyak per gram
menit. Endapan protein dikeringkan protein) dihitung menggunakan
dengan freeze drier. Protein recovery persamaan:
dihitung dengan rumus berikut:
OAC = (O2-O1)/ O0
Protein recovery (%) = {[berat isolat
protein (g) x kadar protein dalam isolat dalam hal ini O0 adalah berat sampel
protein(%)]/ [berat isolat protein (g) x kering (g), O1 adalah berat tabung
kadar protein dalam isolat protein(%)]} x ditambah sampel kering (g) dan O2
100. adalah berat tabung dengan sampel
setelah pengujian (g).
2.5. Analisis proksimat
Terhadap bungkil wijen dan tepung 2.7. Kemampuan pembentukan buih
wijen rendah lemak dilakukan penentuan dan stabilitas buih
kadar air secara termografimetri (AOAC, Kemampuan pembentukan buihdan
1999), kadar lemak (AOAC, 1999), kadar stabilitas buih ditentukan dengan metode
protein (AOAC, 1999) dan kadar abu Kabirullah dan Wills (1982). Lima puluh
(AOAC, 1999) dan kadar karbohidrat millileter larutan isolat protein 1% pada
dihitung secara by different dengan pH 7 dihomogenisasi pada kecepatan
dengan mengurangi 100% dengan rendah selama 1 menit menggunakan
persentase kadar air, lemak, protein dan waring blender, kemudian dipindahkan
abu. ke alam gelas ukur. Volume busa yang
terbentuk di atas permukaan larutan
2.6. Kemampuan menahanair (water dicatat setelah 30 detik. Kemampuan
holding capacity (WHC)) dan pembentukan buih dinyatakan sebagai
kemampuan menyerap minyak (oil persen volume yang meningkat karena
absorption capacity (OAC)) terbentuknya buih.

160
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Stabilitas buih dinyatakan sebagai


volume buih yang tersisa setelah 30, 60, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
90 dan 120 menit. 3.1. Analisis proksimat bungkil wijen
dan tepung wijen rendah lemak
2.8. Kemampuan pembentukan gel Komposisi proksimat bungkil
D
(least gelation concentration (LGC)) wijen dan tepung wijen rendah lemak
Kemampuan pembentukan gel untuk masing masing perlakuan
ditentukan dengan modifikasi metode ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil analisis
Coffman dan Garcia (1977). Tabung proksimat menunjukkan bahwa proses
reaksi berisi suspensi 2, 4, 6, 8, 10, 12, penyangraian tidak mempengaruhi
14, 16, 18, dan 20% (b/v) bahan dalam 5 kandungan protein pada bahan. Hasil ini
ml aquadest pada pH 7 dipanaskan juga serupa dengan penelitian Seena, et
selama 1 jam dalam air mendidih al. (2006) pada biji bakau, Yagoub dan
dilanjutkan dengan pendinginan pada air Abdalla (2007) pada biji kacang tanah
es dan pendinginan lebih lanjut pada 4oC dan Yeheyis, et al. (2011) pada biji lupin
selama 2 jam. Kemampuan pembentukan bahwa perlakuan penyangraian tidak
gel (LGC) dinyatakan sebagai mempengaruhi kadar protein pada bahan.
konsentrasi terkecil sampel yang tidak Analisis kadar protein kasar
tumpah saat tabung reaksi dibalik, setelah menunjukkan kandungan protein antara
suspensi dipanaskan dan didinginkan 36,04-41,44% pada bungkil dan
tersebut. meningkat hingga 51,31-54,91% pada
tepung wijen rendah lemak. Kandungan
2.9. Analisis statistik protein tepung wijen rendah lemak ini
Data yang diperoleh diuji dengan mirip dengan kandungan protein tepung
analisis varian (ANOVA) dan apabila wijen rendah lemak pada penelitian
berbeda nyata (p<0,05) dilanjutkan Gandhi dan Srivastava (2007) sebesar
dengan analisis Beda Jarak Ganda 47,63-51,45% namun lebih tinggi bila
Duncan (DMRT). Seluruh analisis dibandingkan dengan tepung wijen
statistik dilakukan menggunakan rendah lemak pada penelitian Onsaard, et
software komputer SPSS versi 13 for al. (2010) sebesar 41,15%.
window.
Tabel 1. Komposisi kimia bungkil wijen dan tepung wijen rendah lemak
Analisis Bungkil P0 TWRLa Bungkil P180 TWRLa P180 Bungkil oh P220 TWRLa
P0 P220
Kadar air 6,74 17,73 4,06 10,08 9,05 14,18
(%) 0,07 0,6 0,04 0,06 0,13 0,21

Kadar lemak (%db) 25,59 0,63 18,17 0,45 18,96 0,25


0,48 0,16 0,46 0,05 0,11 0,21

Kadar protein (%db) 36,04 51,31 41,44 54,91 38,15 52,74


0,08 0,09 0,08 0,05 0,07 0,05

Kadar abu 12,76 9,09 18,17 15,54 12,15 15,54


(%) 0,04 0,06 0,46 0,02 0,16 0,26

Karbohidrat b (%) 18,86 25,24 26,11 19,02 21,69 17,29


0,93 0,84 0,96 0,9 0,91 0,86
Nilai dari tiga ulangan standar deviasi
a
Tepung Wijen Rendah Lemak (TWRL)
b
ditentukan dengan by-different
wijen pada berbagai pH untuk
3.2. Ekstraksi protein menentukan pH pelarutan dan
Proses ekstraksi protein didahului pengendapan. Pola kelarutan protein
dengan pengujian profil kelarutan protein wijen terhadap pH menurun dari pH 2 ke

161
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

pH 4 (titik isoelektris pada penelitian ini) penyerapan air memberikan hasil sampel
dan terus meningkat pada pH di atas pH isolat protein dari biji wijen yang telah
isoelektrisnya. Dari profil kelarutan mengalami penyangraian memiliki
protein tersebut, ekstraksi protein kemampuan penyerapan air yang lebih
dilakukan dengan melarutkan protein kecil bila dibandingkan dengan isolat
pada pH 11 kemudian dilanjutkan dengan protein dari biji wijen tanpa
pengendapan pada pH 4. pH 11 penyangraian. Hal ini kemungkinan
dipilihkarena penggunaan pH di atas pH dikarenakan terjadinya denaturasi dan
11 akan menyebabkan pembentukan agregasi protein karena proses
lysinoalanine yang bersifat toksin selain penyangraian yang menyebabkan
membutuhkan NaOH dan HCl yang lebih berkurangnya kemampuan protein dalam
banyak (Marnoch dan Diosady, 2006). berikatan dengan air.
Proses ekstraksi protein dari tepung wijen
rendah lemak menghasilkan isolat protein Tabel 2. Sifat Fungsional Isolat Protein
dengan protein recovery dan kandungan Wijena
protein untuk masing-masing perlakuan Sifat Fungsional P0 P180 P220
Kemampuan Menyerap 377,432,66a 352,511,95c 360,61,98b
sebesar 55,522,84% dan 90,882,65% Air (WAC) (%)
ab b
Kemampuan Menyerap 263,98,89 271,786,05 254.312,25ac
untuk P0; 46,92,13% dan 90,953,9% Minyak (OAC) (%)
a a
Kemampuan Pembentukan 12 12 12a
untuk P180; dan 38,378,19% dan Gel (LGC)
(% w/v)
92,483,63% untuk P220. Hasil tersebut Kemampuan Pembentukan 196,532,2a 190,410,92a 197,866,33a
buih (%)
menunjukkan bahwa penyangraian pada Stabilitas buih (%)
30 min 75,764,38a 62,025,08b 75,892,83a
proses ekstraksi minyak memberikan 60 min 64,046,45a 35,787,52b 60,431,68a
90 min 54,269,37a 25.455.84b 50.363.33a
pengaruh nyata (p<0,05) pada protein a
120 min 41,0511,76a 19,225,65b 35,058,34a

recovery dimana semakin tinggi suhu Data merupakan rerata dari 3 ulangan. Data yang
diikuti dengan angka yang berbeda pada baris
penyangraian memberikan protein yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
recovery yang semakin kecil. Hasil ini
serupa dengan hasil penelitian yang 3.4. Kemampuan penyerapan air
dilakukan oleh Akaerue dan Onwuka Kemampuan penyerapan air
(2010) pada pembuatan isolat protein merupakan sifat fungsional dari protein
mungbean dan Hojilla-Evangelista dan yang menentukan tekstur dari produk
Evangelista (2006) pada protein biji yang dihasilkan. Hasil pengujian
Cuphea. Berkurangnya protein recovery kemampuan penyerapan air memberikan
ini kemungkinan disebabkan oleh hasil sampel isolat protein dari biji wijen
agreagasi protein karena pemanasan yang telah mengalami penyangraian
(Adebowale, 2008) dan juga terbukanya memiliki kemampuan penyerapan air
rantai protein yang menyebabkan rantai yang lebih kecil bila dibandingkan
samping hidrofobik menjadi keluar dengan isolat protein dari biji wijen tanpa
sehingga protein menurun kelarutannya penyangraian. Hal ini kemungkinan
(Sathe, et al., 1982). dikarenakan terjadinya denaturasi dan
agregasi protein karena proses
3.3. Sifat fungsional isolat protein penyangraian yang menyebabkan
Sifat fungsional dari isolat protein berkurangnya kemampuan protein dalam
wijen dapat dilihat pada Tabel 2. berikatan dengan air. Berkurangnya
kemampuan penyerapan air karena proses
3.4. Kemampuan penyerapan air pemanasan ini juga terjadi pada
Kemampuan penyerapan air merupakan penelitian Hojilla-Evangelista dan
sifat fungsional dari protein yang Evangelista (2006) pada protein biji
menentukan tekstur dari produk yang Cuphea sebesar 273% setelah pemanasan
dihasilkan. Hasil pengujian kemampuan dibandingkan 370% pada perlakuan

162
Prosiding Seminar Nasional APTA,
APTA 23-24 November 2011

kontrol dan Yagoub dan Abdalla (2007) pada isolat protein wijen dan Lqari, et al.
pada biji kacang tanah sebesar 216% (2002) pada isolat protein lupin.
pada perlakuan penyangraian
dibandingkan 487% pada perlakuan 3.7. Kemampuan pembentukan buih
kontrol. Kemampuan penyerapan air pada Hasil pengujian memberikan hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan bahwa proses penyangraian pada biji
kemampuan penyerapan air konsentrat
kons wijen tidak memberikan pengaruh yang
protein wijen pada penelitian Onsaard, et nyata (p>0,05) terhadap kemampuan
al.. (2010) sebesar 350% dan lebih tinggi pembentukan buih. Hasil pengujian
bila dibandingkan dengan isolat protein kemampuan pembentukan buih pada
wijen pada penelitian Gandhi dan penelitian ini lebih tinggi bila
Srivastava (2007) sebesar 200-240%.
240%. dibandingkan dengan kemampuan
pembentukan
bentukan buih konsentrat protein
3.5. Kemampuan penyerapan minyak wijen sebesar 82% (Onsaard, et al.,
Hasil pengujian kemampuan 2010). Perlakuan penyangraian
penyerapan minyak menunjukkan memberikan pengaruh yang nyata
terjadinya peningkatan kemampuan terhadap stabilitas buih (p<0,05) dimana
penyerapan minyak dari 263,98,89% perlakuan penyangraian pada 180oC 30
pada P0 menjadi 271,786,05% pada P180 menit memiliki stabilitas buih yang lebih
dan kembali turun 254,312,25% pada rendah bila dibandingkan dengan
P220. Terjadinya peningkatan ini perlakuan P0 dan P220 (Gambar 1).
kemungkinan dikarenakan terbukanya Penurunan stabilitas buih pada perlakuan
struktur
tur molekul protein selama P180 kemungkinan disebabkan oleh
pemanasan yang menyebabkan terjadinya agregasi protein yang
meningkatnya rantai samping asam menyebabkan berkurangnya kemampuan
amino hidrofobik yang dapat berikatan protein dalam membentuk buih.
dengan minyak (Akaerue dan Onwuka, Peningkatan kembali stabilitas
ilitas buih pada
2010). Kemampuan penyerapan minyak perlakuan P220 kemungkinan disebabkan
isolat protein wijen pada penelitian ini oleh bertambahnya rantai samping yang
mirip dengan kemampuan an menyerapan bersifat polar karena terbukanya rantai
minyak pada konsentrat protein wijen protein setelah pemanasan (Akaerue dan
pada penelitian Onsaard, et al. al (2010) Onwuka, 2010).
sebesar 269% namun lebih rendah bila
dibandingkan dengan kemampuan
penyerapan minyak isolat protein wijen
pada penelitian Gandhi dan Srivastava
(2007) sebesar 378%.

3.6. Kemampuan pembentukan


embentukan gel
Hasil pengujian menunjukkan
bahwa perlakuan penyangraian pada biji
wijen tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) pada kemampuan pembentukan
gel. Hasil pengujian memberikan hasil
kemampuan pembentukan gel yang
rendah dengan LGC (Least
Least Gelation
Gambar 1. Stabilitas Buih Perlakuan Tanpa
Concentration) 12%. Hasil pengujian angraian 180oC 30 Menit
Penyangraian (P0), Penyangraian
pada penelitian ini serupa dengan (P180), dan Penyangraian 220oC 30 Menit (P220)
penelitian Gandhidan Srivastava (2007)
(2007

163
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

4. KESIMPULAN Properties of Cuphea PSR23 Seed


Perlakuan penyangraian pada proses Proteins. JAOCS 83, 713718.
ekstraksi minyak memberikan pengaruh Jannat, B., M. R. Oveisi, N. Sadeghi, M.
yang nyata (p<0,05) pada protein Hajimahmoodi , M. Behzad, E.
recovery, kemampuan penyerapan Choopankari, and A. A. Behfar.
minyak, dankemampuan penyerapan air 2010. Effects of roasting temperature
namun tidak memberikan pengaruh yang and time on healthy nutraceuticals of
nyata (p>0,05) pada kemampuan antioxidants and total phenolic
pembentukan gel dan kemampuan content in iranian sesame seeds
pembentukan buih. (Sesamum indicum L.). Iran. J.
Environ. Health. Sci. Eng. Vol. 7,
5. DAFTAR PUSTAKA No. 1, pp. 97-102.
Abou-Gharbia, H.A., F. Shahidi, A. Adel Jeong, S.M., S. Y. Kim, D. R. Kim, K. C.
Y. Shehata, and M.M. Youssef. Nam, D. U. Ahn, and S. C. Lee.
1997. Effects of Processing on 2004. Effect of Seed Roasting
Oxidative Stability of Sesame Oil Conditions on the Antioxidant
Extracted from Intact and Dehulled Activity of Defatted Sesame Meal
Seeds. JAOCS 74:215221. Extracts. Journal of Food Science
Adebowale, Y.A., 2008. A study of the 69:377-381.
control variables during the Kanu, P.J., Kerui, Z., Ming, Z.H.,
preparation of protein isolate from Haifeng, Q., Kanu, J. and Kexue, Z.
Mucuna bean (Mucuna pruriens). (2007). Sesame protein 11:
EJEAFChe, 7:3223-3238. Functional properties of sesame
Akaerue, B.I. and G.I. Onwuka. 2010. (Sesamum indicum L.) protein isolate
Evaluation of the Yeild, Protein as influenced by pH, temperature,
Content and Functional Properties of time, and ratio of flour to water
Mungbean (Vigna radiata (L.) during its production. Asian Journal
Wilczek) Protein Isolates as Affected of Biochemistry, 2(5), 289-301.
by Processing. Pakistan Journal of Kim, H. W. 2000. Studies on the
Nutrition 9 (8): 728-735. antioxidative compounds of sesame
Budowski, P. 1964. Recent research on oils with roasting temperature.
sesamin, sesamolin, and related Korean J Food Sci Technol 32:246
compounds. JAOCS 41:2805. 51.
Fukuda Y, Nagata M, Osawa T, and Lqari, H. J., Vioque, J. and Pedroche, F.
Namiki M. 1986. Contribution of Millan. 2002. Lupinus angustifolius
lignan analogues to antioxidative protein isolates: chemical
activity of refined unroasted sesame composition, functional properties
seed oil. J Am Oil Chem Soc and protein characterization. Food
63:102731. Chemistry 76: 349356.
Gandhi, A.P. and Srivastava, J. (2007). Marnoch, R., and Levente L. Diosady.
Studies on the production of protein 2006. Production of Mustard Protein
isolates from defatted sesame seed Isolates from Oriental Mustard Seed
(Sesamum indicum) flour and their (Brassica juncea L.). JAOCS 83, 65
nutritional profile. ASEAN Food 69.
Journal, 14 (3), 175-180. Onsaard, E., Patchaneepun, P., and
Hojilla-Evangelista, M. P., and Roque L. Poonpun, A. 2010. Functional
Evangelista. Effects of Cooking and Properties of Sesame Protein
Screw-pressing on Functional Concentrate from Sesame Meal. As.
J. Food Ag-Ind., 3(04): 420-431.

164
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Sathe, S.K., S.S. Desphande and D.K.


Salunke, 1982. Functional properties
of winged bean (Psophocarpus
tetragonolobus) L. (DC) proteins. J.
Food Sci., 47: 503.
Seenaa, S., K.R. Sridhara, A.B. Arunb,
and Chiu-Chung Young. 2006.
Effect of roasting and pressure-
cooking on nutritional and protein
quality of seeds of mangrove legume
Canavalia cathartica from southwest
coast of India. Journal of Food
Composition and Analysis 19: 284
293.
Siswanti. 2011. Sintesis Lemak Margarin
dari Minyak Wijen dan Stearin
Minyak Sawit Melalui
Interesterifikasi Kimiawi. Thesis.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Yagoub, A. E. A., and Abdalla
Abdelsamad Abdalla. 2007. Effect of
Domestic Processing Methods on
Chemical Composition, In vitro
Digestibility of Protein and Starch
and Functional Properties of
Bambara Groundnut (Voandzeia
subterranea) Seed. Research Journal
of Agriculture and Biological
Sciences, 3(1): 24-34.
Yeheyis, L., Claudia Kijora, Michael
Wink, and Kurt J. Peters. 2011.
Effect of a Traditional Processing
Method on the Chemical
Composition of Local White Lupin
(Lupinus albus L.) Seed in North-
Western Ethiopia. Naturforsch. 66 c,
403 408.
Yen, G.-C., and S.-L. Shyu. 1989.
Oxidative Stability of Sesame Oil
Prepared from Sesame Seed with
Different Roasting Temperatures.
Food Chem. 31:215224.

165
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

POST-HARVEST QUALITY EVOLUTION OF JONAGORED APPLES (MALLUS


DOMESTICACV. BORKH) DURING 14 DAYS OF SHELF LIFE

Fahrizal Yusuf Affandi *) and Bert Verlinden **)


*)
Agro-industry department Vocational School Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Indonesia;
**)
Flanders Centre for Postharvest Technology/Laboratory of Postharvest Technology,
Katholieke Universiteit Leuven, Willem de Croylaan 42, 3001 Leuven, Belgium

Abstrak

The experiment was carried out to study the quality evolution of Jonagored apples
(Mallus domesticacv. Borkh) during 14 days of shelf life prior to controlled atmosphere (CA)
storage. The apple were harvested from the Fruitteelt centrum (Velm, Belgium) in 24
September 2010 (optimal picking) and 8 October 2010 (late picking) and were stored at 18
C and 65% RH to mimic the shelf life condition. The apple then were measured for colour,
firmness, soluble solid content (SSC), titratable acidity, ethylene production rate, O2
consumption rate, CO2 production rate and respiratory quotient (RQ) at 0, 7 and 14 days after
harvest.
The colour was measured at five random positions on the surface of each apple using
a Minolta CM-2500D Spectrophotometer. The fruit firmness was determined using a LRX
material testing system with a load cell of 500N . The firmness was calculated as the
maximum force needed by a plunger with a surface of 1 cm2 to penetrate the apple over a
depth 8 mm with a speed of 8mm/s. Acid content was determined from a six apple composite
sample by titrating 10 ml of apple juice with 0,1 N Natrium hydroxide until pH = 8,1 was
reached. SSC was measured using a digital refractometer and it is expressed as Brix.
Ethylene concentration of the headspace was determined by gas chromatography with Flame
Ionisation Detector (FID, air flow : 300ml/min; H2F flow : 35 ml/min) detection. The
respiration rate measurement was done by measuring 02 consumption and CO2 production of
an individual apple inside the jar. The 02 and CO2 concentrations were determined by gas
chromatography with Thermal Conductivity Detector (TCD) detection
There was a significant effect of shelf life duration in colour of the apple. The apple
turn its colour from green to yellowish green at the end of shelf life. The optimal-picked
apple had a greener colour than the late-picked apple at 0 and 7 days of shelf life except at 14
days where the older apple had a greener colour. Although the effect was not consistent,
firmness of apple was affected by shelf life and picking time as well. Firmness decreased
along shelf life and the optimal-picked apples were firmer than the late-picked apple. Apples
acidity decreased during shelf life from 8,43 mL NaOH (optimal-picked apple) and 8.85 mL
NaOH (late-picked apple) to 7.58 mL NaOH (optimal-picked apple) and 7.03 mL NaOH
(late-picked apple) at the end of shelf life. Yet, acidity was not affected by picking time.
Ethylene was considerably increased throughout shelf life and the late-picked apple had a
higher ethylene production level than the optimal-picked apple. Optimal-picked apple had a
lower respiration rate than the late picked apple. Older apple consumed oxygen and produced
carbon dioxide at a higher rate than the younger apple. Moreover, respiration rates as
represented by O2 consumption rate, CO2 production rate and respiratory quotient (RQ)
tended to increase along shelf life.

166
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Key words: Apple quality, colour, firmness, titratable acidity, soluble solid content, ethylene,
O2 production, CO2 production, respiratory quotient

1. INTRODUCTION scales have been developed, but the


Quality of fruit are a whole predominant scale used for fruits and
intrinsic and extrinsic characteristics that vegetables is the Hunter Lab or its
meet the consumer needs. Quality relies variant CIE L*a*b* (Abbott, 1999).
on human perspectives comprising many Firmness is the primary textural
properties or characteristics. Importance of attribute measured in fruits and vegetables.
some quality components depend upon the Firmness is usually measured by
commodity and its intended use and varies destructive puncture tests, including
between producers, handlers and handheld Effegi (Volz et al., 2003) and
consumers (Kader, 1999; Barrett et al., mechanized Instron tests (White et al.,
2010) 2004). An indication offirmness is
Maturity at harvest is of obtained by the force necessary to cause
importance in determining storability and penetration of a standard probea specified
fruit quality at the final consumption. distance into the product.
Caution must be taken carefully when In the early stage of maturation,
harvesting the fruit. It should be picked at starch accumulated in the fruit tissues are
its optimum maturity otherwise it would progressivelly hydrolised resulting in
be prone to some postharvest physiological sweeteness improvement. Sugar are
disorder. Fruit that are picked too early synthesised from starch as a result of
are more susceptible to shrivelling and polymeric breakdown, especially pectic
mechanical damage and will have poor substances and hemicelluloses. This affect
flavour quality when ripe. Overripe fruit both the taste and texture of produce.
are likely to become soft and mealy with Respiration is responsible for
insipid flavour soon after harvest. energy production and synthesis of many
During ripening, several considerable biochemical precursor necessary for
changing are taking place such are change growth and maintenance of living cells.
in colour due to chlorophyll degradation or Respiration is essentially the enzymatic
synthesis or unmasking of another colour oxidation of a wide variety of compounds
pigments, softening which could be like starch, sugars, and organic acids by
attributed to starch degradation and means of molecular oxygen to water and
conversion to sugar, and flavour carbon dioxide (Nicola et al., 2005).
develoment due to alteration in sugar and Factors affect the rate of respiration are
organic acids temperature, O2 concentration, CO2
Colur change is the most obvious signal of concentration and exposure to ethylene.
ripening. It is probably the major criterion Alteration in one or all of the factors will
for consumer to recognize ripeness of the have an impact on the respiration rates
fruit. Therefore, colour measurement is an either increase or decrease (Kays & Paull,
important means of quality assessment of 2004)
food products. Fruit ripening and Measurement or estimation of
vegetable yellowing frequently involve the respiration rate can be based on
unmasking of yellow-to-orange determination of the change of every
xanthophylls and carotenes by the component of the respiration process (O2,
disappearance of chlorophyll. CO2, water, and the respiration heat).
Measurement of changes in pigments is Most frequently, the CO2 production or
important in understanding the physiology O2 consumption rate is measured. This is
of ripening and senescence Many color because the production of metabolic water

167
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
is too small in comparison to the overall biosynthesis will inhibit not only ripening
amount of water present in the product, but also the production of characteristic
and heat production measurements need to aroma volatiles (Yahia, 1991). (Bower et
be carried out in adiabatic setups, which al., 2003) reported that storage of Bartlett
are not easy to realize (Nicola et al., pears at either 1 or 2 C with 3 different
2009). ethylene levels (0, 1, 5 or 10 l l1 )
Ethylene (C2H4) is a naturally increased the incidence of physiological
produced, simple two carbon gaseous plant disorders. However, the effect of ethylene
growth regulator that has numerous effect was minor compared with the influence of
on growth, development and storage live temperature.
of many fruit, vegetables, and ornamental In order to design an appropriate
crops in very low concentration, from part cold storage system for long time storage
per million (ppm, l l-1) to part per billion of apple, study of apples quality evolution
(ppb, nl l-1). It is flammable, readily and respiration characteristics in shelf life
diffuses within and from the tissue and its condition should be carried out. Another
production is promoted by stress and importance of the study was to gain a data
wounding. This stress-induced ethylene for comparison with after storage
can also accelerate fruit ripening. measurement.
Harvested fruit and vegetables may be
intentionally or unintentionally exposed to
biologically active levels of ethylene and 2. MATERIAL AND METHODS
both endogenous and exogenous source of 2.1 Material
ethylene contribute to its biological Jonagored apples (Mallus domesticacv.
activity (Saltveit, 1999; Taiz & Zeiger, Borkh) were harvested in September and
2002) October 2010 at the Fruitteelt centrum
Ethylene accelerates fruit ripening (Velm, Belgium). To investigate maturity
and a dramatic increase in ethylene effects on quality evolution during storage,
production closely related with initiation apples were harvested at the commercial
of ripening. In many fruits, ripening is harvest time (24 September 2010) and a
characterised by a climacteric rise in late harvest time (8 October 2010). After
respiration and ethylene production. harvesting, apples were sorted and all the
Apples, bananas, avocados, mangoes, and diseased, damaged, without stalk or too
tomatoes are examples of climacteric class small ones were discarded. The sound
of fruit. Exposure to ethylene has been apples were then randomized and kept at
shown to increase softening of some fruits 1C and 65% RH for 14 days to mimic the
even during cold storage. In apple, shelf life condition. At 0, 7 and 14 days of
removal of ethylene from controlled shelf life, the apple were measured for
atmosphere chambers has been shown to colour, firmness, soluble solid content,
reduce softening of varieties such as tiitratable acidity, ethylene production rate,
Bramleys Seedling, and Golden O2 consumption rate, CO2 production rate
Delicious (Knee & Hatfield, 1981). The and respiratory quotient (RQ).
firmness of many ripening fruit and
vegetables decreases after an ethylene 2.2 Methods
treatment. In the short term this is The experiment was performed in the
beneficial especially when associated with Flanders Centre for Postharvest
ripening. But, in long term ripening can Technology/Laboratory of Postharvest
progress into senescence and the flesh can Technology, Departme nt of Biosystem
become too soft. By stimulating fruit Katholieke Universiteit Leuven Belgium.
ripening, ethylene enhances taste and
2.2.1 Colour
flavour. Therefore, inhibition of C2H4

168
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Colour is one of the parameters over a depth 8 mm with a speed of 8mm/s.
used to evaluated the quality change of The whole apple was placed on a
apples during storage. The colour was cylindrical cup (instead of cutting it in to
measured at five random positions on the half). The firmness measurements were
surface of each apple using a Minolta CM- performed on two opposite sides of each
2500D Spectrophotometer (Minolta apple. The results were averaged and
Camera Co., Ltd). The results were expressed as kgf.
averaged.
This spectrophotometer expresses 2.2.3 Soluble Solid Content
colours as precise numerical values, SSC was measured using a digital
relying on advanced optoelectronic refractometer (Atago Co., Ltd). The
technology. It provides high accuracy and measurement was done on two opposite
the ability to measure absolute colours. sides of each apple. A juice sample was
The apple is illuminated by two pulsed taken with a Pasteur pipette, put on the
xenon lamps. Multiple sensor segments prism of the refractometer and push the
receive light (in the visible-light range) start/off switch. The Brix value was
from the object and transmit information recorded and the results were averaged.
to the microcomputer. The microcomputer
2.2.4 Titratable Acidity
determined the spectral reflectance based
Acid content was determined from
on information from the spectral sensor.
a six apple composite sample by titrating
The results are displayed as numerical
10 ml of apple juice with 0,1 N Natrium
values in L*a*b colour space as shown in
hydroxide until pH = 8,1 was reached
the figure below
using a 702 SM Titrino (Metrohn Ion
Analysis Metrohn Ltd). The result were
averaged and expressed as volume of
NaOH 0,1 N consumed (ml NaOH 0,1 N)

2.2.5 Ethylene
To determine the ethylene
production rate, the apples were
individually placed in airtight glass jars.
Then it was flushed with humidified air for
minimally 3 hours. Ethylene concentration
of the headspace was determined by gas
chromatography with Flame Ionisation
Detector (FID, air flow : 300ml/min; H2F
flow : 35 ml/min) detection (Compact GC,
The L* value represents the lightness of
Interscience, Louvain-la-Neuve,
apple on the scale of 0 to 100, a* gives the
Belgium).The ethylene concentration from
values from green to red (-60 to +60), b*
the GC is expressed in part per million
gives the values from blue to yellow (-60
(ppm). On the other hand, the ethylene
to +60).
production rate is expressed in nmol/kg.s.
Therefore, to express ethylene in desired
2.2.2 Firmness
unit we convert ethylene concentration in
The fruit firmness was determined
ppm by using the ideal gas law
=> = ?@
using a LRX material testing system
(Lloyd Instruments Ltd) with a load cell of
(2.1)
500N . the firmness was calculated as the
With P pressure of the gas (bar); V volume
maximum force needed by a plunger with
of the gas (m3); n mol of the gas ; R is the
a surface of 1 cm2 to penetrate the apple
gas constant (0.08314472 bar.m3/kmol.K)

169
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
ZE[
and T is the absolute temperature of the ?Y = (2.4)
gas (Kelvin). Z[

The ethylene concentration from the GC is


expressed in ppm With >M\ the carbon dioxide production
rate; >\ the oxygen consumption rate.
DE FG
AB C4 = L 107 (2.2) The oxygen consumption rate VO2 or the
DHIHJK
carbon dioxide production rate VCO2 can
With AB C4 is
then be calculated from
the ethylene
concentration in ppm; M NG molarities of >\ _a _
ethylene (mol/m3) and OPOQR the total  ] ^`aHM[ O`HdM[ O
 e f O^M[ Oe g

molarities of the gas (mol/m3). (2.5)


Substituting equation (3.2) to equation
>M\ _a _
 ] ^`aHME[ O`HdME[ O
 e f O^ME[ Oe g
(3.1) resulting :
(2.6)
SSTM NG L35+U LV
M NG = WLX
(2.3)
with m the mass of the product (kg); V the
The rate of ethylene production is volume of the recipient minus the volume
calculated from the difference of ethylene of the product (m3); and CO2
O2 and CCO2
measured at time t0 and t0 t + t the concentrations of O2 and CO2,
considering the apple mass (kg) and free respectively (mol/m3)
space volume inside the jar. The free space
volume was calculated by subtracting the 3. RESULT
ESULT AND DISCUSSION
fruit volume from the total jar volume. The All results is presented iin Table 1
apple volume was measured according to below
the water displacement method. The apple
was immersed
mersed in a cup filled with water
and the weight difference due to
immersion was recorded. Using the
density of water, which is a function of
temperature, the volume of the apple is
measured.

2.2.6 Respiration
The respiration rate measurement
was carried out by measuring 02
consumption and CO2 production of an
individual apple inside the jar. The 02and
CO2concentrations were determined by
gas chromatography with Thermal
Conductivity Detector (TCD) detection Values followed by same capital letters
(Compact GC, Interscience, Louvain-la-
Louvain within the same picking time are
Neuve, Belgium).). The measured values of statistically not significant. Values within
oxygen and carbon dioxide were expressed the same shelf life (0,7 and 14 days
as percentage and then were converted to followed by same small letters are not
molar concentration according to ideal gas statistically significant.
law.
The respiratory quotient (RQ) was
calculated by :

170
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.1 Colour colour than b* mean the apple changed it
colour from green to yellow indicates the
a* colour action of chlorophylase, a chlorophyll
degradation enzime and synthesis of
40 another pigments such as carotenoids
a* colour

20 (Looney & Patterson, 1967; Almela et al.,


Optimal 1996). Figure 3 is presented below to put
0 into perspective about significance of
Late
-20 0 7 14 change in a* component and b*
Days of Shelf life component in affecting colour appearance
of apple. It was shown that during 14 days
Figure 1 a* colour evolution of Jongaored of shelf life a different colour degradation
apples stored in shelf life condition for 0, 7 pattern did occur. For the optimal-picked
and 14 days apple alteration in colour mainly occurred
During shelf life the a*colour of in a* component whereas for the late-
the optimal-picked apple gradually picked apple alteration mainly took place
increased from -2.16 (day 0) to 1.60 (day in b* component.
7) and 8.84 at the end of shelf life (day
14). Similarly, a*colour of the late-picked b* colour
apple also steadily increased from 3.01
100
(day 0) to 3.63 (day 7) and end up by 4.55.
b* colour

50
It was also revealed that at harvest the
0 Optimal
a*colour of the late-picked apple was
higher than that of the optimal-picked 0 7 14 Late
apple and that the late-picked apple had Days of shelf life
always a higher a* value during shelf life
days. Interestingly, at the end of shelf Figure 2. b* colour evolution of Jongored
lifeoptimal-picked apple scored a higher apples stored in shelf life condition for 0, 7
a*value than the late-picked apple. The and 14 days
change of b* value (Fig.2) was less
prononcoued than that of the a*value. At It was shown that firmness decreased
0 and 7 days no differences among picking during shelf life. For the optimal-picked
time were found. It can be observed from apple, the apple become softer after 7 days
figure that only at the end of shelf life, the of harvest. There was no significant
late-picked apple had a considerable difference observed between firmness at 7
increase in b*value compared to the day and that of 14 day. The late-picked
optimal-picked apple. Colour change of apple scored the lowest firmness at the end
apple reflects the degradation of green- of shelf life. Picking time seemed to have
pigment chlorophyll following ripening an effect only after 14 days of shelf life in
processes of fruit. During which the optimal-picked apple were
ripening,alteration in pigmentation significantly firmer (7.33 kgf) than the
normally involves the loss of chlorophyll late-picked apple (6.94 kgf).
and the synthesis of other pigment such as
carotenoids and anthocyanins or the
unmasking of these pigments which were
formed earlier in the development of the
fruit. A* value represents greenes (a
continum from green to red) of an apple
while b*value reflects contimum from blue
to yellow. A more distinct change in a*

171
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
of the optimal-picked apple increased
drastically along the shelf life period,
whereas the riper apple maintain its
soluble solid content. One explanation was
that a rapid starch degradation and
synthesis of sugar was took place and the
optimal picked apple still had more starch
than the late-picked apple (Thammawong
& Arakawa, 2010). However, after 14 days
sugar content of both optimal and late-
picked apple were similar implies that both
apple had a same starch and sugar content.
Figure 3. a* and b* colour coordinate
shifting for the optimal (blue) and late- 3.3 Soluble Solid Content
picked apple (red) during 14 days of shelf
life. S-O: a* and b* colour value at harvest 17.5 SSC
for the optimal-picked apple; S-L: a* and

Brix
15
b* colour value at harvest for the late- 12.5 Optimal
picked apple
10 Late
3.2 Firmness 0 7 14
Days of Shelf life
Firmness Figure 5. SSC evolution of Jonagored
10
apples stroed in shelf life condition for 0, 7
Firmness (kgf)

7.5
and 14 days
5
Optimal
2.5
Late 3.4 Titratable Acidity
0
0 of 7shelf life
Days 14
Acidity
Figure 4. Firmness evolution of Jonagored 10.5
apples stored in shelf life condition for 0, 7
Titratable acidity

9
7.5
(mL NaOH)

and 14 days 6
4.5 Optimal
At the cellular level, firmness 3
1.5 Late
depends on cell size, cell wall thickness 0
and strength, turgor pressure and the 0 7 14
manner in which cells bind together. Days of Shelf life
Dissolution of middle lamella and Figure 6. Acidity evolution of Jonagored
disassembly of cell walls facilitated by the apples stored in shelf life condition for 0, 7
composite action of hydrolytic enzymes in and 14 days
the fruit, namely, polygalacturonase,
pectinesterase, B-galactosidase, pectate Acidity evolution was also
lyase, and cellulase is the main factor influenced by apple maturity. The more
causing softening of fruit. Firmer apples mature apple loss noticeably it acidity and
undergo less bruising and loss in scored the lowest acidity (7.03 mL NaOH)
postharvest handling process(Konopacka compared to the optimal-picked (7.58 ml
& Plocharski, 2004). NaOH) at the end of shelf life (Fig.6). A
At harvest, the riper apple considerably number of organic acids in fruit are
had a higher sugar content than the responsible for acid taste. The acids which
younger apple. The soluble solid content are usually present in relatively large

172
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
quantities are malate, citrate and tartarate. the late-picked apple started the ripening
Malic acid is the predominates acid in process earlier than the optimal-pikced
apple. During apple fruit ripening the apple.
levels of malic acid decrease due to the
action of malic enzyme. The decline in 3.5 Respiration
acidity is due to the cellular respiration
activity in which organic acids serve as 3.5.1 O2 consumption rate
substrates that enter into the Krebs cycle to
gain small amount of energy for repair Oxygen consumption rate
processes (Taiz and Zeiger, 2002). At

Oxygen consumption
300

rate (nmol/kgs)
harvest the late-picked apples were more
200
acidic than the optimal-picked apples. This Optimal
100
was unagreement with firmness and SSC
0 Late
results in wich the more mature apple
scored a higher firmness and SSC. One 0 7 14
Days of Shelf life
explanation is that the rate of acid
Figure 8. Oxygen consumption rate of
transformation were slower than the the
Jonagored apples stroed in shelf life
rate of middle lamelladissolution and
condition for 0, 7 and 14 days
disassembly of cell walls as reflected by
firmness as well as the rate of sugar It can be seen from figure.8 that at
synthesis from starch as reflected in SSC. harvest and at 7 days of shelf life picking
time had a considerable effect on oxygen
consumption of the apple. The more
Ethylene
mature the apple, the more the oxygen
consumption of the apple. Except at 7 days
Ethylene production rate of shelf life, there were a trend of
0.25
Ethyelene production

0.2 increasing oxygen consumption Oxygen of


rate (nmol/kg s

0.15 the optimal-picked apple. This


0.1 Optimal
0.05 consumptions as well as carbon dioxide
0 Late production reflect respiration rate. Fruit
0 7 14 use O2 as a final electron acceptors in
Days of shelf life respiration processes which is essentially
Figure 7. Ethylene production rate of an enzymatic oxidation of a wide variety
Jonagored apples stored in shelf life of compounds like starch, sugars, and
condition for 0, 7 and 14 days organic acids by means of molecular
oxygen to water and carbon
It was observed that practically no dioxide(Nicola et al., 2009). Lowering O2
ethylene production was detected at partial pressure accompanied by lifting
harvest for both picking times (Fig.7). CO2 and cooling down the temperature
After 7 days, unlike the optimal-picked around the fruit will significantly reduce
apple, the late-picked apples showed a bust respiration rate as it is applied in control
of ethylene production (from < 10-5 atmospheres (CA) storage (Kader, 1986;
nmol/kgs to 0.08 nmol/kgs). At the end of Sas, 1993; Paull, 1999). From the figure
shelf life, either optimal-picked apple or aslo it can be observed that at the end of
late-picked apple demonstrated an increase shelf life (14 days) both apple (optimal and
in ethylene production. Ethylene late-picked) had a similar respiration rates
accelerates fruit ripening and a dramatic .
increase in ethylene production closely
related with initiation of ripening(Saltveit,
1999). Therefore it can be deducted that

173
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5.2 CO2 production rate Later picking time of apple resulted in a
higher respiratory quotient (RQ) value of
apple. However the effect of shelf life was
300 absence. The RQ values in this research
CO2 production rate

250 varied from 0.83 to 1.12. This value range


(nmol/kgs)

200 is in agreement with that of mentioned by


150
Optimal Kader (1987) which stated that the most
100 common RQ values of whole intact fruit
50 Late and vegetables range from 0.7 to 1.3.
0
Wider RQ range was reported for apple
0 7 14 subjected to Dynamic controlled
Days of shelf life atmosphere (DCA) treatment (Gasser et
Figure 9. Carbon dioxide production rate al., 2010). It was reported that during 200
of Jonagored apples stored in shelf life days DCA chlorophyll fluorescence
condition for 0, 7 and 14 days storage of Golden Delicious apples, the
RQs approximately varied from 1 to 7.
At harvest , the riper apple respired The RQ is normally assumed to be equal
higher than the younger apple (Fig.9). It to 1 if the metabolic substrates oxidized
produced 153 nmol kg-1s-1 CO2 while the are carbohydrates. However, if the
optimal-picked apple emitted 99 nmol kg- substrate is an acid the RQ is higher than 1
1 -1
s of CO2. After 7 days, the respiration and lower if the substrate is a lipid (Kader,
rate of the optimal-picked apple decreased 1986). RQ values from this research
to 41 nmol kg-1s-1 of CO2 and widen the revealed that for optimal-picked apple,
difference with that of the late-picked respiratory processes mainly oxidised
apple to three-fold differences (129 nmol carbohidrates (0.83<RQ<0.87) whereas
kg-1s-1 of CO2). At the the end of shelf acid is the main substrate oxidised in the
life, the difference became smaller and respiratory processes of the late picked
statistically insignificant. CO2 production, apple (0.94<RQ<1.12). This difference
especially for the otpimal apple, increased could be attributed to different ripening
dramatically at 14 days of shelf life and stage betwen the optimal and late picked
marked the beginning of ripening processe apple.
of this apple. Sudden increase of
respiration rate (i.e. CO2 production) is 4. CONCLUSIONS
one sign of ripening process (Saltveit, Quality measurements, respiration
2003). This result is in agreement with the rates and ethylene production rates
ethylene result wich stated that younger measurement was carried out to study the
apple started its ripening stage later than quality evolution of the apple in the shelf
the older apple at 14 days of shelf life. life condition. Two factors namely main
effect of picking time and shelf life
3.5.3 Respiratory quotient (RQ) duration (days) was investigated.
Interactions between these two factors
2 were elaborated as well. Results shown
1 Optimal that older apple (i.e. the late-picked apple)
had a higher change in almost several
0 Late quality attributes. Older apple were more
0 7 14 yellowish, less firm, less acidic and had a
Figure 10. RQ evolution of Jonagored higher sugar content than the younger
apples stored in shelf life condition for 0, 7 apple. Older apple also started their
and 14 days ripening process earlier as expressed in
their ethylene production rates and

174
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
respiration rates. It was also depicted that Konopacka D & Plocharski WJ (2004)
the longer the shelf life duration the Effect of storage conditions on the
greater the alteration of the quality relationship between apple firmness
attributes. and texture acceptability. Postharvest
Biology and Technology32, 205-211.
5. REFERENCES Looney NE & Patterson ME (1967)
Abbott JA (1999) Quality measurement of Chlorophyllase Activity in Apples and
fruits and vegetables. Postharvest Bananas during the Climacteric Phase.
Biology and Technology, 207225. Nature214, 1245-1246.
Almela L, Fernndez-Lpez JA, Candela Nicola BM, Hertog MLATM, Ho QT,
ME, Egea C & Alczar MD (1996) Verlinden BE & Verboven P (2009)
Changes in Pigments, Chlorophyllase Gas Exchange Modelling. In Modified
Activity, and Chloroplast and Controlled Atmospheres for the
Ultrastructure in Ripening Pepper for Storage, Transportation, and
Paprika. Journal of Agricultural and Packaging of Horticultural
Food Chemistry44, 1704-1711. Commodities
Barrett, Beaulie & Shewfelt (2010) Color, pp. 93 - 110 [EM Yahia, editor]. Boca
Flavor, Texture, and Nutritional Raton/London/New York: CRC Press.
Quality of Fresh-Cut Fruits and Nicola BM, Lammertyn J, Schotsmans W
Vegetables: Desirable Levels, & Verlinden BE (2005) Gas Exchange
Instrumental and Sensory Propertiesof Fruit and Vegetables
Measurement, and the Effects of In Enggineering Properties of Foods, pp.
Processing. Critical Reviews in Food 645-677 [MA Rao, SSH Rizvi and AK
Science and Nutrition50, 369-389. Datta, editors]. Boca Raton: CRC
Bower JH, Biasi WV & Mitcham EJ Press.
(2003) Effect of ethylene in the Paull RE (1999) Effect of temperature and
storage environment on quality of relative humidity on fresh commodity
[`]Bartlett pears'. Postharvest Biology quality. Postharvest Biology and
and Technology28, 371-379. Technology15, 263-277.
Gasser F, Eppler T, Naunheim W, Saltveit AAKaME (2003) Respiration and
Gabioud S & Bozzi Nising A (2010) Gas Exchane. In Postharvest
Dynamic CA Storage of Apples: Physiology and Pathology of
Monitioring of the critical Oxygen Vegetables, pp. 7 - 30 [JABaJK
Concentration and Adjustment Of Brecht, editor]. New York: Marcel
Optimum Conditions During Oxygen Dekker.
Reduction. In Acta Hort, pp. 39-46: Saltveit ME (1999) Effect of ethylene on
ISHS. quality of fresh fruits and vegetables.
Kader AA (1986) Biochemical and Postharvest Biology and
physiological basis for effects of Technology15, 279-292.
controlled and modified atmospheres Sas P (1993) Fruit Storage. Budapest:
on fruits and vegetables. Food Mezo Gazda.
Technology40, 99-104. Taiz L & Zeiger E (2002) Plant
Kader AA (1999) Fruit Maturity, Ripening Physiology, 3rd Edition ed: Sinauer
and Quality Relationships. Associates.
Kays SJ & Paull RE (2004) Postharvest Thammawong M & Arakawa O (2010)
Biology. Athens, Georgia: Exon Press. Starch to Sugar Conversion in
Knee M & Hatfield S (1981) BENEFITS "Tsugaru" Apples under
OF ETHYLENE REMOVAL Ethylene and 1-Methylcyclopropene
DURING APPLE STORAGE. Annals Treatments. Journal of Agriculture
of Applied Biology98, 157-165. Science and Technology12, 617-626.

175
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Yahia EM (1991) Production of Some
Odor-active Volatiles by `McIntosh'
Apples following Low-ethylene
Controlled-atmosphere Storage.
HortScience26, 1183-1185.

176
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
OPTIMASI KELARUTAN, RENDEMEN DAN HIGROSKOPISITAS SERBUK
PERISA ALAMI RAJUNGAN(Portunus Pelagicus) (KAJIAN FAKTOR SUHU
PENGERINGAN DAN LAMA PENGERINGAN).

Arie Febrianto M*,1 , Jaya Mahar Maligan, Ika Atsari Dewi


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya., Jl. Veteran, Malang Indonesia.
Email: ariefebrianto15@yahoo.com1

Abstract

Indonesia sebagai negara maritim, mempunyai potensi hasil perikanan laut sangat
berlimpah. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah rajungan. Ekspor rajungan
beku sebesar 2813,67 ton/ tahun berupa rajungan tanpa kulit (cangkang), kepala, ekor, dan
kaki, serta rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4312,32 ton/
tahun. Limbah pengolahan daging rajungan yang cukup besar berupa cangkang (kepala,
cangkang, kaki, dan sisa-sisa daging yang tidak terikut diolah) yaitu dalam satu ekor rajungan
dengan bobot tubuh berkisar antara 100 350 gr, terdapat limbah padat dan daging yang
tidak ikut terolah sekitar 51 177 gr atau sekitar 25 50 % bobot tubuh. Salah satu
pemanfaatan limbah pengolahan daging rajungan ini yaitu dijadikan sebagai bahan utama
pembuatan serbuk perisa alami makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kombinasi yang tepat antara suhu dan
lama pengeringan sehingga produkperisa rajungan yang dihasilkan memiliki kelarutan,
higroskopisitasdan rendemen yang optimal.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang pada bulan Juni 2011.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain produk samping industri
pengolahan daging rajungan yang diperoleh dari salah satu UKM (Usaha Kecil Menengah) di
daerah Kabupaten Lamongan, gula pasir, garam, dan bawang putih dan Dekstrin. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam Metode Respon Permukaan adalah Rancangan Komposit
Terpusat (Central Composit Design) dengan menggunakan 2 faktor perlakuan yaitu lama
pengeringan dan suhu pengeringan. Pengulangan dilakukan pada titik tengah (X=0) sebanyak
5 kali. Respon yang diuji adalah kelarutan, higroskopisitas, dan rendemen.Pengolahan data
menggunakan program Design-Expert DX7 Trial.
Hasil perlakuan optimal pada pembuatan serbuk perisa alami rajungan dari limbah
pengolahan daging rajungan yaitu pada suhu pengeringan 60,54oC dan lama pengeringan 22
jam dengan nilai kelarutan sebesar 84,61%, rendemen sebesar 24,53%, dan higroskopisitas
sebesar 5,89%. Perbandingan dengan produk pembanding yang mempunyai nilai kelarutan
sebesar 89,28% dan higroskopisitas sebesar 16,33%.

Kata kunci: Limbah Pengolahan Daging Rajungan, Perisa Alami, Suhu Pengeringan, Lama
Pengeringan.

1. PENDAHULUAN data Dirjen Perikanan, total produksi ini


Indonesia sebagai negara maritim diperkirakan sebesar 7,2 juta ton/ tahun,
mempunyai potensi hasil perikanan laut dan yang bisa dimanfaatkan baru sekitar
sangat berlimpah. Potensi ini masih belum 40% atau 2,7 juta ton/ tahun. Salah satu
bisa dimanfaatkan secara optimal. Menurut potensi yang dapat dikembangkan adalah

177
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
rajungan. Berdasarkan data Departemen (Aji, 2010). Karena dengan menggunakan
Kelautan dan Perikanan (2005), ekspor metode foam mat drying diharapkan proses
rajungan beku sebesar 2813,67 ton/tahun pengeringan akan lebih cepat, yang
berupa rajungan tanpa kulit, kepala, ekor, selanjutnya akan menghemat biaya
dan kaki, serta rajungan tidak beku (bentuk produksi. Sehingga relatif terjangkau dan
segar maupun dalam kaleng) sebesar mudah diaplikasikan untuk Usaha Kecil
4312,32 ton/ tahun. Menengah (UKM).
Setiap industri pengolahan pasti Pembuatan serbuk perisa alami dari
menghasilkan produk sampingan (limbah). produk samping industri pengolahan
Industri pengolahan daging rajungan juga daging rajungan perlu mempertimbangkan
pasti menghasilkan produk samping. beberapa faktor, diantaranya yaitu suhu dan
Produk samping dari pengolahan daging lama pengeringan. Suhu dan lama
rajungan yang cukup besar berupa (kepala, pengeringan dalam pengolahan produk
cangkang, kaki, dan sisa-sisa daging yang samping industri pengolahan daging
tidak terikut diolah) yaitu dalam satu ekor rajungan menjadi perisa tersebut menjadi
rajungan dengan bobot tubuh berkisar penting karena suhu dan lama pengeringan
antara 100 350 gr, terdapat limbah padat menentukan kualitas perisa dan biaya
dan daging yang tidak ikut terolah sekitar produksi. Kualitas perisa yang dimaksud
51177gr atau sekitar 25 50 % bobot adalah mengacu pada kelarutan, rendemen
tubuh (Multazam, 2002). Produk samping dan higroskopisitas. Oleh karena itu perlu
tersebut selama ini belum dimanfaatkan dilakukan suatu penelitian optimasi proses
secara optimal dan hanya terbuang begitu pengeringan pada pembuatan perisa alami
saja khususnya produk samping padat. dari produk samping industri pengolahan
Salah satu pemanfaatan produk daging rajungan dengan kajian penentuan
samping industri pengolahan daging suhu pengeringan dan lama pengeringan
rajungan ini yaitu dijadikan sebagai bahan sehingga akan menghasilkan kelarutan,
utama pembuatan serbuk perisa alami rendemen, dan higroskopisitas yang
makanan karena masih memiliki aroma dan optimal dari perisa rajungan yang
rasa rajungan yang kuat. Saat ini belum dihasilkan.
banyak perisa alami dengan aroma dan rasa Untuk memperoleh kombinasi yang
seafood dalam hal ini rajungan. Perisa tepat antara suhu dan lama pengeringan
alami merupakan perisa makanan yang sehingga produk perisa rajungan yang
berasal dari bahanbahan alami yang dihasilkan memiliki kelarutan,
tentunya lebih aman dan sehat dikonsumsi higroskopisitas dan rendemen yang
daripada penyedap rasa sintetik. Oleh optimal.
karena itu pembuatan serbuk perisa alami
dari produk samping industri pengolahan 2. METODE PENELITIAN
daging rajungan sangat berpotensi sebagai Penelitian dilaksanakan di
alternatif perisa makanan dengan rasa dan Laboratorium Teknologi Agrokimia,
aroma seafood, misalkan untuk masakan, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
kerupuk, maupun snack. Pasar untuk Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
produk ini cukup besar yaitu untuk industri Brawijaya Malang
makanan, snack, dan bisnis kuliner Penelitian dimulai dengan
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah penelitian pendahuluan dilakukan untuk
dari produk samping tersebut. mengetahui kisaran lama pengeringan dan
Pembuatan perisa alami ini suhu pengeringan. Selanjutnya pembuatan
menggunakan metode foam mat drying. filtrat pekat produk samping industri
Foam mat drying merupakan teknik yang pengolahan daging rajungan yaitu pertama
umum digunakan untuk membuat bahan diambil 5 kg produk samping industri
segar menjadi bentuk instan atau tepung pengolahan daging rajungan, dikecilkan

178
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ukurannya (dihancurkan) dan ditambahkan karena jika kadar air tinggi terbentuk
air dengan perbandingan bahan : air yaitu 1 gumpalangumpalan sehingga bahan
: 2. Setelah itu dipanaskan dengan suhu membutuhkan waktu yang relatif lama
100oC selama 60 menit, kemudian disaring untuk memecah ikatan antar partikel dan
dan ampas dibuang, diperoleh filtrat yang kemampuan produk untuk larut menurun,
kemudian dipekatkan sampai volumenya sebagai akibat total padatan yang tersaring
menjadi setengah. pada kertas saring meningkat.
Setelah itu diambil 200 ml filtrat
pekat untuk pembuatan serbuk perisa Tabel 1. Data Respon Kelarutan
rajungan, kemudian ditambahkan dekstrin, Variabel Asli
bawang putih, gula, garam, dan dicampur Respon
Suhu Lama
menggunakan blender sampai merata Kelarutan
pengeringan pengeringan
(%)
selanjutnya di mixer (pengaduk) untuk (oC) (jam)
membentuk foam. Setelah itu dikeringkan 60 22 82,83
menggunakan oven dengan suhu 55,86oC, 80 22 88,49
60oC, 70oC, 80oC, 84,14oC selama 21 jam 60 26 84,55
10 menit, 22 jam, 24 jam, 26 jam, 26 jam 80 26 88,88
50 menit, kemudian dihancurkan, diayak 55,86 24 84,55
(60 mesh), dan dihasilkan serbuk perisa. 84,14 24 89,09
Serbuk perisa tersebut dianalisa fisik antara 21,17 (21
lain kelarutan, higroskopisitas, dan 70 jam 10 87,04
rendemen untuk dianalisa menggunakan menit)
metode RSM (Respon Surface 26,83 (26
Methodology). 70 jam, 87,67
50 menit)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 70 24 87,38
3.1. Respon kelarutan 70 24 87,49
Berdasarkan hasil penelitian,
70 24 87,29
diketahui bahwa kelarutan terkecil yaitu
70 24 87,49
82,83% yang diperoleh pada penentuan
70 24 87,25
suhu pengeringan 60oC dan lama
pengeringan selama 22 jam, sedangkan
kelarutan terbesar yaitu 89,09% pada suhu 3.2. Optimasi respon kelarutan
pengeringan 84,14oC dan lama pengeringan Berdasarkan hasil analisis
24 jam. Data respon kelarutan dapat dilihat penentuan model, desain model yang
pada Tabel 1. terpilih pada respon kelarutan adalah model
Berdasarkan Tabel 1 semakin besar linier. Nilai P pada model ini adalah
suhu pengeringan, maka semakin tinggi <0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
respon kelarutan. Hal ini dapat dilihat P <0,0001 lebih kecil dari peluang
dengan terjadi kenaikan nilai kelarutan kesalahan dari model 0,05 yang berarti
bahan apabila suhu pengeringan model berpengaruh nyata terhadap respon.
ditingkatkan dari suhu 60 C ke 80oC
o Model ini memiliki standar deviasi yaitu
dengan lama pengeringan yang sama yaitu 0,77 dengan R2 terkoreksi (R2
22 jam, kelarutan 82,83% menjadi 88,49%. Adjusted)0,8267. Dari hasil R2 terkoreksi
Hal ini sesuai dengan Yunizal (1999) yang ini, dapat dikatakan bahwa data yang
berpendapat bahwa kelarutan berhubungan menunjang model sebesar82,67%.
dengan suhu pengeringan yang juga Hasil analisis ragam (Anova)
berdampak pada kadar air bahan, dimana menunjukkan bahwa model respon
suhu semakin rendah (kadar air tinggi) kelarutan lebih dipengaruhi secara nyata
kelarutan cenderung semakin rendah, oleh faktor suhu pengeringan dari pada
lama pengeringan. Hal ini ditunjukkan

179
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan nilai P suhu pengeringan kurang cenderung semakin kecil, karena jika kadar
dari 5% yaitu <0,0001 (peluang kesalahan air tinggi terbentuk gumpalangumpalan
P<0,05), sedangkan nilai P pada lama sehingga bahan membutuhkan waktu yang
pengeringan yaitu 0,1963. Model relatif lama untuk memecah ikatan antar
persamaan linier pada respon kelarutan partikel dan kemampuan produk untuk
sebagai berikut: larut menurun, sebagai akibat total padatan
Y1= + 68,06243 + 0,20513X1 + 0,18756X2 yang tersaring pada kertas saring
Pada persamaan tersebut diketahui bahwa meningkat.
Y1 adalah kelarutan (%), X1 adalah suhu
pengeringan (oC) dan X2merupakanlama 3.3. Respon rendemen
pengeringan (jam) Persamaan model Diketahui dari hasil penelitian
tersebut membentuk kurva respon bahwa rendemen terkecil yaitu 19,92%
permukaan seperti yang ditunjukkan pada yang diperoleh pada penentuan suhu
Gambar 1. pengeringan 70oC dan lama pengeringan
Gambar 1 memperlihatkan bahwa selama 24 jam. Sedangkan rendemen
warna hijau adalah peralihan dari warna terbesar yaitu 24,98% pada suhu
biru tua menuju warna kuning yang pengeringan 60oC dan lama pengeringan 22
semakin kemerah-merahan atau sebaliknya. jam. Data respon rendemen dapat dilihat
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada Tabel 2.
kelarutan akan semakin tinggi pada daerah
dengan warna yang semakin merah, dan Tabel 2. Data respon rendemen
kelarutan akan semakin rendah pada daerah Variabel Asli
dengan warna yang semakin biru. Respon
Suhu Lama
Kelarutan mengalami kenaikan ketika suhu Rendemen
pengeringan pengeringan
(%)
rendah. Kelarutan mencapai nilai tertinggi (oC) (oC)
pada suhu pengeringan 80 oC dan lama 60 22 24,98
pengeringan 26 jam sebesar 89,09%. 80 22 22,58
Design points above predicted value
60 26 24,40
Design points below predicted value

89.4
80 26 23,19
87.75
55,86 24 24,94
84,14 24 22,44
Kelarutan

86.1

21,17 (21
84.45

70 jam 10 23,15
82.8
menit)
26.00
25.00 75
80
26,83 (26
24.00
23.00 65
70
70 jam, 24,04
B: Lama A: Suhu
22.00 60
50 menit)
Gambar 1. Kurva Respon Kelarutan 70 24 20,23
terhadap Suhu Pengeringan dan Lama 70 24 21,19
Pengeringan 70 24 19,92
Pada respon ini dipengaruhi oleh 70 24 22,75
suhu pengeringan dan lama pengeringan, 70 24 20,89
hal ini ditunjukkan pada grafik. Apabila
suhu rendah dan lama pengeringan rendah 3.4. Optimasi respon rendemen
maka kelarutan akan rendah. Hal ini sesuai Hasil analisis penentuan model,
pendapat Yunizal (1999) yang berpendapat desain model yang terpilih pada respon
bahwa kelarutan berhubungan suhu rendemen adalah model kuadratik.Nilai P
pengeringan yang juga berdampak pada pada model ini adalah 0,0026 atau 0,26%.
kadar air bahan, dimana suhu semakin Hal ini menunjukkan bahwa nilai P 0,26%
rendah (kadar air tinggi) kelarutan lebih kecil dari peluang kesalahan dari

180
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Design points above predicted value
model 5% yang berarti Design model
points below predicted value

berpengaruh nyata terhadap respon. Model 25

ini memiliki standar deviasi yaitu 0,85 23.725

dengan R2 terkoreksi (R2 Adjusted) 0,7487.

Rendemen
22.45

Dari hasil R2 terkoreksi ini, dapat dikatakan


21.175
bahwa data yang menunjang model
sebesar74,87%. 19.9

Anova menunjukkan bahwa model 60.00


26.00

25.00
respon rendemen lebih dipengaruhi secara 65.00
70.00
24.00

B: lama
nyata oleh faktor suhu pengeringan. Hal ini A: suhu
75.00
80.00 22.00
23.00

ditunjukkan dengan nilai P kurang dari 5% Gambar 2. Kurva respon rendemen


yaitu 0,0211 (peluang kesalahan P<0,05), terhadap suhu pengeringan dan lama
sedangkan nilai P pada lama pengeringan pengeringan
yaitu 0,6101. Model persamaan kuadratik
pada respon rendemen sebagai berikut: Belitz dan Grosch (1987)
Y2= 310,43262 - 2,38287X1 - 16,98971X2 berpendapat bahwa suhu pengeringan
+ 0,013833X12 + 0,33394X22 + mempengaruhi tingkat penguapan air pada
0,014875X1X2 bahan. Apabila suhu pengeringan tinggi
Pada persamaan tersebut diketahui maka air yang menguap dari bahan lebih
bahwa Y2 adalah kelarutan (%), X1 adalah banyak sehingga kadar air turun, berat
suhu pengeringan (oC) dan bahan menyusut yang mengakibatkan
X2merupakanlama pengeringan (jam) rendemen berkurang. Hal ini juga didukung
Persamaan model tersebut membentuk oleh Widodo (2003), bahwa rendemen juga
kurva respon permukaan seperti yang dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Karena
ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 pengeringan merupakan upaya
memperlihatkan rendemen mencapai nilai menguapkan air dalam bahan. Apabila suhu
tertinggi sebesar 24,98% pada suhu yang dipakai dalam pengeringan tinggi,
pengeringan 60oC dan lama pengeringan 22 maka air bahan akan menguap lebih
jam. Rendemen dipengaruhi oleh suhu banyak, sedangkan apabila suhu
pengeringan dan lama pengeringan. pengeringan rendah, maka air bahan yang
Semakin tinggi suhu dan semakin lama menguap sedikit. Apabila air yang
waktu yang digunakan dalam pengeringan menguap pada saat pengeringan sedikit,
bahan, maka rendemen akan semakin maka total padatan terlarut yang ada pada
rendah serta sebaliknya apabila suhu dan bahan akan besar sehingga juga menambah
lama pengeringan rendah, maka rendemen rendemen.
akan besar. Hal ini disebabkan kadar air Pada suhu pengeringan 80oC lama
yang terkandung dalam bahan. Pada suhu pengeringan 26 jam dan pada suhu
pengeringan tinggi dan lama pengeringan pengeringan 70oC lama pengeringan 26
yang lama maka kadar air akan rendah, hal jam 50 menit rendemen naik karena pada
tersebut yang mempengaruhi berat bahan. penambahan berat akhir ada bagian yang
Hal ini terbukti pada batas bawah yaitu masih sedikit basah. Bagian yang masih
suhu pengeringan 60oC dan lama sedikit basah tersebut mempunyai berat
pengeringan 22 jam, rendemen yang yang tinggi yang menyebabkan berat bahan
dihasilkan relatif besar yaitu 24,98%. akhir menjadi tinggi pula. Sehingga pada
perhitungan rendemen pada titik tersebut
menjadi naik dan menyebabkan model
pada respon rendemen menjadi kuadratik.

181
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5. Respon higroskopisitas bahwa data yang menunjang model
Diketahui dari hasil penelitian sebesar54,63%.
bahwa higroskopisitas terkecil yaitu 4,49% Hasil analisis ragam (Anova)
yang diperoleh pada penentuan suhu menunjukkan bahwa model respon
pengeringan 60oC dan lama pengeringan higroskopisitas lebih dipengaruhi secara
selama 22 jam sedangkan higroskopisitas nyata oleh faktor suhu pengeringan. Hal ini
terbesar yaitu 10,13% pada suhu ditunjukkan dengan nilai P suhu
pengeringan 84,14oC dan lama pengeringan pengeringan kurang dari 5% yaitu 0,0025
24 jam. Data respon higroskopisitas dapat (peluang kesalahan P<0,05), sedangkan
dilihat pada Tabel 3. nilai P pada lama pengeringan yaitu
Dari Data di Tabel 3 menunjukkan 0,0888. Model persamaan linier pada
bahwa semakin tinggi suhu pengeringan respon higroskopisitas sebagai berikut:
yang digunakan, maka semakin besar nilai Y3= -9,71950 + 0,13899X1 + 0,32689X2
higroskopisitas yang diperoleh. Pada persamaan tersebut diketahui
bahwa Y3 adalah kelarutan (%), X1 adalah
Tabel 3. Data respon higroskopisitas suhu pengeringan (oC) dan
Variabel Asli X2merupakanlama pengeringan (jam)
Respon
Suhu Suhu Persamaan model tersebut membentuk
Higroskopisita
pengeringa pengeringa kurva respon permukaan seperti yang
s
n n ditunjukkan pada Gambar 3.
(%)
(oC) (oC) Design points above predicted value
Design points below predicted value
60 22 4,49
9.9
80 22 7,25
60 26 5,55 8.525
H ig ro s k o p is ita s

80 26 9,20 7.15

55,86 24 6,80
5.775
84,14 24 10,13
21,17 (21 4.4

70 jam 10 7,68
menit) 26.00
25.00 75
80

26,83 24.00 70

70 (26jam, 9,25 B: Lama A: Suhu 23.00


22.00 60
65

50 menit)
70 24 8,32
Gambar 3. Kurva Respon Higroskopisitas
70 24 8,04 terhadap Suhu Pengeringan dan Lama
70 24 8,53 Pengeringan
70 24 8,32 Gambar 3 memperlihatkan respon
70 24 8,56 higroskopisitas mencapai nilai tertinggi
o
sebesar 10% pada suhu pengeringan 80 C
3.6. Optimasi respon higroskopisitas dan lama pengeringan 26 jam.
Diketahui dari hasil analisis Higroskopisitas dipengaruhi oleh suhu
penentuan model, desain model yang pengeringan dan lama pengeringan.
terpilih pada respon rendemen adalah Semakin tinggi suhu dan semakin lama
model linier.Nilai P pada model ini adalah yang digunakan dalam pengeringan bahan,
0,0044. Hal ini menunjukkan bahwa nilai P maka higroskopisitas akan semakin tinggi
0,44% lebih kecil dari peluang kesalahan serta sebaliknya apabila suhu dan lama
dari model 5% yang berarti model pengeringan rendah, maka higroskopisitas
berpengaruh nyata terhadap respon. Model akan rendah. Hal ini disebabkan kadar air
ini memiliki standar deviasi yaitu 0,9809 yang terkandung. Pada suhu pengeringan
dengan R2 terkoreksi (R2 Adjusted)0,5948. tinggi dan lama pengeringan yang lama
Dari hasil R2 terkoreksi ini, dapat dikatakan maka kadar air akan rendah, hal tersebut
yang mempengaruhi higroskopisitas. Hal

182
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ini terbukti pada batas bawah yaitu suhu Tabel 4. Solusi perhitungan terbaik hasil
pengeringan 60oC dan lama pengeringan 22 komputasi Design Expert 7.1.5
jam, higroskopisitasyang dihasilkan relatif
N Su La Kelar Rend Higrosk Desira Stat
kecil yaitu 4,49%. o hu ma utan emen opisitas bility es
Produk serbuk cenderung 60. 22. 84.60 24.53 0.5797 Sele
1 54 00 82 35 5.88728 2 cted
dipengaruhi oleh kadar air yang disebabkan 60. 22. 84.58 24.57 0.5797
oleh penggunaan suhu pengeringan. Suhu 2 44 00 67 35 5.87273 0
60. 22. 84.54 24.65 0.5795
yang digunakan tinggi akan menguapkan 3 22 00 10 97 5.84172 5
air bahan yang tinggi akibatnya kadar air 61. 22. 84.72 24.31 0.5792
4 13 00 82 55 5.96858 5
bahan rendah. Bahan yang kadar airnya 60. 26. 85.24 24.47 0.5702
rendah akan menyerap air dari udara 5 00 00 69 18 7.11926 1
60. 26. 85.27 24.42 0.5692
(higroskopisitas) yang tinggi. Hal ini 6 15 00 72 23 7.13983 0
karena penyerapan air sangat berhubungan 60. 25. 85.19 24.12 0.5567
7 00 70 06 15 7.02119 7
dengan peningkatan kohesivitas yang 80. 22. 88.59 22.36 0.4951
disebabkan oleh jembatan cairan antar 8 00 00 93 32 8.59151 4
partikel. Kohesivitas yang sangat tinggi dan 78. 22. 88.25 22.13 0.4923
9 34 00 87 97 8.36073 3
bentuk yang kering menyebabkan struktur
lapisan partikel telah terbuka secara Semakin mendekati satu maka
maksimal pada kadar air yang rendah semakin tinggi nilai ketepatan optimasinya.
(Wirakartakusumah et al.,1992). Suharto Nilai desirability tertinggi yaitu sebesar
(1991) juga menyatakan bahwa suhu 0,57972, sehingga dapat dikatakan bahwa
pengeringan yang tinggi akan tingkat ketepatan sebesar 57,972%.Titik
menyebabkan bahan mempunyai sifat optimal yang dipilih untuk dilakukan
higroskopisitas (kemampuan menyerap air verifikasi hasil adalah solusi 1 yaitu pada
di udara) menjadi tinggi. suhu pengeringan 60,54oC dan lama
pengeringan 22 jam.
3.7. Optimasi respon kelarutan, Hasil percobaan yang sudah
rendemen dan higroskopisitas pada dilakukan perlu dibandingkan dengan
desain komposit pusat produk yang sejenis yang sudah
Tujuan mengoptimalkan respon dikomersilkan untuk mengetahui kualitas
kelarutan, rendemen dan higroskopisitas yang sebenarnya. Produk pembanding yang
adalah untuk mengoptimalkan respon digunakan adalah Alsultan Cooking
tersebut secara bersama-sama sehingga Powder yang merupakan produk berupa
dihasilkan solusi optimal. Pengoptimalan kaldu bubuk dalam kemasan. Perbandingan
respon tersebut sesuai dengan batasan- kualitas fisik antara hasil percobaan dengan
batasan pada Tabel 4, Tabel 6, dan Tabel 8. produk pembanding bias dilihat pada Tabel
Berdasarkan batasan-batasan pada tabel 5.
tersebut, maka diperoleh solusi optimal Tabel 5. Perbandingan kualitas fisik serbuk
hasil komputasi dengan bantuan Design perisa alami rajungan dengan produk perisa
Expert 7.1.5 seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa Nilai
terdapat 9 solusi optimal dan hanya satu Parameter Perlakuan Produk
titik yang memiliki nilai desirability Terbaik Pembanding
tertinggi atau lebih mendekati 1. Kelarutan (%)
84,608 89,2805
Montgomery (2002), mendeskripsikan Rendemen (%)
24,5335 -
Higroskopisitas
bahwa fungsi desirability tersebut adalah (%)
5,8873 16,3265
untuk menentukan derajat ketepatan hasil
solusi optimal. Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat dilihat
bahwa ada parameter yang nilainya
berbeda antara hasil penelitian dengan

183
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
produk pembanding yaitu pada kelarutan edition by D. Hadziyev. Springer
dan higroskopisitas. Serbuk perisa alami Verlag, Berlin
rajungan hasil penelitian memiliki nilai Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005.
kelarutan lebih rendah daripada produk Statistik Data Perikanan. Departemen
pembanding, masingmasing 84,6082% Kelautan dan Perikanan. Jakarta
dan 89,2805%. Hal ini membuktikan Montgomery, DC. 2002. Design and
bahwa serbuk perisa alami rajungan hasil Analysis of Experiment 5th Edition.
penelitian kurang baik dalam hal kelarutan. John Willey and Sons, Inc. New York.
Semakin tinggi nilai kelarutan suatu produk Multazam. 2002. Prospek Pemanfaatan
serbuk, maka semakin bagus kualitas Cangkang Rajungan (Portunus sp)
produk tersebut. Kemampuan larut suatu sebagai Suplemen Pakan Ikan. Bogor:
produk akan menentukan kenyamanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
dalam mengkonsumsi dan optimalitas efek Institut Pertanian Bogor.
produk tersebut (Yunizal, 1999). Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan
Parameter higroskopisitas juga terdapat Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
perbedaan yaitu 5,8873% untuk serbuk Widodo, 2003. Teknologi Proses Susu
perisa alami rajungan dari hasil penelitian Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta
dan 16,3265% untuk produk pembanding. Wiraatmadja, S., G. Taib dan E.G. Said.
Terbukti pada parameter higroskopis 1988. Optimasi Pengeringan Pada
produk hasil penelitian lebih kecil daripada Pengolahan Hasil Pertanian.
produk pembanding. Diketahui bahwa Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
higroskopis merupakan kemampuan Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah,
produk dalam menyerap uap air. Apabila dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik
nilai higroskopisitas produk semakin tinggi Pangan. Pusat Antar Universitas
maka semakin kurang baik, karena produk Pangan dan Gizi Institut Pertanian
lebih cepat rusak karena terkontaminasi Bogor, Bogor.
oleh uap air yang diserapnya. Selain itu Yuwono, S. S. Dan T. Susanto, 1998.
tidak mudah menggumpal pada saat Pengujian Fisik Pangan. Fakultas
penyimpanan (Suharto, 1991). Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
4. KESIMPULAN
Hasil perlakuan optimal pada pembuatan
serbuk perisa alami rajungan dari limbah
pengolahan daging rajungan yaitu pada
suhu pengeringan 60,54oC dan lama
pengeringan 22 jam dengan nilai kelarutan
sebesar 84,6082%, rendemen sebesar
24,5335%, dan higroskopisitas sebesar
5,8873%.

5. DAFTAR PUSTAKA
Aji, B.S, 2010. Optimasi konsentrasi
Dekstrin dan suhu pengeringan dalam
pembuatan bubuk sari kedelai dari
kedelai lokal varietas grobokan dengan
foam mat drying method. Skripsi. TIP.
Universitas Brawijaya. Malang.
Belitz and Grosch, 1987. Food Chemistry.
Translation from The Second German

184
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PERBAIKAN PENGOLAHAN LIMBAH PERUSAHAAN MELALUI
PERHITUNGAN ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDICATOR DENGAN
PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK MENINGKATKAN NILAI
PRODUKTIVITAS
( Study Kasus : PT. Varia Niaga Nusantara )

Rakhmawati *), Muhammad Fakhry *), Dan Agung Hariyanto *)


*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
Email:rakhma_ub@yahoo.co.id atau rakhmawati@trunojoyo.ac.id.

Abstrak

Industri pengolahan dan pendinginan ikan merupakan salah satu industri pangan
pangan yang memiliki potensi pencemaran limbah yang cukup tinggi. Limbah cair yang
dihasilkan oleh industri tersebut banyak mengandung BOD, COD, TSS, minyak dan lemak.
Apabila tidak ditangani secara tepat dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui nilai produktivitas dalam rangka menurunkan
dampak limbah dan biaya terhadap lingkungan serta mengetahui nilai EPI (Environmental
Performance Indicator) dari alternatif solusi melalui parameter tingkat pencemaran kimia
yang terkandung dalam limbah cair.
Green productivity menerapkan produktivitas dengan tool, teknik-teknik, teknologi
manajemen lingkungan yang tepat, untuk mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan-
kegiatan organisasi. Langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi sumber
penyebab limbah, dilanjutkan dengan menetapkan tujuan dan target, langkah terakhir adalah
melakukan diskusi terhadap permasalahan yang ada, memilih sumber daya dan informasi
yang tersedia untuk menyusun alternatif Green productivity. Alternatif yang digunakan pada
penelitian ini adalah melakukan penambahan Model Ensasfil pada unit pengolahan limbah.
Penambahan model ini dapat mengurangi kadar BOD dan TSS hingga 20 persen dan 27,5
persen dan dapat meningkatkan nilai EPI yang semula 9,92% menjadi 11,68%. Indeks
Produktivitas yang semula 85,37084% menjadi 85,3795%. Sehingga mampu untuk
mengurangi beban kerja pengolahan limbah dan mengurangi tingkat pencemaran ke badan
air. Dapat disimpulkan bahwa penerapan GP pada perusahaan ini sangat efektif dan
memberikan manajemen lingkungan yang baik

Kata kunci : Limbah industri, Environmental Performance Indicator, Green productivity,


Ensasfil.

1. PENDAHULUAN Industri pangan mempunyai potensi yang


1.1. Latar belakang sangat besar untuk mengganggu
Seiring dengan perkembangan industri, keseimbangan ekosistem hingga bahkan
semakin besar pula dampak negatif yang mencemari lingkungan. Penggunaan
ditimbulkan perusahaan terhadap kapasitas air yang sangat besar dalam
lingkungan hidup. Dampak tersebut proses produksinya dapat mengancam
diantaranya berupa pencemaran udara, air, keseimbangan air pada lingkungan sekitar
tanah, dan bahan-bahan kimia yang terlibat karena mampu mengurangi jumlah air
dalam suatu proses manufaktur dapat yang diperlukan makhluk perairan sungai.
menjadi zat yang berbahaya. Keberadaan pabrik-pabrik pangan di Jawa

185
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Timur membawa degradasi bagi kualitas menyebabkan kematian ikan dan biota
air. Bahan kimia dalam air pabrik sangat perairan lainnya.
membahayakan kehidupan biota perairan, Suatu konsep untuk perbaikan
dapat mengendap kedasar perairan dan produktivitas dan kinerja lingkungan
mengganggu kesetimbangan dan adalah dengan menerapkan Green
kelestarian kehidupan perairan. Selain itu Productivity yang berfungsi sebagai salah
sektor industri memberikan pengaruh yang satu usaha untuk mereduksi beban
cukup besar berkenaan dengan Biological lingkungan dengan cara mengidentifikasi
Oxigen Demand (BOD) yakni kandungan sumber daya material dan aspek
oksigen biologis minimum pada air atau lingkungan dari proses manufaktur.
cairan agar mikroorganisme dapat hidup, Dengan menurunkan limbah dan polusi,
yakni sekitar 25-50% beban dipulau jawa serta menghemat pemakaian energi dan
dihasilkan oleh industri besar. (Dirjen bahan baku akan berdampak positif untuk
IKM Departemen Perindustrian). lingkungan. Hasil dari Green Productivity
PT. Varia Niaga Nusantara bergerak dalam nantinya dapat dijadikan salah satu usaha
bidang agroindustri berbasis sumber daya untuk mengurangi tingkat pencemaran
alam kelautan dan perikanan dengan lingkungan.
output produk-produk pangan yang
bersifat perishable. Dalam proses 1.2. Tujuan penelitian
produksinya dihasilkan limbah berupa Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
limbah cair dari proses pencucian ikan dan ini adalah :
peralatan produksi serta limbah padat yang 1. Mengetahui nilai EPI dari alternatif
berasal dari proses pencucian, solusi melalui parameter tingkat
penghilangan sisik, proses trimming, dan pencemaran kimia yang terkandung dalam
pada proses penghilangan insang dan isi limbah cair dan beban kerja IPAL.
perut ikan. Limbah cair mengandung 2. Mengetahui nilai produktivitas
sejumlah besar karbohidrat, protein, dalam rangka menurunkan dampak
lemak, garam-garam, mineral dan sisa-sisa pencemaran limbah..
bahan kimia yang digunakan dalam
pengolahan dan pembersihan yang dapat 1.3. Manfaat penelitian
menimbulkan bau yang menyengat dan Penelitian ini diharapkan dapat memberi
polusi berat pada air bila pembuangannya manfaat bagi perusahaan, antara lain:
tidak diberi perlakuan yang tepat. Air 1. Meningkatkan nilai EPI dan
limbah buangan (effluent) dari penanganan memberikan rekomendasi tentang aplikasi
ikan menghasilkan Biological oksigen Green Productivity untuk mewujudkan
demand (BOD), lemak dan minyak yang peningkatan produktivitas yang berasaskan
tinggi. Proses pengolahan limbah pada lingkungan yang berkesinambungan
pabrik ini belum sempurna dan sering (suistainable development).
terhambat akibat dari proses produksi yang 2. Meningkatkan produktivitas dan
melimpah dan kurang terkontrol sehingga kualitas lingkungan di sekitar pabrik.
menyebabkan kerusakan pada lumpur aktif
bak aerasi serta menyebabkan beban 2. METODE PENELITIAN
energi terhadap instalasi pengolahan 2.1. Tahapan penelitian
limbah. Semakin besar sumber energi yang Tahapan penelitian merupakan
digunakan IPAL akan menyebabkan bagian penting dalam suatu penelitian
penurunan profit terhadap perusahaan. karena hal tersebut yang akan menjadi
Apabila effluent dibuang langsung ke suatu acuan dalam pelaksanaan penelitian.
perairan akibatnya menggangu keseluruh Dalam penelitian tugas akhir ini akan
keseimbangan ekologi dan bahkan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

186
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
adalah uji validitas untuk mengetahui
2.2. Studi pustaka apakah responden memahami setiap
Pada tahap ini dilakukan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner.
perumusan kerangka teori melalui studi Uji reliabilitas untuk menguji apakah hasil
pustaka yang menunjang terhadap dari kuisioner dapat mewakili kondisi real.
penelitian ini, sebagai landasan acuan dan
batasan dalam melakukan penyelesaian 2.7. Identifikasi EPI
serta mempermudah dalam melakukan EPI merupakan tolak ukur
pendekatan pemecahan dalam masalah kinerja/perfomansi lingkungan suatu
penelitian. perusahaan. EPI dihitung melalui perkalian
antara bobot (weight) tingkat bahaya suatu
2.3. Pengamatan awal perusahaan (walk zat kimia dengan prosentase
through survey) penyimpangan jumlah kandungan zat
Bertujuan mengetahui kondisi real kimia dalam limbah.
perusahaan, khususnya kondisi proses
produksi, dan mendapatkan informasi 2.8. Identifikasi faktor-faktor yang
mengenai segala sesuatu yang berkaitan mempengaruhi produktivitas dan
dengan penelitian ini, misalnya, proses kinerja lingkungan
produksi, kebutuhan material, energi, Setelah diketahui tingkat
material balance, dan sebagainya. produktivitas yang dicapai perusahaan dan
performansi lingkungan pada saat itu,
2.4. Identifikasi masalah maka langkah selanjutnya dapat di
Setelah mendapatkan beberapa identifikasi faktor apa saja yang menjadi
informasi dari walk trough survey penyebab turun atau naiknya produktivitas
selanjutnya dapat dilakukan dan performansi lingkungan, dengan cara
pengidentifikasian masalah. Dalam GP melakukan brainstorming dan identifikasi
masalah dapat dikategorikan pada ketidak dengan fish-bone diagram.
efisienan (misalnya karena kualitas produk
yang rendah, peralatan, utilisasi kapasitas, 2.9. Tujuan dan target penelitian
dan lain sebagainya) dan proses yang tidak Setelah merumuskan masalah dan
ramah lingkungan. identifikasi penyebabnya maka dapat
ditentukan tujuan serta target yang akan
2.5. Pengukuran produktivitas dicapai dari permasalahan yang terjadi.
Tujuan tahap ini untuk mengetahui
tingkat produktvitas yang telah dicapai 2.10. Penyusunan alternatif solusi
perusahaan selama ini. Pengukuran Pada tahap inilah penulis berusaha
produktivitas dilakukan selama beberapa memecahkan permasalahan dan mencapai
bulan kedepan. tujuan yang ada dengan menyusun
beberapa alternatif solusi yang disesuaikan
2.6. Penyebaran dan pengujian dengan tujuan dan target yang telah
kuisioner ditetapkan.
Kuisioner disini dimaksudkan
untuk menentukan nilai bobot (weight) 2.11. Pemilihan alternatif dengan deret
dari tingkat bahaya setiap zat kimia seragam
terhadap parameter keseimbangan dan Dalam memilih alternatif solusi
kesehatan manusia. Responden yang yang telah dimunculkan pada tahap
dijadikan objek penelitian adalah para ahli sebelumnya, penulis mempertimbangkan
kimia lingkungan demi keakuratan metode deret seragam, metode ini
penelitian. Pengujian yang dilakukan mengkonversikan semua aliran kas yang

187
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
terjadi selama horison perencanaan ke Pengumpulan data primer dilakukan
dalam deret seragam. Bila aliran kas hanya dengan melihat langsung proses produksi
terdiri atas biaya, maka yang terpilih serta melakukan wawancara (interview)
adalah yang membutuhkan biaya seragam langsung kepada karyawan maupun
yang terkecil. pimpinan perusahaan.
b. Data Sekunder
2.12. Estimasi kontribusi dari solusi Pengumpulan data sekunder dilakukan
terpilih terhadap produktivitas dan EPI dengan metode studi pustaka yang
Tahap ini bertujuan untuk berkaitan dengan penelitian, dan
membandingkan angka produktivitas yang pengumpulan data perusahaan yang
dicapai perusahaan sebelum dengan berkaitan dengan obyek penelitian.
estimasi produktivitas setelah
dilaksanakannya alternatif yang terpilih,
sehingga akan diketahui estimasi
peningkatan angka produktivitas dan
indeks EPI.

2.13. Penyusunan rencana dan


implementasi
Tahap ini merupakan kelanjutan
dari analisa kelayakan finansial, dimana
penulis akan membuat jadwal rencana
implementasi beserta pelaksanaanya.

2.14. Analisa dan interprestasi


Analisa yang dilakukan dari hasil
perhitungan indeks productivitas, indeks
EPI, alternatif terpilih, analisa rencana
imlementasi, peningkatan produktivitas,
dan peningkatan indeks EPI.

2.15. Kesimpulan dan saran


Setelah analisa dilakukan, dapat
Gambar 1. Skema Metodologi Penelitian
diperoleh kesimpulan dari penelitian
Green productivity, dan juga diajukan
beberapa saran, rekomendasi yang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
nantinya menunjang kontinuitas 3.1. Proses produksi
Proses produksi dilakukan untuk
pelaksanaan alternatif solusi terpilih yang
mengubah raw material menjadi finish
ditunjukan pada temuan aktivitas yang
good yang memiliki nilai tambah hingga
bertentangan dengan productivitas dan
siap untuk dipasarkan. Di bawah ini
kinerja lingkungan.
terdapat urutan proses produksi dari
pengolahan ikan yang terdapat di PT.
2.16. Metode pengumpulan data
Varia Niaga Nusantara (VANINUS).
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data primer dan
pengumpulan data sekunder.
a. Data Primer

188
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
telah membangun instalasi pengolahan
limbah cair. Dengan adanya IPAL ini
diharapkan kualitas air limbah yang keluar
dari pabrik dapat memenuhi batas ambang
yang ditetapkan. Limbah yang dihasilkan
PT. Varia Niaga Nusantara (VANINUS)
antara lain terdiri dari air cucian ikan yang
mengandung berbagai macam zat organic
dan anorganik.
Debit air limbah yang dihasilkan kurang
lebih 350 m3/ hari. Limbah yang
dihasilkan merupakan limbah yang tidak
bisa langsung dibuang ke lingkungan
karena dapat merusak lingkungan.
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan
Gambar 2. Flow chartproses pengolahan oleh PT. Varia Niaga Nusantara
ikan (Vaninus, 2010) (VANINUS) adalah BOD 400 ppm, COD
900 ppm. Mengingat karakteristik tersebut
maka limbah yang dihasilkan memerlukan
pengolahan lebih lanjut agar tidak
mengganggu perairan atau lingkungan.

3.4. Kandungan zat kimia limbah cair


Kandungan zat kimia limbah cair
diperoleh dari hasil pemeriksaaan sampel
limbah cair oleh laboratorium balai besar
Gambar 3. Material Balance Diagram teknik kesehatan lingkungan dan
(Vaninus, 2010) pemberantasan penyakit menular, JL.
Sidoluhur 12 Indrapura, Surabaya. Berikut
3.2. Identifikasi limbah pengolahan ikan ini adalah kandungan limbah cair hasil
limbah padat pengolahan ikan PT. Varia Niaga
Limbah padat merupakan bahan Nusantara (VANINUS).
bahan buangan yang memiliki partikel
yang keras atau lebih rapat dari cairan. Tabel 1. Hasil Pengujian Limbah Cair
Limbah padat yang dihasilkan oleh PT. Hasil
No. Parameter Satuan
VANINUS antara lain berupa sisik, kulit, Analisa
kepala, ekor, tulang campur daging, serbuk 1 BOD mg/lt 14,4
ikan. 2 COD mg/lt 30,128
Limbah padat yang dihasilkan oleh 3 TSS mg/lt 50
perusahaan ini mempunyai nilai ekonomis 4 Minyak & mg/lt 15
yang cukup tinggi, dimana limbah padat lemak
yang dihasilkan akan digunakan sebagai Sumber: BBTKL Surabaya hasil
pakan ternak, industri kosmetik, industri pengujian vaninus, (2010)
makanan, dan lain sebagainya.
3.5. Produktivitas
3.3. Limbah cair Produktivitas yang akan diukur
Untuk mengatasi limbah cair hasil proses yaitu produktivitas pada bulan Januari
PT. Varia Niaga Nusantara (VANINUS) sampai Desember tahun 2009, sehingga

189
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
data yang dikumpulkan adalah data input
dan output Januari sampai Desember 2009. Pada Gambar 4, yang menunjukan
grafik tingkat produktivitas selama tahun
3.6. Perhitungan indeks produktivitas
roduktivitas 2009, dapat diketahui bahwa bulan Januari
Indeks produktivitas dapat dihitung hingga Juni keadaan produktivitas
dengan formula: perusahaan berjalan stabil. Kemudian
terjadi penurunan produktivitas pada bulan
Produktivitas = (output/input)) x 100% Juli, hal ini dikarenakan pasokan ikan yang
cenderung menurun pada musim musim- musim
Sehingga didapatkan indeks produktivitas tersebut, variasi produk, dan pergeseran
selama Januari sampai D
Desember jadwal produksi, faktor persaingan antar
2009.Data Indeks Produktivitas disajikan perusahaan sejenis juga turut berp
berpengaruh
pada Tabel 2 dan grafik indeks pada serta adanya perubahan terhadap kebijakan
Gambar 4. pembelian. Sedangkan pada bulan
berikutnya yaitu bulan Agustus hingga
Tabel 2.. Indeks Produktivitas Januari September produktivitas kembali
Desember 2009 meningkat karena pasokan ikan yang
Periode
Output Input Total Produktivit mulai bertambah juga disertai banyaknya
Total (Rp) (Rp) as permintaan dari luar negeri. Produktivitas
7.138.170.60 8.224.293.06
Januari
0 0
86,79% kembali berjalan stabil hingga bulan
5.531.479.80 6.538.461.70 Desember. Terlihat pula grafik indeks
Februari 84,59%
0 0 produktivitasnya antara 60 hingga 88
13.729.467.4 15.660.001.1
Maret
00 50
87,67% persen, indeks ini dapat dikatakan cukup
14.687.673.0 17.024.145.0 stabil yang menunjukan bahwa kinerja
April 86,27%
00 00 perusahan cukup baik selama tahun 2009.
12.403.307.4 14.282.029.0
Mei 86,84%
00 00
9.547.544.60 11.155.001.5 mental Performance Index
3.7 Environmental
Juni 85,58%
0 50 (EPI)
3.853.709.20 6.397.932.31
Juli
0 0
60,23% Penilaian kinerja terhadap
10.503.383.0 12.092.656.3 lingkungan telah dicapai perusahaan dapat
Agustus 86,85%
00 50 diketahui melalui EPI. EPI menunjukan
Sepemb 9.610.873.80 11.092.351.4
er 0 70
86,64% nilai indeks seberapa besar limbah yang
15.006.294.6 17.462.345.0 dihasilkan member dampak terhadap
Oktober 85,93%
00 10 lingkungan.
Novemb 14.338.878.4 17.026.074.7
er 00 00
84,21% Untuk mengetahui nilai bobot yyang
Desemb 18.371.093.4 20.883.145.9 terdapat dalam perhitungan EPI disebarkan
87,97%
er 00 30 kuisioner pada 10 orang responden.
Rata - 11.226.822.9 13.150.651.5 Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui
85,3708%
rata 33 52
tingkat bahaya dari variabel zat kimia yang
terkandung dalam limbah apabila
mencemari lingkungan serta dampaknya
bagi manusia itu sendiri.
iri. Semakin besar
skala penilaian yang terdapat pada
kuisioner maka semakin berbahaya.
Variabel zat kimia yang terdapat dalam
limbah coldstorage ini terdapat 4 macam
sesuai dengan yang terdapat pada standart
Gambar 4. Grafik Indeks Produktivitas baku mutu lingkungan antara lain BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak. Bobot

190
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dimiliki oleh BOD dengan nilai 14,4 limbah cair hasil sisa proses produksinya
dilanjutkan oleh COD sebesar 30,128, TSS dengan menerapkan penanganan antara
sebesar 50, serta minyak dan lemak lain homogenisasi limbah, pengendapan
sebesar 15. Apabila terdapat kadar BOD, linbah, penguraian limbah, dengan bantuan
COD, serta TSS dalam jumlah yang besar mikroorganisme serta aerasi. Dengan
maka variabel zat kimia organik tersebut sistem pengolahan limbah yang ada pada
dapat mempercepatpertumbuhan saat ini, PT. Varia Niaga Nusantara
mikroorganisme sehingga berbahaya (VANINUS) dapat menurunkan kadar
apabila air yang terkontaminasi oleh zat- bahan pencemar yang tekandung dalam
zat tersebut dikonsumsi oleh makhluk limbahnya hingga memenuhi syarat untuk
hidup. dialirkan kembali ke lingkungan.

3.8. Perhitungan EPI 3.9. Identifikasi masalah


Bobot yang telah didapat dari Banyaknya solid (padatan) yang
penyebaran kuisioner, digunakan untuk ikut terbuang akibat proses yang tidak
menghitung, indeks EPI dengan rumus sempurna ke saluran pengolahan limbah
berikut : mengakibatkan pompa tersumbat dan
k beban kerja sistem pengolahan limbah
i=1
WiPi semakin meningkat, selain itu lumpur
(sludge) yang tidak terbuang tapi di
Indeks EPI =
S tan dar Analisa recycle setelah keluar dari clarifier
mengakibatkan penumpukan pada bak
P= S tan dar
pengolahan limbah. Akar penyebab
Tabel 3. Perhitungan EPI permasalahn ini ditampilkan pada fishbone
Gambar 5.

Dari hasil perhitungan EPI, tampak


bahwa semua variabel zat kimia memiliki
penyimpangan yang positif. Hal ini
memiliki arti bahwa kandungan yang
terdapat dalam zat kimia tersebut tidak Gambar 5. Diagram identifikasi masalah
melebihi ambang batas baku mutu dengan fish-bone
lingkungan dan dinyatakan aman untuk
lingkungan. 3.10. Penentuan tujuan dan target
Limbah cair merupkan jenis limbah Berkaitan dengan permasalahan
yang cukup berbahaya untuk makhluk yang dimunculkan diatas, selanjutnya
hidup dikarenakan limbah tersebut sukar disusun tujuan dan target yang ingin
untuk di daur ulang seperti halnya limbah dicapai perusahaan berhubungan dengan
padat. Untuk mengatasi limbah cairnya implementasi GP.
maka PT. Varia Niaga Nusantara
(VANINUS) telah melakukan pengolah

191
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. Penentuan tujuan dan target menggunakan model ensasfil) lebih baik
No. Tujuan Target bila dilihat dari segi penghematan sebesar
1. Mengurangi beban Melakukan
kerja pengolahan pembersihan secara
Rp. 125.012.000 - 112.584.000 = Rp.
limbah Mencegah berkala pada clarifier, 12.428.000 per tahun. Alternatif solusi
penyumbatan pada melakukan penyaringan yang terpilih adalah Alternatif 2 yaitu
pompa awal terhadap limbah
yang masuk
penambahan model ensasfil pada bak
2. Mengurangi tingkat Melakukan tindakan pengolahan, model ensasfil ini dapat
pencemaran air tepat guna dalam menurunkan BOD hingga 20 persen dan
limbah ke badan air pengolahan limbah cair
TSS hingga 27,5 persen. Selain itu selain
itu model ini memiliki manfaat yang
3.11. Penyusunan alternatif solusi optimum dan masa pakai lebih lama serta
Berhubungan dengan akar harga lebih murah dibandingkan dengan
permasalahan dan tujuan yang ingin DAF. Hasil perhitungan EPI dapat dilihat
dicapai dalam GP ini , terdapat beberapa pada Tabel 5.
alternatif dan solusi yang diberikan antara
lain:
1. Memasang DAF (Dissolved Air
Flotation)
DAF merupakan seperangkat alat
pemisah minyak dan air ataupun padatan.
Alat ini memiliki bentuk seperti drum dan
dilengkapi tangki retensi yang berfungsi
mengkontakkan udara yang bertekanan
untuk mengapungkan minyak serta
padatan dalam limbah yang kemudian
ditangkap dengan scrapper sehingga
minyak dan padatan akan dialirkan melalui
saluran pipa yang sudah dibuat untuk
dipakai ulang dan cairannya akan dialirkan
ke proses selanjutnya di instalasi
pengolahan limbah.

2. Menerapkan model Ensasfil


Metode ini digunakan untuk menurunkan
tingkat pencemaran berupa kadar BOD
dan TSS dimana konsep ini dilakukan
dengan pengolahan secara fisik berupa
sedimentasi dan koagulasi secara biologi
menggunakan metode anaerobic biofilter. 4. KESIMPULAN DAN SARAN
Metode ini memiliki seperangkat alat yang 4.1. Kesimpulan
dipasang pada instalasi pengolahan limbah 1. Alternatif solusi yang terpilih adalah
berupa bak permanen dengan pengolahan alternatif 2 yaitu penambahan model
secara bertahap, dimana cairan dari proses ensasfil pada kolam IPAL. Dengan
ini akan dialirkan ke proses selanjutnya di penerapan solusi tersebut didapatkan
instalasi pengolahan limbah cair. peningkatkan kontribusi EPI yang pada
awalnya 9.92 % menjadi 11.68 %
3.12. Memilih alternatif solusi dengan beban kerja awal biaya
Dari perhitungan dapat diketahui bahwa pengolahan limbah Rp. 25.560.000,-
Alternatif (pengolahan limbah

192
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
mengalami penurunan menjadi Rp. tentang baku mutu limbah cair
23.346.000,- . Industri atau kegiatan usaha
2. Produktivitas awal rata- rata lainnya, Surabaya.
85,37084%. Dengan memilih alternatif Billatos, Samir. B. & N. A. Basaly. 1997.
2, Estimasi Produktivitas meningkat Green Technology and Design for
menjadi 85,3795%. TheEnvironment, Taylor & Francis
DeSimone LD & Frank Popoff (1997).
4.2. Saran Eco Efficiency The bussines link to
Saran yang dapat diberikan penulis sustainable development.
pada perusahaan agar dapat meningkattkan Massacussets : The MIT Press.
kontribusinya terhadap lingkungan adalah: Dewi, Ketut Ratna. (2005). Penerapan
1. Menghitung analisa finansial pemilihan Green Productivity di Pabrik Gula
alternatif kontribusi dengan metode candi baru sidoarjo. Tugas akhir
analisis titik impas maupun sensitivitas jurusan Teknik Industri, ITS.
agar estimasi lebih akurat. Dirjen IKM Departemen Perindustrian,
2. Melanjutkan implementasi GP sangat Pengelolaan limbah Industri pangan,
bermanfaat untuk meningkatkan kinerja <URL:http://google.pdf>
lingkungan, mengetahui tingkat Hariyanti, Meisna. (2006). Penerapan
produktivitas, serta pemanfaatan Air Green productivity pada pabrik
limbah menjadi second product dengan pengolahan dan pendinginan ikan.
kombinasi biofecta agar performa dapat Tugas akhir jurusan teknik Industri,
terus meningkat. ITS.
Hastutiningrum Sri dan Sunarsih
5. DAFTAR PUSTAKA Sri.(2008). Pengaruh pengolahan
APO. (2003). Achieving Higher limbah cair tahu model ensasfil
Productivity Through GP. terhadap penurunan BOD dan TSS.
Tokyo:APO Jurnal Jurusan teknik Lingkungan
APO. (2003). A measurement Guide to Fakultas Sains Terapan , IST
Green Productivity. Tokyo :APO AKPRIND. Yogyakarta.
APO. (2003). Concept of green Ika,Putu Dyah Ketut Ratna. (2006).
productivity. Tokyo :APO Implementasi Green Productivity
APO. (2003). Green Productivity sebagai upaya untuk meningkatkan
Methodology : Tokyo :APO produktivitas dan kinerja
Afida, Nofita. (2008). Peningkatan lingkungan. Tugas akhir jurusan
Produktivitas Melalui Usaha Waste Teknik Industri, ITS.
Reduction dengan pendekatan Green Mensesneg. (1997). Undang-undang RI
Productivity. Tugas akhir jurusan No.23 Pengelolaan Lingkungan
Teknik Industri, ITS. Hidup, <URL:http://google.pdf>
Arif. (2002). Gerakan produktivitas ramah Pujawan, I Nyoman. (2004). Ekonomi
lingkungan. Balai pengembangan Teknik. Institute Teknologi Sepuluh
produktivitas tenaga kerja. November, Guna Widya Surabaya.
Badan Pengendalian Lingkungan. Rachmasari, Ratih dan Slamet, Agus.
Pengendalian dampak pencemaran & (2007). Desain Instalasi pengolahan
kerusakan lingkungan hidup jawa air limbah pusat grosir wonokromo
dan kalimantan. Surabaya. Jurusan Teknik
URL:http://www.menlh.go.id/i/art/p Lingkungan. ITS .
df_1063240521.pdf Wardhana, Wisnu Arya (2001). Dampak
Bapedal propinsi Jatim. (2002). Keputusan pencemaran lingkungan. Andi
Gubernur jatim No.45 tahun 2002 Jogjakarta.

193
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

ISOLASI BAKTERI POTENSIAL PENGHASIL 1,3 PROPANDIOL DARI LIMBAH


BIODIESEL

Juwita Ratna Dewi 1), Mahyudin Abdul Rahman2)


1)
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
2)
LAPTIAB-BPPT PUSPIPTEK Serpong Tangerang

Abstrak

1,3 propandiol (1,3 PDO) adalah salah satu monomer utama untuk memproduksi
poliester berkualitas tinggi seperti polytrimethylene terephthalate (PTT), polieter, poliuretan,
dan plastik yang dapat didegradasi. Terdapat dua metode pembuatan 1,3 PDO yaitu secara
kimiawi dan secara bioteknologi. Pembuatan 1,3 PDO melalui sintesa kimia, misalnya
melalui hidratasi akrolein. Akrolein adalah senyawa turunan minyak bumi dan merupakan
reagen yang berbahaya. Oleh karena itu banyak dikembangkan proses produksi 1,3 PDO
dengan menggunakan mikroba karena lebih aman, murah, dan menggunakan bahan baku
yang dapat diperbarui. Bahan baku produksi 1,3 PDO secara bioteknologi yang dapat
diperbaharui adalah gliserol. Gliserol banyak dihasilkan pada proses pembuatan biodiesel.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri indigenous potensial penghasil
1,3 propandiol dari limbah pengolahan biodiesel.
Teknik isolasi yang digunakan adalah spread plate. Bakteri hasil isolasi akan diseleksi
dengan uji IMViC, dimana pengujian ini dapat membedakan antara E.coli dengan
Enterobacter / Klebsiella. Setelah itu bakteri hasil isolasi dan seleksi akan ditumbuhkan pada
media gliserol untuk mengetahui produktivitasnya dalam menghasilkan 1,3 propandiol.
Tahap isolasi dan seleksi menghasilkan 7 isolat yang diduga potensial dalam
menghasilkan 1,3 propandiol. Diantara ketujuh solate tersebut, solate TH3 memiliki
produktivitas paling baik dengan yield 0,335 mol/mol gliserol.

Kata kunci: isolasi, 1,3 propandiol


serat dan tekstil karena hasilnya memiliki
kualitas yang sangat baik.
1. LATAR BELAKANG Terdapat dua metode pembuatan
1,3 propandiol adalah salah satu 1,3 propandiol yaitu secara kimiawi dan
monomer utama untuk memproduksi secara bioteknologi. Pembuatan 1,3
poliester berkualitas tinggi seperti propandiol secara kimia dilakukan melalui
polytrimethylene terephthalate (PTT). sintesa kimia, misalnya melalui hidratasi
Sebagai bahan tambahan, 1,3 propandiol akrolein. Akrolein adalah senyawa turunan
juga dapat digunakan untuk produksi minyak bumi dan merupakan reagen yang
poliester, polieter, poliuretan, dan plastik berbahaya. Proses sintesa ini memerlukan
yang dapat didegradasi. 1,3 propandiol suhu tinggi, tekanan tinggi, dan katalis
merupakan monomer yang sangat mahal, yang mahal. Oleh karena itu banyak
pada awal aplikasinya terbatas pada skala dikembangkan proses produksi 1,3
kecil seperti pembuatan larutan dan propandiol dengan menggunakan mikroba
polimer. Peningkatan kebutuhan 1,3 karena lebih aman, murah, dan
propandiol dimulai oleh kebutuhan menggunakan bahan baku yang dapat
industri-industri besar untuk membuat diperbarui (Biebl et al, 1992).

194
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Bahan baku produksi 1,3 kemampuan mengkonversi gliserol
propandiol secara bioteknologi yang dapat menjadi 1,3 propandiol.
diperbaharui adalah gliserol. Gliserol
banyak dihasilkan pada proses pembuatan 2. METODOLOGI
biodiesel (Denver, 2008), dimana 2.1. Bahan dan alat
pembuatan produk biodiesel sendiri a. Mikroorganisme
mengalami peningkatan yang cukup Mikrorganisme hasil isolasi dari limbah
signifikan beberapa tahun ini karena biodiesel,
peningkatan penggunaan bahan bakar yang b. Media Fermentasi untuk produksi 1,3
dapat diperbaharui ditingkatkan oleh propandiol, formulasi berdasarkan Hao et
pemerintah. Implikasinya terdapat surplus al (2008) . Ekstrak khamir, pepton,
produksi gliserol yang merupakan produk K2HPO4, KH2PO4, (NH4)2SO4,
samping proses transesterifikasi pada MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O,
pembuatan biodiesel. Co(NO3)2.6H2O, Fe(NH4)2SO4.6H2O,
Ketersediaan bahan baku yang asam nikotenat, Na2SeO3, NiCl2,
cukup melimpah ini membuka peluang MnCl2.4H2O, H3BO3, AIK(SO4)2.12H2O,
peningkatan produksi 1,3 propandiol. Oleh CuCl2.2H2O, Na2EDTA.2H2O, limbah
karena itu, penelitian tentang 1,3 biodiesel (gliserol kasar), 2,3,5-
propandiol menjadi penting untuk triphenyltetrazolium chloride, bacto agar
mendukung peningkatan produksinya. (Oxoid), tripton (Oxoid).
Dari sisi bioteknologi, produksi 1,3 c. Bahan Kimia
propandiol tidak lepas dari agen-agen NaCl, NaOH, HCl, akuades, alkohol 70%,
biologis untuk proses produksi. Oleh alkohol 95%, reagen Barrits A dan
karena itu, pada penelitian ini akan Barrits B, reagen Kovacs, indikator metil
dilakukan pemilihan mikroba yang mampu merah.
mengkonversi gliserol menjadi 1,3 d. Peralatan
propandiol. Peralatan yang digunakan selama
Menurut Zeng and Biebl (2002) penelitian adalah sebagai berikut: High
mikroba yang diketahui dapat mengubah performance Liquid Chromatography;
gliserol menjadi 1,3 propandiol adalah tabung mikrosentrifus 1,5 ml (Eppendorf);
Klebsiella pneumoniae, Citrobacter pipet mikro 1000 l; 2-20 l (Ependorf);
freundii, Enterobacter agglomerans, tip; pH meter (Knicks); timbangan digital
Clostridium butyricum, Clostridium (Sartorius); magnetic stirer MR 3001
pasteurianum, Lactobacillus brevis, dan (Heidolph); vorteks (Sargen Weich);
Lactobacillus buchneri. Selain bakteri- laminar air flow cabinet; spektrofotometer
bakteri tersebut, Bacillus pumilus juga (pharmacial); kuvet; oven (Memmert);
berpotensi sebagai penghasil 1,3 Inkubator ; mesin sentrifus (Himac CR
propandiol karena bakteri ini memiliki 21G); shaker incubator; mesin autuklaf
enzim-enzim yang berperan dalam (Iwaki); automatic ice make; cold room 4
konversi gliserol menjadi 1,3 propandiol. 0C; water bath (Memmert); membrane
Berdasarkan ketersediaan bahan baku filter 0,2 m (Millipore) serta glassware,
gliserol di Indonesia yang merupakan kolom HPLC Phenomeneck C18, H2SO4
produk sampingpembuatan biodiesel, HPLC grade.
dibutuhkan pemilihan mikroba yang
sangat potensial untuk mengkonversi 1,3 2.2. Metode isolasi
propandiol dari gliserol hasil purifikasi Sumber bakteri untuk isolasi yang
limbah biodiesel, sehingga mikroba yang digunakan ada tiga macam, yaitu limbah
berhasil di isolasi diharapkan memiliki biodiesel saringan 1, limbah biodiesel

195
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
saringan 2 dan tanah disekitar limbah menjadi merah uji MR dinyatakan positif.
biodiesel. Sedangkan untuk uji VP, media yang
Isolasi dilakukan dengan metode digunakan sama yaitu media MR-VP,
Spread plate (Hadioetomo,1990). Tiap namun setelah inkubasi 24 jam pada media
sampel diambil sebanyak 5 ml untuk ditambahkan 0,3 ml reagen Barrits A dan
dimasukkan dalam 45 ml medium 0,1 ml Barrits B. Perubahan yang terjadi
komplek gliserol. Diinkubasi selama 24 diamati, jika terbentuk warna merah uji VP
jam pada suhu 37 0C, kemudian sebanyak dinyatakan positif.
100 l sampel disebar pada media plate
agar dengan seri pengenceran 10-1-10-7 . 2.2.3. Uji sitrat (Citrate test)
Sampel diinkubasi pada suhu 370C selama Pada uji Citrate digunakan media
24 jam, setelah 24 jam diamati koloni yang Simmons citrate. Ditimbang 24,3 gram
terbentuk, koloni tunggal yang terbentuk media Simmons citrate dan dilarutkan
ditumbuhkan lebih lanjut pada media plate dalam 100 ml air. Sebanyak 5 ml media
agar. dimasukkan dalam tabung reaksi,
o
Pengelompokan bakteri hasil uji isolasi disterilisasi 121 C selama 15 menit.
dilakukan berdasarkan uji IMViC Setelah dingin, 1 ose bakteri uji
diinokulasikan dalam media. Inkubasi 24
2.2.1. Uji Indol jam 37 oC. Setelah 24 jam amati
Ditimbang 3,9 gram SIM medium perubahan yang terjadi. Jika media
dan dilarutkan dalam 120 ml akuades. berubah warna dari hijau menjadi biru,
Media dididihkan dan pH diatur sampai maka uji citrate dinyatakan positif.
7,3. Diambil 6 ml media, dimasukkan Pengujian kemampuan kultur hasil
dalam tabung reaksi, sterilisasi 121 oC isolasi dilakukan dengan cara
selama 15 menit. Setelah dingin, menumbuhkan bakteri hasil isolasi dan
dimasukkan 1 ose kultur bakteri uji, dalam medium kompleks gliserol. Kultur
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 oC. hasil isolasi diambil 1 ose, ditumbuhkan
Setelah 24 jam, pada medium dalam 10 ml media kompleks gliserol.
ditambahkan reagen Kovacs. Diamati Diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37
o
perubahan yang terjadi. Jika terbentuk C. 10 ml kultur prekultur ini
lapisan berwarna merah diatas permukaan diinokulasikan dalam 90 ml media
media, maka uji indol dinyatakan positif. komplek gliserol, diinkubasi selama 20
jam pada suhu 37 oC. Setelah 20 jam,
2.2.2. Uji MR-VP (Methyl Red-Voges media disentrifuge pada kecepatan 12000
Preskauer) rpm 15 menit untuk mengendapkan sel,
Ditimbang 0,75 gram indikator supernatan yang diperoleh disaring dengan
methyl red (metil merah) dan dilarutkan membrane filter 0,2 m (Millipore)
dalam 50 ml etanol. Untuk media, kemudian dilakukan uji HPLC untuk
ditimbang 1,7 gram media MR-VP, mengetahui kandungan 1,3 propandiol.
dilarutkan dalam 100 ml akuades. pH
media diatur hingga 6,9. 5 ml media 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dimasukkan kedalam tabung reaksi, 3.1. Isolasi bakteri dari limbah biodiesel
distterilisasi 121 oC selama 15 menit. Isolasi bakteri dilakukan dengan
Setelah dingin, 1 ose kultur bakteri uji menggunakan limbah biodiesel sebagai
dimasukkan dalam media, digoyang- sumber mikroorganisme karena limbah
goyang. Diinkubasi selama 24 jam pada biodiesel mengandung gliserol yang
suhu 37 oC. Setelah 24 jam. ditambahkan merupakan substrat utama dalam produksi
3 tetes indikator MR. diamati perubahan 1,3 propandiol. Harapannya didapatkan
yang terjadi. Jika warna media berubah bakteri yang secara alami dapat tumbuh

196
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pada media yang mengandung gliserol dan Berdasarkan hasil uji IMViC
memanfaatkannya sebagai sumber karbon koloni bakteri hasil isolasi dibedakan
untuk produksi 1,3 propandiol. menjadi 3 kelompok yang dapat dilihat
Berdasarkan jalur-jalur pada Tabel. 1 dibawah ini. Simbol (---+/--
pembentukan 1,3 propandiol dari gliserol, ++/-+-+) merupakan representasi hasil uji
maka dipilih bakteri yang mampu bertahan IMViC, dimana berturut-turut dari kiri ke
hidup di lingkungan limbah biodiesel kanan simbol tersebut menyatakan hasil
dengan merombak gliserol. Bakteri pada uji indol (Indole test), uji metil merah (
limbah biodiesel diambil dari beberapa Methyl red test), uji voges preskauer dan
tempat, yaitu pada limbah saringan ke 1, uji sitrat (Citrate test) (Anonymous, 2009).
limbah saringan ke 2 dan tanah disekitar
limbah biodiesel. Isolasi dilakukan dari Tabel 1. Hasil Uji IMViC
beberapa tempat untuk mencari bakteri Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Hasil IMViC Hasil IMViC (-- Hasil IMViC
yang paling berpotensi dikembangkan (---+) ++) (-+-+)
dalam produksi 1,3 propandiol. LSR 1.6 LSR 1.8 LSR 1.12
Metode isolasi yang digunakan LSR 1.9 LSR 1.14 LSR 1.13
adalah metode sebaran. Metode sebaran LSR 1.11 LSR 1.15 LSR 2.4
LSR 2.11 LSR 2.13 LSR 2.6
merupakan cara isolasi dengan cara TH 4 TH 1 LSR 2.9
inokulasi suspensi bahan yang TH 5 TH 3 LSR 2.12
mengandung bakteri pada permukaan TH 8 TH 11
TH 9
medium agar yang sesuai dalam petridish TH 10
steril. Setelah inkubasi maka pada bekas Keterangan :
goresan akan menjadi koloni-koloni LSR 1 : koloni bakteri yang diisolasi dari limbah
biodiesel saringan 1
terpisah yang mungkin berasal dari satu sel LSR 2 : koloni bakteri yang diisolasi dari limbah
bakteri atau biakan murni (Hadioetomo, biodiesel saringan 2
TH : koloni bakteri yang diisolasi dari tanah
1990). disekeliling limbah biodiesel
Metode sebaran dilakukan dengan Hasil IMViC (--++) : masuk dalam
Enterobacter, Klebsiella
cara menginokulasikan sebanyak 100 l Hasil IMViC (++--) : masuk dalamE. coli
suspensi bahan yang mengandung bakteri
dengan seri pengenceran mencapai 10-7 Koloni bakteri hasil isolasi dari
pada permukaan media komplek gliserol limbah biodiesel diseleksi berdasarkan uji
agar, dan diinkubasi selama 24 jam pada IMViC, karena pada penelitian ini bakteri
suhu 37 0C. Setelah 24 jam pada media yang diharapkan adalah dari golongan
agar akan terbentuk koloni tunggal yang Enterobacter. Golongan Enterobacter
mungkin berasal dari satu sel bakteri. merupakan bakteri potensial dalam
Koloni tunggal yang diperoleh dimurnikan menghasilkan 1,3 propandiol, dimana
dan disimpan dalam agar miring pada suhu berdasarkan penelitian Barbirato, et al
4-6 oC. (1995) yield yang diperoleh dari
biokonversi gliserol menjadi 1,3
3.2. Penentuan golongan bakteri propandiol oleh bakteri Enterobacter
menggunakan uji IMViC agglomerans mencapai 0,61 mol/mol
Tahap awal isolasi menghasilkan gliserol.
22 koloni. Koloni-koloni ini kemudian di Selain itu diantara beberapa bakteri yang
uji IMViC (Indole Methyl red Voges potensial penghasil 1,3 propandiol seperti
Preskauer Citrate). Uji IMViC merupakan Clostridium butyricum, dan Klebsiella
pengujian yang terdiri dari empat macam pneumonia, bakteri dari golongan
pengujian dan biasanya digunakan dalam Enterobacter seperti Enterobacter
mengidentifikasi famili Enterobactericeae Agglomerans dan Enterobacter Aerogenes
(Rao, 2006). penanganannya lebih mudah. Khusus

197
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
untuk Clostridium butyricum yang ditambahkan akan terbentuk warna merah
merupakan bakteri anaerob (strict muda, sedangkan pada Enterobacter tidak
anaerob) dalam penanganannya terbentuk warna merah muda karena
membutuhkan alat khusus untuk mejaga Enterobacter tidak memiliki enzim
kondisi tetap anaerob, sedangkan triptofanase.
Klebsiella pneumonia memerlukan standar
laboratorium level 2 karena tingkat 3.4. Uji metil merah (Methyl red test)
patogenitasnya lebih tinggi dari pada Pada uji metil merah, Enterobacter
bakteri Enterobacter agglomerans ataupun juga menunjukkan hasil yang negatif
Enterobacter aerogenes . karena golongan bakteri ini ketika
Uji IMVIC dapat membedakan antara ditumbuhkan dalam medium yang
bakteri golongan Enterobacter dengan E. mengandung glukosa akan menghasilkan
coli. Golongan Enterobacter hasil uji metabolit dengan pH netral. Hasilnya
IMViC adalah --++ yang menunjukkan adalah ketika pada medium ditambahkan
hasil negatif untuk uji indol dan metil metil merah sebagai indikator pH, maka
merah, hasil positif untuk uji voges warna yang terbentuk adalah kuning sebab
preskauer dan sitrat. Sedangkan untuk E. metil merah akan memberikan warna
coli hasilnya adalah sebaliknya yaitu ++--, merah pada kondisi asam (< 4,4) dan akan
hasil positif untuk uji indol dan metil berwarna kuning pada kisaran pH 6,2.
merah, uji negatif untuk uji voges Pada pengujian ini E coli akan
preskauer dan sitrat. Uji IMViC menghasilkan metabolit-metabolit yang
merupakan pengujian yang penting untuk bersifat asam sehingga pH media dapat
membedakan genus Escherichia dan mencapai dibawah 4,4. Menurut
Enterobacter. Lebih lanjut pengujian ini Anonymous (1998) Enterobacter dan
digunakan secara umum untuk Klebsiella ketika ditumbuhkan pada media
membedakan antara E coli dan yang mengandung glukosa akan
Enterobacter aerogenes. menghasilkan metabolit yang sifatnya
cenderung netral seperti etil alkohol, asetil
3.3. Uji indol (Indole test) metil karbinol sehingga menyebabkan
Pada golongan Enterobacter hasil kenaikan pH sampai diatas 6,2 dan
uji indol menunjukkan negatif karena Indikator pH metil merah yang digunakan
bakteri yang termasuk dalam Enterobacter akan berwarna kuning dan hasil uji
tidak memiliki enzim triptofanase, seperti dinyatakan negatif.
E. coli . Ketika ditumbuhkan dalam media 1. Uji Voges Preskauer(VP)
yang mengandung triptofan, E. coli dapat Medium yang digunakan untuk uji
merombak triptofan dan menghasilkan VP mengandung glukosa dan pepton.
senyawa indol, sehingga ketika pada Hasil uji VP untuk Enterobacter adalah
media ditambahkan reagen kovacs akan positif karena Enterobacter selama
terbentuk warna merah muda dan hasil uji ditumbuhkan dalam media ini dapat
indol dinyatakan positif. menghasilkan asetoin yang ketika
Hal ini seperti yang diungkapkan direaksikan dengan reagen untuk uji VP
oleh Anonymous (1998) bahwa pada uji yakni Barrits A dan Barrits B akan
indol, bakteri uji ditumbuhkan pada media bereaksi membentuk warna merah muda
tripton broth yang kaya asam amino dan uji VP dinyatakan positif. Anonymous
triptofan. Bakteri E. coli yang memiliki (1998) juga menyatakan bahwa hasil uji
enzim triptofanase dapat memotong VP untuk Enterobacter dan Klebsiella
triptofan menghasilkan indol dan senyawa adalah positif. Hal ini dikarenakan
lainnya. Ketika reagen Kovacs yang Enterobacter dan Klebsiella dapat
mengandung p-dimetilaminobenzaldehid menghasilkan asetil metil karbinol atau

198
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
asetoin yang akan bereaksi dengan reagen dari ketujuh bakteri tersebut diuji dengan
Barrits A (alpha naphtol) dan Barrits B ditumbuhkan dalam media kompleks
(potassium hidroksida) membentuk warna gliserol dan dianalisa kadar 1,3 propandiol
merah muda. Sedangkan E. coli yang tidak setelah 20 jam inkubasi menggunakan
menghasilkan asetoin warna merah tidak HPLC (High Performance Liquid
terbentuk. Chromatography). Hasil uji HPLC dapat
dilihat pada Tabel 2. berikut:
3.5. Uji sitrat (Citrate test)
Uji sitratdilakukan untuk Tabel 2. Hasil produksi 1,3 propandiol dari
mengetahui kemampuan bakteri uji dalam isolat golongan Enterobacterhasil isolasi
memanfaatkan sitrat sebagai sumber dari limbah biodiesel
karbon utama dengan menggunakan media
Simmons citrate yang juga megandung Kode Isolat 1,3 propandiol Yield
(g/l) (mol/mol
bromtimol biru sebagai indikator pH. gliserol)
indikator pH ini akan berwarna kuning LSR 1.8 0,07 0,009
pada kisaran pH 6 dan berwarna biru pada LSR 1.14 0,55 0,130
pH yang cenderung basa, berkisar 7,6. LSR 1.15 0,08 0,010
Enterobacter memiliki kemampuan dalam LSR 2.13 2,14 0,283
memanfaatkan sitrat sebagai sumber TH 1 0,09 0,076
TH 3 2,54 0,335
karbon dan menghasilkan metabolit yang
TH 11 0,11 0,013
sifatnya cenderung basa sehingga indikator
pH akan berwarna biru dan hasil uji
Hasil uji HPLC dari ketujuh isolat
sitratdinyatakan positif. Menurut
pada Tabel 2. menunjukkan bahwa isolat
Anonymous (1998) indikator pH
TH3 dapat menghasilkan 1,3 propandiol
bromtimol biru pada media Simmons
paling tinggi yakni 2,54 g/l dengan yield
citrate memiliki range pH 6,0 sampai 7,6.
0,335 mol/mol gliserol. Dengan demikian
Bromtimol biru akan berwarna kuning
isolat TH3 memiliki kemampuan paling
pada kondisi asam (berkisar 6) dan akan
baik dibandingkan dengan isolate hasil
berubah menjadi biru ketika pH mulai basa
isolasi yang lainnya.
(berkisar 7,6). Media Simmons citrate
agar yang belum diinokulasikan akan
4. KESIMPULAN
memiliki pH 6,9 dan berwarna hijau.
Berdasarkan penelitian yang telah
Ketika Enterobacter atau Klebsiella
dilakukan maka dapat disimppulkan
ditumbuhkan, bakteri ini akan
bahwa limbah gliserol mengadung
menghasilkan metabolit yang sifatnya
sejumlah bakteri yang berpotensi untuk
cenderung netral, pH berkisar 7 sehingga
dikembangkan karena mampu
media akan berubah menjadi biru dan uji
mengkonversi gliserol menjadi 1,3
sitrat dinyatakan positif.
propandiol. Kamampuan dalam
menghasilkan 1,3 propandiol yang terbaik
3.6. Produksi 1,3 propandiol dari isolat
ditunjukkan oleh isolat TH3 dengan yield
hasil isolasi pada limbah biodiesel
ssebesar 0,335 mol/mol gliserol.
Berdasarkan hasil uji IMViC maka
hanya kelompok 2 saja yang diuji lebih
5. DAFTAR PUSTAKA
lanjut karena mengindikasikan golongan
Anonymous. 1998. Biochemical test
Enterobacter, sedangkan kelompok 1 dan
IMViC.
3 bukan termasuk Enterobacter. Terdapat
http://www.mc.maricopa.edu/~johnso
tujuh bakteri pada kelompok 2, yaitu LSR
n/labtools/Dbiochem/imvic.html
1.8, LSR 1.14, LSR 1.15, LSR 2.13, TH 1,
TH 3, dan TH 11. Produksi 1,3 propandiol

199
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Anonymous. 2009.IMViC Series.
www.csun.edu/~hcbio029/MICROLA
B /secured.../IMViC_Series.pdf
Barbirato, F., Camarasca-Claret, C.,
Bories, A., Grivet, J.P .1995.
Description Of The Glycerol
Fermentation By A New 1,3-
Propanediol Producing
Microorganism: Enterobacter
agglomerans. Appl Microbiol
Biotechnol 43: 786793
Biebl, H., Marten, S., Hippe, H., and
Deckwer, W.D. 1992. Glycerol
Conversion To 1,3-Propanediol By
Newly Isolated Clostridia. Appl
Microbiol Biotechnol 36: 592597
Denver J. P. 2008. Use of Biodiesel-
Derived Crude Glycerol for the
Production of Omega-3
Polyunsaturated Fatty Acids by the
Microalga Schizochytrium limacinum.
Thesis submitted to the Faculty of
Virginia Polytechnic Institute and
State University in partial fulfillment
of the requirements for the degree of
Master of Science In Biological
Systems Engineering
Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi
Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia.
Jakarta
Hao, J., Rihui, L., Zongming, Z.,
Hongjuan, L., and Dehua, L. 2008.
Isolation And Characterization Of
Microorganisms Able To Produce 1,3-
Propanediol Under Aerobic
Conditions. World J Microbiol
Biotechnol
Rao, S. 2006. IMViC Reaction. Dept. Of
Micrpbiology , JJMMC Davangere.
www.microrao.com
Zeng A.P,And Biebl H. 2002. Bulk
Chemicals From Biotechnology: The
Case Of 1,3-Propanediol Production
And The New Trends. Adv Biochem
Eng/Biotechnol 74:239259.

200
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PRODUK OLAH KUKUS (BOLU KUKUS) DAN GORENG (KEMBANG
GOYANG)YANG DIOLAH BERDASAR SIFAT KARAKTERISTIK TEPUNG
GADUNG (Dioscorea hispida Dennst)

(Steamed (Spongecake) And Fried (Kembang Goyang) Product Based On Characteristic


Of Bitter Yam (Dioscorea Hispida Dennts) Flour)

Agnes Murdiati *), Suparmo *), Rini Citaningsih *)


*) Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Jalan Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis pada produk olah
tepung gadung, berdasar kesesuaiannya dengan karakteristik kimia, fisiko-kimia, dan fisik,
tepung gadung (Dioscorea hispida Dennts). Tepung gadung digunakan untuk mensubtitusi
terigu untuk pengolahan produk kukus (bolu kukus) dan mensubtitusi tepung beras untuk
pengolahan produk goreng (kembang goyang). Selanjutnya dilakukan pengujian secara
sensoris untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis.
Karakteristik tepung gadung antara lain Water Binding Capacity 313% (b/b), kadar
air 16,00 % db, karbohidrat 96,26 % db, pati 79,51 % db; amilosa 37,46 % db, amilopektin
42,04 % db, dan HCN 35,30 ppm. Bolu kukus dengan substitusi tepung gadung sampai 50%
tidak menunjukkan perbedaan sifat dengan penggunaan terigu 100%, namun penggunaan
tepung gadung lebih dari 50% menghasilkan bolu kukus dengan flavor gadung yang semakin
terasa, tekstur semakin kurang lembut, dan semakin remah (mudah hancur). Kembang
goyang dengan substitusi tepung gadung sampai 75% tidak menunjukkan perbedaan sifat
dengan penggunaan tepung beras 100%, namun penggunaan tepung gadung 100%
menghasilkan kembang goyang dengan tektur yang agak lunak dan kasar.

Kata kunci : tepung gadung, bolu kukus, kembang goyang

intensif. Angka ini melebihi produktivitas


1. PENDAHULUAN ubi kayu dan umbi-umbian yang lainnya.
Sumber larbohidrat selain beras Umbi gadung dikonsumsi masyarakat
dan terigu yang belum banyak Indonesia terutama di wilayah Maluku,
dimanfaatkan adalah umbi-umbian. Nusa Tenggara, dan Sulawesi dalam
Gadung (Dioscorea hispida D.) bentuk gaplek sebagai makanan pokok
merupakan salah satu umbi lokal yang pengganti beras atau sagu pada saat
berpotensi untuk dikembangkan sebagai paceklik (Surhaini et al., 2009).
pangan alternatif pengganti beras dan Komposisi zat gizi gadung segar
terigu untuk mendukung diversifikasi per 100 gram berat yang dapat dimakan
pangan sehingga turut serta meningkatkan adalah 74,4 g air; 100 kkal energi; 0,9 g
ketahanan pangan. Gadung dapat tumbuh protein; 0,3 g lemak; 23,5 g karbohidrat;
baik di Indonesia. Produktivitas umbi 2,1 g serat; 0,9 g abu; 79 mg kalsium; 66
gadung persatuan luas menurut Pambayun mg fosfor; 0,9 mmg besi; 0,23 mg thiamin;
(2008) dapat mencapai lebih dari 40 dan 1,9 mg vitamin (Anonim, 2005).
ton/hektar/tahun jika dibudidayakan secara Kandungan karbohidrat yang besar pada

201
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
gadung memungkinkan gadung diperoleh dari Kelompok Tani Mekar Sari
dikembangkan sebagai produk II Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo,
intermediate berupa tepung. Yogyakarta. Sedangkan bahan-bahan lain
Teknologi pembuatan tepung yang digunakan dalam pembuatan hasil
gadung merupakan proses alternatif olah tepung gadung diperoleh secara
produk intermediate yang dianjurkan komersial. Bahan kimia untuk analisis
karena tepung bersifat lebih tahan menggunakan grade pro-analyse (PA) dari
disimpan, mudah dicampur, diperkaya zat MERCK. Sedangkan peralatan yang
gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih diperlukan meliputi timbangan analit
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan OHAUS, oven Memert, muffle
modern yang ingin serba praktis Advantec, spektrofotometer Genesis
(Widowati, 2009). Kelemahan pada umbi TM 20, ayakan MBT Sieve Shaker,
gadung yaitu mengandung senyawa Kjehltec, soxhlet, Viskotester VT-04, dan
alkaloid yang bersifat toksik bagi manusia peralatan untuk pembuatan produk serta
yaitu asam sianida (HCN). Proses uji organoleptik.
pengolahan yang baik dan tepat dapat
mengurangi kandungan HCN dalam 2.2. Karakterisasi tepung gadung
produk olahan. Agar tepung gadung dapat Untuk keperluan karakterisasi
diolah lebih lanjut menjadi produk olah tepung gadung dilakukan analisis beberapa
yang sesuai, perlu diketahui lebih dulu sifat fisik, kimia dan fisiko-kimia. Analisis
sifat karakteristiknya sehingga dapat sifat fisik meliputi ukuran partikel
ditentukan jenis produk olah kukus dan distribusi (ASAE Standards, 1995), warna
goreng yang sesuai. (chromameter CR-200), bentuk dan ukuran
Dalam pengolahan tepung gadung granula secara Light Microscopy (Han et
ini, nerdasar sifat karakteristiknya dipilih al., 2002). Analisis sifat kimia meliputi
bolu kukus sebagai salah satu produk olah analisis kadar air metode thermogravimetri
kukus dan kembang goyang sebagai salah (AOAC 1970), kadar abu (AOAC 1970),
satu produk olah goring. Bolu kukus protein total dengan metode kjeldahl
adalah kue yang dibuat dari bahan dasar (AOAC 1970), lemak dengan metode
tepung terigu dengan diberi tambahan soxhlet (AOAC 1970), karbohidrat secara
telur, gula pasir, air dan ovalet yang By Difference, serat kasar (AOAC 1970),
selanjutnya dicetak dan dikukus (Saji, gula reduksi dengan cara spektrofotometri
2004). Kembang goyang merupakan salah metode Nelson-Somogyi (AOAC 1970),
satu jenis kue kering seperti keripik yang pati dengan metode Direct Acid Hydrolysis
terbuat dari tepung beras yang dibentuk (AOAC 1970), amilosa (Julliano, 1971),
dengan cetakan bunga tipis. Kembang amilopektin (By Differnece Method) dan
goyang pada umumnya memiliki rasa uji sianida (HCN) dengan metode Ikediobi
manis (Ani et al., 2009). etal., 1980. Sedangkan analisis sifat fisiko-
Penelitian ini bertujuan untuk kimia meliputi viskositas pasta dengan
menentukan sifat-sifat karakteristik tepung Viskotester VT-04 (Radley, 1954), serta
gadung dan sifat produk olahnya yang Water Binding Capacity (WBC) metode
diproses melalui metode pengukusan (bolu Yamazaki (1953) yang dimodifikasi oleh
kukus) dan penggorengan (kembang Medcalf dan Gilles (1965) dalam Aryee
goyang). (2006), dan suhu gelatinisasi (Han et al.,
2002).
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan alat 2.3. Produk olah tepung gadung
Tepung gadung (Dioscorea hispida Produk olah tepung gadung yang
D.) yang digunakan dalam penelitian ini dipilih adalah bolu kukus sebagai produk

202
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
olah kukus dan kembang goyang sebagai ayakan 80 mesh. Jadi, jika dibandingkan
produk olah goreng. Bolu kukus dan dengan SNI terigu dan tepung beras, maka
kembang goyang dibuat dengan variasi tepung gadung belum memenuhi
substitusi tepung gadung sebesar 0%, 25%, persyaratan minimal baik pada pada terigu
50%, 75%, dan 100% b/b. Pada bolu maupun tepung beras sehingga masih
kukus, tepung gadung digunakan untuk diperlukan penepungan yang lebih halus.
mensubstitusi terigu sedangkan pada Tepung gadung yang digunakan dalam
kembang goyang,tepung gadung penelitian ini masih cukup kasar dan
digunakan untuk mensubstitusi tepung belum seragam ukurannya. Secara visual
beras. tepung gadung berwarna putih diantara
Terhadap bolu kukus dan kembang tepung terigu dan tepung beras (Gambar
goyang yang diperoleh dilakukan uji 1.).
kesukaan terhadap warna, aroma, rasa,
tekstur, dan kesukaan keseluruhan, serta
dilakukan uji deskriptif menggunakan
metode scoring (Kartika et al., 1988).
Data yang diperoleh dianalisis variansi dan
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil
(DMRT) menggunakan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) versi Gambar 1. Warna tepung gadung, tepung
16.0 dengan General Linear Model. terigu, dan tepung beras secara visual

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai L menyatakan cahaya pantul


Tepung gadung yang diperoleh dari yang menghasilkan warna akromatik putih,
salah satu Kelompok Tani di Pengasih, abu-abu, dan hitam. Nilai +a (positif)
Kulon Progo, Yogyakarta mempunyai menyatakan warna merah, nilai +b untuk
sifat-sifat karakteristik seperti warna kuning. Nilai L, a, dan b tepung
dicantumkan pada Tabel 1, 2 dan 3. Tabel gadung dibandingkan dengan L, a, b pada
1. menunjukkan sifat fisik tepung gadung, tepung terigu dan tepung beras (Bangun et
Tabel 2. menunjukkan sifat kimia dan al., 2004) dengan nilai berturut-turut
Tabel 3. menunjukkan sifat fisiko-kimia adalah 96,72; -0,51; +8,30 dan 98,50;
tepung gadung. +0,14;+1,89.Tepung beras mempunyai
derajat putih yang paling tinggi
Tabel 1. Sifat fisik tepung gadung dibandingkan dengan tepung terigu dan
Sifat Fisik Jumlah tepung gadung.Derajat putih tepung
Distribusi Ukuran Partikel (%b/b)
- lolos 40 mesh, tertahan 60 mesh 35,27 gadung paling rendah diantara keduanya.
- lolos 60 mesh, tertahan 80 mesh 42,71 Akan tetapi, tepung gadungmemiliki
- lolos 80 mesh 14,70 derajat kuning (nilai b) diantara tepung
Warna : L, a, b 65,49; + 0,31; gadung dan tepung beras. Intensitas warna
+ 4,39 kuning tepung beras paling rendah karena
Bentuk dan ukuran granula Poligonal,
3-5
memiliki nilai L yang hampir mendekati
100, tetapi memiliki nilai b paling kecil
Distribusi ukuran partikel tepung gadung sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung
lolos 60 mesh sebanyak 57,41%. Padahal beras memiliki warna paling putih,
pada SNI tepung terigu (Anonim, kemudian tepung gadung dan tepung
20091)minimal 95% harus lolos ayakan 70 terigu. Secara mikroskopik dapat dilihat
mesh sedangkan pada SNI tepung beras bahwa granula tepung gadung memiliki
(Anonim, 20092)minimal harus 90% lolos bentuk bulat teratur, kecil-kecil, dan

203
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
seragam dengan ukuran 3-5m. Bentuk 2009(Anonim, 20091) dan 13% untuk
dan ukuran granula pati tepung gadung tepung beras menurut SNI 3549-2009
akan mempengaruhi viskositas pasta dan (Anonim, 20092). Earle (1969)
suhu gelatinisasinya. menjelaskan bahwa untuk produk-produk
berbentuk tepung agar dapat aman untuk
Tabel 2. Sifat fisiko-kimia tepung gadung disimpan, maka proses pengeringan harus
Sifat Fisiko Kimia Jumlah dilakukan sampai kadar air berkisar 12-
WBC (%) 313 14%. Kadar air bahan makanan akan
Viskositas awal (dPa.s) ; Suhu (0C) 0,3 ; 29
mempengaruhi daya tahan bahan makanan
Viskositas puncak (dPa.s) ; Suhu 70 ; 75
(0C) terhadap serangan mikrobia.
Viskositas balik (dPa.s) ; Suhu (0C) 80 ; 29
Suhu gelatinisasi (oC) 55 60 Tabel 3. Komponen kimia tepung gadung
Komponen kimia Jumlah
Tepung gadung dalam penelitian Air (% wb) 16,00
ini mempunyai nilai WBC 313%, lebih Abu (% db) 0,36
Protein (% db) 0,74
besar dibandingkan dengan WBC terigu
Lemak (% db) 2,60
224,4% (Sung et al., 2003) dan WBC Karbohidrat (% db) 96,29
tepung beras 140% (Dogan et al., 2005). Serat kasar (% db) 0,94
Ini berarti tepung gadung mampu Pati (% db) 79,51
menyerap air sampai volumenya mencapai Amilosa (% db) 37,46
313% atau sekitar tiga kali lipat dari Amilopektin (% db) 42,04
volume semula. Water binding capacity Gula Reduksi (% db) 2,76
menunjukkan seberapa besar suatu bahan
mampu menyerap air. Hal ini berarti HCN (ppm) 35,30
bahwa dalam pengolahan produk
Kadar abu tepung gadung yang
makanan, tepung gadung akan
kecil menunjukkan bahwa tepung gadung
memerlukan lebih banyak air dalam
telah melalui proses pengolahan yang baik.
pembuatan adonannya.
Kadar abu tepung gadung lebih rendah
Viskositas puncak merupakan
dibanding kadar abu maksimum untuk
viskositas saat granula pati membengkak
terigu dan tepung beras berdasar SNI yaitu
maksimum pada saat dipanaskan.
berturut-turut sebesar 0,70% (Anonim,
Viskositas puncak tepung gadung adalah
20091) dan 1,0% (Anonim, 20092).Kadar
70 dPa.s pada suhu 75oC, sedangkan
lemak tepung gadung mencapai 2,60% db.
menurut Hidayati (2004), viskositas
Sedangkan kadar protein tepung gadung
puncak terigu dan tepung beras adalah 85
tergolong rendah, yaitu 0,74% db. dengan
dPa.s pada suhu 75oC dan 175 dPa.s pada
demikian, tepung gadung kurang cocok
suhu 75 oC. Dengan demikian, gelatinisasi
digunakan untuk mengolah produk
sempurna terigu dan tepung beras terjadi
makanan yang membutuhkan
pada suhu yang lebih tinggi dan viskositas
pengembangan tinggi.
puncak yang lebih besar dari pada tepung
Karbohidrat dalam bahan pangan
gadung. Hal ini dikarenakan, ukuran
terdiri atas pati, gula reduksi, dan serat.
granula pati terigu yang besar (2-35 m)
Kandungan karbohidrat tepung gadung
menyebabkan kemampuan memegang air
dalam penelitian ini adalah 96,29% db,
pun besar dan gelatinisasi lebih lama
dengan gula reduksi sebesar 2,76% db,
terbentuk (Anonim, 2002).
serat kasar 0,94% db dan pati mencapai
Kadar air tepung masih tinggi,
79,51% bk. Hal ini menunjukkan bahwa
belum memenuhi syarat mutu SNI terigu
tepung gadung dapat menjadi sumber
dan tepung beras, yaitu maksimal sebesar
karbohidrat alternatif dan efektif.
14,5% untuk terigu menurut SNI 3751-

204
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kandungan amilosa tepung gadung lebih Tabel 4.Hasil uji kesukaan terhadap bolu
tinggi dari amilopektinnya. Tingginya kukus
Substitusi Atribut sensoris
kadar amilosa akan mempengaruhi sifat tepung
Warna Flavor Rasa Tekstur Keremahan Keseluruhan
gel yang dihasilkan. Pembentukan gel gadung
0% (0 :
terjadi melalui pembentukan jaringan tiga 5,20c 4,90c 5,25b 4,95c 4,85c 5,15c
100)
25% (25 :
dimensi pada molekul pati, terutama rantai 75)
5,10c 4,90c 5,15b 4,90c 4,80c 5,10c

lurus panjang amilosa. Kadar amilosa yang 50% (50 :


50)
4,80b,c 4,65c 5,05b 4,85c 4,80c 5,05c
tinggi menyebabkan pati kurang lekat dan 75% (75 :
4,45b 4,15b 4,35a 4,20b 3,95b 4,30b
25)
gel yang terbentuk akan mempunyai sifat 100%
3,35a 3,65a 4,00a 3,05a 2,40a 3,15a
kokoh (Haryadi, 1993). Kandungan (100 : 0)
Keterangan:
amilosa menyebabkan terjadinya Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
retrogradasi, yang mengakibatkan roti ada beda nyata (P>0,05)
Score 1. sangat tidak suka sekali ; 4. agak suka; 7. sangat suka
menjadi lebih keras. Kristalisasi sekali
amilopektin memberi kekerasan pada roti
selama penyimpanan (Zobel and Kulp, Berdasar hasil uji kesukaan (Tabel
1996 dalam Hug-Iten et al., 2001). 4.), substitusi tepung gadung pada
Tepung gadung yang digunakan pembuatan bolu kukus dapat dilakukan
dalam penelitian ini masih mengandung sampai sebanyak 50% tanpa berpengaruh
asam sianida sebesar 35,30 ppm. Menurut terhadap warna, flavor, rasa, tekstur dan
FAO dalam Winarno (2002), singkong keremahan. Namun penggunaan tepung
dengan kadar 50 mg/kg (ppm) masih aman gadung lebih dari 50% semakin kurang
untuk dikonsumsi manusia. disukai panelis baik kesukaan terhadap
flavor, rada, tekstur dan keremahan.
3.1. Produk olahan tepung gadung Alasan kurang disukainya substitusi
bolu kukus tepung gadung sebanyak lebih dari 50%
Gambar 2. menunjukkan bolu ditunjukkan oleh hasil uji deskriptif yang
kukus dengan berbagai variasi substitusi dicantumkan pada Tabel 5
menggunakan tepung gadung. Substitusi
tepung gadung semakin banyak, maka Tabel 5. Hasil uji deskriptif atribut sensoris
bolu kukus
warna bolu kukus semakin putih akan Substitusi Atribut sensoris
tetapi teksturnya terlihat semakin kasar. tepung
Warna Flavor Rasa Tekstur Keremahan
gadung
Dalam penelitian ini dilakukan uji 0% 2,65a 1,40a 5,10c 4,70c 1,95a
kesukaan dan uji deskriptif pada bolu 25 % 3,15a
1,65a,b
5,05 c
4,50 b,c
2,35a
50 % 4,15b 2,25b 4,95b,c 4,45b,c 3,40b
kukus yang ditunjukkan pada Tabel 4. dan 75 % 5,00c 3,15c 4,55a,b 3,85a,b 4,10c
5. 100 % 5,05c 3,80c 4,45a 3,60a 6,35d
Keterangan :
Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata (p>0,05)

Warna: 1-7 dari kuning cerah sampai


kuning kecoklatan; flavor gadung: 1-7 dari
tidak ada sampai sangat kuat; rasa: 1-7 dari
Gambar 2. Bolu kukus dengan berbagai sangat tidak enak sampai sangat enak;
substitusi tepung gadung tekstur: 1-7 dari sangat tidak lembut
sampai sangat lembut; dan keremahan: 1-7
dari sangat tidak remah sampai sangat
remah.
Substitusi tepung gadung semakin
banyak menghasilkan warna bolu kukus
semakin putih. Substitusi sampai sebanyak

205
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
50% menghasilkan warna bolu kukus putih menggunakan tepung gadung sebagai
kekuningan, namun bolu kukus yang substitusi terhadap tepung beras pada
diolah dari 100% tepung gadung berwarna berbagai variasi substitusi.
putih dan tidak disukai panelis. Hal ini
mungkin disebabkan oleh warna dasar
tepung gadung yang lebih putih dibanding
terigu sehingga berpengaruh pada produk
olahannya. Semakin banyak penggunaan
tepung gadung maka flavor gadung Gambar 3. Kembang goyang dengan
semakin terasa dan tekstur bolu kukus berbagai substitusi tepung gadung.
yang dihasilkan semakin kasar. Substitusi
tepung gadung sebanyak lebih dari 50% Dari Gambar 3. dapat dilihat
menghasilkan bolu kukus dengan flavor bahwa semakin banyak penggunaan
gadung yang cukup kuat dan tekstur yang tepung gadung, maka warna kembang
agak kasar sehingga kurang disukai goyang terlihat semakin coklat dan tekstur
panelis. Sedangkan penggunaan tepung semakin kasar, tetapi pengembangannya
gadung sampai 50% menghasilkan bolu semakin besar. Hasil uji kesukaan dan uji
kukus dengan fkavor gadung yang hampir deskriptif kembang goyang ditunjukkan
tidak terdeteksi, rasa enak dan tekturnya pada Tabel 6. dan 7.
lembut. Pada pengolahan kembang goyang,
Tekstur bolu kukus yang agak substitusi tepung gadung terhadap tepung
kasar pada penggunaan tepung gadung beras sampai 75% menghasilkan kembang
lebih dari 50% mungkin dapat ditangani goyang yang secara keseluruhan tidak
dengan melakukan penggilingan ulang dapat dibedakan dengan kembang goyang
sehingga diperoleh tepung gadung dengan yang diolah dari 100% tepung beras.
ukuran partikel lolos ayakan 60 mesh lebih Namun kembang goyang yang diolah dari
banyak lagi. Dengan demikian diharapkan 100% tepung gadung sedikit kurang
dapat diperoleh bolu kukus dengan tekstur disukai panelis terutama dari atribut
yang halus. kekerasan dan ketampakannya.
Jadi, secara keseluruhan (Tabel 4.),
tepung gadung dapat digunakan untuk Tabel 6. Hasil uji kesukaan terhadap kembang
substitusi terigu sampai sebanyak 50% goyang
pada pembuatan bolu kukus. Penggunaan Substitusi
tepung
Atribut sensoris
Warna Aroma Rasa Kekerasan Ketampakan Keseluruhan
tepung gadung lebih dari dari 50% kurang gadung
0% (0 :
disukai oleh panelis baik dalam hal warna, 100)
4,80 b
4,40a
4,85 b
4,70 c
4,85b
4,80b

flavor, rasa, tekstur, dan keremahan. 25% (25 :


75)
4,80b 4,70a 4,75b 4,45b,c 4,70b 4,80b
Kekurangan-kekurangan bolu kukus 50% (50 :
4,70b 4,55a 4,45a,b 4,30b,c 4,45b 4.40b
50)
dengan penggunaan tepung gadung lebih 75% (75 :
4,40a,b 4,35a 4,10a 3,85a,b 3,70a 4,15a,b
25)
dari 50% tersebut dapat diatasi dengan 100%
3,90a 4,15a 4,00a 3,55a 3,30a 3,60a
modifikasi resep standar, seperti misalnya (100 : 0)
Keterangan:
penambahan pewarna alami agar lebih Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
disukai konsumen, essence agar flavor ada beda nyata (p>0,05)
Score kesukaan: 1. sangat tidak suka; 4. agak suka; 7. sangat
gadung dapat tertutupi, dan penggilingan suka sekali
ulang tepung gadung agar diperoleh
partikel tepung yang lebih halus.

3.2. Kembang goyang


Pada Gambar 3. disajikan visualisasi
kembang goyang yang diolah

206
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kasar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
Tabel 7. Hasil uji deskriptif atribut sensoris dilakukan melalui modifikasi resep
kembang goyang pembuatan kembang goyang misalnya
Substitusi Atribut sensoris dengan mengurangi jumlah gula yang
tepung
gadung
ditambahkan untuk mengurangi
Warna Aroma Rasa Kekerasan Ketampakan
pembentukan warna coklat selama
a a a a
0% 2,65 3,45 4,30 3,95 4,70d penggorengan akibat reaksi maillard,
25 % 2,65a 3,15a 3,90a 3,65a 3,95c penambahan putih telur untuk
a,b a a a
50 % 3,00 3,45 3,75 3,65 3,35b,c meningkatkan kekerasan, dan
b a a a
75 % 3,35 3,15 3,75 3,70 2,90a,b
penggilingan ulang tepung gadung agar
100 % 4,25c 2,95a 3,90a 4,75b 2,60a
diperoleh tepung gadung dengan partikel-
Keterangan :
Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak partikel yang halus sehingga mengurangi
ada beda nyata (p = 0,05) ketampakan kasar. Pengurangan warna
Warna: 1-7 dari putih kekuningan sampai coklat tua sekali;
aroma: 1-7 dari tidak beraroma gadung sama sekali sampai coklat kembang goyang mungkin juga
sangat beraroma gadung; rasa: 1-7 dari tidak manis sama sekali dapat dilakukan dengan mengurangi lama
sampai sangat manis; kekerasan: 1-7 dari sangat keras sampai
sangat lunak; dan ketampakan: 1-7 dari sangat kasar sampai penggorengan atau menurunkan suhu
sangat halus. penggorengan.

Substitusi tepung gadung sampai 4. KESIMPULAN


dengan 75% terhadap tepung beras pada Tepung gadung memiliki
pembuatan kembang goyang menghasilkan karakteristik sifat fisik, kimia, dan fisiko-
warna kuning kecoklatan. Semakin banyak kimia yang khusus serta jumlah HCN yang
penggunaan tepung gadung dalam masih di bawah ambang batas sehingga
pembuatan kembang goyang, warna aman dikonsumsi. Tepung gadung dapat
kembang goyang semakin kecoklatan. digunakan sampai 100% baik dalam
Warna cokelat yang dihasilkan pembuatan bolu kukus sebagai substitusi
dipengaruhi oleh terjadinya reaksi mailard tepung terigu maupun dalam pembuatan
karena adanya gula reduksi dan protein kembang goyang sebagai subtitusi tepung
dalam tepung gadung. Kandungan gula beras.
reduksi yang cukup tinggi dalam tepung Tepung gadung dapat digunakan untuk
gadung menghasilkan produk berwarna mensubstitusi terigu pada bolu kukus
lebih cokelat. sampai sebanyak 50% tanpa
Aroma kembang goyang yang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis,
diolah dengan substitusi tepung gadung namun penggunaan lebih dari 50%
sampai 100% tidak dapat dibedakan menghasilkan tekstur yang kurang lembut,
dengan aroma kembang goyang yang dan remah serta flavor gadung yang makin
diolah dari 100% tepung beras. terasa. Pada produk kembang goyang,
Tampaknya proses penggorengan yang tepung gadung dapat digunakan untuk
dilakukan pada suhu diatas 180oC mampu mensubstitusi tepung beras sampai
menguapkan zat-zat bau dari gadung sebanyak 75% tanpa mempengaruhi
maupun beras sehingga menghasilkan tingkat kesukaan panelis.
kembang goyang tidak berbeda aromanya.
Kembang goyang yang diolah dari 100% 5. UCAPAN TERIMA KASIH
tepung gadung kurang disukai panelis Penulis mengucapkan terimakasih
terutama pada atribut warnadan kekerasan kepada Pusat Kajian Makanan Tradisional
dan ketampakan. (PKMT) UGM, yang telah memberikan
Dari hasil uji deskriptif dapat bantuan dana sehingga penelitian ini dapat
dilihat bahwa kembang goyang tersebut terlaksana dengan lancar.
berwarna agak kecoklatan, lunak dan

207
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pastes. Part I. Large Deformation
6. DAFTAR PURTAKA Measurements Paste Properties.
Ani, S., Encep, H., Dida, S., Erliza, H., Carbohydrate Polymers. 49: 315-321.
2009. Bisnis Kue Kering. Penebar Haryadi, 1993. Dasar-dasar dan
Swadaya. Jakarta. Pemanfaatan Ilmu dan Teknologi
Anonim. 1970. Official Method of Pati. Agritech 13(3): 37-42.
Analysis of The Association of Official Hidayati, N., 2004. Karakteristik Tepung
Analytical Chemist. AOAC. Jagung Kuning Instant dengan
Washington DC. Pembanding Tepung Beras dan
Anonim, 1995. S319.2: Methods for Tepung Terigu. Skripsi S1, Jurusan
determining and expressing fineness Teknologi Pangan dan Hasil
of feed materials by sieving. St. Pertanian, FTP UGM, Yogyakarta.
Joseph, Mich.: ASAE Hug-Iten, S., Escher, F., and Conde-Petit,
Anonim, 2002. Kajian Umbi-umbian, B., 2001. Structural Properties of
Fakultas Teknologi Pertanian, Starch in Bread and Bread Model
Universitas Jember, Jember. Systems: Influence of an Antistaling -
Anonim, 2005. Daftar Komposisi Bahan Amylase. Cereal Chemistry 78(4):
Makanan. Persatuan Ahli Gizi 421-428.
Indonesia. Jakarta Ikediobi, CO., Onyia, G.O.C., Eluwah,
Anonim, 20091. SNI 3751:Tepung terigu C.E., 1980. A rapid and Inexpensive
sebagai bahan makanan. Enzymatic Assay for Total Cyanide in
www.BSN.go.id. [25 Maret 2010]. Cassava and Cassa products. Journal
Anonim, 20092. SNI 3549: Tepung Beras. of Agriculture Biological Chemistry
www.BSN.go.id. [25 Maret 2010]. 44(12): 2803-2809.
Aryee, F.N.A., Oduro, I., Ellis, W.O., Juliano, B.O., 1971. A Simplefied Assay
Afuakwa, J.J., 2006. The for Milled Rice Amylose. The AVI
physicochemical properties of Xour Publishing Company Inc., Westport.
samples from the roots of 31 varieties Connecticut.
of cassava. Food Control 17: 916-922. Kartika, B., Pudji Hastuti, dan Supartono,
Bangun, P.N., Haryadi, Bintoro, N., 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Darmadji, P., 2004. Pembuatan Pangan. Pusat Antar Universitas
Tepung Jagung Kuning Pramasak Pangan dan Gizi. UniversitasGadjah
Dengan Metode Proses Nixtamalisasi Mada. Yogyakarta.
Serta Karakterisasi Produknya. Pambayun, R., 2008. Kiat Sukses
Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Teknologi Pengolahan Umbi Gadung.
Agritech 25(3): 148-153. Yogyakarta. Ardana Media.
Dogan, S.F., Sahin, S., Gulum, S., 2005. Radley, J.A., 1954. Starch and Its
Effects of soy and rice flour addition Derivatives. John Wiley and Sons Inc.
on batter rheology and quality of New York. Vol II. 3rd ed.
deep-fat fried chicken nuggets. Journal Saji, 2004. Rupa-rupa Bolu Kukus.
of Food Engineering. 71: 127-132. Jakarta: Media Boga.
Earle, R.L., 1969. Unit Operation in Food Sung, W.C., Martha, S., 2003.
Proccessing. Pergamon Press. Characterization of Various Wheat
London. Starch in Pasta Development. Journal
Han, X.Z., Osvaldo H. C., Hanping G., of Marine Science and Technology
Peter L.K., Bruce, R.H., 2002. 11(2): 61-69.
Influnce of Maize Starch Granule- Surhaini., Mursalin., Addion, N., 2009.
Associated Protein on The Teknologi Penggunaan Umbi Gadung
Rheological Properties of Starch Bebas Racun Menjadi Keripik

208
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Simulasi. Jurnal ISSN: 0854 8986.
Universitas Jambi.
Widowati, S., 2009. Tepung Aneka Umbi
Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.
http://www.litbang.deptan.go.id. Sinar
Tani Edisi 6-12 Mei 2009. [29 Mei
2009].
Winarno, 2002. Kimia Pangan dan
Gizi.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

209
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PERBAIKAN KUALITAS NATA KULIT PISANG KEPOK KUNING
MELALUI PENERAPAN KEBUTUHAN TEKNIS DALAM
QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

Giantika Prihasti *), Nafis Khuriyati *), M. Affan Fajar Falah *)


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fak Teknologi Pertanian UGM

Abstrak

Pisang kepok kuning (Musa paradisiacal L) merupakan jenis pisang yang banyak
diolah menjadi aneka makanan dengan limbah berupa kulit yang mudah membusuk dan
kurang dimanfaatkan. Melalui proses fermentasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter
xylinum, kulit pisang dapat dijadikan sebagai bahan dasar nata. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas nata kulit pisang kepok kuning yang diproses dengan prosedur standar,
dan mengetahui keefektifan penerapan kebutuhan teknis dalam QFD untuk perbaikan kualitas
nata.
Bahan dasar nata diperoleh dengan mengerok kulit pisang bagian dalam. Nata yang
dihasilkan menggunakan proses standar selanjutnya diuji kualitasnya dan dibandingkan
dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) dan nata air kelapa. Atribut kualitas yang perlu
diperbaiki ditindaklanjuti dengan menggunakan metode QFD, yang menggunakan
pendekatan secara komprehensif dan sistematis untuk memastikan bahwa produk dapat
memenuhi harapan konsumen. Output dari QFD berupa rincian kebutuhan teknis dalam
proses pembuatan nata. Efektifitas kebutuhan teknis dalam memperbaiki kualitas nata diukur
dengan membandingkan kualitas nata sebelum dan sesudah penerapan kebutuhan teknis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut mutu nata kulit pisang kepok kuning
yang meliputi cemaran mikrobia; kandungan Cu, Zn, serat kasar; warna serta tekstur sesuai
dengan SNI nata dalam kemasan. Akan tetapi tingkat kualitas untuk atribut warna, tekstur,
aroma, dan rasa masih dibawah nata air kelapa. Penerapan kebutuhan teknis dari metode
QFD yang berupa penambahan frekuensi perebusan menjadi lima kali dapat memperbaiki
kualitas nata kulit pisang kepok kuning secara signifikan.

Kata kunci : Kualitas, Kulit Pisang, Nata, Quality Function Deployment (QFD)

1. PENDAHULUAN pisang yang merupakan limbah organik


Tanaman pisang merupakan berpotensi sebagai bahan makanan sehat
tanaman yang dari akar hingga daunnya dan murah (Suprapti, 2005). Salah satu
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan produk olahan dari kulit pisang adalah
manusia. Umumnya masyarakat anggur yang merupakan produk fermentasi
memanfaatkan tanaman pisang mulai dari oleh bakteri Acetobacter xylinum. Sama
bunga, buah, daun, serta batang. halnya dengan anggur, nata juga
Sedangkan limbahnya berupa kulit yang merupakan produk makanan yang berasal
cukup banyak jumlahnya, yaitu sepertiga dari proses fermentasi yang memanfaatkan
dari buah pisang yang belum dikupas, aktivitas bakteri Acetobacter xylinum,
kurang dimanfaatkan secara nyata sehingga kulit pisang juga dapat
(Munadjin, 1988). Komposisi kimia kulit dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk

210
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
membuat nata. Kandungan pektin prosedur standar, 2) mengetahui
yang terdapat di dalam kulit pisang sangat keefektifan kebutuhan teknis dalam QFD
berpengaruh dalam pembentukan gel pada untuk peningkatan kualitas atribut fisik
proses pembuatan nata. Pektin mempunyai nata kulit pisang.
kemampuan sangat baik untuk membentuk
gel dalam medium asam dan gula (medium 2. METODOLOGI
nata) sehingga berpengaruh terhadap Penelitian ini menggunakan kulit
tekstur, warna, dan rasa nata yang akan pisang kepok kuning (Musa paradisiacal
dihasilkan. Pektin merupakan karbohidrat L) yang banyak dihasilkan dari pedagang
polisakarida (serat polisakarida struktural) gorengan di daerah Yogyakarta, dimana
yang berfungsi sebagai penguat tekstur tiap pedagang rata-rata menghabiskan 10
(John, 1997). bonggol pisang kepok kuning setiap
Berdasarkan penelitian Susanti harinya. Selain itu, kulit bagian dalam
(2006) tentang perbedaan penggunaan pisang kepok kuning lebih tebal dan
jenis kulit pisang terhadap kualitas nata mengandung pektin yang lebih tinggi
diketahui bahwa nata dari kulit pisang raja dibandingkan jenis lainnya. Kerangka
nangka dibandingkan dengan kulit pisang pemecahkan masalah dalam penelitian ini
ambon kuning dan kepok putih dilakukan dengan:
mempunyai ketebalan nata terbaik dan 1. Pembuatan nata kulit pisang kepok
paling disukai, kandungan Coliform dan kuning dengan prosedur standar (Warisno,
serat kasarnya sesuai dengan SNI. 2009).
Perbaikan kualitas nata kulit pisang dari 2. Penilaian kualitas nata kulit pisang
aspek warna, aroma, rasa, tekstur, dan kepok kuning dibandingkan dengan nata
keamanan yang sesuai dengan SNI perlu air kelapa.
dilakukan sehingga dapat lebih diterima 3. Penyusunan rancangan kebutuhan
konsumen dan mampu bersaing di pasar teknis untuk perbaikan kualitas nata kulit
dengan nata dari bahan baku lain. Untuk pisang kepok kuning sesuai dengan SNI no
itu diperlukan metode terstruktur yang 01-4317-1996 dan keinginan konsumen
digunakan dalam proses perencanaan dan dengan metode QFD.
pengembangan produk untuk menetapkan Pembuatan nata kulit pisang kepok
spesifikasi kebutuhan dan keinginan kuning dengan prosedur standar :
konsumen, serta mengevaluasi suatu
produk dalam memenuhi kebutuhan dan a. Pembuatan starter nata kulit pisang
keinginan konsumen. kepok kuning
Quality Function Deployment Kulit pisang yang telah dicuci dan
(QFD) merupakan customer driven direndam dalam air panas, dikerok kulit
process, sehingga fokus utama dari metode bagian dalamnya. Kemudian diblender
ini adalah konsumen. QFD akan mencoba dengan perbandingan air dan kulit pisang 2
mendefinisikan umpan balik dari : 1. Hasil pemblenderan disaring dengan
konsumen untuk dapat diketahui keinginan menggunakan kain saring untuk
sesungguhnya dari konsumen dalam memisahkan sari kulit pisang yang akan
sekelompok kebutuhan dasar, yang digunakan sebagai media starter dengan
diperbandingkan dengan informasi ampas. Media stater direbus dengan
persaingan yang tersedia. Semua pesaing penambahan gula pasir 10% dari volume
di evaluasi dari perspektif konsumen media; ZA 0,8% dari volume media; dan
maupun dari perspektif teknik (Bossert, cuka 5% dari volume media. Perebusan
1991). Penelitian ini bertujuan untuk 1) dilakukan hingga media starter mendidih
mengetahui kualitas nata kulit pisang dan memiliki pH antara 3-4 (Winarno,
kepok kuning yang diproses dengan 2009). Media starter dituang dalam botol

211
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dalam keadaan masih panas, ditutup
dengan kertas koran, didinginkan, b. Uji Cu dan Zn
ditambahkan starter Acetobacter Menggunakan metode AAS
xylinum10% dari volume media stater (AtomicAbsorption
dalam botol. Botol berisi stater Spectrophotometer),penentuan unsur
Acetobacter xylinum ditutup dengan kertas logam dan metalloid yang pengukurannya
koran. Proses fermentasi berlangsung berdasarkan penyerapan cahaya dan
selama 4-7 hari dalam ruangan yang panjang gelombang tertentu oleh logam
kering dan bersuhu 250-300C. dalam alam bebas (Skoog and Benner,
2000).
b. Pembuatan nata kulit pisang kepok
kuning c. Uji Serat kasar
Pembuatan media nata kulit pisang Menggunakan metode analisa hidrolisis
kepok kuning sama dengan pembuatan asam basa. Serat kasar merupakan bagian
media starter kulit pisang kepok kuning, tanaman yang dapat terhidrolisis
hanya penuangannya dilakukan pada baki. menggunakan pelarut asam sulfat (H2SO4)
Proses fermentasi nata kulit pisang kepok 1,25% dan Natrium Alkali Hidroksida
kuning berlangsung selama 7-10 hari (NaOH) 1,25% (Anonim, 2011).
dalam ruangan yang kering dan bersuhu
250-300C. Pada saat penyimpanan tidak d. Uji warna
boleh terkena goncangan karena akan Menggunakan Colorimeter Hunter yang
mempengaruhi ketebalan nata kulit pisang dilengkapi dengan integritas langsung
kepok kuning yang dibentuk. konversi nilai L menyatakan cahaya pantul
yang menghasilkan warna akromatik putih
c. Penanganan pasca panen nata kulit abu-abu dan hitam dengan interval nilai 0
pisang kepok kuning 100; a menyatakan warna kromatik
Nata kulit pisang kepok kuning campuran merah hijau dengan interval -80
yang telah terbentuk direndam selama 12- hingga +100; dan b menyatakan warna
72 jam hingga warna rendaman berubah kromatik campuran biru kuning dengan
menjadi keruh. Kemudian dilakukan interval -70 hingga +70.
pencucian I dengan air mengalir,
pemotongan, pencucian II, perebusan I, e.Uji tekstur
penirisan, pengepresan, dan perebusan II, Menggunakan metode Llyod menggunakan
selanjutnya nata kulit pisang kepok kuning Universal Testing Machine, dimana
siap untuk dikonsumsi. prinsip pengukurannya dengan
memberikan gaya tekan pada bahan
1) Uji Laboratorium samapai bahan tersebut pecah atau rusak.
a. Uji Coliform Tujuan uji tekstur adalah untuk
Menggunakan metode MPN (Most mendapatkan nilai kuantitatif tekstur
Probable Number) dengan cara fermentasi bahan sehingga dapat dibandingkan.
tabung ganda, dimana metodde ini lebih
sensitif dalam mendeteksi Coliform dalam 2) Uji Inderawi
jumlah yang rendah pada sampel. Nilai Uji inderawi dilakukan pada
MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
(growth unit) atau unit pembentuk koloni kuning yang meliputi atribut mutu warna,
dalam sampel. Makin kecil nilai MPN aroma, rasa tawar (plain), serta tekstur. Uji
suatu sampel maka makin tinggi inderawi ini merupakan uji berpasangan,
kualitasnya. Metode MPN memiliki limit dilakukan sebanyak dua kali, yaitu
kepercayaan 95% (Fardiaz, 1989). membandingkan nata kulit pisang kepok

212
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kuning yang di proses dengan prosedur baik dengan nilai diatas 3, tetapi masih
standar dengan nata air kelapa sebagai dibawah nata air kelapa. Berdasarkan uji Z
pembanding, serta membandingkan nata dengan tingkat kepercayaan 95%, atribut
kulit pisang kepok kuning sebelum dan warna putih bersih dan tekstur kenyal
sesudah penerapan kebutuhan teknis dari mempunyai tingkat perbedaan yang
QFD. Uji inderawi dilakukan signifikan sehingga perlu dilakukan
menggunakan kuesioner likert skala 4, perbaikan kualitas.
yaitu sangat tidak baik bernilai 1 hingga
sangat baik bernilai 4. Responden yang Tabel 1. Perbandingan hasil uji laboratorium nata
digunakan adalah sebanyak 43 orang yang kulit pisang kepok kuning dengan standar SNI no-
01-4317-1996 : nata dalam kemasan
diambil secara acak.
No Kandungan Standar SNI Nata kulit pisang
kepok kuning
3) QFD 1. Cemaran <3x107Koloni/gram 2.47x107Koloni/gram
Melalui QFD, the voice of customer mikrobia
terjemahkan ke dalam proses desain yang (Coliform)
3. Cu Maks. 2 mg/kg 1,063 mg/kg
berbentuk a House of Qualty(HoQ) matrix 4. Zn Maks. 5,0 mg/kg 0,3495 mg/kg
untuk menghasilkan produk atau jasa 5. Serat Maks. 4,5% 2,713 %
Kasar
sesuai persyaratan dan keinginan
konsumen. Output dari HoQ adalah
kebutuhan teknis untuk memperbaiki Tabel 2. Perbandingan hasil uji inderawi nata kulit
pisang kepok kuning dengan nata air kelapa
kualitas atribut fisik nata kuit pisang kepok
kuning. Tingkat kefektifan penerapan No Atribut mutu Nata kulit Nata air
pisang kepok kelapa
kebutuhan teknis ini dapat diketahui 1. Aroma Segar 3,163 3,186
dengan membandingkan kualitas atribut 2. Rasa Plain (tawar) 3,419 3,442
fisik nata kulit pisang kepok kuning 3. Warna Putih Bersih 3,163* 3,442*
4. Tekstur Kenyal 3,047* 3,116*
sebelum dan sesudah penerapan kebutuhan *) Berbeda nyata

teknis dari QFD.


3.2.Quality Function Deployment
QFD menerjemahkan apa yang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN dibutuhkan konsumen menjadi apa yang
3.1. Nata kulit pisang kepok kuning dihasilkan produsen. QFD memungkinkan
Nata kulit pisang kepok kuning produsen untuk memprioritaskan
merupakan salah satu pengembangan kebutuhan pelanggan, menemukan
produk nata dengan memanfaatkan limbah tanggapan inovatif terhadap kebutuhan
kulit pisang kepok kuning, yang digunakan tersebut, dan memperbaiki proses hingga
sebagai bahan baku pembuatan media tercapai efektivitas maksimum. Dengan
starter dan media nata. Bagian yang mempertimbangkan kinerja pesaing dalam
digunakan adalah kulit pisang kepok hal ini nata air kelapa, tanggapan inovatif
kuning bagian dalam. Hasil pengujian tersebut diwujudkan dalam kebutuhan
kualitas nata kulit pisang kapok kuning teknis untuk memperbaiki kualitas nata
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. kulit pisang. The House of Quality yang
Atribut mutu yang berupa kandungan disusun untuk nata kulit pisang kepok
cemaran mikrobia, Cu, Zn, dan serat kasar kuning dapat dilihat pada Gambar 1.
sudah sesuai dengan SNI. Pengujian secara Atribut kebutuhan konsumen untuk nata
inderawi dengan menggunakan likert skala kulit pisang kepok kuning dikelompokkan
4, untuk aroma, rasa, warna, dan tekstur menjadi 2, yaitu karakterisitik fisik (aroma
diperoleh hasil bahwa kinerja nata kulit segar, tekstur kenyal, warna putih bersih,
pisang kepok kuning yang diproses dengan dan rasa tawar) dan kandungan produk
metode standar mempunyai kinerja yang (tidak adanya bahan tambahan makanan,

213
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
cemaran logam, cemaran arsen, cemaran terlihat bahwa secara umum dengan
mikrobia). Kinerja karakteristik fisik nata penambahan frekuensi perebusan, nilai
kulit pisang kepok kuning dengan metode tekstur (N) akan menurun (Gambar 2).
standar walaupun sudah baik tetapi masih Dengan penambahan perebusan menjadi 5
di bawah nata air kelapa. Sehingga titik kali mampu meningkatkan kualitas tekstur
penjualan untuk semua atribut adalah 1,5 nata kulit pisang kepok kuning mendekati
(perubahan pada atribut akan berpengaruh kualitas tekstur nata air kelapa secara
besar terhadap tingkat kepuasan konsumen signifikan. Dari pengujian warna,
dan tingkat penjualan nata kulit pisang penambahan frekuensi perebusan
kepok kuning), kecuali pada atribut rasa memberikan dampak negatif pada nata
tawar (plain), yaitu 1,0 (perubahan pada kulit pisang kepok kuning, yaitu dengan
atribut akan berpengaruh kecil terhadap penambahan frekuensi perebusan, nilai L
tingkat kepuasan konsumen dan tingkat (lightness) cenderung menurun (Gambar
penjualan nata kulit pisang kepok kuning). 3).
Berdasarkan normalisasi skala kepentingan
konsumen, peringkat tertinggi terendah
karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
kuning yaitu atribut aroma segar, tekstur
kenyal, warna putih bersih, rasa tawar
(plain).
Rancangan kebutuhan teknis yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dilakukan dengan modifikasi
proses pasca panen nata. Penambahan
frekuensi perebusan mempunyai hubungan
kuat dengan semua atribut karakteristik
fisik nata kulit pisang kepok kuning
dengan normalisasi prioritas tertinggi
(26,0569%). Menurut Warisno (2009),
perebusan memberikan manfaatkan
menghilangkan aroma tidak sedap,
mematikan organisme merugikan pada Gambar 1. House of quality nata kulit
nata, meningkatkan kekenyalan nata, dan pisang kepok kuning
mengubah karakteristik menjadi tampak
bening (menarik). Kebutuhan teknis
penambahan perebusan mempunyai
hubungan korelasi negatif sedang dengan Perbandingan Tekstur
penambahan air tawas pada penambahan 80
70
pengepresan. Sedangkan sanitasi alat 60
tekstur (N)

produksi dan lingkungan, penggunaan air 50


40
PAM dalam proses perebusan, mempunyai 30
20
hubungan kuat dengan kandungan produk, 10
dengan normalisasi prioritas 21,3596%. 0
kulit pisang 3x

kulit pisang 5x

kulit pisang 7x

kulit pisang 9x
kulit pisang
air kelapa

Keefektifan kebutuhan teknis


perebusan

perebusan

perebusan

perebusan

dalam memperbaiki kualitas nata kulit


pisang kapok kuning dievaluasi melalui
penerapan penambahan frekuensi
perebusan karena mempunyai nilai Produk
prioritas tertinggi. Berdasarkan uji tekstur,

214
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Gambar 2. Tekstur nata kulit pisang kepok kebutuhan teknis dari metode QFD,
kuning dengan berbagai frekuensi diperoleh hasil bahwa penambahan
perebusan frekuensi perebusan menjadi lima kali
efektif meningkatkan kualitas atribut
45 40.29 karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
40 37.07
kuning.
35 29.44 30.78 28.61 29.79
30
L value

25
20 5. DAFTAR PUSTAKA
15 Anonim. 2011. Bhina Patria
10
5 www.inparametric.com . Diakses 23
0 Maret 2011.
Bossert, James L. 1991. Quality Function
Deployment : A Practitioners
Approach. ASQC Quality Press,
Milwaukee, Wisconsin.
Cohen, Lou. 1995. Quality Function
Gambar 3. Lightness nata kulit pisang Deployment : How to Make QFD
kepok kuning dengan berbagai frekuensi Work for You, Addison Wesley
perebusan Publishing Co.USA
Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi
Hasil dari penambahan frekuensi Pangan.Departemen Pendidikan dan
perebusan menjadi 5 kali, dilihat dari Kebudayaan. IPB.
pengujian secara inderawi menunjukkan Munadjin. 1988. Teknologi Pengolahan
peningkatan kinerja pada semua atribut Pisang. Gramedia. Jakarta.
nata kulit pisang kepok kuning kecuali Skoog, A., and R. Benner. 2000. Glucose
atribut warna putih bersih (Tabel 3). Hal flux in the upper water column of the
ini sesuai dengan hasil uji laboratorium Gulf of Mexico: Contribution to
yaitu terjadi penurunan tingkat kecerahan herotrophic bacterial production.
pada nata kulit pisang kepok kuning. Limnol. Oceanogr. 44:1625-1633
Suprapti, Lies. 2005. Aneka Olahan
Tabel 3. Perbandingan hasil uji inderawi nata Pisang. Kanisius. Yogyakarta
kulit pisang kepok kuning sebelum dan Susanti, Indah. 2006. Analisis
sesudah perbaikan dengan QFD Pengendalian Kualitas Produksi
Tekstil di PT. Sendi Pratama
Butir Atribut Kepentingan Sebelum Sesudah Nata
Konsumen Perbaikan Perbaikan air Pekalongan tahun 2005 dengan
kelapa Menggunakan Diagram Kontrol C.
1. Aroma Segar 3.163 3.326 3.186
2. Rasa 3.419 3.488 3.442 Tugas Akhir. Universitas Negeri
3. Warna Putih Bersih 3.163 3.047 3.442 Semarang. Semarang.
4. Tekstur kenyal 3.047 3.628 3.116
Sumber : Olah Data, 2011
Warisno, dan Kres Dahana. 2009.
Inspirasi Usaha Membuat Aneka
4. KESIMPULAN Nata. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Atribut kandungan produk pada Winarno, dan Srikandi Fardiaz. 1979.
nata kulit pisang kepok kuning dengan Biofermentasi dan Biosintesa Protein.
metode standar standar sesuai dengan SNI Angkasa. Bandung.
no 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam
kemasan, tetapi atribut karakteristik
fisiknya belum sama dengan kualitas nata
air kelapa. Berdasarkan pemenuhan

215
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN TUNA (Thunnus atlanticus) YANG DIBUAT


DENGAN FILLER TEPUNG GANYONG, TEPUNG GARUT DAN MOCAF

Sri Kanoni 1), Sri Naruki 1), dan Afni Fitriyana 2)


1)
Staf Pengajar TPHP-FTP-UGM.
2)
Alumni Mahasiswa TPHP-FTP-UGM

Abstrak

Indonesia mempunyai banyak tanaman ganyong, garut dan singkong, namun


masyarakat belum memanfaatkan secara optimal. Pembuatan tepung ganyong, tepung garut,
dan modified cassava flour merupakan alternatif yang baik dan sedang berkembang. Tepung
tersebut mempunyai kandungan karbohidrat tinggi seperti pada tepung tapioka yang biasanya
digunakan dalam pembuatan bakso ikan sehingga berpotensi digunakan sebagai filler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik, sifat sensoris, dan sifat
kimia bakso ikan tuna dengan filler tepung ganyong, tepung garut, dan mocaf terhadap
tepung tapioka.
Ikan tuna difillet, digiling sampai halus dan ditambah komponen penghilang rasa
amis. ,bumbu-bumbu, air es, putih telur, dan filler tepung ganyong/ tepung garut/ mocaf
dengan variasi terhadap tepung tapioca (0:100, 25:75, 50:50, 75:25, 100:0).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakso ikan tuna dengan filler tepung ganyong (
50:50 ) mempunyai karakteristik sifat fisik (kekenyalan) 30.55 N, panelis agak suka dan suka
dengan nilai 3.40, berwarna agak abu-abu, cukup kenyal dan kadar air 69.77%, kadar protein
15.22%, lemak 0.53%, abu 3.08%. Bakso ikan tuna dengan filler tepung garut ( 25:75 )
mempunyai karakteristik sifat fisik (kekenyalan) 26.97 N, panelis agak suka dan suka dengan
nilai 3.70, berwarna putih keabuan, cukup kenyal dan mempunyai kadar air 69.10%, kadar
protein 15.91%, lemak 0.27%, abu 2.53%. Bakso ikan tuna dengan filler mocaf ( 50:50 )
mempunyai karakteristik sifat fisik (kekenyalan) 29.34 N, panelis agak suka dan suka dengan
nilai 3.60, berwarna putih keabuan, cukup kenyal dan mempunyai kadar air 70.84%, kadar
protein 16.14%, lemak 0.1%, abu 2.92%.

Kata kunci : bakso ikan tuna, tepung ganyong, tepung garut, mocaf

1. PENDAHULUAN secara optimal oleh masyarakat. Selama


Pengembangan pangan lokal berbasis ini, masyarakat hanya mengkonsumsi
umbi-umbian memiliki strategis guna umbi-umbian dengan cara direbus,
mendukung program percepatan dikukus, dan digoreng. Meningkatnya
penganekaragaman konsumsi pangan teknologi, umbi-umbian tersebut bisa
berbasis sumber daya lokal yang tertuang dibuat tepung sehingga dapat digunakan
dalam Peraturan Presiden ( Perpres ) No untuk membuat aneka produk.
22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Tepung ganyong, tepung garut, dan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi modified cassava flour (Mocaf) merupakan
Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. tepung bahan lokal yang sedang
Indonesia mempunyai banyak tanaman berkembang, memiliki nilai gizi yang
umbi-umbian, namun belum dimanfaatkan tinggi terutama karbohidrat sehingga

216
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
berpotensi sebagai filler seperti tepung Mengetahui variasi konsentrasi tepung
tapioka .yang biasa digunakan untuk ganyong, tepung garut, dan mocaf terhadap
membuat produk bakso Pati ikan. tepung tapioka dan sifat kimia bakso ikan
Kandungan karbohidrat (88%) dan pati tuna yang disukai panelis.
(84,71%) yang tinggi pada tepung tapioca,
mampu membentuk gel saat proses 3. METODE PENELITIAN
pengolahan sehingga tekstur bakso ikan 3.1. Bahan dan alat
menjadi kenyal. Amilosa dan amilopektin Bahan dasar yang digunakan daging ikan
merupakan komponen utama pati tuna segar berwarna putih
Komponen amilosa yang tinggi pada pati, kemerahan),Filler yang digunakan antara
penyusun pati adalah amilosa dan lain Mocaf ,tepung ganyong , tepung garut,
amilopektin. Kadar amilosa tinggi akan dan tepung tapioka,Bumbu-bumbu (
bersifat kering, kurang lekat, dan bawang putih, merica, garam, bawang
kecenderungan higroskopis lebih kuat merah, jahe, telur ) .
sedangkan kadar amilopektin tinggi maka Bahan kimia yang digunakan
pati akan lebih basah, lekat dan cenderung adalah:aquadest, H2SO4 95-98%, asam
sedikit menyerap air ( Wirakartakusuman, borat 99.5%, indicator BCG-MR,
1981 ). Filler yang digunakan dalam katalisator N, Nelson A dan Nelson B,
pembuatan bakso ikan penyusun utamanya glukosa standar, arsenmolibdat, HCl 30%,
adalah karbohidrat dan pati. Untuk NaOH 40%, dan petroleum eter .
mengetahui potensi tepung ganyong, Alat yang digunakan : timbangan,
tepung garut, dan mocaf dengan beberapa pisau stainless steel, telenan, penggiling
variasi terhadap tepung tapioka maka daging ikan , pancpperebus, Oven suhu
digunakan sebagai filler dalam pembuatan 1050C, timbangan analit, botol timbang,
bakso ikan tuna. Ikan tuna mempunyai eksikator, labu Kjeldahl, alat titrasi, alat
kandungan protein yang cukup tinggi yaitu destilasi lengkap, vortex,
20.9%.,yang akan berfungsi dalam spektrofotometer, pH meter, muffle,
pengikatan hancuran daging dalam bakso waterbath, mesin pengayak, soxclet
selama pemasakan dan mengemulsi lemak ,Universal Testing Machine (UTM),
sehingga produk menjadi empuk, kompak borang penilaian
dan kenyal. Otot ikan tidak banyak
memiliki jaringan penghubung seperti 3.2. Cara Penelitian
pada daging hewan lainnya sehingga Tahapan penelitian meliputi: Analisis sifat
menyebabkan daging ikan lunak. fisik tepung tapioka, ganyong, garut dan
Dalam penelitian ini dibuat bakso mocaf. pembuatan bakso ikan tuna dengan
ikan tuna dengan filler tepung ganyong, filler campuran tepung tapioca dan tepung
tepung garut, dan mocaf dengan variasi ganyong,garut serta mocaf dengan
konsentrasi tepung tersebut terhadap perbandingan : (0:100); (25:75) ;(50:50)
tepung tapioka 0:100, 25:75, 50:50, 75:25, ;(75:25), (100:0). Analisis sifat fisik,
dan 100:0 dilakukan uji sensoris, uji fisik, kimiawi dan sensoris bakso ikan tuna.
dan uji kimia sehingga dapat diketahui
bakso ikan tuna yang disukai panelis. 3.3. Pembuatan Bakso Ikan Tuna
Daging ikan tuna dicuci bersih, digiling
2. TUJUAN PENELITIAN dan ditambah bahan penghilang rasa amis
Mengetahui sifat fisik dan sifat kimia (bawang merah, bawang putih dan jahe).
tepung ganyong, tepung garut, dan mocaf Tepung ganyong, garut, mocaf dengan
Mengetahui sifat fisik dan sifat sensoris variasi perbandingan terhadap tepung
bakso ikan tuna dengan filler tepung tapioka : seperti pada Tabel 1. yang
ganyong, tepung garut, dan mocaf

217
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dicampurkan pada daging ikan giling
direbus ,kemudian dicetak Dari hasil pengamatan pada Tabel 1.
menunjukkan bahwa tepung tapioka,
Tabel 1. Perbandingan tepung ganyong/ tepung ganyong, tepung garut, dan mocaf
tepung garut/ modified cassava flour terhadap mempunyai warna berbeda-beda.yang
tepung tapioka akan mempengaruhi warna bakso ikan
Perbandingan Tepung Ganyong/ Tepung Garut/
Modified Cassava Flour Terhadap Tepung tuna. Bau tepung tapioka, tepung ganyong,
Tepung Tapioka (gram) mocaf normal sedangkan bau tepung garut
0:100 25:75 50:50 75:25 100:0 beraroma garut yang dapat
Ganyong mempengaruhi bau bakso ikan. Menurut
0 3.75 7.5 11.25 15
Fennema ( 1985 ), warna merupakan
Garut atribut kualitas yang paling penting dari
0 3.75 7.5 11.25 15
Mocaf
suatu produk.
0 3.75 7.5 11.25 15
Tapioka
15 11.25 7.5 3.75 0
4.2. Karakteristik kimia tepung tapioka,
ganyong, garut , mocaf dan ikan tuna

3.4. Analisis kimia bakso ikan tuna Tabel 2. Komposisi kimia tepung tapioka
Analisis sifat kimia yang dilakukan ganyong, garut dan mocaf
Karbohidrat
meliputi: analisis kadar air tepung Tepung
Air Protein Lemak Abu
(by
Pati
(%wb) (%db ) (%db) (%db) (%db)
tapioca, ganyong/ garut/ mocaf dan ikan difference,%db)
Tapioka 13.68 0.58 0.08 0.26 99.08 92.43
tunametode thermogravimetri, AOAC Ganyong 11.20 2.93 0.31 3.07 93.69 83.01
Garut 5.38 6.01 0.94 4.53 88.52 83.61
(1970),kadar protein metode Mikro Mocaf 16.23 1.71 0.26 0.98 97.05 91.11
Kjeldahl, AOAC (1970).,kadar lemak Ikan
Tuna
78,18 20,87 - - - -
metode ekstraksi soxhhlet, AOAC
(1970),kadar abu metode Hasil analisis komposisi kimiawi
thermogravimetri, AOAC pada Tabel 2a, menunjukkan bahwa
(1970),karbohidrat by difference, AOAC tepung tapioka, ganyong, garut dan mocaf
(1970), pati metode Nelson-Somogyi, memiliki potensi sebagai bahan pengisi (
AOAC (1970).,Analisis sensoris bakso filler ) dilihat dari kadar karbohidrat, pati
ikan tuna dengan metode Meilgard(1981) dan abu yang tinggi dan kadar air yang
mendekati kadar air yang dipersyaratkan
3.5. Analisa data SNI No 01-3451-1994(15%),. Disamping
Data yang diperoleh dianalisis itu juga memiliki potensi sebagai bahan
secara statistic menggunakan analisis pengikat (binder) dilihat dari kadar protein
varian. Apabila terdapat perbedaan yang nya., khususnya tepung garut (6,01%) .
nyata (pada 0,05) maka dilanjutkan Pada saat proses gelatinisasi terjadi, air
dengan uji pembedaan menggunakan yang sebelumnya berada di luar granula
Duncan New Multiple Rang Test pati dan bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan, setelah dipanaskan sebagian
4. HASIL DAN PEMBAHASAN air berada dalam butir-butir pati dan tidak
4.1.Sifat fisik tepung tapioka, ganyong, dapat bergerak bebas karena terikat oleh
garut dan mocaf gugus hidroksil dalam molekul pati
sehingga menyebabkan rongga-rongga pati
Tabel 1. Sifat fisik tepung tapioka, ganyong, merapat.(Haryadi1994). Kadar protein
garut dan mocaf yang tinggi pada ikan tuna (20,87%),
Tepung Warna Bau menunjukkan.protein myofibril aktin
Tepung Tapioka Putih Normal
Tepung Ganyong Cokelat Normal myosin sebagai emulsifier mampu
Tepung Garut Putih kekuningan Aroma garut menstabilkan system emulsi adonan bakso
Mocaf Putih Normal

218
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sehingga menghasilkan bakso kenyal, cokelat dan ikan tuna berwarna putih
kompak dengan sifat irisan yang halus.. kemerahan yang mengandung mioglobin
sehingga menyebabkan warna bakso ikan
4.3. Analisis sensoris bakso ikan dengan tuna berwarna abu-abu dan membuat
filler variasitepung tapioka, panelis tidak menyukai bakso ikan tuna
ganyong,garut, mocaf jika ditambah filler sampai 100% tepung
ganyong. Panelis mampu membedakan
4.3.1.Uji Kesukaan bakso ikan tuna warna yang disukai panelis dengan nilai
dengan filler variasi tepung tapioka : 3,95 pada variasi (50:50) atau penggunaan
ganyong tepung ganyong 50% yaitu kisaran abu-
abu-sangat abu-abu, seperti pada data
Tabel 3. Nilai kesukaan terhadap warna, bau, Tabel 4.
rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
tuna 4.3.2. Uji pembedaan bakso ikan tuna
Variasi Nilai Kesukaan
tepung dengan filler variasi tepung tapioka :
ganyong
Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan ganyong
:
tapioka
100:0 3.50d 3.10a 3.65b 3.00a 3.50c
25 : 75 2.85c 3.20a 3.35ab 2.65a 3.15bc Tabel 4. Uji pembedaan bakso ikan tuna
50 : 50 2.55bc 3.30a 3.30ab 3.05a 3.10bc dengan filler variasi tepung tapioka :ganyong
75 : 25 2.05ab 2.85a 2.85a 2.85a 2.55a Variasi tepung Nilai Pembedaan
100 : 0 1.85a 3.05a 2.95a 2.45a 2.70ab ganyong :
* Warna Bau Rasa Kekenyalan
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti tapioka
a a a
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05). 0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4: 25 : 75 3.60b 3.00a 3.20a 2.50a
suka, 5: sangat suka 50 : 50 3.95bc 3.15a 3.00a 2.40a
75 : 25 4.20bc 3.30a 3.05a 2.60a
Hasil analisis Tabel 3, 100 : 0 4.35c 3.05a 2.90a 2.30a
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan bahwa variasi perbandingan berarti tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
tepung tapioca : ganyong sebagai filler Keterangan : Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu;
3.abu-abu; 4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau
berpengaruh terhadap kesukaan panelis khas ikan; 2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan;
pada warna, rasa dan keseluruhan , namun 4:sangat bau khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa:
1:tidak ada rasa khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada
tidak berpengaruh pada bau dan rasa khas ikan; 4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali
kekenyalan. Hal ini sesuai dengan warna rasa ikan
Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal; 4:sangat
masing-masing tepung yang berbeda pada kenyal; 5:sangat kenyal sekali
Tabel 1.Semakin banyak tepung ganyong
kesukaan panelis semakin menurun sampai 4.3.3.Uji kesukaan bakso ikan tuna
50% memiliki nilai warna 2,55 (tidak suka dengan filler variasi tepung tapioka :
agak suka)dan keseluruhan 3,10 (agak garut
suka-suka) seperti terlihat pada warna
bakso ikan tuna Gambar 1. Tabel 5.Nilai kesukaan terhadap warna, bau,
rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
tuna
Variasi Nilai Kesukaan
Tepung
Garut : Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tapioka
0 : 100 3.50a 3.10a 3.65b 3.00a 3.50b
25 : 75 3.15a 3.05a 3.40b 2.75a 3.05ab
50 : 50 3.00a 3.45a 3.40b 2.80a 3.15ab
Gambar 1. Warna Bakso ikan tuna dengan filer tepung 75 : 25 3.25a 2.90a 3.30b 2.55a 2.95a
tapioca :tepung Ganyong (100:0) ;75:25) .(50%50); 100 : 0 3.20a 3.05a 2.70a 2.35a 2.80a
*
25:75).0:100) Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
Hal ini disebabkan karena warna suka, 5: sangat suka
dari tepung ganyong sendiri berwarna

219
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Hasil analisis Tabel 5 4.3.5.Uji kesukaan bakso ikan tuna
menunjukkan variasi perbandingan tepung dengan filler variasi tepung tapioka :
tapioca :garut sebagai filler tidak mocaf
berpengaruh terhadap kesukaan panelis
pada warna, bau , rasa dan kekenyalan, Tabel 7. Nilai kesukaan terhadap warna, bau,
namun berpengaruh terhadap kesukaan rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
keseluruhan. Semakin banyak tepung garut tuna
Variasi Nilai Kesukaan
yang ditambahkan (50:50))nilai kesukaan Tepung
(3.15) berkisar agak suka- suka) Warna Mocaf :
Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tepung
tepung garut putih kekuningan seperti Tapioka
terlihat pada Gambar 2. 0 : 100 3.50a 3.10a 3.65ab 3.00a 3.50a
a a b a
25 : 75 3.65 3.30 3.90 2.95 3.35a
Seiring dengan hasil uji pembedaan 50 : 50 3.50a 3.10a 3.40ab 3.10a 3.55a
Tabel 6, panelis tidak bisa membedakan 75 : 25 3.50a 3.00a 3.10a 3.00a 3.25a
a a a a
100 : 0 3.30 3.05 3.05 2.95 3.10a
bau, rasa dan kekenyalan bakso, namun *
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
dapat membedakan warnanya karena tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
pengaruh warna tepung garut putih suka, 5: sangat suka
kekuningan.
Hasil analisis Tabel 7
menunjukkan variasi perbandingan tepung
tapioca :mocaf sebagai filler tidak
berpengaruh terhadap kesukaan panelis
Gambar 2. Warna bakso ikan tuna dengan pada warna, bau , kekenyalan, dan
filer tepung tapioca: tepung garut keseluruhan, namun berpengaruh terhadap
(100:0);75:25).(50%50);25:75).0:100) rasa. Semakin banyak tepung mocaf yang
dtambahkan sampai 100:0 nilai kesukaan
4.3.4. Uji pembedaan bakso ikan tuna berkisar agak suka- suka, walaupun
dengan filler variasi tepung tapioka : nilainya semakin rendah(3,05) Warna
garut tepung mocaf putih sehingga
menghasilkan warna bakso yang
Tabel 6. Uji pembedaan bakso ikan tuna didominan warna ikan tuna kearah keabu-
dengan filler variasi tepung tapioka : garut abuan seperti Gambar 3.
Variasi Tepung Nilai Pembedaan
Garut : Tepung
Seiring dengan hasil uji pembedaan
Warna Bau Rasa Kekenyalan
Tapioka Tabel 8 panelis tidak bisa
a a a
0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a membedakan,bau, rasa dan kekenyalan
25 : 75 2.85b 3.25a 3.45a 2.40a
50 : 50 3.30bc 3.70a 3.50a 2.35a bakso , namun dapat membedakan warna
c a a
75 : 25 3.65 3.40 3.40 1.80a nya karena pengaruh warna tepung mocaf
100 : 0 3.30bc 3.45a 3.60a 2.00a
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti putih
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan :
Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu; 3.abu-abu;
4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau khas ikan;
2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan; 4:sangat bau
khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa: 1:tidak ada rasa
khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada rasa khas ikan;
Gambar 3. Warna bakso ikan tuna dengan
4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali rasa filer tepung tapioca :tepung mocaf
ikan.Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal;
4:sangat kenyal; 5:sangat kenyal sekali
(100:0);75:25).(50%50);25:75).0:100)

220
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 8 Uji pembedaan bakso ikan tuna semakin keras bakso ikan tersebut. Pati
dengan filler tepung tapioca : mocaf juga dapat mempengaruhi kekenyalan
Variasi Tepung Nilai Pembedaan
Mocaf : Tepung bakso ikan tuna, saat perebusan bakso
Warna Bau Rasa Kekenyalan
Tapioka
a a a
akan terjadi proses gelatinisasi, semakin
0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a
25 : 75 2.45b 3.50a 3.50a 2.50a
tinggi pati yang ditambahkan pada bakso
50 : 50 2.60b
c
3.40a
a
3.40a
a
2.35a ikan, kekenyalan semakin berkurang dan
75 : 25 3.30 3.55 3.55 2.50a
100 : 0 3.65c 3.25a 3.25a 2.30a
membuat bakso ikan keras.
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu;
4.3.7. Analisis sensoris bakso ikan tuna
3.abu-abu; 4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau yang diterima panelis
khas ikan; 2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan;
4:sangat bau khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa: Tabel 10. Nilai kesukaan bakso ikan dengan
1:tidak ada rasa khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada
rasa khas ikan; 4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali filler variasi tepung tepung:
rasa ikan ganyong/garut/mocaf bahan lokal
Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal; 4:sangat Variasi Nilai Kesukaan
kenyal; 5:sangat kenyal sekali. Tepung
Tepung
Lokal :
Lokal Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tepung
4.3.6. Uji kekenyalan bakso ikan tuna Tapioka
0:100 3.30b 3.05ab 3.60a 3.55b 3.50ab
dengan Universal Testing Machine Ganyong 25:75 2.75a 3.55b 3.05a 2.75a 3.00a
(UTM)
50:50 3.55b 3.10ab 3.20a 2.90ab 3.40ab
25:75 3.75b 3.25ab 3.55a 3.25ab 3.70b
Garut
50:50 3.40b 2.80a 3.35a 3.10ab 3.15ab
Tabel 9. Kekenyalan bakso ikan tuna dengan Mocaf
50:50 3.70b 3.30ab 3.45a 3.05ab 3.60b
filler tepung: ganyong/ garut/ mocaf 75:25 3.60b 3.35ab 3.15a 2.70a 3.15ab
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
F max (N)
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Variasi (%) Tepung Tepung
Mocaf Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
ganyong garut
a a suka, 5: sangat suka
0 : 100 49.55 49.55 49.55a
25 : 75 82.47b 61.45ab 73.60b
50 : 50 78.94b 72.04b 52.49a 4.3.8. Uji kekenyalan bakso ikan tuna
b ab
75 : 25 80.58 61.43 67.33b
100 : 0 82.50b 67.33b 86.70c yang diterima panelis
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Tabel 11.. Nilai kekenyalan bakso ikan tuna
Tepung Variasi Tepung: Kekenyalan
Hasil analisis Tabel 9 0:100 40.38c
25:75 37.10c
menunjukkan bahwa Variasi perbandingan Ganyong
50:50 30.55b
tepung tapioca :ganyong/garut/mocat Garut
25:75 26.97ab
berpengaruh terhadap kekenyalan bakso 50:50 27.63ab
50:50 29.34b
ikan tuna. Filler tepung ganyong (100;0) Mocaf
75:25 22.74a
menghasilkan kekenyalan yang tinggi
(82.50), sedangankan filler tepung garut Hasil analisis kekenyalan pada Tabel 12
menhasilkan kekenyalan yang tinggi menunjukkan bahwa semakin tinggi
(72.04) pada variasi (50:50), dan tepung penambahan filler dari masing-masing
mocaf kekenyalan tinggi(86.70). Filler tepung bahan lokal, semakin tidak kenyal.
mocaf memberikan gaya paling tinggi Hal tersebut sudah sesuai dengan penilaian
kemudian tepung ganyong dan tepung secara subyektif yaitu semakin tinggi
garut jika dilihat dengan 100% tepung penambahan tepung bahan lokal sebagai
bahan lokal. Hal ini dapat dilihat dari filler semakin tidak disukai kekenyalan
kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh bakso ikan tuna oleh panelis.
masing-masing tepung yang dapat dilihat
pada Tabel 2 (87.05%) Semakin tinggi
karbohidrat yang dimiliki tepung, semakin
tinggi gaya untuk menekan bakso ikan jadi

221
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4.4. Analisis sifat kimia bakso Iikan anorganik seperti natrium, kalium,
yang diterima panelis karbonat, dan fosfat.

Tabel 12. Komposisi kimia bakso ikan yang 5. KESIMPULAN


diterima panelis Hasil penelitian menunjukkan
Variasi bahwa :
Tepung
Tepung Kadar Protein
Lemak Abu 1.Kandungan karbohidrat yang tinggi pada
Lokal : Air (%wb
Lokal
Tepung (%wb) )
(%wb) (%wb) tepung ganyong ( 93.69%db ), tepung
Tapioka garut ( 88.52% ), dan modified cassava
0:100 68.16 15.03 0.65 2.5
Ganyong 50:50 69.77 15.22 0.53 3.08 flour ( 97.05 %) dapat berpotensi
Garut
25:75 69.10 15.91 0.27 2.53 sebagai filler dalam pembuatan bakso
Mocaf 50:50 70.84 16.14 0.1 2.92
ikan tuna.
2. Bakso ikan tuna dengan filler tepung
Hasil analisis Tabel 12, menunjukkan ganyong terhadap tepung tapioka (
bahwa tepung bahan pangan local yaitu 50:50 ) mempunyai karakteristik sifat
tepung ganyong, garut dan mocaf memiliki fisik (kekenyalan) 30.55 N, panelis
potensi yang sama terhadap bakso ikan agak suka dan suka dengan nilai 3.40,
tuna baik pada kadar air, protein, lemak berwarna agak abu-abu, cukup kenyal
dan abu. Kadar air bakso ikan menurut dan mempunyai kadar air 69.77%,
SNI 01-3819-1995 maksimal 80%., kadar protein 15.22%, lemak 0.53%,
sehingga telah memenuhi SNI. Kadar abu 3.08%. Bakso ikan tuna dengan
protein bakso ikan menurut SNI 01-3819- filler tepung garut ( 25:75 ) mempunyai
1995 minimal 9 %.sehingga telah karakteristik sifat fisik (kekenyalan)
memenuhi SNI. Kadar lemak bakso ikan 26.97 N, panelis agak suka dan suka
menurut SNI 01-3819-1995 maksimal 1 dengan nilai 3.70, berwarna putih
%., sehingga telah memenuhi syarat SNI. keabuan, cukup kenyal dan mempunyai
Daging ikan tuna dan tepung yang kadar air 69.10%, kadar protein
digunakan sebagai filler mempunyai kadar 15.91%, lemak 0.27%, abu 2.53%.
lemak rendah sehingga bakso ikan tuna Bakso ikan tuna dengan filler modified
juga akan mempunyai kadar lemak rendah. cassava flour ( 50:50 ) mempunyai
Dilihat kadar abu bakso ikan tuna dengan karakteristik sifat fisik (kekenyalan)
filler tepung ganyong, tepung garut, dan 29.34 N, panelis agak suka dan suka
tepung mocaf lebih tinggi daripada tepung dengan nilai 3.60, berwarna putih
tapioka. Kadar abu bakso ikan menurut keabuan, cukup kenyal dan mempunyai
SNI 01-3819-1995 adalah maksimal 3 %. kadar air 70.84%, kadar protein
,sehingga filler tepung garut dan tepung 16.14%, lemak 0.1%, abu 2.92%.
mocaf memenuhi syarat SNI sedangkan
dengan filler tepung ganyong tidak 6. DAFTAR PUSTAKA
memenuhi syarat SNI. Kadar abu bakso Alves, R.M., Grossmann, M.V., Ferrero,
ikan tuna bisa berasal dari daging ikan C., Zaritzky, N.E., Martino, M.N., and
tuna dan tepung yang digunakan sebagai Sierakoski, M. R., 2002. Chemical
filler. Tepung ganyong, tepung garut, and Functional Characterization of
mocaf memiliki kandungan kadar abu Products Obtained from Yam tubers.
cukup tinggi. Abu merupakan salah satu Starch, 54, 476-481.
faktor yang menentukan kandungan Anonim, 1970. Official Methods of
mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu Analysis. The Association of Official
untuk mengontrol konsentrasi garam Analytical.
Anonim, 1985. Food Regulation. Asian
Food Regulation Information Service.

222
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Anonim, 1998. Mengembangkan Industri
Pengolahan Garut. Sinar Tani Diakses
tanggal 12 April 2011.
Anonim, 2008. Dari Ganyong ke
Queensland Arrowroot.
http://foragri.blogsome.com diakses
tanggal 30 Maret 2011.
Anonim, 2009a. Budidaya Ganyong.
http://ditjentan.deptan.deptan.go.id
diakses tanggal 30 Maret 2011.
Anonim, 2009b. Umbi Ganyong.
<http:bukabi.wordpress.com> diakses
tanggal 30 Maret 2011.
Anonim. 1995. Syarat Mutu Bakso Ikan.
SNI 01-3819-1995. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Anonim. 2010. Produksi Ubikayu
Indonesia Tahun 2004-2010.
<http://bps.go.id> diakses tanggal 12
Mei 2011.
Anonim. 2011. Mengenal Ikan Tuna.
<http://AnneAhira.com> diakses
tanggal 20 Juni 2011.
Aprianita, Aprianita. 2010. Assesment of
Underutilized Strachy Roots and
Tubers for Their Applications in The
Food Industry. Literature Review : 72.
Avianita, A. 1996. Kajian Penambahan
Beberapa Jenis Tepung Terhadap
Sifat-Sifat Bakso Daging Kelinci (
Oryctolagus cuniculus ). Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian, UGM,
Yogyakarta.

223
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ANALISIS PEMANFAATAN BY-PRODUCT IKAN BAKAR/GORENG
DENGAN PENDEKATAN LIFE CYCLE ASSESSMENT
(Studi Kasus pada Rumah Makan Putra Bahari di Pantai Kuwaru,
Srandakan, Kabupaten Bantul)

Saeful Iman Nurrizki1, Mirwan Ushada2, Makhmudun Ainuri2


1)
Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
2)
Staff Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta

Abstrak

Keberadaan rumah makan di Pantai Kuwaru dapat menimbulkan by-product yang jika
tidak dilakukan penanganan secara tepat maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pada dasarnya by-product yang berasal dari ikan masih mempunyai nilai ekonomis.
Pemanfaatan by-product tersebut secara langsung dapat meminimalkan terjadinya limbah
yang dapat mencemari lingkungan. Salah satu pemanfaatan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Pemanfaatan by-product menjadi tepung ikan
membutuhkan energi dan sumber daya. Untuk memanfaatkan by-product tersebut secara
optimal dan efisien perlu dilakukan suatu analisis yang dapat menghitung penggunaan energi
serta mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Salah satu teknik
identifikasi yang dapat digunakan adalah Life Cycle Assessment.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi proses pengolahan by-product
ikan bakar/goreng, memperoleh total penggunaan energi untuk mengolah by-product menjadi
tepung ikan dan mendapatkan rumusan pemanfaatan energi yang optimal serta usaha yang
dapat dilakukan untuk mengurangi sumber potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Penelitian ini menggunakan 8 skenario pengolahan tepung ikan yang terdapat pada proses
pemanasan dan pengeringan. Pemanasan dengan menggunakan kompor listrik, tungku kayu,
kompor minyak, dan kompor gas, sedangkan pengeringan menggunakan oven pengering dan
sinar matahari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skenario terbaik dalam pengolahan tepung ikan
terdapat pada skenario dengan pemanasan kompor gas dan pengeringan sinar matahari.
Penggunaan energi pengolahan setiap kg tepung ikan sebesar 39,74 MJ meliputi 2,25 MJ
energi manusia, 0,15 MJ energi listrik, 31,81 MJ energi bahan bakar gas dan 5,53 MJ energi
matahari. Emisi yang dikeluarkan sebesar 2206,44 gr/kg CO2, 0,00071 gr/kg SO2, dan 0,88
gr/kg NO2. Emisi yang dihasilkan berpotensi lebih pada terjadinya dampak pemanasan global
dibandingkan dengan acidification dan eutrophication.

Kata kunci: by-product, Life Cycle Assessment, energi

1. PENDAHULUAN pasar ikan dan rumah makan. Keberadaan


Pantai Kuwaru merupakan salah rumah makan di Pantai Kuwaru dapat
satu pantai di Kabupaten Bantul yang menimbulkan by-product yang jika tidak
memiliki potensi untuk dikembangkan. dilakukan penanganan secara tepat maka
Selain menawarkan wisata alam dan dapat menimbulkan pencemaran
wisata rekreasi keluarga, Pantai Kuwaru lingkungan.
juga menawarkan wisata kuliner hasil laut. Pada dasarnya by-product dalam
Oleh karena itu, di Pantai Kuwaru terdapat bentuk padat masih mempunyai nilai

224
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ekonomis, terutama yang berasal dari ikan. usaha yang dapat dilakukan untuk
Pemanfaatan by-product tersebut secara mengurangi sumber potensi dampak
langsung dapat meminimalkan terjadinya lingkungan yang ditimbulkan.
limbah yang dapat mencemari lingkungan. Penelitian ini merupakan bentuk
Dengan adanya pemanfaatan by- studi kasus sebagai upaya menerapkan
product tersebut diharapkan dapat LCA pada Rumah Makan Putra Bahari di
meningkatkan nilai tambah pada by- Pantai Kuwaru dan sebagai media
product yang dihasilkan dan juga dapat sosialisasi untuk dapat diterapkan pada
mengurangi dampak pencemaran rumah makan lainnya. Selain itu sebagai
lingkungan. Salah satu pemanfaatan yang pertimbangan dalam pengambilan
dapat dilakukan adalah dengan mengolah keputusan untuk perbaikan produk
by-product tersebut menjadi tepung ikan. maupun proses dalam kaitannya dengan
Pemanfaatan by-product menjadi mengoptimalkan penggunaan bahan dan
tepung ikan membutuhkan energi dan energi serta penyusutan dampak
sumber daya. Untuk memanfaatkan by- lingkungan dan sebagai referensi dalam
product tersebut secara optimal dan efisien upaya diversifikasi produk dengan
perlu dilakukan suatu analisis yang dapat memanfaatkan bahan sisa menjadi produk
menghitung penggunaan energi serta baru guna mengurangi dampak negatif
mempertimbangkan dampak lingkungan terhadap lingkungan.
yang ditimbulkan. Salah satu teknik Berdasarkan tujuan di atas perlu
identifikasi yang dapat digunakan adalah ditentukan batasan-batasan permasalahan
Life Cycle Assessment merupakan antara lain: Life Cycle Assessment dibatasi
proses yang obyektif untuk menilai beban pada bahan sisa ikan sebagai by-product
lingkungan yang berkaitan dengan produk, dan pemanfaatannya untuk diolah menjadi
proses, atau kegiatan. Penerapan analisis tepung ikan, input-output massa dan energi
daur hidup dilaksanakan dengan cara yang dianalisis merupakan input-output
pengenalan dan penentuan kuantitas yang langsung berhubungan dengan
penggunaan bahan dan energi, produk atau proses, analisis emisi dibatasi
pembebasan sisa bahan dan energi ke hanya pada emisi udara (gas) yang
lingkungan, penilaian dampak lingkungan dihasilkan dari penggunaan bahan bakar
akibat dari penggunaan bahan dan energi, dan parameter yang dianalisis dibatasi
serta penilaian dan penerapan peluang hanya pada emisi CO2, NO2, dan SO2,
untuk menggerakkan upaya perbaikan serta penelitian ini tidak mencakup uji
lingkungan (Suryowidjojo, 1999). mikrobiologis dan dampak sosial ekonomi
Terdapat empat komponen atau produk.
tahap dalam standar metodologi Life Cycle
Assessment (LCA) yaitu mendefinisikan 2. METODOLOGI PENELITIAN
tujuan dan lingkup kajian, menganalisis Penelitian ini dilakukan melalui
secara terperinci (analisis inventarisasi), beberapa tahapan, antara lain:
analisis dampak dan mengkaji perbaikan 1. Penelitian pendahuluan
(interptretasi). 2. Perumusan masalah dan tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk penelitian
mengidentifikasi kondisi proses 3. Studi pustaka
pengolahan by-product ikan bakar/goreng 4. Penetapan tujuan dan ruang lingkup
dengan pendekatan Life Cycle Assessment, LCA (Goal Definition and Scoping)
memperoleh total penggunaan energi 5. Inventarisasi daur hidup produk
untuk mengolah by-product menjadi (Inventory Analysis)
tepung ikan, serta mendapatkan rumusan 6. Pengkajian dampak daur hidup produk
pemanfaatan energi yang optimal serta (Impact Assessment)

225
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
7. Interpretasi daur hidup produk perkembangan diantaranya penambahan
(Interpretation) kios ikan pribadi milik Putra Bahari dan
8. Penarikan kesimpulan dan saran perluasan tempat makan lesehan sehingga
Prosedur penelitian secara skematis kini menjadi rumah makan yang cukup
digambarkan dalam Gambar 1. diminati wisatawan yang datang ke Pantai
Kuwaru.

3.2. Pengolahan tepung ikan


Pengolahan tepung ikan
menggunakan bahan sisa yang diperoleh
dari kios ikan dan rumah makan. Bahan
sisa yang digunakan dari kios ikan adalah
organ bagian dalam ikan (viscera) dan
bahan sisa yang diperoleh dari rumah
makan berupa kepala ikan dan tulang ikan
yang merupakan sisa makanan yang telah
dikonsumsi oleh wisatawan.
Tahapan proses pengolahan tepung ikan
adalah sebagai berikut (Damayanti, 2001):
1. Pencucian
2. Pencucian bertujuan untuk
memperoleh bahan yang benar-benar
berasal dari ikan.
Penarikan Kesimpulan
3. Pemanasan
dan Saran Pemanasan menyebabkan protein ikan
mengalami koagulasi dan sebagian
besar lemak dan air akan keluar.
Pemanasan dilakukan dengan cara
Gambar 1. Diagram alir penelitian pengukusan. Bahan sisa ikan yang
telah bersih dikukus menggunakan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN panci kukus selama 20 menit.
3.1.Deskripsi rumah makan Putra 4. Pengepresan
Bahari Pengepresan dilakukan untuk
Rumah makan Putra Bahari merupakan memaksimalkan keluarnya air dan
salah satu rumah makan yang terdapat di memudahkan dalam proses
Pantai Kuwaru. Pemilik rumah makan selanjutnya yaitu pengeringan.
Putra Bahari adalah Bapak Punijo dan Pengepresan menggunakan kempa
istrinya Ibu Jumirah. Rumah makan Putra hidrolik dan dilakukan pada tekanan
Bahari menyajikan aneka ikan segar dan 100 kg/cm2 dan ditahan selama 10
aneka masakan ikan laut (seafood). menit.
Pada mulanya Putra Bahari berasal dari 5. Pengeringan
usaha produksi dan pengiriman ikan ke Metode pengeringan yang dapat
Jakarta, Surabaya dan Cilacap di tahun dilakukan yaitu dengan menggunakan
2000. Kemudian seiring dengan kawasan alat pengeringan seperti oven
Pantai Kuwaru yang semakin diminati pengering atau menggunakan sinar
wisatawan, tahun 2003 Bapak Punijo matahari. Pengeringan menggunakan
mulai merintis warung makan kecil yang sinar matahari membutuhkan waktu
mengolah hasil laut. Dari tahun ke tahun yang relatif lebih lama dibandingkan
rumah makan ini mengalami banyak dengan alat pengering. Hal ini

226
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dikarenakan pengeringan dengan sinar ini, input dan output yang berhubungan
matahari lebih sulit dikontrol dengan pemanfaatan bahan sisa menjadi
dibandingkan menggunakan oven. tepung ikan diidentifikasi dan diukur
Jika pengeringan menggunakan oven kemudian dikonversi kedalam satuan
maka suhu diatur pada 70-80 oC dan energi.
dilakukan selama 9 jam dengan Energi yang diperhitungkan dalam
ketebalan hamparan 1-2 cm. penelitian ini adalah energi manusia,
6. Penepungan energi listrik, energi bahan bakar kayu
Penepungan merupakan bentuk proses (BBK), energi bahan bakar minyak
pengecilan ukuran yang dilakukan (BBM), energi bahan bakar gas (LPG) dan
untuk memperoleh tepung ikan energi matahari. Basis perhitungan yang
dengan partikel yang lebih kecil. dipakai adalah energi yang diperlukan
7. Pengayakan untuk menghasilkan 1 kg tepung ikan
Pengayakan dilakukan untuk dalam satuan Mega Joule (MJ), dengan 1
memperoleh partikel tepung ikan yang kalori setara dengan 4,2 Joule.
lebih seragam. Proses pengayakan ini Dalam proses pengolahan tepung ikan
menggunakan ayakan 60 mesh dan digunakan beberapa skenario yang
dilakukan secara manual. berbeda. Adanya skenario tersebut
bertujuan untuk melihat seberapa besar
3.3.Life Cycle Assessment perbedaan yang terjadi selama proses
3.3.1. Penetapan tujuan dan ruang pengolahan tepung ikan berkaitan dengan
lingkup penggunaan bahan bakar, energi dan emisi
Tujuan penerapan LCA dalam yang dikeluarkannya. Perbedaan skenario
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ini terdapat dalam proses pemanasan dan
kondisi proses pembuatan produk yang pengeringan. Pada proses pemanasan
berasal dari bahan sisa rumah makan dan digunakan beberapa sumber bahan bakar
menilai dampak yang ditimbulkan seperti listrik, bahan bakar kayu, bahan
terhadap lingkungan. Penetapan tujuan ini bakar minyak dan bahan bakar gas.
penting dalam menentukan jenis analisis Sedangkan pada proses pengeringan
dan perlakuan yang digunakan dibedakan berdasarkan cara pengeringan
berdasarkan hasil yang ingin dicapai. yaitu dengan menggunakan alat berupa
Lingkup penelitian ini dibatasi oven pengering dan tanpa bantuan alat
pada kajian daur hidup pengolahan bahan dengan memanfaatkan energi matahari.
sisa rumah makan yang berupa sisa ikan Dengan adanya skenario yang berbeda
(kepala, tulang dan organ tubuh bagian diharapkan dapat mengetahui penggunaan
dalam) menjadi tepung ikan. Penekanan energi yang optimal melalui skenario
permasalahan yang dikaji adalah terbaik pada penggunaan energi yang
pemanfaatan bahan sisa, energi, emisi minimal dan dampak lingkungan yang
udara dan limbah lain yang dikeluarkan minimal pula. Secara lengkap perbedaan
selama proses serta dampak yang skenario dalam pengolahan tepung ikan
ditimbulkan terhadap lingkungan. diperlihatkan dalam Gambar 2.

3.3.2. Analisis inventarisasi


Analisis inventarisasi dalam LCA adalah
proses kuantifikasi terhadap sumber daya
yang digunakan, pemakaian energi dan
dampaknya terhadap lingkungan. Proses
pengumpulan data merupakan fokus utama
dalam analisis inventarisasi. Pada tahap

227
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1. Konsumsi Energi
Penggunaan energi untuk setiap skenario
disajikan dalam Tabel 1 berikut:

Gambar 2. Skenario pengolahan tepung


ikan

Tabel 1. Penggunaan Energi Pengolahan Tepung Ikan

Energi Energi Energi Energi Energi Energi


Total
Skenario Manusia Listrik BBM BBK LPG Matahari Ket.
(MJ)
(MJ) (MJ) (MJ) (MJ) (MJ) (MJ)
1 2,49 66,49 68,98 +45,45
2 2,42 15,61 5,50 23,53 0
3 2,41 50,56 40,29 93,26 +69,73
4 2,33 0,14 45,03 5,77 53,27 +29,74
5 2,29 50,55 42,78 95,62 +72,09
6 2,27 0,15 41,71 5,24 49,37 +25,84
7 2,37 50,56 32,71 85,64 +62,11
8 2,25 0,15 31,81 5,53 39,74 +16,21
(Sumber: Data Olahan, 2011)
Sedangkan limbah gas berasal dari
2. Limbah yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada proses
Proses pengolahan tepung ikan pemanasan yang lebih dikenal dengan
menghasilkan limbah berupa berupa emisi. Emisi dapat dibedakan berdasarkan
limbah padat, limbah cair dan limbah gas. sumbernya, karena emisi dapat
Limbah padat dihasilkan dari proses mempengaruhi kondisi dan proses
pemanasan yang menggunakan bahan pencemaran yang terjadi. Emisi didapatkan
bakar kayu bakar. Ketika dibakar, kayu dengan mengalikan faktor emisi yang
akan menghasilkan sisa berupa abu hasil diperoleh dari literatur dengan jumlah
pembakaran. Limbah cair dihasilkan dari bahan bakar yang digunakan dalam
proses pemanasan, karena untuk tahapan proses. Parameter yang dianalisis
melakukan proses ini dibutuhkan air dibatasi hanya pada emisi karbon dioksida
sebagai penghasil uap air yang digunakan (CO2), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen
untuk memanaskan bahan. Sebenarnya, dioksida (NO2).
cairan hasil proses pemanasan masih dapat Nilai emisi per kg tepung ikan
dimanfaatkan. Salah satunya adalah diolah idapatkan dari hasil kali faktor emisi dan
menjadi minyak ikan. Cairan hasil proses penggunaan bahan bakar selama proses
tersebut merupakan campuran antara pemanasan pada setiap skenario. Hasil
minyak dan air, sehingga untuk perhitungan emisi per kg tepung ikan
mendapatkan minyak ikan yang murni dan diperlihatkan pada Tabel 2.
siap dikonsumsi perlu dilakukan tahapan
pengolahan terlebih dahulu.

228
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Emisi per kg tepung ikan
Jenis Bahan
Skenario Pemakaian Emisi CO2 Emisi SO2 Emisi NO2
bakar
1 Listrik 4,42 kWh 4305,08 g/kWh 4,25 g/kWh 3,09 g/kWh
2 Listrik 4,29 kWh 4178,46 g/kWh 4,13 g/kWh 3,00 g/kWh
3 Kayu bakar 1,7 kg 2621,81 g/kg 0,31 g/kg 2,00 g/kg
4 Kayu bakar 1,9 kg 2930,26 g/kg 0,34 g/kg 2,24 g/kg
5 Minyak tanah 1,2 lt 3043,08 g/lt 0,20 g/lt 0,03 g/lt
6 Minyak tanah 1,17 lt 2967,00 g/lt 0,19 g/lt 0,02 g/lt
7 Gas LPG 0,692 kg 2268,74 g/kg 0,00073 g/kg 0,905 g/kg
8 Gas LPG 0,673 kg 2206,44 g/kg 0,00071 g/kg 0,880 g/kg
(Sumber: Data Olahan, 2011)

3.4. Analisis dampak besar peningkatan suhu bumi disebabkan


Analisis dampak dilakukan dengan oleh kenaikan konsentrasi gas rumah kaca
memanfaatkan data yang diperoleh dari akibat aktifitas manusia melalui efek
inventarisasi daur hidup produk. Titik rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan
tekan analisis ini yaitu dampak terhadap karena naiknya konsentrasi gas
kelestarian ekologis dan kesehatan karbondioksida (CO2) dan gas-gas lain di
manusia seperti pengeluaran emisi udara : atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2
karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran
(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) yang bahan bakar minyak, batu bara dan bahan
disebabkan adanya penggunaan bahan bakar organik lainnya yang melampaui
bakar. Analisis dampak dalam penelitian kemampuan tumbuhan dan laut untuk
ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu menyerapnya.
seleksi dan definisi kategori dampak, b. Acidification
klasifikasi dan karakterisasi. Acidification (pengasaman) adalah
1. Seleksi dan definisi kategori dampak proses dimana polusi udara (terutama
Hasil analisis emisi pada tahap amonia, sulfur dioksida, dan nitrogen
inventarisasi didefinisikan berdasarkan dioksida) dikonversikan menjadi zat-zat
kategori dampak lingkungan yang asam. Pengasaman berkontribusi terhadap
ditimbulkan. Emisi gas hasil pembakaran adanya endapan asam dalam air dan tanah.
bahan bakar dapat menyebar dan Acidification dapat mengakibatkan
terakumulasi di udara. Kategori dampak terjadinya hujan asam, kerusakan pada
yang dianalisis adalah potensi terjadinya bangunan dan benda yang terbuat dari
pemanasan global, acidification dan logam, pengasaman danau dan sungai dan
eutrophication. kerusakan flora dan fauna.
a. Pemanasan Global c. Eutrophication
Pemanasan global adalah naiknya Eutrophication merupakan
suhu rata-rata udara, laut dan daratan peningkatan unsur-unsur hara kimiawi
bumi. Menurut IPCC (2007), sebagian khususnya senyawa yang mengandung

229
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
nitrogen atau fosfor pada suatu ekosistem. berdasarkan pada analisis ilmiah. Faktor
Eutrophication dapat terjadi di tanah konversi pada tahap karakterisasi ini
maupun di air. Eutrophication dapat disebut juga faktor karakterisasi. Faktor
berdampak pada berkurangnya oksigen. karakterisasi mampu memprediksi potensi
penurunan kualitas air serta penurunan terjadinya pemanasan global (Global
populasi ikan dan hewan lainnya. Warming Potential/GWP) dari kategori
2. Klasifikasi dampak tersebut adalah dengan
Klasifikasi bertujuan untuk mengkonversi data emisi untuk
mengelompokkan hasil analisis memperkirakan dampak yang mungkin
inventarisasi terhadap kategori dampak. timbul untuk waktu 100 tahun horizon.
Berdasarkan emisi gas buang yang Dimana untuk potensi terjadinya dampak
diperoleh dalam inventarisasi pemanasan global semua data emisi udara
dikelompokkan ke dalam satu kategori dikonversikan menjadi setara dengan CO2
potensial terjadinya dampak lingkungan. (CO2equivalent), untuk acidification
a. Pemanasan Global semua data emisi udara dikonversikan
Emisi yang dapat memberi menjadi setara dengan SO2
pengaruh terhadap pemanasan global (SO2equivalent), dan untuk eutrophication
diantaranya CO2, CH4 dan N2O. Emisi semua data emisi udara dikonversikan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya menjadi setara dengan PO4
pemanasan global. Salah satu batasan dari (PO4equivalent).
penelitian ini adalah emisi udara yang Faktor karakterisasi dampak emisi
dianalisis terbatas hanya pada CO2, NO2 udara dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
dan SO2. Oleh karena itu, untuk dampak
pemanasan global hanya emisi CO2 saja Tabel 3. Faktor karakterisasi dampak emisi udara
yang dilakukan analisis dampak secara
Pemanasan
global. Acidificationb Eutrophicationc
Variabel globala
b. Acidification CO2equivalent SO2equivalent PO4equivalent
Emisi yang dapat memberi C02 1 - -
pengaruh terhadap acidification CH4 21 - -
diantaranya adalah SO2 dan NO2. Emisi N2O 310 - -
SO2 dan NO2 ini yang diananlisis N - - 0,42
SO2 - 1 -
dampaknya secara global pada tahap
NO2 - 0,7 0,13
karakterisasi. Sumber: IPCC, 2007a ; Guinee et al., 2002b ; Haas
c. Eutrophication et al., 2000c
Dampak yang ditimbulkan dari
eutrophication adalah adanya emisi nitrat Karakterisasi menyediakan cara
dan keracunan pada air bawah tanah secara langsung untuk membandingkan
(Goedkoop, 1995). Beberapa emisi yang hasil analisis inventarisasi dalam setiap
dapat memberi pengaruh terhadap kategori dampak. Dengan kata lain, faktor
eutrophication diantaranya adalah NO2 karakterisasi mampu menerjemahkan hasil
dan N. Mengingat bahwa batasan analisis inventarisasi yang berbeda ke
penelitian ini hanya terbatas pada emisi dalam indikator dampak secara langsung
CO2, NO2 dan SO2 maka dampak secara dan sebanding. Indikator dampak dari
global yang dianalisis adalah emisi NO2. karakterisasi diperoleh dari hasil kali
3. Karakterisasi antara inventarisasi data dengan faktor
Karakterisasi merupakan karakterisasi. Sebagai contoh, semua gas
pendugaan dampak lingkungan rumah kaca dapat dinyatakan setara
berdasarkan kategori dampak dengan CO2equivalent dengan cara mengalikan
menggunakan faktor konversi yang hasil analisis inventarisasi dengan faktor

230
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
karakterisasi CO2 dan kemudian
menggabungkan indikator dampak yang Dari perhitungan kebutuhan energi
dihasilkan untuk mengetahui keseluruhan dan dampak yang ditimbulkan ke
dampak potensial pemanasan global. Hasil lingkungan dapat digunakan untuk
perhitungan indikator dampak ditunjukkan mengetahui skenario terbaik dalam proses
dalam Tabel 4. pengolahan tepung ikan. Skenario
pengolahan tepung ikan terbaik ditentukan
Tabel 4. Indikator dampak emisi udara dengan penggunaan kebutuhan energi
Pemanasan Acidificati Eutrophica yang minimal dan dampak lingkungan
Sekena global on tion
rio CO2equiva SO2equiva PO4equival yang minimal pula. Secara lengkap
lent lent ent perbandingan kebutuhan energi dengan
1 4305,08 6,41 0,40
2 4178,46 6,23 0,39 dampak pada masing-masing skenario
3 2621,81 1,71 0,26 disajikan dalam Tabel 5.
4 2930,26 1,87 0,29
5 3043,08 0,22 0,004
6 2967,00 0,20 0,003
7 2268,74 0,634 0,118
8 2206,44 0,617 0,114
(Sumber: Data Olahan, 2011)

Tabel 5. Perbandingan kebutuhan energi dan dampak LCA


Kebutuhan energi Pemanasan global Acidification Eutrophication
Sekenario
MJ CO2equivalent SO2equivalent PO4equivalent
1 68,98 4305,08 6,41 0,40
2 23,53 4178,46 6,23 0,39
3 93,26 2621,81 1,71 0,26
4 53,27 2930,26 1,87 0,29
5 95,62 3043,08 0,22 0,004
6 49,37 2967,00 0,20 0,003
7 85,64 2268,74 0,643 0,118
8 39,74 2206,44 0,617 0,114
(Sumber: Data Olahan, 2011)

Tabel 5 menunjukkan bahwa dampak potensial yang dikeluarkan oleh


penggunaan energi yang paling minimal skenario 2 lebih besar. Dampak
dalam proses pengolahan tepung ikan lingkungan yang paling kecil terhadap
ditunjukkan oleh skenario 2. Akan tetapi, pemanasan global, ditunjukkan oleh
penggunaan kompor listrik untuk skala skenario 8. Sedangkan dampak yang
industri sulit diterapkan sehingga skenario minimal untuk acidification dan
terbaik untuk penggunaan energi minimal eutrophication adalah skenario 6 yaitu
terdapat pada skenario 8 dengan pengolahan tepung ikan dengan
pemanasan menggunakan kompor gas dan pemanasan menggunakan kompor minyak
pengeringan sinar matahari. Selain itu, dan pengeringan dengan sinar matahari.

231
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Dari perbandingan antara Selain itu, penggunaan kayu bakar
kebutuhan energi dan dampak yang berakibat pada penebangan pohon.
ditimbulkan dapat disimpulkan bahwa Penebangan pohon tersebut tanpa adanya
skenario 8 merupakan skenario terbaik perencanaan yang baik atau
dalam pengolahan tepung ikan yaitu penanggulangan seperti penanaman
dilakukan dengan pemanasan kembali maka jumlah pohon akan semakin
menggunakan kompor gas dan berkurang dan tentu saja berdampak buruk
pengeringan menggunakan energi pada lingkungan, seperti banjir, erosi,
matahari. hingga perubahan iklim.
Melihat adanya limbah yang
3.5. Evaluasi dan analisis perbaikan dihasilkan dari proses pengolahan tepung
Tahap ini merupakan kesimpulan ikan, maka penanganan terhadap hasil
dan rekomendasi dari penelitian dalam samping ini juga perlu diperhatikan.
rangka mencapai tujuan penerapan Life Misalnya pada limbah cair proses
Cycle Assessment dalam ruang lingkup pemanasan, sebenarnya limbah cair yang
yang telah ditetapkan. Berdasarkan kajian berupa campuran antara minyak dan air
ini terdapat langkah-langkah yang dapat sebenarnya masih bisa dimanfaatkan
ditempuh untuk meningkatkan optimasi menjadi minyak ikan. Namun untuk dapat
penggunaan sumber daya, bahan dan mengolah limbah tersebut diperlukan
energi serta upaya untuk meningkatkan tahapan lebih lanjut supaya minyak ikan
dan memperbaiki kualitas lingkungan. dapat langsung dimanfaatkan.
Berdasarkan perhitungan penggunaan
energi, pengeringan dengan memanfaatkan 4. KESIMPULAN
energi matahari lebih disarankan 1. Total penggunaan energi yang paling
dibandingkan pengeringan dengan oven. optimal dan disarankan ada pada
Hal ini dikarenakan, pada skenario dengan skenario 8 yaitu menggunakan
pengeringan energi matahari pemanasan dengan kompor gas dan
membutuhkan energi yang lebih kecil pengeringan dengan energi matahari
dibandingkan dengan oven pengering. yaitu sebesar 39,74 MJ per kg tepung
Penggunaan bahan bakar LPG ikan.
lebih bersih dan ramah lingkungan. 2. Emisi gas CO2 minimal terdapat pada
Pembakaran dengan LPG tidak skenario 8 yaitu sebesar 2206,44 gram
menghasilkan asap dan relatif tidak CO2/kg, emisi gas SO2 minimal
berbau. Sedangkan pembakaran dengan terdapat pada skenario 6 sebesar 0,19 gr
minyak tanah mengandung karbon, selain SO2/liter dan emisi gas NO2 minimal
itu menghasilkan asap dan gas juga terdapat pada skenario 6 sebanyak
karsinogenik. Dalam jangka waktu yang 0.02 gr NO2/liter.
pendek, dampak emisi pembakaran tidak 3. Berdasarkan penilaian dampak
dirasakan secara langsung tetapi dalam terhadap lingkungan, potensi terjadinya
jangka waktu relatif panjang emisi tersebut pemanasan global lebih besar
akan terakumulasi dan dapat memberikan dibandingkan dengan acidification dan
dampak negatif terhadap kesehatan eutrophication.
manusia dan lingkungan. 4. Peluang untuk mengoptimalkan
Penggunaan kayu bakar dapat penggunaan sumber daya bahan dan
berdampak negatif terhadap kestabilan energi guna mengurangi potensi
ekosistem lingkungan. Akan tetapi, dampak lingkungan dilakukan dengan
pengelola rumah makan tetap cara pengolahan tepung ikan
menghendaki penggunaan kayu bakar menggunakan skenario 8 yaitu
dikarenakan adanya pertimbangan lain. pemanasan dengan menggunakan

232
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kompor gas dan pengeringan dengan
menggunakan energi matahari.

5. DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Triana. 2001. Pembuatan
Tepung Ikan dan Kecap Ikan dari Sisa
Filleting. Skripsi S1. Jurusan
Teknologi Pengolahan dan Hasil
Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Guine J.B., M. Gorre, R. Heijungs, G.
Huppes, R. Kleijn, L. van Oers, A.
Wegener Sleeswijk, S. Suh, H.A. Udo
de Haes, H. de Bruijn, R. van Duin,
and M.A.J. Huijbregts. 2002. Life
Cycle Assessment: An Operational
Guide to the ISO Standards. Kluwer
Academic Publishers, Dordrecht (NL).
Haas, G., F. Wetterich, U. Kpke. 2000.
Comparing intensive, extensified and
organic grassland farming in southern
Germany by process life cycle
assessment, Institute of Organic
Agriculture, University of Bonn,
Katzenburgweg 3, D-53115 Bonn,
Germany.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: The
Physical Science Basis. Contribution
of Working Group I to the Fourth
Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate
Change, p 212 213.
Suryowidjojo, W. M. H. 1999. Analisis
Inventarisasi Daur Hidup Produk.
Kumpulan Makalah Penelitian LCA
Teknik Industri ITB, PPLH ITB,
Bandung.

233
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT SARI BUAH MARKISA KUNING
(PASSIFLORAEDULIS.VAR.FLARCARPA)

Supriyanto*), Agnes Murdiati*), Asih-Duwita**)


*) Staf pengajar Fakultas Teknologi Pertanian UGM
**) Alumni Fakultas Teknologi Pertanian UGM

Abstrak

Markisa (Passiflora sp.) mengandung banyak vitamin, mineral dan senyawa


antioksidan. Pada umumnya markisa dikonsumsi dalam bentuk sirup atau sari buah markisa.
Agar lebih menarik dan lebih praktis perlu dibuat bentuk tablet effervescent. Pada tablet
effervescent banyak faktor yang berpengaruh antara lain jumlah asam dan basa yang
diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah asam dan basa yang tepat
untuk menghasilkan tablet effervescent yang baik.
Sari buah markisa dicampur dengan laktosa dengan perbandingan berat 1:1,
dikeringkan hingga berbentuk granula. Granula dicampur dengan asam sitrat dan sodium
bikarbonat dengan jumlah yang bervariasi, selanjutnya dilakukan pencetakan. Analisis
dilakukan terhadap sifat fisik, kimia dan sensoris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tablet effervescent sari
buah markisa yang baik, untuk setiap kg granula diperlukan 0,48 kg campuran asam dan basa
yang terdiri atas asam sitrat 0,19 kg dan sodium bikarbonat 0,29 kg. Tablet effervescent
tersebut mempunyai waktu larut 1,9 menit dan kadar air 3,08%, dan seduhannya disukai
panelis, memiliki diskripsi produk mirip dengan sari buah markisa, mengandung vitamin C
1,50 mg/100 ml dan aktivitas antioksidan pada konsentrasi 80 mg/ml sebesar 60,41%.

Kata kunci: markisa, tablet effervescent, asam, basa.

1. PENDAHULUAN markisa kuning (Passiflora edulis var.


Tanaman markisa berasal dari flavicarpa). Hampir semua bagian buah
Brazil, Amerika Selatan dan mudah markisa kuning dapat dimanfaatkan oleh
ditemukan di hutan-hutan basah di Brazil. manusia. Kulit buah dapat diolah menjadi
Tanaman markisa termasuk dalam genus bioetanol, daging dan biji buah dapat
Passiflora, merupakan tanaman tahunan, dikonsumsi dalam keadaan segar. Daging
batangnya merambat, mudah buah markisa sering diekstrak menjadi jus
dibudidayakan di berbagai dataran, dan atau sari buah markisa yang mengandung
ditanam untuk diambil buahnya. Varian berbagai vitamin, mineral, dan antioksidan.
yang mudah dibudidayakan di dataran Bijinya berpotensi sebagai sumber serat
rendah adalah markisa kuning (Ashari, yang bermanfaat untuk kesehatan manusia
1995). (Chau, 2003).
Markisa merupakan salah satu Buah markisa sebagaimana produk
produk hortikultura yang banyak ditemui hortikultura lainnya, cepat mengalami
di berbagai daerah di Indonesia yang kerusakan setelah dipanen, sehingga masa
beriklim tropis. Jenis markisa yang paling simpannya relatif rendah. Pada saat panen
banyak ditemui dan mudah tumbuh di raya, produksi markisa berlimpah, jika
berbagai daerah di Indonesia adalah jenis tidak ditangani dengan tepat maka

234
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
mutunya akan rendah sehingga harganya Sulaiman (2007), gas yang terjadi karena
menurun. Penanganan markisa selama ini reaksi asam-basa yang terkandung dalam
adalah dengan mengolahnya menjadi sirup, tablet, selain untuk mempercepat
selai, dan jeli. Pengolahan markisa hancurnya tablet, juga untuk memberi
menjadi produk minuman selama ini sensasi rasa yang lebih segar.
sebagian besar dalam bentuk sirup, Menurut Anief (1997), tablet
biasanya diperoleh dari sari buah markisa effervescent dapat mengandung zat
yang dipekatkan, ditambah pemanis tambahan yang dapat berfungsi sebagai zat
kemudian dikemas dalam botol kaca. pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
Bentuk olahan tersebut sudah diangap pelicin, dan zat pembasah. Zat pengisi
kurang praktis baik selama penanganan (diluent) dimaksudkan untuk memperbesar
maupun penyajian saat dikonsumsi. volume tablet, zat pengikat (binder),
Salah satu alternatif pengolahan dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau
markisa adalah dengan mengolahnya retak dan dapat merekat, zat pelicin
menjadi produk minuman dalam bentuk (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak
tablet effervescent. Produk minuman lekat pada cetakan.
berbentuk tablet effervescent memiliki Menurut Mohrle (1980), reaksi dari
berbagai keunggulan antara lain jika bahan-bahan aktif dengan campuran
dimasukkan dalam air cepat larut, bahan-bahan organik seperti asam sitrat,
sehingga dapat memberikan kemudahan asam tartrat dengan natrium bikarbonat
bagi konsumen dalam penyajiannya. bila dilarutkan dalam air akan berlangsung
Selain itu efek sparkle yang ditimbulkan sangat cepat yaitu kurang dari satu sampai
oleh tablet effervescent dapat memberikan dua menit.
sensasi rasa yang lebih segar sehingga Mekanisme hancurnya tablet
disukai konsumen. Bentuknya berupa effervescent adalah dengan adanya
tablet memudahkan dalam pengemasan, pelepasan gas. Karbon dioksida akan
transportasi produk ke pasar, maupun dilepaskan dari tablet yang mengandung
kemudahan dalam membawa dan bikarbonat atau karbonat dan asam sitrat
menyimpannya. Selain itu bentuk tablet atau asam tartrat ketika tablet kontak
kering dengan kadar air yang rendah, dengam air yang merupakan akibat dari
memiliki umur simpan yang lebih lama hasil reaksi asam-basa. Akibat pelepasan
karena lebih stabil dan tidak mudah gas, struktur tablet akan pecah atau hancur.
ditumbuhi mikrobia. Pengolahan markisa Efek effervescence akan menghasilkan
menjadi tablet effervescent sebagai waktu larut hancur tablet yang sangat
pengembangan teknologi pengolahan buah cepat. Kekuatan dan kecepatan hancur
markisa diharapkan dapat meningkatkan tablet dengan mekanisme ini dipengaruhi
nilai ekonomisnya serta sebagai oleh jumlah dan komposisi asam basanya
diversifikasi produk, namun tetap dapat dan tekanan pengempaan tablet (Sulaiman,
mempertahankan nilai gizi markisa, dan 2007).
antioksidannya. Menurut Mohrle, (1980), reaksi
Effervescent menurut Yohanes yang terjadi antara asam sitrat dan natrium
Surya (2011) artinya berhubungan dengan bikarbonat (a) serta asam tartrat dan
gas atau gelembung-gelembung. Jadi, natrium bikarbonat (b) adalah sebagai
suatu tablet disebut tablet effervescent jika berikut :
tablet itu menghasilkan gelembung- (a) H3C6H5O7.H2O + 3NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4H2O
gelembung gas ketika dicelupkan dalam + 3CO2
air. Gas yang keluar adalah gas (b) H2C4H6O6 + 2NaHCO3 Na2C4H4O6+ 2H2O +
karbondioksida (CO2) yang biasanya 2CO2
diperoleh dari sumber basa. Menurut

235
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tablet effervescent markisa effervescent markisa meliputi ; aquades,
memerlukan formulasi yang tepat dan methanol 94%, kristal BHA (Butylated
sesuai agar dapat memberikan waktu larut Hydrosianisole), serbuk vitamin C standar,
yang singkat. Formulasi yang dimaksud kristal Kalium Iodida, kristal Iodine, dan
terutama adalah jumlah campuran asam amilum yang berasal dari Sigma Co.
dan basa yang diperlukan dan Sedangkan kristal DPPH (1,1-diphenyl-2-
perbandingan antara asam dengan basa picrylhydrazyl) berasal dari Wako Co.
yang digunakan. Secara stokiometri satu
molekul asam sitrat memerlukan tiga 2.2. Alat penelitian
molekul sodium bikarbonat, akan tetapi Alat yang digunakan untuk
didalam sari buah markisa sudah terdapat pembuatan tablet efffervescent markisa
asam, sehingga perlu dipertimbangkan antara lain pisau, alumunium foil, kain
keberadaan asam tersebut. Tujuan saring, mortir, spatula, baskom, ayakan
penelitian ini adalah untuk menentukan Tyler 14 mesh, cabinet dryer, sendok,
jumlah campuran asam basa dan ruang pendingin Genaplast, stopwatch,
menentukan perbandingan antara asam dan pencetak tablet, timbangan analit (Ohauss
basa yang tepat pada pembuatan tablet Corp USA) dengan ketelitian 0,0001 g,
effervescent markisa, sehingga diperoleh dan pompa hidrolik. Sedangkan alat untuk
waktu larut yang singkat tetapi tidak analisis tablet effervescent antara lain
banyak mengurangi cita rasa khas markisa, erlenmeyer, gelas ukur, buret, pipet ukur,
tidak banyak merusak kandungan gizi dan propipet, eksikator, botol timbang, drying
aktivitas antioksidannya. oven (U-30 Memert), penjepit, refrigerator
(sharp VRD-178), tabung reaksi dan rak,
2. METODE PENELITIAN vortex, spektrofotometer UV vis (Genesys
2.1. Bahan penelitian 20, Thermospectronic), dan seperangkat
Bahan utama yang digunakan alat analisis sensoris.
adalah buah markisa kuning, laktosa, asam
sitrat, natrium bikarbonat, aspartam, dan 2.3.Pembuatan tablet effervescent
PEG (Poly Ethylene Glycol). Buah Pembuatan tablet effervescent
markisa kuning (Passiflora Edulis. var markisa terdiri atas tahapan pengambilan
Flarcarpa) yang digunakan adalah buah sari buah markisa, pembuatan granula
yang telah masak, dengan ciri ciri markisa, dan pencetakan menjadi tablet
berbentuk oval (bulat lonjong) effervescent.
berdiameter 4-6 cm, berat antara 80 hingga Buah markisa dipotong menjadi
100 gram dengan warna kulit buah kuning dua bagian kemudian diambil isinya
60-70%, diperoleh dari salah seorang (pulp). Isi buah markisa merupakan daging
pengepul di desa Harjobinangun, buah yang masih menempel pada bijinya
kecamatan Pakem, Kaliurang, Yogyakarta. sehingga diperlukan pemisahan antara
Sedangkan untuk bahan lain yaitu laktosa, daging dengan biji. Untuk mempermudah
berasal dari Wako Co., aspartam berasal pemisahan dilakukan pemasakan pada
dari Sigma Co., sedangkan PEG 6000 suhu 40oC selama 10 menit, kemudian
berasal dari Merck Chemical Co. Semua dilakukan penyaringan. Sari buah yang
bahan penolong yang digunakan dalam diperoleh diproses lebih lanjut menjadi
bentuk serbuk. Sumber asam dan basa granula markisa.
yang digunakan adalah asam sitrat dan Sari buah dicampur dengan filler
natrium bikarbonat yang dijual secara (bahan pengisi) yang bertujuan agar dapat
komersial. membuat ekstrak cair menjadi bentuk
Bahan yang digunakan untuk granula. Dari hasil orientasi bahan pengisi
analisis kimia tablet dan seduhan tablet yang dipilih adalah laktosa dengan

236
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perbandingan laktosa dibanding sari buah pelicin (PEG). Bahanbahan yang akan
markisa adalah 1 : 1 (berat/berat). Hasil dicampurkan dipastikan memiliki ukuran
campuran sari buah dengan filler partikel yang lolos ayakan 14 mesh agar
dikeringkan dalam cabinet dryer suhu ukuran homogen dan lebih merata saat
50oC selama 18 jam. Hasil pengeringan dicampurkan. Dilakukan tiga variasi
dihancurkan kemudian diayak 14 mesh perbandingan granula markisa dengan
untuk mendapatkan ukuran granula yang campuran asam basa yaitu 57,5% : 42,5%;
homogen. Hasil ayakan dikeringkan lagi 62,5% : 37,5%; dan 67,5% :32,5%.
selama 2 jam agar diperoleh granula Sedangkan untuk masing masing
markisa dengan kadar air yang lebih perbandingan granula dan asam basa
rendah. Granula markisa yang diperoleh tersebut, dilakukan tiga variasi
berwarna kream kekuningan, dengan perbandingan antara asam dengan basa
aroma khas buah markisa, dan berasa yaitu 1 : 3, 1 : 2, dan 2 : 3. Dengan
asam. demikian diperoleh 9 variasi perlakuan.
Sebelum dilakukan pencetakan tablet, Komposisi 9 variasi perlakuan atau
terlebih dahulu dilakukan pencampuran formula tersebut dapat dilihat pada Tabel
granula dengan asam sitrat, natrium 1.
bikarbonat, pemanis (asparatam), dan

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun atau formula pada setiap variasi perlakuan tablet effervescent
markisa

Jumlah bahan (mg)


Jenis bahan
1A 1B 1C 2A 2B 2C 3A 3B 3C

Granula markisa 1900 1900 1900 2077 2077 2077 2246 2246 2246
Aspartam 166 166 166 166 166 166 166 166 166
PEG 9 9 9 10 10 10 10 10 10
Asam sitrat 356 475 594 312 416 520 270 360 449
Na bikarbonat 1069 950 831 935 831 727 808 718 629
Total 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500

Granula markisa dicampur dengan 1980). Bahanbahan yang sudah dicampur


aspartam sebanyak 5% berat/berat total pada berbagai variasi formula,
granula sampai rata, kemudian dimasukkan ke dalam alat cetak, kemudian
ditambahkan natrium bikarbonat, diaduk di mampatkan dengan bantuan pompa
hingga rata, dan ditambahkan asam sitrat hidrolik dan ditekan dengan tekanan
dan diaduk hingga tercampur rata. PEG sebesar 20 kg/cm2.
sebanyak 0,3% dari berat total granula
ditambahkan saat campuran garam 2.4. Analisis dan cara analisis data
effervescent tersebut siap dicetak dengan 2.4.1. Waktu larut tablet effervescent
cara menambahkan sedikit demi sedikit Waktu larut tablet effervescent
sambil dilakukan pencampuran agar PEG adalah waktu yang diperlukan oleh tablet
tercampur rata sehingga diperoleh untuk hancur menjadi granula atau partikel
campuran yang homogen. penyusunnya dan menjadi bagian terlarut.
Campuran tersebut kemudian Uji waktu larut dilakukan dengan
dicetak dengan metode kompresi (Mohrle, memasukkan tablet dalam air dengan

237
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
volume 120-240 ml pada suhu ruangan. (200 ml) air. Sedangkan pengujian Radical
Tablet effervescent yang baik akan hancur Scavenging Activity (RSA) adalah metode
dan terlarut dengan cepat dalam waktu 1-2 pengujian untuk mengetahui aktivitas
menit (Mohrle, 1980). antioksidan suatu bahan dalam mengikat
radikal bebas buatan berupa reagen DPPH
2.4.2. Uji sensoris (a,a diphenil b-pikrihidrazil). Reagen
Uji sensoris dilakukan dengan DPPH 0,2 mM (berwarna ungu)
metode hedonic, menggunakan skala ditambahkan ke dalam tablet effervescent
numerik.Pengujian dilakukan dalam booth yang telah dilarutkan dalam air yang telah
khusus untuk uji sensoris dengan borang terekstrak dalam methanol 94%.
penilaian terhadap uji kesukaan
menggunakan skala numerik. Skala 2.4.4. Rancangan percobaan
numerik yang digunakan untuk uji Rancangan percobaan yang
kesukaan adalah nilai 1= sangat tidak digunakan adalah rancangan acak lengkap
suka, 2 = tidak suka, 3= agak tidak suka, sempurna (RAL) dengan percobaan
4= netral, 5 = agak suka,6 = suka, 7 = faktorial. Faktor pertama adalah rasio
sangat suka. Hasil penilaian panelis diolah granula markisa dengan asam basa dengan
secara statistik. 3 variasi, yaitu : 57,5% : 42,5% (1) ,
62,5% : 37,5% (2), dan 67,5% : 32,5% (3).
2.4.3. Analisis kimiawi Faktor kedua adalah rasio asam dengan
Analisis kimia dilakukan terhadap basa dengan 3 variasi, yaitu: 1 : 3 (A), 1 : 2
seduhan tablet effervescent markisa (B), dan 2 : 3 (C). Data yang diperoleh
meliputi analisis kadar air dengan metode dianalisa secara statistik dan apabila
thermogravimetri (AOAC, 1970 dalam didapat adanya perbedaan nyata dari kedua
Sudarmadji dkk., 1996), analisis vitamin C factor tersebut, maka analisis dilanjutkan
dengan metode iodometri (AOAC, 1970 dengan uji DMRT (Duncans Multiple
dalam Sudarmadji dkk., 1996), dan Range Test).
pengujian aktivitas antioksidan dengan
metode RSA (Radical Scavenging
Activity) menggunakan DPPH (Brand- 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
william et al., 1995). Analisis kadar air
dilakukan setelah pencampuran granula 3.1. Waktu larut tablet effervescent
effervescent secara merata, kemudian Waktu larut tablet effervescent
dikeringkan dalam cabinet dryer selama dalam air suhu kamar dari berbagai variasi
dua jam. Analisis vitamin C dilakukan perlakuan disajikan pada Tabel 2
terhadap seduhan tablet effervescent
markisa setelah dilarutkan dalam segelas

Tabel 2. Waktu larut tablet effervescent pada berbagai variasi perlakuan


Waktu larut (detik)
Granula markisa : Asam basa Asam : Basa Rerata
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C) statistik
57,5% : 42,5% (1) 72,67a 98,33ab 103,33ab 91,44 V
ab ab ab
62,5% : 37,5% (2) 110,67 104,67 95,67 103,67 V
ab ab b
67,5% : 32,5% (3) 96,33 79,00 114,33 96,56 V
X X X
Rerata statistik 93,22 94,00 104,44
Ket : Notasi yang sama pada baris dan kolom menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%)

238
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pada Table 2 terlihat bahwa pada berbagai dibandingkan dengan konsentrasi granula
variasi perlakuan, tablet effervescent 67,5% dan asam basa 2:3.
memberikan waktu larut yang tidak Tablet effervescent yang baik akan hancur
berbeda nyata (p>0,05), kecuali pada 1A dan terlarut dengan cepat dalam waktu 1-2
dan 3C. Hal ini berarti kombinasi menit (Mohrle, 1980). Dari semua
konsentrasi granula 57,5% dan asam basa perlakuan baik konsentrasi granula yang
1:3 memberikan waktu larut yang lebih berbeda maupun rasio asam basa yang
cepat daripada kombinasi granula 67,5% berbeda, memiliki waktu larut kurang dari
dengan asam basa 2:3. Hal ini dapat terjadi 2 menit. Hal ini berarti bahwa semua
karena konsentrasi granula 57,5% yang konsentrasi granula maupun rasio asam
lebih kecil dari 67,5% namun memiliki basa yang digunakan dalam penelitian ini
perbandingan asam basa 1:3. Menurut memenuhi standar tablet effervescent yang
Ansel (1996), dibutuhkan 3 molekul baik.
natrium bikarbonat untuk menetralkan satu
molekul asam sitrat, sehingga 3.2. Uji sensoris
perbandingan 1:3 dapat memberikan kerja 3.2.1. Warna seduhan tablet
sama yang baik antara asam dan basa effervescent
sehingga memberikan waktu larut yang Hasil pengujian tingkat kesukaan
lebih cepat pula. Konsentrasi granula yang terhadap warna dari seduhan tablet
lebih sedikit juga makin mempermudah effervescent markisa ditampilkan pada
asam basa dalam proses pelarutan karena Tabel 3.
konsentrasi asam basa yang berfungsi
sebagai bahan penghancur lebih besar

Tabel 3. Tingkat kesukaan terhadap warna seduhan tablet effervescent markisa

Granula markisa : Asam Asam : Basa


Rerata
basa
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C) statistik
57,5% : 42,5% (1) 4,10a 4,85ab 4,30a 4,42 V
62,5% : 37,5% (2) 4,10a 4,20a 4,25a 4,18 V
67,5% : 32,5% (3) 5,30b 4,65ab 4,90ab 4,95 W
Rerata statistic 4,50 X 4,57 X 4,48 X
Ket : Notasi yang sama pada baris dan kolom menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%). Nilai
makin besar makin disukai

terhadap tingkat kesukaan warna seduhan


Dari hasil analisis statistik Tabel 3 (p>0,05). Dengan demikian perlakuan
kolom 5, diketahui bahwa pada dengan perbandingan granula dan
penggunaan granula yang lebih banyak campuran asam basa 67,5% : 32,5% , atau
yaitu pada 67,5% diperoleh warna seduhan dengan kata lain perlakuan dengan jumlah
yang paling disukai panelis. Sementara itu campuran asam basa 0,48 kg untuk setiap
dari Tabel 3, baris paling bawah, variasi 1 kg granula, pada semua variasi
perbandingan antara asam dan basa tidak perbandingan asam dan basa menghasilkan
menunjukkan perbedaan yang nyata seduhan yang disukai panelis.

239
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Hasil pengujian tingkat kesukaan
3.2.2. Aroma terhadap aroma dari minuman effervescent
markisa ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat kesukaan terhadap aroma minuman effervescent markisa

Granula markisa : Asam Asam : Basa


Rerata
basa
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C) statistik
57,5% : 42,5% (1) 3,85ab 4,20abc 3,65a 3,90 V
62,5% : 37,5% (2) 3,60a 3,60a 4,15abc 3,78 V
67,5% : 32,5% (3) 4,60bc 4,10abc 4,75c 4,48 W
Rerata statistik 4,02 X 3,97 X 4,18 X
Ket : Notasi yang sama menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%). Nilai makin besar makin
disukai

pada tingkat kesukaan aroma. Interaksi


Berdasarkan hasil analisa statistik antara jumlah granula dengan
Tabel 4 kolom ke 5, terlihat bahwa jumlah perbandingan asam basa tidak memberikan
granula memberikan perbedaan nyata pada pengaruh pada tingkat kesukaan aroma (
tingkat kesukaan aroma. Pada perlakuan p>0,05).
perbandingan granula dengan campuran
asam basa 67,5% : 32,5% atau jumlah 3.2.3. Cita rasa
campuran asam basa 0,48kg untuk setiap 1 Hasil pengujian tingkat kesukaan terhadap
kg granula menghasilkan seduhan tablet cita rasa dari seduhan tablet effervescent
yang paling disukai. Sedangkan komposisi markisa ditampilkan pada Tabel 5.
asam dan basa yang berbeda (Tabel 4 baris
paling bawah) tidak memberikan pengaruh

Tabel 5. Tingkat kesukaan terhadap cita rasa seduhan tablet effervescent markisa

Granula markisa : Asam Asam : Basa


Rerata
basa
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C) statistik
57,5% : 42,5% (1) 4,20ab 4,50ab 4,25ab 3,90 V
62,5% : 37,5% (2) 4,45ab 3,70a 4,95b 3,78 V
67,5% : 32,5% (3) 4,10ab 4,30ab 4,50ab 4,48 W
Rerata statistic 4,02 X 3,97 X 4,18 X
Ket : Notasi yang sama pada baris dan kolom menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%).
Nilai makin besar makin disukai

tingkat kesukaan seduhan yang berbeda


Dari hasil analisis statistik Tabel 5 kolom nyata. Pada perbandingan 67,5% : 37,5%
ke 5, diketahui bahwa variasi jumlah menghasilkan seduhan dengan cita rasa
granula yang digunakan menghasilkan yang paling disukai. Sedangkan variasi

240
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perbandingan antara asam dan basa (Tabel 3.3.1. Kadar air granula effervescent
5 baris paling bawah) tidak memberikan Kadar air granula effervescent
pengaruh yang nyata terhadap tingkat berbagai variasi perlakuan pada Tabel 6
kesukaan cita rasa (p>0,05 ) . berikut;

3.3. Analisis kimia

Tabel 6. Kadar Air Granula Effervescent Markisa

Kadar air granula (%)


Granula markisa : Asam Rerata
basa Asam : Basa
statistik
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C)
57,5% : 42,5% (1) 3.70 d 2.85a 2.96abc 3,17 X
62,5% : 37,5% (2) 3.11bc 3.03abc 3.14c 3,10 XY
67,5% : 32,5% (3) 3.15c 2.87ab 3.08 abc 3,03 Y
Rerata statistik 3,32 U 2,92 V 3,06 W
Ket : Notasi yang sama pada baris dan kolom menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%)

Table 6 kolom ke 5, menunjukkan Kehadiran air dalam jumlah kecil


bahwa jumlah granula yang digunakan dapat mengaktifkan system effervescent
pada tingkat perbedaan tertentu dan dapat bereaksi sebelum waktunya
memberikan pengaruh yang nyata terhadap (Mohrle, 1980). Tidak terpenuhinya syarat
kadar air granula. Sementara itu variasi kadar air granula disebabkan proses
perbandingan asam dan basa (Table 6, pembuatan granula dilakukan di ruangan
baris paling bawah) memberikan pengaruh yang memiliki kelembaban relatif minimal
yang nyata terhadap kadar air granula. 60%, padahal seharusnya dilakukan di
Pada perbandingan asam basa 2:3 ruangan dengan kelembaban relatif
menghasilkan granula dengan kadar air maksimal 25%. Kemungkinan sudah
paling rendah. tercapai kesetimbangan kandungan lembab
Hasil analisis menunjukkan bahwa antara granula dengan kelembaban di
seluruh kadar air granula effervescent ruangan proses pembuatan sehingga
markisa dari semua variasi perlakuan walaupun sudah dikeringkan dalam
berada di atas standar yang ditentukan cabinet dryer, granula effervescent yang
untuk granula effervescent yaitu 0,40,7% dihasilkan tidak bisa mencapai kadar air
(Lestari, 2006). Tingginya kadar air 0,4-0,7%.
granula dapat menyebabkan tidak sensitif
terhadap air karena telah membentuk 3.3.2. Analisis kadar vitamin C
hidrat sehingga menurunkan kelarutan Analisis kadar vitamin C seduhan tablet
(Lieberman et al., 1992). Air dapat pula effervescent dapat dilihat pada Tabel 7.
mengakibatkan system
effervescentmenjadi tidak stabil.

241
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 7. Kadar vitamin C dalam seduhan tablet effervescent markisa

Kadar Vitamin C ( mg/100ml)


Granula markisa : Asam
Asam : Basa Rerata
basa
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C) statistik
a a
57,5% : 42,5% (1) 1,19 1,03 0,98a 1,07 X
62,5% : 37,5% (2) 0,88a 1,03a 0,88a 0,93 X
a b
67,5% : 32,5% (3) 1,03 1,55 1,50b 1,36 Z
U U
Rerata statistik 1,03 1,20 1,12 U
Ket : Notasi yang sama pada baris dan kolom menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%).

Berdasar analisis statistik Tabel 7 pengolahan juga dapat menyebabkan


kolom 5 dapat dilihat bahwa jumlah penurunan vitamin C pada produk
granula memberikan kadar vitamin C minuman effervescent markisa.
dalam seduhan yang berbeda secara Vitamin C merupakan vitamin
signifikan, sedangkan variasi jumlah asam yang mudah larut dalam air dan mudah
dan basa memberikan hasil yang tidak rusak oleh oksidasi, panas, dan alkali
berbeda nyata. (Winarno, 2002). Penurunan vitamin C
Kombinasi perlakuan pada Tabel 7 pada effervescent markisa dapat
dapat dilihat bahwa kadar vitamin C disebabkan oleh proses pengolahan yang
tertinggi pada formula 3B dan 3C dengan melibatkan panas, yaitu saat pengeringan
kadar vitamin C 1,5 mg/100ml. Vitamin C dalam pembentukan granula. Selain itu
yang terdapat dalam 100 gram bagian buah dapat disebabkan juga oleh penambahan
markisa yang dapat dimakan adalah 13-70 alkali yaitu natrium bikarbonat (baking
mg (Duckworth, 1966). Vitamin C pada soda) sebagai sumber basa. Penambahan
buah markisa tergolong rendah jika baking soda dapat menurunkan kandungan
dibandingkan dengan buah-buahan lain, vitamin C dalam bahan (Winarno, 2002).
seperti jambu biji dengan kadar vitamin C
mencapai 183 mg/100 g, kiwi dengan 3.4. Pengujian aktivitas antioksidan
kadar vitamin C 100 mg/100g, dan Hasil pengujian aktivitas
kelengkeng dengan kadar vitamin C 84 antioksidan seduhan tablet effervescent
mg/100 g (Anonimc, 2011). Kadar vitamin dapat dilihat pada Tabel 8.
C awal dari buah markisa yang tidak
terlalu tinggi menyebabkan vitamin C pada
produk minuman effervescent markisa juga
rendah. Selain itu, adanya proses

Tabel 8. Aktivitas antioksidan pada seduhan tablet effervescent markisa


Aktivitas antioksidan (%)
Granula markisa : Asam basa Asam : Basa Rerata statistik
1 : 3 (A) 1 : 2 (B) 2 : 3 (C)
57,5% : 42,5% (1) 34,14a 41,39bc 30,85a 35,46 X
cd a ab
62,5% : 37,5% (2) 47,94 33,85 34,88 38,89 X
67,5% : 32,5% (3) 56,13e 54,24cd 60,41e 56,93 Z
u uv v
Rerata statistik 46,07 43,16 42,04
Ket : Notasi yang sama menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata (=5%)
Aktivitas antioksidan sari buah markisa (80mg/ml) = 61,31%, aktivitas antioksidan BHA (10mg/ml) = 48,41%

Berdasarkan hasil analisis statistik Tabel 8, aktivitas antioksidan seduhan yang


kolom 5, jumlah granula menunjukkan berbeda nyata. Pada varisi jumlah granula

242
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
67,5% : 32,5% menghasilkan seduhan formula lain sehingga penggunaan sari
yang mempunyai aktivitas antioksidan buah markisa juga lebih besar dan
tertinggi. Sedangkan komposisi asam basa memberikan antioksidan lebih banyak
tidak memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan pada formula lain.
secara signifikan.
Aktivitas antioksidan yang 4. KESIMPULAN
dinyatakan sebagai persen aktivitas Perbandingan jumlah granula yang
penangkapan DPPH pada sari buah tepat untuk pembuatan tablet effervescent
markisa maupun effervescent markisa markisa adalah granula dibanding asam
dihitung pada konsentrasi sampel 80 basa 67,5% : 32,5% atau campuran asam
mg/ml. Aktivitas antioksidan pada sari basa 0,48 kg untuk setiap 1 kg granula,
buah markisa adalah sebesar 61,31%. dengan perbandingan asam basa sebesar
Dalam Tabel 8 dapat dilihat bahwa 2:3, atau campuran asam dan basa yang
aktivitas antioksidan tertinggi pada terdiri atas asam sitrat 0,19 kg dan sodium
formula 3C yang tidak beda nyata dengan bikarbonat 0,29 kg Perbandingan ini
formula 3A. Aktivitas antioksidan memberikan waktu larut kurang dari 2
mengalami sedikit penurunan jika menit, disukai panelis, kadar air 3,08%,
dibandingkan dengan effervescent markisa kadar vitamin C 1,50 mg/100 ml, dan
formula 3C yang tidak berbeda nyata aktivitas antioksidan pada konsentrasi 80
dengan 3A. Sementara pada formula lain mg/ml sebesar 60,41%.
terjadi penurunan aktivitas antioksidan
yang cukup signifikan jika dibandingkan 5. DAFTAR PUSTAKA
dengan sari buah markisa, namun semua Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat, Teori
formula masih menunjukkan adanya dan Praktik. Gadjah Mada University
aktivitas antioksidan. Press. Yogyakarta.
Aktivitas antioksidan dari BHA (Butylated Anonim. 2011. Kandungan Vitamin C
Hydrosianisole) sebagai antioksidan pada Buah. www.kumpulaninfo.com/
sintetis adalah sebesar 48,41% pada sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-
konsentrasi 10 mg/ml. Konsentrasi BHA kesehatan/80-kandungan-vitamin-c-
lebih kecil dari konsentrasi effervescent buah.html [18 Oktober 2011]
markisa yang diuji karena BHA Ashari, S. 1995. Hortikultura, Aspek
merupakan antioksidan sintetis yang pasti Budidaya. UI-Press. Jakarta.
mengandung aktivitas tinggi. BHA 10 Brand, W. W., Cuvelier M. E., and Berset
mg/ml memberikan aktivitas antioksidan C. 1995. Use of a free radical method
sebesar 48,41% yang tidak jauh berbeda to evaluate antioxidant activity.
dengan aktivitas antioksidan pada formula Lebensm. Wiss. Technol. 28, 25.
2A dan tidak berbeda nyata dengan Chau, C.F., and Y.L. Huang. 2003.
formula 1B dan 3B. Aktivitas antioksidan Characterization of Passion Fruit
tertinggi pada produk effervescent markisa Seed Fibres-a potential Fibre Source.
yang diberikan oleh formula 3A dan 3C Journal of Food Chemistry 85 (2004):
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih 189-194.
tinggi daripada aktivitas antioksidan pada Duckworth, R. B. 1966. Fruit and
BHA. Hal ini menunjukkan bahwa Vegetables. Pergamon Press Ltd.
terdapat potensi antioksidan yang masih Glasgow.
cukup besar pada produk minuman Lestari, Agatha Budi Susiana Lestari,
effervescent markisa pada formula 3A dan 2006. Optimasi Granula Effervescent
3C. Ekstrak Temulawak (Curcuma
Formula dengan aktivitas antioksidan xanthorrhiza Roxb.) dengan
tertinggi juga memiliki perbandingan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam
granula terbesar dibandingkan dengan Tartrat (Aplikasi Metode Desain

243
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Faktorial). Seminar Ilmiah Nasional
Hasil Penelitian Fitofarmaka. Fakultas
Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta,
Yogyakarta.
Lieberman, H.A., L.Lachman, J.B.
Schwartz. 1992. Pharmaceutical
Dosage Forms Vol 1. Marcel Dekker
Inc. New York.
Mohrle, R. 1980. Effervescent Tablets in
Pharmaceutical Dosage from Tablet.
Volum I. Third Edition 225-255.
Marcel Dekker inc. New York.
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi.
1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulaiman, Teuku Nanda Saifullah. 2007.
Teknologi dan Formulasi Sediaan
Tablet. Pustaka Laboratorium
Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi
UGM. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakrta.

244
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ANALISIS RANTAI NILAI PADA MANAJEMEN LOGISTIK SEBAGAI DASAR
PERUMUSAN STRATEGI GUNA PENINGKATAN KEPUASAN KONSUMEN
(Studi Kasus di Pt.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant Jawa Timur)

Dian R. Setyawati*, Imam Santoso*, Masud Effendi*


*
Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP-UB
*Email korespondensi: mas.ud@ub.ac.id

Abstrak

PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (PT. CCAI) Plant Jawa Timur sebagai produsen
minuman ringan berkarbonasi sering mengalami ketidaksesuaian antara perencanaan dan
realisasi pengiriman produk yang ditunjukkan dari ketidaksesuaian antara delivery fullfilment
dan target perusahaan pada difotai (delivery infull ontime accuratly invoice). Hal ini dapat
disebabkan karena adanya ketidaksesuain aktivitas-aktivitas manajemen logistik sehingga
perlu dilakukan sebuah analisis rantai nilai untuk mengetahui aktivitas mana yang menjadi
penyebab, sehingga dapat segera dilakukan perumusan strategi perbaikan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keunggulan dan kelemahan pada manajemen logistik PT.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant
Jawa Timur dan menjadikannya sebagai salah satu dasar perumusan strategi guna
meningkatkan kepuasan konsumen dengan pendekatan analisis rantai nilai. Penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif. Data diperoleh dengan penyebaran kuesioner pada
bagian Warehouse and Transportation PT. CCAI Plant Jawa Timur dan diolah dengan
menggunakan metode fuzzy AHP.
Hasil penelitian menunjukkan bobot keseluruhan aktivitas utama berturut-turut dari
yang tertinggi adalah aktivitas manajemen persedian, aliran informasi dan pemrosesan order,
perencanaan permintaan dan operasi, dan transportasi. Beberapa hal pada aktivitas
transportasi yang perlu diperbaiki sebagai dasar perumusan startegi antara lain operational
procedure, daya dukung fasilitas, serta sosialisasi dan komunikasi penanganan masalah dan
perubahan.

Kata kunci:Analisis Rantai Nilai, Perumusan Strategi, Manajemen Logistik

1. PENDAHULUAN keinginan. Salah satu yang harus


Kepuasan konsumen mempunyai diperhatikan dan diterapkan dengan tepat
arti penting untuk menciptakan pertahanan untuk mendapatkan kepuasan konsumen
dalam persaingan pasar (Patterson, adalah penyampaian produk kepada orang
Johnson and Spreng, 1997). Akibatnya yang tepat pada waktu yang tepat dan
kepuasan konsumen dikembangkan secara tempat yang tepat secara efektif dan
luas sebagai gagasan dasar untuk efisien. Untuk itu diperlukan adanya
mengawasi dan mengatur aktivitas dalam manajemen logistik perusahaan yang
perusahaan. Hansemark dan Albinson terarah.
(2004) menyatakan kepuasan secara PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
keseluruhan adalah perilaku konsumen (PT. CCAI) Plant Jawa Timur merupakan
terhadap perbedaan antara yang salah satu produsen minuman ringan
diharapkan dan yang diterima berkenaan berkarbonasi yang memiliki beragam
dengan pemenuhan kebutuhan atau produk yang memiliki 15 distribution

245
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
center dan tersebar di seluruh Jawa Timur. biaya yang paling rendah, perusahaan
Dalam hal delivery fullfilment, PT. Coca- perlu untuk menganalisis aktivitas logistik
Cola dihadapkan ketidaksesuaian antara dan biaya yang ditimbulkan aktivitas
perencanaan pengiriman dengan realisasi tersebut pada perusahaan (Bartolocci,
pengiriman. Pada Januari 2011, terdapat 2004). Analisis rantai nilai dapat
kekurangan sebesar 150 krat atau sekitar digunakan untuk mengetahui keunggulan
3600 botol dari perencanaan pengiriman dan kelemahan pada manajemen logistik
pada 9 distribution center dari 15 PT.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant
distribution center yang dimiliki PT. Jawa Timur yang kemudian dapat
Coca-Cola. Selain itu, ditemukan juga digunakan sebagai salah satu dasar
kelebihan 132 krat atau sekitar 3168 botol rumusan strategi guna peningkatan
produk pada 4 distribution center. kepuasan konsumen.
Kesesuaian antara pengiriman dan
pemesanan produk (Delivery in full ontime 2. METODOLOGI
accuratly invoice (Difotai) Penelitian dilaksanakan pada bulan
performance)pada minggu pertama bulan JuniAgustus 2011 di PT. Coca-Cola
Januari 2011 tercatat sebesar 94,54% Amatil Indonesia Plant Jawa Timur.
dengan 582 PO (Purchase Order) yang Instrumen yang digunakan untuk
tidak terlaksana. Pada minggu kedua, pengumpulan data adalah kuisioner.
difotai performance PT.Coca-Cola sebesar Responden penelitian meliputi Manajer
94,55 % dengan 581 PO yang tidak departemen Warehousing and
terlaksana. Pada minggu ketiga terdapat Transportation (WNT),
586 PO yang tidak terlaksana dengan Supervisordepartemen WNT, dan seorang
difotaiperformance sebesar 94,08% dan full good and empeties control. Penilaian
pada minggu keempat terdapat 448 PO dilakukan pada manajemen logistik produk
yang tidak terlaksana dengan Coca-Cola kemasan RGB. Pengolahan
difotaiperformance sebesar 95,41 % (DRP data menggunakan metode fuzzy AHP
Overview PT. Coca-Cola Amatil,2011). dengan tahapan sebagai berikut :
Kondisi tersebut dimungkinkan 1. Pembobotan kriteria (sub-sub
sebagai akibat ketidaksesuaian yang terjadi aktivitas) dalam komponen aktivitas
pada aktivitas-aktivitas manajemen utama maupun aktivitas pendukung
logistik PT. Coca-Cola. Oleh karena itu, dengan fuzzy AHP.
perusahaan dituntut terus berupaya a. Data yang diperoleh dari
bagaimana meniadakan ketidaksesuaian pengumpulan kuesioner akan
antara perencanaan pengiriman dengan disusun matriks perbandingan
realisasi pengiriman sekaligus berpasangan, dimana responden
meningkatkan difotaiperformance sesuai dinotasikan dengan simbol Ai ,i =
dengan target perusahaan sebesar 100% 1,2,3..,n.
(DRP Overview PT.Coca-Cola Amatil b. Menghitung elemen matriks
Indonesia, 2011). Porter (1998) syntetic pairwise comparison
menyarankan setiap organisasi perlu dengan rumus:
melakukan identifikasi aktivitas dengan (
a~ in = a~ i11 x a~ i 22 x a~ i 33 x L x a~ inn )
1/n

melakukan pendekatan rantai nilai. Rantai


nilai menguraikan kegiatan perusahaan c. Penentuan bobot kriteria setiap
menjadi aktivitas-aktivitas yang relevan kelompok responden dengan
secara strategis untuk memahami perilaku menggunakan persamaan:
biaya dan sumber diferensiasi yang sudah
ri = (a~i1 a~i 2 ... a~in )
~ 1/ n
ada dan yang potensial (Mirdah, 2000).
ri (r~1 ... ~
~ =~ rn )
Untuk mewujudkan tingkat pelayanan 1
wi
konsumen yang dikehendaki pada total

246
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
~ ~ berlokasi di Gempol, Pasuruan.
sehingga diperoleh nilai r1 , r2 ,
~ Perusahaan dipimpin oleh seorang
r3 ,..., ~
rn dan w ~ w
1,
~ w
2,
~ ~
3 ,..., wn Manufacturing Manager dalam hal
d. Proses defuzzifikasi dilakukan operasional produksi dan seorang WNT
dengan menggunakan metode Best manager dalam hal penggudangan dan
Nonfuzzy Performance Value transportasi.Manufacturing Manager
(BNP) dengan persamaan: membawahi ProductionDepartement
i = [(Uw i Lwi ) + (Mwi Lwi )] / 3 + Lwii
BNPw RGB, ProductionDepartement PET,
sehingga diperoleh nilai BNP w1, Quality Assurance, Mechanical
BNP w2,BNP w3,..., BNP wn Engineering, Quality Management System,
2. Nilai BNP merupakan hasil dan General Affair. WNT Manager
perhitungan bobot penilaian terhadap membawahi Warehousing and
aktivitas dan sub aktivitas sehingga Transportation dan Direct Sales
diketahui aktivitas mana yang Distribution. Manajemen Logistik PT.
memiliki bobot tertinggi dan bobot CCAI Plant Jawa Timur menjadi lingkup
terendah. kerja departemen warehousing and
Berdasarkan penilaian bobot dalam transportation (WNT). PT. CCAI Plant
aktivitas rantai nilai yang sudah ada, lalu Jawa timur memiliki daerah pemasaran di
dibuat perumusan strategi dimana yang seluruh Jawa Timur. Pemasaran dibagi
diusulkan hanya untuk aktivitas utama dalam beberapa jalur distribusi, antara
yang memiliki bobot terendah. Langkah- lain: Distribution Center (DC), Area
langkah perumusan strategi dapat di Marketing Contract (AMC), Modern Food
gambarkan dalam Gambar 1. Store (MFS), danpengiriman ke Other
Unit.
Permintaan dari AMC, DC dan
MFS akan masuk ke WNT dalam bentuk
Purchase Order (PO) untuk selanjutnya
diolah menjadi ringkasankebutuhan
masing-masing SC, AMC dan MFS. Pihak
WNT selanjutnya mengkomunikasikan
kebutuhan kendaraan pada pihak
transporter. PT. CCAI Plant Jawa Timur
bekerja sama dengan beberapa perusahaan
penyedia layanan transportasi dalam hal
pengiriman.

3.1. Identifikasi aktivitas-aktivitas


dalam rantai nilai
Identifikasi aktivitas-aktivitas
Gambar 1. Langkah-langkah perumusan dalam rantai nilai didasarkan pada
strategi aktivitas-aktivitas utama yang tercakup
dalam kegiatan manajemen logistik
PT.CCAI Plant Jawa Timur. Aktivitas-
aktivitas ini kemudian dikelompokkan
berdasarkan potensi pencipta nilai. Hasil
identifikasi aktivitas dalam rantai nilai
3. HASIL DAN PEMBAHASAN manajemen logistik PT.CCAI dapat dilihat
PT Coca-Cola Amatil Indonesia pada Tabel 1.
Plant Jawa Timur merupakan produsen
minuman ringan berkarbonasi yang

247
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1. Hasil identifikasi aktivitas-aktivitas nilai dengan metode fuzzy AHP dapat
dalam rantai nilai manajemen logistik dilihat pada Tabel 2.
PT.CCAI Plant Jawa Timur Berdasarkan hasil perhitungan
Potensi Pencipta
Nilai pembobotan terhadap keseluruhan
Aktivitas Sub-aktivitas
(Komponen aktivitas utama pada manajemen logistik
Aktivitas)
- Peramalan penjualan PT. CCAI Plant Jawa Timur didapatkan
Perencaan
permintaan dan
jangka pendek bahwa penilaian tertinggi hingga terendah
- Pembelian
operasi
- Penjadwalan produksi berturut-turut adalah pada aktivitas
- Kebijakan manajemen persediaan (0,500), aliran
Manajemen penyimpanan bahan
Persediaan baku dan barang jadi informasi dan pemrosesan order (0,372),
- Kebijakan persediaan perencanaan permintaan dan operasi
- Pemilihan jenis dan
Primer layanan pengangkutan
(0,364) dan transportasi (0,277). Aktivitas
Transportasi
- Penjadwalan manajemen persediaan memiliki bobot
pengiriman
-Pemrosesan
tertinggi menunjukkan bahwa aktivitas
klaim/keluhan tersebut merupakan keunggulan atau
Aliran Informasi - Pengumpulan
dan pemrosesan informasi dan
kekuatan utama perusahaan dalam
order penyimpanan melaksanakan kegiatan manajemen
- Analisa Data
- Prosedur permintaan
logistik dengan efisien. Dalam konsep
rantai nilai dapat diartikan bahwa biaya
3.2. Perhitungan bobot aktivitas utama pada aktivitas manajemen persediaan
pada rantai nilai dapat diturunkan tanpa mengurangi
Aktivitas-aktivitas yang teridentifikasi keoptimalan kinerja dengan customer
kemudian dibobotkan. Hasil pembobotan value yang tetap dapat ditingkatkan.
terhadap keseluruhan aktivitas pencipta

Tabel 2. Hasil pembobotan terhadap keseluruhan aktivitas pencipta nilai dalam manajemen logistik
Bobot Lokal Bobot keseluruhan
Aktivitas/ Sub Aktivitas BNP
a b c a b c
Perencanaan Permintaan dan Operasi 0,097 0,222 0,773 0,364
Peramalan Penjualan Jangka Pendek 0,016 0,086 0,367 0,002 0,019 0,284 0,102
Penjadwalan Produksi 0,024 0,078 0,422 0,002 0,017 0,326 0,115
Pembelian 0,020 0,062 0,347 0,002 0,014 0,268 0,095
Manajemen Persediaan 0,116 0,395 0,99 0,500
Kebijakan penyimpanan bahan baku dan barang jadi 0,013 0,112 0,529 0,002 0,044 0,524 0,190
Kebijakan Persediaan 0,011 0,110 0,489 0,001 0,043 0,484 0,176
Transportasi 0,035 0,115 0,682 0,277
Pemilihan Jenis layanan pengangkutan 0,020 0,072 0,361 0,001 0,008 0,246 0.085
Penjadwalan Pengiriman 0,021 0,106 0,448 0,001 0,012 0,306 0,106
Aliran Informasi dan Pemrosesan Order 0,062 0,268 0,785 0,372
Pemrosesan Klaim/keluhan 0,018 0,105 0,395 0,001 0,028 0,310 0,113
Pengumpulan Informasi, Penyimpanan dan
0,020 0,096 0,429 0,001 0,026 0,337 0,121
Manipulasi
Analisa Data 0,021 0,092 0,441 0,001 0,025 0,346 0.124
Prosedur Penjulan/Permintaan 0,030 0,079 0,464 0,002 0,021 0,364 0,129
Keterangan :
a= titik kiri(nilai pesimis)
b= titik tengah (nilai paling disukai)
c= titik kanan (nilai optimis)
BNP = Best Nonfuzzy Performance Value

248
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Manajemen Persediaan di PT. CCAI 2. Operational Procedure


Plant Jawa Timur memiliki bobot tertinggi 3. Skill tenaga kerja
dikarenakan manajemen logistik 4. Kebijakan mempertahankan
perusahaan sangat memperhatikan kualitas
ketersediaan produk maupun botol kosong 5. Daya dukung atau jumlah SDM
dengan sangat akurat. Hal ini dilakukan 6. Daya dukung Dana
karena manajemen persediaan merupakan 7. Daya dukung sarana dan prasarana
Main Key Performance Index perusahaan, (fasilitas)
sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian 8. Semangat kebersamaan, suasana
pada manajemen persediaan maka akan kerja yang nyaman dan kondusif
menyebabkan terganggunya aktivitas pada 9. Sosialisasi dan komunikasi
pengiriman maupun stock accuracy dan penanganan masalah &perubahan
stock availability. Selain itu, adanya yang terjadi
koordinasi dan komunikasi yang baik 10. Statistik Process Control
antara produksi dengan gudang dapat 11. Penggunaan teknologi informasi
meminimalkan kekurangan maupun 12. Pemeliharaan data
kelebihan stock. Aktivitas-aktivitas penting
Aktivitas dalam rantai nilai yang mengenai transportasi PT.CCAI Plant
memiliki bobot terendah adalah pada Jawa Timur diambil dari dokumen
aktivitas transportasi. PT.CCAI Plant Jawa instruksi kerja. Aktivtas-aktivitas
Timur menggunakan jasa transporter tersebut meliputi :
sebagai penyedia sarana transportasi 1. Dokumentasi muatan
dimana transporter memiliki manajemen 2. Penjadwalan pengiriman
yang berbeda dengan perusahaan, sehingga 3. Pemilihan layanan pengangkutan
pengaturan dan pengontrolan armada 4. Pemuatan produk jadi
dilakukan oleh pihak lain yang tidak dapat 5. Pengiriman ke SC, Other Unit,
dilakukan pengawasan langsung oleh AMC dan MFS
perusahaan. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh transporter diutarakan 3.3.2. Pembandingan faktor-faktor dan
dalam perjanjian antara transporter aktivitas dengan standar keunggulan
dengan plant secara nasional. Akibatnya, internal
terjadi komunikasi yang kurang baik Perbandingan faktor-faktor dan
antara transporter dengan departemen aktivitas dengan standar keunggulan
WNT. Hal ini menyebabkan banyak terjadi internal dilakukan dalam skala linguistik
kekurangan pada armada, misalnya armada yaitu : SS (sangat sesuai), S (sesuai), CS
yang tidak layak serta surat kendaraan (cukup sesuai), KS (kurang sesuai), SKS
yang kurang. (sangat kurang sesuai). Pada tahap ini,
aktivitas yang ada dihubungkan dengan
3.3. Perumusan strategi masing-masing faktor pendukungnya
3.3.1. Identifikasi faktor-faktor internal kemudian dibandingkan dengan standar
dan aktivitas-aktivitas penting yang diinginkan perusahaan dalam
Identifikasi faktor-faktor internal pencapaian kerja yang optimal, sehingga
diperoleh dengan melihat aktivitas diperoleh aktivitas mana saja yang dinilai
pendukung yang mempengaruhi kekuatan yang ditunjukkan pada penilaian
kinerja aktivitas transportasi. Faktor- sangat sesuai dan sesuai serta aktivitas
faktor internal departemen WNT mana saja yang dinilai kelemahan yang
PT.CCAI Plant Jawa Timur yang ditunjukkan pada penilaian cukup sesuai,
dapat diidentifikasi meliputi: kurang sesuai dan sangat kurang sesuai
1. Struktur Organisasi dengan standar keunggulan yang

249
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
diinginkan perusahaan. Melalui kuisioner ke dalam kekuatan dan kelemahan tersebut
yang diisi oleh responden, diperoleh seperti pada Tabel 3.
aktivitas-aktivitas yang dapat digolongkan

Tabel 3. Pengelompokan aktivitas-aktivitas yang merupakan kekuatan dan kelemahan dalam


tansportasi PT. Coca-Cola Amatil
Penilaian pada aktivitas ke-
Faktor-faktor Internal
SS S CS KS SKS
1. Stuktur Organisasi 1-5
2. Operational Procedure 4 1,3,5 2
3. Skill tenaga kerja 1,4,5 2,3
4. Kebijakan mempertahankan kualitas 1,5 4 2,3
5. Daya dukung SDM 4,5 1,3 2
6. Daya dukung Dana 4,5 1,2,3
7. Daya dukung fasilitas 1 2,3,5 4
8. Semangat kebersamaan,suasana kerja yang nyaman dan kondusif 1,4,5 3 2
9. Sosialisasi dan komunikasi penanganan masalah & perubahan 3 1,4,5 2
10. Statistik proses kontrol 3,4,5 1,2
11. Penggunaan teknologi Informasi 3,4,5 1,2
12. Pemeliharaan data 4,5 1,3 2

Keterangan Aktivitas :
1. Dokumentasi Muatan Kekuatan Kelemahan
2. Penjadwalan Pengiriman
3. Pemilihan layanan pengangkutan
4. Pemuatan Produk Jadi
5. Pengiriman ke DC dan Other Unit, AMC dan MFS

Pembandingan dilakukan dengan


3.3.3. Pembandingan kelemahan dengan memberikan kuisioner lanjutan yang diisi
key performance index oleh respondensehingga diperoleh
Pembandingan kelemahan dengan aktivitas-aktivitas yang dapat dikatakan
key performance index dilakukan untuk kekurangan hingga kerentanan dalam
mengetahui kekurangan dan kerentanan transportasi. Penilaian aktivitas
utama dalam manajemen logistik PT. ditunjukkan oleh responden dalam skala
CCAI Plant Jawa Timur. Pembandingkan linguistik dimana yang dikatakan
dilakukan dengan membandingkan faktor kekurangaan adalah yang hanya dinilai
internal dengan lima elemen kunci yang sesuai dan cukup sesuai. Sedangkan yang
digunakan pada PT. Coca-Cola Amatil dikatakan kerentanan utama adalah yang
untuk memelihara dan membangun dinilai kurang sesuai dengan key
kepercayaan konsumen secara kontinyu, performance index yang ditetapkan PT.
yaitu: Coca-Cola Amatil, sehingga aktivitas-
1. Minimalisisr warehouse cost aktivitas tersebut yang harus diperbaiki.
2. Kesesuaian delivery fullfilment Hasil pembandingan menunjukkan
3. Delivery ontime bahwa kekurangan terjadi di hampir semua
4. Keakuratan stok fullgood dan faktor internal dengan tingkat yang
empeties berbeda-beda. Namun, kerentanan utama
5. Minimalisir product looses. hanya terjadi di beberapa faktor internal.

250
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Faktor internal yang memiliki c. Penyusunan atau memperbaiki
kerentanan utama, antara lain operational prosedur operasional kembali.
procedure, daya dukung fasilitas,dan 2. Daya dukung fasilitas pada
sosialisasi dan komunikasi penanganan aktivitas penjadwalan pengiriman,
masalah & perubahan. pemilihan layanan pengangkutan,
pemuatan produk jadi, dan pengiriman
3.3.4. Perumusan strategi dinilai kurang baik. Terdapat
Setelah melalui analisis rantai nilai, penyimpangan penggunaan sarana loading
maka didapatkan bahwa keunggulan dan unloading pada penggudangan PT.
bersaing utama PT. Coca-Cola Amatil CCAI Plant Jawa Timur. Hal ini
adalah pada aktivitas manajemen disebabkan kelebihan produksi sehingga
persediaan dan yang menjadi kelemahan sarana loading unloading digunakan
utama adalah aktivitas transportasi. Setelah sebagai sarana penyimpanan barang jadi.
itu, dilakukan analisis lebih lanjut pada Selain itu, juga terdapat keluhan tentang
aktivitas transportasi dan diperoleh prasarana transportasi yang tidak sesuai
kerentanan utama penyebab kekurangan dengan standar perusahaan, sehingga
pada aktivitas transportasi, sehingga dapat perumusan strategi perbaikannya adalah :
dibuat perumusan strategi berdasarkan a. Evaluasi tata letak penggudangandan
kondisi lapang dan dapat dijelaskan efektifitas sarana parkir.
sebagai berikut : Menurut Haming dan
1. Operational procedur yang disusun Murnajamudin (2007), tujuan
untuk aktivitas dokumentasi muatan, perencanaan tata letak antara lain :
penjadwalan pengiriman, pemilihan 1) Minimalisasi material handling cost
layanan pengangkutan dan pengiriman 2) Efektifitas penggunaan ruangan
ke DC,AMC, MFS dan Other Unit, pabrik
dinilai kurang sesuai lagi atau 3) Tingkat penggunaan tenaga kerja
memungkinkan terdapat kekurangan. pabrikasi
Menurut Suzaki (1991), standarisasi 4) Mengurangi kendala kelancaran
sangat diperlukan untuk menentukan proses produksi
arah perbaikan kinerja. Untuk 5) Memudahkan komunikasi
memperbaiki kinerja produksi Disamping lima tujuan diatas,
diperlukan standar prosedur kerja atau terdapat beberapa tujuan lain atau
standard of operation procedures tujuan sekunder dari tata letak yang
(SOP). Sehingga perumusan strategi baik, yaitu :
yang muncul yaitu mengevaluasi 1) Mengurangi waktu siklus
kembali tiap prosedur pelaksanaan pada pengolahan atau waktu pelayanan
masing-masing aktivitas yang kurang pelanggan karena jarak antara
sesuai, dengan cara (Puspita, 2009) : setiap workcenter relatif optimal.
a. Memeriksa apakah pelaksanaan 2) Mengurangi, bahkan
prosedur operasional yang menghilangkan hamburan atau
ditetapkan sudah sesuai dengan pergerakan yang berlebihan.
kondisi dan sumber daya di lapang. 3) Memudahkan penempatan dan arus
b. Mengidentifikasi poin-poin load dan unload material, produk
prosedur operasi pada ketiga atau tenaga kerja
aktivitas terkait di atas, yang rentan 4) Mendukung usaha meningkatkan
terhadap pengiriman produk kualitas produk dan jasa
dengan mengumpulkan data-data 5) Memberikan dukungan fleksibilitas
permasalahan yang muncul selama untuk menyesuaikan penataan
ini. sistem dengan kondisi perubahan

251
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
b. Pemaksimalan potensi distribution (1991) yang menyebutkan bahwa
center dalam hal penyimpanan produk. salah satu strategi yang dapat
Sehingga dimungkinkan melakukan digunakan untuk meraih dan
penimbunan produk sehingga tidak meningkatkan kepuasan pelanggan
terjadi kekurangan produk pada adalah strategi penanganan keluhan
distribution center pada saat permintaan yang efisien.
meningkat maupun kelebihan produk
pada gudang pabrik. Sebagai instrumen 4. KESIMPULAN
kebijakan perusahaan menurut 4.1. Kesimpulan
Ferdinand (2000), kebijakan distribusi Hasil analisis rantai nilai pada
dapat digunakan untuk memanajemeni Manajemen Logistik PT. CCAI Plant Jawa
persaingan dibawah asumsi bahwa Timur, menunjukkan bahwa manajemen
semakin tinggi intensitas distribusi persediaan dengan bobot 0,500 sebagai
diterapkan, akan semakin kokoh keunggulan utama. Kemudian dilanjutkan
kekuatan yang dimiliki dan semakin oleh aktivitas aliran informasi dan
besar kemungkinan bahwa barang atau pemrosesan order dengan bobot 0,372,
jasa yang ditawarkan dapat dijual pada aktivitas perencanaan permintaan dan
pasar target tertentu. operasi dengan bobot 0,364 dan aktivitas
c. Pemberian penalti bagi transporter transportasi dengan bbobot 0,277 yang
yang tidak sesuai dengan standar yang merupakan kelemahan utama.
telah ditentukan perusahaan. Bentuk Strategi perbaikan untuk
penalti disesuaikan dengan kebijakan meningkatkan kinerja aktivitas logistik
perusahaan. sekaligus menjadi dasar perumusan
3. Sosialisasi dan komunikasi penanganan strategi peningkatan kepuasan konsumen
masalah dan perubahan pada aktivitas PT. CCAI Plant Jawa Timur disusun dari
dokumentasi muatan, penjadwalan aktivitas yang menjadi kelemahan utama
pengiriman, pemuatan produk jadi, yaitu pada aktivitas transportasi. Hasil dari
pengiriman ke SC, AMC, MFS, Other perbandingan kelemahan utama dengan
Unit dinilai kurang baik, sehingga standar keunggulan internal dan Key
perumusan strategi perbaikannya adalah Performance Index menunjukkan faktor
: pada aktivitas yang perlu diperbaiki antara
a. Adanya komnunikasi timbal balik lain, operational procedur, daya dukung
antara transporter dengan fasilitas serta faktor sosialisasi dan
perusahaan dalam hal ketepatan komunikasi penanganan masalah dan
pengiriman. Boorom, Goolsby dan perubahan.
Ramsay (1998) mengatakan bahwa
komunikasi yang baik akan 4.2. Saran
berpengaruh pada tingkat Pada proses perumusan strategi hanya
keterlibatan dan adaptabilitas kedua berdasarkan pada satu jenis produk yaitu
belah pihak, yang pada gilirannya Coca-Cola kemasan RGB, sehingga akan
akan berpengaruh pada penjualan. lebih akurat jika dalam pengkajiannya
b. Perusahaan dapat menetapkan dilakukan dengan melibatkan seluruh
strategi person incharge/ layanan produk dalam perhitungannya sehingga
satu pintu dalam penanganan dapat menggambarkan secara utuh
masalah dengan transporter. aktivitas pada manajemen logistik
Sehingga diharapkan adanya perusahaan.
pengumpulan informasi pada satu
titik dan diharapkan masalah dapat 5. DAFTAR PUSTAKA
terselesaikan dengan cepat. Hal ini Bartolacci, Francesca. Activity Based
sesuai dengan pendapat Schnaars Costing in the Supply Chain Logistic

252
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Activities Cost Analysis. 2004. Puspita, Agnes. 2009. Analisis Rantai
Departement of Institute Economic of Nilai pada Quality Management
Financial. Universita di Macerota. System Produk Susu Bubuk Sebagai
Macerota Dasar Perumusan Strategi Keunggulan
Boorom, Michael L, Jerry R. Goolsby and Bersaing. Skripsi. Fakultas Teknologi
Rosemary P. Ramsey. 1998. Pertanian. Malang
Relational Communication Traits and Suzaki, Kiyoshi. 1991. Tantangan Industri
Their Effect on Adaptiveness and Manufaktur. Penerapan Perbaikan
Sales Performance.Journal of The Berkesinambungan. Saduran oleh
Academy of Marketing Science. vol. Kristianto Jahja. Productivity &
26, p. 16-20 Management Consultant. Jakarta
Ferdinand, Augusty. 2000. Manajemen
Pemasaran: Sebuah Pendekatan
Stratejik, Research Paper Series.
Magister Managemen Undip.
Semarang
Haming, Murdifin dan Mahfud
Nurnajamuddin. 2007. Manajemen
Produksi Modern. Bumi Aksara.
Jakarta
Hansemark, O. C. and M. Albinson. 2004.
Customer Satisfaction and Retention:
The Experiences of Individual
Employees. Journal of Managing
Service Quality Vol 14, p. 40- 57
Mirdah, A. dan A.I. Tenaya. 2000. Upaya
Menghadapi Perubahan Lingkungan
Strategis dengan Membangun dan
Meraih Competitive Advantage
Melalui Value Chain Analysis dan
Kemitraan. Jurnal Akuntansi dan
Bisnis Vol 3, p. 5-12
Patterson, Paul. G., L. W. Johnson, and
Richard. A. Spreng. 1997. Modeling
the determinants of customer
satisfaction for business-to-business
professional services. Journal of
Academy of Marketing Sciencevol.25,
p. 4-17
Pierce, J. A. dan R. B. Robinson Jr. 1997.
Manajemen Strategik : Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian.
Diterjemahkan oleh Agus Maulana.
Binarupa Aksara. Jakarta
Porter, Michael, E. 1998. Competitive
Strategy. The Free Press. New York

253
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

SIMULASI MODEL RANTAI PASOKAN DALAM AGROINDUSTRI MINYAK


KELAPA

Banun Diyah Probowati1, Yandra Arkeman2, Djumali Mangunwidjaja2


1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo, Jawa Timur
2)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian, Bogor, Jawa Barat

Abstrak

Model dinamis rantai pasokan yang dirancang ini merupakan abstraksi aliran material
dari pemasok yang terdiri dari petani dan pedagang pengumpul yang dialirkan ke agroindustri
kelapa selanjutnya material tersebut diolah menjadi produk yang akan didistribusikan ke
konsumen. Jaringan pendistribusian dan pengelolaan aliran material akan ditunjukkan dalam
suatu model dinamis rantai pasokan. Karakteristik ini menunjukkan bahwa secara skematik
terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari pemasok, agroindustri hingga ke konsumen
di pasar domestik maupun ekspor. Model dirancang dengan software Stella 9.14 dan
diharapkan dapat mendeskripsikan aliran bahan baku dari kelapa butiran hingga menjadi
minyak kelapa yang didistribusikan di pasar domestik maupun ekspor.

Kata kunci : Simulasi, model dinamis, minyak kelapa

kamba sehingga produk pertanian sulit


1. PENDAHULUAN untuk ditangani (Austin 1992; Brown
Agroindustri memiliki sejumlah 1994), serta mengurangi ketidakpastian
permasalahan kompleks yang harus dalam bisnis. Keseluruhan faktor tersebut
diselesaikan mulai dari pemasokan bahan menjadi bahan pertimbangan dalam desain
baku, proses penciptaan nilai tambah dan analisis rantai pasokan produk
hingga dalam mendistribusikan produknya pertanian sehingga manajemen rantai
ke konsumen. Rantai pasokan untuk pasok produk pertanian menjadi lebih
produk pertanian yang diproses akan kompleks daripada manajemen rantai pada
melibatkan beberapa pelaku, yaitu petani umumnya. Sistem pasokan bahan baku
atau perkebunan, pengolah atau pabrik, dalam suatu agroindustri merupakan salah
dan konsumen. Beberapa perusahaan telah satu faktor yang penting untuk menjaga
berhasil meningkatkan efisiensi produksi kelangsungan proses produksi. Sistem
serta kualitas produk dengan cara pasokan ini merupakan integrasi kegiatan
melakukan desain atau merancang ulang dari pengadaan pasokan bahan baku
seluruh rantai pasokannya (Wouda, 2001). hingga menjadi produk yang
Manajemen rantai pasokan produk didistribusikan ke konsumen. Sistem
pertanian berbeda dengan manajemen pasokan ini melibatkan beberapa pihak
rantai pasokan untuk produk manufaktur yang memiliki keterkaitan.
lainnya karena beberapa karakteristik yang Permintaan bahan baku untuk
khas yaitu (1) produk pertanian bersifat agroindustri kelapa kemungkinan memiliki
mudah rusak, (2) proses penanaman, persyaratan spesifik yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan pemanenan tergantung sumber asal pasokan yang diinginkan.
pada iklim dan musim (3) hasil panen Oleh sebab itu akan terjadi aliran
memiliki bentuk dan ukuran yang permintaan dan aliran pasokan bahan
bervariasi, (4) produk pertanian bersifat baku. Menurut Evans dan Danks (1998),

254
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
faktor yang mempengaruhi manajemen sebagai simulasi model adalah Kabupaten
rantai pasokan adalah : strategi sumber Ciamis Propinsi Jawa Barat.
pengelolaan permintaan dan penawaran
serta integrasi pasokan yang akan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
membentuk struktur dan variabilitas yang
berciri sesuai dengan aliran bahan baku. 3.1. Mekanisme model rantai pasokan
Penelitian ini bertujuan untuk (ideal)
menghasilkan simulasi model rantai Unit pengolahan minyak kelapa
pasokan dalam agroindustri kelapa dengan berperan penting dalam sistem rantai
produk prospektif minyak kelapa dengan pasokan ini karena merupakan produk
jaringan yang lebih efisien. Model rantai pilihan yang utama. Kemampuan produksi
pasokan didesain agar terjadi integrasi unit pengolahan ini memiliki keterkaitan
yang sinergis antara petani pemasok bahan terhadap kemampuan produksi unit yang
baku kelapa dan agroindustri pengolahan lain apabila diusahakan secara terpadu.
kelapa. Kemampuan unit pengolahan
menghasilkan minyak kelapa, terkait
2. PENDEKATAN PEMODELAN dengan kemampuan unit pengolahan lain
Penelitian dilakukan menggunakan dalam berproduksi. Oleh sebab itu sistem
pendekatan tujuan dalam memahami pemasokan bahan baku merupakan kunci
manajemen rantai pasokan. Identifikasi dari rantai pasokan untuk agroindustri
permasalahan digunakan untuk memetakan kelapa ini. Kebutuhan kelapa butiran di
hubungan sebab akibat dengan melihat suatu agroindustri kelapa terpadu dapat
berbagai hal yang mempengaruhi struktur diperkirakan dengan suatu simulasi dengan
dalam jaringan rantai pasokan yang terkait merancang modelnya terlebih dahulu.
dengan hal-hal yang mempengaruhi Asumsi yang dilakukan adalah :
peningkatan biaya rantai pasokan. 1. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari
Simulasi model dilakukan untuk kelapa rakyat dengan memanfaatkan
memperoleh total biaya rantai pasokan potensi pemenuhan bahan baku dari
yang minimal dilakukan dengan kemampuan produksi kelapa rakyat
menggunakan softwareStella. 2. Persediaan dipertimbangkan hanya
Analisis deskriptif / kualitatif pada pada persediaan bahan baku dan
sistem pasokan bahan baku dan persediaan produk sebelum
permintaan bahan baku diperlukan untuk didistribusikan
melengkapi model ini. Simulasi dilakukan Model dinamis rantai pasokan
dengan beberapa asumsi untuk agroindustri kelapa terpadu diterjemahkan
meminimisasi biaya rantai pasokan ke dalam diagram alir model simulasi yang
agroindustri kelapa terpadu yang terdiri dari stock flow. Akumulasi atau
dirancang yang terdiri dari biaya stock merupakan keadaan sistem dan
transportasi, biaya persediaan, biaya sebagai pembangkit informasi, di mana
distribusi. Model yang didesain aksi dan keputusan didasarkan pada stock
selanjutnya dapat diimplementasikan tersebut.
sehingga dapat memberikan manfaat untuk
pengembangan agroindustri kelapa 3.2. Formulasi model
terpadu. Formulasi model dinamik rantai
Model yang dirancang merupakan pasokan agroindustri kelapa terpadu ini
abstraksi pasokan yang dimulai dari dimulai dari jaringan pemasok dalam sub
kedatangan buah kelapa butir, model pasokan bahan baku berupa kelapa
pengangkutan, sampai dengan pengolahan butiran. Model ditunjukkan dengan
produk hingga didistribusikan ke performance berupa total biaya rantai
konsumen. Wilayah yang digunakan pasokan yang minimal. Abtraksi aliran

255
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bahan dari pemasok ke agroindustri panen petani kelapa terutama dalam suatu
hingga ke konsumen untuk pasar domestik wilayah sentra penghasil kelapa.
maupun pasar ekspor dapat dilihat pada Ketersediaan kelapa butiran
kerangka konseptual penelitian. Aliran merupakan persentase penyediaan kelapa
pasokan bahan baku dimulai dari kebun butiran untuk keperluan produksi
kelapa yang diidentifikasi sebagai kebun agroindustri kelapa terpadu. Prosentase
kelapa rakyat dengan pasokan bahan baku kebutuhan kelapa untuk industri dari
berupa kelapa dalam. Pasokan buah jumlah produksi kelapa (a%) yang
kelapa butiran ini selanjutnya dihasilkan oleh petani di suatu wilayah
didistribusikan ke agroindustri melalui observasi. Daging buah kelapa merupakan
transportasi sehingga menjadi persediaan bahan baku dalam unit pengolahan minyak
buah kelapa butiran. Abstraksi ini kelapa. Daging buah kelapa dalam
dilakukan pengendalian biaya persediaan memenuhi kebutuhan bahan baku untuk
dan pasokan bahan baku, sebagai salah unit pengolah ini dapat dipenuhi dari
satu komponen penyusun biaya rantai petani kelapa yang langsung memasok
pasokan. bahan baku buah kelapa butiran ke unit
Abstraksi aliran pasokan untuk pengolah. Kebutuhan kelapa untuk unit
konsumen pasar domestik/ekspor pengolah minyak kelapa (KDi) merupakan
ditunjukkan dengan aliran persediaan konsumsi kelapa butiran berdasarkan
produk yang ditransportasikan kepada kapasitas produksi unit pengolah yang
konsumen pasar domestik/ekspor. Aliran dirancang. Penentuan kapasitas unit
produk tersebut merupakan abstraksi pengolah dilakukan berdasarkan dua hal
model dengan melakukan pengendalian yaitu :
biaya distribusi. Abstraksi aliran bahan 1. pendugaan permintaan pasar
baku, menjadi produk yang 2. pertimbangan potensi kebun kelapa
didistribusikan ke konsumen tersebut Unit pengolahan minyak kelapa
selanjutnya menunjukkan suatu model dengan kapasitas kecil, yang merupakan
yang mempertimbangkan total biaya usaha skala rumah tangga yaitu sekitar 200
rantai pasokan. Indikator dari model ini kg setiap hari yang diperoleh dari 2000
adalah total biaya rantai pasokan yang butir kelapa setiap hari atau setara dengan
minimal. 700.000 butir per tahun. Kebutuhan daging
buah kelapa untuk unit pengolah minyak
3.3. Ketersediaan pasokan kelapa kelapa didasarkan dari prosentase
Penyediaan kelapa butiran komponen daging kelapa dalam setiap
didasarkan pada perhitungan laju butir kelapa yaitu sebesar 28%.
penyediaan kelapa butiran sebanyak 25%
dengan persediaan kelapa butiran 3.4. Identifikasi variabel keputusan
12.600.000 kg. Jumlah penyediaan kelapa Keputusan dalam rantai pasokan
butiran ini didasarkan pada perhitungan ini meliputi keputusan-keputusan
hasil panen di daerah sentra penghasil berupa:
kelapa. Penyediaan kelapa dalam suatu 1. Jumlah pasokan buah kelapa butiran
periode dihitung berdasarkan jumlah total yang akan disalurkan kepada unit
dari nilai produksi kelapa rakyat dengan agroindustri kelapa
laju penyediaan 25%. Kebutuhan 2. Jumlah pasokan daging kelapa yang
agroindustri kelapa terpadu didasarkan akan diolah
pada konsumsi kelapa butiran untuk 3. Jumlah persediaan bahan baku buah
agroindustri. Laju konsumsi kelapa butiran kelapa butiran sebelum diproses yang
ini sebanyak 9%. Nilai ini didasari terdapat di unit pengolah
pertimbangan bahwa agroindustri kelapa 4. Jumlah persediaan produk minyak
terpadu bertujuan untuk mengolah hasil kelapa yang terdapat di unit pengolah

256
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
5. Jumlah produk minyak kelapa yang dan formulasi model yang dirumuskan.
akan disalurkan dari unit pengolah ke Model yang dirancang, diharapkan dapat
permintaan memberikan gambaran proses yang terjadi
dalam sistem sehingga dapat menyerupai
3.5. Penentuan kapasitas produksi sistem nyata. Beberapa informasi yang
Kapasitas Produksi dari masing- digunakan sebagai input untuk stock flow
masing unit produksi ini cukup kecil, yaitu diagram dalam pemodelan rantai pasokan
dengan kondisi unit pengolah minyak ini dengan asumsi yaitu:
kelapa unit kecil dengan kapasitas
produksi 200 kg minyak kelapa per hari 1 Persediaan kelapa butiran 12.600.000 Kg
diperoleh dari 2.000 butir kelapa per hari 2 Konversi daging kelapa dari 28%
kelapa butiran
atau setara dengan 700.000 butir per tahun. 3 Rerata berat butiran kelapa 1,8 kg/butir
Kapasitas produksi dalam satu tahun 4 Persentase distribusi 40%
dengan 20 hari kerja akan menghasilkan domestik Minyak kelapa
5 Persentase distribusi ekspor 60%
minyak kelapa 48.000 kg. Penentuan Minyak kelapa
kapasitas ini didasarkan pada penilaian 6 Rendemen minyak kelapa 12%
kelayakan investasi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Informasi biaya dalam pemodelan sebagai
Kendala dalam perancangan model data input biaya sebagai berikut :
rantai pasokan ini adalah ketersediaan
pasokan bahan baku, kapasitas pemasok 1. Biaya pembelian per butir kelapa
bahan baku, kapasitas unit sebesar Rp 750,00
pengolah/agroindustri, jumlah persediaan 2. Biaya penyimpanan minyak kelapa
dan kebutuhan tiap permintaan. sebesar Rp 500,00 per hari per kg
Kendala-kendala ini diformulasikan 3. Biaya distribusi domestik sebesar
sebagai berikut : Rp 2.000,00 per hari per kg
1. Kendala kapasitas pasokan bahan baku 4. Biaya distribusi ekspor sebesar Rp
kelapa butiran 3.000,00 per hari per kg.
2. Kendala kapasitas pasokan daging
kelapa butiran
3. Kendala kapasitas produksi unit 3.7. Simulasi model dengan Software
pengolahan minyak kelapa Stella
4. Kendala inventori unit pengolahan Model yang dirancang mengikuti
minyak kelapa berupa persediaan menu-menu yang terdapat dalam software
minyak kelapa hasil produksi yang stella. Stella yang digunakan adalah Stella
disimpan di dalam gudang sebelum 9.14. Pembuatan stock flow diagram untuk
didistribusikan dan sesudah model rantai pasokan dengan
didistribusikan. mensimulasikan beberapa kondisi dan
5. Kendala kebutuhan permintaan produk biaya agar diperoleh biaya total rantai
berupa minyak kelapa berupa pasokan yang optimal dapat digambarkan
permintaan produk akhir minyak seperti pada gambar stock flow diagram di
kelapa yang akan disalurkan ke bawah ini. Rancangan ini cukup
permintaan sederhana tanpa menggunakan aplikasi
yang variatif namun setidaknya cukup
3.6. Input-input dalam pemodelan menjelaskan gambaran kondisi yang
sistem diinginkan. Output hasil simulasi
Pemodelan sistem ini dilakukan rancangan model dapat dilihat pada
dengan menggunakan software stella 9.14 gambar di bawah ini.
dengan didasarkan pada kondisi
mekanisme sistem ideal yang diinginkan

257
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Ketersediaan Kelapa Butiran cadangan persediaan kelapa butiran
sebanyak 12.600.000 kg untuk kebutuhan
Lj Penyediaan Pers Klp Btr Lj Konsumsi pasokan sebagai inisiasi awal untuk input
Peny Klp Btr Konsumsi Klp Btr
simulasi model.
Hasil simulasi menunjukkan
dengan laju penyediaan kelapa butiran
Gambar 1. Stock Flow Diagram Sub sebesar 0.25% hingga tahun ke 12 akan
Model Ketersediaan Kelapa Butiran terdapat total persediaan kelapa butiran
sebanyak 74.793.940,73 kg di wilayah
Desain model ini hanya Kabupaten Ciamis dengan laju konsumsi
diasumsikan untuk kelapa dalam saja. Hal kelapa butiran untuk kebutuhan industri
ini mengingat jenis kelapa dalam inilah sebanyak 0.9%. Prosentase konsumsi
yang banyak diusahakan oleh petani di kelapa butiran untuk kebutuhan industi ini
wilayah Kabupaten Ciamis. Jenis kelapa ditunjukkan dengan gambar 3 di bawah
hibrida sangat jarang yang diusahakan ini. Gambaran konsumsi kelapa butiran ini
untuk pasokan industri, namun diusahakan menunjukkan konsumsi kelapa butiran
untuk kebutuhan rumah tangga saja. terdistribusi untuk tiga pemanfaatan yaitu
Output dari simulasi dengan untuk dijual langsung ke pasar-pasar
menggunakan Stella dapat tradisional sebanyak 89%, untuk konsumsi
menggambarkan suatu ketersediaan industri 9%, dan untuk konsumen rumah
pasokan kelapa di tingkat petani di tangga sebanyak 2%.
Kabupaten Ciamis. Secara rata-rata Data dari Dinas Pertanian
kebutuhan bahan baku kelapa butiran Kabupaten Ciamis menunjukkan sebagian
cukup dengan mengandalkan pasokan dari besar kelapa (89%) dijual dalam bentuk
satu kabupaten saja. kelapa butiran ke wilayah Bandung,
1:
1: Peny Klp Btr
18000000
2: Pers Klp Btr 3: Konsumsi Klp Btr
Jakarta, Cirebon dan beberapa wilayah di
2: 80000000
3: 7000000
Jawa Tengah. Konsumsi lokal untuk
1 2
3
rumah tangga di Kabupaten Ciamis
1:
2:
10575000
45000000
sebanyak 2%, dan yang diolah oleh petani
3: 4000000

1
2
3
dan perusahaan sebanyak 9%. Hal ini
1
2
3 ditunjukkan pada gambar di bawah ini ;
1: 3150000 2 3
2: 10000000
3: 1000000 1
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Page 1 Time 9:05 AM Fri, Feb 04, 2011
Industri 9%
Ketersediaan Bahan Baku
Rumah Tangga,
Gambar 2. Grafik Hasil Simulasi 2%

Ketersediaan Kelapa Butiran


Dijual Langsung
Gambar di atas menunjukkan hasil 89%

simulasi ketersediaan bahan baku kelapa


butiran dengan input yang langsung Gambar 3. Konsumsi Kelapa
dilakukan pada model yang dirancang
melalui stock flow diagram yang dibuat. Asumsi persediaan kelapa butiran
Secara numerik akan menunjukkan hasil sebanyak 12.600.000 kg kelapa butir tiap
yang cukup variatif dengan berbagai tahun. Oleh sebab itu secara-rata-rata
bilangan. Hasil ini seiring dengan nilai setiap tahun terdapat persediaan kelapa
input numerik yang dimasukkan sesuai butir 6.232.828 kg butir kelapa yang dapat
dengan input untuk perancangan model. dimanfaatkan untuk diproses menjadi
Grafik hasil simulasi di atas menunjukkan aneka produk agroindustri kelapa terpadu.
nilai yang meningkat sejalan dengan laju Hasil simulasi untuk konsumsi kelapa
penyediaan dan laju konsumsi. butiran ini digunakan sebagai dasar nilai
Peningkatan tersebut terjadi karena ada untuk menghitung kebutuhan pasokan

258
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kelapa butiran yang akan dikonversi Data di atas menunjukkan bahwa
menjadi daging kelapa sebagai bahan baku rata-rata kebutuhan kelapa butiran untuk
dalam agroindustri kelapa dengan output agroindustri kelapa terpadu di wilayah
produk berupa minyak kelapa. kabupaten Ciamis sejumlah 53723,33 ton.
Hal ini apabila dibandingkan Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup
dengan data produksi kelapa butiran di banyak dalam upaya memacu peningkatan
Kabupaten Ciamis tidak jauh berbeda. produktivitas pertanian di wilayah
Data produksi kelapa butiran di Kabupaten tersebut. Kebutuhan kelapa butiran
Ciamis ini dapat dilihat pada tabel di tersebut terutama untuk memenuhi
bawah ini: permintaan unit pengolahan minyak
kelapa.
Tabel 1. Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Stock flow diagram untuk bahan
Ciamis
baku agroindustri menunjukkan aliran
Tahun Produksi Kelapa Dalam (kg)
pasokan bahan baku kelapa butir yang
2001 19.480.000
2002 32.207.000
akan dikonversi menjadi daging kelapa
2003 36.771.000
terlebih dahulu, selanjutnya by product
2004 74.265.000 yang dihasilkan akan dimanfaatkan
2005 74.678.000 sebagai input bahan baku untuk
2006 70.057.000 agroindustri yang lain. Hasil samping dari
2007 64.325.000 proses konversi kelapa butiran menjadi
2008 78.193.000 daging kelapa butiran ini berupa air
2009 77.606.553 kelapa, sabut dan tempurung.
Sumber : Disbun Jabar (2010) Hasil simulasi untuk bahan baku
agroindustri yang dirancang dalam periode
Wilayah Kabupaten Ciamis 12 tahun ke depan menunjukkan apabila
merupakan wilayah penghasil kelapa terdapat pasokan kelapa butiran sebanyak
terbanyak untuk propinsi Jawa Barat yaitu 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa
sebesar 79,011 ha dengan total produksi butiran yang akan dikonversi sebanyak
buah kelapa butir sebanyak 35.028 ton. 4.346.052,35 kg dan akan diperoleh bahan
Potensi agroindustri pengolahan kelapa di baku berupa daging kelapa butiran
Kabupaten Ciamis ditunjukkan pada tabel sebanyak 1.051.161,60 kg. Hasil simulasi
di bawah ini : ini dilakukan berdasarkan pasokan kelapa
butiran sebanyak 85% dari nilai konsumsi
Tabel 2. Potensi Agroindustri Pengolahan kelapa butiran untuk industri dan
Kelapa
persediaan bahan baku kelapa butiran
Jenis Unit Jumlah Bahan Baku
Produksi untuk unit agroindustri sebanyak 730.000
(ton/tahun) kg dan proses konversi yang dilakukan
Gula liter dengan persediaan kelapa butiran yang
kelapa 7933 27,560 137,800,000 nira tidak ikut dalam proses sebanyak 25%.
butir Persediaan bahan baku ini agar proses
Kopra 92 1,435 7,175,000 kelapa
Minyak butir
produksi untuk unit agroindustri tetap
kelapa 53 3,899 38,990,000 kelapa berlangsung.
Nata de liter air
Coco 23 969 581,400 kelapa
Serat
sabut 8 1,490 13,244,000 sabut
butir
Galendo 7 11 220,000 kelapa

259
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Bahan Baku Agroindustri

Dgg Klp
N Kon Dgg Klp
Pasokan Klp Butir

Persediaan BB Konv Dgg Klp


Konsumsi Klp Btr
Proses Konversi Klp Btr
N Konv Sabut
Sabut
N Konv Air Klp

Air Klp Konv Sabut


N Konv Temprng
Tmprng

Konv Air

Konv Tmprng

Gambar 4. Stock Flow Diagram Bahan Baku Agroindustri

Agroindustri M iny ak Kelap a

Dgg Klp

Proses M yk Klp M inyak Klp

~
Input p roses Output proses

Rendemen M yk Klp

Gambar 5. Stock Flow Diagram

sebanyak 72.000 kg per tahun. Gambar 5


Agroindustri Minyak Kelapa di bawah ini menunjukkan stock
Agroindustri ini akan flowdiagram untuk agroindustri minyak
menghasilkan minyak kelapa sebanyak kelapa ini. Daging kelapa sebagai hasil
633.128,46 kg pada rendemen minyak proses konversi merupakan input yang
kelapa sebanyak 12%. Hal ini dapat dapat menghasilkan minyak kelapa ini.
dicapai dalam simulasi dinamik dengan Sub model ketersediaan produk
periode waktu selama 12 tahun. Output dirancang agar dapat diketahui berapa
produk minyak kelapa tersebut akan dapat jumlah persediaan produk yang akan
dipenuhi oleh unit pengolahan minyak didistribusikan untuk memenuhi
kelapa dalam skala usaha kecil sebanyak 8 permintaan domestik dan ekspor sehingga
unit. Dengan rata-rata masing-masing unit akan diketahui berapa banyak produk yang
memiliki kemampuan menghasilkan akan didistribusikan. Hasil simulasi

260
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dinamik menunjukkan dengan permintaan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg.
domestik sebanyak 40% dalam periode Persediaan minyak kelapa untuk
waktu 12 tahun yang akan datang permintaan domestik ini dapat dipenuhi
diperoleh persediaan domestik sebanyak dari 3 unit pengolahan minyak kelapa
215.565,55 kg secara rata-rata yang dapat dalam skala usaha kecil. Gambar 30
didistribusikan. Hasil pasokan ini menunjukkan stock flow diagram dari
diperoleh dari input sub model berupa model rancangan untuk ketersediaan
output minyak kelapa dari unit pengolahan produk minyak kelapa domestik.
Ketersediaan Produk M iny ak Kelap a Domestik

Minyak Klp

Inv Prod M y k Klp Dom Pers Dom M y k Klp

Pasokan Prod M y k Klp Dom Dist Prod M y k Klp Dom

Persen Dist Dom M y k Klp

Gambar 6. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Domestik

Hasil simulasi dinamik minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg.


menunjukkan dengan permintaan ekspor Persediaan minyak kelapa untuk
minyak kelapa sebanyak 60% dalam permintaan domestik ini dapat dipenuhi
periode waktu 12 tahun yang akan datang dari 5 unit pengolahan minyak kelapa
diperoleh persediaan ekspor sebanyak dalam skala usaha kecil. Gambar 31
323.348,32 kg secara rata-rata yang dapat menunjukkan stock flow diagram dari
didistribusikan. Hasil pasokan ini model rancangan untuk ketersediaan
diperoleh dari input sub model berupa produk minyak kelapa ekspor.
output minyak kelapa dari unit pengolahan
Ketersediaan Produk M inyak Kelapa Ekspor

Inv Prod M yk Klp Eksp Pers Eksp M yk Klp

Pasokan Prod M yk Klp EKsp Dist Prod M yk Klp Eksp

Persen Dist Eksp M yk Klp


Minyak Klp

Gambar 7. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Ekspor

Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco kg secara rata-rata yang dapat
menunjukkan dengan permintaan domestik didistribusikan. Hasil pasokan ini
sebanyak 80% dalam periode waktu 12 diperoleh dari input sub model berupa
tahun yang akan datang diperoleh output nata de coco dari unit pengolahan
persediaan domestik sebanyak 299.570,96 nata de coco sebanyak 429.333,08 kg.

261
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Persediaan nata de coco untuk permintaan dengan asumsi yang dilakukan. Model
domestik ini dapat dipenuhi dari 25 unit dianggap sahih karena mengandung
pengolahan nata de coco dalam skala beberapa elemen dari model biaya rantai
usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan pasokan. Validasi bertujuan untuk
stock flow diagram dari model rancangan memperoleh kecocokan kondisi nyata
untuk ketersediaan produk nata de coco dengan model yang dirancang. Validasi
domestik. model dicoba dilakukan dengan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa menggunakan analisis sensitivitas.
apabila agroindustri kelapa terpadu ini Analisis sensitivitas dilakukan pada
diusahakan di wilayah sentra penghasil unit pengolahan minyak kelapa karena
yang lain dengan asumsi input masukan ketersediaan bahan baku untuk unit
kelapa butiran yang sama akan pengolahan yang lain tergantung pada
memperoleh hasil produk sejumlah hasil penyediaan bahan baku dari unit
output seperti yang nampak pada hasil pengolahan ini. Hasil analisis sensitivitas
simulasi. Hal ini dapat digunakan sebagai ini merupakan salah satu cara validasi
dasar pengambil kebijakan ataupun para untuk model yang dirancang. Kenaikan
penyusun strategi dalam mengembangkan biaya total rantai pasokan sebanyak 1%
agroindustri kelapa terpadu. Produk juga terjadi seiring dengan kenaikan
prospektif yang dipilih dapat bervariasi rendemen ini menunjukkan bahwa unit
sejalan dengan keinginan para pakar pengolahan minyak kelapa sangat besar
dengan melihat berbagai potensi pasar dan pengaruhnya dalam pengembangan
keterkaitan dengan produk hilir yang lain. agroindustri kelapa terpadu.
Namun, dari sisi kemudahan aplikasi
teknologi di masyarakat, produk-produk 4. KESIMPULAN
olahan primer ini cukup untuk Kesimpulan dari simulasi model ini
dikembangkan lebih lanjut dalam adalah bahan baku agroindustri
agroindustri kelapa terpadu. menunjukkan apabila terdapat pasokan
Agroindustri kelapa terpadu tidak kelapa butiran sebanyak 4.932.531,44 kg
hanya milik pengusaha besar namun dapat maka jumlah kelapa butiran yang akan
dimiliki oleh petani yang terhimpun dalam dikonversi sebanyak 4.346.052,35 kg dan
suatu wadah kelembagaan maupun akan diperoleh bahan baku berupa daging
kemitraan yang mungkin saja tidak terlibat kelapa butiran sebanyak 1.051.161,60 kg.
dalam manajemen pengusahaan namun Agroindustri kelapa terpadu akan
keterlibatan dalam pengusahaan bahan menghasilkan minyak kelapa sebanyak
baku. 633.128,46 kg pada rendemen minyak
kelapa sebanyak 12%. Output produk
3.8. Verfikasi dan validasi model minyak kelapa tersebut akan dapat
simulasi dipenuhi oleh unit pengolahan minyak
Verifikasi dilakukan dengan kelapa dalam skala usaha kecil sebanyak 8
menelusuri keseluruhan stock flow yang unit. Hasil simulasi dinamik dari distribusi
dirancang. Jika seluruh basis program produk menunjukkan bahwa jumlah
dapat dijalankan sesuai dengan logika produk yang didistribusikan untuk
maka desain model ini dianggap berhasil. memenuhi permintaan domestik minyak
Pemeriksaan terhadap desain model kelapa sebanyak 195.508,99 kg dan jumlah
dilakukan dengan melihat output keluaran. produk yang didistribusikan untuk
Jika keluaran mengindikasikan suatu memenuhi permintaan ekspor minyak
kesalahan logika maka perlu segera kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Jumlah
dilakukan perbaikan. Proses verifikasi produk yang didistribusikan dari target
dianggap telah dilakukan, karena desain capaian persentase permintaan domestik
model rancangan sudah berjalan sesuai minyak kelapa sebanyak 90,6% dan untuk

262
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
permintaan ekspor bahkan lebih dari
100%. Jumlah produk yang didistribusikan
dapat memenuhi target capaian persentase
permintaan ekspor minyak kelapa yang
dipenuhi melalui penambahan 2% dari
nilai persediaan produk minyak kelapa.

5. DAFTAR PUSTAKA
Austin JE. 1981. Agroindustrial Project
Analysis. Maryland: The John
Hopkins University Press
Brown JG. 1994. Agroindustrial
Investment and Operations.
Washington: The World Bank
Chang Y , Makatsoris H. 2000. Supply
Chain Modeling Using Simulation.
Int. J. of Simulation Vol 2 No.1 : 24-
30.
Van der Vorst JG, Tromp S, Van der Zee
DJ. 2005. A Simulation
Environment For The Redesign of
Food Supply Chain Networks :
Modelling Quality Controlled
Logistics. Proceedings of the 2005
Winter Simulation Conference. Page
: 1658-1666.
Wouda FHE, Van Beek P, Van der Vorst
JGAJ, Tacke H. 2001. An
Application of Mixed Integer Linier
Programming Models on Redesign
of the Supply Network of Nutricia
Dairy & Drink Group in Hungary,
OR Spectrum. 24 : 449-465.
Yandra A, Marimin, Jamaran I., Eriyatno,
Tamura H. 2007. an Integration of
Multi-Objective Genetic Algorthm
and Fuzzy Logic For Optimization
of Agroindustrial Supply Chain
Design. Proceeding of the 51st
Annual Meeting of the ISSS
Yoshizumi T, Okano H. 2007. A
Simulation-Based Algorithm For
Supply Chain. Proceedings of the
2007 Winter Simulation Conference.
Page : 1924-1931.

263
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

APLIKASI LEAST COST METHOD DALAM OPTIMASI JARINGAN DISTRIBUSI


RASKIN (STUDI KASUS PADA PERUM BULOG SUB DIVISI REGIONAL
MALANG JAWA TIMUR)

Application Of Least Cost Method In Raskin Distribution Network (Case Study


At Perum Bulog Sub Divisi Regional Malang Jawa Timur)

Wike Agustin P Dania*), Isti Purwaningsih*), Deandra Kusmadewi P *)


*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang, Jawa Timur

Abstract

Distribution network is one of the supply chain management aspects that need to be
considered to minimize the total cost. One of the function of Perum Bulog sub division
Malang is to distribute rice for poor people in Kota Malang, Kota Batu, and Kabupaten
Malang. Every year, they need to spend distribution cost that fluctuated and has increased
trend. It causes unstable RASKIN distribution and poor achievement of the target. Least cost
method as one of the transportation methods can be applied for allocating resources to certain
destination with lowest cost. Nowadays, sub division Malang has 10 warehouses that need to
distribute into 472 kelurahan. Furthermore, for distribution optimalization test, MODI
method (modified distribution) is used. From the research, comparing to previous distribution
cost, it can be seen that distribution cost for Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Malang 1,
Kabupaten Malang 2, and Kabupaten Malang 3 reduce up to 15.97%, 11.2%, 17.45%,
13.89%, and 13.5% respectively.

Key words: Supply chain management, distribution network, transportation method, least cost
method

1. PENDAHULUAN untuk rakyat miskin (raskin).


Beras merupakan salah satu Pendistribusian beras untuk rakyat miskin
makanan pokok rakyat Indonesia. Seiring oleh Bulog dilakukan kurang lebih sebulan
dengan bertambahnya jumlah penduduk sekali.
Indonesia, kebutuhan beras juga Salah satu sub divisi Bulog yang
meningkat. Secara umum, tugas lembaga ada di propinsi Jawa Timur adalah sub
Bulog adalah untuk menyediakan pangan divisi Bulog Malang, dimana sub divisi ini
bagi masyarakat pada harga yang memiliki lima wilayah kerja yang meliputi
terjangkau di seluruh daerah serta Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten
mengendalikan harga pangan di tingkat Malang 1, Kabupaten malang 2, dan
produsen dan konsumen. Menurut Inpres Kabupaten Malang 3. Sumber pasokan
Nomor 13 Tahun 2005, ada tiga tugas untuk kelima wilayah tersebut berasal dari
pokok Perum Bulog dalam tatanan dua gudang yaitu gudang Gadang dan
kebijakan nasional. Salah satunya adalah gudang Kebonagung. Kedua gudang ini
menyediakan dan menyalurkan beras menyalurkan beras ke kelurahan di lima

264
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
wilayah kerja yang areanya sudah 3. Tujuan pendistribusian hanya sampai
ditentukan oleh perum Bulog, sehingga pada kelurahan dari tiap-tiap gudang di
diperlukan sistem pendistribusian yang kota Malang.
baik untuk meminimasi biaya dan beras 4. Produk yang diteliti hanya sebatas beras
bisa terdistribusi tepat pada waktunya. untuk rakyat miskin.
Chopra dan Meindl (2010) menyatakan 5. Biaya distribusi terdiri dari biaya bahan
bahwa perubahan saluran distribusi dapat bakar, biaya simpan, biaya muat dan biaya
mempengaruhi biaya supply chain yang sopir.
meliputi biaya persediaan, biaya
transportasi, biaya penanganan bahan, dan 2.2. Asumsi
biaya fasilitas distribusi. Asumsi yang digunakan dalam
Salah satu masalah yang terpenting penelitian ini adalah:
dalam saluran distribusi adalah bagaimana 1. Biaya perawatan dianggap konstan.
mengalokasikan sumber daya sesuai 2. Komoditas yang dikirim atau diangkut
kebutuhan dengan biaya yang paling besarnya sesuai dengan permintaan.
minimal. Model transportasi merupakan 3. Jalan tidak ada kemacetan dan tidak
salah satu metode yang dipakai dalam rusak (jalan pada kondisi normal).
pengalokasian sumber daya kepada
sejumlah tujuan untuk meminimasi biaya 2.3. Pendefinisian Sistem
distribusi. Salah satu bentuk model Tahapan ini memberikan gambaran
transportasi adalah least cost method. tentang sistem yang akan diteliti yaitu
Martinson (2011) menyatakan bahwa least sistem pendistribusian beras yang ada di
cost method merupakan metode biaya sub divisi Regional Bulog Malang Jatim.
terendah dengan mencari solusi terbaik Wilayah kerja yang nantinya akan diteliti
berdasarkan rute termurah dengan dimulai dan diambil data-datanya adalah Kota
dari sel yang memiliki biaya per unit Malang, Kabupaten Malang dan Kota
paling rendah. Selanjutnya, untuk uji Batu. Gudang-gudang yang mewakili
optimalisasi dilakukan dengan ketiga daerah tersebut adalah Gudang
menggunakan modified distribution Gadang dan Gudang Kebonagung.
method (MODI). Dalam MODI, jalur yang Gudang-gudang inilah yang nantinya akan
dipilih adalah jalur yang memiliki menjadi sumber pendistribusian. Gudang
opportunity cost yang tertinggi, tanpa memegang peranan penting dalam saluran
harus melakukan uji coba pada semua distribusi untuk memudahkan penyaluran
jalur. Tujuan dalam penelitian ini adalah beras tepat pada waktunya. Hal ini
untuk menentukan alokasi atau jumlah didukung oleh pernyataan Chopra (2003)
beras yang harus didistribusikan ke bahwa dengan mendekatkan persediaan
sejumlah kelurahan agar biaya distribusi pada titik tujuan, maka akan meningkatkan
sub divisi Regional Malang dapat waktu respons dibandingkan dikirim
minmum. langsung dari pabrik. Dari tiap sumber ini
kemudian akan disalurkan ke tiap
2. METODE PENELITIAN kelurahan yang ada di wilayah kerja Kota
2.1. Batasan masalah Malang, Kabupaten Malang, dan Kota
Batasan masalah dalam penelitian ini Batu. Setiap gudang memiliki kapasitas
adalah: dan jumlah permintaan beras yang berbeda
1. Pengambilan data hanya sebatas di sub beda.
divisi Malang. Pada sistem pendistribusian beras
2. Sumber distribusi dari Kota Malang disini memiliki beberapa elemen di
(gudang S1 dan S2), Kota Batu (gudang dalamnya. Elemen-elemen tersebut antara
S3 dan S4) dan Kabupaten Malang lain adalah beras, gudang, sumber dan
(gudang S5, S6, S7, S8, S9, dan S10). armada. Dalam setiap elemen memiliki

265
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
atribut yang berbeda. Atribut pada beras Formulasi matematisnya adalah:
adalah jumlah beras yang akan di 2

distribusi dan jumlah pasokan beras. X 1ij = d1i


Atribut pada gudang adalah kapasitas 1. i=1 (untuk S1 dan
S2)
gudang, biaya simpan dan biaya muat 2
gudang. Atribut pada sumber adalah
jumlah gudang tempat penyimpanan beras.
X 2ij = d2i
2. i=1 (untuk S3 dan S4)
Sedangkan atribut armada adalah biaya 2

distribusi yang di antaranya biaya bahan X 3ij = d3i


bakar dan biaya sopir . 3. i=1 (untuk S5 dan S6)
2
2.4. Formulasi model
Model transportasi yang digunakan X 4 ij = d4 i
4. i=1 (untuk S7 dan
dalam penelitian ini mempunyai satu S8)
fungsi tujuan dan beberapa pembatas atau 2
kendala. Jika di implementasikan dalam X 5ij = d5i
sebuah model, maka tahapan formulasi 5. i=1 (untuk S9 dan S10)
model adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan fungsi tujuan Fungsi Kendala kedua yaitu jumlah beras yang
tujuannya pada penelitian ini adalah disalurkan ke sejumlah tujuan dari
minimasi biaya distribusi beras dari gudang beras harus sama dengan
sumber i ke tujuan j. jumlah kebutuhan beras yang akan
Persamaan formulasi model dialokasikan ke rakyat miskin.
matematis ini dibagi menjadi lima Formulasi matematisnya adalah:
persamaan, karena ada lima wilayah
57
berbeda dan tujuan masing- masing
sumber yang berbeda. Model X 1ij = S1 j
1. j =1
matematisnya adalah sebagai berikut : 25
2 57

MinZ = C1ij X1ij X 2ij = S2 j


2. j =1
1. i=1 j =1 (Kota Malang) 130
2 25

MinZ = C2ij X 2ij


X 3ij = S3 j
3. j =1
2. i=1 j =1 (Kota Batu) 130
2 130

MinZ = C3ij X 3ij


X 4 ij = S4 j
4. j =1
3. i=1 j =1 (Kabupaten 130
Malang 1)
2 130
X 5ij = S5 j
MinZ = C4 ij X 4 ij 5. j =1
Kendala non negativitas dimana xij 0 untuk
4. i=1 j =1 (Kabupaten seluruh i dan j
Malang 2)
2 130

MinZ = C5ij X 51ij


2.5. Analisis data
i=1 j =1
Analisis data yang dipergunakan
5. (Kabupaten
Malang 3) dalam penelitian ini adalah transportasi
dengan menggunakan kapasitas gudang,
b. Menetapkan Kendala Kendala pada titik-titik distribusi, jumlah beras yang
distribusi beras adalah sebagai berikut : dikirimkan yang nantinya akan dapat
Kendala pertama yaitu jumlah beras mengoptimalkan biaya distribusi
yang dialokasikan dari sumber ke perusahaan. Tahapan dari analisis data
sejumlah tujuan sama dengan kapasitas penelitian ini adalah :
sumber. a. Menentukan solusi fisibel basis awal

266
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Metode yang digunakan untuk periodik dari manajemen Perum Bulog
menentukan solusi fisibel basis awal untuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin
adalah Least Cost Method. Prinsip cara sehingga sistem pendistribusian yang ada
metode ini adalah pemberian prioritas di Perum Bulog menjadi lebih teratur.
pengalokasian pada tempat yang Dengan adanya pengalokasian beras dari
mempunyai satuan ongkos satuan setiap sumber ke tujuan secara teratur
terkecil. Least cost method dipakai maka biaya yang dikeluarkan Perum Bulog
untuk lima wilayah kerja. Beberapa dapat diminimasi dan beras terdistribusi
langkah dalam penggunaan least cost tepat pada waktunya.
method adalah sebagai berikut: Biaya yang dikeluarkan oleh Perum
Pilih variabel Xij (kotak) dengan biaya Bulog Malang dalam pendistribusiannya
transport (cij) terkecil dan alokasikan antara lain adalah biaya muat gudang,
sebanyak mungkin. Ini akan biaya simpan, biaya sopir serta kernet, dan
menghabiskan baris i atau kolom j. biaya bahan bakar. Biaya muat gudang
Dari kotak-kotak sisanya yang layak merupakan biaya untuk pekerja kasar atau
(yaitu yang tidak terisi atau kuli yang bertugas memindahkan beras ke
dihilangkan) pilih cij terkecil dan truk. Upah untuk kuli angkut beras
alokasikan sebanyak mungkin. dihitung sesuai dengan jumlah beras yang
Kemudian langkah-langkah tersebut mereka angkut ke armada, sedangkan
dilakukan sampai semua kebutuhan biaya bahan bakar dihitung sesuai dengan
untuk rakyat miskin tersalurkan. jarak yang ditempuh oleh masing-masing
b. Menentukan entering variable dan truk. Biaya simpan per kilogram beras
leaving variable dari variabel-variabel yang ditetapkan Perum Bulog untuk
nonbasis. masing-masing sumber. Adapun upah
Tahap ini adalah tahap berikutnya dari sopir dan kernet dihitung berdasarkan hari
teknik pemecahan persoalan kerja. Shang et al. (2009) menyatakan
transportasi, setelah solusi fisibel basis bahwa dalam penentuan biaya distribusi
awal diperoleh. Pada MODI, hanya harus seimbang antara biaya persediaan
perlu ditemukan satu jalur uji yaitu jalur dan biaya transportasi dimana biaya
pada segi empat yang memiliki indeks transportasi meliputi, biaya bahan bakar,
perbaikan paling bagus. biaya gudang, operator, dan biaya
pengiriman.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pendistribusian beras Bulog 3.2. Hasil pengolahan data dan
Selama ini pendistribusian yang pembahasan
dilakukan oleh Perum Bulog hanya sebatas Setelah dilakukan pengolahan data
untuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin dengan least cost method dan dilakukan
tanpa memperhatikan biaya yang mereka optimalisasi dengan menggunakan MODI,
keluarkan dan jumlah beras yang tidak diperoleh perubahan jumlah kelurahan
stabil setiap tahunnya. Oleh karena itu yang harus dipasok oleh masing-masing
sistem pendistribusian yang baik sumber untuk setiap wilayah kerja. Hasil
merupakan salah satu faktor terpenting pengolahan data dari kelima wilayah kerja
untuk meminimalkan biaya distribusi yang sub divisi Bulog Malang dapat dilihat pada
dipakai. Jika pendistribusian yang ada di Tabel 1. Secara lebih spesifik, sebagai
Perum Bulog berjalan lancar maka hal ini contoh pendistribusian beras ke masing-
sesuai dengan pernyataan Kotler (2002) masing kelurahan untuk sebagian wilayah
bahwa produsen harus melakukan sesuatu Kota Malang dapat dilihat pada Tabel 2.
lebih dari sekedar mendesain sistem
saluran yang baik dan menjalankannya.
Sistem tersebut membutuhkan modifikasi

267
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 1. Perubahan Kondisi Bulog Sebelum Dan Sesudah


Sebelum optimasi diterapkan, sub divisi
Penerapan Metode Transportasi Bulog Malang memasok beras dari 10
Wilaya Keteran Sum Sebelum Hasil Persent sumber ke seluruh tujuan dari masing-
h Kerja gan ber Optimasi ase
Penuru masing wilayah kerja. Setelah dilakukan
nan
Biaya optimasi dengan metode transportasi, tidak
Kota S1 57 27 15.97% semua sumber menyalurkan ke seluruh
Malang Tujuan kelurahan kelurahan
S2 57 31 tujuan, tetapi satu tujuan dipasok dari satu
kelurahan kelurahan sumber. Walaupun demikian, masih ada
Beras S1 170,100 178,545
kg kg beberapa kelurahan yang dipasok dari 2
S2 271,770
kg
258,885
kg
sumber karena keterbatasan jumlah beras
Biaya S1 Rp22,556, Rp18,953, di gudang. Pada Kota Malang, kelurahan
Distribu dan 790 784
si S2
yang dipasok dari S1 dan S2 adalah
Kota S3 24 15 11.2% Kelurahan Tanjungrejo. Pada Kota batu,
Batu Tujuan kelurahan kelurahan
S4 24 10
kelurahan yang dipasok dari S3 dan S4
kelurahan kelurahan adalah Kelurahan Sumberrejo. Pada
Beras S3 58,990 kg 58,990 kg
S4 37,352 kg 37,352 kg
Kabupaten Malang 1, kelurahan yang
Biaya S3 Rp6,480,3 Rp5,753,6 dipasok dari S5 dan S6 adalah Kelurahan
Distribu dan 53 69
si S4 Bunutwetan. Pada Kabupaten Malang 2,
Kabupa S5 130 102 17.45% kelurahan yang dipasok dari S7 dan S8
ten Tujuan kelurahan kelurahan
Malang S6 130 29 adalah Kelurahan Tegalweru dan
1 kelurahan kelurahan Kelurahan Patukpicis. Pada Kabupaten
Beras S5 576,035 576,035
kg kg Malang 3, kelurahan yang dipasok dari S9
S6 320,035
kg
319,765
kg
dan S10 adalah Kelurahan Senggreng.
Biaya S5 Rp19,768, Rp16,319, Selain itu, jumlah beras yang
Distribu dan 331 100
si S6
disimpan di masing-masing gudang juga
Kabupa S7 130 90 13.89% berubah. Pada S1, S8, dan S10 terjadi
ten Tujuan kelurahan kelurahan
Malang S8 130 42
peningkatan jumlah beras yang harus
2 kelurahan kelurahan disimpan di gudang. Walaupun terjadi
Beras S7 506,290 465,140
kg kg penambahan jumlah beras yang harus
S8 292,295 333,445 disimpan di masing-masing gudang, tidak
kg kg
Biaya S7 Rp19,809, Rp17,057, menjadi kendala bagi Bulog karena
Distribu
si
dan
S8
014 740 kapasitas masing-masing gudang saat ini
Kabupa S9 130 94 13.5% masih melebihi jumlah yang seharusnya
ten Tujuan kelurahan kelurahan
Malang S10 130 37
disimpan. Adapun kapasitas gudang untuk
3 kelurahan kelurahan masing-masing wilayah, dimana untuk
Beras S9 523,890 520,786
Kota Malang kapasitasnya 6,700 ton, Kota
kg kg
S10 327,015 330,119 Batu kapasitasnya 2,550 ton, dan
kg kg
Biaya S9 Rp21,036, Rp18,201, Kabupaten Malang kapasitasnya 36,000
Distribu dan 641 000 ton.
si S10

Dalam Tabel 1, terlihat adanya


perbedaaan antara kondisi awal dan hasil
pengolahan data masing-masing wilayah
kerja. Perbedaan-perbedaaan tersebut
antara lain adalah jumlah tujuan atau
kelurahan, jumlah beras, dan biaya
distribusi dari konsisi awal sebelum
optimasi dengan sesudah dioptimasi.

268
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Kondisi Awal dan Kondisi Setelah Penerapan Metode Transportasi pada Kota
Malang
Tujuan Sumber Supply Biaya Tujuan Sumber Supply Biaya
awal (Kg) (Rp) awal (Kg) (Rp)
Kotalama S1 10,500 215,766.7 Kotalama S1 22,830 469,138.5
S2 12,330 225,269.9
Mergosono S1 5360 194,689.6 Mergosono S2 15,360 328,367.6
S2 10,000 213,781
Bumiayu S1 1,165 181,804.6 Bumiayu S2 6,165 239,583.7
S2 5,000 194,309.6
Wonokoyo S1 2,250 189,045.3 Wonokoyo S2 5,250 335,816.8
S2 3,000 191,895.3
Buring S1 3,500 191,852.4 Buring S2 8,925 326,914
S2 5,425 198,712.4
Kedungkandang S1 3,495 193,423.2 Kedungkandang S2 8,745 332,706.7
S2 5,250 199,738.2
Lesanpuro S1 2,155 191,117.4 Lesanpuro S2 7,155 287,133.6
S2 5,000 200,652.4
Sawojajar S1 3,000 196,009.6 Sawojajar S1 5,040 329,296.1
S2 2,040 193,169.6
Madyopuro S1 5,100 201,195.3 Madyopuro S1 6,615 260,962.1
S2 1,515 190,743.3
Cemorokandang S1 2,885 196,221.7 Cemorokandang S1 12,885 876,366.3
S2 10,000 231,695.3
Arjowinangun S1 2,000 187,886.7 Arjowinangun S1 4,110 386,066.1
S2 2,110 188,196.7
Tlogowaru S1 3,000 193,009.6 Tlogowaru S1 5,130 330,046.4
S2 2,130 190,825.6
Balearjosari S1 2,050 200,573.9 Balearjosari S1 4,050 369,255.7
S2 2,000 200,823.9
Arjosari S1 1,000 196,223.9 Arjosari S1 1,635 320,826
S2 635 195,225.9
Polowijen S1 2,000 199,009.6 Polowijen S1 3,525 350,754.4
S2 1,525 197,889.6
Purwodadi S1 4,100 203,766.7 Purwodadi S2 9,225 374,160.1
S2 5,125 207,866.7
Blimbing S1 2,665 197,447.4 Blimbing S1 4,665 345,625.6
S2 2,000 195,852.4
Pandanwangi S1 1,190 192,636.7 Pandanwangi S2 11,190 262,624
S2 10,000 234,695.3
Purwantoro S1 2,165 194,104.6 Purwantoro S2 12,165 281,961.6
S2 10,000 231,781
Bunulrejo S1 3,710 196,939.6 Bunulrejo S2 13,710 312,836.2
S2 10,000 228,181
Kesatrian S1 935 185,887.3 Kesatrian S2 1,935 360,094.4
S2 1,000 186,095.3
Polehan S1 4,525 195,570.3 Polehan S1 9,525 441,670.1
S2 5,000 197,995.3

Ditinjau dari sisi biaya, setelah


dilakukan optimasi, dapat dilihat bahwa 4. KESIMPULAN DAN SARAN
biaya distribusi menurun sekitar 11% 4.1. Kesimpulan
sampai 17% dimana penurunan terbesar Hasil penelitian menunjukkan adanya
pada Kabupaten Malang 1 diikuti oleh perubahan pengalokasian jumlah beras
Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap wilayah kerja. Pada Kota
dengan penerapan sistem distribusi yang Malang, S1 mengirimkan 178,545 kg beras
baik dan efektif, maka biaya distribusi dan S2 mengirimkan 258,885 kg beras
dapat ditekan. Dengan rendahnya biaya sehingga menghasilkan biaya distribusi
distribusi, maka total biaya logistik juga sebesar Rp 18,953,784. Kota Batu, S3
dapat ditekan. Chopra dan Meindl (2010) mengirimkan 58,990 kg dan S4
menyatakan bahwa pemilihan saluran mengirimkan 37,325 kg sehingga
distribusi yang tepat dapat meningkatkan menghasilkan biaya distribusi sebesar Rp
level ketersediaan produk pada biaya yang 5,753,669. Kabupaten Malang 1 untuk S5
minimum. menyalurkan 576,305 kg beras dan S6

269
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
menyalurkan 319,765 kg beras, sehingga
menghasilkan Rp 16,319,100. Kabupaten
Malang 2 untuk S7 menyalurkan 465,140
kg beras dan S8 menyalurkan 333,445 kg
beras, sehingga menghasilkan Rp
17,057,740. Kabupaten Malang 3 untuk S9
menyalurkan 520,786 kg beras dan S10
menyalurkan 330,119 kg beras, sehingga
menghasilkan Rp 18,201,000. Prosentase
penurunan biaya distribusi kelima wilayah
kerja sebesar 1117 % dibandingkan dari
biaya distribusi sebelum diterapkannya
metode transportasi.

4.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan faktor kontinyuitas pasokan
beras ke gudang perlu diperhatikan. Selain
itu, dalam komponen biaya transportasi,
perlu mempertimbangan biaya perawatan
dan biaya fasilitas sehingga hasil bisa lebih
akurat.

5. DAFTAR PUSTAKA
Chopra, S. 2003. Designing the
distribution network in a supply
chain. Transportation Research Part
E. Vol 39. p 123-140.
Chopra, S and Meindl, P. 2010. Supply
Chain Management, Strategy,
Planning, and Operation. Pearson
Education Inc. New Jersey. USA.
Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi
Milenium Jilid 1. Terjemahan
oleh Hendra Teguh, Ronny A. Rusli,
dan Benyamin Molan. Prenhallindo
. Jakarta.
Martinson, K, A. 2011. Optimal Transport
Pricing of Inland Freight for Cement
Haulage at Ghacem Limited. Thesis.
Kwame Nkrumah University of
Science and Technology, Kumasi.
http://dspace.knust.edu.gh.
Shang, et.al. 2009. Distribution Network
Redesign for Marketing
Competitiveness. Journal of
Marketing Research. Vol. 73. Issue
2. p146-163.

270
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

TINJAUAN TERHADAP POWER OF TWO POLICIES DALAM MANAJEMEN


PERSEDIAAN

Henry Yuliando*)
*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM

Abstract

In inventory management, it recognizes multistage systems as characterized by


multiple locations where inventory decisions have to be made. These decisions including how
we can work with the reorder interval as the decision variable over which cost is optimized
instead of the order quantity. The second reason is that instead of determining the optimal
solution for ordered quantity, the reorder intervals are easier to use in practice but are not
necessarily optimal.
In inventory systems, the objective is to find the lot size and the reorder interval
between consecutive production runs. Clearly, while planning production, it is natural to
think in terms of producing items once every planning period (for example, shift, week, or
month). When working with the order quantity as the decision variable, the corresponding
reorder interval may be any real number such as 1.85 weeks, 2.3 weeks, or an irrational
number, for example. Such reorder intervals make resource planning over time a very
difficult task.
Another advantage is that in a multi-stage production system, at each stage it is
necessary to ensure that all the components required to produce the batch are available at the
time of the production. This constraint is more easily formulated with the reorder interval as
the decision variable.
Those merits of using reorder intervals in inventory management provide a motivation
to study the application of Power of Two (PO2) policies both for single and multistage
system of inventory management as presented in this paper. And as an illustration, a real data
taken from a study is used to show the implementation of this policy.

2. LATAR BELAKANG Dalam


Manajemen persediaan merupakan manajemenpersediaan,terdapatsistembertin
suatu cara mengendalikan persediaan agar gkatyangditandai olehbeberapa lokasi atau
dapat melakukan pemesanan yang tepat stasiun kerja atau pabrik,di
dan dengan biaya yang optimal. manakeputusanpersediaanharus dibuat.
Pengendalian persediaan merupakan Keputusan initermasuk bagaimanakita
aktivitas mempertahankan jumlah dapatbekerja denganreorder
persediaan pada tingkat yang dikehendaki. interval(interval pemesanan ulang) sebagai
Pada produk barang, pengendalian variabelkeputusan dengan biayaoptimal.
persediaan ditekankan pada pengendalian Dalam sistempersediaan,tujuannya
material. Pada produk jasa, pengendalian adalahuntuk menemukanukuran lotdan
diutamakan sedikit pada material dan reorder intervaluntuk kegiatan produksi
banyak pada jasa pasokan karena yang kontinyu. Sedangkan dalam
konsumsi sering kali bersamaan dengan perencanaan produksi tersebut, adalah
pengadaan jasa sehingga tidak wajar untuk menentukan bahwa kegiatan
memerlukan persediaan (Liestyowati, produsi berlaku periodik (misalnya, shift,
2010). minggu, atau bulan). Ketika
bekerjadenganjumlah pesanan ekonomis

271
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sebagai variabelkeputusan,pemesanan mesin dalam sistem produksi ketika
ulang dapat terjadi dalam unit banyak item yang harus diproduksi dalam
seperti1,85minggu, 2,3minggu,atau angka mesin tertentu (Muckstadt dan Amar,
irasional lainnya.Hal ini akan menyulitkan 2010).
rencana produksi. Dalam PO2, konsep dasar yang
Keuntungan lain bekerja dengan digunakan ialah bagaimana mencari nilai
reorder interval adalahbahwa dalamsistem reorder intervalT = 2TL, = {0,1,2,3, . . .
produksimulti-tahap, pada setiap }yang dapat memberikan nilai biaya
tahapperlu untukmemastikan bahwa persedian (ZT) yang minimal sebagaimana
semuakomponen yang diperlukanuntuk diilustrasikan pada gambar berikut
menghasilkanbatchtersediapada
waktuproduksi. Kendalaini * * *
Z (2l 1TL ) > Z (2l TL ) Z (2l +1TL ), l
lebihmudahdiformulasikan denganreorder * *
Z (2l TL ) Z ( 2l +1TL ), l = 0
interval sebagai variabelkeputusan.
Berdasarkan berbagai
manfaataplikasi reorder interval tersebut di
atas, menjadi suatu motivasiuntuk
melakuan aplikasi kebijakan Power of
Two (PO2), baik untuksistem tunggal
danmulti-stage dalam kerangka
manajemen persediaan, sebagaimana yang
disajikandalam makalah ini. Dansebagai
ilustrasi, dengan menggunakan datariil dari
sebuah penelitian, metode PO2 tersebut
diaplikasian untuk Gambar 1. Total Average Annual Cost
menunjukkankeunggulan dari kebijakan dalam Reorder Interval PO2
ini. (Sumber: Muckstadt dan Amar, 2010)

1.1. Studi tentang PO2 policies Dengan menentuan reorder interval


Tipe kebijakan manajemen yang dapat menghasilkan biaya rendah
persediaan yang menggunakan dasar yang paling mendekati biaya optimal maka
periode perencanaan power ot two multiple kegiatan produksi secara periodik sesuai
sebagai reorder interval dikenal sebagai dengan perencanannya dapat dikelola lebih
power of two policy (PO2 policy). PO2 efisien. Bahkan aplikasi PO2 juga dapat
policy lebih baik dibanding bila kita digunakan untuk membantu pemilihan
menggunakan PO3, PO4, atau POn policy suplier yang dapat menyesuaikan dengan
dimana n merupakan bilangan bulat non- jadwal produksi yang ditetapkan.
negative integer. Hal ini didasari oleh (A.Mendoza, et al, 2010)
kenyataan bahwa dalam pemodelannya Aplikasi PO2 juga dapat diterapkan
PO2 memberikan selisih tidak lebih dari untuk sistem multistage, misalkan terdiri
6% dibanding dengan solusi optimal ketika dari fasilitas produksi, gudang danritel.
dicari dengan Economic Order Quantity - Untuk sistem ini, perlu koordinasiantara
EOQ). Dengan kata lain, jika distribusi danproduksi disejumlah tahap.
membandingkan kemungkinan biaya Dengan kapasitas produksi yang terbatas
terburuk di antara tipe POn policy, biaya dan asumsi kebijakanmanajemen
terburuk PO2 policy paling mendekati persediaan bersifat stasioner dan nested,
biaya optimal. Selain itu, PO2 policy maka solusi terbaik adalah dengan
membuat penjadwalan produksi menjadi penentuan reorder interval yang konstan.
lebih mudah dilakukan. PO2 policy juga (J. Boissie`re, et al, 2007). Dalam
berguna dalam menjamin keseimbangan pengembangannya, kebijakan PO2 juga

272
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dapat dibatasi oleh kendala biaya Sehingga reorder interval minimum
transportasi ketika diaplikasikan untuk selama TL. Kendala ini dinyatakan
kasus multi-eselon. (H.C. Huang, et al, dalam T = nTL, n {1,2,3, . . . },
2004). dimana nilai n merupakan pangkat 2 =
{1,2,4,8,16, . . . .}
1.2. Asumsi dan notasi dalam Model Model PO2 policy selanjutnya
PO2 ditentukan dengan persamaan berikut:
Model PO2 diturunkan dari persamaan 3 o 3
21 np = l Ts
untuk mencari nilai order yang ekonomis lm m
(Economic Order Quantity EOQ) t
dimana: dimana @ = nu merupakan opimal
1 reorder interval untuk model EOQ.
min Z (Q ) = C + K Q + 2 hQ
Q0 Nilai TL ditentukan sebagai berikut
3 t 
2R X n u = @
Xw 
, atau
w

1
EOQ model:
2
dimana @ 2R
@
Z(Q) = biaya persediaan rata- 2@x @x 
rata tahunan
Oleh karena itu, reorder interval PO2
Q = kuantitas pesanan 3
h = biaya simpan per unit yang optimal minimal @ =

per tahun (=IC), I = persentase (%)
0,707@ , namun tidak lebih besar dari
2@ = 1,414@ .
K = biaya order/setup
= tingkat permintaa (per
tahun) Karena Z(T) merupakan convex
C = harga per unit function dari T (@3 @ @|), Z(T2)
Reorder interval T = Q/subtitusi max }~@3 , ~@|  , maka
R
untuk Q oleh T menghasilkan ~2 @x 
3
A ~)2@ ., ~ @ .
K 1 K 1 
min Z (T ) = T + hT or min Z (T ) = T + gT for g = h
T 0 2 T 0 2 Biaya yang timbul atas reorder interva
3
yang ditentukan = @ atau @ .
Selanjutnya, biaya ini adalah sama
3 3
untuk d + g ~@ ketika salah satu
Solusi optimal solution diperoleh 
dengan dari interval pemesanan diberlakukan.
3 3 3
~ d @ g = d + g ~@ ,sehingga
dZ (T )
=0 
dT biaya untuk reorder interval optimal
3
dimana 2@ atau @ adalah sama

3
d2 +
K
T= dan Z (T * ) = 2 K g atau ekuivalen dengan
g 
3
g ~@  1,06~@  , sehingga
Reorder interval T, bersifat non- 
negatif, yang merupakan kendala satu- kemungkinan terburuk biaya yang
satunya untuk mencari solusi optimal. timbul dengan penerapan PO2 policy
Dalam penentuannya, terdapat rencana adalah maksimal 6% lebih besar dari
dasar yang memiliki reorder biaya optimal (106 % ~@ )
intervalTLyang merupakan nilai integer
dikalikan dengan TL. (shift, hari, 1.3. Algoritma PO2 Policy
minggu, or tahun). Solusi optimal untuk PO2 dapat
ditentukan dengan menggunakan 3

273
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tahapan prosedur berikut (Muckstadt dan iii. Untuk setiap sub-grafik Gk,
Amar, 2010): k = 1, . . . ,M, tidak terdapat
jalur langsung untuk (Gk
,G+k ) dari Gkdimana
K (Gk ) K (Gk+ )
<
g (Gk ) g (Gk+ )

Gambar 2. Sistem serial


Keterangan:
N(G) = {1, . . . ,n} node set
A(G) = {(n,n1), . . . , (2,1)
Gambar 3. Graph G bagian dari graph G
Untuk sistem serial berlaku:
n
K Tahap 1. Menentukan optimal partition
( P) min i + g iTi menggunakan string algorithm, untuk
i =1 T i sistem serial ialah sebagai berikut:
subject to Langkah 1: Tentukan nilai k = 1, i = 1.
Ti = 2li TL , l i {0,1,2,...}
Tentukan N(Gk) = {1}.
Langkah 2: Tentukan i +1 i. Jika i
Ti Ti 1 0, n, lanjut ke langkah 3.
Kendala pertama sebagai aplikasi Langkah 3: jika K(Gk)/g(Gk) Ki/gi,
PO2 policy. maka k+1 k dan N(Gk) =
Kendala kedua menunjukkan {i}. Kembali ke lagkah 2, dan
nestedness policy atau bila node n- tetapkan N(Gk){i}
1 pesan sebanyak q unit maka node N(Gk). Jika k> 1, lanjut ke
n menyediakan kelipatan integer q langkah 4; bila tidak, kembali
unit. ke langkah 2.
Persamaan di atas adalah Langkah 4: Tetapkan l = k.
permasalahan (P), diperlukan Langkah 5: Jika K(Gl1)/g(Gl1)
relaksasi (dengan kendala lebih K(Gl)/g(Gl), tentukan k = l
minimal), sebagai berikut: dan kembali ke langkah2.
Jika sebaliknya, lanjut ke
n
K
( RP) min i + g iTi langkah 6.
i =1 T i Langkah 6: N(Gl1)N(Gl)
Ti Ti 1 0, N(Gl1) dan l1 l. Jika
l> 1, kembali ke langkah 5.
disebut sebagai permasalahan (RP) Sebaliknya bila k = l kembali
ke langkah 2.
Theorema. Bila terdapat M reorder
intervals T(1), . . . ,T(M). Kondisi Tahap 2. Menghitung , solusi untuk RP
yang dibutuhkan agar reorder dasar,
interval menjadi optimal untuk Setelah solusi optimal diperoleh
masalah (RP) adalah: dengan algoritma di atas,
i. Terdapat partisi (G1, . . . selanjutnya menentukan nilai T =
,GM) dari G sehingga T(k) = t 
u 
K(Gk)/g(Gk),
Tahap 3. Menentukan reorder interval
ii. T(1) T(2) T(M)
PO2 yang optimal:
(layak), dan

274
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3 t  3
2R n = @
= annual demand (hasil peramalan)
Xw u  Xw
a. Natural Bag Jenis Coin
T*p = (2l) x (TL) = 277 kg
Proses Ki(Rp) hi (Rp) hi(Rp) gi(Rp)
No.
1 6.400.000 550.000 100.000 13.850.000
dimana T= reorder interval, TL= 2 6.400.000 450.000 90.000 12.465.000
3 6.400.000 360.000 180.000 24.930.000
periode perencanaan dasar (1/12 4 6.400.000 180.000 180.000 24.930.000
dalam setahun), T*p= reorder
interval PO2 policy. Iterasi 1
Langkah 1: Menentukan k=1, i= 1,
Sedangkan order optimal setiap pesan N (G)=}1
ditentukan dengan Langkah 2: Menentukan i= 2
t 
Y = n
t Langkah 3: Menghitung =
u 
M 7.455.555
= 0,46 dan
3|.85.555
membandingkannya dengan
t 7.455.555
dimana : = = = 0,51.
u 3.478.555
permintaan/ tahun t  t
K = biaya Karena
u 
< u, berarti

tetap order / setup proses 2 tidak dimasukkan
IC = biaya ke dalam N (G1).
simpan per unit/ tahun Menambah subgraph N
(holding cost) (G2)= }2 dan menentukan
k= 2.
1.4. Ilustrasi : kasus perusahaan
Heraton Craft, Yogyakarta Iterasi 2
Heraton Craft adalah perusahaan Langkah 2: Menentukan i= 3
t 
=
yang memproduksi produk kerajinan
Langkah 3: Menghitung
seperti tas, dompet, dan macam lainnya u 
7.455.555
dengan bahab baku yang memiliki 4 = 0,51 dan
3.748.555
stasiun kerja (rumah produksi) sebagai membandingkannya dengan
t 7.455.555
= = 0,26.
berikut:
u 4.|5.555
t  t
Karena
u 
> u, berarti

proses 3 dimasukkan ke
dalam N (G2).
Gambar 4. Sistem serial Perusahaan Langkah 4: Menentukan l= k= 2.
Heraton Craft (Annia, 2011) Langkah 5: Mengingat kembali
t  7.455.555
= = 0,46;
u  3|.85.555
Keterangan:
Ki = fixed cost = labor cost/ unit time kemudian menghitung
t 
hi = holding cost/ tahun =
u 
7.455.555f7.455.555
= 0,34.
hi = perbedaan holding cost setiap
proses 3.748.555f4.|5.555
t  t 
= hi hi+1 Karena > , maka
u  u 
gi = annual holding cost tiap pesan dilanjutkan ke step 6.
sebesar
3
=


275
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Langkah 6: Menentukan N (G1)N a. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis coin
(G1) N (G2) = N (G1) =
. Menentukan l= l-
1= 2-1= 1 dan menentukan
k= l= 1. b. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis kecil = 961.160
Iterasi 3 c. Biaya yang dikeluarkan untuk
Langkah 2: Menentukan i= 4 natural bag jenis tanggung/ medium
Langkah 3: Menghitung = 449.053
d. Biaya yang dikeluarkan untuk
dan membandingkannya dengan natural bag jenis besar = 653.466,67
Sedangkan jumlah biaya dengan model
. > , PO2 policy yang optimal (Fixed cost/
berarti proses 4 dimasukkan ke dalam N pesanan (K) Rp 130.000,00; biaya/ unit
(G1). Karena k= 1, maka tidak perlu produk (C) Rp 28.000,00; dan asumsi
kembali ke step 4 dan algorithm berakhir holding cost rate (I) 0,2/ tahun):
a. Biaya yang dikeluarkan untuk
karena i+1= 5 >n. Jadi, N (G1)= . natural bag jenis coin
T=

b. Biaya yang dikeluarkan untuk


= years natural bag jenis kecil = 918.771,39
c. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis tanggung/ medium
= 424.777,85
l* = 3 d. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis besar =
T*p = (2l) x (TL) = (23) x = 681.789,85
0,67 years Untuk mengetahui perbedaan biaya yang
Jadi, reorder interval bahan baku dikeluarkan dengan model EOQ dan PO2
agel untuk natural bag jenis coin policy, sebagai berikut:
adalah 0,67 tahun (8 bulan). a. Natural bag jenis coin

Dengan cara serupa di atas diperoleh:


b. Natural Bag Jenis Kecil : = 568 b. Natural bag jenis kecil = -4,41%
kg, T = 0,33 tahun (4 bulan). c. Natural bag jenis tanggung/ medium
c. Natural Bag Jenis Tanggung/ = -5,41%
Medium : = 123 kg, T = 0,67 d. Natural bag jenis besar = 4,33%
tahun (8 bulan).
d. Natural Bag Jenis Besar : = 260 Terbukti bahwa dengan PO2 policy
kg : T = 0,67 tahun (8 bulan). biayayang timbul tidak lebih besar 6% dari
Biaya total per tahun: biaya optimal.

2. RINGKASAN
Dengan metode EOQ: untuk (Fixed cost/ Persediaan (inventory) merupakan
pesanan (K) Rp 130.000,00; biaya/ unit faktor sangat penting untuk menjamin
produk (C) Rp 28.000,00; dan asumsi berlangsungnya kegiatan produksi ataupun
holding cost rate (I) 0,2/ tahun): penjualan agar dapat berjalan sesuai
rencana. Pengelolaan (manajemen)

276
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
persediaan diperlukan agar diperoleh biaya H.C. Huang, E.P. Chew, and K.H. Goh,
yang optimal dalam pengadaannya. 2005, A two-echelon inventory
Keputusan dalam pengadaan persediaan system with transportation capacity
ialah ditentukan oleh biaya order/setup dan constraint, European Journal of
biaya simpan. Sedangkan hasil dari Operational Research, (167) 129
keputusan tersebut adalah mengenai kapan 143
pengadaan (pemesanan) mesti dilakukan. J. Boissie`re, Y. Frein, and C. Rapine b,
Dalam pendekatan EOQ akan 2008, Optimal stationary policies in
dihasilkan interval order yang terkadang a 3-stage serial production-
tidak lazim atau menyulitkan dalam distribution logistic chain facing
penjadwalannya, sehingga diperlukan constant and continuous demand,
suatu pendekatan dalam keputusan order European Journal of Operational
tersebut berdasarkan interval waktu yang Research, (186) 608-619.
utuh. Metode PO2 menawarkan peluang John A. Muckstadt, and Amar Sapra,
untuk menentukan waktu order dimana 2010, Principles of Inventory
keluarannya dalam kondisi terburuk Management, Springer Series in
maksimal hanya 6% dari biaya yang Operations Research and Financial
optimal. Engineering, Springer New York
Dalam aplikasinya PO2 dapat Dordrecht Heidelberg London
bekerja melalui string algorithm, dimana Liestyowati Ir, M.E. 2010. Manajemen
melalui sebuah ilustrasi dapat dibuktikan Operasional Lanjutan. Pusat
total biaya yang timbul dengan penerapan Pengembangan Bahan Ajar-UMB
PO2 policy hanya selisih kurang dari 6%
terhadap biaya optimalnya. Dan lebih
lanjut, bilamana terdapat tuntutan
pengendalian persediaan secara kontinyu
sebagai konsekuensi dari metode EOQ
untuk mencapai biaya optimal dapat
digantikan oleh variabel keputusan berupa
interval order dengan aplikasi PO2 policy
yang hasilnya adalah total biaya yang
berselisih maksimal 6% dari biaya
optimal.

3. REFERENSI
Abraham Mendoza, and Jos A. Ventura,
2010, A serial inventory system with
supplier selection and order quantity
allocation, European Journal of
Operational Research, (207) 1304-
1315.
Annia Septa Yudhinuraini, 2011, Skripsi,
Analisis persediaan produk
handicraft di perusahaan Heraton
Craft, Fakultas Teknologi Pertanian,
UGM.

277
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENERAPAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DALAM PERENCANAAN


PENGADAAN BAHAN BAKU PEMBUATAN PRODUK BIHUN KERING.
(Studi Kasus pada PT. Tunas Melati Perkasa, Surabaya)

Usman Effendi1, Sakunda Anggarini2*, Didik Supriono3


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, 65145
*Email : anggarini.anggri@gmail.com

Abstrak

Pengaturan kedatangan bahan baku sangat diperlukan untuk menjamin proses


produksi dapat berjalan baik. Supply chain management (SCM) bekerja memastikan barang
pada tempat dan waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan tanpa menyebabkan stock
yang kurang maupun berlebihan. Penelitian terapan ini bertujuan untuk menyusun
perencanaan pengadaan bahan baku tepung maizena untuk produksi bihun kering terkait
dengan penentuan kuantitas yang sesuai sekaligus mengkaji besarnya biaya yang timbul
melalui pendekatan SCM dibandingkan dengan keadaan aktual perusahaan sebelumnya.
Model rantai pasokan menunjukkan rantai informasi diawali dari permintaan bihun
kering dari distributor kepada perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan pemesanan tepung
maizena oleh perusahaan kepada supplier. Pola data permintaan produk jadi yang
dikonversikan menunjukkan bahwa teknik seasonal index merupakan metode terbaik yang
bisa diterapkan dalam meramalkan permintaan bahan baku pada perusahaan. Selanjutnya,
hasil analisis SCM menetapkan idealnya perusahaan melakukan pemesanan bahan baku
dengan kuantitas rata-rata sebesar 21.266,95 kg perbulan yang akan menimbulkan biaya
pengadaan sebesar Rp 135.333.741,00 perbulan. Besarnya kuantitas menunjukkan adanya
penurunan servicelevel penyimpanan bahan baku sebesar 4% yang mengindikasikan
penurunan pada biaya penyimpanan, sedangkan besarnya biaya menunjukkan adanya
penurunan biaya pengadaan total sebesar Rp 20.162.775,00 perbulan. Keduanya
menunjukkan informasi timbulnya penghematan yang cukup signifikan pada perusahaan
setelah diterapkannya pendekatan SCM dibandingkan dengan sistem pengadaan bahan baku
yang diterapkan sebelumnya.
Kata kunci : Permintaan bahan baku, Supply chain management, peramalan, kuantitas, biaya.

1. PENDAHULUAN berwarna lebih putih serta dari segi harga,


Bihun merupakan produk makanan tepung maizena juga relatif lebih murah
kering yang dibuat dari beras dengan atau dibandingkan tepung beras (Wonojatun
tanpa penambahan bahan tambahan dkk, 2009).
makanan yang diijinkan, berbentuk khas PT. Tunas Melati Perkasa
bihun, mempunyai kadar air maksimal memproduksi bihun kering berbahan
13%, abu maksimal 1%, dan protein tepung maizena dengan merk dagang
minimal 4% (Anonimous, 2011a). Saat ini Rosebrand. Kapasitas produksi rata-rata
tepung maizena sudah cukup dikenal adalah 1 ton bahan baku per 1 kali proses.
sebagai bahan baku utama pembuatan Produksi dilakukan tidak secara kontinyu
bihun disamping tepung beras. Bihun karena bergantung pada ada atau tidaknya
kering berbahan tepung maizena memiliki pesanan produknya. Kondisi ini
keunggulan tekstur yang lebih kenyal, berpengaruh pada proses penyediaan

278
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bahan baku Artinya bahwa pengadaan dalam mengambil keputusan dan atau
bahan baku dilakukan berdasarkan ada menentukan kebijaksanaan yang berkaitan
tidaknya produksi dimana jumlahnya dengan perencanaan pengadaan tepung
ditentukan berdasarkan besarnya maizena. Dengan menggunakan
permintaan produk oleh distributor. pendekatan metode Supply Chain
Ketidakpastian terhadap permintaan Management secara bertahap dan
produk menimbulkan masalah berkesinambungan juga diharapkan dapat
ketidakpastian pemesanan bahan baku, meningkatkan produksi yang
hingga suatu waktu bahan baku tersedia berkesinambungan.
terlalu banyak hingga 4000 kg dari jumlah
rata-rata kebutuhan sedangkan di waktu
yang lain bisa terjadi kekurangan hingga 2. METODE PENELITIAN
2000 kg dari kebutuhan rata-rata yang Tahapan penelitian perencanaan
diolah. Masalah ketidakseimbangan bahan pengadaan bahan baku untuk produksi
baku ini menyebabkan ketidakseimbangan bihun kering dengan pendekatan Supply
produksi yang cukup signifkan. Chain Managementdilakukan berdasarkan
Pendekatan Supply Chain urutan prosedur sebagai berikut : (1) survei
Management memiliki aliran informasi pendahuluan; (2) identifikasi masalah; (3)
yang cepat dan akurat antara elemen pendefinisian sistem; (4) penentuan
jaringan, seperti pemasok, perusahaan, batasan masalah dan asumsi; (5) penetapan
distributor, dan konsumen. Supply Chain variabel dan parameter; (6) pengumpulan
Management mengaplikasikan bagaimana data; (7) penganalisaan data; (8) penarikan
suatu jaringan kegiatan produksi dan kesimpulan dan pemberian saran.
distribusi suatu perusahaan dapat bekerja
bersama-sama untuk memenuhi kepuasan 2.1. Pendefinisian Sistem
konsumen, mengurangi biaya, mengurangi Pendefinisian sistem dilakukan
waktu, memusatkan kegiatan perencanaan terhadapkomponensistempengadaanbahan
dan distribusi (Siagian, 2005). Keunggulan bakuuntukmempermudahscopepenelitian
kompetitif Supply Chain Management yang terdiridarisupplier tier
adalah kemampuannya dalam mengelola 1danperusahaan. Penelitian ini termasuk
aliran barang dalam suatu rantai pasokan. dalam upstream supply chain karena
Hal ini sesuai dengan tujuan supply chain aktifitas yang dilakukan adalah pengadaan
management untuk memastikan barang bahan dan digunakan dua rantai pasok
pada tempat dan waktu yang tepat untuk (dua level). Secara umum model rantai
memenuhi permintaan konsumen tanpa pasokan pada PT Tunas Melati Perkasa
menciptakan stock yang berlebihan ditunjukkanpadaGambar 1.
(Pujawan, 2010).
Dari uraian latar belakang di atas,
penelitian ini ditujukan untuk (1)
menentukan kuantitas pengadaan tepung
maizena untuk produksi bihun kering
dengan pendekatan supply chain
management; (2) menentukan biaya yang
timbul terkait pengadaan tepung maizena
dengan pendekatan supply chain
management dibandingkan dengan
keadaan aktual perusahaan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pihak
perusahaan sebagai bahan pertimbangan Gambar 1. Model Rantai Pasokan di PT Tunas
Melati Perkasa

279
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pemesanan bahan baku.
2.2. Penentuan batasan masalahdan
asumsi 2.5. Analisis Data
1. BatasanMasalah A. Jumlah Pengadaan Bahan Baku
a. Rantai pasokan terdiri dari dua 1. Perhitungan jumlah
level, yaitu antara supplier permintaanbahanbaku (demand)
dengan manufaktur (assembler). Perhitungandilakukandenganmeng
b. Kinerja supply chain gunakanpersentaserendemen yang
management diukur dari aspek dihasilkanproduk.
biaya pengadaan bahan baku
dan tingkat pelayanan.
2. Asumsi 2. Peramalan Permintaan Bahan Baku
a. Proses produksi bihun kering Data yang dipakai sebagai dasar
berjalan secara normal. peramalan permintaan bahan baku
b. Harga bahan baku tidak adalah data kebutuhan bahan baku yang
mengalami perubahan. dikonversikan dari data penjualan (satu)
c. Tepung maizena tersedia tahun terakhir dari perusahaan.
sepanjang waktu pada supplier. Peramalan terhadap permintaan bahan
baku dilakukan dengan bantuan
2.3. Penetapan Variabel dan program SPSS 17 dengan menggunakan
Parameter metode Expert Modeler, sebuah
Variabel dan parameter yang aplikasi dalam SPSS 17, dimana
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. metode terbaik akan dicari secara
otomatis dari masing-masing seri
Tabel 1. Parameter dan Variabel yang Digunakan dependent (Anonimous, 2011b).
No Parameter Variabel
1 Jumlah bahan baku Starting Inventory 3. Penentuan Lead Time
yang harus dipesan On order quantity Lead time yang
Order up to target
Order Quantity dipakaidalamperhitungansupply
chainadalah rata-rata lead
Service Level of inventory
2 Biaya pengadaan Ordering cost and Purchasing
timeberdasarkanprobabilitaslead
bahan baku cost timetersebut. Dalam hal ini, lead time
Holding cost
Shortage cost
yang ada di perusahaan adalah 2 (dua)
hari.
2.4. Pengumpulan Data 4. Penentuan Safety Stock
Metodepengumpulan data yang
digunakan adalah (a) Observasi, data 5. Perhitungan Persediaan Awal (Starting
dilakukan dengan pengamatan secara Inventory)
langsung terhadap proses pengadaan Starting inventory pada periode
tepung maizena untuk produksi bihun awal mencangkup permintaan selama
kering di PT Tunas Melati Perkasa; (b) lead time.
Wawancara, dilakukan dengan melakukan
tanya jawab dengan staf, karyawan bagian Setelah periode pertama, kuantitas
produksi dan gudang bahan baku yang bahan baku pada awal periode
berkaitan pengadaan tepung maizena; (c) berikutnya sampai periode terakhir
Dokumentasi, dilakukan dengan berdasarkan kuantitas bahan baku
mempelajari catatan atau arsip yang periode sebelumnya dengan rumus
berhubungan dengan penelitian yang sebagai berikut:
dimiliki perusahaan. Data yang digunakan
adalah data produksi, permintaan, 6. Perhitungan Order Up To Target (R)
persediaan bahan baku, dan data

280
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Perhitungan order up to target persediaan merupakan biaya yang
berdasarkan lead time dan safety stock.
stock timbul akibat tidak tersedianya
bahan baku di gudang yang
7. Perhitungan On Order Quantity (O) terjadi apabila permintaan lebih
Nilai on order quantity untuk besar daripada barang yang ada di
periode pertama sama dengan jumlah gudang. Biaya kekurangan
permintaan pada periode pertama (D1), persediaan dalam gudang bahan
karena periode awal dari perhitungan baku sama deng
dengan biaya
dengan supply chain management dan pemesanan khusus.
diasumsikan tidak memiliki persediaan
di gudang dari periode sebelumnya,
sebelum
sehingga dapat dinyatakan dengan Total Biaya =
rumus:

Nilai on order quantity untuk 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


periode berikutnya sama dengan nilai
order quantity periode sebelumnya 3.1. Perencanaan pengadaan bahan
baku dengan pendekatan SCM

8. Perhitungan Order Quantity (Q) A. Kebutuhan bahan baku


Perhitungan order quantity Pengadaan bahan baku dengan
diformulasikan sebagai berikut: pendekatan metode supply chain
management memerlukan data kebutuhan
9. Perhitungan Service
ervice Level of Inventory bahan baku untuk menentukan kuantitas
Perhitungan persentasi terhadap tingkat bahan baku yang harus dipesan pada
pelayanan bagian gudang bahan baku supplier dalam jangka waktu tertentu
tertentu. Data
(storage)) untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan bahan baku yang digunakan
bagian produksi adalah sebagai berikut pada penelitian ini dikonversikan dari data
: historis penjualan bihun kering ooleh
perusahaan selama 3) tahun terakhir
dengan periode bulanan yang dimulai dari
bulan Juli 2010 sampai Juni 2011. Data
B. Biaya Pengadaan Bahan Baku penjualan bihun kering pada PT Tunas
1. Biaya pemesanan dan Pembelian Melati Perkasa disajikan pada Gambar 2.
(ordering and purchasing cost)
cost

2. Biaya penyimpanan (holding


holding cost
= HC)
Biayapenyimpananmeliputib
iayapenerangan, biaya memiliki
persediaan (biaya modal),
modal biaya
penyusustan bahan baku,
biayadepresiasigudang,
danbiayatenagakerjagudang.

3. Biaya kekurangan persediaan


Gambar 2. Data penjualan 3 tahun
(shortage cost = p)
terakhir
Biaya kekurangan

281
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

B. Peramalan kebutuhan bahan baku C. Safety stocks


Hasil dari konversi data penjualan Safety stock atau persediaan pengaman
tersebut digunakan sebagai data kebutuhan merupakan jumlah persediaan bahan
bahan baku per periodenya, data yang harus disediakan oleh perusahaan
kebutuhan bahan baku kemudian untuk mencegah terjadinya kekurangan
digunakan untuk peramalan perencanaan (stockout). Besarnya safety stock
pengadaan bahan baku dengan melakukan ditentukan berdasarkan besarnya
peramalan permintaan bahan baku untuk permintaan selama lead time. Hasil
satu tahun mendatang. Menurut Handoko perhitungan menunjukkan jumlah safety
(2005), peramalan jangka pendek stock adalah 2087,5 kg, artinya
merupakan peramalan yang dilakukan perusahaan harus menambahkan tepung
untuk penyusunan hasil ramalan yang maizena sebanyak 2.087,5 kg pada
waktunya satu tahun atau kurang. kapasitas produksi awal periode untuk
Peramalan kebutuhan bahan baku mengantisipasi terjadinya kekurangan
menggunakan software SPSS 17. bahan baku (stockout of inventory).
Berdasarkan hasil peramalan, pola
data peramalan termasuk dalam pola data D. Perhitungan dengan pendekatan
musiman (seasonal). Menurut Nasution SCM
(2003), pola musiman merupakan Perhitungan supply chain
karakteristik dari beberapa rangkaian management dimulai dengan menghitung
permintaan, fluktuasi permintaan suatu starting inventory, on order, order up to
produk dapat naik turun di sekitar garis target, dan order quantity. Nilai order
trend dan biasanya berulang setiap tahun. quantity pada periode sekarang akan
Pola data peramalan kebutuhan tepung menjadi nilai on order periode berikutnya.
maizena dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil perhitungan dari perencanaan
pengadaan bahan baku untuk produksi
bihun kering dengan pendekatan supply
chain management dapat dilihat pada
Tabel 2

Gambar 3. Hasil peramalan kebutuhan


tepung maizena selama 1 tahun

282
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Hasil Perhitungan Supply Chain Management Perencanaan Kebutuhan Tepung
Maizena Periode Juli 2011- Juni 2012

Starting Order Up to Order Quantity


Periode Inventory (I) On Order (O) Target (R) (Q) Demand (D)
Juli 2011 24.606,14 21.518,64 66.643,42 20.518,64 21.518,64
Agustus 24.606,14 20.518,64 67.798,27 22.673,49 21.903,59
September 23.221,19 22.673,49 69.147,01 23.252,33 22.353,17
Oktober 23.541,51 23.252,33 66.954,28 20.160,44 21.622,26
Nopember 25.171,58 20.160,44 61.256,17 15.924,15 19.722,89
Desember 25.609,13 15.924,15 73.772,23 32.238,95 23.894,91
Januari 2012 17.638,37 32.238,95 61.339,42 11.462,10 19.750,64
Februari 30.126,68 11.462,10 62.771,32 21.182,54 20.227,94
Maret 21.360,84 21.182,54 65.874,91 23.331,53 21.262,47
April 21.280,91 23.331,53 66.564,94 21.952,50 21.492,48
Mei 23.119,96 21.952,50 61.278,01 16.205,55 19.730,17
Juni 25.342,29 16.205,55 67.260,37 25.712,53 21.724,29
Jumlah 285.624,74 250.420,86 790.660,35 254.614,75 255.203,45
Rata-rata 23.802,06 20.868,41 65.888,36 21.217,90 21.266,95

untuk proses produksi tanpa ada


E. Perbandingan biaya service level kekurangan maupun kelebihan persedian.
Dari data pemesanan aktual dan
produksi yang dilakukan perusahaan bulan Tabel 3. Perbandingan Service Level
Juni 2010 hingga Juli 2011 dapat Gudang Bahan Baku
dilakukan perhitungan terhadap service Metode Service Level
level. Besarnya service level perusahaan Aktual perusahaan 104%
adalah sebesar 103,76% atau 104%. Hal Supply Chain Management 100%
Selisih 4%
ini berarti perusahaan tidak mengalami
kekurangan bahan baku untuk periode 3.2 Biaya
tersebut, tetapi perusahaan lebih A. Biaya Aktual Perusahaan (Tanpa
mengalami 4% kelebihan bahan baku dari Pendekatan Supply Chain
total kebutuhan bahan baku untuk proses Management)
produksi, sehingga dapat menambah biaya 1. Biaya Pemesanan dan Pembelian
penyimpanan bahan baku. (Ordering and Purchasing Cost)
Perhitungan service level setelah Selama ini perusahaan melakukan
pendekatan supply chain management pemesanan bahan baku melalui
dilakukan dengan menggunakan data telepon, sehingga biaya pemesanan
order quantity (Q) perhitungan supply meliputi biaya telepon dan biaya
chain management dan demand hasil administrasi. Menurut data
peramalan kebutuhan bahan baku untuk perusahaan, dalam satu bulan
satu tahun ke depan. Hasil perhitungan pemesanan rata-rata dilakukan
service level setelah pendekatan supply sebanyak dua kali dengan tujuan
chain management sebesar 99,77% atau tempat pemesanan adalah supplier
100%. Hal ini berarti bagian gudang dapat di Surabaya dan Gresik. Biaya
memenuhi semua kebutuhan bahan baku pembelian dihitung berdasarkan
kuantitas bahan baku yang datang

283
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
di perusahaan. Selama ini Pendekatan metode supply chain
perusahaan tidak menanggung management dapat mengurangi
biaya transportasi untuk frekuensi pemesanan bahan baku
kedatangan bahan baku sehingga karena jumlah bahan baku yang
biaya pembelian hanya dipengaruhi dipesan dan periode kedatangan
oleh harga bahan baku. Dari hasil sudah dapat ditentukan.
perhitungan, diperoleh hasil biaya Perhitungan biaya pemesanan dan
pemesanan dan pembelian adalah pembelian adalah sebesar Rp
sebesar Rp 147.158.960,00/bulan. 127.610.685,00/bulan.
Tingginya total pemesanan dan 2. Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
pembelian tepung maizena Biaya penyimpanan dalam
dikarenakan perusahaan tidak penelitian ini meliputi biaya
melakukan perhitungan secara penerangan, biaya depresiasi
terperinci mengenai berapa jumlah gudang, biaya penyusutan bahan
tepung maizena yang harus dipesan baku dan biaya tenaga kerja.
sesuai dengan kebutuhan produksi. Perhitungan biaya penyimpanan
2. Biaya Penyimpanan (Holding Cost) adalah sebesar Rp
Biaya penyimpanan meliputi biaya 7.723.055,60/bulan.
penerangan, biaya depresiasi 3. Biaya Kekurangan Persediaan
gudang, biaya penyusutan bahan (Shortage Cost)
baku dan biaya tenaga kerja Biaya pembelian dihitung
gudang. Besarnya biaya berdasarkan kuantitas bahan baku
penyimpanan yang didapatkan dari yang datang di perusahaan.
hasil perhitungan adalah sebesar Selama ini perusahaan tidak
Rp 8.310.555,60/bulan. menanggung biaya transportasi
3. Biaya Kekurangan Persediaan untuk kedatangan bahan baku
(Shortage Cost) sehingga biaya pembelian hanya
Perusahaan secara aktual jarang dipengaruhi oleh harga bahan
mengalami kekurangan persediaan, baku.
sehingga dapat memenuhi semua 4. Total Biaya Pengadaan Bahan Baku
permintaan konsumen. Di lain sisi, (Total Cost)
perusahaan mengalami kelebihan Total biaya pengadaan bahan
bahan baku yaitu 4% dari jumlah baku setelah pendekatan metode
kebutuhan bahan baku untuk supply chain management adalah
proses produksi atau sebesar sebesar Rp 135.333.741,00/bulan.
28.049 kg dalam setahun. Perhitungan total biaya
4. Biaya Total (Total Cost)
Total biaya pengadaan bahan baku Hasil perhitungan pengadaan bahan
diperoleh dari hasil penjumlahan baku antara sebelum dan sesudah
seluruh komponen biaya pendekatan supply chain management,
pengadaan bahan baku. Total biaya maka dapat diketahui bahwa biaya
pengadaan tepung maizena secara pengadaan dengan pendekatan metode
aktual perusahaan (sebelum supply chain management lebih rendah
pendekatan supply chain daripada pengadaan bahan baku aktual
management) adalah sebesar Rp perusahaan (tanpa pendekatan supply
155.496.516,00/bulan. chain management). Perbandingan biaya
B. Biaya Bahan Baku dengan Pendekatan pengadaan bahan baku dapat dilihat pada
Supply Chain Management Tabel 5.
1. Biaya Pemesanan dan Pembelian
(Ordering and Purchasing Cost)

284
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 5. Perbandingan biaya pengadaan bahan baku per bulan (dalam rupiah)
Biaya Pemesanan dan Penyimpanan Kekurangan Total
Pembelian Persediaan
Metode
Aktual 147.158.960,00 8.310.555,60 0 155.496.516,00
Perusahaan
Supply Chain 127.610.685,00 7.723.055,60 0 135.333.741,00
Management
Selisih 19.548.275,00 587.500,00 0 20.162.775,00

gudang bahan baku pada perusahaan


Tabel 5 menunjukkan bahwa biaya menjadi sebesar 100%, dengan
pemesanan dan pembelian mengalami menurunkan penyimpanan kuantitas
penurunan karena pada pendekatan supply tepung maizena. Dengan pendekatan
chain management bahan baku yang supply chain management, bagian gudang
dipesan dan dibeli berdasarkan dapat memenuhi kebutuhan bagian
perencanaan kebutuhan bahan baku sesuai produksi tanpa mengalami kekurangan
dengan hasil peramalan dari data historis atau kelebihan. Total biaya pengadaan
penjualan perusahaan. Untuk biaya bahan baku perbulan setelah melakukan
kekurangan persediaan mengalami pendekatan supply chain management
peningktan setelah pendekatan metode mengindikasikan penghematan yang cukup
supply chain management, hal ini signifikan pada biaya total persediaan
dikarenakan kuantitas bahan baku yang bahan baku.
dipesan berkurang sesuai dengan
kebutuhan bahan baku. Pada biaya 5. DAFTAR PUSTAKA
penyimpanan menggunakan pendekatan _________. 2011b. SPSS Forecasting 17.0.
supply chain management terdapat http://www.google.co.id/search?
penurunan sebesar Rp 587.500,00 dari hl=jw&client=firefoxa&hs=n5f&rls
biaya penyimpanan secara aktual =org.mozilla%3AenUS%3Aofficial
perusahaan, sehingga juga berpengaruh &q=expert+modeler+forecasting&bt
terhadap total biaya pengadaan bahan baku nG=search. Diakses tanggal 9 Juli
dengan yang mengalami penurunan 2011.
sebesar Rp 20.162.775,00 perbulan, Anonimous. 2011a . Bihun, SNI 01-2975-
sehingga perusahaan bisa menghemat 1992 Revisi SII. 0228-79.
biaya total pengadaan bahan baku tiap Agribisnis.deptan.go.id/xplore/files/..
bulannya. ./SNI.../4.pdf. Diakses tanggal 23
Mei 2011.
4. KESIMPULAN Handoko, T. 2005. Dasar-Dasar
Dalam penelitian perencanaan Manajemen Produksi dan Operasi.
pengadaan bahan baku untuk produksi Gramedia Widiasarana Indonesia.
bihun kering dengan pendekatan supply Jakarta.
chain management pada PT. Tunas Melati Nasution, A. 2003. Perencanaan dan
Perkasa ini dapat disimpulkan bahwa total Pengendalian Produksi. Prima
pemesanan tepung maizena yang Printing. Surabaya.
diterapkan setelah melakukan pendekatan Pujawan, I. 2010. Supply Chain
supply chain management telah Management Edisi Kedua. Guna
menyempurnakan Service level pada Widya. Surabaya

285
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Siagian, M. 2005. Applikasi Supply Chain
Dalam Dunia Bisnis. PT Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Wonojatun, C.S Tunggal, A., Karsono, Y.,
Larasati, V.A. 2009. Produksi Mi
Berbahan Baku Tepung Jagung
dengan Teknologi Sheeting.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Insitut Pertanian Bogor.
Bogor.

286
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

TINJAUAN PROFIL PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA ANGGUR


DI KABUPATEN BULELENG

Sri Mulyani *), Bambang Admadi *), Ketut Satriawan *) , Made Hendra Mardiana*)
*)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana,

Abstrak

Kabupaten Buleleng sebagai sentra komoditi anggur di Provinsi Bali beberapa tahun
terakhir ini mengalami penurunan produksi, agar pengembangan kawasannya tepat maka
profil kawasan hortikultura anggur perlu disusun didasarkan pada 6 (enam) pilar
pengembangan hortikultura
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengembangan hortikultura anggur di
Kabupaten Buleleng. Penelitian menggunakan metode survai dengan penentuan sampel
lokasimenggunakanpurposive sampling. Sementara itu, responden yang terdiri dari petani /
kelompok tani, stakeholder serta instansi terkait ditentukan dengan simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukan rata-rata pendapat responden yang menyatakan sesuai
dan tidak sesuainya program : 1) pengembangan kawasan hortikultura 78,88% dan 20,00%,
2) penerapan GAP/SOP 68,88% dan 29,63%, 3) penerapan manajemen rantai pasokan
(supply chain management) 59,10% dan 40,90%, 4) penerapan fasilitas terpadu investasi
hortikultura 64,18% dan 33,32%, 5) pengembangan kelembagaan 19,99% dan 79,18%, 6a)
peningkatan konsumsi hortikultura 44,06% dan 51,48% , sedangkan 6b) pada akselerasi
eksport 7,91% dan 92,09%. Berdasarkan pelaksanaan program 6 pilar pengembangan hanya 4
program yaitu 1) pengembangan kawasan hortikultura; 2) penerapan GAP/SOP; 3)
penerapan manajemen rantai pasokan; 4) penerapan fasilitas terpadu investasi hortikultura
sudah dilaksanakan dengan rata-rata kesesuaianprogram cukup tinggi (67,76%). Namun 2
program yaitu 5) pengembangan kelembagaan dan 6) peningkatan konsumsi hortikultura
serta akselerasi eksportdalam pelaksanaannya mempunyai rata-rata kesesuaian rendah
(22,99%)

Kata kunci :anggur, Buleleng, 6 pilar pengembangan hortikultura.

2006). Komoditianggur merupakan


1. PENDAHULUAN komoditi yang pengembangannya masih
Keragaman karakteristik lahan, terbatas. Hal ini dibuktikan dengan
agroklimat serta sebaran wilayah yang luas minimnya lokasi sentra pengembangan
memungkinkan wilayah Indonesia anggur di Indonesia, hanya meliputi Kota
digunakan untuk pengembangan Buleleng (Bali), Kota Palu (Sulawesi
hortukultura tropis dan sub tropis. Tenggara), dan Probolinggo (Jawa Timur)
Indonesia merupakan salah satu negara (Setiadi, 1986).
penghasil buah tropis yang memiliki Menurut Anonim (2010),
keanekaragaman dan keunggulan cita rasa Kabupaten Buleleng merupakan satu-
yang cukup baik bila dibandingkan dengan satunya sentra pengembangan komoditi
buah-buahan dari negara-negara penghasil anggur di Pulau Bali . Keberadaannya
buah tropis lainnya (Anonim. tanaman anggur telah dikenal dan ditanam

287
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sejak tahun 1984 di desa Pengastulan, tergantung sehingga tidak dapat
Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng terpisahkan. Ke enam pilar ini merupakan
sejak saat itu tanaman ini mulai fokus kegiatan prioritas dalam
berkembang dengan pesat ke desa-desa, mengembangkan hortikultura yang
hingga sampai ke Kecamatan Gerokgak dilakukan dengan simultan dan terintegrasi
dan Kecamatan Banjar. Varietas tanaman antara pusat, provinsi, dan kabupaten
yang ditanam meliputi: Gross Colman, dalam memfasilitasi dan mempermudah
Frakenthaler, Isabella, Alphonso Lavalle, akses swasta/pengusaha untuk
dan Briliant. Berdasarkan data statistik mengembangkan hortikultura (Anonim,
pada tahun 2009 tercatat luas lahan 2008). Penelitian ini bertujuan untuk
penanaman anggur di kabupaten Buleleng mengetahui profil pengembangan
adalah 1.118,51 ha dengan populasi kawasan hortikultura anggur di Kabupaten
592,668, dengan produksi 14.841 ton buah Buleleng. Diharapkan dari penelitian ini
anggur. Hasil ini merupakan produksi dari akan tersedia data base pengembangan
3 kecamatan penghasil utama anggur yaitu kawasan hortikultura anggur di Kabupaten
Kecamatan Banjar : 6.486 ton, Kecamatan Buleleng dan sebagai informasi ilmiah
Seririt : 4.501 ton dan Kecamatan Gerogak dalam pengembangan kawasan
: 3.851 ton. Sebagai satu-satunya sentra hortikultura anggur di Kabupaten Buleleng
pengembangan komoditi anggur di Bali,
saat ini Buleleng mengalami permasalahan 2.METODE PENELITIAN
karena beberapa tahun terakhir ini Penelitian menggunakan metode
produksi anggur di Kabupaten ini survai dengan penentuan sampel
mengalami penurunan. lokasimenggunakanpurposive sampling.
Berkaitan dengan hal tersebut Sementara itu, responden yang terdiri dari
maka profil kawasan hortikultura anggur petani / kelompok tani, stakeholder yaitu
perlu disusun agar pengembangannya pengepul lokal, pengepul desa, dan
tepat. Penyusunan profil ini didasarkan pedagang besar. serta instansi terkait
pada 6 (enam) pilar pengembangan ditentukan dengan simple random
hortikultura dengan kegiatan utama, yaitu : sampling. Lokasi penelitian adalah di
1) pengembangan kawasan agribisnis Kecamatan Banjar, Kecamatan Seririt dan
hortikultura, 2) penerapan manajemen Kecamatan Gerokgak Kabupaten
rantai pasokan (supply chain Buleleng, penelitian ini dimulai dari
management/SCM), 3) penerapan bulan Desember 2010 Februari 2011.
budidaya pertanian yang baik (Good Sumber data yang digunakan dalam
Agriculture Practices/GAP) & Standard penelitian ini adalah data primer dan data
Operating Procedure (SOP),4) fasilitasi sekunder.
terpadu investasi hortikultura (FATIH),
5)pengembangan kelembagaan usaha, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
serta 6) peningkatan konsumsi dan ekspor 3.1.Pengembangan kawasan agribisnis
(Anonim, 2008). hortikultura
Enam pilar pengembangan Pengembangan kawasan agribisnis
hortikultura ini digunakan untuk profil hortikultura anggur terpusat di tiga
pengembangan kawasan hortikultura kecamatan yaitu Kecamatan Banjar, Seririt
anggur di Kabupaten Bulelelng karena dan Gerokgak. Tujuan dari pengembangan
keenam pilar ini mampu mengatasi kawasan agribisnis hortikultura adalah
berbagai kandala dan permasalahan yang meningkatkan produksi, produktivitas dan
terkait dalam upaya peningkatan produksi, mutu hasil pertanian.Nilai rata-rata
mutu, daya saing produk hortikultura dan pendapat responden pada pengembangan
keenam program kegiatan ini merupakan kawasan hortikultur, dapat dilihat
satu kesatuan yang saling terkait dan padaTabel 1.

288
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1 menunjukan bahwa nilai memerlukan partisipasi dari semua
rata-rata pendapat responden pada stakeholder, masyarakat sebagai pengelola,
program kawasan pengembangan dan peran serta instansi pemerintah terkait
hortikultura anggur sebanyak 78,88% baik itu pemerintah daerah, Badan
menyatakan ya, 20,00% menyatakan tidak, Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP,
dan 1,12% menyatakan dalam proses. Dari maupunBalai Proteksi Tanaman Pangan
Tabel 4 nampak bahwa kontribusi terbesar dan Hortikultura/BPTPH. Hal ini
dari jawaban responden yang menyatakan merupakan bentuk tanggung jawab dalam
tidak adalah pada uraian no 2 dan uraian rangka penyediaan produk anggur
no 3 hal ini karena sampai saat ini belum Buleleng dengan jumlah dan mutu yang
ada pengkajian terhadap kawasan memadai.
agribisnis di beberapa desa di Kabupaten
Buleleng. Kajian kawasan agribisnis

Tabel 1.Nilai rata-rata pendapat responden pada pengembangan kawasan hortikultura anggur.

Pendapat (%)
No Uraian Ya Tidak Dalam proses

1 Keberadaan Kawasan agribisnis hortikultura telah sesuai dengan 100 - -


RUTR
2 Kajian tentang kawasan Agribisnis 13,33 73,34 13,33
3 Keterlibatan instansi terkait/pemangku kepentingan dalam penetapan 40 60 -
kawasan agribisnis hortikultura
4 Koordinasi/sosialisasi dengan kabupaten yang masuk dalam kawasan 93,3 6,7 -
5 Identifikasi potensi lahan & kondisi agroklimat 100 - -
6 Identifikasi potensi areal pengembangan komoditas anggur di 53,4 46,6 -
Kabupaten Buleleng
7 Identifikasi masa panen dari komoditas anggur di Kabupaten 93,3 6,7 -
Buleleng
8 Identifikasi sarana & prasarana pengairan di kawasan 100 - -
9 Identifikasi sarana & prasarana jalan di kawasan 100 - -
10 Identifikasi sarana & prasarana pasca panen di kawasan 60 40 -
11 Identifikasi alur rantai pasar komoditas anggur di Kabupaten Buleleng 100 - -
12 Identifikasi tujuan pasar dari komoditas anggur di Kabupaten 93,3 6,7 -
Buleleng
Rata-rata 78,88 20,00 1,12

Dalam uraian no.6, 46,6%


responden menyatakan tidakkarena dalam 3.2 Penerapan budidaya pertanian yang
pengembangan potensi areal komuditas baik (Good Agriculture Practices/GAP)
anggur, belum ada sosialisasi dan & (Standard Operating Procedure/SOP)
pembinaan, dari Badan Pengkajian
Teknologi Pertanian/BPTP maupun dari Penerapan GAP/SOP menjadi
balai pelatihan sehingga anggur Buleleng panduan umum dalam melaksanakan
belum bisa menjadi unggulan daerah. budidaya tanaman buah khususnya anggur.
Responden juga berpendapat kurangnya Nilai rata-rata pendapat responden pada
sarana dan prasarana pasca panen anggur penerapan budidaya pertanian yang baik
dalam rangka mengembangkan kawasan (Good Agriculture Practices/GAP) &
hortikultura anggur di Buleleng, padahal (Standard Operating Procedure/SOP)
sarana dan prasarana pascapanen ini sangat dapat dilihat pada Tabel 2.
diperlukan agar komoditas anggur dapat Tabel 2 menunjukan bahwa nilai
dipertahankan mutunya sampai ke tangan rata-rata pendapat responden pada
konsumen. program penerapan GAP/SOP komuditi

289
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
buah anggur sebanyak 68,88%menyatakan kebun. Beberapa kendala dilapangan.
ya, 29,63%menyatakan tidak, dan Misalnya belum adanya Otoritas
1,49%menyatakan dalam proses. Dari Kompeten Keamanan Pangan Daerah
Tabel 2 nampak bahwa kontribusi terbesar (OKKPD) dan akreditasi, juga
dari jawaban responden yang menyatakan menghambat diterapkannya GAP dan SOP
tidak adalah pada uraian no 2, 5 dan Jawaban tidak tertinggi berikutnya
tingginya presentase dari kedua uraian terdapat pada uraian no. 8, tidak
diatas karena kurangnya peran pemerintah dimilikinya kemitraan dengan pihak
dalam memperbanyak dan swasta disebabkan petani lebih memilih
mendistribusikan buku penerapan GAP menjual produknya kepada para pengepul
dan SOP sehingga berdampak pada tidak maupun pedagang besar karena dengan
terpenuhinya standar tersebut (uraian no cara tersebut petani tidak perlu
5). Terdapatnya banyak kendala pada mengeluarkan biaya untuk trasportasi,
uraian no 6 diantaranya karena mahalnya tenaga pemetik dan tenaga pengangkut.
biaya pencetakan dan penditribusian Sedangkan uraian no 9 sebanyak 33,3%
sehingga pendistribusian buku GAP dan menyatakan tidakkarena dalam
SOP tidak merata. Kendala yang juga pelaksanaan, registrasi kebun Dinas
ditemui adalah kurang dikoordinasi Pertanian Provinsi belum sepenuhnya
dengan BPTP dan Perguruan tinggi mampu mengkaji semua wilayah yang
sehingga penerapannya tidak berjalan menjadi lahan penanaman komuditas
sesuai harapan meskipun pemerintah anggur, saat ini kebun untuk perluasan
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten penerapan GAP/SOP telah ada namun
telah menerapkan GAP pada kebun program ini tidak berjalan sebagaimana
percontohan, pelatihan dan evaluasi mestinya.

Tabel 2. Nilai rata-rata pendapat responden padapenerapan GAP dan SOP


Pendapat (%)
No Uraian Ya Tidak Dalam proses

1 Apakah ada sosialisasi penerapan GAP kepada aparat dan 100 - -


stake holder.
2 Apakah dari pemerintah telah memperbanyak dan 13,3 86,7 -
mendistribusikan buku penerapan GAP kepada kelompok
tani.
3 Dalam penerapan GAP / SOP apakah sudah ada tenaga 93,3 6,7 -
terlatih dalam penerapannya.
4 Apakah dalam penerapan GAP/SOP telah tersedia kebun 80 13,3 6,7
percontohan.
5 Apakah dalam penerapan langkah-langkah SOP sudah 60 33,3 6,7
memenuhi standar dan telah sesuai dengan panduan yang
telah dibuat
6 Apakah penerapan langkah-langkah SOP , di ketemukan 60 40 -
kendala dalam penerapannya.
7 Kebun penerapan GAP/SOP diarahkan 100 - -
8 Apakah ada kemitraan kelopok tani dalam penerapan 46,7 53,3 -
GAP/SOP dengan pihak swasta
9 Apakah dalam penerapan GAP/SOP telah ada pelaksanaan 66,7 33,3 -
registrasi kebun GAP/SOP oleh Dinas Pertanian Provinsi
dan kebun untuk perluasan penerapan GAP/SOP
Rata-rata 68,88 29,63 1,49

290
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

3.3. Penerapan manajemen rantai rantai pasokan belum teridentifikasi


pasokan (supply chain dengan baik dan tidak effisien menyangkut
management/SCM) : pasar, alur pasar, pelaku pasar, kondisi
Tabel 3menunjukan bahwa nilai rata- rantai pasar, survey keinginan konsumen,
rata pendapat responden pada penerapan harga yang diterima petani dan sistem
manajemen rantai pasokan sebanyak pembayaran. Kondisi ini tentu saja sangat
59,10%menyatakan ya ,dan merugikan petani anggur karena pasar bagi
40,90%menyatakan tidak. Dari Tabel 2 komoditas anggur tidak jelas. Hal ini yang
nampak bahwa kontribusi terbesar dari menyebabkan produksi anggur terus
jawaban responden yang menyatakan tidak menurun, karena pasar dan harga komoditi
adalah pada uraian no 1 sampai dengan tidak transparan
no. 9 . Keadaan ini menunjukkan bahwa
secara garis besar

Tabel 3. Nilai rata-rata pendapat responden pada penerapan manajemen rantai pasokan (%)

Pendapat (%)
Ya Tidak Dalam proses
No Uraian

1 Identifikasi tujuan pasar komuditas 26,7 73,3 -


2 Identifikasi alur rantai pasokan pasar komiditas anggur 26,7 73,3 -
3 Apakah ada pelaku-pelaku usaha yang berperan dalam rantai pasokan 100 - -
anggur
4 Apakah kondisi rantai pasokan pasar komuditas anggur yang ada 20 80 -
telah efisien, transparan dan komunikasi antar pelaku dalam rantai
pasokan telah berjalan dengan lancer
5 Apakah pernah dilakukan survey pasar untuk mengetahui keinginan 20 80 -
konsumen terhadap kualitas produk anggur yang dihasilkan
6 Apakah komuditas anggur yang telah dihasilkan sudah memenuhi 33,3 66,7 -
keinginan konsumen baik dari segi harga, dan mutu
7 Apakah pelaku usaha dalam setiap mata rantai pasokan telah 20 80 -
menerima harga yang wajar / adil
8 Apakah produk yang dihasilkan petani anggur telah memiliki harga 6,7 93,3 -
jual yang tinggi terhadap pedagang/tengkulak/pengepul
9 Apakah system pembayaran dalam rantai pasokan sudah berjalan 46,6 53,4 -
dengan baik ( tidak merugikan produsen)
10 Prasarana kondisi jalan usahatani 100 - -

11 Sarana kondisi jalan ke usahatani 93,3 6,7 -


12 Apakah telah tersedia sarana prasarana pasar 100 - -
13 Apakah tersedia kelembagaan/intitusi dalam setiap rantai pasokan 100 - -
14 Apakah telah tersedia sarana dan prasarana pendukung untuk 93,3 6,7 -
memperlancar rantai pasokan
15 Tersedianya system informasi jaringan komunikasi 100 -
Rata-rata 59,10 40,90 -

3.4. Penerapan fasilitas terpadu sekaligus dapat meningkatkan daya saing


investasi hortikultura produk. Tabel 4 menunjukan nilai rata-
Fasilitasi Terpadu Investasi rata pendapat responden pada fasilitas
Hortikultura merupakan konsep yang terpadu investasi hortikultura (%)
digunakan untuk menciptakan iklim usaha sebanyak 64,18%menyatakan ya, 33,32%
di bidang hortikultura yang kondusif menyatakan tidak dan dalam proses

291
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sebanyak 2,5%. Dari Tabel 4 nampak pembuatan road map pengembangan
bahwa kontribusi terbesar dari jawaban kawasan.
responden yang menyatakan tidak adalah Sedangkan uraian no 4 menurut
pada uraian no. 1 sampai penelitian pendapat responden yang menyatakan
dilakukan hanya ada dibeberapa desa saja tidak sebanyak 93,3% pelayanan
yang menjadi binaan dari Dinas Pertanian teknologi, pelayanan perijinan 66,7%,
sebagai profil kawasan anggur. Sehingga . pelayanan karantina dan pertanahan dari
tingginya presentase jawaban tidak ini Dinas Pertanian 86,7% menyatakan tidak,
disebabkan tidak terdapatnya data yang tingginya presentase pada masing-masing
transaparan profil kawasan hortikultura pelayanan publik ini diakibatkan
anggur pada desa sentra penanaman pemerintah telah memberikan sarana
anggur yang bukan/belum menjadi binaan pelayanan publik namun tidak adanya
Dinas Pertanian. Pada uraian no 2 sosialisasi dari pemerintah dan kurangnya
presentase yang menyatakan tidak tenaga pendamping dalam memberikan
sebanyak 73,3% dan uraian no 3 sebanyak pembelajaran terkait fasilitas yang
80%, tingginya kedua presentase ini diberikan. Untuk beberapa fasilitas
disebabkan tidak adanya pertemuandan pelayanan publik seperti jalan raya, jalan
dan kurangnya sosialisasi yang terkait kabupaten, jalan desa, jalan usaha tani,
permasalahan penerapan rancang bangun, infrastruktur pengairan, pelayanan saprodi,
kurangnya peran serta pemerintah daerah, keuangan, trasportasi, komunikasi,
Badan Pengkajian Teknologi informasi, dan pemasaran telah tersedia
Pertanian/BPTP, Balai Proteksi Tanaman tetapi hanya pada wilayah-wilayah yang
Pangan dan Hortikultura/BPTPH dalam mudah dijangkau saja.
hal menyebarluaskan rancang bangun dan

Tabel 4.Nilai rata-rata pendapat responden pada fasilitas terpadu investasi hortikultura (%)

Pendapat
No Uraian Ya Tidak Dalam proses
(%) (%) (%)

1 Profil Kawasan 33,3% 66,7% -


2 Rancang bangun pengembangan kawasan 6,7% 73,3% 20%
3 Apakah ada publikasi Rancang Bangun dan Road - 80% 20%
Map (alur) pengembangan kawasan dari Dinas
Pertanian
4 Apakah telah tersedia fasilitas pelayanan public
Jalan raya/provinsi 100% - -
Jalan kabupaten 100% - -
Jalan desa 100% - -
Jalan usaha tani 93,3% 6,7% -
Infrastruktur pengairan 100% - -
Pelayanan saprodi 73,3% 26,7% -
Pelayanan keuangan (bank/non bank) 80% 20% -
Pelayanan trasportasi 93,3% 6,7% -
Pelayanan komunikasi dan informasi 100% - -
Pelayanan teknologi 6,7% 93,3% -
Pelayanan pemasaran/ perdagangan 93,7% 6,3% -
Pelayanan perijinan 33,3% 66,7% -
Pelayanan karantinan dan pertanahan 13,3% 86,7% -
Rata-rata 64,18 33,32 2,5

292
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5. Pengembangan kelembagaan Responden menyatakan bahwa
Tabel 5 menunjukan nilai rata-rata pengembangan kelembagaan telah
pendapat responden pada pengembangan terbentuk kelompok-kelompok tani dan
kelembagaan sebanyak 19,99 % gapoktan, namun disayangkan belum
menyatakan ya, 79,18% menyatakan tidak adanya jejaring antra kelompok tani,
dan hanya 0,83% masih dalam proses. maupun kemitraan antar kelompok tani
Dalam pengembangan kelembagaan yang dengan pengusaha. Kelembagaan petani
menyatakan tidak sebanyak 79,17%. juga kurang berperan dalam rantai pasok,
Berdasarkan hasil penelitian keberadaan maupun dengan asosiasi pedagang.
kelompok tani dalam mengembangkan
komoditas anggur Buleleng masih terbatas.

Tabel 5 . Nilai rata-rata pendapat responden pada pengembangan kelembagaan (%)

Pendapat
No Uraian Ya Tidak Dalam proses
(%) (%) (%)
1 Apakah ada keberadaan kelompok tani dalam 73,3% 26,7% -
mengembangkan komoditas unggulan di kawasan
2 Keberadaan gabungan kelompok tani 33,3% 66,7% -
(Gapoktan) dalam mengusahakan komoditas unggulan
3 Jejaring antar kelompok tani 6,7% 93,3% -
4 Kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang / 13,3% 80% 6,7%
pengusaha
5 Peranan kelembagaan petani dalam rantai pasokan 20% 80% -
6 Pertemuan antar petani - kelompok tani/ Gapoktan 13,3% 86,7% -
dengan asosiasi petani, asosiasi pedagang
7 Asosiasi pedagang di kawasan - 100% -
8 kemitraan kelembagaan petani dengan P4S - 100% -
Rata-rata 19,99 79,18 0,83

Semua responden menyatakan konsumsi hortikultura sebanyak


belum adanya pengembangan 44,06%menyatakan ya, 51,48%
kelembagaan asosiasi pedagang kawasan menyatakan tidak dan yang dalam proses
dan kemitraan antar petani dengan Pusat sebanyak 4,46%. Prosenstase jawaban
Pelatihan Pendidikan dan Penyuluhan tidak tertinggi dalam rangka peningkatan
Swadaya/P4S. Keadaan ini menunjukkan konsumsi terdapat pada uraian no.
bahwa pengembangan kelembagaan hanya 3,4,5,8,9,11,13 dan 15. Tidak jelasnya
terjadi pada tingkat kelompok tani dan pasar dan rantai pasokan komoditi (pilar
sebatas pada komoditasnya, sedangkan ke 3) menyebabkan ketidak jelasan volume
pengembangan kelembagaan yang lain produksi, mutu produk serta waktu
dilakukan tapi prosentasenya kecil. Hal ini produksi, hal ini tercermin dari jawaban
menyebabkan komoditas anggur tidak responden yang menyatakan tidak pada
jelas arah pengembangannya, karena uraian no 3,4 dan 5. Kondisi ini juga
pengembangaan kelembagaan baru berdampak pada tidak jelasnya waktu
19.19% terlaksana pengiriman, volume permintaan, peraturan
distribusi serta ketersediaan produk di
3.6.Peningkatan konsumsi hortikultura pasar sehingga responden yang
dan akselerasi ekspor menyatakan tidak prosentasenya juga
tinggi untuk uraian no.8, 9,11 dan 13.
Tabel 6 menunjukan nilai rata-rata Melihat kondisi tersebut promosi
pendapat responden pada peningkatan komoditas dan manfaat produk sedang

293
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dilakukan dalam proses, hal ini terlihat pengemasan yang baik untuk distribusi
dari jawaban responden pada uraian no.14 produk akan mendukung pengembangan
dan 15, adanya promosi dan manfaat komoditas anggur.
produk diharapkan akan meningkatkan
peningkatan konsumsi. Tersedia
infrastuktur, sarana pengangkutan dan

Tabel 6. Nilai rata-rata pendapat responden (%) pada peningkatan konsumsi hortikultura

Pendapat (%)
No Uraian Tidak Dalam
Setuju
setuju proses
1 Tersedia lahan untuk mengembangkan komoditas 73,3 26,7 -
2 Produsen memproduksi jenis produk yang dibutuhkan 73,3 20 6,7
konsumen
3 Produsen memproduksi dengan volume sesuai yang - 93,3 6,7
dibutuhkan konsumen
4 Produsen menghasilkan mutu produk yang sesuai dengan 33,3 60 6,7
keinginan konsumen
5 Produsen dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan waktu - 93,3 6,7
yang dibutuhkan oleh konsumen.
6 Tersedia infrastruktur yang dibutuhkan untuk 73,3 26,7 -
distribusi produk
7 Tersedianya sarana pengangkutan yang memadai untuk produk 86,7 13,3 -
segar.
8 Produsen mengetahui waktu pengiriman 13,3 86,7 -
produk yang diminta pasar.
9 Produsen mengetahui volume permintaan pasar. 26,7 73,3 -
10 Produk dikemas dalam kemasan yang 66,7 33,3 -
menjamin mutu dan tingkat kesegaran produk
11 Tersedianya peraturan yang mendukung 6,7 93,3 -
kelancaran distribusi.
12 Tersedia sarana pemasaran produk yang mudah dijangkau oleh 80 20 -
konsumen.
13 Produk selalu tersedia di tempat pemasaran. 13,3 86,7 -
14 Melakukan promosi pemasaran produk hortikultura 20 53,3 26,7%
15 Sosialisasi manfaat produk hortikultura bagi kesehatan 13,3 60 26,7%
16 Tersedia produk dengan harga terjangka 73,3 26,7 -
17 Pengemasan produk yang sesuai dengan kemampuan daya beli 66,7 33,3 -
masyarakat
18 Tidak adanya pungutan yang dapat membuat 73,3 26,7 -
harga produk mahal
Rata-rata 44,06 51,48 4,46

prosentase hanya 7,91%. Terdapat 13


Tabel 7. menunjukan nilai rata- komponen penting dengan prosentase
rata pendapat responden pada peningkatan 92.09% yang perlu disiapkan dalam
akselerasi ekspor komoditi yang mendukung akselerasi eksport seperti yang
menyatakan ya sebanyak 7,91%, dan tercantum dalam Tabel 7. Keadaan
92,09% menyatakan tidak. Hasil tersebut tersebut menunjukkan bahwa komoditas
menunjukkan bahwa dari 16 hal yang anggur belum siap untuk akselerasi
harus dipenuhi hanya ada 3 hal yang eksport.
menurut responden bisa dipenuhi dengan

294
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 7. Nilai rata-rata pendapat responden (%).pada peningkatan akselerasi ekspor komoditi

Pendapat (%)
No Uraian Ya Tidak
Dalam proses
1 Tersedia lahan untuk mengembangkan komoditas ekspor 20% 80% -
2 Produsen memahami standar mutu yang dibutuhkan pasar - 100% -
ekspor
3 Produsen mengetahui tingkat kebutuhan dari negara tujuan 66,7% 33,3% -
ekspor
4 Terdapat eksportir yang berkomitmen - 100% -
5 Eksportir memahami prosedur ekspor ekspor komoditas - 100% -
hortikultura di masing-masing negara tujuan
6 Eksportir mengetahui standar mutu masing-masing negara - 100% -
tujuan ekspor
7 Eksportir melakukan pembinaan kepada produsen - 100% -
8 Eksportir mengetahui waktu kebutuhan dari jenis komoditas - 100% -
hortikultura di negara tujuan ekspor
9 Tersedia infrastruktur yang memperlancar distribusi produk - 100% -
ekspor
10 Tersedianya rumah pengepakan yang teregistrasi - 100% -
11 Tersedianya sarana penyimpanan yang dibutuhkan - 100% -
12 Tersedianya sarana pengangkutan yang memadai 40% 60% -
13 Tersedia informasi tentang peraturan mengenai prosedur - 100% -
ekspor dari negara-negara tujuan ekspor
14 Tersedianya persyaratan SPS yang dibutuhkan - 100% -
15 Telah disusun protokol ekspor untuk komoditas hortikultura - 100% -
16 Adanya mitra eksportir di Negara tujuan ekspor - 100% -
Rata-rata 7,91 92,09 -

4. PENUTUP hortikultura; 2) penerapan GAP/SOP;


4.1 Kesimpulan 3) penerapan manajemen rantai
1. Hasil penelitian menunjukan rata-rata pasokan; 4) penerapan fasilitas
pendapat responden yang menyatakan terpadu investasi hortikultura sudah
sesuai dan tidak sesuainya program : dilaksanakan dengan rata-rata
1) pengembangan kawasan kesesuaianprogram 67,76 %. Namun 2
hortikultura 78,88% dan 20,00%, 2) program yaitu 5) pengembangan
penerapan GAP/SOP 68,88% dan kelembagaan dan 6) peningkatan
29,63%, 3) penerapan manajemen konsumsi hortikultura serta akselerasi
rantai pasokan (supply chain eksportdalam pelaksanaannya
management) 59,10% dan 40,90%, 4) mempunyai rata-rata kesesuaian
penerapan fasilitas terpadu investasi rendah 22,99%
hortikultura 64,18% dan 33,32%, 5)
pengembangan kelembagaan 19,99% 4.2 Saran
dan 79,18%, 6a) peningkatan Berdasarkan penelitian yang telah
konsumsi hortikultura 44,06% dan dilakukan dapat disarankan yaitu perlu
51,48% , sedangkan 6b) pada dilakukan usaha pembinaan dan sosialisasi
akselerasi eksport 7,91% dan 92,09%. secara berkelanjutan dalam pelaksanaan
2. Berdasarkan pelaksanaan program 6 program pengembangan hortikultura yang
pilar pengembangan hanya 4 program telah di canangkan pemerintah daerah
yaitu 1) pengembangan kawasan maupun kabupaten utamanya pada

295
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pengembangan kelembagaan, peningkatan
konsumsi hortikultura dan akselerasi
ekspor hortikultura sehingga kecendrungan
pada sinergi peningkatan 6 pilar
pengembangan hortikultura khususnya
anggur pada akhirnya dapat peningkatan
kesejahteraan para pelaku usaha.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Kebijakan Pembangunan
Pertanian Pemerintah Kabupaten
Buleleng (Strategi Pengelolaan
Pertanian Lahan Kering). Makalah
disampaikan pada Lokakarya
Pemantapan dan Sinkronisasi
Primatani, 12-13 Juli 2006.
Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Bappeda.
Anonim, 2008. Membangun Hortikultura
Berdasarkan Enam Pilar
Pengembangan. Direktorat Jendral
Hortikultura. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Anonim, (2010), Buah Anggur sumber
antioksidan. http://E:/anti aging/ buah
anggur sumber anti oksidan.
Anonim, 2010. Sistem Pertanian Organik
Pada Tanaman Anggur Di Kabupaten
Buleleng. Dinas Pertanian dan
Pertenakan. Pemerintah Kabupaten
Buleleng.
Christopher M, 1998. Logistics and
Supply Chain Management: trategies
for Reducing Cost and Improving
Services. Londong: Prentice-Hall, Inc.
Irawan, B. 2003. Membangun Agribisnis
Hortikultura Terintegrasi dengan
Basis Kawasan Pasar. Forum
Penelitian Agro Ekonomi.Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Pujawan, IN, 2005. Supply Chain
Management. Guna Widya.
Setiadi, S. 1986. Bertanam Anggur. PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiadi. 2000. Bertanam Anggur.Penebar
Swadaya Jakarta. 86 h.

296
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

KLASTERISASI USAHA/INDUSTRI KECIL BERBASIS KHARAKTERISTIK


DAERAH UNTUK MEWUJUDKAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS
PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KABUPATEN MAGELANG

Pujo Saroyo*)
*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan agroindustri skala kecil yang


mempunyai kharakteristik yang hampir sama/saling tergantung atau membutuhkan ke dalam
beberapa wilayah kecamatan di kabupaten Magelang yang mempunyai kharakteristik yang
mendukung pertumbuhan industri-industri tersebut. Dengan melakukan survei dilapangan
dan wawancara, data-data mengenai industri-industri yang potensial, kharakteristik industri
dan kharakteristik daerah dikumpulkan. Selanjutnya, berdasarkan data tersebut, industri
industri yang saling tergantung atau membutuhkan dikelompokkan dengan menggunakan
metode klasterisasi urutan rangking atau rank order clustering (ROC). Hasil analisis
menunjukkan bahwa agroindustri skala kecil di kabupaten Magelang dapat dikelompokkan
ke dalam 12 klaster industri menurut scenario VI dengan nilai efisiensi pengklasteran
sebesar 74,40 %. Penempatan klaster-klaster industri yang terbentuk dengan metode angka
indeks gabungan menunjukkan bahwa dari 21 kecamatan yang ada di kabupaten Magelang,
hanya 13 kecamatan yang dianggap signifikan untuk mendukung pengembangan klaster-
klaster agroindustri skala kecil yang terbentuk.

Kata kunci: Agro-industri skala kecil, klasterisasi, Rank Order Clustering

1. PENDAHULUAN permasalahan yang antara lain berkaitan


Sejalan dengan rencana dengan ketersediaan bahan baku dan
pelaksanaan otonomi daerah pada tahun peralatan industri yang mendukung,
2001, daerah diberi kewenangan ketersediaan tenaga kerja yang sesuai,
sepenuhnya untuk mengatur dan maupun kesulitan pemasaran produk.
mengembangkan semua potensi yang ada Pertumbuhan industri biasanya
di daerahnya guna meningkatkan akan lebih cepat dicapai apabila suatu
pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena wilayah didukung oleh keberadaan industri
itu, pemerintah-pemerintah daerah besar yang berbasis pada sumber daya
berlomba-lomba untuk mendorong local sehingga mampu menjalankan
tumbuhnya berbagai macam industri kegiatan produksinya secara lebih efisien
(industri baru) dengan harapan untuk dan efektif dibanding industri-industri
meningkatkan pendapatan asli daerahnya. sejenis yang berskala kecil. Namun pada
Jika dilakukan tanpa perencanaan yang umumnya, keberadaan industri besar di
jelas, tumbuhnya industri-industri baru, suatu daerah tidak begitu banyak.
baik dengan atau tanpa bantuan dana Sebagian besar terdiri dari industri-industri
pemerintah, tidak semuanya dapat yang berskala kecil (AgusSri, 2000).
berkembang dengan baik. Industri-industri Bahkan industri-industri kecil tersebut
baru akan banyak mengalami pada umumnya mampu menyumbang

297
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
secara lebih signifikan pada pendapatan Dengan semakin berkembangnya
asli daerah dibanding dengan industri- penerapan filosofi Just-In-Time di dalam
industri besar. Berdasarkan pada data industri, yang mengutamakan pencapaian
tersebut, maka pengembangan industri produk yang sangat berkualitas/menuju
sebaiknya tidak boleh menghilangkan zero defects, kecepatan pemenuhan
perhatian pada pengembangan industri- kebutuhan konsumen /menuju zero Lead
industri kecil. Time, kemudahan mendapatkan bahan
Program pengembangan industri yang baku (menuju zero inventory) dan
baik haruslah didasarkan pada potensi kecepatan persiapan produksi/menuju zero
daerah yang ada dan memanfaatkan set-up time dan kedekatan dengan
keberadaan industri-industri lain supplier atau pemasok bahan baku) usaha-
disekitarnya untuk membantu aktivitas usaha pengembangan industri juga harus
produksinya. Oleh karena itu, agar mengakomodasi filosopi tersebut
program pengembangan industri dapat (Sneiderjans, 1997).
berjalan secara efektif dan efisien,
industri-industri yang mempunyai B. Konsep Teknologi Pengklasteran
kebutuhan saling melengkapi atau yang (Group technology)
mempunyai kharakteristik yang hampir Salah satu konsep yang dianggap
sama harus ditempatkan pada kelompok dapat mendukung penerapan filososi Jut-
yang sama serta ditempatkan pada daerah In-Time adalah konsep teknologi
atau kawasan yang mempunyai potensi pengelompokan (group technology).
untuk mendukung aktivitas industri- Teknologi pengelompokan menerapkan
industri tersebut. konsep kemiripan yaitu hal-hal yang mirip
harus dikelompokkan pada kelompok yang
A. Klaster Industri (Industrial sama/similar things should be done
Clustering) similarly (Askin and Standridge, 1993).
Menurut Dyah (2000), klaster Konsep seperti ini sukup popuper
industri adalah penggabungan (aglomerasi) diterapkan di bidang manufaktur.
dalam suatu daerah atau antar daerah atau Pengelompokan komponen yang
antar dari berbagai kekompok kegiatan mempunyai kharakteristik yang hampir
yang terdiri dari industri inti, industri sama/membutuhkan mesin-mesin produksi
terkait, industri penunjang, industri jasa yang sama telah dibuktikan dapat
penunjang lainnya, yang dalam mengurangi beaya penanganan bahan
kegiatannya akan saling terkait dan saling (traveling cost) serta dapat meningkatkan
mendukung peningkatan efisiensi dari efisiensi produksi. Oleh karena itu muncul
masing-masing sub-kelompok sehingga banyak metode pengelompokkan yang
daya saing yang tercipta cukup optimal. diantaranya adalah klasterisasi urutan
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa rangking (rank order clustering atau ROC)
pengembangan industri lebih difokuskan yang dikembangkan oleh King pada tahun
pada bagaimana agar industri-industri 1980 (Singh dan Rajamani, 1996).
penunjang maupun industri terkait Dengan mendasarkan pada prinsip
mendukung pertumbuhan industri inti. ROC maka akanlah sangat menarik untuk
Dengan demikian, jika pertumbuhan menerapkan metode tersebut untuk
industri-industri penunjang dan industri pengelompokan industri. Dengan analogi
terkait terhambat maka perkembangan yang sama, industri-industri yang
industri inti juga akan menjadi terhambat. mempunyai kharakterisitik yang mirip
Selain itu, metode dapat dianggap tidak sebaiknya dikelompokkan dan
memberikan peluang yang sama pada dikembangkan pada daerah yang sama.
semua industri yang potensial untuk dapat Daerah tersebut harus mempunyai
berkembang dengan baik. kharakteristik yang dibutuhkan oleh

298
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
industri-industri tersebut. Ada beberapa membaca entry angka 1 (satu)
manfaat yang dapat diperoleh dengan dan 0 (nol) sebagai suatu
adanya pengelompokan industri, yang rangkaian bilangan biner
antara lain adalah, kebutuhan bahan baku yaitu:
industri dapat diperoleh dengan cepat, P

pemasaran produk dapat dilakukan dengan (2P p x apm)


cepat, fasilitas-fasilitas industri dapat Cm = p =1 dimana
dimanfaatkan dengan efektif. (apm = 0 atau 1)
Urutkan kembali semua baris yang ada
2. METODE PENELITIAN berdasar pada nilai desimal ekuivalen
2.1. Prosedur Pelaksanaan (Cm) yang semakin menurun. Jika ada
Penelitian mengambil lokasi survei urutan yang sama maka biarkan urutan
di kabupaten Magelang. Pengumpulan tersebut tanpa mengalami perubahan.
primer dilakukan dengan menggunakan Langkah 2: Untuk kolom p = 1,2,,P,
lembar kuesioner sedangkan data sekunder hitung nilai desimal yang
dengan kunjungan ke instansi yang terkait ekuivalen (rm) dengan
yang ada. membaca entry angka 1 (satu)
Pelaksanaan penelitian dimulai dan 0 (nol) sebagai suatu
dengan mengumpulkan data-data rangkaian bilangan biner
mengenai industri-industri yang potensial yaitu:
M
dikembangkan di kabupaten Magelang. (2 M m x apm )
Selanjutnya, dari dari industri-industri rm = m =1 dimana
tersebut dapat dikumpulkan mengenai (apm = 0 atau 1)
kharakteristik industri yang potensial baik Urutkan kembali semua kolom yang ada
mengenai bahan baku, bahan antara dan berdasar pada nilai desimal ekuivalen
produk yang dihasilkan. Jika (Cm) yang semakin menurun. Jika ada
memungkinkan adanya dukungan data urutan yang sama maka biarkan urutan
sekunder, data mengenai hasil sampingan tersebut tanpa mengalami perubahan.
(by-product), limbah yang dihasilkan, Langkah 3. Jika matriks nama industri dan
maupun jenis tenaga kerja juga akan yang kharakteristik yang diperoleh
digunakan sebagai penetuan kharakteristik sudah tidak mengalami
industri. perubahan lagi maka langkah
Selanjutnya, pengumpulan data pengurutan dihentikan dan
mengenai jumlah daerah yang akan akan terbentuk beberapa
ditentukan sebagai pusat-pusat kelompok industri. Jika
pengembangan industri berdasarkan belum maka Langkah satu
kebijakan umum dari pemerintah daerah di kembali dilakukan.
Kab. Magelang juga dilakukan. Setelah hal Proses klasterisasi industri
tersebut ditentukan maka kharakteristik dikatakan berhasil dengan baik apabila
masing-masing daerah juga harus terbentuk kelompok-kelompok industri
dikumpulkan. dimana kebutuhan mengenai bahan baku,
bahan antara ataupun pemanfaatan
2.2. Analisis klasterisasi produknya dapat dipenuhi oleh industri-
Analisis pengelompokan industri industri dalam satu kelompoknya.
dilakukan dengan menggunakan metode Untuk mengukur tingkat
klasterisasi urutan rangking (ROC). kesuksesan pengklasteran industri ini,
Caranya adalah sebagai berikut: metode grouping efficiency () yang
Langkah 1: Untuk baris m = 1,2,,M, diusulkan oleh Chandrasekaran dan
hitung nilai desimal yang Rajagopalan digunakan (Singh dan
ekuivalen (Cm) dengan Rajamani, 1996). Mengingat dalam

299
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
metode pengklasteran ini menggunakan dimana
symbol-simbol angka 0 (tidak ada o e d
keterkaitan antara jenis industri dan jenis 1 = =
o e + v v dan
bahan industri yang digunakan atau
dimanfaatkan) dan angka 1 (ada MP o v
2 =
keterkaitan antara jenis industri dan jenis MP o v + e
bahan industri yang digunakan atau 1 dapat diartikan sebagai rasio antara
dimanfaatkan) maka letak angka 0 dan jumlah angka 1 di dalam blok diagonal
angka 1 akan menentukan tingkat efisiensi dengan semua angka di dalam blok
pengklasteran industri. Semakin banyak
angka 1 dan semakin sedikit angka 0 yang diagonal (angka 0 dan 1). 2 dapat
berada di dalam blok diagonal hasil diartikan sebagai rasio antara jumlah
pengklasteran menunjukkan tingkat angka 0 di luar blok diagonal dengan
efisiensi yang tinggi. Demikian pula semua angka di luar blok diagonal (angka
sebaliknya untuk angka 0 dan 1 yang ada 0 dan 1). Dengan memberikan angka bobot
di luar blok diagonal. Dengan w sebesar 0,5 maka efisiensi pengklasteran
menggunakan notasi-notasi berikut maka mempertimbangkan secara imbang antara
dapat dirumuskan: kedua ukuran tersebut. Nilai yang
Notasi: semakin tinggi menunjukkan semakin
M: banyaknya jenis industri yang akan baiknya hasil klasterisasi industri.
diklasterisasi Setelah beberapa kelompok industri
P: banyaknya jenis bahan baku, bahan terbentuk maka penempatan kelompok-
antara, atau hasil produk yangakan kelompok industri tersebut pada daerah
diklasterisasi mempunyai kharakteristik yang
d : banyaknya angka 1 yang berada di dibutuhkan dilakukan. Penempatan klaster
dalam blok diagonal industri ini menggunakan metode angka
e: banyaknya angka 1 yang berada di luar indeks gabungan yang menilai kesesuaian
blok diagonal antara bahan baku utama yang dibutuhkan
Mc: banyaknya jenis industri dalam klaster suatu klaster industri dengan potensi bahan
c baku atau bahan antara yang dapat
Pc: banyaknya jenis bahan baku, bahan disediakan oleh suatu daerah atau wilayah
antara, atau hasil produk dalam klaster c kecamatan di kabupaten Magelang.
m : indeks dari jenis industri Sebagai contoh, jika bahan baku industri
p: indeks dari jenis bahan baku, bahan yang dibutuhkan suatu klaster industri
antara, atau hasil produk adalah ketela dan tepung tapioka,
o: banyaknya angka 1 di dalam matrik sementara hasil pertanian suatu
klasterisasi daerah/wilayah adalah ketela maka angka
c: indeks dari klaster yang terbentuk indeks gabungannya (nilai kesamaannya)
v: banyaknya sel kosong (voids) dari diberi nilai 2 karena tepung tapioka juga
solusi yang diperoleh dapat dibuat dari ketela. Angka indeks
gabungan yang tertinggi menandakan

P M
o = a pm suatu klaster yang sangat cocok dengan
p =1 m =1
suatu daerah industri.

C
v = M c Pc d
c =1
3. HASIL PENELITIAN DAN

C
d = a pm PEMBAHASAN
c =1 p Pc mM c
3.1. Kondisi industri kecil di Kab.
e = o d
Magelang
Efisiensi pengklasteran dihitung
Ditinjau dari segi administrasi
dengan menggunakan formula:
pembagian wilayahnya, kabupaten
= w 1 + (1 w ) 2

300
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Magelang terdiri atas 21 kecamatan, yang Berdasarkan data statistik
dibagi lagi atas sejumlah desa dan mengenai hasil pertanian dan perkebunan
kelurahan. Pusat pemerintahan berada di menurut wilayah kecamatan di kabupaten
Kecamatan Mungkid, Magelang. Nama- Magelang, maka potensi daerah (masing-
nama kecamatan tersebut adalah masing wilayah kecamatan) untuk
kecamatan Bandongan, Borobudur, menghasilkan produk hasil pertanian dan
Candimulyo, Dukun, Grabag, Kajoran, perkebunan dapat dilihat seperti pada
Kaliangkrik, Mertoyudan, Mungkid, Tabel 2. Dari Tabel 1 dan 2 akan tampak
Muntilan, Ngablak, Ngluwar, Pakis, jelas bahwa penempatan sentra
Salam, Salaman, Sawangan, Secang, agroindustri kurang memperhatikan
Srumbung, Tegalrejo, Tempuran, dan potensi daerahnya.
Windusari.
Pada kenyataannya, pemerintah 3.2. Proses klasterisasi
daerah kabupaten Magelang sudah Proses klasterisasi agroindustri ini
memberikan fasilitas-fasilitas untuk dilakukan tidak hanya mendasarkan pada
mendukung pertumbuhan industri di industri-industri sentra yang sudah ada
kabupaten Magelang. Hal ini terlihat tetapi juga memasukkan agroindustri skala
dengan banyaknya sentra-sentra industri kecil berbasis hasil pertanian dan
yang tersebar di semua kecamatan di perkebunan lainnya yang selama ini sudah
kabupaten Magelang. Sentra-sentra dikembangkan di kabupaten Magelang
agroindustri yang berbasis pada hasil yang dapat digolongkan menjadi 34 jenis.
pertanian dan perkebunan di kabupaten Dari hasil proses klasterisasi, terdapat
Magelang dapat dilihat seperti pada Tabel enam usulan dengan nilai efisiensi seperti
1. pada Tabel 3.

Tabel 1. Sentra industri berbasis hasil pertanian dan perkebunan di kab. Magelang

JENIS SENTRA INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN DAN


NO KECAMATAN
PERKEBUNAN

1 SALAMAN Tepung Cassava, Gula Kelapa, Slondok, Anyaman Bambu


2 NGABLAK Anyaman Mendong, Anyaman Bambu
3 NGLUWAR Gula Kelapa, Krupuk Ketela/Upik-upik, Emping Mlinjo
4 CANDIMULYO Gula Kelapa, Tempe Kripik, Tempe, Tahu, Anyaman Pandan
5 BOROBUDUR Gula Kelapa, Tahu, Kerajinan Bambu, Slondok, Anyaman Pandan
6 MUNGKID Gula Kelapa
7 KAJORAN Gula Kelapa, Krupuk Ketela/Upik-upik, Anyaman Bambu
8 TEMPURAN Gula Kelapa, Slondok, Anyaman bambu
9 SAWANGAN Gula Kelapa, Enting Jahe, Marning Jagung
10 SECANG Gula Kelapa, Kue Semprong
11 SRUMBUNG Gula Kelapa
12 MUNTILAN Tempe, Tahu
13 MERTOYUDAN Tempe, Anyaman Bambu
14 SALAM Tahu, Emping Mlinjo, Dodol/Manisan
15 GRABAG Tahu, Slondok, Krupuk Ketela/Upik-upik, Anyaman Bambu
16 TEGALREJO Krupuk Ketela, Mebel Bambu
17 BANDONGAN Krupuk Ketela/Upik-upik Krupuk Kulit, Anyaman Bambu
18 KALIANGKRIK Krupuk Ketela
19 DUKUN Makanan dari Ketela
20 PAKIS Makanan dari Ketela
21 WINDUSARI Anyaman Bambu
Sumber: Dinas Perindustrian kab. Magelang (dikelompokkan kembali menurut kecamatan)

301
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 2. Kharakteristik daerah menurut produk pertaniandan perkebunan


KHARAKTERISTIK MENURUT PRODUK PERTANIAN
NO KECAMATAN
DAN PERKEBUNAN
1 SALAMAN Padi, Ketela Pohon, Tebu, Cengkeh, Rambutan, Mangga
2 NGABLAK Pisang, Jeruk
3 NGLUWAR Rambutan, Nanas
4 CANDIMULYO Kelapa, Ketela Pohon, Durian
5 BOROBUDUR Kopi, Kacang Tanah, Pepaya, Jeruk
6 MUNGKID Kacang Tanah, Kedelai, Rambutan
7 KAJORAN Kopi, Ketela Pohon , Cengkeh, Durian, Pisang
8 TEMPURAN Pepaya, Durian
9 SAWANGAN Tembakau
10 SECANG Tebu, Padi
11 SRUMBUNG Ketela Rambat, Salak
12 MUNTILAN -
13 MERTOYUDAN Tebu
14 SALAM Salak, Nanas
15 GRABAG Kelapa, Jagung, Cengkeh
16 TEGALREJO Kacang Tanah
17 BANDONGAN Mangga, Padi
18 KALIANGKRIK Teh, Tembakau, Jagung
19 DUKUN Kelapa, Nanas
20 PAKIS Tembakau, Jagung, Pepaya, Pisang, Kentang
21 WINDUSARI Ketela Rambat, Kacang Tanah
Sumber: hasil perhitungan

Tabel 3. Nilai efisiensi pengklasteran industri


NO Skenario Pengklasteran Jumlah 1 2 Grouping
Klaster Efficiency ()
1 Skenario I 9 27,3 % 98 % 62,65 %
2 Skenario II 9 26,9 % 98,3 % 62,6 %
3 Skenario III 10 39,8 % 97,6 % 68,70 %
4 Skenario IV 11 43,4 % 97 % 70,20 %
5 Skenario V 12 47,3 % 97 % 72,15 %
6 Skenario VI 12 56,2 % 96,6 % 76,40 %

klaster-klaster menurut scenario ini yang


Dari hasil perhitungan efisiensi terdiri dari 12 klaster industri. Secara
pengklasteran pada kesemua scenario yang lengkap, jenis-jenis industri yang terklaster
diusulkan, ternyata scenario VI pada kelompok yang sama dapat dilihat
memberikan nilai yang tertinggi yaitu seperti pada Tabel 4.
76,40 %. Oleh karena itu pembentukan
klaster-klaster yang dijustifikasi adalah

302
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 4. Klasterisasi industri berdasarkan jenis bahan baku,bahan antara dan produk yang
dihasilkan

Nomor Klaster Jenis Industri Jenis Bahan Baku Utama Jenis Produk
yang Diperlukan Pertanian/Perkebunan
yang Terkait
Industri Nanas Nanas
Minuman Mangga Mangga
Saribuah Durian Durian
Industri Jeruk Jeruk
Klaster I Dodol/manisan Gula Pasir Tebu
Kelapa Kelapa
Tepung Padi
beras/ketan
Industri Kue Gula Pasir Tebu
Semprong Kelapa Kelapa
Industri Kue Tepung Padi
Wajik beras/ketan Pisang
Industri Wingko Minyak goreng Kacang Tanah
Babat Pisang Ketela Pohon
Industri Enting- Gula Kelapa Jagung
Enting Kacang Tanah
Klaster II Industri Gethuk Ketela pohon
Industri Jagung
Brondong
Jagung
Industri Kue
Jipang
Industri Nata De
Coco

Industri Peyek Tepung Padi


Kacang beras/ketan Kacang Tanah
Industri Tempe Kacang Tanah Kelapa
Kripik Minyak goreng Kedelai
Klaster III Industri Tepung Tempe
Beras
Industri
Rengginan
Industri Ceriping Minyak goreng Kelapa
Klaster IV Pisang Pisang Pisang

Industri Slondok Minyak goreng Kelapa


Industri Bakpia Tepung Tapioka Ketela
Industri Emping Tepung Cassava Melinjo
Mlinjo Ketela Pohon Salak
Industri Kripik Tepung Terigu Kentang
Salak Melinjo
Industri Kripik Salak
Kentang Kentang
Klaster V Industri Tepung
Tapioka
Industri Permen
Tape
Industri Tepung
Cassava
Industri Upik-
upik/K. Ketela

303
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. (Lanjutan)
Industri Marning Jagung Jagung
Jagung
Industri Tepung
Klaster VI Jagung
Industri Emping
Jagung
Industri Gula Aren Kelapa Kelapa
Klaster VII Kelapa

Industri Tahu Kedelai Kedelai


Klaster VIII Industri Tempe

Industri Tape Beras/Ketan Padi


Klaster IX Ketan

Industri Rokok Tembakau Tembakau


Klaster X Kretek Cengkeh Cengkeh

Industri Kripik Jamur Jamur


Klaster XI Jamur

Industri Kopi Kopi Kopi


Klaster XII Bubuk

C. Penempatan Klaster Industri

Tabel 5. Kharakteristik daerah menurut potensi bahan industri yang dihasilkan

KHARAKTERISTIK DAERAH MENURUT


DAERAH KE- KECAMATAN POTENSI BAHAN INDUSTRI YANG
DIHASILKAN

Padi, Ketela Pohon, Tebu, Cengkeh, Rambutan,


1 SALAMAN Mangga
2 NGABLAK Pisang, Jeruk
3 NGLUWAR Rambutan, Nanas
4 CANDIMULYO Kelapa, Ketela Pohon, Durian
5 BOROBUDUR Kopi, Kacang Tanah, Pepaya, Jeruk
6 MUNGKID Kacang Tanah, Kedelai, Rambutan
7 KAJORAN Kopi, Ketela Pohon , Cengkeh, Durian, Pisang
8 TEMPURAN Pepaya, Durian
9 SAWANGAN Tembakau
10 SECANG Tebu, Padi
11 SRUMBUNG Ketela Rambat, Salak
12 MUNTILAN -
13 MERTOYUDAN Tebu
14 SALAM Salak, Nanas
15 GRABAG Kelapa, Jagung, Cengkeh
16 TEGALREJO Kacang Tanah
17 BANDONGAN Mangga, Padi
18 KALIANGKRIK Teh, Tembakau, Jagung
19 DUKUN Kelapa, Nanas
20 PAKIS Tembakau, Jagung, Pepaya, Pisang, Kentang
21 WINDUSARI Ketela Rambat, Kacang Tanah

304
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Sesuai dengan prosesnya, klaster- bahan baku industri (produk hasil


klaster industri yang terbentuk belumlah pertanian atau perkebunan) yang dapat
ditempatkan pada daerah/wilayah yang disediakan oleh suatu daerah/wilayah.
mampu mendukung perkembangannya. Sebagai catatan, dalam metode
Untuk mewujudkannya, pertimbangan pengukuran angka indeks gabungan ini,
mengenai daerah/wilayah yang sesuai juga potensi hasil pertanian atau perkebunan
harus dipertimbangkan. Berdasarkan peta dari suatu daerah/wilayah dapat di-break
geografis, kabupaten Magelang dibagi down menurut jenis bahan baku industri
menjadi 21 kecamatan. Oleh karena itu yang dapat diproduksi darinya. Sebagai
penempatan klaster-klaster industri contoh, jika bahan baku industri yang
tersebut akan disesuaikan dengan dibutuhkan adalah ketela dan tepung
kharakteristik ke 21 kecamatan tersebut tapioka, sementara hasil pertanian suatu
menurut potensi bahan industri hasil daerah/wilayah adalah ketela maka angka
pertanian dan perkebunan yang dapat indeks gabungannya (nilai kesamaannya)
dihasilkan seperti pada Tabel 5. diberi nilai 2 karena tepung tapioka juga
Untuk menempatkan klaster-klaster dapat dibuat dari ketela. Semakin tinggi
industri ke daerah/wilayah kecamatan nilai indeks ini maka semakin tinggi pula
yang sesuai, metode angka indeks tingkat kesesuian antara klaster industri
gabungan harus digunakan. Angka indeks dengan suatu wilayah yang sedang diukur
ini mengukur banyaknya kesesuaian antara nilainya tersebut. Metode pembandingan
jenis bahan baku industri yang dibutuhkan yang dilakukan adalah seperti pada gambar
oleh suatu klaster industri dengan jenis berikut.

Kharateristik Industri Klaster


Kharateristik Daerah ke- 1
ke- 1
berdasar potensi bahan
berdasar jenis bahan yang
yang dapat dihasilkan
digunakan

Kharateristik Industri Klaster


Kharateristik Daerah ke- 2
ke- 2
berdasar potensi bahan
berdasar jenis bahan yang
yang dapat dihasilkan
digunakan

.
.
.

Kharateristik Industri Klaster


Kharateristik Daerah ke --
ke- ---
berdasar potensi bahan
berdasar jenis bahan yang
yang dapat dihasilkan
digunakan

.
.
.

Kharateristik Industri Klaster


Kharateristik Daerah ke- n
ke- n
berdasar potensi bahan
berdasar jenis bahan yang
yang dapat dihasilkan
digunakan

Gambar 1. Metode pembandingan kharakteritik klaster industri dengan


kharakristik daerah

Dari hasil perhitungan angka mempunyai angka indeks gabungan yang


indeks gabungan, maka penempatan tertinggi. Apabila ada kesamaan angka
klaster industri pada daerah atau wilayah indeks gabungan dari suatu klaster industri
kecamatan di kabupaten Magelang dapat tertentu terhadap beberapa daerah atau
dilakukan. Penempatan klaster diutamakan wilayah kecamatan maka klaster industri
pada daerah atau wilayah kecamatan yang ditempatkan pada kesemua daerah atau

305
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
wilayah kecamatan tersebut. Sebagai ditempatkan di kecamatan Borobudur dan
contoh, Klaster industri I mempunyai juga kecamatan Mungkid. Oleh karena itu
angka indeks gabungan tertinggi (bernilai penempatan klaster ini dilakukan pada
3) jika ditempatkan di kecamatan Salaman. kedua kecamatan tersebut. Secara
Oleh karena itu penempatan klaster I harus keseluruhan, penempatan klaster-klaster
pada kecamatan ini. Namun di sisi lain, industri di semua kecamatan di kabupaten
klaster III mempunyai angka indeks Magelang dapat dilihat pada Gambar 2.
gabungan tertinggi (bernilai 2) jika

Gambar 2. Penempatan klaster industri di wilayah kabupaten Magelang

306
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Sebagai catatan, penempatan klaster tidak untuk dikembangkan klaster industri


dilakukan di kecamatan Ngluwar, mengingat potensi dukungannya yang
Muntilan, Salam, Srumbung, Mertoyudan, rendah terhadap klaster-klaster
Tempuran, Tegalrejo dan Windusari tersebut.
karena memang angka indeks gabungan
yang menunjukkan kesesuaian antara 5. DAFTAR PUSTAKA
klaster-klaster industri terhadap potensi AgusSri, Tengku, 2000, Potensi
hasil pertanian dan perkebunan di permasalahan Sektor Industri di
kecamatan-kecamatan tersebut sangat Propinsi daerah istimewa Yogyakarta,
rendah dibandingkan dengan kecamatan- makalah Seminar otonomi daerah
kecamatan lainnya. ISTAKPRIND Yogyakarta.
Anonima, 2002, Rencana Induk
4. KESIMPULAN Pengembangan Industri Kecil
4.1. Kesimpulan Menengah 2002-2004, Kebijakan dan
1. Kharakteristik atau potensi Strategis Umum Pengembangan
kecamatan-kecamatan di kabupaten Industri Kecil Menengah, Departemen
Magelang sangat beragam ditinjau Perindustrian dan Perdagangan RI,
dari segi produk hasil pertanian dan Jakarta
perkebunan Anonimb, 2003, Kebijakan Strategis
2. Potensi kecamatan-kecamatan di Pembangunan Bidang Penelitian dan
kabupaten Magelang dalam Pengembangan dan Pengembangan
menghasilkan produk hasil pertanian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
dan perkebunan kurang termanfaatkan Jakarta
dengan baik ditinjau dari Anonimc, 2005, Data Agroindustri
ketidaksesuaian antara sentra-sentra Kabupaten Magelang Tahun 2005,
industri yang ada dengan potensi yang Dinas Perindustrian, Perdagangan,
tersedia. Koperasi dan Penanaman Modal
3. Ketersediaan bahan baku, bahan Kabupaten Magelang.
antara, atau produk industri dianggap Anonimd, 2005, Perkembangan Unit
sebagai kharakteristik industri yang Usaha Kecil dan Menengah di
perlu dipertimbangkan dalam Kabupaten Magelang Tahun 2005,
mendukung pengembangan Kabupaten Magelang dalam Angka
agroindustri skala kecil di kabupaten Tahun 2005, Biro Pusat Statistic
Magelang Kabupaten Magelang.
4. Berdasarkan kebutuhan bahan baku Askin dan Standrige, 1993, Modeling and
industrinya, agroindustri skala kecil di analysis of manufacturing Systems,
kabupaten Magelang dapat John Wiley and Sons, Inc Canada
dikelompokkan menjadi 12 klaster Dyah., 2000, Klasterisasi Industri, Bahan
industri menurut scenario VI dengan Seminar Nasional Agroindustri,
tingkat efisiensi pengklasteran sebesar Jurusan teknologi Industri Pertanian,
76,40 % Yogyakarta.
5. Penempatan klaster-klaster industri Schiniederjans, Marc, 1997, Just-In-Time
yang sama di kabupaten Magelang Management, Allyn and Bacon,
dapat dilakukan di beberapa Nebraska.
kecamatan yang berbeda akibat Singh, Nanua dan Divakar Rajamani,
adanya kemiripan akan potensinya, 1996, Cellular Manufacturing
sedangkan di sisi yang lain, beberapa Systems: Design, Planning and
kecamatan tidak direkomendasikan Control, Chapman & Hall.

307
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENYUSUNAN STRATEGI PEMASARAN OBYEK WISATA PANTAI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
(Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakrta)

Afifah1), Endy Suwondo2), Novita Erma K2)


1) Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP, UGM
2) Staf pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP, UGM

Abstrak

Banyaknya obyek wisata pantai di Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul yang


turut mewarnai industri pariwisata di Indonesia dengan produk-produk wisatanya yang
semakin variatif sehingga menyebabkan persaingan semakin ketat. Kondisi tersebut
menuntut industri (termasuk industri di kawasan wisata pesisir), salah satunya obyek wisata
pantai untuk terus melakukan perbaikan dalam rangka menemukan identitas diri yang tidak
dimiliki pantai lain serta dapat survive di tengah ketatnya persaingan. Salah satu cara untuk
mencapai tujuan tersebut adalah melalui strategi pemasaran yang mantap dan sesuai.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT berdasarkan
bauran pemasaran.Analisis bauran pemasaran digunakan untuk menganalisis strategi
pemasaran Pantai Kuwaru yang meliputi 7 vairiabel yaitu product, palce, price, promotion,
process, people, dan physical evidence. Sedangkan analisis SWOT digunakan sebagai
penyusun startegi dalam perbaikan sistem pemasaran Pantai Kuwaru.
Berdasarkan analisis SWOT terhadap bauran pemasaran, strategi pemasaran yang
dapat diusulkan di Pantai Kuwaru sebagai grand stratrgy adalah mengadakan kegiatan
budidaya cemara udang melalui edukasi pengunjung/wisatawan sebagai upaya
mempertahankan daya tarik khas Pantai Kuwaru sekaligus promosi, pelatihan SDM Pantai
Kuwaru untuk meningkatkan kompetensi SDM, menjalin kemitraan dengan sesama pengelola
obyek wisata sejenis dalam rangka memperluas jaringan informasi dan memperkuat struktur
modal usaha, mengusahakan sarana transportasi dan joint promotion Pantai Kuwaru melalui
kerjasama dengan penginapan dan biro perjalanan dalam paket wisata yang ditawarkan.

Kata kunci: SWOT, bauran pemasaran, Pantai Kuwaru, strategi pemasaran

1. LATAR BELAKANG itu, suatu perusahaan dinilai berhasil


Pada era lingkungan persaingan apabila perusahaan tersebut tahu
global yang semakin kompetitif seperti bagaimana menyesuaikan diri dan
sekarang ini, muncul bisnis-bisnis baru bertindak terhadap perubahan yang terus
yang menghasilkan produk-produk sejenis menerus terjadi di pasar.
maupun produk lain yang lebih bervariasi. Berbagai faktor harus
Kondisi ini menuntut industri (termasuk diperhitungkan dalam strategi pemasaran
industri di kawasan wisata pesisir) untuk terutama kedudukan perusahaan di pasar.
terus melakukan perbaikan dalam rangka Strategi pemasaran yang berhasil pada
menemukan ciri atau identitas diri yang umumnya ditentukan oleh satu atau
tidak dimiliki wisata pesisir (pantai) lain beberapa variabel marketing mix (bauran
agar dapat survive dalam kompetisi. Hal pemasaran). Jadi perusahaan dapat
tersebut dapat tercapai melalui strategi mengkombinasikan variabel bauran
pemasaran yang mantap dan sesuai. Selain pemasaran tersebut dalam suatu renacana

308
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
strategi pemasaran secara menyeluruh. tentunya diperlukan suatu strategi yaitu
Marketing mix merupakan alat bagi pelaku dengan menggunakan kekuatan,
usaha yang terdiri dari berbagai elemen memperbaiki kelemahan, memanfaatkan
suatu program pemasaran yang perlu peluang-peluang yang ada, serta
dipertimbangkan agar implementasi mengantisipasi ancaman yang mungkin
strategi pemasaran dan positioning yang muncul agar dapat ikut bersaing di tengah
ditetapkan dapat berjalan sukses. kompetitor-kompetitornya.
Marketing mix pada produk barang, yang
meliputi product, place, price dan 2. METODE PENELITIAN
promotion berbeda dengan marketing mix Penelitian ini dilakukan dalam
untuk produk jasa. Hal ini terkait dengan beberapa tahap, antara lain:
perbedaan karakteristik antara barang dan 1. Studi literatur dan studi lapangan,
jasa, sehingga para ahli pemasaran digunakan untuk mempelajari bauran
menambahkan tiga unsur lagi yaitu pemasaran, analisis SWOT dan segala
process, people, dan phycical evidence. informasi yang dapat dijadikan
Pantai merupakan salah satu objek referensi berkaitan dengan tema
wisata yang banyak diminati wisatawan penelitian. Sedangkan studi lapangan
baik domestik maupun manca negara. dilakukan untuk mengumpulkan
Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai informasi di lapangan melalui
cukup banyak objek wisata pantai pengamatan langsung di lapangan.
khususnya di kabupaten Bantul. Salah satu 2. Pengumpulan data dilakukan untuk
pantai yang terdapat di kabupaten Bantul mengetahui strategi bauran pemasaran
adalah pantai Kuwaru. Pantai Kuwaru yang diterapkan Pantai Kuwaru yang
merupakan pantai yang dapat dikatakan dilakukan dengan observasi,
masih baru dan akan dikembangkan oleh wawancara mendalam, serta
pemerintah daerah setempat. Walupun dokumentasi.
masih baru, pantai Kuwaru memiliki 3. Data yang diperoleh selanjutnya
beberapa potensi yang telah muncul seperti dianalisis berdasarkan varibel
kekayaan biologis (flora-fauna) terutama kualitatif yaitu bauran pemasaran 7P
keberadaan vegetasi cemara laut yang (product, place, price, promotion,
rimbun dan dominan sebagai daya tarik people, process, phisical evidence)
khas sehingga dari daya tarik utama ini untuk mengidentifikasi faktor internal
kemudian wisatawan diarahkan menikmati yang berupa kekuatan dan kelemahan,
produk-produk wisata lain seperti, rumah serta faktoe eksternal yang berupa
makan seafood, pasar ikan, area bermain peluang dan ancaman.
anak, area permainan ATV, dan warung- 4. Faktor internal dan eksternal yang
warung dekat pantai. telah teridentifikasi selanjutnya
Salah satu hal yang dianggap dilakukan formulasi strategi yaitu
penting diketahui oleh pelaku usaha adalah strategi SO, WO, ST, dan WT.
mengenali bidang usahanya sendiri. 5. Keempat set strategi tersebut
Pengenalan terhadap usahanya tersebut selanjutnya disarikan ke dalam grand
antara lain dapat dilakukan dengan analisis strategi yang diusulkan.
SWOT yaitu pengidentifikasian
perusahaan terhadap kekuatannya 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
(strength), kelemahannya (weakness), 3.1. Profil Pantai Kuwau
peluang usahanya (opportunities), serta Pantai Kuwaru merupakan salah
ancaman-ancaman (threat) yang satu potensi yang dimiliki Kabupaten
berpotensi menghambat usahanya tersebut. Bantul yang bisa dibilang masih baru
Melihat Pantai Kuwaru sebagai objek karena baru ramai dikunjungi sekitar bulan
wisata pantai yang masih cukup baru, september tahun 2009. Letak pantai

309
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kuwaru sendiri yang secara Geografis warung-warung makan yang berada di
berada di Kabupaten Bantul tentu saja dekat pantai.
tidak lepas dari beberapa objek wisata lain
yang berada di sekitarnya yang juga turut 3.2. Analisis Bauran Pemasaran
berkontribusi dalam menghasilkan Analisis strategi pemsaran
pendapatan daerah. Namun, Pantai dilakukan untuk menganalisis strategi
Kuwaru di sini dipandang sebagai salah pemasaran Pantai Kuwaru berdasarkan 7
satu objek wisata unggulan yang dapat variabel, yaitu :
dikembangkan sebagai upaya a. Produk (product)
meningkatkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan empat kategori
Pantai Kuwaru berjarak sekitar 25 km dari penawaran, penawaran dalam pemasaran
kebupaten Bantul, sedangkan dari kota obyek wisata Pantai Kuwaru adalah berupa
Yogyakarta berjarak sekitar 45 km. jasa utama yang disertai barang dan jasa
Dusun Kuwaru yang terletak di tambahan. Jadi, tawaran terdiri dari satu
Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, jasa utama yang disertai jasa tambahan
kabupaten Bantul merupakan salah satu dan/atau barang pendukung. Sebagian
dusun yang diarahkan menjadi kawasan besar jasa bukanlah jasa murni, oleh
wisata karena mempunyai beberapa karenanya seringkali dalam penawaran
potensi yaitu kekayaan biologis (flora- suatu produk yang bersifat tangible
fauna) salah satunya dengan adanya menyertakan bentuk penawaran yang lain
vegetasi cemara udang yang terdapat di untuk menambah daya tarik produk.
sekitar pantai Kuwaru. Pada mulanya, Pada pemasaran obyek wisata Pantai
cemara udang hanya digunakan untuk Kuwaru, produk inti yang ditawarkan
menahan pasir yang tertiup oleh angin. adalah berupa pesona alam yang dapat
Cemara ini di tanam di sekitar pantai dinikmati pengunjung. Sedangkan produk-
Kuwaru pada tahun 2000 yang bibitnya produk pelengkap yang menambah daya
didapatkan dari pantai Samas. Vegetasi tarik obyek wisata Pantai Kuwaru adalah
cemara udang merupakan salah satu daya berupa fasilitas-fasilitas pendukung yaitu
tarik yang dimiliki pantai Kuwaru karena fasilitas bermain seperti kolam renang,
tidak ada di pantai lainnya di kabupaten ATV, dan motor elektrik. Fasilitas-fasilitas
Bantul. Adanya cemara udang juga yang terdapat di obyek wisata Pantai
membuat pantai ini cukup teduh sehingga Kuwaru adalah rangkuman dari beberapa
cocok dipergunakan sebagai tempat fasilitas yang ada di obyek wisata lain.
bersantai untuk menikmati keindahan Beberapa fasilitas bermain seperti kolam
pantai. Di samping kekayaan biologis, renang dan motor elektrik untuk anak-anak
dusun Kuwaru juga memiliki beberapa belum ada di obyek wisata pantai lainnya
potensi lainnya seperti pertanian dan khususnya di daerah Bantul seperti Pantai
perkebunan yang dapat diarahkan sebagai Parangtritis, Pantai Samas, dan Pantai
alternatif pengembangan produk wisata ke Pandansimo.
arah kawasan pantai dan keberagaman Meskipun pihak pengelola dari
kuliner yang pada saat ini belum tergarap Pantai Kuwaru belum menerapkan strategi
secara maksimal. branding (merek) atas obyek wisata Pantai
Selain menawarkan pemandangan Kuwaru, namun dengan adanya cemara
alam dan keteduhan pantai, walaupun udang dapat menjadikan obyek wisata
masih baru pantai ini sudah mempunyai Pantai Kuwaru berbeda dengan obyek
beberapa fasilitas bagi para pengunjung wisata sejenis. Seperti terlihat pada nama
seperti kamar mandi, rumah makan, pasar organisasi atau kelompok-kelompok kecil
ikan, tempat ibadah, area parkir, area yang ada di Pantai Kuwaru, bahkan nama
bermain anak-anak (kolam renang), warung-warung makan yang ada di Pantai
permainan ATV, arena outbound, serta

310
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kuwaru beberapa telah menggunakan b. Lokasi (place)
nama cemara. Berdasarkan tiga jenis interaksi
Produk utama obyek wisata Pantai konsumen dan produk yang disediakan,
Kuwaru yaitu pemandangan alam pantai jenis interaksi yang dilakukan pada obyek
dan cemara udang adalah produk yang wisata Pantai Kuwaru adalah konsumen
ditargetkan untuk semua segmen dalam hal ini pengunjung yang mendatangi
pengunjung. Fasilitas-fasilitas pendukung penyedia jasa. Dilihat dari jenis interakasi
seperti kolam renang dan motor elektrik tersebut lokasi dari obyek wisata Pantai
ditargetkan untuk segmen pengunjung Kuwaru menjadi begitu penting bagi
anak-anak. Sedangkan penyewaan ATV keberhasilan dalam pemasaran obyek
ditargetkan untuk segmen pengunjung wisata Pantai Kuwaru karena produk
dewasa. disampaikan langsung kepada pengunjung.
Berdasarkan data retribusi dan Berdasarkan faktor penentuan lokasi
kunjungan obyek wisata pantai di Bantul, penjualan, lokasi obyek wisata Pantai
Pantai Kuwaru menempati urutan ke dua Kuwaru dapat dibilang tidak terlalu jauh
stelah Pantai Parangtritis sebagai obyek dari kota Yogyakarta yaitu berjarak 45 km
wisata pantai di Bantul yang paling ramai dari Kota Yogyakarta dan 25 km dari Kota
dikunjungi. Hal tersebut dapat dilihat dari Bantul. Sedangkan dari segi aksesabilitas,
banyaknya jumlah pengunjung dan total sejauh ini belum terdapat terminal bus dan
pendapatan untuk dua tahun terakhir angkutan umum untuk menuju ke lokasi
(2010-2011) yaitu 218.177 pengunjung Pantai Kuwaru serta prasarana jalan yang
pada tahun 2010 dan 208.056 (sampai cukup sempit (3-4m) dan beberapa
bulan september) pada tahun 2011. mengalami kerusakan.
Obyek wisata Pantai Kuwaru juga
180,000 berada berdekatan dengan obyek wisata-
jumlah pengunjung

160,000
140,000
obyek wisata yang lain di daerah Bantul
120,000 jumlah diantaranya, Bendungan Bendo, jembatan
100,000 pengunjung th
80,000
2010 Pt
Srandakan, Pantai Pandansimo, dan
60,000
40,000 Parangtritis Agrowisata Lahan Pantai, Pantai
20,000
0 jumlah Parangtritis, pusat kerajinan gerabah
pengunjung th Kasongan, sentra kerajinan Tanah
April

Okt
Jan

Juli

2010 Pt Samas Sungging Wayang Dusun Gendeng dan


bulan sentra kerajinan patung primitif di Dusun
Pocung. Hal tersebuut dapat dijadikan
Gambar 1. Jumlah pengunjung 2010 keuntungan bagi para wisatawan yang
melakukan perjalanan wisata ke Pantai
Kuwau yang dirangkai sekaligus dengan
180,000
perjalan ke obyekwisata-obyek wisata
tersebut.
jumlah pengunjung

160,000
140,000 jumlah
120,000 pengunjung th
100,000
80,000 2011 Pt c. Harga (price)
60,000 Parangtritis
40,000 Harga-harga fasilitas pendukung
20,000 jumlah
0 pengunjung th
yang terdapat di Pantai Kuwaru secara
2011 Pt Samas umum ditentukan dengan taktik parity
pricing (going rate) yaitu penentuan harga
yang dibuat sama dengan harga rata-rata
bulan yang ditetapkan oleh pasar seperti harga
penyewaan ATV yaitu Rp 25.000,00 tiap
Gambar 2. Jumlah pengunjung 2011 15 menit yang sama seperti harga
penyewaan ATV di Pantai Parangtritis.

311
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Sedangkan untuk fasilitas pendukung fasilitas pendukung yang tidak kalah
seperti kolam renang anak, penetapan menarik.
harga dilakukan dengan taktik loss leading 3. Acara khusus; sejauh ini, Pantai
pricing dimana harga awal ditetapkan pada Kuwaru belum melakukan suatu acara
harga yang murah yaitu sebesar Rp khusus yang dirancang untuk
2000,00 per orang. mengkomunikasikan pesan tertentu
Lain halnya dengan retribusi yang kepada pengunjung.
dikenakan kepada pengunjung untuk dapat Pihak pengelola juga pernah melakukan
masuk ke obyek wisata Pantai Kuwaru. kerjasama dengan biro perjalanan (travel),
Besar retribusi tersebut telah di atur dalam namun tidak berlangsung lama.
peraturan daerah kabupaten Bantul No.32
tahun 2008 tentang retribusi obyek dan Tabel 1. Layanan di Pantai Kuwaru
daya tarik wisata, dimana pengelolaanya Penyedia
Jenis layanan
Keterangan
dikerjasamakan dengan diatur berdasarkan jasa (biaya/harga)
Petugas Mengatur Rp 2000 (roda
perjanjian kerjasama antara pemda dan
parkir penempatan 2)
pengelola. Tarif retribusi Pantai Kuwaru kendaraan Rp 4000 (roda
sebesar Rp 2000,00 per orang dan pengunjung, 4)
dikenakan pula retribusi tambahan yaitu membantu Rp 6000 (roda
sebesar Rp 500,00 untuk kendaraan roda 2, mengeluarkan 6)
kendaraan
Rp 1000,00 untuk kendaraan roda 4, dan
pengunjung.
Rp 2000,00 untuk kendaraan roda 6. Pedagang Penyiangan ikan -
Retribusi tersebut digunakan sebagai izin ikan
masuk ke obyek wisata Pantai Kuwaru. Pedagang Jasa masak Biaya jasa
warung (pesanan), masak
d. Promosi (promotion) makan menyediakan disesuaikan
tempat dan dengan jenis
Salah satu bentuk saluran yang menu makanan olahan
digunakan dalam strategi promosi yang yang dipesan
dilakukan obyek wisata Pantai Kuwaru Tukang Menyewakan Rp 25.000/15
adalah saluran komunikasi nonpersonal. sewa ATV ATV, menit
Menurut Kotler (2000), saluran dan mobil pengarahan
elektrik petunjuk teknis
komunikasi nonpersonal mencakup media, pengoperasian
atmosfer, dan acara-acara khusus. ATV
Promosi obyek wisata Pantai Pemilik Menyediakan Rp 2000 per
Kuwaru yang pernah dilakukan kolam kolam renang orang
diantaranya : renang berserta
fasilitasnya
1. Media; yaitu surat kabar, radio, web
page , papan nama.
2. Atmosfer; obyek wisata Pantai uwaru
didesain dengan penanaman pohon e. Proses (process)
cemara udang dan beberapa fasilitas Terkait dengan cara penyampaian
pendukung seperti warung makan, layanan, secara umum proses penyampaian
kolam renang anak, ATV, dan fasilitas- layanan di Pantai Kuwaru dilakukan secara
fasilitas pendukung lainnya. Hal langsung. Oleh karena itu, proses
tersebut dilakukan agar dapat penyampaian layanan tersebut sangat
mengkomunikasikan kepada penting karena penyedia jasa berinteraksi
pengunjung tentang kesan pantai yang langsung dengan konsumen yang dalam
teduh dan tidak seperti kebanyakan hal ini adalah pengunjung. Proses
pantai yang panas di siang hari serta pemasaran Pantai Kuwaru dilakukan
pantai yang dilengkapi dengan berbagai secara langsung yaitu mulai dari tempat
pemungutan retribusi oleh petugas dari

312
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pemda sampai pelayanan fasilitas-fasilitas serta mengadakan pertemuan rutin
yang ada di sekitar Pantai Kuwaru. untuk koordinasi penangkapan ikan laut
Pantai Kuwaru juga diramaikan dan hasilnya. Kelompok ini diketuai
dengan pedagang-pedagang kecil seperti oleh Bapak Ponijo.
pedagang jajanan dan mainan. 4. Kelompok parkir yang merupakan
perkumpulan dari petugas-petugas
f. Sumber Daya Manusia (people) parkir Pantai Kuwaru. Kelompok parkir
Hal penting yang perlu mendapat ini dikelola oleh POKGIAT (kelompok
perhatian dari operasi jasa adalah kegiatan) yang di ketuai oleh Bapak
bagaimana pola dan proses manajemen Aris Warsito.
yang digunakan organisasi berlangsung 5. Cemoro Asri merupakan kelompok
efektif yaitu dengan mengupayakan pedagang. Kelompok ini dikelola oleh 2
pemberdayaan SDM. Beberapa upaya orang yang berada di bawah ketua
dalam pemberdayaan SDM dapat umum yaitu Bapak Sahrowardi sebagai
dilakukan melalui pelatihan dan edukasi ketua kelompok pedagang kecil dan
SDM, seperti yang dilakukan beberapa Bapak Ponijo sebagai ketua kelompok
dinas dari pemerintah kepada SDM di rumah makan. Tugas dari kelompok ini
Pantai Kuwaru. Pelatihan yang pernah adalah mengatur penempatan pedagang
dilakukan di Pantai Kuwaru diantaranya: dari luar dan mengarahkannya, serta
a. Pelatihan dari BPKB yaitu pelatihan menarik retribusi kepada pedagang.
memasak berbagai menu makanan Ketua dari kelompok ini yaitu bapak
untuk pedagang di rumah makan Nur cholis.
Pantai Kuwaru. 6. Kuwaru Asri, merupakan kelompok
b. Pelatihan manajemen. sadar wisata (POKDARWIS) Pantai
c. Pelatihan yang berkaitan dengan Kuwaru. Kelompok ini telah
keamanan pangan dari dinas dikukuhkan di Jakarta dan diketuai oleh
kesehatan Kabupaten Bantul. Bapak Sudimulyo.
Dusun Kuwaru, tepatnya di Pantai 1. Bukti Fisik (physical evidence)
Kuwaru terdapat kelompok-kelompok Pantai kuwaru melakukan transaksi
kecil yang ikut berpartisipasi dalam jasa langsung di lokasi di mana jasa
pengembangan objek wisata Pantai tersebut diciptakan, sehingga bukti fisik
Kuwaru. Kelompok-kelompok tersebut memainkan peranan yang penting.
adalah : Beberapa fasilitas dapat dijadikan bukti
1. Niswati Bahari, merupakan kelompok fisik obyek wisata Pantai Kuwaru.
perempuan pesisir yang berfungsi Fasilitas-fasilitas tersebut di antaranya:
sebagai supplier atau penyetok a. Kolam renang
pedagang-pedagang ruko yang ada di b. ATV
Pantai Kuwaru. Kelompok ini di ketuai c. Mobil elektrik
oleh Ibu Ipuk Haryati. d. Area Outbound
2. Mina Barokah yang merupakan e. Pasar ikan
kelompok pengolah ikan yang menjadi f. Warung makan
wadah bagi ibu-ibu yang ingin melatih g. Toilet
kreativitas mereka dalam mengolah h. Musholla
ikan menjadi berbagai macam hidangan i. Pos SAR
yang menarik, inovatif, dan bercita rasa
tinggi. Kelompok ini diketuai oleh Ibu
dukuh yaitu Ibu Parjilah.
3. Fajar Arum, merupakan kelompok
nelayan yang mengelola penangkapan
ikan laut oleh nelayan-nelayan setempat

313
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

a. Identifikasi S.W.O.T dan Strategi Pemasaran

Strengths (S) Weakness (W)


IFAS Vegetasi cemara udang sebagai Prasarana jalan kurang
daya tarik khas (s1) memadai (w1)
Pemandangan alam sekitar Sarana transportasi umum
Pantai Kuwaru(s2) belum ada (w2)
Macam-macam fasilitas Kemampuan pedagang dalam
EFAS pendukung (s3) mengolah seafood (w3)
Lokasi dekat dengan beberapa Promosi kurang (w6)
obyek wisata lain di Kab. Pengeloaan masih tardisional
Bantul (s4) (w5)
Nilai historis/mitos dan Pemanfaatan perkembangan
petilasan untuk ritual (s5) teknologi informasi kurang
Banyak warung makan seafood (w6)
(s6) Keterbatasan modal (w7)
Kelompok-kelompok kecil
Pantai Kuwaru (s7)
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
Daya tarik pantai dan Mengadakan kegiatan budidaya Pelatihan SDM untuk
ketertarikan wisatawan (o1) cemara udang dan pelestarian meningkatkan kompetensi
Potensi pasar ikan (o2) lingkungan (s1,2-o1,3) SDM (w3,5-o2)
Yogyakarta sebagai kota Melakukan lobi dengan Mengoptimalkan penggunaan
pelajar dan DTW (o3) penginapan dan biro perjalanan web yang sudah ada untuk
Pemanfaatan website Pt. untuk joint promotion (s4,7-o3,4,5) promosi (w1,2,4,6-o3,4,5)
Kuwaru untuk promosi (o4) Penambahan daya tarik wisata Membuka peluang kepada
Kerjasama dengan tempat dan pengelolaan yang baik pemilik modal untuk
penginapan dan biro fasilitas yang sudah ada (s3,5,6- bekerjasama (w7-o1)
perjalanan(o5) 1,2,3)
Threats (T) Strategi ST Strategi WT
Banyak obyek wisata sejenis Melakukan sosialisasi tentang Menggencarkan promosi
(t1) kebersihan, kemanan, dan melalui bauran pemasaran
Regulasi pemerintah kurang kenyamanan pantai (s1,2,5,6-t3) (w3-6-t1-5)
mendukung (t2) Memperluas jaringan informasi Mengusahakan sarana
Issu negatif yang beredar di dan kemitraan dengan sesama transportasi ke Pantai Kuwaru
masyarakat (t3) pengelola obyek wisata sejenis (w1,2-t1-5)
Munculnya pesaing baru dan (s3,4,7-t1,2,4,5,6) Pengelolaan terhadap modal
persaingan yang ketat (t4) (w7-t2)
Kondisi alam kurang
mendukung (t5)
Gambar 3. Matriks SWOT

b. Grand Strategi 3. Menjalin kemitraan dengansesama


Strategi pemasaran sebagai grand pengelola obyek wisata sejenis
strategi yang dapat diusulkan untuk Pantai dalam rangka memperluas jaringan
Kuwaru adalah: informasi dan memperkuat struktur
1. Mengadakan budidaya cemara udang modal usaha.
melalui edukasi pengunjung Pantai 4. Mengusahakan sarana transportasi
Kuwaru sebagai upaya dan joint promotion Pantai Kuwaru
mempertahankan daya tarik khas melalui kerjasama dengan
Pantai Kuwaru sekaligus promosi. penginapan dan biro perjalanan
2. Pelatihan SDM Pantai Kuwaru untuk dalam paket wisata yang ditawarkan.
meningkatkan kompetensi SDM.

314
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN b. Pelatihan SDM untuk meningkatkan
1. Berdasarkan analisis bauran kompetensi SDM.
pemasaran, maka dapat diketahui: c. Mengoptimalkan penggunaan website
a. Kekuatan obyek wisata Pantai untuk promosi.
Kuwaru: Adanya vegetasi cemara d. Memperluas jaringan informasi dan
udang sebagai daya tarik khas Pantai kemitraan dengan sesama pengelola
Kuwaru, pemandangan alam dan area obyek wisata wisata sejenis.
persawahan di sekitar Pantai Kuwaru, e. Mengusahakan sarana transportasi ke
adanya berbagai macam fasilitas Pantai Kuwaru.
pendukung, dekat dengan beberapa
obyek wisata lain di Kabupaten Bantul, 5. DAFTAR PUSTAKA
nlai historis/mitos dan petilasan untuk Anonim 2. 2010. Studi Tata Ruang Pantai
ritual, banyak warung makan seafood Kuwaru Kecamatan Srandakan.
di sekitar Pantai Kuwaru, adanya Yogyakarta: CV. Karya Sejati.
kelompok-kelompok kecil di Pantai Kotler, Philip. 2000. Marketing
Kuwaru. Management : Analysis, planning,
b. Kelemahan obyek wisata Pantai implementation, and control. Prentice
Kuwaru: Akses jalan dan prasarana Hall Inc : New Jersey
jalan yang kurang memadai, belum Lupiyoadi, R dan Hamdani, A. 2006.
terdapat sarana transportasi, Manajemen Pemasaran Jasa. Penerbit
kemampuan pedagang dalam Salemba Empat : Jakarta.
mengolah seafood, kurangnya promosi Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis Swot
yang dilakukan, pengelolaan Pantai Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Kuwaru masih secara konvensional, Gramedia : Jakarta
pemanfaatan perkembangan teknologi
kurang, keterbatasan modal.
c. Peluang obyek wisata Pantai Kuwaru:
Daya tarik Pantai Kuwaru dan
ketertarikan wisatawan, potensi pasar
ikan, Yogyakarta sebagai kota pelajar
dan Daerah Tujuan Wisata (DTW),
pemanfaatan website untuk promosi,
kerjasama dengan penginapan/hotel
dan biro perjalanan.
d. Ancaman obyek wisata Pantai
Kuwaru: Banyak obyek wisata sejenis
di wilayah Bantul, regulasi pemerintah
kurang mendukung, issue negatif yang
beredar di masyarakat, munculnya
pesaing baru dan persaingan yang
ketat, kondisi alam yang kurang
mendukung.
2. Berdasarkan analisis SWOT yang telah
dilakukan, strategi pemasaran yang
diusulkan untuk diterapkan Pantai
Kuwaru adalah:
a. Mengadakan kegiatan budidaya
cemara udang dan pelestarian
lingkungan.

315
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

EVALUASI ASUPAN DAN KEBUTUHAN ENERGI PADA PENGUNGSI MERAPI


2010 UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN EKONOMI
(Studi Kasus di Hunian Sementara (Huntara) Gondang I, Wukirsari, Cangkringan,
Sleman, Yogyakarta)

Ratih Hardiyanti, Nafis Khuriyati


Prodi Diploma III Agroindustri SV UGM. Jl Flora No.1, (0274) 523660. E-mail:
ratih.hardi@ugm.ac.id, juni0206@gmail.com

Abstrak

Kegiatan ekonomi korban bencana alam erupsi Merapi 2010 belum juga pulih.
Berbagai macam faktor bisa menjadi penyebab. Timbul pertanyaan, apakah salah satu
penyebabnya adalah kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas harian tidak seimbang
dengan asupan energi yang mereka peroleh melalui makanan sehari-hari? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur
kecukupan asupan energi terhadap kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas harian,
termasuk didalamnya kegiatan ekonomi dan mengembangkan pola konsumsi pangan yang
optimal untuk memenuhi kebutuhan energi pada pengungsi Merapi.
Metode penelitian digunakan Single 24 Hours Foods Recall dan Single24 Hours
Activities Recalldiajukan kepada korban bencana erupsi Merapi 2010 di Hunian Sementara
Gondang I yang memiliki usia produktif (15 55 tahun) sebanyak 105 orang. Metode Single
24 Hours Foods Recall bertujuan mengetahui jumlah energi (kalori) yang dihasilkan oleh
makanan yang dikonsumsi oleh responden, sedangkan Single24 Hours Activities Recall
bertujuan mengetahui jumlah energi (kalori) yang dikeluarkan oleh responden untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Dilakukan juga penimbangan berat dan tinggi badan sebagai
dasar pengukuran Indeks Massa Tubuh yang menggambarkan status gizi responden. Data
yang diperoleh mewakili populasi yang diteliti.
Hasil penelitian dicapai bahwa kebutuhan energi rata-rata warga Gondang I usia
produktif berjenis kelamin lelaki adalah 2888,40 kcal dan jumlah rata-rata asupan energinya
adalah 1775,41 kcal, sehingga mengakibatkan kebutuhan energi baru terpenuhi 61,47%.
Pada warga berjenis kelamin perempuan dengan usia produktif, kebutuhan energi rata-
ratanya adalah 2196,03 kcal, sedangkan jumlah asupan energi rata-ratanya adalah 1322,27
kcal, yang menunjukkan bahwa kebutuhan energinya hanya terpenuhi 60,21%. Hal ini
diperkuat dengan analisis statistik terhadap hipotesis, yaitu terdapat keseimbangan antara
asupan dengan pengeluaran energi untuk aktivitas, dengan taraf nyata pengujian 1%
disimpulkan hipotesis tersebut tidak dapat diterima.Telah terjadi ketidakseimbangan antara
asupan energi dengan besarnya energi yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas fisik,
didalamnya terdapat aktivitas bekerja, sehingga ketidakseimbangan ini bisa menjadi salah
satu penyebab belum kunjung pulihnya kegiatan ekonomi warga Gondang I berusia
produktif. Disarankan kepada warga Gondang I untuk menambah porsi sumber energi agar
terjadi keseimbangan antara kebutuhan energi dan asupannya.

Kata kunci: asupan, kebutuhan, energi, warga huntara

316
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

1. LATAR BELAKANG PENELITIAN kebutuhan energi dalam kegiatan


Dampak dari bencana alam erupsi ekonomi bagi para pengungsi Merapi.
Merapi 2010, menyebabkan masyarakat
lereng Merapi kehilangan tempat tinggal, 3. TINJAUAN PUSTAKA
lahan pertanian dan ternak yang Berdasarkan kegunaannya bagi
merupakan sumber perekonomiannya. Saat tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga
ini para pengungsi Merapi telah direlokasi kelompok besar, yaitu (Anonim,
di hunian sementara (huntara) yang http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/527-
dibangun, termasuk salah satunya adalah kebutuhan-nutrisi-pada-lansia):
pengungsi dari Desa Kaliadem 1. Kelompok zat energi, termasuk ke
Cangkringan, yang direlokasi ke Huntara dalam kelompok ini adalah:
Gondang I di Desa Wukirsari, Sleman. a. Bahan makanan yang mengandung
Berbagai program telah karbohidrat seperti beras, jagung,
diimplementasikan untuk mengatasi gandum, ubi, roti, singkong dll,
permasalahan bagi para pengungsi, selain itu dalam bentuk gula seperti
meliputi berbagai program seperti gula, sirup, madu, dll.
pendidikan, kesehatan, dan alternatif usaha b. Bahan makanan yang mengandung
untuk memulihkan kemampuan ekonomi lemak seperti minyak, santan,
yang dilakukan oleh institusi/organisasi mentega, margarine, susu dan hasil
pemerintah, swasta maupun individu yang olahannya.
peduli terhadap bencana ini. Namun, 2. Kelompok zat pembangun
kegiatan ekonomi korban bencana alam Kelompok ini meliputi makanan
erupsi Merapi 2010 belum juga pulih. makanan yang banyak mengandung
Berbagai macam faktor bisa menjadi protein, baik protein hewani maupun
penyebab. Timbul pertanyaan, apakah nabati, seperti daging, ikan, susu, telur,
salah satu penyebabnya adalah kebutuhan kacang-kacangan dan olahannya.
energi untuk melakukan aktivitas harian 3. Kelompok zat pengatur
tidak seimbang dengan asupan energi yang Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang
mereka peroleh melalui makanan sehari- banyak mengandung vitamin dan mineral,
hari? Untuk menjawab pertanyaan seperti buah-buahan dan sayuran.
tersebut, maka penelitian ini dilakukan.
Diharapkan dari hasil penelitian Pengertian pengeluaran energi
dapat diambil kebijakan mengenai adalah jumlah energi yang diukur dalam
bagaimana menentukan macam asupan bentuk kalori yang seseorang gunakan,
yang optimal menghasilkan energi untuk misalnya selama kegiatan tertentu,
kegiatan fisik, dan alternatif macam pengeluaran energi bisa juga diartikan
asupan yang murah namun efektif untuk sebagai jumlah energi yang digunakan
kegiatan fisik, termasuk didalamnya untuk melakukan suatu kegiatan. Pada
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, energi digunakan untuk menjaga
ekonomi (bekerja). fungsi-fungsi kehidupan. Pengeluaran
energi pada pria atau wanita lebih dari satu
2. TUJUAN PENELITIAN hari penuh biasanya dibagi menjadi
1. Mengukur kecukupan asupan energi komponen yang berbeda yang dapat
terhadap kebutuhan energi untuk ditentukan secara individual. Komponen
melakukan kegiatan ekonomi bagi terbesar dari pengeluaran energi 24 jam
para pengungsi Merapi. biasanya adalah laju metabolisme basal
2. Mengembangkan pola konsumsi (BMR), yang merupakan pengeluaran
pangan yang optimal untuk memenuhi energi dari seseorang pada saat berbaring,
saat fisik dan mental dalam kondisi

317
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
istirahat di lingkungan yang hangat dan kondisi hormonal, kondisi psikologis dan
nyaman, setidaknya 12 jam setelah makan proses penyakit (Anonim, http://human-
terakhir. Faktor-faktor yang menentukan nutrition.net/pengeluaran-
dari pengeluaran energi adalah ukuran energi/).Estimated Average Requirement
tubuh, komposisi tubuh, usia, jenis (EAR) merupakan perkiraan kebutuhan rata-
kelamin, diet, iklim, perbedaan genetic, rata energi.

Table 1.Perkiraan rata-rata kebutuhan energi


EAR - MJ/day (kcal/hari)
Umur Pria Wanita Umur Pria Wanita
(MJ) (kcal) (MJ) (kcal) (MJ) (kcal) (MJ) (kcal)
0-3 bln 2.28 (545) 2.16 (515) 11-14 thn 9.27 (2220) 7.72 (1845)
4-6 bln 2.89 (690) 2.69 (645) 15-18 thn 11.51 (2755) 8.83 (2110)
7-9 bln 3.44 (825) 3.20 (765) 19-50 thn 10.60 (2550) 8.10 (1940)
10-12 bln 3.85 (920) 3.61 (865) 51-59 thn 10.60 (2550) 8.00 (1900)
1-3 thn 5.15 (1230) 4.86 (1165) 60-64 thn 9.93 (2380) 7.99 (1900)
4-6 thn 7.16 (1715) 6.46 (1545) 65-74 thn 9.71 (2330) 7.96 (1900)
7-10 thn 8.24 (1970) 7.28 (1740) 74+ thn 8.77 (2100) 7.61 (1810)

Sumber: British Nutrition Foundation, 2009

Agar manusia dapat tetap hidup dan contoh, seseorang laki-laki dewasa (20
bekerja seperti biasanya maka memerlukan 59 tahun) dengan barat badan 62 kg, tinggi
energi yang biasa diukur dengan satuan 165 cm dan aktifitas sedang membutuhkan
kalori. Meskipun kita tidur dan tidak energi kurang lebih 3000 kilo kalori,
bekerja, energi tetap dibutuhkan untuk sedangkan bila wanita dewasa berat 54 kg
denyut jantung dan fungsi tubuh lainnya. tinggi 156 cm dengan aktifitas sedang
Energi dapat diibaratkan sebagai bensin membutuhkan 2250 kilo kalori. Apabila
yang diperlukan oleh kenderaan agar dapat orang yang sama dengan aktifitas lebih
tetap berjalan.Jumlah kebutuhan energi berat, maka kebutuhan bagi laki-laki
seseorang pada dasarnya berbeda sebesar 3600 kilo kalori dan wanita 2600
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat kilo kalori.
badan, dan aktifitas seseorang. Sebagai

Tabel 2. Contoh menu dengan energi 2500 kilo kalori, 2000 kilo kalori dan 1700 kilo kalori
Ukuran Rumah Tangga Untuk
Waktu Jenis Hidangan 2500 kilokalori 2000 kilokalori 1700 kilokalori
Pagi Nasi 2 sendok nasi 2 sendok nasi 1 sendok nasi
Daging bumbu semur 1 potong 1 potong potong
Tumis kacang panjang + tauge mangkok mangkok mangkok
Teh manis 1 gelas 1 gelas 1 gelas
10.00 Bubur kacang hijau 1 gelas 1 gelas 1 gelas
Siang Nasi 3 sendok nasi 2 sendok nasi 1 sendok nasi
Ikan goreng 1 potong 1 potong 1 potong
Tempe bacem 2 potong 1 potong 1 potong
Lalap mangkok mangkok mangkok
Sayur asem 1 mangkok 1 mangkok 1 mangkok
Sambal tomat 1 sendok makan 1 sendok makan 1 sendok makan
Nenas 1 potong 1 potong 1 potong
16.00 Buah - - 1 potong
Malam Nasi 3 sendok makan 2 sendok makan 1 sendok makan
Pepes ayam 1 potong 1 potong 1 potong
Tahu balado 1 potong 1 potong 1 potong
Sayur bening bayam + jagung muda 1 mangkok 1 mangkok 1 angkok
Pepaya 1 potong 1 potong 1 potong
Keterangan: untuk ukuran rumah tangga nasi digunakan sendok nasi (centong), bukan sendok makan
Sumber: Jaringan Gizi Indonesia (www.gizi.net)

318
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

perhari sangat bervariasi untuk setiap


24-Hour Physical Activity Recall orang. Hal ini disebabkan beberapa faktor
Menurut Poh, et. al., 2010, The 24- seperti jenis kelamin, ukuran tubuh, berat
HourRecall digunakan untuk memperoleh badan, iklim, dan tingkat aktivitas fisik.
informasi mengenai pola aktivitas fisik Energi diperoleh dari makanan dan
harian dan jumlah waktu yang diperlukan minuman yang kita konsumsi, oleh
untuk setiap aktivitas yang dilakukan. oksidasi karbohidrat, lemak, protein dan
Metode ini dilaksanakan melalui alkohol, yang dikenal sebagai
wawancara secara langsung oleh makronutrien. Jumlah energi yang
enumerator terlatih, dan berlangsung dihasilkan masing-masing makronutrien
selama 20-30 menit per responden. bervariasi (British Nutrition Foundation,
Responden diminta mengingat kembali 2009):
seluruh aktivitas yang dilakukan sehari Lemak adalah nutrisi yang
sebelumnya, mulai pukul 12 tengah malam mengandung energi terbanyak, dan
sebelumnya sampai pukul 12 tengah menyediakan 9kkal (37kJ)/g.
malam pada hari saat wawancara Alkohol adalah mengandung energi
dilakukan. Semua aktivitas direkam terbanyak kedua, menyediakan 7kkal
dengan selang waktu 5 menit untuk (29KJ)/g.
mendapatkan pola aktivitas fisik dalam Protein memberikan 4kkal (17kJ)/g.
sehari. Perincian aktivitas yang diperoleh Karbohidrat (pati dan gula) memiliki
termasuk posisi tubuh selama aktivitas kandungan energi yang paling rendah
(seperti: berbaring, duduk, berdiri, atau dibandingkan ketiga zat gizi di atas,
berjalan) dan deskripsi rinci dari aktivitas memberikan hanya 3.75kkal (16kJ)/g
(seperti: makan, menjahit, mengetik, atau (biasanya digunakan nilai 4 kkal untuk
berjalan cepat). keperluan pelabelan makanan).

4.2. Memperkirakan keadaan gizi


4. LANDASAN TEORI DAN Kondisi gizi dapat diperkirakan
HIPOTESIS secara klinis, dari data pola makan,
Keseluruhan pangan yang dan/atau dari pengukuran anthropometrik.
dikonsumsi, pada situasi umum, indikator dari komposisi tubuh dan
ditentukan melalui jumlah penggunaan biokimia gizi juga penting, tetapi
energi, dan variabilitas terbesar pengukurannya tidak selalu dapat
mencerminkan perbedaan pada tingkat dilakukan (Gershwin, Nestel, dan Keen,
aktivitas. Seseorang dengan aktifitas lebih 2004).
akan menggunakan energi lebih besar, Menurut Jaringan Gizi Indonesia
mengkonsumsi makanan lebih banyak, dan (www.gizi.net), Indeks Massa Tubuh
memiliki tingkat konsumsi protein absolut (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
yang lebih tinggi (WHO, 2002). merupakan alat atau cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa,
4.1. Asupan dan penggunaan energi khususnya yang berkaitan dengan
Pasokan energi yang teratur dalam kekurangan dan kelebihan berat badan.
pola makan sangat penting bagi Berat badan kurang dapat meningkatkan
kehidupan, dan diperlukan sebagai bahan resiko terhadap penyakit infeksi,
bakar berbagai proses tubuh yang berbeda. sedangkan berat badan lebih akan
Termasuk didalamnya menjaga detak meningkatkan resiko terhadap penyakit
jantung dan fungsi organ, pemeliharaan degeneratif. Oleh karena itu,
suhu tubuh, kontraksi otot dan mempertahankan berat badan normal
pertumbuhan. Namun, kebutuhan energi

319
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
memungkinkan seseorang dapat mencapai tinggi dalam inchi)) x 703
usia harapan hidup yang lebih panjang. Metric BMI Formula: BMI = ( Berat
dalam kg / (tinggi dalam Meter x tinggi
Body Mass Index (Anonim, dalam Meter))
http://www.bmi-calculator.net/)
English BMI Formula: BMI = ( Berat
dalam Pounds / ( tinggi dalam inchi x
(2)
Tabel 1.3. Batas Ambang IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 18,4
Normal 18,5 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Jaringan Gizi Indonesia (www.gizi.net)

Jika seseorang termasuk kategori: wawancara dengan pengulangan (multiple)


1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut pada individu yang sama dalam beberapa
disebut kurus dengan kekurangan hari. Namun, metode 24-Hours Recall
berat badan tingkat berat atau Kurang tanpa pengulangan (single) untuk individu
Energi Kronis (KEK) berat. berbeda dab waktu wawancara bervariasi
2. IMT 17,0 18,4: keadaan orang dapat memberikan hasil pengukuran yang
tersebut disebut kurus dengan valid untuk data asupan suatu kelompok
kekurangan berat badan tingkat ringan atau populasi.
atau KEK ringan.
3. IMT 18,5 25,0: keadaan orang Prinsip Metode 24-hour recalls (Gibson,
tersebut termasuk kategori normal. 2005)
4. IMT 25,1 27,0: keadaan orang Prinsip dan Penggunaan:
tersebut disebut gemuk dengan a. Metode ini menilai asupan makanan
kelebihan berat badan tingkat ringan. aktual dari seorang individu selama 24
5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut jam sebelumnya atau satu hari
disebut gemuk dengan kelebihan berat sebelumnya.
badan tingkat berat b. Jumlah hari yang diperlukan pada 24-
hour recalls untuk memperkirakan
4.3. Metode 24-Hours Recall asupan zat gizi individu tergantung
Menurut Gibson, 2005, pada dari variasi asupan makanan sehari-
metode 24-Hours Recall, responden dan hari individu tersebut ( on day-to-day
walinya akan diwawancara oleh ahli gizi, variation).
yang telah terlatih dalam teknik c. Jika recall lebih dari 1 hari diperlukan
wawancara ini, untuk mengingat kembali maka hari yang tidak berurutan
macam makanan yang telah dikonsumsi sebaiknya yang diambil.
selama 24 jam sebelumnya. Metode ini d. Single 24-hr recalls dapat digunakan
digunakan untuk memperkirakan asupan untuk studi skala besar untuk
makanan aktual dari individu. Meskipun mengkarakterisasi asupan makan rata-
demikian, wawancara dengan metode 24- rata grup populasi yang reperesentatif
Hours Recall tanpa pengulangan (single) pada populasi yang dituju. Single 24-
tidak cukup untuk mendeskripsikan asupan hr recall tidak cocok digunakan untuk
makanan dan nutrisi yang biasa memperkirakan asupan makanan
dikonsumsi individu, maka diperlukan secara individu, diperlukan multiple

320
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
24-hr recalls pada individu yang sama kapsul vitamin A juga harus dicatat
selama beberapa hari untuk /ditanyakan.
menggambarkan asupan makanan f. Sebaiknya untuk mendukung
secara individu. wawancara recalls 24-hr ini
Prosedur: menggunakan alat bantu seperti food
a. Pewawancara menanyakan semua model, contoh makanan asli yang
makanan dan minuman yang dimakan dimakan responden, atau alat ukur
responden selama 24 jam terakhir. yang telah dikalibrasi agar
b. Pewawancara harus menanyakan pewawancara dan responden
masing-masing jenis makanan yang mempunyai kesepakatan dalam
dikonsumsi secara detail ukuran makanan.
(mentah/dimasak, cara pemasakannya, g. Pewawancara harus mengecek
dan bahan-bahan untuk membuat kembali jenis makanan/minuman,
makanan dan minuman tersebut secara bahan bakunya, dan jumlahnya kepada
detail) mulai dari sejak responden responden sebelum wawancara
bangun pagi kemarin sampai dia berakhir.
istirahat tidur malam harinya, atau
dapat juga dimulai dari waktu saat 4.4. Memperkirakan Kebutuhan Energi
dilakukan wawancara mundur ke Harian (Indriati dan Leonard, 2010)
belakang sampai 24 jam penuh.
Misalnya petugas pewawancara 4.4.1. Basal Metabolic Rate (BMR)
datang pukul 07.00 ke rumah
responden, maka konsumsi yang Tabel 1.4. Rumus untuk memprediksikan BMR
(kcal/hari) berdasarkan data berat badan (BB)
ditanyakan adalah mulai pukul 07.00 dalam kg (3)
(saat itu) dan mundur ke belakang Kelompok Pria Wanita
sampai pukul 07.00 pagi hari Umur (tahun)
sebelumnya. 10 17 17.5 (BB) 12.2 (BB) +
c. Pewawancara juga menanyakan + 651 746
jumlah makanan yang dikonsumsi 18 29 15.3 (BB) 14.7 (BB) +
+ 679 496
responden dalam ukuran URT 30 59 11.6 (BB) 8.7 (BB) +
(Ukuran Rumah Tangga) seperti gelas, + 879 829
sendok, mangkok dll. dan selanjutnya 60 dan lebih 13.5 (BB) 10.5 (BB) +
dapat dikonversi ke dalam ukuran + 487 596
gram.
d. Dalam membantu responden 4.4.2. Total Daily Energy Expenditure
mengingat apa yang dimakan, perlu (TDEE)
diberi penjelasan waktu kegiatannya TDEE = (PAL) (BMR)
seperti pada saat baru bangun tidur,
Tabel 1.5. Tingkatan PAL secara umum untuk
setelah sembahyang, pulang berbagai gaya hidup
sekolah/pulang kerja, sesuadah tidur Jenis Physical Activity Level (PAL)
siang dan sebagainya. Kelamin Diam Ringan Sedang Berat
e. Selain makanan utama (makan pagi, Pria 1.4 1.55 1.78 2.10
siang, sore), makanan kecil atau Wanita 1.4 1.56 1.64 1.82
jajanan juga harus dicatat/ditanyakan, Kebutuhan Khusus:
1. Hamil = TDEE + 285 kcal/hari
termasuk makanan yang dimakan di
2. Menyusui = TDEE + 500 kcal/hari
luar rumah seperti di restoran, di
kantor, di rumah teman, atau di rumah
saudara. Konsumsi suplemen
makanan misalnya tablet besi atau

321
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1.6. Kategori aktivitas untuk Memperkirakan Kebutuhan Energi
Level Aktivitas PAR Contoh
Dasar 1.0 Tidur
Ringan 1.2 Duduk tenang
1.4 Berbicara, nonton TV, berdiri dengan tenang
1.6 Mencuci, berpakaian, mencuci piring, berjalan pelan (~1.5 m/jam) pada
permukaan datar (dengan/tanpa beban)
Level Aktivitas PAR Contoh
Sedang 2.1 Pekerjaan rumah tangga yang ringan, memasak
2.8 Pekerjaan rumah tangga yang lebih serius menyapu, mencuci; berjalan
menuruni tangga
3.8 Berjalan 3 3.5 m/jam; berjalan menanjak (~2.5 m/jam); membawa beban;
senam
Berat 5.1 Berlari/jogging; bersepeda
Sangat berat 6.7 Berlari cepat, bermain bola, memanen tebu
Sangat sangat berat 10.0 Menarik becak (beban ~400 lb)
Sumber: James dan Schofield (1990) dalam Indriati dan Leonard (2010)

C. PROSEDUR PENELITIAN
1. Mencatat makanan yang dikonsumsi
PAL = (PARi(Ti))/24 obyek penelitian selama 24 jam (7)
dimana: terhitung mundur dari waktu
PARi = Physical Activity Ratio untuk dilakukannya wawancara. Pencatatan
setiap aktivitas i dilakukan di lembar 24 Hours Food
Ti = waktu yang dibutuhkan (jam) untuk Recall Questionnaires.
setiap aktivitas i 2. Mencatat aktivitas yang dilakukan
obyek penelitian selama 24 jam
4.5. HIPOTESIS terhitung mundur dari waktu
Dugaan sementara dari penelitian ini dilakukannya wawancara. Pencatatan
adalah terjadinya keseimbangan antara dilakukan di lembar 24 Hours Activity
asupan energi dengan energi yang Recall Questionnaires.
dikeluarkan obyek penelitian untuk 3. Wawancara pada no 1) dan 2)
aktivitas fisik. dilakukan pada waktu bersamaan.
4. Mengukur berat badan dan tinggi
A. OBYEK PENELITIAN badan obyek penelitian untuk
Warga Hunian Sementara (Huntara) mengetahui status gizi obyek.
Gondang I, Wukirsari, Yogyakarta, 5. Menghitung jumlah energi yang
usia produktif 15 55 tahun. dihasilkan dari data 24 Hours Food
Recall Questionnaires yang telah
B. ALAT PENELITIAN diperoleh menggunakan software
Alat yang digunakan dalam penelitian Nutrisurvey.
ini adalah: 6. Melakukan analisis statistik terhadap
a. 24 Hours Food Recall hipotesis awal.
Questionnaires 7. Menghitung jumlah energi yang
b. 24 Hours Activity Recall dikeluarkan obyek penelitian
Questionnaires berdasarkan aktivitas fisik yang
c. Software Nutrisurvey dilakukan.
d. Alat pengukur berat badan dan
tinggi badan manusia D. ANALISIS HASIL
Analisis hasil dilakukan setelah
data berikut diperoleh, yaitu:

322
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1. Tinggi Badan (cm) responden; 4). dapat digunakan untuk
2. Berat Badan (kg) responden yang buta huruf; dan 5). sesuai
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk memperkitakan rata-rata intake
4. BMR (kcal): Basal Metabolic Rate (asupan) makan pada populasi. Metode
5. PAR: Physical Activity Rate survey konsumsi 24-Hours Food
6. PAL: Physical Activity Level Recallyang diterapkan adalah Single 24-
7. TDEE (kcal): Total Daily Energy Hours Food Recallyaitu wawancara hanya
Expenditure diterapkan satu kali pada tiap-tiap
8. Asupan energi (kcal) responden. Single 24-hours recall sesuai
Data yang diperoleh dari hasil digunakan untuk mengukur rata-rata intake
wawancara dan pengukuran berat dan (asupan) makanan pada suatu populasi
tinggi badan digunakan untuk menghitung namun metode Single 24-hours recall
IMT, BMR, menentukan PAL dan PAR, tidak cocok digunakan untuk
menghitung TDEE. Nilai asupan energi memperkirakan asupan makanan secara
diperoleh dari input data ke software individu atau menggambarkan kebiasaan
Nutrisurvey. Analisis kemudian dilakukan makan individu. Pada wawancara Single
secara deskriptif dari hasil perhitungan 24-Hours Food Recall, responden diminta
yang diperoleh. Dilakukan juga untuk mengingat kembali jenis makanan
pembuktian hipotesis untuk memperkuat yang dikonsumsi selama 24 jam ditarik ke
hasil penelitian. belakang mulai dari waktu dilakukannya
wawancara. Sebagai contoh, jika
5. HASIL PENELITIAN DAN wawancara dilakukan pada tanggal 23
PEMBAHASAN September 2011 pukul 16.00, maka
Wawancara dilakukan mulai 17 responden diminta mengingat jenis
sampai 23 September 2011 di sore hari makanan yang dikonsumsi mulai dari
mulai pukul 15.00 sampai 17.30 WIB. waktu makan terakhir yang mendekati
Jumlah responden yang diwawancarai waktu wawancara ditarik mundur sampai
adalah 105 responden dengan usia dengan waktu makan yang mendekati
produktif (dalam rentang 15 55 tahun) pukul 16.00 pada tanggal 22 September
dan jenis kegiatan ekonomi yang beragam. 2011 (sehari sebelumnya). Untuk
Persentase responden berdasarkan jenis mendapatkan data aktivitas fisik
kelamin ditunjukkan pada Gambar 3.1. digunakan metode 24-Hours Activity
Penjadwalan responden dilakukan untuk Recall. Metode ini pengambilan datanya
memudahkan pewawancara dan responden pada prinsipnya sama dengan pengambilan
meluangkan waktu, sehingga diharapkan data survey konsumsi hanya bedanya pada
tidak mengganggu aktivitas ekonomi wawancara ini, responden diminta untuk
responden. Data yang diambil adalah data mengingat seluruh aktivitas yang telah
konsumsi makanan dan aktivitas fisik. dilakukan. Tujuan dari dilakukannya 24-
Untuk memperoleh data konsumsi Hours Food Recall adalah untuk
makanan digunakan metode survey mengetahui asupan energi yang diperoleh
konsumsi makanan 24-Hours Food Recall. responden melalui makanan yang
Prinsip dari metode 24-Hours Food Recall dikonsumsi, sedangkan 24-Hours Activity
ini adalah dengan mencatat semua jenis Recall dilakukan untuk memperoleh
dan jumlah bahan makanan yang gambaran penggunaan energi oleh
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. responden untuk melakukan aktivitas fisik.
Metode survey konsumsi makanan ini Kedua wawancara ini dilakukan pada
dipilih karena karena 1). pelaksanaannya waktu yang sama, sehingga dapat
mudah; 2). tidak membebani responden; diketahui keseimbangan asupan energi
3). biaya relatif murah dan cepat dilakukan responden dengan energi yang dibutuhkan
sehingga dapat mencakup banyak untuk melakukan aktivitas fisik.

323
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan rumus yang sudah dibakukan, pada
Persentase Responden
penelitian ini digunakan rumus (4). Untuk
mendapatkan Total Daily Energy
Expenditure, digunakan data hasil
Lelaki
wawancara menggunakan 24-Hours
42.86
Activity Recall Questionnaires yang
57.14 Perempuan
diinterpretasikan ke dalam nilai PAR
(Physical Activity Ratio) berdasarkan level
aktivitasnya, apakah tergolong aktivitas
Gambar 3.1. Persentase responden dasar, ringan, sedang, berat, sangat berat,
berdasarkan jenis kelamin sangat sangat berat (Tabel 1.6.). Setiap
level memiliki nilai (ratio) yang sudah
Contoh hasil wawancara yang dibakukan. Total PAR diperoleh dengan
dilakukan kepada responden yang mengalikan lamanya kegiatan dilakukan
berjumlah 105 orang ditunjukkan pada dan menjumlahkannya untuk keseluruhan
Tabel 3.1. Data yang diperoleh berupa kegiatan yang dilakukan selama 24 jam.
Tinggi Badan (cm) dan Berat Badan (kg) Physical Activity Level (PAL) diperoleh
digunakan untuk menghitung Indeks dengan membagi total PAR dengan 24
Massa Tubuh (IMT) yang menunjukkan (jam). PAL menggambarkan pengeluaran
status gizi dari obyek penelitian. Batas energi rata-rata untuk melakukan aktivitas
ambang IMT ditentukan dengan merujuk dalam sehari. PAL dikalikan dengan BMR
ketentuan FAO/WHO,yang membedakan akan diperoleh TDEE dalam kilokalori.
batas ambang untuk laki-laki dan TDEE menggambarkan jumlah energi
perempuan. Disebutkan bahwa batas (kalori) yang dibutuhkan oleh individu
ambang normal untuk laki-laki adalah untuk melakukan aktivitas fisiknya dalam
20,125,0dan untuk perempuan adalah sehari. Rata-rata TDEE untuk responden
18,7-23,8 (Jaringan Gizi Indonesia, 2011). pria adalah 2888,40 kcal, sedangkan untuk
Dari wawancara yang dilakukan diperoleh wanita adalah 2196,03 kcal.
nilai IMT rata-rata adalah 26.84. Hal ini Data yang diperoleh dari 24 Hours
berarti keadaan rata-rata warga Gondang I Food Recall Questionnaires kemudian
usia produktif disebut gemuk dengan dikonversikan ke dalam satuan gram dan
kelebihan berat badan tingkat ringan. Cara di-input-kan ke software Nutrisurvey
penghitungannya adalah menggunakan untuk diolah sehingga dihasilkan data
rumus (2) untuk setiap data responden. jumlah asupan energi responden dalam
Basal Metabolic Rate(BMR dalam kilokalori. Rata-rata asupan energi untuk
kcal) yang menunjukkan energi yang responden pria adalah 1775,41 kcal dan
dibutuhkan tubuh untuk aktivitas dasar untuk wanita adalah 1322,27 kcal. Dengan
(tidak melakukan aktivitas apapun, diam), demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
yaitu aktivitas untuk mempertahankan pemenuhan energi bagi pria tercapai 61,47
fungsi fisiologi dasar tubuh agar berjalan %, sedangkan pada wanita 60,21% (Tabel
baik. BMR ini diperoleh dari perhitungan 3.2).
menggunakan rumus (3) dengan memakai
data berat badan (kg). Perhitungan BMR Tabel 3.2. Persentase pemenuhan energi
disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin responden
responden. BMR untuk setiap responden Laki-laki Wanita
dapat dilihat di Tabel 3.1 sampai dengan Kebutuhan 2888,40 kcal 2196,03 kcal
3.4.
Asupan 1775,41 kcal 1322,27 kcal
Hasil perhitungan BMR kemudian
Pemenuhan 61,47% 60,21 %
digunakan untuk menghitung Total Daily
Energy Expenditure (TDEE dalam kcal)

324
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Dari hasil penelitian seperti dapat responden mengenai pemanfaatan bahan
dilihat pada Tabel 3.2., maka dapat makanan berupa sumber pangan hewani di
disimpulkan bahwa benar telah terjadi sekitar responden. Sebagai contoh, salah
ketidakseimbangan antara asupan energi satu profesi warga adalah peternak sapi
dengan besarnya energi yang dikeluarkan perah, susu sapi yang dihasilkan akan lebih
untuk melakukan aktivitas fisik, baik jika dikonsumsi juga oleh warga. Saat
didalamnya terdapat aktivitas bekerja, ini juga terdapat usaha perikanan yang
sehingga ketidakseimbangan ini bisa dimiliki warga, yang hasilnya dapat
menjadi salah satu penyebab belum dikonsumsi juga oleh warga. Selanjutnya,
kunjung pulihnya kegiatan ekonomi warga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Gondang I berusia produktif. Hal ini mengenai pemanfaatan sumber-sumber
diperkuat dengan analisis statistik terhadap makanan di sekitar tempat tinggal, apakah
hipotesis, yaitu terdapat keseimbangan sudah dioptimalkan oleh warga ataukah
antara asupan dengan pengeluaran energi belum.
untuk aktivitas, dengan taraf nyata
pengujian 1% disimpulkan hipotesis 6. KESIMPULAN DAN SARAN
tersebut tidak dapat diterima. A. KESIMPULAN
Ketidakseimbangan energi atau asupan 1. Pemenuhan energi pada responden
makan ini terjadi karena menurut pria baru tercapai 61,47 %, sedangkan
wawancara yang dilakukan menggunakan pada wanita 60,21%. Dari hasil
food recall, cenderung porsi mereka yang tersebut, yang juga diperkuat dengan
diungkapkan kepada pewawancara adalah analisis hipotesis secara statistik,
kurang. Ketidakseimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa benar
terjadi hanya pada rata-rata intake populasi telah terjadi ketidakseimbangan antara
dan bukan per individu. Selain itu, karena asupan energi dengan besarnya energi
kebiasaan makan responden tidak bisa yang dikeluarkan untuk melakukan
digambarkan dengan single food recall, aktivitas fisik, didalamnya terdapat
maka rata-rata intake populasi yang kurang aktivitas bekerja, sehingga
tidak bisa dihubungkan dengan kenyataan ketidakseimbangan ini bisa menjadi
bahwa status gizi responden banyak yang salah satu penyebab belum kunjung
lebih dari normal. pulihnya kegiatan ekonomi warga
Saran yang diberikan untuk Gondang I berusia produktif.
responden adalah untuk menambah porsi 2. Untuk mengatasi ketidakseimbangan
makannya, sehingga jumlah kalori yang tersebut, maka disarankan bagi
kurang dapat dipenuhi. Pola makan responden untuk menambah porsi
seimbang diperlukan, sehingga kebutuhan makannya, terutama sumber energi,
tubuh terhadap zat gizi terpenuhi. serta memperhatikan pola makan
Penganekaragaman makanan atau variasi seimbang dan bervariasi untuk
makanan juga diperlukan sebagai wacana mencukupi kebutuhan tubuh terhadap
edukasi pada responden karena responden zat gizi.
kebanyakan menganut sistem makan asal
kenyang dan kurang memperhatikan B. SARAN
variasi makanan. Menurut hasil Dikarenakan Single Recall tidak
wawancara, makanan yang disebutkan cukup menggambarkan status gizi
pada saat wawancara adalah cenderung individu, maka dalam penelitian ini tidak
monoton atau hanya itu-itu saja. Hal dapat dihubungkan antara keseimbangan
tersebut mungkin terjadi karena tempat asupan dan kebutuhan energi dengan status
tinggal kurang mendukung untuk gizi responden. Untuk mengetahui status
mendapatkan makanan yang bervariasi. gizi responden diperlukan paling sedikit
Selain itu, penting ditekankan kepada

325
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tiga kali recall dalam rentang waktu
tertentu.

Tabel 3.1. Hasil Wawancara 24 Hours Food Recall dan 24 Hours Activity Recall
Jenis Umur BB TB BMR TDEE Recall %
No Kelamin (th) Pekerjaan (kg) (cm) IMT (kcal) PAR PAL (kcal) (kcal) pemenuhan

1 P 20 Pegawai Bakery 51,3 148,2 23,36 1250,11 39,8 1,66 2073,10 1632,8 78,76

2 L 22 Penambang pasir 49,9 153,9 21,07 1442,47 43,2 1,80 2596,45 1252,8 48,25

3 P 23 Caddy 57,3 157 23,25 1338,31 42,2 1,76 2353,20 802 34,08
Design poto dan
4 L 25 grafis 75,8 165,7 27,61 1838,74 33 1,38 2528,27 3262,1 129,03
Pegawai rumah
5 P 26 makan 67,8 153,3 28,85 1492,66 38,6 1,61 2400,69 1774,5 73,92
Cari rumput dan
6 L 31 batu 66,1 164,3 24,49 1645,76 46,4 1,93 3181,80 1103,3 34,68

7 L 31 Pemerah Sapi 60,8 161 23,46 1584,28 39,3 1,64 2594,26 1561 60,17

8 P 33 Penjaga Warung 74,6 149,8 33,24 1478,02 41,8 1,74 2574,22 1499,9 58,27

9 P 34 Pekerja Ternak 73,6 158 29,48 1469,32 34,2 1,43 2093,78 1564,7 74,73

10 L 35 PNS 64,6 162,5 24,46 1628,36 37,2 1,55 2523,96 2550,4 101,05

11 L 35 Pemecah batu 74,6 161,8 28,50 1744,36 55 2,29 3997,49 1157,3 28,95
Cari rumput dan
12 P 36 batu 79,9 152,4 34,40 1524,13 46,4 1,93 2946,65 1103,3 37,44

13 L 37 Penjaga Warung 80,9 160 31,60 1817,44 32,4 1,35 2453,54 1311,5 53,45

14 L 37 Pencari Kayu 76,7 162,2 29,15 1768,72 41,4 1,73 3051,04 2163,1 70,90

15 L 40 Pemerah Sapi 67 164,5 24,76 1656,2 42,9 1,79 2960,46 2152,6 72,71
Pekerja
16 P 41 Kasar/proyek 48,8 137,3 25,89 1253,56 49,4 2,06 2580,24 1158,2 44,89

17 L 41 Pemerah Sapi 65 156,5 26,54 1633 43,8 1,83 2980,23 2281,7 76,56

18 P 41 Pencari Rumput 51,7 150,5 22,83 1278,79 41 1,71 2184,60 1499,5 68,64

19 P 42 Ibu Rumah tangga 75 154,5 31,42 1481,5 35,8 1,49 2209,90 1377,3 62,32
PNS/pencari batu
20 L 43 kali 75,1 162,9 28,30 1750,16 44,6 1,86 3252,38 2000,1 61,50

21 L 44 Penambang pasir 70,5 160,5 27,37 1696,8 44,8 1,87 3167,36 1093 34,51

22 L 44 Pencari Rumput 49,7 153,4 21,12 1455,52 43,8 1,83 2656,32 1731,2 65,17

23 P 45 Ibu Rumah tangga 60,2 144,5 28,83 1352,74 33,9 1,41 1910,75 1241,6 64,98

7. DAFTAR PUSTAKA Gizi Indonesia www.gizi.net diakses


Anonim. 2009. Energy Intake and 12 Mei 2011
Expenditure. British Nutrition Anonim. http://human-nutrition.net/penge-
Foundation. UK.www.nutrition.org.uk luaran-energi/ diakses 25 Maret 2011
diakses 25 Maret 2011 Anonim. www.bmi-calculator.net diakses
Anonim. Kebutuhan Nutrisi pada Lansia. 25 Maret 2011
http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/527- Gershwin, M. E., P. Nestel, dan C. L.
kebutuhan-nutrisi-pada-lansia diakses Keen 2004. Handbook of Nutrition
25 Maret 2011 and Immunity. Humana Press Inc.
Anonim. Pedoman PraktisMemantau New Jersey
Status Gizi Orang Dewasa. Jaringan

326
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Gibson, Rosalind S. 2005. Principles of


Nutritional Assessment. Second
Edition. Oxford University Press.
New York.
Indriati, Etty dan William Leonard. 2010.
Training Anthropometry, Human
Energetics, and Nutrition. Lab Bio and
Paleoanthropology, Fak. Kedokteran
UGM. Yogyakarta.
Poh B.K, Safiah M.Y., Tahir A., Siti
Haslinda M.D., Siti Norazlin N.,
Norimah A.K.,Wan Manan W.M.,
Mirnalini K., Zalilah M.S., Azmi
M.Y., dan Fatimah S. 2010. Physical
Activity Pattern and Energy
Expenditure ofMalaysian Adults:
Findings from the Malaysian
AdultNutrition Survey (MANS). Mal
J Nutr 16(1): 13 37.
WHO. 2002. Protein and Amino Acid
Requirements in Human Nutrition.
WHO Technical Report Series. No.
935. Geneva, Switzerland.

327
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP SARANA WISATA


PANTAI KUWARU KABUPATEN BANTUL UNTUK PERANCANGAN STRATEGI
PEMASARAN OBYEK WISATA (STUDI KASUS DI OBYEK WISATA PANTAI
KUWARU KABUPATEN BANTUL)

Tian Nur Marifat 1), Endy Suwondo2), Novita Erma Kristanti2)


1
Mahasiswa S-1, Jurusan Teknologi Indsutri Pertanian, Fakultas Teknologi
PertanianUniversitas Gadjah Mada; 2Staf Pengajar Jurusan Teknologi Indsutri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Pantai Kuwaru merupakan salah satu obyek wisata pantai di Kabupaten Bantul. Pantai
Kuwaru memiliki potensi untuk menjadi obyek wisata unggulan Kabupaten Bantul
dikarenakan panorama pantai yang masih alami dan adanya wisata penunjang pantai seperti
kuliner. Dalam rangka pengembangan obyek wisata pantai Kuwaru, diperlukan strategi
pemasaran yang didasarkan pada kepuasan yang telah dicapai oleh pengunjung.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang
disebar ke 100 orang responden wisatawan dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis
kepuasan wisatawan dilakukan dengan menggunakan metode Importance-
PerformanceAnalysis. Metode CSI digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan wisatawan
secara keseluruhan. Sarana wisata Pantai Kuwaru dikelompokkan berdasarkan bauran
pemasaran jasa yang meliputi product, price, place, promotion, people, process dan physical
evidence, selanjutnya nilai rata-rata untuk setiap atribut sarana wisata diplotkan ke dalam
grafik IPA yang terdiri dari empat kuadran prioritas berdasarkan tingkat kepentingan dan
kinerja. Dari hasil analisis, diperoleh 5 atribut yang memiliki prioritas utama untuk
meningkatkan kepuasan wisatawan Pantai Kuwaru, antara lain: kebersihan area pantai,
kebersihan sarana penunjang wisata pantai, kondisi jalan menuju pantai, kondisi rumah
makan yang meliputi kelayakan bangunan dan kebersihan rumah makan serta tersedianya
sarana pembuangan sampah di sekitar pantai. Nilai CSI sebesar 72,74 % menunjukkan secara
umum wisatawan merasa puas dengan atribut sarana wisata yang ada di Pantai Kuwaru.

Kata kunci : Kepuasan Wisatawan, Importance-Performance Analysis, CSI

1. PENDAHULUAN hingga tahun 2009 yaitu Pantai Parangtritis


1.1 Latar Belakang (Anonim, 2010).
Sektor wisata merupakan sektor
penting yang dapat menunjang Hal ini menunjukkan ketertarikan
perekonomian dan pembangunan suatu pengunjung akan panorama pantai di
daerah. Kabupaten Bantul memiliki Kabupaten Bantul. Pantai Kuwaru
potensi wisata besar terbukti dari merupakan salah satu obyek wisata pantai
keseluruhan obyek wisata yang ada di D.I di Kabupaten Bantul. Pantai Kuwaru
Yogyakarta, obyek wisata di Bantul memiliki potensi untuk menjadi obyek
menduduki rangking pertama dalam wisata unggulan Kabupaten Bantul
jumlah pengunjung pada tahun 2005 dikarenakan panorama pantai yang masih

328
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
alami dan adanya wisata penunjang pantai 3. Mengetahui atribut sarana wisata Pantai
seperti kuliner. Kuwaru yang menjadi prioritas
Wisatawan yang berperan sebagai perbaikan utama perbaikan.
konsumen merupakan komponen penting 4. Mengidentifikasi kepuasan pengunjung
dalam pengembangan obyek wisata Pantai secara keseluruhan terhadap kinerja
Kuwaru sebagai kawasan terpadu wisata atribut di Pantai Kuwaru.
alam, kerajinan dan kuliner. Wisatawan
berwisata dengan tujuan untuk berekreasi 1.4 Manfaat Penelitian
atau melepas rasa penat. Dalam 1.Memberikan informasi kepada pengelola
menunjang tujuan tersebut, tempat wisata dan Pemerintah Daerah mengenai
yang dituju harus memberikan kepuasan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh
kepada pengunjungnya melalui wisatawan yang berkunjung ke pantai
pemandangan yang ditawarkan, sarana Kuwaru sebagai dasar dalam
yang disediakan serta pelayanan kepada pengembangan obyek wisata.
pengunjung. Untuk itu perlu diketahui 2. Memberikan masukan kepada
sejauh mana kepuasan wisatawan terhadap pengelola dan Pemerintah Daerah
obyek wisata yang dikunjungi sebagai mengenai strategi pemasaran Pantai
dasar dalam peningkatan kinerja atribut Kuwaru berdasarkan tingkat kepuasan
yang dimiliki obyek wisata. Dalam rangka wisatawan dan tingkat kepentingan
pengembangan obyek wisata pantai atribut sarana yang ada di Pantai
Kuwaru, diperlukan suatu strategi Kuwaru.
pemasaran yang didasarkan pada kepuasan
yang telah dicapai oleh pengunjung dalam 2. METODE PENELITIAN
mengembangkan Pantai Kuwaru sebagai Tahap awal penelitian adalah
kawasan terpadu wisata alam dan kuliner. melakukan identifikasi permasalahan yang
dilakukan untuk mengetahui kondisi
1.2 Rumusan Masalah umum dan permasalahan atau kendala
Berdasarkan latar belakang yang dihadapi.
masalah di atas, maka rumusan Langkah selanjutnya adalah
masalahnya adalah bagaimana tingkat observasi terhadap kondisi sarana wisata
kepuasan konsumen terhadap tingkat yang ada di Pantai Kuwaru. Wawancara
sarana wisata Pantai Kuwaru Kabupaten dilakukan kepada Dinas Pariwisata
Bantul serta strategi pemasaran yang tepat Kabupaten Bantul serta pengelola pantai
dalam mengembangkan Pantai Kuwaru. untuk mengetahui sistem pengelolaan
Pantai Kuwaru.
1.3 Tujuan Penelitian Setelah itu penyebaran kuesioner
1. Mengidentifikasi tingkat kepentingan dilakukan untuk mengetahui tingkat
wisatawan terhadap atribut yang kepuasan wisatawan terhadap sarana yang
dimiliki oleh pantai Kuwaru. ditawarkan oleh pihak pengelola dan
2.Menganalisis tingkat kepuasan mengetahui sarana wisata yang menurut
wisatawan terhadap sarana yang wisatawan perlu ditingkatkan karena
ditawarkan oleh pihak pengelola Pantai kondisi saat ini belum memuaskan di
Kuwaru. Pantai Kuwaru.

329
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Gambar 2.1 Bagan Metode Penelitian dalam kuisioner utama tertuang pada Tabel
3.1.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk


Pada penelitian ini menggunakan mengukur tingkat kepuasan wisatawan
jumlah sampel untuk uji pendahuluan yaitu adalah dengan Importance-Performance
sebanyak 35 sampel dengan tingkat Analysis (IPA). Menurut Rangkuti (2006),
signifikansi 5%. Selanjutnya hasil IPA berfungsi untuk memetakan hubungan
kuisioner yang telah disebar dilakukan uji antara kepentingan dengan kinerja dari
validitas dan reliabilitas. Setelah semua masing-masing atribut yang ditawarkan.
butir atribut dalam kuisioner telah valid Atribut dievaluasi dengan menggunakan
dan reliabel untuk tingkat kepentingan dan Importance-Performance Analysis
kepuasan selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan pada bauran pemasaran dari
penyebaran kuisioner lanjutan. Pantai Kuwaru. Dengan menggunakan
Atribut yang terdapat di kuisioner metode tersebut, akan diperoleh faktor-
lanjutan berjumlah 30 atribut yang faktor yang akan menjadi prioritas utama
dikelompokkan ke dalam bauran oleh pemerintah setempat serta pengelola
pemasaran jasa yang terdiri dari tujuh Pantai Kuwaru untuk meningkatkan
komponen sebagaimana yang disebutkan kepuasan wisatawan terhadap sarana
oleh Zeithaml et.al (2003) yaitu product wisata yang ada di Pantai Kuwaru. Grafik
(produk), price (harga), place (tempat), IPA dibagi menjadi menjadi empat buah
promotion (promosi), people (orang), kuadran berdasarkan hasil pengukuran
process (proses), place (lokasi), physical importance-performance.
evidence (bukti fisik). Pengelompokan Kuisioner utama disebar kepada
atribut dilakukan karena melalui bauran 100 orang responden, dan diperoleh hasil
pemasaran diharapkan strategi pemasaran perhitungan rata-rata tingkat kepentingan
dapat dijalankan dengan sukses. Bauran dan kepuasan wisatawan terhadap atribut
pemasaran merupakan alat kendali Pantai Kuwaru adalah rata-rata kepuasan
organisasi dalam memberikan kepuasan atribut ke-i sebesar 2,844 dan rata-rata
kepada konsumen. Atribut yang dinilai kepentingan atribut sebesar 3,466. Nilai
rata-rata kepuasan atribut dijadikan titik

330
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
awal pada sumbu X untuk menarik garis
yang membagi antara kuadran I dan Selanjutnya bobot penilaian kinerja
kuadran II, serta antara kuadran IV dan dan kepentingan keseluruhan atribut
kuadran III, nilai rata-rata kepentingan diplotkan ke dalam diagram kartesius
atribut dijadikan titik awal pada sumbu Y dengan hasil tertuang pada Gambar 3.1.
untuk menarik garis yang membagi antara
kuadran I dan kuadran IV, serta antara
kuadran II dan kuadran III.
Dari hasil analisis akan diperoleh
atribut yang memiliki prioritas dalam
meningkatkan kepuasan konsumen.

Tabel 3.1 Atribut Sarana Wisata Pantai Kuwaru


No. Atribut No. Atribut
1. Tersedianya pasar ikan yang menjual ikan laut. 16. Keramahan dan kesopanan petugas
parkir.
2. Adanya rumah makan yang menyediakan masakan 17. Alur pembayaran biaya retribusi dan
ikan di sekitar pantai. parkir yang terpisah.
3. Tersedianya sarana permainan di sekitar pantai. 18. Keamanan di sekitar pantai.
4. Kenyamanan pantai yang ditunjang dengan adanya 19. Keamanan di area parkir.
pohon perindang di sekitar pantai.
5. Kenyamanan sarana dan sarana wisata pantai. 20. Kondisi jalan menuju lokasi pantai.
6. Tersedianya pasar ikan yang menjual ikan laut. 21. Tersedianya penunjuk jalan menuju
lokasi pantai.
7. Adanya rumah makan yang menyediakan masakan 22. Kebersihan area sekitar pantai.
ikan di sekitar pantai.
8. Harga retribusi masuk yang terjangkau. 23. Kebersihan sarana penunjang wisata
pantai.
9. Harga jasa parkir yang terjangkau. 24. Kondisi pasar ikan yang meliputi
kelayakan bangunan dan kebersihan
pasar ikan.
10. Harga ikan segar yang dijual di pasar ikan terjangkau. 25. Kondisi rumah makan yang meliputi
kelayakan bangunan dan kebersihan
rumah makan.
11. Promosi mengenai obyek wisata Pantai Kuwaru 26. Kondisi area parkir meliputi luas area
melalui media elektronik yaitu televisi. dan adanya atap pelindung.
12. Promosi mengenai obyek wisata Pantai Kuwaru 27. Tersedianya sarana pembuangan sampah
melalui siaran radio. di sekitar pantai.
13. Promosi mengenai obyek wisata Pantai Kuwaru 28. Tersedianya sarana peribadatan yaitu
melalui media cetak yaitu surat kabar. masjid.
14. Keramahan dan kesopanan pedagang di sekitar 29. Kondisi sarana peribadatan meliputi
pantai. kelayakan bangunan, kebersihan,
ketersediaan air bersih, serta
kelengkapan alat ibadah.
15. Keramahan dan kesopanan petugas retribusi. 30. Penataan tata letak sarana pantai

331
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011

Kuadran I Kuadran II
x

Kuadran III Kuadran IV

Gambar 3.1 Diagram Kartesius Penilaian Kepentingan dan Kepuasan Wisatawan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa CSI


3.1.Customer Satisfaction Index yang diperoleh masuk dalam kategori CSI
Menurut Aritonang (2005) antara 66 hingga 80 %, sehingga dapat
Customer Satisfaction Index digunakan disimpulkan bahwa tingkat kepuasan
untuk menganalisis tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan atas atribut
konsumen secara keseluruhan. CSI sarana wisata di Pantai Kuwaru dapat
(Customer Satisfaction Index)) digunakan dikatakan Puas. Tingkatat kepuasan dari
untuk mengetahui tingkat kepuasan wisatawan ini harus dipertahankan dan
konsumen secara menyeluruh dengan terus ditingkatkan.
melihat tingkat kepentingan dari atribut-
atribut
atribut produk/jasa. 3.2. Penentuan strategi pemasaran
emasaran
Dari hasil perhitungan diperoleh Dalam penelitian ini, strategi pemasaran
nilai CSI sebesar 72,74 %. Menurut Ihsani untuk obyek wisata Pantai Kuwaru
(2005) Nilai CSI dibagi dalam lima dikerucutkan melalui strategi operasional
kriteria dari tidak puas sampai sangat puas. berupa perbaikan pelayanan ya
yang
Pembagian tersebut tertuang dalam tabel ditentukan dengan menganalisis kepuasan
berikut. wisatawan terhadap atribut sarana yang
ada di pantai Kuwaru.
Tabel 3.2 Kriteria nilai Customer Cakupan strategi perbaikan pelayanan
Satisfaction Index (CSI) difokuskan pada atribut yang terletak di
Nilai CSI (%) Kriteria CSI kuadran I dalam matriks kepentingan
kepentingan-
81-100 Sangat Puas kepuasan. Hal ini dikarenakan atribut
66-80 Puas mempunyai tingkat kepentingan tinggi,
51-65 Cukup Puas
35-50 Kurang Puas
namun memberikan kinerja yang buruk
0-34 Tidak Puas yang menyebabkan wisatawan tidak puas
Sumber : Ihsani (2005) dengan atribut tersebut. Dengan adanya
perbaikan kinerja diharapkan konsumen

332
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
menjadi loyal terhadap jasa yang e. Kondisi rumah makan yang meliputi
ditawarkan. Berikut adalah rincian kelayakan bangunan dan kebersihan
rekomendasi perbaikan pelayanan melalui rumah makan.
prioritas peningkatan kinerja dari atribut f. Tersedianya sarana pembuangan
sarana wisata : sampah di sekitar pantai.
a. Kebersihan area pantai
b. Kebersihan sarana penunjang wisata 3.3. Strategi pemasaran berdasarkan
pantai, yaitu kolam renang anak dan bauran Pasar
arena bermain anak. Penyusunan strategi pemasaran
c. Kondisi jalan menuju pantai Pantai Kuwaru secara ringkas tertuang
d. Ketersediaan penunjuk jalan menuju dalam Tabel 3.3.
pantai.

Tabel 3.3. Penyusunan strategi pemasaran pantai kuwaru


No. Bauran Prioritas Strategi Nilai Tambah untuk obyek wisata
Pemasaran Perbaikan
1. Product Tidak Pertahankan kinerja Keunggulan product yang ditawarkan,
antara lain :
- kenyamanan pantai yang
ditunjang dengan adanya pohon
cemara udang
- adanya sarana permainan
- kenyamanan sarana wisata
- tersedianya pasar ikan
- wisata kuliner
2. Price Tidak Pertahankan kinerja. Apabila diperlukan Menjaga agar konsumen tetap
perubahan harga karena kebutuhan bertahan.
operasional, diperlukan analisis lebih
lanjut.
3. People Tidak Pertahankan kinerja Daya tarik wisata ada pada kerifan
lokal atau local wisdom yang dimiliki
oleh penduduk yang bermukim di
kawasan Pantai Kuwaru.
4. Promotion tidak Sarana promosi dengan komunikasi penyebaran informasi ke masyarakat
perorangan atau word of mouth. luas mengenai keunggulan Pantai
Perbaikan kualitas pelayanan dan sarana Kuwaru.
wisata sehingga timbul loyalitas konsumen
5. Place Ya Perbaikan dan pelebaran jalan. Tempat wisata lebih mudah dijangkau
oleh wisatawan.
6. Process Tidak Pertahankan kinerja
7. Physical Ya - penambahan sarana pembuangan Kondisi fisik yang lebih tertata dan
Evidence sampah di area pantai memberikan kenyamanan kepada
wisatawan.
- tulisan himbauan untuk membuang
sampah pada tempatnya
- himbauan kepada pemilik rumah
makan untuk meningkatkan
kebersihan rumah makan
- penyuluhan sanitasi yang diadakan
oleh pihak akademisi.

333
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN Zeithaml, V.A., and Mary J.B. 2003.
Kesimpulan yang dapat diambil Services Marketing. New York :
dari penelitian mengenai Analisis McGraw-Hill Companies.
Kepuasan Wisatawan terhadap Sarana
Wisata Pantai Kuwaru untuk Perancangan
Strategi Pemasaran Obyek Wisata adalah
sebagai berikut :
a. Dari hasil analisis dengan metode
Importance-Performance Analysis
terhadap 30 atribut sarana yang ada di
Pantai Kuwaru yang dikelompokkan
berdasarkan bauran pemasaran jasa,
diperoleh atribut yang memiliki
prioritas utama untuk peningkatan
kinerja, antara lain :
1) Kebersihan area pantai
2) Kebersihan sarana penunjang
wisata pantai
3) Kondisi jalan menuju pantai
4) Kondisi rumah makan yang
meliputi kelayakan bangunan dan
kebersihan rumah makan.
5) Tersedianya sarana pembuangan
sampah di sekitar pantai.
b. Dengan menggunakan metode
Customer Satisfaction Indeks
diperoleh CSI sebesar 72,74 %. Secara
umum wisatawan merasa puas dengan
atribut sarana wisata yang ada di
Pantai Kuwaru.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Laporan Akhir Studi Tata
Ruang Pantai Kuwaru Kecamatan
Srandakan, Pemerintah Kabupaten
Bantul, DIY.
Aritonang R, L. 2005. Kepuasan
Pelanggan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Ihsani, D.W. 2005. Analisis Kepuasan
Konsumen terhadap Atribut Wisata
Cangkuang Garut, Jawa Barat.
Skripsi. Departemen Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor.
Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring
Customer Satisfaction, Teknik
Mengukur dan Strategi Meningkatkan
Kepuasan Pelanggan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

334
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

PENGEMBANGAN PRODUK STEVI-COFFEE CELUP UNTUK PENGUATAN


SISTEM PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI SLEMAN PASCA ERUPSI MERAPI

(Product Development Of Stevi-Coffee Bag For Strenghtening Sleman


Small Coffee Industrial System Pasca Merapi Eruption)

Didik Purwadi *), Suharno *) dan Anggita Kurniasari*)


*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM
didik@ugm.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk membangkitkan kembali sistem industri kopi di Sleman
melalui pendekatan pemanfaatan optimal terhadap tanaman kopi yang masih tersisa saat ini
menjadi produk baru dengan nilai tambah yang besar. Produk ini adalah stevi-coffee celup,
yakni kombinasi antara kopi dan daun stevia kering sebagai bahan pemanisnya. Penelitian ini
mencari kombinasi yang optimal antara kopi dan stevia, menentukan kadar / ukuran produk
untuk siap disajikan, serta bagaimana distribusi pemasaran yang perlu dilakukan. Metode
yang digunakan adalah teknik rekayasa nilai (value engineering), yang dimulai dengan tahap
informasi, tahap kreatifitas dan tahap pengujian.
Atribut mutu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk kopi berdasarkan
urutan prioritas adalah aroma, rasa, bahan baku, harga, kekentalan, bentuk, warna, kemasan,
dan daya tahan. Produk kopi dengan stevia terbaik berdasarkan analisis dan evaluasi dengan
metode Value Engineering yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen adalah produk E,
yaitu produk kopi dengan bahan baku kopi dan stevia yang memiliki perbandingan 25 : 75

Kata kunci : Stevi-Coffee, Pengembangan produk, Kopi Merapi

1. PENDAHULUAN hanya mengenal tebu dan aren sebagai


1.1. Latar belakang penelitian tanaman penghasil gula, padahal ada
Sleman memiliki potensi kopi di tanaman lain yang dimanfaatkan sebagai
tiga kecamatan, yaitu Cangkringan, pemanis yakni stevia. Stevia merupakan
Pakem, dan Turi. Luas areal perkebunan pemanis yang berasal dari tanaman yang
kopi di Sleman yang tersebar di tiga memiliki tingkat kemanisan yang lebih
kecamatan tersebut adalah 202 ha di tinggi dari gula tebu dan rendah kalori
Cangkringan, seluas 42 ha di Pakem dan sehingga baik untuk kesehatan. Bagian
seluas 43,3 ha di Turi. Namun akibat tanaman stevia yang digunakan sebagai
erupsi Merapi, lahan perkebunan yang pemanis adalah daunnya. Daun stevia
tersisa adalah 17 ha di Cangkringan, 25,5 dapat langsung digunakan sebagai
ha di Pakem dan 29,8 ha di Turi. Nilai pemanis. Cara untuk memanfaatkannya
kerugian yang ditimbulkan oleh erupsi yaitu dengan dikeringkan. Stevia belum
Merapi ini mencapai Rp. 3,7 Miliar di banyak dimanfaatkan sebagai pemanis
Cangkringan, Rp. 330 Juta di Pakem dan terutama di Indonesia. Dengan berbagai
Rp. 270 Juta di Turi. Secara terperinci keunggulan yang dimiliki, stevia sangat
data luas lahan perkebunan kopi di Sleman berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
digambarkan pada Tabel 1. campuran dalam kopi bubuk.
Masyarakat di Indonesia umumnya Dari potensi yang ada tersebut

335
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
maka dilakukan pengembangan untuk bubuk. Pada saat ini produk kopi yang
produk kopi dan stevia. Pengembangan dijumpai di pasaran dijual dalam bentuk
produk ini dilakukan untuk menentukan kopi bubuk biasa maupun kopi bubuk
formulasi terbaik produk kopi dengan instan yang sudah dicampur gula maupun
stevia sesuai dengan kebutuhan konsumen, krimer. Pengembangan produk ini
agar dapat diperoleh produk dengan dilakukan untuk memberi nilai tambah
kualitas baik yang dapat bersaing di pada produk kopi. Pengembangan produk
pasaran. pada penilitian ini dilakukan dengan
Dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode Value Engineering.
pengembangan produk stevia yang
digunakan sebagai campuran dalam kopi

Tabel 1. Luas lahan kopi pasca erupsi Merapi


Luas areal (ha) Nilai kerugian
Kecamatan
Tertanami Mati Sisa (Rp)
Cangkringan
1. Umbulharjo 34 30 4 1.200.000.000
2. Kepuharjo 78 78 0 1.560.000.000
3. Glagahharjo 62 60 2 620.000.000
4. Argomulyo 2 2 0 40.000.000
5. Wukirsari 26 14 12 280.000.000
Jumlah 202 185 17 3.700.000.000
Pakem
1. Purwobinangun 12 9 3 180.000.000
2. Candibinangun 9 0 9 0
3. Hargobinangun 10 7,5 2,5 150.000.000
4. Pakembinangun 5 0 5 0
5. Harjobinangun 6 0 6 0
Jumlah 42 16,5 25,5 330.000.000
Turi
1. Bangunkerto 0 0 0 0
2. Donokerto 0 0 0 0
3. Girikerto 40 11,5 28,5 230.000.000
4. Wonokerto 3,3 2,0 1,3 40.000.000
Jumlah 43,3 13,5 29,8 270.000.000
Sumber: Anonim (2010)
pengalaman mengelola kopi, pekerjaan
utama, serta peta kekuatan, kelemahan,
1.2. Tujuan Penelitian peluang dan ancaman usaha perkebunan
Tujuan Penelitian ini adalah: (1) kopi Merapi, hubungan kerjasama dengan
mengidentifikasi attribute produk yang mitra selama ini, jenis produk yang
dipentingkan, (2) memperoleh produk pernah dikembangkan selama ini (kopi
kopi dengan campuran stevia yang biji, kopi bubuk, kopi siap saji). Data
sesuai dengan keinginan konsumen sekunder antara lain Badan Perencanaan
mengenai rasa, aroma, dan warna poduk. Pembangunan Daerah Sleman, Dinas
Pertanian Sleman, Dinas Koperasi
2. METODE PENELITIAN Sleman, Kelompok Usaha Bersama
2.1. Obyek penelitian Kebun Makmur Sleman
Obyek penelitian adalah produk kopi dan
daun stevia. 2.3. Metode pengolahan data

2.2. Pengumpulan data a. Tahap informasi


Data primer ini berisikan identitas 1) Uji Validitas dan reliabilitas
dari responden, antara lain umur,

336
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Uji validitas dan reliabilitas Pada tahap ini dilakukan uji inderawi
digunakan untuk menjamin bahwa terhadap berbagai karakteristik dan konsep
kuesioner yang digunakan mampu produk kopi yang akan dikembangkan.
mengukur atribut dan mengetahui sejauh 2) Penentuan nilai performansi
mana hasil pengukuran dapat dipercaya Pada tahap ini digunakan metode zero-
bila dilakukan pengukuran pada waktu yg one untuk menilai dan membandingkan
berbeda pada kelompok subjek yang sama atribut satu dengan atribut yang lain. Nilai
kemudian diperoleh hasil yang relatif performansi dapat diperoleh dengan
sama. Uji reliabilitas menunjukkan mengalikan jumlah penilaian responden
stabilitas dan konsistensi suatu alat terhadap atribut mutu tiap konsep dengan
pengukur di dalam mengukur gejala yang bobot atributnya.
sama. Untuk mengukur reliabilitas
digunakan metode Alpha Cronbach.
2) Penentuan Prioritas Pengembangan
Atribut Mutu
Pada tahap ini ditentukan urutan 3) Penentuan Biaya Produksi
prioritas pengembangan atribut mutu dari Pada tahap ini dihitung biaya produksi
hasil rata-rata pemberian peringkat dari tiap konsep produk yang
terhadap atribut mutu oleh responden pada dikembangkan. Dengan asumsi bahwa
pengisian kuesioner tahap pertama. komponen biaya produksi yang dominan
adalah komponen biaya bahan baku, maka
penentuan biaya produksi tidak
Pengembangan yang diprioritaskan adalah memasukkan komponen biaya yang lain
atrihut mutu yang mempunyai nilai rata- seperti biaya sewa mesin dan tenaga kerja.
rata yang paling rendah. 4) Penentuan Nilai (Value) Konsep
3) Penentuan Karakteristik Kebutuhan Produk
Konsumen Nilai suatu produk dapat diperoleh
Atribut-atribut mutu yang telah dengan membandingkan performansi tiap
diketahui urutan prioritasnya digunakan konsep produk dengan biaya produksinya.
untuk mengidentifikasi kebutuhan 5) Penentuan Konsep Produk Terbaik
konsumen melalui penyebaran kuesioner Konsep produk terbaik adalah konsep
tahap kedua. Spesifikasi produk yang yang memiliki nilai (value) tertinggi.
diperoleh dari penyebaran kuesioner
tersebut akan digunakan sebagai dasar d. Tahap evaluasi
untuk mengembangkan konsep produk. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan value dari konsep produk
b. Tahap kreativitas terbaik yang akan dikembangkan dengan
Tahap kreativitas ini diawali dengan value produk pembanding yang telah ada
brainstorming untuk menentukan konsep- di pasaran. Konsep produk layak untuk
konsep produk yang akan dikembangkan dikembangkan jika mempunyai value lebih
berdasarkan hasil identifikasi atribut mutu besar dari value produk pembanding. Jika
produk dan identifikasi kebutuhan konsep produk mempunyai value lebih
konsumen. Setelah brainstorming rendah dibanding dengan produk pasaran
kemudian dilakukan identifikasi fungsi- atau dengan kata lain tidak layak untuk
fungsi produk dengan metode FAST dikembangkan maka penelitian harus
(Function Analysis System Technique). kembali lagi pada tahap kreativitas.

c. Tahap analisis
1) Pengujian Inderawi

337
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3. HASIL PENELITIAN DAN Dari hasil tabel diatas urutan
PEMBAHASAN atribut yang diprioritaskan adalah aroma,
rasa, bahan baku, harga, kekentalan,
Tahap Informasi bentuk, warna, kemasan, dan daya tahan.
1. Identifikasi Atribut Mutu Produk
Beberapa atribut mutu yang 4. Identifikasi Kebutuhan Konsumen
dianggap penting atau diperhatikan oleh Tingkat konsumsi kopi
konsumen yaitu bahan baku, rasa, warna, menunjukkan bahwa sebagian besar
bentuk, aroma, kekentalan, harga, daya responden (74%) mengkonsumsi kopi
tahan, dan kemasan. kurang dari tujuh kali dalam seminggu
atau dapat disebut dengan jarang
2. Uji Validitas dan Reliabilitas mengkonsumsi kopi. Alasan
Hasil uji validitas atribut mutu mengkonsumsi kopi paling besar karena
sekunder yang valid akan dijadikan menyukai rasanya (55%) disusul karena
sebagai dasar pembuatan kuesioner kedua fungsinya (25%). Pola konsumsinya
untuk mengidentifikasi kebutuhan sebagian besar mengkonsumsi kopi di
konsumen, sedangkan hasil uji validitas rumah (66%) dan di coffee shop (22%).
atribut mutu sekunder yang tidak valid Tempat pembelian kopi paling banyak di
akan dibuang, yaitu penambahan zat supermarket (41%) dan minimarket
pewarna dan takaran penyajian. Hasil uji (36%).
reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner Hasil penjaringan ini menunjukkan
reliabel. bahwa produk kopi yang diinginkan oleh
konsumen adalah memiliki spesifikasi
3. Penentuan Prioritas Pengembangan sebagai berikut: (a) kopi dengan bahan
Atribut Mutu baku jenis arabika, (b) variasi rasa dengan
Kuesioner ini menggunakan skala krimer, susu, dan coklat; (c) rasa kopi
1-9 dimana skor 9 mewakili bobot yang yang manis dengan tingkat kemanisan
paling penting yaitu yang paling sedang; (d) penambahan stevia sebagai
diprioritaskan untuk dikembangkan. pemanis kopi; (e) aroma kopi yang kuat
Jumlah responden yang diambil untuk dan kental; (f) warna kopi hitam
kuesioner ini sama dengan jumlah kecoklatan; (g) bentuk kopi instan dalam
responden untuk kuesioner diatas yaitu 40 bentuk celup; (h) isi kemasan sebanyak 5-
orang. Skor dan urutan prioritas 10 buah; dan (i) tanpa zat pengawet.
pengembangan atribut mutu dari
penyebaran kuesioner tahap pertama ini 5. Tahap Kreativitas
dapat dilihat pada Tabel 2. Identifikasi fungsi produk diawali
dengan mengamati produk kopi yang ada
Tabel 2. Urutan prioritas atribut mutu di pasaran dan mengamati langsung di
pengembangan kopi industri pembuatan kopi PT. Swarna
Atribut Skor
Urutan Buana Semesta yang terletak di Jalan
Prioritas Kaliurang km 9, Sleman, Yogyakarta.
Bahan baku 5,675 3 Setelah melakukan pengamatan terhadap
Rasa 7,3 2 produk dan proses pembuatannya maka
Warna 4,075 7 dapat diidentifikasi fungsi-fungsi produk
Bentuk 4,15 6
Aroma 7,45 1
kopi dan selanjutnya fungsi-fungsi tersebut
Kekentalan 4,525 5 dapat dipetakan dan diketahui
Harga 5,075 4 keterkaitannya dengan menggunakan
Daya tahan 3,825 9 diagram FAST.
Kemasan 4,05 8 Diagram FAST disusun
berdasarkan hierarki fungsi. Fungsi dengan

338
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tingkat yang lebih tinggi diletakkan di adalah kopi. Fungsi dasar tesebut berada
sebelah kanan. Pembuatan diagram FAST pada lingkup yang akan menjadi masalah
dimulai dari fungsi dasar yang telah yang akan dibahas.
ditentukan sebelumnya, dalam hal ini

Gambar 1. Diagram FAST

Gambar 1. di atas 6. Tahap Analisis


menggambarkan keterkaitan antara 1. Pengujian Inderawi
fungsi primer kualitas dan harga dengan Hasil uji inderawi untuk atribut
fungsi sekunder yang terdiri dari bahan rasa, produk yang mempunyai nilai lebih
baku, rasa, warna, bentuk, aroma, tinggi dari produk pasar (2,93) adalah
kekentalan, daya tahan, kemasan dan produk D (3,5) dan produk E (3,06). Hal
biaya produksi. Diagram FAST ini dapat terjadi dikarenakan rasa dari
menggambarkan apa saja yang produk D dan E memiliki kekhasan
berpengaruh pada setiap fungsi sekunder. tersendiri dibandingkan dengan produk
pasar. Selain itu komposisi produk juga
Tabel 3. Alternatif konsep produk kopi sangat berpengaruh terhadap rasa yang
dengan Stevia dihasilkan. Sehingga rasa yang dianggap
Konsep Produk Bahan Baku (%)
Kopi : Stevia : Jahe = 25 : 50 :
paling pas adalah produk D dan E.
A
25 Hasil uji inderawi untuk atribut
Kopi : Stevia : Jahe = 35 : 50 :
B
15
warna, nilai produk B (3,2) dan produk D
C
Kopi : Stevia : Jahe = 15 : 50 : (3,36) lebih tinggi daripada nilai produk
35 pasar (3,13). Hal ini dikarenakan kadar
D Kopi : Stevia = 50 : 50
E Kopi : Stevia = 25 : 75 kopi yang tinggi pada produk B dan D ,
F Kopi : Stevia = 35 : 65 yaitu 35% dan 50% sehingga warna
produk menjadi lebih baik dan menarik.
Pada hasil uji inderawi atribut

339
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bentuk, seluruh produk memiliki nilai produk D (3,3) dan produk F (3,23)
lebih tinggi dari produk pasar (2,66). memiliki nilai lebih tinggi dari produk
Atribut bentuk merupakan kenampakan pasar (2,66). Hal ini terjadi karena kadar
keseluruhan dari produk yang ada. Hasil kopi yang cukup tinggi pada produk B
tersebut dapat disebabkan karena bentuk (35%), D (50%) dan F (35%), sedangkan
dari semua produk lebih menarik produk dengan kadar kopi yang rendah
dibandingkan produk pasar. Bentuk memiliki nilai yang rendah pula.
pengembangan produk adalah kopi dalam
bentuk celup yang merupakan hal baru 2. Penentuan Nilai Performansi Produk
bagi sebagian orang, sehingga bentuk Performansi merupakan nilai baik
produk menjadi lebih menarik. atau tidaknya penampilan/kenampakan
Pada hasil uji inderawi atribut produk secara keseluruhan, termasuk
aroma, produk yang memiliki nilai lebih atribut mutu produk. Performansi produk
tinggi dari produk pasar (3,06) adalah adalah penjumlahan hasil perkalian nilai
produk B (3,13), produk C (3,3), produk D tiap atribut mutu dari hasil uji inderawi
(3,33), produk E (3,1) dan produk F (3,33) dengan bobot kepentingan tiap atribut.
. Hal ini dikarenakan aroma kopi yang Bobot kepentingan ini dapat
dihasilkan lebih baik pada produk B, C, D, dihitung dengan persamaan:
E dan F. Dengan komposisi yang tepat Bobot atribut
dapat menghasilkan aroma yang harum,
seperti campuran jahe pada produk B dan
C, namun aroma kopi tercium lebih kuat Contoh perhitungan bobot
pada produk D karena kandungan kopi atribut untuk atribut rasa
yang cukup banyak.
Pada hasil uji inderawi untuk
atribut kekentalan, produk B (2,76),

Tabel 4. Hasil perhitungan bobot atribut

Tingkat
Bobot
kepentingan Jumlah
1 2 3 4 5 atribut Rangking
nilai
(%)
Atribut

Rasa 0 1 1 7 21 138 30,67 1

Warna 6 7 12 4 1 77 17,11 4

Bentuk 17 7 5 1 0 50 11,11 5

Aroma 2 7 3 12 6 103 22,89 2

Kekentalan 5 8 9 6 2 82 18,22 3

Jumlah 30 30 30 30 30 450 100

Dari hasil perhitungan bobot nilai 0. Atribut yang dibandingkan dengan


atribut pada Tabel 4 dapat dilakukan atribut yang sama diberi tanda (x).
pembandingan antar atribut mutu yang ada Dari hasil pembandingan atribut
dengan menggunakan metode zero one. mutu dengan metode zero one didapatkan
Atribut yang memiliki nilai lebih tinggi urutan rangking atribut mutu dari urutan
diberi nilai 1 dan yang lebih rendah diberi teratas adalah rasa, aroma, kekentalan,

340
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
warna dan bentuk. Pada tahap berikutnya perkalian antara jumlah penilaian
akan dilakukan perhitungan nilai responden terhadap atribut mutu tiap
performansi untuk tiap konsep produk. konsep produk dengan bobot atribut.
Nilai performansi diperoleh dari hasil

Tabel 5. hasil Perbandingan dengan Metode Zero One

Atribut Rasa Warna Bentuk Aroma Kekentalan Jumlah Rangking

Rasa x 1 1 1 1 4 1
Warna 0 x 1 0 0 1 4
Bentuk 0 0 x 0 0 0 5
Aroma 0 1 1 X 1 3 2
Kekentalan 0 1 1 0 x 2 3

Nilai performansi
Hasil perhitungan nilai performansi
tiap konsep produk dapat dilihat pada
Contoh perhitungan nilai performansi Tabel 6.
untuk produk A

Tabel 6. Hasil Perhitungan Performansi tiap Konsep Produk

Atribut mutu Rasa Warna Bentuk Aroma Kekentalan


Nilai
performansi
Bobot atribut
30,67 17,11 11,11 22,89 18,22
(%)
Produk A 61 89 86 85 71 7588,39
Produk B 59 96 87 94 83 8082,58
Produk C 90 93 94 99 71 8955,6
Produk D 105 101 96 100 99 10107,8
Produk E 92 93 89 93 73 8860,49
Produk F 87 83 82 100 97 9055,78
Produk pasar 88 94 80 92 80 8759,58

Performansi produk dikatakan baik produk yang lebih baik belum tentu
apabila nilainya melebihi nilai performansi produk tersebut memiliki nilai (value)
produk pasar. Dari hasil perhitungan nilai yang lebih baik pula karena nilai suatu
performansi diatas maka diketahui bahwa produk juga dipengaruhi oleh besarnya
produk B (8082,58), produk C (8955,6), biaya produksi yang digunakan. Value
produk D (10107,8), produk E (8860,49) merupakan perbandingan antara
dan produk F (9055,78) memiliki nilai performansi dan biaya produksi. Produk
performansi lebih tinggi dari produk pasar dengan performansi yang tinggi bisa saja
(8759,58). Namun nilai performansi memiliki value yang rendah dikarenakan

341
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
biaya produksi yang digunakan tinggi
ataupun sebaliknya. Oleh karena itu perlu Tabel 8. Nilai (value) tiap konsep produk
dilakukan perhitungan biaya produksi Biaya Nilai
Produk Performansi
Produksi (value)
untuk menentukan value tiap konsep
A 7588,39 42500 0,1785
produk. B 8082,58 37500 0,2155
C 8955,6 47500 0,1885
3. Penentuan Biaya Produksi D 10107,8 30000 0,3369
Pada tahap ini dilakukan E 8860,49 25000 0,3544
perhitungan biaya produksi dari tiap F 9055,78 27000 0,3353
konsep produk yang dikembangkan dan Pasar 8759,58 26000 0,3369
biaya produksi produk pembanding
(produk pasar), yaitu kopi yang diproduksi D. Tahap Evaluasi
oleh UKM Dewiperi di Cangkringan, Evaluasi dilakukan dengan
Yogyakarta. Perhitungan biaya produksi membandingkan nilai dari produk yang
dibatasi hanya pada biaya bahan baku. dikembangkan dengan produk pasar
Biaya produksi digunakan untuk sebagai pembanding. Produk layak untuk
menghitung nilai (value) dari tiap konsep dikembangkan jika mempunyai nilai lebih
produk yang dikembangkan. Hasil besar dari nilai produk pembanding. Dari
perhitungan biaya produksi dapat dilihat hasil diatas dapat diketahui bahwa value
pada Tabel 7. dari produk E (0,3544) lebih tinggi dari
value produk pembanding (0,3362). Pada
Tabel 7. Biaya Produksi produk B, C, D dan F walaupun memiliki
Biaya performansi lebih tinggi dari produk pasar
No Produk Produksi namun memiliki value yang lebih rendah
(Rp) dibandingkan dengan produk pasar. Hal ini
1 A 42500 dikarenakan biaya produksi pada konsep
produk-produk tersebut lebih besar
2 B 37500
dibanding produk pasar. Dari hasil tersebut
3 C 47500
maka produk E dapat dikatakan layak
4 D 30000
untuk dikembangkan.
5 E 25000
Biaya produksi untuk produk E
6 F 27000 sebesar Rp 25.000 untuk 1 kg produk.
7 Pasar 26000 Harga jual untuk produk pasar adalah Rp
32.000/kg. Harga produk E dibawah
produk pasar sehingga sangat berpeluang
4. Penentuan Nilai (value) Konsep untuk dikembangkan. Dalam
Produk perkembangannya produk kopi stevia akan
Nilai (value) dari konsep produk dikemas dalam bentuk celup. Dalam 1
diperoleh dari perbandingan performansi kantung celup berisi sebanyak 3 gram
tiap konsep produk dengan biaya produk sehingga dalam 1 kg produk dapat
produksinya. Penghitungan nilai (value) dihasilkan 333 kantung celup, maka harga
menggunakan persamaan: untuk 1 kantung celup adalah Rp
25.500/333 = Rp 76,5765.

Contoh perhitungan nilai (value) untuk 4. KESIMPULAN DAN SARAN


produk A 4.1. Kesimpulan
Produk stevi coffee yang sesuai
dengan keinginan konsumen adalah
Hasil perhitungan nilai (value) untuk tiap dengan urutan prioritas atribut mutu
konsep produk dapat dilihat pada Tabel 8. aroma, rasa, bahan baku, harga,

342
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kekentalan, bentuk, warna, kemasan, Ulrich, K.T dan S.D, Eppinger, 2001,
dan daya tahan. Produk stevi coffe Perancangan dan Pengembangan
terbaik berdasarkan analisis dan evaluasi Produk, Salemba Teknika, Jakarta
dengan metode Value Engineering
adalah konsep produk E, yaitu produk
stevi coffee yang terdiri dari bahan baku
kopi dan stevia yang memiliki
perbandingan 25 : 75.

4.2. Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa prioritas kemasan dan daya tahan
produk menempati posisi yang tidak
menjadi prioritas utama (yakni urutan ke 8
dan 9). Oleh karena kedua atribut ini
belum menjadi bahan kajian. Penelitian
ini masih fokus pada perancangan produk
dan belum membahas pada aspek
pengembangan kemasan sehingga masih
diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
kemasan.

4.3. Ucapan terima kasih


Penelitian ini dapat dilaksanakan atas
bantuan finansial dari Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada tahun 2011.
Oleh karena itu diucapkan terima kasih.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2010, Turgo Kopi Merapi,
Proposal Koperasi Kebun Makmur
Sleman Yogyakarta.
Elz, Dieter (1987), Agricultural Marketing
Strategy and Pricing Policy, The
World Bank, Washington DC.
Knutson, Ronald D., J.B. Penn dan Barry
L Flinchbaugh (2004), Agriculture
and Food Policy, Pearson Prentice
Hall, New Jersey, pp. 154-157
Roitner-Schobesberger., Ika Darnhofer,
Suthichai Somsook dan Christian R.
Vogl., (2008), Consumer Perceptions
of Organic Food in Bangkok,
Thailand, Food Policy, No 33, pp.
112-121, Elsevier.
Tjahjonoadi, S. 1989. Value Engineering
dalam Proyek. Teknik dan
Manajemen Industri Fakultas
Pascasarjana ITB. Bandung.

343
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
RANCANG BANGUN PROTOTYPE SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PROTEN
(STUDI KASUS DI PT. OTSUKA INDONESIA MALANG)
1)
M. Zainul Arifin, 2)Siti Asmaul, 3)Arif Hidayat

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang perancangan prototype sistem pakar berbasis web
untuk pengendalian kualitas produk Proten. Kegiatan pengendalian kualitas produksi yang
berjalan sekarang masih memerlukan tenaga ahli atau pakar yang harus siap selama 24 jam
bila terjadi masalah, namun pakar yang tersedia tidak selalu siap karena keterbatasan fisik
sebagai manusia. Perancangan prototype sistem pakar untuk pengendalian kualitas produk
Proten ini sangat mendukung terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi pakar yang
keberadaannya sangat sedikit, sehingga dapat diambil tindakan perbaikan yang tepat.
Perancangan sistem pakar ini meliputi pemilihan sumber pengetahuan, akuisisi pengetahuan,
representasi pengetahuan, pengembangan mesin inferensi, implementasi, dan pengujian
prototype. Hasil perancangan sistem pakar berbasis web untuk pengendalian kualitas produk
Proten ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu basis pengetahuan, mesin inferensi, dan
antarmuka pengguna.

Kata kunci: Sistem pakar, pengendalian kualitas produk, Proten.

1. PENDAHULUAN produksi serta keterbatasan kemampuan


PT. Otsuka Indonesia merupakan yang dimiliki para ahli akan
perusahaan besar yang bergerak di bidang mempengaruhi suatu kebijakan dalam
industri farmasi yang berada di Lawang, pengambilan keputusan terhadap masalah
Malang. Salah satu produk yang dihasilkan yang dihadapi, maka keberadaan alat bantu
di PT. Otsuka Indonesia yaituenteral berupa sistem pakar sangat dibutuhkan
nutrition Proten. Kualitas Produk Proten di Penerapan kosep mutu di bidang
PT. Otsuka Indonesa ditentukan oleh pangan dalam arti luas menggunakan
beberapa kriteria spesifik yang telah penafsiran yang beragam. Kramer dan
menjadi standard mutu perusahaan. Secara Twigg (2003) menyatakan bahwa mutu
garis besar kriteria mutu tersebut meliputi merupakan gabungan atribut produk yang
pemeriaan atau homogenitas bahan, bobot dinilai secara organoleptik (warna, tekstur,
pengisian, kebocoran sachet, kandungan rasa dan bau). Pengendalian mutu
oksigen dalam sachet dan moisture atau mencakup pengertian yang luas, meliputi
kelembaban bahan. Menurut Quality aspek kebijaksanaan, standardisasi,
Assurance Departement (2009)data pengendalian, jaminan mutu, pembinaan
statistik produksi proten di PT. Otsuka mutu dan perundang-undangan (Soekarto,
Indonesia Lawang tahun 2009 2000). Hubeis (2004) menyatakan bahwa
menunjukkan tingkat kecacatan produk pengendalian mutu produk pangan
masih cukup tinggi dalam setiap satu ditujukan untuk mengurangi kerusakan
rangkaian produksi, berkisar antara 2-4%, atau cacat pada hasil produksi berdasarkan
sehingga keberadaan seorang ahli dalam penyebab kerusakan tersebut. Tiga
sebuah sistem pengendalian kualitas kegiatan yang dilakukan dalam
proten sangat dibutuhkan. Namun pengendalian mutu yaitu, penetapan
terbatasnya jumlah ahli, besarnya volume standar (pengkelasan), penilaian

344
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kesesuaian dengan standar (inspeksi dan penelitian deskriptif dengan pendekatan
pengendalian), serta melakukan tindak prototyping yang bertujuan memberikan
koreksi (prosedur uji). Penelitian ini gambaran mengenai keadaan umum
membahas tentang perancangan prototype perusahaan dalam kegiatan pengendalian
sistem pakar berbasis web untuk kualitas produk Proten di PT. Otsuka
pengendalian kualitas produk proten. Indonesia kemudian dari gambaran
Menurut Marimin(2007) sistem pakar tersebut dijadikan acuan untuk merancang
(expert system) adalah suatu sistem sistem pakar.
komputer yang berbasis pada pengetahuan Perancangan sistem pakar ini
yang terpadu di dalam suatu sistem meliputi pemilihan sumber pengetahuan,
informasi dasar yang ada, sehingga akuisisi pengetahuan, representasi
memiliki kemampuan untuk memecahkan pengetahuan, pengembangan mesin
berbagai masalah dalam bidang tertentu inferensi, implementasi, dan pengujian
secara cerdas dan efektif sebagaimana prototype.
layaknya seorang pakar. Menurut Surbakti
(2006), sebuah sistem pakar terdiri atas 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
komponen-komponen sebagai berikut 3.1. Pemilihan Pakar Sebagai Sumber
1. Knowledge Acquisition Subsystem Pengetahuan
2. Basis Pengetahuan (Knowledge Pakar yang dilibatkan sebagai
Base) sumber pengetahuan di dalam perancangan
3. Mesin Inferensi (Inferensi Engine) prototype sistem pakar ini terdiri dari 2
4. Kotak Gelap (Black Box) jenis, yaitu:
5. Antar Muka Pemakai (User 1). Sumber pengetahuan tidak
Interface) terdokumentasi.
6. Subsistem Penjelasan (Explanation a. Kepala Unit Produksi Enteral
Subsystem) Nutrition,
7. Sistem Penyaring Pengetahuan b. IPCOfficer
(Knowledge Refining System) c. Operator Mesin filling
Menurut Rifqi (2009) penerapan 2) Sumber pengetahuan terdokumentasi,
sistem pakar pengendalian mutu produk a. Dokumen HACCP Enteral
pada industri pangan tidak bertujuan untuk Nutrition Proten, Tim penyusun
mengeliminasi fungsi dari tenaga ahli, HACCP PT. Otsuka Indonesia,
akan tetapi merupakan alat bantu bagi Februari 2009
tenaga ahli. Arif (2007) menambahkan, b. Standard Operation Procedure
tujuan utama sistem pakar bukan untuk (SOP)EnteralNutritionProten, Unit
menggantikan kedudukan seorang pakar, Enteral Nutrition PT. Otsuka
tetapi hanya untuk memasyarakatkan Indonesia, 2009
pengetahuan dan pengalaman para pakar
yang keberadaannya cukup jarang 3.2. Akuisisi Pengetahuan
Pada tahap akuisisi pengetahuan
2. METODE PENELITIAN dalam perancangan sistem pakar ini
Penelitian ini dilaksanakan di PT. digunakan 2 jenis pengetahuan, yaitu
Otsuka Indonesia pada bulan November pengetahuan pakar dan pengetahuan
2010. Pengolahan data dilaksanakan di formal. Dalam perancangan prototype
Laboratorium Komputasi dan Analisis sistem pakar untuk pengendalian kualitas
Sistem, Jurusan Teknologi Industri produk proten ini, pengetahuan formal
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian diakuisisi dari sumber pengetahuan tak tak
Universitas Brawijaya Malang. terdokumentasi sedangkan Pengetahuan
Metode penelitian yang digunakan formal merupakan hasil akuisisi dari
dalam penelitian ini ialah metode sumber pengetahuan terdokumentasi yaitu

345
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
berupa rekomendasi yang harus dilakukan produk Proten. Block Diagram target
untuk menangani gejala-gejala yang keputusan ditunjukkan pada Gambar 3:
timbul pada parameter-parameter kualitas
produk Proten.
Hasil akuisisi pengetahuan tersebut
kemudian didokumentasikan dan
diorganisir secara terstruktur menjadi basis
pengetahuan (knowledge base). Dalam
perancangan sistem pakar pengendalian
Gambar 3. Block diagram target
kualitas produk Proten ini basis
keputusan.
pengetahuan tersebut disajikan dalam
berbagai model, yaitu Block Diagram
3. Dependency Diagram (Diagram
Domain Pengetahuan, Block Diagram
Ketergantungan).
Target Keputusan (faktor-faktor kritis),
Diagram ketergantungan
Dependency Diagram (diagram
menunjukkan hubungan antar faktor-faktor
ketergantungan), Perancangan Decision
kritis, pertanyaan masukan, dan
Table (tabel keputusan).
rekomendasi yang dibuat oleh sistem
pakar. Dalam sistem pakar pengendalian
1. Block Diagram Domain Pengetahuan.
kualitas produk proten, faktor kritis terdiri
Pada model ini, basis pengetahuan
dari warna serbuk proten, homogenitas
disajikan dalam suatu diagram secara
serbuk proten, aroma produk proten, bruto
umum dari domain pengetahuan yang
bentuk seal kemasan primer proten,
dipilih. Block Diagram domain
gelembung udara, kadar air produk dan
pengetahuan dalam perancangan sistem
terakhir kadar oksigen produk proten.
pakar pengendalian kualitas produk proten
Dependency Diagram dapat dilihat pada
ditunjukkan pada Gambar 2:
Lampiran 1

4. Perancangan Decision Table (tabel


keputusan)
Diagram keputusan digunakan
untuk menentukan nilai dan rekomendasi
faktor kritis yang membentuk rule.
Diagram ini menentukan kombinasi nilai
Gambar 2. Diagram block domain setiap faktor kritis dan hubungannya yang
pengetahuan. membentuk rekomendasi akhir sistem.
Sebagian contoh konsep decision table
2. Block Diagram Target Keputusan yang digunakan dapat dilihat secara
(faktor-faktor kritis). mendetail pada Tabel 1.
Block Diagram Target Keputusan
menunjukan alur diagnosa sistem pakar
terhadap parameter-parameter kualitas

346
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1. Tabel Keputusan
Jawaban
No Parameter If
Then
Ya Tdk
Y - Goto 1A
1 Pemerian
- T Goto 2
Y - Goto 1C
1A Warna Proten
- T Goto 1B
Y - Goto 1C and Save R1
1B Maintain High Speed Mixer
- T 1D and Save R2
Y - Goto 1D
1C Serbuk Proten
- T Goto 1E
Y - Goto 1E and Save R4
1D Mesin Sieving
- T Goto 1E and Save R3
Y - Goto 2 and Save R5
1E Aroma Proten
- T Goto 2
Y - Goto 2A
2 Bobot Pengisian
- T Goto 3
Y - Goto 3 and Save R8
2A Auger Feeder Weight
- T Goto 2B
Y - Goto 3 and Save R6
2B Bruto Min Proten
- T Goto 2C
Y - Goto 3 and Save R7
2C Bruto Max Proten
- T Goto 3
Y - Goto 3A
3 Kebocoran Sachet
- T Goto 4
Y - Goto 3B and Save R9
3A Seal Sachet
- T Goto 3B
Y - 3C and Save R10
3B Almunium Foil
- T Goto 3C
Y - Goto 3D and Save R11
3C Seal Sachet
- T Goto 3D
Y - Goto 3E and Save R12
3D Batas Seal
- T Goto 3E
Y - Goto 3F and Save R13
3E Gelembung Udara Seal
- T Goto 3F
Y - Goto 4 and Save R14
3F Gelembung Udara Almunium Foil
- T Goto 4
Y - Goto 4A
4 Kadar air bahan
- T Goto 5
Y - Goto 4B
4A Moisture Analyzer
- T Goto 5
Y - Goto 5 and Save R16
4B Ruang Bulk Storage
- T Goto 5 and Save R15
Y - Goto 5A
5 Kadar Oksigen
- T Display all R, if R=nul then No
Y - Goto 5B
5A Oxygen Meter
- T Display all R, if R=nul then No
Y - Goto 5C and Save R17
5B Selang Pengisian Nitrogen
- T Goto 5C
Y - Display all R, if R=nul then No
5C Klep Penutup Hooper
- T Save R18 and Display all R
diberi nama sesuai dengan bagian proses
Pada Tabel 1 terdapat beberapa yang mengalami permasalahan. Kolom
kolom, diantaranya kolom nomer, jawaban terdiri dari dua sub kolom yakni
parameter, dan jawaban. Kolom nomor sub kolom IF dan sub kolom THEN. Sub
berisi identitas poin pertanyaan yang akan kolom IF terdiri dari dua kolom pilihan
ditanyakan oleh sistem pakar kepada user. yakni kolom jawaban YA (Y) dan kolom
Kolom parameter menunjukkan berbagai jawaban TIDAK (T).
pertanyaan yang akan diajukan oleh sistem (Y) dan (T) menunjukkan jawaban yang
pakar, pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan oleh user atas pertanyaan yang

347
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
diajukan oleh sistem pakar sesuai dengan
poin pertanyaan terkait. Mulai
Sub kolom THEN menunjukkan
eksekusi yang akan diberikan oleh sistem
pakar, apakah melanjutkan ke pertanyaan CekParameterPengendalian
selanjutnya atau memberikan sebuah
rekomendasi tentang suatu masalah yang CekFakta
telah teridentifikasi. Eksekusi yang
diberikan sistem pakar dapat berupa SesuaikanAturan
perintah untuk menuju ke pertanyaan
selanjutnya atau dapat juga berupa
perintah untuk menyimpan rekomendasi TampilkanRekomendasi
sekaligus menuju pertanyaan selanjutnya.
Daftar pertanyaan dapat dilihat pada Berhenti
lampiran

3.3. Pengembangan mesin inferensi Gambar 4. Skema Backward Chaining.


Mesin inferensi pada sistem pakar
pengendalian kualitas produk proten ini 3.4. Implementasi
dikembangkan dengan metode backward Tahap pemindahan kepakaran
chaining. Pokok permasalahan backward memasukkan aturan IF-THEN hasil
chaining adalah untuk mendapatkan suatu pengalihan diagram keputusan ke dalam
rantai yang menghubungkan fakta-fakta ke basis pengetahuan alat pengembang sistem
dalam hipotesis. Salah satu contoh spesifik pakar. Alat pengembang yang digunakan
perbedaan forward chaining dan chaining dalam sistem pakar pengendalian kualitas
dalam sistem pakar pengendalian kualitas produk proten ini adalah PHP sebagai
produk proten misalnya, untuk bahasa pemrograman (server
permasalahan bentuk seal, apabila programming), Hasil pemindahan
ditemukan fakta bahwa permukaan kepakaran menghasilkan prototype sistem
almunium foil tidak rata dan suhu head pakar pengendalian kualitas produk proten
sealer lebih dari1400C, maka forward Adapun bagian-bagian dari sistem pakar
chaining akan mengambil kesimpulan pengendalian kualitas produk proten yang
bahwa seal sachet akan terjepit. berupa prototype ini antara lain, welcome
Sedangkan backward chaining screen (home) sekaligus halaman login,
apabila menemukan indikasi kasus bentuk jendela about, jendela developer, jendela
seal mengalami kasus terjepit, backward overview serta jendela help.
chaining akan melakukan penelusuran
lebih lanjut terhadap bentuk permukaan 1. Welcome Screen (Home)
almunium foil dan terakhir suhu head Jendela ini memuat menu login
sealeruntuk mengambil keputusan.Secara yang akan meminta pengguna
keseluruhan skema backward chaining memasukkan username dan password.
yang digunakan pada sistem pakar Sebelum pengguna dapat menggunakan
pengendalian kualitas produk proten ini sistem pakar pengendalian kualitas produk
dapat dilihat pada Gambar 4. proten, pengguna akan terlebih diminta
untuk mengisikan username dan
password. Hal ini bertujuan untuk
menghindari penggunaan sistem pakar
pengendalian kualitas produk proten oleh
pengguna yang tidak memiliki otoritas.

348
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
6. Jendela Overview
Jendela overview berisi informasi
2. Jendela Konsultasi seputar produk proten. Mulai dari nama
Setelah melakukan login pada produk, komposisi, berat bersih,
welcome screen(home), maka user akan kandungan gizi serta cara penyajian yang
dihadapkan pada jendela konsultasi disarankan.
dimana terdapat beberapa pertanyaan yang
diajukan oleh sistem. User diharuskan 7. Jendela Developer
untuk menjawab pertanyaan yang tersedia Jendela developer berisi tentang
dengan melakukan klik jawaban YA atau informasi diri pengembang sistem pakar.
TIDAK. Hal ini diberikan untuk memudahkan
konsultasi apabila ditemukan sebuah
3. Jendela Rekomendasi permasalahan seputar sistem ini.
Jendela rekomendasi adalah
jendela yang berfungsi untuk 8. Jendela Help
memunculkan rekomendasi dari sistem Jendela bantuan penggunaan dapat
pakar tentang tindakan koreksi atas dilihat oleh user apabila mengalami
permasalahan yang dihadapi oleh user. kesulitan dalam menggunakan sistem
pakar pengendalian kualitas produk proten
4. Jendela Print ini. Semua kesulitan yang mungkin
Jendela print adalah jendela yang dihadapi user akan berusaha diakomodasi
berfungsi untuk memunculkan hasil oleh bantuan penggunaan ini, sehingga
rekomendasi dalam layout ESPQC diharapkan user tidak mengalami kesulitan
reportdan memberikan fasilitas cetak pada dalam melakukan operasi aplikasi dan
media pencetak kertas, misalnya printer konsultasi.
atau media pencetak dokumen digital
misalnya PDF (Portable Digital File) 3.5. Pengujian
Printer. Setelah sistem pakar pengendalian
Jendela print memuat informasi kualitas produk proten yang berbentuk
berupa pengguna sistem pakar, tanggal prototype selesai dikembangkan, tahapan
akses, jam akses, serta rekomendasi sistem selanjutnya adalah melakukan pengujian.
yang semuanya disusun dalam layout Pengujian yang dilakukan meliputi dua
sesuai dengan layout standard yang tahapan, yaitu uji verifikasi dan uji
ditetapkan di PT. Otsuka Indonesia. validasi.
1. Uji Verifikasi
5. Jendela about Uji verifikasi dilakukan untuk mengetahui
Pada halaman awal atau kesesuaian prototype sistem pakar
welcomescreen, terdapat beberapa link pengendalian kualitas produk proten
selain menu login, salah satunya adalah dengan aturan yang telah dirancang.
link menuju jendela about. Pada jendela Aturan mengacu pada persyaratan variabel
about, memuat informasi seputar sistem pengendalian kualitas produk proten.
pakar pengendalian kualiatas produk Langkah-langkah pengujian adalah :
proten yang berkaitan dengan versi, a. Jalankan program
pengguna, pengembang dan juga software b. Jawab pertanyaan sesuai dengan
pengembangnya. kombinasi jawaban, kombinasi
jawaban dapat dilihat pada Tabel 2:

349
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 2.Tabel Keputusan untuk Uji Verifikasi


Jawaban
No Parameter If
Then
Ya Tdk
Y - Goto 1A
1 Pemerian
- T Goto 2
Y - Goto 2A
2 Bobot Pengisian
- T Goto 3
Y - Goto 3A
3 Kebocoran Sachet
- T Goto 4
Y - Goto 3B and Save R9
3A Seal Sachet
- T Goto 3B
Y - 3C and Save R10
3B Almunium Foil
- T Goto 3C
Y - Goto 3D and Save R11
3C Seal Sachet
- T Goto 3D
Y - Goto 3E and Save R12
3D Batas Seal
- T Goto 3E
Y - Goto 3F and Save R13
3E Gelembung Udara Seal
- T Goto 3F
Y - Goto 4 and Save R14
3F Gelembung Udara Almunium Foil
- T Goto 4
Y - Goto 4A
4 Kadar air bahan
- T Goto 5
Y - Goto 5A
5 Kadar Oksigen
- T Display all R, if R=nul then No

c. Selanjutnya adalah mencatat Adapun prosedur pengujian formal


rekomendasi yang diberikan oleh validasi adalah sebagai berikut,
sistem. Berdasarkan hasil konsultasi a. Dijalankan program sistem pakar yang
dengan menjalankan rule sesuai tabel telah diverifikasi.
keputusan. b. Dicoba untuk berinteraksi dengan
d. Setelah sistem memberikan sistem dengan cara menjawab
rekomendasi selanjutnya adalah pertanyaan dari sistem. Pertanyaan
membandingkan rekomendasi tersebut yang digunakan untuk proses validasi
dengan rule tersebut. mengacu pada pertanyaan yang
Berdasarkan uji verifikasi, dapat digunakan untuk verifikasi (tahapan
diambil kesimpulan bahwa prototype pengujian sebelumnya).
ESPQC telah berjalan sesuai dengan Dicatat penjelasan dan rekomendasi
aturan rule yang ada. Hal ini dibuktikan yang diberikan sistem pakar yang
dengan kesesuaian antara rule dengan dibangun.
kinerja prototype saat konsultasi c. Dibandingkan penjelasan dan
dijalankan. rekomendasi yang diberikan sistem
2. Uji Validasi dengan yang diberikan ahli melalui
Uji validasi dilakukan untuk wawancara dan diskusi langsung
mengetahui apakah prototype yang telah dengan human expert. Dari Gambar
dibangun telah memenuhi keterwakilan 14 dan Tabel 3 dapat dibandingkan
human expert (pengetahuan pakar). secara lebih jelas keluaran yang
diberikan sistem dalam sesi pengujian

350
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
validasi dengan konsepsi keluaran
yang diberikan oleh human expert.

Tabel 3.Tabel diagram keputusan untuk uji validasi


GEJALA MASALAH REKOMENDASI CNF
Seal Sachet terjepit Permukaan Betulkan posisi roll almunium 30
almunium foil foil
tidak rata
(cekung)
Suhu head sealer Periksa Roll Sealer dan head 40
lebih dari 1400C sealer
sehingga Lakukan penyesuaian suhu
almunium foil head sealer
leleh
Seal melewati batas Posisi head Lakukan penyesuaian letak 40
sealer tidak head selaer
sesuai
Timbul gelembung udara Head sealer cacat Lakukan pemeriksaan head 50
melalui seal pada / tidak rata / sealer, jika ada indikasi rusak,
vacuumchamber air test bergelombang ganti head sealer
Timbul gelembung udara Almunium foil Ganti almunium foil, segera 50
melalui permukaan almunium bocor/rusak hubungi IPC
foil pada vacuum airchamber
test

Berdasarkan uji validasi, maka 2. Perancangan Expert System for Proten


dapat diambil kesimpulan bahwa prototype Quality Control (ESPQC ) ini terdiri
sistem pakar pengendalian kualitas produk dari tiga komponen utama yaitu basis
proten yang dirancang telah dapat pengetahuan, mesin inferensi, dan
dikatakan mewakili pengetahuan pakar. antarmuka pengguna. Dalam basis
Hal ini dibuktikan dari kesesuaian hasil pengetahuan berisi mengenai domain
rekomendasi yang diberikan oleh pengetahuan atau area pengetahuan
prototype sistem pakar dengan dan faktor-faktor kritis sistem pakar.
rekomendasi dari human expert. Area pengetahuan sistem pakar ini
yaitu pada bagian produksi Proten PT.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Otsuka Indonesia, sedangkan faktor-
4.1. Kesimpulan faktor kritisnya terdiri dari parameter-
Dari hasil penelitian yang parameter kualitas produk proten,
dilakukan dapat disimpulkan sebagai yaitu warna, homogenitas, aroma,
berikut, bruto, bentuk seal, gelembung udara,
1. Pada penelitian telah berhasil dibuat kadar air dan kadar oksigen produk.
prototype sistem pakar untuk 3. Hasil pengujian formal verifikasi dan
membantu menyelesaikan validasi menunjukkan bahwa sistem
permasalahan pengendalian kualitas pakar telah berjalan dengan baik dan
produk proten. Kejadian yang dapat dapat memenuhi keterwakilan human
ditangani masih terbatas pada expert.
pemberian instruksi-instruksi
sederhana dan input data yang dapat
diolah sistem baru sampai pada data
jadi, sehingga belum terotomatisasi
dan masih melibatkan user.

351
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4.2. Saran content/uploads/2007/01/BIT-v3-n1-
Dari kegiatan penelitian yang artikel2-sept2007.pdf, diakses tanggal
dilakukan, penulis menyarankan hal-hal 28 Oktober 2008
sebagai berikut, Soekarto, S.T. 2000. Dasar-dasar
1. Seiring waktu basis pengetahuan Pengawasan dan Standarisasi Mutu
pengendalian kualitas produk proten Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB
sangat mungkin untuk berubah, Press, Bogor.
sehingga perlu dilakukan konfigurasi Surbakti, I. 2006. Sistem Berbasis
dan pengembangan sistem secara Pengetahuan. Jurusan Teknik
berkala untuk menyesuaikan dan Informatika, Fakultas Teknolgi
mengakomodasi perubahan yang Informasi Institut Teknologi Sepuluh
terjadi. November, Surabaya.
2. Pembangunan sistem dengan bahasa
PHP memungkinkan pengembangan
dan integrasi sistem ke dalam jaringan
yang lebih besar, diperlukan studi
lebih lanjut tentang implementasi
sistem ke dalam jaringan yang lebih
besar.

5. DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. Rosihan. 2007. Rancang Bangun
Prototype Sistem Pakar Untuk
Pengendalian Kualitas Produksi Gula
Super High Sugar. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Hubeis, M. 2004. Pemasyarakatan ISO
9002 untuk Industri Pangan di
Indonesia. Buletin Teknologi dan
Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Kramer, A. dan B.A.
Twigg. 2003. Fundamental of
Quality Control for the Food
Industry. The AVI Pub. Inc., Conn.,
USA.
Marimin, 2007. Teori dan Aplikasi Sistem
Pakar dalam Teknologi Manajerial.
IPB Press, Bogor
Rifqi, Ahmad. 2009. Rancang Bangun
Sistem Pakar Pengendalian Berat
Bersih Produk Susu Bubuk. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
Siswanto, 2007. Sistem Pakar Untuk
Memecahkan Masalah Personal
Digital Asisten (PDA).
http://jurnal.bl.ac.id/wp-

352
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENGEMBANGAN VISUALISASI GRAFIS PEMODELAN MATEMATIS PADA
APLIKASI MORPHOLOGI TANAMAN BERBASIS PROGRAM GUI MATLAB

Atris Suyantohadi 1)
1)
Laboratorium Analisa Sistem dan Simulasi Komputer
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Email: atris@ugm.ac.id

Abstrak

Proses biologi pertumbuhan tanaman yang memiliki tipikal bentuk-bentuk kesamaan


didalam diri tanaman (self-similarity) telah melatarbelakangi pengembangan morphologi
tanaman dinyatakan dalam symbol matematis menggunakan aturan gramatikal (grammar).
Metoda Lindenmayer System (L-System) merupakan model teoritis dari penggambaran
pengembangan sel-sel dari suatu organism yang menggunakan aturan formal disusun sebagai
grammar yang dikarateristikkan dalam bentuk axioma, dan symbol-simbol alphabet yang
digunakan sebagai representasi. Simbol L-System akan membangkitkan layar tampilan grafis
yang dapat diwujudkan baik dalam tampilan 2Dimensi maupun 3 Dimensi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan model visualisasi grafis morphologi tanaman berbasis
program GUI (Graphical User Interfaces) dengan metoda L-System. Tahapan penelitian
dilakukan dari kajian metoda L-System dalam morphologi tanaman, penyusunan axioma dan
simbol alphabet yang dipergunakan, perancangan program GUI, pengujian dan aplikasi dari
berbagai axioma yang merepresentasikan morphologi dari unsur tanaman.
Percobaan penyusunan axioma dan simbol alphabet pada program hasil penelitian
telah menghasilkan representasi morphologi dari bentuk bentuk tanaman yang dinyatakan
secara visualisasi gafis. Program GUI morphologi tanaman menggunakan L-System dari hasil
penelitian mampu memberikan tampilan visualisasi grafis dalam tampilan 2D maupun 3D
terhadap objek morphologi tanaman. Hasil visualisasi dalam bentuk 3D berdasarkan axioma
yang diberikan dalam program GUI yang dikembangkan telah mampu menggambarkan
secara realistik tampilan morphologi dari bentuk-bentuk tanaman.

Kata kunci :L-System, Program GUI, grafis 2D dan 3D, morphologi tanaman.

1. Pendahuluan dapat dilakukan secara paralel. Tahap


Studi terhadap morfologi dan pengambaran visualisasi tanaman
karateristik tanaman telah banyak diformulasikan oleh Lindenmayer kedalam
dilakukan ilmuwan dikarenakan keinginan L-System sebagai framework umum yang
dalam mempelajari dan mengetahui proses digunakan dalam mensimulasi dan
alamiah yang terjadi namun masih sedikit memodelkan pertumbuhan tanaman.
yang mengkaji dari perubahan morfologi (Prusinkiewicz,P,dkk, 2003). Metoda L-
sel penyusun tanaman atau pada tingkat system memformulasikan persamaan
bagian tanaman (modul). Aristid matematis kedalam struktur model
Lindenmayer dalam Prusinkiewicz, P., tanaman menggunakan pola aturan
And Lindenmayer, (1990) grammar dan komputer grafik Turtle.
memperkenalkan teori pertumbuhan sel Metoda dan program komputer berbasis L-
meggunakan mekanisme serangkaian- System mampu mensimulasikan struktur
penulisan ulang (string-rewriting) yang dan perilaku tanaman selama mengalami
disebutkan sebagai metoda L-System yang pertumbuhan akan berinteraksi dengan
menggunakan prinsip penulisan ulang lingkungannya termasuk didalamnya

353
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan tanaman lain baik sejenis maupun diperoleh dari bentuk aspek tanaman
tidak. melalui observasi , topologi dan tahapan
Penggambaran sel dalam aktifitas modul tanaman. Komponen utama
pertumbuhan tanaman menggunakan tanaman dibedakan dan tahapan
metoda L-System memerlukan keterkaitan morphologi tanaman diidentifikasi melalui
kebidangan yang meliputi bidang serangkaian iterasi dalam program. Desain
matematika, biologi, botani dan kususnya visualisasi grafis pada tanaman dengan
bidang ilmu komputer: 1) Botani : metoda L-System yang dikembangkan
karateristik tanaman digambarkan dari dalam platform program GUI Matlab dapat
fungsi-fungsi yang berkaitan dengan dipergunakan untuk kemudahan analisa
bagian tanaman (modul) meliputi batang, dan sintesa model model tanaman.
tangkai, daun, bunga dan pucuk tanaman.
Untuk tanaman yang memiliki spesies
2. METODE PENELITIAN
yang sama biasanya akan memiliki sifat
2.1. Bahan dan Peralatan:
karakter yang hampir sama. L-System
Penelitian dikembangkan di
akan menggunakan modul tanaman ini
Laboratorium Analisa Sistem dan Simulasi
sebagai komponen dasar yang akan
Industri, Jurusan Teknologi Industri
mengalami perubahan sejalan dengan
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
proses pertumbuhan. 2) Matematika :
dengan dukungan fasilitas LAN dan
Teori bahasa formal berkaitan dengan
koneksi internet, data data reference yang
aturan yang disusun dalam grammer
mengacu pada aturan sintax dan grammar
tersusun atas simbol alfabet dan aturan
L-System. Pengembangan model L-
produksi dalam menggambarkan sintesa
System dikembangkan menggunakan
simbol yang digunakan. L-System
piranti lunak Matlab dan Personal
berkaitan dengan aplikasi yang dapat
Komputer yang digunakan memiliki
dilakukan menggunakan teori bahasa
spesifikasi standart menggunakan
formal 3) Grafika Komputer : Dalam
Pentiaum Dual Core 2.8 GHz, RAM 768
grafika komputer, visualisasi model
Mbyte, 30 GB hard drive, Graphic Card
seringkali digambarkan menggunakan
NVidia GForce 8400GS.
tampilan layar grafis. Grafis mengandung
berbagai bentuk gambar (garis, segitiga,
2.2. Methodologi:
silinder) dan transformasinya. Simbol L-
Metodologi penelitian tersusun dari bebera
System akan membangkitkan layar
tahapan kegiatan yang diawali dari data
tampilan grafis yang dapat diwujudkan
sintax dan aturan grammar dari metoda L-
baik dalam tampilan 2Dimensi maupun 3
System yang akan dikembangkan.
Dimensi.
Tahapan selanjutnya dilakukan
Penelitian bertujuan untuk
perhitungan dari data sintak untuk
mengembangkan desain metoda L-System
direpresentasikan dalam nilai string grafis
untuk representasi morphologi tanaman
dari Grammar L-System. Selanjutnya
dalam tampilan grafis 2D maupun 3D
dilakukan penyusunan panel program dan
dalam format program GUI. Beberapa
tampilan visualisasi grafis2D dan 3D dari
Serangkaian percobaan dan pengujian
data sintax yang diberikan. Secara umum,
terhadap penyusunan axioma dan simbol
metodologi penelitian yang dilakukan
alphabet dilakukan pada program GUI
ditunjukkan dalam Gambar 1.
yang didesain untuk menghasilkan
representasi morphologi dari bentuk
bentuk tanaman yang dinyatakan secara
visualisasi gafis.
Proses desain model diawali dari
spesifikasi dari model kualitatif yang

354
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Secara sama, inisialisasi sudut dihitung
dengan putaran bersumbu dari koordinat
Y. Gambar 1 menyatakan conoh
bagaimana symbol F, +, -, [ dan ]
digunakan dalam menggambarkan gerakan
turtle grafis dengan koordinat XY dan arah
putaran sudut . Kondisi ini nilai
diberikan sudut putaran -1010 derajat dan
diberikan sudut putaran 30 derajat. Grafis
visualisasi 2D dinyatakan dalam Gambar
2.

Gambar 1. Metodologi penelitian dalam


pengembangan desain program
rogram GUI

2.2.1. Metoda L-System


Proses L-System
System disebut sebagai
turtle (Prusinkiewicz dkk, 2004) yang
menggambarkan proses struktur dalam
merepresentasi pertumbuhan bagian
tanaman. Dasar interpretasi grafis imensi L
Gambar 2. Contoh 2 dimensi L-System
computer dalam merepresentasi grafis dengan notasi
otasi Grammer F[+F]F[-
tanaman dinyatakan sebagai berikut: F]F[+F]F
Grafis turtle dapat bergerak pada berbagai
arah, kedepan, kebelakang,
belakang, kearah kanan Bentuk 3Dimensi, Grafik turtle
maupun kearah kiri. Masing-masing
Masing bergerak dengan arah sumbu X,Y dan Z.
pergerakan arah pada intinya digunakan Arah sudut tersusun atas 3 bagian.
dalam 5 simbol utama yaitu F,+,-,[
F,+, dan ]. Inisialisasi 3 arah merupakan bagian yang
Simbol F menyatakan sebuah panjang bertumbu pada sumbu X,Y dan Z. A Arah
bagian tanaman yang bergerak pada sudut perputaran secara prinsipnya
berbagai arah. Arah pergerakan menyerupai pada penggambaran 2
dinotasikan symbol + dan -.. Simbol + Dimensi. Konstanta dari x, x, y, dan z
menyatakan arah putaran kebalikan jarum digunakan untuk inisialisasi gerakan.
jam sedangkan symbol menyatakan arah Inisialisasi awal direpresentasikan
putaran jarum jam. Cabang dinotasikan menggunakan koordinat XY dan Z.
dengan symbol [ dan ]. Simbol [ Penggambaran gerakan dinyatakan dalam
menyatakan awal pertambahan cabang sistem
stem koordinat yang dinotasikan
sedangkan tanda ] menyatakan akhir
menggunakan enam notasi (X,Y,Z dan x,
cabang. Gerakan ditransformasikan dari
y dan z). z). Dengan menambahkan dan
system koordinat kartesius dengan
mengurangi x, y, z, z, koordinat baru
koordinat (x,y, )) dimana x, y menyatakan
XYZ dari gerakan dihitung dengan
koordinat titik dan menyatakan inisiasi
perkalian koordinat dari gerakan saat itu
sudut dari perputaran awal bersumbu dari
dengan rotasi matrik Rx, Ry Rz sepertseperti
koordinat Y. dapat bernilai positif dinyatkan dalam Gambar 3.
maupun negative. Gerakan unit lain
dinyatakan dalam sudut putar dengan
penambahan atau pengurangan nilai
konstanta dari inisialisasi awal sudut .

355
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
grammar L-System tersusun atas: Axioma
Grammar L-System yang memuat data
axioma dan rule dari L-System, nilai input
iterasi pengulangan (repetitif) yang
memuat nilai pengulangan dari
pengambaran Grafis axioma L-System dan
sudut perputaran grafis.

2.2.4. Perhitungan dan Proses


Grammar L-System
Dari input Grammar L-System
yang diberikan, selanjutnya diproses
Gambar 3. Rotasi gerakan matrik Rx,Ry terlebih dahulu untuk mendapatkan
dan Rz rangkaian string L-System lengkap yang
diproses dengan aturan Grammar L-
Rotasi dari gerakan dan arah System. Proses perhitungan dengan aturan
dinotasikan dengan form simbol grammar l-system merupakan bagian
menyerupai bentuk 2 Dimensi yaitu simbol utama kalkulasi grammar L-System.
tanda /, \, &, ^, +, - ,!. Grafik turtle 3 Proses grammar L-system yang disebutkan
dimensi seperti diberikan dalam notasi juga sebagai proses produksi L-system
berikut (dx = dy = dz = 70, ax = ay = az = merupakan landasan utama representsi dari
0) dan F[-F]F[+F]F[/F]F[\F]FF seperti proses biologi pertumbuhan tanaman.
dinyatakan dalam Gambar 3. Proses produksi dikerjakan secara iteratif
dengan iterasi sesuai grammar L-system
untuk representasi morphologi tanaman.
Mula mula axiom diproses dari iterasi
awal, dan jika didalam axioma ditemukan
karakter yang harus diganti dengan rule,
maka karakter diganti sesuai dengan rule
yang bersangkutan. Proses diteruskan dari
axioma awal hingga rangkaian string
axioma awal dievaluasi hingga karakter
terakhir.
Pada iterasi ke satu, evaluasi
Gambar 3. Penggambaran interpretasi L-
rangkaian string dari hasil iterasi
System 3 dimensi (Somporn, dkk, 2004)
sebelumnya dikerjakan lagi untuk
mendapatkan karakter yang diganti dengan
2.2.2. Algoritma Desain Program GUI
rule. Untuk karakter yang yang memiliki
Program GUI yang dikembangkan
rule maka karakter diatas harus diganti
dalam representasi morphologi tanaman
dengan rule yang sesuai dilanjutkan hingga
tersusun atas:
karakter terakhir dari rangkaian string.
Proses dilanjutkan untuk proses iterasi
2.2.3. Input Grammar dari L-System
berikutnya dengan aturan dan pola yang
Input sebagai data masukan dari
sama hingga proses iterasi terakhir
Grammar metoda L-System yang
sehingga didapatkan rangkaian string L-
dikembangkan oleh Lindenmayer
System terakhir yang menggambarkan
(Prusinkiewicz dan Lindenmayer, 1990)
morfphologi grafis dari karakter yang
yang merepresentasikan hasil grafis dalam
diberikan. Algoritma kalkulasi string
bentuk 2D maupun 3D. Parameter yang
Grammar L-System dinyatakan sebagai
dikembangkan dalam program yang
berikut:
disusun dalam penelitian ini sebagai input

356
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ruang tiga dimensi, sedangkan nilai a yang
Kalkulasi string Grammar L-System disebut heading adalah arah turtle
Input: nilai x pengulangan menghadap dalam koordinat cartesian.
Input: axioma Dalam koordinat 2 dimensi, jika
Input: sudut perputaran diterapkan rule L-System berupa
perubahan sudut sebesar dan step size d,
2.2.5. Aturan Produksi maka posisi dan arah turtle menghadap
pan j rule:length() akan berubah. Untuk posisi, perubahannya
alamat[::] adalah (x +d cos ;y+d cos ) dan arahnya
for i = 0 to nrepetitions do menjadi (a + ). Dalam koordinat cartesian
Length axiom:length() tiga dimensi, perubahan akibat penerapan
kar 0 rule L-System dikontrol oleh matriks rotasi
hit 0 tiga dimensi yang menjadikan proses
for b = 0 to length do kalkulasi perubahan posisi dan arah turtle.
For every Character rule Aturan turtle untuk interpretasi grafis tiga
if find character rules then dimensi yang akan diterapkan Tabel 1:
change with character rules
with new rules Tabel 1. Aturan turtle representasi grafis
char = char +1 3D
hit = hit +1 Simbol Keterangan
end if dari string

end for + Rotasi berlawanan jarum jam dengan


end for sudut d dan arah gerak dari stack
- Rotasi searah jarum jam dengan sudut
return String L-System % Aturan produksi & Menukik dengan sudut
String Grammar L-Sysem selesai ^ Menanjak dengan sudut
) Menanjak dengan sudut
Rangkaian string L-System yang telah ( Berguling ke kiri dengan sudut
didapatkan selanjutnya divisualisasi dalam ! Berguling ke kanan dengan sudut
grafis 2D maupun 3D yang dikendalikan ] Berbalik arah dengan sudut 180o
[ Simpan data posisi dan arah gerak ke
oleh Panel Program dalam stack

2.2.6. Visualisasi 2D dan 3D


Proses visualisasi tiga dimensi 2.2.7. Desain Program GUI
dikendalikan oleh aturan turtle geometry Secara umum desain program GUI
untuk interpretasi grafis tiga dimensi L- memuat subrutin subrutin program atas:
System. Atura Subrutin Input Axioma dan Rule, Input
n ini juga menerapkan konsep bracketed Repetitif, Input Sudut rotasi perputaran,
OL-System yang berguna dalam abstraksi Kalkulasi Grammar, Objek Visualisasi 2D
struktur data proses interpretasi grafis tiga dan 3D, exit program. Desain prototype
dimensi. Rangkaian string L-System yang program dan desain program GUI yang
panjangnya dapat mencapai ribuan memuat header dan aplikasi Grammar
karakter ini kemudian dievaluasi oleh visualisasi 2D dan 3D seperti dinyatakan
segmen program yang mengontrol proses dalam Gambar 3 dan 4
visualisasi. Untuk tiap karakter, terdapat
aturan masing-masing yang
mendeskripsikan gerakan ataupun perintah
yang harus dikerjakan olehnya. Turtle
geometry menspesifikasikan keadaan turtle
dengan notasi koordinat (x, y, z, ). Nilai
(x, y, z) merupakan koordinat cartesian
yang menunjukkan posisi turtle dalam

357
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Proses kalkulasi Grammar L L-System
dinyatakan dalam iterasi hingga ke 4:
Iterasi 1:
Axiom awal:
F
Production Rule:
FF
G
F[+G][-G]F[+G][-G]FG

Iterasi 2
FF FF
G
Gambar 3. Desain protitipe program
rogram 3D FF [+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][--G]F[+G][-G]FG
FF F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][
F[+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][-G]F[+G][-
G]FG

Iterasi 3
Axiom Awal
F
Production rule:
FF FF FF FF
G
FF [+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][--G]F[+G][-G]FG
FF F[+G][-G]F[+G][-G]FG
F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][F[+G][-G]F[+G][-
G]FG FF [+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG F[+G][
F[+G][-
G]F[+G][-G]FG FF F[+G][--G]F[+G][-G]FG
Gambar 4. Desain antar muka
uka program F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][F[+G][-G]F[+G][-
3D G]FG, dan seterusnya

3. HASIL
ASIL DAN PEMBAHASAN Visualization 2D dan 3D
Desain pengembangan program Visualisasi objek 2D dari grammar
yang disusun atas parameter input data dan interpretasi diatas dinyakatan sebagai
sintax grammar L-System
System selanjutnya berikut:
dilakukan kalkulasi data string dan Iterasi 1. Visualisasi 2D representasi
penyusunan visualisasi grafis. Beberapa tanaman seperti diperlihatkan dalam
sintax grammar L-System
System diujikan dalam Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6 dari
program untuk melihat hasil visualisasi iterasi 3 kali pengulanan atas Sintax
grafis yang mewakili morphologi dari Grammar yang diberikan dalam program
program.
bentuk bentuk tanaman. Hierarki program Dari hasil program, representasi grafis
dari penyusunan Grammar L-System,L morphologi tanaman telah
proses kalkulasi dan visualisasi dinyatakan menggambarkan visualisasi bentuk
sebagai berikut: tanaman berdasarkan axioma dan rule
grammar yang diberikan.
Iterasi: 3
Sudut perputaran: 22.5
Axioma:
F
FF
G
F[+G][-G]F[+G][-G]FG

358
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Iterasi 1 Iterasi 2 Iterasi 3

Gambar 7. Representasi Grammar L-


System pada percobaan 1
Gambar 4. Iterasi 1 dari struktur Grammar
L-System untuk visualisasi bentuk grafis
Iterasi 1 Iterasi 2 Iterasi 3
tanaman

Gambar 8. Representasi Grammar L-


System pada percobaan 2
Gambar 5. Iterasi 2 dari struktur grammar
L-System untuk visualisasi bentuk grafis Dari hasil percobaan terhadap
tanaman sintax Grammar L-System yang diberikan
dalam program yang didesain, program
aplikasi GUI mampu menggambarkan
notasi tanaman yang dinyatakan dalam
form dari serangkaian iterasi, serangkaian
arah pergerakan, dan ukuran parameter,
nilai inisialisasi string, serangkaian aturan
produksi dan serangkaian akhir produksi.
Hasil visualisasi grafis secara umum telah
menggambarkan morphologi dari
Gambar 6. Iterasi 3 dari struktur grammar serangkaian bentuk bentuk tanaman.
L-System untuk visualisasi bentuk grafis Dalam penelitian pengembangan lebih
tanaman lanjut, menggunakan metoda L-System
dan model jaringan saraf tiruan (artificial
Percobaan beberapa Grammar L-System neural network), Hirafuji, M.(1991)
mampu menggambarkan visualisasi
1. Grammar L-System tanaman kedelai secara grafis visualisasi
F 3D. Mech dan Prusinkiewicz, (1996) lebih
F[-&\G][\++&G]||F[--&/G][+&G] lanjut mengembangkan metoda L-System
G' untuk visualisasi grafis pertumbuhan
F[+G][-G]F[+G][-G]FG tanaman dengan pengaruh karateristik
2. Grammar L-System factor lingkungan terhadap tingkat
F pertumbuhan secara realistik.
F[-&\G][\++&G]||F[--&/G][+&G]
G'
F[+G][-G]F[+G][-G]FG

359
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN DAN SARAN Conference Series, 1996, ACM
4.1. Kesimpulan SIGGRAPH, pp. 397410.
Prototype model visualisasi Prusinkiewicz, P. 2003. Art and Science
morphologi tanaman yang dihasilkan for Life: Designing and Growing
dalam kegiatan penelitian ini Virtual Plants, with L-systems. Acta
menghasilkan teknis visualisasi bentuk Horticulturae (ISHS) 630, 2004, pp.
model struktur tanaman tampak seperti 15-28
realistis dan masing-masing komponen Prusinkiewicz.P, Jim Hanan2, Mark
tanaman dapat dikendalikan dari fungsi Hammel1 and Mech,R. 2003, L-
matematis berupa format aturan Grammar systems: from the Theory to Visual
L-System. Simbol L-System mampu Models of Plants, , Siggraph L-
membangkitkan layar tampilan grafis yang System and Beyond, page 2.1 - 2.12
dapat diwujudkan baik dalam tampilan Somporn, C.A, Suchada S, Chidchanok,
2Dimensi maupun 3 Dimensi. Dari hasil Lursinsap, 2004, Animating Plant
penelitian ini, dengan melakukan Growth in L-System By Parametric
serangkaian percobaan pada Grammer L- Functional Symbols, 4th International
System yang diberikan dalam program Workshop on Functional Structural
aplikasi GUI yang didesain, visualisasi Plant Models
morphology bentuk tanaman dengan
serangkaian jumlah iterasi dapat
diwujudkan dan ditampilkan secara grafis
dalam program.

4.2. Saran
Prototipe model tanaman yang
digunakan dalam membuat model tanaman
secara realistis mengikui pola
pertumbuhan hidup yang riil seperti jenis
jenis varietas tanaman tertentu
memerlukan pengembangan model L-
System menggunakan pengembangan
parametric L-System. Dalam penelitian
ini, masih bersifat fundamental Grammar
L-System yang merepresentasikan bentuk
morphologi tanaman.

5. DAFTAR PUSTAKA
Hirafuji, M.1991, A Plant growth Model
by Neural Networks and L-System.
Proc.9th iFAC Symp. Identification
and System Parameter Estimation,
Vol.:1, pp 605 609
Lindenmayer, A., and Prusinkiewicz., P
and 1990, The Algorithmic Beauty of
Plants. Springer-Verlag
Mech.R and Prusinkiewicz.P, (1996),
Visual Models of Plants Interacting
with Their Environment. Proceedings
of SIGGRAPH 96. In Computer
GraphicsProceedings, Annual

360
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
RANCANG BANGUN SISTEM PAKAR
UNTUK ANALISIS KELAYAKAN SERTIFIKASI EKOLABEL
PADA INDUSTRI KERTAS CETAK TANPA SALUT

Ika Atsari Dewi *)


Universitas Brawijaya

Abstrak

Permasalahan yang ditemukan dalam sertifikasi ekolabel dalah jumlah pakar yang
cukup banyak dari sudut pandang evaluator namun tergolong sedikit dari sudut pandang
industri, serta sistem dokumentasi yang belum terorganisir sehingga proses sertifikasi
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Penelitian bertujuan menghasilkan
Sistem Pakar sebagai alat bantu dalam menganalisis kelayakan suatu varian produk kertas
cetak tanpa salut pada industri kertas. Prosedur penelitian terdiri dari dua tahap yaitu Analisis
sistem dan Rancang bangun Sistem Pakar.
Sistem Pakar Analisis Kelayakan Sertifikasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut
terdiri dari tiga komponen utama yaitu basis pengetahuan, mesin inferensi, dan antarmuka
pengguna. Basis pengetahuan yang dibangun diperoleh dari sumber pengetahuan
terdokumentasi dan tak terdokumentasi. Area pengetahuan Sistem Pakar terdapat pada bagian
evaluasi awal dan evaluasi lapangan proses evaluasi sertifikasi ekolabel, sedangkan faktor-
faktor kritisnya terdiri dari parameter-parameter kriteria ekolabel yang tercakup dalam
variabel-variabel sertifikasi ekolabel ditinjau dari aspek lingkungan yaitu evaluasi awal,
bahan baku, bahan kimia, air pasi, pemakaian air dan energi, kadar AOX dalam limbah cair
dan bahan kemasan.
Dalam Sistem Pakar terbentuk 1,72205839271731220447232x1048 rules atau
kombinasi jawaban dari user atas 197 pertanyaan dalam mesin inferensi yang diajukan
sistem. Klasifikasi hasil keputusan sertifikasi ekolabel terhadap pemohon terbagi tiga yaitu
Lolos, Tidak Lolos Minor dan Tidak Lolos Mayor.

Kata kunci: Sistem Pakar, sertifikasi ekolabel, kertas cetak tanpa salut

1. LATAR BELAKANG Saat ini konsumen dan pihak yang


Kertas cetak tanpa salut (tanpa berkepentingan lainnya telah
pelapis/coating) merupakan salah satu meningkatkan permintaan terhadap produk
kategori produk yang mempunyai aspek kertas yang lebih ramah lingkungan.
lingkungan dengan dampak yang cukup Sementara itu, pihak produsen berupaya
signifikan sepanjang daur hidupnya. untuk memenuhi permintaan pasar tersebut
Industri ini sering diwarnai praktik dengan melakukan perbaikan pada proses
penggundulan hutan, menguras sumber produksi dan produknya. Desakan dari
daya alam, menggunakan bahan pemutih masyarakat konsumen yang semakin sadar
berbahaya dan menghasilkan limbah akan lingkungan tersebut memunculkan
beracun. Jika limbah beracun tersebut sebuah fenomena baru dalam industri
dibuang ke alam tanpa melalui proses pertanian, perikanan, kehutanan dan energi
penetralan akan berakibat fatal bagi yang disebut ekolabel.
manusia dan makhluk hidup di sekitarnya. Ekolabel adalah label, tanda atau
sertifikat pada suatu produk yang

361
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
memberikan keterangan kepada konsumen evaluasi memakan waktu berbulan-bulan
bahwa produk tersebut dalam daur dan biaya yang besar.
hidupnya menimbulkan dampak Dengan semakin berkembangnya
lingkungan negatif yang relatif lebih kecil kemajuan teknologi terutama di bidang
dibandingkan dengan produk sejenis Kecerdasan Buatan (Artificial
dengan tanpa bertanda ekolabel (Lembaga Intelligence), saat ini sudah dapat
Ekolabel Indonesia, 2006). dibangun suatu perangkat lunak yang
Ketidakpedulian suatu negara terhadap dapat membantu manusia dalam
ekolabel akan mempersempit pangsa pasar menyelesaikan tugas yaitu Sistem Pakar
produk-produk ekspornya karena semakin (Expert System). Dengan
lama semakin banyak negara yang direpresentasikannya kemampuan para
menerapkan standar tersebut. pakar, masalah menjadi dapat diselesaikan
Mengacu pada ISO (International oleh orang awam. Bagi para pakar sendiri,
Standardization Organization) 14020 Sistem Pakar dapat berperan sebagai
Prinsip Umum Ekolabel dan Deklarasi asisten berpengalaman. Untuk mengatasi
Lingkungan, sejak tahun 2004 telah kendala-kendala yang ditemui dalam
ditetapkan Kriteria Ekolabel Untuk Kertas proses sertifikasi tersebut, maka perlu
Cetak Tanpa Salut dalam SNI No.19- disusun suatu rancang bangun Sistem
7188.1.3-2006. Di dalamnya dimuat Pakar untuk penentuan kelayakan
persyaratan kriteria untuk produk kertas sertifikasi ekolabel pada industri kertas
cetak tanpa salut yang ramah lingkungan. cetak tanpa salut.
Ekolabel yang dapat dipercaya Rancang bangun yang diperoleh
diberikan melalui proses sertifikasi oleh diharapkan dapat memangkas waktu dan
pihak ketiga yang independen yaitu biaya sertifikasi, mengorganisir
Lembaga Sertifikator Ekolabel (LSE). dokumentasi dan membantu pakar
Industri kertas secara sukarela dapat menyimpulkan informasi-informasi yang
melakukan permohonan kepada LSE untuk didapatkan selama proses evaluasi.
dievaluasi atau dinilai. Penilaian dilakukan Informasi-informasi tersebut
oleh evaluator/auditor yang berkompeten diterjemahkan menjadi hasil yang
sekurang-kurangnya tiga orang. Evaluasi menyerupai kemampuan seorang pakar
terdiri dari evaluasi awal untuk dan memberikan rekomendasi layak
mengetahui kelayakan permohonan tidaknya suatu varian produk kertas cetak
sertifikasi untuk diproses lebih lanjut ke tanpa salut memperoleh sertifikat ekolabel.
tahap berikutnya, kemudian evaluasi Selain itu, program ini juga dapat
lapangan yang meliputi audit lapangan digunakan sebagai sumber informasi bagi
dan/atau pegambilan serta pengujian industri kertas untuk menerapkan kriteria
contoh. ekolabel pada perusahaannya. Pada
Dalam pelaksanaan sertifikasi ekolabel akhirnya Sistem Pakar yang
kertas cetak tanpa salut sangat dikembangkan diharapkan turut membantu
dimungkinkan terjadinya masalah dan program perbaikan lingkungan di
keragaman dalam penerapannya. Selama Indonesia.
ini kendala-kendala yang ditemui adalah
jumlah pakar yang cukup banyak dengan 2. METODE PENELITIAN
bidang pengetahuan yang berbeda, 2.1. Batasan Masalah
banyaknya jenis berkas dan dokumen yang Permasalahan pada penelitian
harus diperiksa, sistem dokumentasi yang ditekankan pada:
belum terorganisasi dan kriteria evaluasi 1. Aspek lingkungan kriteria ekolabel
yang belum tersosialisasikan dengan baik untuk kategori produk kertas cetak
kepada industri-industri kertas. Kesemua tanpa salut yang mencakup bahan
hal tersebut di atas menyebabkan proses baku, bahan kimia, tingkat kekeruhan

362
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
air pasi, pemakaian air dan energi, e. Pemakaian air dan energi
kadar AOX (Adsorbable Organic e.1. Pemakaian air
Halides) dalam limbah cair dan bahan e.2. Pemakaian listrik
kemasan. e.3. Pemakaian uap
2. Sistem Pakar yang dirancang dibatasi f. Kadar AOX dalam limbah cair
pada tahap pengembangan mesin g. Bahan kemasan
inferensi sehingga tidak menyertakan
tahap implementasi, pengujian serta
kesimpulan dan saran, juga tidak 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
menyertakan pelatihan operator dan 3.1. Evaluasi Sertifikasi Ekolabel Kertas
perawatan sistem. Cetak Tanpa Salut
Lingkup produk yang termasuk dalam
2.2. Metode Penelitian jenis kertas cetak tanpa salut adalah semua
Metode penelitian yang digunakan jenis kertas cetak yang tidak mengalami
adalah metode deskriptif analisis yang proses pelapisan (coating). Varian yang
difokuskan pada rancang bangun Sistem tercakup meliputi berbagai merek atau
Pakar pada sertifikasi ekolabel produk nama dagang dan gramatur (berat dasar,
kertas cetak tanpa salut. Prosedur g/m2) kertas. Besarnya gramatur kertas
penelitian terdiri dari dua tahap yaitu cetak umumnya berkisar pada 45-100
analisis sistem dan rancang bangun Sistem g/m2.
Pakar.
Langkah-langkah dalam analisis 3.2. Analisis Sistem
sistem adalah studi lapangan, studi 3.2.1. Identifikasi dan Perumusan
literatur, identifikasi dan perumusan Masalah
masalah, serta analisis kebutuhan. Permasalahan yang berkaitan dengan
Sementara itu, langkah-langkah dalam evaluasi kelayakan sertifikasi ekolabel
rancang bangun sistem pakar adalah pada industri kertas cetak tanpa salut yaitu:
pemilihan pakar sebagai sumber 1. Bagi LSE, jumlah pakar dalam hal ini
pengetahuan, akuisisi pengetahuan, evaluator yang bertanggung jawab
representasi pengetahuan, dan terhadap evaluasi yang dilaksanakan
pengembangan mesin inferensi. untuk seluruh kriteria cukup banyak
yaitu sekurang-kurangnya tiga orang
2.3. Penetapan Variabel dan Parameter dengan bidang pengetahuan yang
(Aspek Lingkungan) berbeda. Kemampuan para pakar
Variabel yang diteliti adalah: tersebut harus dipadukan sehingga
a. Evaluasi awal menghasilkan dengan jelas pemenuhan
b. Bahan baku setiap kriteria, menjelaskan penyebab
b.1. Pulp asli kayu produksi sendiri tidak dipenuhinya kriteria ekolabel
b.2. Pulp asli nonkayu produksi sendiri tersebut bagi hasil evaluasi yang tidak
b.3. Pulp asli kayu yang dibeli memenuhi kriteria, dan memberikan
b.4. Kertas bekas rekomendasi tentang keputusan
b.5. Seluruh bahan baku yang sertifikasi ekolabel pada produk yang
digunakan dimintakan sertifikasi ekolabelnya.
c. Bahan kimia Bagi industri kertas cetak tanpa salut,
c.1. Surfaktan jumlah pakar yang tersedia tergolong
c.2. Biosida sedikit dengan sistem publikasi yang
c.3. Bahan kimia pemutih belum terorganisasi sehingga kriteria
c.4. Seluruh bahan kimia yang sertifikasi ekolabel belum
digunakan tersosialisasikan dengan baik.Hal ini
d. Air pasi (white water) juga menyebabkan industri kertas

363
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
cetak kekurangan sumber informasi mendapatkan informasi awal dan sebagai
untuk menerapkan kriteria ekolabel panduan dalam mengajukan permohonan
pada perusahaannya. sertifikasi sehingga dapat mengurangi
2. Banyaknya jenis berkas dan dokumen waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.
yang harus diperiksa ditambah sistem
dokumentasi yang belum terorganisasi 3.3. Rancang Bangun Sistem Pakar
menyebabkan proses evaluasi 3.3.1. Pemilihan Pakar Sebagai Sumber
memakan waktu berbulan-bulan dan Pengetahuan
biaya yang besar. 1) Sumber pengetahuan tidak
3.2.2. Analisis Kebutuhan terdokumentasi
Dengan analisis kebutuhan akan Didapatkan dari para pakar (human
diketahui arah pengembangan sistem. expert) yang terdiri dari Evaluator
Pihak evaluator dan industri saling terkait Sertifikasi Ekolabel dari lembaga
dan memiliki ketergantungan akan sertifikasi, Kepala Subbidang Label
kebutuhan informasinya. Lingkungan Kementrian Lingkungan
Tugas evaluator adalah memeriksa Hidup RI dan Manajer Pengembangan
kelengkapan administrasi dan lingkup Kapasitas Lembaga Ekolabel Indonesia.
varian produk, mengkaji kecukupan Pemilihan ketiga orang pakar tersebut
dokumen pemohon, melaksanakan audit disebabkan para pakar tersebut terlibat
lapangan, mengambil contoh dan dalam Kelompok Kerja penyusun
menginspeksi produk pemohon serta panduan-panduan yang berkenaan dengan
mengevaluasi pemenuhan kriteria sertifikasi ekolabel kertas cetak tanpa
ekolabel. Kebutuhan informasi evaluator salut.
adalah kelengkapan administrasi dan 2) Sumber pengetahuan terdokumentasi
kecukupan dokumen pemohon sebagai Didapatkan dari panduan-panduan
bahan evaluasi awal serta bahan evaluasi yang berkenaan dengan sertifikasi ekolabel
untuk pemenuhan kriteria yang mencakup kertas cetak tanpa salut yaitu:
bahan baku, bahan kimia, air pasi, a. SNI No.19-7188.1.3-2006 tentang
pemakaian air dan energi, kadar AOX Kriteria Ekolabel Untuk Kategori
dalam limbah cair dan bahan kemasan. Produk Kertas Cetak Tanpa Salut yang
Tujuan rancang bangun Sistem Pakar bagi diterbitkan BSN Jakarta.
evaluator adalah mendapatkan rekan kerja b. Panduan Teknis Evaluator Lembaga
yang membantu menyimpulkan informasi Sertifikasi Ekolabel Untuk Sertifikasi
yang diperoleh selama proses evaluasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut
dengan waktu dan biaya yang lebih singkat yang diterbitkan tahun 2005 oleh
serta dokumentasi yang lebih terorganisir. Asdep Urusan Standarisasi, Teknologi
Dari sudut pandang industri, tugas dan Produksi Bersih KLH Jakarta.
industri adalah melaksanakan proses
pemenuhan persyaratan sertifikasi ekolabel 3.3.2. Akuisisi Pengetahuan
kertas cetak tanpa salut. Kebutuhan Pemohon dinyatakan Lolos jika
informasi industri adalah kriteria ekolabel memenuhi semua kriteria ekolabel kertas
kertas cetak tanpa salut dan cetak tanpa salut. Pemohon dinyatakan
informasi/kondisi dari perusahaannya yang Tidak Lolos Minor jika semua
berkenaan dengan evaluasi awal, bahan persyaratan kriteria ekolabel sudah
baku, bahan kimia, air pasi (white water), dipenuhi, tetapi terkadang pada
pemakaian air dan energi, kadar AOX pelaksanaannya ada yang tidak sesuai dan
dalam limbah cair dan bahan kemasan penyimpangannya bersifat sementara.
pada varian kertas yang dimintakan Untuk data pengamatan yang jumlahnya
sertifikasi ekolabelnya. Tujuan rancang minimal 16 terdapat penyimpangan
bangun Sistem Pakar bagi industri adalah sebanyak maksimal 1 data, dan untuk data

364
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pengamatan yang jumlahnya minimal 365
terdapat penyimpangan sebanyak
Mulai
maksimal 30 data. Pemohon dinyatakan
Tidak Lolos Mayor jika ada kriteria vital Evaluasi Awal

dan merupakan sistem kontrol permanen


yang tidak dipenuhi. Untuk data Lolos
Tidak

pengamatan yang jumlahnya minimal 16 Ya

terdapat penyimpangan lebih dari 1 data, Evaluasi Bahan Baku

dan untuk data pengamatan yang


jumlahnya minimal 365 terdapat Evaluasi Bahan Kimia

penyimpangan lebih dari 30 data.


Evaluasi Air Pasi
Yang tergolong kriteria kategori Minor
adalah penyertaan daftar pemasok bahan Evaluasi Pemakaian Air dan Energi

baku, bahan kima dan bahan kemasan;


surat pernyataan sebagai pemasok bahan Evaluasi Kadar AOX dalam Limbah Cair

kimia serta surat pernyataan dari pemohon Evaluasi Bahan Kemasan

bahwa bahan kemasan tidak mengandung


PVC dan PDVC. Yang dimaksud dengan Tidak
Lolos Mayor
kriteria vital dan dikategorikan Mayor
adalah semua kriteria selain yang termasuk Ya

kategori Minor. Pemohon diberi Lolos Minor


Tidak

kesempatan untuk melakukan perbaikan


terhadap kriteria kategori Minor yang Ya

ditemukan selama 3 bulan dan untuk LOLOS TIDAK LOLOS MINOR TIDAK LOLOS MAYOR

kategori Mayor selama 1 bulan. Jika batas Mendapat sertifikat dan ijin
penggunaan logo ekolabel
waktu perbaikan
3 bulan
waktu perbaikan
1 bulan

waktu tersebut tidak dipenuhi, maka


pemohon harus mengajukan permohonan Selesai
kembali dari awal.
Diagram Alir Sistem Pakar Analisis
Kelayakan Sertifikasi Ekolabel Kertas Gambar 1. Diagram alir sistem pakar
Cetak Tanpa Salut dapat dilihat pada analisis kelayakan sertifikasi ekolabel
Gambar 1. Sebagai ilustrasi, hasil akuisisi kertas cetak tanpa salut
pengetahuan untuk evaluasi bahan baku
disajikan pada Tabel 1. Pertanyaan masukan merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan permasalahan yang menyangkut
kriteria ekolabel kertas cetak tanpa salut.
Sebagai ilustrasi, daftar pertanyaan bagi
user untuk evaluasi air pasi disajikan pada
Tabel 2.

365
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1,72205839271731220447232x1048 rule.
Daftar pertanyaan untuk evaluasi air Jumlah ini merupakan kemungkinan
pasi memuat 12 pertanyaan. Pertanyaan jawaban yang mungkin diberikan user.
nomor 1 sampai 9, 11 dan 12 memiliki 2
pilihan jawaban yaitu Ya sebagai pilihan 3. Representasi Pengetahuan
pertama dan Tidak sebagai pilihan Pada tahap representasi pengetahuan,
kedua. Pada pertanyaan nomor 10, jenis pengetahuan disajikan dengan metode
jawaban berupa angka dengan jumlah kaidah produksi. Pada bagian aksi yaitu
jawaban 365. Pertanyaan ini meminta konklusi jawaban dari Sistem Pakar berupa
pengguna untuk memasukkan 365 data rekomendasi tindakan-tindakan untuk
kadar padatan tersuspensi total (TSS) tindakan apa saja yang harus dilakukan
dengan toleransi kesalahan maksimal 30 pengguna untuk mengatasi penyebab-
data yang melebihi nilai ketentuan yaitu 8 penyebab tidak lolos pada evaluasi awal.
kg/ton kertas. Semua pertanyaan tergolong
kategori Mayor sehingga jika ada satu saja 3.3.3.Pengembangan Mesin Inferensi
kriteria yang tidak dipenuhi maka Sistem Pakar Analisis Kelayakan
pemohon tergolong Tidak Lolos Mayor Sertifikasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa
untuk evaluasi air pasi. Salut ini dikembangkan dengan metode
Contoh daftar pertanyaan evaluasi air backward chaining. Diagnosa dimulai
pasi yang tercantum pada Tabel 2. dengan memasukkan kriteria evaluasi
Pengguna harus menjawab pertanyaan masing-masing variabel kemudian sistem
nomor 1 yaitu Apakah pemohon inferensi melakukan pengecekan kondisi
menyertakan data kapasitas produksi atau premis dan melakukan pelacakan
kertas (paper on reel) (ton/hari) selama 1 terhadap rule mana yang sesuai dengan
tahun terakhir? Jika pengguna menjawab premis tersebut. Tahap akhir menampilkan
Ya, maka pengguna memenuhi kriteria rekomendasi.
dan melanjutkan ke pertanyaan nomor Pengembangan mesin inferensi pada
2. Jika pengguna menjawab Tidak, maka Sistem Pakar dilakukan dengan pengalihan
pengguna dinyatakan tidak lolos (TL) pada desicion table ke dalam bentuk IF-THEN
kriteria tersebut dan melanjutkan ke rules, yaitu dengan pengalihan kombinasi
pertanyaan nomor 2. Demikian seterusnya jawaban pada desicion table menjadi
hingga pertanyaan nomor 12. Dari aturan-aturan yang akan
jawaban-jawaban yang diberikan, Sistem diimplementasikan ke dalam alat
Pakar akan meyimpulkan apakah pengembang Sistem Pakar (software).
pengguna lolos atau tidak pada kriteria ini. Berikut adalah contoh pengalihan desicion
Kolom Jawaban menunjukkan table kriteria evaluasi awal rule 3 ke dalam
berbagai kemungkinan jawaban yang IF-THEN rule. Bagian IF
diberikan oleh user terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan Sistem Pakar.
Kombinasi jawaban dari user tersebut akan
membentuk berbagai rule. Mengacu pada
diagram pohon penelusuran evaluasi
kelayakan masing-masing variabel, cara
untuk menghitung jumlah total kombinasi
jawaban yang akan membentuk rule dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dalam Sistem Pakar ini, jumlah rule
yang akan diimplementasikan ke dalam
alat pengembang Sistem Pakar (software)
sebanyak

366
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1.Hasil akuisisi pengetahuan penelusuran kelayakan sertifikasi ekolabel untuk
evaluasi bahan baku

Parameter Kriteria Kategori


 Pulp asli kayu produksi  Bahan baku kertas cetak tanpa salut dapat berupa pulp asli -
sendiri (virginpulp) kayu, pulp asli nonkayu atau campuran pulp asli dengan
pulp hasil daur ulang kertas bekas
 Untuk industri kertas terpadu, sebagian atau seluruh pulp asli yang
digunakan merupakan hasil produksi sendiri, sedangkan untuk industri
kertas tidak terpadu, seluruh pulp asli yang digunakan dibeli dari
pemasok
Dokumen penggunaan bahan Pemohon menyertakan dokumen penggunaan pulp asli kayu sebagai Mayor
baku kayu bahan baku
Daftar pemasok Pemohon menyertakan daftar pemasok bahan baku kayu Minor
Dokumen lacak balak dan Kayu untuk pulp asli harus berasal dari hutan yang lestari atau sedang Mayor
sertifikat hutan lestari dalam proses sertifikasi hutan lestari
 Pulp asli nonkayu Bahan baku dapat berupa pulp asli (virgin pulp) kayu, pulp asli nonkayu -
atau campuran pulp asli dengan pulp hasil daur ulang kertas bekas
Dokumen penggunaan bahan Pemohon menyertakan dokumen pernyataan tentang pemakaian pulp asli Mayor
baku nonkayu nonkayu sebagai bahan baku
Daftar pemasok Pemohon menyertakan daftar pemasok pulp asli nonkayu sebagai bahan Minor
baku
 Pulp asli kayu yang dibeli Untuk industri kertas terpadu, sebagian atau seluruh pulp asli yang -
digunakan merupakan hasil produksi sendiri, sedangkan untuk industri
kertas tidak terpadu, seluruh pulp asli dibeli dari pemasok
Daftar pemasok Pemohon menyertakan daftar pemasok bahan baku pulp asli kayu yang Minor
dibeli/diimpor dari pemasok
Pernyataan pemasok tentang Kayu untuk pulp asli berbahan baku kayu harus berasal dari penebangan Mayor
dokumen lacak balak dan yang sah dan hutan yang dikelola secara berkelanjutan dan berasal dari
sertifikat hutan lestari hutan yang lestari atau sedang dalam proses sertifikasi hutan lestari
 Kertas bekas Bahan baku dapat berupa pulp asli (virginpulp) kayu, pulp asli nonkayu -
atau campuran pulp asli dengan pulp hasil daur ulang kertas bekas
Daftar pemasok Pemohon menyertakan daftar pemasok kertas bekas Minor
Pernyataan dari pemasok kertas Pemohon menyertakan pernyataan dari pemasok kertas bekas tentang Mayor
bekas perolehan bahan baku secara sah tidak melanggar hukum
Bahan pemutih dalam proses Bahan pemutih yang diperbolehkan pada proses deinking adalah Mayor
deinking menggunakan hidrogen peroksida (H2O2)
Kesesuaian aplikasi lapangan Harus ada kesesuaian antara aplikasi lapangan dengan rencana produksi Mayor
dengan rencana produksi
Keterangan perolehan bahan Pemohon menyertakan pernyataan dari pemasok tentang perolehan bahan Mayor
baku sah tidak melanggar baku secara sah tidak melanggar hukum
hukum

367
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Tabel 2. Contoh daftar pertanyaan bagi pengguna sistem pakar untuk evaluasi air pasi

No Penjelasan Pertanyaan JS JM Pil1 Pil2 B T M/m


1 Pemohon menyertakan Apakah pemohon Pil 2 Y T - - M
data kecepatan alir menyertakan data
(debit) air pasi menuju kecepatan alir (debit) air
Instalasi Pengolahan pasi menuju IPAL
Air Limbah (IPAL) (m3/hari) selama 1
(m3/hari) selama 1 tahun terakhir?
tahun terakhir
2 Sampel air pasi diambil Apakah sampel air pasi Pil 2 Y T - - M
pada lokasi outlet dari diambil pada lokasi
Unit Pemulihan Serat outlet dari Unit
(Fiber Recovery Unit) Pemulihan Serat (Fiber
yang akan menuju ke Recovery Unit) yang
Instalasi Pengolahan akan menuju ke
Air Limbah (IPAL) Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL)?
3 Pengambilan sampel air Apakah pengambilan Pil 2 Y T - - M
pasi dilakukan sesuai sampel air pasi
dengan SNI 19-0429- dilakukan sesuai dengan
1992 Petunjuk SNI 19-0429-1992
Pengambilan Contoh Petunjuk Pengambilan
Cairan dan Semi Contoh Cairan dan
Padatan Semi Padatan?
4 Kadar padatan Berapakah kadar Angka 365 8 30 M
tersuspensi total (TSS) padatan tersuspensi
dalam air pasi tidak total (TSS) dalam air
lebih dari 8 kg/ton pasi selama 1 tahun
kertas selama 1 tahun terakhir?
terakhir
5 Penyimpangan yang Apakah penyimpangan Pil 2 Y T - - M
terjadi ditindaklanjuti yang terjadi
secara efektif ditindaklanjuti efektif?
Keterangan JM : Jumlah Jawaban B : Batas
JS : Jenis Jawaban T : Toleransi m : Kategori Minor T : Jawaban
M : Kategori Mayor Y: Jawaban Tidak
Ya Pil : Pilihan

Tabel 3. Penghitungan kombinasi jawaban


No Variabel Pilihan Jawaban Jumlah kemungkinan
1 Evaluasi awal Ya, Tidak 1.188.137.600.000
2 Bahan baku Ya, Tidak 208
3 Bahan kimia Ya, Tidak 193.405.151.367.187.500
4 Air pasi Ya, Tidak, Angka 4096
5 Pemakaian air dan energi Ya, Tidak, Angka 1.048.576
6 Kadar AOX dalam limbah Ya, Tidak, Angka 1.024
cair
7 Bahan kemasan Ya, Tidak 8.192

368
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

Rule 3:
IF Sudah mengajukan surat permohonan sertifikasi ekolabel produk = Ya AND
Sudah melengkapi data umum pemohon sertifikasi = Ya AND
Memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Tidak memiliki ijin industri atau usaha = Tidak AND
Produk dan atau merk dagang belum terdaftar dan tidak memiliki ijin merk dagang = Tidak AND
Pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu 1 tahun terakhir = Ya AND
Pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu 1 tahun terakhir = Ya AND
Sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Ya AND
Tidak memiliki sarana pemulihan serat = Tidak AND
Menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pemulihan serat = Ya AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak memiliki badan hukum yang sah = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak memiliki ijin industri atau usaha = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu setahun
terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Tidak memiliki sarana pengolah air limbah = Tidak AND
Pemohon menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pengolah air limbah = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah memiliki izin industri atau izin usaha = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Tidak memiliki sistem dan sarana pengendali pencemaran udara = Tidak AND
Pemohon menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pengendali pencemaran udara = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara memiliki izin industri atau izin usaha = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan
dalam waktu setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak pernah mendapat sanksipidana dalam bidang
lingkungan dalam waktu setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Memiliki sistem dan sarana pengelolaan B3 dan limbah B3 = Ya AND
Memiliki sistem dan sarana pengelolaan limbah padat = Ya AND
Memiliki sistem manajemen lingkungan = Ya AND
Memiliki jaminan terhadap mutu produk yang dimohonkan sertifikasi ekolabelnya berupa sertifikasi produk atau
penerapan sistem manajemen produk = Ya

THEN TIDAK LOLOS MAYOR

rekomendasi = REKOMENDASI YANG DIBERIKAN ADALAH:

1. Urus izin industri atau izin usaha ke Disperindag dan Penanaman Modal setempat
2. Daftar produk dan atau merk dagang ke Ditjen HAKI Departemen Hukum dan HAM
3. Selesaikan terlebih dahulu jangka waktu sanksi administrasi dalam bidang lingkungan yang sedang dikenakan dan
selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
4. Selesaikan terlebih dahulu jangka waktu sanksi pidana dalam bidang lingkungan yang sedang dikenakan dan
selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
5. Tuntaskan terlebih dahulu kasus lingkungan yang sedang dihadapi dan selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang
lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
6. Penuhi persyaratan agar penyedia sarana pemulihan serat mendapat status badan hukum dan pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM
7. Urus izin industri atau izin usaha bagi sarana pemulihan serat ke Disperindag dan Penanaman Modal setempat

Jumlah Kemungkinan Rule = 1.188.137.600.000 x 208 x 193.405.151.367.187.500


x 4096 x 1.048.576 x 1.024 x 8.192
= 1,72205839271731220447232 x 1048rule

369
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kusrini. 2006. Sistem Pakar Teori dan
4. KESIMPULAN Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Perancangan Sistem Pakar Analisis Lembaga Ekolabel Indonesia. 2006.
Kelayakan Sertifikasi Ekolabel Kertas Sertifikasi KAN dan Ekolabel
Cetak Tanpa Salut terdiri dari tiga Indonesia. Lembaga Ekolabel
komponen utama yaitu basis pengetahuan, Indonesia. Bogor.
mesin inferensi, dan antarmuka pengguna. Lembaga Ekolabel Indonesia. 2003.
Basis pengetahuan berisi mengenai Konsep Dasar Ekolabel. Lembaga
domain pengetahuan atau area Ekolabel Indonesia. Bogor.
pengetahuan dan faktor-faktor kritis Marimin. 2007. Teori dan Aplikasi Sistem
Sistem Pakar. Area pengetahuan Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Pakar terdapat pada bagian evaluasi awal IPB Press. Bogor.
dan evaluasi lapangan proses evaluasi Metaxiotis, Kostas. 2004. RECOT: An
sertifikasi ekolabel, sedangkan faktor- Expert System for The Reduction of
faktor kritisnya terdiri dari parameter- Environmental Cost In the Textile
parameter kriteria ekolabel yang tercakup Industry. Information Management
dalam variabel-variabel sertifikasi ekolabel and Computer Security. 12 (3): 218-
yaitu evaluasi awal, bahan baku, bahan 227 www.emeraldinsight.com/0968-
kimia, air pasi, pemakaian air dan energi, 5227.htm. Tanggal akses 1 Juli 2007.
kadar AOX dalam limbah cair dan bahan Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI
kemasan. No.19-7188.1.3-2006 Kriteria
Mesin inferensi berisi rule yang Ekolabel Untuk Kategori Produk
merupakan kombinasi jawaban dari user Kertas Cetak Tanpa Salut. Badan
atas pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Standarisasi Nasional. Jakarta.
Dalam Sistem Pakar ini terbentuk
1,72205839271731220447232x1048 rule.
Klasifikasi hasil keputusan sertifikasi
ekolabel terhadap pemohon terbagi tiga
yaitu Lolos, Tidak Lolos Minor dan Tidak
Lolos Mayor.

5. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Perindustrian. 2005.
Penggunaan Klorin Pada Produksi
Pulp.
http://www.depperin.go.id/IND/PNBP
/pnbp.pdf. Tanggal akses 19 Maret
2008.
Henson, Ruby Pineda and Alvin B. Culava
2005. Developing An Expert System
For GP Implementation. J. of Cleaner
Production. 7:443-455
Kementrian Lingkungan Hidup. 2005.
Panduan Teknis Bagi Industri Dalam
Pemenuhan Persyaratan Kriteria
Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut.
Asdep Urusan Standarisasi, Teknologi
dan Produksi Bersih Kementrian
Lingkungan Hidup. Jakarta.

370
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
TINJAUAN METODE DYNAMIC LOT SIZING DAN APLIKASINYA

Endy Suwondo dan Henry Yuliando


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM

Abstract

The dynamic demand, coordinated lot-size problem determines the time-phased


replenishment schedule (i.e., timing and order quantity) that minimizes the sum of inventory
and ordering costs for a family of items. Demand is assumed to be deterministic but dynamic
over the planning horizon and must be met through current orders or inventory. These
problems are often encountered in production, procurement, and transportation planning.
This paper is intended to review on developing a finite-horizon, discrete-time model
with deterministic but non-stationary demand for a single product at a single stage. In a finite-
horizon discrete-time model, as the name suggests, the length of the planning horizon is finite
and the order placement decisions are made at discrete intervals of time. Inventory is
reviewed only at the beginning of a period, hence we can call this model a periodic review
model.
For a solution, mehods called the WagnerWhitin algorithm and the Wagelmans
HoeselKolen algorithm are introduced. Both of these methods will find an optimal solution
but they do differ in the computational complexity required to compute the optimal
procurement plan. Two heuristic methods will be employed also with the first is SilverMeal
heuristic and the second is called the least unit cost heuristic. Both are order T methods for
computing a procurement plan.
An illustration is presented using an actual data taken from a research. It is found that
to fulfill the assumptions needed in applying those models, a policy in term of proper
management should be imposed where in further it implies to the development of supply
chain management and inventory management itself.

1. LATAR BELAKANG Tingkat permintaan dapat


Dalam kegiatan produksi, kita diasumsikandeterministiknamun dinamis.
dihadapkan pada kondisi bahwa tingkat Artinya kuantitas permintaan berubah
permintaan bersifat dinamis. Permasalahan setiap periode dalam horizon waktu
dalam coordinated lot-size (lot yang perencanaanyang dipenuhi
terkoordinasi) adalah bagaimana kita melaluiproduksisaat ini dan atau melalui
menentukanjadwalwaktupengadaan sediaan yang ada. Keadaan coordinated
seidaan (inventory) secara bertahap yaitu lot-size ini sering dihadapidalam kegiatan
dalam hal waktu dankuantitas pemesanan produksi, pengadaan, dan
(order) yang meminimalkanjumlahsediaan perencanaantransportasi.
danbiaya pemesananuntuk item produk Di setiap periode dalam rencana
yang diproduksi/diadakan. Dan setiap kali atau jadwal produksi tingkat
satu atau lebih item produk terebut permintaan/produksi yang dinamis sering
diproduksi/diadakan, terdapat dibatasi oleh kapasitas yang terbatas.
biayasetupbersama, serta biaya setup untuk Klasifikasi permasalahan dalam dynamic
tiap item produk yang lot-sizing terletak kepada variabel untuk
diproduksi/diadakan. Selain itu,adalah item tunggal atau multi-item, struktur
biaya tetap pemesanan bilamana unit item biaya yang terkoordinasi dan tidak, serta
tersebut dipesan.(P. Robinson, et al, 2009) terbatas atau tidaknya kapasitas produksi,

371
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
gudang, dan angkutan. Sejumlah model Tujuannyaadalah untuk
dari dynamic lot-sizing telah banyak menentukanperiodedimana produksi akan
dikembangkan untuk mendukung berlangsung danjumlahyang harus
kepentingan industri. Untuk pertama diproduksi diperiode tersebut.Total
kalinya studi terhadap lot-sizing tersebut produksi harus memenuhipermintaandan
dilakukan oleh Wagner dan Whitin (1958) meminimalkan total biaya. Biaya yang
yang menggunakan program dinamis muncul adalahunit produksi pt(dimana t
untuk memberikan solusi yang optimal. =1..T adalah periode rencana produkci);
Dengan kompleksitas model matematik biaya setup styang merupakanbiaya
dari permasalahan dynamic lot-sizing tetapyang dikeluarkanjikaproduksi
tersebut, model Wagner-Whitin dimulaidalamperiode t, dan biaya simpan
dikembangkan dalam bentuk algoritma (holding cost) sediaan. (N. Brahimi, et al,
untuk item tunggal, dengan tingkat 2004).
permintaan deterministik, serta biaya Sejumlah modeltelah dikemukakan
setup/order dan biaya pemeliharaan untukmasalah lot-sizing.Salah satumodel
(holding cost) yang konstan untuk setiap awal yang pernah diperkenalkan adalah
periode order/produksi. Klasifikasi Economic Order Quantity (EOQ). Namun
masalah lot disini banyak didasarkan pada tidak seperti EOQ yang bersifat kontinyu,
beberapa kriteria seperti jumlah mesin, model Wagner-Whitin memilki karakter
jumlah tahap produksi (tingkat), kendala periode waktu yang diskret dimana tingkat
kapasitas dan karakternya (tetap atau permintaan mungkin bervariasi setiap
variabel), lama periode produksi, dan periode. Asumsi dan notasi dalam model
sebagainya. Wagner-Whitin adalah sebagai berikut:
Studi kami ditujukan untuk (John A. Muckstadt, et al, 2010)
membuat tinjauan (review) terhadap Kt = biaya tetap order
prosedur algoritma Wagner-Whitin yang ht = biaya simpan per unit per periode
dikomparasi dengan algoritma Ct = biaya pengadaan per unit Ct +
Wagelmans-Hosel-Kolen yang berbeda ht Ct+1 untuk semua t
dalam T order waktu penyelesaiannya, dt = tingkat permintaan di periode ke t
namun tetap memberikan hasil yang sama xt = jumlah sediaan pada periode ke t
optimalnya. Diikuti oleh ulasan kinerja sebelum order dilakukan pada periode
sejumlah model heuristic yang umum tersebut.
digunakan dalam menyelesaikan masalah Waktu jeda (lead time) diasumsikan
dynamic lot-sizing. Model heuristics yang nol.
dikemukakan adalah silver-meal heuristic
ytadalah jumlah sediaan di tangan
dan least unit cost heuristic. Kedua model
setelah order dilakukan dan diterima,
memiliki pendekatan berbeda dalam
atau ekuivalen dengan xtplus kuantitas
pembobotan biaya yang terkait dan tidak
order, dalam hal in yt xt
menuju kepada solusi yang optimal.
Biaya tetap dikenakan sebesar K
Selanjutnya untuk menunjukkan cara kerja
bilamana yt> xt ; bila tidak = 0.
Wagner-Whitin algoritma, maka sebuah
kasus riil akan digunakan sebagai ilustrasi. Biaya tetap setup/order = Kt dimana
1, y t > xt
Studi Literatur tentang Algoritma Wagner t
Whitin 0, bila sebaliknya
The Single Item Lot Sizing
Problem (SILSP) adalah Biaya pembelian = C x(yt xt).
masalahperencanaandimana tingkat Sediaan di akhir periode t = yt dt,
permintaan/pengadaan bervariasi untuk sehingga biaya simpan = h(yt dt).
tiap periodeselama periode perencanaanT. Total biaya periode t =

372
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011

K t + C(yt xt ) + h(yt d t ) permintaan d1+d2units, total biaya =


21 = F (1) + h(d 2 ) = K1 + h(d 2 )
Formulasi masalah dynamic lot-sizing Pilih biaya terendah antara periode 1
=
T atau 2 = F (2) = min{K1 + K 2 , K1 + hd 2 }
Z 1 ( x1 ) = min {k t + C ( y t xt ) + h( y t d t )} Tetapkan v = 2 jika K1+K2< K1+hd2.
t =1 Bila tidak, v tidak berubah.
kendala Langkah 3: untuk masalah per periode
y1 x1 , y 2 x 2 ,...., y T xT , t, dengan nilai v yang ditetapkan,
tentukan apakah permintaan di periode t
y1 x1 , y 2 x 2 ,...., y T d T
dipenuhi oleh salah satu order di
dimana periode v, v+1, v+2, ... , t dan hitung
xt +1 = y t d t , t = 1,2,..., T v v +1 t 1
nilai t , t ,..., t , t dan tentukan
t

Model linear tersebut diatas termasuk NP- {


F (t ) = min tv , tv+1 ,..., tt 1 , tt }
hard, sehingga untuk menyelesaikannya Langkah 4: Tetapkan t t +1. Stop bila
dapat didekati dengan algoritma sebagai t = T +1. Bila tidak pergi ke langkah 3.
berikut:
F(t) = biaya optimal untuk periode 1 Ilustrasi Model Wagner Whitin
hingga t dimana sediaan di akhir Untuk melihat proses penentuan
period t adalah 0. biaya optimal rencana produksi yang
merupakan masalah dynamic lot-sizing
t = biaya minimum untuk periode 1
s

digunakan data produksi produk kulit


hingga t ketika tingkat sediaan di akhir perusahaan MJOINT, Yogyakarta.
periode t adalah 0 dan tingkat Perusahaan ini menghasilkan produk kulit
permintaan di periode ke t dipenuhi seperti tas, dompet, jaket, dan beberapa
oleh order di periode ke s. macam produk lainnya. Produk MJOINT
Biaya optimal periode 1 hingga s1 = ditujukan untuk pasar ekspor dengan
F(s1). tujuan utama negara Belanda. Baik disain,
Biaya yang timbul antara periode s dan kualitas dan kuantitas produk MJOINT
t meliputi biaya tetap di periode s dan berdasarkan order yang diberikan oleh
biaya simpan di periode s, s+1, . . . , t. agen. Adapun contoh data produksi yang
Untuk setiap pilihan, biaya minimum sudah diturunkan menjadi kebutuhan
periode 1 hingga t ditentukan sebagai lembar feet square bahan kulit untuk
berikut = masing-masing warna ialah sebagai
{
F (t ) = min tv , tv+1 ,..., tt 1 , tt } berikut:
Algoritma model Wagner-Whitin Tabel 1. Rencana Penjualan Tas Warna Dark
adalah; Brown, Black, Tobacco, dan Red Periode
Langkah 1: Tetapkan t = 2, v = 1 dan Maret 2011-Juli 2011
F(1) = K. Rencana Penjualan (ft2)
Langkah 2: Karena order dilakukan di
Periode D.BROWN BLACK TOBACCO RED
periode 1, tentukan apakah untuk
Maret 1 509 567 617 162
memenuhi permintaan di periode 2
dilakukan di periode 1 atau 2. Bila April 2 1128 1063 816 409

order dilakukan di periode 2, biaya Mei 3 634 606 1029 217


total adalah F(1)+K2 = K1+K2karena Juni 4 398 350 707 225
tidak ada sediaan untuk periode 2 hasil Juli 5 505 577 825 288
order periode 1. Namun bila order Total 3173 3162 3994 1301
dilakukan periode 1 untuk memenuhi Sumber : Lutfi, 2011
Diketahui:

373
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
K = Rp 16.000,- 54 = F (3) + K + h(d 5 ) = 6.730.340
hi = Rp 6590 per ft2per month
Aplikasi algoritma Wagner-Whitin untuk 55 = F (4) + K = 3.418.310
kasus MJOINT terebut ialah sebagai F(5) = 3.418.310, produksi periode
berikut: 5 untuk memenuhi kebutuhan
periode tersebut.
Product Dark Brown Stop karena semua periode telah
Iterasi 1 dihitung.
Langkah 1: Set t = 2 and v = 1.
Periode (t) 1 2 3 4 5
Order dilakukan di periode 1, F(1) Kebutuhan
509 1128 634 398 505
=K (dt)
Kuantitas
Langkah 2: 2 = K + hd1 = 16.000
1
order (yt 1637 0 634 398 505
xt )
+ 6590(509) = 3.370.390 dan Sediaan
0 1128 0 0 0
awal (xt)
22 = F (1) + K = 3.386.390. Jadi Sediaan
1128 0 0 0 0
{
F (2) = min 21 , 22 = 3.370.390 } akhir (xt+1)
Biaya
periode t
7.449.520 0 16.000 16.000 16.000
dan order secara tentatif dilakukan
di periode 1 untuk memenuhi Ilustrasi di atas menghasilkan jadwal
kebutuhan di periode 1 dan 2. produksi dimana kebutuhan/permintaan
Tetapkan v = 1. produk per periode diproduksi di periode
Langkah 3: Hitung 3 , 3 , dan 3
1 2 3
terkait atau satu atau lebih periode
sebelumnya. Variabel keputusan untuk
31 = K + h(d 2 + d 3 ) + hd 3 = 16.000 + 6590(1128 + 634) + 6590(634) = 15.805.640 jadwal produksi adalah pada volume
32 = F (1) + K + hd 3 = 16.000 + 16.000 + 6590(634) = 4.210.064 produksi, biaya tetap pemesanan (K) dan
33 = F (2) + K = 3.370.390 + 16.000 = 3.386.390
biaya simpan (ht).
Sehingga, F(3) = 3.386.390,
produksi di periode 3 untuk Pendekatan Dengan Algoritma
memenuhi kebutuhan periode 3. Wagelmans-Hoesel-Kolen (WHK)
Tetapkan v = 3. Dalam aplikasi model dynamic lot-sizing
diketahui bahwa terjadi inefisiensi dalam
Langkah 4: Karena t <5, menuju
proses penghitungan dengan model
ke iterasi 2
Wagner-Whitin, terutama untuk kasus
dengan periode yang panjang. Model
Iterasi 2
WHK (A. Wagelmans, et al, 1992)
Langkah 3: Compute 4 , dan 4
3 4
memberkan pendekatan lain dalam proses
43 = F (2) + K + h( d 4 ) = 6.009.210 penghitung kasus dynamic lot-sizing
dimana didasarkan pada proses backward
44 = F (3) + K = 3.402.310 dan komparasi nilai gradien dari garis
cembung terluar yang menghubungkan
Sehingga, F(4) = 3.402.310, titik ploting data antara biaya minimal dan
produksi periode 4 untuk tingkat kebutuhan tiap periode. Model
kebutuhan periode tersebut. Wagner-Whitin dalam kondisi terburuk
Tetapkan v = 4. membutuhkan iterasi sebanyak T2 namun
Langkah 4: Karena t <5, menuju dengan model WHK cukup dengan T log T
ke iterasi selanjutnya langkah/iterasi. Formulasi model WHK
ialah sebagai berikut:
Iterasi 3
Langkah 3: Hitung 5 , dan 5
4 5

374
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
T
T
Solusi dengan Metode Heuristik
Z 1 = min K t t + f t z ti Selain solusi optimal untuk kasus
t =1 i =t
kendala dynamic lot-sizing yang dapat diselesaikan
T
dengan model Wagner-Whitin dan WHK,
z
t =1
ti = di , i = 1,2,..., T terdapat beberapa metode heuristik yang
dapat digunakan untuk memberikan
d i t z ti , i = 1,2,..., T t = 1,2,..., T estimasi tertentu berdasarkan asumsi yang
z ti 0, i, t = 1,2,..., T digunakan. Dua metode heuristik yang
t {0,1} dikemukakan disini ialah:
T 1. Silver-Meal Heutistics
f t = ht Order dilakukan di periode s
dimana i =t
untuk memenuhi kebutuhan
permintaan di periode s, s+1, . .
Algoritma model WHK:
. , t1 dan pertimbangkan
Langkah awal : Tetapkan S = {T, apakah perlu menambah
T+1}, t = T, sT = T+1, ZT+1=0, periode berikutnya untuk
hitung ZT = K+hdT pemenuhannya juga. Keputusan
Langkah 1 : t=t+1, jika t=0 ini didasarkan pada asumsi
menuju ke langkah 4, bila tidak biaya rata-rata apakah
menuju ke langkah 2. meningkat atau menurun pada
Langkah 2 : Cari nilai k S, k saat permintaan di periode t
st+1yang terkecil, yang membuat dimasukkan dalam perhitungan.
ZK ZL Bila biaya rata-rata menurun,
(T t + 1) h,
d k + ... + d l 1 dimana l yaitu ( s, t 1) > ( s, t ) maka
adalah periode efisien terbesar besaran order termasuk untuk
berikutnya setelah k. Tetapkan st = memenuhi periode t berikutnya.
k. Hitung Sebaliknya bila biaya rata-rata
k 1 meningkat, kuantitas order =
Z T = K + (T t + 1) h d i + Z K ds+ds+1++dt1dan order yang
i =t
baru dilakukan di periode t.
Langkah 3 : Tetapkan S = {t1,...,tq},
Formulasi Silver-Meal heuristic
t1<t2<...<tq, adalah set periode
ialah:
efisien. Tetapkan tr S, tr< K + h(ds+1 + ds+2 +...+ dt ) + h(ds+2 + ds+3 +...+ dt ) +...+ h(dt )
stmenjadi periode efisien terkecil (s,t) =
t s +1
dengan
Z t Z tr Z tr Z tr +1 2. Least Unit Cost Heuristics
>

t r 1
di
t r +1 1
di Least unit cost heuristic hampir
i =t i =t 2

bilamana kondisi ini terpenuhi identik dengan SilverMeal


heuristic, namun berbeda dalam
Tetapkan S = {t} (S \ {t1...., tr-1})
penentuan kriteria untuk
sebagai periode-periode efisien yang
penempatan order.
baru.
Kembali ke langkah 1. SilverMeal heuristic
menggunakan biaya rata-rata
Langkah 4 : Hitung (a) t=1 ; (b)
s 1 per unit waktu ( s , t ) untuk
zt = i =t t d i
; (c) Tetap t = stdan ke menentukan kapan harus
langkah 4 (b) melakukan order, sedangkan
least unit cost
heuristicmenentukannya
berdasarkan biaya rata-rata per

375
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
unit permintaan selama durasi M.Lutfi Rahmaji, 2011, Skripsi,
siklus order. Pengendalian persediaan bahan baku
Formulasi Least Unit Cost pada sistem rantai pasokdengan
Heuristic ialah: metode material requirement planning
( s, t ) =
K + h(d s +1 + d s + 2 + ... + d t ) + h(d s + 2 + d s +3 + ... + d t ) + ... + h(d t ) (MRP) (studi kasus di MJOINT -
(d s + d s +1 + d s + 2 + ... + d t ) leather craft dan wr leather,
Yogyakarta), Fakultas Teknologi
2.KESIMPULAN Pertanian, UGM, Yogyakarta.
Dalam kegiatan produksi, pergudangan, Powell Robinson, Arunachalam
transportasi dan sebagainya, sering kita Narayananb, Funda Sahinc, 2009,
dihadapkan pada keadaan adanya tingkat Coordinated deterministic dynamic
permintaan yang bervariasi untuk setiap demand lot-sizing problem, OMEGA
periodenya. Untuk kasus item tunggal, Int. Journal of Management Science,
dengan tingkat permintaan deterministik (37) 3-15.
namun bervariasi tiap periode, maka solusi Nadjib Brahimi, Stephane Dauzere-Peres,
optimal diperoleh dengan mencari biaya Najib M. Najid, Atle Nordli, 2006,
yang minimal. Solusi kasus dynamic lot- Single item lot sizing problems,
sizing ini dapat diselesaikan dengan European Journal of Operational
aplikasi model Wagner-Whitin, atau Research, (168) 1 - 16
dengan prosedur perhitungan yang berbeda
yaitu dengan model WHK. Pendekatan
dengan metode heuristics juga dapat
dilakukan bilamana terdapat kebijakan
tertentu yang disyaratkan seperti adanya
penekanan pada biaya tiap siklus order
sebagaimana kebijakan pada metode least
unit cost heuristic. Dan atas berbagai
model lain yang dikembangkan oleh
banyak periset, memberikan implikasi
manajerial bahwa agar rencana produksi
tersebut dapat berjalan sesuai jadwal maka
perlu adanya pengelolaan yang sesuai
dalam jadwal pasokan sesuai dengan
kuantitas (dan kualitas) sesuai yang
disyaratkan. Implikasi yang muncul seperti
perlunya manajemen rantai pasok.

3. REFERENSI
A. Wagelmans, S. Van Hoesel, A. Kolen,
1992, Economic lot sizing: an O(n log
n) that runs in linear time in the
WagnerWhitin case, Operations
Research 40 (1) S145S156.
John A. Muckstadt, and Amar Sapra,
2010, Principles of Inventory
Management, Springer Series in
Operations Research and Financial
Engineering, Springer New York
Dordrecht Heidelberg London.

376

You might also like