Professional Documents
Culture Documents
Prosiding APTA 2011 PDF
Prosiding APTA 2011 PDF
Prosiding APTA 2011 PDF
PROCEEDING
ISBN 978-979-18918-1-3
in Agroindustry
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Seminar Nasional
Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
Indonesian Institute of Life Cycle Assessment
on Food Products and Recent Progress in Agroindustry
Penyunting:
Dr. Ir. WahyuSupartono
Dr. Atris Suyantohadi, STP, MT
Dr. Jumeri, STP, MSi
Desain Sampul:
Galih Kusuma Aji, STP
Penata Letak:
Galih Kusuma Aji, STP
Pemasaran:
Novita Erma Kristanti, STP, MP
Ir. Guntarti Tatik Mulyati, MT
Sri Kurniati, SE
Penerbit:
Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Desember, 2012
ISBN : 978-979-18918-1-3
i
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
KATA PENGANTAR
Menghaturkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Asosiasi
Profesi Teknologi Agroindustri (APTA) dengan tema Indonesian Institute of Life Cycle
Assessment on Food Products and Recent Progress in Agroindustry dapat kami selesaikan.
Seminar ini diselenggarakan pada tanggal 23 November 2011 bertempat di Auditorium
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Kami mengucapkan terima kasih atas sumbangsih pemikiran dari kalangan akademisi,
praktisi industri dan perwakilan pemerintah. Hal tersebut membuat semakin berartinya APTA
sebagai sarana komunikasi ilmiah dan penciptaan jaringan berbasis kepedulian terhadap
Agroindustri.
Prosiding ini kami susun sesuai dengan urutan penyampaian makalah. Makalah
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar terdiri Processing Technology and Quality
Control, Supply Chain Management, Simulation and Modeling System, Social Economic and
Business.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunnya Proceeding ini. Kami menyadari, bahwa penyajian Prosiding ini masih belum
sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
Prosiding ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyunting
ii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
DAFTAR ISI
iii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENGARUH RASIO BIJI KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) DAN AIR
TERHADAP KARAKTERISTIK YOGURT DAN PERUBAHAN SIFAT SELAMA
PENYIMPANAN
Oleh : Muhammad Nur Cahyanto, Sri Kanoni, dan Restu Nugraheni ......................... 81
iv
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
v
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
vi
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
vii
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
1
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
2
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dan dapat meningkatkan peluang Usaha yang ditawarkan terdiri dari 1 set atribut
Mikro Kecil Menengah (UMKM) nata de produk awal seperti sampel produk nata
cassava, sehingga jumlah UMKM nata de de cassava dan sampel produk nata de
cassava lebih berkembang keseluruh coco guna uji organoleptik, bebe beberapa
daerah hingga diluar kota Yogyakarta. pertanyaan, dan foto-foto foto kemasan
produk yang telah beredar di pasaran.
2. METODE PENELITIAN Kansei words ini akan menghasilkan
atribut mutu produk dan kemasan yang
Adapun diagram alir penelitian akan digunakan sebagai parameter
dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: produk dalam kemasan. Setelah itu
dilakukan penyusunan dan penyebaran
kuesioner
ioner I, Uji Validitas dan Reliabilitas
serta penyusunan dan penyebaran
kuesioner II.
Tahap informasi ini digunakan dalam
pengambilan keputusan dalam tahap
kreativitas untuk melakukan identifikasi
fungs-fungsi
fungsi produk dan pemunculan
alternatif-alternatif
alternatif ppengembangan.
Tahap informasi menggunakan metode
Kansei Words ini diharapkan
memberikan efektivitas dalam tahap
selanjutnya dalam Value Engineering
seperti tahap analisa, tahap
pengembangan dan tahap rekomendasi.
3
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
5
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN
1. Dalam pengembangan produk Nata
De Cassava dalam kemasan,
penerapan metode Kansei Words
dalam Value Engineering konsep
produk nata de cassava dalam
kemasan yang lebih spesifik dan
sesuai dengan kebutuhan konsumen
2. Penerapan Kansei Words dapat
memunculkan atribut mutu Tekstur
yang membedakan nata de cassava
dengan nata de coco
3. Penggunaan sample produk
diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan awal (Pre knowledge)
dalam mengungkapkan kebutuhannya
terhadap produk baru
5. DAFTAR PUSTAKA
Chen, H-Y., Y-M. Chang. 2008.
Extraction of Product Form Features
Critical to Determining Consumers
Perception of Product Image using A
Numerical Definition-based
Gambar 6. Diagram FAST produk Nata Systematic Approach. International
De Cassava siap saji dalam kemasan Journal of Indiustrial Ergonomics.
39(1): 133-145.
Konsep yang dihasilkan terdiri Mayasti, Nur. K. I. 2009. Analisis
dari enam konsep produk dengan rasa Kelayakan Pasar, Teknis dan
leci, pandan, melon, cokelat, susu, jahe Financial Produksi Nata De Cassava
dan tiga konsep kemasan yaitu kemasan Dari Hasil Samping Industry Pati
cup plastik bertutup, cup gelas, dan Tapioka, Pundong Bantul. Skripsi.
6
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
7
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kebutuhan gula sebagai pemanis sangat tinggi dan pemenuhannya sebagian masih
mengandalkan impor. Upaya yang dapat dilakukan adalah merangsang pertumbuhan
industri gula alternatif skala kecil dengan memproduksi gula non-tebu seperti kelapa,
nipah, aren dan siwalan. Dalam studi ini telah dilakukan identifikasi tanaman nipah yang
ada di Jawa Timur, dan analisis kualitas nira yang dihasilkan sebagai bahan dasar produk
olahan (gula sirup, gula cetak dan gula semut).
Hasil kajian menunjukkan bahwa nipah di Provinsi Jawa Timur banyak tumbuh di
Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Gresik. Lokasi potensial untuk dikembangkan
sebagai basis agro-industri gula nipah adalah Kecamatan Sangkapura dan Tambak,
keduanya terletak di Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Hasil analisis organoleptik nira
nipah menunjukkan kesamaan profil nira nipah dengan nira palma lainnya. Rerata kadar
gula nipah lebih tinggi dibanding nira palma lainnya sebesar 17-21o brix. Kualitas
organoleptik produk olahan dari nira nipah memiliki cita rasa khas yang disukai oleh
panelis/konsumen.
8
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
memerlukan investasi alat dan mesin sumber gula, bahan pembuat atap sampai
yang mahal. bahan penyerap logam berat (Wankasi,
Hingga kini di wilayah Provinsi Horsfall, & Harcourt, 2005).
Jawa Timur baru memanfaatkan gula Hasil pemetaan tanaman nipah
palma dari tanaman kelapa, aren dan secara umum diharapkan sebagai dasar
siwalan, sedangkan dari nira nipah belum pengembangan agroindustri gula palma
ada, oleh karena itu perlu dilaksanakan berbasis nipah. Beberapa tujuan spesifik
pemetaan potensi dan penelitian yang ingin dicapai dari kegiatan
pengolahan nira nipah menjadi aneka penelitian ini antara lain adalah
produk gula (gula cetak, gula semut dan mengetahui potensi tanaman nipah yang
sirup) untuk mendukung penyediaan gula ada diwilayah sampel dan mengetahui
di Indonesia terutama di wilayah Jawa kualitas olahan nira nipah menjadi aneka
Timur. Adanya informasi peta produk olahan gula (gula sirup, gula
pengembangan agroindustri gula palma cetak dan gula semut/kristal).
nipah diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan agroindustri di wilayah 2. METODE PENELITIAN
sekitar pantai, sehingga dapat berperan Bahan yang diperlukan dalam
dalam meningkakan pendapatan petani di penelitian ini adalah peta, nira nipah dan
Jawa Timur. bahan-bahan untuk analisis kualitas nira
Gula nipah dihasilkan dari dan produk gula. Alat-alat yang
tanaman nipah, sejenis palem (palma) diperlukan adalah GPS, computer dan
yang tumbuh di lingkungan hutan bakau alat analisis laboratorium.
atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Metode pemetaan potensi
Nipah tumbuh di bagian belakang hutan tanaman nipah di daerah pesisir Jawa
bakau, terutama di dekat aliran sungai Timur dilakukan dengan menetukan
yang memasok lumpur ke pesisir. Palma lokasi wilayah sampling, yang pada
ini dapat tumbuh di wilayah yang berair penelitian ini didasarkan hasil Citra
agak tawar, sepanjang masih terpengaruh satelit LANDSAT ETM+4, Satelit Terra
pasang-surut air laut yang mengantarkan dan Aqua pada instrumen MODIS, serta
buah-buahnya yang mengapung. Di USGS Map Earth Explorer (peta bumi
tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah dengan georeference). Daerah sampel
membentuk jalur lebar tak terputus di terpilih adalah daerah yang memiliki ciri-
belakang lapisan hutan bakau, kurang ciri spesifik sebagai tempat tumbuh
lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah tanaman nipah yaitu adanya vegetasi
mampu bertahan hidup di atas lahan yang mangrove, tanaman nipah dapat tumbuh
agak kering atau yang kering sementara di lahan yang berjarak lebih dari 100 m
air surut. Kemampuan penyebaran yang dari garis pantai, dan jenis tanah yang
baik ini sangat potensial untuk cocok sebagai media tumbuh tanaman
dikembangkan sebagai perkebunan, nipah adalah jenis tanah dengan
karena nipah dapat mendominasi kerapatan partikel yang kurang dari 2 nm,
ekosistem mangrove (Udoidiong & memiliki kadar humus yang tinggi,
Ekwu, 2011). berlumpur dan tercampur dengan air
Kegunaan tanaman nipah sangat payau. Berdasarkan hasil pemetaan awal,
beragam. Seperti pada tanaman lainnya kemudian dilakukan verifikasi lapang
struktur bagian tanaman nipah terdiri dari untuk mengetahui keberadaan tanaman
akar, batang atau cabang, daun, bunga, nipah. Metode dasar yang digunakan
dan buah. Hampir seluruh bagian untuk mendukung data pemetaan adalah
tanaman dapat dimanfaatkan oleh metode survey.
masyarakat di sekitar hutan nipah mulai
9
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
10
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
11
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
4. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat yang
dihasilkan dari penelitan ini adalah:
1. Potensi tanaman nipah di Kabupaten
Sumenep terletak di Desa Saronggi,
sedangkan di Kabupaten Gresik
berada di Kecamatan Sangkapura
dan Tambak, yang keduanya berada
di Pulau Bawean. Diantara kedua
kabupaten yang paling potensial
dikembangkan untuk agroindustri
gula Nipah yaitu di Pulau Bawean
(Kabupaten Gresik).
12
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
13
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2010
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan air : gula cetak, serta
pengaruh kadar adsorben (arang aktif) dengan lama waktu adsorbsi terhadap kualitas sirup
gula kelapa yang dihasilkan. Selain itu, penggandaan skala perlu dilakukan untuk
mengetahui jumlah bahan baku, bahan pembantu, utilitas dan tenaga kerja serta biaya yang
digunakan pada proses pembuatan sirup.
Metode yang digunakan pada penelitian skala laboratorium adalah RAK dengan 2
faktor yang terdiri dari pemakaian arang aktif (5% b/v, 10% b/v, 15% b/v) dan waktu
adsorbsi (30, 60, 90 menit), selanjutnya dilakukan pengujian (fisik, kimia dan
organoleptik). Hasil data di analisa untuk penentuan perlakuan terbaik, kemudian
dilanjutkan penggandaan skala cuntuk mengetahui prakiraan biaya pengolahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah perbandingan air:
gula cetaksebesar 1:2 (b/v), serta pemakaian arang aktif 10% b/v dan waktu adsorbsi 30
menit. Produk sirup gula kelapa yang dihasilkan mempunyai karakteristik: nilai TPT
74,5% dan total gula 62,75%, sedangkan hasil organoleptik memiliki skor warna 5
(suka);aroma sebesar 3,85 (netral hingga agak suka)dan rasa sebesar 3,9 (netral hingga
agak suka). Prakiraan biaya pengolahan 1 batch proses (9 kg gula cetak) sebesarRp
123.372,52atau Rp 8.225,00/botol dengan volume 650 ml.
14
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
serta tidak memerlukan nira yang dipanaskan diatas panci dengan nyala api
berkualitas tinggi, bahkan dapat diolah kecil sampai mendidih kemudian disaring
dari gula cetak kualitas rendah (Daniati, dengan menggunakan saringan 40 mesh.
2004 dan Wijana et al., 2010). Proses embuatan sirup gula kelapa secara
Penelitian ini bertujuan untuk lebih ringkas dapat dilihat pada Lampiran
mengkaji kualitas sirup gula kelapa yang 1.
diolah dari gula kelapa cetak kualitas
sub-grade yang ada di pasaran dengan b. Adsorbsi dengan karbon aktif
metode reprosesing. Sirup gula hasil perlakuan terbaik
pada suhu 50-60C dengan meng-
2. METODE PENELITIAN gunakan hot plate dan diaduk dengan
2.1.Alat dan bahan kecepatan rendah ( 2-3 rpm). Setelah
Bahan baku yang digunakan sirup gula mencapai suhu tersebut, arang
dalam percobaan adalah gula kelapa aktif (5, 10, 15% b/v) dimasukkan dan
cetak asal Donomulyo, Kabupaten diaduk dengan kecepatan rendah selama
Malang, sedang-kan karbon aktif granular (30, 60, 90 menit). Setelah itu, arang aktif
dan bahan kimia analisis dari Lab. diambil dari sirup gula lalu didinginkan.
Rekayasa Teknologi Produksi. Proses adsorbsi dengan arang aktif pada
sirup dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.2. Metode penelitian
Penelitian menggunakan metode 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
eksperimental dengan rancangan 3.1. Jumlah penambahan air
percobaan yang digunakan adalah Pada hasil penelitian pendahuluan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) diperoleh nilai TPT sebesar 57,17%
dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah 70,3% dengan penambahan air sebesar
konsentrasi karbon aktif (5; 10 dan 15% 100 ml, 125 ml, 150 ml, 175 ml dan 200
b/v) dan faktor kedua lama adsorbsi (30; ml pada gula kelapa cetak 200 gram.
60 dan 90 menit). Semakin banyak air yang ditambahkan
Data yang diperoleh meliputi total pada gula kelapa cetak, maka nilai TPT
padatan terlarut (TPT), kadar gula total sirup akan semakin rendah karena
dan uji organoleptik (warna, aroma dan kandungan air pada campuran tersebut
rasa). Analisis data menggunakan Anova mempengaruhi kekentalan sirup yang
dan uji BNT dan uji Friedman. Penentu- dihasilkan. Dari hasil tersebut dapat
an perlakuan terbaik dengan metode ditetapkan bahwa penambahan air pada
indeks efektivitas (De Garmo et al., gula kelapa cetak 200 gram yang sesuai
1984). untuk sirup adalah 100 ml dengan nilai
TPT 70,3%, yang telah memenuhi syarat
2.3. Pelaksanaan penelitian komersial untuk produk sirup, dan
Tahapan penelitian dibagi menjadi 2, digunakan sebagai acuan dalam penelitian
proses pembuatan sirup dari gula kelapa selanjutnya. Pengaruh konsen-trasi air
cetak, dan proses adsorbsi dengan terhadap TPT sirup gula kelapa dapat
menggunakan karbon aktif. dilihat pada Gambar 1.
15
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
16
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
17
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
18
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Ditimbang (200 g)
Diserut/dihancurkan
Air
(100; 125; 150;
175; 200) ml Dilarutkan dan Dipanaskan
(sampai mendidih)
Lampiran 2. Diagram alir proses adsorbsi karbon aktif pada sirup gula kelapa (skala ganda)
Ditimbang (9 Kg)
Diserut/dihancurkan
Air
2:1 (b/v) = 4,5 L
Dimasak (sampai mendidih)
Dipanaskan 60C
(tangki reaktor)
Arang aktif
10% (b/v)
Diaduk dan dipanaskan (30 menit)
(tangki reaktor berpengaduk)
19
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Wahyu Mushollaeni
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Abstrak
20
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
21
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
cake dengan kadar abu yang lebih rendah kadar karbohidrat pada T. decurrens
daripada menggunakan alginat sebagai adalah 5,4%, sehingga dimungkinkan
emulsifier dari T. decurrens (Gambar 1). dengan penambahan alginat dari T.
Hal ini mengindikasikan adanya decurrens, menghasilkan kadar air yang
kandungan abu atau mineral-mineral lebih tinggi. Menurut Winarno (1997),
yang lebih banyak pada alginat dari T. jumlah gugus hidroksil dalam molekul
decurrens, sehingga berpengaruh pada pati sangat besar sehingga menyebabkan
peningkatan kadar mineral dan kemampuannya menyerap air lebih besar,
komponen an organik lainnya pada cake sehingga dengan tingginya kadar
yang dihasilkan. Menurut penelitian dari karbohidrat ini akan berdampak pada
Penulis (Mushollaeni, 2010), kadar abu daya absorbsi yang kuat terhadap air dan
alginat dari T. conoides adalah 20,10% dapat meningkatkan kadar air produk.
dan T. decurrens adalah 20,28 %, Menurut Suzuki et al. (1996), dari 12
sehingga bedasarkan nilai kadar abu spesies alga termasuk didalamnya alga
tersebut, dimungkinkan dengan coklat yang diteliti, menunjukkan bahwa
penambahan alginat T. decurrens, rumput laut coklat memiliki daya ikat air
menghasilkan kadar abu cake yang lebih yang tinggi. Dalam keadaan kering,
tinggi. Berdasarkan standar SNI pada rumput laut coklat dapat mengikat air
roti, kadar abu yang ada pada cake yang hingga terjadi penggelembungan
dihasilkan masih memenuhi persyaratan (swelling) sebesar 20 x dari keadaan
dari SNI 0138401995 yaitu kurang dari biasa. Pada alga coklat memiliki daya
3%. ikat air sebesar 38,6 g/g berat kering
(Goni, 2001). Sehingga kondisi ini, dapat
3.2. Kadar Air berpengaruh pada kadar air alginat yang
Penggunaan alginat dari T. dihasilkan. Rerata kadar air cake berkisar
conoides, menghasilkan cake dengan antara 26,98% - 30,18% (Gambar 1),
kadar air terendah terdapat pada sehingga berdasarkan standar SNI kadar
perlakuan T. conoides 0,5% dan kadar air air yang ada pada cake yang dihasilkan
tertinggi diperoleh pada perlakuan T. masih memenuhi persyaratan dari SNI
conoides 0,75%. Rerata menunjukkan 0138401995 yaitu kurang dari 40%.
peningkatan kadar air cake pada
penambahan alginat dari T. conoides. 35.00
pada perlakuan T. decurrens 0,75% dan 22.28 22.13 21.81 21.75 20.97
20.00 19.69
kadar air tertinggi diperoleh pada
15.00
perlakuan T. decurrens 0,5%. Rerata Rerata kadar abu
Rerata kadar air
kadar air cake yang dihasilkan dari jenis 10.00
Rerata kadar lemak
dan taraf alginat T. decurrens lebih besar 5.00 Kadar Gula Reduksi
22
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
23
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
24
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
25
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
1. PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu hemiselulosa dan lignin dalam jumlah
komoditas non migas andalan Indonesia. yang relatif kecil. Komposisi kimia
Hasil olahan kelapa sawit yang utama TKKS terdiri dari selulosa 35,81-40%,
adalah minyak sawit murni (Proccesed hemiselulosa 24-27,01%, lignin 17,7-
Palm Oil/PPO). Selain itu juga diperoleh 21%, dan kadar abu 6,04-15% (Pratiwi
hasil samping berupa tandan kosong dkk, 1998; Azemi dkk, 1994 dalam
kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya Gumbira-Said, 1996).Pemanfaatan
cukup besar sekitar 24% - 35% dari TKKS sampai sekarang lebih tertuju pada
tandan buah segar (TBS). Pada tahun pemanfaatan glukosa yang terdapat pada
2002 dihasilkan minyak sawit sebesar selulosanya bukan xilosa yang banyak
5.028.800 ton dari 25 juta ton TBS (BPS, ditemukan dalam hemiselulosanya.
2003). Dari jumlah itu diperkirakan Xilosa dapat dikonversi menjadi produk
tersedia 6 8 juta ton TKKS dan belum yang bernilai tinggi seperti xilitol (kira-
dimanfaatkan secara optimal. kira 10 kali harga sukrosa) akan
TKKS memiliki komponen memberikan sumbangan yang tak kalah
terbesar berupa selulosa disamping dengan glukosanya (Dwivedi dalam
Nabors dan Gelardi, 1992).
26
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
27
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
28
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Biomassa/
25 g bahan + 125 g Aquades padatan
Supernatan
(sebagai crude enzim)
Hidrolisis
Suhu : 128 oC dan 200 C Gambar 2. Produksi enzim xilanase
Waktu: 30, 45, 60 menit (crude enzim)
29
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
30
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
31
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
0 6 12 18 24
Hidrolisat TKKS Xilosa (g/100 ml) 0,58 0,78 1,01 1,08 1,24
32
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
33
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Sucipto1*, Taufik Djatna2 , Irzaman3, Tun Tedja Irawadi4, dan Anas Miftah Fauzi2
1
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, 65145; email: ciptoub@yahoo.com
2
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Gedung Fateta IPB Dramaga PO Box 220 Bogor, 16002;
email: taufikdjatna@ipb.ac.id dan fauzianas@yahoo.com
3
Department Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680; email: irzaman@ipb.ac.id.com
4
Department Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680; email: tun_tedja@yahoo.com
* Penulis Koresponden
Abstrak
34
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
2. METODE PENELITIAN
2.1. Prinsip teknik analisis impedansi
bioelektrik
Analisis impedansi bioelektrik
didasarkan pada prinsip bahwa kecepatan
aliran arus berbeda melalui tubuh (bahan
hidup) tergantung pada komposisinya.
Tubuh paling banyak tersusun dari air Gambar 1. Model sederhana kapasitor
dengan ion, dimana arus listrik dapat dan resistor untuk mebram sel
melaluinya (Mahshid and Anwar, 2008). Keterangan:
Di sisi lain, tubuh tersusun dari bahan Cm model membran kapasitansi
non konduksi (seperti lemak) yang Ri resistensi intraseluler
menghambat aliran arus listrik. Jaringan Re resistensi ekstraseluler
35
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
36
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
37
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Lepetit, Sale, Favier, dan Dalle (2002) bernilai lebih rendah (Fajardo et.al.,
menunjukkan bahwa variasi hewan dari 2008), adanya ketidakjelasan spesies
rasio impedansi frekuensi rendah sampai (Aida, Che Man, Wong, Raha, & Son,
impedansi frekuensi tinggi berasal dari 2005). Selanjutnya, Ballin (2008)
variasi ion atau lemak. Rasio impedansi mengkategorikan metode authentication
tidak dipercaya menunjukkan daging dan produk daging. (1) Meat
pematangan atau kerusakan daging. origin- kelamin, potongan daging,
Otot bersifat elektrik anisotropik, pemeliharaan, pakan ternak, umur saat
artinya otot dan daging menunjukkan penyembelihan, wild meat dibanding
perubahan sifat listrik sesuai bidang farmed meat, daging organik dibanding
listrik dalam sampel. Pasca rigor mortis, konvensional, dan asal daerah; (2)
impedansi listrik daging berkurang linear. substitusi daging- spesies dan jaringan
Kekuatan serat otot dapat diprediksi daging, lemak tumbuhan atau hewan, dan
secara lebih baik menggunakan resistensi protein nabati, hewani, atau komponen
mekanik serat otot dan anisotropik listrik organik; (3) perlakuan prosesing daging-
daripada impedansi secara mandiri iradiasi, segar dibanding daging yang
(Lepetit et.al., 2002). telah di-thawing, perlakuan daging; (4)
Tingkat penuaan daging sapi bahan tambahan non daging- bahan
bervariasi antar individu hewan. tambahan dan air.
Kekuatan serat otot mencapai nilai Ducan et.al. (2008) memprediksi
minimum dalam beberapa hari, sedang komposisi tubuh ikan cobia
untuk serat otot yang sama pada hewan Rachycentron canadum diberi pakan
lain dapat lebih dari 2 minggu. Lepetit & tertentu dengan impedansi bioelektrik
Hamel (1998) menyatakan mungkin dan metode kimia. Hasilnya
untuk memilih daging yang mengalami menunjukkan hubungan nyata antara
penuaan cepat jika kondisi penuaan analisis impedansi dan analisis kimia
diketahui pada 48-jam postmortem. Ini proksimat. Ini menunjukkan metode
akan menghindarkan penyimpanan impedansi bioelektrik dapat digunakan,
daging yang mengalami penuaaan pada tidak mahal, tidak mematikan, dan dapat
periode lama. Keuntungan yang menentukan komposisi proksimat di
diharapkan akan mengurangi 50% biaya tempat bahan uji.
penyimpanan. Studi ini mengukur Lizhi, Toyoda, and Ihara (2010)
penuaan menggunakan metode mekanis mengaplikasikan dielektrik spektroskopi
destruktif. Penentuan penuaan dapat untuk mengidentifikasi pemalsuan
diperoleh dari sensor non-distruktif. minyak zaitun pada frekuensi 101 Hz1
Salah satunya sensor yang dibuat Damez MHz. Dengan model partial least
et. al. (2008) menggunakan anisotropik squares (PLS) dikembangkan dan
impedansi listrik, dan telah dipatenkan digunakan untuk verifikasi konsentrasi
(Lepetit et. al., 2007). pencampuran. Lebih jauh principal
component analysis (PCA) digunakan
2.4. Aplikasi impedansi bioelektrik untuk mengklasifikasi sampel minyak
untuk pemalsuaan daging dan olahan zaitun dibedakan dari pencampurnya
daging berbasis spektra dielektrik. Klasifikasi
Pencampuran spesies daging dan PCA semua sampel mampu membedakan
olahan daging menjadi problem meluas di konsentrasi dan pencampuran hingga 5%.
pasar retail (Asensio, et.al., 2008). Sucipto, Irzaman, Tun Tedja, dan
Evaluasi kualitas dan pemalsuan produk- Fauzi (2011) mengemukakan salah satu
produk ini meliputi beberapa isu, seperti sifat dielektrik, khususnya konduktansi
substitusi daging bernilai tinggi dengan
38
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
berpotensi untuk mendeteksi lemak babi pengukuran. Hasil serupa didapat oleh
pada frekuensi pengukuran 3,8-5 MHz. Gabriel, Lau, and Gabriel (1996).
Di laboratorium kami telah Perbedaan impedansi antar lemak diduga
dilakukan riset awal pengukuran dipengaruhi komposisi asam lemak
impedansi lemak pangan yang penyusun. Lizhi, Toyoda, Ihara (2008)
diharapkan menjadi dasar sensor berhasil membedakan beberapa asam
pemalsuan lemak berbasis impedansi lemak dengan sifat listrik. Scharfetter, et.
bioelektrik. al. (2001) menyatakan lemak bahan non
Pengukuran impedansi bioelektrik konduksi penghambat aliran listrik yang
lemak menggunakan LCR HiTESTER berpengaruh pada impedansi. Pengaruh
(Hioki) tipe 3532-50 yang memiliki asam lemak terhadap sifat listrik lain,
rentang frekuensi 42 Hz - 5 MHz. Lemak khususnya konduktansi telah
sapi, lemak babi, dan minyak sawit didiskusikan Sucipto, Irzaman, Tun
diukur impedansinya pada suhu ruang Tedja, dan Fauzi (2011).
(26-27oC) dan frekuensi 3,8; 4,0; 4,2; Hasil riset awal akan dilanjutkan
4,4; 4,6; 4,8; 5,0 MHz. Impedansi proses klustering untuk membedakan
dinyatakan dalam satuan Mega Ohm antar lemak. Ini akan mendukung
(M). Setiap sampel lemak dimasukkan pengembangan sensor impedansi
lempeng paralel dari tembaga, 20 mm x bioelektrik deteksi pemalsuan lemak.
10 mm berjarak 5 mm. Kombinasi impedansi dan teknik
Hasil riset menunjukkan impedansi klustering membantu penilaian
bernilai 0,023886 - 0,031608 M Ohm pemalsuan dan kualitas bahan menjadi
pada Gambar 3. lebih cepat, sederhana, mengarah in-situ,
dan relatif murah. Hal ini menunjang
green manufacturing dalam agroindustri.
3. KESIMPULAN
Dari telaah pustaka dan riset awal
kami, disimpulkan:
Penggunaan impedansi bioelektrik
dikombinasikan teknik klustering
mampu menyederhanakan penentuan
0.035000 kualitas dan pemalsuan daging dan
Impedansi (MOhm)
39
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
40
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
41
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
42
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kata kunci: pati ubi jalar, heat moisture treatment, sohun, pasting, ketahanan pangan
43
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
menurunnya permintaan dan konsumsi dalam pembuatan mie berbasis pati atau
bahan pangan karbohidrat alternatif sohun, pati ubi jalar memiliki sifat
seperti jagung, sagu, ketela, kentang, ubi inferior. Pati ubi jalar menunjukkan
jalar, dan lainnya. Sementara itu Brabender amylograf Tipe A, lebih
peningkatan jumlah konsumsi beras tidak mengembang bebas dan tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi mengental/memadat (non-concealing)
beras nasional (Tarigan, 2003). (Tian et al., 1991). Oleh karena itu
Untuk mendukung ketahanan diperlukan suatu modifikasi pada pati ubi
pangan nasional, maka diversifikasi jalar untuk meningkatkan sifat inferior
pangan berbasis karbohidrat non beras tersebut. Modifikasi dapat dilakukan baik
perlu dikembangkan. Salah satu secara kimiawi dan biokimiawi maupun
komoditas lokal yang potensial untuk secara fisikawi (Murphy, 2000). Contoh
dikembangkan dalam diversifikasi modifikasi secara kimiawi antara lain
pangan adalah ubi jalar. Ubi jalar konversi (depolimerisasi),
potensial sebagai sumber karbohidrat, transilglikosidasi (dekstrinisasi), cross-
dengan kandungan kalori per 100 g linking, stabilisasi/substitusi, kationisasi,
cukup tinggi yaitu 123 kal. Ubi jalar dan graft kopolimerisasi. Sedangkan
mengandung vitamin dan mineral yang contoh modifikasi secara fisikawi antara
cukup tinggi sehingga layak dinilai lain pregelatinisasi, granular cold water
sebagai golongan bahan pangan sehat, soluble starch (GCWS), ball milling,
dapat berfungsi dengan baik sebagai annealing, heat-moisture treatment
substitusi dan suplementasi makanan (HMT), dan dry heating. Modifikasi akan
sumber karbohidrat tradisonal nasi beras. membuat pati lebih cocok untuk produk-
Ubi jalar memiliki keunggulan yaitu produk yang biasanya menggunakan tipe-
mudah diproduksi pada berbagai lahan tipe pati lainnya (Singh et al., 2005).
dengan produktivitas tinggi. HMT merupakan hydrothermal
Ubi jalar varietas Papua Salosa treatment dengan mengkondisikan pati
merupakan ubi jalar hasil dari persilangan pada kombinasi kadar air dan suhu
terkendali antara varietas Muara Takus tertentu yang mampu mengubah sifat pati
dan Siate (varietas lokal Papua). tanpa mengubah kenampakan ganula
Keunggulan dari ubi jalar ini adalah (Collado dan Corke, 1999). Modifikasi
produktivitasnya yang tinggi, yaitu 24,2- ini dapat menyebabkan terjadinya
30 t/ha. Selain itu ubi jalar ini dapat pegaturan kembali dan peningkatan
ditanam pada lahan sawah dan tegalan derajat asosiasi rantai molekul penyusun
daerah pegunungan, sehingga cocok pati. Metode HMT telah dilaporkan dapat
untuk ditanam di daerah Papua. meningkatkan kualitas pati ubi jalar
Ketahanan ubi jalar ini terhadap penyakit karena mampu mengubah pola amilograf
juga cukup baik. Diharapkan ubi jalar pati. Modifikasi pati secara fisikawi ini
varietas Papua Salosa ini dapat tidak menyebabkan kerusakan pada
mendukung ketahanan pangan nasional granula. Metode HMT lebih mudah dan
utamanya di wilayah Papua. lebih aman digunakan daripada
Dalam pemanfaatan pati ubi jalar modifikasi secara kimiawi karena
dalam industri pangan, perlu diketahui menggunakan bahan alami. Pada
karakterisasi patinya terlebih dahulu, penggunaan patinya, perlakuan HMT
terutama pada sifat-sifat fungsional dan dapat meningkatkan kualitas tekstur pada
fisiokimiawinya (Zaidul et al., 2007). sohun dari pati ubi jalar (Collado et al.,
Sifat fungsional pati yang paling penting 2001). Penelitian penerapan HMT pada
adalah sifat termal dan pastingnya. pati ubi jalar terutama valietas Papua
Dalam industri pengolahan, terutama Salosa belum pernah dilakukan, untuk itu
44
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perlu dikaji tingkat efektifitasnya HMT dengan aquades hingga diperoleh kadar
dalam memodifikasi sifat patinya. air yang diinginkan sesuai perhitungan
Penelitian ini bertujuan untuk yang telah dilakukan sebelumnya.
menentukan kombinasi kadar air dan Kemudian pati disimpan selama satu
suhu HMT yang sesuai, yang dapat malam pada suhu 5oC agar kadar airnya
memberikan karakteristik pati ubi jalar setimbang. Tempering dilakukan pada
yang cocok untuk digunakan sebagai suhu dingin agar pati tidak mengalami
bahan dasar pembuatan sohun. kerusakan mikrobiologis. Setelah
dikeluarkan dari pendingin, pati diaduk
kembali agar kadar airnya lebih merata.
2. METODE PENELITIAN Lalu dilakukan pemanasan pada suhu 80
2.1. Bahan dan alat penelitian o
C, 90 oC, 100 oC da 110 oC selama 3 jam.
Bahan utama yang digunakan Pati didinginkan untuk mencegah
dalam penelitian ini adalah ubi jalar dari gelatinisasi lebih lanjut dan dikeringkan
varietas Papua Salosa yang diperoleh dari pada suhu 50 oC hingga kering,
Balai Penelitian Kacang-kacangan dan disetimbangkan pada suhu kamar selama
Umbi-umbian (Balitkabi) di Malang, 4 jam, dan dikemas hingga siap
Jawa Timur. dianalisis. Analisis yang dilakukan pada
Alat yang digunakan untuk pati hasil modifikasi HMT sama dengan
penelitian ini adalah timbangan, ember, analisis pada pati alami, meliputi
pisau, mesin penggiling, saringan, kain kekuatan pengembangan (Tester dan
saring, ayakan 200 mesh, spatula dan Morrison, 1990), kelarutan pati (Tester
loyang yang digunakan selama proses dan Morrison, 1990), kekerasan gel
ekstraksi. Alat yang digunakan pada (Sanabria dan Filho, 2008), dan sifat
proses pembuatan starch noodle/sohun pasting dengan membaca amilografinya
adalah timbangan, hand mixer, loyang, (Shingh et al.,2005).
kukusan, kompor, perajang mekanis, Pati ubi jalar hasil perlakuan
cabinet dryer, dan lain-lain. Sedangkan (HMT) yang menunjukkan peningkatan
alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik terbaik diteliti potensinya
antara lain timbangan analit, desikator, dalam pembuatan sohun. Pembuatan
waterbath, blender, oven, stirrer, sohun dilakukan berdasarkan metode
termokopel, vortex, Lloyds Universal yang dilakukan oleh Hormdok dan
Testing Machine (tensile strength, Noomhorm (2006). Pati alami dan pati
elongasi, tekstur), kompor listrik HMT ditimbang, masing-masing seberat
(cooking loss, cooking time), 40 g, kemudian dibuat suspensi dengan
spektrofotometer (kadar amilosa), rasio pati dan air 1:2. Suspensi itu
Viscometer merk Brookfield (sifat dituangkan ke dalam loyang dan
amilografi) dan alat-alat lain. diratakan hingga membentuk lapisan
tipis, selanjutnya dikukus pada suhu
2.2. Prosedur penelitian 100oC selama 20 menit. Setelah dikukus,
Penelitian diawali dengan proses lembaran gel diretrogradasi selama 2 jam
ekstraksi pati ubi jalar varietas Papua pada suhu 5oC, lalu lembaran gel dirajang
Salosa menggunakan metode Collado dan dengan perajang mekanis. Setelah itu,
Corke (1997). Selanjutnya pati dilakukan dikeringkan pada suhu 50oC dalam
modifikasi secara HMT berdasarkan cabinet dryer hingga kering. Sohun
metode Collado et al. (2001). Pertama kering kemudian didiamkan sejenak pada
kali pati diatur kadar airnya menjadi suhu kamar untuk kemudian dikemas
20%, 25% da 30%. Pengaturan ini dalam plastik polyethylene (PE) hingga
dilakukan dengan cara pati kering ditetesi sohun siap untuk evaluasi atau pengujian.
45
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Evaluasi dan pengujian yang dilakukan Kekuatan pengembangan pati ubi jalar
terhadap sohun antara lain; kekerasan alami adalah sebesar 14,23 g/g (db),
(Galvez et al., 1994), kekuatan tarik sedangkan kekuatan pengembangan pati
(Galvez et al., 1994), perpanjangan putus HMT lebih rendah dari pati ubi jalar
(Galvez et al., 1994) dan cooking loss alami, walaupun pada pati dengan
(Hormdok dan Noomhorm, 2007). perlakuan suhu 80 dan 90oC dengan
kadar air 20% penurunannya tidak terlalu
2.3. Rancangan percobaan dan analisis signifikan. Pati HMT dengan kekuatan
statistik pengembangan terkecil adalah suhu
Penelitian dilakukan berdasarkan 110oC dengan kadar air 20%, dengan
Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang kekuatan pengembangan sebesar 9,41 g/g
pertama adalah pengaturan kadar air (db).
sebelum HMT, yaitu dengan kadar air
sebesar 20%, 25% dan 30%. Faktor Tabel 1. Kekuatan pengembangan dan
kedua yaitu suhu HMT yaitu 80, 90, 100, kelarutan pati
dan 110C. Setiap perlakuan dilakukan Perlakuan Kekuatan
Kelaru
tiga kali ulangan analisis. Data yang Sam tan
Pengembang
pel Suhu Kadar (%)
diperoleh diolah secara tatistic dengan (C) air (%)
an (g/g) db
db
menggunakan ANOVA. Apabila Pati 7,56
pengaruhnya signifikan (P<0,05) maka 14,230,43f
alami 0,55e
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple 6,11
Range Test (DMRT). 20 14,120,58f 0,24a
6,52
80
25 13,420,11e 0,56d
2,91
30 10,450,20c 0,21bc
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 5,84
3.1. Kekuatan pengembangan dan 20 14,350,04f 0,28d
kelarutan pati 2,74
90 9,570,28ab
Ketika dipanaskan dalam air 25 0,27abc
berlebih, struktur kristalin pati akan 10,170,73ab 3,04
c
Pati 30 0,34c
terganggu (karena putusnya ikatan HMT 2,61
hidrogen) dan molekul air akan terikat 20 9,860,10abc 0,32abc
dengan grup hidroksil dari amilosa dan 2,17
100
amilopektin melalui ikatan hidrogen. Hal 25 9,750,27abc 0,42ab
ini menyebabkan peningkatan 2,72
pengembangan granula dan peningkatan 30 11,321,04d 0,57abc
2,14
kelarutan. Kekuatan pengembangan dan 20 9,410,47a 0,54a
kelarutan memberikan bukti besarnya 10,220,30ab 2,47
interaksi antar rantai pati dalam area 110 c
25 0,26abc
amorf dan kristalin. Besarnya interaksi 2,89
ini dipengaruhi oleh rasio 30 11,400,25d 0,12bc
amilosa/amilopektin, dan sifat amilosa Keterangan: huruf yang sama
dan amilopektin dalam hal berat menunjukkan tidak berbeda nyata untuk
molekul/distribusi, derajat dan panjang tingkat kepercayaan 95%
cabangnya (Singh dan Kaur, 2009).
Kekuatan pengembangan pada
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
pati dipengaruhi oleh kandungan amilosa
terdapat penurunan kekuatan
dan amilopektin yang ada pada granula
pengembangan dari pati HMT jika
pati. Ketika dipanaskan dalam air,
dibandingkan dengan pati ubi jalar alami.
granula pati akan mengembang terus-
46
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
47
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
secara HMT dapat memberikan pengaruh amilosa bebas lainnya tapi juga dengan
nyata pada kekerasan gel pati. Kekerasan cabang-cabang amilopektin yang
gel pati ubi jalar varietas Papua Salosa membentang dari granula yang
alami adalah sebesar 0,37 N. Sedangkan membengkak, jadi granula merupakan
untuk pati modifikasi, nilainya berkisar bagian dari jaringan kontinyu yang padat.
antara 0,16 N sampai dengan 0,52
N.Nilai ini lebih tinggi dibandingkan 3.3. Sifat amilografi
yang dilaporkan oleh Rahmayuni (2009) Sifat amilografi menunjukkan
pada varietas yang sama, yaitu 0,13 N perilaku viskositas pati yang diamati
untuk pati alami dan 0,16 N untuk pati sebelum, di saat, dan sesudah proses
yang mengalami HMT selama 3 jam. gelatinisasi pati. Data sifat amilografi pati
Pola yang teramati adalah kekuatan gel ubi jalar Papua Salosa ditunjukkan pada
meningkat hingga tingkat tertentu lalu Tabel 3 dengan kurva pada Gambar 1.
perlahan menurun dengan semakin Waktu dan suhu gelatinisasi pati ubi jalar
meningkatnya suhu dan waktu perlakuan. varietas Papua Salosa alami
Hal ini mungkin dikarenakan gelatinisasi menunjukkan nilai 13 menit dan 76,2C,
sebagian pada suhu tinggi dan waktu sedangkan waktu dan suhu gelatinisasi
HMT yang lama sehingga membuat pati setelah HMT tidak terlalu jauh
struktur pati rusak dan mengakibatkan gel berbeda, yaitu 13 menit dan 75,9C untuk
pati yang kurang kokoh (Hormdok dan perlakuan suhu 80oC kadar air 25%, serta
Noomhorm, 2007). 13 menit dan 76,1C untuk perlakuan
Selain itu, menurunnya kekuatan suhu 110oC kadar air 20%. Nilai suhu
gel pati mungkin juga disebabkan karena gelatinisasi pati alami sedikit lebih
terjadinya penambahan ikatan rendah dari yang telah dilaporkan oleh
intermolekul amilosa granula pati. HMT Rahmayuni (2009) untuk varietas yang
menyebabkan ikatan amilosa yang saling sama. Menurut Noda et al. (1997), kadar
berdekatan pada granula pati melemah amilosa berpengaruh terhadap perbedaan
karena meningkatnya daya larut dari suhu gelatinisasi. Schoch (1969) dalam
granula pati sehingga kelarutan pati yang Afdi (1991) menyatakan bahwa molekul
besar menyebabkan turunnya kekuatan amilosa memiliki kecenderungan untuk
gel pati. Gel pati adalah suatu sistem saling berikatan dengan sesamanya
padatan-cairan dengan jaringan kontinyu dengan membentuk ikatan hidrogen,
dimana fase cairan terperangkap. sehingga menghalangi pati dalam
Molekul amilosa bebas membentuk membentuk gel.
ikatan hydrogen, tidak hanya dengan
48
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
49
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
paling cocok untuk digunakan sebagai tidak mudah hancur, terutama saat
bahan dasar dalam pembuatan sohun. pemasakan.
Kenampakan sohun kering dari pati ubi Kekuatan tarik adalah salah satu
jalar alami dan setelah perlakuan HMT sifat fisik sohun yang menunjukkan gaya
sebagimana terlihat pada Gambar 2. maksimal yang dibutuhkan untuk
Sedangkan hasil pengujian kualitas sohun memutuskan sohun. Nilai kekuatan tarik
ditampilkan dalam Tabel 4. untuk sohun dari pati alami sebesar
0,02N, sementara nilai untuk sohun pati
A B HMT adalah 0,04N. Nilai kekuatan tarik
yang lebih tinggi menunjukkan besarnya
gaya yang dibutuhkan untuk menarik
sohun dari pati HMT bila dibandingkan
dengan sohun dari pati ubi jalar alami.
Dengan perlakuan HMT akan terjadi
peningkatan ikatan hidrogen dalam
granula pati sehingga mengakibatkan
tingginya nilai kekuatan tarik pada sohun
dari pati HMT (Xu dan Seib, 1993).
Menurut Leach et al., (1959), granula pati
terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
dihubungkan dengan ikatan hidrogen
dalam bentuk kristalin yang teratur, yang
disebut misel. Ketika granula pati
Gambar 2. Sohun dari pati ubi jalar papua dipanaskan dalam air, maka ikatan
salosa alami (A) dan perlakuan HMT hidrogen yang mempertahankan struktus
suhu 80oC kadar air 25% (B) pati akan melemah sehingga granula akan
menyerap air dan terjadi pengembangan.
Menurut Hormdok dan Penurunan suhu terhadap gel sampai
Noomhorm (2007) tekstur dari sohun kurang dari 65oC mengakibatkan molekul
masak merupakan sifat kritis yang tunggal maupun fragmen yang terdispersi
menentukan penerimaan konsumen. dalam air melakukan pengikatan kembali
Dalam penelitian ini aspek tekstur yang dengan hidrogen, yang disebut dengan
diuji adalah kekerasan sohun masak, retrogradasi (Whistler dan BeMiller,
kekuatan tarik dan perpanjangan putus. 1999). Retrogradasi yang terjadi pada
Dari hasil pengujian didapat nilai tekstur pati HMT mampu membentuk jaringan
tersebut didapat bahwa sohun dari pati tiga dimensi yang kuat, sehingga
HMT lebih tinggi dibandingkan dengan mengakibatkan sohun dari pati HMT
sohun dari pati ubi jalar alami. Pada yang telah masak/diseduh membutuhkan
Tabel 4 diketahui nilai kekerasan sohun gaya yang besar untuk ditarik.
dari pati ubi jalar alami yang sudah Perpanjangan putus menunjukkan
masak sebesar 0,35N, sedangkan tekstur perubahan panjang sohun secara
sohun dari pati HMT masak sebesar maksimal saat mendapatkan gaya tarik
0,61N. Kekerasan sohun erat kaitannya sampai putus yang dibandingkan dengan
dengan kekerasan gel pati. Sifat ini panjang awal. Nilai perpanjangan putus
berhubungan dengan konsistensi gel yang menunjukkan kemampuan sohun
terbentuk setelah diseduh dengan air memanjang. Pada sohun dari pati HMT
panas. Peningkatan kekerasan sohun dari nilai perpanjangan putus sebesar
pati HMT mengindikasikan bahwa sohun 135,38%, lebih tinggi daripada sohun dari
pati ubi jalar alami yaitu sebesar
50
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
102,60%. Nilai perpanjgan putus yang dan BeMiller, 1999). Dengan demikian
lebih tinggi pada sohun dari pati HMT sohun dari pati HMT mengalami
disebabkan karena terbentuknya jaringan pemanjangan yang cukup besar saat
tiga dimensi pada pati yang telah dikenai gaya hingga akhirnya putus.
mengalami modifikasi, sehingga
memiliki ikatan yang lebih kuat (Whistler
51
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
52
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
53
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Devi Yuni Susanti 1), Sri Rahayoe 1), Haret Bima Dwiputra 1)
1)
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, +Mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Gula semut merupakan kristal hasil olahan nira kelapa melalui proses pemanasan.
Kristal gula semut mampu disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dalam kadar air
rendah. Sebagai produk yang higroskopis, perlindungan gula semut melalui kemasan
diperlukan untuk mencegah penurunan mutu gula semut selama penyimpanan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji nilai peremeabilitas, konstanta laju perubahan kadar air dan
penentuan umur simpan gula semut dalam kemasan metalized plastic, polietilen, dan
komposit kertas.
Nilai permeabilitas kemasan diuji dengan menggunakan metode ASTM E-96.
Penentuan umur simpan dilakukan menggunakan model pendekatan kadar air kristis yang
berbasis pada kurva isoterm sorbsi lembab pada tiga variasi kemasan (metalized plastic,
polietilen dan komposit kertas) pada RH 75 % dan 92 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai permeabilitas metalized plastic, polietilen
dan komposit kertas berturut-turut sebesar 0,0011; 0,03; dan 0,0679 g H2O/hari.m2.
mmHg. Nilai konstanta laju perubahan kadar air gula semut dalam kemasan metalized
plastic, polietilen dan komposit kertas berturut-turut sebesar 1,014 - 1,052 x 10-5 /hari ; 3,5
- 4,16 x 10-2 /hari ; dan 9,03 x 10-2 /hari . Umur simpan gula semut mecapai 627 hari dalam
kemasan metalized plastic, 226 hari dalam kemasan polietilen dan 104 hari dalam
kemasan komposit kertas.
Kata kunci : laju, kadar air, umur simpan, gula semut, kemasan
54
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
55
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
56
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
57
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
58
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
59
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
60
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. Prediksi kadar air setelah satu penampakan/visual, perubahn rasa serta
tahun penyimpanan aroma.
Jenis RH 75% RH 92% Apabila kadar air kritis gula semut
Kemasan (%) (%)
Komposit kertas 10,8118 15,5152 sudah ditentukan maka umur simpannya
PE vakum 8,5237 11,0847 dapat diketahui dengan menggunakan
PE nonvakum 10,2647 14,2192
MP vakum 3,2176 3,3692 persamaan 3.
MP nonvakum 3,1739 3,3944 Dengan menggunakan kadar air
kritis gula semut sebesar 6% maka umur
Setelah satu tahun penyimpanan, simpan gula semut disajikan pada Tabel 5
kadar air gula semut yang disimpan pada
kemasan komposit kertas mengalami Tabel 5. Umur simpan gula semut pada
kenaikan yang paling tinggi. Hal ini tiap variasi kemasan
sesuai dengan nilai permeabilitas Umur Simpan (hari)
Jenis Kemasan Pada RH 75% Pada RH
kemasan komposit kertas yang paling 92%
besar diantara kedua kemasan lainya. Komposit kertas 104 30
PE vakum 266 77
Rendahnya kenaikan pada PE nonvakum 251 65
kemasan vakum selain dipengaruhi oleh MP vakum 627 241
luasan kemasan yang lebih kecil juga MP nonvakum 605 233
61
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
62
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
63
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kualitas dan keamanan pangan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam
kualitas kehidupan manusia. Terlebih pada produk perikanan yang bersifat mudah busuk
(perishable). Kerusakan pada produk perikanan sering terjadi akibat adanya kesalahan
dalam penanganan, atau pada praktik yang biasa disebut dengan Good Handling Practices.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi penerapan Good Handling
Practices pada usaha perikanan tradisional di Pasar Ikan Pantai Depok.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pengujian mikrobiologis dan
sensoris pada ikan segar yang dijual, evaluasi menggunakan checklist GHP, serta observasi
persepsi konsumen untuk rekomendasi perbaikan menggunakan Importance-Performance
Analysis. Hasil menunjukkan bahwa nilai organoleptik pada sampel ikan segar bernilai 5,0-
7,0 dari batas standar 7,0 (SNI 01-2346-2006); nilai keberadaan Esherichia coli berkisar
3,6-15 MPN/ gram lebih tinggi dibanding standar yaitu < 3 MPN/gram (SNI 01-2332.1-
2006), serta nilai TPC berkisar antara 14.000-33.000 TPC/ gram lebih rendah dari batas
standar 500.000 TPC/gram (SNI 01-2332.3-2006). Dari evaluasi berdasarkan penerapan
GHP, semua persyaratan belum dapat dipenuhi oleh pasar ikan yaitu tidak adanya
penerapan sistem rantai dingin yang memadai, jumlah penggunaan es untuk menjaga
kesegaran ikan yang kurang dari yang dibutuhkan, penataan display ikan yang belum
benar, peralatan yang kontak langsung dengan ikan terlihat kotor, serta hygiene personal
pedagang ikan yang belum baik. Kemudian, dari analisis menggunakan metode IPA,
konsumen menghendaki adanya prioritas perbaikan pada kebersihan meja display
penjualan ikan, pengelolaan sampah di sekitar area pasar, serta perbaikan sistem drainase.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa praktik penerapan GHP pada usaha perikanan
tradisional di Pantai Depok masih belum memenuhi standar. Prioritas perbaikan yang
dilakukan sebaiknya berdasar pada penilaian konsumen di atas agar efektif dan sesuai
sasaran.
Kata Kunci : kualitas, keamanan pangan, Good Handling Practices, pasar ikan, sistem
rantai dingin
64
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
65
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
checklist ini didapatkan dengan cara setiap item pertanyaan yang diajukan
observasi langsung dan wawancara menggunakan skala Likerts.
dengan pedagang ikan.
2.4. Importance-Performance Analysis
2.3. Kuesioner Importance-Performance Analysis
Kuesioner digunakan untuk merupakan suatu metode penerapan
mengetahui persepsi konsumen mengenai untuk mengukur atribut menurut tingkat
praktik penanganan ikan di pasar ikan kepentingan dan kinerja atau tingkat
Pantai Depok. Sampel responden diambil kepuasan, berguna untuk pengembangan
berdasarkan purposive sampling yaitu strategi pemasaran yang efektif bagi
sampel yang dibatasi pada responden perusahaan (Supranto, 2001). Dengan
yang benar-benar membeli ikan di pasar menggunakan analisis IPA ini, kita dapat
ikan Pantai Depok. Kuesioner awal mengetahui prioritas perbaikan yang akan
dibagikan kepada 30 responden, dilakukan menurut pendapat konsumen.
kemudian diukur validitas dan reliabilitas Analisis IPA disebut juga dengan analisis
dari masing-masing butir pertanyaan kuadran, dikarenakan adanya plotting
pada kuesioner. Untuk mengukur titik kesesuaian antara nilai kepentingan
validitas kuesioner ini digunakan dan kepuasan di sebuah kuadran.
software SPSS 17.0, dengan alat Langkah dalam melakukan analisis ini
Reliability Analysis. Untuk melihat angka adalah sebagai berikut :
validitasnya, maka dapat dibaca dari 1. Menghitung nilai rata-rata dari
Corrected Item-Total Correlations. masing-masing atribut pada penilaian
Untuk menyatakan validitas item kepentingan dan kepuasan. Untuk
pertanyaan tersebut yaitu jika koefisien menghitungnya menggunakan rumus :
korelasi product moment> r-tabel (;n-2) k
66
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
67
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
68
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pada evaluasi ini penanganan ikan ikan yang benar, Hal ini didorong pula
yang paling buruk terjadi yaitu mengenai oleh konsumen pasar ikan yang tidak
penerapan sistem rantai dingin atau cold menghendaki adanya tampilan display
chain system. Mahalnya harga es menjadi ikan yang benar seperti di supermarket
keluhan utama pedagang yang karena terkesan mahal. Sanitasi personal
mengakibatkan jumlah es lebih sedikit dan sanitasi peralatan juga menjadi faktor
dari yang dibutuhkan. Pada Tabel 5 kurangnya kualitas produk perikanan di
ditunjukkan perbandingan penggunaan es pasar ikan. Ditemukan adanya peralatan
dan jumlah ikan yang disimpan pada 1 yang sudah seharusnya diganti karena
coolbox. berkarat ataupun mengerak karena kotor.
Selain itu, pada saat menangani ikan
Tabel 5. Perbandingan es dan jumlah ikan pedagang masih menggunakan perhiasan
Responde 1 2 3 4 5 seperti cincin dan tidak menggunakan
n sarung tangan. Penerapan sanitasi yang
Es : Ikan 12, 2 50 12, 2 kurang baik mengakibatkan produk
(kg/ box) 5 : 5 : 5: 5 perikanan mudah sekali terkontaminasi.
30 : 10 30 : Dari hasil evaluasi tersebut, dapat
3 0 2 diketahui bahwa pada kenyataannya
0 5 pedagang mengetahui konsep umum
penanganan ikan yang baik. Namun hal
Selain itu, sarana penunjang yang menjadi hambatan dalam
pelaksanaan sistem rantai dingin juga pelaksanaan GHP ini adalah mengenai
masih sangat kurang seperti coolbox atau masalah ekonomi serta dorongan dari
kotak berinsulasi. Mahalnya sarana konsumen yang menghendaki harga yang
penunjang ini yang mengakibatkan murah serta tidak mempermasalahkan
pedagang tidak mampu untuk penanganan ikan yang berlangsung saat
menerapkan sistem rantai dingin. ini.
Penataan display ikan menjadi
penting pula karena disamping untuk 3.3. Kuesioner
menarik minat konsumen, display ikan 3.3.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas
yang benar juga dapat mencegah adanya Uji validitas dilakukan terhadap
kontaminasi silang (cross contamination) setiap jawaban penilaian kepentingan dan
antar ikan. Namun sayangnya, pedagang penilaian kinerja pada setiap butir
di pasar ikan belum mepraktikkan display pertanyaan yang ada pada kuesioner dan
69
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
70
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
60
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perbaikan saluran air pada area pasar di area pasar, kebersihan meja
ikan dan menambah derajat display/ penjualan ikan, dan
kemiringan lantai pasar. genangan air kotor di sekitar area
4. Memberikan edukasi kepada pasar.
konsumen mengenai kriteria ikan yang 3. Rekomendasi perbaikan yang
baik. Sehingga konsumen akan diusulkan antara lain :
memilih ikan yang benar-benar baik a. Adanya tempat pengumpulan
kualitasnya, dengan begitu akan sampah utama yang jauh dari
mendorong penjual (nelayan maupun pasar dan terpisah dari sampah
pedagang ikan) untuk meningkatkan jenis yang lain.
kualitas barang dagangannya. Kualitas b. Penambahan frekuensi
ikan yang lebih baik hanya akan pembersihan sampah khususnya
tercapai jika pedagang menerapkan pada waktu-waktu puncak (seperti
cara penanganan ikan yang baik. hari libur atau akhir pekan).
c. Penempatan ikan pada wadah-
4. KESIMPULAN wadah terpisah sesuai jenisnya
Dari hasil penelitian yang saat di meja penjualan.
didapatkan, maka didapatkan kesimpulan d. Adanya perbaikan saluran
atas evaluasi penerapan Good Handling drainase serta menambah sedikit
Practices di pasar ikan Pantai Depok kemiringan lantai pasar.
adalah sebagai berikut :
1. Penerapan praktik GHP di lokasi 5. DAFTAR PUSTAKA
masih di bawah standar kualitas, Sato, Akito, dkk. 2010. General Hygiene
terlihat dengan adanya kandungan Measures in Local Fish Markets and
E.coli yang tinggi pada ikan, belum Good Handling Practices in
baiknya sarana dan prasarana (es) Myanmar. Southeast Asian Fisheries
penerapan sistem rantai dingin, serta Development Center.
kualitas sanitasi pasar yang masih Suliyanto, 2006. Metode Riset Bisnis.
minimal. Yogyakarta : Penerbit Andi.
2. Konsumen menghendaki adanya Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat
perbaikan pada kebersihan Kepuasan Pelanggan untuk
lingkungan pasar yaitu mengenai Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta:
sampah yang masih banyak dijumpai PT. Rineka Cipta.
72
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Ikan cakalang merupakan komoditas ekspor dengan kuantitas meningkat dari tahun
ke tahun. Ikan cakalang termasuk bahan pangan yang mudah rusak sehingga memerlukan
penanganan khusus selama penyimpanan. Penanganan yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran ikan cakalang dengan disimpan di dalam kotak pendinginyang
diberi es halus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemunduran kualitas kimia
ikan cakalang yang disimpan menggunakan es halus pada kotak pendingindan mengetahui
biaya penggunaan es berdasarkan parameter kimiawi.
Perlakuan yang dilakukan terhadap penyimpanan ikan cakalang tanpa es (kotak
pendingin A), perbandingan ikan : es = 1:1 (kotak pendingin B) dan 1:2 (kotak pendingin
C) mengacu Bataringaya (2007). Parameter kimiawi yang diukur adalah kadar air, kadar
protein, dan aktivitas air. Pengujian kadar air menggunakan metode thermogravimetri,
kadar protein dengan metode semi mikrokjeldahl, dan aktivitas air menggunakan alat Aw
meter.
Pengujian kadar air selama penyimpanan 4 hari dalam kotak pendingin
menunjukkan ikan cakalang dalam kotak pendingin A, kotak pendingin B, dan kotak
pendingin C mengalami peningkatan.Kadar protein ikan cakalang dalam kotak pendingin
A mengalami peningkatan, sedangkan kotak pendingin B dan kotak pendingin C
mengalami fluktuasi. Aktivitas air ikan cakalang dalam kotak pendingin A mengalami
penurunan, kotak pendingin B mengalami fluktuasi, kotak pendingin C mengalami
fluktuasi dan cenderung menurun. Penyimpanan terbaik ikan cakalang dalam kotak
pendingindengan penggantian es dua kali pagi dan sore berdasarkan parameter kimiawi
ditunjukkan oleh kotak pendingin B (perbandingan ikan : es = 1:1) dengan biaya
penggunaan es total berdasarkan parameter kimiawi sebesar Rp 3.264,52/kg ikan.
Kata Kunci : Biaya, ikan cakalang, kotak pendingin, parameter kimiawi, penyimpanan
ikan
73
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
74
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
=
( B + S ) (B + S )
'
x100%
3.1.1. Kadar air
% KA (B + S ) B
dengan :
B = berat botol kosong
(B+S) = berat botol timbang + sampel
(B+S) = berat botol timbang + sampel
setelah dikeringkan
75
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Gambar 3 menunjukkan
perubahan aktivitas air baik kotak
pendingin B maupun un kotak pendingin C
mengalami fluktuasi dan cenderung
menurun. Aktivitas air kotak pendingin A
mengalami penurunan. Besar aktivitas air
rata-rata
rata kotak pendingin A hari ke
ke-0 dan
Gambar 2. Grafik rata-rataata perubahan hari ke-11 adalah 0,95 dan 0,8. Hasil
kadar protein ikan cakalang pengujian aktivitas air pada penyimpanan
kotak pendingin B dan kotak pendingin C
Gambar 2 diperoleh kadar protein selama 4 hari adalah :
rata-rata
rata ikan cakalang pada kotak Kotak pendingin B : 0,95, 0,88, 0,79,
pendingin B dan kotak pendingin C 0,81, 0,84
berfluktuasi sedangkan kotak pendingin Kotak pendingin C : 0,97, 0,87, 0,82,
A mengalami peningkatan. Besar kadar 0,87, 0,86.
protein kotak pendingin A dari hari ke-0
ke
sampai hari ke-1 1 adalah 19,11% dan 3.2. PEMBAHASAN
19,39%. Hasil pengujian protein rata 3.2.1. Kadar air
rata pada penyimpanan kotak pendingin Parameter kualitas yang diukur
B selama 4 hari dan kotak pendingin C yaitu kadar air. Kadar air ddiukur dengan
adalah: metode termogravimetri. Setelah data
Kotak pendingin B : 19,11 %, 19,39 %, kadar air diperoleh,dilakukan pengujian
19,49 %, 19,34 %, dan 19, 54 % statistik kadar air dengan software SPSS.
Kotak pendingin C : 20,19 %, 19,31 %, Uji ini dilakukan terhadap dua sampel
20,43 %, 19,97 %, dan 20,19% yang berpasangan (paired). Sampel yang
Besar kadar protein pada kotak pendingin berpasangan diartikan sebagai sebuah
C cenderung lebih besar dari kotak sampel dengangan subjek yang sama, tetapi
pendingin B. Dalam kurun waktu 4 hari mengalami dua perlakuan atau
kondisi kadar protein ikan cakalang kotak pengukuran yang berbeda, seperti untuk
76
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
mengetahui beda nyata antara kadar air jaringan. Menurut Cepeda et al. (1990)
dari masing-masing perlakuan. Apabila dalam Hultmann dan Rustad (2002),
nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel penurunan kemampuan otot ini diawali
maka variabel terikat berbeda nyata untuk dengan terjadinya proses hidrolisis
masing-masing variabel bebasnya. Nilai t berbagai macam protein dalam jaringan
tabel diperoleh dengan melihat pada tabel oleh enzim protease yang pada akhirnya
t0,05. Dan apabila nilai signifikansi (Sig.) menyebabkan tekstur ikan pada akhir
lebih kecil dari 0,05 (<0,05), maka penyimpanan menjadi lebih lembek /
variabel terikat berbeda nyata untuk tidak elastis.
masing-masing variabel bebasnya.
Pengujian dilakukan dengan tingkat 3.2.2. Kadar protein
kepercayaan 95%. Variabel bebas dalam Protein merupakan gabungan dari
pengujian ini adalah ikan cakalang asam amino-asam amino yang
perlakuan kotak pendingin B dan ikan dihubungkan dengan ikatan peptida.
cakalang perlakuan kotak pendingin C. Selain itu, protein merupakan senyawa
Hasil analisis statistik kadar air ikan makromolekul yang tersusun oleh asam-
cakalang pada berbagai perlakuan dapat asam amino yang mengandung unsur C,
dilihat H, O, N, S, P dan sedikit garam yang
Berdasarkan hasil uji t pada mengandung logam seperti besi dan
output paired sample test menunjukkan t tembaga. Perubahan sifat biokimia pada
hitung dan t tabel, dengan df = 9 diperoleh ikan pasca tangkap yakni pada waktu
angka : 2,26 untuk taraf signifikan 5%. kandungan ATP dan pH daging ikan
Dengan t hitung = 159,898 berarti lebih menurun, protein aktin dan miosin yang
besar dari t tabel yang berarti hipotesis kedua-duanya merupakan protein
nihil ditolak. Selain itu, dapat diketahui miofibrilar akan berinteraksi membentuk
bahwa antara kadar air dengan perlakuan protein aktomiosin. Terbentuknya
di kotak pendingin B dan kotak aktomiosin menyebabkan daging menjadi
pendingin C signifikan. Hal ini kaku. Selanjutnya aktomiosin akan tetap
ditunjukkan dengan besar kepercayaan berada pada daging ikan mati dan tidak
95% (=0,05) lebih kecil dari hitung = kembali lagi menjadi komponen-
0,000, Misal : komponennya semula meskipun fase
Ho : B = C rigormortis telah lewat (Sahubawa,
H1 : B C 2006).
Apabila t hitung> t tabel, maka Ho Pengukuran kadar protein
ditolak. Berdasarkan uji t yang telah dilakukan menggunakan metode semi
dilakukan dengan software SPPS 16 mikro-Kjeldahl. Setelah data kadar
diperoleh t hitung = 159,898, sedangkan t protein diperoleh, selanjutnya dilakukan
tabel = 2,262. Hal ini berarti t hitung > t tabel, pengujian statistik dengan uji t-
maka Ho ditolak. Dengan kata lain, kadar berpasangan. Uji ini dilakukan terhadap
air dengan perlakuan di kotak pendingin dua sampel yang berpasangan (paired).
B dan kotak pendingin C berbeda nyata Berdasarkan uji t yang telah dilakukan
untuk masing masing variabel dengan software SPPS 16 diperoleh t
bebasnya. hitung = 82,155, sedangkan t tabel = 2,262.
Kenaikan kadar air pada ikan Hal ini berarti t hitung> t tabel, maka Ho
berjalan seiring dengan terjadinya proses ditolak. Dengan kata lain, kadar protein
deteurisasi. Pada ikan yang disimpan dengan perlakuan di kotak pendingin B
pada suhu dingin, kemampuan otot dalam dan kotak pendingin C berbeda nyata
menahan air dalam jaringan akan untuk masing masing variabel
menurun sehingga air mudah terlepas dari bebasnya.
77
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kadar protein mengalami kenaikan dan = 2,262. Hal ini berarti t hitung > t tabel,
penurunan selama penyimpanan pada maka Ho ditolak. Dengan kata lain,
masing masing perlakuan. Penurunan aktivitas air perlakuan di kotak pendingin
kadar protein ini disebabkan karena B dan kotak pendingin C berbeda nyata
adanya degradasi protein yaitu untuk masing masing variabelnya.
pemecahan molekulmolekul kompleks Aktivitas air ikan cakalang
menjadi sederhana seperti asam amino, dengan penyimpanan dalam kotak
amoniak, dan unsur N oleh pengaruh pendingin selama 4 hari menunjukkan
asam, basa, atau enzim. Di samping itu kecenderungan menurun dan
dihasilkan juga komponen komponen menunjukkan angka 0.8 Aw. Hal ini
yang mengakibatkan bau busuk misalnya berarti ikan cakalang pada kedua kotak
merkaptan, skatol, dan asam sulfide pendingin memungkinkan khamir untuk
(Sahubawa, 2006). Berdasarkan hasil tumbuh karena mikroorganisme akan
pengujian kadar protein ini dapat tumbuh dengan baik pada keadaan
disimpulkan bahwa kotak pendingin C aktivitas air tertentu, di mana secara
memiliki kadar protein yang tinggi umum mikroorganisme akan tumbuh
sehingga penyimpanan ikan dengan dalam bahan beraktivitas air tinggi (0,7
perbandingan ikan : es = 1:2 mampu 1) dan tidak akan tumbuh dalam bahan
mempertahankan protein dari proses beraktivitas rendah (0,1 - 0,6). Contoh
denaturasi pada ikan cakalang selama mikroorganisme yang membutuhkan nilai
masa penyimpanan 4 hari. aktivitas air tertentu untuk tumbuh
dengan baik adalah (Luthfian, 2007) :
3.2.3. Aktivitas air a. bakteri; aktivitas air minimum 0,9
Parameter kualitas yang ketiga adalah b. khamir; aktivitas air minimum 0,8
aktivitas air. Aktivitas air merupakan 0,9
jumlah air didalam bahan yang tersedia c. kapang; aktivitas air minimum 0,6
untuk pertumbuhan mikroba. Aktivitas 0,7
air yang tinggi berdampak pada semakin
meningkatnya jumlah mikroorganisme Berdasarkan hasil tersebut maka
yang tumbuh pada bahan selama penyimpanan ikan cakalang
penyimpanan. Aktivitas air diatas 0,8, menggunakan kotak pendingin B lebih
laju kerusakan mikrobiologis kimiawi direkomendasikan karena nilai aktivitas
dan enzimatik berjalan dengan cepat airnya lebih rendah. Semakin rendah
(Winarno, 1991). aktivitas airnya maka mikroorganisme
Aktivitas air diukur menggunakan tidak akan tumbuh.
alat Aqualab. Setelah data aktivitas air
diperoleh, selanjutnya dilakukan 3.2.4. Biaya penggunaan es
pengujian statistik dengan uji t- Harga 1 plastik es batu ukuran 10 kg =
berpasangan. Uji ini dilakukan terhadap Rp 7.500,00
dua sampel yang berpasangan (paired). a. Kotak pendingin B
Berdasarkan uji t yang dilakukan dapat Total berat ikan 2,325 kg.
diketahui bahwa antara aktivitas air Penggunaan es batu halus :
dengan perlakuan di kotak pendingin B Hari ke-1 : pagi + sore = (2,325 kg +
dan kotak pendingin C signifikan. Hal ini
1,92 kg) = 4,245 kg
ditunjukkan dengan besar kepercayaan
95% (=0,05) lebih kecil dari hitung = Hari ke-2 : pagi + sore = (1,425 kg +
0,000. Berdasarkan uji t yang telah 1,445 kg) = 2,87 kg
dilakukan dengan software SPPS 16 Hari ke-3 : pagi + sore = (1,01 kg +
diperoleh t hitung = 4,004, sedangkan t tabel 0,975 kg) = 1,985 kg
78
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Hari ke-4 : pagi + sore = (0,545 kg + rendah karena pada penelitian ini
0,475 kg) = 1,02 kg dilakukan penelitian dalam skala kecil.
79
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
80
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENGARUH RASIO BIJI KEDELAI HITAM (Glycine max (L.)Merr.) DAN AIR
TERHADAP KARAKTERISTIK YOGURT DAN PERUBAHAN SIFAT SELAMA
PENYIMPANAN
Abstrak
Kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) telah digunakan secara luas sebagai pangan
yang kaya akan zat gizi, akan tetapi pemanfaatan kedelai hitam tersebut kurang optimal.
Kebanyakan masyarakat tidak menyukai kedelai ataupun hasil olahan kedelai yang
dikarenakan kedelai mempunyai citarasa langu (beany flavor) yang khas. Untuk
meningkatkan penerimaan masyarakat, kedelai hitam perlu diolah menjadi produk
makanan yang lebih inovatif dan bergizi, sebagai contoh adalah yogurt. Yogurt, merupakan
produk pangan berasal dari susu yang difermentasi dengan bantuan bakteri asam laktat.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan kedelai hitam dan air dalam
pembuatan susu kedelai untuk keperluan pembuatan yogurt kedelai hitam, serta untuk
mengetahui karakteristik fisik, sensoris, kimiawi, dan perubahan yogurt selama
penyimpanan.
Pada penelitian ini, yogurt dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu kedelai
hitam. Susu kedelai hitam dibuat dengan mengekstrak kedelai hitam kering, yang sudah
direndam dalam air selama 6 jam dan dipanasakan dalam air mendidih selama 5 menit,
dengan variasi rasio kedelai hitam dan air 1:6, 1:8, 1:10, 1:12, 1:14, dan 1:16. Susu kedelai
hitam yang dihasilkan ditambahkan sukrosa sebanyak 4% (b/v), lalu dipanaskan (100C
selama 10 menit). Kemudian dilakukan pendinginan dan diinokulasi dengan bakteri
starter yogurt sebanyak 5%. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 10 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi rasio kedelai hitam dan air yang tepat
dalam pembuatan yogurt kedelai hitam adalah 1:6. Variasi rasio tersebut mempengaruhi
sifat fisik, sensoris, dan kimiawi yogurt kedelai hitam. Semakin besar rasio kedelai hitam
dan air, viskositas yogurt semakin kecil, yogurt semakin encer, kandungan protein dan
kadar abu yogurt semakin rendah, tetapi kadar air yogurt semakin tinggi. Semakin lama
waktu penyimpanan yogurt, pH semakin rendah, titrasi asam yang ditunjukan sebagai
kandungan asam laktat semakin tinggi, sineresis pada yogurt semakin banyak, dan
viabilitas bakteri asam laktat semakin menurun.
81
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
darah, sehingga mengurangi resiko yogurtyang dibuat dari susu kedelai hitam
penyempitan pembuluh darah. Akan yang diekstrak dengan air pada berbagai
tetapi, pemanfaatan kedelai hitam rasio.
tersebut masih kurang optimal. Di
Indonesia, kedelai hitam banyak 2. TUJUAN PENELITIAN
dimanfatkan sebagai bahan dasar Menentukan rasio kedelai hitam :
pembuatan kecap. air dalam pembuatan susu kedelai hitam
Selain memiliki beberapa untuk dasar pembuatan yogurt.
keuntungan, kedelai hitam juga memiliki Mengetahui karakteristik fisik
beberapa kekurangan yang menyebabkan (viskositas), sensoris (bau, rasa, dan
tidak disukai oleh masyarakat, yaitu warna), dan kimiawi (pH, protein, kadar
adanya citarasa langu (beany flavor). air, dan kadar abu) yogurt kedelai
Citarasa langu pada kedelai berupa hitam.Mengetahui perubahan
senyawa aldehid, keton dan alkohol yang karakteristik yogurt kedelai hitam selama
bersifat mudah menguap dan juga penyimpanan suhu 4C.
disebabkan oleh adanya senyawa-
senyawa hasil aktivitas enzim 3. METODE PENELITIAN
lipoksigenase. Untuk meningkatkan daya 3.1. Bahan dan alat
terima masyarakat, kedelai hitam perlu Bahan yang digunakan dalam
diolah menjadi produk makanan yang penelitian ini kedelai hitam (varietas
lebih inovatif dan banyak mengandung Mallika), air (AQUA), gula pasir
zat gizi, sebagai contoh adalah yogurt (sukrosa), bakteri starter yogurt
kedelai hitam.Yogurt merupakan produk (Lactococcus lactis ssp.cremoris dan
pangan yang dibuat dari susu yang Acetobacter orientalis). Bahan kimia
difermentasi dengan bantuan bakteri yang digunakan adalah , H2SO4,
asam laktat. Yogurt secara umum dibuat katalisator (NaSO4 : CuSO4 : Se = 250 : 5
dengan menggunakan bahan dasar susu : 0,7), larutan NaOH-Na2S2O3, asam
sapi. Susu sapi memiliki kandungan gizi borat, indikator BCG-MR, HCl, NaCl
yang cukup, terutama kandungan 0,85%; MRS; agar 1,5%; CaCO3 0,5%
proteinnya. Pada proses fermentasi, aquades; indikator phenolftalein; dan
adanya akumulasi asam yang dihasilkan NaOH 0,1N .
oleh bakteri asam laktat menyebabkan Alat yang digunakan dalam penelitian
protein menjadi tidak seimbang, sehingga ini adalah: kain saring, baskom, toples,
protein akan terkoagulasi dan akan pengaduk, timer, blender (Philips), ,
menciptakan tekstur yogurt yang kental. viskostester / stormer viscosimeter,
Susu yang digunakan sebagai bahan dasar stopwatch, gelas sloki, cawan, nampan,
pembuatan yogurt adalah susu yang borang penilaian, , pH meter, distilator,
memiliki kandungan protein sebanyak labu kjeldahl, baker glass, pipet ukur,
3,2%. pipet tetes, labu takar, buret,
Protein pada susu kedelai hitam cawan,waterbath, timbangan analitik,
memiliki jumlah kandungan yang eksikator, oven, Cold storage bersuhu
menyerupai jumlah kandungan protein 4C, pH meter, petridish, buret
pada susu sapi yang digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan yogurt, yaitu 3.2. Jalannya Penelitian
sebanyak 3,5%. Ditinjau dari besarnya 3.2.1. Pembuatan susu kedelai hitam
kandungan protein, susu kedelai hitam Biji kedelai hitam yang sudah
memiliki potensi sebagai bahan dasar disortasi ditimbang sebanyak 50 gram
pembuatan yogurt. Oleh karena itu, direndam selama 6 jam., dipanaskan
dilakukan penelitian karakteristik dalam air mendidih selama 5 menit.,
82
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
83
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
yang dihasilkan. Menurut Tamime dan viskositas yogurt yang dihasilkan. Rasio
Robinson (1985), standar kandungan (1:6) memiliki viskositas 2,56 poise
padatan bukan lemak yang dianjurkan merupakan viskositas yang paling besar,
adalah 8,2 hingga 8,6 g/100 g. walaupun masih jauh bila dari viskositas
yogurt susu sapi( 20,33 poise.).Viskositas
4.3. Karakteristik fisik yogurt kedelai yogurt kedelai hitam disebabkan karena
hitam (viskositas) kenaikan keasaman oleh akumulasi asam
laktat yang menyebabkan protein tidak
Tabel 3.. Viskositas yogurt kedelai hitam stabil dan terkoagulasi membentuk gel
Variasi yogurt Viskositas (poise) yogurt yang menyebabkan tekstur yogurt
Kontrol 20,33c menjadi semi padat (Endang et.al.,
1:6 2,56b 1993)..
1:8 0,48a Berdasarkan Tabel 4
1:10 0,26a menunjukkan variai rasio kegdelai hitam
1:12 0,24a : air berpengaruh terhadap nilai kesukaan
1:14 0,24a
pada rasa, warna,bau , tekstur dan
1:16 0,22a
kesukaan keseluruhan.Variasi kedelai
Keterangan: hitam:air ( 1:6 )berbeda nyata dengan
Notasi yang berbeda dalam satu kolom yogurt kedelai hitam lainnya. Tetapi
menunjukkan perbedaan yang nyata ( =
yogurt kedelai hitam 1:6 tidak berbeda
0,05)
Kontrol merupakan yogurt yang terbuat
nyata dengan yogurt kontrol yang terbuat
dari susu sapi. dari susu sapi. Variasi (1:6) memiliki
nilai kesukaan rasa (3,55), bau (3,15);
4.4. Sifat sensoris yogurt kedelai hitam Warna (3,65), tekstur (4,05) dan
keseluruhan (3,80) dalam kisaran agak
Tabel 4. Hasil uji sensoris yogurt kedelai suka ke suka. Semakin besar rasio
hitam kedelai hitam dan air, panelis semakin
Yo Ra Bau War Tekst Keseluru tidak menyukainya
gurt sa na ur han
Kontr 3,10 3,75d 4,05d 4,40d 3,85c 4.5. Karakteristik kimia yogurt kedelai
bc
ol
1:6 3,55 3,15 c
3,65 c
4,05 d
3,80 c hitam
c d
4.5.1. pH yogurt kedelai hitam
1:8 2,80 3,05c 3,25b 3,45c 2,95b Tabel 5. pH yogurt kedelai hitam.
ab c
84
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pH
4 3.94a
nyata dengan pH yogurt susu sapi. Semua
yogurt kedelai hitam dan juga yogurt
susu sapi memiliki pH <4,0. sesuai 3
dengan karakteristik yogurt yang
0 5 10 15
memiliki rasa asam. Keasaman tersebut
hari ke-
diakibatkan karena adanya asam-asam
organik, yang kebanyakan asam laktat, Gambar 1. Grafik perubahan pH yogurt
yang dihasilkan oleh kultur starter yogurt. kedelai hitam (1:6) selama penyimpanan
(Hutkins,2006).
Selama penyimpanan 14 hari,
4.5.2. Protein, kadar air, dan kadar yogurt kedelai hitam mengalami
abu. perubahan pH .. Pada penyimpanan hari
ke-0 ,ke 2dan ke 4 pH yogurt kedelai
Tabel 6. Kandungan protein, air, dan abu hitam meningkat adalah 3,94.; 4,18 ,4,29
pada yogurt kedelai hitam dan menurun yang stabil pada kisaran pH
Variasi Kadar Kadar air Kadar 4 Asam laktat yang dihasilkan oleh
yogurt protein abu bakteri starter yogurt, menyebabkan pH
(% (% (% (% (% (% turun. Pada akhir waktu fermentasi
wb) db) wb) db) wb) db)
c
5,42 42,78b
87,34 a
- 0,50 b
3,93 b yogurt memiliki pH sekitar 4,4 4,5,
1:6
1:8 3,76b
32,75 a
88,51b
- 0,40b
3,44ab Lampert (1970) dan Endang S et.al.
1:10 3,16 a
32,77 a
90,35 c
- 0,27 a
2,84a (1993) karena pada pH tersebut
Keterangan: merupakan titik isoelektris protein
Notasi yang berbeda dalam satu kolom sehingga terjadi penggumpalan dan
menunjukkan perbedaan yang nyata ( = terbentuk yogurt yang
0,05)
dikehendaki.Perubahan asam yang terjadi
Dari hasil analisis pada Tabel 6.
pada yogurt kedelai hitam dapat dilihat
menunjukkan bahwa variasi rasio kedelai
pada Gambar 2
hitam : air yang disukai panelis
berpengaruh terhadap kadar air, protein
dan abu.Variasi (1:6) ,memiliki
kandungan protein (5,42%wb) , kadar 1.5
kadar asam laktat (%)
85
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
86
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
87
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Ariyama, H. 1963. Process for the Kawamura, S. dan Tada, M. 1967. Proc.
Manufacture of a Synthetic Yoghurt Int. Conf. on Soybean Protein Foods.
from Soybean. Di dalam A.K. Smith Di dalam Almeida, A.M.R. 1994.
dan S.J. Circle. 1972. Soybean: Tropical Soybean Improvement and
Chemistry and Technology. The Avi Production. Brazilian Agricultural
Publishing Comp. Inc., Connecticut. Research Enterprise.
Botazzi, V. 1985. Other Fermented Dairy Lampert, L. M. 1970. Modern Dairy
Products. Dalam Rehm, H. J. dan Products. Chemical Publishing
Reed, G. Biotechnology Vol. 5. Comp. Inc., New York.
Verlag Chemic. Weinheim. Deerfield
Beach, Florida.
Cartter, J. L. and Hopper, T. H. 1942.
Influence of Variety, Environment,
and Fertility Level on the Chemical
Composition of Soybean Seed. Di
dalam A.K. Smith dan S.J. Circle.
1972. Soybean: Chemistry and
Technology. The Avi Publishing
Comp. Inc., Connecticut.
Endang, S.R., Retno, I., Tyas, U., Eni, H.,
Cahyanto. 1993. Bahan Pangan
Hasil Fermentasi. PAU UGM,
Yogyakarta.
Fennema, O.R. 1976. Principles of Food
Science (1). Food Chemistry. Marcel
Dekker Inc. New York.
Hutkins, R. W. 2006. Microbiology and
Technology of Fermented Foods.
Blackwell Publishing, USA.
International Dairy Federation (IDF).
1988. Fermented Milks: Science and
Technology. Bulletin of the IDF no.
227, Brussels.
88
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstract
The growth of oil palm industry in Indonesia has experienced a rapid growth rate.
In the process of palm oil production, part of the waste of fresh fruit bunches are empty
fruit bunches of oil palm (TKKS) about 23% which is considered as waste. Decomposition
of white (White rot fungi) describes lignin and cellulose, leaving the white fibers. This
white decay degrade lignin more rapidly and extensively than other microorganisms. The
purpose of this study was to determine the optimum value of the white rot fungus growth,
pH, and levels of lignocellulose. The design in this research used randomized block design
(RAK) with 2 factors thick pile and inoculum concentration to 2 times the repetition.
Growth of white rot fungi are experiencing growth that is on the stack 2.5 cm (T2) until the
stack of 5.5 cm (T4) and inoculum 3%, 6% and 9%. Optimum growth occurred at the 4.5
cm treatment stack: 9% inoculum (T3I4) and 5.5 cm stack: 9% inoculum (T4I4) on day 15.
Phase of the white rot fungus lives for 10 days. pH for growth of white rot fungi are the
most optimum is 4.5 to 5.5 but the white-rot fungi in general can grow a pH less than 7.
Stacks of 3.5 cm (T2), stack 4.5 cm (T3), and stack 5.5 cm (T4) has a pH range of 4.5 to 5.5
so that optimum fungal growth. Lignocellulose content for 3 weeks to reach 14, 1%, where
the levels of initial lignocellulose empty bunch is 20.12 %.
89
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
90
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
91
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
92
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
16 kombinasi dengan diulang sebanyak 2 adanya oksigen tidak ada jamur yang bisa
kali. hidup.
93
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
94
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
95
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
96
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
97
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
98
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tanwirul Millati
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru
Abstract
Milling of dry freshly harvested grain will produce a low quality of milled rice,
because the high number of broken and crushed rice. This study aims to improve the
quality of milled rice by curing of wet rough rice. Curing is used there are two, that is dry
heat and moist heat.
The research method uses a single factor completely block design for each way of
curing. Curing I : dry heatfor 24hours usingan oven, consistingofthreestages
ofcuringtemperature, ie 35oC, 40oC and 45 . Curing II: moist heat by steaming, consists
of three stages of a long steaming, which is 10 minutes, 15 minutes and 20 minutes.
The results showed that the curing of wet rough rice can improve the quality of
milled rice. Method of curing by dry heating can improve the quality of higher milled rice
than the wet heating. Improving the quality of milled rice, especially for the parameters of
the head rice and the decrease in the broken rice. Increased percentage of head rice from
25.31 to 26.44%, and a decrease of 39.44% broken rice to dry curing by heating for 24
hours at 35oC and 40oC. Being in a way that wet heating can improve the quality of the
highest milled rice is steaming for 20 minutes, with an increased percentage of 8,77% head
rice, and decreased 22.41% broken rice.
99
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
criteria, yaitu rendemen beras giling, domestik juga dilakukan, yaitu setelah
rendemen beras kepala, persentase beras perendaman, padi diuapi selama 10 menit
pecah dan derajat sosoh beras. Mutu kemudian padi dibiarkan tetap panas
beras, rendemen, mutu gabah dan selama satu jam, selanjutnya dikeringkan
kehilangan bobot merupakan factor yang secara perlahan. Beras yang dicuring
saling berkaitan selama proses menjadi opaque (buram) dan mempunyai
pemberasan. Mutu beras ditentukan oleh kenampakan seperti beras mentah tetapi
mutu gabah sewaktu digiling, derajat mempunyai kualitas seperti beras yang
sosoh dan kondisi penggilingan serta sifat disimpan lama (Anon, 1960 dalam Grist,
varietas. Sedangkan mutu gabah kering 1986). Pemanasan padi segar dalam drum
giling ditentukan mutu gabah kering berputar yang tertutup selama 10 menit
panen serta proses pengeringan dan pada suhu 34oC dan dipertahankan
penyimpanan. Rendemen dan mutu beras semalam di inkubator juga memberi hasil
giling akan rendah jika mutu gabah curing yang baik (Bhattarcharya et al.,
rendah. Tinggi rendahnya mutu beras 1964 dalam Grist, 1986). Sedang di
bergantung pada beberapa faktor, yaitu Amerika digunakan perlakuan panas
spesies dan varietas, kondisi lingkungan, dalam kontainer yang tertutup pada suhu
waktu dan cara pemanenan, metode 90-110oC selama 2-6 jam. Dengan cara
pengeringan, dan cara penyimpanan. ini dihasilkan beras yang sama dengan
Selama dalam penyimpanan, gabah beras yang disimpan selama 14 bulan,
akan terjadi proses pengusangan (aging) tetapi perubahan fisik dan kimia yang
yang dalam batas-batas tertentu terjadi disebabkan oleh perlakuan panas
dikehendaki untuk meningkatkan mutu dan perubahan yang terjadi berbeda
giling dan mutu tanak beras. dengan pengusangan alami (Grist, 1986).
Pengusangan merupakan fenomena alami Penelitian bertujuan untuk
dan spontan yang melibatkan perubahan- meningkatkan mutu giling beras dengan
perubahan fisik dan kimia yang akan metode curing terhadap gabah basah
merubah kualitas pemasakan, prosesing, (gabah kering Panen).
rasa dan nilai gizi serta mempengaruhi
nilai komersial beras (Barber, 1972; Mod
dan Ory, 1986). 2. METODE PENELITIAN
Padi/ gabah akan mengalami 2.1. Bahan dan alat
perubahan sifat fisikokimia dan mutu Bahan yang digunakan adalah
pada 4-6 bulan pertama dalam gabah basah (gabah kering panen)
penyimpanan, terutama bila disimpan varietas Siam Saba (varietas lokal
pada suhu diatas 15oC baik dalam bentuk Kalimantan Selatan). Peralatan yang
gabah, beras pecah kulit ataupun beras digunakan adalah kantong plastic, oven,
giling (Arraulo, 1972; Villareal et al., panci pengukus, kompor dan timbangan.
1976). Dengan perlakuan pengusangan
menurut Villareal et al. (1976) akan 2.2. Pelaksanaan penelitian
menghasilkan beras kepala lebih tinggi Penelitian dilaksanakan di
pada penggilingan. Peningkatan mutu Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
giling beras dengan cara penyimpanan dan Laboratorium Analisis Kimia Jurusan
gabah memerlukan waktu yang lama, Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
sehingga perlu dicari cara yang lebih Universitas Lambung Mangkurat
cepat. Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Di India Selatan padi disimpan Gabah kering panen dicuring
dalam timbunan jerami selama beberapa dengan dua cara yaitu pemanasan kering
hari untuk curing. Metode curing
100
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
101
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Mutu giling beras hasil curing gabah basah dengan pemanasan kering
0
3 400c 13,88 75,36 19,68 8,05 0,26 0,59 0,14 0,00
0
4 450c 14,25 67,84 20,32 7,81 0,50 0,79 0,14 0,09
Tabel 3. Mutu giling beras hasil curing gabah basah dengan pengukusan
Keterangan :
KA = kadar air BKR = butir kuning/ rusak
BK = butir kepala BKP = butir kapur
BP = butir patah BA = Benda asing
BM = butir menir BG = butir gabah
BMr = butir merah
102
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
103
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perubahan yang terutama dipengaruhi mempunyai lebih dari satu bintik yang
oleh suhu penyimpanan dan kadar air. merupakan noktah disebabkan proses
Suhu dan kadar air yang lebih tinggi fisik, kimiawi, dan biologi. Beras yang
akan menghasilkan perubahan yang lebih berbintik kecil tunggal tidak termasuk
besar (Dhaliwal et al., 1991; Villareal et butir rusak. Persentase butir kuning/rusak
al., 1976). semua perlakuan curing menunjukkan
Menurut Sulistyo Prabowo (2006) angka dibawah satu, artinya mutu beras
beras pra-tanak giling mempunyai giling berada pada mutu II. Persentase
kecenderungan mengandung lebih tinggi butir kuning dan rusak ini rendah karena
kadar komponen bukan pati. Hal ini perlakuan curing dengan pemanasan
mungkin disebabkan proses pra-tanak kering atau pengukusan dapat
dapat meningkatkan kekerasan biji. mematikan mikroorganisme dan
Proses pratanak dapat meningkatkan organisme lainnya yang dapat
rendemen giling 2-7%. Dalam proses menimbulkan kerusakan beras. Aktivitas
pratanak terjadi pengerasan lapisan enzim dan mikroorganisme serta
aleuron yang mengurangi kadarsedikitnya perkembangan insekta tergantung pada
bekatul dan nutrisi yang hilang, sehingga suhudan kadar air optimum (Grist, 1986)
derajat sosohnya menurun. Persentase Butir kapur adalah butir beras yang
beras kepala meningkat, sebaliknya, separuh bagian atau lebih berwarna putih
presentasi beras patah dan menir seperti kapur (chalky) dan bertekstur
menurun (Sri Widowati, 2006). Hasil lunak yang disebabkan oleh faktor
penelitian Agus Triyono (1982) fisiologis. Berdasarkan persentase butir
menunjukkan bahwa beras g i l i n g yang kapur semua perlakuan curing
baik dihasilkan dengan perendaman menunjukkan berada pada mutu II
gabah selama 3 jam dan pengukusan keculai untuk perlakuan dengan
selama 30 menlt. Dengan perlakuan pengukusan selama 10 dan 15 menit
tersebut rendemen beras g i l i n g berada pada mutu III karena butir
tersebut sebesar 69,79%, rendemen beras kapurnya lebih dari besar satu.
kepala 84,90 %, rendemen beras patah Benda asing adalah benda-benda
dan menir 14,79% yang tidak tergolong beras, misalnya
jerami, malai, batu kerikil, butir tanah,
3.5. Butir merah, butirkuning/rusak, pasir, logam, potongan kayu, potongan
butir kapur, benda asing dan butir kaca, biji-bijian lain serangga mati, dan
gabah lain .sebagainya. Pada Tabel 2 dan 3
Butir merah adalah butir beras utuh, menunjukkan bahwa semua perlakuan
beras kepala, patah maupun menir yang menghasilkan beras giling tidak masuk
berwarna merah akibat factor genetis. dalam standar mutu, kecuali untuk
Dari Tabel 2 dan 3 diketahui bahwa perlakuan pemanasan kering pada suhu
semua beras giling yang dihasilkan tidak 40oC dan 45oC masuk pada mutu V.
mengandung butir merah. benda asing yang ada pada beras giling
Butir kuning adalah butir beras ini umumnya berasal dari pecahan sekam.
utuh, beras kepala, beras patah dan menir Butir gabah adalah butir padi yang
yang berwarna kuning, kuning kecoklat- sekamnya belum terkelupas atau hanya
coklatan, dan kuning semu akibat proses terkelupas sebagian. Hampir semua
fisik atau aktivitas mikroorganisme, perlakuan masuk pada mutu I karena
sedang butir rusak adalah butir beras memang tidak didapati butir gabah pada
utuh, beras kepala, beras patah dan menir beras giling, kecuali pada perlakuan
berwarna putih/bening, putih mengapur, pemanasan kering pada suhu 45oC dan
kuning dan berwarna merah yang
104
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
105
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
106
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui media penyangga apa yang
paling baik untuk diterapkan pada unit biofilter horisontal agar diperoleh efluen limbah
cair tapioka yang memenuhi persyaratan baku. Penelitian dilakukan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap non faktorial. Unit biofilter horisontal diisi dengan media
penyangga (masing-masing diisi dengan tanah, pasir, kerikil, ijuk dan anyaman bambu).
Unit biofilter diisi dengan limbah tapioka yang telah diinokulasi dengan bakteri Bacillus sp
N-09. Laju aliran limbah yang digunakan adalah 6 l/hari. Setelah satu bulan dilakukan
analisis pada efluen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa media penyangga yang paling baik untuk
pengolahan limbah cair tapioca adalah pasir yang diikuti dengan kerikil, ijuk, tanah dan
anyaman bambu. Bahan penyangga pasir mampu menurunkan BOD 98,53 %, COD 98,71
%,TSS 88,96 % dan pH menjadi 8,0.
Kata kunci: media penyangga, biofilter horisontal, limbah tapioca, Bacillus sp N-09.
107
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ataupun anaerob. Pengolahan secara anyaman bambu dan ijuk. Media kerikil
aerob yang umum digunakan adalah dan pasir dicuci kemudian dikeringkan
kolam aerasi dan trickling filter. dan dimasukkan dalam bak pengolah
Trickling filter horisontal atau yang limbah. Pada media ijuk dilakukan
dikenal sebagai biofilter horisontal penghilangan kotoran, kemudian
mampu menurunkan BOD dan COD dilanjutkan dengan mengeringkan media,
sebesar lebih dari 80 % dari limbah cair sedangkan untuk media tanah dilakukan
yang mengandung deterjen dengan pengayakan, hal tersebut dilakukan untuk
menggunakan bakteri Bacillus sp N-09 mendapatkan diameter butiran media
(Hidayat, dkk 2010). yang seragam. Tanah yang digunakan
Biofilter pada dasarnya sebagai bahan penyangga pada penelitian
merupakan proses biologis yang ini adalah menggunakan jenis tanah
memanfaatkan aliran limbah melewati entisol. Dalam penelitian ini
materi (bahan penyangga) yang tinggi/ketebalan bahan penyangga yang
mengandung mikroorganisme. Banyak digunakan dalam bak pengolah yaitu
materi biofilter yang dapat digunakan. masing-masing 25 cm.
Beberapa bahan telah digunakan untuk
mengolah limbah cair dari berbagai 2.3.Persiapan bak pengolahan
sumber. Penggunaan saringan pasir pada Penelitian dilakukan dalam bak
limbah cair proses pencelupan mampu pengolahan dengan ukuran (30 x 60 x 30)
menurunkan BOD dibawah baku mutu cm3. Gambaran model bak yang
namun tidak untuk COD setelah 20 hari digunakan dalam penelitian terlihat pada
(Suyasa dan Dwijani 2008). Gambar 1. di bawah ini :
Tanah merupakan suatu sistem yang
tangguh karena mampu mengurai bahan
pencemar sehingga menjadi kurang
berbahaya. Kemampuan menetralkan
bahan-bahan ini membuat tanah sebagai
tempat penampungan limbah (organik
dan anorganik). Ijuk tersedia secara alami
dan melimpah memiliki sifat yang mirip
dengan pasir, yaitu dapat menyerap,
menyimpan dan mengalirkan air apabila
ada tekanan yang bekerja terhadapnya Gambar 1. Model Bak Penelitian
(Abadi, 2004).
2.4. Tahapan perlakuan limbah cair
2. METODE PENELITIAN Setelah bak fermentasi dipastikan dalam
2.1. Sampel untuk medium perlakuan keadaan bersih, baik dan tidak
Sampel untuk medium perlakuan mengalami kebocoran maka sampel
merupakan limbah cair yang diambil dari dimasukkan ke dalam bak fermentasi
kolam pengolahan limbah cair industri dengan ketinggian yang telah ditentukan.
tapioka. Sampel yang diambil adalah Media dirancang dengan ketinggian 25
limbah cair yang belum diolah dan hanya cm. Sistem pengolahan limbah cair
ditampung di tempat penampungan tapioka ini dijalankan secara kontinyu
sementara. dengan laju aliran 6 liter/hari dan
pengamatan dilakukan setelah 1 bulan.
2.2. Media penyangga Analisis dilakukan terhadap pH,
Media penyangga yang digunakan pada penurunan COD, BOD, dan TSS.
penelitian ini adalah kerikil, pasir, tanah,
108
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
109
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
110
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
111
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
112
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Beras cepat tanak yang dilapisi dengan edible film dari gum arab yang
diperkaya dengan ekstrak rempah-rempah (BCTER) merupakan produk pangan
yang direkayasa khusus bagi penderita diabetes. Sebagai produk kering
BCTERsangat sensitif terhadap perubahan kadar air karena efek proses pengolahan
dalam pembuatan beras cepat tanak. U n t u k m e n ge m b a n gk a n produk lebih lanjut
perlu diketahui tentang kondisi penyimpanan yang tepat serta stabilitas produk selama
penyimpanan sehingga perlu dilakukan evaluasi perubahan pola penyerapan air akibat
proses pengolahan menjadi beras cepat tanak (BCT) dan proses pelapisan dengan edible
film gum arab yang diperkaya ekstrak rempah-rempah. Bahan baku yang digunakan adalah
beras IR 64. Isoterm sorpsi lembab beras IR 64, BCT dan BCTER ditentukan dengan
menggunakan metode gravimetri statis pada suhu 25oC. Sampel disimpan dalam ruang
dengan RH tertentu yang dikendalikan dengan berbagai jenis garam jenuh dengan aktivitas
air (aw) berkisar 0,07-0,97 sampai mencapai kadar air setimbang. Model penyerapan air
yang digunakan adalah model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva isoterm sorpsi lembab ketiga jenis beras
berbentuk sigmoid. Kadar air monolayer BCT dan BCTER lebih tinggi dibanding beras IR
64. Proses pembuatan beras cepat tanak dan pelapisan dengan edible film gum arab
menurunkan koefisien adsorpsi energi monolayer. Kadar air terikat sekunder beras BCT
paling rendah dibanding beras IR 64, sedangkan beras BCTER mempunyai kadar air
terikat sekunder tertinggi. Proses pelapisan dengan edible film gum arab yang diperkaya
ekstrak rempah-rempah meningkatkan umur simpan beras BCTER dibanding BCT.
Kata kunci: Isoterm sorpsi lembab, beras cepat tanak, beras IR 64, edible film, umur
simpan
113
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
114
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
115
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1998 dalam Adawiyah dan Soekarto, 3.1. Kurva isoterm sorpsi lembab
2010). Berdasarkan data kadar setimbang
yang diperoleh pada penelitian ini
2.3. Permeabilitas kemasan dan umur kemudian diplotkan dalam grafik
simpan beras hubungan antara aw dengan kadar air
Pengujian permeabilitas kemasan (%bk). Gambar kurva ISL yang diperoleh
terhadap uap air dilakukan pada suhu dari ketiga jenis beras disajikan pada
25oC dan kelembaban relatif 90%. Gambar 1 dan 2. Secara umum terlihat
Desikan sebanyak 25 g yang telah bahwa ketiga jenis beras mempunyai
dipanaskan dikemas dalam kemasan kurva ISL yang mengikuti pola isoterm
plastik polietilen ketebalan 0,04 mm, type II yang cenderung ke kanan dan
pada suhu 25oC dan RH 90%, setiap berbentuk sigmoid. Peningkatan kadar
interval waktu 2 hari diukur air yang sangat besar terjadi diwilayah aw
pertambahan beratnya selama 30 hari. tinggi (>0,75). Namun peningkatan kadar
Pada kondisi tersebut tekanan udara di air yang sangat besar tidak diikuti
atmosfer diluar kemasan (Pout) 21,380 peningkatan aw yang besar pula.
mmHg, sedangkan tekanan udara dalam Sebaliknya pada wilayah aw rendah (<
kemasan berisi desikan diasumsikan 0,75) peningkatan kadar air yang relatif
sama dengan nol. Data perubahan berat kecil mengakibatkan peningkatan aw
yang diperoleh kemudian diplotkan yang sangat besar.
dalam persamaan linier untuk
menghitung permeabilitasnya yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien 25.00
regresinya (b1).
Menurut Anonim (1995), standar 20.00
Kadar air (% bk)
D 116
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Konstanta , , dan , kadar air monolayer (Mm), konstanta energi multilayer
(K), tetapan energi adsorpsi air monolayer (C) dari persamaan GAB
Jumlah Mm RMD
Sampel data (%bk) C K R (%)
Beras - 7,96
IR 64 18 0,0024 0,1601 0,1126 6,12 97,84 0,70 0,86
- 9,60
BCT 18 0,0036 0,1498 0,1165 6,44 56,49 0,76 0,96
- 7,69
BCTER 18 0,0050 0,1393 0,1070 6,81 39,24 0,75 0,86
117
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
BCTER (6,81% bk) paling tinggi diikuti sigmoid jika berada pada daerah k1 dan
dengan beras BCT (6,44% bk) dan yang 5,67C, diluar daerah tersebut bentuk
paling rendah beras IR 64 (6,12% bk). ISL tidak lagi sigmoid. Pollio dkk(1998)
Hal ini akibat pengolahan pragelatinisasi dan Bianco dkk (2005) menyatakan
yang mengakibatkan porositas yang bahwa persamaan GAB juga sesuai untuk
semakin meningkat. Beberapa peneliti menjelaskan pola adsorpsi biji-bijian
menyebutkan bahwa difusitas molekul air Amaranthus.
sangat dipengaruhi oleh struktur fisik Berdasarkan persamaan GAB
produk. Koefisien difusi meningkat yang diperoleh dihitung kadar air
dengan peningkatan porositas produk pati kesetimbangan pada berbagai tingkatan
(Marouis dkk., 1991), pasta (Waananen RH seperti yang disajikan pada Tabel 3.
dan Okos, 1994) dan cake (Baik dan Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
Marcotte, 2002). Sedangkan Roca dkk. semakin besar RH maka kadar air
(2006) menyatakan bahwa peningkatan kesetimbangan juga semakin besar dan
densitas produk yang berarti penurunan pada RH yang sama kadar air
porositas produk dapat meningkatkan kesetimbangan beras BCTER paling
umur simpan produk. tinggi diikuti dengan beras BCT dan yang
Kondisi tersebut juga sesuai terendah adalah beras IR 64. Kadar air
dengan nilai C yang merupakan tetapan terikat sekunder yang menunjukkan batas
energi adsorpsi dan menunjukkan energi lapisan sekunder dan tersier pada beras
pengikatan air yang dibutuhkan pada BCTER paling tinggi yaitu 25,40% bk,
lapisan monolayer. Nilai C beras IR 64 sedangkan BCT paling rendah yaitu
paling tinggi diikuti beras BCT dan yang 23,75% bk dan beras IR64 diantara
terendah beras BCTER. Semakin besar keduanya yaitu 24, 29% bk.
nilai C maka semakin sedikit air yang
mampu diikat dilapisan monolayer pada Tabel 3. Kadar air kesetimbangan, kadar
kondisi yang sama. air terikat sekunder dan tersier
Tetapan K menunjukkan Kadar air kesetimbangan Kadar
(%bk) Kadar air air
konstanta air multilayer (diatas lapisan terikat terikat
monolayer), berdasarkan perhitungan Sampel RH75% RH80% RH85% sekunder tersier
Beras 6,12-
persamaan GAB diketahui bahwa nilai K IR 64 12,77 13,79 15.01 24,29 >24,29
ketiga jenis beras sedikit berbeda. Nilai K 6,44-
BCT 14,78 16,24 18,02 23,75 >23,75
terkecil adalah beras IR 64 (0,70) 6,81-
sedangkan beras BCT (0,76) dan BCTER BCTER 15,26 16.74 18,52 25,40 >25,40
(0,75) hampir sama. Berdasarkan data
pada Tabel 1 juga diketahui bahwa hasil 3.2. Umur simpan
perhitungan nilai simpangan rata-rata Permeabilitas uap air kemasan
mengindikasikan bahwa model GAB adalah kecepatan atau laju transmisi uap
relatif baik digunakan untuk air melalui suatu unit luasan tertentu dari
menerangkan pola adsorpsi air ketiga kemasan yang perlukaannya rata dengan
jenis beras karena nilai RMD ketiga jenis ketebalan tertentu sebagai akibat
beras kurang dari 10% yaitu 7,96% untuk perbedaan tekanan uap air didalam
beras IR 64, 9,60% untuk beras BCT dan kemasan dengan dipermukaannya pada
7,69% untuk beras BCTER. Demikian kondisi suhu dan RH tertentu.
pula jika ditinjau dari nilai koefisien Berdasarkan hasil perhitungan
korelasinya juga relatif baik. Lebih lanjut permeabilitas kemasan seperti pada Tabel
Lewicki (2008) menyatakan bahwa 4 dan konstanta permeabilitasnya
persamaan GAB dapat menjelaskan diketahui bahwa kemasan yang
dengan baik ISL yang membentuk pola digunakan untuk menyimpan beras BCT
118
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
119
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
120
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
121
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
122
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Gelombang krisis ekonomi mulai karya). Pada akhir tahun 2006 jumlah
1998 dan sekarang 2008 sangat dirasakan IKM tercatat 3,43 juta dengan menyerap
oleh masyarakat, terutama pelaku bisnis. tenaga kerja 8,85 juta. Mengingat begitu
Tetapi ada beberapa sektor yang cukup besarnya potensi IKM baik dilihat dari
tangguh dalam menghadapi krisis jumlah maupun penyerapan tenaga kerja
tersebut yaitu sektor industri kecil dan serta masih sarat dengan kompleksitas
menengah (IKM) yang bergerak dibidang permasalahan yang dihadapi, agar IKM
pangan atau kuliner. Selain itu arus dapat berkembang menjadi industri
informasi juga sangat cepat, sehingga tangguh diperlukan bantuan dan
produk yang berbasis tradisional akan pembinaan berkelanjutan (Lalkaka,
tertinggal dengan produk yang baru. 1997).
Dalam situasi global saat ini, Departemen perindustrian RI
hampir semua negara mengandalkan (2005), menyatakan bahwa permasalahan
peran dominan industri kecil dan yang dihadapi IKM adalah masih
menengah (IKM) dalam terbatasnya pemanfaatan ilmu
pertimbangannya, selain IKM pengetahuan dan teknologi (iptek) di
membutuhkan kapital rendah, dunia industri. Hal tersebut antara lain
memanfaatkan sumber-sumber lokal, disebabkan karena masih terbatasnya
mampu berkomunikasi dengan baik, akses terhadap sumber informasi,
mempunyai target spesifik, juga responsif teknologi dan pelayanan iptek. Selain itu
terhadap perubahan permintaan (Lalkaka, terdapat permasalahan dari IKM itu
1997). sendiri.
Di negara maju dan negara Menurut Brojonegoro dan Darwin
berkembang, pengembangan IKM (2006) terdapat 2 macam masalah dalam
menjadi titik perhatian, karena IKM usaha pengembangan IKM, yaitu masalah
memiliki peran ekonomi-sosial-politik internal dan eksternal. Masalah internal
berupa kesempatan kerja, pendayagunaan terkait dengan lingkup aktifitas IKM
sumber daya dan peningkatan yang disebabkan oleh keterbatasan
pendapatan. Program pengembangan mereka sendiri yang umumnya berkisar
IKM tersebut dilakukan untuk kepada aspek produksi (bahan
membendung turunnya aktivitas ekonomi baku/pembantu, tenaga kerja, permodalan
(untuk negara industri), meningkatkan dan teknologi), pemasaran dan
pembangunan ekonomi nasional (untuk manajemen. Sedangkan masalah
negara berkembang) dan merupakan eksternal muncul dari luar IKM tetapi
bagian dari industrialisasi dan penyediaan berinteraksi dan ikut menentukan
kesempatan kerja (Neck dan Nelson, kelancaran aktifitas IKM tersebut.
1987). Masalah eksternal pengembangan IKM
Di Indonesia, sektor IKM antara lain iklim ekonomi (seperti
memegang peranan sangat penting, persaingan usaha, akses modal,
terutama apabila dikaitkan dengan jumlah infrastruktur penunjang, kondisi pasar
tenaga kerja yang mampu diserap oleh kerja, daya beli konsumen, perpajakan,
IKM. Menurut Dirjen IKM (Jawa Pos, 25 regulasi dan perubahan teknologi), sosial
Desember 2006), IKM mempunyai dan politik (menyangkut kepastian
kedudukan penting dan strategis dalam hukum/legal aspek, keamanan, budaya
perekonomian nasional. Jumlah unit masyarakat dan kondisi politik. Masalah
usaha IKM saat ini lebih dari 98% dari eksternal ini tidak dapat dikendalikan
total industri nasional, beragam jenis oleh IKM tetapi harus bisa survive dan
produk dan populasi penyebarannya dan dapat menyesuaikan dengan kondisi
banyak menyerap tenaga kerja (padat tersebut.
123
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
124
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1804. sehingga kalau dihitung teknologi tingkat IKM dalam hal ini IKM Gudeg
pengalengan ini telah berkembang sejak Wijilan.
200 tahun yang lalu.
Pada masa sekarang dengan 2. TUJUAN
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tujuan dari kajian ini adalah memberikan
pabrik-pabrik pengalengan, teknologi informasi bahwa inovasi produk dapat
pengalengan sudah merupakan teknologi diterapkan di industri kecil menengah
yang canggih dan dapat diterapkan pada dengan mengetahui faktor-faktor internal
makanan yang perlu diawetkan untuk dan eksternal IKM.
jangka waktu yang lama.
Beberapa suplayer atau penyedia 3. METODE PENELITIAN
peralatan pengalengan juga sudah sangat Kajian ini menggunakan
beraneka ragam, dimana tentu saja setiap pendekatan kualitatif dengan sistem
set peralatan pengalengan membawa penyelidikan kausalitas yang berdasarkan
dampak terhadap harga dari alat tersebut. pada pengamatan terhadap bagaimana
Semakin canggih dan berkapasitas besar sebuah produk dalam hal ini gudeg
maka harga alat semakin mahal. sebagai makanan tradisional dapat
Untuk negara-negara industri hal dikemas dalam kaleng, faktor-faktor apa
tersebut tidak menjadi masalah, karena yang berubah ketika proses pengalengan
kondisinya memungkinkan, begitu juga gudeg diterapkan, kendala dilapangan
di Indonesia untuk pengusaha yang terkait dengan penerapan teknologi di
memiliki modal besar satu set alat tingkat IKM. Secara sederhana dijelaskan
pengalengan beserta kelengkapannya bahwa pendekatan kualitatif merupakan
tidak menjadi masalah. Tetapi perlu penelitian yang mengandalkan penilaian
diingat Indonesia bukan negara Industri subyektif terhadap suatu masalah.
besar tetapi negara berkembang yang Secara umum dalam kajian ini data
memiliki banyak keterbatasan, terutama penelitian diperoleh dari :
untuk IKM yang jumlahnya di Indonesia 1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan
sangat banyak apabila dibandingkan data dengan jalan membaca,
dengan industri besar. mempelajari dan menganalisis bahan
Berkaitan dengan peran penting bacaan dan dokumen yang ada
teknologi dalam peningkatan nilai hubungannya dengan materi yang
tambah produk maka perlu ditetapkan akan dibahas serta informasi dari
kajian inovasi atau pengembangan hasil penelusuran internet.
produk dari IKM gudeg wijilan dengan 2. Studi lapangan, yaitu usaha
menggunakan pengemas kaleng, karena pengumpulan data yang diperlukan
terkait dengan pengembangan produk langsung di lokasi kajian. Studi
tersebut membawa dampak yang lapangan dilakukan dengan cara
menyeluruh terhadap kinerja IKM melakukan wawancara langsung
tersebut. dengan pelaku dan informan.
Inovasi produk dalam hal ini
kasus pengalengan gudeg apabila 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
diterapkan di IKM dengan segala Industri Kecil dan menengah
keterbatasannya banyak mengalami (IKM) yang menjadi objek kajian
kendala. Kendala tersebut saling terkait didasarkan pada kegiatan ekonomi yang
D
satu dengan yang lainnya. Kajian yang dilakukan perorangan/kelompok maupun
dilakukan adalah bagaimana sebuah badan usaha, bertujuan untuk
inovasi teknologi dapat diterapkan di memproduksi barang atau jasa dengan
karakteristik (1) jumlah tenaga kerja 5-19
125
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
orang, (2) nilai usahanya kurang dari Rp. dapat bertahan sampai 1 tahun. Selain itu
600 juta (3) nilai penjualan (omzet) penampilan produk berupa gudeg kaleng
maksimal Rp. 1 miliar/tahun. menjadi lebih menarik dan mempunyai
Pengembangan produk hasil jangkauan pemasaran yang lebih luas.
inovasi teknologi yang siap dibuat akan Dengan kata lain IKM yang
melalui proses perancangan produk yang banyak tumbuh di Indonesia dapat
sesuai kebutuhan pengguna, uji teknis menggunakan teknologi yang cukup
dan uji pasar yang akan dilakukan IKM canggih dengan syarat merubah dahulu
harus memperhatikan beberapa hal, teknologi tersebut menjadi teknologi
antara lain: tepat guna agar dapat dimanfaatkan
secara sepenuhnya. Begitu juga teknologi
Manajemen organisasi tim yang
pengalengan, untuk membuat makanan
terdiri dari sumber daya manusia
tradisional dalam kaleng diperlukan
yang terlibat diperlukan komitmen
perubahan peralatan yang tadinya
yang kuat untuk menghasilkan
canggih atau modern harus distruktur
produk yang dibutuhkan oleh
ulang (baik kapasitas atau dimensi dan
pengguna.
harga) sehingga teknologi tersebut dapat
Melakukan teknologi produk yang digunakan atau disesuaikan dengan
dapat diaplikasikan secara langsung
kondisi lapangan atau kapasitas produksi
kepada pengguna (proses
sebuah IKM, tanpa merubah makna
pengalengan dalam integrasi proses).
proses pengalengan secara keilmuan
Melakukan uji pasar pada segmen Schumacher dalam Sudarmo
pasar yang benar-benar membutuhkan (2005) berpendapat bahwa negara
produk hasil litbang tersebut untuk berkembang yang dapat melaksanakan
mendapatkan masukan dari para pembangunan atau pengembangan
pengguna yang bermanfaat untuk dengan menggunakan teknologi yang
mengoptimalkan produk yang dibuat. khusus dibuat dan dikelola sendiri dengan
Telah disebutkan sebelumnya menggunakan potensi lokal yang
bahwa ketika suatu teknologi akan dimilikinya.
didiseminasikan di tingkat IKM maka ada Untuk itu dalam mentransfer
beberapa hal yang perlu perhatikan: kapasitas know how menjadi suatu hal
baru dalam proses alih teknologi, perlu
a. Teknologi yang akan di diukur tingkat efektivitas dari alih
diseminasikan di tingkat IKM teknologi (Bozeman, 2000;644),
Secara umum teknologi diartikan berdasarkan kriteria berikut ;
sebagai suatu koleksi teknik produksi, 1. Proses transfer teknologi, sebagai
pengetahuan dan keterampilan untuk ukuran untuk perpindahan teknologi
mengubah input menjadi output. effectiveness didasarkan pada
Teknologi juga dapat diartikan sebagai dimensi dimana organisasi yang
proses, teknik atau metodologi yang mengambil bagian di dalam
menyatu dalam suatu disain produk, perpindahan suatu teknologi yang
proses manufaktur atau jasa yang manapun dengan cara gerakan
mentransformasikan input tenaga kerja, otomatis atau karena ada suatu
kapital, informasi, material dan energi arahan untuk melakukannya.
menjadi output yang bernilai lebih tinggi. 2. Dampak pasar, berimplikasi
Dalam kajian ini teknologi menyinggung kepada suatu
pengalengan adalah suatu cara untuk perusahaan atau hanya beberapa
memproduksi gudeg yang dikemas dalam perusahaan, akan tetapi banyak
kaleng, sehingga gudeg yang biasanya perpindahan teknologi, terutama yang
tahan 4-5 hari dengan pengalengan gudeg
126
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
TRANSFER
Perubahan
saing. Out
the
Perk
teknologi
127
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
128
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
129
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
130
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Gudeg adalah makanan khas jogjakarta dengan bahan utama nangka muda, tempe,
krecek dan areh. Pada kenyataannya gudeg yang banyak dipasaran hanya dapat disimpan
4-5 hari. Diperlukan suatu alternatif proses agar gudeg dapat disimpan cukup lama. Salah
satu proses yang dapat dipakai untuk memperpanjang umur simpan adalah dengan
teknologi pengalengan.
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh proses pengalengan terhadap kualitas
gudeg wijilan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kaleng ukuran 301x205
bertempat di laboratorium proses pengalengan UPT BPPTK LIPI. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pengalengan terhadap kualitas gudeg
dinataranya pada komposisi gizi, cemaran logam dan cemaran bakteri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gudeg yang dikalengkan memiliki rasa yang tidak berbeda dengan
gudeg yang dikemas biasanya, demikian juga kandungan gizinya. Sedangkan cemaran
logam masih dibawah ambang toleransi dan cemaran bakteri negatif
131
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
132
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
133
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
meter, alat gelas. Sedangkan bahan yang memerlukan penanganan pasca panen
digunakan adalah gudeg. Sedangkan yang tepat. Umumnya komoditas ini
proses pengujian kandungan gizi, mineral masih diperjualbelikan dalam keadaan
dan bakteri dilakukan di Laboratorium segar. Untuk meningkatkan nilai
gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, tambahnya, perlu diversifikasi produk
laboratorium kesehatan Depkes. olahan. Salah satunya adalah produk
olahan siap santap dalam kemasan
Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran kecil kaleng. Dengan menggunakan kemasan
Jenis Barang : Kaleng bundar (can) kaleng bahan pangan akan menjadi lebih
Warna : Polos awet dan tersedia setiap saat.
Ukuran : 301 X 205 Secara umum makanan kaleng
Design : GL/AL; GL/AL (2 piece dapat diterima oleh pasar, tetapi ada
can), bottom end type press beberapa hal yang perlu diperhatikan
Body : Luar Gold lacquer, dalam diantaranya adalah pemilihan teknologi
aluminize laquer proses pengalengan yang tepat sehingga
Top : Luar Gold lacquer, dalam bahan pangan yang dikalengkan tidak
aluminize laquer mengalami penurunan kandungan gizi
Bottom : Luar Gold lacquer, dalam secara signifikan. Hal ini perlu dilakukan
aluminize laquer penelitian sehingga komposisi gizi bahan
For : Meat, Fish, cream, pangan dalam kaleng tidak berubah
vegetables banyak dengan bahan segarnya. Selain itu
Capasity : 180 ml setiap komoditi mempunyai karakter
yang berbeda satu dengan lainnya.
3.2. Metode Kesukaan konsumen akan makanan
1. Pembersihan dan sortasi bahan dasar kaleng juga perlu dilakukan pengujian
dan bumbu sehingga benar bahwa bahan pangan
2. Proses pemasakan yang diproses dengan pengalengan
3. Pengisian pada kaleng setelah menjadi makanan kaleng dapat
4. Proses Exhausting disukai dan diterima oleh konsumen.
5. Proses penutupan Setelah gudeg dikalengkan dan
6. Proses sterilisasi melewati masa karantina, produk tersebut
7. Proses pendinginan dianalisa komposisi gizi, logam berat
8. Pengujian sample kalengan dan bakteri. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 1.
3.3. Pengamatan
Dalam penelitian ini dilakukan Tabel 1. Komposisi gizi, logam, bakteri
pengamatan antara lain : Gudeg
1. kadar air kadar air 73.28 %
2. protein kadar abu 1.72 %
3. lemak lemak 5.12 %
4. kadar abu protein 5.33 %
5. mineral serat kasar 2.09 %
6. bakteri Timbal (Pb) <0.0007 ppm
Arsen (As) 0.028 ppm
4. HASIL DAN PEMBAHASAN mercuri (Hg) <0.0003 ppm
Produk hasil pertanian merupakan tembaga (Cu) 0.0617 ppm
seng (Zn) 0.7752 ppm
komoditas unggulan di berbagai daerah
Sn ttd
di Indonesia. Komoditas ini bersifat
E. Coli negatif
mudah rusak (perishable) sehingga
Salmonella negatif
134
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
s u hu (deg C )
yang telah diperhitungkan terlebih 80
L e th a lit y
0.08
dahulu, dengan tujuan untuk 60
memusnahkan semua spora bakteri yang T ref
0.06
40
tahan panas. Pada dasarnya tidak semua T Can 1 0.04
makanan membutuhkan suhu dan waktu 20 L 0.02
yang sama untuk sterilisasinya. Untuk
0 0
menghindari terjadinya perubahan yang
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
156
tidak diinginkan, maka dikembangkan w aktu (menit)
proses sterilisasi yang tepat dan aman
serta dapat menekan penurunan mutu Gambar 2. Fo gudeg adalah 6,42 menit
produk seminimal mungkin. Untuk itu
perlu penentuan suhu dan waktu Jumlah panas yang diperlukan
sterilisasi yang cermat untuk untuk sterilisasi yang memadai
menghasilkan sterilisasi komersial yang tergantung pada beberapa factor,
tepat agar produk tetap awet tanpa harus diantaranya ukuran kaleng dan keadaan
banyak mengorbankan nilai gizi, cita rasa isinya. Untuk memanaskan isi dalam
dan tekstur. Proses tersebut dikenal kaleng memerlukan waktu lebih lama
dengan proses termal atau proses untuk menerobos masuk kedalam kaleng
pemasakan yang prinsip dasarnya diambil yang besar. Demikian juga penetrasi
dari ilmu termobakteriologi dengan panas akan lebih cepat pada medium
memanfaatkan kaidah perambatan dan konveksi, seperti sup, daripada medium
penetrasi panas serta sifat daya tahan konduksi, seperti corned beef.
panas mikroba khususnya berbentuk
spora ( Winarno, 1994). 5. KESIMPULAN
Bila suatu makanan yang dikemas 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam kaleng diletakkan dalam retort, nilai gizi, logam berat dan mikroba
suhu produk tidak akan segera mencapai tersebut tidak banyak mengalami
suhu proses sesuai dengan suhu retort perubahan gizi.
yang dikehendaki, tetapi akan merambat 2. Pengujian laboratorium gudeg kaleng
kedalam kaleng secara perlahan-lahan. menghasilkan kadar air 73,28%, kadar
Sebelum melakukan penetrasi panas ke abu 1,72%, lemak 5,12%, protein
dalam kaleng, kalor yang ada digunakan 5,33%, serat kasar 2,09%, timbal (Pb)
terlebih dahulu untuk proses distribusi <0,0007 ppm, Arsen (As) 0,028 ppm,
panas ruangan retort. Heat Mercury (Hg) ,0,0003 ppm, Tembaga
penetrasiontest diperlukan untuk (Cu) 0,0617 ppm, Seng (Zn) 0,07752
135
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
6. DAFTAR PUSTAKA
Desrosier, N.W, 1988, Teknologi
Pengawetan Pangan, terjemahan
Muchji Muljohardjo, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick,
H.B., and Merkel, R.A., 1975,
Principles of Meat Sciences, W.H.
Freeman and Co, San Fransisco.
Goldblith, S.A., Joslyn, M.A., and
Nickersob, J.T.R., 1961, The
Thermal Processing of Food, Avi
Publishing Co, Westport,
Connecticut.
Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest.,
H.B. Hendrick., dan R.A. Merkel.,
1989, Principle of Meat Science. 2nd
ed, Kendall/Hunt Publishing Co,
Dubuque, Iowa.
Lewis, M.J., 1987, Physical Properties of
Foods and Food Processing System,
Ellis Horwoods Ltd, Chichester,
England.
Lawrie, R.A.,1979, Meat Science. 3rd ed.
Pergamon Press.
Richardson, P., 2001, Thermal
Technologies in Food Processing,
Woodhead Publishing Ltd,
Cambridge, England.
Soeparno, 1992, Ilmu dan Teknologi
Ikan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Stumbo, C.R., 1973, Thermobacteriology
in Food Processing, Academic Press,
New York.
Sunarma, Ade. 2004. Peningkatan
Produktifitas Usaha Lele
Sangkuriang (Clarias sp.). Makalah
disampaikan pada Temu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dan Temu
Usaha Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Bandung 04 07 Oktober
2004.
136
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Rendang daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai
bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di
semua kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Pada tahun
2011 melalui jajak pendapat internet yang melibatkan 35.000 responden yang digelar CNN
International, menobatkan Rendang sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar
'Worlds 50 Most Delicious Foods' (50 Hidangan Terlezat Dunia).
Telah dilakukan penelitian pengalengan rendang daging dengan focus penentuan
nilai Fo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kaleng ukuran 301x205 dengan dua
perlakuan penentuan nilai Fo yaitu rendang daging dan bumbu rendang. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui nilai Fo pada proses pengalengan rendang daging. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rendang daging yang dikalengkan nilai Fo sebesar 15,81
menit dan nilai Fo untuk bumbu rendang 7,36 menit.
137
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
138
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
terhadap pemanasan pada pH netral atau medium penghantar panas. Alat yang
mendekati netral. Peningkatan keasaman digunakan antara lain retort, Fo-meter,
dari pada peningkatan kebasaan dalam canning line, alat memasak, alat gelas.
merusak mikroorganisme oleh panas
(Judge dkk, 1989) resistensi panas Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran
mikroorganisme dinyatakan sebagai 301x205
waktu kematian thermal atau Thermal Jenis Barang : Kaleng bundar (can)
Death Time (TDT) yaitu waktu yang Warna : Polos
dibutuhkan untuk membunuh sejumlah Ukuran : 301 X 205
Design : GL/AL; GL/AL (2 piece can),
sel atau spora tertentu pada kondisi fisik bottom end type press
tertentu (temperatur, jumlah dan tipe Body : Luar Gold lacquer,
mikroorganisme, serta karakteristik dalam aluminize laquer
medium pemanasan). TDT pada Top : Luar Gold lacquer,
temperatur 121C telah digunakan dalam aluminize laquer
Bottom : Luar Gold lacquer,
sebagai referns sterilisasi dan dinyatakan
dalam aluminize laquer
sebagai Fo. Untuk Clostridium botulinum For : Meat, Fish, cream, vegetables
nilai Fo-nya 2,45 2,8 menit (Urbain, Capasity : 180 ml
1971 dalam Soeparno (2005) : Lewis
(1987) : Stumbo (1973) : dan lawrie
(1979). 3.2. Metode
Untuk mengetahui TDT atau Fo Proses pengalengan meliputi :
dipergunakan persamaan yang 1. Preparasi bahan
disampaikan Lewis (1987) dan 2. Pengisian dalam kaleng (rendang
Richardson (2001): daging dan bumbu rendang)
T 121 3. Ekshausting pada suhu 80oC selama
log L = 10 menit
10 (1)
Atau 4. Penutupan kaleng
T 121,1
5. Sterilisasi pada temperatur 121oC
L = 10 10 selama 20 menit.
(2)
6. Pendinginan kaleng
Dimana Fo dapat dihitung dengan
7. Karantina
persamaan :
139
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
160 1.6
yang tinggi) dibandingkan dengan
140 1.4
medium konduksi (daging). Sehingga
120 1.2
Fo yang dihasilkan pada daing lebih
100 1
besar dibandingkan dengan bumbu.
Tcan
Selain itu faktor-faktor lain yang
S u h u (C )
L e th a lity
80 0.8 Tref
Fo PRE
menentukan waktu dan suhu yang
60 0.6
diperlukan untuk sterilisasi makanan
40 0.4
kaleng adalah :
20 0.2
a) Waktu dimana keadaan bahan
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
pangan (sifat, bentuk, letak
penyusunan, isi), ukuran kaleng,
w aktu (menit)
suhu awal bahan pangan, suhu
Gambar 1. Fo area untuk rendang daging pemanasan retort, gerakan kaleng
adalah 15,81 menit. selama sterilisasi, kadar gula atau
160 0.9
garam, akan menentukan lamanya
140 0.8 sterilisasi.
120
0.7 b) Suhu dimana jenis dan populasi
100
0.6 mikroorganisme bahan pangan dan
T Can
L e th a lity
0.5
80 T Ref
0.4
Fo PRE
berapa suhu yang akan digunakan.
60
0.3 Fo prediksi hasil perhitungan
40
0.2 sesuai dengan persamaan 3 dibandingkan
20 0.1
atau divalidasi dengan Fo observasi hasil
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
pengukuran laboratorium, ditampilkan
pada grafik 3.
w aktu (menit)
1.4
Gambar 2. Fo area untuk bumbu rendang
adalah 7,36 menit 1.2
R2 = 0.9877
1
Terlihat pada kedua gambar
Fo Observasi
Ukuran kaleng
Ukuran kaleng yang digunakan adalah Gambar 3. Scater plot Fo prediksi dengan
301x205, penempatan termokople ada Fo observasi untuk rendang daging
dititik tengah kaleng, untuk daging
termokople ditancapkan pada bagian Dengan nilai R2 sebesar 0,9877
tengah daging, sementara untuk berarti Fo prediksi hasil perhitungan tidak
bumbu berada ditengah kaleng. berbeda dengan Fo hasil observasi
Kedaan isinya laboratorium. Sedangkan hasil validasi
Penetrasi panas akan lebih cepat pada untuk bumbu rendang ditampilkan pada
medium konveksi (medium berupa grafik 4.
bumbu rendang memiliki kadar air
140
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
0.6
Bahan pangan, Gadjah Mada
0.5
University Press, Yogyakarta.
0.4
Stumbo, C.R. 1973. Thermobacteriology
0.3
in Food Processing, Academic
0.2 Press, New York.
0.1 Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000.
0 Pendinginan Pembekuan Dan
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Fo Frediksi
Pengawetan Bahan pangan.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Gambar 4. Scater plot Fo Prediksi dengan Winarno, F.G., 1994. Sterilisasi
Fo observasi untuk bumbu rendang. Komersial untuk Produk pangan,
Dengan nilai R2 sebesar 0,9857 berarti Fo PT. Gramedia Pustaka Utama,
prediksi hasil perhitungan tidak berbeda Jakarta.
dengan Fo hasil observasi laboratorium.
5. KESIMPULAN
1. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Fo
untuk rendang daging dan bumbu
rendang pada kaleng ukuran 301 x 205
masing-masing adalah 15,81 dan 7,36
menit.
2. Hasil validasi Fo rediksi dan Fo
observasi dihasilkan nilai R2 untuk
rendang daging dan bumbu rendang
masing-masing 0,9877 dan 0,9857
artinya hasil perhitungan tidak berbeda
dengan hasil observasi laboratorium.
6. DAFTAR PUSTAKA
141
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai sumber daya laut
yang sangat beragam dan dengan kuantitas yang sangat besar. Hanya saja pemanfaatan
sumber daya laut tersebut masih terasa kurang mendapat perhatian. Dipasaran ikan tuna
dalam bentuk kalengan masih didominasi oleh produk luar negeri. Apalagi produk yang
mempunyai ciri khas indonesia seperti bumbu gulai belum pernah terlihat dipasaran. Untuk
itu perlu dilakukan proses pengalengan berbahan dasar ikan laut dengan menggunakan
bumbu khas indonesia.
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan Fo ikan tuna dalam bumbu gulai
yang dikemas dengan kaleng ukuran 301x205 pada beberapa posisi penempatan kaleng
pada saat sterilisasi, karena posisi kaleng sangat berpengaruh terhadap nilai Fo yang
dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai Fo gulai tuna pada kaleng ukuran
301x205 pada letak yang berbeda secara vertikal untuk optimasi proses sterilisasi. Letak
kaleng dalam autoclave adalah 0, 11 dan 22 cm dari dasar autoclave. Suhu dan waktu yang
digunakan untuk sterilisasi adalah 121oC dan 15 menit. Penelitian menghasilkan nilai Fo
gulai tuna untuk ukuran kaleng 301 x 205 pada posisi 0; 11 dan 22 cm masing-masing
adalah 12,28; 12,04 dan 9,67 menit.
Kata kunci : Letak kaleng, gulai tuna, nilai Fo, ukuran kaleng
142
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
143
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
144
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
T (C )
0.3 T ref
L
10 menit 60
L
5. Penutupan kaleng 40
0.2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
seperti pada gambar 1. time (minutes)
7. Pendinginan kaleng
Gambar 1. Fo gulai tuna pada posisi 3
Termo adalah 9.6713 menit
Barom
Term Jumlah panas yang diperlukan
okope untuk sterilisasi yang memadai
Posisi
tergantung pada beberapa factor, antara
lain ukuran kaleng, posisi kaleng dan
Posisi keadaan isinya. Alat yang digunakan
untuk proses sterilisasi adalah retort,
Posisi
yang disebut juga autoclave atau
sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan
Fo A
tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan
oleh uap yang berasal dari sumber diluar
retort. Sumber uap air panas tersebut
Gambar 1. Skema posisi dapat berbentuk bolier atau steam
generator.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
140 1.2
Pada dasarnya, proses pemanasan
yang diterapkan didalam industri 120 1
pengalengan makanan, dirancang khusus 100
0.8
hanya untuk mencapai sterilisasi 80
T can
T (C )
60
dicapai, malahan kadang-kadang dapat 0.4
L
menghasilkan perubahan-perubahan mutu 40
time (minutes)
menekan kerusakan seminimal mungkin
dan penurunan mutu yang disebabkan/
diakibatkan pemberian panas Gambar 2. Fo gulai tuna pada posisi 2
Hasil perhitungan persamaan 1-3 adalah 12.0379 menit
untuk masing-masing produk dapat
dilihat pada Gambar 1,2 dan 3.
145
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
F o ar e a (m e n e it )
0.8 0.8 posisi 1
80
T ref
T ( C )
0.6 T can
L
0.6
60
L
0.4
40 0.4
20 0.2
0.2
0 0
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
13
19
25
31
37
43
49
55
61
67
73
79
85
91
97
1
7
103
time (minutes)
waktu (menit)
Gambar 3. Fo gulai tuna pada posisi 3
adalah 12.284 menit Gambar 4. Fo gabungan
Terlihat pada ketiga gambar Pada gambar 4 terlihat bahwa pada posisi
bahwa posisi 1, 2 dan 3 memiliki Fo area 1 dan 2 terlihat berhimpit. Hal ini
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena disebabkan pada posisi 2 panas dari ratort
perpindahan panas antara posisi berbeda. masih cukup untuk memanaskan kaleng
Pada posisi 1 pada 0 cm atau dasar retort pada ketinggian 11 cm dari dasar.
akan lebih cepat menerima panas
dibandingkan posisi 3, sehingga panas 5. KESIMPULAN
uap lebih dahulu diterima oleh kaleng 1. Nilai Fo untuk posisi o cm, 11 cm dan
posisi 1 kemudian pada sisanya baru 22 cm adalah 12.284; 12.0379 dan
dipindahkan kepada posisi 2 dan terakhir 9.6713 menit
posisi 3. 2. semakin dekat posisi kaleng dengan
Bila suatu makanan yang dikemas sumber panas maka akan semakin
dalam kaleng diletakkan dalam retort, cepat panas isi kaleng dan Fo semakin
suhu produk tidak akan segera mencapai besar.
suhu proses sesuai dengan suhu retort 3. panas retort optimal sampai pada
yang dikehendaki, tetapi akan merambat posisi 11 cm.
kedalam kaleng secara perlahan-lahan. 4. Nilai Fo dipengaruhi oleh ukuran
Sebelum melakukan penetrasi panas ke kaleng, posisi kaleng, jenis bumbu,
dalam kaleng, kalor yang ada digunakan dan viskositas cairan.
terlebih dahulu untuk proses distribusi
panas ruangan retort. Heat 6. DAFTAR PUSTAKA
penetrasiontest diperlukan untuk Desrosier, N.W., 1988. Teknologi
mengetahui kecepatan penetrasi panas Pengawetan Pangan, terjemahan
dari retort kedalam makanan. Pada heat Muchji Muljohardjo, Penerbit
penetrasion test dilakukan pengamatan Universitas Indonesia, Jakarta.
yang teliti terhadap suhu produk selama Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick, H.B.
proses pemanasan. and Merkel, R.A. 1975. Principles of
Apabila ketiga grafik Meat Sciences, W.H. Freeman and
digabungkan maka dihasilkan gambar 4. Co, San Fransisco.
Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest.,
H.B. Hendrick. dan R.A. Merkel.
1989. Principle of Meat Science, 2nd
ed, Kendall/Hunt Publishing Co,
Dubuque, Iowa.
146
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
147
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kinerja dan hasil kerja yang baik sangat dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan
pekerja. Ketidaknyamanan dan kelelahan akibat pekerjaan yang terus-menerus dan
berulang dalam jangka waktu yang lama sering terjadi di tempat kerja. Pekerjaan
dengan beban dan fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menciptakan postur kerja
yang tidak alami sehingga mengakibatkan pengerahan tenaga yang berlebih.
Penggunaan Postur kerja yang seperti ini dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dan
keluhan nyeri pada tubuh pekerja. Apabila dibiarkan terus-menerus maka dapat
menimbulkan terjadinya penurunan konsentrasi dan kinerja pekerja.
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui adanya keluhan sakit akibat kerja,
mengetahui tingkat resiko postur kerja, dan memberikan usulan perbaikan metode kerja
kepada elemen kerja yang memiliki tingkat resiko postur kerja tinggi dan sangat tinggi.
Penelitian ini menggunakan kuesioner Nordic Body Map untuk mengetahui keluhan
sakit akibat kerja. Sedangkan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) digunakan
untuk mengetahui tingkat resiko postur kerja. Penyebaran kuesioner Nordic Body Map
dan penilaian postur kerja dilakukan terhadap 7 pekerja perawatan taman pada masing-
masing kategori pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 pekerja mengalami keluhan sakit akibat
kerja yang diketahui berdasarkan analisis kuesioner Nordic Body Map, antara sebelum
dan sesudah bekerja. Penilaian tingkat resiko postur kerja menggunakan metode REBA,
dari 7 kategori pekerjaan yang terbagi lagi menjadi 23 elemen kerja menunjukkan
82.6% beresiko sedang, 10.9% beresiko tinggi, 4.3% beresiko sangat tinggi, dan 2.2%
beresiko rendah. Ada beberapa postur kerja yang memerlukan usulan perbaikan, yaitu
pekerja 3 (penaburan pupuk) memiliki tingkat resiko postur kerja sangat tinggi (left side
& right side), pekerja 5 (pemangkasan tanaman pagar) memiliki tingkat resiko postur
kerja tinggi (left side & right side), dan pekerja 6 (penyemprotan obat hama) memiliki
tingkat resiko postur kerja tinggi (left side). Usulan perbaikan metode kerja yang
ditujukan untuk ketiga pekerja tersebut, membuktikan adanya perbaikan dengan
berkurangnya tingkat resiko postur kerja dan jumlah keluhan sakit akibat kerja.
Kata kunci : Postur Kerja, Metode REBA, Tingkat Resiko, Kuesioner Nordic Body
Map
148
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
149
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
150
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
151
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
152
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
153
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kiri menjadi postur kerja dengan tingkat tanaman ini juga mengakibatkan keluhan
resiko sedang pada postur bagian kanan sakit akibat kerja pada bagian leher atas
dan tingkat resiko rendah pada postur dan leher bawah (sangat sakit), lengan
bagian kiri. atas kiri dan lengan atas kanan (sakit),
Menurut Englewood (1994) dalam siku kiri dan siku kanan (sakit), bawah
bukunya Motion and Study Time : pinggang (sakit), pinggang (sakit), lengan
Improving Productivity menyatakan bawah kiri dan lengan bawah kanan
salah satu prinsip ekenomi gerakan (sakit), betis kiri dan betis kanan (sakit),
adalah mengeleminasi penggunaan telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan
tenaga otot untuk melaksanakan kegiatan (agak sakit). Namun setelah dilakukannya
statis. Demikian sebisa mungkin untuk perbaikan postur kerja, keluhan sakit
menggunakan tenaga mesin akibat kerja mengalami penurunan yaitu
(mekanisme). hanya pada bagian bahu kiri dan bahu
kanan (agak sakit), lengan bawah kiri dan
lengan bawah kanan (sakit), lutut kiri dan
lutut kanan (agak sakit).
154
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
155
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
(sakit), lengan atas kiri (sangat sakit), sedang. Sedangkan elemen kerja
punggung (agak sakit), bawah pinggang pemindahan kantung sampah dengan
(agak sakit), lengan bawah kiri (sakit), waktu kerja rata-rata 9 menit memiliki
betis kiri dan betis kanan (agak sakit), tingkat resiko postur kerja rendah pada
pergelangan kaki kiri dan kanan (agak postur kanan dan sedang pada postur kiri.
sakit). Namun setelah dilakukannya Kategori pekerjaan pembersihan ini juga
perbaikan postur kerja, keluhan sakit mengakibatkan keluhan sakit akibat kerja
akibat kerja mengalami penurunan yaitu pada bagian bahu kiri dan bahu kanan
hanya pada bagian bahu kiri (agak sakit), (sakit), pinggang (agak sakit),
bahu kanan (agak sakit), dan pinggang pergelangan tangan kiri dan kanan (agak
(agak sakit). sakit), betis kiri dan betis kanan (agak
sakit).
156
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
DAFTAR PUSTAKA
Englewood Cliffs, N.J. 1994. Motion and
Time Study : Improving Productivity.
Prentice Hall Inc.
Kroemer Karl, Henrike Kroemer, dan
Katrin Kroemer-Elbert. 2001.
Ergonomics: How to Design for Ease
and Efficienc. 2nd ed . Prentice Hall of
International Series.New Jersey.
McAtamney, L. and Hignet, S. 2000.
REBA: Rapid Entire Body Assessment.
Applied Ergonomics, 31: 201-205.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995.
Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu.
Surabaya : Penerbit Guna Widya
157
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Sesame seed (Sesamum indicum L.) is one of the world's most important and oldest
oilseed crops as source of vegetable oil having high content of antioxidant. Oil pressing
produced sesame cake as by product which contained mainly protein. The aim of this study
was to evaluate the effects of roasting temperature prior to oil pressing on the functional
properties of isolate sesame protein. The functional properties studieded were Water
Absorption Capacity (WAC), Oil Absorption Capacity (OAC), Foaming Capacity (FC),
Foam Stability (FS) and Least Gelation Concentration (LGC). The prior to oil pressing
sesame seed were roasted at 1800C for 30 min (P180) and 2200C for 30 min (P220) and
without roasting was used as the reference (P0). The isolates protein were prepared from
defatted sesame cake flour by alkaline solubilization at pH 11 followed by isoelectric
precipitation at pH 4.
The protein contents in the precipitates from P0, P180, P220 were 90.882.65%,
90.953.9%, and 92.483.63%, while the protein recoveries from P0, P180, P220 were
55.522.84% and 46.92.13% and 38.188.19%, respectively. The WAC,OAC,FC, FS
after 90 min,and LGC of protein from P0 found to be 377,432.66%, 263,98.89%,
196.532.2%, 54.269.27%, and 12% w/v, respectively. The isolate protein from P180
found to have WAC of 352,511.95%, OAC of 271.786.05%, FC of 190.410.92%, FS
after 90 min was 25.455.84%, with LGC at pH 7 was 12% w/v. The isolate protein from
P220 found to have WAC of 360,61.98%, OAC of 254.312.25%, FC of 197.866.33%,
FS after 90 min was 50.363.33% and LGC at pH 7 was 12% w/v.
This study showed that roasting to some extent resulted in lower protein recoveries
but only slightly affected the functional properties of isolate protein from the sesame cake.
The isolate protein Sesame cake, as by product of sesame oil production may regarded as a
potential vegetable protein with good source of essentiel amino acid, with exception of
tryptophan.
158
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan kandungan protein hingga 20% protein yang diisolasi dari bungkil
(Abou-Gharbia, et al., 1997). Minyak tersebut. Penelitian ini bertujuan
dari biji wijen diketahui memiliki penelitian untuk mengetahui pengaruh
kestabilan terhadap reaksi oksidatif yang suhu penyangraian biji wijen terhadap
lebih baik dibandingkan dengan sifat fungsional protein isolat yang
minyaknabati lainnya (Budowski, 1964). dihasilkan dari bungkil wijen sisa
Hal ini disebabkan oleh kandungan pengepresan minyak.
antioksidan seperti sesamin, sesamol,
sesamolin dan tokoferol yang tinggi 2. METODE PENELITIAN
(Fukuda, et al., 1986). Proses ekstraksi 2.1. Bahan dan Alat
minyak dari biji wijen dilakukan melalui Biji wijen (varietas Sumberejo 1)
proses pembersihan, penghilangan kulit yang digunakan dalam penelitian ini
biji, penyangraian, pemasakan dan diperoleh dari petani tradisional,
pengepresan. Proses penyangraian Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang
merupakan salah satu tahapan ekstraksi dipanen pada Mei 2010. Bahan kimia
yang memiliki pengaruh terhadap warna, untuk analisis yang digunakan dalam
komposisi, dan kualitas minyak penelitian ini adalah analytical grade,
wijenyang dihasilkan (Yen dan Shyu, kecuali heksan untuk perlakuan defatting
1989). Penelitian yang dilakukan oleh menggunakan technical grade.
Kim (2000) dan Jannat, et al. (2010)
menunjukkan bahwa minyak wijen yang 2.2. Perlakuan penyangraian
diekstrak dari biji wijen yang telah Biji wijen mentah disangrai
disangrai pada suhu antara 200oC-220oC menggunakan mesin penyangrai kopi
memiliki kandungan antioksidan yang yang telah dimodifikasi pada suhu 180oC
tinggi, sehingga membuat minyak wijen (P180) dan 220oC (P220) selama 30 menit
yang diperoleh lebih stabil dari reaksi dengan biji wijen tanpa penyangraian
oksidasi. Sedangkan penelitian yang digunakan sebagai controlnya (P0). Biji
dilakukan oleh Jeong, et al. (2004) yang telah disangrai maupun yang tidak
menunjukkan bahwa suhu penyangraian disangrai dipress dengan pengempa
biji wijen antara 160oC-200oCsebelum hidraulik dengan tekanan 40 kN selama 5
pengepresan, akan meningkatkan menit untuk mengeluarkan minyaknya.
stabilitas minyak wijen yang dihasilkan.
Proses ekstraksi minyak wijen akan 2.3. Pembuatan tepung bungkil wijen
menghasilkan bungkil yang masih rendah lemak
memiliki potensi pemanfaatan baik Bungkil wijen dihancurkan dan
sebagai sumber antioksidan (Jeong, et al., dihilangkan minyaknya dengan cara
2004) maupun sumber protein (Gandhi ekstraksi menggunakan n-heksan dalam
dan Srivastava, 2007 dan Kanu, et al, kolom ekstraksi selama 72 jam. Bungkil
2007). Dari penelitian sebelumnya, dapat wijen rendah lemak yang diperoleh
diketahui suhu penyangraian pada 180oC memiliki kandungan lemak <1%.
selama 30 menit dan pada 220oC selama Bungkil wijen rendah lemak tersebur
30 menitmenghasilkan minyak wijen kemudian dikeringanginkan pada suhu
dengan karakteristik warna dan aroma ruang dilanjutkan dengan pengecilan
yang baik dan disukai panelis, dan ukuran dan pengayakan hingga lolos
kandungan antioksidan yang tinggil ayakan 60 mesh. Tepung wijen rendah
(Siswanti, 2011). Untuk dapat lemak kemudian dikemas dalam kantong
mengoptimalkan pemanfaatan bungkil polietilen dan disimpan dalam ruang
wijen sebagai sumber protein nabati, dingin pada suhu 4o C sampai dengan
perlu diketahui sifat sifat fungsional digunakan.
159
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
160
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
161
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pH 4 (titik isoelektris pada penelitian ini) penyerapan air memberikan hasil sampel
dan terus meningkat pada pH di atas pH isolat protein dari biji wijen yang telah
isoelektrisnya. Dari profil kelarutan mengalami penyangraian memiliki
protein tersebut, ekstraksi protein kemampuan penyerapan air yang lebih
dilakukan dengan melarutkan protein kecil bila dibandingkan dengan isolat
pada pH 11 kemudian dilanjutkan dengan protein dari biji wijen tanpa
pengendapan pada pH 4. pH 11 penyangraian. Hal ini kemungkinan
dipilihkarena penggunaan pH di atas pH dikarenakan terjadinya denaturasi dan
11 akan menyebabkan pembentukan agregasi protein karena proses
lysinoalanine yang bersifat toksin selain penyangraian yang menyebabkan
membutuhkan NaOH dan HCl yang lebih berkurangnya kemampuan protein dalam
banyak (Marnoch dan Diosady, 2006). berikatan dengan air.
Proses ekstraksi protein dari tepung wijen
rendah lemak menghasilkan isolat protein Tabel 2. Sifat Fungsional Isolat Protein
dengan protein recovery dan kandungan Wijena
protein untuk masing-masing perlakuan Sifat Fungsional P0 P180 P220
Kemampuan Menyerap 377,432,66a 352,511,95c 360,61,98b
sebesar 55,522,84% dan 90,882,65% Air (WAC) (%)
ab b
Kemampuan Menyerap 263,98,89 271,786,05 254.312,25ac
untuk P0; 46,92,13% dan 90,953,9% Minyak (OAC) (%)
a a
Kemampuan Pembentukan 12 12 12a
untuk P180; dan 38,378,19% dan Gel (LGC)
(% w/v)
92,483,63% untuk P220. Hasil tersebut Kemampuan Pembentukan 196,532,2a 190,410,92a 197,866,33a
buih (%)
menunjukkan bahwa penyangraian pada Stabilitas buih (%)
30 min 75,764,38a 62,025,08b 75,892,83a
proses ekstraksi minyak memberikan 60 min 64,046,45a 35,787,52b 60,431,68a
90 min 54,269,37a 25.455.84b 50.363.33a
pengaruh nyata (p<0,05) pada protein a
120 min 41,0511,76a 19,225,65b 35,058,34a
recovery dimana semakin tinggi suhu Data merupakan rerata dari 3 ulangan. Data yang
diikuti dengan angka yang berbeda pada baris
penyangraian memberikan protein yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
recovery yang semakin kecil. Hasil ini
serupa dengan hasil penelitian yang 3.4. Kemampuan penyerapan air
dilakukan oleh Akaerue dan Onwuka Kemampuan penyerapan air
(2010) pada pembuatan isolat protein merupakan sifat fungsional dari protein
mungbean dan Hojilla-Evangelista dan yang menentukan tekstur dari produk
Evangelista (2006) pada protein biji yang dihasilkan. Hasil pengujian
Cuphea. Berkurangnya protein recovery kemampuan penyerapan air memberikan
ini kemungkinan disebabkan oleh hasil sampel isolat protein dari biji wijen
agreagasi protein karena pemanasan yang telah mengalami penyangraian
(Adebowale, 2008) dan juga terbukanya memiliki kemampuan penyerapan air
rantai protein yang menyebabkan rantai yang lebih kecil bila dibandingkan
samping hidrofobik menjadi keluar dengan isolat protein dari biji wijen tanpa
sehingga protein menurun kelarutannya penyangraian. Hal ini kemungkinan
(Sathe, et al., 1982). dikarenakan terjadinya denaturasi dan
agregasi protein karena proses
3.3. Sifat fungsional isolat protein penyangraian yang menyebabkan
Sifat fungsional dari isolat protein berkurangnya kemampuan protein dalam
wijen dapat dilihat pada Tabel 2. berikatan dengan air. Berkurangnya
kemampuan penyerapan air karena proses
3.4. Kemampuan penyerapan air pemanasan ini juga terjadi pada
Kemampuan penyerapan air merupakan penelitian Hojilla-Evangelista dan
sifat fungsional dari protein yang Evangelista (2006) pada protein biji
menentukan tekstur dari produk yang Cuphea sebesar 273% setelah pemanasan
dihasilkan. Hasil pengujian kemampuan dibandingkan 370% pada perlakuan
162
Prosiding Seminar Nasional APTA,
APTA 23-24 November 2011
kontrol dan Yagoub dan Abdalla (2007) pada isolat protein wijen dan Lqari, et al.
pada biji kacang tanah sebesar 216% (2002) pada isolat protein lupin.
pada perlakuan penyangraian
dibandingkan 487% pada perlakuan 3.7. Kemampuan pembentukan buih
kontrol. Kemampuan penyerapan air pada Hasil pengujian memberikan hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan bahwa proses penyangraian pada biji
kemampuan penyerapan air konsentrat
kons wijen tidak memberikan pengaruh yang
protein wijen pada penelitian Onsaard, et nyata (p>0,05) terhadap kemampuan
al.. (2010) sebesar 350% dan lebih tinggi pembentukan buih. Hasil pengujian
bila dibandingkan dengan isolat protein kemampuan pembentukan buih pada
wijen pada penelitian Gandhi dan penelitian ini lebih tinggi bila
Srivastava (2007) sebesar 200-240%.
240%. dibandingkan dengan kemampuan
pembentukan
bentukan buih konsentrat protein
3.5. Kemampuan penyerapan minyak wijen sebesar 82% (Onsaard, et al.,
Hasil pengujian kemampuan 2010). Perlakuan penyangraian
penyerapan minyak menunjukkan memberikan pengaruh yang nyata
terjadinya peningkatan kemampuan terhadap stabilitas buih (p<0,05) dimana
penyerapan minyak dari 263,98,89% perlakuan penyangraian pada 180oC 30
pada P0 menjadi 271,786,05% pada P180 menit memiliki stabilitas buih yang lebih
dan kembali turun 254,312,25% pada rendah bila dibandingkan dengan
P220. Terjadinya peningkatan ini perlakuan P0 dan P220 (Gambar 1).
kemungkinan dikarenakan terbukanya Penurunan stabilitas buih pada perlakuan
struktur
tur molekul protein selama P180 kemungkinan disebabkan oleh
pemanasan yang menyebabkan terjadinya agregasi protein yang
meningkatnya rantai samping asam menyebabkan berkurangnya kemampuan
amino hidrofobik yang dapat berikatan protein dalam membentuk buih.
dengan minyak (Akaerue dan Onwuka, Peningkatan kembali stabilitas
ilitas buih pada
2010). Kemampuan penyerapan minyak perlakuan P220 kemungkinan disebabkan
isolat protein wijen pada penelitian ini oleh bertambahnya rantai samping yang
mirip dengan kemampuan an menyerapan bersifat polar karena terbukanya rantai
minyak pada konsentrat protein wijen protein setelah pemanasan (Akaerue dan
pada penelitian Onsaard, et al. al (2010) Onwuka, 2010).
sebesar 269% namun lebih rendah bila
dibandingkan dengan kemampuan
penyerapan minyak isolat protein wijen
pada penelitian Gandhi dan Srivastava
(2007) sebesar 378%.
163
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
164
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
165
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
The experiment was carried out to study the quality evolution of Jonagored apples
(Mallus domesticacv. Borkh) during 14 days of shelf life prior to controlled atmosphere (CA)
storage. The apple were harvested from the Fruitteelt centrum (Velm, Belgium) in 24
September 2010 (optimal picking) and 8 October 2010 (late picking) and were stored at 18
C and 65% RH to mimic the shelf life condition. The apple then were measured for colour,
firmness, soluble solid content (SSC), titratable acidity, ethylene production rate, O2
consumption rate, CO2 production rate and respiratory quotient (RQ) at 0, 7 and 14 days after
harvest.
The colour was measured at five random positions on the surface of each apple using
a Minolta CM-2500D Spectrophotometer. The fruit firmness was determined using a LRX
material testing system with a load cell of 500N . The firmness was calculated as the
maximum force needed by a plunger with a surface of 1 cm2 to penetrate the apple over a
depth 8 mm with a speed of 8mm/s. Acid content was determined from a six apple composite
sample by titrating 10 ml of apple juice with 0,1 N Natrium hydroxide until pH = 8,1 was
reached. SSC was measured using a digital refractometer and it is expressed as Brix.
Ethylene concentration of the headspace was determined by gas chromatography with Flame
Ionisation Detector (FID, air flow : 300ml/min; H2F flow : 35 ml/min) detection. The
respiration rate measurement was done by measuring 02 consumption and CO2 production of
an individual apple inside the jar. The 02 and CO2 concentrations were determined by gas
chromatography with Thermal Conductivity Detector (TCD) detection
There was a significant effect of shelf life duration in colour of the apple. The apple
turn its colour from green to yellowish green at the end of shelf life. The optimal-picked
apple had a greener colour than the late-picked apple at 0 and 7 days of shelf life except at 14
days where the older apple had a greener colour. Although the effect was not consistent,
firmness of apple was affected by shelf life and picking time as well. Firmness decreased
along shelf life and the optimal-picked apples were firmer than the late-picked apple. Apples
acidity decreased during shelf life from 8,43 mL NaOH (optimal-picked apple) and 8.85 mL
NaOH (late-picked apple) to 7.58 mL NaOH (optimal-picked apple) and 7.03 mL NaOH
(late-picked apple) at the end of shelf life. Yet, acidity was not affected by picking time.
Ethylene was considerably increased throughout shelf life and the late-picked apple had a
higher ethylene production level than the optimal-picked apple. Optimal-picked apple had a
lower respiration rate than the late picked apple. Older apple consumed oxygen and produced
carbon dioxide at a higher rate than the younger apple. Moreover, respiration rates as
represented by O2 consumption rate, CO2 production rate and respiratory quotient (RQ)
tended to increase along shelf life.
166
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Key words: Apple quality, colour, firmness, titratable acidity, soluble solid content, ethylene,
O2 production, CO2 production, respiratory quotient
167
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
is too small in comparison to the overall biosynthesis will inhibit not only ripening
amount of water present in the product, but also the production of characteristic
and heat production measurements need to aroma volatiles (Yahia, 1991). (Bower et
be carried out in adiabatic setups, which al., 2003) reported that storage of Bartlett
are not easy to realize (Nicola et al., pears at either 1 or 2 C with 3 different
2009). ethylene levels (0, 1, 5 or 10 l l1 )
Ethylene (C2H4) is a naturally increased the incidence of physiological
produced, simple two carbon gaseous plant disorders. However, the effect of ethylene
growth regulator that has numerous effect was minor compared with the influence of
on growth, development and storage live temperature.
of many fruit, vegetables, and ornamental In order to design an appropriate
crops in very low concentration, from part cold storage system for long time storage
per million (ppm, l l-1) to part per billion of apple, study of apples quality evolution
(ppb, nl l-1). It is flammable, readily and respiration characteristics in shelf life
diffuses within and from the tissue and its condition should be carried out. Another
production is promoted by stress and importance of the study was to gain a data
wounding. This stress-induced ethylene for comparison with after storage
can also accelerate fruit ripening. measurement.
Harvested fruit and vegetables may be
intentionally or unintentionally exposed to
biologically active levels of ethylene and 2. MATERIAL AND METHODS
both endogenous and exogenous source of 2.1 Material
ethylene contribute to its biological Jonagored apples (Mallus domesticacv.
activity (Saltveit, 1999; Taiz & Zeiger, Borkh) were harvested in September and
2002) October 2010 at the Fruitteelt centrum
Ethylene accelerates fruit ripening (Velm, Belgium). To investigate maturity
and a dramatic increase in ethylene effects on quality evolution during storage,
production closely related with initiation apples were harvested at the commercial
of ripening. In many fruits, ripening is harvest time (24 September 2010) and a
characterised by a climacteric rise in late harvest time (8 October 2010). After
respiration and ethylene production. harvesting, apples were sorted and all the
Apples, bananas, avocados, mangoes, and diseased, damaged, without stalk or too
tomatoes are examples of climacteric class small ones were discarded. The sound
of fruit. Exposure to ethylene has been apples were then randomized and kept at
shown to increase softening of some fruits 1C and 65% RH for 14 days to mimic the
even during cold storage. In apple, shelf life condition. At 0, 7 and 14 days of
removal of ethylene from controlled shelf life, the apple were measured for
atmosphere chambers has been shown to colour, firmness, soluble solid content,
reduce softening of varieties such as tiitratable acidity, ethylene production rate,
Bramleys Seedling, and Golden O2 consumption rate, CO2 production rate
Delicious (Knee & Hatfield, 1981). The and respiratory quotient (RQ).
firmness of many ripening fruit and
vegetables decreases after an ethylene 2.2 Methods
treatment. In the short term this is The experiment was performed in the
beneficial especially when associated with Flanders Centre for Postharvest
ripening. But, in long term ripening can Technology/Laboratory of Postharvest
progress into senescence and the flesh can Technology, Departme nt of Biosystem
become too soft. By stimulating fruit Katholieke Universiteit Leuven Belgium.
ripening, ethylene enhances taste and
2.2.1 Colour
flavour. Therefore, inhibition of C2H4
168
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Colour is one of the parameters over a depth 8 mm with a speed of 8mm/s.
used to evaluated the quality change of The whole apple was placed on a
apples during storage. The colour was cylindrical cup (instead of cutting it in to
measured at five random positions on the half). The firmness measurements were
surface of each apple using a Minolta CM- performed on two opposite sides of each
2500D Spectrophotometer (Minolta apple. The results were averaged and
Camera Co., Ltd). The results were expressed as kgf.
averaged.
This spectrophotometer expresses 2.2.3 Soluble Solid Content
colours as precise numerical values, SSC was measured using a digital
relying on advanced optoelectronic refractometer (Atago Co., Ltd). The
technology. It provides high accuracy and measurement was done on two opposite
the ability to measure absolute colours. sides of each apple. A juice sample was
The apple is illuminated by two pulsed taken with a Pasteur pipette, put on the
xenon lamps. Multiple sensor segments prism of the refractometer and push the
receive light (in the visible-light range) start/off switch. The Brix value was
from the object and transmit information recorded and the results were averaged.
to the microcomputer. The microcomputer
2.2.4 Titratable Acidity
determined the spectral reflectance based
Acid content was determined from
on information from the spectral sensor.
a six apple composite sample by titrating
The results are displayed as numerical
10 ml of apple juice with 0,1 N Natrium
values in L*a*b colour space as shown in
hydroxide until pH = 8,1 was reached
the figure below
using a 702 SM Titrino (Metrohn Ion
Analysis Metrohn Ltd). The result were
averaged and expressed as volume of
NaOH 0,1 N consumed (ml NaOH 0,1 N)
2.2.5 Ethylene
To determine the ethylene
production rate, the apples were
individually placed in airtight glass jars.
Then it was flushed with humidified air for
minimally 3 hours. Ethylene concentration
of the headspace was determined by gas
chromatography with Flame Ionisation
Detector (FID, air flow : 300ml/min; H2F
flow : 35 ml/min) detection (Compact GC,
The L* value represents the lightness of
Interscience, Louvain-la-Neuve,
apple on the scale of 0 to 100, a* gives the
Belgium).The ethylene concentration from
values from green to red (-60 to +60), b*
the GC is expressed in part per million
gives the values from blue to yellow (-60
(ppm). On the other hand, the ethylene
to +60).
production rate is expressed in nmol/kg.s.
Therefore, to express ethylene in desired
2.2.2 Firmness
unit we convert ethylene concentration in
The fruit firmness was determined
ppm by using the ideal gas law
=> = ?@
using a LRX material testing system
(Lloyd Instruments Ltd) with a load cell of
(2.1)
500N . the firmness was calculated as the
With P pressure of the gas (bar); V volume
maximum force needed by a plunger with
of the gas (m3); n mol of the gas ; R is the
a surface of 1 cm2 to penetrate the apple
gas constant (0.08314472 bar.m3/kmol.K)
169
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
ZE[
and T is the absolute temperature of the ?Y = (2.4)
gas (Kelvin). Z[
2.2.6 Respiration
The respiration rate measurement
was carried out by measuring 02
consumption and CO2 production of an
individual apple inside the jar. The 02and
CO2concentrations were determined by
gas chromatography with Thermal
Conductivity Detector (TCD) detection Values followed by same capital letters
(Compact GC, Interscience, Louvain-la-
Louvain within the same picking time are
Neuve, Belgium).). The measured values of statistically not significant. Values within
oxygen and carbon dioxide were expressed the same shelf life (0,7 and 14 days
as percentage and then were converted to followed by same small letters are not
molar concentration according to ideal gas statistically significant.
law.
The respiratory quotient (RQ) was
calculated by :
170
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.1 Colour colour than b* mean the apple changed it
colour from green to yellow indicates the
a* colour action of chlorophylase, a chlorophyll
degradation enzime and synthesis of
40 another pigments such as carotenoids
a* colour
50
It was also revealed that at harvest the
0 Optimal
a*colour of the late-picked apple was
higher than that of the optimal-picked 0 7 14 Late
apple and that the late-picked apple had Days of shelf life
always a higher a* value during shelf life
days. Interestingly, at the end of shelf Figure 2. b* colour evolution of Jongored
lifeoptimal-picked apple scored a higher apples stored in shelf life condition for 0, 7
a*value than the late-picked apple. The and 14 days
change of b* value (Fig.2) was less
prononcoued than that of the a*value. At It was shown that firmness decreased
0 and 7 days no differences among picking during shelf life. For the optimal-picked
time were found. It can be observed from apple, the apple become softer after 7 days
figure that only at the end of shelf life, the of harvest. There was no significant
late-picked apple had a considerable difference observed between firmness at 7
increase in b*value compared to the day and that of 14 day. The late-picked
optimal-picked apple. Colour change of apple scored the lowest firmness at the end
apple reflects the degradation of green- of shelf life. Picking time seemed to have
pigment chlorophyll following ripening an effect only after 14 days of shelf life in
processes of fruit. During which the optimal-picked apple were
ripening,alteration in pigmentation significantly firmer (7.33 kgf) than the
normally involves the loss of chlorophyll late-picked apple (6.94 kgf).
and the synthesis of other pigment such as
carotenoids and anthocyanins or the
unmasking of these pigments which were
formed earlier in the development of the
fruit. A* value represents greenes (a
continum from green to red) of an apple
while b*value reflects contimum from blue
to yellow. A more distinct change in a*
171
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
of the optimal-picked apple increased
drastically along the shelf life period,
whereas the riper apple maintain its
soluble solid content. One explanation was
that a rapid starch degradation and
synthesis of sugar was took place and the
optimal picked apple still had more starch
than the late-picked apple (Thammawong
& Arakawa, 2010). However, after 14 days
sugar content of both optimal and late-
picked apple were similar implies that both
apple had a same starch and sugar content.
Figure 3. a* and b* colour coordinate
shifting for the optimal (blue) and late- 3.3 Soluble Solid Content
picked apple (red) during 14 days of shelf
life. S-O: a* and b* colour value at harvest 17.5 SSC
for the optimal-picked apple; S-L: a* and
Brix
15
b* colour value at harvest for the late- 12.5 Optimal
picked apple
10 Late
3.2 Firmness 0 7 14
Days of Shelf life
Firmness Figure 5. SSC evolution of Jonagored
10
apples stroed in shelf life condition for 0, 7
Firmness (kgf)
7.5
and 14 days
5
Optimal
2.5
Late 3.4 Titratable Acidity
0
0 of 7shelf life
Days 14
Acidity
Figure 4. Firmness evolution of Jonagored 10.5
apples stored in shelf life condition for 0, 7
Titratable acidity
9
7.5
(mL NaOH)
and 14 days 6
4.5 Optimal
At the cellular level, firmness 3
1.5 Late
depends on cell size, cell wall thickness 0
and strength, turgor pressure and the 0 7 14
manner in which cells bind together. Days of Shelf life
Dissolution of middle lamella and Figure 6. Acidity evolution of Jonagored
disassembly of cell walls facilitated by the apples stored in shelf life condition for 0, 7
composite action of hydrolytic enzymes in and 14 days
the fruit, namely, polygalacturonase,
pectinesterase, B-galactosidase, pectate Acidity evolution was also
lyase, and cellulase is the main factor influenced by apple maturity. The more
causing softening of fruit. Firmer apples mature apple loss noticeably it acidity and
undergo less bruising and loss in scored the lowest acidity (7.03 mL NaOH)
postharvest handling process(Konopacka compared to the optimal-picked (7.58 ml
& Plocharski, 2004). NaOH) at the end of shelf life (Fig.6). A
At harvest, the riper apple considerably number of organic acids in fruit are
had a higher sugar content than the responsible for acid taste. The acids which
younger apple. The soluble solid content are usually present in relatively large
172
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
quantities are malate, citrate and tartarate. the late-picked apple started the ripening
Malic acid is the predominates acid in process earlier than the optimal-pikced
apple. During apple fruit ripening the apple.
levels of malic acid decrease due to the
action of malic enzyme. The decline in 3.5 Respiration
acidity is due to the cellular respiration
activity in which organic acids serve as 3.5.1 O2 consumption rate
substrates that enter into the Krebs cycle to
gain small amount of energy for repair Oxygen consumption rate
processes (Taiz and Zeiger, 2002). At
Oxygen consumption
300
rate (nmol/kgs)
harvest the late-picked apples were more
200
acidic than the optimal-picked apples. This Optimal
100
was unagreement with firmness and SSC
0 Late
results in wich the more mature apple
scored a higher firmness and SSC. One 0 7 14
Days of Shelf life
explanation is that the rate of acid
Figure 8. Oxygen consumption rate of
transformation were slower than the the
Jonagored apples stroed in shelf life
rate of middle lamelladissolution and
condition for 0, 7 and 14 days
disassembly of cell walls as reflected by
firmness as well as the rate of sugar It can be seen from figure.8 that at
synthesis from starch as reflected in SSC. harvest and at 7 days of shelf life picking
time had a considerable effect on oxygen
consumption of the apple. The more
Ethylene
mature the apple, the more the oxygen
consumption of the apple. Except at 7 days
Ethylene production rate of shelf life, there were a trend of
0.25
Ethyelene production
173
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5.2 CO2 production rate Later picking time of apple resulted in a
higher respiratory quotient (RQ) value of
apple. However the effect of shelf life was
300 absence. The RQ values in this research
CO2 production rate
174
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
respiration rates. It was also depicted that Konopacka D & Plocharski WJ (2004)
the longer the shelf life duration the Effect of storage conditions on the
greater the alteration of the quality relationship between apple firmness
attributes. and texture acceptability. Postharvest
Biology and Technology32, 205-211.
5. REFERENCES Looney NE & Patterson ME (1967)
Abbott JA (1999) Quality measurement of Chlorophyllase Activity in Apples and
fruits and vegetables. Postharvest Bananas during the Climacteric Phase.
Biology and Technology, 207225. Nature214, 1245-1246.
Almela L, Fernndez-Lpez JA, Candela Nicola BM, Hertog MLATM, Ho QT,
ME, Egea C & Alczar MD (1996) Verlinden BE & Verboven P (2009)
Changes in Pigments, Chlorophyllase Gas Exchange Modelling. In Modified
Activity, and Chloroplast and Controlled Atmospheres for the
Ultrastructure in Ripening Pepper for Storage, Transportation, and
Paprika. Journal of Agricultural and Packaging of Horticultural
Food Chemistry44, 1704-1711. Commodities
Barrett, Beaulie & Shewfelt (2010) Color, pp. 93 - 110 [EM Yahia, editor]. Boca
Flavor, Texture, and Nutritional Raton/London/New York: CRC Press.
Quality of Fresh-Cut Fruits and Nicola BM, Lammertyn J, Schotsmans W
Vegetables: Desirable Levels, & Verlinden BE (2005) Gas Exchange
Instrumental and Sensory Propertiesof Fruit and Vegetables
Measurement, and the Effects of In Enggineering Properties of Foods, pp.
Processing. Critical Reviews in Food 645-677 [MA Rao, SSH Rizvi and AK
Science and Nutrition50, 369-389. Datta, editors]. Boca Raton: CRC
Bower JH, Biasi WV & Mitcham EJ Press.
(2003) Effect of ethylene in the Paull RE (1999) Effect of temperature and
storage environment on quality of relative humidity on fresh commodity
[`]Bartlett pears'. Postharvest Biology quality. Postharvest Biology and
and Technology28, 371-379. Technology15, 263-277.
Gasser F, Eppler T, Naunheim W, Saltveit AAKaME (2003) Respiration and
Gabioud S & Bozzi Nising A (2010) Gas Exchane. In Postharvest
Dynamic CA Storage of Apples: Physiology and Pathology of
Monitioring of the critical Oxygen Vegetables, pp. 7 - 30 [JABaJK
Concentration and Adjustment Of Brecht, editor]. New York: Marcel
Optimum Conditions During Oxygen Dekker.
Reduction. In Acta Hort, pp. 39-46: Saltveit ME (1999) Effect of ethylene on
ISHS. quality of fresh fruits and vegetables.
Kader AA (1986) Biochemical and Postharvest Biology and
physiological basis for effects of Technology15, 279-292.
controlled and modified atmospheres Sas P (1993) Fruit Storage. Budapest:
on fruits and vegetables. Food Mezo Gazda.
Technology40, 99-104. Taiz L & Zeiger E (2002) Plant
Kader AA (1999) Fruit Maturity, Ripening Physiology, 3rd Edition ed: Sinauer
and Quality Relationships. Associates.
Kays SJ & Paull RE (2004) Postharvest Thammawong M & Arakawa O (2010)
Biology. Athens, Georgia: Exon Press. Starch to Sugar Conversion in
Knee M & Hatfield S (1981) BENEFITS "Tsugaru" Apples under
OF ETHYLENE REMOVAL Ethylene and 1-Methylcyclopropene
DURING APPLE STORAGE. Annals Treatments. Journal of Agriculture
of Applied Biology98, 157-165. Science and Technology12, 617-626.
175
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Yahia EM (1991) Production of Some
Odor-active Volatiles by `McIntosh'
Apples following Low-ethylene
Controlled-atmosphere Storage.
HortScience26, 1183-1185.
176
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
OPTIMASI KELARUTAN, RENDEMEN DAN HIGROSKOPISITAS SERBUK
PERISA ALAMI RAJUNGAN(Portunus Pelagicus) (KAJIAN FAKTOR SUHU
PENGERINGAN DAN LAMA PENGERINGAN).
Abstract
Indonesia sebagai negara maritim, mempunyai potensi hasil perikanan laut sangat
berlimpah. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah rajungan. Ekspor rajungan
beku sebesar 2813,67 ton/ tahun berupa rajungan tanpa kulit (cangkang), kepala, ekor, dan
kaki, serta rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4312,32 ton/
tahun. Limbah pengolahan daging rajungan yang cukup besar berupa cangkang (kepala,
cangkang, kaki, dan sisa-sisa daging yang tidak terikut diolah) yaitu dalam satu ekor rajungan
dengan bobot tubuh berkisar antara 100 350 gr, terdapat limbah padat dan daging yang
tidak ikut terolah sekitar 51 177 gr atau sekitar 25 50 % bobot tubuh. Salah satu
pemanfaatan limbah pengolahan daging rajungan ini yaitu dijadikan sebagai bahan utama
pembuatan serbuk perisa alami makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kombinasi yang tepat antara suhu dan
lama pengeringan sehingga produkperisa rajungan yang dihasilkan memiliki kelarutan,
higroskopisitasdan rendemen yang optimal.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang pada bulan Juni 2011.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain produk samping industri
pengolahan daging rajungan yang diperoleh dari salah satu UKM (Usaha Kecil Menengah) di
daerah Kabupaten Lamongan, gula pasir, garam, dan bawang putih dan Dekstrin. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam Metode Respon Permukaan adalah Rancangan Komposit
Terpusat (Central Composit Design) dengan menggunakan 2 faktor perlakuan yaitu lama
pengeringan dan suhu pengeringan. Pengulangan dilakukan pada titik tengah (X=0) sebanyak
5 kali. Respon yang diuji adalah kelarutan, higroskopisitas, dan rendemen.Pengolahan data
menggunakan program Design-Expert DX7 Trial.
Hasil perlakuan optimal pada pembuatan serbuk perisa alami rajungan dari limbah
pengolahan daging rajungan yaitu pada suhu pengeringan 60,54oC dan lama pengeringan 22
jam dengan nilai kelarutan sebesar 84,61%, rendemen sebesar 24,53%, dan higroskopisitas
sebesar 5,89%. Perbandingan dengan produk pembanding yang mempunyai nilai kelarutan
sebesar 89,28% dan higroskopisitas sebesar 16,33%.
Kata kunci: Limbah Pengolahan Daging Rajungan, Perisa Alami, Suhu Pengeringan, Lama
Pengeringan.
177
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
rajungan. Berdasarkan data Departemen (Aji, 2010). Karena dengan menggunakan
Kelautan dan Perikanan (2005), ekspor metode foam mat drying diharapkan proses
rajungan beku sebesar 2813,67 ton/tahun pengeringan akan lebih cepat, yang
berupa rajungan tanpa kulit, kepala, ekor, selanjutnya akan menghemat biaya
dan kaki, serta rajungan tidak beku (bentuk produksi. Sehingga relatif terjangkau dan
segar maupun dalam kaleng) sebesar mudah diaplikasikan untuk Usaha Kecil
4312,32 ton/ tahun. Menengah (UKM).
Setiap industri pengolahan pasti Pembuatan serbuk perisa alami dari
menghasilkan produk sampingan (limbah). produk samping industri pengolahan
Industri pengolahan daging rajungan juga daging rajungan perlu mempertimbangkan
pasti menghasilkan produk samping. beberapa faktor, diantaranya yaitu suhu dan
Produk samping dari pengolahan daging lama pengeringan. Suhu dan lama
rajungan yang cukup besar berupa (kepala, pengeringan dalam pengolahan produk
cangkang, kaki, dan sisa-sisa daging yang samping industri pengolahan daging
tidak terikut diolah) yaitu dalam satu ekor rajungan menjadi perisa tersebut menjadi
rajungan dengan bobot tubuh berkisar penting karena suhu dan lama pengeringan
antara 100 350 gr, terdapat limbah padat menentukan kualitas perisa dan biaya
dan daging yang tidak ikut terolah sekitar produksi. Kualitas perisa yang dimaksud
51177gr atau sekitar 25 50 % bobot adalah mengacu pada kelarutan, rendemen
tubuh (Multazam, 2002). Produk samping dan higroskopisitas. Oleh karena itu perlu
tersebut selama ini belum dimanfaatkan dilakukan suatu penelitian optimasi proses
secara optimal dan hanya terbuang begitu pengeringan pada pembuatan perisa alami
saja khususnya produk samping padat. dari produk samping industri pengolahan
Salah satu pemanfaatan produk daging rajungan dengan kajian penentuan
samping industri pengolahan daging suhu pengeringan dan lama pengeringan
rajungan ini yaitu dijadikan sebagai bahan sehingga akan menghasilkan kelarutan,
utama pembuatan serbuk perisa alami rendemen, dan higroskopisitas yang
makanan karena masih memiliki aroma dan optimal dari perisa rajungan yang
rasa rajungan yang kuat. Saat ini belum dihasilkan.
banyak perisa alami dengan aroma dan rasa Untuk memperoleh kombinasi yang
seafood dalam hal ini rajungan. Perisa tepat antara suhu dan lama pengeringan
alami merupakan perisa makanan yang sehingga produk perisa rajungan yang
berasal dari bahanbahan alami yang dihasilkan memiliki kelarutan,
tentunya lebih aman dan sehat dikonsumsi higroskopisitas dan rendemen yang
daripada penyedap rasa sintetik. Oleh optimal.
karena itu pembuatan serbuk perisa alami
dari produk samping industri pengolahan 2. METODE PENELITIAN
daging rajungan sangat berpotensi sebagai Penelitian dilaksanakan di
alternatif perisa makanan dengan rasa dan Laboratorium Teknologi Agrokimia,
aroma seafood, misalkan untuk masakan, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
kerupuk, maupun snack. Pasar untuk Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
produk ini cukup besar yaitu untuk industri Brawijaya Malang
makanan, snack, dan bisnis kuliner Penelitian dimulai dengan
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah penelitian pendahuluan dilakukan untuk
dari produk samping tersebut. mengetahui kisaran lama pengeringan dan
Pembuatan perisa alami ini suhu pengeringan. Selanjutnya pembuatan
menggunakan metode foam mat drying. filtrat pekat produk samping industri
Foam mat drying merupakan teknik yang pengolahan daging rajungan yaitu pertama
umum digunakan untuk membuat bahan diambil 5 kg produk samping industri
segar menjadi bentuk instan atau tepung pengolahan daging rajungan, dikecilkan
178
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ukurannya (dihancurkan) dan ditambahkan karena jika kadar air tinggi terbentuk
air dengan perbandingan bahan : air yaitu 1 gumpalangumpalan sehingga bahan
: 2. Setelah itu dipanaskan dengan suhu membutuhkan waktu yang relatif lama
100oC selama 60 menit, kemudian disaring untuk memecah ikatan antar partikel dan
dan ampas dibuang, diperoleh filtrat yang kemampuan produk untuk larut menurun,
kemudian dipekatkan sampai volumenya sebagai akibat total padatan yang tersaring
menjadi setengah. pada kertas saring meningkat.
Setelah itu diambil 200 ml filtrat
pekat untuk pembuatan serbuk perisa Tabel 1. Data Respon Kelarutan
rajungan, kemudian ditambahkan dekstrin, Variabel Asli
bawang putih, gula, garam, dan dicampur Respon
Suhu Lama
menggunakan blender sampai merata Kelarutan
pengeringan pengeringan
(%)
selanjutnya di mixer (pengaduk) untuk (oC) (jam)
membentuk foam. Setelah itu dikeringkan 60 22 82,83
menggunakan oven dengan suhu 55,86oC, 80 22 88,49
60oC, 70oC, 80oC, 84,14oC selama 21 jam 60 26 84,55
10 menit, 22 jam, 24 jam, 26 jam, 26 jam 80 26 88,88
50 menit, kemudian dihancurkan, diayak 55,86 24 84,55
(60 mesh), dan dihasilkan serbuk perisa. 84,14 24 89,09
Serbuk perisa tersebut dianalisa fisik antara 21,17 (21
lain kelarutan, higroskopisitas, dan 70 jam 10 87,04
rendemen untuk dianalisa menggunakan menit)
metode RSM (Respon Surface 26,83 (26
Methodology). 70 jam, 87,67
50 menit)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 70 24 87,38
3.1. Respon kelarutan 70 24 87,49
Berdasarkan hasil penelitian,
70 24 87,29
diketahui bahwa kelarutan terkecil yaitu
70 24 87,49
82,83% yang diperoleh pada penentuan
70 24 87,25
suhu pengeringan 60oC dan lama
pengeringan selama 22 jam, sedangkan
kelarutan terbesar yaitu 89,09% pada suhu 3.2. Optimasi respon kelarutan
pengeringan 84,14oC dan lama pengeringan Berdasarkan hasil analisis
24 jam. Data respon kelarutan dapat dilihat penentuan model, desain model yang
pada Tabel 1. terpilih pada respon kelarutan adalah model
Berdasarkan Tabel 1 semakin besar linier. Nilai P pada model ini adalah
suhu pengeringan, maka semakin tinggi <0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
respon kelarutan. Hal ini dapat dilihat P <0,0001 lebih kecil dari peluang
dengan terjadi kenaikan nilai kelarutan kesalahan dari model 0,05 yang berarti
bahan apabila suhu pengeringan model berpengaruh nyata terhadap respon.
ditingkatkan dari suhu 60 C ke 80oC
o Model ini memiliki standar deviasi yaitu
dengan lama pengeringan yang sama yaitu 0,77 dengan R2 terkoreksi (R2
22 jam, kelarutan 82,83% menjadi 88,49%. Adjusted)0,8267. Dari hasil R2 terkoreksi
Hal ini sesuai dengan Yunizal (1999) yang ini, dapat dikatakan bahwa data yang
berpendapat bahwa kelarutan berhubungan menunjang model sebesar82,67%.
dengan suhu pengeringan yang juga Hasil analisis ragam (Anova)
berdampak pada kadar air bahan, dimana menunjukkan bahwa model respon
suhu semakin rendah (kadar air tinggi) kelarutan lebih dipengaruhi secara nyata
kelarutan cenderung semakin rendah, oleh faktor suhu pengeringan dari pada
lama pengeringan. Hal ini ditunjukkan
179
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan nilai P suhu pengeringan kurang cenderung semakin kecil, karena jika kadar
dari 5% yaitu <0,0001 (peluang kesalahan air tinggi terbentuk gumpalangumpalan
P<0,05), sedangkan nilai P pada lama sehingga bahan membutuhkan waktu yang
pengeringan yaitu 0,1963. Model relatif lama untuk memecah ikatan antar
persamaan linier pada respon kelarutan partikel dan kemampuan produk untuk
sebagai berikut: larut menurun, sebagai akibat total padatan
Y1= + 68,06243 + 0,20513X1 + 0,18756X2 yang tersaring pada kertas saring
Pada persamaan tersebut diketahui bahwa meningkat.
Y1 adalah kelarutan (%), X1 adalah suhu
pengeringan (oC) dan X2merupakanlama 3.3. Respon rendemen
pengeringan (jam) Persamaan model Diketahui dari hasil penelitian
tersebut membentuk kurva respon bahwa rendemen terkecil yaitu 19,92%
permukaan seperti yang ditunjukkan pada yang diperoleh pada penentuan suhu
Gambar 1. pengeringan 70oC dan lama pengeringan
Gambar 1 memperlihatkan bahwa selama 24 jam. Sedangkan rendemen
warna hijau adalah peralihan dari warna terbesar yaitu 24,98% pada suhu
biru tua menuju warna kuning yang pengeringan 60oC dan lama pengeringan 22
semakin kemerah-merahan atau sebaliknya. jam. Data respon rendemen dapat dilihat
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada Tabel 2.
kelarutan akan semakin tinggi pada daerah
dengan warna yang semakin merah, dan Tabel 2. Data respon rendemen
kelarutan akan semakin rendah pada daerah Variabel Asli
dengan warna yang semakin biru. Respon
Suhu Lama
Kelarutan mengalami kenaikan ketika suhu Rendemen
pengeringan pengeringan
(%)
rendah. Kelarutan mencapai nilai tertinggi (oC) (oC)
pada suhu pengeringan 80 oC dan lama 60 22 24,98
pengeringan 26 jam sebesar 89,09%. 80 22 22,58
Design points above predicted value
60 26 24,40
Design points below predicted value
89.4
80 26 23,19
87.75
55,86 24 24,94
84,14 24 22,44
Kelarutan
86.1
21,17 (21
84.45
70 jam 10 23,15
82.8
menit)
26.00
25.00 75
80
26,83 (26
24.00
23.00 65
70
70 jam, 24,04
B: Lama A: Suhu
22.00 60
50 menit)
Gambar 1. Kurva Respon Kelarutan 70 24 20,23
terhadap Suhu Pengeringan dan Lama 70 24 21,19
Pengeringan 70 24 19,92
Pada respon ini dipengaruhi oleh 70 24 22,75
suhu pengeringan dan lama pengeringan, 70 24 20,89
hal ini ditunjukkan pada grafik. Apabila
suhu rendah dan lama pengeringan rendah 3.4. Optimasi respon rendemen
maka kelarutan akan rendah. Hal ini sesuai Hasil analisis penentuan model,
pendapat Yunizal (1999) yang berpendapat desain model yang terpilih pada respon
bahwa kelarutan berhubungan suhu rendemen adalah model kuadratik.Nilai P
pengeringan yang juga berdampak pada pada model ini adalah 0,0026 atau 0,26%.
kadar air bahan, dimana suhu semakin Hal ini menunjukkan bahwa nilai P 0,26%
rendah (kadar air tinggi) kelarutan lebih kecil dari peluang kesalahan dari
180
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Design points above predicted value
model 5% yang berarti Design model
points below predicted value
Rendemen
22.45
25.00
respon rendemen lebih dipengaruhi secara 65.00
70.00
24.00
B: lama
nyata oleh faktor suhu pengeringan. Hal ini A: suhu
75.00
80.00 22.00
23.00
181
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5. Respon higroskopisitas bahwa data yang menunjang model
Diketahui dari hasil penelitian sebesar54,63%.
bahwa higroskopisitas terkecil yaitu 4,49% Hasil analisis ragam (Anova)
yang diperoleh pada penentuan suhu menunjukkan bahwa model respon
pengeringan 60oC dan lama pengeringan higroskopisitas lebih dipengaruhi secara
selama 22 jam sedangkan higroskopisitas nyata oleh faktor suhu pengeringan. Hal ini
terbesar yaitu 10,13% pada suhu ditunjukkan dengan nilai P suhu
pengeringan 84,14oC dan lama pengeringan pengeringan kurang dari 5% yaitu 0,0025
24 jam. Data respon higroskopisitas dapat (peluang kesalahan P<0,05), sedangkan
dilihat pada Tabel 3. nilai P pada lama pengeringan yaitu
Dari Data di Tabel 3 menunjukkan 0,0888. Model persamaan linier pada
bahwa semakin tinggi suhu pengeringan respon higroskopisitas sebagai berikut:
yang digunakan, maka semakin besar nilai Y3= -9,71950 + 0,13899X1 + 0,32689X2
higroskopisitas yang diperoleh. Pada persamaan tersebut diketahui
bahwa Y3 adalah kelarutan (%), X1 adalah
Tabel 3. Data respon higroskopisitas suhu pengeringan (oC) dan
Variabel Asli X2merupakanlama pengeringan (jam)
Respon
Suhu Suhu Persamaan model tersebut membentuk
Higroskopisita
pengeringa pengeringa kurva respon permukaan seperti yang
s
n n ditunjukkan pada Gambar 3.
(%)
(oC) (oC) Design points above predicted value
Design points below predicted value
60 22 4,49
9.9
80 22 7,25
60 26 5,55 8.525
H ig ro s k o p is ita s
80 26 9,20 7.15
55,86 24 6,80
5.775
84,14 24 10,13
21,17 (21 4.4
70 jam 10 7,68
menit) 26.00
25.00 75
80
26,83 24.00 70
50 menit)
70 24 8,32
Gambar 3. Kurva Respon Higroskopisitas
70 24 8,04 terhadap Suhu Pengeringan dan Lama
70 24 8,53 Pengeringan
70 24 8,32 Gambar 3 memperlihatkan respon
70 24 8,56 higroskopisitas mencapai nilai tertinggi
o
sebesar 10% pada suhu pengeringan 80 C
3.6. Optimasi respon higroskopisitas dan lama pengeringan 26 jam.
Diketahui dari hasil analisis Higroskopisitas dipengaruhi oleh suhu
penentuan model, desain model yang pengeringan dan lama pengeringan.
terpilih pada respon rendemen adalah Semakin tinggi suhu dan semakin lama
model linier.Nilai P pada model ini adalah yang digunakan dalam pengeringan bahan,
0,0044. Hal ini menunjukkan bahwa nilai P maka higroskopisitas akan semakin tinggi
0,44% lebih kecil dari peluang kesalahan serta sebaliknya apabila suhu dan lama
dari model 5% yang berarti model pengeringan rendah, maka higroskopisitas
berpengaruh nyata terhadap respon. Model akan rendah. Hal ini disebabkan kadar air
ini memiliki standar deviasi yaitu 0,9809 yang terkandung. Pada suhu pengeringan
dengan R2 terkoreksi (R2 Adjusted)0,5948. tinggi dan lama pengeringan yang lama
Dari hasil R2 terkoreksi ini, dapat dikatakan maka kadar air akan rendah, hal tersebut
yang mempengaruhi higroskopisitas. Hal
182
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ini terbukti pada batas bawah yaitu suhu Tabel 4. Solusi perhitungan terbaik hasil
pengeringan 60oC dan lama pengeringan 22 komputasi Design Expert 7.1.5
jam, higroskopisitasyang dihasilkan relatif
N Su La Kelar Rend Higrosk Desira Stat
kecil yaitu 4,49%. o hu ma utan emen opisitas bility es
Produk serbuk cenderung 60. 22. 84.60 24.53 0.5797 Sele
1 54 00 82 35 5.88728 2 cted
dipengaruhi oleh kadar air yang disebabkan 60. 22. 84.58 24.57 0.5797
oleh penggunaan suhu pengeringan. Suhu 2 44 00 67 35 5.87273 0
60. 22. 84.54 24.65 0.5795
yang digunakan tinggi akan menguapkan 3 22 00 10 97 5.84172 5
air bahan yang tinggi akibatnya kadar air 61. 22. 84.72 24.31 0.5792
4 13 00 82 55 5.96858 5
bahan rendah. Bahan yang kadar airnya 60. 26. 85.24 24.47 0.5702
rendah akan menyerap air dari udara 5 00 00 69 18 7.11926 1
60. 26. 85.27 24.42 0.5692
(higroskopisitas) yang tinggi. Hal ini 6 15 00 72 23 7.13983 0
karena penyerapan air sangat berhubungan 60. 25. 85.19 24.12 0.5567
7 00 70 06 15 7.02119 7
dengan peningkatan kohesivitas yang 80. 22. 88.59 22.36 0.4951
disebabkan oleh jembatan cairan antar 8 00 00 93 32 8.59151 4
partikel. Kohesivitas yang sangat tinggi dan 78. 22. 88.25 22.13 0.4923
9 34 00 87 97 8.36073 3
bentuk yang kering menyebabkan struktur
lapisan partikel telah terbuka secara Semakin mendekati satu maka
maksimal pada kadar air yang rendah semakin tinggi nilai ketepatan optimasinya.
(Wirakartakusumah et al.,1992). Suharto Nilai desirability tertinggi yaitu sebesar
(1991) juga menyatakan bahwa suhu 0,57972, sehingga dapat dikatakan bahwa
pengeringan yang tinggi akan tingkat ketepatan sebesar 57,972%.Titik
menyebabkan bahan mempunyai sifat optimal yang dipilih untuk dilakukan
higroskopisitas (kemampuan menyerap air verifikasi hasil adalah solusi 1 yaitu pada
di udara) menjadi tinggi. suhu pengeringan 60,54oC dan lama
pengeringan 22 jam.
3.7. Optimasi respon kelarutan, Hasil percobaan yang sudah
rendemen dan higroskopisitas pada dilakukan perlu dibandingkan dengan
desain komposit pusat produk yang sejenis yang sudah
Tujuan mengoptimalkan respon dikomersilkan untuk mengetahui kualitas
kelarutan, rendemen dan higroskopisitas yang sebenarnya. Produk pembanding yang
adalah untuk mengoptimalkan respon digunakan adalah Alsultan Cooking
tersebut secara bersama-sama sehingga Powder yang merupakan produk berupa
dihasilkan solusi optimal. Pengoptimalan kaldu bubuk dalam kemasan. Perbandingan
respon tersebut sesuai dengan batasan- kualitas fisik antara hasil percobaan dengan
batasan pada Tabel 4, Tabel 6, dan Tabel 8. produk pembanding bias dilihat pada Tabel
Berdasarkan batasan-batasan pada tabel 5.
tersebut, maka diperoleh solusi optimal Tabel 5. Perbandingan kualitas fisik serbuk
hasil komputasi dengan bantuan Design perisa alami rajungan dengan produk perisa
Expert 7.1.5 seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa Nilai
terdapat 9 solusi optimal dan hanya satu Parameter Perlakuan Produk
titik yang memiliki nilai desirability Terbaik Pembanding
tertinggi atau lebih mendekati 1. Kelarutan (%)
84,608 89,2805
Montgomery (2002), mendeskripsikan Rendemen (%)
24,5335 -
Higroskopisitas
bahwa fungsi desirability tersebut adalah (%)
5,8873 16,3265
untuk menentukan derajat ketepatan hasil
solusi optimal. Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat dilihat
bahwa ada parameter yang nilainya
berbeda antara hasil penelitian dengan
183
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
produk pembanding yaitu pada kelarutan edition by D. Hadziyev. Springer
dan higroskopisitas. Serbuk perisa alami Verlag, Berlin
rajungan hasil penelitian memiliki nilai Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005.
kelarutan lebih rendah daripada produk Statistik Data Perikanan. Departemen
pembanding, masingmasing 84,6082% Kelautan dan Perikanan. Jakarta
dan 89,2805%. Hal ini membuktikan Montgomery, DC. 2002. Design and
bahwa serbuk perisa alami rajungan hasil Analysis of Experiment 5th Edition.
penelitian kurang baik dalam hal kelarutan. John Willey and Sons, Inc. New York.
Semakin tinggi nilai kelarutan suatu produk Multazam. 2002. Prospek Pemanfaatan
serbuk, maka semakin bagus kualitas Cangkang Rajungan (Portunus sp)
produk tersebut. Kemampuan larut suatu sebagai Suplemen Pakan Ikan. Bogor:
produk akan menentukan kenyamanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
dalam mengkonsumsi dan optimalitas efek Institut Pertanian Bogor.
produk tersebut (Yunizal, 1999). Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan
Parameter higroskopisitas juga terdapat Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
perbedaan yaitu 5,8873% untuk serbuk Widodo, 2003. Teknologi Proses Susu
perisa alami rajungan dari hasil penelitian Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta
dan 16,3265% untuk produk pembanding. Wiraatmadja, S., G. Taib dan E.G. Said.
Terbukti pada parameter higroskopis 1988. Optimasi Pengeringan Pada
produk hasil penelitian lebih kecil daripada Pengolahan Hasil Pertanian.
produk pembanding. Diketahui bahwa Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
higroskopis merupakan kemampuan Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah,
produk dalam menyerap uap air. Apabila dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik
nilai higroskopisitas produk semakin tinggi Pangan. Pusat Antar Universitas
maka semakin kurang baik, karena produk Pangan dan Gizi Institut Pertanian
lebih cepat rusak karena terkontaminasi Bogor, Bogor.
oleh uap air yang diserapnya. Selain itu Yuwono, S. S. Dan T. Susanto, 1998.
tidak mudah menggumpal pada saat Pengujian Fisik Pangan. Fakultas
penyimpanan (Suharto, 1991). Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
4. KESIMPULAN
Hasil perlakuan optimal pada pembuatan
serbuk perisa alami rajungan dari limbah
pengolahan daging rajungan yaitu pada
suhu pengeringan 60,54oC dan lama
pengeringan 22 jam dengan nilai kelarutan
sebesar 84,6082%, rendemen sebesar
24,5335%, dan higroskopisitas sebesar
5,8873%.
5. DAFTAR PUSTAKA
Aji, B.S, 2010. Optimasi konsentrasi
Dekstrin dan suhu pengeringan dalam
pembuatan bubuk sari kedelai dari
kedelai lokal varietas grobokan dengan
foam mat drying method. Skripsi. TIP.
Universitas Brawijaya. Malang.
Belitz and Grosch, 1987. Food Chemistry.
Translation from The Second German
184
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PERBAIKAN PENGOLAHAN LIMBAH PERUSAHAAN MELALUI
PERHITUNGAN ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDICATOR DENGAN
PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK MENINGKATKAN NILAI
PRODUKTIVITAS
( Study Kasus : PT. Varia Niaga Nusantara )
Abstrak
Industri pengolahan dan pendinginan ikan merupakan salah satu industri pangan
pangan yang memiliki potensi pencemaran limbah yang cukup tinggi. Limbah cair yang
dihasilkan oleh industri tersebut banyak mengandung BOD, COD, TSS, minyak dan lemak.
Apabila tidak ditangani secara tepat dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui nilai produktivitas dalam rangka menurunkan
dampak limbah dan biaya terhadap lingkungan serta mengetahui nilai EPI (Environmental
Performance Indicator) dari alternatif solusi melalui parameter tingkat pencemaran kimia
yang terkandung dalam limbah cair.
Green productivity menerapkan produktivitas dengan tool, teknik-teknik, teknologi
manajemen lingkungan yang tepat, untuk mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan-
kegiatan organisasi. Langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi sumber
penyebab limbah, dilanjutkan dengan menetapkan tujuan dan target, langkah terakhir adalah
melakukan diskusi terhadap permasalahan yang ada, memilih sumber daya dan informasi
yang tersedia untuk menyusun alternatif Green productivity. Alternatif yang digunakan pada
penelitian ini adalah melakukan penambahan Model Ensasfil pada unit pengolahan limbah.
Penambahan model ini dapat mengurangi kadar BOD dan TSS hingga 20 persen dan 27,5
persen dan dapat meningkatkan nilai EPI yang semula 9,92% menjadi 11,68%. Indeks
Produktivitas yang semula 85,37084% menjadi 85,3795%. Sehingga mampu untuk
mengurangi beban kerja pengolahan limbah dan mengurangi tingkat pencemaran ke badan
air. Dapat disimpulkan bahwa penerapan GP pada perusahaan ini sangat efektif dan
memberikan manajemen lingkungan yang baik
185
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Timur membawa degradasi bagi kualitas menyebabkan kematian ikan dan biota
air. Bahan kimia dalam air pabrik sangat perairan lainnya.
membahayakan kehidupan biota perairan, Suatu konsep untuk perbaikan
dapat mengendap kedasar perairan dan produktivitas dan kinerja lingkungan
mengganggu kesetimbangan dan adalah dengan menerapkan Green
kelestarian kehidupan perairan. Selain itu Productivity yang berfungsi sebagai salah
sektor industri memberikan pengaruh yang satu usaha untuk mereduksi beban
cukup besar berkenaan dengan Biological lingkungan dengan cara mengidentifikasi
Oxigen Demand (BOD) yakni kandungan sumber daya material dan aspek
oksigen biologis minimum pada air atau lingkungan dari proses manufaktur.
cairan agar mikroorganisme dapat hidup, Dengan menurunkan limbah dan polusi,
yakni sekitar 25-50% beban dipulau jawa serta menghemat pemakaian energi dan
dihasilkan oleh industri besar. (Dirjen bahan baku akan berdampak positif untuk
IKM Departemen Perindustrian). lingkungan. Hasil dari Green Productivity
PT. Varia Niaga Nusantara bergerak dalam nantinya dapat dijadikan salah satu usaha
bidang agroindustri berbasis sumber daya untuk mengurangi tingkat pencemaran
alam kelautan dan perikanan dengan lingkungan.
output produk-produk pangan yang
bersifat perishable. Dalam proses 1.2. Tujuan penelitian
produksinya dihasilkan limbah berupa Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
limbah cair dari proses pencucian ikan dan ini adalah :
peralatan produksi serta limbah padat yang 1. Mengetahui nilai EPI dari alternatif
berasal dari proses pencucian, solusi melalui parameter tingkat
penghilangan sisik, proses trimming, dan pencemaran kimia yang terkandung dalam
pada proses penghilangan insang dan isi limbah cair dan beban kerja IPAL.
perut ikan. Limbah cair mengandung 2. Mengetahui nilai produktivitas
sejumlah besar karbohidrat, protein, dalam rangka menurunkan dampak
lemak, garam-garam, mineral dan sisa-sisa pencemaran limbah..
bahan kimia yang digunakan dalam
pengolahan dan pembersihan yang dapat 1.3. Manfaat penelitian
menimbulkan bau yang menyengat dan Penelitian ini diharapkan dapat memberi
polusi berat pada air bila pembuangannya manfaat bagi perusahaan, antara lain:
tidak diberi perlakuan yang tepat. Air 1. Meningkatkan nilai EPI dan
limbah buangan (effluent) dari penanganan memberikan rekomendasi tentang aplikasi
ikan menghasilkan Biological oksigen Green Productivity untuk mewujudkan
demand (BOD), lemak dan minyak yang peningkatan produktivitas yang berasaskan
tinggi. Proses pengolahan limbah pada lingkungan yang berkesinambungan
pabrik ini belum sempurna dan sering (suistainable development).
terhambat akibat dari proses produksi yang 2. Meningkatkan produktivitas dan
melimpah dan kurang terkontrol sehingga kualitas lingkungan di sekitar pabrik.
menyebabkan kerusakan pada lumpur aktif
bak aerasi serta menyebabkan beban 2. METODE PENELITIAN
energi terhadap instalasi pengolahan 2.1. Tahapan penelitian
limbah. Semakin besar sumber energi yang Tahapan penelitian merupakan
digunakan IPAL akan menyebabkan bagian penting dalam suatu penelitian
penurunan profit terhadap perusahaan. karena hal tersebut yang akan menjadi
Apabila effluent dibuang langsung ke suatu acuan dalam pelaksanaan penelitian.
perairan akibatnya menggangu keseluruh Dalam penelitian tugas akhir ini akan
keseimbangan ekologi dan bahkan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
186
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
adalah uji validitas untuk mengetahui
2.2. Studi pustaka apakah responden memahami setiap
Pada tahap ini dilakukan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner.
perumusan kerangka teori melalui studi Uji reliabilitas untuk menguji apakah hasil
pustaka yang menunjang terhadap dari kuisioner dapat mewakili kondisi real.
penelitian ini, sebagai landasan acuan dan
batasan dalam melakukan penyelesaian 2.7. Identifikasi EPI
serta mempermudah dalam melakukan EPI merupakan tolak ukur
pendekatan pemecahan dalam masalah kinerja/perfomansi lingkungan suatu
penelitian. perusahaan. EPI dihitung melalui perkalian
antara bobot (weight) tingkat bahaya suatu
2.3. Pengamatan awal perusahaan (walk zat kimia dengan prosentase
through survey) penyimpangan jumlah kandungan zat
Bertujuan mengetahui kondisi real kimia dalam limbah.
perusahaan, khususnya kondisi proses
produksi, dan mendapatkan informasi 2.8. Identifikasi faktor-faktor yang
mengenai segala sesuatu yang berkaitan mempengaruhi produktivitas dan
dengan penelitian ini, misalnya, proses kinerja lingkungan
produksi, kebutuhan material, energi, Setelah diketahui tingkat
material balance, dan sebagainya. produktivitas yang dicapai perusahaan dan
performansi lingkungan pada saat itu,
2.4. Identifikasi masalah maka langkah selanjutnya dapat di
Setelah mendapatkan beberapa identifikasi faktor apa saja yang menjadi
informasi dari walk trough survey penyebab turun atau naiknya produktivitas
selanjutnya dapat dilakukan dan performansi lingkungan, dengan cara
pengidentifikasian masalah. Dalam GP melakukan brainstorming dan identifikasi
masalah dapat dikategorikan pada ketidak dengan fish-bone diagram.
efisienan (misalnya karena kualitas produk
yang rendah, peralatan, utilisasi kapasitas, 2.9. Tujuan dan target penelitian
dan lain sebagainya) dan proses yang tidak Setelah merumuskan masalah dan
ramah lingkungan. identifikasi penyebabnya maka dapat
ditentukan tujuan serta target yang akan
2.5. Pengukuran produktivitas dicapai dari permasalahan yang terjadi.
Tujuan tahap ini untuk mengetahui
tingkat produktvitas yang telah dicapai 2.10. Penyusunan alternatif solusi
perusahaan selama ini. Pengukuran Pada tahap inilah penulis berusaha
produktivitas dilakukan selama beberapa memecahkan permasalahan dan mencapai
bulan kedepan. tujuan yang ada dengan menyusun
beberapa alternatif solusi yang disesuaikan
2.6. Penyebaran dan pengujian dengan tujuan dan target yang telah
kuisioner ditetapkan.
Kuisioner disini dimaksudkan
untuk menentukan nilai bobot (weight) 2.11. Pemilihan alternatif dengan deret
dari tingkat bahaya setiap zat kimia seragam
terhadap parameter keseimbangan dan Dalam memilih alternatif solusi
kesehatan manusia. Responden yang yang telah dimunculkan pada tahap
dijadikan objek penelitian adalah para ahli sebelumnya, penulis mempertimbangkan
kimia lingkungan demi keakuratan metode deret seragam, metode ini
penelitian. Pengujian yang dilakukan mengkonversikan semua aliran kas yang
187
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
terjadi selama horison perencanaan ke Pengumpulan data primer dilakukan
dalam deret seragam. Bila aliran kas hanya dengan melihat langsung proses produksi
terdiri atas biaya, maka yang terpilih serta melakukan wawancara (interview)
adalah yang membutuhkan biaya seragam langsung kepada karyawan maupun
yang terkecil. pimpinan perusahaan.
b. Data Sekunder
2.12. Estimasi kontribusi dari solusi Pengumpulan data sekunder dilakukan
terpilih terhadap produktivitas dan EPI dengan metode studi pustaka yang
Tahap ini bertujuan untuk berkaitan dengan penelitian, dan
membandingkan angka produktivitas yang pengumpulan data perusahaan yang
dicapai perusahaan sebelum dengan berkaitan dengan obyek penelitian.
estimasi produktivitas setelah
dilaksanakannya alternatif yang terpilih,
sehingga akan diketahui estimasi
peningkatan angka produktivitas dan
indeks EPI.
188
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
telah membangun instalasi pengolahan
limbah cair. Dengan adanya IPAL ini
diharapkan kualitas air limbah yang keluar
dari pabrik dapat memenuhi batas ambang
yang ditetapkan. Limbah yang dihasilkan
PT. Varia Niaga Nusantara (VANINUS)
antara lain terdiri dari air cucian ikan yang
mengandung berbagai macam zat organic
dan anorganik.
Debit air limbah yang dihasilkan kurang
lebih 350 m3/ hari. Limbah yang
dihasilkan merupakan limbah yang tidak
bisa langsung dibuang ke lingkungan
karena dapat merusak lingkungan.
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan
Gambar 2. Flow chartproses pengolahan oleh PT. Varia Niaga Nusantara
ikan (Vaninus, 2010) (VANINUS) adalah BOD 400 ppm, COD
900 ppm. Mengingat karakteristik tersebut
maka limbah yang dihasilkan memerlukan
pengolahan lebih lanjut agar tidak
mengganggu perairan atau lingkungan.
189
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
data yang dikumpulkan adalah data input
dan output Januari sampai Desember 2009. Pada Gambar 4, yang menunjukan
grafik tingkat produktivitas selama tahun
3.6. Perhitungan indeks produktivitas
roduktivitas 2009, dapat diketahui bahwa bulan Januari
Indeks produktivitas dapat dihitung hingga Juni keadaan produktivitas
dengan formula: perusahaan berjalan stabil. Kemudian
terjadi penurunan produktivitas pada bulan
Produktivitas = (output/input)) x 100% Juli, hal ini dikarenakan pasokan ikan yang
cenderung menurun pada musim musim- musim
Sehingga didapatkan indeks produktivitas tersebut, variasi produk, dan pergeseran
selama Januari sampai D
Desember jadwal produksi, faktor persaingan antar
2009.Data Indeks Produktivitas disajikan perusahaan sejenis juga turut berp
berpengaruh
pada Tabel 2 dan grafik indeks pada serta adanya perubahan terhadap kebijakan
Gambar 4. pembelian. Sedangkan pada bulan
berikutnya yaitu bulan Agustus hingga
Tabel 2.. Indeks Produktivitas Januari September produktivitas kembali
Desember 2009 meningkat karena pasokan ikan yang
Periode
Output Input Total Produktivit mulai bertambah juga disertai banyaknya
Total (Rp) (Rp) as permintaan dari luar negeri. Produktivitas
7.138.170.60 8.224.293.06
Januari
0 0
86,79% kembali berjalan stabil hingga bulan
5.531.479.80 6.538.461.70 Desember. Terlihat pula grafik indeks
Februari 84,59%
0 0 produktivitasnya antara 60 hingga 88
13.729.467.4 15.660.001.1
Maret
00 50
87,67% persen, indeks ini dapat dikatakan cukup
14.687.673.0 17.024.145.0 stabil yang menunjukan bahwa kinerja
April 86,27%
00 00 perusahan cukup baik selama tahun 2009.
12.403.307.4 14.282.029.0
Mei 86,84%
00 00
9.547.544.60 11.155.001.5 mental Performance Index
3.7 Environmental
Juni 85,58%
0 50 (EPI)
3.853.709.20 6.397.932.31
Juli
0 0
60,23% Penilaian kinerja terhadap
10.503.383.0 12.092.656.3 lingkungan telah dicapai perusahaan dapat
Agustus 86,85%
00 50 diketahui melalui EPI. EPI menunjukan
Sepemb 9.610.873.80 11.092.351.4
er 0 70
86,64% nilai indeks seberapa besar limbah yang
15.006.294.6 17.462.345.0 dihasilkan member dampak terhadap
Oktober 85,93%
00 10 lingkungan.
Novemb 14.338.878.4 17.026.074.7
er 00 00
84,21% Untuk mengetahui nilai bobot yyang
Desemb 18.371.093.4 20.883.145.9 terdapat dalam perhitungan EPI disebarkan
87,97%
er 00 30 kuisioner pada 10 orang responden.
Rata - 11.226.822.9 13.150.651.5 Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui
85,3708%
rata 33 52
tingkat bahaya dari variabel zat kimia yang
terkandung dalam limbah apabila
mencemari lingkungan serta dampaknya
bagi manusia itu sendiri.
iri. Semakin besar
skala penilaian yang terdapat pada
kuisioner maka semakin berbahaya.
Variabel zat kimia yang terdapat dalam
limbah coldstorage ini terdapat 4 macam
sesuai dengan yang terdapat pada standart
Gambar 4. Grafik Indeks Produktivitas baku mutu lingkungan antara lain BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak. Bobot
190
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dimiliki oleh BOD dengan nilai 14,4 limbah cair hasil sisa proses produksinya
dilanjutkan oleh COD sebesar 30,128, TSS dengan menerapkan penanganan antara
sebesar 50, serta minyak dan lemak lain homogenisasi limbah, pengendapan
sebesar 15. Apabila terdapat kadar BOD, linbah, penguraian limbah, dengan bantuan
COD, serta TSS dalam jumlah yang besar mikroorganisme serta aerasi. Dengan
maka variabel zat kimia organik tersebut sistem pengolahan limbah yang ada pada
dapat mempercepatpertumbuhan saat ini, PT. Varia Niaga Nusantara
mikroorganisme sehingga berbahaya (VANINUS) dapat menurunkan kadar
apabila air yang terkontaminasi oleh zat- bahan pencemar yang tekandung dalam
zat tersebut dikonsumsi oleh makhluk limbahnya hingga memenuhi syarat untuk
hidup. dialirkan kembali ke lingkungan.
191
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. Penentuan tujuan dan target menggunakan model ensasfil) lebih baik
No. Tujuan Target bila dilihat dari segi penghematan sebesar
1. Mengurangi beban Melakukan
kerja pengolahan pembersihan secara
Rp. 125.012.000 - 112.584.000 = Rp.
limbah Mencegah berkala pada clarifier, 12.428.000 per tahun. Alternatif solusi
penyumbatan pada melakukan penyaringan yang terpilih adalah Alternatif 2 yaitu
pompa awal terhadap limbah
yang masuk
penambahan model ensasfil pada bak
2. Mengurangi tingkat Melakukan tindakan pengolahan, model ensasfil ini dapat
pencemaran air tepat guna dalam menurunkan BOD hingga 20 persen dan
limbah ke badan air pengolahan limbah cair
TSS hingga 27,5 persen. Selain itu selain
itu model ini memiliki manfaat yang
3.11. Penyusunan alternatif solusi optimum dan masa pakai lebih lama serta
Berhubungan dengan akar harga lebih murah dibandingkan dengan
permasalahan dan tujuan yang ingin DAF. Hasil perhitungan EPI dapat dilihat
dicapai dalam GP ini , terdapat beberapa pada Tabel 5.
alternatif dan solusi yang diberikan antara
lain:
1. Memasang DAF (Dissolved Air
Flotation)
DAF merupakan seperangkat alat
pemisah minyak dan air ataupun padatan.
Alat ini memiliki bentuk seperti drum dan
dilengkapi tangki retensi yang berfungsi
mengkontakkan udara yang bertekanan
untuk mengapungkan minyak serta
padatan dalam limbah yang kemudian
ditangkap dengan scrapper sehingga
minyak dan padatan akan dialirkan melalui
saluran pipa yang sudah dibuat untuk
dipakai ulang dan cairannya akan dialirkan
ke proses selanjutnya di instalasi
pengolahan limbah.
192
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
mengalami penurunan menjadi Rp. tentang baku mutu limbah cair
23.346.000,- . Industri atau kegiatan usaha
2. Produktivitas awal rata- rata lainnya, Surabaya.
85,37084%. Dengan memilih alternatif Billatos, Samir. B. & N. A. Basaly. 1997.
2, Estimasi Produktivitas meningkat Green Technology and Design for
menjadi 85,3795%. TheEnvironment, Taylor & Francis
DeSimone LD & Frank Popoff (1997).
4.2. Saran Eco Efficiency The bussines link to
Saran yang dapat diberikan penulis sustainable development.
pada perusahaan agar dapat meningkattkan Massacussets : The MIT Press.
kontribusinya terhadap lingkungan adalah: Dewi, Ketut Ratna. (2005). Penerapan
1. Menghitung analisa finansial pemilihan Green Productivity di Pabrik Gula
alternatif kontribusi dengan metode candi baru sidoarjo. Tugas akhir
analisis titik impas maupun sensitivitas jurusan Teknik Industri, ITS.
agar estimasi lebih akurat. Dirjen IKM Departemen Perindustrian,
2. Melanjutkan implementasi GP sangat Pengelolaan limbah Industri pangan,
bermanfaat untuk meningkatkan kinerja <URL:http://google.pdf>
lingkungan, mengetahui tingkat Hariyanti, Meisna. (2006). Penerapan
produktivitas, serta pemanfaatan Air Green productivity pada pabrik
limbah menjadi second product dengan pengolahan dan pendinginan ikan.
kombinasi biofecta agar performa dapat Tugas akhir jurusan teknik Industri,
terus meningkat. ITS.
Hastutiningrum Sri dan Sunarsih
5. DAFTAR PUSTAKA Sri.(2008). Pengaruh pengolahan
APO. (2003). Achieving Higher limbah cair tahu model ensasfil
Productivity Through GP. terhadap penurunan BOD dan TSS.
Tokyo:APO Jurnal Jurusan teknik Lingkungan
APO. (2003). A measurement Guide to Fakultas Sains Terapan , IST
Green Productivity. Tokyo :APO AKPRIND. Yogyakarta.
APO. (2003). Concept of green Ika,Putu Dyah Ketut Ratna. (2006).
productivity. Tokyo :APO Implementasi Green Productivity
APO. (2003). Green Productivity sebagai upaya untuk meningkatkan
Methodology : Tokyo :APO produktivitas dan kinerja
Afida, Nofita. (2008). Peningkatan lingkungan. Tugas akhir jurusan
Produktivitas Melalui Usaha Waste Teknik Industri, ITS.
Reduction dengan pendekatan Green Mensesneg. (1997). Undang-undang RI
Productivity. Tugas akhir jurusan No.23 Pengelolaan Lingkungan
Teknik Industri, ITS. Hidup, <URL:http://google.pdf>
Arif. (2002). Gerakan produktivitas ramah Pujawan, I Nyoman. (2004). Ekonomi
lingkungan. Balai pengembangan Teknik. Institute Teknologi Sepuluh
produktivitas tenaga kerja. November, Guna Widya Surabaya.
Badan Pengendalian Lingkungan. Rachmasari, Ratih dan Slamet, Agus.
Pengendalian dampak pencemaran & (2007). Desain Instalasi pengolahan
kerusakan lingkungan hidup jawa air limbah pusat grosir wonokromo
dan kalimantan. Surabaya. Jurusan Teknik
URL:http://www.menlh.go.id/i/art/p Lingkungan. ITS .
df_1063240521.pdf Wardhana, Wisnu Arya (2001). Dampak
Bapedal propinsi Jatim. (2002). Keputusan pencemaran lingkungan. Andi
Gubernur jatim No.45 tahun 2002 Jogjakarta.
193
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
1,3 propandiol (1,3 PDO) adalah salah satu monomer utama untuk memproduksi
poliester berkualitas tinggi seperti polytrimethylene terephthalate (PTT), polieter, poliuretan,
dan plastik yang dapat didegradasi. Terdapat dua metode pembuatan 1,3 PDO yaitu secara
kimiawi dan secara bioteknologi. Pembuatan 1,3 PDO melalui sintesa kimia, misalnya
melalui hidratasi akrolein. Akrolein adalah senyawa turunan minyak bumi dan merupakan
reagen yang berbahaya. Oleh karena itu banyak dikembangkan proses produksi 1,3 PDO
dengan menggunakan mikroba karena lebih aman, murah, dan menggunakan bahan baku
yang dapat diperbarui. Bahan baku produksi 1,3 PDO secara bioteknologi yang dapat
diperbaharui adalah gliserol. Gliserol banyak dihasilkan pada proses pembuatan biodiesel.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri indigenous potensial penghasil
1,3 propandiol dari limbah pengolahan biodiesel.
Teknik isolasi yang digunakan adalah spread plate. Bakteri hasil isolasi akan diseleksi
dengan uji IMViC, dimana pengujian ini dapat membedakan antara E.coli dengan
Enterobacter / Klebsiella. Setelah itu bakteri hasil isolasi dan seleksi akan ditumbuhkan pada
media gliserol untuk mengetahui produktivitasnya dalam menghasilkan 1,3 propandiol.
Tahap isolasi dan seleksi menghasilkan 7 isolat yang diduga potensial dalam
menghasilkan 1,3 propandiol. Diantara ketujuh solate tersebut, solate TH3 memiliki
produktivitas paling baik dengan yield 0,335 mol/mol gliserol.
194
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Bahan baku produksi 1,3 kemampuan mengkonversi gliserol
propandiol secara bioteknologi yang dapat menjadi 1,3 propandiol.
diperbaharui adalah gliserol. Gliserol
banyak dihasilkan pada proses pembuatan 2. METODOLOGI
biodiesel (Denver, 2008), dimana 2.1. Bahan dan alat
pembuatan produk biodiesel sendiri a. Mikroorganisme
mengalami peningkatan yang cukup Mikrorganisme hasil isolasi dari limbah
signifikan beberapa tahun ini karena biodiesel,
peningkatan penggunaan bahan bakar yang b. Media Fermentasi untuk produksi 1,3
dapat diperbaharui ditingkatkan oleh propandiol, formulasi berdasarkan Hao et
pemerintah. Implikasinya terdapat surplus al (2008) . Ekstrak khamir, pepton,
produksi gliserol yang merupakan produk K2HPO4, KH2PO4, (NH4)2SO4,
samping proses transesterifikasi pada MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O,
pembuatan biodiesel. Co(NO3)2.6H2O, Fe(NH4)2SO4.6H2O,
Ketersediaan bahan baku yang asam nikotenat, Na2SeO3, NiCl2,
cukup melimpah ini membuka peluang MnCl2.4H2O, H3BO3, AIK(SO4)2.12H2O,
peningkatan produksi 1,3 propandiol. Oleh CuCl2.2H2O, Na2EDTA.2H2O, limbah
karena itu, penelitian tentang 1,3 biodiesel (gliserol kasar), 2,3,5-
propandiol menjadi penting untuk triphenyltetrazolium chloride, bacto agar
mendukung peningkatan produksinya. (Oxoid), tripton (Oxoid).
Dari sisi bioteknologi, produksi 1,3 c. Bahan Kimia
propandiol tidak lepas dari agen-agen NaCl, NaOH, HCl, akuades, alkohol 70%,
biologis untuk proses produksi. Oleh alkohol 95%, reagen Barrits A dan
karena itu, pada penelitian ini akan Barrits B, reagen Kovacs, indikator metil
dilakukan pemilihan mikroba yang mampu merah.
mengkonversi gliserol menjadi 1,3 d. Peralatan
propandiol. Peralatan yang digunakan selama
Menurut Zeng and Biebl (2002) penelitian adalah sebagai berikut: High
mikroba yang diketahui dapat mengubah performance Liquid Chromatography;
gliserol menjadi 1,3 propandiol adalah tabung mikrosentrifus 1,5 ml (Eppendorf);
Klebsiella pneumoniae, Citrobacter pipet mikro 1000 l; 2-20 l (Ependorf);
freundii, Enterobacter agglomerans, tip; pH meter (Knicks); timbangan digital
Clostridium butyricum, Clostridium (Sartorius); magnetic stirer MR 3001
pasteurianum, Lactobacillus brevis, dan (Heidolph); vorteks (Sargen Weich);
Lactobacillus buchneri. Selain bakteri- laminar air flow cabinet; spektrofotometer
bakteri tersebut, Bacillus pumilus juga (pharmacial); kuvet; oven (Memmert);
berpotensi sebagai penghasil 1,3 Inkubator ; mesin sentrifus (Himac CR
propandiol karena bakteri ini memiliki 21G); shaker incubator; mesin autuklaf
enzim-enzim yang berperan dalam (Iwaki); automatic ice make; cold room 4
konversi gliserol menjadi 1,3 propandiol. 0C; water bath (Memmert); membrane
Berdasarkan ketersediaan bahan baku filter 0,2 m (Millipore) serta glassware,
gliserol di Indonesia yang merupakan kolom HPLC Phenomeneck C18, H2SO4
produk sampingpembuatan biodiesel, HPLC grade.
dibutuhkan pemilihan mikroba yang
sangat potensial untuk mengkonversi 1,3 2.2. Metode isolasi
propandiol dari gliserol hasil purifikasi Sumber bakteri untuk isolasi yang
limbah biodiesel, sehingga mikroba yang digunakan ada tiga macam, yaitu limbah
berhasil di isolasi diharapkan memiliki biodiesel saringan 1, limbah biodiesel
195
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
saringan 2 dan tanah disekitar limbah menjadi merah uji MR dinyatakan positif.
biodiesel. Sedangkan untuk uji VP, media yang
Isolasi dilakukan dengan metode digunakan sama yaitu media MR-VP,
Spread plate (Hadioetomo,1990). Tiap namun setelah inkubasi 24 jam pada media
sampel diambil sebanyak 5 ml untuk ditambahkan 0,3 ml reagen Barrits A dan
dimasukkan dalam 45 ml medium 0,1 ml Barrits B. Perubahan yang terjadi
komplek gliserol. Diinkubasi selama 24 diamati, jika terbentuk warna merah uji VP
jam pada suhu 37 0C, kemudian sebanyak dinyatakan positif.
100 l sampel disebar pada media plate
agar dengan seri pengenceran 10-1-10-7 . 2.2.3. Uji sitrat (Citrate test)
Sampel diinkubasi pada suhu 370C selama Pada uji Citrate digunakan media
24 jam, setelah 24 jam diamati koloni yang Simmons citrate. Ditimbang 24,3 gram
terbentuk, koloni tunggal yang terbentuk media Simmons citrate dan dilarutkan
ditumbuhkan lebih lanjut pada media plate dalam 100 ml air. Sebanyak 5 ml media
agar. dimasukkan dalam tabung reaksi,
o
Pengelompokan bakteri hasil uji isolasi disterilisasi 121 C selama 15 menit.
dilakukan berdasarkan uji IMViC Setelah dingin, 1 ose bakteri uji
diinokulasikan dalam media. Inkubasi 24
2.2.1. Uji Indol jam 37 oC. Setelah 24 jam amati
Ditimbang 3,9 gram SIM medium perubahan yang terjadi. Jika media
dan dilarutkan dalam 120 ml akuades. berubah warna dari hijau menjadi biru,
Media dididihkan dan pH diatur sampai maka uji citrate dinyatakan positif.
7,3. Diambil 6 ml media, dimasukkan Pengujian kemampuan kultur hasil
dalam tabung reaksi, sterilisasi 121 oC isolasi dilakukan dengan cara
selama 15 menit. Setelah dingin, menumbuhkan bakteri hasil isolasi dan
dimasukkan 1 ose kultur bakteri uji, dalam medium kompleks gliserol. Kultur
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 oC. hasil isolasi diambil 1 ose, ditumbuhkan
Setelah 24 jam, pada medium dalam 10 ml media kompleks gliserol.
ditambahkan reagen Kovacs. Diamati Diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37
o
perubahan yang terjadi. Jika terbentuk C. 10 ml kultur prekultur ini
lapisan berwarna merah diatas permukaan diinokulasikan dalam 90 ml media
media, maka uji indol dinyatakan positif. komplek gliserol, diinkubasi selama 20
jam pada suhu 37 oC. Setelah 20 jam,
2.2.2. Uji MR-VP (Methyl Red-Voges media disentrifuge pada kecepatan 12000
Preskauer) rpm 15 menit untuk mengendapkan sel,
Ditimbang 0,75 gram indikator supernatan yang diperoleh disaring dengan
methyl red (metil merah) dan dilarutkan membrane filter 0,2 m (Millipore)
dalam 50 ml etanol. Untuk media, kemudian dilakukan uji HPLC untuk
ditimbang 1,7 gram media MR-VP, mengetahui kandungan 1,3 propandiol.
dilarutkan dalam 100 ml akuades. pH
media diatur hingga 6,9. 5 ml media 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dimasukkan kedalam tabung reaksi, 3.1. Isolasi bakteri dari limbah biodiesel
distterilisasi 121 oC selama 15 menit. Isolasi bakteri dilakukan dengan
Setelah dingin, 1 ose kultur bakteri uji menggunakan limbah biodiesel sebagai
dimasukkan dalam media, digoyang- sumber mikroorganisme karena limbah
goyang. Diinkubasi selama 24 jam pada biodiesel mengandung gliserol yang
suhu 37 oC. Setelah 24 jam. ditambahkan merupakan substrat utama dalam produksi
3 tetes indikator MR. diamati perubahan 1,3 propandiol. Harapannya didapatkan
yang terjadi. Jika warna media berubah bakteri yang secara alami dapat tumbuh
196
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pada media yang mengandung gliserol dan Berdasarkan hasil uji IMViC
memanfaatkannya sebagai sumber karbon koloni bakteri hasil isolasi dibedakan
untuk produksi 1,3 propandiol. menjadi 3 kelompok yang dapat dilihat
Berdasarkan jalur-jalur pada Tabel. 1 dibawah ini. Simbol (---+/--
pembentukan 1,3 propandiol dari gliserol, ++/-+-+) merupakan representasi hasil uji
maka dipilih bakteri yang mampu bertahan IMViC, dimana berturut-turut dari kiri ke
hidup di lingkungan limbah biodiesel kanan simbol tersebut menyatakan hasil
dengan merombak gliserol. Bakteri pada uji indol (Indole test), uji metil merah (
limbah biodiesel diambil dari beberapa Methyl red test), uji voges preskauer dan
tempat, yaitu pada limbah saringan ke 1, uji sitrat (Citrate test) (Anonymous, 2009).
limbah saringan ke 2 dan tanah disekitar
limbah biodiesel. Isolasi dilakukan dari Tabel 1. Hasil Uji IMViC
beberapa tempat untuk mencari bakteri Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Hasil IMViC Hasil IMViC (-- Hasil IMViC
yang paling berpotensi dikembangkan (---+) ++) (-+-+)
dalam produksi 1,3 propandiol. LSR 1.6 LSR 1.8 LSR 1.12
Metode isolasi yang digunakan LSR 1.9 LSR 1.14 LSR 1.13
adalah metode sebaran. Metode sebaran LSR 1.11 LSR 1.15 LSR 2.4
LSR 2.11 LSR 2.13 LSR 2.6
merupakan cara isolasi dengan cara TH 4 TH 1 LSR 2.9
inokulasi suspensi bahan yang TH 5 TH 3 LSR 2.12
mengandung bakteri pada permukaan TH 8 TH 11
TH 9
medium agar yang sesuai dalam petridish TH 10
steril. Setelah inkubasi maka pada bekas Keterangan :
goresan akan menjadi koloni-koloni LSR 1 : koloni bakteri yang diisolasi dari limbah
biodiesel saringan 1
terpisah yang mungkin berasal dari satu sel LSR 2 : koloni bakteri yang diisolasi dari limbah
bakteri atau biakan murni (Hadioetomo, biodiesel saringan 2
TH : koloni bakteri yang diisolasi dari tanah
1990). disekeliling limbah biodiesel
Metode sebaran dilakukan dengan Hasil IMViC (--++) : masuk dalam
Enterobacter, Klebsiella
cara menginokulasikan sebanyak 100 l Hasil IMViC (++--) : masuk dalamE. coli
suspensi bahan yang mengandung bakteri
dengan seri pengenceran mencapai 10-7 Koloni bakteri hasil isolasi dari
pada permukaan media komplek gliserol limbah biodiesel diseleksi berdasarkan uji
agar, dan diinkubasi selama 24 jam pada IMViC, karena pada penelitian ini bakteri
suhu 37 0C. Setelah 24 jam pada media yang diharapkan adalah dari golongan
agar akan terbentuk koloni tunggal yang Enterobacter. Golongan Enterobacter
mungkin berasal dari satu sel bakteri. merupakan bakteri potensial dalam
Koloni tunggal yang diperoleh dimurnikan menghasilkan 1,3 propandiol, dimana
dan disimpan dalam agar miring pada suhu berdasarkan penelitian Barbirato, et al
4-6 oC. (1995) yield yang diperoleh dari
biokonversi gliserol menjadi 1,3
3.2. Penentuan golongan bakteri propandiol oleh bakteri Enterobacter
menggunakan uji IMViC agglomerans mencapai 0,61 mol/mol
Tahap awal isolasi menghasilkan gliserol.
22 koloni. Koloni-koloni ini kemudian di Selain itu diantara beberapa bakteri yang
uji IMViC (Indole Methyl red Voges potensial penghasil 1,3 propandiol seperti
Preskauer Citrate). Uji IMViC merupakan Clostridium butyricum, dan Klebsiella
pengujian yang terdiri dari empat macam pneumonia, bakteri dari golongan
pengujian dan biasanya digunakan dalam Enterobacter seperti Enterobacter
mengidentifikasi famili Enterobactericeae Agglomerans dan Enterobacter Aerogenes
(Rao, 2006). penanganannya lebih mudah. Khusus
197
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
untuk Clostridium butyricum yang ditambahkan akan terbentuk warna merah
merupakan bakteri anaerob (strict muda, sedangkan pada Enterobacter tidak
anaerob) dalam penanganannya terbentuk warna merah muda karena
membutuhkan alat khusus untuk mejaga Enterobacter tidak memiliki enzim
kondisi tetap anaerob, sedangkan triptofanase.
Klebsiella pneumonia memerlukan standar
laboratorium level 2 karena tingkat 3.4. Uji metil merah (Methyl red test)
patogenitasnya lebih tinggi dari pada Pada uji metil merah, Enterobacter
bakteri Enterobacter agglomerans ataupun juga menunjukkan hasil yang negatif
Enterobacter aerogenes . karena golongan bakteri ini ketika
Uji IMVIC dapat membedakan antara ditumbuhkan dalam medium yang
bakteri golongan Enterobacter dengan E. mengandung glukosa akan menghasilkan
coli. Golongan Enterobacter hasil uji metabolit dengan pH netral. Hasilnya
IMViC adalah --++ yang menunjukkan adalah ketika pada medium ditambahkan
hasil negatif untuk uji indol dan metil metil merah sebagai indikator pH, maka
merah, hasil positif untuk uji voges warna yang terbentuk adalah kuning sebab
preskauer dan sitrat. Sedangkan untuk E. metil merah akan memberikan warna
coli hasilnya adalah sebaliknya yaitu ++--, merah pada kondisi asam (< 4,4) dan akan
hasil positif untuk uji indol dan metil berwarna kuning pada kisaran pH 6,2.
merah, uji negatif untuk uji voges Pada pengujian ini E coli akan
preskauer dan sitrat. Uji IMViC menghasilkan metabolit-metabolit yang
merupakan pengujian yang penting untuk bersifat asam sehingga pH media dapat
membedakan genus Escherichia dan mencapai dibawah 4,4. Menurut
Enterobacter. Lebih lanjut pengujian ini Anonymous (1998) Enterobacter dan
digunakan secara umum untuk Klebsiella ketika ditumbuhkan pada media
membedakan antara E coli dan yang mengandung glukosa akan
Enterobacter aerogenes. menghasilkan metabolit yang sifatnya
cenderung netral seperti etil alkohol, asetil
3.3. Uji indol (Indole test) metil karbinol sehingga menyebabkan
Pada golongan Enterobacter hasil kenaikan pH sampai diatas 6,2 dan
uji indol menunjukkan negatif karena Indikator pH metil merah yang digunakan
bakteri yang termasuk dalam Enterobacter akan berwarna kuning dan hasil uji
tidak memiliki enzim triptofanase, seperti dinyatakan negatif.
E. coli . Ketika ditumbuhkan dalam media 1. Uji Voges Preskauer(VP)
yang mengandung triptofan, E. coli dapat Medium yang digunakan untuk uji
merombak triptofan dan menghasilkan VP mengandung glukosa dan pepton.
senyawa indol, sehingga ketika pada Hasil uji VP untuk Enterobacter adalah
media ditambahkan reagen kovacs akan positif karena Enterobacter selama
terbentuk warna merah muda dan hasil uji ditumbuhkan dalam media ini dapat
indol dinyatakan positif. menghasilkan asetoin yang ketika
Hal ini seperti yang diungkapkan direaksikan dengan reagen untuk uji VP
oleh Anonymous (1998) bahwa pada uji yakni Barrits A dan Barrits B akan
indol, bakteri uji ditumbuhkan pada media bereaksi membentuk warna merah muda
tripton broth yang kaya asam amino dan uji VP dinyatakan positif. Anonymous
triptofan. Bakteri E. coli yang memiliki (1998) juga menyatakan bahwa hasil uji
enzim triptofanase dapat memotong VP untuk Enterobacter dan Klebsiella
triptofan menghasilkan indol dan senyawa adalah positif. Hal ini dikarenakan
lainnya. Ketika reagen Kovacs yang Enterobacter dan Klebsiella dapat
mengandung p-dimetilaminobenzaldehid menghasilkan asetil metil karbinol atau
198
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
asetoin yang akan bereaksi dengan reagen dari ketujuh bakteri tersebut diuji dengan
Barrits A (alpha naphtol) dan Barrits B ditumbuhkan dalam media kompleks
(potassium hidroksida) membentuk warna gliserol dan dianalisa kadar 1,3 propandiol
merah muda. Sedangkan E. coli yang tidak setelah 20 jam inkubasi menggunakan
menghasilkan asetoin warna merah tidak HPLC (High Performance Liquid
terbentuk. Chromatography). Hasil uji HPLC dapat
dilihat pada Tabel 2. berikut:
3.5. Uji sitrat (Citrate test)
Uji sitratdilakukan untuk Tabel 2. Hasil produksi 1,3 propandiol dari
mengetahui kemampuan bakteri uji dalam isolat golongan Enterobacterhasil isolasi
memanfaatkan sitrat sebagai sumber dari limbah biodiesel
karbon utama dengan menggunakan media
Simmons citrate yang juga megandung Kode Isolat 1,3 propandiol Yield
(g/l) (mol/mol
bromtimol biru sebagai indikator pH. gliserol)
indikator pH ini akan berwarna kuning LSR 1.8 0,07 0,009
pada kisaran pH 6 dan berwarna biru pada LSR 1.14 0,55 0,130
pH yang cenderung basa, berkisar 7,6. LSR 1.15 0,08 0,010
Enterobacter memiliki kemampuan dalam LSR 2.13 2,14 0,283
memanfaatkan sitrat sebagai sumber TH 1 0,09 0,076
TH 3 2,54 0,335
karbon dan menghasilkan metabolit yang
TH 11 0,11 0,013
sifatnya cenderung basa sehingga indikator
pH akan berwarna biru dan hasil uji
Hasil uji HPLC dari ketujuh isolat
sitratdinyatakan positif. Menurut
pada Tabel 2. menunjukkan bahwa isolat
Anonymous (1998) indikator pH
TH3 dapat menghasilkan 1,3 propandiol
bromtimol biru pada media Simmons
paling tinggi yakni 2,54 g/l dengan yield
citrate memiliki range pH 6,0 sampai 7,6.
0,335 mol/mol gliserol. Dengan demikian
Bromtimol biru akan berwarna kuning
isolat TH3 memiliki kemampuan paling
pada kondisi asam (berkisar 6) dan akan
baik dibandingkan dengan isolate hasil
berubah menjadi biru ketika pH mulai basa
isolasi yang lainnya.
(berkisar 7,6). Media Simmons citrate
agar yang belum diinokulasikan akan
4. KESIMPULAN
memiliki pH 6,9 dan berwarna hijau.
Berdasarkan penelitian yang telah
Ketika Enterobacter atau Klebsiella
dilakukan maka dapat disimppulkan
ditumbuhkan, bakteri ini akan
bahwa limbah gliserol mengadung
menghasilkan metabolit yang sifatnya
sejumlah bakteri yang berpotensi untuk
cenderung netral, pH berkisar 7 sehingga
dikembangkan karena mampu
media akan berubah menjadi biru dan uji
mengkonversi gliserol menjadi 1,3
sitrat dinyatakan positif.
propandiol. Kamampuan dalam
menghasilkan 1,3 propandiol yang terbaik
3.6. Produksi 1,3 propandiol dari isolat
ditunjukkan oleh isolat TH3 dengan yield
hasil isolasi pada limbah biodiesel
ssebesar 0,335 mol/mol gliserol.
Berdasarkan hasil uji IMViC maka
hanya kelompok 2 saja yang diuji lebih
5. DAFTAR PUSTAKA
lanjut karena mengindikasikan golongan
Anonymous. 1998. Biochemical test
Enterobacter, sedangkan kelompok 1 dan
IMViC.
3 bukan termasuk Enterobacter. Terdapat
http://www.mc.maricopa.edu/~johnso
tujuh bakteri pada kelompok 2, yaitu LSR
n/labtools/Dbiochem/imvic.html
1.8, LSR 1.14, LSR 1.15, LSR 2.13, TH 1,
TH 3, dan TH 11. Produksi 1,3 propandiol
199
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Anonymous. 2009.IMViC Series.
www.csun.edu/~hcbio029/MICROLA
B /secured.../IMViC_Series.pdf
Barbirato, F., Camarasca-Claret, C.,
Bories, A., Grivet, J.P .1995.
Description Of The Glycerol
Fermentation By A New 1,3-
Propanediol Producing
Microorganism: Enterobacter
agglomerans. Appl Microbiol
Biotechnol 43: 786793
Biebl, H., Marten, S., Hippe, H., and
Deckwer, W.D. 1992. Glycerol
Conversion To 1,3-Propanediol By
Newly Isolated Clostridia. Appl
Microbiol Biotechnol 36: 592597
Denver J. P. 2008. Use of Biodiesel-
Derived Crude Glycerol for the
Production of Omega-3
Polyunsaturated Fatty Acids by the
Microalga Schizochytrium limacinum.
Thesis submitted to the Faculty of
Virginia Polytechnic Institute and
State University in partial fulfillment
of the requirements for the degree of
Master of Science In Biological
Systems Engineering
Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi
Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia.
Jakarta
Hao, J., Rihui, L., Zongming, Z.,
Hongjuan, L., and Dehua, L. 2008.
Isolation And Characterization Of
Microorganisms Able To Produce 1,3-
Propanediol Under Aerobic
Conditions. World J Microbiol
Biotechnol
Rao, S. 2006. IMViC Reaction. Dept. Of
Micrpbiology , JJMMC Davangere.
www.microrao.com
Zeng A.P,And Biebl H. 2002. Bulk
Chemicals From Biotechnology: The
Case Of 1,3-Propanediol Production
And The New Trends. Adv Biochem
Eng/Biotechnol 74:239259.
200
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PRODUK OLAH KUKUS (BOLU KUKUS) DAN GORENG (KEMBANG
GOYANG)YANG DIOLAH BERDASAR SIFAT KARAKTERISTIK TEPUNG
GADUNG (Dioscorea hispida Dennst)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis pada produk olah
tepung gadung, berdasar kesesuaiannya dengan karakteristik kimia, fisiko-kimia, dan fisik,
tepung gadung (Dioscorea hispida Dennts). Tepung gadung digunakan untuk mensubtitusi
terigu untuk pengolahan produk kukus (bolu kukus) dan mensubtitusi tepung beras untuk
pengolahan produk goreng (kembang goyang). Selanjutnya dilakukan pengujian secara
sensoris untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis.
Karakteristik tepung gadung antara lain Water Binding Capacity 313% (b/b), kadar
air 16,00 % db, karbohidrat 96,26 % db, pati 79,51 % db; amilosa 37,46 % db, amilopektin
42,04 % db, dan HCN 35,30 ppm. Bolu kukus dengan substitusi tepung gadung sampai 50%
tidak menunjukkan perbedaan sifat dengan penggunaan terigu 100%, namun penggunaan
tepung gadung lebih dari 50% menghasilkan bolu kukus dengan flavor gadung yang semakin
terasa, tekstur semakin kurang lembut, dan semakin remah (mudah hancur). Kembang
goyang dengan substitusi tepung gadung sampai 75% tidak menunjukkan perbedaan sifat
dengan penggunaan tepung beras 100%, namun penggunaan tepung gadung 100%
menghasilkan kembang goyang dengan tektur yang agak lunak dan kasar.
201
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
gadung memungkinkan gadung diperoleh dari Kelompok Tani Mekar Sari
dikembangkan sebagai produk II Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo,
intermediate berupa tepung. Yogyakarta. Sedangkan bahan-bahan lain
Teknologi pembuatan tepung yang digunakan dalam pembuatan hasil
gadung merupakan proses alternatif olah tepung gadung diperoleh secara
produk intermediate yang dianjurkan komersial. Bahan kimia untuk analisis
karena tepung bersifat lebih tahan menggunakan grade pro-analyse (PA) dari
disimpan, mudah dicampur, diperkaya zat MERCK. Sedangkan peralatan yang
gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih diperlukan meliputi timbangan analit
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan OHAUS, oven Memert, muffle
modern yang ingin serba praktis Advantec, spektrofotometer Genesis
(Widowati, 2009). Kelemahan pada umbi TM 20, ayakan MBT Sieve Shaker,
gadung yaitu mengandung senyawa Kjehltec, soxhlet, Viskotester VT-04, dan
alkaloid yang bersifat toksik bagi manusia peralatan untuk pembuatan produk serta
yaitu asam sianida (HCN). Proses uji organoleptik.
pengolahan yang baik dan tepat dapat
mengurangi kandungan HCN dalam 2.2. Karakterisasi tepung gadung
produk olahan. Agar tepung gadung dapat Untuk keperluan karakterisasi
diolah lebih lanjut menjadi produk olah tepung gadung dilakukan analisis beberapa
yang sesuai, perlu diketahui lebih dulu sifat fisik, kimia dan fisiko-kimia. Analisis
sifat karakteristiknya sehingga dapat sifat fisik meliputi ukuran partikel
ditentukan jenis produk olah kukus dan distribusi (ASAE Standards, 1995), warna
goreng yang sesuai. (chromameter CR-200), bentuk dan ukuran
Dalam pengolahan tepung gadung granula secara Light Microscopy (Han et
ini, nerdasar sifat karakteristiknya dipilih al., 2002). Analisis sifat kimia meliputi
bolu kukus sebagai salah satu produk olah analisis kadar air metode thermogravimetri
kukus dan kembang goyang sebagai salah (AOAC 1970), kadar abu (AOAC 1970),
satu produk olah goring. Bolu kukus protein total dengan metode kjeldahl
adalah kue yang dibuat dari bahan dasar (AOAC 1970), lemak dengan metode
tepung terigu dengan diberi tambahan soxhlet (AOAC 1970), karbohidrat secara
telur, gula pasir, air dan ovalet yang By Difference, serat kasar (AOAC 1970),
selanjutnya dicetak dan dikukus (Saji, gula reduksi dengan cara spektrofotometri
2004). Kembang goyang merupakan salah metode Nelson-Somogyi (AOAC 1970),
satu jenis kue kering seperti keripik yang pati dengan metode Direct Acid Hydrolysis
terbuat dari tepung beras yang dibentuk (AOAC 1970), amilosa (Julliano, 1971),
dengan cetakan bunga tipis. Kembang amilopektin (By Differnece Method) dan
goyang pada umumnya memiliki rasa uji sianida (HCN) dengan metode Ikediobi
manis (Ani et al., 2009). etal., 1980. Sedangkan analisis sifat fisiko-
Penelitian ini bertujuan untuk kimia meliputi viskositas pasta dengan
menentukan sifat-sifat karakteristik tepung Viskotester VT-04 (Radley, 1954), serta
gadung dan sifat produk olahnya yang Water Binding Capacity (WBC) metode
diproses melalui metode pengukusan (bolu Yamazaki (1953) yang dimodifikasi oleh
kukus) dan penggorengan (kembang Medcalf dan Gilles (1965) dalam Aryee
goyang). (2006), dan suhu gelatinisasi (Han et al.,
2002).
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan alat 2.3. Produk olah tepung gadung
Tepung gadung (Dioscorea hispida Produk olah tepung gadung yang
D.) yang digunakan dalam penelitian ini dipilih adalah bolu kukus sebagai produk
202
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
olah kukus dan kembang goyang sebagai ayakan 80 mesh. Jadi, jika dibandingkan
produk olah goreng. Bolu kukus dan dengan SNI terigu dan tepung beras, maka
kembang goyang dibuat dengan variasi tepung gadung belum memenuhi
substitusi tepung gadung sebesar 0%, 25%, persyaratan minimal baik pada pada terigu
50%, 75%, dan 100% b/b. Pada bolu maupun tepung beras sehingga masih
kukus, tepung gadung digunakan untuk diperlukan penepungan yang lebih halus.
mensubstitusi terigu sedangkan pada Tepung gadung yang digunakan dalam
kembang goyang,tepung gadung penelitian ini masih cukup kasar dan
digunakan untuk mensubstitusi tepung belum seragam ukurannya. Secara visual
beras. tepung gadung berwarna putih diantara
Terhadap bolu kukus dan kembang tepung terigu dan tepung beras (Gambar
goyang yang diperoleh dilakukan uji 1.).
kesukaan terhadap warna, aroma, rasa,
tekstur, dan kesukaan keseluruhan, serta
dilakukan uji deskriptif menggunakan
metode scoring (Kartika et al., 1988).
Data yang diperoleh dianalisis variansi dan
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil
(DMRT) menggunakan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) versi Gambar 1. Warna tepung gadung, tepung
16.0 dengan General Linear Model. terigu, dan tepung beras secara visual
203
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
seragam dengan ukuran 3-5m. Bentuk 2009(Anonim, 20091) dan 13% untuk
dan ukuran granula pati tepung gadung tepung beras menurut SNI 3549-2009
akan mempengaruhi viskositas pasta dan (Anonim, 20092). Earle (1969)
suhu gelatinisasinya. menjelaskan bahwa untuk produk-produk
berbentuk tepung agar dapat aman untuk
Tabel 2. Sifat fisiko-kimia tepung gadung disimpan, maka proses pengeringan harus
Sifat Fisiko Kimia Jumlah dilakukan sampai kadar air berkisar 12-
WBC (%) 313 14%. Kadar air bahan makanan akan
Viskositas awal (dPa.s) ; Suhu (0C) 0,3 ; 29
mempengaruhi daya tahan bahan makanan
Viskositas puncak (dPa.s) ; Suhu 70 ; 75
(0C) terhadap serangan mikrobia.
Viskositas balik (dPa.s) ; Suhu (0C) 80 ; 29
Suhu gelatinisasi (oC) 55 60 Tabel 3. Komponen kimia tepung gadung
Komponen kimia Jumlah
Tepung gadung dalam penelitian Air (% wb) 16,00
ini mempunyai nilai WBC 313%, lebih Abu (% db) 0,36
Protein (% db) 0,74
besar dibandingkan dengan WBC terigu
Lemak (% db) 2,60
224,4% (Sung et al., 2003) dan WBC Karbohidrat (% db) 96,29
tepung beras 140% (Dogan et al., 2005). Serat kasar (% db) 0,94
Ini berarti tepung gadung mampu Pati (% db) 79,51
menyerap air sampai volumenya mencapai Amilosa (% db) 37,46
313% atau sekitar tiga kali lipat dari Amilopektin (% db) 42,04
volume semula. Water binding capacity Gula Reduksi (% db) 2,76
menunjukkan seberapa besar suatu bahan
mampu menyerap air. Hal ini berarti HCN (ppm) 35,30
bahwa dalam pengolahan produk
Kadar abu tepung gadung yang
makanan, tepung gadung akan
kecil menunjukkan bahwa tepung gadung
memerlukan lebih banyak air dalam
telah melalui proses pengolahan yang baik.
pembuatan adonannya.
Kadar abu tepung gadung lebih rendah
Viskositas puncak merupakan
dibanding kadar abu maksimum untuk
viskositas saat granula pati membengkak
terigu dan tepung beras berdasar SNI yaitu
maksimum pada saat dipanaskan.
berturut-turut sebesar 0,70% (Anonim,
Viskositas puncak tepung gadung adalah
20091) dan 1,0% (Anonim, 20092).Kadar
70 dPa.s pada suhu 75oC, sedangkan
lemak tepung gadung mencapai 2,60% db.
menurut Hidayati (2004), viskositas
Sedangkan kadar protein tepung gadung
puncak terigu dan tepung beras adalah 85
tergolong rendah, yaitu 0,74% db. dengan
dPa.s pada suhu 75oC dan 175 dPa.s pada
demikian, tepung gadung kurang cocok
suhu 75 oC. Dengan demikian, gelatinisasi
digunakan untuk mengolah produk
sempurna terigu dan tepung beras terjadi
makanan yang membutuhkan
pada suhu yang lebih tinggi dan viskositas
pengembangan tinggi.
puncak yang lebih besar dari pada tepung
Karbohidrat dalam bahan pangan
gadung. Hal ini dikarenakan, ukuran
terdiri atas pati, gula reduksi, dan serat.
granula pati terigu yang besar (2-35 m)
Kandungan karbohidrat tepung gadung
menyebabkan kemampuan memegang air
dalam penelitian ini adalah 96,29% db,
pun besar dan gelatinisasi lebih lama
dengan gula reduksi sebesar 2,76% db,
terbentuk (Anonim, 2002).
serat kasar 0,94% db dan pati mencapai
Kadar air tepung masih tinggi,
79,51% bk. Hal ini menunjukkan bahwa
belum memenuhi syarat mutu SNI terigu
tepung gadung dapat menjadi sumber
dan tepung beras, yaitu maksimal sebesar
karbohidrat alternatif dan efektif.
14,5% untuk terigu menurut SNI 3751-
204
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kandungan amilosa tepung gadung lebih Tabel 4.Hasil uji kesukaan terhadap bolu
tinggi dari amilopektinnya. Tingginya kukus
Substitusi Atribut sensoris
kadar amilosa akan mempengaruhi sifat tepung
Warna Flavor Rasa Tekstur Keremahan Keseluruhan
gel yang dihasilkan. Pembentukan gel gadung
0% (0 :
terjadi melalui pembentukan jaringan tiga 5,20c 4,90c 5,25b 4,95c 4,85c 5,15c
100)
25% (25 :
dimensi pada molekul pati, terutama rantai 75)
5,10c 4,90c 5,15b 4,90c 4,80c 5,10c
205
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
50% menghasilkan warna bolu kukus putih menggunakan tepung gadung sebagai
kekuningan, namun bolu kukus yang substitusi terhadap tepung beras pada
diolah dari 100% tepung gadung berwarna berbagai variasi substitusi.
putih dan tidak disukai panelis. Hal ini
mungkin disebabkan oleh warna dasar
tepung gadung yang lebih putih dibanding
terigu sehingga berpengaruh pada produk
olahannya. Semakin banyak penggunaan
tepung gadung maka flavor gadung Gambar 3. Kembang goyang dengan
semakin terasa dan tekstur bolu kukus berbagai substitusi tepung gadung.
yang dihasilkan semakin kasar. Substitusi
tepung gadung sebanyak lebih dari 50% Dari Gambar 3. dapat dilihat
menghasilkan bolu kukus dengan flavor bahwa semakin banyak penggunaan
gadung yang cukup kuat dan tekstur yang tepung gadung, maka warna kembang
agak kasar sehingga kurang disukai goyang terlihat semakin coklat dan tekstur
panelis. Sedangkan penggunaan tepung semakin kasar, tetapi pengembangannya
gadung sampai 50% menghasilkan bolu semakin besar. Hasil uji kesukaan dan uji
kukus dengan fkavor gadung yang hampir deskriptif kembang goyang ditunjukkan
tidak terdeteksi, rasa enak dan tekturnya pada Tabel 6. dan 7.
lembut. Pada pengolahan kembang goyang,
Tekstur bolu kukus yang agak substitusi tepung gadung terhadap tepung
kasar pada penggunaan tepung gadung beras sampai 75% menghasilkan kembang
lebih dari 50% mungkin dapat ditangani goyang yang secara keseluruhan tidak
dengan melakukan penggilingan ulang dapat dibedakan dengan kembang goyang
sehingga diperoleh tepung gadung dengan yang diolah dari 100% tepung beras.
ukuran partikel lolos ayakan 60 mesh lebih Namun kembang goyang yang diolah dari
banyak lagi. Dengan demikian diharapkan 100% tepung gadung sedikit kurang
dapat diperoleh bolu kukus dengan tekstur disukai panelis terutama dari atribut
yang halus. kekerasan dan ketampakannya.
Jadi, secara keseluruhan (Tabel 4.),
tepung gadung dapat digunakan untuk Tabel 6. Hasil uji kesukaan terhadap kembang
substitusi terigu sampai sebanyak 50% goyang
pada pembuatan bolu kukus. Penggunaan Substitusi
tepung
Atribut sensoris
Warna Aroma Rasa Kekerasan Ketampakan Keseluruhan
tepung gadung lebih dari dari 50% kurang gadung
0% (0 :
disukai oleh panelis baik dalam hal warna, 100)
4,80 b
4,40a
4,85 b
4,70 c
4,85b
4,80b
206
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kasar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
Tabel 7. Hasil uji deskriptif atribut sensoris dilakukan melalui modifikasi resep
kembang goyang pembuatan kembang goyang misalnya
Substitusi Atribut sensoris dengan mengurangi jumlah gula yang
tepung
gadung
ditambahkan untuk mengurangi
Warna Aroma Rasa Kekerasan Ketampakan
pembentukan warna coklat selama
a a a a
0% 2,65 3,45 4,30 3,95 4,70d penggorengan akibat reaksi maillard,
25 % 2,65a 3,15a 3,90a 3,65a 3,95c penambahan putih telur untuk
a,b a a a
50 % 3,00 3,45 3,75 3,65 3,35b,c meningkatkan kekerasan, dan
b a a a
75 % 3,35 3,15 3,75 3,70 2,90a,b
penggilingan ulang tepung gadung agar
100 % 4,25c 2,95a 3,90a 4,75b 2,60a
diperoleh tepung gadung dengan partikel-
Keterangan :
Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak partikel yang halus sehingga mengurangi
ada beda nyata (p = 0,05) ketampakan kasar. Pengurangan warna
Warna: 1-7 dari putih kekuningan sampai coklat tua sekali;
aroma: 1-7 dari tidak beraroma gadung sama sekali sampai coklat kembang goyang mungkin juga
sangat beraroma gadung; rasa: 1-7 dari tidak manis sama sekali dapat dilakukan dengan mengurangi lama
sampai sangat manis; kekerasan: 1-7 dari sangat keras sampai
sangat lunak; dan ketampakan: 1-7 dari sangat kasar sampai penggorengan atau menurunkan suhu
sangat halus. penggorengan.
207
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pastes. Part I. Large Deformation
6. DAFTAR PURTAKA Measurements Paste Properties.
Ani, S., Encep, H., Dida, S., Erliza, H., Carbohydrate Polymers. 49: 315-321.
2009. Bisnis Kue Kering. Penebar Haryadi, 1993. Dasar-dasar dan
Swadaya. Jakarta. Pemanfaatan Ilmu dan Teknologi
Anonim. 1970. Official Method of Pati. Agritech 13(3): 37-42.
Analysis of The Association of Official Hidayati, N., 2004. Karakteristik Tepung
Analytical Chemist. AOAC. Jagung Kuning Instant dengan
Washington DC. Pembanding Tepung Beras dan
Anonim, 1995. S319.2: Methods for Tepung Terigu. Skripsi S1, Jurusan
determining and expressing fineness Teknologi Pangan dan Hasil
of feed materials by sieving. St. Pertanian, FTP UGM, Yogyakarta.
Joseph, Mich.: ASAE Hug-Iten, S., Escher, F., and Conde-Petit,
Anonim, 2002. Kajian Umbi-umbian, B., 2001. Structural Properties of
Fakultas Teknologi Pertanian, Starch in Bread and Bread Model
Universitas Jember, Jember. Systems: Influence of an Antistaling -
Anonim, 2005. Daftar Komposisi Bahan Amylase. Cereal Chemistry 78(4):
Makanan. Persatuan Ahli Gizi 421-428.
Indonesia. Jakarta Ikediobi, CO., Onyia, G.O.C., Eluwah,
Anonim, 20091. SNI 3751:Tepung terigu C.E., 1980. A rapid and Inexpensive
sebagai bahan makanan. Enzymatic Assay for Total Cyanide in
www.BSN.go.id. [25 Maret 2010]. Cassava and Cassa products. Journal
Anonim, 20092. SNI 3549: Tepung Beras. of Agriculture Biological Chemistry
www.BSN.go.id. [25 Maret 2010]. 44(12): 2803-2809.
Aryee, F.N.A., Oduro, I., Ellis, W.O., Juliano, B.O., 1971. A Simplefied Assay
Afuakwa, J.J., 2006. The for Milled Rice Amylose. The AVI
physicochemical properties of Xour Publishing Company Inc., Westport.
samples from the roots of 31 varieties Connecticut.
of cassava. Food Control 17: 916-922. Kartika, B., Pudji Hastuti, dan Supartono,
Bangun, P.N., Haryadi, Bintoro, N., 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Darmadji, P., 2004. Pembuatan Pangan. Pusat Antar Universitas
Tepung Jagung Kuning Pramasak Pangan dan Gizi. UniversitasGadjah
Dengan Metode Proses Nixtamalisasi Mada. Yogyakarta.
Serta Karakterisasi Produknya. Pambayun, R., 2008. Kiat Sukses
Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Teknologi Pengolahan Umbi Gadung.
Agritech 25(3): 148-153. Yogyakarta. Ardana Media.
Dogan, S.F., Sahin, S., Gulum, S., 2005. Radley, J.A., 1954. Starch and Its
Effects of soy and rice flour addition Derivatives. John Wiley and Sons Inc.
on batter rheology and quality of New York. Vol II. 3rd ed.
deep-fat fried chicken nuggets. Journal Saji, 2004. Rupa-rupa Bolu Kukus.
of Food Engineering. 71: 127-132. Jakarta: Media Boga.
Earle, R.L., 1969. Unit Operation in Food Sung, W.C., Martha, S., 2003.
Proccessing. Pergamon Press. Characterization of Various Wheat
London. Starch in Pasta Development. Journal
Han, X.Z., Osvaldo H. C., Hanping G., of Marine Science and Technology
Peter L.K., Bruce, R.H., 2002. 11(2): 61-69.
Influnce of Maize Starch Granule- Surhaini., Mursalin., Addion, N., 2009.
Associated Protein on The Teknologi Penggunaan Umbi Gadung
Rheological Properties of Starch Bebas Racun Menjadi Keripik
208
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Simulasi. Jurnal ISSN: 0854 8986.
Universitas Jambi.
Widowati, S., 2009. Tepung Aneka Umbi
Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.
http://www.litbang.deptan.go.id. Sinar
Tani Edisi 6-12 Mei 2009. [29 Mei
2009].
Winarno, 2002. Kimia Pangan dan
Gizi.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
209
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PERBAIKAN KUALITAS NATA KULIT PISANG KEPOK KUNING
MELALUI PENERAPAN KEBUTUHAN TEKNIS DALAM
QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
Abstrak
Pisang kepok kuning (Musa paradisiacal L) merupakan jenis pisang yang banyak
diolah menjadi aneka makanan dengan limbah berupa kulit yang mudah membusuk dan
kurang dimanfaatkan. Melalui proses fermentasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter
xylinum, kulit pisang dapat dijadikan sebagai bahan dasar nata. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas nata kulit pisang kepok kuning yang diproses dengan prosedur standar,
dan mengetahui keefektifan penerapan kebutuhan teknis dalam QFD untuk perbaikan kualitas
nata.
Bahan dasar nata diperoleh dengan mengerok kulit pisang bagian dalam. Nata yang
dihasilkan menggunakan proses standar selanjutnya diuji kualitasnya dan dibandingkan
dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) dan nata air kelapa. Atribut kualitas yang perlu
diperbaiki ditindaklanjuti dengan menggunakan metode QFD, yang menggunakan
pendekatan secara komprehensif dan sistematis untuk memastikan bahwa produk dapat
memenuhi harapan konsumen. Output dari QFD berupa rincian kebutuhan teknis dalam
proses pembuatan nata. Efektifitas kebutuhan teknis dalam memperbaiki kualitas nata diukur
dengan membandingkan kualitas nata sebelum dan sesudah penerapan kebutuhan teknis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut mutu nata kulit pisang kepok kuning
yang meliputi cemaran mikrobia; kandungan Cu, Zn, serat kasar; warna serta tekstur sesuai
dengan SNI nata dalam kemasan. Akan tetapi tingkat kualitas untuk atribut warna, tekstur,
aroma, dan rasa masih dibawah nata air kelapa. Penerapan kebutuhan teknis dari metode
QFD yang berupa penambahan frekuensi perebusan menjadi lima kali dapat memperbaiki
kualitas nata kulit pisang kepok kuning secara signifikan.
Kata kunci : Kualitas, Kulit Pisang, Nata, Quality Function Deployment (QFD)
210
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
membuat nata. Kandungan pektin prosedur standar, 2) mengetahui
yang terdapat di dalam kulit pisang sangat keefektifan kebutuhan teknis dalam QFD
berpengaruh dalam pembentukan gel pada untuk peningkatan kualitas atribut fisik
proses pembuatan nata. Pektin mempunyai nata kulit pisang.
kemampuan sangat baik untuk membentuk
gel dalam medium asam dan gula (medium 2. METODOLOGI
nata) sehingga berpengaruh terhadap Penelitian ini menggunakan kulit
tekstur, warna, dan rasa nata yang akan pisang kepok kuning (Musa paradisiacal
dihasilkan. Pektin merupakan karbohidrat L) yang banyak dihasilkan dari pedagang
polisakarida (serat polisakarida struktural) gorengan di daerah Yogyakarta, dimana
yang berfungsi sebagai penguat tekstur tiap pedagang rata-rata menghabiskan 10
(John, 1997). bonggol pisang kepok kuning setiap
Berdasarkan penelitian Susanti harinya. Selain itu, kulit bagian dalam
(2006) tentang perbedaan penggunaan pisang kepok kuning lebih tebal dan
jenis kulit pisang terhadap kualitas nata mengandung pektin yang lebih tinggi
diketahui bahwa nata dari kulit pisang raja dibandingkan jenis lainnya. Kerangka
nangka dibandingkan dengan kulit pisang pemecahkan masalah dalam penelitian ini
ambon kuning dan kepok putih dilakukan dengan:
mempunyai ketebalan nata terbaik dan 1. Pembuatan nata kulit pisang kepok
paling disukai, kandungan Coliform dan kuning dengan prosedur standar (Warisno,
serat kasarnya sesuai dengan SNI. 2009).
Perbaikan kualitas nata kulit pisang dari 2. Penilaian kualitas nata kulit pisang
aspek warna, aroma, rasa, tekstur, dan kepok kuning dibandingkan dengan nata
keamanan yang sesuai dengan SNI perlu air kelapa.
dilakukan sehingga dapat lebih diterima 3. Penyusunan rancangan kebutuhan
konsumen dan mampu bersaing di pasar teknis untuk perbaikan kualitas nata kulit
dengan nata dari bahan baku lain. Untuk pisang kepok kuning sesuai dengan SNI no
itu diperlukan metode terstruktur yang 01-4317-1996 dan keinginan konsumen
digunakan dalam proses perencanaan dan dengan metode QFD.
pengembangan produk untuk menetapkan Pembuatan nata kulit pisang kepok
spesifikasi kebutuhan dan keinginan kuning dengan prosedur standar :
konsumen, serta mengevaluasi suatu
produk dalam memenuhi kebutuhan dan a. Pembuatan starter nata kulit pisang
keinginan konsumen. kepok kuning
Quality Function Deployment Kulit pisang yang telah dicuci dan
(QFD) merupakan customer driven direndam dalam air panas, dikerok kulit
process, sehingga fokus utama dari metode bagian dalamnya. Kemudian diblender
ini adalah konsumen. QFD akan mencoba dengan perbandingan air dan kulit pisang 2
mendefinisikan umpan balik dari : 1. Hasil pemblenderan disaring dengan
konsumen untuk dapat diketahui keinginan menggunakan kain saring untuk
sesungguhnya dari konsumen dalam memisahkan sari kulit pisang yang akan
sekelompok kebutuhan dasar, yang digunakan sebagai media starter dengan
diperbandingkan dengan informasi ampas. Media stater direbus dengan
persaingan yang tersedia. Semua pesaing penambahan gula pasir 10% dari volume
di evaluasi dari perspektif konsumen media; ZA 0,8% dari volume media; dan
maupun dari perspektif teknik (Bossert, cuka 5% dari volume media. Perebusan
1991). Penelitian ini bertujuan untuk 1) dilakukan hingga media starter mendidih
mengetahui kualitas nata kulit pisang dan memiliki pH antara 3-4 (Winarno,
kepok kuning yang diproses dengan 2009). Media starter dituang dalam botol
211
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dalam keadaan masih panas, ditutup
dengan kertas koran, didinginkan, b. Uji Cu dan Zn
ditambahkan starter Acetobacter Menggunakan metode AAS
xylinum10% dari volume media stater (AtomicAbsorption
dalam botol. Botol berisi stater Spectrophotometer),penentuan unsur
Acetobacter xylinum ditutup dengan kertas logam dan metalloid yang pengukurannya
koran. Proses fermentasi berlangsung berdasarkan penyerapan cahaya dan
selama 4-7 hari dalam ruangan yang panjang gelombang tertentu oleh logam
kering dan bersuhu 250-300C. dalam alam bebas (Skoog and Benner,
2000).
b. Pembuatan nata kulit pisang kepok
kuning c. Uji Serat kasar
Pembuatan media nata kulit pisang Menggunakan metode analisa hidrolisis
kepok kuning sama dengan pembuatan asam basa. Serat kasar merupakan bagian
media starter kulit pisang kepok kuning, tanaman yang dapat terhidrolisis
hanya penuangannya dilakukan pada baki. menggunakan pelarut asam sulfat (H2SO4)
Proses fermentasi nata kulit pisang kepok 1,25% dan Natrium Alkali Hidroksida
kuning berlangsung selama 7-10 hari (NaOH) 1,25% (Anonim, 2011).
dalam ruangan yang kering dan bersuhu
250-300C. Pada saat penyimpanan tidak d. Uji warna
boleh terkena goncangan karena akan Menggunakan Colorimeter Hunter yang
mempengaruhi ketebalan nata kulit pisang dilengkapi dengan integritas langsung
kepok kuning yang dibentuk. konversi nilai L menyatakan cahaya pantul
yang menghasilkan warna akromatik putih
c. Penanganan pasca panen nata kulit abu-abu dan hitam dengan interval nilai 0
pisang kepok kuning 100; a menyatakan warna kromatik
Nata kulit pisang kepok kuning campuran merah hijau dengan interval -80
yang telah terbentuk direndam selama 12- hingga +100; dan b menyatakan warna
72 jam hingga warna rendaman berubah kromatik campuran biru kuning dengan
menjadi keruh. Kemudian dilakukan interval -70 hingga +70.
pencucian I dengan air mengalir,
pemotongan, pencucian II, perebusan I, e.Uji tekstur
penirisan, pengepresan, dan perebusan II, Menggunakan metode Llyod menggunakan
selanjutnya nata kulit pisang kepok kuning Universal Testing Machine, dimana
siap untuk dikonsumsi. prinsip pengukurannya dengan
memberikan gaya tekan pada bahan
1) Uji Laboratorium samapai bahan tersebut pecah atau rusak.
a. Uji Coliform Tujuan uji tekstur adalah untuk
Menggunakan metode MPN (Most mendapatkan nilai kuantitatif tekstur
Probable Number) dengan cara fermentasi bahan sehingga dapat dibandingkan.
tabung ganda, dimana metodde ini lebih
sensitif dalam mendeteksi Coliform dalam 2) Uji Inderawi
jumlah yang rendah pada sampel. Nilai Uji inderawi dilakukan pada
MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
(growth unit) atau unit pembentuk koloni kuning yang meliputi atribut mutu warna,
dalam sampel. Makin kecil nilai MPN aroma, rasa tawar (plain), serta tekstur. Uji
suatu sampel maka makin tinggi inderawi ini merupakan uji berpasangan,
kualitasnya. Metode MPN memiliki limit dilakukan sebanyak dua kali, yaitu
kepercayaan 95% (Fardiaz, 1989). membandingkan nata kulit pisang kepok
212
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kuning yang di proses dengan prosedur baik dengan nilai diatas 3, tetapi masih
standar dengan nata air kelapa sebagai dibawah nata air kelapa. Berdasarkan uji Z
pembanding, serta membandingkan nata dengan tingkat kepercayaan 95%, atribut
kulit pisang kepok kuning sebelum dan warna putih bersih dan tekstur kenyal
sesudah penerapan kebutuhan teknis dari mempunyai tingkat perbedaan yang
QFD. Uji inderawi dilakukan signifikan sehingga perlu dilakukan
menggunakan kuesioner likert skala 4, perbaikan kualitas.
yaitu sangat tidak baik bernilai 1 hingga
sangat baik bernilai 4. Responden yang Tabel 1. Perbandingan hasil uji laboratorium nata
digunakan adalah sebanyak 43 orang yang kulit pisang kepok kuning dengan standar SNI no-
01-4317-1996 : nata dalam kemasan
diambil secara acak.
No Kandungan Standar SNI Nata kulit pisang
kepok kuning
3) QFD 1. Cemaran <3x107Koloni/gram 2.47x107Koloni/gram
Melalui QFD, the voice of customer mikrobia
terjemahkan ke dalam proses desain yang (Coliform)
3. Cu Maks. 2 mg/kg 1,063 mg/kg
berbentuk a House of Qualty(HoQ) matrix 4. Zn Maks. 5,0 mg/kg 0,3495 mg/kg
untuk menghasilkan produk atau jasa 5. Serat Maks. 4,5% 2,713 %
Kasar
sesuai persyaratan dan keinginan
konsumen. Output dari HoQ adalah
kebutuhan teknis untuk memperbaiki Tabel 2. Perbandingan hasil uji inderawi nata kulit
pisang kepok kuning dengan nata air kelapa
kualitas atribut fisik nata kuit pisang kepok
kuning. Tingkat kefektifan penerapan No Atribut mutu Nata kulit Nata air
pisang kepok kelapa
kebutuhan teknis ini dapat diketahui 1. Aroma Segar 3,163 3,186
dengan membandingkan kualitas atribut 2. Rasa Plain (tawar) 3,419 3,442
fisik nata kulit pisang kepok kuning 3. Warna Putih Bersih 3,163* 3,442*
4. Tekstur Kenyal 3,047* 3,116*
sebelum dan sesudah penerapan kebutuhan *) Berbeda nyata
213
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
cemaran logam, cemaran arsen, cemaran terlihat bahwa secara umum dengan
mikrobia). Kinerja karakteristik fisik nata penambahan frekuensi perebusan, nilai
kulit pisang kepok kuning dengan metode tekstur (N) akan menurun (Gambar 2).
standar walaupun sudah baik tetapi masih Dengan penambahan perebusan menjadi 5
di bawah nata air kelapa. Sehingga titik kali mampu meningkatkan kualitas tekstur
penjualan untuk semua atribut adalah 1,5 nata kulit pisang kepok kuning mendekati
(perubahan pada atribut akan berpengaruh kualitas tekstur nata air kelapa secara
besar terhadap tingkat kepuasan konsumen signifikan. Dari pengujian warna,
dan tingkat penjualan nata kulit pisang penambahan frekuensi perebusan
kepok kuning), kecuali pada atribut rasa memberikan dampak negatif pada nata
tawar (plain), yaitu 1,0 (perubahan pada kulit pisang kepok kuning, yaitu dengan
atribut akan berpengaruh kecil terhadap penambahan frekuensi perebusan, nilai L
tingkat kepuasan konsumen dan tingkat (lightness) cenderung menurun (Gambar
penjualan nata kulit pisang kepok kuning). 3).
Berdasarkan normalisasi skala kepentingan
konsumen, peringkat tertinggi terendah
karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
kuning yaitu atribut aroma segar, tekstur
kenyal, warna putih bersih, rasa tawar
(plain).
Rancangan kebutuhan teknis yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dilakukan dengan modifikasi
proses pasca panen nata. Penambahan
frekuensi perebusan mempunyai hubungan
kuat dengan semua atribut karakteristik
fisik nata kulit pisang kepok kuning
dengan normalisasi prioritas tertinggi
(26,0569%). Menurut Warisno (2009),
perebusan memberikan manfaatkan
menghilangkan aroma tidak sedap,
mematikan organisme merugikan pada Gambar 1. House of quality nata kulit
nata, meningkatkan kekenyalan nata, dan pisang kepok kuning
mengubah karakteristik menjadi tampak
bening (menarik). Kebutuhan teknis
penambahan perebusan mempunyai
hubungan korelasi negatif sedang dengan Perbandingan Tekstur
penambahan air tawas pada penambahan 80
70
pengepresan. Sedangkan sanitasi alat 60
tekstur (N)
kulit pisang 5x
kulit pisang 7x
kulit pisang 9x
kulit pisang
air kelapa
perebusan
perebusan
perebusan
214
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Gambar 2. Tekstur nata kulit pisang kepok kebutuhan teknis dari metode QFD,
kuning dengan berbagai frekuensi diperoleh hasil bahwa penambahan
perebusan frekuensi perebusan menjadi lima kali
efektif meningkatkan kualitas atribut
45 40.29 karakteristik fisik nata kulit pisang kepok
40 37.07
kuning.
35 29.44 30.78 28.61 29.79
30
L value
25
20 5. DAFTAR PUSTAKA
15 Anonim. 2011. Bhina Patria
10
5 www.inparametric.com . Diakses 23
0 Maret 2011.
Bossert, James L. 1991. Quality Function
Deployment : A Practitioners
Approach. ASQC Quality Press,
Milwaukee, Wisconsin.
Cohen, Lou. 1995. Quality Function
Gambar 3. Lightness nata kulit pisang Deployment : How to Make QFD
kepok kuning dengan berbagai frekuensi Work for You, Addison Wesley
perebusan Publishing Co.USA
Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi
Hasil dari penambahan frekuensi Pangan.Departemen Pendidikan dan
perebusan menjadi 5 kali, dilihat dari Kebudayaan. IPB.
pengujian secara inderawi menunjukkan Munadjin. 1988. Teknologi Pengolahan
peningkatan kinerja pada semua atribut Pisang. Gramedia. Jakarta.
nata kulit pisang kepok kuning kecuali Skoog, A., and R. Benner. 2000. Glucose
atribut warna putih bersih (Tabel 3). Hal flux in the upper water column of the
ini sesuai dengan hasil uji laboratorium Gulf of Mexico: Contribution to
yaitu terjadi penurunan tingkat kecerahan herotrophic bacterial production.
pada nata kulit pisang kepok kuning. Limnol. Oceanogr. 44:1625-1633
Suprapti, Lies. 2005. Aneka Olahan
Tabel 3. Perbandingan hasil uji inderawi nata Pisang. Kanisius. Yogyakarta
kulit pisang kepok kuning sebelum dan Susanti, Indah. 2006. Analisis
sesudah perbaikan dengan QFD Pengendalian Kualitas Produksi
Tekstil di PT. Sendi Pratama
Butir Atribut Kepentingan Sebelum Sesudah Nata
Konsumen Perbaikan Perbaikan air Pekalongan tahun 2005 dengan
kelapa Menggunakan Diagram Kontrol C.
1. Aroma Segar 3.163 3.326 3.186
2. Rasa 3.419 3.488 3.442 Tugas Akhir. Universitas Negeri
3. Warna Putih Bersih 3.163 3.047 3.442 Semarang. Semarang.
4. Tekstur kenyal 3.047 3.628 3.116
Sumber : Olah Data, 2011
Warisno, dan Kres Dahana. 2009.
Inspirasi Usaha Membuat Aneka
4. KESIMPULAN Nata. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Atribut kandungan produk pada Winarno, dan Srikandi Fardiaz. 1979.
nata kulit pisang kepok kuning dengan Biofermentasi dan Biosintesa Protein.
metode standar standar sesuai dengan SNI Angkasa. Bandung.
no 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam
kemasan, tetapi atribut karakteristik
fisiknya belum sama dengan kualitas nata
air kelapa. Berdasarkan pemenuhan
215
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kata kunci : bakso ikan tuna, tepung ganyong, tepung garut, mocaf
216
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
berpotensi sebagai filler seperti tepung Mengetahui variasi konsentrasi tepung
tapioka .yang biasa digunakan untuk ganyong, tepung garut, dan mocaf terhadap
membuat produk bakso Pati ikan. tepung tapioka dan sifat kimia bakso ikan
Kandungan karbohidrat (88%) dan pati tuna yang disukai panelis.
(84,71%) yang tinggi pada tepung tapioca,
mampu membentuk gel saat proses 3. METODE PENELITIAN
pengolahan sehingga tekstur bakso ikan 3.1. Bahan dan alat
menjadi kenyal. Amilosa dan amilopektin Bahan dasar yang digunakan daging ikan
merupakan komponen utama pati tuna segar berwarna putih
Komponen amilosa yang tinggi pada pati, kemerahan),Filler yang digunakan antara
penyusun pati adalah amilosa dan lain Mocaf ,tepung ganyong , tepung garut,
amilopektin. Kadar amilosa tinggi akan dan tepung tapioka,Bumbu-bumbu (
bersifat kering, kurang lekat, dan bawang putih, merica, garam, bawang
kecenderungan higroskopis lebih kuat merah, jahe, telur ) .
sedangkan kadar amilopektin tinggi maka Bahan kimia yang digunakan
pati akan lebih basah, lekat dan cenderung adalah:aquadest, H2SO4 95-98%, asam
sedikit menyerap air ( Wirakartakusuman, borat 99.5%, indicator BCG-MR,
1981 ). Filler yang digunakan dalam katalisator N, Nelson A dan Nelson B,
pembuatan bakso ikan penyusun utamanya glukosa standar, arsenmolibdat, HCl 30%,
adalah karbohidrat dan pati. Untuk NaOH 40%, dan petroleum eter .
mengetahui potensi tepung ganyong, Alat yang digunakan : timbangan,
tepung garut, dan mocaf dengan beberapa pisau stainless steel, telenan, penggiling
variasi terhadap tepung tapioka maka daging ikan , pancpperebus, Oven suhu
digunakan sebagai filler dalam pembuatan 1050C, timbangan analit, botol timbang,
bakso ikan tuna. Ikan tuna mempunyai eksikator, labu Kjeldahl, alat titrasi, alat
kandungan protein yang cukup tinggi yaitu destilasi lengkap, vortex,
20.9%.,yang akan berfungsi dalam spektrofotometer, pH meter, muffle,
pengikatan hancuran daging dalam bakso waterbath, mesin pengayak, soxclet
selama pemasakan dan mengemulsi lemak ,Universal Testing Machine (UTM),
sehingga produk menjadi empuk, kompak borang penilaian
dan kenyal. Otot ikan tidak banyak
memiliki jaringan penghubung seperti 3.2. Cara Penelitian
pada daging hewan lainnya sehingga Tahapan penelitian meliputi: Analisis sifat
menyebabkan daging ikan lunak. fisik tepung tapioka, ganyong, garut dan
Dalam penelitian ini dibuat bakso mocaf. pembuatan bakso ikan tuna dengan
ikan tuna dengan filler tepung ganyong, filler campuran tepung tapioca dan tepung
tepung garut, dan mocaf dengan variasi ganyong,garut serta mocaf dengan
konsentrasi tepung tersebut terhadap perbandingan : (0:100); (25:75) ;(50:50)
tepung tapioka 0:100, 25:75, 50:50, 75:25, ;(75:25), (100:0). Analisis sifat fisik,
dan 100:0 dilakukan uji sensoris, uji fisik, kimiawi dan sensoris bakso ikan tuna.
dan uji kimia sehingga dapat diketahui
bakso ikan tuna yang disukai panelis. 3.3. Pembuatan Bakso Ikan Tuna
Daging ikan tuna dicuci bersih, digiling
2. TUJUAN PENELITIAN dan ditambah bahan penghilang rasa amis
Mengetahui sifat fisik dan sifat kimia (bawang merah, bawang putih dan jahe).
tepung ganyong, tepung garut, dan mocaf Tepung ganyong, garut, mocaf dengan
Mengetahui sifat fisik dan sifat sensoris variasi perbandingan terhadap tepung
bakso ikan tuna dengan filler tepung tapioka : seperti pada Tabel 1. yang
ganyong, tepung garut, dan mocaf
217
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dicampurkan pada daging ikan giling
direbus ,kemudian dicetak Dari hasil pengamatan pada Tabel 1.
menunjukkan bahwa tepung tapioka,
Tabel 1. Perbandingan tepung ganyong/ tepung ganyong, tepung garut, dan mocaf
tepung garut/ modified cassava flour terhadap mempunyai warna berbeda-beda.yang
tepung tapioka akan mempengaruhi warna bakso ikan
Perbandingan Tepung Ganyong/ Tepung Garut/
Modified Cassava Flour Terhadap Tepung tuna. Bau tepung tapioka, tepung ganyong,
Tepung Tapioka (gram) mocaf normal sedangkan bau tepung garut
0:100 25:75 50:50 75:25 100:0 beraroma garut yang dapat
Ganyong mempengaruhi bau bakso ikan. Menurut
0 3.75 7.5 11.25 15
Fennema ( 1985 ), warna merupakan
Garut atribut kualitas yang paling penting dari
0 3.75 7.5 11.25 15
Mocaf
suatu produk.
0 3.75 7.5 11.25 15
Tapioka
15 11.25 7.5 3.75 0
4.2. Karakteristik kimia tepung tapioka,
ganyong, garut , mocaf dan ikan tuna
3.4. Analisis kimia bakso ikan tuna Tabel 2. Komposisi kimia tepung tapioka
Analisis sifat kimia yang dilakukan ganyong, garut dan mocaf
Karbohidrat
meliputi: analisis kadar air tepung Tepung
Air Protein Lemak Abu
(by
Pati
(%wb) (%db ) (%db) (%db) (%db)
tapioca, ganyong/ garut/ mocaf dan ikan difference,%db)
Tapioka 13.68 0.58 0.08 0.26 99.08 92.43
tunametode thermogravimetri, AOAC Ganyong 11.20 2.93 0.31 3.07 93.69 83.01
Garut 5.38 6.01 0.94 4.53 88.52 83.61
(1970),kadar protein metode Mikro Mocaf 16.23 1.71 0.26 0.98 97.05 91.11
Kjeldahl, AOAC (1970).,kadar lemak Ikan
Tuna
78,18 20,87 - - - -
metode ekstraksi soxhhlet, AOAC
(1970),kadar abu metode Hasil analisis komposisi kimiawi
thermogravimetri, AOAC pada Tabel 2a, menunjukkan bahwa
(1970),karbohidrat by difference, AOAC tepung tapioka, ganyong, garut dan mocaf
(1970), pati metode Nelson-Somogyi, memiliki potensi sebagai bahan pengisi (
AOAC (1970).,Analisis sensoris bakso filler ) dilihat dari kadar karbohidrat, pati
ikan tuna dengan metode Meilgard(1981) dan abu yang tinggi dan kadar air yang
mendekati kadar air yang dipersyaratkan
3.5. Analisa data SNI No 01-3451-1994(15%),. Disamping
Data yang diperoleh dianalisis itu juga memiliki potensi sebagai bahan
secara statistic menggunakan analisis pengikat (binder) dilihat dari kadar protein
varian. Apabila terdapat perbedaan yang nya., khususnya tepung garut (6,01%) .
nyata (pada 0,05) maka dilanjutkan Pada saat proses gelatinisasi terjadi, air
dengan uji pembedaan menggunakan yang sebelumnya berada di luar granula
Duncan New Multiple Rang Test pati dan bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan, setelah dipanaskan sebagian
4. HASIL DAN PEMBAHASAN air berada dalam butir-butir pati dan tidak
4.1.Sifat fisik tepung tapioka, ganyong, dapat bergerak bebas karena terikat oleh
garut dan mocaf gugus hidroksil dalam molekul pati
sehingga menyebabkan rongga-rongga pati
Tabel 1. Sifat fisik tepung tapioka, ganyong, merapat.(Haryadi1994). Kadar protein
garut dan mocaf yang tinggi pada ikan tuna (20,87%),
Tepung Warna Bau menunjukkan.protein myofibril aktin
Tepung Tapioka Putih Normal
Tepung Ganyong Cokelat Normal myosin sebagai emulsifier mampu
Tepung Garut Putih kekuningan Aroma garut menstabilkan system emulsi adonan bakso
Mocaf Putih Normal
218
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sehingga menghasilkan bakso kenyal, cokelat dan ikan tuna berwarna putih
kompak dengan sifat irisan yang halus.. kemerahan yang mengandung mioglobin
sehingga menyebabkan warna bakso ikan
4.3. Analisis sensoris bakso ikan dengan tuna berwarna abu-abu dan membuat
filler variasitepung tapioka, panelis tidak menyukai bakso ikan tuna
ganyong,garut, mocaf jika ditambah filler sampai 100% tepung
ganyong. Panelis mampu membedakan
4.3.1.Uji Kesukaan bakso ikan tuna warna yang disukai panelis dengan nilai
dengan filler variasi tepung tapioka : 3,95 pada variasi (50:50) atau penggunaan
ganyong tepung ganyong 50% yaitu kisaran abu-
abu-sangat abu-abu, seperti pada data
Tabel 3. Nilai kesukaan terhadap warna, bau, Tabel 4.
rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
tuna 4.3.2. Uji pembedaan bakso ikan tuna
Variasi Nilai Kesukaan
tepung dengan filler variasi tepung tapioka :
ganyong
Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan ganyong
:
tapioka
100:0 3.50d 3.10a 3.65b 3.00a 3.50c
25 : 75 2.85c 3.20a 3.35ab 2.65a 3.15bc Tabel 4. Uji pembedaan bakso ikan tuna
50 : 50 2.55bc 3.30a 3.30ab 3.05a 3.10bc dengan filler variasi tepung tapioka :ganyong
75 : 25 2.05ab 2.85a 2.85a 2.85a 2.55a Variasi tepung Nilai Pembedaan
100 : 0 1.85a 3.05a 2.95a 2.45a 2.70ab ganyong :
* Warna Bau Rasa Kekenyalan
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti tapioka
a a a
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05). 0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4: 25 : 75 3.60b 3.00a 3.20a 2.50a
suka, 5: sangat suka 50 : 50 3.95bc 3.15a 3.00a 2.40a
75 : 25 4.20bc 3.30a 3.05a 2.60a
Hasil analisis Tabel 3, 100 : 0 4.35c 3.05a 2.90a 2.30a
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan bahwa variasi perbandingan berarti tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
tepung tapioca : ganyong sebagai filler Keterangan : Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu;
3.abu-abu; 4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau
berpengaruh terhadap kesukaan panelis khas ikan; 2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan;
pada warna, rasa dan keseluruhan , namun 4:sangat bau khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa:
1:tidak ada rasa khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada
tidak berpengaruh pada bau dan rasa khas ikan; 4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali
kekenyalan. Hal ini sesuai dengan warna rasa ikan
Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal; 4:sangat
masing-masing tepung yang berbeda pada kenyal; 5:sangat kenyal sekali
Tabel 1.Semakin banyak tepung ganyong
kesukaan panelis semakin menurun sampai 4.3.3.Uji kesukaan bakso ikan tuna
50% memiliki nilai warna 2,55 (tidak suka dengan filler variasi tepung tapioka :
agak suka)dan keseluruhan 3,10 (agak garut
suka-suka) seperti terlihat pada warna
bakso ikan tuna Gambar 1. Tabel 5.Nilai kesukaan terhadap warna, bau,
rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
tuna
Variasi Nilai Kesukaan
Tepung
Garut : Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tapioka
0 : 100 3.50a 3.10a 3.65b 3.00a 3.50b
25 : 75 3.15a 3.05a 3.40b 2.75a 3.05ab
50 : 50 3.00a 3.45a 3.40b 2.80a 3.15ab
Gambar 1. Warna Bakso ikan tuna dengan filer tepung 75 : 25 3.25a 2.90a 3.30b 2.55a 2.95a
tapioca :tepung Ganyong (100:0) ;75:25) .(50%50); 100 : 0 3.20a 3.05a 2.70a 2.35a 2.80a
*
25:75).0:100) Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
Hal ini disebabkan karena warna suka, 5: sangat suka
dari tepung ganyong sendiri berwarna
219
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Hasil analisis Tabel 5 4.3.5.Uji kesukaan bakso ikan tuna
menunjukkan variasi perbandingan tepung dengan filler variasi tepung tapioka :
tapioca :garut sebagai filler tidak mocaf
berpengaruh terhadap kesukaan panelis
pada warna, bau , rasa dan kekenyalan, Tabel 7. Nilai kesukaan terhadap warna, bau,
namun berpengaruh terhadap kesukaan rasa, kekenyalan dan keseluruhan bakso ikan
keseluruhan. Semakin banyak tepung garut tuna
Variasi Nilai Kesukaan
yang ditambahkan (50:50))nilai kesukaan Tepung
(3.15) berkisar agak suka- suka) Warna Mocaf :
Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tepung
tepung garut putih kekuningan seperti Tapioka
terlihat pada Gambar 2. 0 : 100 3.50a 3.10a 3.65ab 3.00a 3.50a
a a b a
25 : 75 3.65 3.30 3.90 2.95 3.35a
Seiring dengan hasil uji pembedaan 50 : 50 3.50a 3.10a 3.40ab 3.10a 3.55a
Tabel 6, panelis tidak bisa membedakan 75 : 25 3.50a 3.00a 3.10a 3.00a 3.25a
a a a a
100 : 0 3.30 3.05 3.05 2.95 3.10a
bau, rasa dan kekenyalan bakso, namun *
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
dapat membedakan warnanya karena tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
pengaruh warna tepung garut putih suka, 5: sangat suka
kekuningan.
Hasil analisis Tabel 7
menunjukkan variasi perbandingan tepung
tapioca :mocaf sebagai filler tidak
berpengaruh terhadap kesukaan panelis
Gambar 2. Warna bakso ikan tuna dengan pada warna, bau , kekenyalan, dan
filer tepung tapioca: tepung garut keseluruhan, namun berpengaruh terhadap
(100:0);75:25).(50%50);25:75).0:100) rasa. Semakin banyak tepung mocaf yang
dtambahkan sampai 100:0 nilai kesukaan
4.3.4. Uji pembedaan bakso ikan tuna berkisar agak suka- suka, walaupun
dengan filler variasi tepung tapioka : nilainya semakin rendah(3,05) Warna
garut tepung mocaf putih sehingga
menghasilkan warna bakso yang
Tabel 6. Uji pembedaan bakso ikan tuna didominan warna ikan tuna kearah keabu-
dengan filler variasi tepung tapioka : garut abuan seperti Gambar 3.
Variasi Tepung Nilai Pembedaan
Garut : Tepung
Seiring dengan hasil uji pembedaan
Warna Bau Rasa Kekenyalan
Tapioka Tabel 8 panelis tidak bisa
a a a
0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a membedakan,bau, rasa dan kekenyalan
25 : 75 2.85b 3.25a 3.45a 2.40a
50 : 50 3.30bc 3.70a 3.50a 2.35a bakso , namun dapat membedakan warna
c a a
75 : 25 3.65 3.40 3.40 1.80a nya karena pengaruh warna tepung mocaf
100 : 0 3.30bc 3.45a 3.60a 2.00a
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti putih
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan :
Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu; 3.abu-abu;
4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau khas ikan;
2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan; 4:sangat bau
khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa: 1:tidak ada rasa
khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada rasa khas ikan;
Gambar 3. Warna bakso ikan tuna dengan
4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali rasa filer tepung tapioca :tepung mocaf
ikan.Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal;
4:sangat kenyal; 5:sangat kenyal sekali
(100:0);75:25).(50%50);25:75).0:100)
220
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 8 Uji pembedaan bakso ikan tuna semakin keras bakso ikan tersebut. Pati
dengan filler tepung tapioca : mocaf juga dapat mempengaruhi kekenyalan
Variasi Tepung Nilai Pembedaan
Mocaf : Tepung bakso ikan tuna, saat perebusan bakso
Warna Bau Rasa Kekenyalan
Tapioka
a a a
akan terjadi proses gelatinisasi, semakin
0 : 100 1.45 3.05 3.45 2.40a
25 : 75 2.45b 3.50a 3.50a 2.50a
tinggi pati yang ditambahkan pada bakso
50 : 50 2.60b
c
3.40a
a
3.40a
a
2.35a ikan, kekenyalan semakin berkurang dan
75 : 25 3.30 3.55 3.55 2.50a
100 : 0 3.65c 3.25a 3.25a 2.30a
membuat bakso ikan keras.
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Keterangan : Warna :1.putih;2.putih keabuan;3.agak abu-abu;
4.3.7. Analisis sensoris bakso ikan tuna
3.abu-abu; 4.sangat abu-abu kehitaman.Bau : 1:tidak ada bau yang diterima panelis
khas ikan; 2:cukup ada bau khas ikan; 3: ada bau khas ikan;
4:sangat bau khas ikan; 5:sangat kuat sekali bau ikan. Rasa: Tabel 10. Nilai kesukaan bakso ikan dengan
1:tidak ada rasa khas ikan; 2:cukup ada rasa khas ikan; 3: ada
rasa khas ikan; 4:sangat ada rasa khas ikan; 5:sangat kuat sekali filler variasi tepung tepung:
rasa ikan ganyong/garut/mocaf bahan lokal
Kekenyalan : 1:tidak kenyal; 2:cukup kenyal; 3:kenyal; 4:sangat Variasi Nilai Kesukaan
kenyal; 5:sangat kenyal sekali. Tepung
Tepung
Lokal :
Lokal Warna Bau Rasa Kekenyalan Keseluruhan
Tepung
4.3.6. Uji kekenyalan bakso ikan tuna Tapioka
0:100 3.30b 3.05ab 3.60a 3.55b 3.50ab
dengan Universal Testing Machine Ganyong 25:75 2.75a 3.55b 3.05a 2.75a 3.00a
(UTM)
50:50 3.55b 3.10ab 3.20a 2.90ab 3.40ab
25:75 3.75b 3.25ab 3.55a 3.25ab 3.70b
Garut
50:50 3.40b 2.80a 3.35a 3.10ab 3.15ab
Tabel 9. Kekenyalan bakso ikan tuna dengan Mocaf
50:50 3.70b 3.30ab 3.45a 3.05ab 3.60b
filler tepung: ganyong/ garut/ mocaf 75:25 3.60b 3.35ab 3.15a 2.70a 3.15ab
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
F max (N)
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Variasi (%) Tepung Tepung
Mocaf Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4:
ganyong garut
a a suka, 5: sangat suka
0 : 100 49.55 49.55 49.55a
25 : 75 82.47b 61.45ab 73.60b
50 : 50 78.94b 72.04b 52.49a 4.3.8. Uji kekenyalan bakso ikan tuna
b ab
75 : 25 80.58 61.43 67.33b
100 : 0 82.50b 67.33b 86.70c yang diterima panelis
*
Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak beda nyata pada tingkat signifikansi 5% (P<0.05).
Tabel 11.. Nilai kekenyalan bakso ikan tuna
Tepung Variasi Tepung: Kekenyalan
Hasil analisis Tabel 9 0:100 40.38c
25:75 37.10c
menunjukkan bahwa Variasi perbandingan Ganyong
50:50 30.55b
tepung tapioca :ganyong/garut/mocat Garut
25:75 26.97ab
berpengaruh terhadap kekenyalan bakso 50:50 27.63ab
50:50 29.34b
ikan tuna. Filler tepung ganyong (100;0) Mocaf
75:25 22.74a
menghasilkan kekenyalan yang tinggi
(82.50), sedangankan filler tepung garut Hasil analisis kekenyalan pada Tabel 12
menhasilkan kekenyalan yang tinggi menunjukkan bahwa semakin tinggi
(72.04) pada variasi (50:50), dan tepung penambahan filler dari masing-masing
mocaf kekenyalan tinggi(86.70). Filler tepung bahan lokal, semakin tidak kenyal.
mocaf memberikan gaya paling tinggi Hal tersebut sudah sesuai dengan penilaian
kemudian tepung ganyong dan tepung secara subyektif yaitu semakin tinggi
garut jika dilihat dengan 100% tepung penambahan tepung bahan lokal sebagai
bahan lokal. Hal ini dapat dilihat dari filler semakin tidak disukai kekenyalan
kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh bakso ikan tuna oleh panelis.
masing-masing tepung yang dapat dilihat
pada Tabel 2 (87.05%) Semakin tinggi
karbohidrat yang dimiliki tepung, semakin
tinggi gaya untuk menekan bakso ikan jadi
221
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4.4. Analisis sifat kimia bakso Iikan anorganik seperti natrium, kalium,
yang diterima panelis karbonat, dan fosfat.
222
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Anonim, 1998. Mengembangkan Industri
Pengolahan Garut. Sinar Tani Diakses
tanggal 12 April 2011.
Anonim, 2008. Dari Ganyong ke
Queensland Arrowroot.
http://foragri.blogsome.com diakses
tanggal 30 Maret 2011.
Anonim, 2009a. Budidaya Ganyong.
http://ditjentan.deptan.deptan.go.id
diakses tanggal 30 Maret 2011.
Anonim, 2009b. Umbi Ganyong.
<http:bukabi.wordpress.com> diakses
tanggal 30 Maret 2011.
Anonim. 1995. Syarat Mutu Bakso Ikan.
SNI 01-3819-1995. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Anonim. 2010. Produksi Ubikayu
Indonesia Tahun 2004-2010.
<http://bps.go.id> diakses tanggal 12
Mei 2011.
Anonim. 2011. Mengenal Ikan Tuna.
<http://AnneAhira.com> diakses
tanggal 20 Juni 2011.
Aprianita, Aprianita. 2010. Assesment of
Underutilized Strachy Roots and
Tubers for Their Applications in The
Food Industry. Literature Review : 72.
Avianita, A. 1996. Kajian Penambahan
Beberapa Jenis Tepung Terhadap
Sifat-Sifat Bakso Daging Kelinci (
Oryctolagus cuniculus ). Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian, UGM,
Yogyakarta.
223
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ANALISIS PEMANFAATAN BY-PRODUCT IKAN BAKAR/GORENG
DENGAN PENDEKATAN LIFE CYCLE ASSESSMENT
(Studi Kasus pada Rumah Makan Putra Bahari di Pantai Kuwaru,
Srandakan, Kabupaten Bantul)
Abstrak
Keberadaan rumah makan di Pantai Kuwaru dapat menimbulkan by-product yang jika
tidak dilakukan penanganan secara tepat maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pada dasarnya by-product yang berasal dari ikan masih mempunyai nilai ekonomis.
Pemanfaatan by-product tersebut secara langsung dapat meminimalkan terjadinya limbah
yang dapat mencemari lingkungan. Salah satu pemanfaatan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Pemanfaatan by-product menjadi tepung ikan
membutuhkan energi dan sumber daya. Untuk memanfaatkan by-product tersebut secara
optimal dan efisien perlu dilakukan suatu analisis yang dapat menghitung penggunaan energi
serta mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Salah satu teknik
identifikasi yang dapat digunakan adalah Life Cycle Assessment.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi proses pengolahan by-product
ikan bakar/goreng, memperoleh total penggunaan energi untuk mengolah by-product menjadi
tepung ikan dan mendapatkan rumusan pemanfaatan energi yang optimal serta usaha yang
dapat dilakukan untuk mengurangi sumber potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Penelitian ini menggunakan 8 skenario pengolahan tepung ikan yang terdapat pada proses
pemanasan dan pengeringan. Pemanasan dengan menggunakan kompor listrik, tungku kayu,
kompor minyak, dan kompor gas, sedangkan pengeringan menggunakan oven pengering dan
sinar matahari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skenario terbaik dalam pengolahan tepung ikan
terdapat pada skenario dengan pemanasan kompor gas dan pengeringan sinar matahari.
Penggunaan energi pengolahan setiap kg tepung ikan sebesar 39,74 MJ meliputi 2,25 MJ
energi manusia, 0,15 MJ energi listrik, 31,81 MJ energi bahan bakar gas dan 5,53 MJ energi
matahari. Emisi yang dikeluarkan sebesar 2206,44 gr/kg CO2, 0,00071 gr/kg SO2, dan 0,88
gr/kg NO2. Emisi yang dihasilkan berpotensi lebih pada terjadinya dampak pemanasan global
dibandingkan dengan acidification dan eutrophication.
224
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ekonomis, terutama yang berasal dari ikan. usaha yang dapat dilakukan untuk
Pemanfaatan by-product tersebut secara mengurangi sumber potensi dampak
langsung dapat meminimalkan terjadinya lingkungan yang ditimbulkan.
limbah yang dapat mencemari lingkungan. Penelitian ini merupakan bentuk
Dengan adanya pemanfaatan by- studi kasus sebagai upaya menerapkan
product tersebut diharapkan dapat LCA pada Rumah Makan Putra Bahari di
meningkatkan nilai tambah pada by- Pantai Kuwaru dan sebagai media
product yang dihasilkan dan juga dapat sosialisasi untuk dapat diterapkan pada
mengurangi dampak pencemaran rumah makan lainnya. Selain itu sebagai
lingkungan. Salah satu pemanfaatan yang pertimbangan dalam pengambilan
dapat dilakukan adalah dengan mengolah keputusan untuk perbaikan produk
by-product tersebut menjadi tepung ikan. maupun proses dalam kaitannya dengan
Pemanfaatan by-product menjadi mengoptimalkan penggunaan bahan dan
tepung ikan membutuhkan energi dan energi serta penyusutan dampak
sumber daya. Untuk memanfaatkan by- lingkungan dan sebagai referensi dalam
product tersebut secara optimal dan efisien upaya diversifikasi produk dengan
perlu dilakukan suatu analisis yang dapat memanfaatkan bahan sisa menjadi produk
menghitung penggunaan energi serta baru guna mengurangi dampak negatif
mempertimbangkan dampak lingkungan terhadap lingkungan.
yang ditimbulkan. Salah satu teknik Berdasarkan tujuan di atas perlu
identifikasi yang dapat digunakan adalah ditentukan batasan-batasan permasalahan
Life Cycle Assessment merupakan antara lain: Life Cycle Assessment dibatasi
proses yang obyektif untuk menilai beban pada bahan sisa ikan sebagai by-product
lingkungan yang berkaitan dengan produk, dan pemanfaatannya untuk diolah menjadi
proses, atau kegiatan. Penerapan analisis tepung ikan, input-output massa dan energi
daur hidup dilaksanakan dengan cara yang dianalisis merupakan input-output
pengenalan dan penentuan kuantitas yang langsung berhubungan dengan
penggunaan bahan dan energi, produk atau proses, analisis emisi dibatasi
pembebasan sisa bahan dan energi ke hanya pada emisi udara (gas) yang
lingkungan, penilaian dampak lingkungan dihasilkan dari penggunaan bahan bakar
akibat dari penggunaan bahan dan energi, dan parameter yang dianalisis dibatasi
serta penilaian dan penerapan peluang hanya pada emisi CO2, NO2, dan SO2,
untuk menggerakkan upaya perbaikan serta penelitian ini tidak mencakup uji
lingkungan (Suryowidjojo, 1999). mikrobiologis dan dampak sosial ekonomi
Terdapat empat komponen atau produk.
tahap dalam standar metodologi Life Cycle
Assessment (LCA) yaitu mendefinisikan 2. METODOLOGI PENELITIAN
tujuan dan lingkup kajian, menganalisis Penelitian ini dilakukan melalui
secara terperinci (analisis inventarisasi), beberapa tahapan, antara lain:
analisis dampak dan mengkaji perbaikan 1. Penelitian pendahuluan
(interptretasi). 2. Perumusan masalah dan tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk penelitian
mengidentifikasi kondisi proses 3. Studi pustaka
pengolahan by-product ikan bakar/goreng 4. Penetapan tujuan dan ruang lingkup
dengan pendekatan Life Cycle Assessment, LCA (Goal Definition and Scoping)
memperoleh total penggunaan energi 5. Inventarisasi daur hidup produk
untuk mengolah by-product menjadi (Inventory Analysis)
tepung ikan, serta mendapatkan rumusan 6. Pengkajian dampak daur hidup produk
pemanfaatan energi yang optimal serta (Impact Assessment)
225
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
7. Interpretasi daur hidup produk perkembangan diantaranya penambahan
(Interpretation) kios ikan pribadi milik Putra Bahari dan
8. Penarikan kesimpulan dan saran perluasan tempat makan lesehan sehingga
Prosedur penelitian secara skematis kini menjadi rumah makan yang cukup
digambarkan dalam Gambar 1. diminati wisatawan yang datang ke Pantai
Kuwaru.
226
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dikarenakan pengeringan dengan sinar ini, input dan output yang berhubungan
matahari lebih sulit dikontrol dengan pemanfaatan bahan sisa menjadi
dibandingkan menggunakan oven. tepung ikan diidentifikasi dan diukur
Jika pengeringan menggunakan oven kemudian dikonversi kedalam satuan
maka suhu diatur pada 70-80 oC dan energi.
dilakukan selama 9 jam dengan Energi yang diperhitungkan dalam
ketebalan hamparan 1-2 cm. penelitian ini adalah energi manusia,
6. Penepungan energi listrik, energi bahan bakar kayu
Penepungan merupakan bentuk proses (BBK), energi bahan bakar minyak
pengecilan ukuran yang dilakukan (BBM), energi bahan bakar gas (LPG) dan
untuk memperoleh tepung ikan energi matahari. Basis perhitungan yang
dengan partikel yang lebih kecil. dipakai adalah energi yang diperlukan
7. Pengayakan untuk menghasilkan 1 kg tepung ikan
Pengayakan dilakukan untuk dalam satuan Mega Joule (MJ), dengan 1
memperoleh partikel tepung ikan yang kalori setara dengan 4,2 Joule.
lebih seragam. Proses pengayakan ini Dalam proses pengolahan tepung ikan
menggunakan ayakan 60 mesh dan digunakan beberapa skenario yang
dilakukan secara manual. berbeda. Adanya skenario tersebut
bertujuan untuk melihat seberapa besar
3.3.Life Cycle Assessment perbedaan yang terjadi selama proses
3.3.1. Penetapan tujuan dan ruang pengolahan tepung ikan berkaitan dengan
lingkup penggunaan bahan bakar, energi dan emisi
Tujuan penerapan LCA dalam yang dikeluarkannya. Perbedaan skenario
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ini terdapat dalam proses pemanasan dan
kondisi proses pembuatan produk yang pengeringan. Pada proses pemanasan
berasal dari bahan sisa rumah makan dan digunakan beberapa sumber bahan bakar
menilai dampak yang ditimbulkan seperti listrik, bahan bakar kayu, bahan
terhadap lingkungan. Penetapan tujuan ini bakar minyak dan bahan bakar gas.
penting dalam menentukan jenis analisis Sedangkan pada proses pengeringan
dan perlakuan yang digunakan dibedakan berdasarkan cara pengeringan
berdasarkan hasil yang ingin dicapai. yaitu dengan menggunakan alat berupa
Lingkup penelitian ini dibatasi oven pengering dan tanpa bantuan alat
pada kajian daur hidup pengolahan bahan dengan memanfaatkan energi matahari.
sisa rumah makan yang berupa sisa ikan Dengan adanya skenario yang berbeda
(kepala, tulang dan organ tubuh bagian diharapkan dapat mengetahui penggunaan
dalam) menjadi tepung ikan. Penekanan energi yang optimal melalui skenario
permasalahan yang dikaji adalah terbaik pada penggunaan energi yang
pemanfaatan bahan sisa, energi, emisi minimal dan dampak lingkungan yang
udara dan limbah lain yang dikeluarkan minimal pula. Secara lengkap perbedaan
selama proses serta dampak yang skenario dalam pengolahan tepung ikan
ditimbulkan terhadap lingkungan. diperlihatkan dalam Gambar 2.
227
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1. Konsumsi Energi
Penggunaan energi untuk setiap skenario
disajikan dalam Tabel 1 berikut:
228
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Emisi per kg tepung ikan
Jenis Bahan
Skenario Pemakaian Emisi CO2 Emisi SO2 Emisi NO2
bakar
1 Listrik 4,42 kWh 4305,08 g/kWh 4,25 g/kWh 3,09 g/kWh
2 Listrik 4,29 kWh 4178,46 g/kWh 4,13 g/kWh 3,00 g/kWh
3 Kayu bakar 1,7 kg 2621,81 g/kg 0,31 g/kg 2,00 g/kg
4 Kayu bakar 1,9 kg 2930,26 g/kg 0,34 g/kg 2,24 g/kg
5 Minyak tanah 1,2 lt 3043,08 g/lt 0,20 g/lt 0,03 g/lt
6 Minyak tanah 1,17 lt 2967,00 g/lt 0,19 g/lt 0,02 g/lt
7 Gas LPG 0,692 kg 2268,74 g/kg 0,00073 g/kg 0,905 g/kg
8 Gas LPG 0,673 kg 2206,44 g/kg 0,00071 g/kg 0,880 g/kg
(Sumber: Data Olahan, 2011)
229
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
nitrogen atau fosfor pada suatu ekosistem. berdasarkan pada analisis ilmiah. Faktor
Eutrophication dapat terjadi di tanah konversi pada tahap karakterisasi ini
maupun di air. Eutrophication dapat disebut juga faktor karakterisasi. Faktor
berdampak pada berkurangnya oksigen. karakterisasi mampu memprediksi potensi
penurunan kualitas air serta penurunan terjadinya pemanasan global (Global
populasi ikan dan hewan lainnya. Warming Potential/GWP) dari kategori
2. Klasifikasi dampak tersebut adalah dengan
Klasifikasi bertujuan untuk mengkonversi data emisi untuk
mengelompokkan hasil analisis memperkirakan dampak yang mungkin
inventarisasi terhadap kategori dampak. timbul untuk waktu 100 tahun horizon.
Berdasarkan emisi gas buang yang Dimana untuk potensi terjadinya dampak
diperoleh dalam inventarisasi pemanasan global semua data emisi udara
dikelompokkan ke dalam satu kategori dikonversikan menjadi setara dengan CO2
potensial terjadinya dampak lingkungan. (CO2equivalent), untuk acidification
a. Pemanasan Global semua data emisi udara dikonversikan
Emisi yang dapat memberi menjadi setara dengan SO2
pengaruh terhadap pemanasan global (SO2equivalent), dan untuk eutrophication
diantaranya CO2, CH4 dan N2O. Emisi semua data emisi udara dikonversikan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya menjadi setara dengan PO4
pemanasan global. Salah satu batasan dari (PO4equivalent).
penelitian ini adalah emisi udara yang Faktor karakterisasi dampak emisi
dianalisis terbatas hanya pada CO2, NO2 udara dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
dan SO2. Oleh karena itu, untuk dampak
pemanasan global hanya emisi CO2 saja Tabel 3. Faktor karakterisasi dampak emisi udara
yang dilakukan analisis dampak secara
Pemanasan
global. Acidificationb Eutrophicationc
Variabel globala
b. Acidification CO2equivalent SO2equivalent PO4equivalent
Emisi yang dapat memberi C02 1 - -
pengaruh terhadap acidification CH4 21 - -
diantaranya adalah SO2 dan NO2. Emisi N2O 310 - -
SO2 dan NO2 ini yang diananlisis N - - 0,42
SO2 - 1 -
dampaknya secara global pada tahap
NO2 - 0,7 0,13
karakterisasi. Sumber: IPCC, 2007a ; Guinee et al., 2002b ; Haas
c. Eutrophication et al., 2000c
Dampak yang ditimbulkan dari
eutrophication adalah adanya emisi nitrat Karakterisasi menyediakan cara
dan keracunan pada air bawah tanah secara langsung untuk membandingkan
(Goedkoop, 1995). Beberapa emisi yang hasil analisis inventarisasi dalam setiap
dapat memberi pengaruh terhadap kategori dampak. Dengan kata lain, faktor
eutrophication diantaranya adalah NO2 karakterisasi mampu menerjemahkan hasil
dan N. Mengingat bahwa batasan analisis inventarisasi yang berbeda ke
penelitian ini hanya terbatas pada emisi dalam indikator dampak secara langsung
CO2, NO2 dan SO2 maka dampak secara dan sebanding. Indikator dampak dari
global yang dianalisis adalah emisi NO2. karakterisasi diperoleh dari hasil kali
3. Karakterisasi antara inventarisasi data dengan faktor
Karakterisasi merupakan karakterisasi. Sebagai contoh, semua gas
pendugaan dampak lingkungan rumah kaca dapat dinyatakan setara
berdasarkan kategori dampak dengan CO2equivalent dengan cara mengalikan
menggunakan faktor konversi yang hasil analisis inventarisasi dengan faktor
230
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
karakterisasi CO2 dan kemudian
menggabungkan indikator dampak yang Dari perhitungan kebutuhan energi
dihasilkan untuk mengetahui keseluruhan dan dampak yang ditimbulkan ke
dampak potensial pemanasan global. Hasil lingkungan dapat digunakan untuk
perhitungan indikator dampak ditunjukkan mengetahui skenario terbaik dalam proses
dalam Tabel 4. pengolahan tepung ikan. Skenario
pengolahan tepung ikan terbaik ditentukan
Tabel 4. Indikator dampak emisi udara dengan penggunaan kebutuhan energi
Pemanasan Acidificati Eutrophica yang minimal dan dampak lingkungan
Sekena global on tion
rio CO2equiva SO2equiva PO4equival yang minimal pula. Secara lengkap
lent lent ent perbandingan kebutuhan energi dengan
1 4305,08 6,41 0,40
2 4178,46 6,23 0,39 dampak pada masing-masing skenario
3 2621,81 1,71 0,26 disajikan dalam Tabel 5.
4 2930,26 1,87 0,29
5 3043,08 0,22 0,004
6 2967,00 0,20 0,003
7 2268,74 0,634 0,118
8 2206,44 0,617 0,114
(Sumber: Data Olahan, 2011)
231
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Dari perbandingan antara Selain itu, penggunaan kayu bakar
kebutuhan energi dan dampak yang berakibat pada penebangan pohon.
ditimbulkan dapat disimpulkan bahwa Penebangan pohon tersebut tanpa adanya
skenario 8 merupakan skenario terbaik perencanaan yang baik atau
dalam pengolahan tepung ikan yaitu penanggulangan seperti penanaman
dilakukan dengan pemanasan kembali maka jumlah pohon akan semakin
menggunakan kompor gas dan berkurang dan tentu saja berdampak buruk
pengeringan menggunakan energi pada lingkungan, seperti banjir, erosi,
matahari. hingga perubahan iklim.
Melihat adanya limbah yang
3.5. Evaluasi dan analisis perbaikan dihasilkan dari proses pengolahan tepung
Tahap ini merupakan kesimpulan ikan, maka penanganan terhadap hasil
dan rekomendasi dari penelitian dalam samping ini juga perlu diperhatikan.
rangka mencapai tujuan penerapan Life Misalnya pada limbah cair proses
Cycle Assessment dalam ruang lingkup pemanasan, sebenarnya limbah cair yang
yang telah ditetapkan. Berdasarkan kajian berupa campuran antara minyak dan air
ini terdapat langkah-langkah yang dapat sebenarnya masih bisa dimanfaatkan
ditempuh untuk meningkatkan optimasi menjadi minyak ikan. Namun untuk dapat
penggunaan sumber daya, bahan dan mengolah limbah tersebut diperlukan
energi serta upaya untuk meningkatkan tahapan lebih lanjut supaya minyak ikan
dan memperbaiki kualitas lingkungan. dapat langsung dimanfaatkan.
Berdasarkan perhitungan penggunaan
energi, pengeringan dengan memanfaatkan 4. KESIMPULAN
energi matahari lebih disarankan 1. Total penggunaan energi yang paling
dibandingkan pengeringan dengan oven. optimal dan disarankan ada pada
Hal ini dikarenakan, pada skenario dengan skenario 8 yaitu menggunakan
pengeringan energi matahari pemanasan dengan kompor gas dan
membutuhkan energi yang lebih kecil pengeringan dengan energi matahari
dibandingkan dengan oven pengering. yaitu sebesar 39,74 MJ per kg tepung
Penggunaan bahan bakar LPG ikan.
lebih bersih dan ramah lingkungan. 2. Emisi gas CO2 minimal terdapat pada
Pembakaran dengan LPG tidak skenario 8 yaitu sebesar 2206,44 gram
menghasilkan asap dan relatif tidak CO2/kg, emisi gas SO2 minimal
berbau. Sedangkan pembakaran dengan terdapat pada skenario 6 sebesar 0,19 gr
minyak tanah mengandung karbon, selain SO2/liter dan emisi gas NO2 minimal
itu menghasilkan asap dan gas juga terdapat pada skenario 6 sebanyak
karsinogenik. Dalam jangka waktu yang 0.02 gr NO2/liter.
pendek, dampak emisi pembakaran tidak 3. Berdasarkan penilaian dampak
dirasakan secara langsung tetapi dalam terhadap lingkungan, potensi terjadinya
jangka waktu relatif panjang emisi tersebut pemanasan global lebih besar
akan terakumulasi dan dapat memberikan dibandingkan dengan acidification dan
dampak negatif terhadap kesehatan eutrophication.
manusia dan lingkungan. 4. Peluang untuk mengoptimalkan
Penggunaan kayu bakar dapat penggunaan sumber daya bahan dan
berdampak negatif terhadap kestabilan energi guna mengurangi potensi
ekosistem lingkungan. Akan tetapi, dampak lingkungan dilakukan dengan
pengelola rumah makan tetap cara pengolahan tepung ikan
menghendaki penggunaan kayu bakar menggunakan skenario 8 yaitu
dikarenakan adanya pertimbangan lain. pemanasan dengan menggunakan
232
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kompor gas dan pengeringan dengan
menggunakan energi matahari.
5. DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Triana. 2001. Pembuatan
Tepung Ikan dan Kecap Ikan dari Sisa
Filleting. Skripsi S1. Jurusan
Teknologi Pengolahan dan Hasil
Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Guine J.B., M. Gorre, R. Heijungs, G.
Huppes, R. Kleijn, L. van Oers, A.
Wegener Sleeswijk, S. Suh, H.A. Udo
de Haes, H. de Bruijn, R. van Duin,
and M.A.J. Huijbregts. 2002. Life
Cycle Assessment: An Operational
Guide to the ISO Standards. Kluwer
Academic Publishers, Dordrecht (NL).
Haas, G., F. Wetterich, U. Kpke. 2000.
Comparing intensive, extensified and
organic grassland farming in southern
Germany by process life cycle
assessment, Institute of Organic
Agriculture, University of Bonn,
Katzenburgweg 3, D-53115 Bonn,
Germany.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: The
Physical Science Basis. Contribution
of Working Group I to the Fourth
Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate
Change, p 212 213.
Suryowidjojo, W. M. H. 1999. Analisis
Inventarisasi Daur Hidup Produk.
Kumpulan Makalah Penelitian LCA
Teknik Industri ITB, PPLH ITB,
Bandung.
233
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT SARI BUAH MARKISA KUNING
(PASSIFLORAEDULIS.VAR.FLARCARPA)
Abstrak
234
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
mutunya akan rendah sehingga harganya Sulaiman (2007), gas yang terjadi karena
menurun. Penanganan markisa selama ini reaksi asam-basa yang terkandung dalam
adalah dengan mengolahnya menjadi sirup, tablet, selain untuk mempercepat
selai, dan jeli. Pengolahan markisa hancurnya tablet, juga untuk memberi
menjadi produk minuman selama ini sensasi rasa yang lebih segar.
sebagian besar dalam bentuk sirup, Menurut Anief (1997), tablet
biasanya diperoleh dari sari buah markisa effervescent dapat mengandung zat
yang dipekatkan, ditambah pemanis tambahan yang dapat berfungsi sebagai zat
kemudian dikemas dalam botol kaca. pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
Bentuk olahan tersebut sudah diangap pelicin, dan zat pembasah. Zat pengisi
kurang praktis baik selama penanganan (diluent) dimaksudkan untuk memperbesar
maupun penyajian saat dikonsumsi. volume tablet, zat pengikat (binder),
Salah satu alternatif pengolahan dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau
markisa adalah dengan mengolahnya retak dan dapat merekat, zat pelicin
menjadi produk minuman dalam bentuk (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak
tablet effervescent. Produk minuman lekat pada cetakan.
berbentuk tablet effervescent memiliki Menurut Mohrle (1980), reaksi dari
berbagai keunggulan antara lain jika bahan-bahan aktif dengan campuran
dimasukkan dalam air cepat larut, bahan-bahan organik seperti asam sitrat,
sehingga dapat memberikan kemudahan asam tartrat dengan natrium bikarbonat
bagi konsumen dalam penyajiannya. bila dilarutkan dalam air akan berlangsung
Selain itu efek sparkle yang ditimbulkan sangat cepat yaitu kurang dari satu sampai
oleh tablet effervescent dapat memberikan dua menit.
sensasi rasa yang lebih segar sehingga Mekanisme hancurnya tablet
disukai konsumen. Bentuknya berupa effervescent adalah dengan adanya
tablet memudahkan dalam pengemasan, pelepasan gas. Karbon dioksida akan
transportasi produk ke pasar, maupun dilepaskan dari tablet yang mengandung
kemudahan dalam membawa dan bikarbonat atau karbonat dan asam sitrat
menyimpannya. Selain itu bentuk tablet atau asam tartrat ketika tablet kontak
kering dengan kadar air yang rendah, dengam air yang merupakan akibat dari
memiliki umur simpan yang lebih lama hasil reaksi asam-basa. Akibat pelepasan
karena lebih stabil dan tidak mudah gas, struktur tablet akan pecah atau hancur.
ditumbuhi mikrobia. Pengolahan markisa Efek effervescence akan menghasilkan
menjadi tablet effervescent sebagai waktu larut hancur tablet yang sangat
pengembangan teknologi pengolahan buah cepat. Kekuatan dan kecepatan hancur
markisa diharapkan dapat meningkatkan tablet dengan mekanisme ini dipengaruhi
nilai ekonomisnya serta sebagai oleh jumlah dan komposisi asam basanya
diversifikasi produk, namun tetap dapat dan tekanan pengempaan tablet (Sulaiman,
mempertahankan nilai gizi markisa, dan 2007).
antioksidannya. Menurut Mohrle, (1980), reaksi
Effervescent menurut Yohanes yang terjadi antara asam sitrat dan natrium
Surya (2011) artinya berhubungan dengan bikarbonat (a) serta asam tartrat dan
gas atau gelembung-gelembung. Jadi, natrium bikarbonat (b) adalah sebagai
suatu tablet disebut tablet effervescent jika berikut :
tablet itu menghasilkan gelembung- (a) H3C6H5O7.H2O + 3NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4H2O
gelembung gas ketika dicelupkan dalam + 3CO2
air. Gas yang keluar adalah gas (b) H2C4H6O6 + 2NaHCO3 Na2C4H4O6+ 2H2O +
karbondioksida (CO2) yang biasanya 2CO2
diperoleh dari sumber basa. Menurut
235
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tablet effervescent markisa effervescent markisa meliputi ; aquades,
memerlukan formulasi yang tepat dan methanol 94%, kristal BHA (Butylated
sesuai agar dapat memberikan waktu larut Hydrosianisole), serbuk vitamin C standar,
yang singkat. Formulasi yang dimaksud kristal Kalium Iodida, kristal Iodine, dan
terutama adalah jumlah campuran asam amilum yang berasal dari Sigma Co.
dan basa yang diperlukan dan Sedangkan kristal DPPH (1,1-diphenyl-2-
perbandingan antara asam dengan basa picrylhydrazyl) berasal dari Wako Co.
yang digunakan. Secara stokiometri satu
molekul asam sitrat memerlukan tiga 2.2. Alat penelitian
molekul sodium bikarbonat, akan tetapi Alat yang digunakan untuk
didalam sari buah markisa sudah terdapat pembuatan tablet efffervescent markisa
asam, sehingga perlu dipertimbangkan antara lain pisau, alumunium foil, kain
keberadaan asam tersebut. Tujuan saring, mortir, spatula, baskom, ayakan
penelitian ini adalah untuk menentukan Tyler 14 mesh, cabinet dryer, sendok,
jumlah campuran asam basa dan ruang pendingin Genaplast, stopwatch,
menentukan perbandingan antara asam dan pencetak tablet, timbangan analit (Ohauss
basa yang tepat pada pembuatan tablet Corp USA) dengan ketelitian 0,0001 g,
effervescent markisa, sehingga diperoleh dan pompa hidrolik. Sedangkan alat untuk
waktu larut yang singkat tetapi tidak analisis tablet effervescent antara lain
banyak mengurangi cita rasa khas markisa, erlenmeyer, gelas ukur, buret, pipet ukur,
tidak banyak merusak kandungan gizi dan propipet, eksikator, botol timbang, drying
aktivitas antioksidannya. oven (U-30 Memert), penjepit, refrigerator
(sharp VRD-178), tabung reaksi dan rak,
2. METODE PENELITIAN vortex, spektrofotometer UV vis (Genesys
2.1. Bahan penelitian 20, Thermospectronic), dan seperangkat
Bahan utama yang digunakan alat analisis sensoris.
adalah buah markisa kuning, laktosa, asam
sitrat, natrium bikarbonat, aspartam, dan 2.3.Pembuatan tablet effervescent
PEG (Poly Ethylene Glycol). Buah Pembuatan tablet effervescent
markisa kuning (Passiflora Edulis. var markisa terdiri atas tahapan pengambilan
Flarcarpa) yang digunakan adalah buah sari buah markisa, pembuatan granula
yang telah masak, dengan ciri ciri markisa, dan pencetakan menjadi tablet
berbentuk oval (bulat lonjong) effervescent.
berdiameter 4-6 cm, berat antara 80 hingga Buah markisa dipotong menjadi
100 gram dengan warna kulit buah kuning dua bagian kemudian diambil isinya
60-70%, diperoleh dari salah seorang (pulp). Isi buah markisa merupakan daging
pengepul di desa Harjobinangun, buah yang masih menempel pada bijinya
kecamatan Pakem, Kaliurang, Yogyakarta. sehingga diperlukan pemisahan antara
Sedangkan untuk bahan lain yaitu laktosa, daging dengan biji. Untuk mempermudah
berasal dari Wako Co., aspartam berasal pemisahan dilakukan pemasakan pada
dari Sigma Co., sedangkan PEG 6000 suhu 40oC selama 10 menit, kemudian
berasal dari Merck Chemical Co. Semua dilakukan penyaringan. Sari buah yang
bahan penolong yang digunakan dalam diperoleh diproses lebih lanjut menjadi
bentuk serbuk. Sumber asam dan basa granula markisa.
yang digunakan adalah asam sitrat dan Sari buah dicampur dengan filler
natrium bikarbonat yang dijual secara (bahan pengisi) yang bertujuan agar dapat
komersial. membuat ekstrak cair menjadi bentuk
Bahan yang digunakan untuk granula. Dari hasil orientasi bahan pengisi
analisis kimia tablet dan seduhan tablet yang dipilih adalah laktosa dengan
236
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perbandingan laktosa dibanding sari buah pelicin (PEG). Bahanbahan yang akan
markisa adalah 1 : 1 (berat/berat). Hasil dicampurkan dipastikan memiliki ukuran
campuran sari buah dengan filler partikel yang lolos ayakan 14 mesh agar
dikeringkan dalam cabinet dryer suhu ukuran homogen dan lebih merata saat
50oC selama 18 jam. Hasil pengeringan dicampurkan. Dilakukan tiga variasi
dihancurkan kemudian diayak 14 mesh perbandingan granula markisa dengan
untuk mendapatkan ukuran granula yang campuran asam basa yaitu 57,5% : 42,5%;
homogen. Hasil ayakan dikeringkan lagi 62,5% : 37,5%; dan 67,5% :32,5%.
selama 2 jam agar diperoleh granula Sedangkan untuk masing masing
markisa dengan kadar air yang lebih perbandingan granula dan asam basa
rendah. Granula markisa yang diperoleh tersebut, dilakukan tiga variasi
berwarna kream kekuningan, dengan perbandingan antara asam dengan basa
aroma khas buah markisa, dan berasa yaitu 1 : 3, 1 : 2, dan 2 : 3. Dengan
asam. demikian diperoleh 9 variasi perlakuan.
Sebelum dilakukan pencetakan tablet, Komposisi 9 variasi perlakuan atau
terlebih dahulu dilakukan pencampuran formula tersebut dapat dilihat pada Tabel
granula dengan asam sitrat, natrium 1.
bikarbonat, pemanis (asparatam), dan
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun atau formula pada setiap variasi perlakuan tablet effervescent
markisa
Granula markisa 1900 1900 1900 2077 2077 2077 2246 2246 2246
Aspartam 166 166 166 166 166 166 166 166 166
PEG 9 9 9 10 10 10 10 10 10
Asam sitrat 356 475 594 312 416 520 270 360 449
Na bikarbonat 1069 950 831 935 831 727 808 718 629
Total 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500
237
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
volume 120-240 ml pada suhu ruangan. (200 ml) air. Sedangkan pengujian Radical
Tablet effervescent yang baik akan hancur Scavenging Activity (RSA) adalah metode
dan terlarut dengan cepat dalam waktu 1-2 pengujian untuk mengetahui aktivitas
menit (Mohrle, 1980). antioksidan suatu bahan dalam mengikat
radikal bebas buatan berupa reagen DPPH
2.4.2. Uji sensoris (a,a diphenil b-pikrihidrazil). Reagen
Uji sensoris dilakukan dengan DPPH 0,2 mM (berwarna ungu)
metode hedonic, menggunakan skala ditambahkan ke dalam tablet effervescent
numerik.Pengujian dilakukan dalam booth yang telah dilarutkan dalam air yang telah
khusus untuk uji sensoris dengan borang terekstrak dalam methanol 94%.
penilaian terhadap uji kesukaan
menggunakan skala numerik. Skala 2.4.4. Rancangan percobaan
numerik yang digunakan untuk uji Rancangan percobaan yang
kesukaan adalah nilai 1= sangat tidak digunakan adalah rancangan acak lengkap
suka, 2 = tidak suka, 3= agak tidak suka, sempurna (RAL) dengan percobaan
4= netral, 5 = agak suka,6 = suka, 7 = faktorial. Faktor pertama adalah rasio
sangat suka. Hasil penilaian panelis diolah granula markisa dengan asam basa dengan
secara statistik. 3 variasi, yaitu : 57,5% : 42,5% (1) ,
62,5% : 37,5% (2), dan 67,5% : 32,5% (3).
2.4.3. Analisis kimiawi Faktor kedua adalah rasio asam dengan
Analisis kimia dilakukan terhadap basa dengan 3 variasi, yaitu: 1 : 3 (A), 1 : 2
seduhan tablet effervescent markisa (B), dan 2 : 3 (C). Data yang diperoleh
meliputi analisis kadar air dengan metode dianalisa secara statistik dan apabila
thermogravimetri (AOAC, 1970 dalam didapat adanya perbedaan nyata dari kedua
Sudarmadji dkk., 1996), analisis vitamin C factor tersebut, maka analisis dilanjutkan
dengan metode iodometri (AOAC, 1970 dengan uji DMRT (Duncans Multiple
dalam Sudarmadji dkk., 1996), dan Range Test).
pengujian aktivitas antioksidan dengan
metode RSA (Radical Scavenging
Activity) menggunakan DPPH (Brand- 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
william et al., 1995). Analisis kadar air
dilakukan setelah pencampuran granula 3.1. Waktu larut tablet effervescent
effervescent secara merata, kemudian Waktu larut tablet effervescent
dikeringkan dalam cabinet dryer selama dalam air suhu kamar dari berbagai variasi
dua jam. Analisis vitamin C dilakukan perlakuan disajikan pada Tabel 2
terhadap seduhan tablet effervescent
markisa setelah dilarutkan dalam segelas
238
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pada Table 2 terlihat bahwa pada berbagai dibandingkan dengan konsentrasi granula
variasi perlakuan, tablet effervescent 67,5% dan asam basa 2:3.
memberikan waktu larut yang tidak Tablet effervescent yang baik akan hancur
berbeda nyata (p>0,05), kecuali pada 1A dan terlarut dengan cepat dalam waktu 1-2
dan 3C. Hal ini berarti kombinasi menit (Mohrle, 1980). Dari semua
konsentrasi granula 57,5% dan asam basa perlakuan baik konsentrasi granula yang
1:3 memberikan waktu larut yang lebih berbeda maupun rasio asam basa yang
cepat daripada kombinasi granula 67,5% berbeda, memiliki waktu larut kurang dari
dengan asam basa 2:3. Hal ini dapat terjadi 2 menit. Hal ini berarti bahwa semua
karena konsentrasi granula 57,5% yang konsentrasi granula maupun rasio asam
lebih kecil dari 67,5% namun memiliki basa yang digunakan dalam penelitian ini
perbandingan asam basa 1:3. Menurut memenuhi standar tablet effervescent yang
Ansel (1996), dibutuhkan 3 molekul baik.
natrium bikarbonat untuk menetralkan satu
molekul asam sitrat, sehingga 3.2. Uji sensoris
perbandingan 1:3 dapat memberikan kerja 3.2.1. Warna seduhan tablet
sama yang baik antara asam dan basa effervescent
sehingga memberikan waktu larut yang Hasil pengujian tingkat kesukaan
lebih cepat pula. Konsentrasi granula yang terhadap warna dari seduhan tablet
lebih sedikit juga makin mempermudah effervescent markisa ditampilkan pada
asam basa dalam proses pelarutan karena Tabel 3.
konsentrasi asam basa yang berfungsi
sebagai bahan penghancur lebih besar
239
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Hasil pengujian tingkat kesukaan
3.2.2. Aroma terhadap aroma dari minuman effervescent
markisa ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 5. Tingkat kesukaan terhadap cita rasa seduhan tablet effervescent markisa
240
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
perbandingan antara asam dan basa (Tabel 3.3.1. Kadar air granula effervescent
5 baris paling bawah) tidak memberikan Kadar air granula effervescent
pengaruh yang nyata terhadap tingkat berbagai variasi perlakuan pada Tabel 6
kesukaan cita rasa (p>0,05 ) . berikut;
241
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
242
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
67,5% : 32,5% menghasilkan seduhan formula lain sehingga penggunaan sari
yang mempunyai aktivitas antioksidan buah markisa juga lebih besar dan
tertinggi. Sedangkan komposisi asam basa memberikan antioksidan lebih banyak
tidak memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan pada formula lain.
secara signifikan.
Aktivitas antioksidan yang 4. KESIMPULAN
dinyatakan sebagai persen aktivitas Perbandingan jumlah granula yang
penangkapan DPPH pada sari buah tepat untuk pembuatan tablet effervescent
markisa maupun effervescent markisa markisa adalah granula dibanding asam
dihitung pada konsentrasi sampel 80 basa 67,5% : 32,5% atau campuran asam
mg/ml. Aktivitas antioksidan pada sari basa 0,48 kg untuk setiap 1 kg granula,
buah markisa adalah sebesar 61,31%. dengan perbandingan asam basa sebesar
Dalam Tabel 8 dapat dilihat bahwa 2:3, atau campuran asam dan basa yang
aktivitas antioksidan tertinggi pada terdiri atas asam sitrat 0,19 kg dan sodium
formula 3C yang tidak beda nyata dengan bikarbonat 0,29 kg Perbandingan ini
formula 3A. Aktivitas antioksidan memberikan waktu larut kurang dari 2
mengalami sedikit penurunan jika menit, disukai panelis, kadar air 3,08%,
dibandingkan dengan effervescent markisa kadar vitamin C 1,50 mg/100 ml, dan
formula 3C yang tidak berbeda nyata aktivitas antioksidan pada konsentrasi 80
dengan 3A. Sementara pada formula lain mg/ml sebesar 60,41%.
terjadi penurunan aktivitas antioksidan
yang cukup signifikan jika dibandingkan 5. DAFTAR PUSTAKA
dengan sari buah markisa, namun semua Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat, Teori
formula masih menunjukkan adanya dan Praktik. Gadjah Mada University
aktivitas antioksidan. Press. Yogyakarta.
Aktivitas antioksidan dari BHA (Butylated Anonim. 2011. Kandungan Vitamin C
Hydrosianisole) sebagai antioksidan pada Buah. www.kumpulaninfo.com/
sintetis adalah sebesar 48,41% pada sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-
konsentrasi 10 mg/ml. Konsentrasi BHA kesehatan/80-kandungan-vitamin-c-
lebih kecil dari konsentrasi effervescent buah.html [18 Oktober 2011]
markisa yang diuji karena BHA Ashari, S. 1995. Hortikultura, Aspek
merupakan antioksidan sintetis yang pasti Budidaya. UI-Press. Jakarta.
mengandung aktivitas tinggi. BHA 10 Brand, W. W., Cuvelier M. E., and Berset
mg/ml memberikan aktivitas antioksidan C. 1995. Use of a free radical method
sebesar 48,41% yang tidak jauh berbeda to evaluate antioxidant activity.
dengan aktivitas antioksidan pada formula Lebensm. Wiss. Technol. 28, 25.
2A dan tidak berbeda nyata dengan Chau, C.F., and Y.L. Huang. 2003.
formula 1B dan 3B. Aktivitas antioksidan Characterization of Passion Fruit
tertinggi pada produk effervescent markisa Seed Fibres-a potential Fibre Source.
yang diberikan oleh formula 3A dan 3C Journal of Food Chemistry 85 (2004):
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih 189-194.
tinggi daripada aktivitas antioksidan pada Duckworth, R. B. 1966. Fruit and
BHA. Hal ini menunjukkan bahwa Vegetables. Pergamon Press Ltd.
terdapat potensi antioksidan yang masih Glasgow.
cukup besar pada produk minuman Lestari, Agatha Budi Susiana Lestari,
effervescent markisa pada formula 3A dan 2006. Optimasi Granula Effervescent
3C. Ekstrak Temulawak (Curcuma
Formula dengan aktivitas antioksidan xanthorrhiza Roxb.) dengan
tertinggi juga memiliki perbandingan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam
granula terbesar dibandingkan dengan Tartrat (Aplikasi Metode Desain
243
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Faktorial). Seminar Ilmiah Nasional
Hasil Penelitian Fitofarmaka. Fakultas
Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta,
Yogyakarta.
Lieberman, H.A., L.Lachman, J.B.
Schwartz. 1992. Pharmaceutical
Dosage Forms Vol 1. Marcel Dekker
Inc. New York.
Mohrle, R. 1980. Effervescent Tablets in
Pharmaceutical Dosage from Tablet.
Volum I. Third Edition 225-255.
Marcel Dekker inc. New York.
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi.
1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulaiman, Teuku Nanda Saifullah. 2007.
Teknologi dan Formulasi Sediaan
Tablet. Pustaka Laboratorium
Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi
UGM. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakrta.
244
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ANALISIS RANTAI NILAI PADA MANAJEMEN LOGISTIK SEBAGAI DASAR
PERUMUSAN STRATEGI GUNA PENINGKATAN KEPUASAN KONSUMEN
(Studi Kasus di Pt.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant Jawa Timur)
Abstrak
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (PT. CCAI) Plant Jawa Timur sebagai produsen
minuman ringan berkarbonasi sering mengalami ketidaksesuaian antara perencanaan dan
realisasi pengiriman produk yang ditunjukkan dari ketidaksesuaian antara delivery fullfilment
dan target perusahaan pada difotai (delivery infull ontime accuratly invoice). Hal ini dapat
disebabkan karena adanya ketidaksesuain aktivitas-aktivitas manajemen logistik sehingga
perlu dilakukan sebuah analisis rantai nilai untuk mengetahui aktivitas mana yang menjadi
penyebab, sehingga dapat segera dilakukan perumusan strategi perbaikan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keunggulan dan kelemahan pada manajemen logistik PT.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant
Jawa Timur dan menjadikannya sebagai salah satu dasar perumusan strategi guna
meningkatkan kepuasan konsumen dengan pendekatan analisis rantai nilai. Penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif. Data diperoleh dengan penyebaran kuesioner pada
bagian Warehouse and Transportation PT. CCAI Plant Jawa Timur dan diolah dengan
menggunakan metode fuzzy AHP.
Hasil penelitian menunjukkan bobot keseluruhan aktivitas utama berturut-turut dari
yang tertinggi adalah aktivitas manajemen persedian, aliran informasi dan pemrosesan order,
perencanaan permintaan dan operasi, dan transportasi. Beberapa hal pada aktivitas
transportasi yang perlu diperbaiki sebagai dasar perumusan startegi antara lain operational
procedure, daya dukung fasilitas, serta sosialisasi dan komunikasi penanganan masalah dan
perubahan.
245
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
center dan tersebar di seluruh Jawa Timur. biaya yang paling rendah, perusahaan
Dalam hal delivery fullfilment, PT. Coca- perlu untuk menganalisis aktivitas logistik
Cola dihadapkan ketidaksesuaian antara dan biaya yang ditimbulkan aktivitas
perencanaan pengiriman dengan realisasi tersebut pada perusahaan (Bartolocci,
pengiriman. Pada Januari 2011, terdapat 2004). Analisis rantai nilai dapat
kekurangan sebesar 150 krat atau sekitar digunakan untuk mengetahui keunggulan
3600 botol dari perencanaan pengiriman dan kelemahan pada manajemen logistik
pada 9 distribution center dari 15 PT.Coca-Cola Amatil Indonesia Plant
distribution center yang dimiliki PT. Jawa Timur yang kemudian dapat
Coca-Cola. Selain itu, ditemukan juga digunakan sebagai salah satu dasar
kelebihan 132 krat atau sekitar 3168 botol rumusan strategi guna peningkatan
produk pada 4 distribution center. kepuasan konsumen.
Kesesuaian antara pengiriman dan
pemesanan produk (Delivery in full ontime 2. METODOLOGI
accuratly invoice (Difotai) Penelitian dilaksanakan pada bulan
performance)pada minggu pertama bulan JuniAgustus 2011 di PT. Coca-Cola
Januari 2011 tercatat sebesar 94,54% Amatil Indonesia Plant Jawa Timur.
dengan 582 PO (Purchase Order) yang Instrumen yang digunakan untuk
tidak terlaksana. Pada minggu kedua, pengumpulan data adalah kuisioner.
difotai performance PT.Coca-Cola sebesar Responden penelitian meliputi Manajer
94,55 % dengan 581 PO yang tidak departemen Warehousing and
terlaksana. Pada minggu ketiga terdapat Transportation (WNT),
586 PO yang tidak terlaksana dengan Supervisordepartemen WNT, dan seorang
difotaiperformance sebesar 94,08% dan full good and empeties control. Penilaian
pada minggu keempat terdapat 448 PO dilakukan pada manajemen logistik produk
yang tidak terlaksana dengan Coca-Cola kemasan RGB. Pengolahan
difotaiperformance sebesar 95,41 % (DRP data menggunakan metode fuzzy AHP
Overview PT. Coca-Cola Amatil,2011). dengan tahapan sebagai berikut :
Kondisi tersebut dimungkinkan 1. Pembobotan kriteria (sub-sub
sebagai akibat ketidaksesuaian yang terjadi aktivitas) dalam komponen aktivitas
pada aktivitas-aktivitas manajemen utama maupun aktivitas pendukung
logistik PT. Coca-Cola. Oleh karena itu, dengan fuzzy AHP.
perusahaan dituntut terus berupaya a. Data yang diperoleh dari
bagaimana meniadakan ketidaksesuaian pengumpulan kuesioner akan
antara perencanaan pengiriman dengan disusun matriks perbandingan
realisasi pengiriman sekaligus berpasangan, dimana responden
meningkatkan difotaiperformance sesuai dinotasikan dengan simbol Ai ,i =
dengan target perusahaan sebesar 100% 1,2,3..,n.
(DRP Overview PT.Coca-Cola Amatil b. Menghitung elemen matriks
Indonesia, 2011). Porter (1998) syntetic pairwise comparison
menyarankan setiap organisasi perlu dengan rumus:
melakukan identifikasi aktivitas dengan (
a~ in = a~ i11 x a~ i 22 x a~ i 33 x L x a~ inn )
1/n
246
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
~ ~ berlokasi di Gempol, Pasuruan.
sehingga diperoleh nilai r1 , r2 ,
~ Perusahaan dipimpin oleh seorang
r3 ,..., ~
rn dan w ~ w
1,
~ w
2,
~ ~
3 ,..., wn Manufacturing Manager dalam hal
d. Proses defuzzifikasi dilakukan operasional produksi dan seorang WNT
dengan menggunakan metode Best manager dalam hal penggudangan dan
Nonfuzzy Performance Value transportasi.Manufacturing Manager
(BNP) dengan persamaan: membawahi ProductionDepartement
i = [(Uw i Lwi ) + (Mwi Lwi )] / 3 + Lwii
BNPw RGB, ProductionDepartement PET,
sehingga diperoleh nilai BNP w1, Quality Assurance, Mechanical
BNP w2,BNP w3,..., BNP wn Engineering, Quality Management System,
2. Nilai BNP merupakan hasil dan General Affair. WNT Manager
perhitungan bobot penilaian terhadap membawahi Warehousing and
aktivitas dan sub aktivitas sehingga Transportation dan Direct Sales
diketahui aktivitas mana yang Distribution. Manajemen Logistik PT.
memiliki bobot tertinggi dan bobot CCAI Plant Jawa Timur menjadi lingkup
terendah. kerja departemen warehousing and
Berdasarkan penilaian bobot dalam transportation (WNT). PT. CCAI Plant
aktivitas rantai nilai yang sudah ada, lalu Jawa timur memiliki daerah pemasaran di
dibuat perumusan strategi dimana yang seluruh Jawa Timur. Pemasaran dibagi
diusulkan hanya untuk aktivitas utama dalam beberapa jalur distribusi, antara
yang memiliki bobot terendah. Langkah- lain: Distribution Center (DC), Area
langkah perumusan strategi dapat di Marketing Contract (AMC), Modern Food
gambarkan dalam Gambar 1. Store (MFS), danpengiriman ke Other
Unit.
Permintaan dari AMC, DC dan
MFS akan masuk ke WNT dalam bentuk
Purchase Order (PO) untuk selanjutnya
diolah menjadi ringkasankebutuhan
masing-masing SC, AMC dan MFS. Pihak
WNT selanjutnya mengkomunikasikan
kebutuhan kendaraan pada pihak
transporter. PT. CCAI Plant Jawa Timur
bekerja sama dengan beberapa perusahaan
penyedia layanan transportasi dalam hal
pengiriman.
247
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1. Hasil identifikasi aktivitas-aktivitas nilai dengan metode fuzzy AHP dapat
dalam rantai nilai manajemen logistik dilihat pada Tabel 2.
PT.CCAI Plant Jawa Timur Berdasarkan hasil perhitungan
Potensi Pencipta
Nilai pembobotan terhadap keseluruhan
Aktivitas Sub-aktivitas
(Komponen aktivitas utama pada manajemen logistik
Aktivitas)
- Peramalan penjualan PT. CCAI Plant Jawa Timur didapatkan
Perencaan
permintaan dan
jangka pendek bahwa penilaian tertinggi hingga terendah
- Pembelian
operasi
- Penjadwalan produksi berturut-turut adalah pada aktivitas
- Kebijakan manajemen persediaan (0,500), aliran
Manajemen penyimpanan bahan
Persediaan baku dan barang jadi informasi dan pemrosesan order (0,372),
- Kebijakan persediaan perencanaan permintaan dan operasi
- Pemilihan jenis dan
Primer layanan pengangkutan
(0,364) dan transportasi (0,277). Aktivitas
Transportasi
- Penjadwalan manajemen persediaan memiliki bobot
pengiriman
-Pemrosesan
tertinggi menunjukkan bahwa aktivitas
klaim/keluhan tersebut merupakan keunggulan atau
Aliran Informasi - Pengumpulan
dan pemrosesan informasi dan
kekuatan utama perusahaan dalam
order penyimpanan melaksanakan kegiatan manajemen
- Analisa Data
- Prosedur permintaan
logistik dengan efisien. Dalam konsep
rantai nilai dapat diartikan bahwa biaya
3.2. Perhitungan bobot aktivitas utama pada aktivitas manajemen persediaan
pada rantai nilai dapat diturunkan tanpa mengurangi
Aktivitas-aktivitas yang teridentifikasi keoptimalan kinerja dengan customer
kemudian dibobotkan. Hasil pembobotan value yang tetap dapat ditingkatkan.
terhadap keseluruhan aktivitas pencipta
Tabel 2. Hasil pembobotan terhadap keseluruhan aktivitas pencipta nilai dalam manajemen logistik
Bobot Lokal Bobot keseluruhan
Aktivitas/ Sub Aktivitas BNP
a b c a b c
Perencanaan Permintaan dan Operasi 0,097 0,222 0,773 0,364
Peramalan Penjualan Jangka Pendek 0,016 0,086 0,367 0,002 0,019 0,284 0,102
Penjadwalan Produksi 0,024 0,078 0,422 0,002 0,017 0,326 0,115
Pembelian 0,020 0,062 0,347 0,002 0,014 0,268 0,095
Manajemen Persediaan 0,116 0,395 0,99 0,500
Kebijakan penyimpanan bahan baku dan barang jadi 0,013 0,112 0,529 0,002 0,044 0,524 0,190
Kebijakan Persediaan 0,011 0,110 0,489 0,001 0,043 0,484 0,176
Transportasi 0,035 0,115 0,682 0,277
Pemilihan Jenis layanan pengangkutan 0,020 0,072 0,361 0,001 0,008 0,246 0.085
Penjadwalan Pengiriman 0,021 0,106 0,448 0,001 0,012 0,306 0,106
Aliran Informasi dan Pemrosesan Order 0,062 0,268 0,785 0,372
Pemrosesan Klaim/keluhan 0,018 0,105 0,395 0,001 0,028 0,310 0,113
Pengumpulan Informasi, Penyimpanan dan
0,020 0,096 0,429 0,001 0,026 0,337 0,121
Manipulasi
Analisa Data 0,021 0,092 0,441 0,001 0,025 0,346 0.124
Prosedur Penjulan/Permintaan 0,030 0,079 0,464 0,002 0,021 0,364 0,129
Keterangan :
a= titik kiri(nilai pesimis)
b= titik tengah (nilai paling disukai)
c= titik kanan (nilai optimis)
BNP = Best Nonfuzzy Performance Value
248
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
249
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
diinginkan perusahaan. Melalui kuisioner ke dalam kekuatan dan kelemahan tersebut
yang diisi oleh responden, diperoleh seperti pada Tabel 3.
aktivitas-aktivitas yang dapat digolongkan
Keterangan Aktivitas :
1. Dokumentasi Muatan Kekuatan Kelemahan
2. Penjadwalan Pengiriman
3. Pemilihan layanan pengangkutan
4. Pemuatan Produk Jadi
5. Pengiriman ke DC dan Other Unit, AMC dan MFS
250
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Faktor internal yang memiliki c. Penyusunan atau memperbaiki
kerentanan utama, antara lain operational prosedur operasional kembali.
procedure, daya dukung fasilitas,dan 2. Daya dukung fasilitas pada
sosialisasi dan komunikasi penanganan aktivitas penjadwalan pengiriman,
masalah & perubahan. pemilihan layanan pengangkutan,
pemuatan produk jadi, dan pengiriman
3.3.4. Perumusan strategi dinilai kurang baik. Terdapat
Setelah melalui analisis rantai nilai, penyimpangan penggunaan sarana loading
maka didapatkan bahwa keunggulan dan unloading pada penggudangan PT.
bersaing utama PT. Coca-Cola Amatil CCAI Plant Jawa Timur. Hal ini
adalah pada aktivitas manajemen disebabkan kelebihan produksi sehingga
persediaan dan yang menjadi kelemahan sarana loading unloading digunakan
utama adalah aktivitas transportasi. Setelah sebagai sarana penyimpanan barang jadi.
itu, dilakukan analisis lebih lanjut pada Selain itu, juga terdapat keluhan tentang
aktivitas transportasi dan diperoleh prasarana transportasi yang tidak sesuai
kerentanan utama penyebab kekurangan dengan standar perusahaan, sehingga
pada aktivitas transportasi, sehingga dapat perumusan strategi perbaikannya adalah :
dibuat perumusan strategi berdasarkan a. Evaluasi tata letak penggudangandan
kondisi lapang dan dapat dijelaskan efektifitas sarana parkir.
sebagai berikut : Menurut Haming dan
1. Operational procedur yang disusun Murnajamudin (2007), tujuan
untuk aktivitas dokumentasi muatan, perencanaan tata letak antara lain :
penjadwalan pengiriman, pemilihan 1) Minimalisasi material handling cost
layanan pengangkutan dan pengiriman 2) Efektifitas penggunaan ruangan
ke DC,AMC, MFS dan Other Unit, pabrik
dinilai kurang sesuai lagi atau 3) Tingkat penggunaan tenaga kerja
memungkinkan terdapat kekurangan. pabrikasi
Menurut Suzaki (1991), standarisasi 4) Mengurangi kendala kelancaran
sangat diperlukan untuk menentukan proses produksi
arah perbaikan kinerja. Untuk 5) Memudahkan komunikasi
memperbaiki kinerja produksi Disamping lima tujuan diatas,
diperlukan standar prosedur kerja atau terdapat beberapa tujuan lain atau
standard of operation procedures tujuan sekunder dari tata letak yang
(SOP). Sehingga perumusan strategi baik, yaitu :
yang muncul yaitu mengevaluasi 1) Mengurangi waktu siklus
kembali tiap prosedur pelaksanaan pada pengolahan atau waktu pelayanan
masing-masing aktivitas yang kurang pelanggan karena jarak antara
sesuai, dengan cara (Puspita, 2009) : setiap workcenter relatif optimal.
a. Memeriksa apakah pelaksanaan 2) Mengurangi, bahkan
prosedur operasional yang menghilangkan hamburan atau
ditetapkan sudah sesuai dengan pergerakan yang berlebihan.
kondisi dan sumber daya di lapang. 3) Memudahkan penempatan dan arus
b. Mengidentifikasi poin-poin load dan unload material, produk
prosedur operasi pada ketiga atau tenaga kerja
aktivitas terkait di atas, yang rentan 4) Mendukung usaha meningkatkan
terhadap pengiriman produk kualitas produk dan jasa
dengan mengumpulkan data-data 5) Memberikan dukungan fleksibilitas
permasalahan yang muncul selama untuk menyesuaikan penataan
ini. sistem dengan kondisi perubahan
251
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
b. Pemaksimalan potensi distribution (1991) yang menyebutkan bahwa
center dalam hal penyimpanan produk. salah satu strategi yang dapat
Sehingga dimungkinkan melakukan digunakan untuk meraih dan
penimbunan produk sehingga tidak meningkatkan kepuasan pelanggan
terjadi kekurangan produk pada adalah strategi penanganan keluhan
distribution center pada saat permintaan yang efisien.
meningkat maupun kelebihan produk
pada gudang pabrik. Sebagai instrumen 4. KESIMPULAN
kebijakan perusahaan menurut 4.1. Kesimpulan
Ferdinand (2000), kebijakan distribusi Hasil analisis rantai nilai pada
dapat digunakan untuk memanajemeni Manajemen Logistik PT. CCAI Plant Jawa
persaingan dibawah asumsi bahwa Timur, menunjukkan bahwa manajemen
semakin tinggi intensitas distribusi persediaan dengan bobot 0,500 sebagai
diterapkan, akan semakin kokoh keunggulan utama. Kemudian dilanjutkan
kekuatan yang dimiliki dan semakin oleh aktivitas aliran informasi dan
besar kemungkinan bahwa barang atau pemrosesan order dengan bobot 0,372,
jasa yang ditawarkan dapat dijual pada aktivitas perencanaan permintaan dan
pasar target tertentu. operasi dengan bobot 0,364 dan aktivitas
c. Pemberian penalti bagi transporter transportasi dengan bbobot 0,277 yang
yang tidak sesuai dengan standar yang merupakan kelemahan utama.
telah ditentukan perusahaan. Bentuk Strategi perbaikan untuk
penalti disesuaikan dengan kebijakan meningkatkan kinerja aktivitas logistik
perusahaan. sekaligus menjadi dasar perumusan
3. Sosialisasi dan komunikasi penanganan strategi peningkatan kepuasan konsumen
masalah dan perubahan pada aktivitas PT. CCAI Plant Jawa Timur disusun dari
dokumentasi muatan, penjadwalan aktivitas yang menjadi kelemahan utama
pengiriman, pemuatan produk jadi, yaitu pada aktivitas transportasi. Hasil dari
pengiriman ke SC, AMC, MFS, Other perbandingan kelemahan utama dengan
Unit dinilai kurang baik, sehingga standar keunggulan internal dan Key
perumusan strategi perbaikannya adalah Performance Index menunjukkan faktor
: pada aktivitas yang perlu diperbaiki antara
a. Adanya komnunikasi timbal balik lain, operational procedur, daya dukung
antara transporter dengan fasilitas serta faktor sosialisasi dan
perusahaan dalam hal ketepatan komunikasi penanganan masalah dan
pengiriman. Boorom, Goolsby dan perubahan.
Ramsay (1998) mengatakan bahwa
komunikasi yang baik akan 4.2. Saran
berpengaruh pada tingkat Pada proses perumusan strategi hanya
keterlibatan dan adaptabilitas kedua berdasarkan pada satu jenis produk yaitu
belah pihak, yang pada gilirannya Coca-Cola kemasan RGB, sehingga akan
akan berpengaruh pada penjualan. lebih akurat jika dalam pengkajiannya
b. Perusahaan dapat menetapkan dilakukan dengan melibatkan seluruh
strategi person incharge/ layanan produk dalam perhitungannya sehingga
satu pintu dalam penanganan dapat menggambarkan secara utuh
masalah dengan transporter. aktivitas pada manajemen logistik
Sehingga diharapkan adanya perusahaan.
pengumpulan informasi pada satu
titik dan diharapkan masalah dapat 5. DAFTAR PUSTAKA
terselesaikan dengan cepat. Hal ini Bartolacci, Francesca. Activity Based
sesuai dengan pendapat Schnaars Costing in the Supply Chain Logistic
252
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Activities Cost Analysis. 2004. Puspita, Agnes. 2009. Analisis Rantai
Departement of Institute Economic of Nilai pada Quality Management
Financial. Universita di Macerota. System Produk Susu Bubuk Sebagai
Macerota Dasar Perumusan Strategi Keunggulan
Boorom, Michael L, Jerry R. Goolsby and Bersaing. Skripsi. Fakultas Teknologi
Rosemary P. Ramsey. 1998. Pertanian. Malang
Relational Communication Traits and Suzaki, Kiyoshi. 1991. Tantangan Industri
Their Effect on Adaptiveness and Manufaktur. Penerapan Perbaikan
Sales Performance.Journal of The Berkesinambungan. Saduran oleh
Academy of Marketing Science. vol. Kristianto Jahja. Productivity &
26, p. 16-20 Management Consultant. Jakarta
Ferdinand, Augusty. 2000. Manajemen
Pemasaran: Sebuah Pendekatan
Stratejik, Research Paper Series.
Magister Managemen Undip.
Semarang
Haming, Murdifin dan Mahfud
Nurnajamuddin. 2007. Manajemen
Produksi Modern. Bumi Aksara.
Jakarta
Hansemark, O. C. and M. Albinson. 2004.
Customer Satisfaction and Retention:
The Experiences of Individual
Employees. Journal of Managing
Service Quality Vol 14, p. 40- 57
Mirdah, A. dan A.I. Tenaya. 2000. Upaya
Menghadapi Perubahan Lingkungan
Strategis dengan Membangun dan
Meraih Competitive Advantage
Melalui Value Chain Analysis dan
Kemitraan. Jurnal Akuntansi dan
Bisnis Vol 3, p. 5-12
Patterson, Paul. G., L. W. Johnson, and
Richard. A. Spreng. 1997. Modeling
the determinants of customer
satisfaction for business-to-business
professional services. Journal of
Academy of Marketing Sciencevol.25,
p. 4-17
Pierce, J. A. dan R. B. Robinson Jr. 1997.
Manajemen Strategik : Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian.
Diterjemahkan oleh Agus Maulana.
Binarupa Aksara. Jakarta
Porter, Michael, E. 1998. Competitive
Strategy. The Free Press. New York
253
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Model dinamis rantai pasokan yang dirancang ini merupakan abstraksi aliran material
dari pemasok yang terdiri dari petani dan pedagang pengumpul yang dialirkan ke agroindustri
kelapa selanjutnya material tersebut diolah menjadi produk yang akan didistribusikan ke
konsumen. Jaringan pendistribusian dan pengelolaan aliran material akan ditunjukkan dalam
suatu model dinamis rantai pasokan. Karakteristik ini menunjukkan bahwa secara skematik
terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari pemasok, agroindustri hingga ke konsumen
di pasar domestik maupun ekspor. Model dirancang dengan software Stella 9.14 dan
diharapkan dapat mendeskripsikan aliran bahan baku dari kelapa butiran hingga menjadi
minyak kelapa yang didistribusikan di pasar domestik maupun ekspor.
254
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
faktor yang mempengaruhi manajemen sebagai simulasi model adalah Kabupaten
rantai pasokan adalah : strategi sumber Ciamis Propinsi Jawa Barat.
pengelolaan permintaan dan penawaran
serta integrasi pasokan yang akan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
membentuk struktur dan variabilitas yang
berciri sesuai dengan aliran bahan baku. 3.1. Mekanisme model rantai pasokan
Penelitian ini bertujuan untuk (ideal)
menghasilkan simulasi model rantai Unit pengolahan minyak kelapa
pasokan dalam agroindustri kelapa dengan berperan penting dalam sistem rantai
produk prospektif minyak kelapa dengan pasokan ini karena merupakan produk
jaringan yang lebih efisien. Model rantai pilihan yang utama. Kemampuan produksi
pasokan didesain agar terjadi integrasi unit pengolahan ini memiliki keterkaitan
yang sinergis antara petani pemasok bahan terhadap kemampuan produksi unit yang
baku kelapa dan agroindustri pengolahan lain apabila diusahakan secara terpadu.
kelapa. Kemampuan unit pengolahan
menghasilkan minyak kelapa, terkait
2. PENDEKATAN PEMODELAN dengan kemampuan unit pengolahan lain
Penelitian dilakukan menggunakan dalam berproduksi. Oleh sebab itu sistem
pendekatan tujuan dalam memahami pemasokan bahan baku merupakan kunci
manajemen rantai pasokan. Identifikasi dari rantai pasokan untuk agroindustri
permasalahan digunakan untuk memetakan kelapa ini. Kebutuhan kelapa butiran di
hubungan sebab akibat dengan melihat suatu agroindustri kelapa terpadu dapat
berbagai hal yang mempengaruhi struktur diperkirakan dengan suatu simulasi dengan
dalam jaringan rantai pasokan yang terkait merancang modelnya terlebih dahulu.
dengan hal-hal yang mempengaruhi Asumsi yang dilakukan adalah :
peningkatan biaya rantai pasokan. 1. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari
Simulasi model dilakukan untuk kelapa rakyat dengan memanfaatkan
memperoleh total biaya rantai pasokan potensi pemenuhan bahan baku dari
yang minimal dilakukan dengan kemampuan produksi kelapa rakyat
menggunakan softwareStella. 2. Persediaan dipertimbangkan hanya
Analisis deskriptif / kualitatif pada pada persediaan bahan baku dan
sistem pasokan bahan baku dan persediaan produk sebelum
permintaan bahan baku diperlukan untuk didistribusikan
melengkapi model ini. Simulasi dilakukan Model dinamis rantai pasokan
dengan beberapa asumsi untuk agroindustri kelapa terpadu diterjemahkan
meminimisasi biaya rantai pasokan ke dalam diagram alir model simulasi yang
agroindustri kelapa terpadu yang terdiri dari stock flow. Akumulasi atau
dirancang yang terdiri dari biaya stock merupakan keadaan sistem dan
transportasi, biaya persediaan, biaya sebagai pembangkit informasi, di mana
distribusi. Model yang didesain aksi dan keputusan didasarkan pada stock
selanjutnya dapat diimplementasikan tersebut.
sehingga dapat memberikan manfaat untuk
pengembangan agroindustri kelapa 3.2. Formulasi model
terpadu. Formulasi model dinamik rantai
Model yang dirancang merupakan pasokan agroindustri kelapa terpadu ini
abstraksi pasokan yang dimulai dari dimulai dari jaringan pemasok dalam sub
kedatangan buah kelapa butir, model pasokan bahan baku berupa kelapa
pengangkutan, sampai dengan pengolahan butiran. Model ditunjukkan dengan
produk hingga didistribusikan ke performance berupa total biaya rantai
konsumen. Wilayah yang digunakan pasokan yang minimal. Abtraksi aliran
255
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bahan dari pemasok ke agroindustri panen petani kelapa terutama dalam suatu
hingga ke konsumen untuk pasar domestik wilayah sentra penghasil kelapa.
maupun pasar ekspor dapat dilihat pada Ketersediaan kelapa butiran
kerangka konseptual penelitian. Aliran merupakan persentase penyediaan kelapa
pasokan bahan baku dimulai dari kebun butiran untuk keperluan produksi
kelapa yang diidentifikasi sebagai kebun agroindustri kelapa terpadu. Prosentase
kelapa rakyat dengan pasokan bahan baku kebutuhan kelapa untuk industri dari
berupa kelapa dalam. Pasokan buah jumlah produksi kelapa (a%) yang
kelapa butiran ini selanjutnya dihasilkan oleh petani di suatu wilayah
didistribusikan ke agroindustri melalui observasi. Daging buah kelapa merupakan
transportasi sehingga menjadi persediaan bahan baku dalam unit pengolahan minyak
buah kelapa butiran. Abstraksi ini kelapa. Daging buah kelapa dalam
dilakukan pengendalian biaya persediaan memenuhi kebutuhan bahan baku untuk
dan pasokan bahan baku, sebagai salah unit pengolah ini dapat dipenuhi dari
satu komponen penyusun biaya rantai petani kelapa yang langsung memasok
pasokan. bahan baku buah kelapa butiran ke unit
Abstraksi aliran pasokan untuk pengolah. Kebutuhan kelapa untuk unit
konsumen pasar domestik/ekspor pengolah minyak kelapa (KDi) merupakan
ditunjukkan dengan aliran persediaan konsumsi kelapa butiran berdasarkan
produk yang ditransportasikan kepada kapasitas produksi unit pengolah yang
konsumen pasar domestik/ekspor. Aliran dirancang. Penentuan kapasitas unit
produk tersebut merupakan abstraksi pengolah dilakukan berdasarkan dua hal
model dengan melakukan pengendalian yaitu :
biaya distribusi. Abstraksi aliran bahan 1. pendugaan permintaan pasar
baku, menjadi produk yang 2. pertimbangan potensi kebun kelapa
didistribusikan ke konsumen tersebut Unit pengolahan minyak kelapa
selanjutnya menunjukkan suatu model dengan kapasitas kecil, yang merupakan
yang mempertimbangkan total biaya usaha skala rumah tangga yaitu sekitar 200
rantai pasokan. Indikator dari model ini kg setiap hari yang diperoleh dari 2000
adalah total biaya rantai pasokan yang butir kelapa setiap hari atau setara dengan
minimal. 700.000 butir per tahun. Kebutuhan daging
buah kelapa untuk unit pengolah minyak
3.3. Ketersediaan pasokan kelapa kelapa didasarkan dari prosentase
Penyediaan kelapa butiran komponen daging kelapa dalam setiap
didasarkan pada perhitungan laju butir kelapa yaitu sebesar 28%.
penyediaan kelapa butiran sebanyak 25%
dengan persediaan kelapa butiran 3.4. Identifikasi variabel keputusan
12.600.000 kg. Jumlah penyediaan kelapa Keputusan dalam rantai pasokan
butiran ini didasarkan pada perhitungan ini meliputi keputusan-keputusan
hasil panen di daerah sentra penghasil berupa:
kelapa. Penyediaan kelapa dalam suatu 1. Jumlah pasokan buah kelapa butiran
periode dihitung berdasarkan jumlah total yang akan disalurkan kepada unit
dari nilai produksi kelapa rakyat dengan agroindustri kelapa
laju penyediaan 25%. Kebutuhan 2. Jumlah pasokan daging kelapa yang
agroindustri kelapa terpadu didasarkan akan diolah
pada konsumsi kelapa butiran untuk 3. Jumlah persediaan bahan baku buah
agroindustri. Laju konsumsi kelapa butiran kelapa butiran sebelum diproses yang
ini sebanyak 9%. Nilai ini didasari terdapat di unit pengolah
pertimbangan bahwa agroindustri kelapa 4. Jumlah persediaan produk minyak
terpadu bertujuan untuk mengolah hasil kelapa yang terdapat di unit pengolah
256
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
5. Jumlah produk minyak kelapa yang dan formulasi model yang dirumuskan.
akan disalurkan dari unit pengolah ke Model yang dirancang, diharapkan dapat
permintaan memberikan gambaran proses yang terjadi
dalam sistem sehingga dapat menyerupai
3.5. Penentuan kapasitas produksi sistem nyata. Beberapa informasi yang
Kapasitas Produksi dari masing- digunakan sebagai input untuk stock flow
masing unit produksi ini cukup kecil, yaitu diagram dalam pemodelan rantai pasokan
dengan kondisi unit pengolah minyak ini dengan asumsi yaitu:
kelapa unit kecil dengan kapasitas
produksi 200 kg minyak kelapa per hari 1 Persediaan kelapa butiran 12.600.000 Kg
diperoleh dari 2.000 butir kelapa per hari 2 Konversi daging kelapa dari 28%
kelapa butiran
atau setara dengan 700.000 butir per tahun. 3 Rerata berat butiran kelapa 1,8 kg/butir
Kapasitas produksi dalam satu tahun 4 Persentase distribusi 40%
dengan 20 hari kerja akan menghasilkan domestik Minyak kelapa
5 Persentase distribusi ekspor 60%
minyak kelapa 48.000 kg. Penentuan Minyak kelapa
kapasitas ini didasarkan pada penilaian 6 Rendemen minyak kelapa 12%
kelayakan investasi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Informasi biaya dalam pemodelan sebagai
Kendala dalam perancangan model data input biaya sebagai berikut :
rantai pasokan ini adalah ketersediaan
pasokan bahan baku, kapasitas pemasok 1. Biaya pembelian per butir kelapa
bahan baku, kapasitas unit sebesar Rp 750,00
pengolah/agroindustri, jumlah persediaan 2. Biaya penyimpanan minyak kelapa
dan kebutuhan tiap permintaan. sebesar Rp 500,00 per hari per kg
Kendala-kendala ini diformulasikan 3. Biaya distribusi domestik sebesar
sebagai berikut : Rp 2.000,00 per hari per kg
1. Kendala kapasitas pasokan bahan baku 4. Biaya distribusi ekspor sebesar Rp
kelapa butiran 3.000,00 per hari per kg.
2. Kendala kapasitas pasokan daging
kelapa butiran
3. Kendala kapasitas produksi unit 3.7. Simulasi model dengan Software
pengolahan minyak kelapa Stella
4. Kendala inventori unit pengolahan Model yang dirancang mengikuti
minyak kelapa berupa persediaan menu-menu yang terdapat dalam software
minyak kelapa hasil produksi yang stella. Stella yang digunakan adalah Stella
disimpan di dalam gudang sebelum 9.14. Pembuatan stock flow diagram untuk
didistribusikan dan sesudah model rantai pasokan dengan
didistribusikan. mensimulasikan beberapa kondisi dan
5. Kendala kebutuhan permintaan produk biaya agar diperoleh biaya total rantai
berupa minyak kelapa berupa pasokan yang optimal dapat digambarkan
permintaan produk akhir minyak seperti pada gambar stock flow diagram di
kelapa yang akan disalurkan ke bawah ini. Rancangan ini cukup
permintaan sederhana tanpa menggunakan aplikasi
yang variatif namun setidaknya cukup
3.6. Input-input dalam pemodelan menjelaskan gambaran kondisi yang
sistem diinginkan. Output hasil simulasi
Pemodelan sistem ini dilakukan rancangan model dapat dilihat pada
dengan menggunakan software stella 9.14 gambar di bawah ini.
dengan didasarkan pada kondisi
mekanisme sistem ideal yang diinginkan
257
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Ketersediaan Kelapa Butiran cadangan persediaan kelapa butiran
sebanyak 12.600.000 kg untuk kebutuhan
Lj Penyediaan Pers Klp Btr Lj Konsumsi pasokan sebagai inisiasi awal untuk input
Peny Klp Btr Konsumsi Klp Btr
simulasi model.
Hasil simulasi menunjukkan
dengan laju penyediaan kelapa butiran
Gambar 1. Stock Flow Diagram Sub sebesar 0.25% hingga tahun ke 12 akan
Model Ketersediaan Kelapa Butiran terdapat total persediaan kelapa butiran
sebanyak 74.793.940,73 kg di wilayah
Desain model ini hanya Kabupaten Ciamis dengan laju konsumsi
diasumsikan untuk kelapa dalam saja. Hal kelapa butiran untuk kebutuhan industri
ini mengingat jenis kelapa dalam inilah sebanyak 0.9%. Prosentase konsumsi
yang banyak diusahakan oleh petani di kelapa butiran untuk kebutuhan industi ini
wilayah Kabupaten Ciamis. Jenis kelapa ditunjukkan dengan gambar 3 di bawah
hibrida sangat jarang yang diusahakan ini. Gambaran konsumsi kelapa butiran ini
untuk pasokan industri, namun diusahakan menunjukkan konsumsi kelapa butiran
untuk kebutuhan rumah tangga saja. terdistribusi untuk tiga pemanfaatan yaitu
Output dari simulasi dengan untuk dijual langsung ke pasar-pasar
menggunakan Stella dapat tradisional sebanyak 89%, untuk konsumsi
menggambarkan suatu ketersediaan industri 9%, dan untuk konsumen rumah
pasokan kelapa di tingkat petani di tangga sebanyak 2%.
Kabupaten Ciamis. Secara rata-rata Data dari Dinas Pertanian
kebutuhan bahan baku kelapa butiran Kabupaten Ciamis menunjukkan sebagian
cukup dengan mengandalkan pasokan dari besar kelapa (89%) dijual dalam bentuk
satu kabupaten saja. kelapa butiran ke wilayah Bandung,
1:
1: Peny Klp Btr
18000000
2: Pers Klp Btr 3: Konsumsi Klp Btr
Jakarta, Cirebon dan beberapa wilayah di
2: 80000000
3: 7000000
Jawa Tengah. Konsumsi lokal untuk
1 2
3
rumah tangga di Kabupaten Ciamis
1:
2:
10575000
45000000
sebanyak 2%, dan yang diolah oleh petani
3: 4000000
1
2
3
dan perusahaan sebanyak 9%. Hal ini
1
2
3 ditunjukkan pada gambar di bawah ini ;
1: 3150000 2 3
2: 10000000
3: 1000000 1
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Page 1 Time 9:05 AM Fri, Feb 04, 2011
Industri 9%
Ketersediaan Bahan Baku
Rumah Tangga,
Gambar 2. Grafik Hasil Simulasi 2%
258
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kelapa butiran yang akan dikonversi Data di atas menunjukkan bahwa
menjadi daging kelapa sebagai bahan baku rata-rata kebutuhan kelapa butiran untuk
dalam agroindustri kelapa dengan output agroindustri kelapa terpadu di wilayah
produk berupa minyak kelapa. kabupaten Ciamis sejumlah 53723,33 ton.
Hal ini apabila dibandingkan Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup
dengan data produksi kelapa butiran di banyak dalam upaya memacu peningkatan
Kabupaten Ciamis tidak jauh berbeda. produktivitas pertanian di wilayah
Data produksi kelapa butiran di Kabupaten tersebut. Kebutuhan kelapa butiran
Ciamis ini dapat dilihat pada tabel di tersebut terutama untuk memenuhi
bawah ini: permintaan unit pengolahan minyak
kelapa.
Tabel 1. Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Stock flow diagram untuk bahan
Ciamis
baku agroindustri menunjukkan aliran
Tahun Produksi Kelapa Dalam (kg)
pasokan bahan baku kelapa butir yang
2001 19.480.000
2002 32.207.000
akan dikonversi menjadi daging kelapa
2003 36.771.000
terlebih dahulu, selanjutnya by product
2004 74.265.000 yang dihasilkan akan dimanfaatkan
2005 74.678.000 sebagai input bahan baku untuk
2006 70.057.000 agroindustri yang lain. Hasil samping dari
2007 64.325.000 proses konversi kelapa butiran menjadi
2008 78.193.000 daging kelapa butiran ini berupa air
2009 77.606.553 kelapa, sabut dan tempurung.
Sumber : Disbun Jabar (2010) Hasil simulasi untuk bahan baku
agroindustri yang dirancang dalam periode
Wilayah Kabupaten Ciamis 12 tahun ke depan menunjukkan apabila
merupakan wilayah penghasil kelapa terdapat pasokan kelapa butiran sebanyak
terbanyak untuk propinsi Jawa Barat yaitu 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa
sebesar 79,011 ha dengan total produksi butiran yang akan dikonversi sebanyak
buah kelapa butir sebanyak 35.028 ton. 4.346.052,35 kg dan akan diperoleh bahan
Potensi agroindustri pengolahan kelapa di baku berupa daging kelapa butiran
Kabupaten Ciamis ditunjukkan pada tabel sebanyak 1.051.161,60 kg. Hasil simulasi
di bawah ini : ini dilakukan berdasarkan pasokan kelapa
butiran sebanyak 85% dari nilai konsumsi
Tabel 2. Potensi Agroindustri Pengolahan kelapa butiran untuk industri dan
Kelapa
persediaan bahan baku kelapa butiran
Jenis Unit Jumlah Bahan Baku
Produksi untuk unit agroindustri sebanyak 730.000
(ton/tahun) kg dan proses konversi yang dilakukan
Gula liter dengan persediaan kelapa butiran yang
kelapa 7933 27,560 137,800,000 nira tidak ikut dalam proses sebanyak 25%.
butir Persediaan bahan baku ini agar proses
Kopra 92 1,435 7,175,000 kelapa
Minyak butir
produksi untuk unit agroindustri tetap
kelapa 53 3,899 38,990,000 kelapa berlangsung.
Nata de liter air
Coco 23 969 581,400 kelapa
Serat
sabut 8 1,490 13,244,000 sabut
butir
Galendo 7 11 220,000 kelapa
259
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Dgg Klp
N Kon Dgg Klp
Pasokan Klp Butir
Konv Air
Konv Tmprng
Dgg Klp
~
Input p roses Output proses
Rendemen M yk Klp
260
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dinamik menunjukkan dengan permintaan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg.
domestik sebanyak 40% dalam periode Persediaan minyak kelapa untuk
waktu 12 tahun yang akan datang permintaan domestik ini dapat dipenuhi
diperoleh persediaan domestik sebanyak dari 3 unit pengolahan minyak kelapa
215.565,55 kg secara rata-rata yang dapat dalam skala usaha kecil. Gambar 30
didistribusikan. Hasil pasokan ini menunjukkan stock flow diagram dari
diperoleh dari input sub model berupa model rancangan untuk ketersediaan
output minyak kelapa dari unit pengolahan produk minyak kelapa domestik.
Ketersediaan Produk M iny ak Kelap a Domestik
Minyak Klp
Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco kg secara rata-rata yang dapat
menunjukkan dengan permintaan domestik didistribusikan. Hasil pasokan ini
sebanyak 80% dalam periode waktu 12 diperoleh dari input sub model berupa
tahun yang akan datang diperoleh output nata de coco dari unit pengolahan
persediaan domestik sebanyak 299.570,96 nata de coco sebanyak 429.333,08 kg.
261
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Persediaan nata de coco untuk permintaan dengan asumsi yang dilakukan. Model
domestik ini dapat dipenuhi dari 25 unit dianggap sahih karena mengandung
pengolahan nata de coco dalam skala beberapa elemen dari model biaya rantai
usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan pasokan. Validasi bertujuan untuk
stock flow diagram dari model rancangan memperoleh kecocokan kondisi nyata
untuk ketersediaan produk nata de coco dengan model yang dirancang. Validasi
domestik. model dicoba dilakukan dengan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa menggunakan analisis sensitivitas.
apabila agroindustri kelapa terpadu ini Analisis sensitivitas dilakukan pada
diusahakan di wilayah sentra penghasil unit pengolahan minyak kelapa karena
yang lain dengan asumsi input masukan ketersediaan bahan baku untuk unit
kelapa butiran yang sama akan pengolahan yang lain tergantung pada
memperoleh hasil produk sejumlah hasil penyediaan bahan baku dari unit
output seperti yang nampak pada hasil pengolahan ini. Hasil analisis sensitivitas
simulasi. Hal ini dapat digunakan sebagai ini merupakan salah satu cara validasi
dasar pengambil kebijakan ataupun para untuk model yang dirancang. Kenaikan
penyusun strategi dalam mengembangkan biaya total rantai pasokan sebanyak 1%
agroindustri kelapa terpadu. Produk juga terjadi seiring dengan kenaikan
prospektif yang dipilih dapat bervariasi rendemen ini menunjukkan bahwa unit
sejalan dengan keinginan para pakar pengolahan minyak kelapa sangat besar
dengan melihat berbagai potensi pasar dan pengaruhnya dalam pengembangan
keterkaitan dengan produk hilir yang lain. agroindustri kelapa terpadu.
Namun, dari sisi kemudahan aplikasi
teknologi di masyarakat, produk-produk 4. KESIMPULAN
olahan primer ini cukup untuk Kesimpulan dari simulasi model ini
dikembangkan lebih lanjut dalam adalah bahan baku agroindustri
agroindustri kelapa terpadu. menunjukkan apabila terdapat pasokan
Agroindustri kelapa terpadu tidak kelapa butiran sebanyak 4.932.531,44 kg
hanya milik pengusaha besar namun dapat maka jumlah kelapa butiran yang akan
dimiliki oleh petani yang terhimpun dalam dikonversi sebanyak 4.346.052,35 kg dan
suatu wadah kelembagaan maupun akan diperoleh bahan baku berupa daging
kemitraan yang mungkin saja tidak terlibat kelapa butiran sebanyak 1.051.161,60 kg.
dalam manajemen pengusahaan namun Agroindustri kelapa terpadu akan
keterlibatan dalam pengusahaan bahan menghasilkan minyak kelapa sebanyak
baku. 633.128,46 kg pada rendemen minyak
kelapa sebanyak 12%. Output produk
3.8. Verfikasi dan validasi model minyak kelapa tersebut akan dapat
simulasi dipenuhi oleh unit pengolahan minyak
Verifikasi dilakukan dengan kelapa dalam skala usaha kecil sebanyak 8
menelusuri keseluruhan stock flow yang unit. Hasil simulasi dinamik dari distribusi
dirancang. Jika seluruh basis program produk menunjukkan bahwa jumlah
dapat dijalankan sesuai dengan logika produk yang didistribusikan untuk
maka desain model ini dianggap berhasil. memenuhi permintaan domestik minyak
Pemeriksaan terhadap desain model kelapa sebanyak 195.508,99 kg dan jumlah
dilakukan dengan melihat output keluaran. produk yang didistribusikan untuk
Jika keluaran mengindikasikan suatu memenuhi permintaan ekspor minyak
kesalahan logika maka perlu segera kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Jumlah
dilakukan perbaikan. Proses verifikasi produk yang didistribusikan dari target
dianggap telah dilakukan, karena desain capaian persentase permintaan domestik
model rancangan sudah berjalan sesuai minyak kelapa sebanyak 90,6% dan untuk
262
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
permintaan ekspor bahkan lebih dari
100%. Jumlah produk yang didistribusikan
dapat memenuhi target capaian persentase
permintaan ekspor minyak kelapa yang
dipenuhi melalui penambahan 2% dari
nilai persediaan produk minyak kelapa.
5. DAFTAR PUSTAKA
Austin JE. 1981. Agroindustrial Project
Analysis. Maryland: The John
Hopkins University Press
Brown JG. 1994. Agroindustrial
Investment and Operations.
Washington: The World Bank
Chang Y , Makatsoris H. 2000. Supply
Chain Modeling Using Simulation.
Int. J. of Simulation Vol 2 No.1 : 24-
30.
Van der Vorst JG, Tromp S, Van der Zee
DJ. 2005. A Simulation
Environment For The Redesign of
Food Supply Chain Networks :
Modelling Quality Controlled
Logistics. Proceedings of the 2005
Winter Simulation Conference. Page
: 1658-1666.
Wouda FHE, Van Beek P, Van der Vorst
JGAJ, Tacke H. 2001. An
Application of Mixed Integer Linier
Programming Models on Redesign
of the Supply Network of Nutricia
Dairy & Drink Group in Hungary,
OR Spectrum. 24 : 449-465.
Yandra A, Marimin, Jamaran I., Eriyatno,
Tamura H. 2007. an Integration of
Multi-Objective Genetic Algorthm
and Fuzzy Logic For Optimization
of Agroindustrial Supply Chain
Design. Proceeding of the 51st
Annual Meeting of the ISSS
Yoshizumi T, Okano H. 2007. A
Simulation-Based Algorithm For
Supply Chain. Proceedings of the
2007 Winter Simulation Conference.
Page : 1924-1931.
263
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstract
Distribution network is one of the supply chain management aspects that need to be
considered to minimize the total cost. One of the function of Perum Bulog sub division
Malang is to distribute rice for poor people in Kota Malang, Kota Batu, and Kabupaten
Malang. Every year, they need to spend distribution cost that fluctuated and has increased
trend. It causes unstable RASKIN distribution and poor achievement of the target. Least cost
method as one of the transportation methods can be applied for allocating resources to certain
destination with lowest cost. Nowadays, sub division Malang has 10 warehouses that need to
distribute into 472 kelurahan. Furthermore, for distribution optimalization test, MODI
method (modified distribution) is used. From the research, comparing to previous distribution
cost, it can be seen that distribution cost for Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Malang 1,
Kabupaten Malang 2, and Kabupaten Malang 3 reduce up to 15.97%, 11.2%, 17.45%,
13.89%, and 13.5% respectively.
Key words: Supply chain management, distribution network, transportation method, least cost
method
264
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
wilayah kerja yang areanya sudah 3. Tujuan pendistribusian hanya sampai
ditentukan oleh perum Bulog, sehingga pada kelurahan dari tiap-tiap gudang di
diperlukan sistem pendistribusian yang kota Malang.
baik untuk meminimasi biaya dan beras 4. Produk yang diteliti hanya sebatas beras
bisa terdistribusi tepat pada waktunya. untuk rakyat miskin.
Chopra dan Meindl (2010) menyatakan 5. Biaya distribusi terdiri dari biaya bahan
bahwa perubahan saluran distribusi dapat bakar, biaya simpan, biaya muat dan biaya
mempengaruhi biaya supply chain yang sopir.
meliputi biaya persediaan, biaya
transportasi, biaya penanganan bahan, dan 2.2. Asumsi
biaya fasilitas distribusi. Asumsi yang digunakan dalam
Salah satu masalah yang terpenting penelitian ini adalah:
dalam saluran distribusi adalah bagaimana 1. Biaya perawatan dianggap konstan.
mengalokasikan sumber daya sesuai 2. Komoditas yang dikirim atau diangkut
kebutuhan dengan biaya yang paling besarnya sesuai dengan permintaan.
minimal. Model transportasi merupakan 3. Jalan tidak ada kemacetan dan tidak
salah satu metode yang dipakai dalam rusak (jalan pada kondisi normal).
pengalokasian sumber daya kepada
sejumlah tujuan untuk meminimasi biaya 2.3. Pendefinisian Sistem
distribusi. Salah satu bentuk model Tahapan ini memberikan gambaran
transportasi adalah least cost method. tentang sistem yang akan diteliti yaitu
Martinson (2011) menyatakan bahwa least sistem pendistribusian beras yang ada di
cost method merupakan metode biaya sub divisi Regional Bulog Malang Jatim.
terendah dengan mencari solusi terbaik Wilayah kerja yang nantinya akan diteliti
berdasarkan rute termurah dengan dimulai dan diambil data-datanya adalah Kota
dari sel yang memiliki biaya per unit Malang, Kabupaten Malang dan Kota
paling rendah. Selanjutnya, untuk uji Batu. Gudang-gudang yang mewakili
optimalisasi dilakukan dengan ketiga daerah tersebut adalah Gudang
menggunakan modified distribution Gadang dan Gudang Kebonagung.
method (MODI). Dalam MODI, jalur yang Gudang-gudang inilah yang nantinya akan
dipilih adalah jalur yang memiliki menjadi sumber pendistribusian. Gudang
opportunity cost yang tertinggi, tanpa memegang peranan penting dalam saluran
harus melakukan uji coba pada semua distribusi untuk memudahkan penyaluran
jalur. Tujuan dalam penelitian ini adalah beras tepat pada waktunya. Hal ini
untuk menentukan alokasi atau jumlah didukung oleh pernyataan Chopra (2003)
beras yang harus didistribusikan ke bahwa dengan mendekatkan persediaan
sejumlah kelurahan agar biaya distribusi pada titik tujuan, maka akan meningkatkan
sub divisi Regional Malang dapat waktu respons dibandingkan dikirim
minmum. langsung dari pabrik. Dari tiap sumber ini
kemudian akan disalurkan ke tiap
2. METODE PENELITIAN kelurahan yang ada di wilayah kerja Kota
2.1. Batasan masalah Malang, Kabupaten Malang, dan Kota
Batasan masalah dalam penelitian ini Batu. Setiap gudang memiliki kapasitas
adalah: dan jumlah permintaan beras yang berbeda
1. Pengambilan data hanya sebatas di sub beda.
divisi Malang. Pada sistem pendistribusian beras
2. Sumber distribusi dari Kota Malang disini memiliki beberapa elemen di
(gudang S1 dan S2), Kota Batu (gudang dalamnya. Elemen-elemen tersebut antara
S3 dan S4) dan Kabupaten Malang lain adalah beras, gudang, sumber dan
(gudang S5, S6, S7, S8, S9, dan S10). armada. Dalam setiap elemen memiliki
265
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
atribut yang berbeda. Atribut pada beras Formulasi matematisnya adalah:
adalah jumlah beras yang akan di 2
266
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Metode yang digunakan untuk periodik dari manajemen Perum Bulog
menentukan solusi fisibel basis awal untuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin
adalah Least Cost Method. Prinsip cara sehingga sistem pendistribusian yang ada
metode ini adalah pemberian prioritas di Perum Bulog menjadi lebih teratur.
pengalokasian pada tempat yang Dengan adanya pengalokasian beras dari
mempunyai satuan ongkos satuan setiap sumber ke tujuan secara teratur
terkecil. Least cost method dipakai maka biaya yang dikeluarkan Perum Bulog
untuk lima wilayah kerja. Beberapa dapat diminimasi dan beras terdistribusi
langkah dalam penggunaan least cost tepat pada waktunya.
method adalah sebagai berikut: Biaya yang dikeluarkan oleh Perum
Pilih variabel Xij (kotak) dengan biaya Bulog Malang dalam pendistribusiannya
transport (cij) terkecil dan alokasikan antara lain adalah biaya muat gudang,
sebanyak mungkin. Ini akan biaya simpan, biaya sopir serta kernet, dan
menghabiskan baris i atau kolom j. biaya bahan bakar. Biaya muat gudang
Dari kotak-kotak sisanya yang layak merupakan biaya untuk pekerja kasar atau
(yaitu yang tidak terisi atau kuli yang bertugas memindahkan beras ke
dihilangkan) pilih cij terkecil dan truk. Upah untuk kuli angkut beras
alokasikan sebanyak mungkin. dihitung sesuai dengan jumlah beras yang
Kemudian langkah-langkah tersebut mereka angkut ke armada, sedangkan
dilakukan sampai semua kebutuhan biaya bahan bakar dihitung sesuai dengan
untuk rakyat miskin tersalurkan. jarak yang ditempuh oleh masing-masing
b. Menentukan entering variable dan truk. Biaya simpan per kilogram beras
leaving variable dari variabel-variabel yang ditetapkan Perum Bulog untuk
nonbasis. masing-masing sumber. Adapun upah
Tahap ini adalah tahap berikutnya dari sopir dan kernet dihitung berdasarkan hari
teknik pemecahan persoalan kerja. Shang et al. (2009) menyatakan
transportasi, setelah solusi fisibel basis bahwa dalam penentuan biaya distribusi
awal diperoleh. Pada MODI, hanya harus seimbang antara biaya persediaan
perlu ditemukan satu jalur uji yaitu jalur dan biaya transportasi dimana biaya
pada segi empat yang memiliki indeks transportasi meliputi, biaya bahan bakar,
perbaikan paling bagus. biaya gudang, operator, dan biaya
pengiriman.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pendistribusian beras Bulog 3.2. Hasil pengolahan data dan
Selama ini pendistribusian yang pembahasan
dilakukan oleh Perum Bulog hanya sebatas Setelah dilakukan pengolahan data
untuk memenuhi kebutuhan rakyat miskin dengan least cost method dan dilakukan
tanpa memperhatikan biaya yang mereka optimalisasi dengan menggunakan MODI,
keluarkan dan jumlah beras yang tidak diperoleh perubahan jumlah kelurahan
stabil setiap tahunnya. Oleh karena itu yang harus dipasok oleh masing-masing
sistem pendistribusian yang baik sumber untuk setiap wilayah kerja. Hasil
merupakan salah satu faktor terpenting pengolahan data dari kelima wilayah kerja
untuk meminimalkan biaya distribusi yang sub divisi Bulog Malang dapat dilihat pada
dipakai. Jika pendistribusian yang ada di Tabel 1. Secara lebih spesifik, sebagai
Perum Bulog berjalan lancar maka hal ini contoh pendistribusian beras ke masing-
sesuai dengan pernyataan Kotler (2002) masing kelurahan untuk sebagian wilayah
bahwa produsen harus melakukan sesuatu Kota Malang dapat dilihat pada Tabel 2.
lebih dari sekedar mendesain sistem
saluran yang baik dan menjalankannya.
Sistem tersebut membutuhkan modifikasi
267
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
268
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Kondisi Awal dan Kondisi Setelah Penerapan Metode Transportasi pada Kota
Malang
Tujuan Sumber Supply Biaya Tujuan Sumber Supply Biaya
awal (Kg) (Rp) awal (Kg) (Rp)
Kotalama S1 10,500 215,766.7 Kotalama S1 22,830 469,138.5
S2 12,330 225,269.9
Mergosono S1 5360 194,689.6 Mergosono S2 15,360 328,367.6
S2 10,000 213,781
Bumiayu S1 1,165 181,804.6 Bumiayu S2 6,165 239,583.7
S2 5,000 194,309.6
Wonokoyo S1 2,250 189,045.3 Wonokoyo S2 5,250 335,816.8
S2 3,000 191,895.3
Buring S1 3,500 191,852.4 Buring S2 8,925 326,914
S2 5,425 198,712.4
Kedungkandang S1 3,495 193,423.2 Kedungkandang S2 8,745 332,706.7
S2 5,250 199,738.2
Lesanpuro S1 2,155 191,117.4 Lesanpuro S2 7,155 287,133.6
S2 5,000 200,652.4
Sawojajar S1 3,000 196,009.6 Sawojajar S1 5,040 329,296.1
S2 2,040 193,169.6
Madyopuro S1 5,100 201,195.3 Madyopuro S1 6,615 260,962.1
S2 1,515 190,743.3
Cemorokandang S1 2,885 196,221.7 Cemorokandang S1 12,885 876,366.3
S2 10,000 231,695.3
Arjowinangun S1 2,000 187,886.7 Arjowinangun S1 4,110 386,066.1
S2 2,110 188,196.7
Tlogowaru S1 3,000 193,009.6 Tlogowaru S1 5,130 330,046.4
S2 2,130 190,825.6
Balearjosari S1 2,050 200,573.9 Balearjosari S1 4,050 369,255.7
S2 2,000 200,823.9
Arjosari S1 1,000 196,223.9 Arjosari S1 1,635 320,826
S2 635 195,225.9
Polowijen S1 2,000 199,009.6 Polowijen S1 3,525 350,754.4
S2 1,525 197,889.6
Purwodadi S1 4,100 203,766.7 Purwodadi S2 9,225 374,160.1
S2 5,125 207,866.7
Blimbing S1 2,665 197,447.4 Blimbing S1 4,665 345,625.6
S2 2,000 195,852.4
Pandanwangi S1 1,190 192,636.7 Pandanwangi S2 11,190 262,624
S2 10,000 234,695.3
Purwantoro S1 2,165 194,104.6 Purwantoro S2 12,165 281,961.6
S2 10,000 231,781
Bunulrejo S1 3,710 196,939.6 Bunulrejo S2 13,710 312,836.2
S2 10,000 228,181
Kesatrian S1 935 185,887.3 Kesatrian S2 1,935 360,094.4
S2 1,000 186,095.3
Polehan S1 4,525 195,570.3 Polehan S1 9,525 441,670.1
S2 5,000 197,995.3
269
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
menyalurkan 319,765 kg beras, sehingga
menghasilkan Rp 16,319,100. Kabupaten
Malang 2 untuk S7 menyalurkan 465,140
kg beras dan S8 menyalurkan 333,445 kg
beras, sehingga menghasilkan Rp
17,057,740. Kabupaten Malang 3 untuk S9
menyalurkan 520,786 kg beras dan S10
menyalurkan 330,119 kg beras, sehingga
menghasilkan Rp 18,201,000. Prosentase
penurunan biaya distribusi kelima wilayah
kerja sebesar 1117 % dibandingkan dari
biaya distribusi sebelum diterapkannya
metode transportasi.
4.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan faktor kontinyuitas pasokan
beras ke gudang perlu diperhatikan. Selain
itu, dalam komponen biaya transportasi,
perlu mempertimbangan biaya perawatan
dan biaya fasilitas sehingga hasil bisa lebih
akurat.
5. DAFTAR PUSTAKA
Chopra, S. 2003. Designing the
distribution network in a supply
chain. Transportation Research Part
E. Vol 39. p 123-140.
Chopra, S and Meindl, P. 2010. Supply
Chain Management, Strategy,
Planning, and Operation. Pearson
Education Inc. New Jersey. USA.
Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi
Milenium Jilid 1. Terjemahan
oleh Hendra Teguh, Ronny A. Rusli,
dan Benyamin Molan. Prenhallindo
. Jakarta.
Martinson, K, A. 2011. Optimal Transport
Pricing of Inland Freight for Cement
Haulage at Ghacem Limited. Thesis.
Kwame Nkrumah University of
Science and Technology, Kumasi.
http://dspace.knust.edu.gh.
Shang, et.al. 2009. Distribution Network
Redesign for Marketing
Competitiveness. Journal of
Marketing Research. Vol. 73. Issue
2. p146-163.
270
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Henry Yuliando*)
*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM
Abstract
271
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sebagai variabelkeputusan,pemesanan mesin dalam sistem produksi ketika
ulang dapat terjadi dalam unit banyak item yang harus diproduksi dalam
seperti1,85minggu, 2,3minggu,atau angka mesin tertentu (Muckstadt dan Amar,
irasional lainnya.Hal ini akan menyulitkan 2010).
rencana produksi. Dalam PO2, konsep dasar yang
Keuntungan lain bekerja dengan digunakan ialah bagaimana mencari nilai
reorder interval adalahbahwa dalamsistem reorder intervalT = 2TL, = {0,1,2,3, . . .
produksimulti-tahap, pada setiap }yang dapat memberikan nilai biaya
tahapperlu untukmemastikan bahwa persedian (ZT) yang minimal sebagaimana
semuakomponen yang diperlukanuntuk diilustrasikan pada gambar berikut
menghasilkanbatchtersediapada
waktuproduksi. Kendalaini * * *
Z (2l 1TL ) > Z (2l TL ) Z (2l +1TL ), l
lebihmudahdiformulasikan denganreorder * *
Z (2l TL ) Z ( 2l +1TL ), l = 0
interval sebagai variabelkeputusan.
Berdasarkan berbagai
manfaataplikasi reorder interval tersebut di
atas, menjadi suatu motivasiuntuk
melakuan aplikasi kebijakan Power of
Two (PO2), baik untuksistem tunggal
danmulti-stage dalam kerangka
manajemen persediaan, sebagaimana yang
disajikandalam makalah ini. Dansebagai
ilustrasi, dengan menggunakan datariil dari
sebuah penelitian, metode PO2 tersebut
diaplikasian untuk Gambar 1. Total Average Annual Cost
menunjukkankeunggulan dari kebijakan dalam Reorder Interval PO2
ini. (Sumber: Muckstadt dan Amar, 2010)
272
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dapat dibatasi oleh kendala biaya Sehingga reorder interval minimum
transportasi ketika diaplikasikan untuk selama TL. Kendala ini dinyatakan
kasus multi-eselon. (H.C. Huang, et al, dalam T = nTL, n {1,2,3, . . . },
2004). dimana nilai n merupakan pangkat 2 =
{1,2,4,8,16, . . . .}
1.2. Asumsi dan notasi dalam Model Model PO2 policy selanjutnya
PO2 ditentukan dengan persamaan berikut:
Model PO2 diturunkan dari persamaan 3 o 3
21 np = l Ts
untuk mencari nilai order yang ekonomis lm m
(Economic Order Quantity EOQ) t
dimana: dimana @ = nu merupakan opimal
1 reorder interval untuk model EOQ.
min Z (Q ) = C + K Q + 2 hQ
Q0 Nilai TL ditentukan sebagai berikut
3 t
2R X n u = @
Xw
, atau
w
1
EOQ model:
2
dimana @ 2R
@
Z(Q) = biaya persediaan rata- 2@x @x
rata tahunan
Oleh karena itu, reorder interval PO2
Q = kuantitas pesanan 3
h = biaya simpan per unit yang optimal minimal @ =
per tahun (=IC), I = persentase (%)
0,707@ , namun tidak lebih besar dari
2@ = 1,414@ .
K = biaya order/setup
= tingkat permintaa (per
tahun) Karena Z(T) merupakan convex
C = harga per unit function dari T (@3 @ @|), Z(T2)
Reorder interval T = Q/subtitusi max }~@3 , ~@| , maka
R
untuk Q oleh T menghasilkan ~2 @x
3
A ~)2@ ., ~ @ .
K 1 K 1
min Z (T ) = T + hT or min Z (T ) = T + gT for g = h
T 0 2 T 0 2 Biaya yang timbul atas reorder interva
3
yang ditentukan = @ atau @ .
Selanjutnya, biaya ini adalah sama
3 3
untuk d + g ~@ ketika salah satu
Solusi optimal solution diperoleh
dengan dari interval pemesanan diberlakukan.
3 3 3
~ d @ g = d + g ~@ ,sehingga
dZ (T )
=0
dT biaya untuk reorder interval optimal
3
dimana 2@ atau @ adalah sama
3
d2 +
K
T= dan Z (T * ) = 2 K g atau ekuivalen dengan
g
3
g ~@ 1,06~@ , sehingga
Reorder interval T, bersifat non-
negatif, yang merupakan kendala satu- kemungkinan terburuk biaya yang
satunya untuk mencari solusi optimal. timbul dengan penerapan PO2 policy
Dalam penentuannya, terdapat rencana adalah maksimal 6% lebih besar dari
dasar yang memiliki reorder biaya optimal (106 % ~@ )
intervalTLyang merupakan nilai integer
dikalikan dengan TL. (shift, hari, 1.3. Algoritma PO2 Policy
minggu, or tahun). Solusi optimal untuk PO2 dapat
ditentukan dengan menggunakan 3
273
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tahapan prosedur berikut (Muckstadt dan iii. Untuk setiap sub-grafik Gk,
Amar, 2010): k = 1, . . . ,M, tidak terdapat
jalur langsung untuk (Gk
,G+k ) dari Gkdimana
K (Gk ) K (Gk+ )
<
g (Gk ) g (Gk+ )
274
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3 t 3
2R n = @
= annual demand (hasil peramalan)
Xw u Xw
a. Natural Bag Jenis Coin
T*p = (2l) x (TL) = 277 kg
Proses Ki(Rp) hi (Rp) hi(Rp) gi(Rp)
No.
1 6.400.000 550.000 100.000 13.850.000
dimana T= reorder interval, TL= 2 6.400.000 450.000 90.000 12.465.000
3 6.400.000 360.000 180.000 24.930.000
periode perencanaan dasar (1/12 4 6.400.000 180.000 180.000 24.930.000
dalam setahun), T*p= reorder
interval PO2 policy. Iterasi 1
Langkah 1: Menentukan k=1, i= 1,
Sedangkan order optimal setiap pesan N (G)=}1
ditentukan dengan Langkah 2: Menentukan i= 2
t
Y = n
t Langkah 3: Menghitung =
u
M 7.455.555
= 0,46 dan
3|.85.555
membandingkannya dengan
t 7.455.555
dimana : = = = 0,51.
u 3.478.555
permintaan/ tahun t t
K = biaya Karena
u
< u, berarti
tetap order / setup proses 2 tidak dimasukkan
IC = biaya ke dalam N (G1).
simpan per unit/ tahun Menambah subgraph N
(holding cost) (G2)= }2 dan menentukan
k= 2.
1.4. Ilustrasi : kasus perusahaan
Heraton Craft, Yogyakarta Iterasi 2
Heraton Craft adalah perusahaan Langkah 2: Menentukan i= 3
t
=
yang memproduksi produk kerajinan
Langkah 3: Menghitung
seperti tas, dompet, dan macam lainnya u
7.455.555
dengan bahab baku yang memiliki 4 = 0,51 dan
3.748.555
stasiun kerja (rumah produksi) sebagai membandingkannya dengan
t 7.455.555
= = 0,26.
berikut:
u 4.|5.555
t t
Karena
u
> u, berarti
proses 3 dimasukkan ke
dalam N (G2).
Gambar 4. Sistem serial Perusahaan Langkah 4: Menentukan l= k= 2.
Heraton Craft (Annia, 2011) Langkah 5: Mengingat kembali
t 7.455.555
= = 0,46;
u 3|.85.555
Keterangan:
Ki = fixed cost = labor cost/ unit time kemudian menghitung
t
hi = holding cost/ tahun =
u
7.455.555f7.455.555
= 0,34.
hi = perbedaan holding cost setiap
proses 3.748.555f4.|5.555
t t
= hi hi+1 Karena > , maka
u u
gi = annual holding cost tiap pesan dilanjutkan ke step 6.
sebesar
3
=
275
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Langkah 6: Menentukan N (G1)N a. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis coin
(G1) N (G2) = N (G1) =
. Menentukan l= l-
1= 2-1= 1 dan menentukan
k= l= 1. b. Biaya yang dikeluarkan untuk
natural bag jenis kecil = 961.160
Iterasi 3 c. Biaya yang dikeluarkan untuk
Langkah 2: Menentukan i= 4 natural bag jenis tanggung/ medium
Langkah 3: Menghitung = 449.053
d. Biaya yang dikeluarkan untuk
dan membandingkannya dengan natural bag jenis besar = 653.466,67
Sedangkan jumlah biaya dengan model
. > , PO2 policy yang optimal (Fixed cost/
berarti proses 4 dimasukkan ke dalam N pesanan (K) Rp 130.000,00; biaya/ unit
(G1). Karena k= 1, maka tidak perlu produk (C) Rp 28.000,00; dan asumsi
kembali ke step 4 dan algorithm berakhir holding cost rate (I) 0,2/ tahun):
a. Biaya yang dikeluarkan untuk
karena i+1= 5 >n. Jadi, N (G1)= . natural bag jenis coin
T=
2. RINGKASAN
Dengan metode EOQ: untuk (Fixed cost/ Persediaan (inventory) merupakan
pesanan (K) Rp 130.000,00; biaya/ unit faktor sangat penting untuk menjamin
produk (C) Rp 28.000,00; dan asumsi berlangsungnya kegiatan produksi ataupun
holding cost rate (I) 0,2/ tahun): penjualan agar dapat berjalan sesuai
rencana. Pengelolaan (manajemen)
276
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
persediaan diperlukan agar diperoleh biaya H.C. Huang, E.P. Chew, and K.H. Goh,
yang optimal dalam pengadaannya. 2005, A two-echelon inventory
Keputusan dalam pengadaan persediaan system with transportation capacity
ialah ditentukan oleh biaya order/setup dan constraint, European Journal of
biaya simpan. Sedangkan hasil dari Operational Research, (167) 129
keputusan tersebut adalah mengenai kapan 143
pengadaan (pemesanan) mesti dilakukan. J. Boissie`re, Y. Frein, and C. Rapine b,
Dalam pendekatan EOQ akan 2008, Optimal stationary policies in
dihasilkan interval order yang terkadang a 3-stage serial production-
tidak lazim atau menyulitkan dalam distribution logistic chain facing
penjadwalannya, sehingga diperlukan constant and continuous demand,
suatu pendekatan dalam keputusan order European Journal of Operational
tersebut berdasarkan interval waktu yang Research, (186) 608-619.
utuh. Metode PO2 menawarkan peluang John A. Muckstadt, and Amar Sapra,
untuk menentukan waktu order dimana 2010, Principles of Inventory
keluarannya dalam kondisi terburuk Management, Springer Series in
maksimal hanya 6% dari biaya yang Operations Research and Financial
optimal. Engineering, Springer New York
Dalam aplikasinya PO2 dapat Dordrecht Heidelberg London
bekerja melalui string algorithm, dimana Liestyowati Ir, M.E. 2010. Manajemen
melalui sebuah ilustrasi dapat dibuktikan Operasional Lanjutan. Pusat
total biaya yang timbul dengan penerapan Pengembangan Bahan Ajar-UMB
PO2 policy hanya selisih kurang dari 6%
terhadap biaya optimalnya. Dan lebih
lanjut, bilamana terdapat tuntutan
pengendalian persediaan secara kontinyu
sebagai konsekuensi dari metode EOQ
untuk mencapai biaya optimal dapat
digantikan oleh variabel keputusan berupa
interval order dengan aplikasi PO2 policy
yang hasilnya adalah total biaya yang
berselisih maksimal 6% dari biaya
optimal.
3. REFERENSI
Abraham Mendoza, and Jos A. Ventura,
2010, A serial inventory system with
supplier selection and order quantity
allocation, European Journal of
Operational Research, (207) 1304-
1315.
Annia Septa Yudhinuraini, 2011, Skripsi,
Analisis persediaan produk
handicraft di perusahaan Heraton
Craft, Fakultas Teknologi Pertanian,
UGM.
277
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
278
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bahan baku Artinya bahwa pengadaan dalam mengambil keputusan dan atau
bahan baku dilakukan berdasarkan ada menentukan kebijaksanaan yang berkaitan
tidaknya produksi dimana jumlahnya dengan perencanaan pengadaan tepung
ditentukan berdasarkan besarnya maizena. Dengan menggunakan
permintaan produk oleh distributor. pendekatan metode Supply Chain
Ketidakpastian terhadap permintaan Management secara bertahap dan
produk menimbulkan masalah berkesinambungan juga diharapkan dapat
ketidakpastian pemesanan bahan baku, meningkatkan produksi yang
hingga suatu waktu bahan baku tersedia berkesinambungan.
terlalu banyak hingga 4000 kg dari jumlah
rata-rata kebutuhan sedangkan di waktu
yang lain bisa terjadi kekurangan hingga 2. METODE PENELITIAN
2000 kg dari kebutuhan rata-rata yang Tahapan penelitian perencanaan
diolah. Masalah ketidakseimbangan bahan pengadaan bahan baku untuk produksi
baku ini menyebabkan ketidakseimbangan bihun kering dengan pendekatan Supply
produksi yang cukup signifkan. Chain Managementdilakukan berdasarkan
Pendekatan Supply Chain urutan prosedur sebagai berikut : (1) survei
Management memiliki aliran informasi pendahuluan; (2) identifikasi masalah; (3)
yang cepat dan akurat antara elemen pendefinisian sistem; (4) penentuan
jaringan, seperti pemasok, perusahaan, batasan masalah dan asumsi; (5) penetapan
distributor, dan konsumen. Supply Chain variabel dan parameter; (6) pengumpulan
Management mengaplikasikan bagaimana data; (7) penganalisaan data; (8) penarikan
suatu jaringan kegiatan produksi dan kesimpulan dan pemberian saran.
distribusi suatu perusahaan dapat bekerja
bersama-sama untuk memenuhi kepuasan 2.1. Pendefinisian Sistem
konsumen, mengurangi biaya, mengurangi Pendefinisian sistem dilakukan
waktu, memusatkan kegiatan perencanaan terhadapkomponensistempengadaanbahan
dan distribusi (Siagian, 2005). Keunggulan bakuuntukmempermudahscopepenelitian
kompetitif Supply Chain Management yang terdiridarisupplier tier
adalah kemampuannya dalam mengelola 1danperusahaan. Penelitian ini termasuk
aliran barang dalam suatu rantai pasokan. dalam upstream supply chain karena
Hal ini sesuai dengan tujuan supply chain aktifitas yang dilakukan adalah pengadaan
management untuk memastikan barang bahan dan digunakan dua rantai pasok
pada tempat dan waktu yang tepat untuk (dua level). Secara umum model rantai
memenuhi permintaan konsumen tanpa pasokan pada PT Tunas Melati Perkasa
menciptakan stock yang berlebihan ditunjukkanpadaGambar 1.
(Pujawan, 2010).
Dari uraian latar belakang di atas,
penelitian ini ditujukan untuk (1)
menentukan kuantitas pengadaan tepung
maizena untuk produksi bihun kering
dengan pendekatan supply chain
management; (2) menentukan biaya yang
timbul terkait pengadaan tepung maizena
dengan pendekatan supply chain
management dibandingkan dengan
keadaan aktual perusahaan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pihak
perusahaan sebagai bahan pertimbangan Gambar 1. Model Rantai Pasokan di PT Tunas
Melati Perkasa
279
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pemesanan bahan baku.
2.2. Penentuan batasan masalahdan
asumsi 2.5. Analisis Data
1. BatasanMasalah A. Jumlah Pengadaan Bahan Baku
a. Rantai pasokan terdiri dari dua 1. Perhitungan jumlah
level, yaitu antara supplier permintaanbahanbaku (demand)
dengan manufaktur (assembler). Perhitungandilakukandenganmeng
b. Kinerja supply chain gunakanpersentaserendemen yang
management diukur dari aspek dihasilkanproduk.
biaya pengadaan bahan baku
dan tingkat pelayanan.
2. Asumsi 2. Peramalan Permintaan Bahan Baku
a. Proses produksi bihun kering Data yang dipakai sebagai dasar
berjalan secara normal. peramalan permintaan bahan baku
b. Harga bahan baku tidak adalah data kebutuhan bahan baku yang
mengalami perubahan. dikonversikan dari data penjualan (satu)
c. Tepung maizena tersedia tahun terakhir dari perusahaan.
sepanjang waktu pada supplier. Peramalan terhadap permintaan bahan
baku dilakukan dengan bantuan
2.3. Penetapan Variabel dan program SPSS 17 dengan menggunakan
Parameter metode Expert Modeler, sebuah
Variabel dan parameter yang aplikasi dalam SPSS 17, dimana
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. metode terbaik akan dicari secara
otomatis dari masing-masing seri
Tabel 1. Parameter dan Variabel yang Digunakan dependent (Anonimous, 2011b).
No Parameter Variabel
1 Jumlah bahan baku Starting Inventory 3. Penentuan Lead Time
yang harus dipesan On order quantity Lead time yang
Order up to target
Order Quantity dipakaidalamperhitungansupply
chainadalah rata-rata lead
Service Level of inventory
2 Biaya pengadaan Ordering cost and Purchasing
timeberdasarkanprobabilitaslead
bahan baku cost timetersebut. Dalam hal ini, lead time
Holding cost
Shortage cost
yang ada di perusahaan adalah 2 (dua)
hari.
2.4. Pengumpulan Data 4. Penentuan Safety Stock
Metodepengumpulan data yang
digunakan adalah (a) Observasi, data 5. Perhitungan Persediaan Awal (Starting
dilakukan dengan pengamatan secara Inventory)
langsung terhadap proses pengadaan Starting inventory pada periode
tepung maizena untuk produksi bihun awal mencangkup permintaan selama
kering di PT Tunas Melati Perkasa; (b) lead time.
Wawancara, dilakukan dengan melakukan
tanya jawab dengan staf, karyawan bagian Setelah periode pertama, kuantitas
produksi dan gudang bahan baku yang bahan baku pada awal periode
berkaitan pengadaan tepung maizena; (c) berikutnya sampai periode terakhir
Dokumentasi, dilakukan dengan berdasarkan kuantitas bahan baku
mempelajari catatan atau arsip yang periode sebelumnya dengan rumus
berhubungan dengan penelitian yang sebagai berikut:
dimiliki perusahaan. Data yang digunakan
adalah data produksi, permintaan, 6. Perhitungan Order Up To Target (R)
persediaan bahan baku, dan data
280
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Perhitungan order up to target persediaan merupakan biaya yang
berdasarkan lead time dan safety stock.
stock timbul akibat tidak tersedianya
bahan baku di gudang yang
7. Perhitungan On Order Quantity (O) terjadi apabila permintaan lebih
Nilai on order quantity untuk besar daripada barang yang ada di
periode pertama sama dengan jumlah gudang. Biaya kekurangan
permintaan pada periode pertama (D1), persediaan dalam gudang bahan
karena periode awal dari perhitungan baku sama deng
dengan biaya
dengan supply chain management dan pemesanan khusus.
diasumsikan tidak memiliki persediaan
di gudang dari periode sebelumnya,
sebelum
sehingga dapat dinyatakan dengan Total Biaya =
rumus:
281
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
282
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Hasil Perhitungan Supply Chain Management Perencanaan Kebutuhan Tepung
Maizena Periode Juli 2011- Juni 2012
283
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
di perusahaan. Selama ini Pendekatan metode supply chain
perusahaan tidak menanggung management dapat mengurangi
biaya transportasi untuk frekuensi pemesanan bahan baku
kedatangan bahan baku sehingga karena jumlah bahan baku yang
biaya pembelian hanya dipengaruhi dipesan dan periode kedatangan
oleh harga bahan baku. Dari hasil sudah dapat ditentukan.
perhitungan, diperoleh hasil biaya Perhitungan biaya pemesanan dan
pemesanan dan pembelian adalah pembelian adalah sebesar Rp
sebesar Rp 147.158.960,00/bulan. 127.610.685,00/bulan.
Tingginya total pemesanan dan 2. Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
pembelian tepung maizena Biaya penyimpanan dalam
dikarenakan perusahaan tidak penelitian ini meliputi biaya
melakukan perhitungan secara penerangan, biaya depresiasi
terperinci mengenai berapa jumlah gudang, biaya penyusutan bahan
tepung maizena yang harus dipesan baku dan biaya tenaga kerja.
sesuai dengan kebutuhan produksi. Perhitungan biaya penyimpanan
2. Biaya Penyimpanan (Holding Cost) adalah sebesar Rp
Biaya penyimpanan meliputi biaya 7.723.055,60/bulan.
penerangan, biaya depresiasi 3. Biaya Kekurangan Persediaan
gudang, biaya penyusutan bahan (Shortage Cost)
baku dan biaya tenaga kerja Biaya pembelian dihitung
gudang. Besarnya biaya berdasarkan kuantitas bahan baku
penyimpanan yang didapatkan dari yang datang di perusahaan.
hasil perhitungan adalah sebesar Selama ini perusahaan tidak
Rp 8.310.555,60/bulan. menanggung biaya transportasi
3. Biaya Kekurangan Persediaan untuk kedatangan bahan baku
(Shortage Cost) sehingga biaya pembelian hanya
Perusahaan secara aktual jarang dipengaruhi oleh harga bahan
mengalami kekurangan persediaan, baku.
sehingga dapat memenuhi semua 4. Total Biaya Pengadaan Bahan Baku
permintaan konsumen. Di lain sisi, (Total Cost)
perusahaan mengalami kelebihan Total biaya pengadaan bahan
bahan baku yaitu 4% dari jumlah baku setelah pendekatan metode
kebutuhan bahan baku untuk supply chain management adalah
proses produksi atau sebesar sebesar Rp 135.333.741,00/bulan.
28.049 kg dalam setahun. Perhitungan total biaya
4. Biaya Total (Total Cost)
Total biaya pengadaan bahan baku Hasil perhitungan pengadaan bahan
diperoleh dari hasil penjumlahan baku antara sebelum dan sesudah
seluruh komponen biaya pendekatan supply chain management,
pengadaan bahan baku. Total biaya maka dapat diketahui bahwa biaya
pengadaan tepung maizena secara pengadaan dengan pendekatan metode
aktual perusahaan (sebelum supply chain management lebih rendah
pendekatan supply chain daripada pengadaan bahan baku aktual
management) adalah sebesar Rp perusahaan (tanpa pendekatan supply
155.496.516,00/bulan. chain management). Perbandingan biaya
B. Biaya Bahan Baku dengan Pendekatan pengadaan bahan baku dapat dilihat pada
Supply Chain Management Tabel 5.
1. Biaya Pemesanan dan Pembelian
(Ordering and Purchasing Cost)
284
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 5. Perbandingan biaya pengadaan bahan baku per bulan (dalam rupiah)
Biaya Pemesanan dan Penyimpanan Kekurangan Total
Pembelian Persediaan
Metode
Aktual 147.158.960,00 8.310.555,60 0 155.496.516,00
Perusahaan
Supply Chain 127.610.685,00 7.723.055,60 0 135.333.741,00
Management
Selisih 19.548.275,00 587.500,00 0 20.162.775,00
285
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Siagian, M. 2005. Applikasi Supply Chain
Dalam Dunia Bisnis. PT Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Wonojatun, C.S Tunggal, A., Karsono, Y.,
Larasati, V.A. 2009. Produksi Mi
Berbahan Baku Tepung Jagung
dengan Teknologi Sheeting.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Insitut Pertanian Bogor.
Bogor.
286
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Sri Mulyani *), Bambang Admadi *), Ketut Satriawan *) , Made Hendra Mardiana*)
*)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana,
Abstrak
Kabupaten Buleleng sebagai sentra komoditi anggur di Provinsi Bali beberapa tahun
terakhir ini mengalami penurunan produksi, agar pengembangan kawasannya tepat maka
profil kawasan hortikultura anggur perlu disusun didasarkan pada 6 (enam) pilar
pengembangan hortikultura
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengembangan hortikultura anggur di
Kabupaten Buleleng. Penelitian menggunakan metode survai dengan penentuan sampel
lokasimenggunakanpurposive sampling. Sementara itu, responden yang terdiri dari petani /
kelompok tani, stakeholder serta instansi terkait ditentukan dengan simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukan rata-rata pendapat responden yang menyatakan sesuai
dan tidak sesuainya program : 1) pengembangan kawasan hortikultura 78,88% dan 20,00%,
2) penerapan GAP/SOP 68,88% dan 29,63%, 3) penerapan manajemen rantai pasokan
(supply chain management) 59,10% dan 40,90%, 4) penerapan fasilitas terpadu investasi
hortikultura 64,18% dan 33,32%, 5) pengembangan kelembagaan 19,99% dan 79,18%, 6a)
peningkatan konsumsi hortikultura 44,06% dan 51,48% , sedangkan 6b) pada akselerasi
eksport 7,91% dan 92,09%. Berdasarkan pelaksanaan program 6 pilar pengembangan hanya 4
program yaitu 1) pengembangan kawasan hortikultura; 2) penerapan GAP/SOP; 3)
penerapan manajemen rantai pasokan; 4) penerapan fasilitas terpadu investasi hortikultura
sudah dilaksanakan dengan rata-rata kesesuaianprogram cukup tinggi (67,76%). Namun 2
program yaitu 5) pengembangan kelembagaan dan 6) peningkatan konsumsi hortikultura
serta akselerasi eksportdalam pelaksanaannya mempunyai rata-rata kesesuaian rendah
(22,99%)
287
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sejak tahun 1984 di desa Pengastulan, tergantung sehingga tidak dapat
Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng terpisahkan. Ke enam pilar ini merupakan
sejak saat itu tanaman ini mulai fokus kegiatan prioritas dalam
berkembang dengan pesat ke desa-desa, mengembangkan hortikultura yang
hingga sampai ke Kecamatan Gerokgak dilakukan dengan simultan dan terintegrasi
dan Kecamatan Banjar. Varietas tanaman antara pusat, provinsi, dan kabupaten
yang ditanam meliputi: Gross Colman, dalam memfasilitasi dan mempermudah
Frakenthaler, Isabella, Alphonso Lavalle, akses swasta/pengusaha untuk
dan Briliant. Berdasarkan data statistik mengembangkan hortikultura (Anonim,
pada tahun 2009 tercatat luas lahan 2008). Penelitian ini bertujuan untuk
penanaman anggur di kabupaten Buleleng mengetahui profil pengembangan
adalah 1.118,51 ha dengan populasi kawasan hortikultura anggur di Kabupaten
592,668, dengan produksi 14.841 ton buah Buleleng. Diharapkan dari penelitian ini
anggur. Hasil ini merupakan produksi dari akan tersedia data base pengembangan
3 kecamatan penghasil utama anggur yaitu kawasan hortikultura anggur di Kabupaten
Kecamatan Banjar : 6.486 ton, Kecamatan Buleleng dan sebagai informasi ilmiah
Seririt : 4.501 ton dan Kecamatan Gerogak dalam pengembangan kawasan
: 3.851 ton. Sebagai satu-satunya sentra hortikultura anggur di Kabupaten Buleleng
pengembangan komoditi anggur di Bali,
saat ini Buleleng mengalami permasalahan 2.METODE PENELITIAN
karena beberapa tahun terakhir ini Penelitian menggunakan metode
produksi anggur di Kabupaten ini survai dengan penentuan sampel
mengalami penurunan. lokasimenggunakanpurposive sampling.
Berkaitan dengan hal tersebut Sementara itu, responden yang terdiri dari
maka profil kawasan hortikultura anggur petani / kelompok tani, stakeholder yaitu
perlu disusun agar pengembangannya pengepul lokal, pengepul desa, dan
tepat. Penyusunan profil ini didasarkan pedagang besar. serta instansi terkait
pada 6 (enam) pilar pengembangan ditentukan dengan simple random
hortikultura dengan kegiatan utama, yaitu : sampling. Lokasi penelitian adalah di
1) pengembangan kawasan agribisnis Kecamatan Banjar, Kecamatan Seririt dan
hortikultura, 2) penerapan manajemen Kecamatan Gerokgak Kabupaten
rantai pasokan (supply chain Buleleng, penelitian ini dimulai dari
management/SCM), 3) penerapan bulan Desember 2010 Februari 2011.
budidaya pertanian yang baik (Good Sumber data yang digunakan dalam
Agriculture Practices/GAP) & Standard penelitian ini adalah data primer dan data
Operating Procedure (SOP),4) fasilitasi sekunder.
terpadu investasi hortikultura (FATIH),
5)pengembangan kelembagaan usaha, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
serta 6) peningkatan konsumsi dan ekspor 3.1.Pengembangan kawasan agribisnis
(Anonim, 2008). hortikultura
Enam pilar pengembangan Pengembangan kawasan agribisnis
hortikultura ini digunakan untuk profil hortikultura anggur terpusat di tiga
pengembangan kawasan hortikultura kecamatan yaitu Kecamatan Banjar, Seririt
anggur di Kabupaten Bulelelng karena dan Gerokgak. Tujuan dari pengembangan
keenam pilar ini mampu mengatasi kawasan agribisnis hortikultura adalah
berbagai kandala dan permasalahan yang meningkatkan produksi, produktivitas dan
terkait dalam upaya peningkatan produksi, mutu hasil pertanian.Nilai rata-rata
mutu, daya saing produk hortikultura dan pendapat responden pada pengembangan
keenam program kegiatan ini merupakan kawasan hortikultur, dapat dilihat
satu kesatuan yang saling terkait dan padaTabel 1.
288
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1 menunjukan bahwa nilai memerlukan partisipasi dari semua
rata-rata pendapat responden pada stakeholder, masyarakat sebagai pengelola,
program kawasan pengembangan dan peran serta instansi pemerintah terkait
hortikultura anggur sebanyak 78,88% baik itu pemerintah daerah, Badan
menyatakan ya, 20,00% menyatakan tidak, Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP,
dan 1,12% menyatakan dalam proses. Dari maupunBalai Proteksi Tanaman Pangan
Tabel 4 nampak bahwa kontribusi terbesar dan Hortikultura/BPTPH. Hal ini
dari jawaban responden yang menyatakan merupakan bentuk tanggung jawab dalam
tidak adalah pada uraian no 2 dan uraian rangka penyediaan produk anggur
no 3 hal ini karena sampai saat ini belum Buleleng dengan jumlah dan mutu yang
ada pengkajian terhadap kawasan memadai.
agribisnis di beberapa desa di Kabupaten
Buleleng. Kajian kawasan agribisnis
Tabel 1.Nilai rata-rata pendapat responden pada pengembangan kawasan hortikultura anggur.
Pendapat (%)
No Uraian Ya Tidak Dalam proses
289
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
buah anggur sebanyak 68,88%menyatakan kebun. Beberapa kendala dilapangan.
ya, 29,63%menyatakan tidak, dan Misalnya belum adanya Otoritas
1,49%menyatakan dalam proses. Dari Kompeten Keamanan Pangan Daerah
Tabel 2 nampak bahwa kontribusi terbesar (OKKPD) dan akreditasi, juga
dari jawaban responden yang menyatakan menghambat diterapkannya GAP dan SOP
tidak adalah pada uraian no 2, 5 dan Jawaban tidak tertinggi berikutnya
tingginya presentase dari kedua uraian terdapat pada uraian no. 8, tidak
diatas karena kurangnya peran pemerintah dimilikinya kemitraan dengan pihak
dalam memperbanyak dan swasta disebabkan petani lebih memilih
mendistribusikan buku penerapan GAP menjual produknya kepada para pengepul
dan SOP sehingga berdampak pada tidak maupun pedagang besar karena dengan
terpenuhinya standar tersebut (uraian no cara tersebut petani tidak perlu
5). Terdapatnya banyak kendala pada mengeluarkan biaya untuk trasportasi,
uraian no 6 diantaranya karena mahalnya tenaga pemetik dan tenaga pengangkut.
biaya pencetakan dan penditribusian Sedangkan uraian no 9 sebanyak 33,3%
sehingga pendistribusian buku GAP dan menyatakan tidakkarena dalam
SOP tidak merata. Kendala yang juga pelaksanaan, registrasi kebun Dinas
ditemui adalah kurang dikoordinasi Pertanian Provinsi belum sepenuhnya
dengan BPTP dan Perguruan tinggi mampu mengkaji semua wilayah yang
sehingga penerapannya tidak berjalan menjadi lahan penanaman komuditas
sesuai harapan meskipun pemerintah anggur, saat ini kebun untuk perluasan
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten penerapan GAP/SOP telah ada namun
telah menerapkan GAP pada kebun program ini tidak berjalan sebagaimana
percontohan, pelatihan dan evaluasi mestinya.
290
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 3. Nilai rata-rata pendapat responden pada penerapan manajemen rantai pasokan (%)
Pendapat (%)
Ya Tidak Dalam proses
No Uraian
291
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
sebanyak 2,5%. Dari Tabel 4 nampak pembuatan road map pengembangan
bahwa kontribusi terbesar dari jawaban kawasan.
responden yang menyatakan tidak adalah Sedangkan uraian no 4 menurut
pada uraian no. 1 sampai penelitian pendapat responden yang menyatakan
dilakukan hanya ada dibeberapa desa saja tidak sebanyak 93,3% pelayanan
yang menjadi binaan dari Dinas Pertanian teknologi, pelayanan perijinan 66,7%,
sebagai profil kawasan anggur. Sehingga . pelayanan karantina dan pertanahan dari
tingginya presentase jawaban tidak ini Dinas Pertanian 86,7% menyatakan tidak,
disebabkan tidak terdapatnya data yang tingginya presentase pada masing-masing
transaparan profil kawasan hortikultura pelayanan publik ini diakibatkan
anggur pada desa sentra penanaman pemerintah telah memberikan sarana
anggur yang bukan/belum menjadi binaan pelayanan publik namun tidak adanya
Dinas Pertanian. Pada uraian no 2 sosialisasi dari pemerintah dan kurangnya
presentase yang menyatakan tidak tenaga pendamping dalam memberikan
sebanyak 73,3% dan uraian no 3 sebanyak pembelajaran terkait fasilitas yang
80%, tingginya kedua presentase ini diberikan. Untuk beberapa fasilitas
disebabkan tidak adanya pertemuandan pelayanan publik seperti jalan raya, jalan
dan kurangnya sosialisasi yang terkait kabupaten, jalan desa, jalan usaha tani,
permasalahan penerapan rancang bangun, infrastruktur pengairan, pelayanan saprodi,
kurangnya peran serta pemerintah daerah, keuangan, trasportasi, komunikasi,
Badan Pengkajian Teknologi informasi, dan pemasaran telah tersedia
Pertanian/BPTP, Balai Proteksi Tanaman tetapi hanya pada wilayah-wilayah yang
Pangan dan Hortikultura/BPTPH dalam mudah dijangkau saja.
hal menyebarluaskan rancang bangun dan
Tabel 4.Nilai rata-rata pendapat responden pada fasilitas terpadu investasi hortikultura (%)
Pendapat
No Uraian Ya Tidak Dalam proses
(%) (%) (%)
292
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3.5. Pengembangan kelembagaan Responden menyatakan bahwa
Tabel 5 menunjukan nilai rata-rata pengembangan kelembagaan telah
pendapat responden pada pengembangan terbentuk kelompok-kelompok tani dan
kelembagaan sebanyak 19,99 % gapoktan, namun disayangkan belum
menyatakan ya, 79,18% menyatakan tidak adanya jejaring antra kelompok tani,
dan hanya 0,83% masih dalam proses. maupun kemitraan antar kelompok tani
Dalam pengembangan kelembagaan yang dengan pengusaha. Kelembagaan petani
menyatakan tidak sebanyak 79,17%. juga kurang berperan dalam rantai pasok,
Berdasarkan hasil penelitian keberadaan maupun dengan asosiasi pedagang.
kelompok tani dalam mengembangkan
komoditas anggur Buleleng masih terbatas.
Pendapat
No Uraian Ya Tidak Dalam proses
(%) (%) (%)
1 Apakah ada keberadaan kelompok tani dalam 73,3% 26,7% -
mengembangkan komoditas unggulan di kawasan
2 Keberadaan gabungan kelompok tani 33,3% 66,7% -
(Gapoktan) dalam mengusahakan komoditas unggulan
3 Jejaring antar kelompok tani 6,7% 93,3% -
4 Kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang / 13,3% 80% 6,7%
pengusaha
5 Peranan kelembagaan petani dalam rantai pasokan 20% 80% -
6 Pertemuan antar petani - kelompok tani/ Gapoktan 13,3% 86,7% -
dengan asosiasi petani, asosiasi pedagang
7 Asosiasi pedagang di kawasan - 100% -
8 kemitraan kelembagaan petani dengan P4S - 100% -
Rata-rata 19,99 79,18 0,83
293
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dilakukan dalam proses, hal ini terlihat pengemasan yang baik untuk distribusi
dari jawaban responden pada uraian no.14 produk akan mendukung pengembangan
dan 15, adanya promosi dan manfaat komoditas anggur.
produk diharapkan akan meningkatkan
peningkatan konsumsi. Tersedia
infrastuktur, sarana pengangkutan dan
Tabel 6. Nilai rata-rata pendapat responden (%) pada peningkatan konsumsi hortikultura
Pendapat (%)
No Uraian Tidak Dalam
Setuju
setuju proses
1 Tersedia lahan untuk mengembangkan komoditas 73,3 26,7 -
2 Produsen memproduksi jenis produk yang dibutuhkan 73,3 20 6,7
konsumen
3 Produsen memproduksi dengan volume sesuai yang - 93,3 6,7
dibutuhkan konsumen
4 Produsen menghasilkan mutu produk yang sesuai dengan 33,3 60 6,7
keinginan konsumen
5 Produsen dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan waktu - 93,3 6,7
yang dibutuhkan oleh konsumen.
6 Tersedia infrastruktur yang dibutuhkan untuk 73,3 26,7 -
distribusi produk
7 Tersedianya sarana pengangkutan yang memadai untuk produk 86,7 13,3 -
segar.
8 Produsen mengetahui waktu pengiriman 13,3 86,7 -
produk yang diminta pasar.
9 Produsen mengetahui volume permintaan pasar. 26,7 73,3 -
10 Produk dikemas dalam kemasan yang 66,7 33,3 -
menjamin mutu dan tingkat kesegaran produk
11 Tersedianya peraturan yang mendukung 6,7 93,3 -
kelancaran distribusi.
12 Tersedia sarana pemasaran produk yang mudah dijangkau oleh 80 20 -
konsumen.
13 Produk selalu tersedia di tempat pemasaran. 13,3 86,7 -
14 Melakukan promosi pemasaran produk hortikultura 20 53,3 26,7%
15 Sosialisasi manfaat produk hortikultura bagi kesehatan 13,3 60 26,7%
16 Tersedia produk dengan harga terjangka 73,3 26,7 -
17 Pengemasan produk yang sesuai dengan kemampuan daya beli 66,7 33,3 -
masyarakat
18 Tidak adanya pungutan yang dapat membuat 73,3 26,7 -
harga produk mahal
Rata-rata 44,06 51,48 4,46
294
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 7. Nilai rata-rata pendapat responden (%).pada peningkatan akselerasi ekspor komoditi
Pendapat (%)
No Uraian Ya Tidak
Dalam proses
1 Tersedia lahan untuk mengembangkan komoditas ekspor 20% 80% -
2 Produsen memahami standar mutu yang dibutuhkan pasar - 100% -
ekspor
3 Produsen mengetahui tingkat kebutuhan dari negara tujuan 66,7% 33,3% -
ekspor
4 Terdapat eksportir yang berkomitmen - 100% -
5 Eksportir memahami prosedur ekspor ekspor komoditas - 100% -
hortikultura di masing-masing negara tujuan
6 Eksportir mengetahui standar mutu masing-masing negara - 100% -
tujuan ekspor
7 Eksportir melakukan pembinaan kepada produsen - 100% -
8 Eksportir mengetahui waktu kebutuhan dari jenis komoditas - 100% -
hortikultura di negara tujuan ekspor
9 Tersedia infrastruktur yang memperlancar distribusi produk - 100% -
ekspor
10 Tersedianya rumah pengepakan yang teregistrasi - 100% -
11 Tersedianya sarana penyimpanan yang dibutuhkan - 100% -
12 Tersedianya sarana pengangkutan yang memadai 40% 60% -
13 Tersedia informasi tentang peraturan mengenai prosedur - 100% -
ekspor dari negara-negara tujuan ekspor
14 Tersedianya persyaratan SPS yang dibutuhkan - 100% -
15 Telah disusun protokol ekspor untuk komoditas hortikultura - 100% -
16 Adanya mitra eksportir di Negara tujuan ekspor - 100% -
Rata-rata 7,91 92,09 -
295
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pengembangan kelembagaan, peningkatan
konsumsi hortikultura dan akselerasi
ekspor hortikultura sehingga kecendrungan
pada sinergi peningkatan 6 pilar
pengembangan hortikultura khususnya
anggur pada akhirnya dapat peningkatan
kesejahteraan para pelaku usaha.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Kebijakan Pembangunan
Pertanian Pemerintah Kabupaten
Buleleng (Strategi Pengelolaan
Pertanian Lahan Kering). Makalah
disampaikan pada Lokakarya
Pemantapan dan Sinkronisasi
Primatani, 12-13 Juli 2006.
Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Bappeda.
Anonim, 2008. Membangun Hortikultura
Berdasarkan Enam Pilar
Pengembangan. Direktorat Jendral
Hortikultura. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Anonim, (2010), Buah Anggur sumber
antioksidan. http://E:/anti aging/ buah
anggur sumber anti oksidan.
Anonim, 2010. Sistem Pertanian Organik
Pada Tanaman Anggur Di Kabupaten
Buleleng. Dinas Pertanian dan
Pertenakan. Pemerintah Kabupaten
Buleleng.
Christopher M, 1998. Logistics and
Supply Chain Management: trategies
for Reducing Cost and Improving
Services. Londong: Prentice-Hall, Inc.
Irawan, B. 2003. Membangun Agribisnis
Hortikultura Terintegrasi dengan
Basis Kawasan Pasar. Forum
Penelitian Agro Ekonomi.Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Pujawan, IN, 2005. Supply Chain
Management. Guna Widya.
Setiadi, S. 1986. Bertanam Anggur. PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiadi. 2000. Bertanam Anggur.Penebar
Swadaya Jakarta. 86 h.
296
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pujo Saroyo*)
*) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Abstrak
297
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
secara lebih signifikan pada pendapatan Dengan semakin berkembangnya
asli daerah dibanding dengan industri- penerapan filosofi Just-In-Time di dalam
industri besar. Berdasarkan pada data industri, yang mengutamakan pencapaian
tersebut, maka pengembangan industri produk yang sangat berkualitas/menuju
sebaiknya tidak boleh menghilangkan zero defects, kecepatan pemenuhan
perhatian pada pengembangan industri- kebutuhan konsumen /menuju zero Lead
industri kecil. Time, kemudahan mendapatkan bahan
Program pengembangan industri yang baku (menuju zero inventory) dan
baik haruslah didasarkan pada potensi kecepatan persiapan produksi/menuju zero
daerah yang ada dan memanfaatkan set-up time dan kedekatan dengan
keberadaan industri-industri lain supplier atau pemasok bahan baku) usaha-
disekitarnya untuk membantu aktivitas usaha pengembangan industri juga harus
produksinya. Oleh karena itu, agar mengakomodasi filosopi tersebut
program pengembangan industri dapat (Sneiderjans, 1997).
berjalan secara efektif dan efisien,
industri-industri yang mempunyai B. Konsep Teknologi Pengklasteran
kebutuhan saling melengkapi atau yang (Group technology)
mempunyai kharakteristik yang hampir Salah satu konsep yang dianggap
sama harus ditempatkan pada kelompok dapat mendukung penerapan filososi Jut-
yang sama serta ditempatkan pada daerah In-Time adalah konsep teknologi
atau kawasan yang mempunyai potensi pengelompokan (group technology).
untuk mendukung aktivitas industri- Teknologi pengelompokan menerapkan
industri tersebut. konsep kemiripan yaitu hal-hal yang mirip
harus dikelompokkan pada kelompok yang
A. Klaster Industri (Industrial sama/similar things should be done
Clustering) similarly (Askin and Standridge, 1993).
Menurut Dyah (2000), klaster Konsep seperti ini sukup popuper
industri adalah penggabungan (aglomerasi) diterapkan di bidang manufaktur.
dalam suatu daerah atau antar daerah atau Pengelompokan komponen yang
antar dari berbagai kekompok kegiatan mempunyai kharakteristik yang hampir
yang terdiri dari industri inti, industri sama/membutuhkan mesin-mesin produksi
terkait, industri penunjang, industri jasa yang sama telah dibuktikan dapat
penunjang lainnya, yang dalam mengurangi beaya penanganan bahan
kegiatannya akan saling terkait dan saling (traveling cost) serta dapat meningkatkan
mendukung peningkatan efisiensi dari efisiensi produksi. Oleh karena itu muncul
masing-masing sub-kelompok sehingga banyak metode pengelompokkan yang
daya saing yang tercipta cukup optimal. diantaranya adalah klasterisasi urutan
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa rangking (rank order clustering atau ROC)
pengembangan industri lebih difokuskan yang dikembangkan oleh King pada tahun
pada bagaimana agar industri-industri 1980 (Singh dan Rajamani, 1996).
penunjang maupun industri terkait Dengan mendasarkan pada prinsip
mendukung pertumbuhan industri inti. ROC maka akanlah sangat menarik untuk
Dengan demikian, jika pertumbuhan menerapkan metode tersebut untuk
industri-industri penunjang dan industri pengelompokan industri. Dengan analogi
terkait terhambat maka perkembangan yang sama, industri-industri yang
industri inti juga akan menjadi terhambat. mempunyai kharakterisitik yang mirip
Selain itu, metode dapat dianggap tidak sebaiknya dikelompokkan dan
memberikan peluang yang sama pada dikembangkan pada daerah yang sama.
semua industri yang potensial untuk dapat Daerah tersebut harus mempunyai
berkembang dengan baik. kharakteristik yang dibutuhkan oleh
298
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
industri-industri tersebut. Ada beberapa membaca entry angka 1 (satu)
manfaat yang dapat diperoleh dengan dan 0 (nol) sebagai suatu
adanya pengelompokan industri, yang rangkaian bilangan biner
antara lain adalah, kebutuhan bahan baku yaitu:
industri dapat diperoleh dengan cepat, P
299
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
metode pengklasteran ini menggunakan dimana
symbol-simbol angka 0 (tidak ada o e d
keterkaitan antara jenis industri dan jenis 1 = =
o e + v v dan
bahan industri yang digunakan atau
dimanfaatkan) dan angka 1 (ada MP o v
2 =
keterkaitan antara jenis industri dan jenis MP o v + e
bahan industri yang digunakan atau 1 dapat diartikan sebagai rasio antara
dimanfaatkan) maka letak angka 0 dan jumlah angka 1 di dalam blok diagonal
angka 1 akan menentukan tingkat efisiensi dengan semua angka di dalam blok
pengklasteran industri. Semakin banyak
angka 1 dan semakin sedikit angka 0 yang diagonal (angka 0 dan 1). 2 dapat
berada di dalam blok diagonal hasil diartikan sebagai rasio antara jumlah
pengklasteran menunjukkan tingkat angka 0 di luar blok diagonal dengan
efisiensi yang tinggi. Demikian pula semua angka di luar blok diagonal (angka
sebaliknya untuk angka 0 dan 1 yang ada 0 dan 1). Dengan memberikan angka bobot
di luar blok diagonal. Dengan w sebesar 0,5 maka efisiensi pengklasteran
menggunakan notasi-notasi berikut maka mempertimbangkan secara imbang antara
dapat dirumuskan: kedua ukuran tersebut. Nilai yang
Notasi: semakin tinggi menunjukkan semakin
M: banyaknya jenis industri yang akan baiknya hasil klasterisasi industri.
diklasterisasi Setelah beberapa kelompok industri
P: banyaknya jenis bahan baku, bahan terbentuk maka penempatan kelompok-
antara, atau hasil produk yangakan kelompok industri tersebut pada daerah
diklasterisasi mempunyai kharakteristik yang
d : banyaknya angka 1 yang berada di dibutuhkan dilakukan. Penempatan klaster
dalam blok diagonal industri ini menggunakan metode angka
e: banyaknya angka 1 yang berada di luar indeks gabungan yang menilai kesesuaian
blok diagonal antara bahan baku utama yang dibutuhkan
Mc: banyaknya jenis industri dalam klaster suatu klaster industri dengan potensi bahan
c baku atau bahan antara yang dapat
Pc: banyaknya jenis bahan baku, bahan disediakan oleh suatu daerah atau wilayah
antara, atau hasil produk dalam klaster c kecamatan di kabupaten Magelang.
m : indeks dari jenis industri Sebagai contoh, jika bahan baku industri
p: indeks dari jenis bahan baku, bahan yang dibutuhkan suatu klaster industri
antara, atau hasil produk adalah ketela dan tepung tapioka,
o: banyaknya angka 1 di dalam matrik sementara hasil pertanian suatu
klasterisasi daerah/wilayah adalah ketela maka angka
c: indeks dari klaster yang terbentuk indeks gabungannya (nilai kesamaannya)
v: banyaknya sel kosong (voids) dari diberi nilai 2 karena tepung tapioka juga
solusi yang diperoleh dapat dibuat dari ketela. Angka indeks
gabungan yang tertinggi menandakan
P M
o = a pm suatu klaster yang sangat cocok dengan
p =1 m =1
suatu daerah industri.
C
v = M c Pc d
c =1
3. HASIL PENELITIAN DAN
C
d = a pm PEMBAHASAN
c =1 p Pc mM c
3.1. Kondisi industri kecil di Kab.
e = o d
Magelang
Efisiensi pengklasteran dihitung
Ditinjau dari segi administrasi
dengan menggunakan formula:
pembagian wilayahnya, kabupaten
= w 1 + (1 w ) 2
300
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Magelang terdiri atas 21 kecamatan, yang Berdasarkan data statistik
dibagi lagi atas sejumlah desa dan mengenai hasil pertanian dan perkebunan
kelurahan. Pusat pemerintahan berada di menurut wilayah kecamatan di kabupaten
Kecamatan Mungkid, Magelang. Nama- Magelang, maka potensi daerah (masing-
nama kecamatan tersebut adalah masing wilayah kecamatan) untuk
kecamatan Bandongan, Borobudur, menghasilkan produk hasil pertanian dan
Candimulyo, Dukun, Grabag, Kajoran, perkebunan dapat dilihat seperti pada
Kaliangkrik, Mertoyudan, Mungkid, Tabel 2. Dari Tabel 1 dan 2 akan tampak
Muntilan, Ngablak, Ngluwar, Pakis, jelas bahwa penempatan sentra
Salam, Salaman, Sawangan, Secang, agroindustri kurang memperhatikan
Srumbung, Tegalrejo, Tempuran, dan potensi daerahnya.
Windusari.
Pada kenyataannya, pemerintah 3.2. Proses klasterisasi
daerah kabupaten Magelang sudah Proses klasterisasi agroindustri ini
memberikan fasilitas-fasilitas untuk dilakukan tidak hanya mendasarkan pada
mendukung pertumbuhan industri di industri-industri sentra yang sudah ada
kabupaten Magelang. Hal ini terlihat tetapi juga memasukkan agroindustri skala
dengan banyaknya sentra-sentra industri kecil berbasis hasil pertanian dan
yang tersebar di semua kecamatan di perkebunan lainnya yang selama ini sudah
kabupaten Magelang. Sentra-sentra dikembangkan di kabupaten Magelang
agroindustri yang berbasis pada hasil yang dapat digolongkan menjadi 34 jenis.
pertanian dan perkebunan di kabupaten Dari hasil proses klasterisasi, terdapat
Magelang dapat dilihat seperti pada Tabel enam usulan dengan nilai efisiensi seperti
1. pada Tabel 3.
Tabel 1. Sentra industri berbasis hasil pertanian dan perkebunan di kab. Magelang
301
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
302
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. Klasterisasi industri berdasarkan jenis bahan baku,bahan antara dan produk yang
dihasilkan
Nomor Klaster Jenis Industri Jenis Bahan Baku Utama Jenis Produk
yang Diperlukan Pertanian/Perkebunan
yang Terkait
Industri Nanas Nanas
Minuman Mangga Mangga
Saribuah Durian Durian
Industri Jeruk Jeruk
Klaster I Dodol/manisan Gula Pasir Tebu
Kelapa Kelapa
Tepung Padi
beras/ketan
Industri Kue Gula Pasir Tebu
Semprong Kelapa Kelapa
Industri Kue Tepung Padi
Wajik beras/ketan Pisang
Industri Wingko Minyak goreng Kacang Tanah
Babat Pisang Ketela Pohon
Industri Enting- Gula Kelapa Jagung
Enting Kacang Tanah
Klaster II Industri Gethuk Ketela pohon
Industri Jagung
Brondong
Jagung
Industri Kue
Jipang
Industri Nata De
Coco
303
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 4. (Lanjutan)
Industri Marning Jagung Jagung
Jagung
Industri Tepung
Klaster VI Jagung
Industri Emping
Jagung
Industri Gula Aren Kelapa Kelapa
Klaster VII Kelapa
304
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
.
.
.
.
.
.
305
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
wilayah kecamatan tersebut. Sebagai ditempatkan di kecamatan Borobudur dan
contoh, Klaster industri I mempunyai juga kecamatan Mungkid. Oleh karena itu
angka indeks gabungan tertinggi (bernilai penempatan klaster ini dilakukan pada
3) jika ditempatkan di kecamatan Salaman. kedua kecamatan tersebut. Secara
Oleh karena itu penempatan klaster I harus keseluruhan, penempatan klaster-klaster
pada kecamatan ini. Namun di sisi lain, industri di semua kecamatan di kabupaten
klaster III mempunyai angka indeks Magelang dapat dilihat pada Gambar 2.
gabungan tertinggi (bernilai 2) jika
306
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
307
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENYUSUNAN STRATEGI PEMASARAN OBYEK WISATA PANTAI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
(Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakrta)
Abstrak
308
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
strategi pemasaran secara menyeluruh. tentunya diperlukan suatu strategi yaitu
Marketing mix merupakan alat bagi pelaku dengan menggunakan kekuatan,
usaha yang terdiri dari berbagai elemen memperbaiki kelemahan, memanfaatkan
suatu program pemasaran yang perlu peluang-peluang yang ada, serta
dipertimbangkan agar implementasi mengantisipasi ancaman yang mungkin
strategi pemasaran dan positioning yang muncul agar dapat ikut bersaing di tengah
ditetapkan dapat berjalan sukses. kompetitor-kompetitornya.
Marketing mix pada produk barang, yang
meliputi product, place, price dan 2. METODE PENELITIAN
promotion berbeda dengan marketing mix Penelitian ini dilakukan dalam
untuk produk jasa. Hal ini terkait dengan beberapa tahap, antara lain:
perbedaan karakteristik antara barang dan 1. Studi literatur dan studi lapangan,
jasa, sehingga para ahli pemasaran digunakan untuk mempelajari bauran
menambahkan tiga unsur lagi yaitu pemasaran, analisis SWOT dan segala
process, people, dan phycical evidence. informasi yang dapat dijadikan
Pantai merupakan salah satu objek referensi berkaitan dengan tema
wisata yang banyak diminati wisatawan penelitian. Sedangkan studi lapangan
baik domestik maupun manca negara. dilakukan untuk mengumpulkan
Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai informasi di lapangan melalui
cukup banyak objek wisata pantai pengamatan langsung di lapangan.
khususnya di kabupaten Bantul. Salah satu 2. Pengumpulan data dilakukan untuk
pantai yang terdapat di kabupaten Bantul mengetahui strategi bauran pemasaran
adalah pantai Kuwaru. Pantai Kuwaru yang diterapkan Pantai Kuwaru yang
merupakan pantai yang dapat dikatakan dilakukan dengan observasi,
masih baru dan akan dikembangkan oleh wawancara mendalam, serta
pemerintah daerah setempat. Walupun dokumentasi.
masih baru, pantai Kuwaru memiliki 3. Data yang diperoleh selanjutnya
beberapa potensi yang telah muncul seperti dianalisis berdasarkan varibel
kekayaan biologis (flora-fauna) terutama kualitatif yaitu bauran pemasaran 7P
keberadaan vegetasi cemara laut yang (product, place, price, promotion,
rimbun dan dominan sebagai daya tarik people, process, phisical evidence)
khas sehingga dari daya tarik utama ini untuk mengidentifikasi faktor internal
kemudian wisatawan diarahkan menikmati yang berupa kekuatan dan kelemahan,
produk-produk wisata lain seperti, rumah serta faktoe eksternal yang berupa
makan seafood, pasar ikan, area bermain peluang dan ancaman.
anak, area permainan ATV, dan warung- 4. Faktor internal dan eksternal yang
warung dekat pantai. telah teridentifikasi selanjutnya
Salah satu hal yang dianggap dilakukan formulasi strategi yaitu
penting diketahui oleh pelaku usaha adalah strategi SO, WO, ST, dan WT.
mengenali bidang usahanya sendiri. 5. Keempat set strategi tersebut
Pengenalan terhadap usahanya tersebut selanjutnya disarikan ke dalam grand
antara lain dapat dilakukan dengan analisis strategi yang diusulkan.
SWOT yaitu pengidentifikasian
perusahaan terhadap kekuatannya 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
(strength), kelemahannya (weakness), 3.1. Profil Pantai Kuwau
peluang usahanya (opportunities), serta Pantai Kuwaru merupakan salah
ancaman-ancaman (threat) yang satu potensi yang dimiliki Kabupaten
berpotensi menghambat usahanya tersebut. Bantul yang bisa dibilang masih baru
Melihat Pantai Kuwaru sebagai objek karena baru ramai dikunjungi sekitar bulan
wisata pantai yang masih cukup baru, september tahun 2009. Letak pantai
309
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kuwaru sendiri yang secara Geografis warung-warung makan yang berada di
berada di Kabupaten Bantul tentu saja dekat pantai.
tidak lepas dari beberapa objek wisata lain
yang berada di sekitarnya yang juga turut 3.2. Analisis Bauran Pemasaran
berkontribusi dalam menghasilkan Analisis strategi pemsaran
pendapatan daerah. Namun, Pantai dilakukan untuk menganalisis strategi
Kuwaru di sini dipandang sebagai salah pemasaran Pantai Kuwaru berdasarkan 7
satu objek wisata unggulan yang dapat variabel, yaitu :
dikembangkan sebagai upaya a. Produk (product)
meningkatkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan empat kategori
Pantai Kuwaru berjarak sekitar 25 km dari penawaran, penawaran dalam pemasaran
kebupaten Bantul, sedangkan dari kota obyek wisata Pantai Kuwaru adalah berupa
Yogyakarta berjarak sekitar 45 km. jasa utama yang disertai barang dan jasa
Dusun Kuwaru yang terletak di tambahan. Jadi, tawaran terdiri dari satu
Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, jasa utama yang disertai jasa tambahan
kabupaten Bantul merupakan salah satu dan/atau barang pendukung. Sebagian
dusun yang diarahkan menjadi kawasan besar jasa bukanlah jasa murni, oleh
wisata karena mempunyai beberapa karenanya seringkali dalam penawaran
potensi yaitu kekayaan biologis (flora- suatu produk yang bersifat tangible
fauna) salah satunya dengan adanya menyertakan bentuk penawaran yang lain
vegetasi cemara udang yang terdapat di untuk menambah daya tarik produk.
sekitar pantai Kuwaru. Pada mulanya, Pada pemasaran obyek wisata Pantai
cemara udang hanya digunakan untuk Kuwaru, produk inti yang ditawarkan
menahan pasir yang tertiup oleh angin. adalah berupa pesona alam yang dapat
Cemara ini di tanam di sekitar pantai dinikmati pengunjung. Sedangkan produk-
Kuwaru pada tahun 2000 yang bibitnya produk pelengkap yang menambah daya
didapatkan dari pantai Samas. Vegetasi tarik obyek wisata Pantai Kuwaru adalah
cemara udang merupakan salah satu daya berupa fasilitas-fasilitas pendukung yaitu
tarik yang dimiliki pantai Kuwaru karena fasilitas bermain seperti kolam renang,
tidak ada di pantai lainnya di kabupaten ATV, dan motor elektrik. Fasilitas-fasilitas
Bantul. Adanya cemara udang juga yang terdapat di obyek wisata Pantai
membuat pantai ini cukup teduh sehingga Kuwaru adalah rangkuman dari beberapa
cocok dipergunakan sebagai tempat fasilitas yang ada di obyek wisata lain.
bersantai untuk menikmati keindahan Beberapa fasilitas bermain seperti kolam
pantai. Di samping kekayaan biologis, renang dan motor elektrik untuk anak-anak
dusun Kuwaru juga memiliki beberapa belum ada di obyek wisata pantai lainnya
potensi lainnya seperti pertanian dan khususnya di daerah Bantul seperti Pantai
perkebunan yang dapat diarahkan sebagai Parangtritis, Pantai Samas, dan Pantai
alternatif pengembangan produk wisata ke Pandansimo.
arah kawasan pantai dan keberagaman Meskipun pihak pengelola dari
kuliner yang pada saat ini belum tergarap Pantai Kuwaru belum menerapkan strategi
secara maksimal. branding (merek) atas obyek wisata Pantai
Selain menawarkan pemandangan Kuwaru, namun dengan adanya cemara
alam dan keteduhan pantai, walaupun udang dapat menjadikan obyek wisata
masih baru pantai ini sudah mempunyai Pantai Kuwaru berbeda dengan obyek
beberapa fasilitas bagi para pengunjung wisata sejenis. Seperti terlihat pada nama
seperti kamar mandi, rumah makan, pasar organisasi atau kelompok-kelompok kecil
ikan, tempat ibadah, area parkir, area yang ada di Pantai Kuwaru, bahkan nama
bermain anak-anak (kolam renang), warung-warung makan yang ada di Pantai
permainan ATV, arena outbound, serta
310
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kuwaru beberapa telah menggunakan b. Lokasi (place)
nama cemara. Berdasarkan tiga jenis interaksi
Produk utama obyek wisata Pantai konsumen dan produk yang disediakan,
Kuwaru yaitu pemandangan alam pantai jenis interaksi yang dilakukan pada obyek
dan cemara udang adalah produk yang wisata Pantai Kuwaru adalah konsumen
ditargetkan untuk semua segmen dalam hal ini pengunjung yang mendatangi
pengunjung. Fasilitas-fasilitas pendukung penyedia jasa. Dilihat dari jenis interakasi
seperti kolam renang dan motor elektrik tersebut lokasi dari obyek wisata Pantai
ditargetkan untuk segmen pengunjung Kuwaru menjadi begitu penting bagi
anak-anak. Sedangkan penyewaan ATV keberhasilan dalam pemasaran obyek
ditargetkan untuk segmen pengunjung wisata Pantai Kuwaru karena produk
dewasa. disampaikan langsung kepada pengunjung.
Berdasarkan data retribusi dan Berdasarkan faktor penentuan lokasi
kunjungan obyek wisata pantai di Bantul, penjualan, lokasi obyek wisata Pantai
Pantai Kuwaru menempati urutan ke dua Kuwaru dapat dibilang tidak terlalu jauh
stelah Pantai Parangtritis sebagai obyek dari kota Yogyakarta yaitu berjarak 45 km
wisata pantai di Bantul yang paling ramai dari Kota Yogyakarta dan 25 km dari Kota
dikunjungi. Hal tersebut dapat dilihat dari Bantul. Sedangkan dari segi aksesabilitas,
banyaknya jumlah pengunjung dan total sejauh ini belum terdapat terminal bus dan
pendapatan untuk dua tahun terakhir angkutan umum untuk menuju ke lokasi
(2010-2011) yaitu 218.177 pengunjung Pantai Kuwaru serta prasarana jalan yang
pada tahun 2010 dan 208.056 (sampai cukup sempit (3-4m) dan beberapa
bulan september) pada tahun 2011. mengalami kerusakan.
Obyek wisata Pantai Kuwaru juga
180,000 berada berdekatan dengan obyek wisata-
jumlah pengunjung
160,000
140,000
obyek wisata yang lain di daerah Bantul
120,000 jumlah diantaranya, Bendungan Bendo, jembatan
100,000 pengunjung th
80,000
2010 Pt
Srandakan, Pantai Pandansimo, dan
60,000
40,000 Parangtritis Agrowisata Lahan Pantai, Pantai
20,000
0 jumlah Parangtritis, pusat kerajinan gerabah
pengunjung th Kasongan, sentra kerajinan Tanah
April
Okt
Jan
Juli
160,000
140,000 jumlah
120,000 pengunjung th
100,000
80,000 2011 Pt c. Harga (price)
60,000 Parangtritis
40,000 Harga-harga fasilitas pendukung
20,000 jumlah
0 pengunjung th
yang terdapat di Pantai Kuwaru secara
2011 Pt Samas umum ditentukan dengan taktik parity
pricing (going rate) yaitu penentuan harga
yang dibuat sama dengan harga rata-rata
bulan yang ditetapkan oleh pasar seperti harga
penyewaan ATV yaitu Rp 25.000,00 tiap
Gambar 2. Jumlah pengunjung 2011 15 menit yang sama seperti harga
penyewaan ATV di Pantai Parangtritis.
311
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Sedangkan untuk fasilitas pendukung fasilitas pendukung yang tidak kalah
seperti kolam renang anak, penetapan menarik.
harga dilakukan dengan taktik loss leading 3. Acara khusus; sejauh ini, Pantai
pricing dimana harga awal ditetapkan pada Kuwaru belum melakukan suatu acara
harga yang murah yaitu sebesar Rp khusus yang dirancang untuk
2000,00 per orang. mengkomunikasikan pesan tertentu
Lain halnya dengan retribusi yang kepada pengunjung.
dikenakan kepada pengunjung untuk dapat Pihak pengelola juga pernah melakukan
masuk ke obyek wisata Pantai Kuwaru. kerjasama dengan biro perjalanan (travel),
Besar retribusi tersebut telah di atur dalam namun tidak berlangsung lama.
peraturan daerah kabupaten Bantul No.32
tahun 2008 tentang retribusi obyek dan Tabel 1. Layanan di Pantai Kuwaru
daya tarik wisata, dimana pengelolaanya Penyedia
Jenis layanan
Keterangan
dikerjasamakan dengan diatur berdasarkan jasa (biaya/harga)
Petugas Mengatur Rp 2000 (roda
perjanjian kerjasama antara pemda dan
parkir penempatan 2)
pengelola. Tarif retribusi Pantai Kuwaru kendaraan Rp 4000 (roda
sebesar Rp 2000,00 per orang dan pengunjung, 4)
dikenakan pula retribusi tambahan yaitu membantu Rp 6000 (roda
sebesar Rp 500,00 untuk kendaraan roda 2, mengeluarkan 6)
kendaraan
Rp 1000,00 untuk kendaraan roda 4, dan
pengunjung.
Rp 2000,00 untuk kendaraan roda 6. Pedagang Penyiangan ikan -
Retribusi tersebut digunakan sebagai izin ikan
masuk ke obyek wisata Pantai Kuwaru. Pedagang Jasa masak Biaya jasa
warung (pesanan), masak
d. Promosi (promotion) makan menyediakan disesuaikan
tempat dan dengan jenis
Salah satu bentuk saluran yang menu makanan olahan
digunakan dalam strategi promosi yang yang dipesan
dilakukan obyek wisata Pantai Kuwaru Tukang Menyewakan Rp 25.000/15
adalah saluran komunikasi nonpersonal. sewa ATV ATV, menit
Menurut Kotler (2000), saluran dan mobil pengarahan
elektrik petunjuk teknis
komunikasi nonpersonal mencakup media, pengoperasian
atmosfer, dan acara-acara khusus. ATV
Promosi obyek wisata Pantai Pemilik Menyediakan Rp 2000 per
Kuwaru yang pernah dilakukan kolam kolam renang orang
diantaranya : renang berserta
fasilitasnya
1. Media; yaitu surat kabar, radio, web
page , papan nama.
2. Atmosfer; obyek wisata Pantai uwaru
didesain dengan penanaman pohon e. Proses (process)
cemara udang dan beberapa fasilitas Terkait dengan cara penyampaian
pendukung seperti warung makan, layanan, secara umum proses penyampaian
kolam renang anak, ATV, dan fasilitas- layanan di Pantai Kuwaru dilakukan secara
fasilitas pendukung lainnya. Hal langsung. Oleh karena itu, proses
tersebut dilakukan agar dapat penyampaian layanan tersebut sangat
mengkomunikasikan kepada penting karena penyedia jasa berinteraksi
pengunjung tentang kesan pantai yang langsung dengan konsumen yang dalam
teduh dan tidak seperti kebanyakan hal ini adalah pengunjung. Proses
pantai yang panas di siang hari serta pemasaran Pantai Kuwaru dilakukan
pantai yang dilengkapi dengan berbagai secara langsung yaitu mulai dari tempat
pemungutan retribusi oleh petugas dari
312
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Pemda sampai pelayanan fasilitas-fasilitas serta mengadakan pertemuan rutin
yang ada di sekitar Pantai Kuwaru. untuk koordinasi penangkapan ikan laut
Pantai Kuwaru juga diramaikan dan hasilnya. Kelompok ini diketuai
dengan pedagang-pedagang kecil seperti oleh Bapak Ponijo.
pedagang jajanan dan mainan. 4. Kelompok parkir yang merupakan
perkumpulan dari petugas-petugas
f. Sumber Daya Manusia (people) parkir Pantai Kuwaru. Kelompok parkir
Hal penting yang perlu mendapat ini dikelola oleh POKGIAT (kelompok
perhatian dari operasi jasa adalah kegiatan) yang di ketuai oleh Bapak
bagaimana pola dan proses manajemen Aris Warsito.
yang digunakan organisasi berlangsung 5. Cemoro Asri merupakan kelompok
efektif yaitu dengan mengupayakan pedagang. Kelompok ini dikelola oleh 2
pemberdayaan SDM. Beberapa upaya orang yang berada di bawah ketua
dalam pemberdayaan SDM dapat umum yaitu Bapak Sahrowardi sebagai
dilakukan melalui pelatihan dan edukasi ketua kelompok pedagang kecil dan
SDM, seperti yang dilakukan beberapa Bapak Ponijo sebagai ketua kelompok
dinas dari pemerintah kepada SDM di rumah makan. Tugas dari kelompok ini
Pantai Kuwaru. Pelatihan yang pernah adalah mengatur penempatan pedagang
dilakukan di Pantai Kuwaru diantaranya: dari luar dan mengarahkannya, serta
a. Pelatihan dari BPKB yaitu pelatihan menarik retribusi kepada pedagang.
memasak berbagai menu makanan Ketua dari kelompok ini yaitu bapak
untuk pedagang di rumah makan Nur cholis.
Pantai Kuwaru. 6. Kuwaru Asri, merupakan kelompok
b. Pelatihan manajemen. sadar wisata (POKDARWIS) Pantai
c. Pelatihan yang berkaitan dengan Kuwaru. Kelompok ini telah
keamanan pangan dari dinas dikukuhkan di Jakarta dan diketuai oleh
kesehatan Kabupaten Bantul. Bapak Sudimulyo.
Dusun Kuwaru, tepatnya di Pantai 1. Bukti Fisik (physical evidence)
Kuwaru terdapat kelompok-kelompok Pantai kuwaru melakukan transaksi
kecil yang ikut berpartisipasi dalam jasa langsung di lokasi di mana jasa
pengembangan objek wisata Pantai tersebut diciptakan, sehingga bukti fisik
Kuwaru. Kelompok-kelompok tersebut memainkan peranan yang penting.
adalah : Beberapa fasilitas dapat dijadikan bukti
1. Niswati Bahari, merupakan kelompok fisik obyek wisata Pantai Kuwaru.
perempuan pesisir yang berfungsi Fasilitas-fasilitas tersebut di antaranya:
sebagai supplier atau penyetok a. Kolam renang
pedagang-pedagang ruko yang ada di b. ATV
Pantai Kuwaru. Kelompok ini di ketuai c. Mobil elektrik
oleh Ibu Ipuk Haryati. d. Area Outbound
2. Mina Barokah yang merupakan e. Pasar ikan
kelompok pengolah ikan yang menjadi f. Warung makan
wadah bagi ibu-ibu yang ingin melatih g. Toilet
kreativitas mereka dalam mengolah h. Musholla
ikan menjadi berbagai macam hidangan i. Pos SAR
yang menarik, inovatif, dan bercita rasa
tinggi. Kelompok ini diketuai oleh Ibu
dukuh yaitu Ibu Parjilah.
3. Fajar Arum, merupakan kelompok
nelayan yang mengelola penangkapan
ikan laut oleh nelayan-nelayan setempat
313
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
314
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN b. Pelatihan SDM untuk meningkatkan
1. Berdasarkan analisis bauran kompetensi SDM.
pemasaran, maka dapat diketahui: c. Mengoptimalkan penggunaan website
a. Kekuatan obyek wisata Pantai untuk promosi.
Kuwaru: Adanya vegetasi cemara d. Memperluas jaringan informasi dan
udang sebagai daya tarik khas Pantai kemitraan dengan sesama pengelola
Kuwaru, pemandangan alam dan area obyek wisata wisata sejenis.
persawahan di sekitar Pantai Kuwaru, e. Mengusahakan sarana transportasi ke
adanya berbagai macam fasilitas Pantai Kuwaru.
pendukung, dekat dengan beberapa
obyek wisata lain di Kabupaten Bantul, 5. DAFTAR PUSTAKA
nlai historis/mitos dan petilasan untuk Anonim 2. 2010. Studi Tata Ruang Pantai
ritual, banyak warung makan seafood Kuwaru Kecamatan Srandakan.
di sekitar Pantai Kuwaru, adanya Yogyakarta: CV. Karya Sejati.
kelompok-kelompok kecil di Pantai Kotler, Philip. 2000. Marketing
Kuwaru. Management : Analysis, planning,
b. Kelemahan obyek wisata Pantai implementation, and control. Prentice
Kuwaru: Akses jalan dan prasarana Hall Inc : New Jersey
jalan yang kurang memadai, belum Lupiyoadi, R dan Hamdani, A. 2006.
terdapat sarana transportasi, Manajemen Pemasaran Jasa. Penerbit
kemampuan pedagang dalam Salemba Empat : Jakarta.
mengolah seafood, kurangnya promosi Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis Swot
yang dilakukan, pengelolaan Pantai Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Kuwaru masih secara konvensional, Gramedia : Jakarta
pemanfaatan perkembangan teknologi
kurang, keterbatasan modal.
c. Peluang obyek wisata Pantai Kuwaru:
Daya tarik Pantai Kuwaru dan
ketertarikan wisatawan, potensi pasar
ikan, Yogyakarta sebagai kota pelajar
dan Daerah Tujuan Wisata (DTW),
pemanfaatan website untuk promosi,
kerjasama dengan penginapan/hotel
dan biro perjalanan.
d. Ancaman obyek wisata Pantai
Kuwaru: Banyak obyek wisata sejenis
di wilayah Bantul, regulasi pemerintah
kurang mendukung, issue negatif yang
beredar di masyarakat, munculnya
pesaing baru dan persaingan yang
ketat, kondisi alam yang kurang
mendukung.
2. Berdasarkan analisis SWOT yang telah
dilakukan, strategi pemasaran yang
diusulkan untuk diterapkan Pantai
Kuwaru adalah:
a. Mengadakan kegiatan budidaya
cemara udang dan pelestarian
lingkungan.
315
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Kegiatan ekonomi korban bencana alam erupsi Merapi 2010 belum juga pulih.
Berbagai macam faktor bisa menjadi penyebab. Timbul pertanyaan, apakah salah satu
penyebabnya adalah kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas harian tidak seimbang
dengan asupan energi yang mereka peroleh melalui makanan sehari-hari? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur
kecukupan asupan energi terhadap kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas harian,
termasuk didalamnya kegiatan ekonomi dan mengembangkan pola konsumsi pangan yang
optimal untuk memenuhi kebutuhan energi pada pengungsi Merapi.
Metode penelitian digunakan Single 24 Hours Foods Recall dan Single24 Hours
Activities Recalldiajukan kepada korban bencana erupsi Merapi 2010 di Hunian Sementara
Gondang I yang memiliki usia produktif (15 55 tahun) sebanyak 105 orang. Metode Single
24 Hours Foods Recall bertujuan mengetahui jumlah energi (kalori) yang dihasilkan oleh
makanan yang dikonsumsi oleh responden, sedangkan Single24 Hours Activities Recall
bertujuan mengetahui jumlah energi (kalori) yang dikeluarkan oleh responden untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Dilakukan juga penimbangan berat dan tinggi badan sebagai
dasar pengukuran Indeks Massa Tubuh yang menggambarkan status gizi responden. Data
yang diperoleh mewakili populasi yang diteliti.
Hasil penelitian dicapai bahwa kebutuhan energi rata-rata warga Gondang I usia
produktif berjenis kelamin lelaki adalah 2888,40 kcal dan jumlah rata-rata asupan energinya
adalah 1775,41 kcal, sehingga mengakibatkan kebutuhan energi baru terpenuhi 61,47%.
Pada warga berjenis kelamin perempuan dengan usia produktif, kebutuhan energi rata-
ratanya adalah 2196,03 kcal, sedangkan jumlah asupan energi rata-ratanya adalah 1322,27
kcal, yang menunjukkan bahwa kebutuhan energinya hanya terpenuhi 60,21%. Hal ini
diperkuat dengan analisis statistik terhadap hipotesis, yaitu terdapat keseimbangan antara
asupan dengan pengeluaran energi untuk aktivitas, dengan taraf nyata pengujian 1%
disimpulkan hipotesis tersebut tidak dapat diterima.Telah terjadi ketidakseimbangan antara
asupan energi dengan besarnya energi yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas fisik,
didalamnya terdapat aktivitas bekerja, sehingga ketidakseimbangan ini bisa menjadi salah
satu penyebab belum kunjung pulihnya kegiatan ekonomi warga Gondang I berusia
produktif. Disarankan kepada warga Gondang I untuk menambah porsi sumber energi agar
terjadi keseimbangan antara kebutuhan energi dan asupannya.
316
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
317
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
istirahat di lingkungan yang hangat dan kondisi hormonal, kondisi psikologis dan
nyaman, setidaknya 12 jam setelah makan proses penyakit (Anonim, http://human-
terakhir. Faktor-faktor yang menentukan nutrition.net/pengeluaran-
dari pengeluaran energi adalah ukuran energi/).Estimated Average Requirement
tubuh, komposisi tubuh, usia, jenis (EAR) merupakan perkiraan kebutuhan rata-
kelamin, diet, iklim, perbedaan genetic, rata energi.
Agar manusia dapat tetap hidup dan contoh, seseorang laki-laki dewasa (20
bekerja seperti biasanya maka memerlukan 59 tahun) dengan barat badan 62 kg, tinggi
energi yang biasa diukur dengan satuan 165 cm dan aktifitas sedang membutuhkan
kalori. Meskipun kita tidur dan tidak energi kurang lebih 3000 kilo kalori,
bekerja, energi tetap dibutuhkan untuk sedangkan bila wanita dewasa berat 54 kg
denyut jantung dan fungsi tubuh lainnya. tinggi 156 cm dengan aktifitas sedang
Energi dapat diibaratkan sebagai bensin membutuhkan 2250 kilo kalori. Apabila
yang diperlukan oleh kenderaan agar dapat orang yang sama dengan aktifitas lebih
tetap berjalan.Jumlah kebutuhan energi berat, maka kebutuhan bagi laki-laki
seseorang pada dasarnya berbeda sebesar 3600 kilo kalori dan wanita 2600
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat kilo kalori.
badan, dan aktifitas seseorang. Sebagai
Tabel 2. Contoh menu dengan energi 2500 kilo kalori, 2000 kilo kalori dan 1700 kilo kalori
Ukuran Rumah Tangga Untuk
Waktu Jenis Hidangan 2500 kilokalori 2000 kilokalori 1700 kilokalori
Pagi Nasi 2 sendok nasi 2 sendok nasi 1 sendok nasi
Daging bumbu semur 1 potong 1 potong potong
Tumis kacang panjang + tauge mangkok mangkok mangkok
Teh manis 1 gelas 1 gelas 1 gelas
10.00 Bubur kacang hijau 1 gelas 1 gelas 1 gelas
Siang Nasi 3 sendok nasi 2 sendok nasi 1 sendok nasi
Ikan goreng 1 potong 1 potong 1 potong
Tempe bacem 2 potong 1 potong 1 potong
Lalap mangkok mangkok mangkok
Sayur asem 1 mangkok 1 mangkok 1 mangkok
Sambal tomat 1 sendok makan 1 sendok makan 1 sendok makan
Nenas 1 potong 1 potong 1 potong
16.00 Buah - - 1 potong
Malam Nasi 3 sendok makan 2 sendok makan 1 sendok makan
Pepes ayam 1 potong 1 potong 1 potong
Tahu balado 1 potong 1 potong 1 potong
Sayur bening bayam + jagung muda 1 mangkok 1 mangkok 1 angkok
Pepaya 1 potong 1 potong 1 potong
Keterangan: untuk ukuran rumah tangga nasi digunakan sendok nasi (centong), bukan sendok makan
Sumber: Jaringan Gizi Indonesia (www.gizi.net)
318
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
319
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
memungkinkan seseorang dapat mencapai tinggi dalam inchi)) x 703
usia harapan hidup yang lebih panjang. Metric BMI Formula: BMI = ( Berat
dalam kg / (tinggi dalam Meter x tinggi
Body Mass Index (Anonim, dalam Meter))
http://www.bmi-calculator.net/)
English BMI Formula: BMI = ( Berat
dalam Pounds / ( tinggi dalam inchi x
(2)
Tabel 1.3. Batas Ambang IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 18,4
Normal 18,5 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Jaringan Gizi Indonesia (www.gizi.net)
320
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
24-hr recalls pada individu yang sama kapsul vitamin A juga harus dicatat
selama beberapa hari untuk /ditanyakan.
menggambarkan asupan makanan f. Sebaiknya untuk mendukung
secara individu. wawancara recalls 24-hr ini
Prosedur: menggunakan alat bantu seperti food
a. Pewawancara menanyakan semua model, contoh makanan asli yang
makanan dan minuman yang dimakan dimakan responden, atau alat ukur
responden selama 24 jam terakhir. yang telah dikalibrasi agar
b. Pewawancara harus menanyakan pewawancara dan responden
masing-masing jenis makanan yang mempunyai kesepakatan dalam
dikonsumsi secara detail ukuran makanan.
(mentah/dimasak, cara pemasakannya, g. Pewawancara harus mengecek
dan bahan-bahan untuk membuat kembali jenis makanan/minuman,
makanan dan minuman tersebut secara bahan bakunya, dan jumlahnya kepada
detail) mulai dari sejak responden responden sebelum wawancara
bangun pagi kemarin sampai dia berakhir.
istirahat tidur malam harinya, atau
dapat juga dimulai dari waktu saat 4.4. Memperkirakan Kebutuhan Energi
dilakukan wawancara mundur ke Harian (Indriati dan Leonard, 2010)
belakang sampai 24 jam penuh.
Misalnya petugas pewawancara 4.4.1. Basal Metabolic Rate (BMR)
datang pukul 07.00 ke rumah
responden, maka konsumsi yang Tabel 1.4. Rumus untuk memprediksikan BMR
(kcal/hari) berdasarkan data berat badan (BB)
ditanyakan adalah mulai pukul 07.00 dalam kg (3)
(saat itu) dan mundur ke belakang Kelompok Pria Wanita
sampai pukul 07.00 pagi hari Umur (tahun)
sebelumnya. 10 17 17.5 (BB) 12.2 (BB) +
c. Pewawancara juga menanyakan + 651 746
jumlah makanan yang dikonsumsi 18 29 15.3 (BB) 14.7 (BB) +
+ 679 496
responden dalam ukuran URT 30 59 11.6 (BB) 8.7 (BB) +
(Ukuran Rumah Tangga) seperti gelas, + 879 829
sendok, mangkok dll. dan selanjutnya 60 dan lebih 13.5 (BB) 10.5 (BB) +
dapat dikonversi ke dalam ukuran + 487 596
gram.
d. Dalam membantu responden 4.4.2. Total Daily Energy Expenditure
mengingat apa yang dimakan, perlu (TDEE)
diberi penjelasan waktu kegiatannya TDEE = (PAL) (BMR)
seperti pada saat baru bangun tidur,
Tabel 1.5. Tingkatan PAL secara umum untuk
setelah sembahyang, pulang berbagai gaya hidup
sekolah/pulang kerja, sesuadah tidur Jenis Physical Activity Level (PAL)
siang dan sebagainya. Kelamin Diam Ringan Sedang Berat
e. Selain makanan utama (makan pagi, Pria 1.4 1.55 1.78 2.10
siang, sore), makanan kecil atau Wanita 1.4 1.56 1.64 1.82
jajanan juga harus dicatat/ditanyakan, Kebutuhan Khusus:
1. Hamil = TDEE + 285 kcal/hari
termasuk makanan yang dimakan di
2. Menyusui = TDEE + 500 kcal/hari
luar rumah seperti di restoran, di
kantor, di rumah teman, atau di rumah
saudara. Konsumsi suplemen
makanan misalnya tablet besi atau
321
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1.6. Kategori aktivitas untuk Memperkirakan Kebutuhan Energi
Level Aktivitas PAR Contoh
Dasar 1.0 Tidur
Ringan 1.2 Duduk tenang
1.4 Berbicara, nonton TV, berdiri dengan tenang
1.6 Mencuci, berpakaian, mencuci piring, berjalan pelan (~1.5 m/jam) pada
permukaan datar (dengan/tanpa beban)
Level Aktivitas PAR Contoh
Sedang 2.1 Pekerjaan rumah tangga yang ringan, memasak
2.8 Pekerjaan rumah tangga yang lebih serius menyapu, mencuci; berjalan
menuruni tangga
3.8 Berjalan 3 3.5 m/jam; berjalan menanjak (~2.5 m/jam); membawa beban;
senam
Berat 5.1 Berlari/jogging; bersepeda
Sangat berat 6.7 Berlari cepat, bermain bola, memanen tebu
Sangat sangat berat 10.0 Menarik becak (beban ~400 lb)
Sumber: James dan Schofield (1990) dalam Indriati dan Leonard (2010)
C. PROSEDUR PENELITIAN
1. Mencatat makanan yang dikonsumsi
PAL = (PARi(Ti))/24 obyek penelitian selama 24 jam (7)
dimana: terhitung mundur dari waktu
PARi = Physical Activity Ratio untuk dilakukannya wawancara. Pencatatan
setiap aktivitas i dilakukan di lembar 24 Hours Food
Ti = waktu yang dibutuhkan (jam) untuk Recall Questionnaires.
setiap aktivitas i 2. Mencatat aktivitas yang dilakukan
obyek penelitian selama 24 jam
4.5. HIPOTESIS terhitung mundur dari waktu
Dugaan sementara dari penelitian ini dilakukannya wawancara. Pencatatan
adalah terjadinya keseimbangan antara dilakukan di lembar 24 Hours Activity
asupan energi dengan energi yang Recall Questionnaires.
dikeluarkan obyek penelitian untuk 3. Wawancara pada no 1) dan 2)
aktivitas fisik. dilakukan pada waktu bersamaan.
4. Mengukur berat badan dan tinggi
A. OBYEK PENELITIAN badan obyek penelitian untuk
Warga Hunian Sementara (Huntara) mengetahui status gizi obyek.
Gondang I, Wukirsari, Yogyakarta, 5. Menghitung jumlah energi yang
usia produktif 15 55 tahun. dihasilkan dari data 24 Hours Food
Recall Questionnaires yang telah
B. ALAT PENELITIAN diperoleh menggunakan software
Alat yang digunakan dalam penelitian Nutrisurvey.
ini adalah: 6. Melakukan analisis statistik terhadap
a. 24 Hours Food Recall hipotesis awal.
Questionnaires 7. Menghitung jumlah energi yang
b. 24 Hours Activity Recall dikeluarkan obyek penelitian
Questionnaires berdasarkan aktivitas fisik yang
c. Software Nutrisurvey dilakukan.
d. Alat pengukur berat badan dan
tinggi badan manusia D. ANALISIS HASIL
Analisis hasil dilakukan setelah
data berikut diperoleh, yaitu:
322
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1. Tinggi Badan (cm) responden; 4). dapat digunakan untuk
2. Berat Badan (kg) responden yang buta huruf; dan 5). sesuai
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk memperkitakan rata-rata intake
4. BMR (kcal): Basal Metabolic Rate (asupan) makan pada populasi. Metode
5. PAR: Physical Activity Rate survey konsumsi 24-Hours Food
6. PAL: Physical Activity Level Recallyang diterapkan adalah Single 24-
7. TDEE (kcal): Total Daily Energy Hours Food Recallyaitu wawancara hanya
Expenditure diterapkan satu kali pada tiap-tiap
8. Asupan energi (kcal) responden. Single 24-hours recall sesuai
Data yang diperoleh dari hasil digunakan untuk mengukur rata-rata intake
wawancara dan pengukuran berat dan (asupan) makanan pada suatu populasi
tinggi badan digunakan untuk menghitung namun metode Single 24-hours recall
IMT, BMR, menentukan PAL dan PAR, tidak cocok digunakan untuk
menghitung TDEE. Nilai asupan energi memperkirakan asupan makanan secara
diperoleh dari input data ke software individu atau menggambarkan kebiasaan
Nutrisurvey. Analisis kemudian dilakukan makan individu. Pada wawancara Single
secara deskriptif dari hasil perhitungan 24-Hours Food Recall, responden diminta
yang diperoleh. Dilakukan juga untuk mengingat kembali jenis makanan
pembuktian hipotesis untuk memperkuat yang dikonsumsi selama 24 jam ditarik ke
hasil penelitian. belakang mulai dari waktu dilakukannya
wawancara. Sebagai contoh, jika
5. HASIL PENELITIAN DAN wawancara dilakukan pada tanggal 23
PEMBAHASAN September 2011 pukul 16.00, maka
Wawancara dilakukan mulai 17 responden diminta mengingat jenis
sampai 23 September 2011 di sore hari makanan yang dikonsumsi mulai dari
mulai pukul 15.00 sampai 17.30 WIB. waktu makan terakhir yang mendekati
Jumlah responden yang diwawancarai waktu wawancara ditarik mundur sampai
adalah 105 responden dengan usia dengan waktu makan yang mendekati
produktif (dalam rentang 15 55 tahun) pukul 16.00 pada tanggal 22 September
dan jenis kegiatan ekonomi yang beragam. 2011 (sehari sebelumnya). Untuk
Persentase responden berdasarkan jenis mendapatkan data aktivitas fisik
kelamin ditunjukkan pada Gambar 3.1. digunakan metode 24-Hours Activity
Penjadwalan responden dilakukan untuk Recall. Metode ini pengambilan datanya
memudahkan pewawancara dan responden pada prinsipnya sama dengan pengambilan
meluangkan waktu, sehingga diharapkan data survey konsumsi hanya bedanya pada
tidak mengganggu aktivitas ekonomi wawancara ini, responden diminta untuk
responden. Data yang diambil adalah data mengingat seluruh aktivitas yang telah
konsumsi makanan dan aktivitas fisik. dilakukan. Tujuan dari dilakukannya 24-
Untuk memperoleh data konsumsi Hours Food Recall adalah untuk
makanan digunakan metode survey mengetahui asupan energi yang diperoleh
konsumsi makanan 24-Hours Food Recall. responden melalui makanan yang
Prinsip dari metode 24-Hours Food Recall dikonsumsi, sedangkan 24-Hours Activity
ini adalah dengan mencatat semua jenis Recall dilakukan untuk memperoleh
dan jumlah bahan makanan yang gambaran penggunaan energi oleh
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. responden untuk melakukan aktivitas fisik.
Metode survey konsumsi makanan ini Kedua wawancara ini dilakukan pada
dipilih karena karena 1). pelaksanaannya waktu yang sama, sehingga dapat
mudah; 2). tidak membebani responden; diketahui keseimbangan asupan energi
3). biaya relatif murah dan cepat dilakukan responden dengan energi yang dibutuhkan
sehingga dapat mencakup banyak untuk melakukan aktivitas fisik.
323
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan rumus yang sudah dibakukan, pada
Persentase Responden
penelitian ini digunakan rumus (4). Untuk
mendapatkan Total Daily Energy
Expenditure, digunakan data hasil
Lelaki
wawancara menggunakan 24-Hours
42.86
Activity Recall Questionnaires yang
57.14 Perempuan
diinterpretasikan ke dalam nilai PAR
(Physical Activity Ratio) berdasarkan level
aktivitasnya, apakah tergolong aktivitas
Gambar 3.1. Persentase responden dasar, ringan, sedang, berat, sangat berat,
berdasarkan jenis kelamin sangat sangat berat (Tabel 1.6.). Setiap
level memiliki nilai (ratio) yang sudah
Contoh hasil wawancara yang dibakukan. Total PAR diperoleh dengan
dilakukan kepada responden yang mengalikan lamanya kegiatan dilakukan
berjumlah 105 orang ditunjukkan pada dan menjumlahkannya untuk keseluruhan
Tabel 3.1. Data yang diperoleh berupa kegiatan yang dilakukan selama 24 jam.
Tinggi Badan (cm) dan Berat Badan (kg) Physical Activity Level (PAL) diperoleh
digunakan untuk menghitung Indeks dengan membagi total PAR dengan 24
Massa Tubuh (IMT) yang menunjukkan (jam). PAL menggambarkan pengeluaran
status gizi dari obyek penelitian. Batas energi rata-rata untuk melakukan aktivitas
ambang IMT ditentukan dengan merujuk dalam sehari. PAL dikalikan dengan BMR
ketentuan FAO/WHO,yang membedakan akan diperoleh TDEE dalam kilokalori.
batas ambang untuk laki-laki dan TDEE menggambarkan jumlah energi
perempuan. Disebutkan bahwa batas (kalori) yang dibutuhkan oleh individu
ambang normal untuk laki-laki adalah untuk melakukan aktivitas fisiknya dalam
20,125,0dan untuk perempuan adalah sehari. Rata-rata TDEE untuk responden
18,7-23,8 (Jaringan Gizi Indonesia, 2011). pria adalah 2888,40 kcal, sedangkan untuk
Dari wawancara yang dilakukan diperoleh wanita adalah 2196,03 kcal.
nilai IMT rata-rata adalah 26.84. Hal ini Data yang diperoleh dari 24 Hours
berarti keadaan rata-rata warga Gondang I Food Recall Questionnaires kemudian
usia produktif disebut gemuk dengan dikonversikan ke dalam satuan gram dan
kelebihan berat badan tingkat ringan. Cara di-input-kan ke software Nutrisurvey
penghitungannya adalah menggunakan untuk diolah sehingga dihasilkan data
rumus (2) untuk setiap data responden. jumlah asupan energi responden dalam
Basal Metabolic Rate(BMR dalam kilokalori. Rata-rata asupan energi untuk
kcal) yang menunjukkan energi yang responden pria adalah 1775,41 kcal dan
dibutuhkan tubuh untuk aktivitas dasar untuk wanita adalah 1322,27 kcal. Dengan
(tidak melakukan aktivitas apapun, diam), demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
yaitu aktivitas untuk mempertahankan pemenuhan energi bagi pria tercapai 61,47
fungsi fisiologi dasar tubuh agar berjalan %, sedangkan pada wanita 60,21% (Tabel
baik. BMR ini diperoleh dari perhitungan 3.2).
menggunakan rumus (3) dengan memakai
data berat badan (kg). Perhitungan BMR Tabel 3.2. Persentase pemenuhan energi
disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin responden
responden. BMR untuk setiap responden Laki-laki Wanita
dapat dilihat di Tabel 3.1 sampai dengan Kebutuhan 2888,40 kcal 2196,03 kcal
3.4.
Asupan 1775,41 kcal 1322,27 kcal
Hasil perhitungan BMR kemudian
Pemenuhan 61,47% 60,21 %
digunakan untuk menghitung Total Daily
Energy Expenditure (TDEE dalam kcal)
324
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Dari hasil penelitian seperti dapat responden mengenai pemanfaatan bahan
dilihat pada Tabel 3.2., maka dapat makanan berupa sumber pangan hewani di
disimpulkan bahwa benar telah terjadi sekitar responden. Sebagai contoh, salah
ketidakseimbangan antara asupan energi satu profesi warga adalah peternak sapi
dengan besarnya energi yang dikeluarkan perah, susu sapi yang dihasilkan akan lebih
untuk melakukan aktivitas fisik, baik jika dikonsumsi juga oleh warga. Saat
didalamnya terdapat aktivitas bekerja, ini juga terdapat usaha perikanan yang
sehingga ketidakseimbangan ini bisa dimiliki warga, yang hasilnya dapat
menjadi salah satu penyebab belum dikonsumsi juga oleh warga. Selanjutnya,
kunjung pulihnya kegiatan ekonomi warga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Gondang I berusia produktif. Hal ini mengenai pemanfaatan sumber-sumber
diperkuat dengan analisis statistik terhadap makanan di sekitar tempat tinggal, apakah
hipotesis, yaitu terdapat keseimbangan sudah dioptimalkan oleh warga ataukah
antara asupan dengan pengeluaran energi belum.
untuk aktivitas, dengan taraf nyata
pengujian 1% disimpulkan hipotesis 6. KESIMPULAN DAN SARAN
tersebut tidak dapat diterima. A. KESIMPULAN
Ketidakseimbangan energi atau asupan 1. Pemenuhan energi pada responden
makan ini terjadi karena menurut pria baru tercapai 61,47 %, sedangkan
wawancara yang dilakukan menggunakan pada wanita 60,21%. Dari hasil
food recall, cenderung porsi mereka yang tersebut, yang juga diperkuat dengan
diungkapkan kepada pewawancara adalah analisis hipotesis secara statistik,
kurang. Ketidakseimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa benar
terjadi hanya pada rata-rata intake populasi telah terjadi ketidakseimbangan antara
dan bukan per individu. Selain itu, karena asupan energi dengan besarnya energi
kebiasaan makan responden tidak bisa yang dikeluarkan untuk melakukan
digambarkan dengan single food recall, aktivitas fisik, didalamnya terdapat
maka rata-rata intake populasi yang kurang aktivitas bekerja, sehingga
tidak bisa dihubungkan dengan kenyataan ketidakseimbangan ini bisa menjadi
bahwa status gizi responden banyak yang salah satu penyebab belum kunjung
lebih dari normal. pulihnya kegiatan ekonomi warga
Saran yang diberikan untuk Gondang I berusia produktif.
responden adalah untuk menambah porsi 2. Untuk mengatasi ketidakseimbangan
makannya, sehingga jumlah kalori yang tersebut, maka disarankan bagi
kurang dapat dipenuhi. Pola makan responden untuk menambah porsi
seimbang diperlukan, sehingga kebutuhan makannya, terutama sumber energi,
tubuh terhadap zat gizi terpenuhi. serta memperhatikan pola makan
Penganekaragaman makanan atau variasi seimbang dan bervariasi untuk
makanan juga diperlukan sebagai wacana mencukupi kebutuhan tubuh terhadap
edukasi pada responden karena responden zat gizi.
kebanyakan menganut sistem makan asal
kenyang dan kurang memperhatikan B. SARAN
variasi makanan. Menurut hasil Dikarenakan Single Recall tidak
wawancara, makanan yang disebutkan cukup menggambarkan status gizi
pada saat wawancara adalah cenderung individu, maka dalam penelitian ini tidak
monoton atau hanya itu-itu saja. Hal dapat dihubungkan antara keseimbangan
tersebut mungkin terjadi karena tempat asupan dan kebutuhan energi dengan status
tinggal kurang mendukung untuk gizi responden. Untuk mengetahui status
mendapatkan makanan yang bervariasi. gizi responden diperlukan paling sedikit
Selain itu, penting ditekankan kepada
325
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tiga kali recall dalam rentang waktu
tertentu.
Tabel 3.1. Hasil Wawancara 24 Hours Food Recall dan 24 Hours Activity Recall
Jenis Umur BB TB BMR TDEE Recall %
No Kelamin (th) Pekerjaan (kg) (cm) IMT (kcal) PAR PAL (kcal) (kcal) pemenuhan
1 P 20 Pegawai Bakery 51,3 148,2 23,36 1250,11 39,8 1,66 2073,10 1632,8 78,76
2 L 22 Penambang pasir 49,9 153,9 21,07 1442,47 43,2 1,80 2596,45 1252,8 48,25
3 P 23 Caddy 57,3 157 23,25 1338,31 42,2 1,76 2353,20 802 34,08
Design poto dan
4 L 25 grafis 75,8 165,7 27,61 1838,74 33 1,38 2528,27 3262,1 129,03
Pegawai rumah
5 P 26 makan 67,8 153,3 28,85 1492,66 38,6 1,61 2400,69 1774,5 73,92
Cari rumput dan
6 L 31 batu 66,1 164,3 24,49 1645,76 46,4 1,93 3181,80 1103,3 34,68
7 L 31 Pemerah Sapi 60,8 161 23,46 1584,28 39,3 1,64 2594,26 1561 60,17
8 P 33 Penjaga Warung 74,6 149,8 33,24 1478,02 41,8 1,74 2574,22 1499,9 58,27
9 P 34 Pekerja Ternak 73,6 158 29,48 1469,32 34,2 1,43 2093,78 1564,7 74,73
10 L 35 PNS 64,6 162,5 24,46 1628,36 37,2 1,55 2523,96 2550,4 101,05
11 L 35 Pemecah batu 74,6 161,8 28,50 1744,36 55 2,29 3997,49 1157,3 28,95
Cari rumput dan
12 P 36 batu 79,9 152,4 34,40 1524,13 46,4 1,93 2946,65 1103,3 37,44
13 L 37 Penjaga Warung 80,9 160 31,60 1817,44 32,4 1,35 2453,54 1311,5 53,45
14 L 37 Pencari Kayu 76,7 162,2 29,15 1768,72 41,4 1,73 3051,04 2163,1 70,90
15 L 40 Pemerah Sapi 67 164,5 24,76 1656,2 42,9 1,79 2960,46 2152,6 72,71
Pekerja
16 P 41 Kasar/proyek 48,8 137,3 25,89 1253,56 49,4 2,06 2580,24 1158,2 44,89
17 L 41 Pemerah Sapi 65 156,5 26,54 1633 43,8 1,83 2980,23 2281,7 76,56
18 P 41 Pencari Rumput 51,7 150,5 22,83 1278,79 41 1,71 2184,60 1499,5 68,64
19 P 42 Ibu Rumah tangga 75 154,5 31,42 1481,5 35,8 1,49 2209,90 1377,3 62,32
PNS/pencari batu
20 L 43 kali 75,1 162,9 28,30 1750,16 44,6 1,86 3252,38 2000,1 61,50
21 L 44 Penambang pasir 70,5 160,5 27,37 1696,8 44,8 1,87 3167,36 1093 34,51
22 L 44 Pencari Rumput 49,7 153,4 21,12 1455,52 43,8 1,83 2656,32 1731,2 65,17
23 P 45 Ibu Rumah tangga 60,2 144,5 28,83 1352,74 33,9 1,41 1910,75 1241,6 64,98
326
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
327
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Pantai Kuwaru merupakan salah satu obyek wisata pantai di Kabupaten Bantul. Pantai
Kuwaru memiliki potensi untuk menjadi obyek wisata unggulan Kabupaten Bantul
dikarenakan panorama pantai yang masih alami dan adanya wisata penunjang pantai seperti
kuliner. Dalam rangka pengembangan obyek wisata pantai Kuwaru, diperlukan strategi
pemasaran yang didasarkan pada kepuasan yang telah dicapai oleh pengunjung.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang
disebar ke 100 orang responden wisatawan dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis
kepuasan wisatawan dilakukan dengan menggunakan metode Importance-
PerformanceAnalysis. Metode CSI digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan wisatawan
secara keseluruhan. Sarana wisata Pantai Kuwaru dikelompokkan berdasarkan bauran
pemasaran jasa yang meliputi product, price, place, promotion, people, process dan physical
evidence, selanjutnya nilai rata-rata untuk setiap atribut sarana wisata diplotkan ke dalam
grafik IPA yang terdiri dari empat kuadran prioritas berdasarkan tingkat kepentingan dan
kinerja. Dari hasil analisis, diperoleh 5 atribut yang memiliki prioritas utama untuk
meningkatkan kepuasan wisatawan Pantai Kuwaru, antara lain: kebersihan area pantai,
kebersihan sarana penunjang wisata pantai, kondisi jalan menuju pantai, kondisi rumah
makan yang meliputi kelayakan bangunan dan kebersihan rumah makan serta tersedianya
sarana pembuangan sampah di sekitar pantai. Nilai CSI sebesar 72,74 % menunjukkan secara
umum wisatawan merasa puas dengan atribut sarana wisata yang ada di Pantai Kuwaru.
328
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
alami dan adanya wisata penunjang pantai 3. Mengetahui atribut sarana wisata Pantai
seperti kuliner. Kuwaru yang menjadi prioritas
Wisatawan yang berperan sebagai perbaikan utama perbaikan.
konsumen merupakan komponen penting 4. Mengidentifikasi kepuasan pengunjung
dalam pengembangan obyek wisata Pantai secara keseluruhan terhadap kinerja
Kuwaru sebagai kawasan terpadu wisata atribut di Pantai Kuwaru.
alam, kerajinan dan kuliner. Wisatawan
berwisata dengan tujuan untuk berekreasi 1.4 Manfaat Penelitian
atau melepas rasa penat. Dalam 1.Memberikan informasi kepada pengelola
menunjang tujuan tersebut, tempat wisata dan Pemerintah Daerah mengenai
yang dituju harus memberikan kepuasan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh
kepada pengunjungnya melalui wisatawan yang berkunjung ke pantai
pemandangan yang ditawarkan, sarana Kuwaru sebagai dasar dalam
yang disediakan serta pelayanan kepada pengembangan obyek wisata.
pengunjung. Untuk itu perlu diketahui 2. Memberikan masukan kepada
sejauh mana kepuasan wisatawan terhadap pengelola dan Pemerintah Daerah
obyek wisata yang dikunjungi sebagai mengenai strategi pemasaran Pantai
dasar dalam peningkatan kinerja atribut Kuwaru berdasarkan tingkat kepuasan
yang dimiliki obyek wisata. Dalam rangka wisatawan dan tingkat kepentingan
pengembangan obyek wisata pantai atribut sarana yang ada di Pantai
Kuwaru, diperlukan suatu strategi Kuwaru.
pemasaran yang didasarkan pada kepuasan
yang telah dicapai oleh pengunjung dalam 2. METODE PENELITIAN
mengembangkan Pantai Kuwaru sebagai Tahap awal penelitian adalah
kawasan terpadu wisata alam dan kuliner. melakukan identifikasi permasalahan yang
dilakukan untuk mengetahui kondisi
1.2 Rumusan Masalah umum dan permasalahan atau kendala
Berdasarkan latar belakang yang dihadapi.
masalah di atas, maka rumusan Langkah selanjutnya adalah
masalahnya adalah bagaimana tingkat observasi terhadap kondisi sarana wisata
kepuasan konsumen terhadap tingkat yang ada di Pantai Kuwaru. Wawancara
sarana wisata Pantai Kuwaru Kabupaten dilakukan kepada Dinas Pariwisata
Bantul serta strategi pemasaran yang tepat Kabupaten Bantul serta pengelola pantai
dalam mengembangkan Pantai Kuwaru. untuk mengetahui sistem pengelolaan
Pantai Kuwaru.
1.3 Tujuan Penelitian Setelah itu penyebaran kuesioner
1. Mengidentifikasi tingkat kepentingan dilakukan untuk mengetahui tingkat
wisatawan terhadap atribut yang kepuasan wisatawan terhadap sarana yang
dimiliki oleh pantai Kuwaru. ditawarkan oleh pihak pengelola dan
2.Menganalisis tingkat kepuasan mengetahui sarana wisata yang menurut
wisatawan terhadap sarana yang wisatawan perlu ditingkatkan karena
ditawarkan oleh pihak pengelola Pantai kondisi saat ini belum memuaskan di
Kuwaru. Pantai Kuwaru.
329
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Gambar 2.1 Bagan Metode Penelitian dalam kuisioner utama tertuang pada Tabel
3.1.
330
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
awal pada sumbu X untuk menarik garis
yang membagi antara kuadran I dan Selanjutnya bobot penilaian kinerja
kuadran II, serta antara kuadran IV dan dan kepentingan keseluruhan atribut
kuadran III, nilai rata-rata kepentingan diplotkan ke dalam diagram kartesius
atribut dijadikan titik awal pada sumbu Y dengan hasil tertuang pada Gambar 3.1.
untuk menarik garis yang membagi antara
kuadran I dan kuadran IV, serta antara
kuadran II dan kuadran III.
Dari hasil analisis akan diperoleh
atribut yang memiliki prioritas dalam
meningkatkan kepuasan konsumen.
331
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Kuadran I Kuadran II
x
332
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
menjadi loyal terhadap jasa yang e. Kondisi rumah makan yang meliputi
ditawarkan. Berikut adalah rincian kelayakan bangunan dan kebersihan
rekomendasi perbaikan pelayanan melalui rumah makan.
prioritas peningkatan kinerja dari atribut f. Tersedianya sarana pembuangan
sarana wisata : sampah di sekitar pantai.
a. Kebersihan area pantai
b. Kebersihan sarana penunjang wisata 3.3. Strategi pemasaran berdasarkan
pantai, yaitu kolam renang anak dan bauran Pasar
arena bermain anak. Penyusunan strategi pemasaran
c. Kondisi jalan menuju pantai Pantai Kuwaru secara ringkas tertuang
d. Ketersediaan penunjuk jalan menuju dalam Tabel 3.3.
pantai.
333
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN Zeithaml, V.A., and Mary J.B. 2003.
Kesimpulan yang dapat diambil Services Marketing. New York :
dari penelitian mengenai Analisis McGraw-Hill Companies.
Kepuasan Wisatawan terhadap Sarana
Wisata Pantai Kuwaru untuk Perancangan
Strategi Pemasaran Obyek Wisata adalah
sebagai berikut :
a. Dari hasil analisis dengan metode
Importance-Performance Analysis
terhadap 30 atribut sarana yang ada di
Pantai Kuwaru yang dikelompokkan
berdasarkan bauran pemasaran jasa,
diperoleh atribut yang memiliki
prioritas utama untuk peningkatan
kinerja, antara lain :
1) Kebersihan area pantai
2) Kebersihan sarana penunjang
wisata pantai
3) Kondisi jalan menuju pantai
4) Kondisi rumah makan yang
meliputi kelayakan bangunan dan
kebersihan rumah makan.
5) Tersedianya sarana pembuangan
sampah di sekitar pantai.
b. Dengan menggunakan metode
Customer Satisfaction Indeks
diperoleh CSI sebesar 72,74 %. Secara
umum wisatawan merasa puas dengan
atribut sarana wisata yang ada di
Pantai Kuwaru.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Laporan Akhir Studi Tata
Ruang Pantai Kuwaru Kecamatan
Srandakan, Pemerintah Kabupaten
Bantul, DIY.
Aritonang R, L. 2005. Kepuasan
Pelanggan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Ihsani, D.W. 2005. Analisis Kepuasan
Konsumen terhadap Atribut Wisata
Cangkuang Garut, Jawa Barat.
Skripsi. Departemen Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor.
Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring
Customer Satisfaction, Teknik
Mengukur dan Strategi Meningkatkan
Kepuasan Pelanggan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
334
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk membangkitkan kembali sistem industri kopi di Sleman
melalui pendekatan pemanfaatan optimal terhadap tanaman kopi yang masih tersisa saat ini
menjadi produk baru dengan nilai tambah yang besar. Produk ini adalah stevi-coffee celup,
yakni kombinasi antara kopi dan daun stevia kering sebagai bahan pemanisnya. Penelitian ini
mencari kombinasi yang optimal antara kopi dan stevia, menentukan kadar / ukuran produk
untuk siap disajikan, serta bagaimana distribusi pemasaran yang perlu dilakukan. Metode
yang digunakan adalah teknik rekayasa nilai (value engineering), yang dimulai dengan tahap
informasi, tahap kreatifitas dan tahap pengujian.
Atribut mutu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk kopi berdasarkan
urutan prioritas adalah aroma, rasa, bahan baku, harga, kekentalan, bentuk, warna, kemasan,
dan daya tahan. Produk kopi dengan stevia terbaik berdasarkan analisis dan evaluasi dengan
metode Value Engineering yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen adalah produk E,
yaitu produk kopi dengan bahan baku kopi dan stevia yang memiliki perbandingan 25 : 75
335
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
maka dilakukan pengembangan untuk bubuk. Pada saat ini produk kopi yang
produk kopi dan stevia. Pengembangan dijumpai di pasaran dijual dalam bentuk
produk ini dilakukan untuk menentukan kopi bubuk biasa maupun kopi bubuk
formulasi terbaik produk kopi dengan instan yang sudah dicampur gula maupun
stevia sesuai dengan kebutuhan konsumen, krimer. Pengembangan produk ini
agar dapat diperoleh produk dengan dilakukan untuk memberi nilai tambah
kualitas baik yang dapat bersaing di pada produk kopi. Pengembangan produk
pasaran. pada penilitian ini dilakukan dengan
Dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode Value Engineering.
pengembangan produk stevia yang
digunakan sebagai campuran dalam kopi
336
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Uji validitas dan reliabilitas Pada tahap ini dilakukan uji inderawi
digunakan untuk menjamin bahwa terhadap berbagai karakteristik dan konsep
kuesioner yang digunakan mampu produk kopi yang akan dikembangkan.
mengukur atribut dan mengetahui sejauh 2) Penentuan nilai performansi
mana hasil pengukuran dapat dipercaya Pada tahap ini digunakan metode zero-
bila dilakukan pengukuran pada waktu yg one untuk menilai dan membandingkan
berbeda pada kelompok subjek yang sama atribut satu dengan atribut yang lain. Nilai
kemudian diperoleh hasil yang relatif performansi dapat diperoleh dengan
sama. Uji reliabilitas menunjukkan mengalikan jumlah penilaian responden
stabilitas dan konsistensi suatu alat terhadap atribut mutu tiap konsep dengan
pengukur di dalam mengukur gejala yang bobot atributnya.
sama. Untuk mengukur reliabilitas
digunakan metode Alpha Cronbach.
2) Penentuan Prioritas Pengembangan
Atribut Mutu
Pada tahap ini ditentukan urutan 3) Penentuan Biaya Produksi
prioritas pengembangan atribut mutu dari Pada tahap ini dihitung biaya produksi
hasil rata-rata pemberian peringkat dari tiap konsep produk yang
terhadap atribut mutu oleh responden pada dikembangkan. Dengan asumsi bahwa
pengisian kuesioner tahap pertama. komponen biaya produksi yang dominan
adalah komponen biaya bahan baku, maka
penentuan biaya produksi tidak
Pengembangan yang diprioritaskan adalah memasukkan komponen biaya yang lain
atrihut mutu yang mempunyai nilai rata- seperti biaya sewa mesin dan tenaga kerja.
rata yang paling rendah. 4) Penentuan Nilai (Value) Konsep
3) Penentuan Karakteristik Kebutuhan Produk
Konsumen Nilai suatu produk dapat diperoleh
Atribut-atribut mutu yang telah dengan membandingkan performansi tiap
diketahui urutan prioritasnya digunakan konsep produk dengan biaya produksinya.
untuk mengidentifikasi kebutuhan 5) Penentuan Konsep Produk Terbaik
konsumen melalui penyebaran kuesioner Konsep produk terbaik adalah konsep
tahap kedua. Spesifikasi produk yang yang memiliki nilai (value) tertinggi.
diperoleh dari penyebaran kuesioner
tersebut akan digunakan sebagai dasar d. Tahap evaluasi
untuk mengembangkan konsep produk. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan value dari konsep produk
b. Tahap kreativitas terbaik yang akan dikembangkan dengan
Tahap kreativitas ini diawali dengan value produk pembanding yang telah ada
brainstorming untuk menentukan konsep- di pasaran. Konsep produk layak untuk
konsep produk yang akan dikembangkan dikembangkan jika mempunyai value lebih
berdasarkan hasil identifikasi atribut mutu besar dari value produk pembanding. Jika
produk dan identifikasi kebutuhan konsep produk mempunyai value lebih
konsumen. Setelah brainstorming rendah dibanding dengan produk pasaran
kemudian dilakukan identifikasi fungsi- atau dengan kata lain tidak layak untuk
fungsi produk dengan metode FAST dikembangkan maka penelitian harus
(Function Analysis System Technique). kembali lagi pada tahap kreativitas.
c. Tahap analisis
1) Pengujian Inderawi
337
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
3. HASIL PENELITIAN DAN Dari hasil tabel diatas urutan
PEMBAHASAN atribut yang diprioritaskan adalah aroma,
rasa, bahan baku, harga, kekentalan,
Tahap Informasi bentuk, warna, kemasan, dan daya tahan.
1. Identifikasi Atribut Mutu Produk
Beberapa atribut mutu yang 4. Identifikasi Kebutuhan Konsumen
dianggap penting atau diperhatikan oleh Tingkat konsumsi kopi
konsumen yaitu bahan baku, rasa, warna, menunjukkan bahwa sebagian besar
bentuk, aroma, kekentalan, harga, daya responden (74%) mengkonsumsi kopi
tahan, dan kemasan. kurang dari tujuh kali dalam seminggu
atau dapat disebut dengan jarang
2. Uji Validitas dan Reliabilitas mengkonsumsi kopi. Alasan
Hasil uji validitas atribut mutu mengkonsumsi kopi paling besar karena
sekunder yang valid akan dijadikan menyukai rasanya (55%) disusul karena
sebagai dasar pembuatan kuesioner kedua fungsinya (25%). Pola konsumsinya
untuk mengidentifikasi kebutuhan sebagian besar mengkonsumsi kopi di
konsumen, sedangkan hasil uji validitas rumah (66%) dan di coffee shop (22%).
atribut mutu sekunder yang tidak valid Tempat pembelian kopi paling banyak di
akan dibuang, yaitu penambahan zat supermarket (41%) dan minimarket
pewarna dan takaran penyajian. Hasil uji (36%).
reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner Hasil penjaringan ini menunjukkan
reliabel. bahwa produk kopi yang diinginkan oleh
konsumen adalah memiliki spesifikasi
3. Penentuan Prioritas Pengembangan sebagai berikut: (a) kopi dengan bahan
Atribut Mutu baku jenis arabika, (b) variasi rasa dengan
Kuesioner ini menggunakan skala krimer, susu, dan coklat; (c) rasa kopi
1-9 dimana skor 9 mewakili bobot yang yang manis dengan tingkat kemanisan
paling penting yaitu yang paling sedang; (d) penambahan stevia sebagai
diprioritaskan untuk dikembangkan. pemanis kopi; (e) aroma kopi yang kuat
Jumlah responden yang diambil untuk dan kental; (f) warna kopi hitam
kuesioner ini sama dengan jumlah kecoklatan; (g) bentuk kopi instan dalam
responden untuk kuesioner diatas yaitu 40 bentuk celup; (h) isi kemasan sebanyak 5-
orang. Skor dan urutan prioritas 10 buah; dan (i) tanpa zat pengawet.
pengembangan atribut mutu dari
penyebaran kuesioner tahap pertama ini 5. Tahap Kreativitas
dapat dilihat pada Tabel 2. Identifikasi fungsi produk diawali
dengan mengamati produk kopi yang ada
Tabel 2. Urutan prioritas atribut mutu di pasaran dan mengamati langsung di
pengembangan kopi industri pembuatan kopi PT. Swarna
Atribut Skor
Urutan Buana Semesta yang terletak di Jalan
Prioritas Kaliurang km 9, Sleman, Yogyakarta.
Bahan baku 5,675 3 Setelah melakukan pengamatan terhadap
Rasa 7,3 2 produk dan proses pembuatannya maka
Warna 4,075 7 dapat diidentifikasi fungsi-fungsi produk
Bentuk 4,15 6
Aroma 7,45 1
kopi dan selanjutnya fungsi-fungsi tersebut
Kekentalan 4,525 5 dapat dipetakan dan diketahui
Harga 5,075 4 keterkaitannya dengan menggunakan
Daya tahan 3,825 9 diagram FAST.
Kemasan 4,05 8 Diagram FAST disusun
berdasarkan hierarki fungsi. Fungsi dengan
338
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
tingkat yang lebih tinggi diletakkan di adalah kopi. Fungsi dasar tesebut berada
sebelah kanan. Pembuatan diagram FAST pada lingkup yang akan menjadi masalah
dimulai dari fungsi dasar yang telah yang akan dibahas.
ditentukan sebelumnya, dalam hal ini
339
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
bentuk, seluruh produk memiliki nilai produk D (3,3) dan produk F (3,23)
lebih tinggi dari produk pasar (2,66). memiliki nilai lebih tinggi dari produk
Atribut bentuk merupakan kenampakan pasar (2,66). Hal ini terjadi karena kadar
keseluruhan dari produk yang ada. Hasil kopi yang cukup tinggi pada produk B
tersebut dapat disebabkan karena bentuk (35%), D (50%) dan F (35%), sedangkan
dari semua produk lebih menarik produk dengan kadar kopi yang rendah
dibandingkan produk pasar. Bentuk memiliki nilai yang rendah pula.
pengembangan produk adalah kopi dalam
bentuk celup yang merupakan hal baru 2. Penentuan Nilai Performansi Produk
bagi sebagian orang, sehingga bentuk Performansi merupakan nilai baik
produk menjadi lebih menarik. atau tidaknya penampilan/kenampakan
Pada hasil uji inderawi atribut produk secara keseluruhan, termasuk
aroma, produk yang memiliki nilai lebih atribut mutu produk. Performansi produk
tinggi dari produk pasar (3,06) adalah adalah penjumlahan hasil perkalian nilai
produk B (3,13), produk C (3,3), produk D tiap atribut mutu dari hasil uji inderawi
(3,33), produk E (3,1) dan produk F (3,33) dengan bobot kepentingan tiap atribut.
. Hal ini dikarenakan aroma kopi yang Bobot kepentingan ini dapat
dihasilkan lebih baik pada produk B, C, D, dihitung dengan persamaan:
E dan F. Dengan komposisi yang tepat Bobot atribut
dapat menghasilkan aroma yang harum,
seperti campuran jahe pada produk B dan
C, namun aroma kopi tercium lebih kuat Contoh perhitungan bobot
pada produk D karena kandungan kopi atribut untuk atribut rasa
yang cukup banyak.
Pada hasil uji inderawi untuk
atribut kekentalan, produk B (2,76),
Tingkat
Bobot
kepentingan Jumlah
1 2 3 4 5 atribut Rangking
nilai
(%)
Atribut
Warna 6 7 12 4 1 77 17,11 4
Bentuk 17 7 5 1 0 50 11,11 5
Kekentalan 5 8 9 6 2 82 18,22 3
340
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
warna dan bentuk. Pada tahap berikutnya perkalian antara jumlah penilaian
akan dilakukan perhitungan nilai responden terhadap atribut mutu tiap
performansi untuk tiap konsep produk. konsep produk dengan bobot atribut.
Nilai performansi diperoleh dari hasil
Rasa x 1 1 1 1 4 1
Warna 0 x 1 0 0 1 4
Bentuk 0 0 x 0 0 0 5
Aroma 0 1 1 X 1 3 2
Kekentalan 0 1 1 0 x 2 3
Nilai performansi
Hasil perhitungan nilai performansi
tiap konsep produk dapat dilihat pada
Contoh perhitungan nilai performansi Tabel 6.
untuk produk A
Performansi produk dikatakan baik produk yang lebih baik belum tentu
apabila nilainya melebihi nilai performansi produk tersebut memiliki nilai (value)
produk pasar. Dari hasil perhitungan nilai yang lebih baik pula karena nilai suatu
performansi diatas maka diketahui bahwa produk juga dipengaruhi oleh besarnya
produk B (8082,58), produk C (8955,6), biaya produksi yang digunakan. Value
produk D (10107,8), produk E (8860,49) merupakan perbandingan antara
dan produk F (9055,78) memiliki nilai performansi dan biaya produksi. Produk
performansi lebih tinggi dari produk pasar dengan performansi yang tinggi bisa saja
(8759,58). Namun nilai performansi memiliki value yang rendah dikarenakan
341
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
biaya produksi yang digunakan tinggi
ataupun sebaliknya. Oleh karena itu perlu Tabel 8. Nilai (value) tiap konsep produk
dilakukan perhitungan biaya produksi Biaya Nilai
Produk Performansi
Produksi (value)
untuk menentukan value tiap konsep
A 7588,39 42500 0,1785
produk. B 8082,58 37500 0,2155
C 8955,6 47500 0,1885
3. Penentuan Biaya Produksi D 10107,8 30000 0,3369
Pada tahap ini dilakukan E 8860,49 25000 0,3544
perhitungan biaya produksi dari tiap F 9055,78 27000 0,3353
konsep produk yang dikembangkan dan Pasar 8759,58 26000 0,3369
biaya produksi produk pembanding
(produk pasar), yaitu kopi yang diproduksi D. Tahap Evaluasi
oleh UKM Dewiperi di Cangkringan, Evaluasi dilakukan dengan
Yogyakarta. Perhitungan biaya produksi membandingkan nilai dari produk yang
dibatasi hanya pada biaya bahan baku. dikembangkan dengan produk pasar
Biaya produksi digunakan untuk sebagai pembanding. Produk layak untuk
menghitung nilai (value) dari tiap konsep dikembangkan jika mempunyai nilai lebih
produk yang dikembangkan. Hasil besar dari nilai produk pembanding. Dari
perhitungan biaya produksi dapat dilihat hasil diatas dapat diketahui bahwa value
pada Tabel 7. dari produk E (0,3544) lebih tinggi dari
value produk pembanding (0,3362). Pada
Tabel 7. Biaya Produksi produk B, C, D dan F walaupun memiliki
Biaya performansi lebih tinggi dari produk pasar
No Produk Produksi namun memiliki value yang lebih rendah
(Rp) dibandingkan dengan produk pasar. Hal ini
1 A 42500 dikarenakan biaya produksi pada konsep
produk-produk tersebut lebih besar
2 B 37500
dibanding produk pasar. Dari hasil tersebut
3 C 47500
maka produk E dapat dikatakan layak
4 D 30000
untuk dikembangkan.
5 E 25000
Biaya produksi untuk produk E
6 F 27000 sebesar Rp 25.000 untuk 1 kg produk.
7 Pasar 26000 Harga jual untuk produk pasar adalah Rp
32.000/kg. Harga produk E dibawah
produk pasar sehingga sangat berpeluang
4. Penentuan Nilai (value) Konsep untuk dikembangkan. Dalam
Produk perkembangannya produk kopi stevia akan
Nilai (value) dari konsep produk dikemas dalam bentuk celup. Dalam 1
diperoleh dari perbandingan performansi kantung celup berisi sebanyak 3 gram
tiap konsep produk dengan biaya produk sehingga dalam 1 kg produk dapat
produksinya. Penghitungan nilai (value) dihasilkan 333 kantung celup, maka harga
menggunakan persamaan: untuk 1 kantung celup adalah Rp
25.500/333 = Rp 76,5765.
342
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kekentalan, bentuk, warna, kemasan, Ulrich, K.T dan S.D, Eppinger, 2001,
dan daya tahan. Produk stevi coffe Perancangan dan Pengembangan
terbaik berdasarkan analisis dan evaluasi Produk, Salemba Teknika, Jakarta
dengan metode Value Engineering
adalah konsep produk E, yaitu produk
stevi coffee yang terdiri dari bahan baku
kopi dan stevia yang memiliki
perbandingan 25 : 75.
4.2. Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa prioritas kemasan dan daya tahan
produk menempati posisi yang tidak
menjadi prioritas utama (yakni urutan ke 8
dan 9). Oleh karena kedua atribut ini
belum menjadi bahan kajian. Penelitian
ini masih fokus pada perancangan produk
dan belum membahas pada aspek
pengembangan kemasan sehingga masih
diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
kemasan.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2010, Turgo Kopi Merapi,
Proposal Koperasi Kebun Makmur
Sleman Yogyakarta.
Elz, Dieter (1987), Agricultural Marketing
Strategy and Pricing Policy, The
World Bank, Washington DC.
Knutson, Ronald D., J.B. Penn dan Barry
L Flinchbaugh (2004), Agriculture
and Food Policy, Pearson Prentice
Hall, New Jersey, pp. 154-157
Roitner-Schobesberger., Ika Darnhofer,
Suthichai Somsook dan Christian R.
Vogl., (2008), Consumer Perceptions
of Organic Food in Bangkok,
Thailand, Food Policy, No 33, pp.
112-121, Elsevier.
Tjahjonoadi, S. 1989. Value Engineering
dalam Proyek. Teknik dan
Manajemen Industri Fakultas
Pascasarjana ITB. Bandung.
343
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
RANCANG BANGUN PROTOTYPE SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PROTEN
(STUDI KASUS DI PT. OTSUKA INDONESIA MALANG)
1)
M. Zainul Arifin, 2)Siti Asmaul, 3)Arif Hidayat
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang perancangan prototype sistem pakar berbasis web
untuk pengendalian kualitas produk Proten. Kegiatan pengendalian kualitas produksi yang
berjalan sekarang masih memerlukan tenaga ahli atau pakar yang harus siap selama 24 jam
bila terjadi masalah, namun pakar yang tersedia tidak selalu siap karena keterbatasan fisik
sebagai manusia. Perancangan prototype sistem pakar untuk pengendalian kualitas produk
Proten ini sangat mendukung terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi pakar yang
keberadaannya sangat sedikit, sehingga dapat diambil tindakan perbaikan yang tepat.
Perancangan sistem pakar ini meliputi pemilihan sumber pengetahuan, akuisisi pengetahuan,
representasi pengetahuan, pengembangan mesin inferensi, implementasi, dan pengujian
prototype. Hasil perancangan sistem pakar berbasis web untuk pengendalian kualitas produk
Proten ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu basis pengetahuan, mesin inferensi, dan
antarmuka pengguna.
344
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
kesesuaian dengan standar (inspeksi dan penelitian deskriptif dengan pendekatan
pengendalian), serta melakukan tindak prototyping yang bertujuan memberikan
koreksi (prosedur uji). Penelitian ini gambaran mengenai keadaan umum
membahas tentang perancangan prototype perusahaan dalam kegiatan pengendalian
sistem pakar berbasis web untuk kualitas produk Proten di PT. Otsuka
pengendalian kualitas produk proten. Indonesia kemudian dari gambaran
Menurut Marimin(2007) sistem pakar tersebut dijadikan acuan untuk merancang
(expert system) adalah suatu sistem sistem pakar.
komputer yang berbasis pada pengetahuan Perancangan sistem pakar ini
yang terpadu di dalam suatu sistem meliputi pemilihan sumber pengetahuan,
informasi dasar yang ada, sehingga akuisisi pengetahuan, representasi
memiliki kemampuan untuk memecahkan pengetahuan, pengembangan mesin
berbagai masalah dalam bidang tertentu inferensi, implementasi, dan pengujian
secara cerdas dan efektif sebagaimana prototype.
layaknya seorang pakar. Menurut Surbakti
(2006), sebuah sistem pakar terdiri atas 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
komponen-komponen sebagai berikut 3.1. Pemilihan Pakar Sebagai Sumber
1. Knowledge Acquisition Subsystem Pengetahuan
2. Basis Pengetahuan (Knowledge Pakar yang dilibatkan sebagai
Base) sumber pengetahuan di dalam perancangan
3. Mesin Inferensi (Inferensi Engine) prototype sistem pakar ini terdiri dari 2
4. Kotak Gelap (Black Box) jenis, yaitu:
5. Antar Muka Pemakai (User 1). Sumber pengetahuan tidak
Interface) terdokumentasi.
6. Subsistem Penjelasan (Explanation a. Kepala Unit Produksi Enteral
Subsystem) Nutrition,
7. Sistem Penyaring Pengetahuan b. IPCOfficer
(Knowledge Refining System) c. Operator Mesin filling
Menurut Rifqi (2009) penerapan 2) Sumber pengetahuan terdokumentasi,
sistem pakar pengendalian mutu produk a. Dokumen HACCP Enteral
pada industri pangan tidak bertujuan untuk Nutrition Proten, Tim penyusun
mengeliminasi fungsi dari tenaga ahli, HACCP PT. Otsuka Indonesia,
akan tetapi merupakan alat bantu bagi Februari 2009
tenaga ahli. Arif (2007) menambahkan, b. Standard Operation Procedure
tujuan utama sistem pakar bukan untuk (SOP)EnteralNutritionProten, Unit
menggantikan kedudukan seorang pakar, Enteral Nutrition PT. Otsuka
tetapi hanya untuk memasyarakatkan Indonesia, 2009
pengetahuan dan pengalaman para pakar
yang keberadaannya cukup jarang 3.2. Akuisisi Pengetahuan
Pada tahap akuisisi pengetahuan
2. METODE PENELITIAN dalam perancangan sistem pakar ini
Penelitian ini dilaksanakan di PT. digunakan 2 jenis pengetahuan, yaitu
Otsuka Indonesia pada bulan November pengetahuan pakar dan pengetahuan
2010. Pengolahan data dilaksanakan di formal. Dalam perancangan prototype
Laboratorium Komputasi dan Analisis sistem pakar untuk pengendalian kualitas
Sistem, Jurusan Teknologi Industri produk proten ini, pengetahuan formal
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian diakuisisi dari sumber pengetahuan tak tak
Universitas Brawijaya Malang. terdokumentasi sedangkan Pengetahuan
Metode penelitian yang digunakan formal merupakan hasil akuisisi dari
dalam penelitian ini ialah metode sumber pengetahuan terdokumentasi yaitu
345
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
berupa rekomendasi yang harus dilakukan produk Proten. Block Diagram target
untuk menangani gejala-gejala yang keputusan ditunjukkan pada Gambar 3:
timbul pada parameter-parameter kualitas
produk Proten.
Hasil akuisisi pengetahuan tersebut
kemudian didokumentasikan dan
diorganisir secara terstruktur menjadi basis
pengetahuan (knowledge base). Dalam
perancangan sistem pakar pengendalian
Gambar 3. Block diagram target
kualitas produk Proten ini basis
keputusan.
pengetahuan tersebut disajikan dalam
berbagai model, yaitu Block Diagram
3. Dependency Diagram (Diagram
Domain Pengetahuan, Block Diagram
Ketergantungan).
Target Keputusan (faktor-faktor kritis),
Diagram ketergantungan
Dependency Diagram (diagram
menunjukkan hubungan antar faktor-faktor
ketergantungan), Perancangan Decision
kritis, pertanyaan masukan, dan
Table (tabel keputusan).
rekomendasi yang dibuat oleh sistem
pakar. Dalam sistem pakar pengendalian
1. Block Diagram Domain Pengetahuan.
kualitas produk proten, faktor kritis terdiri
Pada model ini, basis pengetahuan
dari warna serbuk proten, homogenitas
disajikan dalam suatu diagram secara
serbuk proten, aroma produk proten, bruto
umum dari domain pengetahuan yang
bentuk seal kemasan primer proten,
dipilih. Block Diagram domain
gelembung udara, kadar air produk dan
pengetahuan dalam perancangan sistem
terakhir kadar oksigen produk proten.
pakar pengendalian kualitas produk proten
Dependency Diagram dapat dilihat pada
ditunjukkan pada Gambar 2:
Lampiran 1
346
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1. Tabel Keputusan
Jawaban
No Parameter If
Then
Ya Tdk
Y - Goto 1A
1 Pemerian
- T Goto 2
Y - Goto 1C
1A Warna Proten
- T Goto 1B
Y - Goto 1C and Save R1
1B Maintain High Speed Mixer
- T 1D and Save R2
Y - Goto 1D
1C Serbuk Proten
- T Goto 1E
Y - Goto 1E and Save R4
1D Mesin Sieving
- T Goto 1E and Save R3
Y - Goto 2 and Save R5
1E Aroma Proten
- T Goto 2
Y - Goto 2A
2 Bobot Pengisian
- T Goto 3
Y - Goto 3 and Save R8
2A Auger Feeder Weight
- T Goto 2B
Y - Goto 3 and Save R6
2B Bruto Min Proten
- T Goto 2C
Y - Goto 3 and Save R7
2C Bruto Max Proten
- T Goto 3
Y - Goto 3A
3 Kebocoran Sachet
- T Goto 4
Y - Goto 3B and Save R9
3A Seal Sachet
- T Goto 3B
Y - 3C and Save R10
3B Almunium Foil
- T Goto 3C
Y - Goto 3D and Save R11
3C Seal Sachet
- T Goto 3D
Y - Goto 3E and Save R12
3D Batas Seal
- T Goto 3E
Y - Goto 3F and Save R13
3E Gelembung Udara Seal
- T Goto 3F
Y - Goto 4 and Save R14
3F Gelembung Udara Almunium Foil
- T Goto 4
Y - Goto 4A
4 Kadar air bahan
- T Goto 5
Y - Goto 4B
4A Moisture Analyzer
- T Goto 5
Y - Goto 5 and Save R16
4B Ruang Bulk Storage
- T Goto 5 and Save R15
Y - Goto 5A
5 Kadar Oksigen
- T Display all R, if R=nul then No
Y - Goto 5B
5A Oxygen Meter
- T Display all R, if R=nul then No
Y - Goto 5C and Save R17
5B Selang Pengisian Nitrogen
- T Goto 5C
Y - Display all R, if R=nul then No
5C Klep Penutup Hooper
- T Save R18 and Display all R
diberi nama sesuai dengan bagian proses
Pada Tabel 1 terdapat beberapa yang mengalami permasalahan. Kolom
kolom, diantaranya kolom nomer, jawaban terdiri dari dua sub kolom yakni
parameter, dan jawaban. Kolom nomor sub kolom IF dan sub kolom THEN. Sub
berisi identitas poin pertanyaan yang akan kolom IF terdiri dari dua kolom pilihan
ditanyakan oleh sistem pakar kepada user. yakni kolom jawaban YA (Y) dan kolom
Kolom parameter menunjukkan berbagai jawaban TIDAK (T).
pertanyaan yang akan diajukan oleh sistem (Y) dan (T) menunjukkan jawaban yang
pakar, pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan oleh user atas pertanyaan yang
347
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
diajukan oleh sistem pakar sesuai dengan
poin pertanyaan terkait. Mulai
Sub kolom THEN menunjukkan
eksekusi yang akan diberikan oleh sistem
pakar, apakah melanjutkan ke pertanyaan CekParameterPengendalian
selanjutnya atau memberikan sebuah
rekomendasi tentang suatu masalah yang CekFakta
telah teridentifikasi. Eksekusi yang
diberikan sistem pakar dapat berupa SesuaikanAturan
perintah untuk menuju ke pertanyaan
selanjutnya atau dapat juga berupa
perintah untuk menyimpan rekomendasi TampilkanRekomendasi
sekaligus menuju pertanyaan selanjutnya.
Daftar pertanyaan dapat dilihat pada Berhenti
lampiran
348
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
6. Jendela Overview
Jendela overview berisi informasi
2. Jendela Konsultasi seputar produk proten. Mulai dari nama
Setelah melakukan login pada produk, komposisi, berat bersih,
welcome screen(home), maka user akan kandungan gizi serta cara penyajian yang
dihadapkan pada jendela konsultasi disarankan.
dimana terdapat beberapa pertanyaan yang
diajukan oleh sistem. User diharuskan 7. Jendela Developer
untuk menjawab pertanyaan yang tersedia Jendela developer berisi tentang
dengan melakukan klik jawaban YA atau informasi diri pengembang sistem pakar.
TIDAK. Hal ini diberikan untuk memudahkan
konsultasi apabila ditemukan sebuah
3. Jendela Rekomendasi permasalahan seputar sistem ini.
Jendela rekomendasi adalah
jendela yang berfungsi untuk 8. Jendela Help
memunculkan rekomendasi dari sistem Jendela bantuan penggunaan dapat
pakar tentang tindakan koreksi atas dilihat oleh user apabila mengalami
permasalahan yang dihadapi oleh user. kesulitan dalam menggunakan sistem
pakar pengendalian kualitas produk proten
4. Jendela Print ini. Semua kesulitan yang mungkin
Jendela print adalah jendela yang dihadapi user akan berusaha diakomodasi
berfungsi untuk memunculkan hasil oleh bantuan penggunaan ini, sehingga
rekomendasi dalam layout ESPQC diharapkan user tidak mengalami kesulitan
reportdan memberikan fasilitas cetak pada dalam melakukan operasi aplikasi dan
media pencetak kertas, misalnya printer konsultasi.
atau media pencetak dokumen digital
misalnya PDF (Portable Digital File) 3.5. Pengujian
Printer. Setelah sistem pakar pengendalian
Jendela print memuat informasi kualitas produk proten yang berbentuk
berupa pengguna sistem pakar, tanggal prototype selesai dikembangkan, tahapan
akses, jam akses, serta rekomendasi sistem selanjutnya adalah melakukan pengujian.
yang semuanya disusun dalam layout Pengujian yang dilakukan meliputi dua
sesuai dengan layout standard yang tahapan, yaitu uji verifikasi dan uji
ditetapkan di PT. Otsuka Indonesia. validasi.
1. Uji Verifikasi
5. Jendela about Uji verifikasi dilakukan untuk mengetahui
Pada halaman awal atau kesesuaian prototype sistem pakar
welcomescreen, terdapat beberapa link pengendalian kualitas produk proten
selain menu login, salah satunya adalah dengan aturan yang telah dirancang.
link menuju jendela about. Pada jendela Aturan mengacu pada persyaratan variabel
about, memuat informasi seputar sistem pengendalian kualitas produk proten.
pakar pengendalian kualiatas produk Langkah-langkah pengujian adalah :
proten yang berkaitan dengan versi, a. Jalankan program
pengguna, pengembang dan juga software b. Jawab pertanyaan sesuai dengan
pengembangnya. kombinasi jawaban, kombinasi
jawaban dapat dilihat pada Tabel 2:
349
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
350
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
validasi dengan konsepsi keluaran
yang diberikan oleh human expert.
351
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4.2. Saran content/uploads/2007/01/BIT-v3-n1-
Dari kegiatan penelitian yang artikel2-sept2007.pdf, diakses tanggal
dilakukan, penulis menyarankan hal-hal 28 Oktober 2008
sebagai berikut, Soekarto, S.T. 2000. Dasar-dasar
1. Seiring waktu basis pengetahuan Pengawasan dan Standarisasi Mutu
pengendalian kualitas produk proten Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB
sangat mungkin untuk berubah, Press, Bogor.
sehingga perlu dilakukan konfigurasi Surbakti, I. 2006. Sistem Berbasis
dan pengembangan sistem secara Pengetahuan. Jurusan Teknik
berkala untuk menyesuaikan dan Informatika, Fakultas Teknolgi
mengakomodasi perubahan yang Informasi Institut Teknologi Sepuluh
terjadi. November, Surabaya.
2. Pembangunan sistem dengan bahasa
PHP memungkinkan pengembangan
dan integrasi sistem ke dalam jaringan
yang lebih besar, diperlukan studi
lebih lanjut tentang implementasi
sistem ke dalam jaringan yang lebih
besar.
5. DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. Rosihan. 2007. Rancang Bangun
Prototype Sistem Pakar Untuk
Pengendalian Kualitas Produksi Gula
Super High Sugar. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Hubeis, M. 2004. Pemasyarakatan ISO
9002 untuk Industri Pangan di
Indonesia. Buletin Teknologi dan
Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Kramer, A. dan B.A.
Twigg. 2003. Fundamental of
Quality Control for the Food
Industry. The AVI Pub. Inc., Conn.,
USA.
Marimin, 2007. Teori dan Aplikasi Sistem
Pakar dalam Teknologi Manajerial.
IPB Press, Bogor
Rifqi, Ahmad. 2009. Rancang Bangun
Sistem Pakar Pengendalian Berat
Bersih Produk Susu Bubuk. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
Siswanto, 2007. Sistem Pakar Untuk
Memecahkan Masalah Personal
Digital Asisten (PDA).
http://jurnal.bl.ac.id/wp-
352
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
PENGEMBANGAN VISUALISASI GRAFIS PEMODELAN MATEMATIS PADA
APLIKASI MORPHOLOGI TANAMAN BERBASIS PROGRAM GUI MATLAB
Atris Suyantohadi 1)
1)
Laboratorium Analisa Sistem dan Simulasi Komputer
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Email: atris@ugm.ac.id
Abstrak
Kata kunci :L-System, Program GUI, grafis 2D dan 3D, morphologi tanaman.
353
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
dengan tanaman lain baik sejenis maupun diperoleh dari bentuk aspek tanaman
tidak. melalui observasi , topologi dan tahapan
Penggambaran sel dalam aktifitas modul tanaman. Komponen utama
pertumbuhan tanaman menggunakan tanaman dibedakan dan tahapan
metoda L-System memerlukan keterkaitan morphologi tanaman diidentifikasi melalui
kebidangan yang meliputi bidang serangkaian iterasi dalam program. Desain
matematika, biologi, botani dan kususnya visualisasi grafis pada tanaman dengan
bidang ilmu komputer: 1) Botani : metoda L-System yang dikembangkan
karateristik tanaman digambarkan dari dalam platform program GUI Matlab dapat
fungsi-fungsi yang berkaitan dengan dipergunakan untuk kemudahan analisa
bagian tanaman (modul) meliputi batang, dan sintesa model model tanaman.
tangkai, daun, bunga dan pucuk tanaman.
Untuk tanaman yang memiliki spesies
2. METODE PENELITIAN
yang sama biasanya akan memiliki sifat
2.1. Bahan dan Peralatan:
karakter yang hampir sama. L-System
Penelitian dikembangkan di
akan menggunakan modul tanaman ini
Laboratorium Analisa Sistem dan Simulasi
sebagai komponen dasar yang akan
Industri, Jurusan Teknologi Industri
mengalami perubahan sejalan dengan
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
proses pertumbuhan. 2) Matematika :
dengan dukungan fasilitas LAN dan
Teori bahasa formal berkaitan dengan
koneksi internet, data data reference yang
aturan yang disusun dalam grammer
mengacu pada aturan sintax dan grammar
tersusun atas simbol alfabet dan aturan
L-System. Pengembangan model L-
produksi dalam menggambarkan sintesa
System dikembangkan menggunakan
simbol yang digunakan. L-System
piranti lunak Matlab dan Personal
berkaitan dengan aplikasi yang dapat
Komputer yang digunakan memiliki
dilakukan menggunakan teori bahasa
spesifikasi standart menggunakan
formal 3) Grafika Komputer : Dalam
Pentiaum Dual Core 2.8 GHz, RAM 768
grafika komputer, visualisasi model
Mbyte, 30 GB hard drive, Graphic Card
seringkali digambarkan menggunakan
NVidia GForce 8400GS.
tampilan layar grafis. Grafis mengandung
berbagai bentuk gambar (garis, segitiga,
2.2. Methodologi:
silinder) dan transformasinya. Simbol L-
Metodologi penelitian tersusun dari bebera
System akan membangkitkan layar
tahapan kegiatan yang diawali dari data
tampilan grafis yang dapat diwujudkan
sintax dan aturan grammar dari metoda L-
baik dalam tampilan 2Dimensi maupun 3
System yang akan dikembangkan.
Dimensi.
Tahapan selanjutnya dilakukan
Penelitian bertujuan untuk
perhitungan dari data sintak untuk
mengembangkan desain metoda L-System
direpresentasikan dalam nilai string grafis
untuk representasi morphologi tanaman
dari Grammar L-System. Selanjutnya
dalam tampilan grafis 2D maupun 3D
dilakukan penyusunan panel program dan
dalam format program GUI. Beberapa
tampilan visualisasi grafis2D dan 3D dari
Serangkaian percobaan dan pengujian
data sintax yang diberikan. Secara umum,
terhadap penyusunan axioma dan simbol
metodologi penelitian yang dilakukan
alphabet dilakukan pada program GUI
ditunjukkan dalam Gambar 1.
yang didesain untuk menghasilkan
representasi morphologi dari bentuk
bentuk tanaman yang dinyatakan secara
visualisasi gafis.
Proses desain model diawali dari
spesifikasi dari model kualitatif yang
354
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Secara sama, inisialisasi sudut dihitung
dengan putaran bersumbu dari koordinat
Y. Gambar 1 menyatakan conoh
bagaimana symbol F, +, -, [ dan ]
digunakan dalam menggambarkan gerakan
turtle grafis dengan koordinat XY dan arah
putaran sudut . Kondisi ini nilai
diberikan sudut putaran -1010 derajat dan
diberikan sudut putaran 30 derajat. Grafis
visualisasi 2D dinyatakan dalam Gambar
2.
355
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
grammar L-System tersusun atas: Axioma
Grammar L-System yang memuat data
axioma dan rule dari L-System, nilai input
iterasi pengulangan (repetitif) yang
memuat nilai pengulangan dari
pengambaran Grafis axioma L-System dan
sudut perputaran grafis.
356
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
ruang tiga dimensi, sedangkan nilai a yang
Kalkulasi string Grammar L-System disebut heading adalah arah turtle
Input: nilai x pengulangan menghadap dalam koordinat cartesian.
Input: axioma Dalam koordinat 2 dimensi, jika
Input: sudut perputaran diterapkan rule L-System berupa
perubahan sudut sebesar dan step size d,
2.2.5. Aturan Produksi maka posisi dan arah turtle menghadap
pan j rule:length() akan berubah. Untuk posisi, perubahannya
alamat[::] adalah (x +d cos ;y+d cos ) dan arahnya
for i = 0 to nrepetitions do menjadi (a + ). Dalam koordinat cartesian
Length axiom:length() tiga dimensi, perubahan akibat penerapan
kar 0 rule L-System dikontrol oleh matriks rotasi
hit 0 tiga dimensi yang menjadikan proses
for b = 0 to length do kalkulasi perubahan posisi dan arah turtle.
For every Character rule Aturan turtle untuk interpretasi grafis tiga
if find character rules then dimensi yang akan diterapkan Tabel 1:
change with character rules
with new rules Tabel 1. Aturan turtle representasi grafis
char = char +1 3D
hit = hit +1 Simbol Keterangan
end if dari string
357
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24
23 November 2011
Proses kalkulasi Grammar L L-System
dinyatakan dalam iterasi hingga ke 4:
Iterasi 1:
Axiom awal:
F
Production Rule:
FF
G
F[+G][-G]F[+G][-G]FG
Iterasi 2
FF FF
G
Gambar 3. Desain protitipe program
rogram 3D FF [+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][--G]F[+G][-G]FG
FF F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][
F[+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][-G]F[+G][-
G]FG
Iterasi 3
Axiom Awal
F
Production rule:
FF FF FF FF
G
FF [+G][-G]F[+G][-G]FG F[+G][--G]F[+G][-G]FG
FF F[+G][-G]F[+G][-G]FG
F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][F[+G][-G]F[+G][-
G]FG FF [+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG F[+G][
F[+G][-
G]F[+G][-G]FG FF F[+G][--G]F[+G][-G]FG
Gambar 4. Desain antar muka
uka program F[+G][-G]F[+G][-G]FG
G]FG FF F[+G][F[+G][-G]F[+G][-
3D G]FG, dan seterusnya
3. HASIL
ASIL DAN PEMBAHASAN Visualization 2D dan 3D
Desain pengembangan program Visualisasi objek 2D dari grammar
yang disusun atas parameter input data dan interpretasi diatas dinyakatan sebagai
sintax grammar L-System
System selanjutnya berikut:
dilakukan kalkulasi data string dan Iterasi 1. Visualisasi 2D representasi
penyusunan visualisasi grafis. Beberapa tanaman seperti diperlihatkan dalam
sintax grammar L-System
System diujikan dalam Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6 dari
program untuk melihat hasil visualisasi iterasi 3 kali pengulanan atas Sintax
grafis yang mewakili morphologi dari Grammar yang diberikan dalam program
program.
bentuk bentuk tanaman. Hierarki program Dari hasil program, representasi grafis
dari penyusunan Grammar L-System,L morphologi tanaman telah
proses kalkulasi dan visualisasi dinyatakan menggambarkan visualisasi bentuk
sebagai berikut: tanaman berdasarkan axioma dan rule
grammar yang diberikan.
Iterasi: 3
Sudut perputaran: 22.5
Axioma:
F
FF
G
F[+G][-G]F[+G][-G]FG
358
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Iterasi 1 Iterasi 2 Iterasi 3
359
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
4. KESIMPULAN DAN SARAN Conference Series, 1996, ACM
4.1. Kesimpulan SIGGRAPH, pp. 397410.
Prototype model visualisasi Prusinkiewicz, P. 2003. Art and Science
morphologi tanaman yang dihasilkan for Life: Designing and Growing
dalam kegiatan penelitian ini Virtual Plants, with L-systems. Acta
menghasilkan teknis visualisasi bentuk Horticulturae (ISHS) 630, 2004, pp.
model struktur tanaman tampak seperti 15-28
realistis dan masing-masing komponen Prusinkiewicz.P, Jim Hanan2, Mark
tanaman dapat dikendalikan dari fungsi Hammel1 and Mech,R. 2003, L-
matematis berupa format aturan Grammar systems: from the Theory to Visual
L-System. Simbol L-System mampu Models of Plants, , Siggraph L-
membangkitkan layar tampilan grafis yang System and Beyond, page 2.1 - 2.12
dapat diwujudkan baik dalam tampilan Somporn, C.A, Suchada S, Chidchanok,
2Dimensi maupun 3 Dimensi. Dari hasil Lursinsap, 2004, Animating Plant
penelitian ini, dengan melakukan Growth in L-System By Parametric
serangkaian percobaan pada Grammer L- Functional Symbols, 4th International
System yang diberikan dalam program Workshop on Functional Structural
aplikasi GUI yang didesain, visualisasi Plant Models
morphology bentuk tanaman dengan
serangkaian jumlah iterasi dapat
diwujudkan dan ditampilkan secara grafis
dalam program.
4.2. Saran
Prototipe model tanaman yang
digunakan dalam membuat model tanaman
secara realistis mengikui pola
pertumbuhan hidup yang riil seperti jenis
jenis varietas tanaman tertentu
memerlukan pengembangan model L-
System menggunakan pengembangan
parametric L-System. Dalam penelitian
ini, masih bersifat fundamental Grammar
L-System yang merepresentasikan bentuk
morphologi tanaman.
5. DAFTAR PUSTAKA
Hirafuji, M.1991, A Plant growth Model
by Neural Networks and L-System.
Proc.9th iFAC Symp. Identification
and System Parameter Estimation,
Vol.:1, pp 605 609
Lindenmayer, A., and Prusinkiewicz., P
and 1990, The Algorithmic Beauty of
Plants. Springer-Verlag
Mech.R and Prusinkiewicz.P, (1996),
Visual Models of Plants Interacting
with Their Environment. Proceedings
of SIGGRAPH 96. In Computer
GraphicsProceedings, Annual
360
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
RANCANG BANGUN SISTEM PAKAR
UNTUK ANALISIS KELAYAKAN SERTIFIKASI EKOLABEL
PADA INDUSTRI KERTAS CETAK TANPA SALUT
Abstrak
Permasalahan yang ditemukan dalam sertifikasi ekolabel dalah jumlah pakar yang
cukup banyak dari sudut pandang evaluator namun tergolong sedikit dari sudut pandang
industri, serta sistem dokumentasi yang belum terorganisir sehingga proses sertifikasi
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Penelitian bertujuan menghasilkan
Sistem Pakar sebagai alat bantu dalam menganalisis kelayakan suatu varian produk kertas
cetak tanpa salut pada industri kertas. Prosedur penelitian terdiri dari dua tahap yaitu Analisis
sistem dan Rancang bangun Sistem Pakar.
Sistem Pakar Analisis Kelayakan Sertifikasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut
terdiri dari tiga komponen utama yaitu basis pengetahuan, mesin inferensi, dan antarmuka
pengguna. Basis pengetahuan yang dibangun diperoleh dari sumber pengetahuan
terdokumentasi dan tak terdokumentasi. Area pengetahuan Sistem Pakar terdapat pada bagian
evaluasi awal dan evaluasi lapangan proses evaluasi sertifikasi ekolabel, sedangkan faktor-
faktor kritisnya terdiri dari parameter-parameter kriteria ekolabel yang tercakup dalam
variabel-variabel sertifikasi ekolabel ditinjau dari aspek lingkungan yaitu evaluasi awal,
bahan baku, bahan kimia, air pasi, pemakaian air dan energi, kadar AOX dalam limbah cair
dan bahan kemasan.
Dalam Sistem Pakar terbentuk 1,72205839271731220447232x1048 rules atau
kombinasi jawaban dari user atas 197 pertanyaan dalam mesin inferensi yang diajukan
sistem. Klasifikasi hasil keputusan sertifikasi ekolabel terhadap pemohon terbagi tiga yaitu
Lolos, Tidak Lolos Minor dan Tidak Lolos Mayor.
Kata kunci: Sistem Pakar, sertifikasi ekolabel, kertas cetak tanpa salut
361
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
memberikan keterangan kepada konsumen evaluasi memakan waktu berbulan-bulan
bahwa produk tersebut dalam daur dan biaya yang besar.
hidupnya menimbulkan dampak Dengan semakin berkembangnya
lingkungan negatif yang relatif lebih kecil kemajuan teknologi terutama di bidang
dibandingkan dengan produk sejenis Kecerdasan Buatan (Artificial
dengan tanpa bertanda ekolabel (Lembaga Intelligence), saat ini sudah dapat
Ekolabel Indonesia, 2006). dibangun suatu perangkat lunak yang
Ketidakpedulian suatu negara terhadap dapat membantu manusia dalam
ekolabel akan mempersempit pangsa pasar menyelesaikan tugas yaitu Sistem Pakar
produk-produk ekspornya karena semakin (Expert System). Dengan
lama semakin banyak negara yang direpresentasikannya kemampuan para
menerapkan standar tersebut. pakar, masalah menjadi dapat diselesaikan
Mengacu pada ISO (International oleh orang awam. Bagi para pakar sendiri,
Standardization Organization) 14020 Sistem Pakar dapat berperan sebagai
Prinsip Umum Ekolabel dan Deklarasi asisten berpengalaman. Untuk mengatasi
Lingkungan, sejak tahun 2004 telah kendala-kendala yang ditemui dalam
ditetapkan Kriteria Ekolabel Untuk Kertas proses sertifikasi tersebut, maka perlu
Cetak Tanpa Salut dalam SNI No.19- disusun suatu rancang bangun Sistem
7188.1.3-2006. Di dalamnya dimuat Pakar untuk penentuan kelayakan
persyaratan kriteria untuk produk kertas sertifikasi ekolabel pada industri kertas
cetak tanpa salut yang ramah lingkungan. cetak tanpa salut.
Ekolabel yang dapat dipercaya Rancang bangun yang diperoleh
diberikan melalui proses sertifikasi oleh diharapkan dapat memangkas waktu dan
pihak ketiga yang independen yaitu biaya sertifikasi, mengorganisir
Lembaga Sertifikator Ekolabel (LSE). dokumentasi dan membantu pakar
Industri kertas secara sukarela dapat menyimpulkan informasi-informasi yang
melakukan permohonan kepada LSE untuk didapatkan selama proses evaluasi.
dievaluasi atau dinilai. Penilaian dilakukan Informasi-informasi tersebut
oleh evaluator/auditor yang berkompeten diterjemahkan menjadi hasil yang
sekurang-kurangnya tiga orang. Evaluasi menyerupai kemampuan seorang pakar
terdiri dari evaluasi awal untuk dan memberikan rekomendasi layak
mengetahui kelayakan permohonan tidaknya suatu varian produk kertas cetak
sertifikasi untuk diproses lebih lanjut ke tanpa salut memperoleh sertifikat ekolabel.
tahap berikutnya, kemudian evaluasi Selain itu, program ini juga dapat
lapangan yang meliputi audit lapangan digunakan sebagai sumber informasi bagi
dan/atau pegambilan serta pengujian industri kertas untuk menerapkan kriteria
contoh. ekolabel pada perusahaannya. Pada
Dalam pelaksanaan sertifikasi ekolabel akhirnya Sistem Pakar yang
kertas cetak tanpa salut sangat dikembangkan diharapkan turut membantu
dimungkinkan terjadinya masalah dan program perbaikan lingkungan di
keragaman dalam penerapannya. Selama Indonesia.
ini kendala-kendala yang ditemui adalah
jumlah pakar yang cukup banyak dengan 2. METODE PENELITIAN
bidang pengetahuan yang berbeda, 2.1. Batasan Masalah
banyaknya jenis berkas dan dokumen yang Permasalahan pada penelitian
harus diperiksa, sistem dokumentasi yang ditekankan pada:
belum terorganisasi dan kriteria evaluasi 1. Aspek lingkungan kriteria ekolabel
yang belum tersosialisasikan dengan baik untuk kategori produk kertas cetak
kepada industri-industri kertas. Kesemua tanpa salut yang mencakup bahan
hal tersebut di atas menyebabkan proses baku, bahan kimia, tingkat kekeruhan
362
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
air pasi, pemakaian air dan energi, e. Pemakaian air dan energi
kadar AOX (Adsorbable Organic e.1. Pemakaian air
Halides) dalam limbah cair dan bahan e.2. Pemakaian listrik
kemasan. e.3. Pemakaian uap
2. Sistem Pakar yang dirancang dibatasi f. Kadar AOX dalam limbah cair
pada tahap pengembangan mesin g. Bahan kemasan
inferensi sehingga tidak menyertakan
tahap implementasi, pengujian serta
kesimpulan dan saran, juga tidak 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
menyertakan pelatihan operator dan 3.1. Evaluasi Sertifikasi Ekolabel Kertas
perawatan sistem. Cetak Tanpa Salut
Lingkup produk yang termasuk dalam
2.2. Metode Penelitian jenis kertas cetak tanpa salut adalah semua
Metode penelitian yang digunakan jenis kertas cetak yang tidak mengalami
adalah metode deskriptif analisis yang proses pelapisan (coating). Varian yang
difokuskan pada rancang bangun Sistem tercakup meliputi berbagai merek atau
Pakar pada sertifikasi ekolabel produk nama dagang dan gramatur (berat dasar,
kertas cetak tanpa salut. Prosedur g/m2) kertas. Besarnya gramatur kertas
penelitian terdiri dari dua tahap yaitu cetak umumnya berkisar pada 45-100
analisis sistem dan rancang bangun Sistem g/m2.
Pakar.
Langkah-langkah dalam analisis 3.2. Analisis Sistem
sistem adalah studi lapangan, studi 3.2.1. Identifikasi dan Perumusan
literatur, identifikasi dan perumusan Masalah
masalah, serta analisis kebutuhan. Permasalahan yang berkaitan dengan
Sementara itu, langkah-langkah dalam evaluasi kelayakan sertifikasi ekolabel
rancang bangun sistem pakar adalah pada industri kertas cetak tanpa salut yaitu:
pemilihan pakar sebagai sumber 1. Bagi LSE, jumlah pakar dalam hal ini
pengetahuan, akuisisi pengetahuan, evaluator yang bertanggung jawab
representasi pengetahuan, dan terhadap evaluasi yang dilaksanakan
pengembangan mesin inferensi. untuk seluruh kriteria cukup banyak
yaitu sekurang-kurangnya tiga orang
2.3. Penetapan Variabel dan Parameter dengan bidang pengetahuan yang
(Aspek Lingkungan) berbeda. Kemampuan para pakar
Variabel yang diteliti adalah: tersebut harus dipadukan sehingga
a. Evaluasi awal menghasilkan dengan jelas pemenuhan
b. Bahan baku setiap kriteria, menjelaskan penyebab
b.1. Pulp asli kayu produksi sendiri tidak dipenuhinya kriteria ekolabel
b.2. Pulp asli nonkayu produksi sendiri tersebut bagi hasil evaluasi yang tidak
b.3. Pulp asli kayu yang dibeli memenuhi kriteria, dan memberikan
b.4. Kertas bekas rekomendasi tentang keputusan
b.5. Seluruh bahan baku yang sertifikasi ekolabel pada produk yang
digunakan dimintakan sertifikasi ekolabelnya.
c. Bahan kimia Bagi industri kertas cetak tanpa salut,
c.1. Surfaktan jumlah pakar yang tersedia tergolong
c.2. Biosida sedikit dengan sistem publikasi yang
c.3. Bahan kimia pemutih belum terorganisasi sehingga kriteria
c.4. Seluruh bahan kimia yang sertifikasi ekolabel belum
digunakan tersosialisasikan dengan baik.Hal ini
d. Air pasi (white water) juga menyebabkan industri kertas
363
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
cetak kekurangan sumber informasi mendapatkan informasi awal dan sebagai
untuk menerapkan kriteria ekolabel panduan dalam mengajukan permohonan
pada perusahaannya. sertifikasi sehingga dapat mengurangi
2. Banyaknya jenis berkas dan dokumen waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.
yang harus diperiksa ditambah sistem
dokumentasi yang belum terorganisasi 3.3. Rancang Bangun Sistem Pakar
menyebabkan proses evaluasi 3.3.1. Pemilihan Pakar Sebagai Sumber
memakan waktu berbulan-bulan dan Pengetahuan
biaya yang besar. 1) Sumber pengetahuan tidak
3.2.2. Analisis Kebutuhan terdokumentasi
Dengan analisis kebutuhan akan Didapatkan dari para pakar (human
diketahui arah pengembangan sistem. expert) yang terdiri dari Evaluator
Pihak evaluator dan industri saling terkait Sertifikasi Ekolabel dari lembaga
dan memiliki ketergantungan akan sertifikasi, Kepala Subbidang Label
kebutuhan informasinya. Lingkungan Kementrian Lingkungan
Tugas evaluator adalah memeriksa Hidup RI dan Manajer Pengembangan
kelengkapan administrasi dan lingkup Kapasitas Lembaga Ekolabel Indonesia.
varian produk, mengkaji kecukupan Pemilihan ketiga orang pakar tersebut
dokumen pemohon, melaksanakan audit disebabkan para pakar tersebut terlibat
lapangan, mengambil contoh dan dalam Kelompok Kerja penyusun
menginspeksi produk pemohon serta panduan-panduan yang berkenaan dengan
mengevaluasi pemenuhan kriteria sertifikasi ekolabel kertas cetak tanpa
ekolabel. Kebutuhan informasi evaluator salut.
adalah kelengkapan administrasi dan 2) Sumber pengetahuan terdokumentasi
kecukupan dokumen pemohon sebagai Didapatkan dari panduan-panduan
bahan evaluasi awal serta bahan evaluasi yang berkenaan dengan sertifikasi ekolabel
untuk pemenuhan kriteria yang mencakup kertas cetak tanpa salut yaitu:
bahan baku, bahan kimia, air pasi, a. SNI No.19-7188.1.3-2006 tentang
pemakaian air dan energi, kadar AOX Kriteria Ekolabel Untuk Kategori
dalam limbah cair dan bahan kemasan. Produk Kertas Cetak Tanpa Salut yang
Tujuan rancang bangun Sistem Pakar bagi diterbitkan BSN Jakarta.
evaluator adalah mendapatkan rekan kerja b. Panduan Teknis Evaluator Lembaga
yang membantu menyimpulkan informasi Sertifikasi Ekolabel Untuk Sertifikasi
yang diperoleh selama proses evaluasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut
dengan waktu dan biaya yang lebih singkat yang diterbitkan tahun 2005 oleh
serta dokumentasi yang lebih terorganisir. Asdep Urusan Standarisasi, Teknologi
Dari sudut pandang industri, tugas dan Produksi Bersih KLH Jakarta.
industri adalah melaksanakan proses
pemenuhan persyaratan sertifikasi ekolabel 3.3.2. Akuisisi Pengetahuan
kertas cetak tanpa salut. Kebutuhan Pemohon dinyatakan Lolos jika
informasi industri adalah kriteria ekolabel memenuhi semua kriteria ekolabel kertas
kertas cetak tanpa salut dan cetak tanpa salut. Pemohon dinyatakan
informasi/kondisi dari perusahaannya yang Tidak Lolos Minor jika semua
berkenaan dengan evaluasi awal, bahan persyaratan kriteria ekolabel sudah
baku, bahan kimia, air pasi (white water), dipenuhi, tetapi terkadang pada
pemakaian air dan energi, kadar AOX pelaksanaannya ada yang tidak sesuai dan
dalam limbah cair dan bahan kemasan penyimpangannya bersifat sementara.
pada varian kertas yang dimintakan Untuk data pengamatan yang jumlahnya
sertifikasi ekolabelnya. Tujuan rancang minimal 16 terdapat penyimpangan
bangun Sistem Pakar bagi industri adalah sebanyak maksimal 1 data, dan untuk data
364
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
pengamatan yang jumlahnya minimal 365
terdapat penyimpangan sebanyak
Mulai
maksimal 30 data. Pemohon dinyatakan
Tidak Lolos Mayor jika ada kriteria vital Evaluasi Awal
ditemukan selama 3 bulan dan untuk LOLOS TIDAK LOLOS MINOR TIDAK LOLOS MAYOR
kategori Mayor selama 1 bulan. Jika batas Mendapat sertifikat dan ijin
penggunaan logo ekolabel
waktu perbaikan
3 bulan
waktu perbaikan
1 bulan
365
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
1,72205839271731220447232x1048 rule.
Daftar pertanyaan untuk evaluasi air Jumlah ini merupakan kemungkinan
pasi memuat 12 pertanyaan. Pertanyaan jawaban yang mungkin diberikan user.
nomor 1 sampai 9, 11 dan 12 memiliki 2
pilihan jawaban yaitu Ya sebagai pilihan 3. Representasi Pengetahuan
pertama dan Tidak sebagai pilihan Pada tahap representasi pengetahuan,
kedua. Pada pertanyaan nomor 10, jenis pengetahuan disajikan dengan metode
jawaban berupa angka dengan jumlah kaidah produksi. Pada bagian aksi yaitu
jawaban 365. Pertanyaan ini meminta konklusi jawaban dari Sistem Pakar berupa
pengguna untuk memasukkan 365 data rekomendasi tindakan-tindakan untuk
kadar padatan tersuspensi total (TSS) tindakan apa saja yang harus dilakukan
dengan toleransi kesalahan maksimal 30 pengguna untuk mengatasi penyebab-
data yang melebihi nilai ketentuan yaitu 8 penyebab tidak lolos pada evaluasi awal.
kg/ton kertas. Semua pertanyaan tergolong
kategori Mayor sehingga jika ada satu saja 3.3.3.Pengembangan Mesin Inferensi
kriteria yang tidak dipenuhi maka Sistem Pakar Analisis Kelayakan
pemohon tergolong Tidak Lolos Mayor Sertifikasi Ekolabel Kertas Cetak Tanpa
untuk evaluasi air pasi. Salut ini dikembangkan dengan metode
Contoh daftar pertanyaan evaluasi air backward chaining. Diagnosa dimulai
pasi yang tercantum pada Tabel 2. dengan memasukkan kriteria evaluasi
Pengguna harus menjawab pertanyaan masing-masing variabel kemudian sistem
nomor 1 yaitu Apakah pemohon inferensi melakukan pengecekan kondisi
menyertakan data kapasitas produksi atau premis dan melakukan pelacakan
kertas (paper on reel) (ton/hari) selama 1 terhadap rule mana yang sesuai dengan
tahun terakhir? Jika pengguna menjawab premis tersebut. Tahap akhir menampilkan
Ya, maka pengguna memenuhi kriteria rekomendasi.
dan melanjutkan ke pertanyaan nomor Pengembangan mesin inferensi pada
2. Jika pengguna menjawab Tidak, maka Sistem Pakar dilakukan dengan pengalihan
pengguna dinyatakan tidak lolos (TL) pada desicion table ke dalam bentuk IF-THEN
kriteria tersebut dan melanjutkan ke rules, yaitu dengan pengalihan kombinasi
pertanyaan nomor 2. Demikian seterusnya jawaban pada desicion table menjadi
hingga pertanyaan nomor 12. Dari aturan-aturan yang akan
jawaban-jawaban yang diberikan, Sistem diimplementasikan ke dalam alat
Pakar akan meyimpulkan apakah pengembang Sistem Pakar (software).
pengguna lolos atau tidak pada kriteria ini. Berikut adalah contoh pengalihan desicion
Kolom Jawaban menunjukkan table kriteria evaluasi awal rule 3 ke dalam
berbagai kemungkinan jawaban yang IF-THEN rule. Bagian IF
diberikan oleh user terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan Sistem Pakar.
Kombinasi jawaban dari user tersebut akan
membentuk berbagai rule. Mengacu pada
diagram pohon penelusuran evaluasi
kelayakan masing-masing variabel, cara
untuk menghitung jumlah total kombinasi
jawaban yang akan membentuk rule dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dalam Sistem Pakar ini, jumlah rule
yang akan diimplementasikan ke dalam
alat pengembang Sistem Pakar (software)
sebanyak
366
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 1.Hasil akuisisi pengetahuan penelusuran kelayakan sertifikasi ekolabel untuk
evaluasi bahan baku
367
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Tabel 2. Contoh daftar pertanyaan bagi pengguna sistem pakar untuk evaluasi air pasi
368
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Rule 3:
IF Sudah mengajukan surat permohonan sertifikasi ekolabel produk = Ya AND
Sudah melengkapi data umum pemohon sertifikasi = Ya AND
Memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Tidak memiliki ijin industri atau usaha = Tidak AND
Produk dan atau merk dagang belum terdaftar dan tidak memiliki ijin merk dagang = Tidak AND
Pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu 1 tahun terakhir = Ya AND
Pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu 1 tahun terakhir = Ya AND
Sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Ya AND
Tidak memiliki sarana pemulihan serat = Tidak AND
Menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pemulihan serat = Ya AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak memiliki badan hukum yang sah = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak memiliki ijin industri atau usaha = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu setahun
terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pemulihan serat tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Tidak memiliki sarana pengolah air limbah = Tidak AND
Pemohon menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pengolah air limbah = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah memiliki izin industri atau izin usaha = Ya AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak pernah mendapat sanksi pidana dalam bidang lingkungan dalam waktu
setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengolah air limbah tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Tidak memiliki sistem dan sarana pengendali pencemaran udara = Tidak AND
Pemohon menyewa fasilitas kepada penyedia sarana pengendali pencemaran udara = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara memiliki badan hukum yang sah = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara memiliki izin industri atau izin usaha = Ya AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak pernah mendapat sanksi administrasi dalam bidang lingkungan
dalam waktu setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak pernah mendapat sanksipidana dalam bidang
lingkungan dalam waktu setahun terakhir = Tidak AND
Penyedia sarana pengendali pencemaran udara tidak sedang dalam penyidikan kasus lingkungan = Tidak AND
Memiliki sistem dan sarana pengelolaan B3 dan limbah B3 = Ya AND
Memiliki sistem dan sarana pengelolaan limbah padat = Ya AND
Memiliki sistem manajemen lingkungan = Ya AND
Memiliki jaminan terhadap mutu produk yang dimohonkan sertifikasi ekolabelnya berupa sertifikasi produk atau
penerapan sistem manajemen produk = Ya
1. Urus izin industri atau izin usaha ke Disperindag dan Penanaman Modal setempat
2. Daftar produk dan atau merk dagang ke Ditjen HAKI Departemen Hukum dan HAM
3. Selesaikan terlebih dahulu jangka waktu sanksi administrasi dalam bidang lingkungan yang sedang dikenakan dan
selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
4. Selesaikan terlebih dahulu jangka waktu sanksi pidana dalam bidang lingkungan yang sedang dikenakan dan
selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
5. Tuntaskan terlebih dahulu kasus lingkungan yang sedang dihadapi dan selanjutnya terapkan peraturan dalam bidang
lingkungan dalam semua aktivitas pemohon
6. Penuhi persyaratan agar penyedia sarana pemulihan serat mendapat status badan hukum dan pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM
7. Urus izin industri atau izin usaha bagi sarana pemulihan serat ke Disperindag dan Penanaman Modal setempat
369
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
Kusrini. 2006. Sistem Pakar Teori dan
4. KESIMPULAN Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Perancangan Sistem Pakar Analisis Lembaga Ekolabel Indonesia. 2006.
Kelayakan Sertifikasi Ekolabel Kertas Sertifikasi KAN dan Ekolabel
Cetak Tanpa Salut terdiri dari tiga Indonesia. Lembaga Ekolabel
komponen utama yaitu basis pengetahuan, Indonesia. Bogor.
mesin inferensi, dan antarmuka pengguna. Lembaga Ekolabel Indonesia. 2003.
Basis pengetahuan berisi mengenai Konsep Dasar Ekolabel. Lembaga
domain pengetahuan atau area Ekolabel Indonesia. Bogor.
pengetahuan dan faktor-faktor kritis Marimin. 2007. Teori dan Aplikasi Sistem
Sistem Pakar. Area pengetahuan Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Pakar terdapat pada bagian evaluasi awal IPB Press. Bogor.
dan evaluasi lapangan proses evaluasi Metaxiotis, Kostas. 2004. RECOT: An
sertifikasi ekolabel, sedangkan faktor- Expert System for The Reduction of
faktor kritisnya terdiri dari parameter- Environmental Cost In the Textile
parameter kriteria ekolabel yang tercakup Industry. Information Management
dalam variabel-variabel sertifikasi ekolabel and Computer Security. 12 (3): 218-
yaitu evaluasi awal, bahan baku, bahan 227 www.emeraldinsight.com/0968-
kimia, air pasi, pemakaian air dan energi, 5227.htm. Tanggal akses 1 Juli 2007.
kadar AOX dalam limbah cair dan bahan Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI
kemasan. No.19-7188.1.3-2006 Kriteria
Mesin inferensi berisi rule yang Ekolabel Untuk Kategori Produk
merupakan kombinasi jawaban dari user Kertas Cetak Tanpa Salut. Badan
atas pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Standarisasi Nasional. Jakarta.
Dalam Sistem Pakar ini terbentuk
1,72205839271731220447232x1048 rule.
Klasifikasi hasil keputusan sertifikasi
ekolabel terhadap pemohon terbagi tiga
yaitu Lolos, Tidak Lolos Minor dan Tidak
Lolos Mayor.
5. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Perindustrian. 2005.
Penggunaan Klorin Pada Produksi
Pulp.
http://www.depperin.go.id/IND/PNBP
/pnbp.pdf. Tanggal akses 19 Maret
2008.
Henson, Ruby Pineda and Alvin B. Culava
2005. Developing An Expert System
For GP Implementation. J. of Cleaner
Production. 7:443-455
Kementrian Lingkungan Hidup. 2005.
Panduan Teknis Bagi Industri Dalam
Pemenuhan Persyaratan Kriteria
Ekolabel Kertas Cetak Tanpa Salut.
Asdep Urusan Standarisasi, Teknologi
dan Produksi Bersih Kementrian
Lingkungan Hidup. Jakarta.
370
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
TINJAUAN METODE DYNAMIC LOT SIZING DAN APLIKASINYA
Abstract
371
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
gudang, dan angkutan. Sejumlah model Tujuannyaadalah untuk
dari dynamic lot-sizing telah banyak menentukanperiodedimana produksi akan
dikembangkan untuk mendukung berlangsung danjumlahyang harus
kepentingan industri. Untuk pertama diproduksi diperiode tersebut.Total
kalinya studi terhadap lot-sizing tersebut produksi harus memenuhipermintaandan
dilakukan oleh Wagner dan Whitin (1958) meminimalkan total biaya. Biaya yang
yang menggunakan program dinamis muncul adalahunit produksi pt(dimana t
untuk memberikan solusi yang optimal. =1..T adalah periode rencana produkci);
Dengan kompleksitas model matematik biaya setup styang merupakanbiaya
dari permasalahan dynamic lot-sizing tetapyang dikeluarkanjikaproduksi
tersebut, model Wagner-Whitin dimulaidalamperiode t, dan biaya simpan
dikembangkan dalam bentuk algoritma (holding cost) sediaan. (N. Brahimi, et al,
untuk item tunggal, dengan tingkat 2004).
permintaan deterministik, serta biaya Sejumlah modeltelah dikemukakan
setup/order dan biaya pemeliharaan untukmasalah lot-sizing.Salah satumodel
(holding cost) yang konstan untuk setiap awal yang pernah diperkenalkan adalah
periode order/produksi. Klasifikasi Economic Order Quantity (EOQ). Namun
masalah lot disini banyak didasarkan pada tidak seperti EOQ yang bersifat kontinyu,
beberapa kriteria seperti jumlah mesin, model Wagner-Whitin memilki karakter
jumlah tahap produksi (tingkat), kendala periode waktu yang diskret dimana tingkat
kapasitas dan karakternya (tetap atau permintaan mungkin bervariasi setiap
variabel), lama periode produksi, dan periode. Asumsi dan notasi dalam model
sebagainya. Wagner-Whitin adalah sebagai berikut:
Studi kami ditujukan untuk (John A. Muckstadt, et al, 2010)
membuat tinjauan (review) terhadap Kt = biaya tetap order
prosedur algoritma Wagner-Whitin yang ht = biaya simpan per unit per periode
dikomparasi dengan algoritma Ct = biaya pengadaan per unit Ct +
Wagelmans-Hosel-Kolen yang berbeda ht Ct+1 untuk semua t
dalam T order waktu penyelesaiannya, dt = tingkat permintaan di periode ke t
namun tetap memberikan hasil yang sama xt = jumlah sediaan pada periode ke t
optimalnya. Diikuti oleh ulasan kinerja sebelum order dilakukan pada periode
sejumlah model heuristic yang umum tersebut.
digunakan dalam menyelesaikan masalah Waktu jeda (lead time) diasumsikan
dynamic lot-sizing. Model heuristics yang nol.
dikemukakan adalah silver-meal heuristic
ytadalah jumlah sediaan di tangan
dan least unit cost heuristic. Kedua model
setelah order dilakukan dan diterima,
memiliki pendekatan berbeda dalam
atau ekuivalen dengan xtplus kuantitas
pembobotan biaya yang terkait dan tidak
order, dalam hal in yt xt
menuju kepada solusi yang optimal.
Biaya tetap dikenakan sebesar K
Selanjutnya untuk menunjukkan cara kerja
bilamana yt> xt ; bila tidak = 0.
Wagner-Whitin algoritma, maka sebuah
kasus riil akan digunakan sebagai ilustrasi. Biaya tetap setup/order = Kt dimana
1, y t > xt
Studi Literatur tentang Algoritma Wagner t
Whitin 0, bila sebaliknya
The Single Item Lot Sizing
Problem (SILSP) adalah Biaya pembelian = C x(yt xt).
masalahperencanaandimana tingkat Sediaan di akhir periode t = yt dt,
permintaan/pengadaan bervariasi untuk sehingga biaya simpan = h(yt dt).
tiap periodeselama periode perencanaanT. Total biaya periode t =
372
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
373
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
K = Rp 16.000,- 54 = F (3) + K + h(d 5 ) = 6.730.340
hi = Rp 6590 per ft2per month
Aplikasi algoritma Wagner-Whitin untuk 55 = F (4) + K = 3.418.310
kasus MJOINT terebut ialah sebagai F(5) = 3.418.310, produksi periode
berikut: 5 untuk memenuhi kebutuhan
periode tersebut.
Product Dark Brown Stop karena semua periode telah
Iterasi 1 dihitung.
Langkah 1: Set t = 2 and v = 1.
Periode (t) 1 2 3 4 5
Order dilakukan di periode 1, F(1) Kebutuhan
509 1128 634 398 505
=K (dt)
Kuantitas
Langkah 2: 2 = K + hd1 = 16.000
1
order (yt 1637 0 634 398 505
xt )
+ 6590(509) = 3.370.390 dan Sediaan
0 1128 0 0 0
awal (xt)
22 = F (1) + K = 3.386.390. Jadi Sediaan
1128 0 0 0 0
{
F (2) = min 21 , 22 = 3.370.390 } akhir (xt+1)
Biaya
periode t
7.449.520 0 16.000 16.000 16.000
dan order secara tentatif dilakukan
di periode 1 untuk memenuhi Ilustrasi di atas menghasilkan jadwal
kebutuhan di periode 1 dan 2. produksi dimana kebutuhan/permintaan
Tetapkan v = 1. produk per periode diproduksi di periode
Langkah 3: Hitung 3 , 3 , dan 3
1 2 3
terkait atau satu atau lebih periode
sebelumnya. Variabel keputusan untuk
31 = K + h(d 2 + d 3 ) + hd 3 = 16.000 + 6590(1128 + 634) + 6590(634) = 15.805.640 jadwal produksi adalah pada volume
32 = F (1) + K + hd 3 = 16.000 + 16.000 + 6590(634) = 4.210.064 produksi, biaya tetap pemesanan (K) dan
33 = F (2) + K = 3.370.390 + 16.000 = 3.386.390
biaya simpan (ht).
Sehingga, F(3) = 3.386.390,
produksi di periode 3 untuk Pendekatan Dengan Algoritma
memenuhi kebutuhan periode 3. Wagelmans-Hoesel-Kolen (WHK)
Tetapkan v = 3. Dalam aplikasi model dynamic lot-sizing
diketahui bahwa terjadi inefisiensi dalam
Langkah 4: Karena t <5, menuju
proses penghitungan dengan model
ke iterasi 2
Wagner-Whitin, terutama untuk kasus
dengan periode yang panjang. Model
Iterasi 2
WHK (A. Wagelmans, et al, 1992)
Langkah 3: Compute 4 , dan 4
3 4
memberkan pendekatan lain dalam proses
43 = F (2) + K + h( d 4 ) = 6.009.210 penghitung kasus dynamic lot-sizing
dimana didasarkan pada proses backward
44 = F (3) + K = 3.402.310 dan komparasi nilai gradien dari garis
cembung terluar yang menghubungkan
Sehingga, F(4) = 3.402.310, titik ploting data antara biaya minimal dan
produksi periode 4 untuk tingkat kebutuhan tiap periode. Model
kebutuhan periode tersebut. Wagner-Whitin dalam kondisi terburuk
Tetapkan v = 4. membutuhkan iterasi sebanyak T2 namun
Langkah 4: Karena t <5, menuju dengan model WHK cukup dengan T log T
ke iterasi selanjutnya langkah/iterasi. Formulasi model WHK
ialah sebagai berikut:
Iterasi 3
Langkah 3: Hitung 5 , dan 5
4 5
374
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
T
T
Solusi dengan Metode Heuristik
Z 1 = min K t t + f t z ti Selain solusi optimal untuk kasus
t =1 i =t
kendala dynamic lot-sizing yang dapat diselesaikan
T
dengan model Wagner-Whitin dan WHK,
z
t =1
ti = di , i = 1,2,..., T terdapat beberapa metode heuristik yang
dapat digunakan untuk memberikan
d i t z ti , i = 1,2,..., T t = 1,2,..., T estimasi tertentu berdasarkan asumsi yang
z ti 0, i, t = 1,2,..., T digunakan. Dua metode heuristik yang
t {0,1} dikemukakan disini ialah:
T 1. Silver-Meal Heutistics
f t = ht Order dilakukan di periode s
dimana i =t
untuk memenuhi kebutuhan
permintaan di periode s, s+1, . .
Algoritma model WHK:
. , t1 dan pertimbangkan
Langkah awal : Tetapkan S = {T, apakah perlu menambah
T+1}, t = T, sT = T+1, ZT+1=0, periode berikutnya untuk
hitung ZT = K+hdT pemenuhannya juga. Keputusan
Langkah 1 : t=t+1, jika t=0 ini didasarkan pada asumsi
menuju ke langkah 4, bila tidak biaya rata-rata apakah
menuju ke langkah 2. meningkat atau menurun pada
Langkah 2 : Cari nilai k S, k saat permintaan di periode t
st+1yang terkecil, yang membuat dimasukkan dalam perhitungan.
ZK ZL Bila biaya rata-rata menurun,
(T t + 1) h,
d k + ... + d l 1 dimana l yaitu ( s, t 1) > ( s, t ) maka
adalah periode efisien terbesar besaran order termasuk untuk
berikutnya setelah k. Tetapkan st = memenuhi periode t berikutnya.
k. Hitung Sebaliknya bila biaya rata-rata
k 1 meningkat, kuantitas order =
Z T = K + (T t + 1) h d i + Z K ds+ds+1++dt1dan order yang
i =t
baru dilakukan di periode t.
Langkah 3 : Tetapkan S = {t1,...,tq},
Formulasi Silver-Meal heuristic
t1<t2<...<tq, adalah set periode
ialah:
efisien. Tetapkan tr S, tr< K + h(ds+1 + ds+2 +...+ dt ) + h(ds+2 + ds+3 +...+ dt ) +...+ h(dt )
stmenjadi periode efisien terkecil (s,t) =
t s +1
dengan
Z t Z tr Z tr Z tr +1 2. Least Unit Cost Heuristics
>
t r 1
di
t r +1 1
di Least unit cost heuristic hampir
i =t i =t 2
375
Prosiding Seminar Nasional APTA, 23-24 November 2011
unit permintaan selama durasi M.Lutfi Rahmaji, 2011, Skripsi,
siklus order. Pengendalian persediaan bahan baku
Formulasi Least Unit Cost pada sistem rantai pasokdengan
Heuristic ialah: metode material requirement planning
( s, t ) =
K + h(d s +1 + d s + 2 + ... + d t ) + h(d s + 2 + d s +3 + ... + d t ) + ... + h(d t ) (MRP) (studi kasus di MJOINT -
(d s + d s +1 + d s + 2 + ... + d t ) leather craft dan wr leather,
Yogyakarta), Fakultas Teknologi
2.KESIMPULAN Pertanian, UGM, Yogyakarta.
Dalam kegiatan produksi, pergudangan, Powell Robinson, Arunachalam
transportasi dan sebagainya, sering kita Narayananb, Funda Sahinc, 2009,
dihadapkan pada keadaan adanya tingkat Coordinated deterministic dynamic
permintaan yang bervariasi untuk setiap demand lot-sizing problem, OMEGA
periodenya. Untuk kasus item tunggal, Int. Journal of Management Science,
dengan tingkat permintaan deterministik (37) 3-15.
namun bervariasi tiap periode, maka solusi Nadjib Brahimi, Stephane Dauzere-Peres,
optimal diperoleh dengan mencari biaya Najib M. Najid, Atle Nordli, 2006,
yang minimal. Solusi kasus dynamic lot- Single item lot sizing problems,
sizing ini dapat diselesaikan dengan European Journal of Operational
aplikasi model Wagner-Whitin, atau Research, (168) 1 - 16
dengan prosedur perhitungan yang berbeda
yaitu dengan model WHK. Pendekatan
dengan metode heuristics juga dapat
dilakukan bilamana terdapat kebijakan
tertentu yang disyaratkan seperti adanya
penekanan pada biaya tiap siklus order
sebagaimana kebijakan pada metode least
unit cost heuristic. Dan atas berbagai
model lain yang dikembangkan oleh
banyak periset, memberikan implikasi
manajerial bahwa agar rencana produksi
tersebut dapat berjalan sesuai jadwal maka
perlu adanya pengelolaan yang sesuai
dalam jadwal pasokan sesuai dengan
kuantitas (dan kualitas) sesuai yang
disyaratkan. Implikasi yang muncul seperti
perlunya manajemen rantai pasok.
3. REFERENSI
A. Wagelmans, S. Van Hoesel, A. Kolen,
1992, Economic lot sizing: an O(n log
n) that runs in linear time in the
WagnerWhitin case, Operations
Research 40 (1) S145S156.
John A. Muckstadt, and Amar Sapra,
2010, Principles of Inventory
Management, Springer Series in
Operations Research and Financial
Engineering, Springer New York
Dordrecht Heidelberg London.
376