You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan panik merupakan salah satu di antara beberapa gangguan cemas
yang dikenal dan cukup sering terjadi. Gangguan panik ditandai dengan adanya
serangan panik yang tidak diduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut
intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai
hanya sedikit serangan selama satu tahun.Gangguan panik sering disertai dengan
agorafobia, yaitu rasa takut sendirian di tempat umum seperti pasar, atau terutama
tempat yang sulit keluar dengan cepat saat terjadi gangguan panik. 1
Studi epidemiologis di negara barat melaporkan angka prevalensi seumur
hidup gangguan panik adalah 1.5 5 %, sedangkan serangan panik sebanyak 3-
5.6 %. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat
menggambarkan jumlah pasien dengan serangan panik, namun para ahli
merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang berdatangan.2
Gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia
produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih
umum ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita
post-partum. Serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.3

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk memenuhi syarat dalam Kepanitraan Klinik di bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa.
1.2.2 Untuk menambah wawasan ilmiah dan pengetahuan dokter muda tentang
Kasus kasus gangguan cemas.

BAB 2

1
LAPORAN KASUS

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Laboratorium


Kedokteran Jiwa.Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 16 Januari 2017, di
Poliklinik Jiwa RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sumber data:
Autoanamnesis.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Banjar Paser
Alamat : Jl. Kampung Baru Tengah Balikpapan

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Sering panik

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Pasien datang dengan keluhan rasa takut dan panik yang berlebihan sejak
3 bulan. Pasien merasa takut dan panik bila mendengar suara yang keras dan
bila orang-orang disekitar pasien menanyakan tentang sakit yang diderita pasien.
Keluhan ini muncul semenjak pasien dinyatakan menderita pembengkakan
jantung sejak 3 bulan yang lalu dan dirasakan semakin parah sejak 1 minggu ini.
Setiap ada suara keras (benda jatuh, orang berbicara nyaring) dan bila ada

2
keluarga atau orang yang menanyakan tentang penyakitnya pasien menjadi merasa
takut dan panik disertai gemetaran, gelisah, jantung berdebar-debar, sesak napas,
keringat dingin bahkan sampai pingsan.Rasa panik juga dapat muncul walaupun
pasien tidak mengalami sakit, khususnya apabila ada pencetusnya. Gejala ini tidak
terjadi secara terus menerus. Gejala muncul khususnya dipicu oleh hal hal yang
berhubungan dengan penyakit pasien. Gejala biasanya muncul selama kurang
lebih 1 jam dan rata-rata frekuensi serangan 2 kali sehari. Keluhan juga disertai
dengan sulit tidur.
Serangan serangan ini dipicu oleh hal hal yang berhubungan dengan
penyakit pasien. Pasien cenderung untuk menyendiri didalam kamar karena pasien
takut jika ada orang yang bertanya tentang penyakitnya pada saat dia berkumpul
dan juga menghindari suara keras. Pasien juga menjadi lebih murung dan
mengalami penurunan aktifitas akibat gejala yang dialaminya, namun untuk
aktifitas sehari-hari seperti makan, mandi dan kegiatan dirumah masih dilakukan
sendiri. Perasaan tidak ada perasaan ingin bunuh diri akibat putus asa akan
penyakitnya ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami perasaan seperti ini sebelumnya. Riwayat
pengobatan masalah kejiwaan sebelumnya-pun disangkal. Pasien pernah dirawat
sebelumnya karena ulkus gaster. Selain itu pasien juga memiliki riwayat
hipertensi serta pembengkakan jantung. Riwayat penyakit lain seperti diabetes
melitus (-),stroke (-) dan penyakit sistemik lain disangkal. Riwayat trauma kepala
dalam 3 bulan terakhir sebelum onset disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang menderita keluhan serupa seperti pasien tidak
ada.Riwayat penyakit sistemik seperti DM (-) Hipertensi (+) dan Penyakit jantung
(-).

Riwayat Kebiasaan

3
Kebiasaan merokok (-) minuman beralkohol (-) konsumsi obat-obatan
terlarang (-) minum obat-obatan perangsang (-).

Faktor Organobiologik
Riwayat kejang dan trauma disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah. Suami pasien kerja
sebagai buruh bangunan cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Riwayat Keluarga dan Psikososial


Pasien lahir sebagai anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah pasien bekerja
sebagai petani dan ibu pasien sebagai petani. Ayah dan ibu pasien bukan
merupakan pasangan sedarah. Dari riwayat keluarga yang diketahui pasien, tidak
ada anggota keluarga yang memiliki masalah dengan kejiwaannya. Ayah dan Ibu
pasien meninggal pada saat pasien sudah berkeluarga. Tidak ada riwayat militer
pada keluarga. Berikut adalah genogram keluarga dari pasien:

1. Sewaktu pasien berumur < 10 tahun


Susunan Jenis Kelamin Usia Status Sifat
Tn. A Laki-laki 35 tahun Bapak Penyabar
Ny. R Perempuan 34 tahun Ibu Penyabar
Tn. T Laki-laki 7 tahun Adik Pendiam

2. Saat sekarang
Susunan Jenis Kelamin Usia Status Sifat
Tn. AS Laki-laki 38 tahun Suami Tegas
An. S Laki-laki 17 tahun Anak Penyabar
Kandung

1. Masa Kanak-kanak awal (0-3 tahun)


Pasien merupakan anak pertama. Pasien lahir normal pervaginam dengan
usia kehamilan cukup. Tidak memiliki cacat kongenital. Pasien sejak lahir
sampai usia 16 tahun dirawat oleh orang tua kandung pasien.

4
2. Masa Kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal dengan ayah kandung dan ibu kandung serta adik kandung.
Hubungan dengan keluarga baik. Hubungan pasien dengan teman-teman
pasien dilingkungan sekitar dan disekolah tidak terganggu. Hubungan
dengan guru sekolah juga baik.

3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)


Pada usia 16 tahun pasien menikah atas permintaan kelurga. Pasien
termasuk anak yang penurut dan memenuhi permintaan keluarga untuk
menikah. Hubungan dengan suami kurang harmonis.

4. Masa dewasa
Pasien menikah dua kali dengan suami pertama sejak usia 16 tahun. Pasien
memiliki 3 orang anak. Suami pertama pasien bersifat keras dan kasar.
Hubungan dengan suami kurang baik dan sering bertengkar sehingga pada
usia 34 tahun pasien bercerai. Pasien menikah lagi di usia 36 tahun. Suami
pasien sekarang bersifat tegas. Hubungan pasien dengan suami sekarang
baik. Namun suara suami pasien cenderung keras sehingga membuat
pasien sering mengalami keluhan ini.

STATUS PRAESENS

Status Internus
Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit ringan
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130 / 90 mmHG
Frekuensi nadi : 72 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu aksiler : 36,6C

Kepala / leher
Anemis (-) ikterik (-) sianosis (-) Pembengkakan KGB (-/-)

5
Toraks
Pergerakan dinding dada simetris. Rhonki (-/-) wheezing (-/-) vesikuler
(-/-) S1 S2 tunggal reguler (+) Mur-mur (-) Gallop (-)

Abdomen
Flat (+) distended (-) soefl (+) Bising usus (+) kesan normal. Nyeri tekan (-)
Hepatosplenomegali (-) timpani (+) asites (-)

Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik

Status Neurologikus
Panca indera : Sekilas nampak normal
Tanda meningeal : Tidak dilakukan pemeriksaan (tidak ada indikasi)
Refleks fisiologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrik
Kesadaran : Komposmentis
Kontak/ Rapport : Verbal (+) baik, kontak visual (+) baik
Orientasi : Tempat, Waktu dan orang : Baik
Perhatian : Baik
Persepsi : Halusinasi: - Ilusi: -
Ingatan : Lampau baik, segera baik, saat ini baik
Intelegensia : Kesan sesuai dengan tingkat pendidikan
Pikiran : Koheren (+), realistik (+), waham (-)
Emosi : Mood Eutimia, Normoafek, mood dan afek sesuai
Dekorum : Pasien tampak berpenampilan rapi, perilaku tampak
normal, wajah dan dandanan sesuai usia, kooperatif.
Tingkah laku dan bicara : Normal

6
Kemauan : Pasien masih melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasanya, tanpa diarahkan atau dipaksa.
Psikomotor : Normal
Tilikan :6

DIAGNOSIS

Formulasi Diagnosis
Seorang perempuan berumur 40 tahun, agama Islam, bekerja sebagai ibu
rumah tangga, datang pada hari Senin, 16 Januari 2017 di di Poliklinik Jiwa
RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Pasien Ny. A datang ke poli jiwa bersama anaknya. Pasien mengaku sering
merasa takut dan cemas bila mendengar suara keras dan berbicara tentang
penyakitnya. Setiap ada suara keras (benda jatuh, orang berbicara nyaring) dan
bila ada keluarga atau orang yang menanyakan tentang penyakitnya pasien
menjadi merasa takut dan panik disertai gemetaran, gelisah, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keringat dingin bahkan sampai pingsan.Gejala dipicu oleh
hal-hal apapun yang berhubungan dengan penyakitnya. Sehingga pasien
cenderung menghindari obrolan yang berhubungan dengan penyakitnya.
Begitu juga aktitfitas paien menjadi terbatas. Pasien mengaku mengalami
gejala ini sejak 3 bulan terakhir.
Riwayat Diabetes melitus (-) Hipertensi (+) Penyakit jantung (+) Stroke (-)
Trauma kepala dalam 3 bulan terakhir (-)
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak berpenampilan rapi,
kooperatif, kontak verbal dan visual baik, mood eutimik, afek normal,
orientasi baik, atensi baik, memori baik, proses berpikir koheren, isi pikiran
waham (-), tidak ada halusinasi dan ilusi, intelegensia cukup, kemauan baik,
psikomotor normal.
Pada pemeriksaan fisik sekilas tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

Diagnosis
Aksis I : F41.0 Gangguan panik (ansietas Paroksismal Episodik)
DD : Gangguan panik dengan Agorafobia
F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh

7
Aksis II : Tidak ada diagnosa pada aksis II
Aksis III : Ulkus gaster dan Hipertensi
Aksis IV : Masalah penyakit yang diderita
Aksis V : GAF Scale 70-61

PENATALAKSANAAN

Psikoterapi
1. Psikoterapi suportif individu
2. Psikoterapi keluarga
Farmakoterapi:
1. Clobazam 10 mg 1-1-0
2. Diazepam 5 mg 0-0-1/2
3. Fatral 50 mg 1-0-0

PROGNOSIS

Dubia ad bonam, jika :


- Minum obat secara teratur
- Keinginan sembuh dari pasien
- Dukungan keluarga untuk sering memperhatikan dan memberikan
perhatian kepada pasien

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Panik berasal dari kata pan yaitu nama Dewa Yunani yang tinggal
dipegunungan dan hutan serta mempunyai tingkah laku yang sulit diramalkan. Ide
terkait gangguan panik mungkin memiliki dasar dari catatan Jacob Mendes
DaCosta yang menemukan gejala seperti serangan jantung yang ditemukan pada
tentara dalam perang saudara di Amerika. Dalam sindrom DaCosta didapati
gejala-gejala psikologis dan somatik yang saat ini masuk dalam kriteria diagnostik

8
untuk gangguan panik.Pada tahun 1871 istilah agorafobia pertama kali dipakai
untuk menggambarkan kondisi pasien yang takut pergi ketempat-tempat umum
sendirian. Agorafobia berasal dari bahasa Yunani agora dan phobos yang
berarti takut terhadap situasi atau suasana pasar. Pada tahun 1895 deskripsi
gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus
agorafobia.4
Gangguan panik saat ini didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai
dengan serangan panik berulang. Serang panik terjadi secara spontan dan tidak
terduga, terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari
sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu
tahun.2 Serangan panik dapat terjadi meskipun secara objektif tidak ada bahaya.5
Serangan panik disertai gejala otonomik terutama sistem kardiovaskular dan
sistem pernapasan, diantaranya rasa nyeri di dada, sesak nafas, berdebar-debar,
tremor, dan pusing.2 Gangguan panik sering juga disebut anxietas paroksismal
episodik.5

3.2 Epidemiologi
Gangguan panik dialami oleh lebih kurang 1.7% dari orang dewasa di
negara-negara barat.1 Angka kejadian sepanjang hidup untuk gangguan panik
adalah 1.5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5.6%.2 Di Indonesia belum
dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu
yang mengalami gangguan panik, namun para profesional merasakan adanya
peningkatan jumlah kasus yang datang meminta pertolongan.1 Jenis kelamin
wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun kurangnya
diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang
tidak sama tersebut.2
Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit
hitam adalah sangat kecil.Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam
perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang
belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda - usia rata-
rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Tetapi baik gangguan panik maupun
agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagai contohnya.gangguan

9
panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja. dan kemungkinan
kurang diagnosis pada mereka.2

3.3 Etiologi
3.3.1 Faktor Biologis
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah
menghasilkan berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan
panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan
fungsi otak.2 Pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmiter
mengalami gangguan fungsi, yaitu serotonin GABA (Gama Amino Butiric Acid)
dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengan gangguan cemas,
termasuk gangguan panik.1
Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien gangguan panik telah
dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat
terhadap stimuli yang berulang dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli
yang sedang.2 Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang
terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdaa,
korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik.
Dalam model ini, seorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadi
serangan panik.1
Terdapat beberapa zat yang dapat menginduksi terjadinya serangan panik
(panicogens). Diantaranya adalah: carbon dioksida (5-35%), sodium laktat dan
bicarbonat, bahan neurokimiawi yang bekerja melalui sistem neurotransmiter
spesifik (yohimbin, 2-adrenergikreceptor antagonist,
mchlorophenylpiperazine/mCP, bahanyang berefek sero-tonergik), cholecytokinin
dan caffein, serta isoproterenol. Zat-zat tersebut diduga mempengaruhisistem
noradrenergik, serotonergik danreseptor GABA dalam susunan syarafpusat secara
langsung.6

3.3.2 Faktor Genetika


Gangguan panik memiliki keterlibatan komponen genetika yang jelas.
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan

10
panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan
panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan
gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien
dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.1,2

3.3.3 Faktor Psikososial


Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari
perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.Teori
psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang
tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan.Apa yang
sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan
ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.2
Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam
mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya
pasien mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang
tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terhadap figur yang melekat.
Pasien-pasien dengan gangguan panik memiliki gaya kelekatan yang bermasalah,
dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu. Mereka sering berpandangan
bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai suatu yang mutually exclusive; hal ini
karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun
kehilangan akan rasa aman dan perlindungan. Kesulitan ini tampak dalam
keseharian pasien yang cenderung menghindari perpisahan dan pada saat yang
sama menghindari kelekatan yang intens.1
Banyak pasien menggambarkan serangan panik seperti timbul tiba-tiba,
dengan tidak adanya faktor psikologis yang terlibat. Tetapi eksplorasi
psikodinamik sering mengungkapkan penginduksi psikologis serangan panik yang
jeas. Walaupun serangan panik secara neurofisiologis berhubungan dengan locus
ceruleus, awitan panik umumnya terkait dengan faktor lingkungan atau
psikologis. Pasien dengan gangguan panik memiliki isiden yang lebih tinggi
mengalmi peristiwa hidup yang penuh tekanan, khususnya kehilngan,

11
dibandingkan subjek kontrol di bulan-bulan sebelum awitan gangguan panik.
Lebih jauh, pasien secara khas mengalami penderita lebih hebat akan peristiwa
hidup daripada subjek kontrol.Riset membuktikan bahwa penyebab serangan
panik cenderung melibatkan arti peristiwa yang menimbulkan stres secara tidak
disadari serta bahwa patogenesis serangan panik dapat berkaitan dengan faktor
neurofisiolois yang diceruskan reaksi psikologis.2

3.4 Perjalanan Penyakit1,2


Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal masa dewasa
atau pada usia pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stresor saat awitan,
walaupun sering pula dihubungkan dengan adanya stresor psikososial. Gangguan
panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien. Dalam
jangka panjang, 30-40% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50%
mengalami gejala ringan sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya. Sisanya
masih mengalami gejala yang bermakna.
Pada serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikan dan baru
menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu
oleh konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan. Depresi sering menyertai, yaitu
pada 40-80% kasus. Walaupun jarang terungkap ide bunuh diri, namun risiko
tersebut meningkat dan 20-40% diantaranya juga mengkonsumsi alkohol atau zat
lainnya. Sering terjadi perubahan perilaku, interaksi dalam keluarda dan hasil
akademis dan pekerjaan mungkin dapat memburuk. Agorafobia yang terjadi pada
gangguan panik akan reda bila gangguan paniknya mendapatkan terapi.
Sebagian besar kasus agorafobia dianggap disebabkan gangguan panik.
ketika gangguan panik diobati, agorafobia sering membaik seiring waktu. Untuk
perbaikan agorafobia yang cepat dan sempurna, kadang-kadang diindikasikan
terpai perilaku. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik sering menimbulakn
ketidakmampuan dan berifat kronis, serta gangguan depresif dan ketergantuangan
alkohol sering mempesulit perjalanan gangguan.

3.5 Tanda dan Gejala


Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang.
Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik
yang kuat, terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan.1 Serangan
sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat.1,2 Kondisi cemas

12
pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga
sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri
di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik. Hal ini
dialami tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian tertentu dan biasanya
tidak terduga sebelumnya. Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu
yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi
keadaan tersebut (anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulangkali
berusaha mencari pertolongan dengan pergi ke rumah sakit terdekat.1
Gejala mental utama adalah rasa takut yang ekstrim dan rasa kematian
serta ajal yang mengancam. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber
rasa takutnya; mereka menjadi bingung dan memiliki masalah berkonsentrasi.2
Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, palpitasi, dispne dan berkeringat.
Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari
pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih
dari satu jam. Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi,
kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan
depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik. Sering pasien merasa seperti
akan menjadi gila.1
Agorafobia yang dilami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan
penderita menolak untuk meninggalkan rumah ketempat yang sulit mendapatkan
pertolongan.1,2 Mereka akan lebih memilih ditemani anggota keluarga atau teman
di jalan yang ramai, toko yang ramai, ruang tertutup (terowongan, lift, dsb), serta
kendaraan tertutup (bus, pesawat, dsb). Perilaku seperti ini dapat menyebabkan
masalah perkawinan yang dapat disalahdiagnosiskan sebagai masalah utama.2
Gejala penyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif dan pemeriksa harus
waspada terhadap tendensi bunuh diri.1,2

3.6 Kriteria Diagnostik (PPDGJ III)5,7


Di dalam klasifikasi ini, suatu serangan panik yang terjadi pada suatu
situasi fobik yang sudah ada dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia
tersebut. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40.-). Untuk diagnosis pasti, harus
ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of
autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:

13
a. Pada keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya(unpredictable situations)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat
terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi)

3.7 Kriteria Diagnostik (DSM V)5,8


Berdasarkan kriteria diagnostik DSM V gangguan panik merupakan
serangan panik berulang yang tak terduga atau ketidaknyamanan intes yang
mencapai puncaknya dalam beberapa menit diikuti dengan gejala. Selain itu
untuk mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari
13 gejala berikut ini:
1. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Sensasi seperti sesak nafas
5. Perasaan tersedak atau leher serasa dicekik
6. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
7. Mual atau distress abdominal
8. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
9. Rasa panas dikulit, menggigil
10. Parestesi (mati rasa atau sensasi kesemutan)
11. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)
12. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
13. Takut mati
Setidaknya satu serangan telah diikuti dari salah satu atau kedua hal
berikut, dalam kurun waktu 1 bulan (atau lebih):
1. Kekhawatiran terus menerus terkait serangan panik dan konsekuensinya
(misalnya kehilangan kendali, mengalami serangan jantung, atau menjadi
gila).
2. Perubahan maladaptif yang signifikan dalam perilaku yang berhubungan
dengan serangan (misalnya perilaku untuk menghindari serangan panik
seperti menggindari situasi asing).

14
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis lainnya (misalnya
hipertiroidisme, gangguan cardiopulmonary).
4. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai gangguan mental
lain (misalnya, serangan panik tidak terjadi hanya saat menanggapi situasi
sosial yang ditakuti, seperti dalam gangguan kecemasan sosial: dalam
menanggapi objek fobia, seperti pada fobia spesifik: dalam menanggapi
obsesi, seperti pada gangguan obsesif-kompulsif: dalam menanggapi
pengingat peristiwa traumatis, seperti dalam gangguan stres pasca trauma:
atau dalam menanggapi pemisahan dari tokoh keterikatan, seperti dalam
gangguan kecemasan pemisahan).
3.8 Diagnosis Banding
Gangguan panik, harus dibedakan dari sejumlah kondisi medis yang
mengasilkan simtomatologi serupa.4 Kapanpun seorang pasien, tanpa memandang
usia atau faktor risiko, melapor ke ruang gawat darurat dengan gejala keadaan
yang berpontensi fatal (contohnya infark miokardium), anamnesis medis yang
lengkap harus didapatkan dan pemeriksaan fisik harus dilakukan, begitu pula
dengan prosedur laboratorium. Ketika adanya keadaan yang mengancam jiwa
telah disingkirkan, kecurigaan klinisnya adalah gangguan panik.2 Selain itu,
kondisi seperti gangguan endokrin (hipotiroid dan hipertiroid), hipoglikemia
episodik, disfungsi vestibular, zat tertentu, penyakit paru obstruksif, gangguan
sistem jantung, memiliki gejala yang sama seperti gangguan panik sehingga sulit
untuk dibedakan.4
Diagnosis banding pskiatri gangguan panik mencakup hipokondriasi,
gangguan depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan stres pascatrauma,
gangguan depresif, dan skizofrenia. Serangan panik yang terduga adalah tanda
khas gangguan panik, serangan panik terikat situasi umumnya menunjukan suatu
kondisi yang berbeda, seperti fobia sosial atau fobia spesifik (jika terpajan dengan
situasi fobik), gangguan obsesif kompulsif (ketika mencoba menolak suatu
kompulsi), atau gangguan depresif (ketika dipenuhi ansietas).2

3.9 Pemicu Panik3

15
Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara
menjauhkan pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa pemicu
gangguan panik antara lain: cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi), penyakit
somatic, adanya konflik dengan orang lain, penggunaan ganja, penyalahgunaan
stimulan (seperti caffeine, decongestant, cocaine dan obat-obatan
simpatomimetik), berada pada tempat-tempat tertutup atau tempat umum
(terutama pada gangguan panik yang disertai agoraphobia), penggunaan sertraline,
sindrom putus obat golongan SSRI. Pada beberapa penelitian, gejala-gejala
serangan panik sering timbul pada pasien penderita gangguan panik yang
mengalami hiperventilasi, menginhalasi CO2, konsumsi caffeine, atau yang
mendapat injekasi natrium laktat hipertonis atau larutan salin hipertonis,
kolesistokinin, isoproterenol, fulamazenil, atau naltrexone.

3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi
dan psikoterapi.1 Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk
mengurangi atau mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan
mengantisipasi ansietas serta mengatasi keadaan komorbid yang menyertainya. 2
Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari segi faktor resiko serta
keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing
dari penderita.

3.10.1 Farmakoterapi
Golongan Obat9
Saat ini, obat anti-panik dibagi dalam empat golongan. Yaitu golongan
trisiklik (contohnya imipramine, clomipramine), golongan benzodiazepine
(contohnya alprazolam), golongan reversible inhibitors of monoamine oxydase-A
(RIMA) (contohnya: moclobemide), dan golongan selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI) (contohnya: sertaline, fluoxetine, paroxetine, fluvoxamine,
citalopram).

I.1 Sediaan Obat Anti-Panik dan Dosis Anjuran9

16
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
Imipramine Tofranil Tab 25mg 75-150mg/hari
Clomipramine Anafranil Tab 25mg 75-150mg/hari
Alprazolam Xanax Tab 0.25;0.5;1mg 2-4mg/hari
Moclobemide Aurorix Tab 150mg 300-600mg/hari
Sertraline Zoloft Tab 50mg 50-100mg/hari
Fluoxetine Antiprestin Caps 10;20mg 20-40mg/hari

Mekanisme Kerja9
Mekanisme kerja obat anti-panik adalah menghambat reuptake serotonin
pada celah sinaptik antar neuron, sehingga pada awalanya terjadi peningkatan
serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi,
insomnia), sekitar 2 sampai 4 minggu, kemudian seiring dengan peningkatan
serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor (down regulation). Penurunan
sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panik
(adrenergic overcivity) dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang
pula. Penurunan hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga efek
bifasik. Temuan mutahir menunjukan adanya komorbit antara gangguan obsesif
komplusif, fobia sosial, dan gangguan panik. dihipotesiskan mereka berasal dari
satu jenis gangguan dasar yaitu berkaitan dengan hipersensitivitas dari
serotonergic receptors.

Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis9


Semua jenis obat anti panik (Trisiklik, Benzodiazepin, Reversible
Inhibitor of Monoamine Oxydase-A (RIMA), SSRI) sama efektifnya
menanggulangi sindrom panik pada tahap sedang dan pada stadium awal dari
gangguan panik. Bagi mereka yang sensetif terhadap efek samping golongan
trisiklik atau adanya penyakit organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan
SSRI atau RIMA di mana efek samping relatif lebih ringan. Alprazolam
merupakan obat yang paling kurang toksik dan onset of action yang lebih cepat.
Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan dalam
beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah terjadinya

17
toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Apabila dosis tidak
dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan merasakan manfaatnya,
atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah mulai membaik pada
awal pengobatan dalam beberapa minggu.
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada
beberapa kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis efektif
biasanya sekitar 150-200 mg/hari. Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat
dalam waktu beberapa hari setelah pemberian obat, sedangkan Trisiklik/RIMA/
SSRI baru menunjukkan efek setelah pemberian 4-6 minggu.
Imipramin atau Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis
tunggal pada malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/hari dengan selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, hingga tercapai
dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai sekitar
150-200 mg/hari), dengan efek samping yang dapat ditoleransi oleh penderita.
Dosis efektif dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi perlahan-lahan
sampai 1-2 bulan.Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi,
meskipun sifatnya individual, Imipramin/Clomiperamin sekitar 100-200 mg/hari
dan Setraline sekitar 100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama
(1-2 tahun).
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6
bulan sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila
kondisi penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu
tertentu). Dalam 3 bulan setelah bebas obat sekitar 75% penderita menunjukkan
gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semul
diulangi untuk selama 2 tahun. Setelah itu diboba lagi diberhentikan perlahan-
lahan dalam kurun waktu 3 bulan dan seterusnya. Ada beberapa penderita yang
memerlukan pengonatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan
bebas dari disabilitas.

3.10.2 Psikoterapi
Terapi Kognitif dan Perilaku

18
Terapi kognitif dan perilaku merupakan terapi yang efektif untuk
gangguan panik yang memerlukan usaha serta kerjasama dari terapis dan individu
itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa psikoterapi ini mengungguli
terapi secara farmakologis, beberapa yang lain mengatakan hal yang sebaliknya.
Tetapi kombinasi farmakologi dan psikoterapi lebih efektif dibandingkan terapi itu
secara tersendiri. Dua fokus utama terapi kognitif gangguan panik adalah instruksi
mengenai keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik.
Instruksi mengenai keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien
untuk salah mengartikan sensai tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya
serangan panik, ajal atau kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup
penjelasan bahwa, ketika serangan panik terjadi, serangan ini terbatas waktu dan
tidak mengancam nyawa.2
Terapi ini secara tidak langsung mengajak individu untuk membentuk
kembali pola perilaku menjadi lebih rasional serta restrukturisasi kognitif.
Individu dilatih untuk membuat daftar pengalaman harian serta cara individu
dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami dan dilakukan evaluasi setiap
kali pertemuan. Pada sebuah penelitian mengenai perbandingan terapi kognitif
dan perilaku dengan terapi perilaku itu sendiri, diperoleh fakta bahwa terapi
kognitif dan perilaku, keduanya menjadi kombinasi terapi yang lebih unggul
secara bersama-sama dibandingkan dengan terapi perilaku secara tunggal.10

Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat secara relatif cepat untuk meredakan serangan panik
dan memenangkan individu.Tujuan terapi relaksasi adalah memberikan pasien
rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Teknik dasar menggunakan
terapi relaksasi otot dan membayangkan situasi yang membuat santai, sehingga
pasien menguasai teknik yang dapat membantu saat terjadi serangan
panik.Individu diperkenalkan kepada sensasi ketegangan dan sesudah itu sensasi
relaks. Individu harus bisa membedakan antara sensasi saat panik dengan sensasi
relaks. 1
Relaksasi dapat berfungsi sebagai teknik tunggal atau sebagai kombinasi
bersama terapi lainnya, seperti terapi perilaku dan desentisasi sistematik. Sebelum

19
dilakukan terapi relaksasi, individu perlu dipersiapkan dan diberi penjelasan yang
cukup agar dapat bekerja sama dan memfokuskan dirinya untuk melakukan
relaksasi itu sendiri.Tehnik relaksasi ini sebaiknya tidak digunakan untuk keadaan
asma bronkial, pasien dengan psikosis akut, depresi agitatif atau yang mudah
terkena disosiasi. Pada permulaan terapi relaksasi pada gangguan panik dapat
timbul ansietas yang diinduksi oleh relaksasi itu sendiri. 2

Pelatihan Pernapasan
Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin
berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan
langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien
mengendalikan dorongan untuk melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan
seperti itu, pasien dapat menggunakan tehnik untuk membantu mengendalikan
hiperventilasi selama serangan panik.

Pajanan In Vivo
Pajanan in vivo dahulu merupakan terapi perilaku lazim untuk gangguan
panik. Tehnik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang
semakin lama semakin berat: dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami
desensitisasi terhadap pengalaman tersebut. Dahulu, fokusnya adalah pada
stimulus eksternal; baru-baru ini, tehnik ini telah mencakup pajanan sensasi
internal yang ditakuti pasien (contohnya, takipnea dan rasa takut mengalami
serangan panik).11

Psikoterapi Dinamik
Psikoterapi dinamik merupakan sebuah terapi psikiatri yang diterapkan
dari teori Sigmund Freud.Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas
yang tidak disadari telah dihipotesiskan, simbolis situasi yang dihindari,
kebutuhan untuk menekan impuls dan keuntungan sekunder gejala
tersebut.Individu diajak untuk lebih memahami diri dan lingkungannya
(berdasarkan tilikan), bukan hanya sekedar menghilangkan gejalanya semata.12

20
Pengalaman traumatik yang terutama terjadi pada awal kehidupan dapat
menimbulkan konflik psikologis. Sebagian besar aktivitas mental dipengaruhi
oleh alam bawah sadar dan pikiran sadar dilindungi dari pengalaman konflik
dengan mekanisme yang dirancang untuk mengurangi kecemasan. Mekanisme
tersebut berkembang dalam kehidupan dewasa dan menghasilkan gejala
psikologis atau kurangnya kemampuan untuk pertumbuhan dan pemenuhan
personal.Keluarga individu dan hubungan pribadi sebelumnya dapat bermakna
dalam mencapai tujuan psikoterapi itu sendiri, yaitu pemahaman dan perubahan
pada individu. Pada sebuah penelitian, penerapan psikoterapi dinamik dengan
pemberian klomipramin menunjukkan bahwa angka kekambuhan berkurang
dibandingkan dengan terapi klomipramin itu sendiri.12

3.11 Prognosis1
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita
dengan fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi
untuk prognosis yang lebih baik.

3.12 Prevensi dan Rehabilitasi1


Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan
panik), maka harus waspada bila dalam keluarganya ada yang mengalami. Juga,
menurut penelitian, bila seseorang pernah mengalami cemas perpisahan
(separation anxiety) ketika pertama kali masuk sekolah, maka bisa jadi ketika
dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.
Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panik
satu kali) dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan
agar tidak terjadi kekambuhan adalah dengan melakukan latihan relaksasi secara
teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sembuh oleh
dokter.

21
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Fakta
Kondisi cemas pada gangguan panik Pasien mengaku sering merasa
biasanya terjadi secara tiba-tiba, takut dan cemas bila mendengar
dapat meningkat hingga sangat suara keras dan berbicara tentang
tinggi disertai gejala-gejala yang penyakitnya. Setiap ada suara keras
mirip gangguan jantung, yaitu rasa (benda jatuh, orang berbicara
nyeri di dada, berdebar-debar, nyaring) dan bila ada keluarga atau
keringat dingin, hingga merasa orang yang menanyakan tentang
seperti tercekik. penyakitnya pasien menjadi merasa
Serangan dapat berlangsung selama takut dan panik disertai gemetaran,
20-30 menit, jarang sampai lebih gelisah, jantung berdebar-debar,
dari satu jam. sesak napas, keringat dingin
Kondisi ini dapat berulang hingga
bahkan sampai pingsan.
membuat individu yang Gejala biasanya muncul selama
mengalaminya menjadi sangat kurang lebih 1 jam dan rata-rata
khawatir bahwa ia akan mengalami frekuensi serangan 2 kali sehari.
lagi keadaan tersebut (anticipatory Pasien cenderung untuk
anxiety). menyendiri didalam kamar karena
pasien takut jika ada orang yang
bertanya tentang penyakitnya pada
saat dia berkumpul dan juga

22
menghindari suara keras.

4.2 Diagnosis

Pasien Ny. A diagnosisnya ganguan panik.Gangguan panik dengan yang


terdapat pada pasien berdasarkan pedoman diagnostic menurut PPDGJ III yaitu :

Kriteria diagnostik gangguan panik (anxietas


paroksismal episodik) menurut PPDGJ III :
- Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnostik

utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas
fobik
- Untuk diagnostik pasti, harus ditemukan adanya
beberapa kali serangan anxietas berat ( severe attacks

of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu
bulan:
a. Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara
objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau
yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable

situations)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala
anxietas pada periode di antara serangan-serangan

panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang
terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi.

23
Berdasarkan kriteria diagnostik DSM V gangguan panik merupakan
serangan panik berulang yang tak terduga atau ketidaknyamanan intes yang
mencapai puncaknya dalam beberapa menit diikuti dengan gejala.

Kriteria diagnostik gangguan panik (anxietas


paroksismal episodik) menurut DSM V untuk mendiagnosis
serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari
13 gejala berikut ini:

1. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah

cepat
2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Sensasi seperti sesak nafas -
5. Perasaan tersedak atau leher serasa dicekik
6. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
7. Mual atau distress abdominal -
8. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
9. Rasa panas dikulit, menggigil
10. Parestesi (mati rasa atau sensasi kesemutan)
11. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas -
dari diri sendiri) -
12. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
13. Takut mati
Setidaknya satu serangan telah diikuti dari salah satu -

atau kedua hal berikut, dalam kurun waktu 1 bulan (atau -

lebih): -

1. Kekahwatiran terus menerus terkait serangan panik


dan konsekuensinya (misalnya kehilangan kendali,

mengalami serangan jantung, atau menjadi gila).
2. Perubahan maladaptif yang signifikan dalam perilaku
yang berhubungan dengan serangan (misalnya

perilaku untuk menghindari serangan panik seperti
menggindari situasi asing).
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat) atau kondisi

24
medis lainnya (misalnya hipertiroidisme, gangguan
cardiopulmonary).
4. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai
gangguan mental lain (misalnya, serangan panik tidak
-
terjadi hanya saat menanggapi situasi sosial yang
ditakuti, seperti dalam gangguan kecemasan sosial:
dalam menanggapi objek fobia, seperti pada fobia
spesifik: dalam menanggapi obsesi, seperti pada
gangguan obsesif-kompulsif: dalam menanggapi
pengingat peristiwa traumatis, seperti dalam gangguan
stres pasca trauma: atau dalam menanggapi pemisahan
dari tokoh keterikatan, seperti dalam gangguan
kecemasan pemisahan).

4.3 Penatalaksanaan

Teori Fakta
obat anti-panik dibagi dalam empat Clobazam 10 mg 1-1-0
golongan. Yaitu golongan trisiklik Diazepam 5 mg 0-0-1/2
Fatral 50 mg 1-0-0
(contohnya imipramine, clomipramine),
golongan benzodiazepine (contohnya
alprazolam), golongan reversible
inhibitors of monoamine oxydase-A
(RIMA) (contohnya: moclobemide),
dan golongan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI) (contohnya:
sertaline, fluoxetine, paroxetine,
fluvoxamine, citalopram).

25
26

You might also like