Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
1. Kasus
Abortus Inkomplet
b. Klasifikasi Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas:
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim
dokter ahli.
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara
sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
c. Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12 minggu),
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa
pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang
kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus
kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa
masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit
untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan
oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80,
pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun.
Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut
tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan
kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko
abortus.
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik.
Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan
riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri
juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 -
30% pada perempuan usia reproduksi.
Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 80%,
bergantung pada berat ringannya gangguan.
3. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan
untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya
sebagai berikut.
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut kematian
janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias
mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum
terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4
6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 11 minggu.
Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita juga berhubungan dengan
thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus
berulang.
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung
terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon
setelah konsepsi terutama kadar progesterone. Perempuan diabetes dengan kadar
HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes
jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 3
kali lipat mengalami abortus. Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan
tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron
yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Sedangkan pada penelitian
terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali,
didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi
defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal (Prawirohadjo, 2009)
9. Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instrument,
benda dan obat-obatan.
10. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi,
dekompensasis kordis, malnutrisis, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb,
dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.
d. Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala dari abortus spontan sebagai berikut:
1. Pendarahan mungkin hanya bercak sedikit, atau bisa cukup parah. Petugas akan
bertanya tentang berapa banyak pendarahan yang terjadi-biasanya jumlah pembalut
yang telah dipakai selama pendarahan. ibu juga akan ditanya tentang gumpalan darah
atau apakah ibu melihat jaringan apapun.
2. Nyeri dan kram terjadi di perut bagian bawah. Mereka hanya satu sisi, kedua sisi,
atau di tengah. Rasa sakit juga dapat masuk ke punggung bawah, bokong, dan alat
kelamin.
3. Ibu mungkin tidak lagi memiliki tanda-tanda kehamilan seperti mual atau
payudara bengkak / nyeri jika ibu telah mengalami keguguran (Vicken Sepilian,
2007).
Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea
2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa
darah beku
3. Sakit perut dan mulas mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka,
kadang kadang dapat diraba sisa sisa jaringan dalam kantung servikalis atau
kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar, 1998).
f. Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua
dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari
hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan
minggu ke 14 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa
nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo,
2002).
g. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan,
dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah
seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan
adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan
dengan teliti.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal
ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara
masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium
dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan
kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan
dengan segera.
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi
akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu
panas atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti
KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera
yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus
dan apakah ada perlukan alat-alat lain. 3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,
streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo, 1999).
h. Pemeriksaan Penunjang
3) Riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang dalam buku Ummi, dkk (2010 : 87) yaitu untuk
mengetahui penyakit yang di derita ibu sekarang ini atau untuk mengetahui
penyakit lain yang bisa memperberat keadaan ibu.
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Menurut Wiknjosastro (2008 : 133) riwayat kesehatan yang lalu perlu dikaji
untuk mengetahui apakah klien pernah mempunyai riwayat penyakit jantung,
asma, ginjal, TB paru, hipertensi dan DM pada kesehatan yang lalu.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Salmah, dkk (2005 : 134) mengemukakan bahwa riwayat kesehatan keluarga
dikaji untuk mengetahui keadaan keluarga yang dapat menjadi faktor penyebab
abortus Inkomplitus yaitu penyakit keturunan seperti DM dan Hipertensi.
4) Riwayat menstruasi
Menurut Wiknjosastro (2008 : 133) riwayat menstruasi dikaji untuk
mengetahui menarche, siklus haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang
keluar saat haid, lamanya haid, disertai nyeri atau tidak dan tanyakan tanggal
haid yang masih normal atau hari pertama haid terakhir untuk mengetahui usia
kehamilan.
5) Riwayat pernikahan
Sulistyawati (2012 : 169) mengemukakan bahwa riwayat pernikahan perlu
dikaji untuk mengetahui status perkawinan, jika menikah, apakah ini
pernikahannya yang pertama, apakah pernikahannya bahagia, jika belum
menikah apakah terdapat hubungan yang sifatnya mendukung.
6) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Riwayat kehamilan
Menurut Wiknjosastro (2008 : 133) riwayat kehamilan perlu dikaji untuk
mengetahui sebelumnya pernah hamil atau belum, hasil akhir yang terjadi,
komplikasi muncul atau tidak dan intervensi dilakukan atau tidak.
b) Riwayat persalinan
Dalam buku Wiknjosastro (2008 : 133) riwayat persalinan dikaji untuk
mengetahui persalinan spontan atau buatan, lahir aterm, preterm, atau post
term, ada
perdarahan waktu persalinan atau tidak, ditolong siapa, dan dimana tempat
persalinan.
c) Riwayat nifas
Menurut Wiknjosastro (2005 : 133) mengkaji riwayat nifas untuk mengetahui
apakah pernah mengalami perdarahan dan infeksi, bagaimana proses laktasi
dan apakah ada jahitan pada perineum.
d) Riwayat anak
Dalam buku Wheeler (2004 : 10) perlunya mengkaji riwayat anak yaitu untuk
mengetahui jenis kelamin, jumlah anak, hidup atau mati, berat badan waktu
lahir dan komplikasi yang terjadi pada bayi.
7) Riwayat kehamilan sekarang
Menurut Pantiwati dan Saryono (2010:115) riwayat kehamilan sekarang pada
ibu hamil meliputi :
a) Gravida/Para
b) Hari pertama haid terakhir (HPHT), dapat digunakan untuk mengetahui
umur kehamilan.
c) Hari Perkiraan lahir (HPL), dapat digunakan untuk menentukan hari
perkiraan lahir.
d) Ante Natal Care/ANC, dapat digunakan untuk mengetahui riwayat ANC
teratur/tidak, sejak hamil berapa minggu, tempat ANC dimana dan untuk
mengetahui riwayat kehamilannya, Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
sudah/belum, kapan dan sudah berapa kali.
e) Keluhan, digunakan untuk mengetahui keluhan selama hamil.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.
a) Keadaan umum
Keadaan umum menurut sulistyawati (2012 : 174) untuk mengetahui keadaan
umum pasien apakah baik/cemas atau cukup/jelek.
b) Kesadaran
Menurut Sulistyawati (2012 : 174) kesadaran dikaji untuk mengetahui tingkat
kesadaran ibu mulai dari composmentis, apatis, samnollen, sopor, koma atau
dellirium.
c) Tekanan darah
Dalam buku Ummi, dkk (2010 : 91) tekanan darah dikaji untuk mengetahui faktor
resiko hipertensi/hipotensi dengan satuannya mmHg. Tekanan darah normal
100/80 120/80 mmHg.
d) Suhu
Hidayat dan Uliyah (2011 : 116) mengatakan mengkaji suhu untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi, karena adanya sisa hasil konsepsi yang tertinggal di dalam
uterus, maka terjadi nekrosis dan membusuk sehingga menimbulkan infeksi pada
desidua yang dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat, batas normal 35,6-37,6
0C.
e) Nadi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2011 : 113), nadi dikaji untuk mengetahui denyut
nadi pasien yang dihitung selama 1 menit, batas normalnya 60-80 x/menit.
f) Respirasi
Hidayat dan Uliyah (2011 : 115) mengemukakan bahwa respirasi dikaji untuk
mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung selama 1 menit, batas
normalnya 18-24 x/menit.
g) Tinggi badan
Dalam buku Ummi, dkk (2010 : 91) tinggi badan di ukur untuk mengetahui tinggi
badan ibu kurang dari 145 cm atau tidak, dan termasuk resiko tinggi atau tidak
h) Berat badan
Wiknjosastro (2005 : 134) mengemukakan bahwa Berat badan diukur untuk
mengetahui adanya kenaikan berat badan klien selama hamil, penambahan berat
badan rata-rata 0,3-0,5 kg/minggu, tetapi nilai normal untuk pertambahan berat
badan selama hamil 9-12 Kg.
i) Lingkar lengan atas
Wiknjosastro (2005 : 134) mengatakan, lingkar lengan atas diukur untuk
mengetahui lingkar lengan ibu 23,5 cm atau tidak, dan termasuk resiko tinggi atau
tidak.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dikaji menurut Wiknjosastro (2005 : 125) adalah
sebagai berikut :
a) Kepala
(1) Rambut
untuk mengetahui kebersihan rambut, warna, kelebatan, rontok/ tidak.
(2) Muka
dikaji apakah ada cloasma/tidak, pucat/tidak, adakah oedem
(3) Mata
conjungtiva merah/tidak, pucat/ tidak, sklera ikterik/tidak.
(4) Hidung
untuk mengetahui ada tidaknya polip, ada kelainan atau tidak.
(5) Telinga
apakah ada kelainan, ada serumen atau tidak
(6) Mulut dan gigi
apakah ada caries/tidak, mulut bersih atau kotor, lidah stomatitis atau tidak
b) Leher
untuk mengetahui apakah terdapat penonjolan terutama pada kelenjar tyroid
yang berhubungan dengan kejadian abortus, hipertyroid juga dapat
menyebabkan abortus
(2) Axilla
untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe pada ketiak dan
adakah nyeri tekan.
d) Ekstremitas
apakah oedem atau tidak, terdapat varises atau tidak, reflek patella positif atau
negatif.
(3) Auskultasi :
Menurut Salmah (2006 : 146), pemeriksaan dengan cara auskultasi dilakukan
umumnya dengan stetoskop monoral untuk mendengarkan bunyi denyut jantung
janin, bising tali pusat, gerakan janin, bunyi aorta serta bising usus. Dalam
keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-160 kali per menit. Bunyi jantung janin
dihitung dengan mendengarkannya selama 1 menit penuh.
b) Genetalia
Menurut Saifuddin (2002 : 276) pemeriksaan genetalia yaitu untuk mengetahui
keadaan genetalia eksternal yang meliputi kesimetrisan labia mayora dan labia
minora, ada atau tidak varices, dan oedem, adakah pembesaran kelenjar bartholini
dan cairan yang keluar. Pada kasus Abortus Inkomplitus ada pengeluran
perdarahan pervaginam.
4) Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terlepasnya
hasil konsepsi
2) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
3) Perubahan pola eliminasi:konstipasi berhubungan dengan
tindakan pasca operasi
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pemenuhan
ADL akibat proses pembedahan
5) Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis
6) 6. Rencana tindakan keperawatan
7) 8) Diagnosa 9) Tujuan & Kriteria Hasil 10) Intervensi
No
.
11) 12) Ganggu 27) NOC : 38) NIC : Pain Management
an rasa 28) Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
1.
nyaman 29) Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri 30) Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
berhub 31) Setelah dilakukan Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
ungan tindakan keperawatan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
dengan selama .Pasien menemukan dukungan
proses tidak mengalami
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
inflama nyeri, dengan kriteria
nyeri seperti suhu ruangan,pencahayaan dan
si hasil:
kebisingan
13) DS: 32) Mampu mengontrol
14) - nyeri (tahu penyebab Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Laporan nyeri, mampu Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
secara menggunakan tehnik intervensi
verbal nonfarmakologi untuk Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
15) DO: mengurangi nyeri, dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
16) - Posisi mencari bantuan) Kolaborasikan pemberian analgetik untuk
untuk 33) Melaporkan bahwa mengurangi nyeri:
menahan nyeri berkurang Tingkatkan istirahat
nyeri dengan menggunakan Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
17) - manajemen nyeri nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
Terfokus 34) Mampu mengenali antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
pada diri nyeri (skala, Monitor vital sign sebelum dan sesudah
sendiri intensitas, frekuensi
18) - dan tanda nyeri) pemberian analgesik pertama kali
Tingkah 35) Menyatakan rasa
laku nyaman setelah nyeri
distraksi berkurang
, 36) Tanda vital dalam
19) contoh : rentang normal
jalan- 37) Tidak mengalami
jalan, gangguan tidur
menemu
i orang
lain
dan/atau
aktivitas
,
aktivitas
berulang
-ulang)
20) - Respon
autonom
(seperti
diaphore
sis,
perubah
an
tekanan
darah,
perubah
an nafas,
nadi dan
dilatasi
pupil)
21) -
Perubah
an
autonom
ic dalam
tonus
otot
(mungki
n dalam
rentang
dari
lemah
ke kaku)
22) -
Tingkah
laku
ekspresif
23) (contoh :
gelisah,
merintih
,
menangi
s,
waspada
, iritabel,
nafas
24) panjang/
berkeluh
kesah)
25) -
Perubah
an
dalam
nafsu
26) makan
dan
minum
227)
228)
229)