Professional Documents
Culture Documents
FISIOLOGI TUMBUHAN
DOMINANSI APIKAL
Kelompok 1
Pucuk apikal merupakan tempat produksi auksin, jika pucuk apikal (tunas pucuk)
dipotong makaproduksi auksin akan terhenti. Akibat terhentinya produksi auksin oleh pucuk
apikal maka auksin yang tertimbun di tunas lateral akan mengalami perubahan balik sehingga
kadar auksin pada tunas lateral tersebut akan berkurang. Berkurangnya kadar auksin ini
menyebabkan tunas lateral dapat tumbuh (Arimarsetiowati, 2012).
Pembahasan
Di dalam pertumbuhan tanaman terdapat adanya dominansi pertumbuhan dibagian
apeks atau ujung organ, yang disebut sebagian dominansi apikal. Dominansi apikal diartikan
sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan (Dahlia,
2001). Menurut Campbell et al (2004), dominansi apikal merupakan konsentrasi
pertumbuhan pada ujung tunas tumbuhan, dimana kuncup terminal secara parsial
menghambat pertumbuhan kuncup aksilar.
Berdasarkan hasil penelitian, pada tanaman yang tidak dipotong bagian kuncup
terminalnya memperlihatkan dominansi pertumbuh kuncup apikalnya sehingga tidak terlihat
ada pertumbuhan kuncup lateral. Pertumbuhan tunas apikal yang lebih mendominasi ini
disebabkan karena masih adanya atau tidak dipotongnya kuncup terminal batang cabai
tersebut. Sebagai mana pernyataan Hilman (1997) bahwa, selama masih ada tunas pucuk,
pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Pada batang,
sebagaian besar kuncup apikal memberi pengaruh yang menghambat kuncup terhadap tunas
lateral dengan mencegah atau menghambat perkembangannya. Produksi kuncup yang tidak
berkembang mengandung pertahanan pasif karena bila kuncup rusak kuncup samping akan
tumbuh dan menjadi tajuk. Morris (2006) menambahkan bahwa, selama masih
ada tunas pucuk atau apikal, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat
sampai jarak tertentu dari pucuk.
Pada tanaman cabai yang tidak dipotong namun tetap diberi auksin menunjukan juga
tidak tumbuh tunas lateralnya namun tunas apikalnya lebih sedikit dibandingkan dengan
tanaman cabai yang tidak diberi auksin. Ini disebabkan karena auksin pada tunas apikal
konsentrasinya semakin tinggi karena dapat tambahan dari luar sehingga konsentrasi auksin
yang sedikit tinggi ini menghambat pertumbuhan tunas apikalnya. Menurut Salisburry, dan
Ross (1995), konsentrasi auksin yang cukup tinggi akan menghambat aktivitas enzim
isopentil transfuse yang merupakan katalisator pembentukan sitokinin, sehingga sintesis
sitokinin dihambat. Keseimabangan konsetrasi sitokinin yang rendah dan auksin yang tinggi
akan menghambat diferensiasi sel pada nodus untuk membentuk primordial cabang dan
secara tidak langsung akan berakibat menghambat pertumbuhan tunas lateral. hal ini
dinamakan direct theory of auksin. Namun pada pengamatan ini masih terlihat tunas apikal
masih tumbuh, hal ini sisebabkan pengamatan dilakukan pada musim penghujan dan tanaman
cabai yang diteliti tidak dalam tajuk sehingga sebagian besar auksin yang dicampur dengan
lanolin ikut dengan air hujan.
Pada tanaman cabai yang dipotong kuncup terminalnya menunjukan dominansi apikal
terhenti sehingga tunas lateral tanaman cabai dapat tumbuh. Pemotongan kuncup terminal
pada tanaman cabai tersebut mengakibatkan auksin produksi auksin terhenti. Sesuai dengan
pernyataan Wattimena (1998) bahwa, auksin merupakan hormon yang
berperan dalam penghambatan tunas lateral. Pada perlakuan memotong
pucuk tanaman ini dapat mengurangi dominansi apikal karena dengan
memotong bagian pucuk tumbuhan, produksi auksin yang disintesis pada
pucuk tumbuhan akan terhambat bahkan terhenti, hal ini akan mendorong
pertumbuhan tunas lateral atau ketiak daun.
Pada tanaman yang dipotong dan diberi auksin seharusnya
menunjukan dominansi apikal tetap terjadi karena auksin yang hilang dari
pemotongan kuncup terminal digantikan dengan auksin yang dicampur
dengan laonlin. Sebagaimana pernyataan Katuuk (1989) bahwa,
pemberian auksin pada tumbuhan yang telah dipangkas dapat
menghambat pula perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang mirip
dengan dominansi apikal, dengan demikian tunas lateral tetap tak
tumbuh. Namun pada pengamatan terlihat tunas lateralnya tumbuh, ini
disebabkan karena faktor cuaca hujan yang telah diutarakan diatas. Air
hujan menyebabkan auksin pada lanolin berkurang dan konsentrasinya
menjadi lebih encer sehingga pertumbuhan tunas lateral malah semakin
bagus. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi
bersifat menghambat (Gardner et al,1991).
Berdasarkan hasil pengamatan, tunas lateral yang tumbuh lebih banyak pada bagian
atas dibandingkan dengan tunas lateral yang dibawahnya. Hal ini disebakan karena pada
tunas lateral yang diatas inhibitornya lebih kecil dibandingkan tunas lateral yang dibawah.
Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Chern et.al (1983) terhadap Ipomoea nil
yang dipangkas. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tunas lateral yang tumbuh pada ruas
yang lebih rendah berukuran lebih kecil dibanding tunas lateral pada ruas diatasnya. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan dalam ukuran awal tunas, umur, kandungan nutrien, hormon atau
inhibitor. Penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa ukuran awal tunas lateral pada ruas
bagian bawah lebih kecil dari tunas atasnya. Selain itu beberapa inhibitor seperti ABA dan
fenolik diduga kuat berakumulasi pada tunas yang lebih tua di ruas yang lebih rendah (Zieslin
et.al; 1976, 1978 dalam Chern et.al; 1993).
Kesimpulan
1. Dominasi apikal adalah suatu prinsip distribusi auksin dalam organisasi tumbuhan,
dengan menekankan pertumbuhan ke arah atas (apikal) dan mengesampingkan
percabangan (lateral).
2. Dominasi apikal dipicu oleh produksi auksin pada bagian tunas apikal tanaman.
Pemotongan tunas apikal akan menyebabkan tunas lateral menjadi tumbuh, akibat
auksin yang bergerak ke bawah. Apabila ujung apikal yang telah terpotong diberikan
campuran pasta lanolin + IAA, maka auksin akan kembali tersedia dan tunas lateral
menjadi tidak terbentuk kembali.
DAFTAR RUJUKAN
Arismarsetiowati, R., & Ardiyani, F. 2012. Pengaruh Penambahan Auxin Terhadap
Pertunasan Dan Perakaran Kopi Arabika Perbanyakan Somatik Embriogenesis.
Pelita Perkebunan 28(2) 2012, 82-90.
Campbell, Neil A, Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2004. Biology. Edisi 5. Jakarta:
Erlangga.
Chern. A., Z. Hosokawa, C. Cherubini, M.G. Cline. 1993. Effect of Node Position on Lateral
Outhgrowth In The Decapited Shoot of Ipomea nil. http://www.ohiojsci.org. Diakses 13
November 2016.
Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Malang: UM Press.
Darmanti, S., Setyari, N., & Romawati, T.D. 2012. Perlakuan Defoliasi untuk Meningkatkan
Pembentukan dan Pertumbuhan Cabang Lateral Jarak Pagar (Jatropha curcas).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan:
Herawati Susilo. Jakarta: UI Press.
Hilman. 1997. Pertumbuhan Tanaman Tinggi. Yogyakarta: Cakrawala.
Katuuk. 1989. Tehnik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman.
Jakarta: Departemen Pendidikan.
Putri, K.P. 2010. Pengaruh Tinggi Pemangkasan Tanaman Induk Mahoni (King) Dalam
Memacu Pembentukan Tunas Sebagai Sumber Bahan Stek. Tekno Hutan Tanaman
Vol. No. ,41 April 2011, 27 32.
Salisbury, dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I edisi IV. Bandung: ITB
Press.
Wattimena G A. 1998. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar
Universitas Bogor.
Winardiantika, V., Kastono, D., & Trisnowati, S. 2011. Pengaruh Waktu Pangkas Pucuk dan
Frekuensi Pemberian Paklobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan
Tanaman Kembang Kertas (Zinnia elegans Jacq.). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Lampiran
Tanaman 1 Tanaman 2
Tanpa perlakuan Dipotong dan diberi auksin
Tanaman 3 Tanaman 4
Tidak dipotong, diberi Dipotong namun tidak
auksin diberi auksin