You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan otonomi daerah yang efektif dilaksanakan sejak tahun 2001 telah

memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian dalam

melaksanakan pembangunan bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, konsep

desentralisasi dan otonomi daerah diartikulasikan oleh daerah hanya terfokus pada usaha

menata dan mempercepat pembangunan di wilayahnya masing-masing. Penerjemahan seperti

ini ternyata belum cukup efisien dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya, pemahaman semacam ini memunculkan ekses

negatif berupa timbulnya rasa sentimen primordial, konflik antar daerah, konflik antar

penduduk, ekspoitasi sumberdaya alam yang berlebihan oleh suatu daerah tanpa

mempedulikan kemunginan terjadinya eksternalitas pada daerah lain serta munculnya ego

kedaerahan.

Oleh karena itu, kerjasama antar daerah diharapkan dapat menjadi satu jembatan yang

dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi

pembangunan yang saling menguntungkan (Tarigan,2012). Pemberian otonomi kepada

pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia secara tidak langsung telah mengkerdilkan

kemampuan ekonomi daerah sebagai modal dasar pembangunan. Dengan otonomi daerah

potensi sumberdaya alam dan manusia di daerah telah terbagi-bagi berdasarkan wilayah

adminstratif kabupaten/kota. Akibatnya skala ekonomi daerah menjadi kecil, pengelolaan

sumberdaya tersebut yang dilakukan oleh daerah tidak memenuhi aspek keekonomian. Salah

satu cara agar pengelolaan sumberdaya tersebut memenuhi aspek keekonomian maka
pengelolaannya harus dilakukan dengan cara bekerjasama dengan daerah lain terutama

dengan daerah-daerah yang saling berdekatan. Namun demikian, kerjasama antar daerah tidak

akan dapat berjalan dengan baik tanpa didasarkan atas kesadaran yang tinggi dari para

pelakunya bahwa mereka harus menghilangkan ego masing-masing daerah demi pencapaian

tujuan bersama.

B. TINJAUAN TEORI
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai

dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

2. Kerjasama antar daerah


Dalam proses kerjasama antar daerah, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan guna

melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Pemerintah

Kabupaten/Kota diantaranya yaitu :


a. Model kesepakatan bersama
b. Perjanjian kerjasama antar daerah.

3. Kerjasama daerah dalam bidang APBD


BAB II

PEMBAHASAN

A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai

dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD sendiri terdiri atas:
a. Anggaran pendapatan, terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain


Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Alokasi Khusus


Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
b. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di

daerah.
c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-

tahun anggaran berikutnya.


Berdasarkan teori keyness, APBD/N merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan

ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan

sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan

pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan

mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat

pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda

pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada

peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan
ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun

menggali sumber-sumber baru. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan peningkatan

pendapatan daerah beberapa hal penting yang perlu dilakukan antara lain dengan

memperbaharui data obyek pajak, peningkatan pelayanan dan perbaikan administrasi

perpajakan, peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak, peningkatan pengawasan internal

terhadap petugas pajak, dan mencari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku. Sementara pada sisi belanja, kebijakan pengelolaan

belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dengan

mengupayakan peningkatan porsi belanja pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja

aparatur. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, akan terus diupayakan peningkatan penyertaan

modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat menghasilkan peningkatan PAD.

Selanjutnya disiplin dan efisiensi anggaran akan secara konsisten dipertahankan dan

dilaksanakan guna meningkatkan SiLPA tanpa mempengaruhi penurunan kinerja SKPD.

Bersamaan dengan itu, kebijakan pembiayaan defisit akan diarahkan penanggulangannya

melalui sumber selain pinjaman daerah, mengingat masih terbatasnya sumber pendapatan asli

daerah dan belum dinamisnya sektor industri maupun jasa sebagai basis penerimaan daerah.

B. KERJASAMA ANTAR DAERAH


Dalam proses kerjasama antar daerah, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan guna

melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Pemerintah

Kabupaten/Kota diantaranya yaitu :


a. Model kesepakatan bersama
Kesepakatan Bersama antar pemerintah Provinsi yang ditandatangani Gubernur

Daerah Asal selanjutnya disebut pihak Pertama dengan Gubernur Daerah Tujuan

yang disebut Pihak ke Dua yang secara bersama-sama disebut Para Pihak.
Di dalam model Kesepakatan Bersama harus jelas disebutkan apa maksud dan

tujuannya.
Kesepakatan Bersama bidang ketransmigrasian merupakan payung bagi pelaksanaan

transmigrasi di Provinsi yang bersangkutan dan yang ditindak lanjuti dalam bentuk

Kerjasama Antar Pemerintah Kabupaten/Kota.


d.Dalam Kesepakatan Bersama bidang ketransmigrasian harus sudah ditetapkan

jangka waktu berlakunya, apakah satu tahun atau dua tahun dan selebihnya.
Ruang lingkup Kesepakatan Bersama hanya memuat garis besar kegiatan yang

ditindak lanjuti didalam naskah kerjasama antar daerah.


Biaya yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kesepakatan bersama harus jelas

sumber pendanaannya, misalnya apakah biaya tersebut berasal dari APBN atau APBD

Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota.

b. Perjanjian kerjasama antar daerah.


Kerjasama Antar Daerah yang ditandatangani antar Bupati/Wali Kota Daerah Asal

selanjutnya disebut pihak Pertama dengan Bupati/Wali Kota Daerah Tujuan yang

disebut Pihak ke Dua yang secara bersama-sama disebut Para Pihak.


Di dalam model Kerjasama Antar Daerah harus jelas disebutkan apa maksud dan

tujuannya, subjeknya jelas juga halnya objek yang dikerjasamakan. Objek yang

dikerjasamakan adalah seluruh urusan pemerintahan dibidang pembangunan

permukiman dan fasilitasi perpindahan transmigrasi ke lokasi tertentu (lokasi yang

dikerjasamakan) yang telah menjadi kewenangan daerah otonom.


Dalam model rancangan perjanjian Kerjasama Antar Daerah minimal harus memuat

(Subjek kerjasama, objek kerjasama, ruang lingkup kerjasama, hak dan kewajiban

para pihak, jangka waktu kerjasama, pengakhiran kerjasama, keadaan memaksa dan

penyelesaian perselisihan).
Dalam Kerjasama Antar Daerah bidang ketransmigrasian harus sudah ditetapkan

jangka waktu berlakunya, apakah satu tahun atau dua tahun dan selebihnya.
Biaya yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kerjasama antar daerah harus jelas

sumber pendanaannya misalnya apakah biaya tersebut berasal dari APBN atau APBD

Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota.


Dalam naskah KSAD memuat/mengatur ketentuan sanksi-sanksi bagi para pihak jika

tidak mematuhi perjanjian.

C. KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM BIDANG APBD


DAFTAR PUSTAKA
http://bto.depnakertrans.go.id/ss/artikel.php?aid=1820

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/58335/BAB%20III%20Metode

%20Penelitian.pdf?sequence=6

http://www.thedigilib.com/doc/81593-kerjasama-antar-daerah-dalam-penanganan-

migrasi-dan-persebaran-penduduk
http://bimakab.go.id/pages-anggaran-pendapatan-dan-belanja-daerah.html

You might also like