You are on page 1of 101

DUKUNGAN KELUARGA, PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU

SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STRATEGI KOPING IBU PADA


ANAK DENGAN GANGGUAN Autism Spectrum Disorder (ASD)

LIA MILYAWATI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT

LIA MILYAWATI. Family Support, Mothers Knowledge and Perception of ASD,


and Its Correlation with Copping Strategy of Mothers with Autism Spectrum
Disorder (ASD) Children. Under guiding Mrs. DWI HASTUTI
Autism Spectrum Disorder (ASD) is a developing disorder which is
caused by brain destruction, so it makes some disorders in communication,
behavior, and social ability. Halroyd and Mc Arthur (1976) in Tobing (2004) said
that stress level of mothers with Autism Spectrum Disorder (ASD) children was
higher than mothers with Down syndrome children. Therefore, it is needed a
copping strategy to reduce it.
The general purpose of this research was to understanding of family
support to know mothers knowledge and perception of ASD, and its correlation
with copping strategy used mothers with ASD children. The research uses cross-
sectional studi. It has been done at Sekolah Khusus AL-IHSAN in Tangerang
and in Cilegon, Banten. The object of the research is mothers with ASD children
who are taking some therapy at AL-IHSAN and are willing to interview, so the
writer uses purposive approach to get all information are needed for the research.
The research itself was begun in February until May 2008 which includes data
collecting, data processing, and data analyzing. There are 31 people as research
objects. All primer data are processed by using Microsoft Excel and SPSS 10.0
for Windows. For correlation test, the writer uses Spearman and Chi-Square.
Analysis result of correlation between children and family characteristics
and family support, mothers knowledge and perception of ASD shows that only
the age of mother and husband have significant correlation and negative
correlation with family support. Younger and younger the age of mothers and
husbands, family support that they have is getting stronger. But, there is no
correlation between the characteristic of children and family with mothers
knowledge of ASD. Beside that, only the age of ASD children and length of
therapy have significant correlation with mothers perception of ASD children.
Mothers perception of ASD children tends to be positive if the age of ASD
children is younger and the length of therapy is shorter. The characteristics of
family, family support, mothers knowledge and perception of ASD children do not
have correlation significantly with copping strategy that is used mothers as their
effort to reduce some pressures in taking care of ASD children.
This research has limitation, so the writer suggests take the research
object randomly from big objects and various family characteristics for next
research.
DUKUNGAN KELUARGA, PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU
SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STRATEGI KOPING IBU PADA
ANAK DENGAN GANGGUAN Autism Spectrum Disorder (ASD)

LIA MILYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul : Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu serta
Hubungannya dengan Strategi Koping Ibu pada Anak
dengan Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Nama : Lia Milyawati
NIM : A54104050

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Dwi Hastuti, MSc.


NIP. 131 918 346

Diketahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal lulus :
RINGKASAN
LIA MILYAWATI. Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu serta
Hubungannya dengan Strategi Koping Ibu pada Anak dengan Gangguan Autism
Spectrum Disorder (ASD). Di bawah bimbingan DWI HASTUTI.

Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan


karena adanya kerusakan pada otak sehingga mengakibatkan gangguan dalam
berkomunikasi, berperilaku, dan kemampuan bersosialisasi. Halroyd dan Mc
Arthur (1976) dalam Tobing (2004) menyatakan bahwa ibu yang memiliki anak
ASD memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
memiliki anak Down Syndrome. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi koping
yang dapat mengurangi stres ibu yang memiliki anak ASD.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan
keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu serta hubungannya dengan strategi
koping ibu pada anak dengan gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi karakteristik anak dan
karakteristik keluarga (usia ibu dan suami, lama pendidikan ibu dan suami, jenis
pekerjaan ibu dan suami, besar dan tipe keluarga, pendapatan keluarga serta
alokasi dana untuk anak ASD), (2) mengidentifikasi dukungan keluarga,
pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD, (3) mengetahui strategi
koping yang digunakan ibu pada saat ini dan pada saat pertama kali mengetahui
anak mengalami gangguan ASD, (4) menganalisis perbedaan antara strategi
koping ibu saat pertama kali mengetahui anak ASD dan saat ini, (5) menganalisis
hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan dukungan keluarga,
pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD, (6) menganalisis hubungan
antara karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu
terhadap anak ASD dengan strategi koping yang digunakan saat ini.
Disain penelitian menggunakan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di
Sekolah Khusus Al-Ihsan Tangerang dan Cilegon, Banten. Contoh pada
penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak ASD yang sedang terapi di Al-Ihsan
dan bersedia untuk diwawancara, sehingga pengambilan contoh dilakukan
secara purposive. Jumlah seluruh contoh sebanyak 31 orang. Penelitian ini
dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2008 yang meliputi
pengumpulan, pengolahan serta analisis data.
Data primer yang diambil meliputi data karakteristik anak, karakteristik
keluarga, pengetahuan contoh mengenai ASD, dukungan keluarga, persepsi
contoh terhadap anak ASD, dan strategi koping. Data sekunder yaitu mengenai
keadaan umum Sekolah Khusus Al-Ihsan meliputi jumlah terapi, identitas dan
jumlah anak ASD, profil sekolah yang diperoleh dari Tata Usaha Yayasan. Data
primer diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan
SPSS 10.0 for windows. Uji yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan
chi-square.
Sebagian besar (80.6%) ibu memiliki anak ASD berjenis kelamin laki-laki
dan lebih dari separuh (54.9%) ibu memiliki anak ASD berusia lebih dari atau
sama dengan 96 bulan. Persentase terbesar (45.2%) lama terapi yang telah
dilakukan oleh ibu untuk anak ASD yaitu selama 41-88 bulan. Persentase
terbesar (61.3%) ibu dan (45.2%) suami berusia 31-40 tahun. Lebih dari separuh
(61.3%) ibu dan (61.3%) suami memiliki tingkat pendidikan tinggi, yaitu dengan
lama pendidikan lebih dari atau sama dengan 15 tahun (setingkat Perguruan
Tinggi). Jenis pekerjaan suami paling banyak (41.9%) adalah pegawai swasta,
sedangkan lebih dari separuh (74.2%) ibu merupakan ibu rumah tangga. Hampir
separuh (48.4%) keluarga contoh memiliki jumlah anggota keluarga lima hingga
tujuh orang dengan besar keluarga sedang dan lebih dari separuh (61.3%) ibu
memiliki tipe keluarga inti. Persentase terbesar pendapatan keluarga per bulan
yaitu Rp 2,51-5 juta (35.5%) dan dana yang dialokasikan untuk merawat anak
ASD lebih dari Rp 1 200 000.00 per bulan (41.9%).
Hampir separuh (45.2%) ibu memperoleh dukungan kurang kuat dari
keluarga. Namun lebih dari separuh (51.6%) ibu memiliki pengetahuan yang baik
mengenai ASD dan persepsi terhadap anak ASD yang positif (54.8%).
Lebih dari separuh (54.8%) ibu pada saat pertama kali mengetahui anak
menderita ASD menggunakan strategi koping pola III yaitu memahami situasi
medis melalui komunikasi antar orangtua dan konsultasi dengan staf medis.
Akan tetapi pada saat ini, lebih dari separuh (54.8%) strategi koping yang
digunakan oleh ibu adalah pola I yaitu mempertahankan keutuhan keluarga,
kerjasama dan situasi optimis dan tidak ada yang menggunakan strategi koping
pola II yaitu memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas
psikologis. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan antara strategi koping saat pertama dengan strategi koping yang
digunakan contoh pada saat ini.
Hasil analisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan
dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu terhadap ASD menunjukkan
bahwa hanya usia ibu dan suami yang berhubungan signifikan dan negatif
dengan dukungan keluarga. Semakin muda usia ibu dan suami dukungan
keluarga yang diperoleh semakin kuat. Namun tidak terdapat hubungan antara
karakteristik anak dan keluarga dengan pengetahuan ibu mengenai ASD. Selain
itu, hanya usia anak ASD dan lama terapi yang berhubungan signifikan dengan
persepsi ibu terhadap anak ASD. Semakin muda usia anak ASD dan semakin
singkat anak ASD di terapi, persepsi ibu terhadap anak ASD cenderung semakin
positif.
Karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan serta persepsi
ibu terhadap anak ASD ternyata tidak berhubungan signifikan dengan strategi
koping yang digunakan oleh ibu dalam upaya meringankan tekanan yang
dihadapi dalam merawat anak ASD.
Strategi koping yang membantu ibu dalam mengurangi tekanan dalam
merawat anak ASD adalah selalu berdoa dan bersyukur kepada Allah atas
anugerah yang telah diberikan, percaya kepada terapis, dokter serta keluarga
mengenai cara menangani anak ASD, saling bertukar pikiran dengan keluarga,
teman dan orangtua yang juga memiliki anak ASD, mencari informasi mengenai
ASD dengan membaca buku tentang ASD dan pengalaman orangtua lain yang
memiliki anak ASD serta berkonsultasi dengan dokter, meluangkan waktu untuk
anak-anak, diri sendiri dan keluarga, optimis dan dapat mengontrol emosi
dengan baik, serta melakukan usaha pengobatan dan perawatan untuk anak
ASD.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, sehingga untuk penelitian
selanjutnya disarankan untuk mengambil contoh secara acak dari sampel yang
besar dan berasal dari karakteristik keluarga yang beragam. Untuk orangtua
yang mungkin belum bisa menerima anak ASD atau memiliki persepsi negatif
terhadap anak ASD di dalam keluarga maka diperlukan suatu strategi koping
yang dapat membantu ibu dalam menerima anak ASD. Strategi koping tersebut
antara lain dengan berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT., meningkatkan
kepercayaan diri dan mengontrol emosi sehingga menciptakan rasa optimis
dalam merawat anak ASD, mendapatkan dukungan dari semua anggota
keluarga, selalu mencari informasi dan berkonsultasi dengan dokter, terapis dan
orangtua yang juga memiliki anak ASD. Diperlukan pula kasih sayang yang tulus
dalam merawat dan dalam melakukan suatu pengobatan medis pada anak ASD.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 8 Juli 1986. Penulis


merupakan anak ke-3 dari tiga bersaudara dari pasangan Suganda dan Neni
Sukaesih. Pendidikan TK di tempuh penulis pada tahun 1991 di TK Aisiah VI,
Sukabumi. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan SD dari tahun 1992
sampai tahun 1998 di SDN Kebon Kawung Sukabumi. Tahun 1998 penulis
melanjutkan sekolah di SLTPN 5 Sukabumi hingga tahun 2001. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan sekolah di SMUN 1 Sukabumi dan lulus pada tahun
2004.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
tahun 2004 melalui jalur USMI di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian. Selama menyelesaikan studinya di IPB,
penulis pernah menjadi pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Sukabumi
(IKAMASI) periode 2005-2006. Penulis juga cukup aktif mengikuti kepanitiaan
yang diselenggarakan oleh GMSK.
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan kekuatan, rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi berjudul
Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu serta Hubungannya
dengan Strategi Koping Ibu pada Anak dengan Gangguan Autism Spectrum
Disorder (ASD) dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Pertanian di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu
kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc yang telah membimbing penulis dari awal
pembuatan proposal hingga terselesainya skripsi ini dan atas dukungan baik
moril maupun spiritual, semangat, waktu, tenaga dan pikiran yang telah
diberikan.
2. Ir. Melly Latifah, MSi yang telah bersedia menjadi dosen pemandu dalam
seminar hasil skripsi dan atas masukan-masukannya.
3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik selama
berada di bangku GMSK.
4. Megawati Simanjuntak, SP selaku dosen penguji skripsi serta atas bantuan,
semangat dan dukungannya.
5. Bapak Suganda dan Ibu Neni Sukaesih atas kasih sayang, dukungan,
semangat, perhatian dan doanya, Dessi dan Dery Milyawan yang tidak
bosan memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.
6. Pihak Sekolah Luar Biasa Mentari Kita atas kerjasamanya, dukungan serta
masukan yang telah diberikan serta orang tua siswa Mentari Kita atas
kesediaannya untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
7. Pihak Sekolah Khusus Al-Ihsan Tangerang dan Cilegon atas kerjasamanya
dan para orang tua siswa Al-Ihsan atas kesediannya untuk meluangkan
waktunya untuk diwawancarai.
8. Keluarga Besar Bapak Prastito, atas bantuan serta dukungan selama
pengambilan data di Cilegon, Banten.
9. Keluarga Om Andi, Tante dan Om Bambang dan Viosih, atas bantuan serta
dukungan selama pengambilan data di Tangerang.
10. Rekan-rekan penelitian: Wieke dan Leni atas kerjasama dan bantuannya.
11. Teman terbaik Yuvee, Fahmi, Lesta, Gustia, Nining, atas dukungan dan
semangatnya.
12. Teman-teman GMSK 41, Ima, Noorma, Venny, Any, Angelica, Suci, Aqsa,
Fika, Dhe, Ira, Eka, Ahma, Moniqa dan teman-teman lain yang tidak bisa
disebutkan satu persatu atas semangat dan keceriannya.
13. Sri, Ira, Yuli dan Arina selaku pembahas dalam seminar hasil skripsi dan
masukan-masukan yang telah diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini.
14. Donny (TIN 41), Heri, Yuyun dan Wiwie (STK41) atas bantuan dan
dukungannya.
15. Teman-teman kost Nerita (Endah, Dinda, Nita, Ifah, Ita dan Fety) atas
bantuan, dukungan dan persahabatannya.
16. Teman-teman KKP (Zae, Bogie, Widi, Nilam, dan Fitri) dan keluarga di Desa
Mekarjaya, Cianjur atas doanya.
17. Teman-teman IKAMASI, IKK 42 dan GM 42.
18. Seluruh pengajar dan staf GMSK yang telah membantu kelancaran studi.
19. Pihak-pihak yang secara tidak langsung membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga kebaikan semua mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidaklah luput dari kesalahan.
Penulis memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini
serta mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaikinya. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Penulis

Lia Milyawati
DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP..................................................................................................i
PRAKATA .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ix
PENDAHULUAN ...............................................................................................1
Latar Belakang ......................................................................................1
Perumusan Masalah . ............................................................................2
Tujuan ...................................................................................................3
Kegunaan Penelitian ..............................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................6
Autism Spectrum Disorder (ASD) ...........................................................6
Karakteristik Anak .................................................................................7
Karakteristik Keluarga.............................................................................. 8
Dukungan Keluarga..................................................................................9
Persepsi Ibu terhadap Anak ASD ...........................................................10
Strategi Koping.......................................................................................10
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................15
METODE PENELITIAN......................................................................................18
Disain, Tempat dan Waktu .....................................................................18
Teknik Penarikan Contoh ......................................................................18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................18
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................20
Definisi Operasional .............................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 24
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 24
Karakteristik Anak ASD .......................................................................... 25
Karakteristik Keluarga ............................................................................ 26
Dukungan Keluarga................................................................................ 31
Pengetahuan contoh mengenai ASD...................................................... 33
Persepsi contoh terhadap anak ASD ...................................................... 35
Strategi koping contoh ............................................................................ 37
Perbedaan strategi koping contoh saat pertama dan saat ini.................. 44
Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan dukungan
keluarga, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap anak ASD .......... 46
Hubungan antara karakteristik keluarga, dukungan keluarga,
pengetahuan dan persepsi contoh terhadap anak ASD dengan strategi
koping saat ini ........................................................................................ 59
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 66
LAMPIRAN ........................................................................................................ 68
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jenis peubah, skala data dan kategori pengukuran............................ 19
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia anak ................. 25
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi anak ASD .......................... 26
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan tipe keluarga ......... 30
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan alokasi
dana ASD ........................................................................................... 31
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pernyataan dukungan
keluarga inti dan luas.......................................................................... 32
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan mengenai ASD 34
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pernyataan persepsi
terhadap anak ASD ............................................................................ 36
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola I ......... 39
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola II ........ 41
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola III ....... 42
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan strategi koping saat pertama dan
saat ini setelah mengetahui anak ASD ............................................... 43
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan dukungan
keluarga ............................................................................................. 46
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan
dukungan keluarga ............................................................................. 47
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan dukungan keluarga.... 48
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan alokasi dana ASD dan dukungan
keluarga ............................................................................................. 49
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan usia dan lama pendididkan serta
pengetahuan mengenai ASD.............................................................. 50
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pengetahuan
mengenai ASD ................................................................................... 50
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga, alokasi dana
ASD dan pengetahuan mengenai ASD .............................................. 51
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan suami serta persepsi
terhadap anak ASD ............................................................................ 52
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, lama pendidikan
dan persepsi contoh terhadap anak ASD ........................................... 53
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga, alokasi
dana ASD dan persepsi terhadap anak ASD ...................................... 53
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak dan dukungan
keluarga ............................................................................................. 54
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan dukungan keluarga ....... 54
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi dan dukungan keluarga ..... 55
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pengetahuan
mengenai ASD ................................................................................... 55
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan pengetahuan
mengenai ASD ................................................................................... 55
Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi dan pengetahuan
mengenai ASD ................................................................................... 56
Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan persepsi
terhadap anak ASD ............................................................................ 57
Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan ibu dan dukungan
keluarga ............................................................................................. 58
Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan persepsi terhadap
anak ASD........................................................................................... 58
Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan dukungan keluarga dan persepsi
terhadap anak ASD ............................................................................ 58
Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan strategi koping ........... 59
Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan strategi koping.... 60
Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan strategi koping ...... 60
Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan
strategi koping .................................................................................... 61
Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan dukungan keluarga dan strategi
koping ................................................................................................ 61
Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan contoh dan strategi
koping ................................................................................................ 62
Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan persepsi contoh dan strategi koping .... 62
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Kerangka Berpikir: Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan
Persepsi Ibu serta Hubungannya dengan Strategi Koping Ibu
pada Anak dengan Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) ..... 17
Gambar 2 Bagan penarikan contoh .................................................................. 18
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan suami contoh ........... 27
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh dan suami.... 28
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan contoh dan suami ...... 29
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan dukungan keluarga ............................ 33
Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan mengenai ASD 35
Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap anak ASD ............. 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner ................................................................................................. 68
2. Uji Reliabilitas ........................................................................................... 74
3. Uji Deskriptif.............................................................................................. 76
4. Tabel alasan perubahan strategi koping ................................................... 77
5. Uji Chi-square dan Paired Sample T-test .................................................. 84
6. Uji Korelasi Spearman .............................................................................. 85
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumberdaya manusia adalah seluruh kemampuan dan potensi yang
dimiliki oleh suatu penduduk yang digunakan untuk mengembangkan dan
mensukseskan suatu wilayah atau bangsa. Sumberdaya manusia mempunyai
dua ciri, yaitu ciri personal dan interpersonal (Gurhardja, Puspitasari, Hartoyo &
Martianto 1992). Ciri personal meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, affektif,
dan psikomotorik. Selain itu pula, energi manusia, status kesehatan, bakat,
tingkat intelegensia, minat serta sensitivitas termasuk ke dalam ciri personal.
Sedangkan ciri interpersonal berhubungan dengan sikap maupun hubungan
antar manusia dalam membentuk suatu kerjasama gotong royong yang berkaitan
dengan pengembangan.
Sumberdaya manusia yang berkualitas menentukan kemajuan dan
kesuksesan suatu bangsa. Oleh karena itu, diperlukan individu-individu yang
berkualitas yang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan,
keterampilan dan kesehatan individu. Individu yang berkualitas dapat tercipta
dari keluarga yang berkualitas.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat yang
anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan serta hubungan darah
atau adopsi (Burgers dan Lacke 1961 dalam Gurhardja, Puspitasari, Hartoyo &
Martianto 1992). Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum menikah.
Dalam keluarga kehadiran anak merupakan hal yang penting yaitu
sebagai penerus keluarga. Dalam keluargalah anak pertama kali memperoleh
bekal untuk hidup dikemudian hari, melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional
dan spiritual. Keluarga dicirikan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan
anak yang paling dapat memberi kasih sayang yang tulus, manusiawi, efektif dan
ekonomis (Guhardja dkk. 1992). Oleh karena itu, harapan orang tua terhadap
anak sangat besar. Akan tetapi, tidak semua anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan normal layaknya anak-anak seusianya seperti anak yang
mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi atau yang lebih
dikenal dengan istilah Autis.
Autis atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan
perkembangan terutama dalam berperilaku, yang secara umum disebabkan oleh
kelainan struktur otak atau fungsi otak. ASD ini terlihat sebelum anak berusia
tiga tahun dan dapat diketahui dari interaksi sosial dan komunikasi yang terbatas
dan berulang-ulang.
Kondisi anak ASD tersebut dapat menimbulkan suatu keadaan krisis atau
stres dan beban tersendiri pada orang tua terutama ibu. Stres yang dialami oleh
ibu yang memiliki anak ASD akan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan ibu
yang memiliki anak normal ataupun ibu yang memiliki anak penyandang
kecacatan lain. Halroyd dan Mc Arthur (1976) dalam Tobing (2004) menyatakan
bahwa ibu dengan anak ASD memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak Down Syndrome. Selain itu,
orangtua dengan anak ASD memiliki stres yang lebih besar dibandingkan
orangtua dengan anak yang menderita kesulitan belajar (Konstantareas 1992
dalam Tobing 2004) dan retardasi mental (Donovan 1988 dalam Tobing 2004).
Stres tersebut dapat berpengaruh pada peran ibu terutama dalam merawat,
mengasuh dan mendidik anak.
Stres yang dialami oleh ibu perlu diatasi dengan menerapkan strategi
koping yang efektif. Strategi koping tersebut diharapkan mampu mengurangi
tekanan ibu dalam menghadapi anak ASD sehingga dapat melaksanakan peran
pengasuhannya dengan baik.

Perumusan Masalah
ASD merupakan gangguan perkembangan yang kompleks yang
disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan
gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi,
dan belajar. Kondisi tersebut akan mempengaruhi perkembangan fisik dan
mental anak. Anak akan terisolir dari dunia luar dan hidup dengan dunianya
sendiri dengan berbagai gangguan.
Diketahui bahwa jumlah penderita ASD semakin meningkat di seluruh
dunia. Pada tahun 1987 di dunia, prevalensi penyandang ASD diperkirakan satu
berbanding 5000 kelahiran dan sepuluh tahun kemudian menjadi satu anak
penyandang ASD setiap 500 kelahiran. Prevalensi jumlah penyandang ASD di
California pada tahun 1994 diperkirakan 14 per 10.000 kelahiran (Tobing 2004).
Pada tahun 2000 meningkat menjadi satu berbanding 250 kelahiran dan tahun
2006 diperkirakan jumlah penyandang ASD satu berbanding 100 kelahiran
(Kelana & Elmy 2007). Sampai saat ini, di Indonesia belum ada data resmi
mengenai jumlah penderita ASD. Namun, menurut Kelana dan Elmy (2007)
jumlah penderita ASD di Indonesia diperkirakan lebih dari 400.000 orang.
Orang tua terutama ibu yang memiliki anak ASD memiliki tekanan dan
beban yang lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak normal dan
sehat. Tekanan dan beban yang dialami dapat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan ibu juga cara pengasuhan seperti merawat dan menangani anak ASD.
Semakin besar tekanan dan beban yang dialami ibu maka dapat menurunkan
kondisi kesehatan ibu dan kualitas pengasuhan yang dilakukan ibu terhadap
anak ASD. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi koping yang dapat
mengatasi masalah dan mengurangi tekanan tersebut.
Strategi koping yang dapat diterapkan oleh ibu terdiri dari tiga pola
koping. Pola I yaitu dengan mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan
situasi optimis, pola II yaitu memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri, dan
stabilitas psikologis dan pola III yaitu memahami situasi medis melalui
komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis (McCubbin &
Thompson 1987).
Strategi koping tersebut diharapkan dapat mengatasi dan mengurangi
perasaan tertekan dalam merawat anak ASD baik pada masa-masa pertama
mengetahui anak menderita ASD ataupun saat ini setelah mengetahui anak
menderita ASD. Dari latarbelakang itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana
strategi koping yang digunakan oleh ibu dalam menghadapi anak ASD? Adakah
perbedaan antara strategi koping yang digunakan ibu pada saat pertama kali
mengetahui anak mengalami gangguan ASD dan saat ini? Adakah hubungan
antara karakteristik keluarga dan anak dengan dukungan keluarga, pengetahuan
dan persepsi ibu terhadap anak ASD? Adakah hubungan antara karakteristik
keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD
dengan strategi koping yang digunakan dalam menghadapi anak ASD?. Oleh
karena itulah penelitian Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu
serta Hubungannya dengan Strategi Koping Ibu pada Anak dengan Gangguan
Autism Spectrum Disorder (ASD) perlu untuk dilakukan.

Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi Ibu serta
hubungannya dengan strategi koping ibu pada anak dengan gangguan Autism
Spectrum Disorder (ASD).
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan karakteristik keluarga (usia ibu
dan suami, lama pendidikan ibu dan suami, jenis pekerjaan ibu dan
suami, besar dan tipe keluarga, pandapatan total keluarga serta alokasi
dana ASD).
2. Mengidentifikasi dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu
terhadap anak ASD.
3. Mengetahui strategi koping yang digunakan ibu pada saat ini dan pada
saat pertama mengetahui anak mengalami gangguan ASD.
4. Menganalisis perbedaan antara strategi koping ibu saat pertama kali
mengetahui anak ASD dan saat ini.
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan
dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD.
6. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, dukungan keluarga,
pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD dengan strategi
koping yang digunakan saat ini.

Kegunaan Penelitian
1. Keluarga
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat
memberikan informasi mengenai strategi koping yang dapat digunakan sebagai
upaya dalam menghadapi anak penderita suatu penyakit kronis, terutama ASD.
2. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada
masyarakat sehingga pemahaman masyarakat mengenai anak ASD lebih baik
dan persepsi terhadap anak ASD menjadi lebih positif. Selain itu, diharapkan
dapat memberikan dukungan kepada keluarga terutama ibu yang memiliki anak
ASD sehingga dapat membantu ibu mengatasi stres dalam merawat anak ASD.
3. Terapis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu terapis dalam menentukan
program terapi dan dalam memberikan dukungan terhadap keluarga penderita
ASD terutama ibu.
4. Pemerintah
Memberikan informasi pada pemerintah sehingga pemerintah dapat
memberikan perhatian khusus kepada keluarga dan anak dengan gangguan
ASD. Oleh karena itu, diharapkan dapat menciptakan sarana dan prasarana
yang mudah diperoleh dalam meningkatkan kemampuan anak ASD sehingga
dapat mengurangi beban yang harus ditanggung oleh keluarga ASD.
TINJAUAN PUSTAKA

Autism Spectrum Disorder (ASD)


Pengertian ASD
ASD merupakan gangguan perkembangan yang berhubungan dengan
perilaku yang umumnya disebabkan oleh kelainan struktur otak atau fungsi otak.
ASD ini ditandai oleh gangguan-gangguan yang serius dalam interaksi sosial dan
komunikasi dan tingkah laku yang sangat terbatas, berulang-ulang atau stereotip
(Dumas & Nielsen 2003).
ASD ini dapat terlihat dari masa kanak-kanak sebelum usia tiga tahun.
Akan tetapi gejala-gejala ASD akan semakin terlihat jelas pada saat anak telah
mencapai usia tiga tahun. Secara umum gejala ASD meliputi beberapa
gangguan yaitu sebagai berikut (Budiman 1998 dalam Yusuf 2003):
1. Gangguan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal seperti
terlambat bicara, menggunakan kata-kata yang hanya dapat dimengerti oleh
dirinya sendiri, sering meniru dan mengulang kata.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata,
tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri.
3. Gangguan pada bidang perilaku, terlihat dari adanya perlaku yang berlebih
(excessive) dan kekurangan (deficient), melakukan permainan yang sama.
4. Gangguan pada bidang perasaan atau emosi, seperti kurangnya empati,
simpati dan toleransi. Selain itu, terkadang tertawa dan marah sendiri tanpa
sebab yang jelas dan sering marah tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa
yang diinginkan.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit
mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga,
tidak menyukai sentuhan dan pelukan.
Gejala pada setiap anak ASD tidak ada yang sama. Selain itu, intensitas gejala
ASD juga berbeda-beda, dari yang sangat ringan sampai sangat berat.
Penderita ASD semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Autism
Research Institute dalam Askari (2008), jumlah anak penderita ASD di San Diego
pada tahun 1987 diperkirakan 1:5.000 anak. Sedangkan prevalensi anak
dengan gangguan ASD di Amerika pada tahun 2007 diperkirakan 1:152 (Askari
2008). Menurut Yusuf (2003) terdapat bebarapa faktor yang diperkirakan
menjadi penyebab timbulnya ASD antara lain:
1. Faktor Psikogenik
ASD pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Pada
saat itu ASD diperkirakan disebabkan oleh pola asuh yang salah karena
kasus ASD banyak ditemukan pada keluarga yang berpendidikan dan
berasal dari keluarga menengah, dimana orangtua bersikap kaku pada
anak. Akan tetapi, faktor psikogenik ini tidak mampu menjelaskan
ketertinggalan perkembangan kognitif, tingkah laku, maupun komunikasi
anak ASD.
2. Faktor Biologis dan Lingkungan
Kondisi lingkungan seperti virus dan zat-zat kimia atau logam berat dapat
menimbulkan ASD. Zat-zat beracun tersebut seperti timah (Pb), cadmium
serta amalgam. Sebuah vaksin, MMR (Measles, Mumps & Rubella) pun
awalnya diperkirakan menjadi penyebab ASD.
Akan tetapi, hingga saat ini faktor genetiklah yang diduga kuat penyebab
terjadinya ASD. Selain itu, beberapa faktor lain yang diperkirakan menjadi
penyebab terjadinya ASD adalah usia ibu (semakin tua usia ibu, kemungkinan
memiliki anak dengan gangguan ASD semakin besar), urutan kelahiran,
pendarahan trisemester pertama dan kedua serta penggunaan obat yang tidak
terkontrol selama kehamilan.

Karakteristik Anak
Usia Anak ASD
Pada saat usia balita, anak ASD merespon sesuatu secara pasif dan
kaku. Selain itu, anak ASD tidak melakukan kontak mata atau tersenyum, dan
menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap berbagai macam bunyi. Pada
usia dua tahun, anak ASD cenderung menghindari orang dewasa dan anak-anak
seumurnya, jarang mau dipeluk dan merasa nyaman bila sendiri, juga
menunjukkan sedikit atau tidak ada minat terhadap sesuatu yang dilakukan
orang lain. Selain itu, pada saat anak ASD berusia empat atau lima tahun, gejala
ini masih tetap ada (Dumas & Nielsen 2003). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari 30 persen remaja dengan gangguan ASD menunjukkan
kemunduran fungsi secara tetap atau sementara (Gillberg 1991; Kobayashi,
Murata & Yoshinaga 1992 dalam Dumas & Nielsen 2003).
Jenis Kelamin
Secara keseluruhan, anak ASD rata-rata empat hingga lima kali terjadi
lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Anak
perempuan yang menderita ASD mempunyai tingkat fungsi intelektual yang lebih
rendah dibandingkan anak laki-laki (Dumas & Nielsen 2003).

Karakteristik Keluarga
Usia Ibu
Ibu mengalami lebih banyak stres dan merasa dirinya kurang kontrol diri
dalam menghadapi situasi dimana memiliki anak cacat dibandingkan dengan
ayah (Hodapp 2002). Selain itu, ibu bereaksi berlebihan dibandingkan dengan
ayah dalam menghadapi anak cacat.
Pendidikan
Tingkat pendidikan dilihat dari lamanya seseorang menyelesaikan
pendidikan formal yang diikuti. Individu dengan pendidikan tinggi pada umumnya
lebih positif dalam menghadapi situasi dan bersikap optimis (Pearlin & Schooler
1976 diacu dalam Furi 2006).
Pendapatan
Keluarga yang memiliki pendapatan besar atau keluarga yang mapan
dalam membesarkan anak dengan kecacatan lebih baik dibandingkan keluarga
yang membesarkan anak cacat dengan sedikit uang (Farber 1970 dalam Hodapp
2002).
Besar keluarga dan tipe Keluarga
Besar keluarga ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga.
Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap pengasuhan yang diberikan
kepada anak (Ariotejo 2002). Adanya orang lain yang tinggal bersama dalam
satu rumah secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap tumbuh
kembang anak (Hurlock 1991).
Keluarga yang utuh lebih baik dibandingkan dengan keluarga yang tidak
lengkap atau single-parent dalam membesarkan anak dengan kecacatan
(Beckman 1983 dalam Hodapp 2002). Sehingga semakin besar atau lengkapnya
anggota keluarga kemungkinan dapat membantu ibu dalam menghadapi
masalah sehingga dapat menurunkan tingkat stres atau tekanan yang dihadapi
ibu.
Tipe keluarga terdiri dari keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti
adalah keluarga yang terdiri dari ayah/suami, ibu/isteri, dan anak yang tinggal
dalam satu rumah. Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga luas adalah
keluarga yang terdiri dari ayah/suami, ibu/isteri, anak, nenek, kakek ataupun
saudara lainnya.
Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dapat mendorong hasil yang sehat dan positif.
Dukungan keluarga lebih penting bagi mental ibu dibandingkan dukungan dari
teman. Hal ini mungkin disebabkan dukungan keluarga memiliki sebuah nilai
yang lebih tinggi daripada dukungan teman (Serovich 2001 dalam Galvin, Bylund
& Brommel 2004). Juga, dukungan keluarga mempunyai efek yang positif bagi
penderita stroke, orang yang depresi dan status sosial. Khususnya dukungan
keluarga penting bagi anggota keluarga yang stres berat (Tsouna, Vemmos,
Zakopoulos & Stamatelopoulos 2000 dalam Galvin, Bylund & Brommel 2004).
Orang tua yang memiliki anak cacat mempunyai jaringan sosial yang
lebih kecil akan tetapi hubungannya erat. Para ibu menerima sejumlah
dukungan informal dimana dukungan tersebut berasal dari ibunya, saudara
perempuan, atau beberapa kerabat. Jaringan seperti itu lebih kuat satu sama
lain dalam berinteraksi (Hodapp 2002). Dukungan keluarga pun dapat diperoleh
ibu dari sibling anak. Hubungan sibling anak meliputi saling membantu,
menolong, belajar, dan bermain. Lebih dari 80 persen anak-anak di Amerika
memiliki satu atau lebih sibling. Anak dapat memberikan dukungan emosi dan
sebagai teman berkomunikasi (Carlson 1995 dalam Santrock 1997).
Dukungan yang diperoleh terjadi karena adanya hubungan antar anggota
keluarga yang baik. Dimana keterampilan dalam berkomunikasilah yang
membantu dalam menciptakan hubungan lebih baik dengan teman, keluarga,
dan kerabat dekat sehingga dapat menurunkan tingkat stres yang dialami dalam
menghadapi masalah stres (Greenberg 2002).
Komunikasi yang lebih baik menimbulkan lebih sedikit konflik, lebih
banyak pernyataan-pernyataan positif dan ucapan-ucapan khusus yang
memelihara dan mendukung anggota keluarga. Jadi, komunikasi yang lebih baik
sangat diperlukan bagi keluarga-keluarga yang mengalami stres (Galvin, Bylund
& Brommel 2004).
Persepsi Ibu Terhadap Anak ASD
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi untuk memaknai
sesuatu (Kotler 2000). Persepsi adalah proses dimana seseorang menerima,
memperhatikan, dan memahami informasi yang diberikan kepadanya. Persepsi
ini sifatnya kompleks dan subjektif tergantung pada subjek yang melaksanakan
persepsi tersebut (De Vito 1997 diacu dalam Sutiah 2006).
Dua individu yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus tersebut
berbeda karena pemahaman stimulus oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai, harapan dan kebutuhannya yang sifatnya sangat individual (Sumarwan
2003). Perbedaan persepsi terjadi karena setiap orang memiliki kesan yang
sangat individual dalam melihat suatu objek. Kesan tersebut dihasilkan oleh
lingkungan fisik dan sosial, struktur fisiologis, kebutuhan, dan cita-citanya serta
pengalaman masa lalu (Sarwono 1999 diacu dalam Sutiah 2006).
Persepsi ditentukan oleh faktor internal dalam diri individu dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat, emosi, pendidikan,
pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal
meliputi pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar
belakang sosial budaya (Kayam 1985 diacu dalam Okturna 2004).
Strategi Koping
Koping adalah usaha tingkah laku dan kognitif untuk menguasai,
mengurangi atau mentoleransi tuntutan-tuntutan. Koping digunakan untuk
mencari solusi yang dapat memperkecil akibat dari tuntutan-tuntutan tersebut
(Lazarus & Folkman 1980 diacu dalam Rice 1999). Koping adalah usaha untuk
mengatasi kondisi bahaya, ancaman atau tantangan ketika respon rutin atau
otomatis tidak tersedia, tuntutan lingkungan harus memenuhi solusi perilaku baru
atau lama dan harus disesuaikan untuk menghadapi stres saat ini (Selye 1983
diacu dalam Hernawati & Herawati 2006).
Koping merupakan suatu usaha untuk berpikir positif dalam menghadapi
suatu kondisi yang menyebabkan stres, sehingga pada akhirnya dapat
menciptakan harapan baru yang lebih nyata. McElroy dan Townsend (1985)
diacu dalam Astuti (2007) menyatakan bahwa salah satu aspek kunci dari koping
adalah upaya individu untuk menerima kenyataan atau mengeneralisir
ketidakpuasan.
Proses dan upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi
masalah disebut sebagai koping. Koping ini terdiri dari dua bentuk, yaitu problem-
focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping
merupakan strategi seseorang dalam memecahkan masalah fokus terhadap
masalah yang sedang dihadapi. Jika seseorang fokus untuk mengatasi emosi
yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi yang terjadi tidak dapat
dirubah disebut dengan emotion-focused coping (Lazarus & Folkman 1984 dalam
Atkinson, Atkinson, Smith & Bem 2000). Akan tetapi, sebagian besar orang
menggunakan kedua bentuk koping tersebut saat menghadapi situasi stres.
Strategi dalam memecahkan masalah antara lain dengan menentukan
masalah, menciptakan alternatif pemecahan, memikirkan alternatif berkaitan
dengan biaya dan manfaat, kemudian memilih salah satunya dan
mengimplementasikan alternatif yang dipilih (Atkinson et al. 2000). Seseorang
yang cenderung menggunakan problem-focused coping dalam situasi stres
menunjukkan tingkat stres yang lebih rendah baik selama atau setelah situasi
stres (Billing & Moos 1984 dalam Atkinson et al. 2000).
Nolen Hoeksema (1991) dalam Atkinson et al. 2000 mengklasifikasikan
emotion-focused coping menjadi strategi perenungan, strategi pengalihan, dan
strategi penghindaran negatif. Strategi perenungan antara lain mengisolasi diri
untuk memikirkan betapa buruknya perasaan dan mengkhawatirkan konsekuensi
dari peristiwa stres atau mengulang pembicaraan mengenai buruknya kehidupan
tanpa mengambil tindakan untuk mengubahnya. Strategi pengalihan yaitu
dengan melibatkan diri dalam aktifitas yang menyenangkan, sedangkan strategi
penghindaran negatif adalah aktifitas yang dapat membahayakan.
Strategi koping penyesuaian dimana sebuah keluarga mungkin
mempergunakan sekurang-kurangnya tiga dasar strategi koping penyesuaian,
baik yang digunakan sendiri atau penggabungan untuk meciptakan penyesuaian
keluarga meliputi penghindaran, eliminasi, dan asimilasi. Penghindaran diartikan
sebagai usaha keluarga menyangkal atau membiarkan stressor dan tuntutan lain
dengan keyakinan dan harapan bahwa stressor akan berlalu atau hilang dengan
sendirinya. Eliminasi merupakan sebuah usaha aktif dari keluarga
menghilangkan seluruh tuntutan dengan cara merubah atau mengganti stressor.
Baik penghindaran atau eliminasi meminimalkan atau melindungi anggota
keluarga dari modifikasi struktur keluarga. Asimilasi, melibatkan usaha keluarga
utnuk menerima tuntutan yang diakibatkan oleh stressor terhadap struktur
keluarga yang ada dan pola interaksi. Keluarga menerima tuntutan melalui
perubahan kecil dalam unit keluarga (McCubbin & Thompson 1987).
Adaptasi keluarga menjadi konsep sentral dalam fase adaptasi dan
digunakan untuk menggambarkan hasil usaha keluarga meraih tingkat
keseimbangan yang baru setelah krisis keluarga. Dalam situasi krisis, anggota
keluarga berjuang meraih keseimbangan dan kestabilan baik pada tingkat fungsi
antara individu dengan keluarga maupun keluarga dengan masyarakat. Adaptasi
keluarga diperoleh melalui hubungan timbal balik dimana tuntutan satu sama lain
dipertemukan oleh kapabilitas yang lainnya (McCubbin & Thompson 1987).
Selain strategi koping problem-focused coping dan emotion-focused
coping juga terdapat strategi koping keluarga yang telah dikembangkan oleh
McCubbin dan Patterson (1987). Strategi koping keluarga tersebut yaitu Coping
Health Inventory for Parents (CHIP). CHIP ini dikembangkan untuk
menggambarkan keluarga beradaptasi pada situasi di bawah tekanan terutama
dalam tindakan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
Strategi koping tersebut dibedakan kedalam tiga pola yaitu pola koping I
yaitu mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis yang
pusat pada keluarga dan orang tua, menjaga kebersamaan keluarga,
menciptakan kerjasama dan menciptakan kebebasan didalam keluarga. Pola
koping II yaitu memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri, dan stabilitas
psikologis. Pola koping II fokus pada usaha orang tua menjaga perasaan
personal melalui pencapaian dukungan sosial, memelihara kepercayaan diri dan
mengatur perasaan dan ketegangan psikologis. Pola koping III memahami situasi
medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis.
Pola koping tahap ini fokus pada hubungan diantara orang tua yang memiliki
situasi yang sama, staf medis dan programnya, juga usaha orang tua untuk
memahami dan menguasi informasi medis yang diperlukan (McCubbin &
Thompson 1987).
Kapasitas koping keluarga diikat oleh empat faktor yaitu pertama,
anggota keluarga menghadapi sejumlah stressor sebelumnya di tahun-tahun
terakhir. Kedua, tingkat peranan merubah koping. Ketiga, dukungan sosial yang
didapat oleh anggota keluarga. Keempat, dukungan institusional yang didapat
oleh anggota keluarga. Pengalaman masa lalu yang disertai krisis
mempersiapkan anggota keluarga untuk memahami krisis baru apabila terjadi;
mereka juga menghapus kesedihan, kejadian yang tidak dapat diduga akan
mempengaruhi koping (Hondapp 2000).
Strategi koping negatif yaitu menghindar atau menarik diri merupakan
strategi koping yang lain yang pada umumnya digunakan untuk melindungi
melawan emosi yang tidak diinginkan. Seseorang yang menggunakan
penghindaran biasanya mencoba mengurangi stres dengan suasana yang
membekas secara mental atau fisik. Penghindaran merupakan melarikan diri dari
kenyataan dan ketika digunakan lebih hal itu dapat mengganggu manajem stres
yang efektif lebih jauh lagi bentuk penghindaran berakibat negatif menurunkan
kepercayaan diri dan kewibawaan.
Strategi koping individu dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
pengalaman, faktor lingkungan, keperibadian, konsep diri dan faktor sosial. Hal
tersebut mempengaruhi kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah.
Sarwono (1992) diacu dalam Astuti (2007) menyatakan bahwa untuk mengurangi
atau menghilangkan stres, individu melakukan tingkah laku penyesuaian (coping
behavior). Individu yang berhasil akan berada pada keadaan homeostatis tetapi
seseorang yang tidak berhasil mengatasi masalah akan kembali pada situasi
stres dan kemungkinan stres tersebut akan semakin besar.
Penelitian sebelumnya mengenai strategi koping orang tua yang memiliki
anak autis dengan orang tua yang tidak memiliki anak autis berbeda. Penelitian
ini dilakukan di negara Swedia dimana strategi koping pada penelitian tersebut
diukur dengan menggunakan Sence of Coherence (SOC) dan Purpose in Life
(PIL-R). Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok orang tua yang
memiliki anak autis memiliki SOC yang sedang dan pada kelompok orang tua
yang tidak memiliki anak autis SOC tinggi. PIL-R kelompok orang tua yang
memiliki anak autis tidak memiliki pandangan mengenai kehidupan yang baik
atau positif sedangkan PIL-R kelompok orang tua yang tidak memiliki anak autis
tergolong memandang kehidupan lebih positif (Sivberg 2005).
Berdasarkan penelitian strategi koping keluarga terhadap penderita TB
paru menunjukkan bahwa perilaku koping keluarga dalam menghadapi masalah
penyakit tuberculosis (TB) paru yang terjadi pada anggota keluarga, rata-rata
keluarga mengembangkan perilaku positif terhadap upaya pemecahan masalah
penyakit TB paru. Perbedaan strategi koping yang digunakan antara keluarga
penderita TB paru yang dibantu dengan yang tidak dibantu dalam hal
pengobatan lebih disebabkan karena faktor jumlah keluarga, pendidikan
keluarga, pengetahuan pasangan, sikap keluarga, dukungan keluarga dan
persepsi keluarga terhadap penyakit TB paru (Lukman 2002).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga
dengan kasus TB paru pada pasangannya antara lain faktor pendidikan, tingkat
pengetahuan pasangan mengenai TB paru, sikap keluarga, dukungan keluarga,
ketersediaan sarana dan fasilitas serta persepsi keluarga mengenai TB paru
mempengaruhi penerapan strategi koping yang dilakukan keluarga. Tingkat
kepatuhan penderita TB paru dipengaruhi secara bermakna oleh strategi koping
keluarga dan tingkat stres, dimana pada keluarga yang mengembangkan strategi
koping adaptif atau positif menunjukkan lebih patuh begitu pula pada penderita
dengan tingkat stres yang rendah (Lukman 2002).
Hasil penelitian tingkat stres dan strategi koping ibu dengan anak
retardari mental menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan
keluarga dengan besar keluarga dan tingkat pendidikan keluarga. Tidak terdapat
hubungan antara kondisi psikososial anak dengan usianya, jenis kelamin, serta
tidak terdapat hubungan antara persepsi dengan usia dan pendidikan. Akan
tetapi terdapat hubungan yang positif antara persepsi dengan status pekerjaan
(Thantina 2002). Sebesar 57,1 persen ibu cenderung menerapkan strategi
koping terfokus pada emosi dan 34,3 persen ibu cenderung terfokus pada
masalah dan 8,6 persen ibu tidak mempunyai kecenderungan. Selain itu, tidak
terdapat hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping yang diterapkan
ibu (Thantina 2002).
KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga yang memiliki anak dengan keterbatasan kemampuan tertentu


seperti anak ASD dapat berpotensi menimbulkan reaksi penghindaran dan
penolakan keluarga, juga dapat menjadi sumber tekanan dan beban keluarga.
Tekanan dan beban menghadapi anak ASD dapat dirasakan langsung oleh ibu
dalam merawat dan mengasuh anak ASD. Oleh karena itu, strategi koping
sangat diperlukan untuk membantu ibu dalam menjalankan kehidupannya
menjadi lebih baik.
Salah satu strategi koping yang dapat digunakan untuk masalah ini yakni
strategi koping yang dikembangkan oleh McCubbin dan Thompson (1987), yang
terdiri dari tiga pola koping. Pola I adalah mempertahankan keutuhan keluarga,
kerjasama dan optimis. Pola II adalah memelihara dukungan keluarga,
kepercayaan diri dan stabilitas psikologis. Pola III adalah memahami situasi
medis melalui komunikasi antar orangtua dan konsultasi dengan staf medis.
Strategi koping yang digunakan ibu dalam menghadapi anak penderita
ASD tidak akan sama, tergantung pada banyak faktor, salah satunya kurun
waktu yang dilalui ibu dalam menghadapi kondisi tersebut. Diduga strategi
koping yang digunakan oleh ibu yang pertama kali mengetahui anaknya
menderita ASD adalah pola koping II yaitu ibu memelihara dukungan keluarga,
kepercayaan diri dan stabilitas psikologis, sedangkan koping pola I atau pola III
digunakan oleh ibu yang sudah lama mengetahui kondisi anaknya menderita
ASD atau bahkan sudah dapat menerima kondisi tersebut.
Strategi koping yang dipergunakan oleh ibu berhubungan dengan
karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan mengenai ASD dan
persepsi ibu terhadap anak ASD. Keempat hal tersebut menjadi faktor penting
dalam menggunakan dan mengembangkan strategi koping dalam menghadapi
anak ASD.
Karakteristik suatu keluarga berhubungan dengan besarnya dukungan
yang diberikan keluarga kepada ibu, pengetahuan ibu mengenai ASD dan
persepsi ibu terhadap anak ASD. Semakin tua usia seseorang diharapkan akan
semakin baik dukungan keluarga, pengetahuannya, serta dalam memandang
suatu masalah. Diharapkan pula dengan semakin tinggi pendidikan, besar
keluarga dan pendapatan, juga akan semakin kuat dukungan keluarga yang
diperoleh, semakin tinggi tingkat pengetahuan mengenai ASD, dan persepsi ibu
terhadap anak ASD menjadi lebih positif.
Selain itu, karakteristik keluarga berhubungan dengan besarnya dana
yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan anak ASD dan terapi ASD yang
dilakukan. Besarnya dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan
membiayai perawatan anak ASD, meliputi biaya terapi, obat atau supplemen,
dokter, atau pengasuh. Semakin baik karakteristik keluarga diharapkan semakin
baik pula terapi ASD yang dilakukan dan kebutuhan anak ASD dapat lebih
mudah dipenuhi.
Sementara karakteristik anak ASD pun berhubungan dengan dukungan
keluarga, tingkat pengetahuan mengenai ASD dan persepsi terhadap anak ASD.
Karakteristik anak ASD meliputi jenis kelamin, usia anak dan lama terapi.
Harapan keluarga terhadap anak laki-laki diduga lebih besar dibandingkan
terhadap anak perempuan sehingga diharapkan dukungan keluarga yang
diberikan semakin kuat. Selain itu, lama terapi yang telah dilakukan pun
berpengaruh terhadap persepsi terhadap anak ASD. Lama terapi ini
berhubungan dengan tingkat perkembangan anak ASD sehingga semakin lama
terapi diduga tingkat perkembangannya lambat sehingga semakin lama terapi,
maka diduga persepsi ibu terhadap anak ASD cenderung negatif.
Dukungan keluarga, tingkat pengetahuan mengenai ASD dan persepsi
ibu terhadap anak ASD saling berhubungan. Semakin kuat dukungan keluarga
dan tingginya tingkat pengetahuan mengenai anak ASD, maka persepsi ibu pada
anak ASD diharapkan akan semakin positif. Dukungan keluarga, tingkat
pengetahuan dan persepsi ibu terhadap anak ASD berhubungan dengan
besarnya dana yang dialokasikan untuk anak ASD setiap bulannya. Semakin
kuatnya dukungan keluarga dan tingkat pengetahuan ibu mengenai ASD yang
baik serta persepsi terhadap anak ASD yang positif diharapkan keluarga dapat
merawat dan memenuhi kebutuhan anak ASD lebih baik .
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diketahui gambaran
hubungan karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan ibu mengenai
ASD dan persepsi ibu pada anak ASD terhadap strategi koping ibu dalam
merawat dan menghadapi anak ASD. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan
pada Gambar 1.
Strategi Koping Ibu
saat pertama mengetahui anak menderita ASD:
Pola I (mempertahankan keutuhan
Karakteristik Keluarga : keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
Usia ibu dan suami Pola II (memelihara dukungan sosial,
Dukungan kepercayaan diri, dan stabilitas psikologis)
Lama pendidikan Ibu
Terapi ASD Keluarga Pola III (memahami situasi medis melalui
dan suami
Jenis Pekerjaan komunikasi antar orang tua dan konsultasi
Pendapatan Keluarga dengan staf medis)
Besar dan Tipe
Alokasi dana ASD: Pengetahuan
Keluarga
Terapi Ibu mengenai
Obat/suplemen ASD
Dokter
Karakteristik Strategi Koping Ibu
Pengasuh saat ini, setelah mengetahui anak menderita ASD:
Anak ASD :
Usia Persepsi Ibu Pola I (mempertahankan keutuhan
Jenis terhadap anak keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
Kelamin ASD Pola II (memelihara dukungan sosial,
Lama Terapi kepercayaan diri, dan stabilitas psikologis)
Pola III (memahami situasi medis melalui
komunikasi antar orang tua dan konsultasi
dengan staf medis)

Keterangan:
= dianalisis
= tidak dianalisis

Gambar 1. Kerangka Berpikir : Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu serta Hubungannya
Strategi Koping Ibu pada Anak dengan Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD)
METODE PENELITIAN
Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Penelitian ini
dilaksanakan di dua wilayah yaitu Sekolah Khusus Al-Ihsan yang berlokasi di
Villa Melati Mas, Bumi Serpong Damai, Tangerang dan Pondok Indah Cilegon
Blok B5 No 5, Cilegon, Provinsi Banten. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara purposive, dimana tempat tersebut memiliki jumlah anak ASD yang cukup
banyak dan bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Penelitian ini
dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2008 yang meliputi
pengumpulan, pengolahan serta analisis data.

Teknik Penarikan Contoh


Populasi dan contoh pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak
ASD yang sedang melakukan terapi di Sekolah Khusus Al-Ihsan Tangerang dan
Cilegon, Provinsi Banten. Penentuan contoh dilakukan secara purposive dengan
mempertimbangkan kesediaan ibu yang memiliki anak ASD untuk berpartisipasi
dan bersedia untuk diwawancarai.

Ibu yang memiliki anak ASD


dan sedang terapi di Al-
Ihsan

Al-Ihsan Cilegon 38 anak Al-Ihsan Tangerang 49


berkebutuhan khusus anak berkebutuhan
(20 anak ASD) khusus (39 anak ASD)

11 orang contoh yang 20 orang contoh


bersedia diteliti yang bersedia diteliti

31 orang contoh

Gambar 2 Bagan penarikan contoh


Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang diisi
oleh contoh setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti ataupun melalui
wawancara langsung dengan contoh (Lampiran 1). Data primer meliputi
karakteristik anak ASD (usia dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (usia
contoh dan suami, lama pendidikan contoh dan suami, jenis pekerjaan contoh
dan suami, besar dan tipe keluarga, pendapatan keluarga), pengetahuan contoh
mengenai ASD, dukungan keluarga, persepsi contoh terhadap ASD, dan strategi
koping. Data sekunder yaitu mengenai keadaan umum Sekolah Khusus Al-Ihsan
meliputi profil sekolah, jumlah terapi, identitas dan jumlah anak ASD yang
diperoleh dari Tata Usaha Yayasan. Adapun jenis peubah, skala data dan cara
pengukurannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis peubah, skala data dan kategori pengukuran
No Peubah Skala Kategori Pengukuran
Data
1 Karakteristik Anak ASD :
Usia anak ASD (bulan) Interval 36-47
48-59
60-71
72-83
84-95
96
Jenis Kelamin Nominal 1= Laki-laki
2= Perempuan
2 Karakteristik Keluarga :
Usia contoh dan suami (tahun) Interval 30
31-40
41-50
>50
Lama Pendidikan Ordinal Rendah (9 tahun)
Sedang (12 tahun)
Tinggi (>15 tahun)
Jenis Pekerjaan Nominal 1= PNS
2= Ibu rumah Tangga
3= Wiraswasta
4= Tentara
5= Pegawai Swasta
6= Tidak bekerja
Besar Keluarga Rasio Keluarga kecil ( 4 orang)
Keluarga sedang (5-7 orang)
Keluarga besar ( 8 orang)
Tipe Keluarga Nominal 1= Keluarga Inti
2= Keluarga Luas
Pendapatan Keluarga Ordinal 1= Rp 2,5 juta
2=Rp 2,51- 5 juta
3=Rp 5,1- 7,5 juta
4=Rp 7,51-10 juta
5=Rp10,1-15 juta
6=> Rp 15 juta
3 Pengetahuan mengenai ASD Ordinal Kurang (<60%)
Sedang (60-80%)
Baik (>80%)
4 Dukungan Keluarga Ordinal Sangat Kuat (>90%)
Kuat (80-90%)
Kurang kuat (<80%)
5 Persepsi terhadap anak ASD Ordinal Positif ( 80%)
Negatif (<80%)
6 Strategi koping Ordinal Pola I
Pola II
Pola III
Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS (Statistical Package
for Social Science) 10.0 for Windows. Proses pengolahan mencakup langkah-
langkah editing, coding, skoring, entry, cleaning, dan analisis data. Pada metode
deskriptif ini digambarkan bagaimana data yang berbentuk kualitatif dijelaskan
secara kuantitatif. Data deskriptif yang sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi.
Kategori usia contoh dan suami berdasarkan pada interval sepuluh.
Besar keluarga dibedakan menjadi keluarga besar, sedang, dan kecil
berdasarkan Hurlock (1991). Untuk pendapatan keluarga menggunakan jenis
data ordinal karena contoh hanya memilih salah satu rentang yang telah
disediakan pada kuesioner. Hal ini bedasarkan pada saat uji coba sebelumnya
bahwa contoh tidak bersedia mengungkapkan pendapatannya secara terbuka.
Pengukuran variabel pengetahuan contoh mengenai ASD meliputi 10
penyataan yang diberikan pada contoh yang terdiri dari dua jenis pernyataan,
yaitu pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif diberi skor 2 jika contoh
menjawab ya, skor 1 jika menjawab ragu-ragu, dan 0 jika menjawab tidak,
sedangkan untuk pernyataan negatif pemberian skor dilakukan sebaliknya.
Dengan demikian, diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 20. Sebelum skor
contoh tersebut dikategorikan terlebih dahulu skor tersebut distandarisasi dengan
dikonversi kedalam bentuk persen. Begitu pula dengan variabel dukungan
keluarga, persepsi terhadap anak ASD, dan strategi koping.
Untuk pengkategorian variabel pengetahuan contoh mengenai ASD
dibagi kedalam tiga kategori yang mengacu pada Khomsan (2000) dimana
kategori kurang apabila skor contoh kurang dari 60 persen, sedang antara 60
hingga 80 persen, dan baik lebih dari 80 persen.
Pengukuran variabel dukungan keluarga meliputi 10 penyataan yang
diberikan pada contoh yang terdiri dari dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan
positif dan negatif. Pernyataan positif diberi skor 2 jika contoh menjawab ya, skor
1 jika menjawab kadang-kadang, dan 0 jika menjawab tidak, sedangkan untuk
pernyataan negatif pemberian skor dilakukan sebaliknya. Dengan demikian,
diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 20.
Pengkategorian varibel dukungan keluarga didasarkan pada median skor
kelompok, yaitu jika jumlah skor contoh kurang dari median skor kelompok maka
dikategorikan dukungannya kurang kuat. Sedangkan jika lebih besar sama
dengan median skor kelompok, kategori dibagi menjadi dua yaitu kategori
dukungan kuat dan sangat kuat. Median skor variabel dukungan keluarga adalah
80 persen (Lampiran 3), sehingga dukungan keluarga 80-90 persen termasuk ke
dalam kategori dukungan kuat dan >90 persen termasuk ke dalam kategori
dukungan sangat kuat.
Pengukuran variabel persepsi ibu terhadap ASD meliputi 10 penyataan
yang diberikan pada contoh yang terdiri dari dua jenis pernyataan, yaitu
pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif diberi skor 2 jika contoh
menjawab setuju, skor 1 jika menjawab kurang setuju, dan 0 jika menjawab tidak
setuju, sedangkan untuk pernyataan negatif pemberian skor dilakukan
sebaliknya. Dengan demikian, diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 20.
Pengkategorian untuk variabel persepsi ibu terhadap ASD didasarkan
pada median skor kelompok, yaitu jika jumlah skor contoh kurang dari median
skor kelompok maka dikategorikan negatif. Sedangkan jika lebih besar sama
dengan median skor kelompok maka termasuk kategori positif. Median skor
persepsi yaitu 80 persen (Lampiran 3).
Pengukuran variabel strategi koping contoh berdasarkan pada strategi
koping untuk orang tua atau CHIP dari McCubbin & Thompson (1987) yang telah
disesuaikan. Pada variabel ini terdapat tigat pilihan jawaban, dimana jawaban
diberi skor 2 jika contoh menjawab membantu, 1 jika kurang membantu, dan 0
jika tidak membantu.
Strategi koping contoh dibagi kedalam tiga pola koping, yaitu Pola I
(mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis), Pola II
(memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri, dan stabilitas psikologis), dan
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan
konsultasi dengan staf medis). Penentuan pengkategorian kecenderungan pola
koping yang digunakan contoh berdasarkan pada persentase skor jawaban untuk
masing-masing pola koping. Persentase skor terbesar dari ketiga pola koping
akan menentukan kecenderungan pola koping yang digunakan contoh dalam
merawat anak ASD.
Uji statistik yang digunakan adalah Paired sample T-test, korelasi
Spearman dan chi-square. Paired sample T-test untuk mengetahui perbedaan
antara strategi koping contoh saat pertama mengetahui anak menderita ASD dan
saat ini. Korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik anak dan keluarga dengan pengetahuan contoh, dukungan
keluarga, dan persepsi contoh terhadap anak ASD. Uji chi-square digunakan
untuk melihat hubungan strategi koping contoh berdasarkan karakteristik
keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap anak
ASD.
Kualitas data dikontrol melalui uji reliabilitas variabel dukungan keluarga,
pengetahuan contoh mengenai ASD, persepsi contoh terhadap ASD dan strategi
koping. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbachs Alpha
menunjukkan reliabilitas variabel dukungan keluarga (0.6111), pengetahuan
contoh mengenai ASD (0.6790), persepsi contoh terhadap ASD (0.6902), dan
strategi koping (0.7344) (Lampiran 2). Dengan demikian bahwa item-item
pertanyaan tersebut reliabel untuk menentukan dukungan keluarga,
pengetahuan dan persepsi contoh terhadap anak ASD serta strategi koping yang
digunakan contoh dalam merawat anak ASD.

Definisi Operasional
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam
satu rumah. Besar keluarga diukur melalui kuesioner dengan
mengkategorikan menjadi keluarga kecil dengan jumlah individu kurang
dari sama dengan empat orang, keluarga sedang terdiri dari lima sampai
tujuh orang, dan keluarga besar dengan jumlah individu lebih dari sama
dengan delapan orang (Hurlock 1991).
Contoh adalah ibu yang memiliki anak ASD yang sedang diterapi di Sekolah
khusus Al-Ihsan dan bersedia untuk diwawancarai.
Dukungan keluarga adalah suatu perhatian yang diberikan keluarga terhadap
ibu dan anak ASD. Dukungan ini dapat diperoleh dari keluarga inti dan
luas. Dukungan keluarga diukur dengan memberikan 10 pertanyaan
kepada ibu dan dikategorikan menjadi dukungan yang sangat kuat, kuat
dan kurang kuat.
Lama pendidikan keluarga adalah lamanya waktu dalam menyelesaikan
pendidikan formal terakhir. Lama pendidikan ini antara lain 9 tahun atau
setingkat tamat SMP (tingkat pendidikan rendah), 12 Tahun atau
setingkat tamat SMA (tingkat pendidikan sedang), lebih dari atau sama
dengan 15 tahun atau setingkat tamat Perguruan Tinggi (tingkat
pendidikan tinggi).
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh oleh anggota
keluarga setiap bulannya.
Pengetahuan Ibu adalah besarnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh
ibu mengenai ASD. Kategori pengukuran pengetahuan ibu dibedakan
menjadi rendah, sedang, dan tinggi (Khomsan 2000).
Persepsi ibu terhadap anak ASD adalah suatu cara pandang ibu terhadap anak
ASD yang diukur melalui kuesioner dengan memberikan 20 pertanyaan.
Kategori pengukuran persepsi ibu terhadap anak ASD dibedakan menjadi
positif dan negatif.
Strategi koping adalah suatu cara dan upaya ibu yang berorientasi pada suatu
situasi yang sedang dihadapi untuk menguasai dan mengurangi tekanan
dalam merawat anak ASD. Kategori pengukuran strategi koping dibagi
menjadi tiga pola yaitu Pola I, Pola II, dan Pola III yang sesuai dengan
pola koping yang dikembangkan oleh McCubbin dan Thompson (1987).
Pola I adalah pola koping dimana ibu berorientasi terhadap keutuhan keluarga,
saling kerjasama dan memiliki persepsi yang optimis terhadap suatu
situasi atau keadaan anak ASD. Strategi koping pola I terdiri dari 19
pernyataan.
Pola II adalah pola koping dimana ibu membina hubungan baik dengan anggota
keluarga, masyarakat dan antar anggota keluarga sehingga tercipta
dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis yang
diperlukan dalam mengurangi tekanan atas masalah anak ASD. Strategi
koping pola II terdiri dari 15 pernyataan.
Pola III adalah pola koping dimana ibu memahami situasi medis anak ASD
melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
sehingga dapat mendukung perawatan kesehatan yang dilakukan ibu
terhadap anak ASD. Strategi koping pola III terdiri dari 8 pernyataan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Pelatihan Al-Ihsan berdiri pada tahun 1996 di bawah kepengurusan DKM
Masjid Dzarratul Muthmainnah. Setelah 11 tahun berdiri, Pelatihan Al-Ihsan
yang awalnya berpusat di Kompleks Batan Indah sudah memiliki tiga cabang,
yaitu di Perumahan Villa Melati Mas, Apotik Tiara Pamulang, dan PCI Cilegon,
Banten. Pada tahun 2004 pendiri Pelatihan Al-Ihsan mendirikan Yayasan
Qurrota Ayyuni, sehingga sekarang Pelatihan Al-Ihsan berada di bawah yayasan
tersebut. Pada tahun yang sama Pelatihan Al-Ihsan mendapatkan ijin dari
Pendidikan Nasional (Diknas) untuk menjadi Sekolah Khusus.
Tenaga pengajar Sekolah Khusus Al-Ihsan seluruhnya berjumlah 24
orang yang sebagian besar berpendidikan IKIP PLB (Pendidikan Luar Biasa).
Sedangkan jumlah murid ASD di Sekolah Khusus Al-Ihsan pada tahun 2008 di
kedua tempat tersebut sebanyak 59 orang, dimana sebanyak 39 siswa di Al-
Ihsan Tangerang dan 20 siswa di Cilegon, Banten.
Kegiatan yang dilakukan di Sekolah Khusus Al-Ihsan terdiri dari kelas
individu, kelas khusus, SD Integrasi untuk anak yang sudah bisa belajar di
sekolah dasar tetapi masih memerlukan bimbingan khusus. Kelas individu ini
terdiri dari behaviour teraphy, speech teraphy, sensory integration, dan brain gym
sedangkan untuk kelas khusus dilatih oleh satu orang guru dan satu orang
asisten untuk masing-masing kelas dengan tiap kelas terdiri dari empat sampai
lima orang anak. Selain itu pula terdapat beberapa kegiatan ekstrakurikuler
seperti menggambar, menyanyi, berenang dan out bound.
Terapi yang dilakukan untuk anak ASD antara lain behaviour teraphy,
speech teraphy, dan sensory integration. Behaviour teraphy adalah suatu upaya
yang dilakukan untuk melakukan perubahan perilaku pada anak ASD agar dapat
diterima dalam masyarakat. Speech teraphy yaitu mengajarkan anak ASD
mengenai suatu cara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, sensory
integration melatih kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh
rangsang sensoris yang diterima anak ASD dari tubuh maupun lingkungan, dan
kemudian menghasilkan respon yang searah.
Karakteristik Anak ASD
Karakteristik anak ASD meliputi jenis kelamin dan umur anak. Tabel 2
menggambarkan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia anak ASD.
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia anak
Karakteristik Anak n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 25 80.6
Perempuan 6 19.4
Total 31 100.0
Usia (bulan)
36-47 1 3.2
48-59 1 3.2
60-71 4 12.9
72-83 3 9.7
84-95 5 16.1
96 17 54.9
Total 31 100.0
Rata-rataSD 101.8131.41
Jenis Kelamin
Dumas dan Nielsen (2003) menyatakan bahwa peluang ASD pada anak
laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, yakni empat hingga lima kali lebih
besar dibandingkan anak perempuan. Hal tersebut menunjukkan adanya
hubungan antara ASD dan faktor-faktor genetik, tetapi bukan berarti bahwa
semua kasus ASD disebabkan oleh peranan faktor genetik (McCandless 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin anak contoh pada
penelitian ini sebagian besar (80.6%) adalah laki-laki, sedangkan sisanya
(19.4%) adalah anak perempuan yang menderita ASD. Hal ini membuktikan
bahwa anak ASD lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Usia Anak ASD
Pada penelitian ini, usia anak contoh berada pada rentang 42 sampai
dengan 179 bulan. Lebih dari separuh (54.8%) anak contoh berusia lebih dari
atau sama dengan 96 bulan dan hanya sedikit (3.2%) anak contoh yang berusia
kurang dari 48 bulan dan kurang dari 60 bulan. Rata-rata usia anak contoh
adalah 101.81 bulan.
Seluruh usia anak contoh termasuk pada kategori kanak-kanak. Semakin
cepat seorang anak diketahui menderita ASD diharapkan akan semakin cepat
proses penyembuhan ASD sehingga diduga dapat meringankan tekanan yang
dirasakan oleh contoh.
Lama Terapi ASD
Terapi merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan untuk
menyembuhkan atau menghilangkan gejala penyakit tertentu. Terapi yang
dilakukan untuk anak-anak ASD antara lain behaviour teraphy, sensory
integration, speech teraphy, dan terapi biomedik. Adapun tujuan dari terapi ASD
adalah untuk mengurangi gangguan berperilaku, meningkatkan kemampuan
belajar dan perkembangan terutama dalam penguasaan bahasa, serta
meningkatkan sosialisasi dan rasa percaya diri anak ASD.
Terapi untuk anak ASD harus dimulai sedini mungkin sebelum anak
berusia lima tahun (Handojo 2003). Hal ini dikarenakan otak berkembang pesat
pada usia sebelum lima tahun dengan puncak perkembangan otak terjadi pada
usia dua hingga tiga tahun. Oleh karena itu, terapi ASD yang dilakukan setelah
anak berusia lima tahun menunjukkan perkembangan yang berjalan lambat.
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata lama terapi ASD
adalah selama 65.61 bulan. Sebanyak 45.2 persen contoh telah menterapi anak
ASD selama 41-88 bulan dan sebanyak 29 persen contoh telah menterapi anak
ASD lebih dari atau sama dengan 89 bulan.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi anak ASD
Lama terapi (bulan) n %
40 8 25.8
41-88 14 45.2
89 9 29.0
Total 31 100.0
Rata-rataSD 65.6129.32
Karakteristik Keluarga
Usia Contoh dan Suami
Menurut Papalia dan Olds (1981) umur manusia dewasa dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu dewasa awal, dewasa madya dan dewasa lanjut. Dewasa
awal memiliki rentang usia antara 20-40 tahun, dewasa madya dengan rentang
usia 41-65 tahun, dan dewasa lanjut dengan rentang usia lebih dari 65 tahun.
Pada Gambar 3 dapat dilihat sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan suami
contoh.
70 61.3
60
50 45.2

persentase
40 32.2 32.2 Rata-rata (tahun) :
30 contoh (ibu) =38
19.4 suami = 41.81
20
10 6.5
3.2
0
0
30 31-40 41-50 >50
Usia (Tahun)

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan suami contoh


Usia contoh (ibu) berkisar antara 27-50 tahun dengan rata-rata 38 tahun.
Berdasarkan Gambar 3 lebih dari separuh (61.3%) contoh berusia 31-40 tahun
dan hanya sedikit (6.5%) yang berusia kurang dari atau sama dengan 30 tahun
serta tidak ada contoh yang berusia lebih dari 50 tahun. Berdasarkan teori
Papalia dan Olds (1981) bahwa lebih dari separuh (67.8%) contoh termasuk
pada tahap dewasa awal dan hanya 32.2 persen saja yang termasuk dewasa
madya.
Suami contoh berusia antara 28-54 tahun. Rata-rata usia suami contoh
adalah 41.81 tahun atau termasuk usia dewasa madya. Sebesar 45.2 persen
suami contoh berusia 31-40 tahun dan hanya sedikit (3.2%) suami contoh yang
berusia kurang dari atau sama dengan 30 tahun. Berdasarkan Papalia dan Olds
(1981) lebih dari separuh (51.6%) suami contoh termasuk kedalam usia dewasa
madya dan sisanya (48.4%) berada pada usia dewasa awal.
Lama Pendidikan Contoh dan Suami
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya
manusia. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari lamanya pendidikan
formal yang berhasil diselesaikan. Tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi
sikap dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari. Gambar 4
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh dan suami
contoh.
70 61.3
60
61.3
50

persentase
38.7
40
35.5
Rata-rata (tahun) :
contoh = 14.13
30 suami = 14.61
20

10 3.2
0
0
9 12 15
Lama Pendidikan (Tahun)

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh dan suami


Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh
(61.3%) contoh menempuh pendidikan selama lebih dari atau sama dengan 15
tahun yang setingkat dengan tamat Perguruan Tinggi, sehingga dapat
menggambarkan bahwa tingkat pendidikan contoh tergolong tinggi. Selain itu,
sebanyak 35.5 persen contoh memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu contoh
berhasil menyelesaikan pendidikan selama 12 tahun yang setingkat dengan
tamat SMA dan hanya 3.23 persen contoh berpendidikan rendah yang
menempuh pendidikan selama 9 tahun atau setingkat dengan tamat SMP. Rata-
rata lama pendidikan yang diselesaikan contoh adalah 14.13 tahun. Hal ini
berarti sebagian besar contoh tingkat pendidikannya tergolong tinggi.
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa tidak ada suami contoh yang
memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Sebanyak 38.7 persen suami
contoh menempuh pendidikan selama 12 tahun dengan tingkat pendidikan
sedang dan lebih dari separuh (61.3%) suami contoh yang memiliki tingkat
pendidikan yang tergolong tinggi yakni mampu menyelesaikan pendidikannya
selama lebih dari atau sama dengan 15 tahun. Rata-rata lama pendidikan yang
berhasil diselesaikan suami contoh adalah 14.61 tahun sehingga dapat dikatakan
bahwa suami contoh memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tinggi.
Jenis Pekerjaan Contoh dan Suami
Jenis pekerjaan dapat menggambarkan besarnya pendapatan yang
diperoleh anggota keluarga. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan
contoh dan suami contoh dapat dilihat pada Gambar 5.
80 74.2

70
60

persentase
50 41.9
40 35.6
contoh
30 suami
20 16.1
12.9
6.5 6.5
10 3.2 3.2
0
0
1 2 3 4 5
Jenis Pekerjaan
1= PNS 3= Peg.Swasta 5= Tidak bekerja/IRT
2= Wiraswasta 4= Tentara

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan contoh dan suami


Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa sebagian besar contoh bekerja
sebagai ibu rumah tangga (74.2%) dan sebanyak 25.9 persen contoh yang
bekerja di luar rumah dimana masing-masing sebagai PNS (12.9%), wiraswasta
(6.5%) dan sebagai pegawai swasta (6.5%).
Jika sebagian besar contoh memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
maka berbeda dengan suami contoh. Salah satu dari tugas sebagai seorang
suami adalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebanyak
41.9 persen suami contoh bekerja sebagai pegawai swasta dan hanya 3.2
persen suami contoh yang bekerja sebagai tentara ataupun yang tidak bekerja.
Sedangkan suami contoh yang bekerja sebagai PNS dan wiraswasta masing-
masing sebanyak 16.1 persen dan 35.6 persen. Terdapat suami contoh yang
tidak bekerja, hal ini dikarenakan bahwa suami contoh baru saja di PHK (Putus
Hubungan Kerja) oleh tempatnya bekerja.
Besar dan Tipe Keluarga
Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat yang sekurang-
kurangnya terdiri dari orangtua dan anak. Besar keluarga menunjukkan
banyaknya jumlah anggota dalam satu keluarga.
Menurut Hurlock (1991) besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu
keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar ( 8
orang). Besar keluarga ini adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal
dalam satu rumah.
Tipe keluarga ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu keluarga inti dan
keluarga luas (Hurlock 1991). Keluarga inti terdiri dari ayah/suami, ibu/istri dan
anak yang mana semuanya tinggal dalam satu rumah, sedangkan tipe keluarga
luas, selain keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah juga terdapat anggota
keluarga lain yang ikut tinggal bersama, seperti nenek, kakek, maupun sibling
contoh atau suami contoh.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan tipe keluarga
Besar Keluarga n %
4 Orang (kecil) 13 41.9
5-7 Orang (sedang) 15 48.4
8 Orang (besar) 3 9.7
Total 31 100.0
Rata-rataSD 5.131.43
Tipe Keluarga n %
Keluarga Inti 19 61.3
Keluarga Luas 12 38.7
Total 31 100.0
Dari Tabel 4 diketahui bahwa persentase terbesar (48.4%) contoh
memiliki jumlah anggota keluarga lima hingga tujuh orang dalam satu rumah
yang tergolong ke dalam keluarga sedang. Selain itu, sebanyak 41.9 persen
contoh memiliki keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau
sama dengan empat orang dan hanya 9.7 persen contoh yang memiliki keluarga
yang tergolong besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama
dengan delapan orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki contoh
sebanyak 5.13 orang dan tergolong ke dalam keluarga sedang.
Berdasarkan Tabel 4, lebih dari separuh (61.3%) contoh tergolong tipe
keluarga inti dan sebesar 38.7 persen contoh tergolong keluarga luas. Pada
contoh dengan keluarga luas, anggota keluarga lain yang ikut tinggal bersama
selain nenek atau kakek atau sibling contoh juga pengasuh anak ASD. Adanya
orang lain yang tinggal dalam satu rumah dengan keluarga inti diduga
berhubungan dengan dukungan yang akan diterima oleh contoh.
Pendapatan Keluarga dan Alokasi Dana untuk Anak ASD
Pendapatan keluarga merupakan hasil dari seluruh pendapatan yang
diperoleh anggota keluarga inti, baik yang didapat dari pendapatan utama
maupun tambahan. Secara tidak langsung dengan mengetahui tingkat
pendapatan suatu keluarga juga dapat menggambarkan status sosial ekonomi
suatu keluarga. Pendapatan total ini dibagi menjadi enam kelompok rentang
pendapatan yang dimulai dari pendapatan keluarga yang kurang dari sama
dengan 2,5 juta rupiah hingga lebih dari 15 juta rupiah. Sebaran contoh
berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan alokasi dana
ASD
Karakteristik Keluarga n %
Pendapatan Keluarga
Rp 2,5 juta 2 6.5
Rp 2,51-5 juta 11 35.5
Rp 5,1-7,5 juta 6 19.4
Rp 7,51-10 juta 3 9.7
Rp 10,1-15 juta 4 12.9
> Rp 15 juta 5 16.1
Total 31 100.0
Alokasi Dana ASD
< Rp 600 000 7 22.6
Rp 600 000-1 200 000 11 35.5
> Rp 1 200 000 13 41.9
Total 31 100.0
Rata-rataSD 1 484 0651 323 070.72
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pendapatan total keluarga contoh
banyak (35.5%) yang berada pada rentang Rp2,51-5 juta rupiah dan hanya 6.5
persen contoh yang memiliki pendapatan kurang dari sama dengan 2,5 juta
rupiah. Oleh karena itu, sebagian besar contoh termasuk kedalam keluarga
dengan status sosial ekonomi yang tinggi.
Semakin besar pendapatan yang dimiliki keluarga kemungkinan akan
lebih baik dalam merawat dan membesarkan anak ASD. Dimana contoh akan
semakin mudah dalam mengalokasikan dana untuk memberikan perawatan bagi
anak seperti untuk pergi ke dokter atau tempat terapi khusus anak ASD. Dari
Tabel 5 diketahui bahwa sebanyak 41.9 persen contoh mengalokasikan dana
lebih dari Rp 1 200 000.00 per bulan untuk anak ASD, dan hanya 22.6 persen
contoh yang memiliki dana alokasi sebesar kurang dari Rp 600 000.00. Dana ini
dipergunakan contoh untuk biaya terapi atau dokter, obat/suplemen, dan biaya
pengasuh anak ASD per bulan. Semakin besar dana yang dialokasikan contoh
untuk merawat anak ASD diduga bahwa contoh memliki dukungan yang kuat dan
memiliki persepsi yang positif.
Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga baik
keluarga inti maupun keluarga luas terhadap contoh yang memiliki anak ASD
dalam merawat dan menerima anak. Untuk mengetahui dukungan keluarga
yang diberikan, contoh diberikan 10 item pertanyaan. Dari pertanyaan tersebut
contoh dapat menjawab dengan cukup beragam.
Hampir seluruh (93.5%) contoh memiliki suami yang dapat menerima
anak ASD dalam keluarga, begitu pula dengan semua anggota keluarga (90.3%).
Sebesar 77.4 persen suami contoh sering memberikan solusi bila terdapat
masalah terutama yang berhubungan dengan anak ASD (Tabel 6).
Lebih dari separuh (74.2%) sibling ASD bersedia bermain dengan anak
ASD tetapi sebanyak 22.6 persen contoh menyatakan bahwa sibling ASD hanya
kadang-kadang saja mau bermain dengan anak ASD. Selain itu, masih ada
saudara anak (6.5%) dan tetangga contoh (22.6%) yang mengolok-olok dan
mengejek keadaan anak ASD (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pernyataan dukungan keluarga
inti dan luas
Kadang-
Ya Tidak
No Pernyataan kadang
n % n % n %
1. Apakah suami menerima keadaan anak ASD dalam
29 93.5 1 3.2 1 3.2
keluarga?
2. Apakah semua anggota keluarga dapat menerima
28 90.3 3 9.7 0 0
keberadaan anak ASD ditengah-tengah mereka?
3. Apakah anak Ibu yang lain mau bermain dengan
23 74.2 7 22.6 1 3.2
anak anda yang autis?
4. Apakah anak ASD sering manjadi olok-olok saudara
2 6.5 4 12.9 25 80.6
yang lain?*
5. Apakah keluarga atau tetangga Ibu sering mengejek
7 22.6 6 19.4 18 58.1
anak Ibu yang ASD?*
6. Apakah keluarga Ibu membantu dalam merawat
anak ASD dan membantu mencari informasi 24 77.4 5 16.1 2 6.5
mengenai ASD?
7. Apakah keluarga Ibu tidak keberatan jika menitipkan
15 48.4 6 19.4 10 32.3
anak Ibu yang ASD?
8. Apakah keluarga Ibu juga memberikan bantuan
berupa materi untuk membantu biaya penyembuhan 4 12.9 4 12.9 23 74.2
anak Ibu yang ASD?
9. Apakah suami sering memberikan jalan keluar yang
menyenangkan semua pihak bila ada masalah 24 77.4 5 16.1 2 6.5
mengenai anak ASD?
10 Apakah suami ibu tidak mengerti atas
kekecewaan/kekesalan ibu dalam merawat anak 3 9.7 7 22.6 21 67.7
ASD?*
Rata-rata skor (%) SD 75.8112.19
Keterangan: (*) menunjukkan bahwa pernyataan tersebut negatif
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebanyak 48.4 persen
keluarga contoh merasa keberatan jika dimintai bantuan untuk menjaga anak
ASD. Hal ini disebabkan karena keluarga contoh merasa khawatir dan bingung
bagaimana menghadapi anak ASD. Selain itu, sebagian besar (77.4%) contoh
memiliki keluarga yang memberikan dukungan dengan membantu dalam
merawat dan mencari informasi mengenai ASD tetapi tidak dalam memberikan
bantuan materi untuk biaya penyembuhan anak contoh (74.2%).
Dukungan keluarga yang diberikan pada contoh dalam merawat anak
ASD dibagi menjadi tiga kategori yaitu dukungan yang kurang kuat (<80), kuat
(80-90) dan dukungan sangat kuat (>90). Kategori ini berdasarkan median skor
yang diperoleh contoh. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa contoh yang
memiliki dukungan yang sangat kuat hanya 12.9 persen, sedangkan contoh yang
memiliki dukungan keluarga yang kuat dan kurang kuat masing-masing sebesar
41.9 persen dan 45.2 persen.

50
45.2
41.9
45
40
35
persentase

30
25
20 12.9
15 Rata-rata= 75.81
10 SD = 12.19
5
0
Kurang kuat Kuat Sangat kuat

dukungan keluarga

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan dukungan keluarga


Pengetahuan Contoh mengenai ASD
Untuk menggambarkan pengetahuan mengenai ASD, contoh diberikan 10
item pertanyaan yang berhubungan dengan ASD. Dari 10 item pertanyaan yang
diberikan pada contoh terlihat bahwa sebagian besar contoh menjawab hal yang
sama dan benar bahwa ASD bukan merupakan penyakit keturunan (83.9%) dan
hanya sedikit contoh yang menjawabnya dengan ragu-ragu. Selain itu pula,
hampir seluruh contoh (96.8%) juga menjawab pertanyaan dengan benar
mengenai gejalagejala ASD dan mengenai contoh makanan yang mengandung
gluten, sedangkan hanya 3.2 persen yang menjawab ragu-ragu (Tabel 7). Gejala
ASD ini dapat terlihat dari kurangnya kontak mata dan ekspresi muka serta tidak
dapat bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya.
Pada Tabel 7 diketahui bahwa sebanyak 61.3 persen contoh menyatakan
anak ASD tidak dapat sembuh total dan menjadi anak yang normal. Akan tetapi,
gejala-gejala ASD yang ditimbulkan dapat dikurangi dengan berterapi. Menurut
Wenar (1994) dalam Yusuf (2003), ASD terjadi karena adanya kelainan pada
otak sehingga tidak dapat diperbaiki atau disembuhkan, namun gejala-gejala
yang ditimbulkan dapat dikurangi secara maksimal sehingga anak ASD dapat
bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
Lebih dari separuh (54.8%) contoh menyatakan bahwa terapis bukanlah
orang yang paling penting dalam meningkatkan perkembangan anak ASD (Tabel
7). Contoh tersebut menyatakan bahwa orangtua terutama ibu yang paling
berperan dalam meningkatkan perkembangan anak ASD tanpa
mengesampingkan peran dari terapis.
Sebagian besar (80.6%) contoh menjawab dengan benar bahwa anak
perempuan lebih sedikit menderita ASD dibandingkan anak laki-laki. Akan tetapi,
sebanyak 71.0 persen contoh tidak mengetahui dengan pasti perbandingan
jumlah anak laki-laki dan perempuan yang menderita ASD, hanya 29.0 persen
contoh saja yang berhasil menjawab dengan benar (Tabel 7).
Anak yang menderita ASD sebaiknya menghindari makanan yang
mengandung gluten dan casein. Hal ini dikarenakan bahwa glutein dan casein
pada mengakibatkan anak menjadi lebih aktif. Pada anak ASD dapat
mengakibatkan anak tantrum, bahkan tidak bisa diam sehingga kondisi anak
dapat menurun.
Akan tetapi, masih ada contoh yang menjawab bahwa makanan yang
berasal dari bahan tepung (19.4%) dan susu sapi (16.2%) tidak perlu dihindari
oleh anak ASD (Tabel 7). Contoh tersebut menjawab berdasarkan melihat
kondisi anaknya setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung casein dan
glutein. Contoh tersebut melihat bahwa anaknya tidak menjadi tantrum setelah
mengkonsumsi makanan tersebut. Hal ini dapat dikarenakan bahwa setiap anak
ASD memiliki alergi yang berbeda-beda.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan mengenai ASD
No Pertanyaan Ya Ragu-ragu Tidak
n % n % n %
1.* Apakah ASD merupakan penyakit keturunan? 0 0.0 5 16.1 26 83.9
2.* Apakah ASD dapat disembuhkan secara 7 22.6 5 16.1 19 61.3
100%?
3. Apakah makanan adalah salah satu penyebab 19 61.3 4 12.9 8 25.8
ASD?
4. Apakah bahan makanan seperti tepung- 25 80.6 3 9.7 3 9.7
tepungan perlu dihindari oleh anak ASD?
5*. Apakah susu sapi adalah makanan yang baik 2 6.5 3 9.7 26 83.9
diberikan kepada anak ASD?
6.* Apakah terapis adalah orang yang paling 11 35.5 3 9.7 17 54.8
berperan dalam peningkatan perkembangan
anak ASD?
7.* Apakah anak ASD banyak dijumpai pada anak 0 0.0 6 19.4 25 80.6
perempuan?
8. Apakah perbandingan penderita ASD berjenis 9 29.0 12 38.7 10 32.3
kelamin laki-laki dengan penderita ASD
berjenis kelamin perempuan adalah 4:1
9. Apakah kontak mata sangat kurang, ekspresi 30 96.8 1 3.2 0 0.0
muka kurang hidup, tidak bisa bermain dengan
teman sebaya, adalah gejala dari ASD?
10. Apakah mie dan roti merupakan bahan 30 96.8 1 3.2 0 0.0
makanan yang mengandung gluten?
Rata-rata skor (%) SD 79.8412.88
Keterangan : (*) menyatakan bahwa skor untuk jawaban ya:0, ragu-ragu:1 dan tidak:2
Berdasarkan Khomsan (2000), pengetahuan dapat dikelompokkan
menjadi kurang (<60%), sedang (60-80%) dan baik (>80). Lebih dari separuh
contoh memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai ASD (51.6%) dan hanya
sedikit contoh yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai ASD (6.5%)
(Gambar 7). Rata-rata skor pengetahuan contoh mengenai ASD sebesar 79.84
persen atau termasuk ke dalam kategori pengetahuan sedang.

60 51.6

50 41.9

40
persentase

30

20 Rata-rata= 79.84
SD = 12.8
6.5
10

0
Kurang Sedang Baik
tingkat pengetahuan

Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan mengenai ASD


Persepsi Contoh terhadap Anak ASD
Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menerima
melihat dan memahami suatu peristiwa atau masalah. Persepsi merupakan
suatu hasil dari pengalaman seseorang terhadap suatu objek, peristiwa, atau
keadaan. Oleh karena itu, setiap contoh akan memiliki persepsi masing-masing
dalam menghadapi masalah anak yang menderita ASD.
Hampir seluruh (90.3%) contoh memiliki persepsi bahwa anak ASD
memerlukan biaya hidup yang lebih besar bila dibandingkan dengan anak norma.
Hal ini dapat dikarenakan bahwa anak ASD memerlukan suatu perawatan dan
penanganan yang khusus seperti terapi, pendidikan, makanan dan perawatan
kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memerlukan biaya yang cukup besar,
sehingga contoh berpersepsi bahwa anak ASD memerlukan biaya hidup yang
besar. Selain itu, 96.8 persen contoh merasakan bahwa anak ASD dapat
menjadi teman dan anak ASD masih membutuhkan teman bermain walaupun
anak ASD mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi (Tabel
8).
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa masih terdapat contoh yang
merasa khawatir untuk mempunyai anak kembali (29%). Hal ini dikarenakan
contoh merasa takut jika nanti anak yang dilahirkan menderita ASD juga. Akan
tetapi, lebih dari separuh (67.7%) contoh tidak setuju bahwa anak ASD tidak
akan menjadi penerus keluarga. Hal ini dikarenakan bahwa contoh mengetahui
bahwa terdapat anak ASD sukses menjalani kehidupan seperti orang yang
normal.
Beberapa contoh (22.6%) masih memiliki pandangan bahwa anak ASD
dapat menjadi pemicu konflik keluarga dan selalu membutuhkan bantuan orang
lain termasuk dalam melakukan kegiatan pribadi. Akan tetapi, sebanyak 32.3
persen setuju bahwa memiliki anak ASD lebih baik daripada tidak memiliki anak
(Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pernyataan persepsi terhadap
anak ASD
Kurang Tidak
Setuju
No Pernyataan Setuju Setuju
n % n % n %
1 Anak ASD membutuhkan biaya hidup 28 90.3 2 6.5 1 3.2
lebih besar daripada anak yang normal.
2 Lebih baik memiliki anak ASD daripada 10 32.3 13 41.9 8 25.8
tidak sama sekali.
3 Memiliki anak ASD membuat saya 9 29.0 4 12.9 17 58.1
khawatir untuk mempunyai anak lagi.*
4 Anak ASD tidak akan dapat menjadi 1 3.2 9 29.0 21 67.7
penerus keluarga.*
5 Anak ASD selalu membutuhkan 7 22.6 7 22.6 17 54.8
bantuan orang lain untuk melakukan
semua kegiatan, bahkan kegiatan
pribadi (seperti makan, minum, dll.).*
6 Anak ASD dapat tetap tenang 22 71.0 5 16.1 4 12.9
walaupun tidak berada di lingkungan
keluarga.
7 Meskipun anak mengalami ASD, tapi ia 26 83.9 1 3.2 4 12.9
peka terhadap lingkunganya.
8 Anak ASD dapat menjadi teman bagi 30 96.8 0 0.0 1 3.2
ibu.
9 Meskipun anak ASD, ia tetap 30 96.8 0 0.0 1 3.2
membutuhkan teman bermain di luar
rumah.
10 Keberadaan anak ASD dapat menjadi 7 22.6 12 38.7 12 38.7
pemicu konflik keluarga.*
Rata-rata skor SD 77.5812.6
Keterangan: (*) menunjukkan bahwa pernyataan tersebut negatif
Berdasarkan median skor maka persepsi contoh terhadap anak ASD
dibagi menjadi dua kategori yaitu persepsi negatif dan positif. Dari Gambar 8
dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (54.8%) memiliki persepsi positif
terhadap anak yang menderita ASD, sedangkan sisanya (45.2%) memiliki
persepsi negatif terhadap anak ASD.
54.8
60
45.2
50

persentase
40

30

20
Rata-rata= 77.58
10 SD= 12.64

0
Negatif Positif

persepsi

Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap ASD


Strategi Koping Contoh
Koping merupakan suatu usaha atau upaya tingkah laku seseorang untuk
menguasai, mengurangi, dan mentoleransi tuntutan atau masalah yang sedang
dihadapi. Dalam hal ini, usaha atau upaya contoh dalam menghadapi masalah
dalam merawat dan menghadapi anak ASD. Untuk mengetahui strategi koping
yang digunakan oleh contoh dalam merawat dan menghadapi anak ASD diukur
dengan menggunakan alat CHIP (Coping Health Inventory for Parents) dari
McCubbin dan Thompson (1987) yang telah dimodifikasi dan disesuaikan.
Terdapat tiga strategi koping yang dapat digunakan. Strategi koping pola
I yaitu mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis, pola
II yaitu dengan memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri, dan stabilitas
psikologis, serta pola III yaitu memahami situasi medis melalui komunikasi antar
orangtua dan konsultasi dengan staf medis.
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa ternyata dari 19 pernyataan
yang menunjukkan strategi koping pola I, sebagian besar (80.6%) contoh
merasa bahwa dengan mempercayai terapis dalam menangani anak ASD
ternyata dapat membantu contoh dalam menghadapi dan merawat anak ASD
menjadi lebih ringan. Begitu pula dengan meluangkan waktu dan melakukan
kegiatan dengan anak, sebagian besar contoh masing-masing 90.3 persen dan
87.1 persen merasa bahwa hal tersebut dapat membantu meringankan beban
dalam merawat anak ASD.
Seluruh (100%) contoh menyatakan bahwa dengan selalu merasa
bersyukur, menjaga hubungan yang harmonis dengan suami dan memelihara
kestabilan keluarga dapat membantu contoh dalam meringankan beban dan
tekanan dalam merawat anak ASD. Akan tetapi, sebanyak 22.6 persen contoh
menyatakan bahwa dengan percaya pada semua yang telah direncanakan dapat
berjalan dengan baik, dirasakan contoh kurang membantu dalam menghadapi
dan merawat anak ASD (Tabel 9).
Seorang suami sebagai kepala keluarga merupakan orang yang sangat
dekat dengan contoh, sehingga segala hal yang berhubungan dengan masalah
pribadi maupun keluarga contoh diceritakan kepada suami. Hal ini dilakukan
contoh karena dapat meringankan beban dan tekanan yang sedang dihadapi dan
suami merupakan orang yang dapat memberikan jalan keluar atas masalah yang
terjadi. Akan tetapi, beberapa (9.7%) contoh mengungkapkan bahwa berbicara
secara terbuka dengan suami mengenai perasaan dan minat contoh tidak
membantu meringankan beban dan tekanan, begitu pula dengan melakukan
kegiatan bersama kerabat keluarga (Tabel 9).
Hampir seluruh (96.8%) contoh mengungkapkan bahwa dengan
mempercayai Tuhan dan selalu berdoa dapat meringankan masalah yang
sedang dihadapi. Contoh merasa bahwa hal tersebut dapat membuat tenang
dan selalu ikhlas menerima kondisi anak ASD (Tabel 9).
Berdasarkan Tabel 9, hampir separuh (48.4%) contoh merasakan bahwa
dengan melakukan suatu kegiatan bersama dengan kerabat keluarga dapat
membantu meringankan beban dan tekanan dalam merawat dan menghadapi
anak ASD, hanya 41.9 persen contoh yang merasakan hal tersebut kurang
membantu contoh. Selain itu, sebagian besar (77.4%) contoh menyatakan
bahwa dengan melakukan dan menerapkan perawat kepada anak ASD seperti
yang dilakukan oleh terapis di rumah dan memperlihatkan sikap tegar kepada
orang lain dirasakan dapat membantu meringankan beban contoh. Melakukan
dan menerapkan perawatan seperti yang dilakukan terapi di rumah sebaiknya
dilakukan oleh semua contoh, karena hal tersebut sangat baik untuk
perkembangan dan pertumbuhan anak ASD.
Sebagian besar (83.9%) contoh percaya bahwa anaknya dapat
memperoleh perawatan medis terbaik. Oleh karena itu, contoh merasa optimis
akan kesembuhan anak ASD sehingga hal tersebut dapat membantu
mengurangi beban dan tekanan yang sedang dihadapi contoh. Akan tetapi, 6.4
persen contoh merasakan bahwa hal tersebut tidak membantu contoh dalam
meringankan beban dan tekanan yang dirasakan dalam merawat anak ASD
(Tabel 9).
Lebih dari separuh (58.1%) contoh meminta bantuan anggota keluarga
lain untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, sehingga contoh memiliki
waktu luang dan dapat berkonsentrasi merawat anak ASD. Akan tetapi, 29
persen contoh merasakan bahwa hal tersebut tidak dapat membantu contoh
dalam meringankan beban dan tekanan dalam merawat anak ASD (Tabel 9).
Berdasarkan Tabel 9, lebih dari separuh (74.2%) contoh menyatakan
bahwa dengan mengantarkan anak ASD ke tempat terapi secara teratur dapat
membantu meringankan beban dan tekanan contoh. Hal tersebut dapat
membantu contoh karena dengan sering pergi ke tempat terapi, contoh dapat
secara langsung mengetahui perkembangan pada anak ASD, selain itu dapat
saling bertukar informasi dengan orangtua lain yang sama-sama memiliki anak
ASD maupun dengan terapis sendiri. Akan tetapi tidak demikian dengan
beberapa contoh, sebanyak 9.7 persen contoh merasakan bahwa hal tersebut
tidak dapat membantu meringankan beban dan tekanan contoh.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola I
Jawaban
Kurang Tidak
No Pernyataan Membantu
membantu membantu
n % n % n %
1 Percaya bahwa anak-anak akan lebih baik jika
25 80.6 6 19.4 0 0.0
ditangani oleh perawat/terapis
2 Meluangkan waktu untuk anak-anak 28 90.3 3 9.7 0 0.0
3 Melakukan sesuatu dengan anak-anak 27 87.1 4 12.9 0 0.0
4 Percaya bahwa segala sesuatu yang telah
22 71.0 7 22.6 2 6.4
direncanakan dapat berjalan dengan baik
5 Mengatakan pada diri sendiri bahwa saya
mempunyai banyak hal dan saya seharusnya 31 100 0 0.0 0 0.0
bersyukur atas semua yang saya miliki
6 Menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan
31 100 0 0.0 0 0.0
suami
7 Berbicara secara terbuka dengan suami tentang
27 87.1 1 3.2 3 9.7
segala perasaan dan minat ibu
8 Melakukan sesuatu dengan kerabat keluarga 15 48.4 13 41.9 3 9.7
9 Percaya pada Tuhan dan selalu berdoa
30 96.8 1 3.2 0 0.0
membantu meringankan masalah
10 Melakukan atau menerapkan perawatan
kesehatan seperti yang dilakukan terapis di 24 77.4 4 12.9 3 9.7
rumah
11 Percaya bahwa anakku akan mungkin
26 83.9 3 9.7 2 6.4
mendapatkan perawatan medis terbaik
12 Mencoba memelihara kestabilan keluarga 31 100 0 0.0 0 0.0
13 Mempercayai suami dan keluarga untuk
membantu mendukung saya dalam merawat 27 87.2 2 6.4 2 6.4
anak ASD
14 Memperlihatkan bahwa saya tegar pada orang
24 77.4 6 19.4 1 3.2
lain
15 Meminta anggota keluarga lain membantu
18 58.1 4 12.9 9 29.0
pekerjaan dan tugas rumah
16 Mengantar anakku ke pusat terapi secara teratur 23 74.2 5 16.1 3 9.7
17 Percaya pada terapis mengenai cara
29 93.5 2 6.5 0 0.0
penanganan yang terbaik bagi anak saya
18 Melakukan kegiatan di rumah bersama-sama
25 80.6 6 19.4 0 0.0
keluarga
19 Mendorong anak ASD untuk lebih mandiri 28 90.3 3 9.7 0 0.0
Rata-rata skor (%) SD 89.317.16
Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar (93.5%) contoh
menyatakan bahwa dengan mempercayai cara penanganan yang terbaik untuk
anak ASD pada terapis dapat membantu meringankan beban dan tekanan yang
dirasakan contoh dalam merawat anak ASD. Selain itu, dengan mendorong
anak ASD agar lebih mandiri dirasakan oleh sebagian besar (90.3%) contoh
dapat membantu meringankan beban dan tekanan. Sebagian besar (80.6%)
contoh juga melakukan kegiatan bersama-sama dengan keluarga di rumah
sebagai suatu strategi koping dalam merawat anak ASD, namun 19.4 persen
contoh menyatakan bahwa strategi koping tersebut kurang membantu contoh.
Berdasarkan strategi koping pola II dapat diketahui bahwa hampir
separuh (48.4%) contoh, melakukan kegiatan yang melibatkan diri pada aktivitas
sosial dapat membantu meringankan beban dan tekanan yang dirasakan contoh.
Adanya kegiatan yang dilakukan contoh di luar rumah dapat mengalihkan
perhatian contoh sesaat, sehingga contoh memiliki waktu untuk diri sendiri dan
dapat menimbulkan semangat baru pada diri contoh. Akan tetapi, 32.3 persen
contoh menyatakan bahwa hal tersebut tidak membantu meringankan beban dan
tekanan dalam merawat anak ASD (Tabel 10). Hal tersebut terjadi karena
adanya kekhawatiran yang dirasakan contoh bahwa nantinya anak ASD tidak
dapat terurus dengan baik.
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui 35.5 persen contoh menyatakan
bahwa dengan melupakan tanggung jawab rumah tangga beberapa saat
ternyata tidak membantu meringankan beban dan tekanan contoh dalam
merawat anak ASD. Akan tetapi, 35.5 persen contoh menyatakan bahwa
dengan tidur dan berkonsentrasi pada hobi contoh ternyata dapat membantu
meringankan beban contoh.
Lebih dari separuh (64.5%) contoh menyatakan bahwa dengan
menyendiri tidak membantu meringankan beban. Hal ini dapat dikarenakan
menyendiri tidak dapat menyelesaikan suatu masalah. Akan tetapi, bagi
beberapa (16.1%) contoh, menyendiri dapat membantu meringankan beban
karena dapat menenangkan diri sendiri (Tabel 10).
Sebagian besar (87.1%) contoh menyatakan bahwa dengan percaya diri
dan mandiri dapat membantu meringankan beban dan tekanan contoh. Hal ini
diperlukan dalam menangani dan merawat anak ASD. Selain itu, 87.1 persen
contoh menyatakan pula bahwa dengan menciptakan hubungan yang erat
dengan sesama dan melakukan rekreasi bersama suami dapat meringankan
beban dan tekanan contoh (Tabel 10).
Sebesar 77.4 persen contoh membina hubungan dengan teman dan
kerabat sehingga merasa penting dan dihargai dapat membantu meringankan
tekanan contoh. Namun 32.2 persen contoh menyatakan bahwa dengan
menjamu teman di rumah kurang dapat membantu contoh menguarangi tekanan
dalam merawat anak ASD (Tabel 10).
Dalam merawat dan mendidik anak ASD diperlukan suatu kesabaran dan
akan jauh lebih bagus perkembangan anak ASD jika dirawat dan ditangani oleh
keluarga sendiri terutama ibu. Namun, 45.1 persen contoh menyatakan bahwa
dengan menyibukan diri dengan bekerja dapat membantu mengurangi beban
dan tekanan dalam merawat anak ASD (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola II
Jawaban
Kurang Tidak
No Pernyataan Membantu
membantu membantu
n % n % n %
1 Melibatkan diri pada aktivitas sosial seperti
15 48.4 6 19.4 10 32.2
arisan, dharma wanita, atau PKK dengan teman
2 Memiliki kesempatan untuk melupakan beberapa
saat tanggung jawab untuk urusan rumah tangga 16 51.6 4 12.9 11 35.5
sampai ibu pulih
3 Menyendiri 5 16.1 6 19.4 20 64.5
4 Tidur 11 35.5 9 29.0 11 35.5
5 Tidak menahan diri untuk marah 10 32.3 11 35.4 10 32.3
6 Konsentrasi pada hobi 11 35.5 4 12.9 16 51.6
7 Menjadi lebih percaya diri dan mandiri 27 87.1 4 12.9 0 0.0
8 Merawat dan mengurus diri sendiri dengan baik 18 58.1 5 16.1 8 25.8
9 Berbicara dengan orang lain tentang hal-hal yang
15 48.4 8 25.8 8 25.8
dirasakan
10 Membina hubungan dengan teman atau kerabat
dapat membantu saya merasa penting dan 24 77.4 5 16.1 2 6.5
dihargai
11 Menjamu teman di rumah 15 48.4 10 32.3 6 19.4
12 Menyibukan diri dalam pekerjaan dengan
14 45.1 7 22.6 10 32.3
menggunakan tenaga dan waktu
13 Rekreasi dengan suami secara teratur 27 87.0 2 6.5 2 6.5
14 Menciptakan hubungan yang erat dengan
27 87.1 4 12.9 0 0.0
sesama
15 Mengembangkan potensi diri anda 18 58.1 9 29.0 4 12.9
Rata-rata skor (%) SD 64.5214.18

Berdasarkan strategi koping pola III dapat diketahui bahwa sebagian


besar (93.4%) contoh berbicara dengan orangtua lain yang juga memiliki anak
ASD, hal tersebut ternyata membantu meringankan beban dan tekanan contoh
karena contoh dapat belajar dari pengalaman orangtua lain. Selain itu, sebanyak
9.7 persen contoh menyatakan bahwa dengan berbicara kepada terapis
mengenai masalah dan kondisi anak ternyata kurang membantu meringankan
beban dan tekanan contoh dalam merawat anak ASD. Akan tetapi, contoh
merasakan bahwa dengan berbicara mengenai kondisi kesehatan anak ASD
kepada dokter kurang dapat membantu meringankan beban dan tekanan dalam
merawat anak ASD (25.8%) (Tabel 11).
Upaya lain yang juga dilakukan contoh yaitu dengan mencari informasi
mengenai anak ASD dan bagi sebagian besar contoh (77.4%) dengan membaca
mengenai cara orangtua lain dalam menghadapi anak ASD dapat membantu
contoh untuk meringankan beban dan tekanan. Selain itu, 83.9 persen contoh
merasakan hal yang sama saat membaca mengenai masalah-masalah
kesehatan anak ASD (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi koping pola III
Jawaban
Kurang Tidak
No Pernyataan Membantu
membantu membantu
n % n % n %
1 Berbicara dengan orang tua lain yang mempunyai
situasi yang sama dan belajar dari pengalaman 29 93.4 1 3.3 1 3.3
mereka
2 Berbicara mengenai masalah dan kondisi anak
dengan tenaga kesehatan (perawat, pekerja
25 80.6 3 9.7 3 9.7
sosial, terapis) ketika mengunjungi pusat
kesehatan/terapi
3 Membaca tentang bagaimana cara orang lain
24 77.4 6 19.4 1 3.2
mengatasi situasi yang aku hadapi
4 Membaca lebih banyak mengenai masalah medis
26 83.9 3 9.7 2 6.4
yang berhubungan dengan ASD
5 Menjelaskan situasi keluarga kami kepada teman
22 71.0 7 22.6 2 6.4
dan tetangga supaya mereka memahaminya
6 Memastikan bahwa treatment yang dilakukan
24 77.4 3 9.7 4 12.9
terapis juga dilakukan di rumah
7 Berbicara dengan orang lain atau orang tua lain
27 87.1 3 9.7 1 3.2
yang sama-sama memiliki anak ASD
8 Berbicara dengan dokter mengenai kondisi
17 54.8 8 25.8 6 19.4
kesehatan anak saya
Rata-rata skor (%) SD 85.0816.59

Berdasarkan Tabel 11, sebanyak (22.6%) contoh merasakan bahwa


dengan menjelaskan situasi anak ASD kepada teman dan tetangga agar
memahami kondisi anak ASD ternyata kurang membantu meringankan beban
dan tekanan yang dialami contoh. Begitu pula dengan melakukan treatment
untuk anak ASD di rumah (9.7%).
Strategi koping contoh pada saat ini dengan saat pertama
Penelitian yang dilakukan oleh Bristol (1984) mengungkapkan bahwa
strategi koping yang dilakukan oleh ibu yang memiliki anak ASD adalah
mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama, dan optimis (pola I) (McCubbin
& Thompson 1987). Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa pada saat ini,
lebih dari separuh (54.8%) contoh menggunakan strategi koping pola I untuk
membantu atau sebagai usaha yang dilakukan untuk mengurangi beban dan
tekanan dalam merawat anak ASD.
Pada saat ini, contoh lebih banyak yang menggunakan strategi koping
pola I karena kemungkinan contoh sudah mengetahui banyak informasi
mengenai anak ASD sehingga yang dilakukan sekarang adalah bagaimana dan
apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan anak ASD. Oleh ,
karena itu, ynag diperlukan adalah dukungan dan kerjasama semua keluarga
dalam merawat anak ASD. Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa contoh tidak
ada yang cenderung menggunakan strategi koping pola II, berdasarkan
pernyataan yang dikemukakan oleh contoh hal ini dikarenakan bahwa waktu
contoh lebih banyak yang dipergunakan untuk anak sehingga terkadang contoh
tidak memiliki banyak waktu untuk kegiatan diri sendiri.
Akan tetapi pada saat pertama contoh mengetahui anak mengalami
gangguan ASD, lebih dari separuh (54.8%) contoh menggunakan strategi koping
dengan memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua ASD dan
konsultasi dengan tenaga medis, sehingga pada saat pertama contoh cenderung
untuk menggunakan pola III (Tabel 12). Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa
sebanyak 6.5 persen contoh melakukan strategi koping dengan memelihara
dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis (pola II) dan 38.7
persen memilih untuk melakukan mempertahankan keutuhan keluarga,
kerjasama dan optimis (pola I).
Contoh lebih banyak yang menggunakan strategi koping pola III
kemungkinan karena pada saat pertama hal yang dilakukan oleh contoh adalah
mencari informasi mengenai ASD dan cara menghadapi serta menangani anak
ASD, sehingga orang tua lebih banyak yang melakukan konsultasi kepada dokter
atau terapis dan berbicara langsung dengan orangtua yang juga memiliki anak
ASD.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan strategi koping saat pertama mengetahui
anak ASD dan saat ini
Strategi Koping Saat Pertama Saat Ini
n % n %
Pola I : Mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama, 12 38.7 17 54.8
dan optimis
Pola II : Memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri, dan 2 6.5 0 0.0
stabilitas psikologis
Pola III : Memahami situasi medis melalui komunikasi antar 17 54.8 14 45.2
orang tua ASD dan konsultasi dengan staf medis
Total 31 100.0 31 100.0
p-value 0.070*
Keterangan : (*) = signifikan pada taraf alpha 0.1
Perbedaan Strategi Koping Contoh Saat Pertama dan Saat Ini
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
strategi koping dalam menghadapi dan merawat anak ASD (Tabel 12).
Perbedaan strategi koping ini dapat terjadi karena adanya perubahan pola
koping yang digunakan contoh, hal ini terkait dengan alasan dalam
menggunakan strategi koping. Beberapa contoh merasakan bahwa beberapa
strategi koping yang dilakukan dapat membantu contoh dalam merawat anak
ASD bahkan hingga saat ini.
Memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis
(pola II) dapat membuat contoh menjadi lebih santai sehingga dapat melupakan
sejenak tekanan yang ada dan beban yang dirasakan oleh contoh menjadi lebih
berkurang. Oleh karena itu, contoh selalu semangat dalam menghadapi hari
esok. Namun strategi koping tersebut ternyata bukan merupakan hal yang
utama dalam upaya mengurangi beban dalam merawat anak ASD. Hal tersebut
dapat dilihat bahwa pada saat ini tidak ada contoh yang menggunakan strategi
koping pola II. Contoh lebih mementingkan perkembangan dan kebutuhan anak.
Diketahui bahwa pada saat pertama, strategi koping yang lebih banyak
digunakan oleh contoh adalah strategi koping pola III. Berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan orang yang memahami mengenai ASD seperti dokter dan
terapis ASD, ataupun orangtua yang memiliki anak ASD ternyata dapat
memperoleh informasi mengenai cara menangani anak ASD dan dapat saling
bertukar pengalaman sehingga memperluas wawasan contoh mengenai ASD.
Namun saat ini, ternyata banyak contoh yang lebih banyak menggunakan
strategi koping pola I yang dapat membantu meringankan beban dan tekanan
contoh.
Contoh merasakan bahwa dukungan yang berasal dari keluarga ternyata
lebih dapat membantu contoh meringankan beban dalam merawat anak ASD.
Dukungan keluarga ternyata menjadikan contoh menjadi lebih optimis,
bersemangat dan selalu bersyukur, serta lebih percaya diri sehingga dapat
meringankan beban contoh dalam merawat anak ASD. Selain itu, kerjasama dari
semua anggota keluarga dalam merawat anak ASD sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian anak ASD.
Meluangkan waktu untuk anak ASD ternyata dapat membuat contoh
merasa bahagia dan terhibur oleh anak . Selain itu pula contoh merasakan
bahwa strategi koping pola I dapat menciptakan keharmonisan, ketenangan serta
kerukunan keluarga. Kondisi tersebut sangat baik sebagai upaya meningkatkan
perkembangan anak ASD.
Selain strategi koping yang dikembangkan oleh McCubbin dan Thompson
(1987), terdapat pula strategi koping yang lain yang juga dapat membantu contoh
dalam menghadapi dan mengurangi tekanan dalam merawat anak ASD.
Berdasarkan pada pengalaman contoh yang memiliki anak ASD, strategi koping
tersebut yaitu :
1. Berdoa dan spiritual; berserah diri pada Allah SWT, sabar, tabah dan
tawakal, bersyukur, terus berusaha, tidak boleh putus asa dan pantang
menyerah serta ikhlas dalam merawat anak ASD, selalu mengambil
hikmah dan merima anak sebagai anugerah.
2. Kepercayaan diri dan emosi; menerima kondisi anak ASD dengan hati
terbuka, tetap semangat dan optimis dalam menghadapi masa depan
anak ASD, mengendalikan diri dengan baik (kontrol diri) dalam
menangani anak ASD, tidak merasa malu, berkecil hati dan merasa
terbebani dengan memiliki anak ASD. Selain itu, keadaan anak ASD
tidak perlu disembunyikan dari lingkungan dan percaya bahwa suatu hari
nanti anak ASD dapat hidup normal seperti anak lainnya, akan tetapi
yang terpenting adalah anak dapat hidup mandiri.
3. Memelihara dukungan keluarga; sharing dengan keluarga terutama
suami, serta keluarga mendukung dan bekerjasama dalam merawat dan
mendidik anak ASD dengan sungguh-sungguh antara suami dan istri
serta sibling anak.
4. Memberikan kasih sayang; memberikan perhatian khusus pada anak
ASD dan mendukung kemampuan anak dengan memberikan yang
terbaik dan memperlakukan anak dengan baik.
5. Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan dokter, terapis dan orang tua
yang memiliki anak ASD mengenai kondisi anak.
6. Mencari informasi mengenai ASD; mencari tempat terapi untuk anak
ASD, mencari cara menangani anak ASD, dan mencari tahu
penyebabnya agar dapat segera ditangani.
7. Medis dan pengobatan; memberikan supplemen, obat, pijat bahkan diet
jika diperlukan untuk membantu perkembangan anak ASD.
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Anak dengan Dukungan
Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Contoh terhadap Anak ASD

Hubungan antara karakteristik keluarga dengan dukungan keluarga


Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga baik
keluarga inti maupun keluarga luas terhadap ibu yang memiliki anak ASD dalam
merawat dan menerima anak. Dukungan yang diperoleh terjadi karena adanya
hubungan antar anggota keluarga yang baik (Greeenberg 2002). Dukungan
keluarga diduga berhubungan dengan karakteristik keluarga. Semakin tua usia
seseorang, semakin tinggi pendidikan dan pendapatan serta semakin besar
anggota keluarga maka diduga akan semakin besar pula dukungan yang
diperoleh contoh dalam merawat anak ASD.
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa separuh (50%) contoh yang
memiliki dukungan keluarga yang kurang kuat ternyata memiliki keluarga yang
kecil dan sebesar 42.9 persen memiliki keluarga sedang. Contoh dengan
dukungan keluarga yang kuat memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (61.5%)
contoh memiliki keluarga yang sedang dan 23.1 persen contoh yang memiliki
keluarga yang kecil. Selain itu, contoh yang memiliki dukungan keluarga yang
sangat kuat ternyata sebagian besar contoh (75%) berasal dari keluarga kecil
dan sebanyak 25 persen berasal dari keluarga sedang.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Besar Keluarga Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
4 Orang (kecil) 7 50.0 3 23.1 3 75.0
5-7 Orang (sedang) 6 42.9 8 61.5 1 25.0
8 Orang (besar) 1 7.1 2 15.4 0 0.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) 0.089(0.634)
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa contoh yang memiliki
dukungan keluarga yang kurang kuat ternyata separuh contoh berusia 31-40
tahun dan 42.9 persen contoh berusia 41-50 tahun. Contoh dengan dukungan
keluarga yang kuat ternyata lebih dari separuh contoh berusia 31-40 tahun dan
cukup banyak contoh yang berusia 23.1 tahun. Selain itu, contoh dengan
dukungan keluarga yang sangat kuat ternyata sebagian besar berusia 31-40
tahun. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara usia contoh dengan dukungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tua usia contoh ternyata dukungan keluarga yang diberikan semakin
kurang kuat.
Berdasarkan usia suami contoh, sebanyak 42.9 persen contoh yang
memiliki dukungan kurang kuat dengan suami berusia 41-50 tahun dan 28.6
persen suami contoh berusia lebih dari 50 tahun. Contoh yang memiliki
dukungan yang kuat ternyata lebih dari separuh (61.5%) suami contoh berusia
31-40 tahun dan 23.1 persen suami contoh berusia 41-50 tahun. Selain itu,
contoh yang memiliki dukungan yang sangat kuat ternyata sebagian besar suami
contoh berusia 31-40 tahun (75%) (Tabel 14). Hal ini ditunjukkan pula dengan
adanya hubungan yang negatif antara usia suami contoh dengan dukungan
keluarga. Semakin tua usia suami contoh ternyata dukungan keluarga yang
diperoleh semakin kurang kuat.
Hal ini dapat dikarenakan bahwa harapan suami dan keluarga terhadap
seorang anak laki-laki sangat besar yaitu sebagai penerus keluarga dan di
Indonesia garis keturunan mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Oleh
karena itu, suami menjadi kurang dapat menerima kondisi anak ASD sehingga
dukungan yang diberikan pun menjadi kurang kuat.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan dukungan
keluarga
Dukungan Keluarga
No Karakteristik Keluarga Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
1 Usia Contoh
30 1 7.1 1 7.7 0 0
31-40 7 50.0 9 69.2 3 75
41-50 6 42.9 3 23.1 1 25
>50 0 0.0 0 0 0 0
Total 14 100 13 100 4 100
r-koefisien (p-value) -0.413*(0.021)
2 Usia Suami Contoh
30 1 7.1 0 0 0 0
31-40 3 21.4 8 61.5 3 75
41-50 6 42.9 3 23.1 1 25
>50 4 28.6 2 15.4 0 0
Total 14 100 13 100 4 100
r-koefisien (p-value) -0.387*(0.031)
3 Lama Pendidikan Contoh
Rendah (9 Tahun) 0 0 0 0 1 25
Sedang (12 Tahun) 5 35.7 6 41.2 0 0
Tinggi ( 15 Tahun) 9 64.3 7 53.8 3 75
Total 14 100 13 100 4 100
r-koefisien (p-value) -0.206(0.267)
Berdasarkan Tabel 14, diketahui besarnya dukungan keluarga
berdasarkan lama pendidikan contoh. Diketahui bahwa lebih dari separuh
contoh (64.3%) dengan dukungan kurang kuat menyelesaikan pendidikannya
selama lebih dari atau sama dengan 15 tahun. Lebih dari separuh (53.8%)
contoh dengan dukungan kuat ternyata mempunyai pendidikan lebih dari 15
tahun dan 46.2 persen contoh berpendidikan 12 tahun. Selain itu, sebagian
besar contoh dengan dukungan yang sangat kuat ternyata menyelesaikan
pendidikan selama lebih dari 15 tahun akan tetapi 25 persen contoh
menyelesaikan pendidikannya selama 9 tahun.
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa contoh yang memiliki
dukungan yang kurang kuat ternyata banyak dimiliki contoh yang memiliki
pendapatan per bulan sebesar Rp 2,51-5 juta (35.7%) dan sebanyak 28.6 persen
contoh memiliki pendapatan keluarga sebesar lebih dari Rp 15 juta per bulan.
Contoh dengan dukungan keluarga yang kuat ternyata 38.4 persen memiliki
pendapatan Rp 2,51-5 juta per bulan dan 23.1 persen berpendapatan Rp 10,1-15
juta per bulan. Selain itu, contoh dengan dukungan keluarga yang sangat kuat
50 persen memiliki pendapatan keluarga sebesar Rp 7,51-10 juta per bulan dan
25 persen contoh memiliki pendapatan sebesar Rp 2,51-5 juta per bulan.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Pendapatan Keluarga Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
Rp 2,5 juta 2 14.3 0 0 0 0
Rp 2,51-5 juta 5 35.7 5 38.4 1 25
Rp 5,1-7,5 juta 2 14.3 3 23.1 1 25
Rp 7,51-10 juta 0 0.0 1 7.7 2 50
Rp 10,1-15 juta 1 7.1 3 23.1 0 0
> Rp 15 juta 4 28.6 1 7.7 0 0
Total 14 100 13 100 4 100
r-koefisien (p-value) -0.037(0.845)
Sebanyak 42.9 persen contoh dengan dukungan yang kurang kuat
mengalokasikan dana per bulan untuk ASD sebesar lebih dari Rp 1 200 000 dan
sebanyak 21.4 persen contoh yang mengalokasikan dana kurang dari
Rp 600 000. Contoh dengan dukungan keluarga yang kuat diketahui bahwa 30.8
persen mengalokasikan dana untuk anak ASD kurang dari Rp 600 000 per bulan
dan sebanyak 38.4 persen contoh mengalokasikan dana lebih dari Rp 1 200 000.
Pada keluarga dengan dukungan yang sangat kuat, lebih dari separuh contoh
yang mengalokasikan dana per bulan untuk anak ASD lebih dari Rp 1 200 000
dan tidak ada contoh yang mengalokasikan dana kurang dari Rp 600 000 per
bulan (Tabel 16).
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan alokasi dana ASD dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Alokasi Dana ASD Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
< Rp 600 000 3 21.4 4 30.8 0 0
Rp 600 000-Rp 1 200 000 5 35.7 4 30.8 2 50
> Rp 1 200 000 6 42.9 5 38.4 2 50
Total 14 100 13 100 4 100
r-koefisien (p-value) 0.091(0.626)
Hubungan antara karakteristik keluarga dengan pengetahuan contoh
mengenai ASD
Lama pendidikan dan usia contoh diduga berhubungan dengan tingkat
pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan dan semakin tua usia
seseorang maka diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan seseorang akan
sesuatu. Hal ini diduga karena semakin tua usia seseorang maka
pengalamannya pun akan semakin banyak.
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa separuh (50%) contoh yang
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah berusia 31-40 tahun dan separuh
contoh lagi berusia 41-50 tahun. Sedangkan contoh yang memiliki pengetahuan
yang sedang lebih dari separuh (53.8%) contoh berusia 31-40 tahun dan
sebanyak 38.5 persen contoh berusia 41-50 tahun. Selain itu, contoh dengan
tingkat pengetahuan yang tinggi, lebih dari separuh contoh (68.75%) berusia 31-
40 tahun dan sebanyak 25 persen menyebar di rentang usia 41-50 tahun.
Seluruh contoh yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi yaitu berhasil menyelesaikan pendidikannya
selama lebih dari atau sama dengan 15 tahun yang setingkat dengan tamat
diploma atau perguruan tinggi. Sedangkan contoh dengan tingkat pengetahuan
yang sedang, lebih dari separuh contoh menyebar di tingkat pendidikan yang
tinggi dengan lama pendidikan lebih dari atau sama dengan 15 tahun dan
sebanyak 46.2 persen dengan lama pendidikan 12 tahun. Serta contoh yang
memiliki pengetahuan yang tinggi ternyata lebih dari separuh contoh menyebar di
tingkat pendidikan yang tinggi dengan lama pendidikan lebih dari atau sama
dengan 15 tahun dan sebanyak 6.25 persen contoh berpendidikan rendah yaitu
berhasil menyelesaikan pendidikan selama 9 tahun (Tabel 17). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan dukungan
keluarga.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan usia dan lama pendidikan serta
pengetahuan mengenai ASD
Pengetahuan Contoh
No Karakteristik Keluarga Kurang Sedang Baik
n % n % n %
1. Usia Contoh (Tahun) :
30 0 0.0 1 7.7 1 6.3
31-40 1 50.0 7 53.8 11 68.7
41-50 1 50.0 5 38.5 4 25.0
>50 0 0.0 0 0.0 0 0
Total 2 100.0 13 100.0 16 100.0
r-koefisien (p-value) -0.206(0.265)
2. Lama Pendidikan Contoh :
Rendah (9 Tahun) 0 0.0 0 0.0 1 6.3
Sedang (12 Tahun) 0 0.0 6 46.2 6 37.5
Tinggi ( 15 Tahun) 2 100.0 7 53.8 9 56.2
Total 2 100.0 13 100.0 16 100.0
r-koefisien (p-value) 0.087(0.64)
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa contoh dengan tingkat
pengetahuan yang rendah mengenai ASD ternyata memiliki keluarga kecil,
sedangkan contoh dengan tingkat pengetahuan yang sedang, lebih dari separuh
(53.8%) memiliki keluarga sedang dan sebanyak 23.1 persen berasal dari
keluarga kecil. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa contoh dengan tingkat
pengetahuan tinggi ternyata separuh contoh memiliki keluarga sedang dan
sebagian lagi berasal dari keluarga kecil.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pengetahuan
mengenai ASD
Pengetahuan Contoh
Besar Keluarga Kurang Sedang Baik
n % n % n %
4 Orang (kecil) 0 0.0 3 23.1 0 0.0
5-7 Orang (sedang) 0 0.0 7 53.8 8 50.0
8 Orang (besar) 2 100.0 3 23.1 8 50.0
Total 2 100.0 13 100.0 16 100.0
r-koefisien (p-value) -0.141(0.449)
Besarnya pendapatan yang dimiliki diharapkan dapat memudahkan
contoh untuk mencari informasi mengenai ASD sehingga pengetahuan contoh
mengenai anak ASD menjadi lebih meningkat. Berdasarkan pendapatan
keluarga, separuh (50%) contoh dengan tingkat pengetahuan yang rendah
mengenai ASD ternyata memiliki pendapatan lebih dari Rp 15 juta per bulan dan
separuh contoh lagi menyebar pada pendapatan Rp 5,1-7,5 juta per bulan.
Contoh dengan tingkat pengetahuan sedang mengenai ASD ternyata contoh
menyebar pada pendapatan lebih dari Rp 2,51 juta hingga Rp 15 juta per bulan
dan hanya 7.7 persen contoh dengan tingkat pendapatan kurang dari atau sama
dengan Rp 2,5 juta dan lebih dari Rp 15 juta per bulan (Tabel 19).
Berdasarkan besarnya dana yang dialokasikan untuk anak ASD, ternyata
separuh contoh dengan tingkat pengetahuan yang rendah mengalokasikan dana
untuk merawat anak ASD sebesar kurang dari Rp 600 000 dan separuh contoh
lagi mengalokasikan dana lebih dari Rp 1 200 000 per bulan. Sedangkan contoh
dengan tingkat pengetahuan yang sedang lebih dari separuh (54.8%)
mengalokasikan dana khusus untuk anak ASD lebih dari Rp 1 200 000 per bulan
dan hanya 23.1 persen yang mengalokasikan dana kurang dari Rp 600 000 per
bulan. Selain itu, contoh yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai anak
ASD diketahui bahwa sebanyak 37.5 persen contoh mengalokasikan dana
sebesar lebih dari Rp 1 200 000 per bulan, akan tetapi masih cukup banyak
contoh yang mengalokasikan dana per bulan kurang dari Rp 600 000 (Tabel 19).
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga, alokasi dana ASD
dan pengetahuan mengenai ASD
Pengetahuan Contoh
No Karakteristik Keluarga Kurang Sedang Baik
n % n % n %
1. Pendapatan keluarga
Rp 2,5 juta 0 0.0 1 7.7 1 6.2
Rp 2,51-5 juta 0 0.0 3 23.1 8 50.0
Rp 5,1-7,5 juta 1 50.0 3 23.1 2 12.5
Rp 7,51-10 juta 0 0.0 2 15.3 1 6.3
Rp 10,1-15 juta 0 0.0 3 23.1 1 6.3
> Rp 15 juta 1 50.0 1 7.7 3 18.7
Total 2 100.0 13 100.0 16 100.0
r-koefisien (p-value) -0.297(0.104)
2. Alokasi dana ASD
< Rp 600 000 1 50.0 3 23.1 4 25.0
Rp 600 000-1 200 000 0 0.0 3 23.1 6 37.5
> Rp 1 200 000 1 50.0 7 54.8 6 37.5
Total 2 100.0 13 100.0 16 100.0
r-koefisien (p-value) -0.145(0.437)
Hubungan antara karakteristik keluarga dengan persepsi terhadap ASD
Setiap contoh akan memiliki persepsi masing-masing dalam menghadapi
masalah anak yang menderita ASD. Persepsi ini dapat ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain faktor eksternal dan internal (Kayam 1985 diacu dalam Okturna
2004). Faktor-faktor ini terdiri dari lama pendidikan, pengetahuan, pendapatan,
usia, besar keluarga, dan dukungan keluarga.
Pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola, dan kerangka berpikir,
persepsi, pemahaman dan keperibadian (Gunarsa & Gunarsa 2000). Lama
pendidikan seseorang akan membentuk seseorang dalam memberikan penilaian
terhadap sesuatu (Samon 2005 diacu dalam Furi 2006).
Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa separuh contoh yang memiliki
persepsi negatif berada pada rentang usia 41-50 tahun dan tidak ada contoh
yang berusia kurang dari atau sama dengan 30 tahun, sedangkan sebesar 70.6
persen contoh yang memiliki persepsi positif berusia pada rentang 31-40 tahun.
Sedangkan usia suami contoh yang memiliki persepsi negatif sebesar 42.9
persen berada pada rentang 41-50 tahun dan lebih dari separuh (52.9%) suami
contoh yang memiliki persepsi positif berusia 31-40 tahun.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan suami serta persepsi
terhadap anak ASD
Persepsi Contoh
No Karakteristik Keluarga Negatif Positif
n % n %
1 Usia Contoh
30 0 0.0 2 11.8
31-40 7 50.0 12 70.6
41-50 7 50.0 3 17.6
>50 0 0.0 0 0.0
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) -0.323(0.076)
2 Usia Suami
30 0 0.0 1 5.9
31-40 5 35.7 9 52.9
41-50 6 42.9 4 23.5
>50 3 21.4 3 17.6
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) -0.294(0.108)
Hal ini dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (64.3%) yang
berpersepsi negatif memiliki besar keluarga sedang dengan jumlah anggota
keluarga lima hingga tujuh orang dan hanya 7.1 persen contoh yang memiliki
keluarga yang besar. Lebih dari separuh contoh (52.9%) yang memiliki persepsi
positif berasal dari keluarga kecil dan hanya 11.8 persen contoh yang memiliki
keluarga besar. Selain itu, baik contoh yang memiliki persepsi negatif dan positif,
lebih dari separuh berhasil menyelesaikan pendidikannya selama lebih dari atau
kurang dari 15 tahun atau setingkat tamat diploma atau perguruan tinggi (Tabel
21).
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, lama pendidikan dan
persepsi terhadap anak ASD
Persepsi Contoh
No Karakteristik Keluarga Negatif Positif
n % n %
1 Besar Keluarga
4 Orang (kecil) 4 28.6 9 52.9
5-7 Orang (sedang) 9 64.3 6 35.3
8 Orang (besar) 1 7.1 2 11.8
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) -0.070(0.71)
2 Lama Pendidikan Contoh
Rendah (9 Tahun) 0 0.0 1 5.9
Sedang (12 Tahun) 5 35.7 7 41.2
Tinggi ( 15 Tahun) 9 64.3 9 52.9
Total 14 100.0 17 100.0
r-korelasi (p-value) -0.06(0.747)
Hal ini dapat dilihat bahwa sebanyak 28.6 persen contoh dengan persepsi
negatif memiliki pendapatan antara Rp 2,51-5 juta, sedangkan 41.2 persen
contoh yang memiliki persepsi positif pun memiliki pendapatan pada rentang Rp
2,51-5 juta dan hanya sedikit contoh yang memiliki pendapatan kurang dari atau
sama dengan Rp 2,5 juta. Sedangkan dana yang dialokasikan untuk merawat
anak ASD, sebanyak separuh contoh yang memiliki persepsi negatif
mengalokasikan dana lebih dari Rp 1 200 000 dan hanya 35.3 persen contoh
dengan persepsi positif yang mengalokasikan dengan dana lebih dari
Rp 1 200 000 (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga, alokasi dana ASD
dan persepsi terhadap anak ASD
Persepsi Contoh
No Karakteristik Keluarga Negatif Positif
n % n %
1 Pendapatan Keluarga
Rp 2,5 juta 1 7.1 1 5.9
Rp 2,51-5 juta 4 28.6 7 41.2
Rp 5,1-7,5 juta 2 14.3 4 23.5
Rp 7,51-10 juta 1 7.1 2 11.8
Rp 10,1-15 juta 3 21.4 1 5.9
> Rp 15 juta 3 21.4 2 11.8
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) 0.001(0.996)
2 Alokasi Dana ASD
< Rp 600 000 3 21.4 4 23.5
Rp 600 000-Rp 1 200 000 4 28.6 7 41.2
> Rp 1 200 000 7 50.0 6 35.3
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) 0.034(0.854)
Hubungan antara karakteristik anak ASD dengan dukungan keluarga
Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa contoh yang memiliki
dukungan yang kurang kuat, sebagian besar (85.7%) contoh memiliki anak laki-
laki, sedangkan sebanyak 25 persen contoh yang memiliki dukungan yang
sangat kuat memiliki anak perempuan yang menderita ASD. Selain itu, contoh
yang memiliki dukungan kuat ternyata sebagian besar (76.9%) contoh memiliki
anak laki-laki yang menderita ASD.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Jenis Kelamin Anak ASD Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
Laki-laki 12 85.7 10 76.9 3 75.0
Perempuan 2 14.3 3 23.1 1 25.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) -0.019(0.921)
Selain itu berdasarkan usia anak, separuh (50%) contoh yang memiliki
dukungan kurang kuat dari keluarga merupakan contoh yang memiliki anak ASD
berusia lebih dari atau sama dengan 96 bulan, sedangkan contoh yang
memperoleh dukungan yang sangat kuat yakni contoh yang memiliki anak ASD
berusia 60-71 bulan (50%). Berdasarkan Tabel 24, contoh yang memperoleh
dukungan kuat dari keluarga merupakan contoh yang memiliki anak berusia 36-
47 bulan (7.7%).
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Usia Anak ASD (bulan) Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
36-47 0 0.0 1 7.7 0 0.0
48-59 1 7.1 0 0.0 0 0.0
60-71 1 7.1 1 7.7 2 50.0
72-83 2 14.3 1 7.7 0 0.0
84-95 3 21.4 2 15.4 0 0.0
96 7 50.0 8 61.5 2 50.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) -0.101(0.589)
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa contoh yang memperoleh
dukungan keluarga yang sangat kuat merupakan contoh yang telah melakukan
terapi ASD selama lebih dari atau sama dengan 89 bulan. Lebih dari separuh
(61.5%) contoh yang memperoleh dukungan keluarga kuat ternyata contoh telah
menterapi anak ASD selama 41-88 bulan dan hanya 42.9 persen contoh dengan
dukungan keluarga kurang kuat diperoleh contoh yang telah menterapi anak
selama 41-88 bulan.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi dan dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Lama Terapi ASD (bulan) Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
40 4 28.6 2 15.4 2 50.0
41-88 6 42.9 8 61.5 0 0.0
89 4 28.6 3 23.1 2 50.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) 0.006(0.974)

Hubungan antara karakteristik anak dengan pengetahuan contoh mengenai


ASD
Contoh dengan tingkat pengetahuan yang kurang mengenai ASD
ternyata memiliki anak ASD berjenis kelamin laki-laki (50%), sedangkan contoh
dengan tingkat pengetahuan yang sedang, 84.6 persen contoh memiliki anak
laki-laki yang menderita ASD dan 18.8 persen contoh yang memiliki pengetahuan
yang baik mengenai ASD memiliki anak ASD berjenis kelamin perempuan (Tabel
26).
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pengetahuan mengenai
ASD
Pengetahuan Contoh
Jenis Kelamin Kurang Sedang Baik
n % n % n %
Laki-laki 1 50.0 11 84.6 13 81.2
Perempuan 1 50.0 2 15.4 3 18.8
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) -0.079(0.674)
Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa separuh (50%) contoh
dengan tingkat pengetahuan yang kurang mengenai ASD memiliki anak ASD
yang berusia 72-83 bulan. Sedangkan contoh dengan tingkat pengetahuan yang
sedang, lebih dari separuh (76.9%) contoh memiliki anak ASD yang berusia lebih
dari atau sama dengan 96 bulan. Selain itu contoh yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, sebanyak 43.8 persen contoh memiliki anak yang
berusia lebih dari atau sama dengan 96 bulan dan hanya 25 persen contoh saja
yang memiliki anak ASD berusia 84-95 bulan.
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan pengetahuan mengenai ASD
Pengetahuan Contoh
Usia anak ASD (bulan) Kurang Sedang Baik
n % n % n %
36-47 0 0.0 1 7.7 0 0.0
48-59 0 0.0 0 0.0 1 6.2
60-71 0 0.0 1 7.7 3 18.8
72-83 1 50.0 1 7.7 1 6.2
84-95 1 50.0 0 0.0 4 25.0
96 0 0.0 10 76.9 7 43.8
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) -0.067(0.722)
Seluruh (100%) contoh yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
mengenai ASD, ternyata telah menterapi anak ASD selama 41-88 bulan (Tabel
28). Selain itu, contoh dengan tingkat pengetahuan yang sedang, sebanyak 46.1
persen contoh telah menterapi anak ASD selama 41-88 bulan, sedangkan contoh
dengan tingkat pengetahuan yang baik, sebanyak 37.5 persen contoh telah
menterapi anak ASD selama kurang dari atau sama dengan 40 bulan (Tabel 28).
Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan lama terapi dan pengetahuan mengenai
ASD
Pengetahuan Contoh
Lama Terapi (bulan) Kurang Sedang Baik
n % n % n %
40 0 0.0 2 15.4 6 37.5
41-88 2 100.0 6 46.1 6 37.5
89 0 0.0 5 38.5 4 25.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) -0.218(0.240)
Hubungan antara karakteristik anak dengan persepsi contoh terhadap anak
ASD
Berdasarkan pada Tabel 29, dapat diketahui bahwa contoh dengan
persepsi negatif terhadap anak ASD ternyata sebagian besar (85.7%) contoh
memiliki anak ASD berjenis kelamin laki-laki, sedangkan contoh yang memiliki
persepsi positif, 23.5 persen contoh memiliki anak ASD berjenis kelamin
perempuan.
Selain itu, lebih dari separuh (78.7%) contoh yang berpersepsi negatif
terhadap anak ASD ternyata contoh memiliki anak ASD berusia lebih dari atau
sama dengan 96 bulan, sedangkan contoh yang memiliki persepsi positif
terhadap anak ASD, 35.3 persen contoh memiliki anak ASD berusia lebih dari
atau sama dengan 96 bulan (Tabel 29). Hasil uji menunjukkan bahwa semakin
muda usia anak ASD ternyata persepsi contoh terhadap anak ASD semakin
positif. Hal ini dapat dikarenakan bahwa semakin cepat seorang anak diketahui
mengalami gangguan ASD maka akan semakin cepat penanganan yang dapat
dilakukan sehingga kemungkinan anak akan terbebas dari gangguan ASD. Oleh
karena itu, contoh merasa optimis mengenai kesembuhan anak ASD sehingga
persepsi contoh akan anak ASD lebih positif.
Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa 57.1 persen contoh yang memiliki
persepsi negatif terhadap anak ASD ternyata telah menterapi anaknya selama
41-88 bulan, sedangkan contoh yang memiliki persepsi positif terhadap anak
ASD, sebanyak 35.3 persen contoh telah menterapi anak ASD selama kurang
dari atau sama dengan 40 bulan. Berdasarkan hasil uji menunjukkan bahwa
semakin lama terapi yang dilakukan untuk anak ASD maka persepsi contoh
terhadap anak ASD pun semakin negatif. Hal ini dapat terjadi karena contoh
melihat sendiri perkembangan anak ASD selama dilakukan terapi, dan diduga
perkembangan anak melambat dan gangguan ASD tidak hilang setelah diterapi
sehingga persepsi contoh terhadap anak ASD pun menjadi negatif.
Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan persepsi terhadap
anak ASD
Persepsi
No Karakteristik Anak ASD Negatif Positif
n % n %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 12 85.7 13 76.5
Perempuan 2 14.3 4 23.5
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) 0.055(0.768)
2 Usia (bulan)
36-47 0 0.0 1 5.9
48-59 1 7.1 0 0.0
60-71 1 7.1 3 17.6
72-83 0 0.0 3 17.6
84-95 1 7.1 4 23.5
96 11 78.7 6 35.3
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) -0.464**(0.008)
3 Lama Terapi
40 2 14.3 6 35.3
41-88 8 57.1 6 35.3
89 4 28.6 5 29.4
Total 14 100.0 17 100.0
r-koefisien (p-value) -0.389*(0.03)
Keterangan : (*) = signifikan pada alpha 0.05
(**) = signifikan pada alpha 0.01
Hubungan antara dukungan keluarga dengan pengetahuan dan persepsi
contoh terhadap anak ASD
Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa contoh yang memiliki dukungan
keluarga yang kurang kuat ternyata lebih dari separuh memiliki tingkat
pengetahuan yang baik dan 28.6 persen contoh yang memiliki pengetahuan
yang sedang mengenai ASD. Selain itu, contoh yang memiliki dukungan yang
kuat ternyata lebih dari separuh contoh (53.8%) memiliki pengetahuan yang
sedang mengenai ASD dan 46.2 persen contoh berpengetahuan baik mengenai
ASD. Contoh yang memiliki dukungan sangat kuat ternyata 50 persen memiliki
pengetahuan yang baik mengenai ASD dan tidak ada contoh yang memiliki
tingkat pengetahuan kurang mengenai ASD.
Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai ASD dan
dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Pengetahuan Contoh Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
Kurang 2 14.3 0 0.0 0 0.0
Sedang 4 28.6 7 53.8 2 50.0
Baik 8 57.1 6 46.2 2 50.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) 0.021(0.913)
Berdasarkan Tabel 31 ternyata dapat diketahui bahwa separuh (50%)
contoh yang memiliki dukungan keluarga yang kurang kuat ternyata memiliki
persepsi yang negatif terhadap anak ASD. Selain itu, lebih dari separuh (53.8%)
contoh yang memiliki dukungan keluarga yang kuat juga memiliki persepsi yang
negatif dan hanya 46.2 persen contoh yang berpersepsi positif terhadap anak
ASD. Sebanyak 25 persen contoh dengan dukungan keluarga yang sangat kuat
memiliki persepsi yang positif terhadap anak ASD.
Tabel 31Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap anak ASD dan
dukungan keluarga
Dukungan Keluarga
Persepsi Contoh Kurang Kuat Kuat Sangat Kuat
n % n % n %
Negatif 7 50.0 7 53.8 3 75.0
Positif 7 50.0 6 46.2 1 25.0
Total 14 100.0 13 100.0 4 100.0
r-koefisien (p-value) 0.021(0.913)

Hubungan antara pengetahuan mengenai ASD dengan persepsi contoh


terhadap anak ASD
Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa contoh yang memiliki
persepsi yang positif terhadap anak ASD ternyata lebih dari separuh memiliki
pengetahuan yang tinggi mengenai anak ASD dan 35.3 persen contoh yang
berpengetahuan sedang. Sedangkan contoh yang memiliki persepsi negatif
diketahui bahwa ternyata separuh contoh memiliki pengetahuan yang sedang
mengenai anak ASD dan sebagian lagi tingkat pengetahuan contoh tinggi
mengenai anak ASD.
Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan persepsi terhadap anak
ASD
Persepsi Contoh
Pengetahuan Contoh Positif Negatif
n % n %
Kurang 2 11.8 0 0.0
Sedang 6 35.3 7 50.0
Baik 9 52.9 7 50.0
Total 17 100.0 14 100.0
r-koefisien (p-value) -0.007(0.969)
Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Dukungan Keluarga, Pengetahuan
dan Persepsi Contoh terhadap anak ASD dengan Strategi Koping
Berdasarkan teori Boss dan McCubbin dalam Sussman dan Steinmetz
(1988), koping keluarga merupakan manajemen kejadian stres dimana dalam hal
ini sumberdaya keluarga dan persepsi terhadap stressor mempunyai pengaruh
terhadap upaya penanggulangan terhadap stressor yang terjadi pada keluarga.
Hasil penelitian strategi koping keluarga terhadap penderita tuberculosis
(TB) paru diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap koping
keluarga yaitu sumberdaya keluarga (lama pendidikan, pengetahuan, sikap
keluarga, dukungan keluarga, dan ketersediaan fasilitas) dan persepsi. Selain
itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pola strategi koping keluarga dalam
menghadapi masalah kesehatan TB paru, yaitu lama pendidikan, dukungan
keluarga, jumlah anggota keluarga, dan ketersediaan sarana dan fasilitas
kesehatan) (Lukman 2002).

Hubungan antara karakteristik keluarga dengan strategi koping contoh


Hubungan antara usia contoh dengan strategi koping
Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat perbedaan strategi koping yang
digunakan oleh contoh berdasarkan usia contoh. Menunjukkan bahwa baik
contoh yang menggunakan strategi koping pola I maupun pola III lebih dari
separuh digunakan oleh contoh yang berusia pada rentang 31-40 tahun. Selain
itu, contoh yang berusia pada rentang 41-50 tahun lebih banyak yang
menggunakan strategi koping pola I dibandingkan pola III.
Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan usia contoh dan strategi koping
Strategi Koping
Usia Contoh (tahun) Pola I Pola III
n % n %
30 1 5.9 1 7.1
31-40 10 58.8 9 64.3
41-50 6 35.3 4 28.6
>50 0 0.0 0 0.0
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.235
Hubungan antara lama pendidikan contoh dengan strategi koping
Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa strategi koping pola I
banyak digunakan oleh contoh yang berhasil menyelesaikan berpendidikan
selama lebih dari atau sama dengan 12 tahun atau setingkat dengan tamat SMA
dan diploma atau perguruan tinggi yang masing-masing sebesar (47.05%),
sedangkan contoh yang menggunakan strategi koping pola III lebih banyak
digunakan contoh yang menyelesaikan pendidikan selama lebih dari atau sama
dengan 15 tahun atau setingkat dengan tamat diploma atau perguruan tinggi
(71.4%).
Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dan strategi koping
Strategi Koping
Lama Pendidikan Contoh Pola I Pola III
n % n %
Rendah (9 Tahun) 1 5.8 0 0.0
Sedang (12 Tahun) 8 47.1 4 48.6
Tinggi ( 15 Tahun) 8 47.1 10 71.4
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.461
Hubungan antara besar keluarga dengan strategi koping
Berdasarkan Tabel 35 bahwa contoh yang menggunakan strategi koping
pola I, lebih dari separuh berasal dari keluarga sedang (52.9%) dan 35.3 persen
contoh memiliki keluarga yang besar. Sedangkan strategi koping pola III
sebanyak separuh contoh yang berasal dari keluarga kecil dan sebanyak 42.9
persen contoh memiliki keluarga yang sedang.
Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan strategi koping
Strategi Koping
Besar Keluarga Pola I Pola III
n % n %
Kecil ( 4 orang) 6 35.3 7 50.0
Sedang (5-7 orang) 9 52.9 6 42.9
Besar ( 8 orang) 2 11.8 1 7.1
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.549
Hubungan antara pendapatan keluarga dengan strategi koping
Berdasarkan pendapatan keluarga, diketahui bahwa sebanyak 47 persen
contoh yang menggunakan strategi koping pola I memiliki pendapatan per bulan
Rp 2,51-5 juta dan 23.5 persen memiliki pendapatan sebesar Rp 5,1-7,5 juta per
bulan. Pada Tabel 36, dapat diketahui bahwa sebanyak 28.6 persen contoh yang
menggunakan strategi koping pola III memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp
15 juta dan 21.4 persen contoh memiliki pendapatan sebesar Rp 2,51-5 juta per
bulan.
Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan strategi koping
Strategi Koping
Pendapatan Keluarga Pola I Pola III
n % n %
Rp 2,5 juta 1 5.9 1 7.1
Rp 2,51-5 juta 8 47.0 3 21.4
Rp 5,1-7,5 juta 4 23.5 2 14.3
Rp 7,51-10 juta 1 5.9 2 14.3
Rp 10,1-15 juta 2 11.8 2 14.3
> Rp 15 juta 1 5.9 4 28.6
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.437
Hubungan antara dukungan keluarga dengan strategi koping
Berdasarkan Tabel 37 menunjukkan bahwa ternyata contoh yang
menggunakan strategi koping pola I, sebesar 47 persen contoh memiliki
dukungan keluarga yang kurang kuat dan 41.2 persen contoh yang memiliki
dukungan kuat. Sedangkan contoh yang menggunakan strategi koping pola III
sebanyak separuh contoh memiliki dukungan keluarga yang kuat dan 35.7
persen digunakan contoh yang memiliki dukungan kurang kuat.
Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan dukungan keluarga dan strategi koping
Strategi Koping
Dukungan Keluarga Pola I Pola III
n % n %
Kurang kuat 8 47.1 6 42.9
Kuat 7 41.2 6 42.9
Sangat kuat 2 11.8 2 14.2
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.964
Hubungan antara pengetahuan contoh mengenai ASD dengan strategi
koping
Pada Tabel 38 diketahui bahwa ternyata lebih dari separuh (52.9%)
contoh yang menggunakan strategi koping pola I memiliki tingkat pengetahuan
yang sedang mengenai ASD dan 41.2 persen memiliki pengetahuan yang tinggi
mengenai ASD. Selain itu, strategi koping pola III lebih banyak (64.3%)
digunakan oleh contoh yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai
ASD dan 28.6 persen contoh memiliki tingkat pengetahuan yang sedang
mengenai ASD.
Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai ASD dan strategi
koping
Strategi Koping
Pengetahuan Contoh Pola I Pola III
n % n %
Kurang 1 5.9 1 7.1
Sedang 9 52.9 4 28.6
Baik 7 41.2 9 64.3
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.387
Hubungan persepsi ibu terhadap anak ASD dengan strategi koping ibu
Lebih dari separuh contoh (58.8%) yang menggunakan strategi koping
pola I memiliki persepsi positif terhadap anak ASD dan 41.2 persen contoh
memiliki persepsi yang negatif. Selain itu, separuh contoh yang menggunakan
strategi koping pola III memiliki persepsi yang positif dan separuh lagi digunakan
oleh contoh yang memiliki persepsi negatif terhadap anak ASD (Tabel 39).
Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap anak ASD dan strategi
koping
Strategi Koping
Persepsi Contoh Pola I Pola III
n % n %
Positif 10 58.8 7 50.0
Negatif 7 41.2 7 50.0
Total 17 100.0 14 100.0
p-value 0.725
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa karakteristik keluarga,
anak maupun dukungan keluarga, pengetahuan serta persepsi contoh terhadap
anak ASD tidak berhubungan signifikan dengan strategi koping yang digunakan
oleh contoh dalam upaya meringankan tekanan yang dihadapi dalam merawat
anak ASD. Hal ini berarti terdapat faktor lain yang menentukan strategi koping
yang diterapkan. Kemungkinan bahwa strategi koping yang diterapkan oleh
contoh ini berhubungan dengan kepribadian dan pengalaman contoh serta
tingkat perkembangan anak ASD.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sebagian besar (80.6%) ibu memiliki anak ASD berjenis kelamin laki-laki
dan lebih dari separuh (54.9%) ibu memiliki anak ASD berusia lebih dari
atau sama dengan 96 bulan. Persentase terbesar (45.2%) lama terapi yang
telah dilakukan oleh ibu untuk anak ASD yaitu selama 41-88 bulan.
Persentase terbesar (63.1%) ibu dan (45.2%) suami berusia 31-40 tahun.
Lebih dari separuh (61.3%) ibu dan (61.3%) suami memiliki tingkat
pendidikan tinggi, yaitu dengan lama pendidikan lebih dari atau sama
dengan 15 tahun (setingkat Perguruan Tinggi). Jenis pekerjaan suami
paling banyak (41.9%) adalah pegawai swasta, sedangkan lebih dari
separuh (74.2%) ibu merupakan ibu rumah tangga. Hampir separuh
(48.4%) keluarga contoh memiliki jumlah anggota keluarga lima hingga
tujuh orang dengan besar keluarga sedang dan lebih dari separuh (61.3%)
ibu memiliki tipe keluarga inti. Persentase terbesar pendapatan keluarga
per bulan yaitu Rp 2,51-5 juta (35.5%) dan dana yang dialokasikan untuk
merawat anak ASD lebih dari Rp 1 200 000.00 per bulan (41.9%).
2. Hampir separuh (45.2%) ibu memperoleh dukungan kurang kuat dari
keluarga. Namun lebih dari separuh (51.6%) ibu memiliki pengetahuan
yang baik mengenai ASD dan persepsi terhadap anak ASD yang positif
(54.8%).
3. Lebih dari separuh (54.8%) ibu pada saat pertama kali mengetahui anak
menderita ASD menggunakan strategi koping pola III yaitu memahami
situasi medis melalui komunikasi antar orangtua dan konsultasi dengan staf
medis. Akan tetapi pada saat ini, lebih dari separuh (54.8%) strategi koping
yang digunakan oleh ibu adalah pola I yaitu mempertahankan keutuhan
keluarga, kerjasama dan situasi optimis dan tidak ada yang menggunakan
strategi koping pola II yaitu memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri
dan stabilitas psikologis. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan antara strategi koping saat pertama dengan
strategi koping yang digunakan contoh pada saat ini.
4. Hasil analisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan
dukungan keluarga, pengetahuan dan persepsi ibu terhadap ASD
menunjukkan bahwa hanya usia ibu dan suami yang berhubungan signifikan
dan negatif dengan dukungan keluarga. Semakin muda usia ibu dan suami
dukungan keluarga yang diperoleh semakin kuat. Namun tidak terdapat
hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengetahuan ibu
mengenai ASD. Selain itu, hanya usia anak ASD dan lama terapi yang
berhubungan signifikan dengan persepsi ibu terhadap anak ASD. Semakin
muda usia anak ASD dan semakin singkat anak ASD di terapi, persepsi ibu
terhadap anak ASD cenderung semakin positif.
5. Karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan serta persepsi ibu
terhadap anak ASD ternyata tidak berhubungan signifikan dengan strategi
koping yang digunakan oleh ibu dalam upaya meringankan tekanan yang
dihadapi dalam merawat anak ASD.
6. Strategi koping yang membantu ibu dalam mengurangi tekanan dalam
merawat anak ASD adalah selalu berdoa dan bersyukur kepada Allah atas
anugerah yang telah diberikan, percaya kepada terapis, dokter serta
keluarga mengenai cara menangani anak ASD, saling bertukar pikiran
dengan keluarga, teman dan orangtua yang juga memiliki anak ASD,
mencari informasi mengenai ASD dengan membaca buku tentang ASD dan
pengalaman orangtua lain yang memiliki anak ASD serta berkonsultasi
dengan dokter, meluangkan waktu untuk anak-anak, diri sendiri dan
keluarga, optimis dan dapat mengontrol emosi dengan baik, serta
melakukan usaha pengobatan dan perawatan untuk anak ASD.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dukungan keluarga, pengetahuan ibu
mengenai ASD serta persepsinya terhadap anak ASD sudah cukup baik. Akan
tetapi, masih cukup banyak ibu yang kurang memperoleh dukungan dari keluarga
dalam merawat anak ASD dan masih cukup banyak ibu yang memiliki persepsi
yang negatif terhadap anak ASD. Oleh karena itu, disarankan pada terapis untuk
lebih banyak membuat kegiatan-kegiatan yang melibatkan orangtua dan anak
ASD dalam program terapi ASD.
Selain itu dalam merawat anak ASD diperlukan suatu kerjasama semua
keluarga terutama keluarga inti, sehingga beban dan tekanan ibu dalam
menghadapi anak ASD dapat menjadi lebih ringan. Untuk orangtua yang
mungkin belum bisa menerima anak ASD atau masih memiliki persepsi negatif
terhadap anak ASD di dalam keluarga maka diperlukan suatu strategi koping
yang dapat membantu ibu dalam menerima anak ASD. Strategi koping tersebut
antara lain dengan berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT., meningkatkan
kepercayaan diri dan mengontrol emosi sehingga menciptakan rasa optimis
dalam merawat anak ASD, mendapatkan dukungan dari semua anggota
keluarga, selalu mencari informasi dan berkonsultasi dengan dokter, terapis dan
orangtua yang juga memiliki anak ASD. Diperlukan pula kasih sayang yang tulus
dalam merawat dan dalam melakukan suatu pengobatan medis pada anak ASD.
Perhatian pemerintah pada keluarga atau anak yang memiliki kecacatan
khusus seperti ASD masih dirasakan kurang. Oleh karena itu, bagi pemerintah
diharapkan dapat menciptakan tempat pelatihan khusus bagi anak ASD dengan
biaya yang lebih murah. Sehingga dapat meringankan beban orangtua dalam
merawat anak ASD karena selama ini tempat pelatihan untuk anak-anak ASD
memerlukan biaya yang mahal dan belum banyak terdapat. Selain itu,
pemerintah dihimbau untuk menciptakan suatu kondisi ataupun institusi yang
memungkinkan untuk menampung kemampuan dapat menampung kemampuan
anak ASD sesuai tingkat keringanannya menderita ASD.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, sehingga untuk penelitian
selanjutnya disarankan untuk mengambil contoh secara acak dari sampel yang
cukup besar dan berasal dari karakteristik keluarga yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Askari. 2008. Refleksi World Autism Awareness Day, 2 April.
www.putrakembara.org. [4 April 2008]
Ariotejo. 002. Pola asuh, status gizi dan perkembangan sosial anak balita pada
keluarga korban kerusuhan Sambas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Astuti, DF. 2007. Tingkat stres dan coping strategy pada prajurit Zein di Pusat
Pendidikan Zeni Kodiklat TNI Angkatan Darat Kota Bogor [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Atkinson RL, Atkinson RC, Smith EE, Bem DJ. 2000. Pengantar Psikologi. Ed ke-
2 jilid 2. Jakarta: Interaksara.
Dumas JE, Nilsen WJ. 2003. Abnormal Child and Adolescent Psychology.
Boston: Allyn and Bacon.
Furi AE. 2006. Persepsi, tingkat stres dan strategi koping ibu pada keluarga
miskin penerima bantuan langsung tunai (BLT) terhadap kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Galvin KM, Bylund C, Brommel BJ. 2004. Family Communication. Cohesion and
Change. Ed ke-6. Amerika: Pearson Education.
Greenberg JS. 2002. Comprehensive Stress Management. Ed ke-7. New York:
McGraw-Hill.
Gunarsa SD, YS Gunarsa. 2000. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Gurhardja, Puspitasari, Hartoyo, Martianto. 1992. Manajemen Sumberdaya
Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hernawati N, Herawati T. 2006. Pelatihan Manajemen Stres dan Strategi Sukses
Menangani Permasalahan Psikososial Mahasiswa Bagi Senior Residence
di Asrama Mahasiswa TPB IPB. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Hodapp RM. 2002. Parenting children with mental retardation. Di dalam:
Bornstein MH, editor. Handbook of Parenting. Volume ke-1. New Jaersey:
LEA.
Hurlock. 1991. Perkembangan Anak. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga.
Kelana A, Elmy DL. 2007. Kromosom Abnormal Penyebab Autisme.
www.gatra.com/artikel.php?id=102873. [28 Agustus 2007]
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.
Khotler P. 2000. Manajemen Pemasaran. New York: Prentice Hall.
Lukman M. 2002. Strategi koping keluarga dalam menghadapi masalah
kesehatan kasus penyakit TB Paru di Kabupaten Bandung [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
McCubbin HI, Thompson AI, editor. 1987. Family Assesment Inventories for
Research and Practice. Madison: University of Winconsin.
Okturna MM. 2004. Persepsi masyarakat terhadap jajanan sayuran di kawasan
KKP IPB Baranangsiang III [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Papalia DE, Olds SW. 1981. Human Development. Ed ke-2. USA: Mc Graw Hill,
Inc.
Santrock JW. 1997. Lifespan Development. Madison: Brown and Brencmark.

Sivberg B. 2002. Coping strategy and parental attitudes. A comparison of parents


with children with autistic spectrum disorder and parents with non-autistic
children. International Journal of Circumpolar Health 2002; 61 SUPPL 2:
36-50.
Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen. Teori dan penerapannya dalam
pemasaran. Jakarta: Penerbit Ghalia.
Thantina R. 2002. Tingkat stres dan strategi koping ibu pada keluarga dengan
anak Retardasi Mental [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Tobing LE. 2004. Stres, Coping, and Psychological Distress of Mother of Children
with Pervasive Development Disorders. Psychology Journal. [15 Januari
2008].
Yusuf EA. 2003. Autisme: Masa Kanak [Tesis]. Program Studi Psikologi. Fakultas
Kedokteran, USU. www.google.com. [10 Januari 2008].
Lampiran 1
Lokasi Gol. Nomor

KUESIONER

Dukungan Keluarga, Pengetahuan dan Persepsi Ibu serta


Hubungannya dengan Strategi Koping Ibu pada Anak
dengan Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD)

Nama Anak : ______________________


Nama ayah/ibu :
Usia Anak : ___________ Tahun
Jenis Kelamin : L/ P
Alamat rumah : __________________________RT/RW _________________
Kelurahan _________________
Alamat Terapis :
Enumerator : __________________________
Tanggal Wawancara : __________________________
Waktu wawancara :

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
I. KARAKTERISTIK ANAK ASD
1.1 Nama Anak :.
1.2 Usia : ..Tahun
1.3 Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
1.4 Ada/tidak terapis yang membantu dalam menangani anak ASD?...............................
1.4.1 Sejak usia berapa di terapi?...................................................
II. KARAKTERISTIK KELUARGA

2.1. Identitas Keluarga


2) 3)
Nama Anggota Hub. dgn JK Usia Pendidikan Pekerjaan
No Keluarga KK
1)
(bln/th)

Keterangan :
1) 1. Kepala Keluarga; 2. Istri; 3. Anak; 4. Orang Tua; 5. Saudara; 6. Lainnya
2) Jenis kelamin : 1. Laki-laki; 2. Perempuan
3) Kelas/tingkat pendidikan terakhir yang diperoleh
2..2 Pendapatan Keluarga
(1) < Rp. 2,5jt (2) Rp. 2,5jt Rp.5jt (3) Rp.5,01jt Rp.7,5jt
(4) Rp. 7,51jt Rp. 10jt (5) Rp.10,1jt Rp.15jt (6) > Rp,15jt
2. 3. Berapa besar dana yang anda alokasi untuk merawat anak ASD?
2.3.1 Biaya terapis per bulan : Rp.
2.3.2 Biaya obat/dokter per bulan : Rp.
2.3.3 Biaya suplemen per bulan : Rp.
2.3.4 Biaya pengasuh per bulan : Rp.
Total Rp...................

III. PENGETAHUAN IBU MENGENAI ASD


No Pertanyaan Ya Ragu Tidak
1.* Apakah Autisme merupakan penyakit keturunan?
2.* Apakah ASD dapat disembuhkan secara 100%?
3. Apakah makanan adalah penyebab ASD?
4. Apakah bahan makanan seperti tepung-tepungan perlu dihindari
oleh anak ASD?
5*. Apakah susu sapi adalah makanan yang baik diberikan kepada anak
ASD?
6.* Apakah terapi adalah orang yang paling berperan dalam
peningkatan perkembangan anak ASD?
7.* Apakah anak ASD banyak dijumpai pada anak perempuan?
8. Perbandingan penderita ASD berjenis kelamin laki-laki dengan
penderita ASD berjenis kelamin perempuan adalah 4:1
9. Apakah kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup,
tak bisa bermain dengan teman sebaya, adalah gejala dari ASD?
10. Apakah mie dan roti merupakan bahan makanan yang mengandung
gluten?
Total skor (0-20)
Keterangan : nilai untuk jawaban ya: 2, ragu-ragu: 1, tidak: 0
Untuk pertanyaan (*) pemberian skor sebaliknya
IV. DUKUNGAN KELUARGA
Petunjuk pengisian : Berilah tanda checklist ( ) pada kolom jawaban yang dirasakan paling sesuai.
Jawaban
No Pertanyaan Kadang-
Ya Tidak
kadang
1 Apakah suami menerima keadaan anak ASD dalam keluarga?
2 Apakah semua anggota keluarga dapat menerima keberadaan
anak ASD ditengah-tengah mereka?
3 Apakah anak anda yang lain mau bermain dengan anak anda
yang autis?
4* Apakah anak anda yang ASD sering manjadi olok-olok saudara
yang lain?
5* Apakah keluarga atau tetangga anda sering mengejek anak
anda yang ASD?
6 Apakah keluarga membantu dalam merawat anak anda dan
membantu mencari informasi mengenai ASD?
7 Apakah keluarga anda tidak keberatan jika anda menitipkan
anak anda yang ASD?
8 Apakah keluarga anda juga memberikan bantuan berupa materi
untuk membantu biaya penyembuhan anak anda yang ASD?
9 Apakah Suami sering memberikan jalan keluar yang
menyenangkan semua pihak bila ada masalah
10 Apakah Suami ibu tidak mengerti atas kekecewaan/kekesalan
* ibu
Total skor (0-20)
Keterangan : nilai untuk jawaban ya: 2, kadang-kadang: 1, tidak: 0
Untuk (*) menunjukkan bahwa pernyataan tersebut negatif sehingga pemberian skor sebaliknya

V. PERSEPSI IBU TERHADAP ANAK ASD


Petunjuk pengisian : Berilah tanda checklist ( ) pada kolom jawaban
Jawaban
No Pernyataan Kurang Tidak
Setuju
Setuju Setuju
1. Anak ASD membutuhkan biaya hidup lebih besar daripada
anak yang normal
2. Lebih baik memiliki anak ASD daripada tidak sama sekali
3.* Memiliki anak ASD membuat saya khawatir untuk
mempunyai anak lagi
4.* Anak ASD tidak akan dapat menjadi penerus keluarga
5.* Anak ASD selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan semua kegiatan, bahkan kegiatan pribadi
(seperti makan, minum, dll.)
6. Anak ASD dapat tetap tenaang walaupun tidak berada di
lingkungan keluarga
7. Meskipun anak mengalami ASD, tapi ia peka terhadap
lingkunganya
8. Anak ASD dapat menjadi teman bagi ibu
9. Meskipun anak ASD, ia tetap membutuhkan teman
bermain di luar rumah
10.* Keberadaan anak ASD dapat menjadi pemicu konflik
keluarga
Keterangan : nilai untuk jawaban setuju: 2, kurang setuju: 1, tidak setuju: 0
Untuk (*) menunjukkan bahwa pernyataan tersebut negatif sehingga pemberian skor sebaliknya
VI. STRATEGI KOPING IBU
Koping adalah usaha atau upaya tingkah laku seseorang untuk menguasai, mengurangi atau
mentoleransi tuntutan atau masalah yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, Apakah beberapa
keadaan dibawah ini dapat membantu Anda dalam mengatasi atau mengurangi masalah yang
sedang dihadapi?
Petunjuk pengisian: Berilah tanda ( ) pada pilihan jawaban yang dirasakan paling sesuai.
Keterangan : nilai untuk jawaban membantu: 2, kurang membantu: 1, tidak membantu: 0
Jawaban
No Pertanyaan Membantu Kurang membantu Tidak membantu Alasan
Pertama Saat ini Pertama Saat ini Pertama Saat ini
1 Percaya bahwa anak-anak akan lebih
baik jika ditangani oleh
perawat/terapis
2 Meluangkan waktu untuk anak-anak
3 Melakukan sesuatu dengan anak-
anak
4 Percaya bahwa segala sesuatu yang
telah direncanakan dapat berjalan
dengan baik
5 Mengatakan pada diri sendiri bahwa
saya mempunyai banyak hal dan
saya seharusnya bersyukur atas
semua yang saya miliki
6 Menjalin hubungan yang lebih
harmonis dengan suami
7 Berbicara secara terbuka dengan
suami tentang segala perasaan dan
minat ibu
8 Melakukan sesuatu dengan kerabat
keluarga
9 Percaya pada Tuhan dan selalu
berdoa membantu meringankan
masalah
10 Melakukan atau menerapkan
perawatan kesehatan seperti yang
dilakukan terapis di rumah
11 Percaya bahwa anakku akan
mungkin mendapatkan perawatan
medis terbaik
12 Mencoba memelihara kestabilan
keluarga
13 Mempercayai suami dan keluarga
untuk membantu mendukung saya
dalam merawat anak ASD
14 Memperlihatkan bahwa saya tegar
pada orang lain
15 Meminta anggota keluarga lain
membantu pekerjaan dan tugas
rumah
16 Mengantar anakku ke pusat terapi
secara teratur
17 Percaya pada terapis mengenai cara
penanganan yang terbaik bagi anak
saya
18 Melakukan kegiatan di rumah
bersama-sama keluarga
19 Mendorong anak ASD untuk lebih
mandiri
20 Melibatkan diri pada aktivitas sosial
seperti arisan, dharma wanita, atau
PKK dengan teman
Jawaban
No Pertanyaan Membantu Kurang membantu Tidak membantu Alasan
Pertama Saat ini Pertama Saat ini Pertama Saat ini
21 Memiliki kesempatan untuk
melupakan beberapa saat tanggung
jawab untuk urusan rumah tangga
sampai ibu pulih
22 Menyendiri
23 Tidur
24 Tidak menahan diri untuk marah
25 Konsentrasi pada hobi
26 Menjadi lebih percaya diri dan mandiri
27 Merawat dan mengurus diri sendiri
dengan baik
28 Berbicara dengan orang lain tentang
hal-hal yang dirasakan
29 Membina hubungan dengan teman
atau kerabat dapat membantu saya
merasa penting dan dihargai
30 Menjamu teman di rumah
31 Menyibukan diri dalam pekerjaan
dengan menggunakan tenaga dan
waktu
32 Rekreasi dengan suami secara
teratur
33 Menciptakan hubungan yang erat
dengan sesama
34 Mengembangkan potensi diri anda
35 Berbicara dengan orang tua lain yang
mempunyai situasi yang sama dan
belajar dari pengalaman mereka
36 Berbicara mengenai masalah dan
kondisi anak dengan tenaga
kesehatan (perawat, pekerja sosial,
terapis) ketika mengunjungi pusat
kesehatan/terapi
37 Membaca tentang bagaimana cara
orang lain mengatasi situasi yang aku
hadapi
38 Membaca lebih banyak mengenai
masalah medis yang berhubungan
dengan ASD
39 Menjelaskan situasi keluarga kami
kepada teman dan tetangga supaya
mereka memahaminya
40 Memastikan bahwa treatment yang
dilakukan terapis juga dilakukan di
rumah
41 Berbicara dengan orang lain atau
orang tua lain yang sama-sama
memiliki anak ASD
42 Berbicara dengan dokter mengenai
kondisi kesehatan anak saya
Sumber: Modifikasi dari McCubbin dan Thompson (1987)

Keterangan:
Pola I : Menjaga keutuhan keluarga, kerjasama, dan optimis (pertanyaan nomor 1-19)
Pola II : Memelihara dukungan keluarga, kepercayaan diri, dan stabilitas psikologis (pertanyaan
nomor 20-34)
Pola III : Memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan
staf medis (pertanyaan nomor 35-42)
6.1 Berikanlah saran yang dapat dilakukan oleh para orang tua yang memiliki anak ASD untuk
mengatasi stres yang dialami dalam menghadapi anak ASD?
Lampiran 2 Uji Reliabilitas
1. Uji Reliabilitas Dukungan Keluarga
Item-item pertanyaan dalam variabel Dukungan Keluarga adalah ordinal
maka untuk perhitungan reliabilitasnya digunakan koefisien Reliabilitas Alpha
Cronbach dimana dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan software SPSS
10.0. Adapun koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut:
RELIABILITAS ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
Reliability Coefisients
N of Cases = 31 N of Item = 10
Alpha = 0.6111
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
sebesar 0.6111. Hal ini berarti dari 10 pertanyaan yang menggunakan skala
ordinal 0 sampai 2 dapat menggambarkan variance yang sebenarnya sebesar
61,1% dan hanya 38,9% saja variance errornya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa item-item pertanyaan tersebut reliabel untuk menentukan
dukungan keluarga yang diberikan pada ibu.
2. Uji Reliabilitas Pengetahuan Ibu mengenai ASD
Item-item pertanyaan dalam variabel Pengetahuan Ibu adalah ordinal
maka untuk perhitungan reliabilitasnya digunakan koefisien Reliabilitas Alpha
Cronbach dimana dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan software SPSS
10.0. Adapun koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut:
RELIABILITAS ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
Reliability Coefisients
N of Cases = 31 N of Item = 10
Alpha = 0.6790
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
sebesar 0.6790. Hal ini berarti dari 10 pertanyaan yang menggunakan skala
ordinal 0 sampai 2 dapat menggambarkan variance yang sebenarnya sebesar
67,9% dan hanya 32,1% saja variance errornya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa item-item pertanyaan tersebut reliabel untuk menentukan
pengetahuan ibu mengenai ASD.
3. Uji Reliabilitas Persepsi Ibu terhadap anak ASD
Item-item pertanyaan dalam variabel Persepsi Ibu adalah ordinal maka
untuk perhitungan reliabilitasnya digunakan koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
dimana dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan software SPSS 10.0.
Adapun koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut:
RELIABILITAS ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
Reliability Coefisients
N of Cases = 31 N of Item = 10
Alpha = 0.6902
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
sebesar 0.6902. Hal ini berarti dari 10 pertanyaan yang menggunakan skala
ordinal 0 sampai 2 dapat menggambarkan variance yang sebenarnya sebesar
69,02% dan hanya 30,98% saja variance errornya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa item-item pertanyaan tersebut reliabel untuk menentukan
persepsi ibu terhadap anak ASD.
4. Uji Reliabitas Strategi koping
Item-item pertanyaan dalam variabel Strategi Koping adalah ordinal maka
untuk perhitungan reliabilitasnya digunakan koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
dimana dalam hal ini diperoleh dengan menggunakan software SPSS 10.0.
Adapun koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut:
RELIABILITAS ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
Reliability Coefisients
N of Cases = 31 N of Item = 42
Alpha = 0.7344
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
sebesar 0.7344. Hal ini berarti dari 42 pertanyaan yang menggunakan skala
ordinal 0 sampai 2 dapat menggambarkan variance yang sebenarnya sebesar
73,4% dan hanya 26,6% saja variance errornya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa item-item pertanyaan tersebut reliabel untuk menentukan
strategi koping yang dilakukan oleh ibu dalam merawat anak ASD.
Lampiran 3. Uji Deskriptif
No Variabel N Minimum Maksimum Mean Standar
Deviasi
1 Usia anak ASD 31 42 179 101.81 31.41
2 Jumlah anggota Keluarga 31 3 8 5.13 1.43
3 Usia suami 31 28 54 41.81 6.58
4 Usia contoh 31 27 50 38.00 5.73
5 Lama pendidikan suami 31 12 18 14.61 2.25
6 Lama pendidikan contoh 31 9 18 14.13 2.17
7 Pengetahuan standarisasi 31 50 100 79.84 12.88
8 Dukungan standarisasi 31 45 100 75.81 12.19
9 Persepsi standarisasi 31 40 100 77.58 12.64
10 Skor strategi koping saat 31 40 75 64.74 8.20
pertama
11 Skor strategi koping saat ini 31 52 76 66.90 6.25

No Variabel N Median
1 Dukungan standarisasi 31 80.00
2 Persepsi standarisasi 31 80.00
3 Skor strategi koping saat pertama 31 68.00
4 Skor strategi koping saat ini 31 66.00
Lampiran 4. Alasan Perubahan Strategi Koping

Tabel 4.1 Alasan Strategi koping yang tetap membantu ibu dalam merawat anak ASD
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Percaya bahwa anak-anak akan - Terapis adalah orang yang mengerti mengenai ASD 1 14.3
lebih baik jika ditangani oleh - Terapis adalah orang yang ahli 2 28.5
perawat/terapis - Terapis adalah orang mengetahui metode 1 14.3
penanganan ASD
- Kemampuan anak biasanya menjadi lebih meningkat 1 14.3
- Anak menjadi mandiri 1 14.3
- Jika ibu sendirian yang menangani terkadang 1 14.3
menjadi kurang sabar
2 Meluangkan waktu untuk anak- - Membuat bahagia 3 42.9
anak - Merasa penting 2 28.5
- Dapat saling mengerti dan memahami 1 14.3
- Terhibur oleh anak 1 14.3
3 Melakukan sesuatu dengan - Merasa bahagia 2 50.0
anak-anak - Sayang kepada anak 1 25.0
- Cara yang efektif untuk meningkatkan 1 25.0
perkembangan anak.
4 Percaya bahwa segala sesuatu - Menimbulkan semangat dalam merawat anak ASD 1 100
yang telah direncanakan dapat
berjalan dengan baik
5 Mengatakan pada diri sendiri - Menimbulkan optimis dalam diri 1 25.0
bahwa saya mempunyai banyak - Berpikiran positif 2 50.0
hal dan saya seharusnya - Upaya untuk menerima dengan lapang dada 1 25.0
bersyukur atas semua yang
saya miliki
6 Menjalin hubungan yang lebih - Semangat dan santai 1 16.7
harmonis dengan suami - Menimbulkan kerukunan, kenyamanan. Ketenangan, 1 16.7
dan keharmonisan keluarga 1 16.7
- Menciptakan suasana yang kondusif bagi anak 1 16.7
- Lebih percaya diri 1 16.7
- Dapat sharing dan meringankan beban 1 16.7
7 Berbicara secara terbuka - Mendapatkan dukungan 2 50.0
dengan suami tentang segala - Sharing untuk mencegah stres 1 25.0
perasaan dan minat ibu - Agar timbul komitmen dan motivasi 1 25.0
8 Melakukan sesuatu dengan - Karena kita tidak hidup tidak sendiri 1 33.3
kerabat keluarga - Dapat bertukar pikiran 1 33.3
- Menjaga tali persaudaraan dan silaturahmi 1 33.3
9 Percaya pada Tuhan dan selalu - Dapat membuat ketenangan hati 1 25.0
berdoa membantu meringankan - Tempat berlindung, memohon 1 25.0
masalah - Dapat menimbulkan semangat 1 25.0
- Menyakini bahwa semua takdir Allah adalah baik 1 25.0
10 Melakukan atau menerapkan - Karena terapi datang ke rumah 1 50
perawatan kesehatan seperti - Anak menjadi lebih mandiri 1 50
yang dilakukan terapis di rumah
11 Percaya bahwa anakku akan - Berpikiran positif dapat membantu dalam merawat 2 100
mungkin mendapatkan anak ASD
perawatan medis terbaik
12 Mencoba memelihara kestabilan - Memelihara kestabilan keluarga merupakan hal yang 2 40
keluarga penting
- Meringankan beban 1 20
- Dapat berpengaruh terhadap emosi anak 1 20
- Menjaga keharmonisan keluarga 1 20
13 Mempercayai suami dan - Semangat dan kokoh 2 66.7
keluarga untuk membantu - Meringankan beban kelelahan 1 33.3
mendukung saya dalam
merawat anak ASD
14 Memperlihatkan bahwa saya - Percaya bahwa suatu hari nanti anak pasti akan 1 33.3
tegar pada orang lain sembuh 2 66.7
Pemicu semangat dan ikhlas menerimanya
No Pernyataan Alasan n %
15 Meminta anggota keluarga lain - Meringankan beban dalam mendidik anak ASD 1 100
membantu pekerjaan dan tugas
rumah
16 Mengantar anakku ke pusat - Hiburan bagi ibu 2 40
terapi secara teratur - Kemampuan anak meningkat 2 40
- Sharing dengan orang tua yang memiliki anak 1 20
dengan masalah yang sama saling bertukar
informasi.
17 Percaya pada terapis mengenai - Karena terapis lebih tahu dan ahlinya 2 100
cara penanganan yang terbaik
bagi anak saya
18 Melakukan kegiatan di rumah - Terapi yang baik dan alami bagi anak ASD 1 100
bersama-sama keluarga
19 Mendorong anak ASD untuk - Meringankan beban dan anak harus mandiri 2 66.7
lebih mandiri - Agar anak tidak bergantung pada orang lain 1 33.3
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
20 Memiliki kesempatan untuk - Perlu santai agar tidak stress sehingga kuat untuk 3 100
melupakan beberapa saat menghadapi hari esok
tanggung jawab untuk urusan
rumah tangga sampai ibu pulih
21 Tidur - Untuk istirahat 1 100
22 Tidak menahan diri untuk marah - Dapat membuat hati tenang 1 100
23 Konsentrasi pada hobi - Melupakan sejenak beban, dapat membuat hati 2 100
tenang
24 Menjadi lebih percaya diri dan - Harus percaya diri dan jangan malu 1 100
mandiri
25 Merawat dan mengurus diri - Karena jika sehat ibu dapat mengurus anak dengan 1 100
sendiri dengan baik baik
26 Berbicara dengan orang lain - Perlu sesekali untuk mengurangi beban 3 100
tentang hal-hal yang dirasakan
27 Membina hubungan dengan - Mempererat tali silaturahmi 2 66.7
teman atau kerabat dapat - Penting membina hubungan baik dengan kerabat 1 33.3
membantu saya merasa penting
dan dihargai
28 Menjamu teman di rumah - Bisa saling sharing 1 100
29 Rekreasi dengan suami secara - Membuat bahagia dan lebih santai 2 100
teratur
30 Menciptakan hubungan yang - Saling membantu 1 33.3
erat dengan sesama - Membina silaturahmi 1 33.3
- Membuat emphaty 1 33.3
31 Mengembangkan potensi diri - Dapat membuat santai 1 33.3
anda - Senang 1 33.3
- Melupakan sejenak tekanan yang ada 1 33.3
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
32 Berbicara dengan orang tua lain - Dapat saling bertukar pendapat dan informasi 2 28.5
yang mempunyai situasi yang - Menambah pengetahuan mengenai ASD 1 14.3
sama dan belajar dari - Mendapatkan motivasi 1 14.3
pengalaman mereka - Mendapatkan nasehat 1 14.3
- Dapat mengaplikasikan pengalaman orang tua lain 2 28.5
33 Berbicara mengenai masalah - Terus mencari informasi untuk perkembangan 1 33.3
dan kondisi anak dengan tenaga kemajuan anak 66.7
kesehatan (perawat, pekerja - Dapat berdiskusi dan bertanya mengenai 2
sosial, terapi) ketika perkembangan anak
mengunjungi pusat
kesehatan/terapi
34 Membaca tentang bagaimana - Mendapat informasi 2 66.7
cara orang lain mengatasi - Dapat memotivasi 1 33.3
situasi yang aku hadapi
35 Membaca lebih banyak - Mengerti dan memahami mengenai ASD, 1 100
mengenai masalah medis yang mengurangi beban
berhubungan dengan ASD
No Pernyataan Alasan n %
36 Menjelaskan situasi keluarga - Meringankan beban karena akhirnya orang lain 1 11.1
kami kepada teman dan dapat mengerti, memahami keadaan anak 5 55.6
tetangga supaya mereka - Menghindari kesalah pahaman 2 22.2
memahaminya - Membuat lebih nyaman 1 11.1
37 Memastikan bahwa treatment - Anak menjadi lebih mandiri dan mengerti 2 50.0
yang dilakukan terapis juga - Agar berkesinambungan 1 25.0
dilakukan di rumah - Agar ibu belajar cara mendidik anak 1 25.0

38 Berbicara dengan orang lain - Saling bertukar informasi 4 66.7


atau orang tua lain yang sama- - Saling bertukar pengalaman 1 16.7
sama memiliki anak ASD - Saling bertukar mengenai cara menangani anak 1 16.7

Tabel 4.2 Alasan perubahan strategi koping ibu (Membantu-Tidak membantu)


No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Meminta anggota keluarga lain - Tidak membantu lagi karena tempat tinggal saat ini 1 100
membantu pekerjaan dan tugas jauh dari keluarga.
rumah
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
2 Berbicara dengan orang lain - Sudah tidak membantu lagi karena saat ini jarang 1 100
tentang hal-hal yang dirasakan bertemu dengan teman dan waktu lebih banyak
digunakan bersama dengan anak sehingga lebih
banyak bicara dengan suami.
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
3 Berbicara mengenai masalah - Dapat membuat sibuk dengan aturan-aturan 1 50.0
dan kondisi anak dengan tenaga - Membuat diri lupa bahwa ini adalah takdir Allah 1 50.0
kesehatan (perawat, pekerja
sosial, terapi) ketika
mengunjungi pusat
kesehatan/terapi
4 Membaca lebih banyak - Lebih pusing, khawatir, dan takut menghadapi masa 1 100
mengenai masalah medis yang depan anak ASD
berhubungan dengan ASD
5 Berbicara dengan dokter - Karena dapat menambah stress 1 33.3
mengenai kondisi kesehatan - Sekarang sudah tidak pernah lagi pergi ke dokter 2 66.7
anak saya

Tabel 4.3 Alasan perubahan strategi koping ibu (Membantu-Kurang membantu)


No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Percaya bahwa anak-anak akan - Terapi memang dapat membantu perkembangan 4 100
lebih baik jika ditangani oleh anak ASD akan tetapi orangtua yang paling
perawat/terapis berperan dan yang harus merawat anak karena
perhatian keluarga lebih dibutuhkan anak ASD.
2 Percaya bahwa segala sesuatu - Karena keadaan dapat berubah tidak terduga 1 100
yang telah direncanakan dapat
berjalan dengan baik
3 Melakukan sesuatu dengan kerabat - Tidak suka jalan-jalan dan anaklah yang utama. 1 100
keluarga
4 Percaya bahwa anakku akan - Saat ini sudah tidak ke dokter lagi 1 100
mungkin mendapatkan perawatan
medis terbaik
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
5 Menyibukan diri dalam pekerjaan - Karena anak dapat menjadi tidak terurus dan 1 100
dengan menggunakan tenaga dan tidak percaya jika anak dirawat oleh orang lain.
waktu
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
6 Membaca tentang bagaimana cara - Karena setiap anak berbeda kasus atau 1 100
orang lain mengatasi situasi yang kondisinya.
aku hadapi
No Pernyataan Alasan n %
7 Memastikan bahwa treatment yang - Banyak kesulitan dan kendala. 1 100
dilakukan terapis juga dilakukan di
rumah
8 Berbicara dengan orang lain atau - Terkadang membuat lebih repot sendiri. 1 100
orang tua lain yang sama-sama
memiliki anak ASD
9 Berbicara dengan dokter mengenai - Saran dari dokter itu-itu juga. 1 100
kondisi kesehatan anak saya

Tabel 4.4 Alasan strategi koping yang tetap kurang membantu ibu dalam merawat ASD
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Percaya bahwa anak-anak akan - Tidak sepenuhnya percaya karena di tempat 2 100
lebih baik jika ditangani oleh terapi waktunya terbatas dan orang tua serta
perawat/terapis lingkungan rumahlah yang besar pengaruhnya
untuk anak.
2 Meluangkan waktu untuk anak-anak - Karena sibuk kerja 2 100
3 Melakukan sesuatu dengan anak- - Karena sudah menjadi kebiasaan 1 100
anak
4 Percaya bahwa segala sesuatu - Karena tidak boleh terlalu berharap 1 100
yang telah direncanakan dapat
berjalan dengan baik
5 Melakukan sesuatu dengan kerabat - Liat-liat dahulu saudaranya karena terkadang 2 66.7
keluarga membuat anak kurang nyaman
- Jarang melakukan kegiatan dengan kerabat 1 33.3
keluarga.
6 Melakukan atau menerapkan - Sulit diatur dalam jangka waktu yang lama 1 100
perawatan kesehatan seperti yang
dilakukan terapis di rumah
7 Percaya bahwa anakku akan - Karena perawatannya jangka panjang 1 100
mungkin mendapatkan perawatan
medis terbaik
8 Memperlihatkan bahwa saya tegar - Karena ketegaran adanya di dalam diri 1 100
pada orang lain
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
9 Melibatkan diri pada aktivitas sosial - Waktunya kurang untuk aktivitas social 1 100
seperti arisan, dharma wanita, atau
PKK dengan teman
10 Menyendiri - Karena tidak suka menyendiri 1 100
11 Merawat dan mengurus diri sendiri - Tidak hobi 1 100
dengan baik
12 Berbicara dengan orang lain - Karena hanya dengan orang yang dapat 1 100
tentang hal-hal yang dirasakan dipercaya saja
13 Membina hubungan dengan teman - Komunikasi lebih banyak dengan keluarga 1 50.0
atau kerabat dapat membantu saya - Banyak teman yang tidak bisa memberikan 1 50.0
merasa penting dan dihargai solusi
14 Menyibukan diri dalam pekerjaan - Khawatir anak nantinya menjadi kurang terurus 2 100
dengan menggunakan tenaga dan
waktu
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
15 Berbicara dengan orang tua lain - Terkadang membuat diri menjadi lebih stres 1 100
yang mempunyai situasi yang sama
dan belajar dari pengalaman
mereka
16 Membaca tentang bagaimana cara - Karena setiap anak memiliki kasus yang 1 100
orang lain mengatasi situasi yang berbeda
aku hadapi
17 Menjelaskan situasi keluarga kami - Sesekali saja karena orang lain belum tentu 1 50.0
kepada teman dan tetangga supaya peduli 1 50.0
mereka memahaminya - Malas untuk menceritakan dapat panjang lebar
Tabel 4.5 Alasan perubahan strategi koping ibu (Kurang membantu-Tidak membantu)
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Percaya bahwa anakku akan - Takut dengan apa yang akan diungkapkan oleh 1 100
mungkin mendapatkan dokter.
perawatan medis terbaik

Tabel 4.6 Alasan perubahan strategi koping ibu (Kurang membantu-Membantu)


No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Melakukan sesuatu dengan - Dapat saling tukar informasi dan sharing 1 100
kerabat keluarga
2 Percaya pada Tuhan dan selalu - Sebelumnya mengalami stress 1 50.0
berdoa membantu meringankan - Pernah menyalahkan Tuhan tetapi sekarang sudah 1 50.0
masalah bisa menerima dan masalah lebih terasa ringan
3 Melakukan atau menerapkan - Tidak sempat menerapkan perawatan kesehatan 1 100
perawatan kesehatan seperti dirumah karena harus mengurus adiknya.
yang dilakukan terapis di rumah
4 Mengantar anakku ke pusat - Karena sebelumnya anak tidak mau diterapi jika 1 100
terapi secara teratur ada ibu tetapi sekarang anak sudah tenang
5 Percaya pada terapis mengenai - Sebelumnya kurang membantu karena anak tidak 1 100
cara penanganan yang terbaik ada perkembangannya tetapi sekarang jauh lebih
bagi anak saya baik perkembangannya.
6 Mendorong anak ASD untuk - Sebelumnya kurang membantu karena anak tidak 1 50.0
lebih mandiri mengerti
- Perkembangannya lama menajdi tidak betah dan 1 50.0
bosan.
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
7 Tidak menahan diri untuk marah - Berani mengungkapkan pendapat 1 100
8 Rekreasi dengan suami secara - Sebelumnya tidak tenang jika meninggalkan anak 3 100
teratur
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
9 Berbicara mengenai masalah - Sebelumnya masih bingung tetapi sekarang untuk 1 33.3
dan kondisi anak dengan tenaga kemajuan anak
kesehatan (perawat, pekerja - Terapi adalah orang yang lebih paham mengenai 2 66.7
sosial, terapi) ketika ASD
mengunjungi pusat
kesehatan/terapi
10 Membaca tentang bagaimana - Karena dapat membantu menenangkan diri 1 100
cara orang lain mengatasi
situasi yang aku hadapi
11 Membaca lebih banyak - Mendapatkan informasi mengenai ASD 1 100
mengenai masalah medis yang
berhubungan dengan ASD
12 Menjelaskan situasi keluarga - Sebelumnya ibu belum bisa menerima kondisi 1 100
kami kepada teman dan anak.
tetangga supaya mereka
memahaminya

Tabel 4.7 Alasan perubahan strategi koping ibu (Tidak membantu-Kurang membantu)
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
Percaya bahwa segala sesuatu - Tidak pernah merencanakan sesuatu hal, jalani 1 100
1 yang telah direncanakan dapat saja.
berjalan dengan baik
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
Merawat dan mengurus diri - Tidak mempunyai waktu karena selalu dengan anak. 1 100
2
sendiri dengan baik
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
Berbicara dengan dokter - Dapat membuat lebih khawatir. 1 100
3 mengenai kondisi kesehatan
anak saya
Tabel 4.8 Alasan Strategi koping yang tetap tidak membantu ibu dalam merawat ASD
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
1 Berbicara secara terbuka - Karena tidak mau menambah beban 1 50.0
dengan suami tentang segala - Pusing suami 1 50.0
perasaan dan minat ibu
2 Melakukan sesuatu dengan - Jarang melakukan kegiatan dengan kerabat 1 100
kerabat keluarga keluarga
3 Melakukan atau menerapkan - Karena tidak dilakukan dan anak tidak mau 1 100
perawatan kesehatan seperti
yang dilakukan terapis di rumah
4 Mempercayai suami dan - Tidak percaya karena suami kurang sabar dalam 1 100
keluarga untuk membantu menangani anak
mendukung saya dalam
merawat anak ASD
5 Mengantar anakku ke pusat - Tidak ada waktu 1 100
terapi secara teratur
Pola II (memelihara dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis)
6 Melibatkan diri pada aktivitas - Karena tidak ada pengaruhnya 2 50.0
sosial seperti arisan, dharma - Membuat lelah 1 25.0
wanita, atau PKK dengan teman - Takut tidak ada waktu untuk anak 1 25.0
7 Memiliki kesempatan untuk - Tidak membantu karena dengan kegiatan rumah 1 100
melupakan beberapa saat tangga dapat membantu mengalihkan pikiran
tanggung jawab untuk urusan
rumah tangga sampai ibu pulih
8 Menyendiri - Tidak menyelesaikan masalah 3 60.0
- Pikiran dapat kemana-mana 1 20.0
- Dapat menjadi pemicu stres 1 20.0
9 Tidur - Menjadi susah tidur 1 100
10 Tidak menahan diri untuk marah - Dapat menjadi lebih stress, menjadi kurang sabar 1 100
dan kasihan pada anak
11 Konsentrasi pada hobi - Tidak ada waktu 1 100
12 Merawat dan mengurus diri - Lebih banyak waktu dihabiskan untuk anak 1 100
sendiri dengan baik
13 Berbicara dengan orang lain - Takut orang lain berpikiran negatif 1 50.0
tentang hal-hal yang dirasakan - Takut lebih pusing 1 50.0
14 Menjamu teman di rumah - Dapat membuat pusing 1 100
15 Menyibukan diri dalam - Karena sekarang waktu milik anak 1 100
pekerjaan dengan
menggunakan tenaga dan waktu
16 Mengembangkan potensi diri - Tidak ada waktu 1 100
anda
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
17 Membaca lebih banyak - Menjadi lebih bingung 1 100
mengenai masalah medis yang
berhubungan dengan ASD
18 Memastikan bahwa treatment - Karena anak tidak mau dan sulit diajarkan di rumah 2 100
yang dilakukan terapis juga hanya mau jika di tempat terapi
dilakukan di rumah
19 Berbicara dengan dokter - Karena dokter hanya memberikan teori saja dan 1 100
mengenai kondisi kesehatan tidak terlalu memahami yang ibu hadapi.
anak saya
Tabel 4.9 Alasan perubahan strategi koping ibu (Tidak membantu-Membantu) yang
digunakan ibu dalam merawat anak ASD
No Pernyataan Alasan n %
Pola I (mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan situasi optimis)
Percaya bahwa anak-anak akan - Karena sebelumnya terapi masih sedikit dan baru. 1 50.0
lebih baik jika ditangani oleh - Sebelumnya terapi hanya dilakukan di rumah tetapi 1 50.0
1
perawat/terapis sekarang setelah ditempat terapi anak jauh lebih
teratur sehingga beban sedikit berkurang
Percaya bahwa segala sesuatu - Karena sebelumnya tidak memiliki rasa optimis. 1 100
2 yang telah direncanakan dapat
berjalan dengan baik
Mengatakan pada diri sendiri - Karena sebelumnya stress, kecewa dan menyalahkan 2 100
bahwa saya mempunyai banyak Tuhan dan merasa tidak beruntung karena anak tidak
3 hal dan saya seharusnya ada kemajuan, tetapi sekarang sudah bisa menerima
bersyukur atas semua yang kondisi anak.
saya miliki
Percaya bahwa anakku akan - Karena sebelumnya terapis masih jarang dan sulit 2 100
4 mungkin mendapatkan
perawatan medis terbaik
Mempercayai suami dan - Karena sebelumnya suami tidak dapat menerima 1 100
keluarga untuk membantu keadaan anak
5
mendukung saya dalam
merawat anak ASD
Percaya pada terapis mengenai - Sebelumnya tidak dibantu dengan terapi karena 2 100
cara penanganan yang terbaik masih bingung dan ASD masih jarang, tetapi
6
bagi anak saya sekarang sudah banyak dan dapat saling tukar
informasi
Pola III (memahami situasi medis melalui komunikasi antar orang tua dan konsultasi dengan staf medis
Berbicara dengan orang tua lain - Karena sebelumnya masih bingung 1 100
yang mempunyai situasi yang
7
sama dan belajar dari
pengalaman mereka
Membaca tentang bagaimana - Dapat memotivasi dan untuk lebih memahami lagi 1 100
8 cara orang lain mengatasi mengenai ASD
situasi yang aku hadapi
Membaca lebih banyak - Sebelumnya lebih tegang dan tertekan 1 100
9 mengenai masalah medis yang
berhubungan dengan ASD
Menjelaskan situasi keluarga - Sebelumnya keluarga belum bisa menerima kondisi 1 100
kami kepada teman dan anak tetapi sekarang sudah bisa
10
tetangga supaya mereka
memahaminya
Memastikan bahwa treatment - Sebelumnya tidak dilakukan karena tidak tahu 1 25.0
yang dilakukan terapis juga bagaimana caranya
11 dilakukan di rumah - Sekarang diterapkan untuk melatih kembali materi 2 50.0
yang diajarkan supaya anak tidak lupa.
- Sebelumnya semua di serahkan pada tempat terapi 1 25.0
Berbicara dengan dokter - Sebelumnya membuat diri bertambah stress tetapi 1 100
12 mengenai kondisi kesehatan sekarang menjadi lebih memahami
anak saya
Lampiran 5. Uji Chi-square dan Uji Pair Sample T-test
Uji Chi-square
Peubah Value Df Asymp. Sig. (2-sides)
Usia ibu dengan strategi koping 18.550 15 0.235
Lama pendidikan ibu dengan strategi koping 3.610 4 0.461
Pendapatan dengan strategi koping 4.828 5 0.437
Besar keluarga dengan strategi koping 4.005 5 0.549
Pengetahuan mengenai ASD dengan 1.901 2 0.387
strategi koping
Dukungan keluarga dengan strategi koping 0.073 2 0.964
Persepsi terhadap anak ASD dengan 0.725
strategi koping

Uji Paired Sample T-test


Mean Std. Deviasi Sig. (2-tailed)
Strategi koping saat pertama -2.19 6.50 0.070
Strategi koping saat ini
Keterangan : signifikan pada alpha 0.1
Lampiran 6. Korelasi Spearman

Persepsi Ibu
Pengetahuan Ibu Dukungan
terhadap anak
mengenai ASD Keluarga
ASD
Karakteristik Anak ASD :
Jenis Kelamin Correlation Coefficient -0.079 -0.019 0.055
Sig. (2-tailed) 0.674 0.921 0.768
Usia Correlation Coefficient -0.067 -0.101 -0.464 (**)
Sig. (2-tailed) 0.722 0.589 0.008
Lama Terapi Correlation Coefficient -0.218 0.006 -0.389(*)
Sig. (2-tailed) 0.240 0.974 0.03
Karakteristik Keluarga :
Umur ibu Correlation Coefficient -,206 -,413(*) -,323
Sig. (2-tailed) ,265 ,021 ,076
Umur ayah Correlation Coefficient -,212 -,387(*) -,294
Sig. (2-tailed) ,253 ,031 ,108
Lama pendidikan ibu Correlation Coefficient ,087 -,206 -,060
Sig. (2-tailed) ,640 ,267 ,747
Lama pendidika ayah Correlation Coefficient -,238 -,303 -,056
Sig. (2-tailed) ,198 ,097 ,763
Besar keluarga Correlation Coefficient -,141 ,089 -,070
Sig. (2-tailed) ,449 ,634 ,710
Pendapatan total Correlation Coefficient -,297 -,037 ,001
Sig. (2-tailed) ,104 ,845 ,996
Pengetahuan ibu Correlation Coefficient
1,000 ,021 -,007
mengenai ASD
Sig. (2-tailed) . ,913 ,969
Dukungan keluarga Correlation Coefficient 1,000 ,031
Sig. (2-tailed) . ,870
Persepsi ibu terhadap Correlation Coefficient
1,000
ASD
Sig. (2-tailed) .

You might also like