You are on page 1of 29

LAPORAN KASUS

PRETERM PREMATURE RUPTURE OF THE MEMBRANE


(PPROM)

Oleh

Doni Andika Putra 1210312121


Fadel Abdussabil 1210312
Rahmad Nopriady 1110312

Preseptor:
dr. H. Mutiara Islam, Sp.OG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD PARIAMAN
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Premature rupture of the membranes (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya


selaput ketuban spontan yang terjadi sebelum onset persalinan. Jika selaput ketuban
pecah sebelum 37 minggu gestasi hal ini dikenal sebagai preterm PROM. Managemen
konservatif didefinisikan sebagai penanganan secara langsung untuk melanjutkan
kehamilan. Preterm PROM terjadi pada saat atau sebelum 26 minggu gestasi dan terjadi
sebesar 0.60.7% kehamilan, dan dikenal juga sebagai midtrimester PROM.
Selanjutnya hubungan klinik terbaru membagi preterm PROM kedalam previable
PROM, dimana terjadi sebelum batasan viabilitas (kurang dari 23 minggu), preterm
PROM yang jauh dari aterm (dari viabilitas kira-kira 32 minggu gestasi), dan preterm
PROM near term (kira-kira 3236 minggu gestasi). Jika terjadi previable PROM,
persalinan segera yang terjadi akan meningkatkan kematian neonatal. Persalinan segera
setelah preterm PROM yang jauh dari aterm berhubungan dengan tingginya resiko
morbiditas dan mortalitas perinatal dan hal ini akan berkurang dengan berlanjutnya usia
kehamilan saat persalinan. Kemungkinan lain, dengan preterm PROM yang mendekati
aterm, pemilihan cara persalinan yang terbaik dengan menghindarai infeksi dan
pencegahan asfiksia janin akan meningkatkan angka harapan hidup serta penurunan
resiko morbiditas 1.
Preterm premature rupture of membranes (PPROM) terjadi pada 3% kehamilan
dan menimbulkan sepertiga dari kelahiran preterm. Preterm PROM penting karena
menimbulkan morbiditas dan mortalitas perinatal, terutama karena berhubungan dengan
pendeknya masa laten dari pecahnya selaput saat persalinan, infeksi perinatal, dan
kompresi tali pusat akibat oligohidramnion. 1
Terdapat perubahan dramatis dari resiko komplikasi perinatal terhadap usia
gestasi saat ruptur membran dan persalinan, sehingga usia kehamilan digunakan sebagai
dasar penanganan preterm PROM. Walaupun tidak terlihat adanya keuntungan pada
neonatal terhadap managemen konservatif setelah ruptur membran yang terjadi pada
aterm, terlihat adanya keuntungan potensial terapi konservatif pada preterm PROM
terhadap janin yang immatur 1

2
Berikut ini kasus seorang seorang wanita umur 25 tahun masuk melalui IGD
RSUD Pariaman tanggal 2 Februari 2017 pukul 17.30 WIB dengan keluhan utama keluar
air-air yang banyak dari kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosa dengan G1P0A0H0, Gravid Preterm
(34-35 minggu) + PPROM, janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala. Pasien
kemudian dirawat dan direncanakan untuk terapi pematangan paru dan tatalaksana
ekpektatif.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Alamat : Marunggi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suami : Tn. A
Pekerjaan : Swasta
MR : 13.20.87

Anamnesis
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita umur 25 tahun masuk IGD RSUD Pariaman Februari 2017 pukul
17.30 WIB dengan keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 6 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)
Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+)
Keluar air-air banyak dari kemaluan (+) sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit,
berwarna jernih, berbau amis, membasahi 2 helai celana dalam.
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
Riwayat demam (-), trauma (-), keputihan (+) berwarna kekuningan, bau (+),
terasa gatal (+) pada kemaluan di 2 bulan kehamilan
Tidak haid sejak 8,5 bulan yang lalu
HPHT : 7-6-2015 TP : 14-3-2017
Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)

4
Antenatal Care : kontrol ke bidan tiap bulan
Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), pendarahan (-)
Riwayat menstruasi : menarche 13 tahun, siklus teratur, 1x sebulan, lamanya 4-5
hari, banyaknya 2 3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).
BAK dan BAB tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita sakit jantung, paru, hati, ginjal dan diabetes
melitus tidak ada.
Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan.

Riwayat Perkawinan : 1 kali September 2015


Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan : 1/0/0 (sekarang)
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada
Riwayat Imunisasi : Imunisasi TT 1 kali
Riwayat Kebiasaan : alkohol (-), merokok (-), narkoba (-)

Riwayat Psikososial
Pendidikan terakhir ibu : SMP
Pendidikan terakhir suami : SMA
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Pekerjaan suami : Wiraswasta
Jumlah anggota keluarga : 2 orang
Penghasilan rata-rata total ibu dan suami per bulan + Rp800.000,-, dirasa hanya
cukup untuk makan sehari-hari.
Pasien merasa tidak ada masalah yang menghambat dalam melakukan kunjungan
perawatan kehamilan dan kesehatan.
Pasien tidak ada riwayat pindah tempat tinggal dalam 12 bulan terakhir
Pasien merasa aman tinggal di tempat tinggal sekarang
Pasien dan anggota keluarga lain tidak ada yang tidur dalam kelaparan

5
Dalam 2 bulan terakhir pasien tidak pernah menggunakan tembakau atau
olahannya, obat terlarang, dan alkohol
Dalam tahun sebelumnya tidak ada orang yang memukul atau mencoba
menciderai pasien
Gambaran tingkatan stress pasien adalah level 1 dalam skala 1-5
Jika pasien bisa mengubah jadwal kehamilan, yang akan dilakukan pasien adalah:
tidak ingin mengubahnya.

Riwayat Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Hb dan Ht sebelumnya belum pernah.
Pemeriksaan urinalisa sebelumnya belum pernah.
Pemeriksaan golongan darah : menurut pasien golongan darahnya O, Rhesus tidak
tahu
Pemeriksaan penapisan antibody, status rubella, penapisan sifilis, paps smear, uji
HbsAg dan uji HIV sebelumnya : tidak pernah

Riwayat kehamilan resiko tinggi


Pasien tidak pernah menderita penyakit lain dalam hamil yang sekarang
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat saat ini
Tidak pernah menderita kelainan gizi kurang atau buruk sebelumnya

Riwayat Nutrisi
Pasien mengakui sudah ada penambahan berat badan selama hamil (sebelum
hamil BB 40 kg, sekarang 50 kg)
Porsi makan pagi ibu (jam 07.00) biasanya: Lontong sayur dengan 1 potong
protein nabati.
Porsi makan siang ibu (jam 13.00) biasanya: Nasi dengan 1 potong protein
hewani atau protein nabati kadang-kadang dengan sayur.
Porsi makan malam ibu (jam 19.00) biasanya : Nasi dengan 1 potong protein
hewani atau protein nabati, kadang kadang dengan sayur.
Makanan selingan antara waktu makan, misalnya buah- buahan tidak ada
Pasien tidak minum susu.
Tidak ada penambahan porsi makan pasien selama hamil.
Pasien menggunakan garam beryodium untuk masakan di rumah
Penambahan suplemen mineral dan vitamin ada, tapi jarang
Ibu mengaku mendapatkan makanan yang ia inginkan selama hamil

6
Ibu mengaku mendapatkan cukup makanan selama hamil

Riwayat aktivitas :
Pasien jarang berolahraga.
Istirahat dirasa cukup.
Pasien kadang merasa kecapekan selama bekerja tapi jarang.
Riwayat bepergian jauh keluar kota tidak ada.

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok selama hamil tidak ada
Suami pasien merokok, satu bungkus sehari. Merokok di rumah tapi tidak
dihadapan pasien.
Riwayat konsumsi alkohol selama hamil tidak ada
Riwayat konsumsi kopi selama hamil sangat jarang
Riwayat penggunaan obat terlarang selama hamil tidak ada

Riwayat Keluhan Medis


Riwayat kaki bengkak, tensi tinggi, dan mata kabur selama kehamilan tidak ada
Riwayat mual muntah selama kehamilan tidak ada
Riwayat konstipasi, nyeri berkemih, nyeri punggung, varises, hemorrhoid, ngidam
aneh aneh, air liur berlebih, nyeri kepala selama kehamilan tidak ada.
Riwayat keputihan selama kehamilan ada.
Riwayat nyeri ulu hati selama kehamilan tidak ada
Riwayat kelelahan selama kehamilan tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : : 119 / 80 mmHg
Nadi : 75x / menit
Pernafasan : 18x / menit
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 40 kg

7
BMI : 17,77 kg/m2
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Edema ekstremitas : -/-
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesar
Thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal
Jantung
o Inspeksi : iktus tidak terlihat
o Palpasi : iktus tampak 2 jari medial LMCS RIC V
o Perkusi : batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : Irama teratur, bising (-)
Paru
o Inspeksi : simetris kiri= kanan
o Palpasi : fremitus kiri=kanan
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema -/-, Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-

Status Obstetrikus
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Mammae : Membesar, A/P hiperpigmentasi
Abdomen :
o Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai
usia kehamilan preterm, Linea mediana
hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+), sikatrik (-)

8
o Palpasi :
LI : FUT teraba 3 jari di bawah proccesus xyphoideus
Teraba massa besar, lunak, noduler
LII : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri
Teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan
LIII : Teraba massa bulat, keras, terfiksir
LIV : Konvergen
TFU : 24 cm TBJ : 1705 gram His : (-)
o Auskultasi : BJA = 150-159 x/menit

Genitalia
o Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
o Inspekulo :
Vagina: tumor (-), laserasi (-), Fluksus (+), tampak cairan
jernih menumpuk di forniks posterior
Portio: tumor (-), laserasi (-), Fluksus (+), tampak cairan
jernih merembes dari canalis servikalis,
VT: 1cm, posterior, tebal 2cm
Ketuban (-), sisa jernih, teraba kepala Hodge I
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium

Hb : 12,9 gr/dl

Leukosit : 12.700/mm3

Diagnosa :
G1P0A0H0 Gravid Preterm 34-35 minggu + Kala I Fase Laten + PPORM

Rencana
Ekspektatif

Sikap

9
Kontrol KU, Vital sign, DJJ, HIS
Pematangan paru dexamethasone 2 x 5 mg (2 hari)
Kateterisasi
Amoxicillin 3x500 mg
Nifedipin 3x10 mg
Asam Mefenanamat 3x500mg

Follow Up
3 Februari2017 pukul 03.50
S/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) semakin lama semakin kuat dan sering, keluar
lendir campur darah dari kemaluan (+), gerak anak (+), demam (-)
O/ KU Kesadaran TD nadi napas suhu
Sedang Composmentis 120/80 84 x/I 18 x/I 36,6
Abdomen : HIS (+), DJJ 145-150 x/menit
Genitalia : Inspeksi : vulva / uretra : tenang, PPV(-)
VT: Lengkap, Ketuban (-) sisa jernih, Teraba kepala UUK depan HIII-IV
A/ G1PoAoHo Parturien Aterm Kala II + PPORM
P/
Sikap:
- Kontrol KU, Vital sign, DJJ, HIS
- Pimpin Meneran

Rencana:
Partus Pervaginam

Laporan Partus
Tanggal 3 Februari 2016 Pukul 03.50 WIB

Lahir bayi Laki-laki :


BB: 2100 gr PB: 45 cm A/S: 6/7

10
Plasenta lahir lengkap 1 buah, spontan, berat 500 gram, ukuran 17x16x2,5
cm dengan panjang tali pusat 50 cm, insersi parasentralis

Perdarahan selama tindakan 100 cc

Diagnosis :
P1A0H1 Post partus prematurus spontan
Ibu dan anak baik.
Sikap :
Kontrol KU,VS, PPV, Kontraksi
Awasi kala IV
Anak rawat di perinatologi

Terapi :
Cefixim 200 mg 2x1
Asam mefenamat 500 mg tab 3x1
Vitamin C tab 3 x1
SF 1 x 1

11
KALA IV
Kontraksi Kandung
Jam ke Waktu TD Nadi Suhu TFU Darah
uterus kemih
1 04.15 110/70 81x 36,90 3 jari Baik - -
bpst
04.30 110/80 85x 3jari bpst Baik - -
04.45 120/70 80x 3 jari Baik - -
bpst
05.00 110/70 87x 3 jari Baik - 1 duk
bpst
0
2 05.30 120/80 85x 37 3 jari Baik - -
bpst
06.00 120/70 88x 3 jari Baik - -
bpst

Pukul 06.00 WIB


A : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV (-)
PF : : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/80 90x/i 24x/i 36,8 0

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik NT(-), NL (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis :
P1A0 H1 post partus prematurus spontan
Ibu dan anak baik

Sikap :

12
Kontrol KU, VS, PPV
Diet TKTP
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene

Terapi:
Cefixim 200 mg tab 2x1
Asam mefenamat 500 mg tab 3x1
Vitamin C tab 3 x1
SF 1 x 1

Rencana : Pindah Ibu ke ruang perawatan, Anak ke perinatologi

Follow up :
4 Februari2017 pukul 08.00

A : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV(-)


PF : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/80 90x/i 24x/i 36,8 0

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik NT(-), NL (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis :
P1A0 H1 post partus prematurus spontan
Nifas hari I

13
Sikap :
Kontrol KU,VS,PPV
Diet TKTP
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene

Terapi:
Cefixim 200 mg 2x1 tab No X
Asam mefenamat 500 mg tab 3x1 No.XV
Vitamin C tab 3 x1 No.XV
SF 1 x 1

Rencana :Pasien boleh pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

14
Preterm premature rupture of membranes (PPROM) terjadi lebih dari 120.000
kehamilan di United States dan hal ini berhubungan dengan resiko maternal, fetal, serta
neonatal. Penanganan dari PPROM membutuhkan diagnosis yang akurat dalam
mengevaluasi resiko serta kelanjutan suatu kehamilan serta penentuan cara terbaik
persalinan. Pengetahuan tentang usia kehamilan akan menentukan morbiditas dan
mortalitas neonatal dan hal ini penting dinilai agar diperoleh keuntungan potensial dari
managemen konservatif preterm PROM. Hal ini berhubungan dengan penanganan
komplikasi kehamilan pada preterm PROM yang jauh dari aterm sehubungan dengan
lamanya kehamilan dan penurunan morbiditas perinatal akibat prematuritas seperti
infeksi, solusio plasenta maupun kompresi tali pusat saat persalinan. Bukti terbaru
menyatakan bahwa pemberian antibiotik dapat menurunkan mobiditas akibat infeksi
janin. Hal yang sama terlihat dimana pemberian kortikosteroid antenatal dapat
1
meningkatkan luaran neonatal tanpa meningkatkan resiko infeksi perinatal

Insiden dan kepentingan klinis


Preterm premature rupture of membranes (PPROM) terjadi pada 3% kehamilan
dan menimbulkan sepertiga dari kelahiran preterm. Preterm PROM penting karena
menimbulkan morbiditas dan mortalitas perinatal, terutama karena berhubungan dengan
pendeknya masa laten dari pecahnya selaput saat persalinan, infeksi perinatal, dan
kompresi tali pusat akibat oligohidramnion. Amnionitis (1525%), infeksi post partum
(15-20%) biasanya berhubungan dengan preterm PROM. Insiden infeksi ini biasanya
lebih tinggi pada awal kehamilan.1,2.
Frekuensi serta beratnya komplikasi neonatal setelah preterm PROM tergantung
pada usia gestasi saat terjadinya ruptur membran dan saat persalinan terjadi, dan hal ini
akan meningkatkan infeksi perinatal, solusio plasenta serta kompresi tali pusat.
Respiratory distress syndrome (RDS) sering menimbulkan komplikasi yang serius pada
preterm PROM. Komplikasi serius lainnya seperti enterokolitis nekrotikan, perdarahan
intraventrikular, dan sepsis sering terjadi pada kelahiran preterm awal tetapi relatif jarang
pada usia kehamilan mendekati aterm. Janin yang jauh dari aterm, akan menimbulkan
morbiditas perinatal yang berat dimana terjadi peningkatan sekuele pada kehamilan lanjut
1,3
atau bahkan menimbulkan kematian

15
Gambar 1. Morbiditas akut sesuai usia gestasi. Treatment of Preterm PROM. Obstet
1
Gynecol 2003

Definisi
Premature rupture of the membranes (preterm PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban spontan yang terjadi sebelum onset persalinan. Jika selaput
ketuban pecah sebelum 37 minggu gestasi hal ini dikenal sebagai preterm PROM.
Managemen konservatif didefinisikan sebagai penanganan secara langsung untuk
melanjutkan kehamilan. Preterm PROM terjadi pada saat atau sebelum 26 minggu gestasi
dan terjadi sebesar 0.60.7% kehamilan, dan dikenal juga sebagai midtrimester
PROM. Selanjutnya hubungan klinik terbaru membagi preterm PROM kedalam
previable PROM, dimana terjadi sebelum batasan viabilitas (kurang dari 23 minggu),
preterm PROM yang jauh dari aterm (dari viabilitas kira-kira 32 minggu gestasi), dan
preterm PROM near term (kira-kira 3236 minggu gestasi). Jika terjadi previable
PROM, persalinan segera yang terjadi akan meningkatkan kematian neonatal. Persalinan
segera setelah preterm PROM yang jauh dari aterm berhubungan dengan tingginya resiko
morbiditas dan mortalitas perinatal dan hal ini akan berkurang dengan berlanjutnya usia
kehamilan saat persalinan. Kemungkinan lain, dengan preterm PROM yang mendekati
aterm, pemilihan cara persalinan yang terbaik dengan menghindarai infeksi dan

16
pencegahan asfiksia janin akan meningkatkan angka harapan hidup serta penurunan
resiko morbiditas 1

Gambar 2. Skema struktur membran selaput ketuban 4

Patofisiologi
PPROM disebabkan oleh banyak faktor. Pada beberapa pasien, satu atau lebih
proses patofisiologi mungkin dapat ditemukan. Infeksi intraamnion atau inflamasi terlihat
menunjukkan peranan penting dalam etiologi preterm PROM, terutama pada awal
gestasi.2 Penurunan kandungan kolagen membran terlihat pada preterm PROM dan
kadarnya akan meningkat sesuai dengan peningkatan usia kehamilan. 1 Peningkatan
matrik metalloprotease (MMP-1 dan MMP-3) yang menyebabkan degradasi kollagen
matriks ekstraseluler hal ini dapat diidentifikasi pada wanita dengan preterm PROM.4
Faktor lain yang juga berhubungan dengan preterm PROM adalah status sosial ekonomi
yang rendah, merokok, sexually transmitted infections, riwayat konisasi servikal, riwayat
persalinan preterm, distensi uterus (seperti kehamilan kembar, hydramnion), kelainan

17
servik, amniosintesis, dan perdarahan pervaginam selama kehamilan. Setiap faktor
tersebut berhubungan dengan preterm PROM melalui degradasi membran, inflamasi
lokal, atau kelemahan daya tahan maternal terhadap infeksi asenden bakteri kolonisasi.1

Gambar 3. Diagram skema dari variasi mekanisme terjadinya Premature Rupture


atau Preterm Premature Rupture of the Fetal Membranes 4

Prediksi preterm PROM


Satu hal klinis yang sering terjadi pada preterm PROM adalah pendeknya masa
laten dan tingginya resiko infeksi, sehingga pencegahan kejadiannya sangat penting.
Suatu studi yang besar, the National Institute of Child Health & Human Development
Maternal-Fetal Medicine menemukan riwayat kelahiran preterm pada preterm PROM
dan ini berhubungan dengan kelahiran preterm berikutnya.5 Dengan adanya riwayat
kelahiran preterm pada minggu ke 2327 maka resiko untuk terjadinya kelahiran preterm

18
berikutnya sebesar 27.1% (P < .001). Jika ditemui adanya riwayat preterm PROM maka
akan menimbulkan resiko kelahiran preterm pada preterm PROM untuk kehamilan
berikutnya sebesar 13.5% dan 13.5 kali lebih tinggi resiko preterm PROM kurang dari 28
minggu pada kehamilan berikutnya (1.8% banding 0.13%, P < .01). Studi lain
menemukan adanya hubungan antara komplikasi medis, keluhan kontraksi, vaginosis
bakterialis, dan rendahnya masa indek tubuh dengan kelahiran preterm pada preterm
PROM pada nulipara. Preterm PROM pada multipara berhubungan dengan riwayat
preterm PROM sebelumnya, dan rendahnya indek masa tubuh. Adanya pemendekkan
servik (kurang dari 25 mm dengan ultrasonografi transvaginal) berhubungan dengan
preterm PROM baik pada nulipara maupun multipara. Adanya fetal fibronectin pada saat
skrening juga berhubungan dengan preterm PROM pada multipara. Nullipara dengan
fibronektin servikovaginal positif dan disertai dengan pemendekkan servik, maka 16.7%
berisiko untuk terjadinya persalinan preterm pada preterm PROM, sedangkan pada
multipara dengan riwayat sebelumnya, pemendekkan servik, dan fibronektin fetal yang
positif memiliki resiko 25% untuk terjadinya preterm PROM. 1

Diagnosis
Pendekatan diagnosis dari ruptur membran dilakukan secara klinis dengan lebih
dari 90% kasus melalui pemeriksaan cairan yang keluar dari servik dengan Nitrazine
(Bristol-Myers Squibb, Princeton, NJ) atau dengan test ferning. Penyebab lain seperti
discharge vagina (inkontinensia urin, servisitis, mucus yang terlihat pada waktu penipisan
dan dilatasi servik serta semen) akan meragukan dalam diagnosis. Nitrazine test dapat
memberikan hasil positif palsu jika terjadi peningkatan pH vagina oleh darah atau
kontaminasi semen, antiseptik alkalin atau jika terdapat vaginosis bakterialis. Ferning test
dilakukan dengan mengambil sampel dari fornik posterior atau dinding samping lateral
vagina dengan menghindari mukus servik, tapi hal ini juga dapat menimbulkan hasil
positif palsu. Pengeluaran cairan yang lama dengan sisa cairan yang sedikit
dapatmemberikan hasil Nitrazine atau ferning test negatif palsu. Evaluasi dengan
ultrasonografi dapat digunakan jika diagnosis masih meragukan setelah dilakukan
pemeriksaan inspekulo. Diagnosis ruptur membran dapat dikonfirmasikan melalui
amnioinfusion indigo carmine (1 mL dalam 9 mL larutan steril normal saline) dengan

19
tuntunan ultrasonografi, kemudian dilakukan observasi warna biru dari cairan yang
keluar dari vagina. Skrening servikovaginal terhadap adanya fetal fibronectin dapat
digunakan sebagai pertanda dari preterm PROM jika diagnosis masih meragukan setelah
dilakukan pemeriksaan inspekulo. Bagaimanapun, dampak dari lamanya ruptur membran
pada hasil fibronektin sampai saat ini belum bisa dijelaskan. Lebih lanjut, hasil test yang
positif mungkin lebih menggambarkan gangguan dari desidua daripada ruptur membran.
Oleh karena itu test fibronektin fetal sebagai diagnosis dari preterm PROM tidak
direkombinasikan sebagai pemeriksaan rutin.1

Terapi
Pertimbangan umum
Terdapat perubahan dramatis dari resiko komplikasi perinatal terhadap usia
gestasi saat ruptur membran dan persalinan, sehingga usia kehamilan digunakan sebagai
dasar penanganan preterm PROM. Walaupun tidak terlihat adanya keuntungan pada
neonatal terhadap managemen konservatif setelah ruptur membran yang terjadi pada
aterm, terlihat adanya keuntungan potensial terapi konservatif pada preterm PROM
terhadap janin yang immatur 1
Pengelolaan kasus dengan preterm PROM harus dimulai dengan menegakkan
diagnosa pasti pecahnya ketuban, menentukan usia hamil dan maturasi paru janin,
menentukan ada tidaknya infeksi intrauterin, tanda-tanda inpartu dan menentukan jumlah
air ketuban masih cukup adekuat atau sudah ada tanda-tanda oligohiramnion1
1. Menegakkan diagnosa pasti ketuban sudah pecah.
Pemeriksaan inspekulo tampak air ketuban di forniks posterior atau
mengalir dari ostium
Mengukur pH cairan vagina menggunakan kertas lakmus merah yang akan
menjadi biru (Nitrazin test). Kalau hasil kedua pemeriksaan rutin diatas
masih meragukan maka dilanjutkan dengan :
Pemeriksaan lanugo dan verniks dibawah mikroskop.
Bila perlu melakukan test dengan Indigo Carmine yang dimasukkan
kedalam rongga rahim dengan amniosentesis kemudian dilihat inspekulo
apakah warna biru air ketuban ada pada cairan diforniks posterior.

20
Sedapat mungkin jangan melakukan pemeriksaan vaginal kecuali memang
sudah pasti kehamilan akan diakhiri, untuk mencegah infeksi intrauterin.
Bila cairan diforniks sudah pasti air ketuban maka sekaligus dilakukan
pemeriksaan maturasi paru.
2. Menentukan usia hamil dan maturasi paru janin
Usia kehamilan ditentukan secara rutin melalui :

penambahan tanggal hari pertama haid terakhir yang normal dan spontan
dengan tujuh hari dan kemudian pengurangan bulan (Rumus Naegele).
Kita harus menentukan apakah haid sebelumnya spontan dan mempunyai
siklus teratur sehingga bisa diramalkan dan memiliki panjang yang normal
di samping memastikan bahwa perdarahan tersebut bukan terjadi akibat
penghentian pemakaian KB. 3,6

Tes urin, jika positif, hal ini menunjukkan kehamilan awal dalam 6
minggu pertama awal kehamilan dimulainya dari perdarahan haid terakhir
yang normal. Test melalui urin merupakan slide test inhibis aglutinasi
lateks yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap
korionik gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU permil. Tes
dengan menggunakan metode ELISA (enzyme linked immunosorbent
assays) sensitif untuk kadar 10 hingga 50 mIU per ml, jenis test ini juga
memberikan keuntungan berupa kecepatan dan kemudahan pelaksanaan.
Sedangkan pemeriksaan serum radioimunoassay untuk hCG merupakan
metode yang paling tepat

Pengukuran tinggi fundus uteri di atas simfisis dengan mengukur jarak
dari puncak fundus ke puncak simfisis pubis. Puncak fundus dipastikan
dengan perkusi dan dengan palpasi, lalu pita pengukur dibentangkan dari
puncak fundus sampai ke simfisis dengan syarat kandung kencing harus
dikosongkan terlebih dahulu. Worthen dan Bustillo menyebutkan selisih
pengukuran yang timbul bila kandung kencing tidak dikosongkan sampai
3 cm pada usia kehamilan 17-20 minggu bila kandung kencing dalam
keadaan penuh 3

Pengukuran besar janin yang rutin dilakukan dengan USG: 6

21
a. Biparietal Diameter (BPD)
Pengukuran BPD dilakukan mulai dari bagian pinggir luar (outer
to inner) tulang parietal sampai kebagian dalam tulang parietal
belakang, pada posisi kepala oksiput transversal sehingga terlihat
falx serebri, thalamus, kavum septum pellusidum dan arteri
serebri media dengan menggunakan gain yang minimal.
b. Femur Length (FL)
Panjang femur dapat diukur pada kehamilan minggu ke-14
hingga kehamilan aterm dengan mengukur jarak antara
trokhanter mayor sampai ke kondilus lateralis. Nilai akurasi FL
hampir sama dengan nilai BPD dan dapat memperkuat hasil BPD
serta dapat digunakan bila pemeriksaan BPD tak dapat
dilakukan6

Pengukuran maturitas paru janin7


Pemeriksaan biofisik : uji stabilitas busa (foam stability test / uji kocok)
( + atau ++ : sens. 75%, spec. 72, 7%, PPV. 80%), uji ini dilakukan secara
rutin dan bila uji ini memperlihatkan paru yang belum matang maka
dilanjutkan dengan uji biokimia.
Pemeriksaan biokimia : maturasi paru janin diperiksa dengan mengukur
Lesitin / Spingomyelin rasio (L/S 2 : sens. 82%, spec. 85%), kadar
phosphatidyl Gliserol, penghitungan badan lamelar dalam air ketuban (
9500/ml : sens. 100%, spec. 81,8%, PPV. 80% )

3. Menentukan infeksi intrauterine 8


Menentukan setiap hari untuk menilai adanya infeksi intrauterin secara klinis
dengan tanda-tanda :

22

adanya febris 100F

takhikardi fetal yang persisten 160 kali/menit

takhikardi maternal 120 kali/menit

Nyeri uterus

pengeluaran cairan dari vagina yang keruh dan berbau.
Secara laboratorik infeksi intrauterin ditentukan dengan :
peningkatan kadar CRP serum ( > 0.5 )
lekosit serum maternal ( 11.500 /ml) dilakukan setiap hari.
Kultur cairan ketuban yang diambil dengan cara amniosintesis, pengecatan gram,
gas liquid chromatography, lymolus lysate, lekosit ( > 20/ml), kadar glukosa,
lekosit esterase dan peningkatan kadar sitokin proinflamasi ( TNF , IL-1, IL-6
dan IL-8).
Bila ditemukan tanda-tanda ini penundaan persalinan tidak lagi dianjurkan oleh karena
bahaya terhadap ibu dan atau anak.

(Abadi A, 2004)
4. Menentukan tanda-tanda inpartu .
Menentukan tanda-tanda inpartu bertujuan untuk menentukan apakah persalinan
dapat ditunda secara bermakna untuk meningkatkan usia kehamilan dan berat lahir
(selama tidak ada hal yang membahayakan anak dan atau ibu) ataukah persalinan sudah
tidak mungkin lagi ditunda oleh karena dapat dipastikan akan lahir preterm. Tanda-tanda
inpartu dapat berdasarkan gejala klinisnyeri perut bawah dan atau kram,nyeri pinggang
belakang, kontraksi uterus 4 kali atau lebih per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam,
pecahnya kantung amnion, penipisan dan dilatasi servik.9
Oligohydramnion sering berhubungan dengan PROM dan ini merupakan faktor
resiko klinik yang akan berkembang menjadi chorioamnionitis dan sepsis neonatal.
Peningkatan invasi mikroba pada rongga amnion berhubungan dengan PPROM dan
memberikan dampak pada imunitas maternal, kemampuan normal antimikroba cairan
amnion yang nantinya akan menimbulkan infeksi asenden intrauterine. 10 Diagnosis
oligohidramnion dapat ditegakkan dengan pemeriksan USG dengan ketentuan bahwa
dengan memperhatikan usia hamil maka oligohidramnion apabila jumlah air ketuban

23
kurang dari 5 precentile, sedangkan tanpa memperhatikan usia hamil maka
oligohidramnion apabila jumlah air ketuban pada 4 kuadran < 5 cm ( AFI < 5cm ). Garite
(1999) mengemukakan bila ditemukan PROM disertai oligohidramnion sebaiknya
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan dengan pemantauan janin lebih dahulu untuk
menentukan cara persalinan yang memadai. Oligohidramnion pada trimester II bila
disertai dengan variabel deselerasi maka kematian perinatal mencapai 80-90%.
Amnioinfusion dengan 150-300 ml larutan garam fisiologis pada saat ini akan
memperbaiki variabilitas denyut jantung janin dan memperpanjang periode latent.
Meskipun amnioinfusion merupakan tindakan yang relatif aman akan tetapi mengingat
efek samping yang bisa terjadi misalnya tekanan intrauterin yang mendadak meningkat
dan ruptura uteri pada bekas SC, maka penggunaannya secara rutin di kamar bersalin
belum direkomendasikan dan sebaiknya tindakan ini hanya dalam kerangka penelitian
klinis. Dari apa yang telah dibahas diatas maka tampaknya pada kasus-kasus preterm
PROM, usia hamil dan volume air ketuban merupakan faktor penentu dari prognosa dan
fetal survival.9,11

6. Konsultasi dengan neonatologis serta unit perawatan intensif


neonatus
Kesulitan utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya, semakin
muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Karena disamping
harapan hidup perlu difikirkan pula kualitas hidup bayi tersebut. Bila persalinan
berlanjut, perlu dipersiapkan penolong bayi prematur karena asfiksia bisa memperburuk
penyakit membran hialin serta komplikasi prematur. Bila mungkin dirujuk ke tempat
perawatan bayi prematur yang lebih mampu (Unit perawatan intensif neonatus).
Penanganan pada saat persalinan harus mengikutsertakan fasilitas dan petugas yang
mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatologis. 12

24
Gambar 3. Algoritma evaluasi dan managemen preterm premature rupture of the membranes (pPROM)

Berdasarkan rekomendasi panatalaksanaan ketuban pecah dini kurang bulan, usia


kehamilan dapat dibagi menjadi beberapa periode. Pada usia kehamilan 34 minggu atau

25
lebih dapat dilakukan proses persalinan, biasanya dengan induksi oksitosin dan
disarankan untuk memberikan profilaksis terhadap streptokokus grup B yaitu dengan
ampisilin 500mg dan metronidazol 500mg. Pada usia kehamilan 32-33 minggu dilakukan
penatalaksanaan dengan kehamiln ekspektasi kecuali jika kematangan paru tercatat,
disarankan diberikan profilaksis Streptokokus grup B, pemberian kortikosteroid dan
antimikroba untuk perpanjangan masa laten jika tidak ada kontraindikasi. KPD pada usia
kehamilan 24-31 minggu lengkap dilakukan penatalaksanaan kehamilan ekspektasi,
disarankan untuk memmberikan profilaksis terhadap streptokokus grup B serta
penggunaan kortikosteroid satu paket, tokolitik bisa diberikan pada pasien ini tetapi
belum ada consensus yang menyarankan untuk memberikan tokolitik pada usia 24-31
minggu kehamilan PPROM. Pasiendengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu
disarankan untuk melakukan konseling kehamilan untuk menentukan tatalaksana terbaik
pada kehamilan ini. Terapi ekspektansi ataupun induksi persalinan dapat menjadi pilihan,
profilaksis terhadap streptokokus grup B dan pemberian kortikosteroid tidak disarankan.

Antibiotik
Keuntungan dari spektrum profilak intrapartum penicillin atau ampicillin
intravena untuk mencegah transmisi vertikal dan onset sepsis neonatal oleh group B
streptokokus (Streptococcus agalactiae) terlihat nyata. Profilak intrapartum terhadap
group B streptococcus dengan penicillin intravena 5,000,000-U initial bolus dan
dilanjutkan dengan 2,500,000 U tiap 4 jam atau ampicillin (2 g) yang dilanjutkan dengan
1 g intravena (IV) tiap 4 jam (erythromycin, 500 mg IV tiap 6 jam, atau clindamycin, 900
mg IV tiap 8 jam, jika alergi terhadap penicillin) diberikan selama persalinan atau
sebelum seksiosesaria setelah preterm PROM kecuali kalau waktu yang tersedia tak
cukup atau kultur anovaginal memperlihatkan hasil negative yang diperoleh dalam 5
minggu persalinan. Karena adanya peningkatan resistensi group B streptococcus maka
pemberian terapi erythromycin dan clindamycin, dapat digunakan sebagai terapi pilihan
terutama pada pasien dengan riwayat alergi penicillin.1

26
Kortikosteroid
Sudah diketahui bahwa pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita resiko
tinggi dapat mencegah terjadinya janin immature preterm dan merupakan salah satu
interverensi obstetrik yang efektif dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Kortikosteroid antenatal akan menurunkan resiko RDS, perdarahan intraventrikular, dan
kematian perinatal dan terlihat memberikan keuntungan pada perkembangan neurologik
pada kehamilan lebih lanjut jika diberikan sebelum kelahiran preterm. NIH
merekombinasikan pemberian kortikosteroid pada keadaan preterm PROM secara
tunggal betamethasone (12 mg intramuscularly [IM], dua dosis tiap 24 jam) atau
dexamethasone (6 mg IM, empat dosis tiap 12 jam) diberikan selama managemen
konservatif dari preterm PROM sebelum 3032 minggu gestasi karena secara potensial
dapat menurunkan perdarahan intraventrikular. Penelitian masih menilai kemampuan
efektifitas kortikosteroid pada keadaan preterm PROM dalam mencegah terjadinya RDS.
Hal ini didasarkan karena:1
1. Wanita dengan preterm PROM akan menjalani persalinan dengan cepat
dibandingkan dengan pertambahan potensial keuntungan
2. Preterm PROM sendiri memiliki kekuatan untuk merangsang maturitas paru
janin, dengan demikian kortikosteroid tidak diperlukan lagi.
3. Kortikosteroid antenatal meningkatkan resiko infeksi perinatal melalui efek
immunosuppressive.
Sekarang jelas bahwa sebagian besar dari managemen konservatif wanita dengan
preterm PROM yang jauh dari aterm yang kurang dari 2448 jam, terutama diberikan
terapi antibiotik tambahan.

Tokolitik
Tidak terdapat data yang cukup mengenai rekomendasi terapi tokolitik pada
keadaan preterm PROM. Dua studi kecil memberikan profilak terapi betamimetik
intravena atau oral dan studi profilak tokolitik betamimetik atau magnesium sulfat setelah
preterm PROM menyatakan bahwa pendeknya lama kehamilan pada keadaan tersebut.
Managemen ekspektatif dengan terapi tokolitik pada awalnya hanya berpengaruh pada
onset kontraksi dan tidak terlihat perpanjangan masa laten. Dengan cara yang sama,

27
peningkatan luaran neonatal serta pertambahan maturitas paru janin tidak terlihat pada
pemberian tokolitik.1

28
BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan suatu kasus seorang wanita umur 20 tahun masuk melalui
Poliklinik Kebidanan RSUD Sungai Dareh tanggal 10 Desember 2015 pukul 13.30 WIB
dengan diagnosis G1P0A0H0 Gravid Preterm 32-34 minggu + PPROM, Janin Hidup
Tunggal Intrauterin. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan diagnosis pada pasien G1P0A0H0 Gravid Preterm 32-34 minggu +
oligidramnion ec PPROM + leukorea, Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala.

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat


Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan G1P0A0H0 Gravid Preterm 34-35
minggu + PPROM + Kala I Fase Laten. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

29

You might also like