You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

Otak berada di dalam rongga tengkorak, yang dilindungi oleh selaput durameter.

Struktur tulang tengkorak yang kaku dan keras serta selaput durameter yang tidak elastis

mengurangi kemungkinan pengembangan jaringan otak dalam keadaan tertentu. Di dalam

rongga tengkorak yang kaku terdapat jaringan otak, darah dan pembuluh darah serta cairan

serebrospinalis. [1]
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume

jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari

salah satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain,

maka terjadilah tekanan tinggi intracranial. [1]


Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ

mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi.

Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas

rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon

perubahan tekanan arteri. [2]

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan

biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Menurut Morton, et.al tahun

2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg

dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial.

Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total),

cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%).[2]

MonroKellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang

berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan

konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan

faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti

respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK. Beberapa

mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan

lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak. [2]

Tengkorak dan kanalis vertebralis membentuk perlindungan yang kuat terhadap

otak, medulla spinalis, cairan serebrospinal (LCS), dan darah. Semua kompartemen

intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal ini dikarenakan volume intrakranial adalah

sangat konstan (Hukum Monro- Kellie). Penambahan volume dari suatu kompartemen hanya

dapat terjadi jika terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. [3]
Satu-satunya bagian yang memiliki kapasitas dalam mengimbangi (buffer capacity)

adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis

lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah maksimal maka terdapat kecenderungan

terjadinya peningkatan volume pada kompartemen (seperti pada massa di otak) akan

menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (ICP/TIK).[3]


III. Anatomi dan Fisiologi Cerebral

Susunan saraf pusat terdiri dari otak (otak besar dan otak kecil), batang otak

(terdiri atas mesensefalon, pons, dan medulla oblongata), dan medula spinalis. Otak dan

batang otak keduanya terletak di dalam rongga tengkorak, sedangkan medula spinalis terletak

di dalam kanalis vertebralis.[1]

Gambar 1. Lobus serebri (tampak basal otak setelah pengangkatan hemisferium serebelli kanan [6]

Korteks cerebri adalah substansia grisea yang terletak pada permukaan hemisfer

cerebri. Tiap hemisfer cerebri terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis

dan lobus oksipitalis. Medula cerebri adalah bagian sentral dari hemisfer cerebri yang

letaknya di bawah korteks cerebri. Medula cerebri terdiri atas substansia alba, ventrikulus

lateralis, dan kelompok nuclei. [1]

Otak kecil (serebelum), terdiri atas vermis yang terletak disebelah medial dari

serebelum dan merupakan bagian yang kecil dari serebelum. Hemisfer serebeli terletak

disebelah lateral serebelum dan merupakan bagian yang besar. Batang otak, terdiri atas

mesensefalon, pons dan medula oblongata. Pada batang otak terdapat inti saraf otak. [1]
Otak mendapat darah dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna. Arteri

vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foremen

oksipitale magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri berjalan di permukaan ventral

medula oblongata dan pada batas kaudal pons kedua arteri bersatu membentuk arteri

basilaris. Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu

arteri cerebri anterior, arteri cerebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea,

arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. [1]

Sistim vena sentral terdiri atas aliran vena serebral eksternal atau superficial dan

aliran vena serebral internal atau profunda. Kedua sistim vena ini mengalirkan darah ke

dalam sinus venosus. Anastomose banyak terjadi antara dua kelompok ini melalui anyaman

pembuluh di dalam substansi otak. Dari sinus venosus melalui vena emisries darah balik ini

diteruskan ke vena ekstrakranial. [3]

Gambar 1. Arteri pada basis kranii [6]


Rongga kranium normal mengandung berat otak 1400 gram, 75 ml darah dan

75 ml cairan cerebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan cerebrospinalis di dalam

kranium pada setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting

adalah penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intracranial. [1]

Setelah kantung dural sepenuhnya tegang, apapun penambahan volume

selanjutnya akan meningkatkan salah satu komponen ruang intrakranial yang harus diimbangi

dengan penurunan volume salah satu komponen yang lain. Konsep ini dikenal dengan

fisiologi otak dari doktrin Monro-Kellie. [3]

Gambar 2. Sinus Venosus durae [6]

Orang dewasa normal menghasilkan sekitar 500 mL cairan cerebrospinal (CSF)

dalam waktu 24 jam. Setiap saat, kira-kira 150 mL ada di dalam ruang intrakranial. Ruang

intradural terdiri dari ruang intraspinal ditambah ruang intrakranial. Total volume ruang ini

pada orang dewasa sekitar 1700 mL, dimana sekitar 8% adalah cairan cerebrospinal, 12%

volume darah, dan 80% jaringan otak dan medulla spinalis. [3]
Gambar 3. Sirkulasi cairan serebrospinal[6]

Cairan cerebrospinal diproduksi oleh pleksus khoroideus ventrikel lateral, melalui

foramen Monro menuju ventrikel III, melalui akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan

mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen Luschka dan foramen Magendi. Ruang

subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan cairan cerebrospinalis bersirkulasi

diseluruh ruang tersebut. [1]

Kebanyakan absorpsi cairan cerebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid.

Mekanisme yang pasti kenapa terutama mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi

perbedaan diantara tekanan hidrostatik cairan cerebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah

sangat penting. Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi

cairan cerebrospinalis. Otak dan cairan cerebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh

darah otak diliputi oleh tulang yang kaku. [1]


LCS diresorpsi (yaitu dikeluarkan dari ruang subarakhnoid) di intrakranial dan

sepanjang medulla spinalis. Sebagian LCS meninggalkan ruang subarachnoid dan memasuki

aliran darah melalui banyak villi granulasiones arachnoidea yang terletak di sinus sagitalis

superior dan pada vena diploica kranii. Sisanya diresiorpsi di selubung perineural saraf

kranialis dan saraf spinalis, tempat saraf tersebut masing-masing keluar dari batang otak dan

medulla spinalis, dan melewati ependima dan kapiler leptomeninges. [6]

IV. ETIOLOGI TEKANAN TINGGI INTRAKRANIAL

TIK secara umum dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu : [1], [7]

1. Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh tumor cerebri, infark yang

luas, trauma, perdarahan, abses, hematoma ekstraserebral, acute brain swelling.


2. Dari faktor pembuluh darah yaitu dengan meningginya tekanan vena karena

kegagalan jantung atau adanya obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi

peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan

absorpsi cairan cerebrospinalis.


3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan cerebrospinalis dapat

menyebabkan terjadi hidrosefalus


4. Edema cerebri yang disebabkan karena penurunan tekanan sistemik yang akan

menimbulkan penurunan cerebral perfusion pressure, selanjutnya akan menurunkan

cerebral blood flow sehingga menimbulkan hipoksia jaringan otak. Jika hal ini

berlanjut akan terjadi kerusakan otak kemudian kerusakan blood brain barrier

sehingga edema cerebri.

V. Patofisiologi Peningkatan Tekanan Intrakranial

Ruang intracranial yang kaku berisi jaringan otak (1400 g), darah (75 ml) darah

otak di suplai dari 3 sumber utama yaitu arteri vertebral, arteri carotis internal, willis circle,

dan cairan cerebrospinal (75 ml). Volume dan tekanan pada ketiga komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan. Hipotesa Monro-Kellie menyatakan bahwa

karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah

satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain, dengan mengubah

posisi atau menggeser CSS, meningkatkan absorbsi CSS, atau menurunkan volume darah

serebral. Tanpa adanya perubahan , TIK akan meningkat. [3]

Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volume darah dan volume CSS

yang konstan. Ketika ada perubahan tekanan intratorakal ( seperti batuk, bersin, tegang),

perubahan bentuk dan tekanan darah dan fluktuasi kadar gas darah arteri. Keadaan patologis

seperti cedera kepala, stroke, radang, tumor otak atau bedah intracranial mengubah hubungan

antara volume intracranial dan tekanan. [3]

Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika terdapat

penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu satunya bagian yang memilik

kapasitas dalam mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus

venosus dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas

sudah maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada

kompartemen (seperti pada massa di otak) akan menyebabkan peningkatan tekanan

intracranial (ICP/TIK). [3]

Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan

cerebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan

tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan cerebrospinal keluar dari

kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat

mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance

otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk

mengurangi tekananpun dimulai. [2]


Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume

darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,

gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering

mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia. [2]

Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak

melintasi tentorium dibawah falx cerebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal

spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi

batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen

supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini

terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx cerebri. Supratentorial dan infratentorial

(berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium cerebri. Otak dapat bergerak dalam semua

kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area

sekeliling yang tekanannya lebih rendah. [2]

Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh

darah intrakranial dalam mempertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi

serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit

saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama

untuk kembali ke batas normal. [2]

VI. Gejala peningkatan TIK

Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis seperti berikut : [3]

a. Nyeri Kepala

Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering

pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama

tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral

blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan
tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan memperberat

nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara

dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai

dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian

belakang dan leher.

b. Muntah

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai

dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah

tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual

serta dapat hilang untuk sementara waktu.

c. Kejang

Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala

permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan

meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang

hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)

mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat

korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari

himisfer, batang otak dan difossa posterior.

d. Papil edema

Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena

tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga

terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem

ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.


A B

C D

Gambar. Papil Edema sesuai Klasifikasi Walsh & Hoyt


A. Awal B. Lengkap C. Kronis D. Atropi [4]

e. Gejala lain yang ditemukan:

False localizing sign yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor yang

bilateral, kelainan mental dan gangguan endokrin. Gejala neurologis fokal juga dapat

ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor.

VII. Monitoring Tekanan Intrakranial

Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat digunakan metode non
invasif atau metode invasif.
Metode non invasif meliputi : [2]
1. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan TIK.
Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya dianggap tanda
peningkatan TIK.
2. Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik ultrasound time of flight
sedang dianjurkan. Beberapa peralatan digunakan untuk mengukur TIK melalui fontanel
terbuka. Sistem serat optik digunakan ekstra kutaneus.
3. Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek tengkorak jika ada, dapat juga
memberi tanda.
Sedangkan metode invasif meliputi :
1. Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular, terutama pada klien dengan
ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga mengalirkan cairan
serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat menimbulkan perdarahan dan infeksi (5%).
2. Sekrup dan palang dan kateter subdural. Sekrup Richmond dan palang Becker digunakan
ekstradural. Cairan dimasukkan oleh kateter ke dalam ruang subdural, kemudian
dihubungkan ke system monitoring tekanan arteri. Cara ini hemat biaya dan berguna
secara adekuat.

VIII. Penangananan

Terlebih dahulu harus dipastikan bahwa tidak terdapat kelainan didalam tengkorak
yang memerlukan pembedahan, seperti perdarahan epidural atau fraktur impresi. Jika
tidak ada kedua hal tersebut, harus dicegah pengangkutan yang tidek perlu dari seorang
penderita yang mengalami kenaikan tekanan intracranial akibat udem otak mendadak. [5]

Hubungan antara tekanan intracranial dengan pernapasan dan sirkulasi darah perlu
dipahami dalam penatalaksaan kenaikan tekanan intracranial. Diusahakan agar jalan
napas bebas sehingga suplai oksigen tidak terganggu, dan harus diamati stabilitas
hemodinamik dengan memikirkan kemungkinan cedera lain di luar otak. [5]

Manajemen tekanan intracranial: [5]

Pemasangan TIK monitor


Menjaga CPP 60-70 mmHg
Drainase cairan serebrospinal (CSF)
Manitol 0,25 1,0 gr/KgBB
Hiperventilasi Pa2CO3 30 35 mmHg (pada kasus impending herniasi)
Terapi tersier : barbiturate dosis tinggi, hyperventilation PaCO 3 < 30 mmHg,
Hypothermia, Decompressive Craniectomy.

X.Prognosis

Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu keadaan yang serius. Jika penyebab
yang mendasari tekanan intracranial dapat diatasi, maka prognosisnya lebih baik. Jika
tekanan intracranial meningkat dan menyebabkan pendorongan struktur otak yang
penting dapat mengakibatkan keadaan yang serius seperti kejang, masalah neurologis
dan bahkan menyebabkan kematian.
EDEMA CEREBRI

A. Definisi

Edema cerebri adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan
otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler
(lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba),
yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.8,9
B. Etiologi

Edema cerebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:10


a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala,
tumor otak, dan infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi
maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil
tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).

C. Klasifikasi

Edema cerebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :


a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1). Edema cerebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba
2). Edema cerebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
1). Edema cerebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier.
Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar
dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Jenis
edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor otak, hipertensi maligna,
perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak.9

2). Edema cerebri sitotoksik


Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel
kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,
mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan masuk ke
dalam sel. Sel makin lama makin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan
endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah
terganggu.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac
arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering
bersama-samadengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis,
emboli serebri) dan meningitis.8,10

3). Edema cerebri osmotic


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma darah
(intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).
4). Edema cerebri hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal
merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler.
Pembagian edema serebri menurut Groningen
Edema Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik
Serebri
Problem
Gangguan Blood brain Gangguan Obstruksi Sirkulasi
primer sodium barrier pump-cell osmotik
Lokalisasi :
Bag. Putih otak + + + +
Bag. Kelabu + +
otak
Permeabilitas Bertambah Normal Normal Normal
vaskuler
Ultrastruktur :
Ekstraseluler + + +
Infraseluler + +
Komposisi Filtrat plasma Plasma Hanya kadar Air + Na
cairan (protein) air bertambah
Terapi Dexametason ? Bahan osmotik Operasi

D. Patofisiologi10,11
a) Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan
oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan
oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler
otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler
juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena
perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga disebut
edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema.

17
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi fokal,
stadium akhir dari iskemia cerebral.10,11

Gambar: mekanisme terjadinya edema vasogenik, plasma yang terdiri dari air, protein dan
elektrolit menembus BBB dan mengisi ruang intersisial.

b) Edema Sitotoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang berhubungan
dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap mencegah air
memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada
membrane sel glia.
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan
membengkak.10
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti terdapat
volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk, edema
sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak
mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas
metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin,
hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.

18
Gambar: mekanisme terjadinya edema sitotoksik, menunjukkan defisit ATP mengakibatkan
rusaknya pompa Na-K. Na masuk menembus membran sel diikuti air dan Cl sehingga timbul
edema sel.
c) Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan
kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling,
yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan
pada pembuluh darah dan membran sel.10,12

Gambar: mekanisme edema osmotik, menunjukkan penurunan osmolaritas cairan intravaskuler


menyebabkan keluarnya air mengisi ruang intersisial mengikuti hukum osmotik.

d) Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada
substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding
ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.12
Gambar: mekanisme pengaliran CSF dan hambatan yang dapat menimbulkan hidrosefalus.

19
E. Penatalaksanaa
n8
Non
Medika
Mentosa
1) Posisi
Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus
dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang
kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam
waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30.
2) Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena
merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah
otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas
kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau
oksigenasi pada pasien edema otak buruk. Sasaran pCO 2, yang diharapkan adalah 30-35
mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah
serebral.8,10

Medikamentosa
1) Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan
kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu,
analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK.
Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.

20
Nyeri dan agitasi dapat memperburuk oedem cerebri dan meningkatkan tekanan
intrakranial secara signifikan. Pemberian bolus morphine (2-5 mg) dan fentanyl (25 -50
mikrogram) atau intravenous infusion fentanyl (25 - 200 mikrogram/jam) dapat
digunakan sebagai analgetik.10
2) Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema
sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat
pemberian cairan hipotonik. Pada umumnya kebutuhan cairan ialah 30ml/kgBB/hari.
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak nampak).
Umumnya semua lesi intracranial diberikan 85% dari kebutuhan normal. Karena pada masa akut
ada retensi cairan sehingga bila diberikan cairan yang banyak, dapat jadi semakin edema.8,9,10
3) Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab
edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara
menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk
menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70
mmHg pascatrauma otak.
Penggunaan obat penurun tekanan darah masih kontroversial dalam kasus-kasus
perdarahan intraserebral, tetapi aman untuk mengobati hipertensi pada fase akut, dan
penggunaan ini dapat mengurangi risiko pertumbuhan hematoma awal. Pada pasien
dengan stroke iskemik, penurunan tekanan darah yang cepat merugikan dalam fase akut
(24 - 48 jam pertama) karena dapat menghasilkan memburuknya defisit neurologis dari
hilangnya perfusi di penumbra. Tekanan darah normal juga harus menjadi tujuan pada
pasien dengan lesi terutama terkait dengan edema vasogenic, seperti tumor dan massa
inflamasi atau infeksi.10
4) Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan hiperglikemi
merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi
dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali
diterapkan dalam praktek klinis. Bisa digunakan fenitoin 2 x 100mg. Manfaat
penggunaan profilaksis antikonvulsan tetap tidak terbukti pada pasien dengan kondisi
yang paling beresiko menyebabkan edema otak. Ada beberapa bukti bahwa aktivitas

21
epilepsi subklinis mungkin terkait dengan perkembangan pergeseran garis tengah
(midline shifting) dan hasil yang buruk setidaknya pada pasien kritis dengan pendarahan
intraserebral. Demam dan hiperglikemia memperburuk kerusakan otak iskemik dan
nyatanya dapat memperburuk edema cerebri. Normothermia ketat dan normoglycemia
(yaitu, glukosa darah paling tidak di bawah 120 mg / dL) harus dijaga setiap saat.
5) Terapi Osmotik. Manitol dan Salin Hipertonik adalah 2 agen osmotik yang paling sering
digunakan untuk memperbaiki edema otak dan hipertensi intracranial.8,9,10
a. Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5 g/kgBB IV
bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi
kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum.
Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama
pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami volume depletion). Kadar osmolalitas
serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.10
Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema serebri. Manitol juga bisa
menyebabkan gagal ginjal pada dosis terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi.
Walaupun ada beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang
menguntungkan dari manitol pada stroke iskemik/ hemoragik. American Heart
Assosiation merekomendasikan penggunaan manitol secara luas digunakan pada
stroke akut di seluruh dunia.10

b. Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan
manitol, yaitu dehidrasi osmotik.Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung
sodium chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk menghindari terjadinya
hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan melalui kateterisasi vena sentral
untuk mendapatkan euvolemia atau sedikit hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian
250 ml bolus hipertonik saline dapat diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi.

22
Tujuan pemberian hipertonik saline yaitu untuk meningkatkan kadar konsentrasi
sodium dengan rentang 145 - 155 mEq/l. Level kadar sodium ini dipertahankan selama
48 - 72 jam sampai pasien menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak
memberikan respon yang adekuat.

6) Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera
kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada kasus
yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital (3-10 mg/kg) diikuti
dengan infus intravena yang berkelanjutan (0,5 - 3,0 mg/kg/hari) yang diterapi hingga
terjadi penurunan ICP atau "burst-suppression pattern" yang dimonitoring dengan
electroencephalographic, pemberian dilakukan selama 48 - 72 jam, penghentian terapi
dilakukan dengan cara tappering off sebanyak 50 % dari dosis awal.
Efek samping pemberian barbiturat yaitu vasodepressor sehingga dapat menurunkan
tekanan pembuluh darah sistemik, cardiodepression, immunosuppresion dan sistemik
hipotermia.10
7) Furosemid
Belum ada penelitian mengenai dosis terapi yang diberikan. Cara meningkatkan kadar
sodium dengan cepat yaitu dengan pemberian bolus furosemid (10 - 20 mg) untuk
meningkatkan eksresi air dan menggantinya dengan 250 ml iv bolus 2 atau 3 %
hypertonik saline.
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti berhasil
pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan efek manitol, namun harus
diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui
manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang
mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi
intrakranial benigna. Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi
pada pasien. dengan lesi serebral akut.10
8) Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor,

23
peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak
berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang sangat
rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam.
Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis.
Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya
kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus
yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan
secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul,
yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita meningitis
bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama
pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau
bersamaan dengan terapi antibiotik.10

Operatif
Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal adalah ukuran
pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini berlaku bahkan jika tidak ada hidrosefalus.
Sayangnya, drainase ventrikular eksternal membawa risiko besar ventriculitis, bahkan di bawah
perawatan terbaik.

F. Komplikasi

Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan


meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF). Peningkatan tekanan
intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk
kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan
muntah, pupil edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang
tertekan.9,10,13

24
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh edema serebri
sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK
akibat edema serebri. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-
tulang keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan
akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.

b. Aliran Darah ke Otak


Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran darah yang
menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan
sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat
berlangsung apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari
nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat diimbangi
oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak terganggu dan fungsi otak
dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh
trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia.13

c. Kenaikan Tekanan Intrakranial


Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena, maka pada
awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada kenaikan TIK. Mekanisme
kompensasi tersebut terbatas kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial
selanjutnya akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml
tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.8

25
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan otak terutama
pada tentorium serebellum dan foramen magnum.10
1). Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunan-bangunan
pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus temporalis
dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah :14
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil mata tertekan
sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif. 14
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi somnolen,
sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia dan infark
pada korteks oksipitalis.

26
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil
serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai servikal 1 dan 2 dan
akan menekan medulla oblongata, tempatnya pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain
gangguan pernapasan dan kardiovaskuler.10

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi, I., Tekanan Tinggi Intrakranial, in Fakultas Kedokteran. 2002, Universitas
Sumatera Utara: Medan.
2. Sunardi, Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial Valsava Maneuvur & Pengikatan,
in Fakultas Kedokteran.
3. Igun Winarno, S.H., Pengukuran Tekanan Intra Kranial, in Fakultas Kedokteran. 2010,
Universitas Diponogoro: Semarang.
4. Erni Indraswati, G.S., Sindroma Foster Kennedy. Oftalmologi Indonesia, 2008. VOL 6.
5. Rumalean, S.F., Tanda- Tanda Peningkatan Intrakranial, in Fakultas Kedokteran. 2010,
Uniersitas Andalas: Padang.
6. M.Frotscher, M.B., ed. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4 ed., Buku Kedokteran
EGC.
7. Bahrudin, M., Posisi Kepala dalam Stabilisasi Tekanan Intrakranial, in Fakultas
Kedokteran.
8. Lt Col SK Jha (Retd). Cerebral Edema and its Management. 2003.
http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Diakses tanggal 2 April 2016
9. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI, Update In Neuroemergencies, Balai Penerbit
FKUI Jakarta, 2002. 24-26.
10. Suwono Wita J., Dewanto George, Riyanto Budi,dkk. Panduan Praktis Diagnosis &
Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC
11. Price S.A. Sistem saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
EGC.2002
12. Goetz GC.Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in: Clinical Neurology 2th
edition. 2003. Phlidelphia: Elsevier Science. P511-529.
13. Harsono. Buku Anjar Neurologi Klinis, Yogyakarta; UGM Press, 2005
14. Moore, Keith L., R. Anne M : Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.2002

28

You might also like