Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
OLEH :
AMAR ABDULLAH
L 231 05 011
OLEH :
AMAR ABDULLAH
L 231 05 011
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Prof. Dr. Ir. Achmar Mallawa, DEA Prof. Dr. Ir. H. Najamuddin,M.Sc
Ketua Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Hj. A. Niartiningsih,MP Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si
ABSTRAK
AMAR ABDULLAH, L 231 05 011. Analisis Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole
and Line di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Di bawah bimbingan Achmar
Mallawa dan Najamuddin.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Aspek Teknis Unit Penangkapan Pole and Line Di Perairan Teluk Bone
arahan dari berbagai pihak. Ucapan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
kedua orangtua Abdullah Ahmad dan Andi Marniawati As, yang telah mengasuh
sejak lahir dengan penuh cinta dan kasih saying, doa-doa yang tak pernah hentinya,
memperoleh pendidikan yang terbaik. Tak lupa juga ucapan kasihku buat adik-adikku
Akhrul Yusuf Abdullah dan Agung Aditya Abdullah yang senantiasa memberikan
doa dan dukungannya. Semoga kita semua dapat berkumpul dalam Cahaya-Nya.
Penulis yakin sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini tidak akan mungkin dapat
terwujud tanpa bantuan dan dukungan semua pihak. Karenanya Penulis ingin
1. Prof. Dr. Ir. H. Achmar Mallawa, DEA selaku Pembimbing Utama dan Prof. Dr.
Ir. Najamuddin, M.Sc selaku Pembimbing Anggota. Serta Prof. Dr. Ir.
4. Kawan-kawan di HMP PSP UNHAS dan KEMAPI FIKP UNHAS yang sama
yang begitu mendengung hingga saat ini. Semoga teriakan-teriakan itu tetap
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat konstruktif dalam upaya
perbaikan ataupun sebagai bahan kajian selanjutnya guna kesempurnaan skripsi ini,
sehingga berguna bagi penulis, civitas akademika dan mayarakat luas. Amin
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Amar Abdullah. Lahir pada tanggal 22 Agustus 1987 di
Kota Madya Palopo Sulawesi Selatan. Orang tua bernama
Abdullah Ahmad dan Andi Marniawati As. Pada 1999 lulus
SDN No. 9 Rape-rape Kelurahan Larompong Kabupaten
Luwu, tahun 2002 lulus di SLTP Neg. 1 Larompong
Kabupaten Luwu, dan tahun 2005 lulus SMK N 3
Makassar. Pada tahun 2005 penulis berhasil diterima di
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar melalui jalur SPMB.
Selama Kuliah di Jurusan Perikanan, Penulis pernah
menjabat sebagai anggota Majelis Pertimbangan
Himpunan Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan (MPH-PSP) pada tahun 2007-2008, Pengurus Himpunan Mahasiswa
Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI) Wilayah VI 2007-2009 dan Presiden Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Perikanan Universitas Hasanuddin (BEM
KEMAPI UNHAS) periode 2008-2009.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR v
RIWAYAT HIDUP. vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.. x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
A. Aspek teknis . 3
B. Alat Tangkap . 3
C. Metode Penelitian.. 12
D. Parameter Pengamatan... 12
E. Pengumpulan Data . 13
F. Analisa Data . 13
A. Kesimpulan 36
B. Saran.. 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Halaman
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
3. Proses pemancingan.... 24
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
perairan di Sulawesi Selatan yang memiliki sumber daya perikanan yang potensial.
Kawasan perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu yang oleh masyarakat nelayan
melakukan salah satu usaha penangkapan ikan, dimana alat tangkap yang banyak
Pole and line di perairan Teluk Bone telah memberikan sumbangsih yang
cukup besar terhadap tingkat produksi perikanan di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat
dilihat dari produksi hasil tangkapan yang cukup besar dan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun. Pole and line sebagai alat tangkap ikan permukaan (pelagis) yang
dengan alat tangkap tersebut satu persatu sehingga alat tangkap tersebut termasuk
selektif, dengan demikian sumber daya alam dapat terjamin kelestariannya (Sriawan,
2002).
Jumlah alat penangkapan ikan yang dapat menangkap ikan tuna dan
cakalang di kab./kota yang ada di Perairan Teluk Bone Sulawesi Selatan dapat dilihat
pada gambar. Dari Gambar 1 terlihat sesuatu yang ironis, dimana data alat tangkap
pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu (2007) yang sepanjang bagian
baratnya adalah Perairan Teluk Bone dengan luas 31.837,077 km2 (Mallawa, 2008)
yang tentunya memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar terutama ikan
mengalami penurunan pada tahun 2008 yang hanya tinggal 6 unit (Rais, 2008).
Kondisi ini dikarenakan para pemilik unit penangkapan pole and line banyak yang
beralih mata pencaharian karena faktor kenaikan harga BBM pada tahun 2005 yang
menyebabkan kerugian, sehingga para pemilik unit penangkapan pole and line
terpaksa gulung tikar karena tak mampu lagi membeli pasokan BBM yang cukup
untuk mencari fishing ground yang jauh dari fishing base sehingga beralih ke usaha
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dari unit penangkapan
dilakukan usaha peningkatan dan pengembangan unit penangkapan pole and line.
pengusahaan unit penangkapan yang produktif, baik dalam jumlah maupun nilai hasil
tangkapan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka nelayan harus memiliki alat
tangkap yang tingkat efisiennya tinggi, baik dari segi teknis maupun ekonomis serta
A. Aspek Teknis
Monintja, dkk (1986) menyatakan bahwa aspek teknis dari suatu usaha
penangkapan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis kapal
Berdasarkan tingkat produksi fisik yang dihasilkan untuk suatu alat tangkap,
dengan cara penambahan jumlah trip (khusus pada musim puncak). Selain itu
ditunjang oleh daya tahan alat dan harga hasil penangkapan yang layak. Faktor lain
B. Alat Tangkap
Monintja (1968) mengatakan bahwa pada prinsipnya alat tangkap pole and
line terdiri dari tiga bagian yakni : tangkai pancing (pole), tali pancing (line) dan mata
pancing (hookless).
Pole atau tangkai pancing dibuat dari bambu yang ruas-ruasnya banyak
sehingga banyak buku-buku yang memperkuatnya atau dibuat dari fiberglass. Line
atau tali pancing yang dibuat dari nylon multifilament biasanya panjangnya 2/3 dari
pada panjang tangkai pancing. Hookless atau mata pancing terdiri dari timah
pemberat, pembungkus, bulu ayam, dan mata pancing yang tidak berkait balik
(Monintja, 1968).
Pole and line yaitu pancing yang digunakan untuk menangkap jenis ikan
cankalang, tuna, tongkol, pancing ini terdiri dari joran, tali pancing dan umpan.
Dioperasikan secara bersama diatas kapal. pole and line biasa disebut dengan
huhate. Sebagai penangkap ikan alat ini sangat sederhana desainnya, hanya terdiri
dari joran, tali, dan mata pancing. Tetapi sesungguhnya cukup kompleks karena
lainnya) untuk tangkai pancing, polyethylene untuk tali pancing dan mata pancing
yang tidak berkait terbalik (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2008). Diskripsi alat tangkap
- Joran (galah). Bagian ini terbuat dari bambu yang cukup tua dan mempunyai
tingkat elastisitas yang baik. Yang umum digunakan adalah bambu yang
telah banyak digunakan joran dari bahan sintesis seperti plastik atau fibres.
- Tali utama (main line). Terbuat dari bahan sintesis polyethylene dengan
- Tali sekunder. Terbuat dari bahan monopilament berupa tasi berwarna putih
sebagai pengganti kawat baja (wire leader) dengan panjang berkisar 20 cm.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terputusnya tali utama dengan mata
- Mata pancing (hook) yang tidak berkait balik. Nomor mata pancing yang
digunakan adalah 2,5 2,8. Pada bagian atas mata pancing terdapat timah
cangkalang. Selain itu, pada sisi luar silender terdapat cincin sebagai tempat
mengikat tali sekunder. Di bagian mata pancing dilapisi dengan guntingan tali
rapia berwarna merah yang membungkus rumbia-rumbia tali merah yang juga
ikan umpan.
visibility ikan terhapap kapal atau para pemancing. Adanya faktor umpan hidup inilah
yang membuat cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal ini disebabkan karena
umpan hidup harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan,
dan dibawa dalam keadaan hidup. Ini berarti diperlukan sistem penangkapan umpan
hidup dan disain kapal yang sesuai untuk penyimpanan umpan supaya umpan hidup
Dalam pelaksanaan operasi dengan alat pole and line ini disamping
digunakan umpan tiruan berupa sobekan-sobekan kain, guntingan tali rafia, ataupun
bulu ayam juga digunakan umpan hidup. Umpan hidup ini dipakai untuk lebih menarik
perhatian ikan cakalang agar lebih mendekat pada areal untuk melakukan
pancing tanpa umpan. Hal ini bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas alat tangkap,
karena ikan cakalang termasuk pemangsa yang rakus. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ayodhyoa (1981) bahwa jika ikan makin banyak dan makin bernafsu
memakan umpan, maka dipakai pancing tanpa umpan dan mata pancing ini tidak
juga dilakukan didekat rumpon yang telah dipasang terlebih dahulu. Setelah
menemukan gerombolan ikan harus diketahui arah renang ikan tersebut baru
kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut. Sementara pemancing sudah
harus bersiap masing-masing pada sudut kiri kanan dan haluan kapal. Cara
mendekati ikan harus dari sisi kiri atau kanan dan bukan dari arah belakang.
- Pelemparan umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada
dalam jarak jangkauan pelemparan, kemudian ikan dituntun kearah haluan kapal.
dapat mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan
umpan tersebut, mesin penyomprot sudah difungsikan agar ikan tetap berada
didekat kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka
gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang berdarah atau
ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang sangat terbatas.
- Waktu pemancingan tidak perlu dilakukan pelepasan ikan dari mata pancing
disebabkan pada saat joran disentakkan ikan akan jatuh keatas kapal dan
terlepas sendiri dari mata pancing yang tidak berkait. Berdasarkan pengalaman
dekat kehaluan, sedangkan pemancing kelas III ke samping kapal agak jauh dari
haluan. Untuk memudahkan pemancingan, maka pada kapal Pole and Line
ikan yang telah terpancing, jatuh kembali kelaut. Hal ini akan mengakibatkan
gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam dan
meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan
natural bait akan menyebabkan kurangnya hasil tangkapan. Jenis-jenis ikan tuna,
cakalang, dan tongkol merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap pole and
6. Aspek ekonomi
Menurut Malangjoedo (1978) letak dan kayanya fishing ground yang akan
dijadikan daerah operasi penangkapan akan menentukan pula jenis dan ukuran kapal
yang akan dipergunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa ada tiga ukuran kapal pole
- Kapal ukuran kecil yakni 7 15 GT, jarak operasinya kurang dari 30 mil dan
tanpa pengawetan.
- Kapal ukuran sedang yakni 15 50 GT, jarak operasinya 30 50 mil dengan
- Kapal ukuran besar yakni 100 GT ke atas, lama operasinya bias sampai 40 hari
atau lebih.
Kapal ikan adalah salah satu jenis dari kapal laut, karena itu syarat-syarat
yang diperlukan oleh suatu kapal laut juga diperlukan kapal ikan. Namun berbeda
dengan jenis kapal umum lainnya seperti kapal penumpang atau kapal barang, kapal
ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat. Kapal ikan dipakai
untuk menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan serta kegiatan lain yang
ikan ini, diperlukan suatu persyaratan khusus yang merupakan keistimewaan dan
karakteristik kapal ikan. Keistimewaan pokok yang dimiliki kapal ikan, antara lain ialah
tentang kecepatan kapal, kemampuan olah gerak, kelaik lautan, luas lingkup area
pelayaran, tenaga penggerak, peralatan kapal dan lain lain. Dengan demikian desain
konstruksi kapal ikan memerlukan pertimbangan khusus agar kapal yang dibangun
1972).
bentuk yang beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha keadaan perairan dan lain
sebagainya, yang dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari
kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi
kapal (D), dan draft (d). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada
penangkapan, dimana :
- Nilai L (panjang), erat hubungannya dengan interior arrangement, seperti letak
kamar mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar, palka, kamar ABK,
stabilitas kapal.
Menurut Ayodhyoa (1972), yang dimaksud dengan kapal pole and line adalah
kapal ikan yang tujuan usahanya menangkap ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis),
tapi dalam pengoperasiannya tidak menutup kemungkinan ikan lain ikut tertangkap.
Bentuk kapal pole and line memiliki bebrapa kekhususan antara lain ;
- Bagian atas dek kapal bagian depan terdapat plataran (flat form) yang
- Dalam kapal harus tersedia bak-bak untuk penyimpanan ikan umpan yang
masih hidup
- Pada kapal pole and line ini harus dilengkapi dengan sistem semprotan air
Kapal pole and line adalah kapal yang penggunaannya untuk menangkap
ikan cakalang dengan pancing. Ukuran kapal diantara 5 300 GT yang dianggap
potensial. Kapal ini dilengkapi dengan bak umpan hidup yang dapat menyimpan dan
membawa umpan dengan baik, dan penyemprot air pada flying deck yang diperlukan
air dan mengaburkan penglihatan ikan sehingga ikan-ikan yang dipancing akan
Biaya pengelolaan kapal tergolong besar dan sifatnya rutin, oleh karena itu
dapat menekan biaya operasional. Harga kapal ikan relatif lebih mahal dari kapal
dagang dan umumnya diartikan sebagai jumlah tahun selama kapal di pelabuhan.
Perhitungan umur kapal ini dimulai saat peluncuran sampai dengan waktu kapal ikan
tidak mampu dipakai atau dipelihara. Umur atau ketahanan kapal dapat ditinjau dari
beberapa faktor yaitu kekuatan fisik, faktor ekonomis dan peraturan pemerintah
No Peralatan Kegunaan
1. Alat Tulis Menulis Mencatat data
2. Kamera Dokumentasi
3. Laptop, Microsoft Office Mengolah dan menganalisa data
4. Meteran Untuk mengukur kapal dan joran
Materi atau bahan dasar pada penelitian ini adalah 6 unit penangkapan pole
and line yang biasa beroperasi di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu dan kuisioner
dua kelompok data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
1. Ukuran alat tangkap pole and line yang digunakan oleh nelayan Kab.
Luwu.
2. Metode penangkapan alat tangkap pole and line di Kabupaten Luwu.
3. Ukuran kapal pole and line di Kabupaten Luwu
4. Lama trip unit penangkapan pole and line di Kabupaten Luwu
5. Jenis dan jumlah hasil tangkapan pole and line di Kabupaten Luwu dan
lain .
6. Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan pole and
di Kabupaten Luwu
8. Jenis dan jumlah umpan yang digunakan unit penangkapan pole and line
di Kabupaten Luwu
9. Alat bantu penangkapan ikan
10. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh unit penangkapan pole and line
di Kabupaten Luwu
Data sekunder berupa data jumlah produksi yang dihasilkan oleh unit
F. Analisis Data
Analisis data teknis unit penangkapan pole and Line didasarkan pada faktor
dan efisiensi teknis dari unit penangkapan ikan. Analisis faktor teknis meliputi :
1. Ukuran pole and line, dimana ukuran bagian-bagian pole and line akan
pemancingan.
3. Ukuran kapal pole and line, dimana ukuran kapal yang didapatkan akan
kapal pole and line dan ukuran kapal pole and line yang beroperasi di daerah
lain.
4. Lama trip dari unit penangkapan pole and line di Luwu akan dibandingkan
secara deskriptif seperti jumlah trip, total tangkapan dan rata-rata tangkapan
pertrip.
6. Daerah dan musim penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pole and
fishing base dan kemampuan fishing master dalam mencari fishing ground.
bagian-bagian konstruksional umum yang terdiri dari kapal, alat tangkap berupa
joran, tali dan mata pancing serta alat bantu penangkapan berupa rumpon, umpan
hidup dan spayer. Alat ini dalam pengoperasiannya sangat dipengaruhi oleh
keterampilan dan pengalaman seorang pemancing, selain itu untuk mencapai hasil
yang optimal harus didukung oleh ketersediaan umpan hidup, keadaan perairan yang
gerombolan ikan yang didapatkan serta tingkat kepadatannya pada suatu fishing
ground.
Alat tangkap pole and line yang digunakan tergolong sederhana dan hanya
warna kuning karena cukup elastis, rongga dalam tidak terlalu besar, murah
dibagian tengah antara tali kepala dan tali pengikat, terbuat dari nylon
dengan panjang 1,5 2 meter dan pada ujungnya dibuat simpul mata. Tali
kondisi operasi agar tidak saling terbelit antara pancing yang satu dengan
balik, pada bagian atas mata pancing terdapat timah yang dibungkus dengan
lilitan nikel yang mengkilat, selain itu juga dilengkapi pula dengan sobekan-
sobekan tali rafia dan bulu ayam pada bagian bawah yang berwarna-warni.
Joran Tali Mata Pancing
No. Nama Kapal
Panjang Diameter Panjang
Bahan Bahan Ukuran Bahan
(m) (cm) (m)
1 Inka Mina 17 2,5 3,2 Bambu 2,5 3 1,72,4 Nylon 4-9 Timah
2 Kurnia 2,7 3,3 Bambu 2,5 3 1,9-2,5 Nylon 4-9 Timah
3 Mitra Fomarimoi I 2,5 3,3 Bambu 2,5 3 1,7-2,5 Nylon 4-9 Timah
4 Mitra Fomarimoi II 2,6 3,3 Bambu 2,5 3 1,8-2,5 Nylon 4-9 Timah
5 Rajawali 2.4 3,5 Bambu 2,5 3 1,6-2,7 Nylon 4-9 Timah
6 Tunas Kembar 2,1 2,9 Bambu 2,5 3 1,3-2,1 Nylon 4-9 Timah
Tabel 2. Ukuran alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Luwu
Konstruksi alat tangkap pole and line yang digunakan oleh keseluruhan
nelayan pole and line di Kabupaten Luwu kurang lebih sama seperti Gambar 2:
Gambar 2. Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan
pole and line di Kabupaten Luwu.
Dari Tabel 2. tentang ukuran alat tangkap terdapat variasi pada ukuran
panjang joran, dan dari hasil pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti
didapatkan perbedaan ukuran didasarkan pada kondisi fisik pemancing. Kondisi fisik
joran bervariasi pula. Pemancing yang memiliki kondisi fisik yang cukup besar
dengan tinggi 165 175 cm akan memilih joran yang panjang, pemancing yang
memiliki ukuran fisik agak kecil dan ukuran tinggi di bawah 165 cm akan memilih
joran yang pendek. Joran yang digunakan biasanya dicari dan diolah sendiri oleh
pemancing. Joran yang terbuat dari bambu berwarna kuning didapatkan di hutan
bervariasi dari 2,1 m - 3,5 m, tali pancing dari bahan nylon dengan panjang 1,3 m
2,7 m dan mata kail yang terbuat dari timah dengan ukuran 4 - 9 kurang lebih sama
dengan ukuran alat tangkap pole and line yang ada di Perairan Laut Banda Sulawesi
Tenggara (Permadi, 2004), dimana ukuran panjang jorannya 4,5 m, tali pancing dari
bahan polyeltilene dengan panjang 1,5 m dan mata kail terbuat dari campuran timah
dan besi dengan ukuran 2,5 dan 2,8. Begitu pula ukuran alat tangkap pole and line
yang biasa digunakan di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002),
ukuran panjang joran 2,8 m, tali pancing terbuat dari nylon multifilament dengan
panjang bervariasi antara 1,5 2,0 m dan mata pancing yang panjang
keseluruhannya 9 cm.
B. Metode Penangkapan
Sebelum operasional penangkapan ikan dengan pole and line dilakukan, ada
ikan dalam hal ini merupakan satu satuan yang kompleks, karena apabila suatu
adalah yang menyerupai air hujan dengan jarak semprotan berkisar 1,5
3 meter.
2. Persiapan Tenaga Kerja
Untuk kapal pole and line yang beroperasi di perairan Teluk Bone
muallim, 3 orang masinis, 1 orang boi-boi, 1 orang juru masak dan selebihnya
pemancing. Adapun tugas tenaga kerja (ABK) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tugas ABK pada kapal pole and line di Kab. Luwu
pemancing, hal ini dimaksudkan sekiranya dalam operasi penangkapan ikan ada
hidup, oleh karena itu persiapan umpan hidup dilakukan pada malam hari, yang
diperoleh dari hasil tangkapan alat tangkap bagang rambo. Adapun jenis umpan
pukul 16.00 Wita, ini dikarenakan perhitungan waktu tempuh ke bagang untuk
memperoleh umpan hidup. Kapal pole and line tiba di tempat pengambilan umpan
pertama kali pukul 21.00 Wita, menunggu alat tangkap bagan hauling. Apabila umpan
yang dibeli pada pengangkatan jaring yang pertama tidak mencukupi, maka kapal
akan menunggu lagi sampai pengangkatan jaring yang kedua yaitu pukul 02.00 Wita.
Proses pengambilan dan pencarian umpan menuju ke bagan memakan waktu cukup
lama karena jarak yang jauh dan juga keberadaan umpan yang terkadang tidak
mengandalkan kondisi alam dan pengalaman dari fishing master. Tiba di fishing
ground sekitar pukul 06.30 Wita. Selama berada di fishing ground, peranan boi-boi
begitu sangat nampak sekali dalam mencari gerombolan ikan cakalang (Katsuwonus
Tanda-tanda alam yang biasa digunakan sebagai indikator oleh boi-boi ini,
yaitu terlihatnya burung-burung terbang dekat dengan permukaan air, dan menukik
berada di daerah penangkapan atau cukup dekat kapal, maka oleh kapten
memberikan tanda kepada juru mesin untuk memperlambat kapal dan juga
mengaktifkan sprayer (semprotan air). Buoy-buoy yang pada awalnya berperan juga
sebagai fishing master secara cepat dan aktif melemparkan umpan kearah
gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan tertarik untuk mendekati kapal, maka
mesin kapal dimatikan dan para pemancing telah siap di haluan kapal untuk
memancing. Cara pemancingan yakni para pemancing duduk merapat dengan posisi
bagian depan dan sisanya pada bagian samping kiri dan samping kanan tempat
pemancingan (flying deck). Tangkai pancing dipegang dengan kedua tangan sambil
digoyangkan ke kiri dan ke kanan dengan pelan dan hati hati agar tali tidak
berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Mata pancing dimasukkan ke dalam air
kurang lebih 10 cm dari permukaan air. Penarikan pancing dilakukan apabila terasa
ada ikan yang menyambar mata pancing dan tangkai segera dihentakkan sehingga
ikan tidak terlepas dari mata pancing. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan,
umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini
umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan
tersangkut pada hook (mata pancing) tanpa kait balik akan naik ke atas dek kapal,
dan terus meluncur tepat di depan ruang kemudi. Proses pemancingan ini akan terus
yang terbuat dari kayu damar (Shorea sp). Konstruksi kapal pole and line yang
digunakan oleh nelayan di Kabupaten Luwu sama dengan konstruksi kapal pole and
line pada umumnya yaitu terdiri dari ruang kemudi kapal, ruang mesin, ruang tempat
tidur ABK, palka umpan hidup, ruang dapur, palka untuk menyimpan hasil tangkapan
umpan dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang lama dengan mortalitas yang
sedikit. Palka umpan hidup diberi lubang sebanyak 18 buah yang terdiri dari 6 lubang
samping atas, 12 lubang pada bagian bawah untuk saluran pengeluaran air serta 2
buah untuk saluran pemasukan air. Pada lubang pemasukan air dilengkapi dengan
belahan bambu untuk memperlancar masuknya air. Jika kita perhatikan konstruksi
palka umpan hidup, maka terdapat kelemahan dalam mempertahankan sirkulasi air.
Kelemahannya ialah kapal harus tetap dijalankan terus agar umpan bisa tetap
bertahan hidup.
Kapal pole and line mempunyai jam operasi yang lama, sehingga dilengkapi
balok. Tempat penampungan ini pada umumnya berjumlah satu buah dengan
berbentuk empat persegi panjang, terletak pada bagian depan ruang kemudi,
sedangkan untuk penyimpanan es balok terbuat dari plat logam besi yang berbentuk
empat persegi panjang dan terletak pada bagian depan haluan dekat tiang kapal,
Data ukuran utama kapal pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu
Dari Tabel 4. ukuran kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Luwu di atas diperoleh rata-rata panjang (L) = 22,42 meter, lebar (B) =
3,82 meter, dan tinggi (D) = 1,83. Nilai rasio kapal pole and line adalah L/B = 5,66
menunjukkan nilai yang tidak sesuai atau mendekati nilai rasio ukuran utama kapal
pole and line yang disarankan Ayodhyoa (1972) yaitu jika L (m) = 20 < L < 25 maka
L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95. Kisaran L/B kapal pole and line di Kabupaten
Luwu yaitu 5,66 6,08 lebih besar daripada ukuran L/B yang disarankan oleh
Ayodhyoa. Begitu pula dengan L/D, dengan kisaran 11,39 13,16 itu lebih besar
dibanding dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Sedangkan Ukuran B/D
kisarannya sesuai dengan ukuran yang disarankan oleh Ayodhyoa. Perbandingan L/B
yang besar terutama sesuai untuk kapal-kapal dengan kecepatan yang tinggi dan
akan mengurangi kemampuan olah gerak kapal. Sedangkan untuk perbandingan L/D
yang besar akan mengurangi kekuatan memanjang kapal dan perbandingan B/D
yang rendah terutama akan mengurangi stabilitas. Semua kapal pole and line yang
hal ini akan berpengaruh baik terhadap kecepatan kapal namun disisi lain stabilitas
kapal memburuk. Nilai ukuran L/D juga menunjukkan nilai perbandingan yang besar,
baik untuk mengurangi kekuatan memanjang kapal tapi bisa berpengaruh terhadap
Dari Tabel 4. terlihat bahwa ada perbedaan kekuatan mesin pada setiap
kapal yang beroperasi di Kabupaten Luwu, dimana hanya kapal Inka Mina 17 yang
menggunakan mesin khusus kapal laut dengan daya 120 HP (2500 Mixer)
Kapal Inka Mina 17 juga dilengkapi dengan mesin bantu penggerak kapal dengan
daya 44 HP (495 Mixer). Kapal Inka Mina 17 adalah kapal bantuan DKP pusat untuk
DKP Kabupaten Luwu, dan baru beroperasi pada awal Februari 2011. Kapal Mitra
Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling kecil kekuatannya, hanya 240 PK.
Selain itu juga kapal Mitra Fomarimoi II adalah kapal dengan mesin paling lama
pemakaiannya yaitu 12 tahun. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rais (2008) di atas kapal Kurnia didapatkan kecepatan kapal Kurnia maksimal 8-10
mil/jam. Sedangkan Indahyani (2010) yang melakukan penelitian di atas kapal Tunas
Kembar, jarak terjauh 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal
Ukuran kapal pole and line yang beroperasi di Kabupaten Luwu memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kapal pole and line yang biasa
antara 15,50 19,15 m dengan lebar 3,5 5 m dan dalam 2 2,5 m sedangkan
D. Lama Trip
Berdasarkan hasil wawancara dan kegiatan penangkapan yang diikuti oleh
peneliti selama kurang lebih dua bulan, maka didapat data tentang lama trip yang
sampai 2 hari. Waktu 1 hari penangkapan (one day fishing) biasanya digunakan oleh
nelayan pada musim tangkapan puncak dan biasa, sedangkan lama trip sampai 2
sangat bergantung pada keberadaan dan kondisi umpan hidup. Lama trip di berbagai
tempat di Indonesia Timur kurang lebih sama yaitu satu hari penangkapan (one day
fishing), yakni mulai pagi sampai dengan tengah hari seperti di Perairan Laut Sawu
Nusa Tenggara Timur (Sriawan, 2002) dan Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara
(Permadi, 2004). Hal ini mengingat terbatasnya persediaan dan ketahanan umpan
pada Tabel 6 :
Rata
Rata
Musi Total Tangkapan Tangkap
Nama Kapal m Bulan Jumlah (Ekor) an
Trip Pertrip
(Ekor)
130.888
Mitra Foma I P Jul - Okt 63 10246 9
Jan - 199.096
B Juni 31 4172 8
Nov - 172.700
Pc Des 20 3454 0
155.461
Mitra Foma II P Jul - Okt 13 2021 5
Jan - 146.272
B Juni 11 1609 7
Nov - 101.714
Pc Des 7 712 3
234.096
Rajawali P Jul - Okt 62 14514 8
Jan - 185.914
B Juni 35 6507 3
Nov - 161.150
Pc Des 20 3223 0
180.257
Kurnia P Jul - Okt 97 17485 7
Jan - 129.333
B Juni 33 4268 3
Nov -
Pc Des 0 0 0
Tunas 316.117
Kembar P Jul - Okt 86 32244 4
Jan - 398.325
B Juni 58 17128 6
Nov - 276.078
Pc Des 38 10491 9
Jumla 185.827
h 574 128074 2
Dari Tabel 6. kapal Tunas Kembar adalah kapal dengan jumlah trip terbanyak
yaitu 182 trip. Kapal Tunas Kembar beroperasi sepanjang tahun 2010, kecuali bulan
Agustus berhenti beroperasi karena kerusakan pada mesin penggerak utama kapal.
Sepanjang tahun 2010 kapal Tunas Kembar memperoleh total tangkapan sebesar
59863 ekor.
Kapal Mitra Fomarimoi I sepanjang tahun 2010 beroperasi kecuali pada bulan
Mei untuk perawatan kapal. Pada tahun 2010 kapal Mitra beroperasi sebanyak 114
karena istirahat untuk perawatan dan kerusakan pada mesin penggerak. Kapal
Rajawali sepanjang tahun 2010 beroperasi sebanyak 117 trip dengan total tangkapan
24244.
Kapal Kurnia pada Tabel 6. di atas terlihat kosong pada bulan November dan
Desember, pada bulan ini kapal Kurnia menggunakan bulan tersebut untuk istirahat
dan perawatan kapal. Total trip kapal Kurnia adalah 130 trip dengan total tangkapan
2010 adalah kapal Mitra Fomarimoi II. Kapal ini mengalami kerusakan mesin
sepanjang tahun 2009 dan baru beroperasi pada bulan Juni sampai Juli 2010. Pada
Agustus 2010 kembali mengalami kerusakan mesin dan bisa kembali beroperasi
pada September 2010. Jumlah trip kapal Mitra Fomarimoi II hanya 31 trip sepanjang
di Perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu adalah 128074 ekor dengan rata-rata
tangkapan pertrip 186 ekor. Ukuran rata rata ikan yang tertangkap adalah 20 cm
dengan berat rata rata 2 kg, jika dikalikan dengan total tangkapan maka hasilnya
adalah 256 ton. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total
Tenggara yang mengambil fishing base di PPS Kendari yaitu, 400 ton (Permadi,
2004).
Dari Tabel 6. terlihat adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh kemampuan seorang fishing master dalam mencari dan
pemancing, kemampuan pemancing, jumlah trip dan faktor penunjang lainnya seperti
kapal. Kapal sebagai sarana utama dalam melaku kan operasi penangkapan ikan
tidak beroperasi maksimal sepanjang tahun. Berdasarkan hasil diskusi dengan para
berkurang, ada yang mengatakan bahwa populasi ikan mulai berkurang, dan ada
juga yang mengatakan kalau ikan mulai berpindah tempat, dengan rata-rata
tangkapan 186 ekor pertrip tidak cukup bisa menutupi modal awal. Kondisi ini
dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan sebagai fishing ground
tidak lagi produktif Hal ini didasarkan pada saat proses pemancingan di fishing
di sekitar perairan Teluk Bone (345' - 450' LS dan 12020' - 12125' BT). Daerah
berfungsi sebagai atraktor atau penarik perhatian ikan. Selaian rumpon, kemampuan
dan kerja sama buoy-buoy dengan fishing master juga punya peranan penting dalam
mencari fishing ground. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke fishing ground
tergantung dari jarak fishing base ke fishing ground. Posisi fishing ground terjauh
dengan jarak 56 mil dapat ditempuh sekitar 7 jam dengan kecepatan kapal
jarak 32 mil dapat ditempuh dengan waktu 4 5 jam. Waktu ini berfluktuasi
dipengaruhi oleh kekuatan mesin penggerak kapal, kondisi arus atau gelombang
umumnya berlangsung selama setahun. Ukuran kapal yang besar dan kuat
wawancara dengan nelayan, musim puncak yang berlangsung dari bulan April hingga
Oktober waktu penangkapan berlangsung 1 2 hari setiap trip. Pada musim sedang
yang berlangsung dari bulan Januari sampai Maret waktu penangkapan berlangsung
1 3 hari setiap trip. Musim peceklik berlangsung dari bulan November sampai
Desember. Pada musim ini nelayan jarang melaut karena biaya operasional yang
penangkapan oleh nelayan pole and line di Kabupaten Luwu berbeda dengan
pembagian musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) oleh nelayan
pole and line yang beroperasi di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Permadi
berdasarkan hasil tangkapan yaitu, musim puncak terjadi pada bulan Agustus
paceklik terjadi pada bulan Juni Juli dengan rata rata total hasil tangkapan 5 10
ton/trip. Musim biasa terjadi pada bulam Maret Mei dengan rata rata total hasil
tangkapan 15 25 ton/trip.
G. Jenis dan Jumlah Umpan
Nelayan yang menggunakan alat tangkap pole and line dan beroperasi di
perairan Teluk Bone menggunakan ikan teri (Stolephorus spp) sebagai umpannya.
Luwu didapatkan jumlah umpan yang digunakan berkisar antara 10 sampai 20 ember
musim tersebut alat tangkap bagan (jaring angkat) yang menggunakan cahaya
sebagai penarik perhatian ikan (yang memudahkan ikan untuk tertangkap oleh jaring)
tidak mendapatkan ikan teri yang cukup untuk digunakan sebagai umpan hidup pada
kegiatan penangkapan pole and line. Pada musim paceklik cahaya bulan begitu
terang yang menjadikan permukaan laut dipenuhi cahaya sehingga membuat alat
tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi tidak
maksimal. Faktor utama yang menyebabkan umpan susah didapat adalah keadaan
bulan penuh, terjadi hujan deras dan angin kencang dan serta ombak dan arus
sangat kuat.
Gambar 5. Proses pengambilan umpan
H. Alat Bantu Penangkapan
Salah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat
nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon. Alat ini tersusun dari beberapa
komponen, antara lain rakit, atraktor, tali rumpon dan pemberat. Menurut Monintja
(1993 dalam Sudirman dan Mallawa 2004), penggunaan rumpon secara tradisional di
Indonesia telah lama dilakukan terutama nelayan dari Mamuju dan Jawa Timur,
sedangkan penggunaan rumpon secara modern beru dimulai pada tahun 1980 oleh
Karena itu, rumpon ini biasanya dipasang di laut yang relatif dalam. Pemasangan
agar kegiatan penangkapan ikan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi
penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut. Di Indonesia bagian Timur dikenal dua
jenis rumpon yaitu rumpon laut dangkal dan rumpon laut dalam. Rumpon laut
dangkal ditempatkan pada kedalaman tidak lebih dari 50 meter. Di Perairan Teluk
Bone rumpon yang digunakan adalah rumpon yang ditempatkan pada kedalaman
lebih dari 100 meter. Rumpon ini seperti rakit dan berukuran lebih besar dibanding
sederhana yang terdiri atas pelampung, pemberat, atraktor (pemikat), dan tali temali.
Secara umum konstruksi rumpon yang digunakan oleh nelayan pole and line di
tersusun dua belas sehingga terapung di atas air. Pada bagian atas rakit
pakai yang cukup lama sesuai daya tahan jenis bambu yang digunakan.
Rakit ditempatkan di atas permukaan air dan sifatnya menetap karena diberi
700. Pada bagian sepanjang tali ditumbuhi lumut karena lama pemakaian
sehingga ikut berperan sebagai pemikat ikan. Panjang tali pemberat sekitar
1,5 kali dari kedalaman perairan. Pada bagian ujung tali diletakkan
beton.
3. Atraktor
Atraktor berfungsi sebagai daya tarik ikan untuk mencari makan sekaligus
daerah lain.
4. Tiang Penandaan
Tiang penandaan merupakan tiang yang dipasang di atas rumpon untuk
sebagai tanda adanya rumpon bagi kapal yang lewat. Tiang tersebut terbuat
dari bambu yang mempunyai konstruksi menyerupai jemuran. Pada tiang ini
Selain rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, serok dan pot umpan
Serok adalah alat yang digunakan oleh buoy-buoy untuk melempar umpan hidup dan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis aspek teknis unit penangkapan
dengan diameter pangkal 2.75 cm dan berbahan dasar bambu, tali pancing
terbuat dari bahan dasar nylon nomor 3 dengan panjang 2 m, dan mata
3.82 m dan tinggi (D) 1.83 m. Perbandingan L/B = 5,66 6,08, L/D = 11,39
13,16, dan B/D = 1.94 2.26. Rasio standar kapal pole and line adalah L/B =
186 ekor/trip.
4. Musim puncak penangkapan adalah bulan Juli-Oktober
5. Jumlah Trip dalam setahun dari keseluruhan 5 kapal adalah 574 trip dengan
rata rata 114 trip/kapal. Jumlah tenaga kerja perunit penangkapan adalah 16
orang.
Berdasarkan data yang didapat dari penelitian tentang faktor teknis unit
penangkapan pole and line, hasil tangkapan yang tidak menguntungkan dari segi
ekonomis, dengan rata-rata tangkapan 186 ekor pertrip tidak cukup bisa menutupi
modal awal. Kondisi ini dikarenakan daerah penangkapan ikan yang biasa digunakan
sebagai fishing ground tidak lagi produktif. Dengan demikian, faktor teknis kemudian
menjadi alasan kenapa nelayan pole and line berkurang dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pola migrasi ikan cakalang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Tuna Cakalang secara terpadu. Makalah
Falsafah Sains PPs. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayodhya, A.U. 1972. Suatu Pengenalan Tentang Kapal Penangkap Ikan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Data Statistik Alat Tangkap Yang Beroperasi Di
Kabupaten Luwu. Makassar. Sulawesi Selatan
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Deskripsi Alat Tangkap Ikan Pole and Line di
Jawa Barat. Bandung. Jawa Barat.
Fyson, 1985. Design of Small Fishing Boat. FAO. Fishing New Book. LTD. England.
Mallawa, A. 2008. Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Pole and
Line di Perairan Teluk Bone. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Mallawa. A., Sudirman 2004. Tehnik Penangkapan Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Monintja, D.R, Pasaribu, B.P., Jaya, I. 1986. Manajemen Penangkapan Ikan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suyuti, 2000. Analisis Teknis dan Finansial Pole and Line di Perairan Teluk Bone
Kabupaten Sinjai. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.