You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan
data Biro Pusat Statistik (BPS), angka kematian ibu dalam
kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa
pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit
karena komplikasi kehamilan dan persalinannya (dr. Nugraha,
2007).
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau
dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan
kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan
sebagai bagian integeral dari pelayanan dasar yang akan
terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam penangan kasus
kedaruratan obstetri pada umumnya disebabkan oleh kegagalan
dalam mengenal resiko kehamilan, keterlambatan rujukan,
kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil
dengan resiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis,
paramedis, dan penderita dalam mengenal Kehamilan Resiko Tinggi
(KRT) secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun
kondisi ekonomi (Syamsul, 2003).
Tingginya angka kematian ibu dan anak umumnya akibat ahli
kebidanan atau bidan terlambat mengenali, terlambat merujuk
pasien ke perawatan yang lebih lengkap, terlambat sampai di
tempat rujukan, dan terlambat ditangani. (Anonim,2002).
Penanganan rujukan obstetri merupakan mata rantai yang
penting, menjadi faktor penentu dari hasil akhir dari kehamilan dan
persalinan. Kurang lebih 40% kasus di RS merupakan kasus
rujukan. Kematian maternal di RS pendidikan 80-90% merupakan
kasus rujukan. Kematian perinatal di RS pendidikan kurang lebih
60% berasal dari kelompok rujukan (Anonim, 2002).

1
Ada lima aspek dasar atau lima benang merah, yang paling
penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan
aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan
baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut adalah
membuat keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan sayang bayi,
pencegahan Infeksi, pencetakan (rekam medik) asuhan persalinan
dan rujukan (Asuhan Persalinan Normal, 2002).
Kasus-kasus yang harus dirujuk bidan adalah riwayat bedah
sesar, perdarahan pervaginam, persalinan kurang bulan (usia
kehamilan kurang dari 37 minggu), ketuban pecah disertai dengan
mekonium yang kental, ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam),
ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kehamilan kurang
dari 37 minggu), ikterus, anemia berat, tanda gejala infeksi, pre-
eklampsia /hipertensi dalam kehamilan, tinggi fundus 40 cm /lebih,
gawat janin, primipara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala
janin masih 5/5, persentasi bukan belakang kepala, persentasi
ganda (majemuk), kehamilan ganda atau gemelli, tali pusat
menumbung dan syok (Asuhan Persalinan Normal, 2007).Membuat
keputusan klinik dihasilkan melalui serangkaian proses dan
menggunakan informasi dari hasil dan dipadukan dengan kajian
teoritis dan interpensi berdasarkan bukti pengalaman yang
dikembangkan melalui berbagai tahapan dan terfokus pada pasien
(Varney,1997).
Di beberapa daerah di Propinsi Sumatera Utara, Angka
Kematian Ibu (AKI) lokal lebih tinggi dari Angka Kematian Ibu (AKI)
Nasional. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan pasca
persalinan (40-60%), infeksi (20-30%) dan eklampsia (20-30%).
Ternyata 80% kematian ibu terjadi di RS rujukan yang diakibatkan
keterlambatan dalam rujukan maupun penanganan penderita
(Abram Siregar, 2002).

2
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menyajikan
makalah mengenai postmatur disertai dengan stusi kasus yang
terjadi dalam kehidupan sehari hari.

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari kehamilan post matur
b. Apa penyebab terjadinya kehamilan post matur
c. Bagaiman pengaruh kehamilan post matur terhadap janin
dan ibu
d. Apa saja komplikasi yang diakibatkan dari kehamilan post
matur
e. Apa saja tindakan yang harus dilakukan bidan
C. Tujuan
1. Mendefinisikan kehamilan post term
2. Melakukan identifikasi masalah yang dapat terjadi pada masa
kehamilan postterm
3. Menjelaskan kemungkinan faktor penyebab kehamilan
possterm
4. Mendiskusikan cara menegakkan diagnosis kehamilan
postterm
5. Menjelaskkan pengelolaan yang benar terhadap kehamilan
postterm dan kemungkinan komplikasi yang terjadi pada ibu
dan janinnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Definisi Kehamilan Lewat waktu (post term) adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu
Lengkap (Ilmu kebidanan: hal 317).
Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin
yang lahir telah melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga
dapat menyebabkan beberapa komplikas.i(Buku Pengantar Kuliah
Obsetri: hal 450)
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari
setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah
ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak

3
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama
kehamilan dan maturitas janin. (Varney Helen,2007)

B. Etiologi
Etiologi menurut Nwosu dkk factor-faktor yg menyebabkan
post matur stress, sehingga tidak timbulnya His Kurangnya air
ketuban Insufisiensi plasenta (Ilmu Kebidanan: hal.318)
Namun ada juga yang berpendapat Etiologinya masih belum
pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang
( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang
rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan
insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan
lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42
minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan
suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-
keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko
kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30%
prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum. Selain itu juga
terjadinya kehamilan sirotinus antara lain:
1. Hipoplasia hipofise
2. Anensefalus
3. Devisiensi enzim sulfarase plasenta
4. Hormon estriol yang rendah

C. Pengaruh pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


1. Terhadap Ibu

4
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi
uterus tidak terkoordinir, Janin besar, Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini
akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas
akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas
pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar,
tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu.
Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

D. Diagnosa
Dengan mengetahui hari pertama menstruasi maka kita akan
dapat menentukan:
1. Perhitungan kemungkinan waktu persalinan menurut Naegle
2. Hasil pemeriksaan antenatal berupa:
a. Janin besar untuk masa kehamilan (BMK)
b. Janin kecil untuk masa kehamilan (KMK)
c. Janin sama besarnya untuk masa kehamilan (SMK)
3. Melalui perkiraan tahap aktivitas janin dalam rahim yang (sudah
baku)
4. Perbandingan dengan orang lain yang sudah bersalin
5. Menggunakan ultrasonografi untuk memperkirakan berat, waktu
persaliunan, menentukan biofisik profil janin, kesejahteraan
intraureti USG, Ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan
jumlah air ketuban
6. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat
penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia,
tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau lebih.
7. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diambil dengan
amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air
ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas
janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air

5
ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-
sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga. Bila :
8. Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
9. Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
10. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena dikeruhi mekonium.
11. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena
insufiensi plasenta
12. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin
dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika
ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan
berbahaya dalam kandungan.
13. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
14. Pemeriksaan PH darah kepala janin
15. Pemeriksaan sitologi vagina
(Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)

Kita sering kali sukar menetapkan diagnosis kehamilan


sirotinus, khususnya di Negara berkembang tetapi dapat di
gunakan beberapa criteria berikut :

1. Detak jantung Janin mulai terdengar


a. Fondoskop pada minggu 18
b. Dopller pada minggu 12
2. Quickening terasa mulai minggu 18
Fundus uteri setinggi pusat pada minggu 20
Dendang memeriksakan USG perkiraan usui kehamilan akan
lebih tepat untuk kehamilan trimester I dan II, sedangkan pada
Trimester III sering kurang cepat. Kenyataan ini sering terjadi oleh
karena pertumbuhan janin dalam rahim tidak tetap artinya bukan
merupakan pertumbuhan linier.
Perubahan yang mendasar yang terjadi pada kehamilan
sirotinus atau postmatur bersumber dari kemampuan plasenta
untuk memberikan nutrisi dan oksigen serta kemampuan fungsi
lainya, dan dapat menyebabkan keadaan sebagai berikut:

6
1. Jika fungsi plasenta masih cukup baik dapat menyebabkan:
a. Tumbuh kembang janin berlangsung terus,sehingga berat
badan terus bertambah sekalipun lambat,dapt mencapai
lebih dari 4000-4500gr yang di sebut dengan bayi
makrosomia
b. Bayi postmaturel hipermaturel dengan criteria:
a) Mungkin dengan berat badsan yang besar atau
makrosomia
b) Kukun panjang
c) Penulangan baik
d) Tulang rawan telinga sudah cukup
e) Pertumbuhan genetalia sekunder sudah ada
f) Mata besar dan terbuka
2. Jika fungsi plasenta telah mengalami disfungsi atau insufisiensi,
sehingga tidak mampu mamberikan nutrisi dan oksigen yang
cukup,akan terjadi sebaliknya dan di sebut sebagai sindron
postmature dengan criteria berikut:
a) Bayi tampak tua
b) Kuku panjang
c) Lipid kulit berkurang sehingga menimbulkan keriput terutama
di kulit tangan dan kaki
d) Matanya lebar bahkan sudah terbuka
e) Verniks caseosa telah hilangatau berkuran
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan
memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi
dalam 3 stadium :
1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas
(maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan
pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang
bercampur air ketuban.
3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit
janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting
dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan
mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna
hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan

7
resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan
pembilasan trakhea.

E. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
1. Hipovolemia
2. Asidosis
3. Sindrom gawat napas
4. Hipoglikemia
5. Hipofungsi adrenal.
Persalinan janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan
trauma pada bayi dan maternal yang makin tinggi
1. Komplikasi trauma pada janin atau bayi
a. Asfiksia karena terlalu lama terjepit
b. Truma akibat tindakan oprasi yang di lakukan pervaginam
dengan bentuk trias komplikasi:
2. Infeksi
3. Asfiksia
4. Trauma langsung dan perdarahan
2. Komplikasi maternal trias komplikasi
a. Trauma langsung persalinan pada jalan lahir:
1. Robekan luas
2. Fistula rekto-vasiko vaginal
3. Ruptura perineum tingkat lanjut
b. Infeksi karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga
mudah terjadi kontaminasi bacterial.
c. Perdarahan:
a) Trauma langsung jalan lahir
b) Atonia uteri
c) Retentio Plasenta

F. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta,
persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat

8
3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan
serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi
persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
4. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
1. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan
terjadi gawat janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas)
dan kesalahan letak janin.
2. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus
lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-
kadang besar dan kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan
distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur
lebih peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi
konduksi. (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)

Sikap bidan dalam penanganan kehamilan lewat waktu


Kehamilan lewat waktu dapat membahayakan janin karena
sensitif terhadap rangsangan kontraksi, yang menimbulkan asfiksia
sampai kematian dalam rahim. Dalam melakukan pengawasan
hamil dapat diperkirakan bahwa kehamilan lewat waktu dengan :
1. Anamnesa.
2. Kehamilan belum lahir setelah melewati waktu 42 minggu
3. Gerak janinnya makin berkurang dan kadang-kadang berhenti
sama sekali.
Hasil anamnesa penderita perlu diperhatikan sebagai dasar
permulaan.
1. Hasil pemeriksaan

9
Hasil pemeriksaan dapat dijumpai :
a. Berat badan ibu mendatar atau menurun
b. Air ketuban terasa berkurang
c. Gerak janin menurun
2. Bagaimana sikap bidan
Menghadapi keadaan demikian bidan dapat bersikap :
a. Melakukan konsultasi dengan dokter
b. Menganjurkan untuk melakukan persalinan di rumah sakit
c. Penderita dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan yang adekuat.
(Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB
Untuk Pendidikan Bidan, 1998)

Pengelolaan Intrapartum
1. Pasien tidur miring sebelah kiri
2. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
3. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
4. Perhatikan jalannya persalinan
5. Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap
kemungkinan hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan
polisitemi
(Dikutip dari Buku Maternal dan Neonatal, 2002)

Mencegah Aspirasi Mekoneum


Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekoneum
harus segera dilakukan resusitasi sebagai berikut :
1. Penghisapan nasofaring dan drofaring posterior secara agresif
sebelum dada janin lahir
2. Bila mekoneum tampak pada pita suara, pemberian venitasi
dengan tekanan positif dan tangguhkan dahulu sampai trakea
telah di latubasi dan penghisapan yang cukup.
3. Intubasi trakea harus dilakukan rutin bila ditemukan mekoneum
yang tebal.
(Maternal dan Neonatal, 2002)

10
11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Definisi Kehamilan Lewat waktu (PosT Term) adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu
Lengkap
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kehamilan Post
Term
a. Stress
b. Kurangnya Air Ketuban
c. Faktor Hormonal
d. Insufisiensi Plasenta
3. Kehamilan Post Term dapat berpengaruh bagi kesehatan ibu
dan janin
4. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan bidan adalah dengan
memantau kesejahteraan janin dan segera merujuk ke rumah
sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut

B. SARAN
Tiada gading yang tak retak, itulah kalimat yang dapat kami
ucapkan. Karena itu kami dengan lapang dada menerima segala
kritik ataupun saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
materi ini dapat menambah wawasan kita mengenai kehamilan
postterm dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu dan
janin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: BNSP


Saifudin, Abdul Bari dkk. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta: YBP-SP

13

You might also like