Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, maka salah satu tolak ukur
adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun
2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas
pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain
memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral
palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup.
Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Angka kejadian
hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di RSCM tahun 2007, persentase hiperbilirubin
pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95%.
Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulcosa yang warnanya menjadi
kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah dan jaringan tubuh.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik.
(Sarwono, 2005).
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan ada sebagian lagi
mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian. Oleh karena itu setiap bayi dengan ikterus harus dapat perhatian,
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar
bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus
yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan
keadaan yang menunnjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis (hiperbilirubinemia).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pelitian
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
5 . Patofisiologi Ikterus
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan
diuraikan tentang metabolisme bilirubin
a. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang
normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim
Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai
tingkat patologis.
C. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH,
Markum,1991).
D. Komplikasi
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak
akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya ikterus, yaitu :
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
a. Sepsis.
b. Dehidrasi dan Asidosis.
c. Defisiensi Enzim G6PD.
d. Pengaruh obat-obat.
e. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
Menghilangkan Anemia
a. Fototherapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Beberapa ilmuwan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi
Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air
sehingga dapt dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di samping itu pada terapi sinar
ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic
usus meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan
menurun.
2) Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan cek apakah lampu
semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang keberapa pada bayi
itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.
3) Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.
Komplikasi fototerapi :
1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan Insensible
Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-
3kali lebih besar.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit
kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
5) Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan,terapi
diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin
dan diberikan ekstra minum.
b.Tranfusi Pengganti
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
c.Therapi Obat
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
Pada periode April 2010 sampai dengan Maret 2011 terdapat 12,3% atau 357 bayi
yang mengalami neonatus hiperbilirubinemia dari 2897 yang terdapat diruang perinatologi.
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung angka kejadian
Neonatus Hiperbilirubinemia terbanyak kepada kelompok umur kehamilan <37 minggu yaitu
12,5%. Kondisi ini sesuai dengan teori dimana pada usia gestasi < 37 minggu sangat
berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi. Makin rendah usia kehamilan dan makin kecil
bayi yang dilahirkan, makin tinggi mordibitas dan mortalitasnya. Alat tubuh bayi yang
prematur belum berfungsi seperti bayi yang matur, oleh karena itu ia mengalami banyak
kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek usia kehamailannya makin kurang
pertumbuhan dalam alat-alat tubuhnya dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan
makin tingginya angka kematian. Dalam hal ini, sebagian besar kematian perinatal terjadi
pada bayi-bayi prematur. Bersangkutan dengan kurang sempurna nya alat-alat dalam
tubuhnya baik anatomik maupun fisikologik maka mudah timbul beberapa kelainan
diantaranya immatur hati.
Imatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia, hal ini dapat terjadi karena
belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim glukorinil tranferase sehingga konjugasi
bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna dan kadar albmin darah yang
berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal
pada bayi prematur 10 mg/dL. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera
ditangani dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen.
KOMENTAR
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mencoba menarik simpulan
sebagai berikut: Neonatus Hiperbilirubinemia paling banyak terjadi pada umur kehamilan
<37minggu yaitu 12,5% dan berat badan lahir >4000 gram yaitu 17,5%, berdasarkan jenis
persalinan paling banyak terjadi pada persalinan dengan ekstrasi vakum yaitu 13,0%, faktor
yang paling berpengaruh terhadap kejadian neonatus hiperbilirubinemia di Rumah Sakit
Umum Daerah kota Bandung periode April 2010 Maret 2011 adalah Berat Badan Lahir dan
secara statistik bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
https://muhammadananggadipa.wordpress.com/2012/01/13/hiperbilirubinemia-ikterus-
neonaterum/
http://www.jurnalpendidikanbidan.com/arsip/39-mei-2013/113-faktor-faktor-yang-
berpengaruh-terhadap-kejadian-hiperbilirubinemia-pada-neonatus-di-rumah-sakit-umum-
daerah-kota-bandung-periode-april-2010-maret-2011.html
http://hiperbilirubin-sayfganteng.blogspot.co.id/