You are on page 1of 26

Ilmu Penyakit Dalam

Ginjal Hipertensi

Hipertensi (Esensial 4A, Sekunder 3A)


Diagnosis dan Management

(JNC 7)

(JNC8)

Obat dan dosisnya (JNC 7 dan Fornas 2013)


Obat Initial Daily Sediaan
Doses
Loop diuretics
tab 40 mg
Furosemide 20-80 mg / 2 dd inj 10 mg/mL
(iv/im)
Thiazide diuretics
Hydroclorthiazide 12,5-50 mg / 1 dd tab 25 mg
Potassium-sparing diuretics / Aldosterone Antagonist
Spironolactone 25-50 mg / 1 dd tab 25 mg
ACEIs
Captopril 6,25 mg / 3dd tab 12,5 / 25 / 50
mg
Lisinopril 2,5 5 mg / 1dd tab 5 / 10 / 20 mg
ARBs
Candesartan 8-32 mg / 1dd tab 8 / 16 mg
Valsartan 80-320 mg / 2dd tab 80 / 160 mg
Irbesartan 150-300 mg / 1dd tab 150 / 300 mg
CCB-non-dihidropiridin
Diltiazem extended kaps SR 100 / 200
180-420 mg / 1dd
release mg
CCB-dihidropyridine
Amlodipine 2,5-10 mg / 1dd tab 5 / 10 mg
Nicardipine
60-120 mg / 2dd inj 10 mg/vial
sustained release
Nifedipine long- 30-60 mg / 1dd tab SR 20 / 30 mg
acting

Obat hipertensi berdasarkan compelling indication (JNC 7, lecture blok 3.2)


Recommended Drugs Keterangan
Compelling
Diure B ACE AR CC A
Indication
tic B I B B A
CCB tidak diberikan
karena dapat
Heart Failure + + + + +
menyebabkan edema
perifer / pulmonum
Guideline AHA 2013 masih
memperbolehkan
Postmyocardial infark + + +
pemberian ARB jika tidak
toleransi terhadap ACEI
High coronary disease
+ + + +
risk
Diabetes + + + + +
Diuretic dan AA tidak
diberikan karena berefek
pada ginjal
CKD + + BB tidak diberikan karena
dapat menyebabkan
retensi cairan makin
edema
Recurrent stroke
+ +
prevention

Tropis Infeksi

Dengue (Guideline WHO 2013) (Demam dengue, DHF 4A, DSS 3B)
Diagnosis
Manifestasi klinis :
1. Demam : akut, mendadak, langsung tinggi, biasanya
berlangsung 2-7 hari
2. Perdarahan : torniquet test positif, ekimosis, purpura,
ptechiae, mimisan, perdarahan gusi, hematemesis, melena
3. Pembesaran hepar
4. Shock : takikardia, perfusi jaringan buruk dengan nadi
lemah dengan rentang tekanan darah menyempit (20 mmHg atau
kurang), hipotensi, cold clammy skin, restlessness
Temuan laboratorium
1. Trombositopenia : <= 100.000 sel/mm3
2. Hemokonsentrasi : peningkatan hematokrit >= 20% dari baseline pasien / nilai
normal
Kriteria
1. 2 manifestasi klinis + temuan laboratorium = DHF
2. DHF + hepatomegali = DHF sebelum terjadi kebocoran plasma, dengan tanda-tanda :
efusi pleura dan hipoalbuminemia sebagai pendukung. Hal ini khususnya bisa menjadi
pembantu dalam penegakkan diagnosis DHF pada pasien : anemia, perdarahan berat,
ketika tidak ada hematokrit baseline dan peningkatan hematokrit < 20% karena
sudah diintervensi cairan.
3. Shock + temuan lab + ESR rendah (yang membedakan dengan shock sepsis) = DSS.

Endokrin

Diabetes Mellitus (Tipe 1 dan Tipe 2 : 4A)


(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011)
Diagnosis
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunanberat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kaburdan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
3. Screening : dapat dilakukan pada pasien :
a. Tidak menunjukkan gejala DM, namun mempunyai faktor risiko DM. Apabila
hasilnya nanti positif, pengulangan dilakukan setiap tahunnya (kemudian ikuti alur
diagnosis DM)
b. >45 tahun tanpa faktor risiko, yang kemudian dapat diulang selama 3 tahun.
Hasil yang bisa digunakan adalah sebagai berikut :
4. Non Screening :
5.
*cara melakukan TTGO :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan sepertikebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dantetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelumpemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminumdalam waktu 5 menit
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untukpemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah bebanglukosa
g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahatdan tidak
merokok

Manajemen
Evaluasi awal
1. Anamnesis
a. Gejala yang timbul,
b. Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosadarah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yangterkait DM
c. Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan beratbadan
d. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasamuda
e. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secaralengkap, termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan yangtelah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri,serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
f. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yangdigunakan,perencanaan
makan dan program latihanjasmani
g. Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolarhiperglikemia, dan
hipoglikemia)
h. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi,dan traktus urogenitalis
serta kaki
i. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasipada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
j. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadapglukosa darah
k. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantungkoroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasukpenyakit DM dan endokrin lain)
l. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
m. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan statusekonomi
n. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanandarah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinanadanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brachialindex (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluhdarah arteri
tepi
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempatpenyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain
3. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. A1C
c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL, dan trigliserida)
d. Kreatinin serum
e. Albuminuria
f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin
g. Elektrokardiogram
h. Foto sinar-x dada
4. Merujuk jika perlu merujuk :
a. Rujukan ke bagian mata
b. Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi
c. Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes
d. Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialisperilaku (psikolog) atau
spesialis lain sebagai bagiandari pelayanan dasar.
e. Konsultasi lain sesuai kebutuhan
Intervensi Pilar Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi Gizi Medis
a. Hitung klasifikasi BB dengan menggunakan IMT = BB (kg) / TB 2 (m), kemudian
klasifikasikan IMT
i. BB Kurang < 18,5
ii. BB Normal 18,5-22,9
iii. BB Lebih 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II > 30
b. Hitung BB ideal
i. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
ii. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x
1 kg
c. Hitung kebutuhan kalori berdasarkan BB ideal dan aktivitas

d. Bagi kebutuhan kalori ke dalam sumber kalori :


i. Karbohidrat : 60-70% total kalori/hari
Pengganti karbohidrat/glukosa yang low IG : sukrosa, fruktosa (tapi kalau
berlebihan tidak bagus), sorbitol, manitol, xylitol, sakarin, aspartat,
acesulfamin
ii. Protein : 10-15% total kalori/hari 0,8 gram/kgBB untuk nefropati
iii. Lemak : 20-25% total kalori/hari
iv. Serat : 25 gram/hari
v. Natrium : 3.000 mg/hari
e. Bisa juga dengan menggunakan portion control plate :

3. Latihan Jasmani
a. Minimal 30 menit/hari dengan kegiatan sehari-hari harus tetap dilakukan
b. Latihan jasmani yang baik harus tetap dilakukan, dengan menggunakan rumus :
i. C : Continous : terus menerus dan teratur setiap hari
minimal 30 menit
ii. R : Rhytm : gerakan kontraksi dan relaksasi dilakukan
secara bergantian
iii. I : Interval : gerakan cepat dan lambat dilakukan secara
bergantian
iv. P : Progressive : latihan yang dilakukan makin lama
makin meningkat sesuai kemampuan/kekuatan penderita
v. E : Endurance : denyut jantung maksimum yang bisa
dicapai = 80% x (220-usia) kpm
4. Self Monitoring Blood Glucose (SMBG)
Waktu yang dianjurkan adalah : sebelum makan, 2 jam sesudah makan, sesekali di
waktu malam hari saat tidur untuk mengetahui adanya nokturna hipoglikemia
5. Intervensi Farmakologis
Nomor 1-3 termasuk dalam gaya hidup sehat. Apabila seseorang sudah didiagnosis
DM, gaya hidup sehat bisa dilakukan terlebih dahulu selama 2-4 minggu. Apabila
setelah 2-4 minggu kadar gula darahnya tidak terpacai (HbA1C masih > 7 / kadar gula
> 135 mg/dL), maka sudah bisa menggunakan farmakologis.
Yang pertama kali kita harus tahu setelah mendiagnosis DM dan sebelum memberikan
obat, adalah HbA1c. Namun kalau HbA1c gak bisa dilakukan pemeriksaan, kita bisa
menggunakan kadar gula darah yang sudah ada (harusnya rata-rata kadar gula darah
yang diperiksa dalam sehari/3 bulan). Kemudian kadar gula darah tersebut
dikonversikan ke dalam kadar HbA1c sebagai berikut :

*yang penting tau yang dilingkar merah (karena batasnya segitu), sisanya tinggal
naikkan atau turunkan 35 mg%
Kemudian dari HbA1c tersebut, bisa ditentukan terapi yang akan dipilih, dengan cara :
*obat pilihan pertama adalah Metformin
**Kombinasi 3 obat dan Kombinasi 2 obat + insulin adalah optional. Jika pasien tidak
nyaman dengan menggunakan insulin, bisa menggunakan kombinasi 3 obat dulu.
Kalau tetap gagal menggunakan kombinasi 3 obat, bisa langsung pakai insulin.

Selain itu, bisa juga menggunakan judgement klinis apakah pasien ini sudah bisa
diindikasikan sebagai pengguna insulin atau tidak, yakni :
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, Ketoasidosis diabetik, Hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, Hiperglikemia dengan asidosis laktat atau komplikasi
DM lainnya
c. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
d. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
e. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyangtidak terkendali dengan
perencanaan makan dan DM tipe 1
f. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
g. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Profil obat antidiabetik dan contohnya (Konsensus DM Tipe 2 Indonesia 2011 dan Fornas
2013)
Reduksi Kerugian Contoh &
Nama Obat Keuntungan Dosis
HbA1c (ES) Sediaan
Obat Hipoglikemik Oral
Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Sekretagogue)
Meningkatkan
berat badan
Glibenklami
Sulfonilurea Hipoglikemia 1,25 20
1 - 2% Sangat efektif d tab 2,5 / 5
(pc) (Glibenklamid mg
mg
dan
klorpropamid)
Gliklazid tab
Meningkatkan 40 320
MR 30 / SR
berat badan mg
Sangat efektif 60 / 80 mg
Pemberian Glikuidon 45 180
3x/hari tab 30 mg mg
Glinid (pc) 0,5 - 1,5% Untuk pasien Glimepirid
Harganya
dengan tab1 / 2 / 1 6 mg
mahal
gangguan 3 / 4 mg
fungsi ginjal
Glipizid tab 2,5 40
ringan sampai Hipoglikemia
5 / 10 mg mg
berat
Peningkatan Sensitivitas terhadap insulin
Tidak ada Dispepsia Metformin
Biguanide (ac / 500 mg /
1 2% kaitan dengan Diare 500 / 850
dc / pc) 2dd
berat badan Asidosis laktat mg
Memperbaiki Edema
profil lipid Retensi cairan
(pioglithazone
CHF
)
Thiazolidinedio Pioglitazone 15 30
0,5 1,4% Berpotensi Fraktur
ne (bebas) Berpotensi 15 / 30 mg mg / 1dd
menurunkan
infark menimbulkan
miokardium infark
(piogithazone) Mahal
Penghambat glukoneogenesis di hati
Biguanide sda sda sda sda sda
Penghambat absorbsi glukosa
Penghambat Flatulens
Tidak ada Akarbose
glukosidase Tinja lembek 25 mg /
0,5 0,8% kaitan dengan 3x/hari Tab 50 / 100
alfa (bersama 3dd
berat badan Mahal mg
suap pertama)
Peningkat sekresi insulin, penghambat glukagon
Sebah
Muntah
Tidak
Tidak ada
DPP-IV Inhibitor disarankan
0,5 0,8% kaitan dengan
(ac / dc) penggunaan
berat badan
jangka
panjang
Mahal
Sebah
Muntah
Injeksi 2x/hari
Inkretin Tidak
Menurunkan
analog/mimeti 0,5 1% disarankan
berat badan
k (ac / dc) penggunaan
jangka
panjang
Mahal
Suntikan
Dosis tidak Hipoglikemia Human
terbatas BB naik insulin short
/
Insulin
intermediet
(Menekan Injeksi 1-
e / mix
proses Memperbaiki 4x/hari
acting 100
glukoneogenes 1,5 3,5% profil lipid
UI/mL
is, stimulasi
Harus Analog
pemanfaatan
dimonitor insulin short
glukosa)
/ long / mix
Analognya
Sangat efektif acting 100
mahal
UI/mL

Prinsip penggunaan insulin


Prinsip penggunaan insulin adalah dengan menyesuaikan kadar insulin dalam tubuh. Di
dalam tubuh, kadar insulin tidak pernah sampai pada angka 0, jadi dia selalu ada terus
seharian. Selain itu, insulin akan dikeluarkan lebih banyak apabila seseorang sedang
makan. Sesuai dengan grafik di bawah ini.

Oleh karena itu, untuk penggunaan insulin, kita bisa membaginya menjadi dua, yaitu :
1. Insulin yang digunakan untuk menjaga kadar gula puasa / sehari-hari.
Insulin ini menggunakan insuling long acting (insulin basal) yang akan memelihara
kadar gula puasa / sehari-hari. Indikator dari kerja insulin long acting ini adalah GDP
2. Insulin yang digunakan untuk menjaga kadar gula setelah makan
Insulin ini menggunakan insulin short acting (insulin prandial) yang akan memelihara
kadar gula setelah makan. Indikator dari kerja insulin ini adalah GD2PP. (NR : 140-200
mg/dL)
Hal di atas membuat jika ingin menggunakan insulin, yang dievaluasi adalah GDP dan
GD2PP, beda dengan OHO yang mengevaluasi kadar gula / HbA1c.
Dosis penggunaan insulin dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Dosis augmentasi : yaitu dosis yang digunakan untuk membantu mengkontrol gula
darah pada pasien yang sel beta pankreasnya rusak sebagian. Kalau pada algoritma
penggunaan obat antidiabetes, dia masih dikombinasikan dengan OHO
2. Dosis replacement / pengganti : yaitu dosis yang digunakan untuk membantu
mengkontrol gula darah pada pasien yang sel beta pankreasnya rusak total. Jadi
pasien tidak lagi menggunakan OHO dan murni menggunakan insulin, baik untuk
yang basal ataupun prandial.
Dosis dan cara penggunaannya adalah sebagai berikut :

Intinya, semua disesuaikan sama kondisi GDP dan GD2PP pasien. Kalau 22nya jelek, ya
insulin yang dipakai adalah insulin prandial (IP) dan insulin basal (IB). Jika hanya GDP
yang jelek, maka berikan IB saja, kalau GD2PP saja yang jelek maka hanya diberikan IP
saja.
Cara dan lokasi penggunaan insulin (suntik subkutan) :

Hiperglikemia(EIMED PAPDI) (Ketoasidosis diabetikum nonketotik, Hiperglikemi


hiperosmolar : 3B)
Patofisiologi
Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Adanya kondisi defisiensi insulin absolut hormon kontraregulatornya akan meningkat

1. Glukagon
a. Resistensi glukosa oleh jaringan
b. Glukoneogenesis
Hiperglikemia
a. glukosa tidak bisa dipakai oleh jaringan kelaparan jaringan perombakan
lemak asam lemak bebas ketosis asidosis (ketoasidosis)
b. peningkatan tekanan osmotik dalam pembuluh darah cairan dari jaringan akan
masuk ke pembuluh darah (diuresis osmotik) dehidrasi jaringan syok
2. Katekolamin, GH, kortisol, renin, aldosteron, vasopresin arginin retensi cairan
resistensi insulin makin memperparah nomor 1
HHS
Dasar patofisiologinya sama seperti KAD hanya saja ketika terjadi diuresis osmotik, akan
terjadi penumpukan natrium karena natrium tidak bisa mengikuti air kondisi
hiperosmolar. Selain itu pada HHS juga tidak terjadi ketosis yang disebabkan karena
faktor yang belum diketahui, namun ada beberapa postulat yang mengatakan tidak
terjadinya ketosis karena adanya kondisi hiperosmolar, asam lemak bebas yang rendah
untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis
namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap glukagon
Diagnosis
KAD
1. Anak-anak, DM tipe 1
2. Trias hiperglikemia (polidipsi, polifagi, poliuri)
3. Ketosis Asidosis (ketoasidosis) nafas kussmaul (cepat dan dalam) dan bau
keton (fruity smelly)
4. Nyeri epigastrium, mual dan muntah
5. Diuresis osmotik Dehidrasi berat (turgor kulit berkurang, mulut dan bibir kering)
Syok
6. Adanya faktor pencetus, salah satunya infeksi (meskipun tanpa demam), yang paling
sering adalah pneumonia dan ISK
7. Dengan atau tanpa penurunan kesadaran (kompos mentis koma)
8. Kriteria lab :
a. Kadar glukosa > 250 mg%
b. pH < 7,35
c. HCO3 rendah
d. Anion gap tinggi
e. Keton serum +
9. Lab lebih lengkapnya :

HHS
Anamnesis
1. Berusia lanjut (>60 tahun)
2. Belum diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan
diet dan atau OHO
3. Adanya penyakit lain yang mendasari, seperti penyajit ginjal, kardiovaskular,
akromegali, tirotoksikosis, penyakit cushing
4. Adanya riwayat konsumsi obat-obatan seperti tiazide, furosemid, manitol, digitalis,
reserpin, steroid, klopromazin, hidralazin, dilantin, simetidin, haloperidol
5. Adanya faktor pencetus seperti infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, perdarahan,
gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik, dan operasi
6. KU : rasa lemah, gangguan penglihatan, kaki kejang, mual dan muntah (lebih jarang
dibandingkan KAD), keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang
atau koma
Pemeriksaan fisik
1. Dehidrasi berat (biasanya 8 12 L) dengan peningkatan BUN, dengan tanda-tanda
seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan
ekstrimitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah, peningkatan suhu
tubuh yang tidak terlalu tinggi
2. Gastroparesis distensi abdomen membaik setelah rehidrasi adekuat
3. Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia
4. Perubahan kesadaran (disorientasi koma)
5. Kejang dengan bentuk generalized, lokal, mioklonik
6. Hemiparesis yang terjadi reversibel dengan koreksi defisit cairan
Pemeriksaan laboratorium
7. Laboratorium
a. Glukosa plasma >= 600 mg/dL
b. Osmolalitas serum >= 320 mOsm
c. Bikarbonat > 15 mEq / L

Perbedaan hasil lab HHS dan KAD

Manajemen
KAD
Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang
Tujuan :
1. Memperbaiki perfusi jaringan
2. Menurunkan hormon kontraregulator meningkatkan sensitifitas insulin dan
berkurangnya glukosa plasma
Langkah
1. Kadar glukosa plasma > 200 mg% : berikan NaCl 0,5% dengan jumlah 100 mL/kgBB

a. 1 jam pertama : 1 2 L
b. 1 jam berikutnya : 1 L
2. Kadar glukosa plasma < 200 mg% : dekstrosa 5% / 10%
Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
Pemberian insulin akan menurunkan kadar glukosa (dimana ini bukan tujuan utamanya)
sebanyak 60 mg%/jam. Jika glukosa <200 mg% pemberian cairan yang mengandung
glukosa
Koreksi kalium dan bikarbonat
Koreksi kalium diperuntukkan untuk mengganti kalium yang bergerak keluar sel dan
dikeluarkan lewat urin. Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5
mEq/kgBB. Selama KAD diterapi, nanti K akan masuk ke dalam sel, sehingga K dalam
serum akan berkurang. Oleh karena itu untuk mempertahankan kadar K dalam serum,
dibutuhkan pemberian K.
Koreksi bikarbonat dilakukan secara perlahan-lahan karena apabila terburu-buru akan
menyebabkan risiko lainnya. Beberapa indikasi diberikannya bikarbonat :
1. pH < 7,1
2. Asidosis laktat dan hiperkalemia
Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta
penyesuaian pengobatan

Algoritmanya (ETRANOID):
*Suplementasi K diberikan jika K < 3,3 atau jika bikarbonat diberikan. Kalau K < 3,3
insulin jangan diberikan, sampai koreksi K dimulai
**Suplementasi K dengan nilai K 3,3 5 harus memastikan EKG normal, dan fungsi ginjal
baik

HHS prinsip manajemennya sama seperti KAD, hanya saja tidak menggunakan
bikarbonat karena tidak terjadi asidosis

Hipoglikemia (EIMED PAPDI) (Ringan 4A, berat 3B)


Diagnosis
*Glukosa plasma norma = 70-110 mg/dL

Manajemen
*50cc = 2 flakon
*Bolus Dextrose 40% bisa diulang dengan jeda 15-20 menit jika pasien belum sadar
setelah dibolus

Emergency
Keseimbangan asam basa
Konsep keseimbangan asam basa dan gangguannya
Keseimbangan asam basa dalam tubuh dijaga oleh tiga komponen, yaitu :
1. Buffer tubuh, dapat berada di :
a. Intrasel : protein, fosfat organik dan inorganik, Hb dalam eritrosit
b. Ekstrasel : disolusi mineral tulang berupa pelepasan CaCO3 dan CaHPO4
2. Organ paru
Organ paru berperan khususnya dalam membuang CO2, yang lebih bersifat asam
karena dengan dibuangnya dia, otomatis kadar asam di dalam tubuh akan berkurang.
Kenapa? Lihat kembali rumus kimia utama dalam keseimbangan asam basa di bawah
ini :
H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3-
Hasil akhir dari metabolisme dalam tubuh adalah CO2. Dimana CO2 ini dibawa ke
paru-paru untuk dikeluarkan dalam 3 bentuk, yaitu :
a. HCO3 : Bentuk terlarut dalam plasma, sifatnya asam
b. HbCO2 : bentuk terikat dengan Hb
c. H2CO3 : bentuk reaksi dengan H2O dengan enzim carbonat anhidrase di dalam
eritrosit. Dimana H2CO3 ini nantinya akan dipecah menjadi H+ dan HCO3-,
dimana H+ bersifat asam dan HCO3- bersifat basa. H+ akan diikat oleh Hb
menjadi HHb sedangkan HCO3- akan dikeluarkan ke plasma.
Dari bentuk-bentuk di atas, dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung CO2
bersifat asam karena dia merupakan bahan pembuat zat-zat kimia yang
kebanyakan sifatnya asam. (meskipun dia juga buat HCO3- yang sifatnya agak basa.
Tapi kan HCO3- juga bisa jadi asam, yasudahlah~)
Lebih parahnya lagi ketika terjadi asidosis repirasi yang disebabkan karena
hipoventilasi paru-paru, maka oksigen yang diambil oleh darah pun menjadi sedikit
karena ambilan oksigen paru akan berkurang dan kadar CO2 paru sudah kelewat
banyak hipoksemia terjadi metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat
dan CO2 semakin asidosis karena ditambah lagi dengan asidosis metabolik
3. Organ ginjal
Organ ginjal berfungsi untuk mengatur kadar HCO3- dalam tubuh. Ginjal akan
membuang HCO3- tersebut, namun tidak semuanya karena ada beberapa yang akan
direabsorbsi kembali untuk menjadi buffer dalam keseimbangan asam basa di tubuh.
Nah untuk mereabsorbsi HCO3- ini, butuh teman, karena HCO3- ini ga bisa menembus
menyebrang ke pembuluh darah. Temannya tersebut adalah H+ yang disekresikan
oleh ginjal, sehingga dia akan mengikat HCO3- menjadi H2CO3 dan transfer pun
terjadi.
HCO3- ini merupakan ion yang menjaga kadar basa dalam tubuh.
Kondisi asam basa ini dipertahankan keseimbangannya lewat mekanisme kompensasi
oleh tubuh dengan cara sebagai berikut :
1. Apabila tubuh menjadi terlalu asam : tubuh akan berusaha untuk mengeluarkan
banyak CO2 (mengurangi asam) dan mereabsorbsi banyak HCO3- (menambah basa).
Hal ini dilakukan dengan cara hiperventilasi paru-paru untuk mengeluarkan
CO2, dan mereabsorbsi HCO3- di ginjal.
2. Apabila tubuh menjadi terlalu basa : tubuh akan berusaha menyimpan banyak
CO2 (menambah asam) dan membuang banyak HCO3- (mengurangi basa). Hal ini
dilakukan dengan cara hipoventilasi paru-paru untuk menyimpan CO2 dan
membuang HCO3- di ginjal.
Sebenarnya, sistem buffer juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan asam
basa, dan merupakan sistem yang bergerak paling cepat dan paling pertama dalam
menjaga keseimbangan asam basa. Namun yang sekarang akan lebih dibahas adalah
sistem paru dan ginjal.
Nah, mekanisme kompensasi di atas tidak bisa berjalan dengan baik apabila ada
kerusakan pada paru-paru atau ginjal akibat dari komplikasi penyakit paru atau ginjal.
Hal ini membuat gangguan keseimbangan asam basa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Respiratorik : terjadi apabila terjadi kerusakan paru-paru, sehingga bisa menjadi :
a. Asidosis respiratorik : apabila terjadi peningkatan kadar CO2 akibat tidak bisa
dikeluarkan oleh paru-paru. Bisa disebabkan karena :
i. Kelebihan CO2 di dalam udara inspirasi paru-paru, misal pemakaian masker
rebreathing
ii. Penurunan ventilasi alveolar karena gangguan ventilasi akut, seperti pada
depresi pusat saraf pernafasan di otak, misal karena obat sedativum,
gangguan ventilasi pada penyakit neuromuskular (MG, ALS, GBS, MD) atau
obstruksi saluran nafas (asma bronkial, PPOK eksasrbasi akut)
Dapat diklasifikasikan menjadi (sama untuk yang lainnya juga) :
i. Asidosis respirasi akut kompensasi terbatas/belum terkompensasi
pH < 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg (belum ada kenaikan HCO3)
ii. Asidosis respirasi kronis / terkompensasi sudah terkompensasi oleh ginjal
(selama 3-5 hari)
pH = 7,35-7,45 atau mendekati normal, paCO2 > 45 mmHg dan HCO3 > 30
mmHg (sudah ada peningkatan HCO3)
b. Alkalosis respiratorik : apabila terjadi hiperventilasi penurunan kadar CO2
akibat terlalu banyak CO2 yang dikeluarkan oleh paru-paru hipokapnia
i. Peningkatan perpindahan ion intraseluler penurunan kadar serum K dan
fosfat
ii. Peningkatan pengikatan Ca terhadap albumin serum penurunan Ca
Hal di atas kemudian menyebabkan terjadinya gejala-gejala dalam alkalosis
respirasi
Dapat diklasifikasikan menjadi (sama untuk yang lainnya juga) :
i. Alkalosis respirasi akut kompensasi terbatas/belum terkompensasi
pH > 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg (belum ada kenaikan HCO3)
ii. Alkalosis respirasi kronis / terkompensasi sudah terkompensasi oleh ginjal
(selama 3-5 hari)
pH = 7,35-7,45 atau mendekati normal, paCO2 < 45 mmHg dan HCO3 < 30
mmHg (sudah ada penurunan HCO3)
2. Metabolik : apabila terjadi kerusakan ginjal atau gangguan metabolik lainnya,
sehingga bisa menjadi :
a. Asidosis metabolik : apabila terjadi :
i. Penurunan jumlah HCO3- yang disebabkan karena banyaknya HCO3- yang
dibuang oleh ginjal, misal pada kondisi renal tubular asidosis tipe 2 atau lewat
saluran gastrointestinal seperti pada enteritis berat (diare)
ii. Peningkatan jumlah hasil metabolit berupa asam (H+), misal pemecahan
glukosa dengan anaerob yang menghasilkan asam laktat, atau pemecahan
lemak yang berlebihan yang menghasilkan asam lemak
iii. Retensi ion H+ yang disebabkan karena penyakit renal tubular asidosis tipe
tipe 1 atau CKD stage III-IV
b. Alkalosis metabolik : apaila terjadi :
i. Apabila terjadi peningkatan kadar HCO3- karena banyaknya HCO3- yang
diresorbsi, hal ini bisa terjadi apabila ada :
Volume sirkulasi efektif menurun peningkatan aldosteron stimulasi
pompa2 di tubulus, misal H+-ATPase meningkatkan sekresi H+ ke
lumen meningkatkan reabsorbsi bikarbonat
Hipokloremia menurunkan kadar Cl dalam lumen tubulus
merangsang sekresi Cl sekaligus H+ ke dalam tubulus meningkatkan
reabsorbsi bikarbonat
Hipokalemia membuat tubuh mengkompensasi dengan mengeluarkan
K dari sel keluarnya K diiringi dengan masuknya H ke dalam sel
membuat H banyak disekresikan ke dalam lumen meningkatkan
reabsorbsi bikarbonat
ii. Terlalu banyak diberikan bikarbonat
iii. H+ yang banyak terbuang di saluran cerna, misal pada kondisi muntah atau
pemakaian pipa nasogastrik, dll.
Gangguan di atas bukan berarti tidak bisa dikompensasi sama sekali oleh tubuh. Tubuh
akan berusaha keras untuk mengkompensasi gangguan di atas, namun pada
kenyataannya tubuh tidak bisa mengkompensasi gangguan tersebut dan terjadilah
gangguan. Hal ini, melalui proses kompensasi yang sudah disebutkan di atas, nantinya
akan membuat perubahan pada hasil laboratorium sehingga kita bisa mengetuhi kondisi
gangguan ini apakah sudah terkompensasi atau belum.

Diagnosis
Asidosis Alkalosis Asidosis Alkalosis
Aspek
Metabolik Metabolik Respiratorik Respiratorik
Hiperventilasi Hiperventilasi
berat sesak berat sesak
nafas nafas, dada
rasa sempit,
parastesia,
kejang-kejang,
nyeri gmetaran
serta keringat
pada tangan
dan kaki
Riwayat :
a. DM
b. Pemakaian
obat-obatan
atau Hiperkapnia
Hipokapnia
hipoksia peningkatan
penurunan
yang pCO2
Riwayat : pCO2
menyebabka a. Cemas
a. muntah a. Hipoksemia
Anamnesis n delirium
yang berat
peningkatan atau
b. Pemakaian penurunan
asam laktat bingung/nga
pipa aliran darah
c. Keracunan co
nasogastrik otak
salisilat atau (confusion),
untuk kelurah
alkohol somnolence
d. RTA (Renal dekompresi neurologis
CO2
Tubular lambung misal
c. Pemakaian narkosis
Asidosis) pusing,
b. Sesak nafas
diuretika penurunan
Riwayat c. Gangguan
menyebabka kesadaran,
hipokalemia tidur dan
n sinkop dan
siangnya
hipovolemia kejang
kelemahan mengantuk
b. Hipokalsemi
otot (hipersomno
e. Gangguan a kejang2
lens)
fungsi ginjal
atau
enteritis
berat
Pemeriksaan Nafas cepat dan Penurunan Hiperventilasi
fisik dalam nafas status mental, takipnea
kussmaull bisa juga
kejang,
asterixis,
myoclonus
Penyakit paru kronis atau penyakit
Ketoasidosis Hipovolemia lainnya:
a. Aroma nafas hipotensi a. Hipoksemia sianosis
bau buah ortostatik, b. Clubbing finger
(fruity turgor kulit c. Hiperinflasi dinding thorax
smelly) menurun, vena (barrel chest)
b. Lidah, axilla, jugularis yang d. Hipersonor
kulit kering datar e. Ekspirasi memanjang
f. Mengi, ronki, dll
Gangguan
fungsi ginjal
a. Bau nafas
aroma urin Gangguan
b. Terlihat irama jantung
pucat dan
sembab/ede
ma
Keracunan
alkohol bau Cemas
nafas aroma takikardia
alkohol
RTA
hipokalemia
tidak bisa
melangkah
Pemeriksaan AGD
penunjang PPOK
a. Hb > 16 Sepsis
b. Peningkatan leukositosis,
Ketoasidosis
hematokrit biakan mikroba
pemeriksaan
keduanya pada darah,
keton dalam
menunjukkan urin, sputum
darah
adanya atau organ
polisitemia lainnya bisa +
sekunder
Gangguan ginjal
pemeriksaan Radiologi untuk mengecek
ureum dan kelainan anatomis
kreatinin darah
Keracunan
alkohol Anemia berat
Spirometri,
pemeriksaan penurunan
EMG, dll
osmolalitas hematokrit
darah
Peningkatan
asam laktat
pemeriksaan
asam laktat
dalam darah
Imbalans
elektrolit
pemeriksaan
elektrolit
urin/darah
untuk menilai
anion gap /
stroing ion
difference

AGD
Periksa apakah AGD bisa diaplikasikan atau tidak, yakni dengan cara menghitung dengan
menggunakan rumus Handerson-Hasselbalch, yaitu :
[H+] = 24 x pCO2 / [HCO3]
Harusnya antara kiri dan kanan harus sama. Nah kadar [H+] dihitung dari nilai pH hasil
AGD, yakni dengan cara sebagai berikut :
1. pH 7,20 : kadar [H+] = 100 x 0,8 x 0,8 nmol/L
2. pH 7,10 : kadar [H+] = 100 x 0,8 nmol/L
3. pH 7,00 : kadar [H+] = 100 nmol/L
4. pH 6,90 : kadar [H+] = 100 x 1,25 nmol/L
5. pH 6,80 : kadar [H+] = 100 x 1,25 x 1,25 nmol/L
dst, ikutin aja polanya. Terus pCO2 dan [HCO3-] kan sudah ada hasilnya dari AGD, tinggal
dimasukin aja. Nanti kalo bisa dipake yang kanan = kiri, kalo ga bisa ya berarti ga sama
antara kanan dan kiri.
Setelah dapat dipastikan sama antara kanan dan kiri, kemudian baru kita mencari
apakah diagnosisnya, sebagai berikut :
Asidosis metabolik
1. pH < 7,4
2. HCO3- < 24 mEq/L
3. pCO2 < 40 mmHg
kemudian bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asidosis metabolik simpel : penurunan HCO3- 1 mEq/L dari 24 mEq/L penurunan
pCO2 1,2 mmHg dari 40 mmHg
2. Asidosis metabolik kompleks atau campuran : penurunan HCO3- 1 mEq/L dari 24
mEq/L
a. penurunan pCO2 < 1,2 mmHg dari 40 mmHg asidosis metabolik + asidosis
respiratorik
besaran pH akan lebih rendah dibandingkan dengan asidosis metabolik simpel
b. penurunan pCO2 > 1,2 mmHg dari 40 mmHg asidosis metabolik + alkalosis
respiratorik
besaran pH akan sama dengan atau lebih besar dibandingkan dengan asidosis
metabolik simpel
Inget aja kalo yang bercampur dengan asidosis pasti kadar pCO2 nya akan lebih besar
dibandingkan dengan yang bercampur dengan alkalosis. Makanya kalo udah tau
harusnya kadar pCO2 nya untuk asidosis metabolik simpel (misal X), liat aja apakah
kadar pCO2 dari hasil lebih besar atau lebih kecil dari X. kalo lebih besar berarti
bercampur dengan asidosis, dan sebaliknya.
Setelah itu bisa dilakukan penghitungan anion gap dengan rumus :
Na+ - (HCO3- + Cl-)
Na+ merupakan countable kation
HCO3- dan Cl- merupakan countable anion
Dengan nilai normal AG = 7-13 mEq/L (kayaknya kadar normal AG tidak begitu
dipengaruhi sama HCO3- soalnya lihat nomor 2 di bawah). Kemudian bisa diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut :
1. jika AG lebih dari normal adanya penambahan uncountable anion yang
dikompensasi dengan penambahan countable kation misal penambahan asam
laktat, asam hidroksibutirat (AG > 25), atau asidosis metabolik biasa (AG > 15)
2. jika AG normal atau non AG menunjukkan HCO3- nya turun misal pada enteritis,
RTA atau pemakaian penghambat karbonik anhidrase
Alkalosis metabolik
1. pH > 7,4
2. HCO3- > 24 mEq/L
3. pCO2 > 40 mmHg
kemudian bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Alkalosis metabolik simpel : peningkatan HCO3- 1 mEq/L dari 24 mEq/L
peningkatan pCO2 0,7 mmHg dari 40 mmHg
2. Alkalosis metabolik kompleks atau campuran : penurunan HCO3- 1 mEq/L dari 24
mEq/L
a. penurunan pCO2 < 0,7 mmHg dari 40 mmHg alkalosis metabolik + alkalosis
respiratorik
besaran pH akan sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan alkalosis metabolik
simpel
Contoh : pemberian diuretika pada kasus gagal jantung atau sirosis hati
b. penurunan pCO2 > 0,7 mmHg dari 40 mmHg alkalosis metabolik + asidosis
respiratorik
besaran pH akan lebih rendah dibandingkan dengan alkalosis metabolik simpel
Contoh : pemberian diuretika pada kasus PPOK
Prinsipnya sama seperti asidosis metabolik
Asidosis respiratorik
1. pH < 3,5
2. PaCO2 > 45 mmHg
Alkalosis respiratorik
1. pH > 7,45
2. PaCO2 < 35 mmHg

Manajemen
Asidosis metabolik
1. Sesak nafas berat tidur terlentang setengah duduk
2. Jika terjadi hipokalsemia berikan kalsium glukonas 1 gram (90 mg elemental
kalsium) IV sebelum pemberian bikarbonat
3. Pemberian bikarbonat
a. Hitung ruang bikarbonat dengan rumus :
{0,4 + (2,6 : [HCO3-])} x BB (kg)
Hitung ruang bikarbonat sekarang dan ruang bikarbonat target
b. Hitung kebutuhan bikarbonat dengan rumus :
Rata-rata ruang bikarbonat x berat badan x (kadar bikarbonat target-kadar
bikarbonat plasma)
c. Berikan bikarbonat terhitung antara 1-8 jam, tergantung dari :
i. Jika kondisinya letal dengan pH < 7 atau HCO3 < 5 mEq/L
Dalam durasi 1 jam nya diberikan
Dalam durasi 4 jam nya lagi diberikan
ii. Jika kondisinya tidak letal dalam waktu 4-8 jam
Alkalosis metabolik
1. Hipovolemia larutan NaCl-isotonik
2. Hipokalemia NaCL-isotonik + KCl
3. Hipokloremia larutan NaCl-isotonik
4. Edema pada gagal jantung atau sirosis hati
a. Pemberian penghambat karbonik anhidrase acetazolamid 250-375 mg/1-2 dd
b. Larutan HCl dalam NaCl isotonik (150 mEq/L) melalui vena besar karena HCl
bersifat iritatif.
Dosis HCl = 0,5 x BB (kg) x (HCO3 plasma 24). Lama pemberian antara 8-24 jam
Asidosis respiratorik
Perbaiki penyakit dasarnya
1. Obesitas : memberikan diet dan latihan-latihan fisik yang ketat
2. PPOK : stop merokok dan latihan pernafasan dada, pemberian bronkodilator
3. Pasien narkoba : merubah pola hidup, pemberian antidotum opiat (naloxone)
Manajemen keakutan
1. Terapi bikarbonat (seperti cara di atas) pada pH yang sangat rendah
2. Terapi oksigen
Alkalosis respiratorik jarang mengancam jiwa sehingga intervensi memperkecil pH
tidak diperlukan
1. Sindrom hiperventilasi
a. Psikologis untuk mengurangi stress
b. Edukasi
c. Inspirasi CO2 melalui Rebreathing Mask
d. Pemberian sedativum serta anti depresan dapat dipertimbangkan
2. Gangguan paru : stop rokok

You might also like