Professional Documents
Culture Documents
Arus Angin
Sistem-sistem arus utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang
berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-
masing daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tak
berubah-ubah.
Tulang punggung system ini adalah angin Pasat Timur Laut yang bertiup dari
timur laut ke barat daya diantara khatulistiwa dan 30 Lintang Utara, serta angin
Pasat Tenggara pada posisi yang sama di sebelah selatan khatulistiwa,
menggerakkan udara dari tenggara ke barat laut. Diantara 30 60 Lintang
Utara dan 30 60 Lintang Selatan, angin barat bertiup dari barat daya ke timur
laut di belahan bumi utara dan dari barat laut ke tenggara di belahan bumi
selatan. Angin-angin ini mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan
suatu gerakan horizontal yang mampu mengangkut suatu volume air yang
sangat besar melintasi jarak jauh di lautan.
Pengaruh Gaya Coriolis
Arus laut membelok membentuk suatu polar melingkar yang bergerak mengikuti
arah jarum jam pada Belahan Bumi Utara dan kebalikan arah jarum jam pada
Belahan Bumi Selatan. Pembelokan dan gerak melingkar ini diakibatkan oleh
adanya gaya Coriolis. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada
porosnya.
Karena adanya panas, air akan memuai sehingga tekanannya mengeci. Udara
bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Oleh karena fluida mempunyai
sifat saling bergesekan, maka terdapat gaya untuk mempertahankan diri dalam
posisinya. Sementara itu bumi berputar, sehingga terjadi penyimpangan.
Berputarnya planet bumi mengakibatkan suatu perubahan arah gerakan air.
Karena arah rotasi bumi dari barat ke timur dan karena pembelokan arus yang
disebabkan oleh angin pasat, maka air di daerah khatulistiwa bergerak dari timur
ke barat, menumpuk air di sebelah barat pasu lautan. Ketika air menumpuk di
sebelah barat, air ini bertemu dengan massa daratan yang berbentuk benua dan
gugusan pulau-pulau dan dibelokkan ke utara dan selatan, sebagai arus
perbatasan benua. Arus-arus perbatasan ini pada gilirannya bergerak ke arah
kutub, jatuh di bawah pengaruh angin barat. Angin barat menambah energi arus-
arus ini dan mendorongnya ke arah timur, akhirnya melintasi pasu lautan dan
mengembalikan air ke sebelah timur pasu lautan. Massa daratan benua di
sebelah timur membelokkan gerakan air ke arah khatulistiwa. Pola lingkaran arus
yang sangat besar ini disebut gyre dan terdapat pada semua pasu utama.
Arus Geostropik
Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu
pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat,
maka arah gerak partikel akan sejajar dengan garis isobar. Pada saat itu terjadi
keseimbangan antara gaya gradien tekanan dengan gaya coriolis. Pergerakan ini
disebut dengan arus geostropik.
Keseimbangan geostropik dinyatakan dengan (du/dt = dv/dt = 0). Sedangkan
kecepatan geostropik dirumuskan sebagai berikut :
vg = (1/rf) (p/x)
vfg = -(1/rf) (p/y)
Apabila dipilih sumbu x terletak sepanjang isobar dan menyatakan gradien
tekahan sebagai beda (finite difference), maka :
vg = (1/rf) (dr/r)
dimana vg adalah kecepatan arus geostropik dan dr adalah jarak tegak lurus
antara dua isobar.
Arus geostropik adalah arus yang terjadi pada saat ada keseimbangan antara
gradien tekanan dengan gaya coriolis dimana arah arus sejajar dengan arah
garis isobar.
Arus Putar
Apabila gerakan partikel air tidak membentuk lintasan lurus, maka harus ada
gaya satu lagi yaitu gaya sentrifugal akibat lengkungan lintasan. Hal ini berbeda
dengan gaya akibat coriolis. Jadi ada tiga gaya yang bekerja pada arus putar,
yaitu gaya coriolis, gaya gradien tekanan dan gaya sentrifugal.
Gaya gradien tekanan bergerak dari high menuju ke low dan searah denga gaya
sentrifugal. Sementara itu ada gaya coriolis yang berlawan arah. Pada Bumi
Bagian Utara, arah arus dibelokkan ke kanan dan pada Bumi Bagian Selatan
dibelokkan ke kiri. Persamaan arus putar adalah :
f v = [(1/r) (r/r)] + (v2/r)
Arus Inersia
Pada saat angina yang membawa arus tiba-tiba berhenti berhembus, momentum
air tidak berhenti tiba-tiba, sehingga gaya gesekan dan gaya coriolis masih
bekerja. Di laut dalam, gaya gesekan sangat kecil, tapi gaya coriolis tetap
bekerja. Gerakan dibawah pengaruh gaya coriolis disebut dengan arus inersia.
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin muson.
Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan
relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk
terjadinya suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan
Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut
Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai
Laut Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara, arah arus sepenuhnya
berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan
(Wyrtki, 1961).
Perairan Indonesia merupakan perairan di mana terjadi lintasan arus yang
membawa massa air dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia yang biasanya disebut
Arus Lintas Indonesia/Arlindo (Fieux et al., 1996b). Massa air Pasifik tersebut
terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan (Tomascik et al., 1997a;
Wyrtki, 1961; Ilahude and Gordon, 1996; Molcard et al., 1996; Fieux et al.,
1996a). Terjadinya arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat
tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut
mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari
pada Lautan Hindia bagian timur. Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang
mengakibatkan mengalirnya arus dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Arus
lintas Indonesia selama Muson Tenggara umumnya lebih kuat dari pada di Muson
Barat Laut.
Sumber air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian utara dan
selatan. Perairan Selat Makasar dan Laut Flores lebih banyak dipengaruhi oleh
massa air laut Pasifik Utara sedangkan Laut Seram dan Halmahera lebih banyak
dipengaruhi oleh massa air dari Pasifik Selatan. Gordon et al. (1994) mengatakan
bahwa massa air Pasifik masuk kepulauan Indonesia melalui 2 (dua) jalur utama,
yaitu:
a. Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut Sulawesi
dan Basin Makasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat Lombok dan
berakhir di Lautan Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah timur terus
ke Laut Flores hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Lautan Hindia melalui
Laut Timor.
b. Jalur timur dimana massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
terus ke Laut Banda. Dari Laut Banda, menurut Gordon (1986) dan Gordon et al.,
(1994) massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute. Rute utara Pulau Timor
melalui Selat Ombai, antara Pulau Alor dan Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan
Selat Rote, sedangkan rute selatan Pulau Timor melalui Basin Timor dan Selat
Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua Australia.
BAB VII. CAHAYA DALAM AIR
Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik ang bergerak dengan kecepatan
ang mendekati 3 x 108 ms-1 dalam ruang hampa. Dalam air laut kecepatan
tersebut berkurang menjadi 2,2 x 108 ms-1. Ketika cahaya menjalar dalam air,
intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap jarak dari titik sumber.
Kehilangan intensitas cahaya secara eksponensial disebut atenuasi. Hal ini
disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. Penyerapan
Proses ini melibatkan konversi energi elektromagnetik ke bentuk lain yang
biasanya energi panas atau kimia. Penyerap cahaya dalam air laut antara lain
alga, bahan organic dan inorganic, senyawa-senyawa organic terlarut dan air.
2. Penyebaran
Proses ini merupakan proses merubah arah energi elektromagnetik hasil multi
refleksi dari partikel-partikel tersuspensi. Penyebaran biasanya kedepan pada
sudut yang kecil kecuali oleh partikel yang sangat kecil, yaitu jalur penyebaran
cahaya hingga sedikit terdefleksi dari arah awal penyebaran.
Di zona fotik dan bagian atas zona afotik, benda-benda di dalam laut diterangi
oleh sinar matahari (atau cahaya bulan) yang intensitasnya berkurang secara
eksponensial terhadap kedalaman karena diatenuasi oleh penyerapan dan
penyebaran. Downwelling irradiance terdifusi tanpa arah karena penyinaran
cahaya pada suatu objek di bawah air tidak mengambil jalur terpendek di
permukaan laut, dan cahaa tersebar jayh dari objek dan ke arahnya. Supaa objek
terlihat, sinar yang keluar dari objek harus secara langsung karena bayangan
ang coherent hanya terbentuk jika cahaya langsung dari objek ke mata atau
kamera.
Pengukuran cahaya
Alat yang digunakan untuk pengukuran cahaa bawah air terbagi dalam tiga
katagori, yaitu :
1. Beam transmissometer, mengukur atenuasi cahaya parallel dari sumber
intensitas yang diketaui dalam jarak tetap. Rasio intensitas cahaya di sumber
dan penerima memberikan pengukuran langsung koeefisien atenuasi untuk
cahaya langsung, yaitu persentase kehilangan intensitas cahaya (dalam decimal)
per meter jarak.
2. Irradiance meter menerima cahaya datang dari semua arah. Cahaa tersebut
biasanya diterima oleh bulatan Teflon atau hemister ang mengukur cahaya
ambient downwelling dari pemukaan, yaitu downwelling irradiance. Dengan
mengukur intensitas cahaa pada kedalaman yang berbeda, koefisien atenuasi
(dalam hal ini adalah koefisien atenuasi difusi) untuk downwelling
irradiance tanpa arah dapat ditentukan. Ini merupakan koefisien tepat untuk
studi produksi utama fotosintetik karena berhubungan dengan pengurangan
eksponensial intensitas downwelling irradiance dan selanjutnya terhadap
kedalaman zona fotik.
3. Turbiditas meter atau nephelometer mengukur langsung penyebaran dalam
air. Collimatedbeam menyinari volume air tertentu yang menyebarkan cahaa ke
segala arah. Penerima ditunjukkan di tengah volume sebaran dan dapat dirotasi
ke sekitarnya sehingga variasi dalam kehilangan sebaran dengan arah relatif
terhadap cahaya dapat ditentukan (Gambar 9.3). Bila tingkat sebaran
behubungan dengan jumlah materi tersuspensi dalam
air, nephelometer memberikan pengukuran jumlah turbiditas, aitu konsentrasi
materi tersuspensi. Nephelometer digunakn untuk mengukur konsentrasi
sediment tersuspensi di laut dalam dan memberikan informasi mengenai
distribusi dan laju arus dasar.