You are on page 1of 10

66

SIFAT DASAR PEREKAT LIKUIDA KAYU DARI BEBERAPA JENIS KAYU


(CHARACTERISTIC OF WOOD LIQUID ADHESIVES FROM SEVERAL WOOD SPECIES)

Iwan Risnasari1) dan Surdiding Ruhendi2)


1)
Departeman Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara-Medan,
Email: i_risnasari@yahoo.com
2)
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor-Bogor

Abstract

Sawdust wood wastes could be converted into adhesives through liquefaction by phenol. Wood liquids
made of Jati (Tectona grandis), Damar (Agathis spp) and Keruing (Dypterocarpus spp) sawdust was
investigated. The quality of wood liquids in terms of specific gravity, viscocity, pH, resin solid content,
gelating time and colour was compared to Phenol Resorsinol Formaldehyde (PRF) as a standard. These
three species of wood were chosen based on the extractive content representation which was high for
Jati, medium for Keruing and low for Damar. Wood in the form of sawdust (40 mesh) was liquefied in
phenol (wood: phenol = 1 : 5 (w/w)) at 100oC for 30 minute, adding NaOH and finally adding
formaldehyde with F/P ratio of 2.1. The aim of this research is to find out the effect of extractive of
wood waste to quality of wood liquids. Research resulst indicated, that specific gravity, viscocity and
resin solid content of wood liquids were very close to those of PRF, except gelating time was shorter
and the colour which was darker. Between species of wood shown that the higher the extractive
content the longer the gelating time and the higher the solid content. Meanwhile the average value of
specific gravity, color and pH were almost the same. The extractive content implies the quality of
wood liquids.
Keywords: adhesive, extractive, liquefaction, wood liquids

Abstrak

Limbah kayu berupa serbuk kayu (sawdust) berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku perekat
melalui metode liquifikasi kayu dengan fenol. Likuida kayu dibuat dari jenis kayu jati, keruing dan
agatis. Kualitas kayu berupa berat jenis, viskositas, pH, kadar padatan, waktu gelatinasi, dan warna
dibandingkan dengan Phenol Resorsinol Formaldehyde (PRF) sebagai standar. Ketiga jenis kayu ini
dipilih berdasarkan kadar zat ekstraktif yang dikandungnya, yaitu tinggi untuk jati, sedang untuk
keruing dan rendah untuk agatis. Kayu dalam bentuk serbuk (40 mesh) diliquifikasi dengan fenol (kayu:
fenol = 1 : 5 (w/w) pada temperatur 100oC selama 30 menit. Kemudian dilakukan penambahan sodium
hidroxida dan formalin dengan molar rasio F/P = 2,1. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pengaruh kandungan zat ekstraktif pada limbah kayu terhadap kualitas likuida kayu yang dihasilkan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa berat jenis, viskositas dan kadar likuida kayu mendekati PRF,
kecuali waktu gelatinasi yang pendek dan warna yang gelap. Tingginya kadar ekstraktif menunjukkan
tingginya waktu gelatinasi dan kadar padatan. Sementara nilai rata-rata berat jenis, warna, dan pH
hampir sama. Kadar zat ekstraktif mempengaruhi kualitas dari likuida kayu yang dihasilkan. Senyawa
lain yang juga berperan penting dalam mempengaruhi kualitas perekat tersebut adalah terpena dan
damar.
Kata kunci: perekat, ekstraktif, liquifikasi, likuida kayu

PENDAHULUAN bahan kayu tersebut. Marimin et a.l (2000)


mengungkapkan bahwa kebutuhan kayu pada
Kebutuhan manusia terhadap kayu tahun 2004 diperkirakan akan mencapai 51 juta
sebagai bahan bangunan hingga peralatan rumah m3, sementara data dari Direktorat Jenderal Bina
tangga akan semakin meningkat seiring dengan Produksi Kehutanan (2004) menunjukkan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk dan produksi kayu bulat pada tahun 2004 hanya
berkembangnya teknologi. Namun peningkatan sebesar 13.548.938 m3. Berdasarkan data hasil
kebutuhan ini tidak diimbangi oleh ketersediaan perhitungan tersebut maka dapat dilihat bahwa

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
Sifat Dasar Perekat Likuida Kayu dari Beberapa Jenis Kayu... 67

kesenjangan antara demand dan supply kayu bulat tetapi juga dapat mengatasi permasalahan limbah
Indonesia cukup besar dan ada kecenderungan yang melimpah saat ini. Limbah yang mengandung
semakin lama semakin besar. lignoselulosa yang tersedia tentunya sangat
Di lain pihak, pemanfaatan kayu solid beragam dari segi jenis kayu yang merupakan
yang ada hingga saat ini masih belum efisien. sumber limbah tersebut. Kondisi yang demikian
Hal ini ditunjukkan oleh tingginya volume akan menghasilkan kualitas perekat yang
limbah yang dihasilkan, baik limbah yang dihasilkan berbeda-beda sesuai dengan jenis
dihasilkan dari kegiatan penebangan maupun limbah kayu yang digunakan.
limbah dari industri pengolahan kayu. Melihat Dengan demikian perlu untuk
fenomena tersebut, maka jalan keluar yang mengetahui pengaruh zat ekstraktif yang ada
dapat dilakukan adalah dengan mengurangi didalam limbah kayu terhadap kualitas perekat
ketergantungan terhadap penggunaan kayu solid yang dihasilkan. Pengaruh zat ekstraktif ini
dengan cara mensubstitusi penggunaan kayu dapat diketahui jika limbah-limbah kayu yang
solid tersebut dengan bahan lain yang digunakan memiliki kandungan zat ekstraktif
mempunyai potensi besar. Bahan lain yang yang berbeda nyata, yaitu sesuai dengan
mempunyai potensi cukup besar tersebut adalah klasifikasi zat ekstraktif (rendah, sedang dan
limbah kayu dan limbah yang berbahan tinggi).
lignoselulosa lain seperti limbah hasil pertanian
dan perkebunan yang juga menimbulkan masalah BAHAN DAN METODE
cukup serius dalam hal penanggulangannya. Bahan-
bahan berlignoselulosa tersebut dapat diolah Penelitian ini menggunakan bahan baku
menjadi suatu produk yang dapat menggantikan berupa serbuk kayu berukuran 40 mesh yang
kedudukan kayu solid, yaitu produk papan memiliki kandungan zat ekstraktif berbeda dari
komposit. Istilah papan komposit adalah produk jenis kayu jati, keruing dan agatis. Bahan lainnya
kayu yang terbuat dari potongan yang lebih kecil adalah larutan fenol teknis, formalin NaOH 40%,
dan direkat bersama-sama (Bodig dan Jayne, H2SO4 98% dan aquades.
1982; Maloney, 1996). Penggunaan istilah Proses pembuatan likuida kayu dimulai
komposit kayu saat ini meliputi produk panel- dengan persiapan bahan baku berupa serbuk
panel kayu, molded products, in-organic-bonded kayu berukuran 40 mesh dan penentuan kadar
products, dan produk kayu lainnya (Bao dan air setiap jenisnya. Serbuk kayu tersebut siap
Eckelman, 1995). digunakan setelah kadar airnya mencapai 5%.
Untuk menghasilkan produk-produk Selain itu juga ditentukan kadar ekstraktif
tersebut, maka mutlak diperlukan adanya masing-masing jenis dengan menggunakan
perekat (adhesive), yaitu suatu substansi yang metode kelarutan dalam air dingin.
dapat menyatukan dua buah benda atau lebih Serbuk kayu berukuran 40 mesh dengan
melalui ikatan permukaan. Sehingga di masa kadar air 5% dari masing-masing jenis
mendatang kebutuhan perekat akan semakin disiapkan untuk dimodifikasi dengan cara
meningkat. Namun industri perekatan di mencampurkan serbuk kayu dengan larutan
Indonesia saat ini belum mampu memenuhi fenol teknis dengan perbandingan 1 : 5
kebutuhan pasar. Dengan demikian perlu berdasarkan berat. Kemudian dilakukan
dilakukan upaya-upaya untuk dapat penambahan H2SO4 98% sebanyak 5% dari jumlah
menghasilkan perekat alternatif yang dapat larutan fenol. Campuran diaduk hingga merata
menggantikan perekat sintetis yang ada saat ini. dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 30
Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu menit atau sampai larutan menjadi homogen.
dengan mengkonversi serbuk kayu dengan Larutan yang sudah homogen tersebut
proses kimia sederhana, di mana produk perekat didinginkan dan siap digunakan sebagai likuida
yang dihasilkannya dikenal dengan likuida kayu. kayu.
Likuida kayu merupakan hasil reaksi antara Perekat utama hasil liquifikasi dicampur
lignin yang ada dalam serbuk kayu dan senyawa dengan NaOH 40% sampai pH-nya menjadi 11,
aromatik alkohol pada suhu tinggi, sehingga kemudian ditambahkan formalin pada molar
didapatkan suatu larutan yang dapat digunakan rasio F/P : 2.1. Selanjutnya perekat yang telah
sebagai perekat (Ruhendi et al, 2000). Teknologi jadi siap diaplikasikan pada produk.
ini akan sangat bermanfaat, karena selain dapat Analisis kualitas perekat berupa berat
menghasilkan produk perekat alternatif yang jenis, viskositas, kadar padatan, waktu gelatinasi
dapat mensubstitusi penggunaan perekat sintetis dan derajat keasaman (pH) dilakukan

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
68 Sifat Dasar Perekat Likuida Kayu dari Beberapa Jenis Kayu...

berdasarkan standar SNI 06-0121-1987 tersebut diasumsikan karena serbuk agatis lebih
mengenai kualitas perekat fenol formaldehid. bersifat volumenous dibandingkan serbuk kayu
Berat Jenis ditentukan dengan lainnya, sehingga dapat menambah berat
memasukkan aquades ke dalam piknometer 50 perekat.
ml yang telah dikeringkan dan diketahui
beratnya. Kemudian ditimbang. Setelah air Viskositas
dibuang dan piknometer dikeringkan, maka Tabel 1 memperlihatkan nilai viskositas
sampel perekat dimasukkan ke dalam perekat likuida kayu jati dan keruing termasuk
piknometer dan ditimbang. ke dalam kisaran viskositas yang dipersyaratkan
Viskositas perekat ditentukan dengan berdasarkan SNI 06-0121-1987 untuk perekat
memasukkan perekat ke dalam gelas piala 100 fenol formaldehid, sedangkan perekat likuida
ml dan diaduk hingga tidak ada udara di dalam kayu agatis tidak memenuhi persyaratan. Nilai
perekat tersebut. Bandul atau rotor dari alat viskositas dari perekat likuida kayu jati dan
viskotester dimasukkan ke dalam perekat hingga keruing tidak jauh berbeda meskipun keduanya
alat menunjukkan nilai yang konstan. memiliki kandungan zat ekstraktif yang berbeda.
Derajat Keasaman (pH) diketahui dengan Namun untuk perekat dari serbuk agatis yang
memasukkan perekat ke dalam gelas piala 100 memiliki kandungan zat ekstraktif lebih rendah
ml, kemudian dicelupkan ujung kertas lakmus mempunyai nilai viskositas yang lebih tinggi
pada perekat tersebut. Setelah itu dilihat dibandingkan perekat lainnya. Hal tersebut
perubahan warna yang terjadi pada kertas diasumsikan, meskipun serbuk kayu agatis
lakmus yang menunjukkan nilai pH tertentu. memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih
Kadar Padatan ditentukan dengan rendah, namun disisi lain agatis yang termasuk
menimbang masing-masing sampel perekat ke jenis conifer memiliki kandungan senyawa-
dalam wadah yang sudah diketahui beratnya dan senyawa lain seperti terpena dan damar.
dioven pada suhu (103 2) 0C selama 24 jam. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lee
Setelah dikeluarkan dari oven, sampel perekat (2000) di China, bahwa perekat yang dihasilkan
segera dimasukkan ke dalam eksikator sampai dari liquifikasi terhadap serbuk kayu China fir
dingin kemudian ditimbang. (Cunninghamia lanceolata) dengan menggunakan
Waktu Gelatinasi ditentukan dengan cara katalis H2SO4 mempunyai nilai viskositas yang
contoh uji perekat dimasukkan ke dalam tabung tinggi serta waktu gelatinasi yang lebih pendek.
reaksi 100 ml dengan catatan waktu saat ini (To). Disamping faktor kandungan senyawa
Tabung reaksi dan perekat dimasukkan ke dalam terpena dan damar, faktor berat jenis kayu juga
water bath dengan suhu 900C. Sampel berpengaruh. Dengan berat yang sama antara
diperhatikan dengan seksama sampai terjadi serbuk kayu agatis dengan serbuk kayu jati dan
suatu ketidaknormalan yang dapat berupa keruing, namun karena berat jenis kayu agatis
perubahan viskositas, pengerasan atau lebih rendah daripada berat jenis kayu jati dan
perubahan warna. keruing, maka volume serbuk kayu agatis lebih
besar daripada serbuk kayu lainnya (hampir dua
HASIL DAN PEMBAHASAN kalinya). Viskositas yang tinggi juga disebabkan
oleh residu serat kayu agatis setelah liquifikasi
Hasil ekstraksi terhadap ketiga jenis lebih tinggi.
serbuk kayu dengan metode kelarutan air dingin Viskositas tersebut dapat mempengaruhi
menunjukkan nilai 4,29% untuk jati, 2,12% untuk kemampuan penetrasi perekat dan pembasahan oleh
keruing dan 0,6 untuk agatis. Perekat yang perekat. Penetrasi dan pembasahan berlangsung
dibuat dari ketiga jenis serbuk dengan bersama-sama antara kayu dengan perekat yang
kandungan zat ekstraktif yang berbeda tersebut dipakai. Semakin kecil viskositas perekat, maka
mempunyai sifat-sifat seperti pada Tabel 1. semakin besar kemampuan perekat untuk
mengalir, berpindah dan mengadakan penetrasi
Berat Jenis dan pembasahan. Dengan demikian maka
Berat jenis dari likuida kayu yang kualitas perekatan akan meningkat sampai pada
dihasilkan berkisar antara 1,23 1,25, di mana batas keenceran tertentu, karena perekat yang
nilai tersebut lebih besar dari nilai standar berat terlalu encer akan menurunkan nilai keteguhan
jenis untuk perekat fenol formaldehida yaitu reka
sebesar 1,194. Berat jenis yang paling tinggi
dihasilkan dari perekat likuida kayu agatis. Hal

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
Sifat Dasar Perekat Likuida Kayu dari Beberapa Jenis Kayu... 69

Tabel 1. Sifat-sifat dasar perekat likuida kayu

No. Pengujian Jenis Serbuk Kayu SNI 06-0121-1987


Jati Keruing Agatis
1. Berat Jenis 1,23 1,22 1,25 1,194
2. Viskositas (Poise) 4,7 4,2 6,4 0,5 5 poise
3. Derajat Keasaman (pH) 11,0 11,0 11,0 Minimal 7
4. Kadar Padatan (%) 59,74 63,04 62,79 Minimal 42%
5. Waktu Gelatinasi (menit) 15:20 13:25 7:10 3 30 menit
6. Warna Cairan Cairan Cairan Cairan coklat kehitaman
hitam hitam hitam

Derajat Keasaman (pH) adalah perekat dari serbuk kayu agatis, yaitu 7
Derajat keasaman perekat dari ketiga menit 10 detik. Hal ini diakibatkan oleh volume
serbuk kayu seragam karena sebelum ditambahkan serbuk kayu agatis yang lebih besar
formalin, pH sudah diatur dengan menambahkan dibandingkan dengan volume serbuk kayu agatis
NaOH 40% sampai mencapai pH 11. dan keruing untuk berat yang sama. Sehingga
Dalam proses pembuatannya likuida dengan bertambahnya volume serbuk akan
kayu di atur ber-pH tinggi karena menurut mengurangi jumlah pelarut di dalam perekat,
Kollman et al (1975) dalam Ruhendi (2000), pH dengan demikian perekat likuida kayu agatis
yang sangat rendah dapat menyebabkan membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk
kerusakan pada kayu. Selain itu derajat mengental atau membentuk gel sehingga tidak
keasaman tinggi pada perekat mempunyai dua dapat digunakan lagi.
fungsi, yaitu untuk membersihkan permukaan kayu
yang akan direkat dengan cara melarutkan Warna
kontaminan yang ada dan untuk mengembangkan zat Warna dari ketiga likuida kayu
kayu serta membuka struktur dinding sel sehingga mempunyai penampakan yang relatif sama, yaitu
akan memperbaiki penetrasi dari perekat. berwarna hitam. Sedangkan perekat fenol
formaldehida berwarna coklat kehitaman.
Kadar Padatan Warna hitam pada likuida kayu disebabkan oleh
Kadar padatan dari semua jenis perekat lignin pada kayu dan bahan kimia lain yang
likuida kayu memenuhi standar SNI 06-0121- merupakan hasil konversi komponen
1987 untuk perekat fenol formaldehida yaitu holoselulosa pada kayu akibat kombinasi
minimal 42%. Kadar padatan paling tinggi adalah perlakuan panas dan kimia. Pada likuida kayu
dari jenis serbuk kayu keruing, karena dari serbuk kayu agatis warnanya agak mengkilat
dibandingkan serbuk kayu jati yang memiliki setelah perekat tersebut mengering. Tidak
kandungan zat ekstraktif lebih tinggi dan kayu demikian halnya dengan perekat dari serbuk
agatis dengan senyawa damarnya, maka lebih kayu jati dan keruing yang cenderung agak
banyak zat yang tidak dapat menguap pada kayu kusam setelah mengering. Diduga karena adanya
keruing. senyawa damar pada serbuk kayu agatis yang
Ikatan rekat maksimum dapat terjadi membuatnya berwarna hitam mengkilat.
jika perekat dapat membasahi semua permukaan
kayu sehingga terjadi kontak antara molekul KESIMPULAN
perekat dan molekul kayu yang pada akhirnya
akan mempunyai daya tarik intermolekul lebih Kesimpulan yang dapat diambil dari
baik. hasil penelitian ini antara lain:
1. Untuk berat jenis, derajat keasaman, kadar
Waktu Gelatinasi padatan, dan waktu gelatinasi dari ketiga
Waktu gelatinasi adalah waktu yang perekat likuida kayu memenuhi standar yang
dibutuhkan perekat untuk mengental atau dipersyaratkan oleh SNI 06-0121-1987 untuk
membentuk gel, sehingga tidak dapat digunakan perekat fenol formaldehida.
lagi setelah dicampur atau ditambah bahan lain 2. viskositas pada perekat likuida kayu agatis
seperti katalis. Waktu gelatinasi dari ketiga tidak memenuhi persyaratan SNI 06-0121-
likuida kayu memenuhi standar yang 1987 untuk perekat fenol formaldehida.
dipersyaratkan oleh SNI 06-0121-1987 untuk
perekat fenol formaldehida yaitu 3 30 menit. Dari rata-rata nilai parameter penentu
Waktu gelatinasi yang paling singkat kualitas perekat likuida kayu, kandungan zat

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
70 Sifat Dasar Perekat Likuida Kayu dari Beberapa Jenis Kayu...

ekstraktif pada masing-masing jenis kayu tidak Marimin, MY Massijaya, A Hermawan, Kusnanto,
menunjukkan perbedaan di dalam sifat-sifat Muslich, Mudjijanto. 2000. Analisis
dasar perekat. Supply Demand Hasil Hutan Kayu. Lembaga
Penelitian IPB Bekerjasama dengan
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan
Produksi Departemen Kehutanan dan
Bao Z and CA Eckelman. 1995. Fatique Life and Perkebunan.
Design Stresses for Wood Composites Used
in Furniture. Forest Product Journal. 45 Ruhendi S, F Febrianto dan N Sahriawati. 2000.
(7/8). 59-63. Likuida Kayu untuk Perekat Kayu Lapis
Eksterior. Jurnal Ilmu Pertanian Industri.
Bodig J. and BA Jayne. 1982. Mechanics of Wood 9(1).
and Wood Composites. Van Nostrand
Reinhold Company. New York. Sahriawati N. 2000. Liquifikasi Serbuk Tiga Jenis
Kayu dan Pemanfaatannya dengan Filler
Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Tepung Sekam untuk Perekat Kayu Lapis
2004. Meranti Merah (Shorea sp). Skripsi
http://www.dephut.go.id/informasi/stati Jurusan Teknologi Hasil Hutan.
stik/2004/BPK/IV_2_1.pdf Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Lee W. 2000. Liquefaction of Wood Residue and Its Standar Nasional Indonesia. 1987. Kualitas
Utilization. Perekat Fenol Formaldehida. SNI 06-
Http://www.qcc.ntu.edu.tw/NSC2000/webda 0121-1987. Indonesia.
ta/G1/A-EP204.doc (18-03-2003)
Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material.
Maloney TM. 1996. The Family of Wood Chapter: IX. Wood Handbook, Wood as an
Composites Material. Forest Product Engineering Material. Forest Product
Journal. 46. 2. 19-26. Society. USA

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
71

PERONEMA
Forestry Science Journal
Volume 2, No. 2, September 2006 ISSN: 1829-6343

Indeks Penulis
Authors-Co Authors Index

Hendrayanto 59 Syaufina, L. 59
Risnasari, I. 66 Thoha, A.S. 53
Ruhendi, S. 66 Ulya, N.A. 45
Slamet, B. 59 Yuniawati 37
Suhartana, S. 37

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
72

PERONEMA
Forestry Science Journal
Volume 2, No. 2, September 2006 ISSN: 1829-6343

Subject Index

adhesive 66 production cost 37


Cobb-Duoglas 45 productivity 37
detection 53 systhetic unit hydrograph 59
extractive 66 technical efficiency 45
feller posture 37 timber utility efficiency 37
hotspot 53 ungauged watershet 59
industrial timber plantation 45 upper Ciliwung 59
liquefaction 66 watershed morphometric 59
peatland fire 53 wood liquids 66

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
73

Peronema
Forest Science Journal
Mengucapkan terima kasih atas kesediaan Mitra Bestari berikut dalam mengoreksi
naskah yang diterbitkan pada

Vol.2, No.2, 2006

Very grateful to reviewers below for the participating to review this articles
that published in this edition

Prof. Dr. Ir. Elias


(Pemanenan Hutan IPB Bogor)

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr


(Kebakaran Hutan dan Lahan IPB Bogor)

Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, MS


(Ekonomi Sumberdaya Hutan IPB Bogor)

Dr. Ir. Muh.Yusram Massijaya, MS


(Biokomposit IPB Bogor)

Muhdi, S.Hut., MSi


(Pemanenan Hutan USU Medan)

Onrizal, S.Hut., MSi


(Ekologi Hutan USU Medan)

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
74

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Umum
a. Artikel harus tulisan asli yang merupakan hasil penelitian di bidang kehutanan yang belum pernah
dimuat di dalam jurnal ilmiah manapun, bisa menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa
Inggris.
b. Penulis adalah siapa saja yang berlatar belakang, berkecimpung, atau berminat dalam bidang
kehutanan.
c. Semua artikel yang masuk akan ditelaah oleh penyunting dan mitra bestari (reviewer) sebelum
dimuat. Penyunting berhak mengubah kalimat, ejaan, tata letak, dan perwajahan tanpa mengubah
isi sebenarnya. Mitra bestari (reviewer) berhak menolak artikel yang dianggap tidak layak
dipublikasikan.
d. Setiap artikel yang dimuat akan dikenakan biaya pengganti biaya cetak yang akan ditentukan
kemudian.
e. Tanggung jawab atas isi tulisan yang dimuat tetap berada pada penulis.

Teknis
a. Artikel diketik rapi dengan pengolah kata MS Word huruf Times New Roman 11 berjarak 1,5 spasi
pada kertas A4, maksimal 10 halaman termasuk tabel dan gambar, tidak ada catatan kaki, judul
dan subjudul diketik tebal (bold) dan diserahkan kepada redaksi dalam bentuk hardcopy atau file
elektronik melalui:
Alamat redaksi Peronema Forest Science Journal
Jurusan Kehutanan - Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Kampus USU Medan 20155
Telp. 061-8220605 Fax. 061-8201920
atau
E-mail: peronemajournal@yahoo.com
b. Artikel meliputi urutan sebagai berikut: Judul (dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia), nama,
pekerjaan, dan alamat penulis (termasuk email jika ada), Abstract dalam bahasa Inggris dengan
maksimal 5 (lima) keywords, Abstrak dalam bahasa Indonesia dengan maksimal 5 (lima) kata kunci,
Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila
perlu), Daftar Pustaka, dan tidak ada lampiran.
c. Pustaka yang ditulis pada daftar pustaka hanya pustaka yang dikutip dalam teks. Penulisan sumber
tulisan dalam teks yang ditulis oleh satu atau dua orang dinyatakan dengan penulis dan tahun
misalnya, Jones (1997) atau (Jones, 1997), (Husaeni dan Suparman, 1999) atau Husaeni dan
Suparman (1999) tergantung pada susunan kalimat. Komunikasi pribadi (personal communication)
dan data yang tidak diterbitkan, tidak dicantumkan dalam daftar pustaka, tetapi dicantumkan
dalam teks, contoh (Susanto, data tidak dipublikasikan, 1999)
d. Daftar pustaka harus memuat semua pustaka yang ada dalam teks artikel. Daftar pustaka disusun
berdasarkan sistem nama dan tahun. Format seperti contoh:

Buku:
Pizzi, A.1994. Advance Wood Adhesive Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.
Hunt, G.M. & G.A. Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Akademika Pressindo. Jakarta. (Terjemahan).

Artikel Jurnal:
Saayman, H.M & J.A.Oatley. 1976. Wood Adhesive from Wattle Bark Extract. For.Prod.J.26 (12): 27-
33.

Situs web:
FAO.2001. Deforestation continues at high rate in tropical areas; FAO calls uppon countries to
fight forest crime and corruption.
http://www.fao.org/WAICENT/OIS/PRESS_NE/PRESENG/2001/pren0161.htm [ 10 Juli 2003].

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara
75

Bab dalam Buku


Hartini, K.S. 2004. Pengenalan ekosistem, klasifikasi vegetasi hutan, dan ciri khas yang
membedakannya. Dalam A.Nuryawan, T.M.Aka, dan Rahmawaty (ed). Buku Panduan Praktik
Umum Kehutanan (PUK). Jurusan Kehutanan USU. Medan.

Prosiding
Nasution, Z. 2004. The forest ecology in the Lake Toba catchment area. In Proceedings of the 5th
International Wood Science Symposium JSPS-LIPI Core University Program in the Field of
Wood Science.Kyoto, September 17-19.hal 287-293.

Skripsi/Tesis/Desertasi
Achmadi, S.S. 1980. Organosolv Pulping of Aspen Chips. [MS Thesis].University of Wisconsin.
Madison.

Tabel
Tabel diberi nomor secara berurutan sebagaimana muncul dalam teks. Setiap tabel diberi judul
yang informatif. Tabel yang memiliki sedikit kolom, dapat diletakkan di tengah dan tanpa garis
vertikal.

Gambar
Seluruh gambar atau foto harus dirujuk di dalam teks dan diberi nomor secara berurutan. Gambar
grafik tidak perlu dibingkai.

Peronema Forestry Science Journal Vol.2, No.2, September 2006, ISSN 1829 6343
Universitas Sumatera Utara

You might also like