You are on page 1of 24

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : s
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Palembang
Agama : Islam
Alamat :
Tanggal Pemeriksaan : 27 Januari 2017

ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri menelan sejak 4 hari yang lalu
Riwayat perjalanan penyakit : Pasien datang berobat ke puskesmas Kalidoni dengan keluhan
nyeri menelan sejak 4 hari yang lalu. Rasa kering dan gatal pada tenggorokan, pasien
mengaku seperti rasa ada yang mengganjal di tenggorakan. Demam hilang timbul, menggigil
(-), pasien mengeluh nafsu makan menurun, nyeri pada telinga (-), keluar air (-), telinga
berdingin (-), nyeri sendi (+). Riwayat batuk dan pilek (+), sejak 1 minggu yang lalu. Batuk
tidak berdahak, berdarah (-), dipengaruhi cuaca,debu dan makanan (-).
BAB & BAK : lancar
Riwayat penyakit sebelumnya : (-)
Riwayat penyakit keluarga : (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
Tampak sakit sedang/compos mentis/gizi cukup
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 37.50C (axilla)
Pemeriksaan fisik
Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)
Mulut : Lidah bersih, tidak pucat
Gigi : Tidak ada keluhan
Tonsil : T1/T1
Uvula : Tenang, di tengah
Faring : Hiperemis, tidak granulasi
Leher : Dalam batas normal
Thorax : BP:vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-
Cor : SI/II reguler, murni
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : tidak ada kelainan

1
Pemeriksaan Faring

Pengukuran lebar saluran udara pharynx Perempuan Laki-laki


atas dan bawah Saluran Udara
SD SD
Pharynx atas (mm) 17.4 3.4 17.4 4.3
Pharynx bawah (mm) 11.3 3.3 13.5 4.3

DIAGNOSIS
Faringitis akut

PENATALAKSANAAN
Farmakologis :
1. Paracetamol 3x500 mg
2. Glyceril Guaicolate (GG) 2x100 mg
3. Eritromicin 3x500 (7 hari)
4. Vit B Kompleks 2x1 tablet
5. CTM 2x4 mg tablet

Non farmakologis :
1. Istirahat cukup
2. Makan makanan yang bersih dan hygine
3. Menghindari makan makanan yang terlalu panas/dingin
4. Mencuci tangan sebelum makan
5. Kontrol ulang 5 hari

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungsionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam

KERANGKA MASALAH PASIEN

Biologis
- Usia pasien 36
tahun kejadian
faringitis banyak
terjadi pada
dewasa
- Riwayat keluarga
yang menderita
faringitis (-)

2
Lingkungan
Perilaku - Tetangga pasien
- Kepatuhan minum FARINGTIS mempunyai
obat keluahan yang
- Praktek personal sama
higen yang bagus
- Konsumsi makanan
yang bergizi

Pelayanan Kesehatan
- Sudah ada sarana
dan prasarana
untuk menangani
faringitis

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya kelihatan seperti corong
dengan ukuran bagian atasnya lebih besar dan bagian bawah yang lebih sempit. Faring
merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler
ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra
servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Unsur-unsur faring

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot. 3

1) Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, epitelnya torak berlapis

3
mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena
fungsinya untuk saluran cerna maka epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di
sepanjang faring dapat ditemukan banyak jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian
jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu, faring dapat
juga disebut bagian pertahanan tubuh terdepan. 3
2) Palut Lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak
sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap
partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim
Lyzozome yang penting untuk proteksi. 3

Otot

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang


(longitudinal). Otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu
satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe
pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi
oleh n.Vagus (n.X). 3
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot
ini di sebelah dalam. M.stilofaring berfungsi untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m. Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting
pada waktu menelan. M.stilofarig dipersarafi oleh n.IX, dan m. Palatofaring dipersarafi oleh
n.X. Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung
fascia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus,
m.palatofaring dan m.azigos uvula. 3
M. levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius.M. tensor veli palatini
membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum
mole dan membuka tuba Eustachius. M. palatoglosus membentuk arkus anterior laring dan

4
kerjanya menyempitkan ismus faring. M.palatofaring membentuk arkus posterior faring.
M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke
belakang atas. Kesemua otot-otot ini dipersarafi oleh n.X. 3

Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus

Pendarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang
fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 3

Otot Pembuluh darah

M. konstriktor faring superior Arteri faringeal ascendens (cabang faringl)

Arteri fasialis (cabang tonsila)

M. konstriktor faring medial Arteri faringeal (cabang faring)


Arteri fasialis (cabang tonsila)

M. konstriktor faring inferior Arteri faringeal (cabang faring)


Arteri tiroideus inferior (cabang muskulus)

M. Palatopharyngeus Arteri fasialis (cabang palatine ascendens)


Arteri maksilaris (cabang palatina)
Arteri faringeal ascendens (cabang faring)

M. Salpingopharyngeus Sama seperti M. palatopharyngeus:

Arteri fasialis (cabang palatine ascendens)


Arteri maksilaris (cabang palatine ascendens)
Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)

5
M. Stylopharyngeus Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)

Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari N. Vagus, cabang dari N.
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari N. Vagus berisi serabut motorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali
M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus. 3

Gambar 2. Persarafan faring


Saluran limfe

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir
ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. 3

6
Gambar 3. Sistem limfe

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).

7
Gambar 4. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

8
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus
Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis
interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 3,4

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan


laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-
batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4 -
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis

Laringofaring disebut juga hipofaring dan terletak di bawah setelah orofaring. Dengan
batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : epiglotis
- batas depan : laring
- batas bawah : esofagus
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur-struktur yang terdapat di laringofaring : 3,4
Valekula : Dibentuk oleh dua buah cekung yang dibentuk oleh ligamentum
glossoepiglotika medial
dan lateral (kantong pil).
Epiglotis: Terletak di bawah epiglottis. Pada bayi berbentuk omega & pada
perkembangan menjadi

9
lebar sampai dewasa. Epiglotis berfungsi proteksi glotis ketika menelan
minuman/bolus
makanan
Pada tiap sisi laringofaring berjalan N.laring superior di bawah dasar sinus piriformis. 3,4

Gambar 5. Strukttur laringofaring (hipofaring)

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior ruang retrofaring
(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia
faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia
prevetebralis. 3,4
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari
fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di
sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 3,4
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan
dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu
mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas
luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan
bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama
besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid)
adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih
sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna,
Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid
sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 3,4

Mukosa faring

10
Nasopharynx Bersilia,
Epitel torak berlapis dengan sel goblet
Bagian atas ditutupi palut lendir (mucous blanket)
Oropharynx Tidak bersilia
Epitel gepeng berlapis
Laryngopharynx Tidak bersilia
Epitel gepeng berlapis

Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi. 3-5

Fungsi respirasi

Faring merupakan sebagian dari saluran pernafasan. Otot-otot faring mempunyai tonic
dilator activity
Yang berfungsi untuk mencegah orofaring kolaps karena tekanan negatif semasa inspirasi.
Hal ini akan memastikan lumen faring tetap terbuka. 3-5

Fungsi Menelan

Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus
yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai
berikut: 3-5
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung
f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui
dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi M.
Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum
molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants ridge) akan terangkat
pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini

11
terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi M. Levator veli palatini. Selanjutnya
terjadi kontraksi M. Palatoglossus yang menyebabkan isthmus fausium tertutup, diikuti oleh
kontraksi M. Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 3-5

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M.
Stilofaring, M.Tirohioid dan M. Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan
ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup
karena kontraksi M.Ariepiglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi
juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan, sehingga
bolus makanan akan meluncur ke arah esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah
dalam keadaan lurus. 3-5

Fase esophageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M. Krikofaring, sehingga introitus
esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esophagus. Setelah bolus makanan
lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada
saat istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks
dapat dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan
akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahat sfingter
esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan
di dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase
esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltik esophagus
servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat
maka sfingter ini akan menutup kembali. 3-5

12
Gambar 6. Proses Menelan

Fungsi Faring Dalam Proses Bicara

Sewaktu bicara, palatum molle bergerak ke atas sewaktu produksi suara kecuali huruf
M dan N. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum molle kearah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M.
Salpingofaring dan M. Palatofaring, kemudian M. Levator veli palatini bersama-sama M.
Konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring M. Levator veli palatini
menarik paltum molle ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang
tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M.
Palatofaring (bersama M. Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M. Konstriktor faring
superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang
berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan
gerakan palatum. 3-5

Fungsi proteksi

Pada faring terdapatnya rangkaian jaringan limfoid subepitel yang terletak di cincin
Waldeyer. Jaringan limfoid ini berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh. 3-5

13
FARINGITIS

Definisi

Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang
dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. 2
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain nasofaring,orofaring, hipofaring, tonsil dan
adenoid. 3-5

Etiologi

Banyak mikroorganisma yang dapat menyebabkan faringitis yaitu, virus (40-60%)


bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak
teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada
Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2, Coxsackie
virus A, Cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat
menyebabkan terjadinya faringitis. 3-5

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S. pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab
faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak
berusia < 3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica
dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 3-5

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. 3-
Insidens

Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena


faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran
pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan
penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care
Survey menunjukkan 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996

14
adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnik dan jenis kelamin.
Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak.
Puncak insidensi bakterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis
yang disebabkan infeksi grup A streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia < 3 tahun. 4,5
Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal
terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat
bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemis, pembuluh darah dinding faring menjadi
lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau
jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus
seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring
akibat sekresi nasal. 4,5

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat
karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 4,5

KLASIFIKASI FARINGITIS

Faringitis Akut

15
Gambar 7. Gambaran faringitis akut

i) Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan


menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 3-5

Gambar 8. Faringitis Virus

Selain menimbulkan gejala faringitis, adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis


terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai
produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh
tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV
menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan
tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
lemah. 3-5

ii) Faringitis Bakterial

16
Gejala pada faringitis yang disebabkan oleh bakteri antara lain, nyeri kepala yang
hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai
dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada
palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan. 3-5

Gambar 9. Faringitis Streptococcus

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan


menggunakan Centor criteria, yaitu : 3-5
(i) Demam
(ii) Anterior Cervical lymphadenopathy
(iii) Tonsillar exudates
(iv) absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki
kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. 3-5

iii) Faringitis Fungal


Penyebab dari fungal yang tersering adalah candida yang tumbuh di ukosa rongga
mulut dan faring. Keluhan yang sering timbul adalah nyeri tenggorokan dan nyeri menelan.
Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 3-5

17
Gambar 10. Faringitis disebabkan candida

Gambar 11. Contoh jamur Candida albicans

Gambar 12. Gambaran mikroskopik Candida albicans

a. Faringitis gonorea

Faringitis ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Pasien yang menderita
faringitis tipe ini selalunya punya riwayat pernah melakukan riwayat seks oral atau kontak
orogenital. Makanya selalu jika didapatkan pasien dengan faringitis tipe ini, adalah wajib
untuk ditanyakan kepada pasien apakah pernah melakukan kontak orogenital sebelumnya. 3-5

18
Gambar 13. Gambaran penderita faringitis gonorrhea

Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi terjadi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang
bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 3-5

Gambar 14. Faringitis kronik

a) Faringitis Kronik Hiperplastik

. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior


faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. Pasien mengeluh
mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak. 3-5

b) Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan

19
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluh tenggorokan kering dan
tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 3-5

Faringitis spesifik

a. Faringits luetika

Faringitis leutika atau faringitis syphilis ini dapat disebabkan oleh Treponema
palidum yang dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit lues di organ lain.
Gambaran klinik penyakit ini berbeza dan tergantung kepada stadium yang dapat dibahagi
kepada tiga, iaitu primer, sekunder dan tersier. 3-5

1. Stadium primer
Kelainan terdapat terlihat pada lidah, palatum molle, tonsil dan dinding faring seperti
bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah
faring seperti ulkus pada genitalia iaitu tiada rasa nyeri. Selain itu terdapat juga
pembesaran kelenjar mandibula yang tiada rasa nyeri jika ditekan.
2. Stadium sekunder
Jarang ditemukan pasien yang berada di stadium ini. Selalunya akan terlihat eritema
pada dinding faring yang menjalar ke faring
3. Pada stadium tiga, akan terlihat guma yang dimana predileksinya adalah pada tonsil
dan palatum. Guma pada dinding faring jarang ditemukan, namun sekiranya ada,
ianya dapat meluas hingga ke vertebra servikal dan dapat menyebabkan kematian.
Guma yang terdapat di palatum molle pula, sekiranya sembuh akan membentuk
jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen.

Gambar 15. Faringitis luetika

20
Gambar 16. Contoh lesi luetika pada palatum iaitu stadium dua

Gambar 17. Contoh gumma pada palatum molle pada stadium tiga

Gambar 18. Contoh parasit Treponema pallidum


yang menyebabkan faringitis lues

b. Faringitis tuberculosis

Faringitis tuberculosis merupakan suatu proses sekunder dari tuberculosis di paru.


Cara infeksi bisa secara eksogen yang disebabkan kontak dengan sputum yang mengandung
kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Infeksi secara endogen pula dapat terjadi lewat
darah yaitu pada tuberculosis milllier. Sekiranya infeksi terjadi secara hematogen maka tonsil
dapat terkena pada kedua-dua sisi dan dapat ditemukan lesi pada dinding faring, arkus faring

21
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum molle, dan palatum durum. Kelenjar regional
akan turut membengkak dan penyebaran pada saat ini adalah secara limfogen.3-5
Pasien dengan penyakit ini selalunya mempunyai keadaan umum yang buruk karena
anoreksi dan odinofagi. Keluhan yang sering dinyatakan adalah seperti nyeri hebat di
tenggorokan, nyeri telinga dan pembesaran kelenjar getah bening servikal. 3-5

Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Pada faringitis akut gejala dapat ringan berupa rasa tidak enak di tenggorok
yang berakhir beberapa hari, malaise ringan dan demam ringan. Pada keadaan berat sakit di
tenggorok lebih hebat. Adanya keluhan sulit menelan ludah, jika palatum edema akan
menyebabkan batuk iritatif karena uvula mengenai pangkal lidah. Terdapatjuga keluhan
demam dan sakit kepala. 3-5

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan suhu tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.
Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.4,5

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara
lain yaitu : 4,5
pemeriksaan darah lengkap
GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus group A
Kultur tenggorokan
Namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan radiologi terbatas.

22
Gambar 18. Contoh gambar bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan faringitis tuberkulosis
Penatalaksanaan

Pada faringitis virus pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol
(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.4,5
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi
inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada
anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri
dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan
menggunakan air hangat atau antiseptik.4,5
Pada faringitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae obat yang selalu diberikan
adalah obat dari golongan sefalosporin generasi ketiga. Contohnya adalah seperti seftriakson
dengan dosis sesuai dengan berat badan pasien. 4,5
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada

23
faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis
kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan
mulut.4,5
Pada faringitis spesifik akibat lues, obat pilihan pertama yang diberikan sebagai terapi
adalah penisilin dengan dosis tinggi. Sementara untuk faringitis yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, obat yang harus diberikan adalah obat antituberkulosis (OAT)
sama seperti terapi tuberculosis paru.4,5

Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. 4,5

Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu dapat terbagi dua, yaitu komplikasi lokal dan
general. Pada komplikasi lokal dapat terjadi penyebaran langsung ke laring di bagian inferior
dimana terjadinya edema glotis sehingga bisa menyebabkan obstruksi pernafasan. Pada
komplikasi general, penyakit ini dapat menyebabkan toksemia, bakteremia, septikemia dan
piema. 4,5

24

You might also like