You are on page 1of 10

REFERAT

TINNITUS RETRAINING THERAPY

PEMBIMBING:
dr. M. Alfian. Sp.THT.

OLEH:
Siti Zulfiana
H1A011065

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016

BAB I

PENDAHULUAN

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. 1
Tinnitus sering diderita oleh kelompok usia pertengahan dan usia tua. Data statistik dari
pusat kesehatan di America, sekitar 32% orang dewasa pernah mengalami tinitus pada
suatu saat tertentu dalam kehidupannya. Dan sekitar 6% sangat mengaggu dan cukup
sulit disembuhkan.2 3
Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan yang
bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vaskular, tinitus karena obat-
obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.4 5
Pada tinitus terjadi aktivitas
elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls
yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal
dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.1 Keluhan tinnitus dapat berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Tinitus sendiri
dapat dirasakan terus-menerus ataupun hilang timbul atau disertai keluhan lain seperti
vertigo. 4

Penatalaksanaan Tinitus bersifat empiris dan sampai saat ini masih dalam
perdebatan. Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy.
TRT merupakan program yang menggunakan terapi suara dan konseling langsung untuk
meringankan tinitus dan menciptakan habituasi serta penerimaan. Tujuan dari terapi ini
adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu.6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINITUS
DEFINISI : Tinnitus berasal dari bahasa latin tinnire yang artinya dering atau
membunyikan. Tinitus sendiri merupakan salah satu bentuk gangguan pendengaran
berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal
mekanoakustik maupun listrik. Keluhan ini dapat berupa bunyi mendenging, menderu,
mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Tinitus sendiri dapat dirasakan terus-
terusan ataupun hilang timbul. 1 4

EPIDEMIOLOGI: Tinnitus sering diderita oleh kelopok usia pertengahan dan usia tua.
Data statistik dari pusat kesehatan di America, sekitar 32% orang dewasa pernah
mengalami tinnitus pada suatu saat tertentu dalam kehidupannya. Dan sekitar 6% sangat
mengaggu dan cukup sulit disembuhkan. Prevalensi tinnitus akan meningkat mencapai
70%-80% pada orang yang mengalami gangguan pendengaran.2 3

ETIOLOGI : Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya tinitus. Beberapa


diantaranya adalah: 1. Kelainan vaskular baik pada arteri atau vena. 2. Kelainan
muskular: klonus otot palatum atau tensor timpani. 3. Lesi pada saluran telinga dalam:
Tumor nervus VIII. 4. Gangguan kokhlea: trauma akibat bising, trauma tulang temporal,
penyakit Menieres, presbikusis, tuli saraf mendadak, emisi otoakustik. 5. Ototoksisitas:
akibat penggunaan aspirin, kuinin, dan antibiotika tertentu (aminoglikosida). 6. Kelainan
telinga tengah: infeksi, sklerosis, gangguan tuba eustachius. 7. Lain-lain: serumen, benda
asing pada saluran telinga luar dan penyakit sistemik seperti anemia.2 4 5

KLASIFIKASI: Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinnitus subjektif.
Dikatakan tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan
dikatakan tinitus subjektif jika tinitus hanya dapat didengar oleh penderita.1

a. Tinitus Objektif

Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga di dengar oleh


pemeriksa dengan auskultasi di telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat
vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler
di sekitar telinga.1
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskuler,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini
dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus
jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik
yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena
kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus platal. Tuba
eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran
suara dari nasofaring ke rongga tengah.1

b. Tinitus Subjektif

Tinitus subjektif adalah tinitus yang suaranya hanya dapat didengar


oleh penderita saja. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris melalui sel-sel
rambut getar sampai pusat pendengaran.1

Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya.


Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan
intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya
mungkin lebih tinggi. 7

PATOFISIOLOGI : Normalnya proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi


bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. sel rambut yang merupakan bagian dari koklea akan membantu
mentransfomasikan gelombang suara menjadi sinyal listrik ke korteks auditori melalui
nervus auditoris. Tetapi apabila sel rambut rusak akibat suara keras, obat ototoksik, maka
sirkuit dari otak tidak menerima sinyal yang diharapkan sehingga menstimulasi aktivitas
normal dari neuron yang menghasilkan ilusi dari suara atau tinnitus.1

Pada tinnitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh
pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti
gemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang
timbul. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya
berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini
terasa berdenyut (tinnitus pulsatif). Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan
konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen, tuba kotor, otitis
media, tumor, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi
tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama
dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. 1

Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga
tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan
mengakibatkan tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin,
dehidro-streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit
meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar
bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli
sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme
atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila
keadaannya sudah normal kembali.1

DIAGNOSIS: Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.1 7

a. Anamnesis

Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis


tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya :

Kualitas dan kuantitas tinnitus


Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di dua telinga
Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung,
menderu, ataupun mendesis dan bunyi lainnya
Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau
malam hari
Gejala-gejala lain yan menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguan neurologik lainnya
Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu
menit dan setelah itu hilang, maka itu bukan keadaan patologik, tetapi
jika tinitus berlangsung selama lima menit, serangan ini bisa dianggap
patologik
Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik
Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan minum kopi
Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

b. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu mulai dari melihat keadaan rongga
mulutnya, telinga luar dan membran timpani. Kemudian dilakukan otoskopi
untuk melihat ada atau tidaknya penyakit di telinga luar dan tengah,
mengetahui ada tidaknya infeksi, serumen, serta melihat kondisinya normal
atau abnormal.
2. Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan
audiometri. Hasilnya dapat beragam diantaranya :1 7
a. Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya
b. Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis
ataupun otitis kroni
c. Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal
ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin disebabkan
karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere,
fistula perilimfa atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka
tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi
vaskular.7

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan berupa CT scan ataupun MRI.


Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya
kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multiple sklerosis,
infark dan tumor.1 7

Tinnitus Retraining Therapy sebagai Penatalaksanaan Tinitus

Tatalaksana tinitus sangat kompleks karena terkait dengan fenomena psikoakustik


murni yang sulit diukur. Tujuan penatalaksanaan tinitus adalah menghilangkan penyebab
tinitus dan mengurangi keparahan akibat tinitus. Tatalaksana tinitus akan lebih mudah
jika penyebabnya telah diketahui. Penatalaksaan terkini yang dikemukakan oleh
jastreboff, berdasar pada model neurofisiologinya adalah kombinasi konsling terpimpin,
terapi akustik, dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut Tinnitus
Retraining Therapy.1 6 8
Tinnitus Retraining Therapy merupakan suatu metode penatalaksanaan bagi
penderita tinnitus yang didasarkan pada konsep neurofisiologi. Dimana pola pikir
penderita akan dilatih untuk mengalihkan perhatian dari suara tinitus yang sangat
mengganggu. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa sebagian tindakan dari tubuh
manusia adalah kebiasaan yang dibentuk oleh persepsi manusia itu sendiri. 1 9 Dengan kata
lain TRT merupakan program yang menggunakan terapi suara dan konseling langsung
untuk meringankan tinitus dan menciptakan habituasi serta penerimaan. Tujuan dari
terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan
sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat
menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang
bermakna berupa penurunan toleransi terhadap suara. 6 9

TRT digunakan jika dengan pengobatan medikasmentosa, tinitus tidak dapat


dikurangi atau dihilangkan. TRT mengandung 2 komponen yaitu : directive counseling
dan sound therapy. Directive counseling : dengan memberikan konsultasi psikologik
untuk menghilangkan ketakutan dan kecemasan pasien akibat tinnitus. Selain itu,
konseling ini juga berguna untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak berbahaya
dan mengajarkan relaksasi setiap hari. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk
mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien, menentukan pengaruh tinnitus dan
penurunan toleransi terhadap suara disekitarnya. Mengevaluasi kondisi emosional dan
drajad stress pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan
membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.1

Pada komponen sound therapy pasien diberikan stimulus elektroakustik dengan


intensitas yang lebih keras dengan tinitusnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar
suara radio ataupun tape, hal ini bisa dilakukan terutama pada saat tidur. Bila tinitus
disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar. 6

Penelitian prospektif masih jarang melaporkan mengenai hasil dari TRT, tetapi
dari data sejumlah klinik dan rumah sakit sekitar 70-80% pasien mendapatkan manfaat
dari TRT. Penelitian yang dilakukan oleh Sherldark et al didapatkan 83.9 % pasien yang
mendapatkan TRT mendapatkan manfaat yang cukup signifikan dari Tinitus Retraining
Therapy yang di berikan.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J & Sosialisman. Tinitus. Dalam: Efiaty A.Soepardi, dkk (editor).


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
hlm 111-113

2. Agustina Purwita D. Mengenali Gejala Tinitus dan Tatalaksananya. Directory of


open acceses journal.2016. 6 (01) pp 34-40

3. Ji Kum B et al. Effect of Different Sound on The Treatment Outcome of Tinnitus


Retraining Therapy. Original Article. 2014. 7 (2) pp 82-93.

4. Sense of Hearing. Audiology and hearing health care. 2009. Tinnitus Retraining
Therapy. Available from: www. Senseofhearing.ca. [diakses 07/09/16]

5. Coles RRA. (1996). Tinnitus: epidemiology, aetiology and classification. In:


Reich G, Vernon JA, eds. Proceedings of the Fifth International Tinnitus Seminar
1995. Portland, OR: American Tinnitus Association, 25-29. Davis
6. Hanry A. James et al. Guide to Conducting and Tinnitus Retraining Therapy
initial and Follow Up Interview. Journal of Rehabilitation Researchand
Development. 2003.vol 4(2).pp 157-178

7. Hanry J.A et al. Assesment of Patient for Treatment with TRT. Nasional Center for
Rehabilitation Auditory Research. 2002. Vol 13 pp 523-544

8. Seidman MD, Babu S. Alternative medications and other treatments for tinnitus:
facts from fiction. Otolaryngologic Clinics of North America. 2003;36(2):359-81

9. Hanry J.A et al. Comparation of Tinnitus Masking and Tinnitus Retraining


Therapy. Nasional Center for Rehabilitation Auditory Research. 2002. Vol 13 pp
599-581

10. Sheldark, Hazell, and Graham. Result of Tinnitus Retraining Therapi. The
Tinnitus and Hyperacusis Centre. Six International Seminar.1999

You might also like