You are on page 1of 45

REFRESHING

PEMERIKSAAN PENUNJANG DI BIDANG DERMATO-VENEROLOGI

Pembimbing :

Dr. Fisalma Mansjoer, Sp.KK

Disusun Oleh :

Aldila 2011730120

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN

RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan refreshing dengan judul Pemeriksaan

Penunjang di Bidang Dermato-venerologi sesuai pada waktu yang telah ditentukan.

Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para

pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan ini kami buat sebagai dasar kewajiban dari suatu

proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik

kehidupan sehari-hari.

Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pembimbing yang telah membantu kami

dalam kelancaran pembuatan laporan ini, Dr. Fisalma Mansjoer, Sp.KK. Semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan

laporan kami.

Jakarta, November 2015

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

Belum lengkap apabila menegakkan diagnosis penyakit kulit dan kelamin hanya

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis-morfologi, tanpa melakukan uji diagnostis. Uji

diagnostis tersebut dapat dilakukan dengan uji kulit yang sederhana berdasarkan pathogenesis

penyakit. Dengan hanya menggunakan jari tangan kita dapat melakukan uji kulit sederhana,

misalnya guna membedakan kemerahan kulit: apakah purpura dan eritema; membuktikan apakah

terjadi epidermolysis pada kulit berlepuh, skuama yang tebal berlapis, morfologi ikutan atau

fenomena isomorfik, kerontokan rambut, dan kelainan kuku. Tentu saja untuk diagnosis pasti

tetap diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat diantaranya pemeriksaan laboratorium, tes

serologic, pemeriksaan histopatologik dengan pulasan spesifik, dan pemeriksaan penunjang

lainnya.

Sebelum melakukan pemeriksaan hendaknya pasien diberitahu selengkap mungkin

informasi tentang apa yang akan dilakukan, apa yang akan dialami pasien saat uji kulit,

bagaimana hasilnya, manfaat tindakan, efek samping yang mungkin terjadi. Setelah pemberian

informasi lengkap dan pasien memahaminya, barulah dokter meminta ijin dan persertujuan

pasien untuk uji diagnostik/ tindakan yang akan dilakukan (informed consent). Hal tersebut

sangat penting berkaitan dengan profesionalisme dan tanggung jawab seorang dokter dalam

melakukan tindakan sesuai indikasi, mengacu pada kode etik kedokteran dan sumpah dokter,

serta Undang-Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004.

3
Pada pemeriksaan laboratorium maupun histopatologik, penting bagi para dokter klinis

agar memahami dan terampil dalam memilih serta menetapkan lesi kulit sebagai bahan

pemeriksaan (sampel) yang mewakili jaringan tersebut (representative). Cara pengambilan

bahan, meletakkan dan menyimpannya dalam pengawet ataupun bahan/cairan kimia, cara

mengirim, lama penyimpanan sebelum diproses atau dibaca. Bagaimanapun kita wajib

memperlakukan bahan pemeriksaan dan sisanya (sebagai limbah) dengan benar, ramah

lingkungan dan etis. Mungkin dulu tidak pernah diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan tidak

diajarkan, namun sebenarnya merupakan keharusan yang wajib dilakukan dan dibuat sebagai

prosedur tetap dalam tatalaksana.

4
BAB II

PEMERIKSAAN PENUNJANG DI BIDANG DERMATOLOGI

I. UJI KLINIS

A. Nikolskiy sign

Nikolsky sign merupakan satu teknik pemeriksaan guna menilai adanya epidermolysis

secara cepat pada pasien dengan lesi vesikobulosa. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu :

1. Langsung : bila dilakukan penekanan langsung dengan jari tangan pada vesikel/bula

kemudian terlihat bula melebar ke kulit disekitarnya, berarti Nikolsky positif (terdapat

epidermolysis).

2. Tidak langsung : bila kulit di antara 2 bula ditekan dan digeser dengan telunjuk maka

tampak kulit terangkap seakan-akan lepas dari dasarnya atau terbentuk bula, yang berarti

terjadi epidermolysis.

Epidermolisis terjadi pada:

Pemphigus vulgaris)

Infeksi bakteri (Staphylococcus Scalded skin syndrome)

Sindrom Steven-Johnson (SSJ-NET)

5
6
B. Auspitz sign
Auspitz Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis. Tes ini untuk

membuktikan adanya papilomatosa dan akantosis yang menjulang sampai di ujung papilla

dermis dan menyentuh lapisan bawah stratum korneum. Akibatnya, bila skuama psoriasis

dikerok lembar demi lembar maka suatu saat akan sampai ke bagian papilla dermis tersebut,

sehingga secara klinis akan tampak titik-titik perdarahan pada permukaan kulit yang skuamanya

terkupas.

C. Darrier sign

Darriers sign merupakan salah satu ciri yang dapat digunakan untuk membedakan lesi

pigmentasi di kulit dengan mastositosis atau urtikaria pigmentosa. Bila kulit pasien digores

dengan benda tumpul kemudian muncul urtika linier maka tanda Darrier positif. Fenomena ini

terjadi akibat degranulasi sel mas kulit dan melepaskan mediator yang menyebabkan vasodilatasi

dan ekstravasasi cairan sehingga menimbulkan urtikaria ditempat yang digores.

D. Fenomena Kbner
Pada kulit sehat pasien dilakukan goresan atau digaruk berulang-ulang maka setelah

kurang lebih 3 minggu (atau lebih), ditempat goresan/garukan tersebut akan muncul lesi serupa

dengan lesi asal, hal ini disebut fenomena Kbner positif. Contoh pada pasien psoriasis dan liken

planus.

7
E. Fenomena Tetesan Lilin
Fenomena ini terjadi pada pasien psoriasis. Skuama psoriasis umumnya tebal, berlapis,

kering, putih bening, transparan serupa mika. Bila pada lesi tersebut digores dengan benda

berujung tajam, maka bagian bening tersebut akan tampak putih daripada sekitarnya, tidak

transparan lagi, dan berbentuk linier seperti goresan.

F. Pull Test
Pull test merupakan uji diagnostic guna menilai kerontokan rambut. Rambut dianggap

rontok patologis bila terjadi kerontokan >100 helai per hari. Menilai cepat kerontokan rambut

dengan menggunakan ibu jari tangan dan telunjuk, sejumput rambut dijepit dan ditarik dengan

kekuatan sedang. Bila rambut tercabut maka disebut pull test positif. Selanjutnya rambut yang

tercabut dilihat dengan mikroskop bagaimana bentuk akar rambut yang tercabut, bila bentuk

akarnya sangat kecil mirip tanda seru disebut bentuk exclamation hair; maka rambut tersebut

rontok pada fase telogen.

G. Tes Tzanck Smear

Tes Tzanck adalah satu teknik standar diagnosis guna melakukan diagnosis cepat pada

kelainan kulit vesiko-bulosa pada saat ada keraguan kemungkinan infeksi oleh virus atau bukan.

Misalnya lesi vesiko-bulosa yang disebabkan varisel-zoster atau herpes simpleks dengan vesiko-

bulosa pada pemfigus vulgaris. Caranya adalah mengerok dasar vesikel baru dengan pisau

scalpel dan hasil kerokan tersebut dioleskan tipis ke permukaan kaca objek. Kaca objek dipulas

dengan cairan Giemsa dan Wright, di bawah mikroskop akan tampak lesi sel akantolisis (sel

keratinosit berinti besar) atau multinucleated giant cells, yang menunjukkan sel keratinosit

tersebut telah terinfeksi virus.

8
II. UJI DIAGNOSIS DENGAN ALAT

A. Diaskopi

Teknik ini digunakan secara klinis untuk membedakan antara eritema akibat pelebaran

pembuluh darah dengan purpura. Alat yang digunakan adalah kaca objek atau spatel transparan

atau lup yang permukaannya datar. Dengan meletakkan kaca objek tersebut di atas lesi dan

menekannya maka eritema akan menghilang, tetapi bila purpura maka warna merah akan

menetap. Sebagai contoh adalah purpura pada penyakit demam berdarah dan pada Henoch

Shenlein. Teknik diaskopi juga digunakan untuk memperlihatkan warna apple jelly pada

penyakit lupus vulgaris, sarcoidosis dan granuloma anulare.

Gambar : Diascopy highlights the "apple jelly" coloration of cutaneous sarcoidosis.

9
Gambar : Granulomatous rosacea after diascopy

B. Dermoskopi

Alat dermotoskop merupaka gabungan antara lup dan sinar sehingga dapat menilai lesi

kulit secara lebih rinci. Permukaan kulit tampak lebih jelas, perbedaan relief kulit dan warna

menjadi lebih tajam. Alat ini cukup sensitive guna menilai perubahan warna dan relief kulit pada

lesi melanositik dibandingkan dengan lesi non-melanositik. Perhatikan tanda-tanda pada setiap

lesi; apakah asimetris (A) sisi kanan dan kiri tidak simetris, tepi lesi/border (B) apakah tepinya

berbatas tegas, color (C) apakah perubahan warna/pigmen merata, berapa ukuran diameter (D)

apakah > 6 mm, dan apakah permukaan lesi elevasi (E) meninggi.

10
Gambar : Dermoskop

Gambar 8: Dermoskop digital

11
Gambar 9: Dermoscopy signs in favor of seborrheic keratosis

C.
Pemeriksaan Flouresensi (Lampu Wood)
Pemeriksaan dengan lampu sinar wood. Lampu wood menghasilkan sinar yang

memancarkan ultraviolet gelombang panjang yang tidak kasat mata, atau sinar gelap pada

panjang gelombang 360 nm. Lampu wood diletakkan pada jarak 10 cm dari permukaan kulit.

Bila sinar tersebut mengenai permukaan kulit yang sakit atau mengenai permukaan kulit yang

sakit atau urin di dalam ruang gelap, pada kondisi tertentu akan berfluoresen. Pada penyakit

kulit, yairu tinea kapitis atau tinea versicolor akan menghasilkan fluoresen warna kuning

keemasan, pada eritrasma warnal coral red, dan pada penyakit porfiria kutanea tarda tampak urin

berfluoreseni warna coral red; sedangkan pada infeksi pseudomonas tampak berflouresensi

warna kehijauan. Lampu wood dapat digunakan untuk melihat perbedaan warna pada

pigmentasi, pigmen yang terletak superfisial akan tampak lebih gelap; sedangkan pada

hipopigmentasi misalnya vitiligo akan tampak lebih putih dengan batas yang tegas dibandingkan

dengan kulit sekitarnya.

12
Gambar : Lampu Wood

Gambar : Fluoresensi merah muda koral pada eritrasma di alat kelamin laki-laki

Gambar : Vitiligo sebelum disinar lampu Wood (kiri) dan setelah disinar lampu Wood (kanan)

13
Tabel : perubahan warna dengan penggunaan lampu wood

D.
UJI PENSIL GUNAWAN (UJI HIPOHIDROSIS)
Pada pasien kusta terjadi gangguan saraf otonom yang ditandai dengan adanya

hipohidrosis (gangguan berkeringat). Hipohidrosis juga dapat terjadi akibat atrofi pada kelenjar

keringat. Pensil gunawan adalah pensil tinta yang bila terkena air akan luntur (blobor). Dokter

gunawan menggunakan pensil tersebut guna menilai hipohidrosis atau anhidrosis pada lesi kusta.

Pasien kusta diminta melakukan gerakan-gerakan (exercise) bagian tubuh yang terkena lesi kusta

atau diberi minuman air hangat agar berkeringat. Pensil digoreskan mulai dari bagian tengah lesi

kusta menuju kulit sehat sekitar lesi tersebut; karena keringat di luar lesi lebih banyak makan

akan tampak goresan pensil tinta menjadi tebal (blobor, merembes) pada kulit yang sehat.
Cara lain adalah dengan menyuntikkan pilokarpin subkutan di perbatasaan lesi kusta

ditunggu disekitar beberapa menit, kulit normal akan berkeringat tetapi lesi kusta tetap kering.

14
III. UJI ALERGI

A. Tes Tempel (Patch Test)

Uji temple merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi, biasanya

pada DKA. Prinsipnya membuat miniature dermatitis pada kulit pasien. Tes dilakukan bila

keadaan penyakit sudah tenang, pasien bebas obat antihistamin dan kortikosteroid oral dan

topical sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum uji kulit. Uji kulit menggunakan perangkat yang

berisi berbagai allergen dan memakai fin chamber. Bahan uji kulit ditempelkan di punggung,

ditutup dengan plester, kemudian dibuka dan dibaca pada jam ke 24, 48, 72 dan 96. Reaksi

positif dan derajat kepositifan dinilai menggunakan standar baku.

15
B. Prick Test (Uji tusuk)

Uji tusuk merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi terutama pada

pasien urtikaria atau pasien yang alergi terhadap berbagai allergen makanan, tungau, debu

rumah, dan allergen hirup yang ada dilingkungan hidup. Uji kulit menggunakan perangkat

allergen, dan jarum untuk uji kulit, serta alat guna mengukur diameter urtikaria dengan diameter

control. Pembacaan timbulnya urtika dilakukan 30 menit setelah uji kulit.

C. Injeksi intradermal

Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml spoit disuntikkan secara superfisial pada

kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang

menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing dengan konsentrasi 10

kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm. Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk

titrasi alergen pada kulit. Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk

penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan

diagnosis alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan

tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.

D. Tes Provokasi Oral

Tes Provokasi adalah administrasi terkontrol dari obat yang digunakan untuk

mendiagnosis reaksi hipersensitivitas. Pengertian lain mengatakan bahwa tes provokasi

merupakan tes yang dilakukan mulai dengan memberikan obat dengan dosis yang lebih kecil

dari dosis yang diduga akan menimbulkan reaksi berat, kemudian dosis ditingkatkan dan

diberikan jarak tertentu sampai tercapai dosis penuh sesuai dengan yang diharapkan. TP

16
merupakan baku emas (gold standard) yang digunakan untuk menetapkan dan meniadakan

diagnosis hipersensitivitas dari zat tertentu, tidak hanya yang dapat menyebabkan gejala alergi,

tetapi juga manifestasi klinis yang merugikan terlepas dari mekanismenya. TP merupakan salah

satu upaya pendekatan diagnosis dari alergi obat yang relatif sederhana namun harus dikerjakan

di RS dengan pengawasan, serta siap antisipasi jika terjadi reaksi alergi kembali terlebih lagi bila

timbul reaksi yang berat seperti misalnya reaksi anafilaksis. Karena itu hendaknya dikerjakan

oleh tenaga yang memiliki kompetensi, dan fasilitas resusitasi lengkap sudah dipersiapkan

sebelum dilakukan tes, serta dilengkapi dengan informed consent.

The European Network for Drug Allergy (ENDA) dari the European Academy of Allergy

and Clinical Immunology (EAACI) merekomendasi TP sebagai alternatif upaya pendekatan

diagnosis dari alergi obat sebagai penunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sebelum

melakukan TP, evaluasi resiko dan manfaat harus dilaksanakan terlebih dahulu. Adapun indikasi

untuk melakukan TP adalah :

a. Untuk membedakan adanya kemungkinan reaksi yang terjadi bukan suatu reaksi

hipersensitivitas, misalnya terjadinya reflek vagal setelah pemberian anestesi lokal.

b. Untuk memberikan farmakologi (obat) yang aman, yaitu obat yang tidak berhubungan

dengan obat yang terbukti memiliki hipersensitivitas.

c. Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya reaksi silang (cross-reaktivity) dari obat-

obatan yang berhubungan dalam hipersensitivitas, misalnya sefalosporin dalam subyek

alergi penisilin atau NSAID alternatif pada asma yang sensitif terhadap aspirin.

d. Untuk mengkonfirmasi obat penyebab timbulnya reaksi atau standar baku.

17
Kontraindikasi TP adalah pada wanita hamil, pada penderita yang diprediksi kondisinya

akan menjadi lebih buruk dengan TP obat tersebut (infeksi akut, asma tak terkontrol, penderita

dengan penyakit jantung, hati dan ginjal). Demikian juga pada penderita; sindroma vaskulitis,

dermatitis exfoliative, sindroma Stevens-Johnson, Toxic Epidermal Necrolysis (TEN), SLE,

Pemphigus Vulgaris, dan Bullous Pemphigoid. Pengecualian dapat dilakukan jika obat dicurigai

sangat penting bagi pasien, misalnya pada neurosifilis dan terapi penisilin.
Pelaksanaan TP ini dilakukan dengan tahapan meliputi :

a. cara pemberian obat,

b. uji agen,

c. dosis dari persiapan tes,

d. interval waktu pemberian obat,

e. interval waktu antara reaksi dengan TP,

f. persiapan untuk prosedur provokasi,

g. pelaksanaan tes, dan

h. penilaian terhadap hasil tes.

Pemberian obat dilakukan dengan berbagai cara, oral, parenteral (iv,im,sc), topical

(nasal), bronchial, konjungtiva, kutaneus, dsb. Namun, dalam hal ini oral menjadi pilihan utama

karena penyerapan lebih lambat sehingga reaksi yang tidak diinginkan dapat diobati lebih awal

dibandingkan dengan TP pada pemberian secara parenteral.

Dosis dari persiapan tes dan interval waktu pemberian obat tergantung dari berbagai

variable, termasuk jenis obat itu sendiri, tingkat keparahan dari reaksi hipersensitivitas obat saat

pemeriksaan, cara pemberian, perkiraan waktu antara aplikasi dan reaksi, kondisi kesehatan dari

18
pasien, dan co-medication mereka. Umumnya tes harus mulai dengan dosis rendah, kemudian

ditingkatkan sedikit-demi sedikit dan segera dihentikan ketika gejala objektif pertama terjadi.

Jika tidak ada gejala muncul, yang dosis tunggal maksimum obat yang spesifik harus dicapai,

dan pemberian dosis harian sangat diperlukan. Dalam kasus reaksi langsung sebelumnya dosis

awal harus diantara 1:10.000 dan 1:10 dari dosis terapi, tergantung pada beratnya reaksi. Interval

waktu antara dosis minimal 30 menit, namun banyak obat dan situasi tertentu memerlukan

interval waktu yang lebih lama. Dalam kasus reaksi non-langsung sebelumnya (yakni terjadi

lebih dari 1 jam setelah pemberian obat terakhir) dosis awal tidak boleh melebihi 1:100 dari

dosis terapi. Tergantung pada obat dan ambang respon pasien, TP dapat diselesaikan dalam

waktu beberapa jam, hari atau, kadang-kadang minggu.


Persiapan untuk prosedur tes provokasi terdiri dari pertimbangan etis, perlindungan untuk

TP, dokumentasi, dan aspek praktis. Tes provokasi harus dilakukan dengan metode placebo

terkontrol, single blind, dan dalam situasi tertentu dimana aspek psikologis mungkin berlaku,

bisa juga dengan double blind.


Rekomendasi yang harus diberikan sebelum melakukan TP adalah sebagai berikut.

1. Hilangkan hipersensitivitas pada riwayat non-sugestif.

Banyak pasien salah diberikan label alergi berdasarkan riwayat penyakitnya tanpa

dites, atau dibuktikan dengan tes dengan nilai prediktif terbatas, seperti tes kulit dengan

opiat, deteksi IgE dalam hipersensitivitas aspirin atau tes biologi yang tidak valid.

Sebagai contoh, banyak reaksi merugikan pada anestesi lokal karena faktor non-alergi

yang mencakup vasovagal atau respon adrenergik. Untuk menghilangkan kemungkinan

reaksi yang dimediasi oleh imun, tingkat paparan harus diketahui.

2. Menyediakan alternatif yang aman pada pasien dengan alergi dan membuktikan

toleransi.

19
Pasien dengan alergi penisilin yang diklaim memiliki risiko meningkat sekitar sepuluh

kali lipat memiliki reaksi alergi terhadap obat antimikroba selain penisilin dan

sefalosporin. Lebih lengkapnya akan dibahas pada contoh kasus.

3. Hilangkan reaktivitas silang-obat yang terbukti menyebabkan hipersensitivitas.

Pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin dan tes kulit positif mempunyai

peningkatan resiko tiga kali lebih tinggi jika suatu sefalosporin diberikan, oleh karena itu

TP dalam kondisi yang terkendali setelah melakukan tes kulit, penting dilakukan

sebelum rating sefalosporin mengganggu.

4. Menetapkan diagnosis pada kasus-kasus dengan riwayat yang sugestif namun dengan tes

yang negatif (kulit atau in vitro).

Untuk mengklarifikasi hipersensitivitas obat yang dicurigai pada tes kulit biasanya adalah

hal pertama yang akan dilakukan, tetapi sering dengan hasil negatif. Agen penyebabnya

kemudian hanya dapat diidentifikasi dengan TP.

Tes provokasi dikatakan positif jika hasilnya menunjukkan gejala yang sebenarnya. Jika

reaksi sebenarnya diwujudkan dengan gejala yang subjektif dan pada pengujian ulang

menunjukkan hal yang sama, gejala yang tidak diverifikasi, maka tes berulang dengan plasebo

harus dilakukan. Jika dengan placebo hasilnya negatif, maka pengulangan dengan dosis obat

sebelumnya sangat direkomendasikan.

Nilai prediktif TP terutama tergantung pada jenis / mekanisme reaksi dan obat yang

terlibat. Seorang dokter dalam melakukan TP untuk reaksi hipersensitivitas obat harus

mengetahui literatur tertentu dan kebutuhan pengalaman yang cukup dalam membedakan banyak

20
alasan untuk hasil tes false-negatif dan false-positif. Alasan ini adalah banyak tetapi dapat

dievaluasi dan dihindari di sebagian besar kasus.

IV. PEMERIKSAAN MIKOLOGIK

Jamur kulit disebabkan antara lain oleh golongan dermatofit atau non-dermatofit atau

candida, bahan pemeriksaan dapat diambil dari kerokan kulit, kuku dan usapan pada mukosa.

Jamur candida dapat menyerang vagina dan mengeluarkan duh tubuh, duh tubuh merupakan

bahan pemeriksaan juga bahan dari usapan serviks. Kulit dibersihkan dengan alcohol 70-96%

guna menghilangkan lemak kulit. Untuk dermatofit bahan pemeriksaan dioleskan pada objek

kaca dan ditetesi KOH 10-20%, sedangkan untuk jamur candida selain KOH dapat diwarnakan

dengan Gram. Elemen jamur berupa hifa pendek dan spora bulat (pitiriasis versicolor), hifa

panjang dan artrospora (tinea/dermatofitosis), pseudohifa dan blastospora (kandidiasis) dapat

dilihat dengan mikroskop cahaya. Bilamana perlu mengetahui sampai pada genus atau resistensi

dapat dilakukan kultur menggunakan media agar tertentu misalnya DTM atau agar dekstrosa

Sabouraud, hasilnya diharapkan dapat diketahui sekitar 2 minggu.

Tujuan : Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis :

1. Dermatofitosis pada kulit, kuku, dan rambut

2. Kandidosis kulit dan kuku

3. Pitiriasis versikolor

4. Piedra

21
5. Tinea nigra

6. Mikosis profunda

Macam-macam pemeriksaan

1. Pemeriksaan langsung

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat elemen jamur seperti hifa panjang, hifa pendek,

pseudohifa, spora dan blastospora.

Bahan atau spesimen berasal dari :

a. Kulit : kerokan papul, pustul, krustam skuama, atap vesikel

b. Kuku : kerokan tepi kuku, permukaan, dasar kuku, debris dibawah kuku, dan bagian

terjauh dari distal kuku

c. Rambut : rambut dicabut dan kerok kulit pada lesi, atau potong rambut yang

mengandung lesi/benjolan

Alat dan bahan

Alat :

a. Pisau skalpel tumpul, selotip, kapas lidi

b. Gelas obyek, gelas penutup, api bunsen, mikroskop cahaya

Bahan :

a. Alkohol 70%, larutan NaCl 0,9%

22
b. Larutan KOH 10-20%, KOH-DMSO, atau KOH-tinta parker biru-hitam

Cara pengambilan spesimen

a. Bersihkan kulit dengan alkohol 70%

b. Kerok dengan skalpel tumpul dengan arah ke atas, atau

c. Tempel tekan dengan menggunakan selotip (pada pasien anak atau skuama minimal,

atau pada lokasi yang sulit)

d. Pada lesi basah digunakan kapas lidi digulirkan pada lesi

Cara pembuatan sediaan

a. Letakkan skuama diatas gelas objek, tetesi KOH 20%, kemudian ditutup dengan gelas

penutup

b. Bila menggunakan selotip, lekatkan selotip pada gelas objek yang telah ditetesi KOH

c. Biarkan selama 15 menit atau lewatkan di atas api bunsen, jangan sampai mendidih

d. Periksa dan amati dengan mikroskop cahaya pemeriksaan 100x, kemudian 400x

e. Bila kurang jelas, dapat ditetesi tinta Parker, sehingga memberi warna dasar biru-

kehitaman, sedangkan elemen jamur tetap jernih.

Hasil pemeriksaan

23
a. Dermatofitosis : elemen jamur kulit berupa hifa panjang dan/atau artrospora.

Pada rambut berupa spora endotrik/ektotrik dan kadang terdapat hifa di dalam atau

diluar rambut.

b. Kandidosis : elemen jamur berupa spora, blastospora dan pseudohifa

c. Pitiriasis versikolor : elemen jamur berupa sekelompok spora oval/bulat, blastospora

dan hifa pendek

d. Tinea nigra palmaris : tampak hifa bercabang, bersekat, berwarna coklat muda sampai

hijau tua

e. Piedra : tampak benjolan yang terdiri atas hifa bersekat, teranyam padat dan di

antaranya terdapat askus yang berisi 4-8 askospora.

24
Pengiriman bahan

Bila tidak tersedia laboratoriu, spesimen dapat dikirim dengan cara :

- Skuama diletakkan pada kertas hitam, dilipat, atau

- Selotip berskuama diletakkan pada gelas objek, masukkan dalam amplop tertutup dan

kirimkan.

Hasil negatif palsu dapat disebabakan :

a. Faktor pasien

25
- Salah memilih lesi

- Pasien dalam pengobatan anti jamur

b. Faktor laboratorium

- Spesimen yang dikumpulkan tidak cukup

- Larutan KOH tidak memenuhi syarat

- Pemeriksaan dengan mikroskop tidak fokus atau pencahayaan kurang baik

c. Faktor pemeriksa

- Kompetensi pemeriksa kurang

2. Pemeriksaan biakan

Tujuan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk :

a. Identifikasi jamur penyebab

b. Kepentingan epidemiologi

c. Penelitian

Cara pengambilan spesimen

26
Pengambilan dilakukan dengan cara yang samaa dengan pemeriksaan sediaan langsung,

bahan diambil sebanyak mungkin dan diletakkan pada cawan petri

Persiapan pasien

Pasien diminta untuk tidak menggunakan obat anti jamur (OAJ) topikal minimal 1

minggu dan OAJ sistemik 1 bulan.

Alat dan bahan

Alat :

- Pinset anatomis

- Pisau skalpel tumpul, selotip atau kapas lidi

- Api bunsen

- Sengkelit, gelas objek, gelas penutup

- Cawan petri, tabung reaksi

Bahan :

- Alkohol 70%, NaCl 0,9%

- Media biakan agar Sabourraud, agar Mycobiotic

- Larutan lactophenol cotton blue

Cara pemeriksaan
27
1. Ambil spesimen dengan sengkelit steril dan letakkan pada media kultur dalam cawan

petri atau tabung reaksi.

2. Letakkan pada suhu ruangan dan kelembaban yang cukup, amati pertumbuhan jamur

sampai maksimal 4 minggu

Cara pembacaan hasil kultur

1. Ambil spesimen dari koloni yang tumbuh pada titik tengah antara bagian tepi dan

pusat koloni

2. Letakkan spesimen pada gelas objek yang telah ditetesi alkohol 70%

3. Tambahkan larutan lactophenol cotton blue dan tutup dengan gelas penutup

4. Periksa dan amati dengan menggunakan mikroskop pembesaran rendah (100x),

kemudian 400x

Hasil pemeriksaan

1. Koloni kapang

- Makroskopis : permukaan bagian depan tampak kasar (granular hingga seperti

kapas) sedangkan permukaan belakang berwarna sesuai masing-masing spesies.

- Mikroskopis : tampak hifa dengan makrokonidia dan atau mikrokonidia

28
2. Koloni menyerupai ragi

- Makroskopis : permukaan tampak licin

- Mikroskopis : tampak pseudohifa, spora dan blastospora serta sel ragi

3. Koloni ragi

- Makroskopis : permukaan tampak licin dan berbau

- Mikroskopis : tampak spora, blastospora dan sel ragi

V. PEMERIKSAAN PARASIT

Scabies adalah infeksi kulit oleh Sarcoptes scabei. Bentuk lesi awal dapat berupa papul

eritematous dan vesikel miliar. Sarkoptes melakukan kegiatan di malam hari, menggali kulit dan

membentuk terowongan (kunikula), melakukan kopulasi dan meletakkan telurnya. Pemeriksaan

langsung dilakukan dengan jarum suntik untuk mencari kutu dewasa dengan cara mencongkel

vesikel (biasanya sulit bagi yang belum ahli); atau dengan kerokan scalpel, kerokan diletakkan di

atas gelas objek, ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dengan menggunakan

mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat kutu dewasa, larva dan telurnya.

VI. PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM

Pemeriksaan bakterioskopik untuk basil tahan asam (BTA) M. Leprae dilakukan dengan

membuat sediaan hapusan kerokan jaringan kulit. WHO menetapkan pengambilan sampel

diambil dari daerah cuping telinga kanan dan kiri, dan dari 2-4 lesi kulit lainnya.

29
Alat dan Bahan

a. Mikroskop cahaya

b. Gelas objek

c. Minyak emersi

d. Skalpel dengan mata pisau No. 15

e. Api bunsen

f. Sarung tangan

g. Kapas alkohol

h. Bahan pewarna tahan asam : Ziehl Nielsen atau Kinyoun Gabett

Cara pengambilan sampel dan pewarnaan :

a. Bersihkan cuping telinga dengan kapas alkohol dan dari 2-4 lesi lain yang aktif (plak

eritematosa) atau bila tidak ada, pilih dari lesi yang paling anestesi.

b. Jepit dengan ibu jari dan jari telunjuk sampai pucat, agar tidak keluar darah,

c. Dilakukan irisan/sayat dengan skalpel sepanjang 2-3 mm, sejajar dengan garis lipatan

kulit

d. Putar pisau 90 , sehingga sisi lebar pisau dan letakkan jaringan tersebut diatas gelas

objek dan ratakan

30
e. Spesimen difiksasi dengan dikeringkan pada suhu kamar atau dengan pemanasan melalui

api bunsen

f. Tandai tempat-tempat pengambilan spesimen dengan pensil kaca

g. Tuang larutan karbol fukhsin 1%

h. Panaskan di atas api bunsen sampai uap keluar, jangan terlalu panas

i. Biarkan 15 menit tanpa pemanasan

j. Cuci dengan air mengalir sampai berwarna merah muda

k. Tuang campuran asam alkohol (H2SO4)

l. Cuci dengan air mengalir

m. Tuang larutan metilen biru 1% selama 10 detik

n. Cuci dengan air mengalir dan keringkan

Penilaian hasil

a. Gunakan mikroskop cahaya

b. Gunakan pembesaran 1000x dengan menggunakan minyak emersi

c. Baca hasil dan hitung indeks bakteri (IB) dan indeks morfologi (IM) dengan araha :

Indeks Bakteri (IB) ialah jumlah seluruh basil yang hidup (solid) dan yang mati (batang yang

terputus/fragmented atau berbutir granular).

Skala logaritmik Ridley

31
0 : tidak didapatkan basil dalam 100 lapang pandang

1+ : 1 10 basil/100 lapang pandang

2+ : 1 10 basil/10 lapang pandang

3+ : 1 10 basil/lapang pandang

4+ : 10 100 basil/lapang pandang

5+ : 100 1000 basil/lapang pandang

6+ : > 1000 basil/lapang pandang

IB pasien : jumlah seluruh IB tiap lesi, dibagi dengan jumlah lesi yang diambil

Contoh :

Telinga kanan 5+; punggung kanan 4+;

Telinga kiri 5+; lengan kanan 4+

5+5+4 +4
IB rata-rata : =4,5
4

Indeks Morfologi ialah persentase jumlah basil hidup dibandingkan dengan seluruh basil (basil

hidup dan mati)

S
= 100
S+ F +G

Contoh :

32
2
= 100 =0,5
2+170+ 228

Basil yang dihitung adalah basil yang terpisah, tidak dalam bentuk globus
IM pasien : dihitung rata-rata tiap lesi yang diperiksa
Kegunaan : menilai kegunaan pengobatan

Hasil positif palsu disebabkan :

Gelas objek bekas


Zat warna (karbon fukhsin) mengkristal

Hasil negative palsu dapat disebabkan :

Lesi yang dipilih tidak aktif


Pemanasan terlalu lama sehingga sel rusak
Zat warna kurang baik

33
BAB III

PEMERIKSAAN PENUNJANG DI BIDANG VENEREOLOGI

I. LABORATORIUM

Dokter diharapkan dapat memilih dan mengambil jaringan yang tepat (representative)

guna pemeriksaan laboratorium, bila tersedia dan memungkinkan melakukan pemeriksaan

laboratorium sederhana dan membaca serta menginterpretasikan hasilnya.

A. Pengambilan duh tubuh


Cara pengambilan duh tubuh pada perempuan yang belum menikah atau sudah menikah

dilakukan di ruang pemeriksaan tertutup, pemeriksa di damping perawat. Pasien dipersilahkan

membuka pakaian dalam (celana dalam) dan berbaring dalam posisi lithotomi pada kursi

ginekologi. Pemeriksa memakai sarung tangan. Daerah vulva dibersihkan dengan kapas yang

sudah basah dengan larutan KMnO4. Speculum atau cocor bebek steril dipilih ukuran yang

sesuai dengan pasien. Speculum dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam vagina dengan

posisi tegak lurus, kemudian putar 90 ; buka speculum dan posisikan agar serviks uteri

terlihat kemudian speculum di kunci. Pakailah sengkelit yang steril, sudah dibakar membara dan

sudah dingin, ambil duh tubuh dari serviks, forniks posterior, dan dinding vagina. Kunci

speculum dibuka, tutup speculum putar kembali dengan arah tegak lurus, keluarkan perlahan-

lahan. Secret uretra dapat diambil dengan sengkelit. Pewarnaan cairan duh tubuh dengan pulasan

KOH, Gram, atau ditetesi NaCl 0,9%, sesuai indikasi.

1. Duh tubuh pria


a. Gunakan sarung tangan

34
b. Duh tubuh uretra di ambil dengan sengkelit steril (dipanaskan sampai membara

dan dinginkan kembali)


c. Masukkan sengkelit melalui OUE sedalam 1-2 cm
d. Oleskan pada kaca objek
e. Fiksasi dan warnai dengan pulasan Gram

2. Duh tubuh wanita


a. Pasien dalam posisi lithotomi
b. Gunakan sarung tangan
c. Bersihkan daerah genital eksterna dengan larutan antiseptic
d. Bila belum menikah, gunakan kapas lidi untuk mengambil duh tubuh vagina
e. Bila sudah menikah, gunakan speculum dengan ukuran yang sesuai
f. Masukkan speculum steril, lihat posisi porsio, bersihkan dengan kassa steril,

masukkan sengkelit sampai endoseviks, ambil duh tubuh dan letakkan di kaca

objek
g. Masukkan sengkelit yang berbeda untuk pengambilan secret/duh di forniks

posterior, letakkan di kaca objek yang telah ditetesi larutan NaCl 0,9%
h. Masukkan kapas lidi steril, usap dinding vagina dan letakkan pada kaca objek
i. Lepaskan speculum dari vagina
j. Masukkan sengkelit ukuran terkecil untuk mengambil sediaan dari uretra,

letakkan specimen pada kaca objek


k. Fiksasi sediaan dengan api Bunsen dan warnai dengan pulasan Gram

Cara Pewarnaan Sediaan

1. Sedian Basah
Sediaan yang telah ditetesi dengan NaCl 0,9% dapat dilihat langsung dengan

mikroskop pembesaran 100x dan 400x.

2. Sedian Gram
Setelah difiksasi dan diwarnai, sediaan dapat dilihat dengan mikroskop cahaya

dengan pembesaran 10x100 dengan minyak emersi.

Hasil Pemeriksaan
1. Trikomonas : terlihat pergerakan flagel T. vaginalis pada sediaan
2. Gonore : tampak diplokokus Gram Negatif seperti biji kopi, intra dan ekstraselular

35
3. Bacterial vaginosis : didapatkan kokobasil dalam jumlah banyak yang menutupi

seluruh epitel, disebut sebagai clue cells


4. Kandidosis vulvavaginitis : tampak spora dan blastospora berwarna biru keunguan

(Gram positif) dengan tunas (budding) serta pseudohifa.

B. Pemeriksaan Pewarnaan Sederhana


1. Prinsip pemeriksaan
Pada pewarnaan sederhana, apusan bakteri diwarnai dengan reagen tunggal (satu

jenis zat warna) yang menghasilkan kontras antara organisme dan latar belakangnya.

Pada pewarnaan ini dipilih pewarnaan basa (basic strains) yang mengandung kromogen

yang bermuatan positif, karena asam nukleat dan komponen tertentu pada dinding sel

bakteri membawa muatan negative yang akan berikatan dengan kuat terhadap kromogen

kationik. Tujuan dari pewarnaan sederhana adalah untuk melihat morfologi dan susunan

sel bakteri, zat warna yang paling banyak digunakan adalah methylene blue, crystal

violet, dan carbol fuchsin.


Sebelum dilakukan pewaernaan dibuat ulasan diatas kaca objek yang kemudian

difiksasi. Fiksasi berutjuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel bakteri pada

kaca objek tanpa merusak stuktur selnya.


2. Prosedur Pemeriksaan :
a. Membersihkan gelas objek dengan kertas saring dan melewatkannya di api

Bunsen untuk menghilangkan kotoran dan lemak


b. Membuat marker di bagain bawah gelas ojek menggunakan pensil gelas dan di

beri label
c. Membuat sediaan pada gelas objek, yaitu secret atau duh tubuh di sebarkan di atas

gelas objek, dikeringkan, lalu sediaan direkatkan di atas nyala api 2-3x
d. Lalu preparat/sediaan ditetesi dengan crystal violet selama 5 menit
e. Preparat/sediaan di cuci dengan air mengalir secara perlahan
f. Preparat warna dilunturkan dengan menggunakan alcohol 96%
g. Lalu preparat/sediaan ditetesi dengan lugol kemudian tunggu sampai 30-60 detik
h. Preparat/sediaan di cuci dengan air mengalir secara perlahan
i. Preparat ditetesi dengan larutan karbol fuschin, biarkan sampai 1-2 menit
j. Preparat dicuci dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih.

36
k. Keringkan preparat/sediaan dengan meletakkan gelas objek diatas kertas saring
l. Periksa di bawah mikroskop dengan ditetesi minyak emersi. Lihat dengan

pembesaran 10x100.

37
38
Gambaran Sediaan Apusan
Neisseria gonorrhoe

Gambaran Sediaan Apusan


Clue Cell

C. Pemeriksaan pada infeksi Treponema


Infeksi Treponema dapat mengenai kulit dan genitalia, atau organ lainnya. Infeksi di kulit

misalnya ulkus tropikum (disebabkan Borelia Vicenti dan Basil fusiformis) dan Frambusia

(disebabkan Treponema pallidum) yang mengakibatkan lesi kulit berupa papul, vesikobulosa,

ulkus atau keratoderma. Berbagai ulkus genital perlu dibedakan secara laboratoris. Untuk

pemeriksaan ulkus genital akibat sifilis (ulkus bersih, tidak nyeri, tepi keras) dibutuhkan serum

rangsang dari ulkus tersebut (ulkus dipencet dari 2 sisi sampai keluar serum rangsang). Untuk

Treponema digunakan pulasan dengan tinta hitam (tinta cina) atau disebut pulasan Burri.

Treponema yang mati dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Ulkus genital juga dapat

disebabkan oleh virus herpes (ulkus dangkal, multiple, berkelompok) dan oleh basil Unna

ducreyi (ulkus mole, ulkus kotor, nyeri dan bergaung). Pada ulkus mole bahan pemeriksaan

diambil dari tepi ulkus yang bergaung.


1. Pemeriksaan Treponema pallidum

39
Cara pemeriksaan dengan mengambil serum dari lesi kulit dan

dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap melihat

pergerakkan Treponema yang berwarna putih


Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan

Treponema pallidum telah mati kuman berwarna jernih dikelilingi oleh

lapangan yang berwarna hitam.

2. Serologi Tes sifilis (STS)


STS penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan.
Prinsip pemeriksaan STS mendeteksi bermacam antibodi yang

berlainan akibat infeksi T. pallidum


Klasifikasi STS :
a. Tes Non Treponema
Tes fiksasi komplemen : Wasserman (WR), Kolmer
Tes flokulasi : VDRL, Kahn, RPR, ART, dan RST
b. Tes Treponema :
Tes imobilisasi : TPI
Tes fiksasi komplemen : RPCF
Tes imunofluoresen : FTA-Abs. Ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS
Tes hemoglutisasi : TPHA, 19S IgM SPHA, HATTS, MHA-TP

D. Uji Aceto-white
Uji ini digunakan untuk melihat langsung kulit atau mukosa yang terinfeksi virus human

papilloma (HPV). Larutan asam asetat 5% dioleskan di permukaan kulit atau mukosa yang

diduga terinfeksi HPV, bila terinfeksi di kulit yang diolesi asam asetat akan tampak bagian yang

berwarna putih yang menunjukkan infeksi HPV positif.

40
E. Pemeriksaan dengan NAAT untuk Chlamydia trachomatis

Waktu pengambilan sampel untuk pemeriksaan menjadi problem tersendiri, karena

pemeriksaan memerlukan waktu yang lama, sedangkan lesi harus segera mendapatkan terapi.

Penyebab kelainan ini adalah serovar tertentu, terdapat keterbatasan dalam pemeriksaan.

Pemeriksaan berbasis NAAT tidak dapat membedakan serovar tersebut. Pengambilan swab

specimen dengan dakron, dapat diambil dari bahan pus yang keluar dari lesi.

F. Tes Ikatan Komplemen

Tes serologi untuk Chlamydia trachomatis, terus dikembangkan. Tes tersebut lebih peka

dan lebih dapat dipercaya daripada tes Frei dan lebih cepat menjadi positif yakni setelah sebulan.

Tes ini juga memberi reaksi silang dengan penyakit yang segolongan. Jika titer 1/64 berarti

sedang sakit, tetapi jika titernya kebih rendah hanya berarti pernah sakit.

G. Tes frei

41
Antigen frei diperoleh dari pus penderita LGV yang mengalami abses yang belum

memecah, kemudian dilarutkan dalam garam faal dan dilakukan pasteurisasi. Cara

melakukannya seperti pada tes tuberculin, yakni 0,1 cc disuntikkan intrakutan pada bagian

anterior lengan bawah dan dibaca setelah 448 jam. Jika terdapat infiltrate berdiameter 0,5 cm

atau lebih berarti positif. Kekurangan dari tes ini, hasilnya baru memberi hasil positif setelah 5-8

minggu dan jika positif hanya berarti sedang atau pernah menderita LGV.

42
BAB III

PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Biopsy dilakukan sesuai indikasi. Bila ada keraguan dalam menegakkan diagnosis

penyakit kulit, biopsy dan pemeriksaan histopatologik merupakan pemeriksaan penunjang

pilihan. Biopsy dapat dilakukan dengan menggunakan pisau scalpel atau biopsy plong (punch).

Memilih lesi

Penting diperhatikan dalam memilih lesi. Pilih lesi yang baru muncul (lesi primer), bila

kecil dapat diambil seluruh lesi (biopsy in-toto), bila besar atau ada inflamasi disekitar lesi

biopsy dapat diambil dari tepi lesi dengan menyertakan lesi kulit yang sehat. Bila ada infeksi

sekunder sebaiknya diobati dulu.

Biopsi Kulit

Lesi kulit yang representative diberi tanda dilakukan aseptic dan antiseptic pada lesi dan

sekitarnya. Tutup dengan duk steril yang sesuai. Biopsy dengan pisau scalpel dapat dilakukan

dengan bentuk elips. Bila terdapat berbagai macam lesi, dapat dipilih beberapa lesi yang berbeda.

Bila melakukan biopsy plong, kulit diregangkan dulu tegak lurus terhadap garis kulit, agar

hasilnya menjadi elips dan memudahkan regangan kulit pada waktu menutup luka. Kedalaman

lesi sampai mencapai subkutis, tampak jaringan lemak kekuningan pada bagian bawah lesi.

Penyimpanan dan pengiriman jaringan biopsy

43
Jaringan yang sudah bersih dimasukkan ke dalam larutan fikasasi formalin 10% atau

larutan buffer formalin, volume cairan sekitar 20x jaringan agar jaringan terendam dengan baik.

Jaringan dikirim guna pemeriksaan histopatologik. Bergantung pada kebutuhan, pewarnaan dapat

dengan hematoklisin eosin, orsein giemsa, PAS dan lain-lain.

44
DAFTAR PUSTAKA

Boediardja, SA. Uji Diagnosis di Bidang Dermato-venereologi. Dalam Meinadi SLSW, Bramono

K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2015

Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology 7th Edition. United States: McGraw-Hill Companies ; 2013.

http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-3-43450376

45

You might also like