You are on page 1of 13

Laporan

Titrasi Penentuan Nikel Dengan Kompleks EDTA

Rusnawati Ruslan

441413030

Kelas kimia B

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
A. Tujuan Praktikum
Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel serta mampu
menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi pembentukan kompleks.
B. Dasar Teori
Analisis kualitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion
logam seperti aluminium, bismuth, kalium, magnesium, dan zink dengan cara
gravimetri memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi
pengendapan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran sampai
bobot konstan. Sekarang telah ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk
penentuan ion-ion logam ini dengan peraksi etilen diamin tetra asetat dinatrium
yang umumnya disebut EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion logam
yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada titrasi asam basa,dengan
dasar pembentukan khelat yang digolongkan dalam golongan komplekson.
(http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-
analitik-dasar/laporan-titrasi-kompleksometri/)

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa


kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat
pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri
adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).

(Team Teaching. 2014. Modul praktikum dasar-


dasar kimia anallitik. Gorontalo: FMIPA UNG)

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling


mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.

(Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia


Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia)

Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan


tinggi. Selain tirasi kompleks seperti biasa di atas, dikenala pula komleksometri
yang dikenal sebagai kelatometri seperti yang menyangkut penggunaan EDTA.
Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan (polidentat). Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr dan Ba dapat
dilihat pada pH = 10 EDTA.

(http://astridlifiany.blogspot.com/2013/03/la
poran-kompleksometri.html)

Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indicator


mempergunakan indicator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu
saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indicator demikian disebut indicator metalokromat.
Indicator jenis ini contohnya Eriochome black T. EBT adalah sejenis indikator
yang berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion
kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1.

(http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-
kimia-analitik-kompleksometri.html)

Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam atau
metal indikator atau metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat sebagai
komplekson, sehingga dapat membentuk kompleks dengan ion logam yang
mempunyai warna yang berbeda dengan warna indicator itu sendiri.

(http://evelyta.appl.blogspot.com/2013/06/k
ompleksometri.html)

2.1 Titrasi dengan ligan polidentat

Ion logam dengan beberapa ligan polidental dapat membentuk kompleks


yang larut dalam air. Berbeda dengan ligan monodentat yang dapat bereaksi dalam
beberapa tahap, ligan polidentat ini bereaksi hanya dalam satu tahap pada
pembentukan kompleks. Selain itu reaksinya pun sederhana yaitu membentuk
kompleks 1:1. Telah dikenal berbagai ligan polidentat tetapi yang akan
dibicarakan adalah titrasi ion logam dengan ligan asam etilendiamin tetra asetat
(EDTA).

EDTA adalah kependekkan dari ethylen diamine tetra acetic acid yang
mempunyai struktur molekul berikut :

Molekul EDTA mempunyai enam posisi untuk berikatan denga ion logam yaitu
empat gugus karboksil dan dua gugus amin.

EDTA dalam bentuk asam sukar larut dalam air, oleh karena itu pada
umumnya digunakan garam natriumnya yaitu Na2H2Y yang larut dengan baik
dalam air. Nama dagang dari garam dinatrium EDTA yaitu Na 2H2Y.2H2O adalah
trion B, Complexone III atau Titrilex III.

Oleh karena selama titrasi terbentuk ion H + maka untuk mencegah perubahan pH
digunakan larutan buffer.

Larutan EDTA sangat penting sebagai titran karena EDTA bergabung


digunakan dengan ion logam dengan perbandingan 1:1 tanpa memperdulikan
muatan kation. EDTA adalah pereaksi yang sangat baik karena membentuk kelat
dengan semua kation dan kelat ini cukup stabil. Bentuk ion kompleks EDTA
dengan ion logam bervalensi dua. Kestabilan kompleks EDTA dinyatakan dengan
konstata pembentukan konstata kestabilan. Harga tetapan pembentukan komplek-
komplek EDTA diperlihatkan dalam tabel 11.2. Tetapan tersebut berhubungan
dengan kesetimbangan yang melibatkan ion Y4- dengan ion logam :

Mn+ + M4- MY(n-4)+

Derajat disosiasi EDTA, 4, dinyatakan sebagai


Cy adalah konsentrasi EDTA total atau

Cy = [Y4-] + [HY3-] + [HY2-] + [H3Y-] + [H4Y]

Oleh karena [Y4-] = 4Cy maka,

Kef adalah tetapan pembentukan efektif, yaitu besarnya bergantung pada pH dan
harga . Tetapan pembentukan efektif sering juga disebut tetapan pembentukan
kondisional.

(Astin Lukum. 2005. Bahan ajar


dasar-dasar kimia analitik.
Gorontalo : UNG)

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2
diaminoetanatetraasetat (asam etilena diamina tetra asetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks
yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan
yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial
EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies
seperti CuHY-.

(Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia


Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia)

2.2 Indikator

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan


pH, tidak juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan
pM (M adalah khelat logam). (Roth 1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam;
Perubahan warna pada titik ekivalen tajam; Perbedaan warna dari indikator bebas
dengan indikator kompleks harus mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH
titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi; Kestabilan kompleks logam
indikator harus cukup; Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada
logam-logam indikator. Artinya ikatan logam logam Indikator logamnya harus
dapat direbut oleh EDTA.
(http://siskaapriyoannita.wordpress.c
om/2012/06/16/kompleksometri/)

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal
pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA Syarat-syarat indikator logam, yaitu: Reaksi
warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besarterhadap logam, Reaksi
warnanya harus spesifi, Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator
kompleks harus mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh
tidak teroksidasi dan tereduksi, Kestabilan kompleks logam indikator harus
cukup, Reaksi pengusiran indikator oleh EDTA harus belangsung cepat.
(R. A. Day, Jr & A. L. Underwood. 1988.
Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga)

C. Alat dan Bahan

1. Alat

NO Nama alat Gambar Fungsi Alat

Untuk mengambil dan


1 Pipet Tetes meneteskan reagen dalam
skala kecil.

Sebagai wadah zat titran


2 Buret
pada saat titrasi.

Untuk menahan buret pada


Stattif dan
3 saat proses titrasi sedang
klem
berlangsung.

Labu ukur Digunakan dalam


4
1000 ml pembuatan larutan.

Sebagai wadah zat yang


6 Erlenmeyer
akan dititrasi.
Untuk mengaduk larutan
Batang
7 dan mempercepat larutnya
pengaduk
suatu bahan.

Sebagai wadah untuk


8 Gelas piala
melarutkan zat.

Untuk memepermudah
9 Corong biasa pengisian titran dalam
buret.

Untuk menimbang dan


Neraca
10 mengukur berat suatu
analitik
bahan.

2. Bahan

N Bahan Sifat Fisik Sifat Kimia


O
1 NaOH 1 - Sangat basa, keras, - Dengan larutan natrium
M rapuh dan hidroksida, (HCl) asam
menunjukkan pecahan klorida dinetralkan
hablur dimana akan terbentuk
- Titik leleh 318 C garam dan air.
- titik didih 1390 C - Secara spontan
- densitas NaOH adalah menyerap karbon
2,1 dioksida dari udara
- Berbentuk putih padat
bebas.
dan tersedia dalam - Larut dalam etanol dan
bentuk pelet, serpihan, metanol.
butiran ataupun larutan - Tidak larut dalam dietil
jenuh 50%. eter, noda kuning pada
kain dan kertas.
- Sangat basa, keras,
rapuh dan
menunjukkan pecahan
hablur.

2 EDTA - Penampilan : Putih Rumus molekul :


- Bentuk : Kristal atau C10H16N2O8
bubuk
- Titik leleh : 245C
- Densitas : 0,86 g cm-3
- pH: 4,0-4,5 (1% dalam
air)

3 Murexid - Cairan tak berwarna Larutan 38%


(0,2 gram - Titik didih: 110 C
EBT + 50 (383 K)
gram HCl) - Titik lebur: 27,32 C
(247 K)

4. Aquades - Cairan bening tak - Pelarut polar


berwarna - Merupakan ion H+ ,
0
- Titik didih 100 C yang berasosiasi
- Titik lebur 00 C (273,15 dengan OH -

K)

D. Prosedur Kerja

- Memipet sebanyak 25 ml dan di masukkan dalam


Air Suling
gelas ukur
- Memasukkan kedalam erlenmeyer
- Menambahkan 5 ml NaOH 0,1 ml
- Menambahkan seujung spatula indikator murexida
- Mentitrasi perlahan dengan EDTA

Terjadi perubahan warna


menjadi warna ungu pada
volume 2 ml
E. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
1. Hasil Pengamatan

Tabel Hasil Pengamatan

Perlakuan Hasil Pengamatan


- Memipet air suling sebanyak
25 ml kedalam gelas ukur
- Memasukkan kedalam
erlenmeyer
- Menambahkan 5 ml NaOH 0,1
M
- Berubah warna menjadi
- Menambahkan seujung spatula
merah jambu
indikator Murexida
- Mentitrasi perlahan dengan - Terjadi perubahan warna dari
EDTA merah jambu menjadi unggu
dengan volume 2 ml
2. Perhitungan
Molaritas CaCO3
Dik : M EDTA = 0,01 M
V = 2 ml
BE Ni = 29,35 g/ek
Dit : Kadar Nikel dalam larutan sampel ?
Penyelesaian :

M EDTA x V EDTA x BE Ni
Kadar Ni = ml sampel

0,01 x 2 x 29,35
x 100
= 30 ml
= 1,95 %

F. Pembahasan
Pada percobaan penetapan kadar nikel dalam nikel sulfat ini yang
dilakukan pertama kali adalah memipet 25 ml air suling dalam erlenmeyer
kemudian menambahkan 5 ml NaOH 0,1 M sehingga pH berkisar 12-13.
Dilanjutkan dengan menambahkan indikator murexsida. Murexsid merupakan
indikator yang sering digunakan untuk titrasi pada pH=12. Tujuan diberikan
indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH
larutan, sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Pada saat penambahan
indikator warna larutan menjadi warna merah jambu.

Gambar 1. Larutan contoh setelah penambahan indikator murexsid

Selanjutnya larutan contoh dititrasi dengan larutan EDTA di mana larutan


berubah menjadi warna ungu pada volume 2 ml.

Gambar 2. Larutan contoh setelah dititrasi dengan EDTA

Dari hasil perhitungan didapatkan kadar Ni adalah sebesar 1,95 %.


G. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
percobaan ini perubahan warna dari merah jambu ke warna ungu terjadi pada
volume 2 ml. Dan kadar nikel dalam larutan sampel adalah 1,95 %.

H. Kesalahan dalam Praktikum


1. Kesalahan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi
2. Kesalahan praktikan dalam penggunaan alat, misalnya buret
3. Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum

Daftar Pustaka

Annita, Siska Apriyo. (2012). Analisis Gravimetri. [Online] Available : http://sisk


aapriyoannita.wordpress.com/2012/06/16/kompleksometri/ (04 Januari
2014)

Anonim. (Tahun tidak diketahui). Titrasi Kompleksometri. [Online] Available: htt


p://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-analitik-dasar/laporan-
titrasi-kompleksometri/ (04 Januari 2014)

Anonim. (2013). Gravimetri. [Online] Available: http://evelyta-


appe.blogspot.com/2013/06/kompleksometri.html (04 Januari 2014)

Day, J.D. Underwood. (1988). Analisis kimia kualitatif (edisi keempat). Jakarta :
Erlangga

Harjadi W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia


Itatri. (2012). Kompleksometri. [Online] Available: http://itatrie.blogspot.com/201
2/10/laporan-kimia-analitik-kompleksometri.html (04 Januari 2014)

Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia

Lifiani, Astrid. (2013). Kompleksometri. [Online] Available: http://astridlifiany.bl


ogspot.com/2013/03/laporan-kompleksometri.html (04 Januari 2014)

Lukum, A. (2005). Bahan ajar dasar-dasar kimia analitik. Gorontalo : UNG

Teaching, T. (2010). Modul praktikum dasar-dasar kimia analitik. Gorontalo:


FMIPA UNG

You might also like